RENCANA LANSKAP AGROFORESTRI MANGGIS BERBASIS BIOREGION DI DESA BARENGKOK KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR BALQIS NAILUFAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA LANSKAP AGROFORESTRI MANGGIS BERBASIS BIOREGION DI DESA BARENGKOK KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR BALQIS NAILUFAR"

Transkripsi

1 RENCANA LANSKAP AGROFORESTRI MANGGIS BERBASIS BIOREGION DI DESA BARENGKOK KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR BALQIS NAILUFAR DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi Rencana Lanskap Agroforestri Manggis di Desa barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2011 Balqis Nailufar A

3 RINGKASAN BALQIS NAILUFAR. A Rencana Lanskap Agroforesti Manggis di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO Manggis (Garcinnia mangostana Linn) merupakan salah satu komoditas buah tropis primadona ekspor Indonesia. Manggis memiliki ekonomi tinggi serta mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditas ekspor Indonesia. Komoditas manggis menjadi buah-buahan andalan ekspor Indonesia juga dikarenakan refleksi perpaduan dari keindahan warna dan kenikmatan rasa buahnya sehingga dijuluki sebagai Queen of Fruits. Salah satu desa penghasil manggis adalah Desa Barengkok yang sejak tahun 2002 dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Bogor masuk dalam desa pendukung kawasan Agropolitan I kawasan komoditas manggis. Desa Barengkok selain berkomoditas utama manggis juga merupakan salah satu desa yang mempunyai potensi sumber daya alam dan budaya yang khas, terlihat dari potensi kebun manggis, durian dan buah-buahan lainnya. Namun, tanaman manggis yang terdapat pada Desa Barengkok belum dikelola dengan baik. Kebun berasal dari hutan sekunder dengan tanaman manggis yang sudah ada secara turun-temurun. Karakteristik penanaman tanaman manggis pada Desa Barengkok umumnya merupakan tanaman yang tumbuh sembarangan dan berkembang tanpa perawatan atau pemeliharaan petani karena tanaman ini dianggap hanya sebagai tanaman sampingan. Tanaman manggis yang ditanam pada desa ini berdampingan dengan tanaman lain seperti pisang, manggis, jambu, rambutan, jengkol, mangga, kelapa, nangka, durian, dan bambu. Tanaman manggis yang ditanam pada Desa Barengkok juga umumnya berproduksi rendah dan berkualitas ekport yang rendah (Pusat Kajian Buah Tropis Institut Pertanian Bogor, 2004). Untuk itu dibutuhkan perencanaan lanskap di Desa Barengkok agroforestri manggis berbasis bioregion. Perencanaan agroforestri manggis berbasis bioregion pada Desa Barengkok diharapkan dapat berkelanjutan baik ekonomi, sosial, maupun ekologis. Studi ini bertujuan mengevaluasi struktur spasial lanskap di Desa Barengkok dan aktifitas masyarakat yang tinggal di Desa Barengkok, serta menyusun rencana lanskap agroforestri manggis Desa barengkok dengan berbasis sistem bioregion sehingga akan terbentuk lanskap yang berkelanjutan dari segi ekonomi, sosial dan ekologi. Studi dilakukan disalah satu kawasan agropolitan manggis yaitu di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor mulai bulan Februari 2010 sampai dengan Februari Tahapan perencanaan terdiri dari inventarisasi, analisis kemudian dilakukan sintesis, dan dilanjutkan dengan perencanaan agroforestri manggis berbasis bioregion. Pada tahap inventarisasi dimulai dari penyusunan peta pendahuluan (preliminary map), selanjutnya dilakukan survey lapang untuk mengkonfirmasi dan verifikasi hasil intepretasi. GPS digunakan dalam penentuan titik acuan ground control point. Tahap inventarisasi dilakukan penyusunan kondisi umum, aspek fisik, dan penyusunan aspek sosial, ekonomi, budaya. Penyusunan aspek tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam proses analisis rencana lanskap agroforestri manggis berbasis bioregion. Tahap Analisis, aspek

4 fisik (topografi dan kemiringan, geologi dan tanah, iklim dan curah hujan, hidrologi, pola pemanfaatan ruang, serta penutupan lahan) dan aspek sosial, ekonomi, budaya (Demografi, kemasyarakatan dan pola kehidupan masyarakat, struktur organisasi masyarakat, serta potensi komoditas) dianalisis untuk mengidentifikasi nilai intrinsik di daerah tersebut, kemudian membentuk unit bioregion, unit lanskap dan unit tempat. Pada tahap analisis selain dilakukan pengklasifikasian bioregion, juga ditentukan kriteria kesesuaian terhadap agroforestri manggis, sehingga terdapat beberapa bentuk agroforestri yang sesuai untuk komoditas manggis yaitu kebun, kebun campuran, talun, sawah, empang, dan pekarangan. Pada tahap sintesis, dilakukan penyepadanan kriteria penggunaan lahan agroforestri manggis dengan kriteria kelas bioregion yang sudah di tentukan sebelumnya. Tahapan yang terakhir yaitu tahap perencanaan. Pada tahap perencanaan dituangkan kedalam konsep rencana agroforestri dan diarahkan kepengembangan yang digambarkan kedalam tipe agroforestri pada setiap bentuk-bentuk agroforestri yang ada di Desa Barengkok. Konsep rencana agroforestri juga digambarkan dalam bentuk konsep tata ruang dan konsep sirkulasi. Hasil akhir pada tahap rencana lanskap agroforesri manggis dilakukan dalam bentuk gambar rencana lanskap agroforestri manggis berbasis bioregion. Berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa Desa Barengkok termasuk kesatuan unit bioregion dari DAS Cisadane. Desa Barengkok terbagi menjadi 97 unit lanskap berdasarkan nilai intrinsik sub DAS, tanah, dan lereng. Pada pembagian unit tempat terbagi kembali menjadi 295 unit tempat yang terdeliniasi berdasarkan landcover yang menggambarkan suatu aktivitas (budaya) pada Desa Barengkok. Unit tempat tersebut kemudian dipadankan terhadap tipe karakteristik agroforesti manggis, dan menghasilkan lima tipe agroforestri yaitu kebun, kebun campuran, ladang, sawah, dan pekarangan.

5 Hak Cipta Milik Balqis Nailufar, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tujuan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 RENCANA LANSKAP AGROFORESTRI MANGGIS BERBASIS BIOREGION DI DESA BARENGKOK KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR BALQIS NAILUFAR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

7 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Rencana Lanskap Agroforestri Manggis Berbasis Bioregion di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Nama : Balqis Nailufar NIM : A Disetujui, Pembimbing Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si NIP Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP Tanggal lulus:

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas berkat dan rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Rencana Lanskap Agroforestri Manggis Berbasis Bioregion di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pertanian di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang telah memberikan bantuan doa, pemikiran, serta tenaga yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua yang penulis sangat cintai, Abah dan Ibu atas dorongan moral dan doanya yang senantiasa diberikan kepada penulis; 2. Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, Dip. Env. M.Si, selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, kritik dan saran selama berlangsungnya penelitian; 3. Ibu Dr. Ir. Afra DN Makalew, M.Sc dan Ibu Ir. Alinda FM Zain, M.Sc atas kritik dan saran selaku dosen penguji skripsi; 4. Mas Naufal, Mas Adhek, dan Adik Enggit, serta seluruh anggota keluarga Likuci, Mane, Mba Eva, dan Bulik Tukha atas doa, dukungan, motivasi dan kasih sayang tanpa batas yang diberikan kepada penulis; 5. Kelurahan Desa Barengkok yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Barengkok, dan membantu dalam pengumpulan data primer dan data sekunder 6. Bapak Ujang selaku perwakilan dari Kelurahan Desa Barengkok yang bersedia menemani dalam pencarian data primer; 7. Perwakilan dari Kelompok Tani manggis dan penduduk dari Desa barengkok yang membantu dalam pengumpulan data primer; 8. Sahabat seperjuangan bimbingan (teh Cici, Dian, Tati dan IkA) yang telah bersama-sama berkonsultasi dan berikhtiar dalam menyusun skripsi; 9. Sahabat TengTong family ARL 43, ( IkA, Margolang, Jipi, Muteb, Kaka, Kempi, PW, Titou, mas Endy, mas Sugi, Komti Andi, Dedi, Mochiapapa, Nesh, Nganjoex, Nining, Nita, Om Jun, Ochi, Adho, Perth, Pitung, Presti, Pram, Putri, Dwica, Ray, Revi, Rido, Onal, Sisi, Tati, Vina, Wanti, Wemby,

9 Wiek, Yudha, Agung, Alan, Aan, Biji, Budut, Manceu, Chanchan, Cici, Cumi, Desi, Dian, Dicky, Galih, Hanni, Icha, Iin, Intan, Ipung, Irvan, Jibril, Joe dan Mahmud) atas memberikan cerita indah dan motivasi kepada penulis, kakak angkatan ARL 39,40, 41, dan 42 yang telah membantu pada masa perkuliahan, serta adik angkatan 44 dan 45 yang telah memberikan dorongan yang penuh semangat; 10. Sahabat tempat sharing skripsi Titou, Muteb, Budut, Jipi, Om Jun dan Manceu yang banyak memberikan masukan; 11. Teman-teman kosan Wisma Sakinah khususnya kepada Pak Maman, Margolang, Kaka, Icha, Adel, Pitung, Vita, Aar, Mita, dan Tania dan teman-teman kosan Wisma Pelangi, Marina, Nielma, Pipi, Pipit, Yuli, Teteh, Aa, dan Nenek atas motivasi yang diberikan kepada penulis; 12. Teman-teman Wahana Telisik Sastra khususnya Padhe, IkA, Kaka, Udin, Izu, mas Heri, Wedhus, Rheza, Tika, Nanang, dan mas Bayu yang telah memberikan warna lain yang indah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Kritik dan saran penulis harapkan dari semua pihak guna penyempurnaan penulisanpenulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Bogor, Maret 2011

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 21 Juli 1989 dari pasangan Bapak Aris Samsudin dan Ibu Nafisah. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Riwayat pendidikan formal penulis dimulai dari jenjang pendidikan TK Aisyah Bustamul Amal Dermasandi yang dilanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) yang diselesaikan di SD Negeri Kalikangkung 02 pada tahun Pendidikan sekolah lanjutan pertama diselesaikan di SLTP Negeri 1 Pangkah pada tahun 2003, dan pada tahun penulis melanjutkan pendidikan sekolah lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Slawi. Pada tahun 2006, Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan tahun 2007 masuk dalam Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama di IPB, penulis aktif dalam acara atau kegiatan yang diselenggarakan oleh HIMASKAP (Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap). Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Teori Desain Lanskap (ARL 212) tahun Penulis juga aktif dalam kegiatan-kegiatan sastra dan seni khususnya dalam komunitas Wahana Telisik Seni dan Sastra. Selain itu penulis aktif mengikuti lomba puisi dan teater yang diadakan oleh BEM KM IPB pada periode , dan mendapat juara 1,2, dan 3.

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pikir Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Bioregion Ruang Bioregional Manggis Agroforestri Klasifikasi Sistem Agroforestri Dampak Sistem Agroforestri Pemilihan Lahan Agroforestri Lanskap Agroforestri Berbasis Manggis III. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Metode Penelitian Inventarisasi Penyusunan Aspek fisik Penyusunan Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya Analisis dan Sintesis Analisis Fisik dan Sosial-Budaya Analisis Bioregion Analisis Kriteria Kesesuaian Agroforestri Manggis Sintesis Perencanaan Konsep Rencana Pengembangan Konsep Rencana Rencana Lanskap Agoforestri Berbasis Bioregion IV. KONDISI UMUM Profil Desa Barengkok Letak Geografis dan Administrasi Aksesbilitas Sejarah Desa Barengkok V. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Desa Barengkok iv v i

12 5.1.1 Aspek Fisik Topografi dan Kemiringan Iklim dan Curah Hujan Tanah Hidrologi Penutupan Lahan Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya Demografi Kemasyarakatan dan Pola Kehidupan masyarakat Struktur Organisasi masyarakat Potensi Komoditas Manggis Klasifikasi Bioregional Kaslifikasi Pembentuk Unit Bioregion Analisis Klasifikasi Unit Lanskap Analisis Pembentukan Unit Tempat Klasifikasi Kesesuaian Terhadap Agroforestri Manggis Analisis Kesesuaian Lahan Manggis Karakteristik Agroforestri Sintesis VI. PERENCANAAN LANSKAP Konsep Perencanaan Pengembangan Konsep Rencana Konsep Ruang Konsep Sirkulasi Tipe Agroforestri Rencana lanskap Agroforestri Berbasis Bioregion VII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA ii

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Manggis Bentuk Agroforetri yang Berkembang di Indonesia Jenis, Interpretasi dan Sumber Data kegiatan Perencanaan Lanskap Klasifikasi Bioregion Penentuan Lokasi Lahan Komoditas Manggis Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Manggis Penggunaan Lahan Agroforestri Manggis Kriteria Penggunaan Lahan Agroforestri manggis pada Desa Barengkok Jarak (km) Desa barengkok Terhadap Desa-Desa di Kecamatan Leuwiliang Tahun Alternatif Kendaraan dan Waktu Tempuh Luas Kelas Lereng Desa Barengkok Luas Penutupan Lahan Desa Barengkok Kriteria Interpretasi Citra Satelit Untuk Kelas Penutupan Lahan Usia produktif (Usia 15 s/d 55 Tahun) Jumlah Penduduk Desa Barengkok Berdasarkan Tingkat Pendidikan Daftar DAS dan Sub DAS di Jawa Barat Penentuan Lokasi Lahan Komoditas Manggis Kriteria Kesesuai Lahan Komoditas Manggis Kriteria Penggunaan Lahan Agroforestri Manggis Kriteria Bentuk Agroforestri Manggis pada Desa Barengkok iii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran Peta lokasi penelitian Diagram Rencana Kegiatan Perencanaaan Lanskap Agroforestri Kerangka Pembagian Ruang Bioregion Batas Desa Barengkok Topografi Desa Barengkok Potongan Desa Barengkok Kemiringan Lahan Desa Barengkok Ladang Kosong pada Desa Barengkok Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Lama Penyinaran Tahun 2007 / Kecepatan Angin dan Curah Hujan tahun 2007/ Jenis Tanah pada Kabupaten Bogor Jenis Tanah Desa Barengkok Sub DAS Sungai Cianten dan Sungan Citeureup Jaringan Pipa Untuk Konsumsi Masyarakat Das Jawa Barat Sub DAS Desa Barengkok Penutupan Lahan Desa Barengkok Unit Bioregion Unit Lanskap Unit Tempat Block Plan Ilustrasi Gedung Penyimpanan dan Pengolahan Ilustrasi Koperasi Matriks Hubungan Antar Ruang Konsep Ruang Konsep Sirkulasi Acuan Umum proporsi Tanaman pada Kemiringan Lahan yang Berbeda Tipe Agroforestri pada Pekarangan iv

15 28. Ilustrasi Agroforestri Tipe Pekarangan Tipe Agroforestri pada Sawah Ilustrasi Agroforestri Tipe Sawah Tipe Agroforestri pada Talun Ilustrasi Agroforestri Tipe Talun Tipe Agroforestri pada Kebun Campuran Ilustrasi Agroforestri Tipe Kebun Campuran Tipe Agroforestri pada Kebun Ilustrasi Agroforestri Tipe Kebun Lanskap Plan v

16 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manggis (Garcinnia mangostana Linn) merupakan salah satu komoditas buah tropis primadona ekspor Indonesia. Manggis memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditas ekspor Indonesia. Sejak tahun1970-an hingga sekarang permintaan ekspor manggis terus meningkat. Manggis menempati urutan pertama yang menjadi komoditas buah andalan ekspor Indonesia di atas nanas dan jeruk Komoditas manggis menjadi buah-buahan andalan ekspor Indonesia juga dikarenakan refleksi perpaduan dari keindahan warna dan kenikmatan rasa buahnya sehingga dijuluki sebagai Queen of Fruits. Pada sisi perkembangan produksi, selama 5 tahun komoditas manggis menunjukan keadaan yang fluktuatif. Produksi manggis pada tahun 2002 yang tercatat sebesar ton meningkat menjadi ton pada tahun 2003, tetapi pada tahun 2004 mengalami penurunan lagi menjadi ton serta meningkat kembali pada tahun 2005 dan 2006 masing-masing menjadi ton dan ton (Departemen Pertanian, 2009). Pada sisi permintaan buah manggis Indonesia di luar negeri (Taiwan, Singapore, Malaysia, Hongkong, Jepang dan Timur Tengah) terus meningkat setiap tahunnya. Ekspor buah manggis pada tahun 2000 mencapai ton dengan nilai Rp , 00 atau sekitar 45% dari nilai ekonomi total ekspor buah-buahan di Indonesia. Berdasarkan produksi tahun 2000 yang mencapai ton, maka ekspor manggis tersebut mencapai 27,20% dari total produksi manggis Nasional. Pangsa pasar ekspor ini masih bisa ditumbuhkembangkan, mengingat pengembangan manggis dalam kebun yang mengarah agribisnis sudah mulai dirintis oleh Pemerintah bersama pihak Swasta. Berdasarkan masterplan Bappeda (2005) Desa Barengkok yang berada di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor termasuk salah satu desa potensial yang diarahkan menjadi Desa Pusat Pertumbuhan (DPP). Desa Barengkok merupakan desa yang mempunyai potensi sumber daya alam dan budaya yang khas. Desa ini mempunyai potensi kebun manggis, durian, dan buah-buahan lainnya. Manggis merupakan komoditas yang menjadi unggulan di Kecamatan Leuwiliang termasuk

17 2 di Desa Barengkok. Desa Barengkok sejak tahun 2002 masuk dalam desa pendukung kawasan Agropolitan I dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Bogor dalam kawasan komoditas manggis. Namun, tanaman manggis yang terdapat pada Desa Barengkok belum dikelola dengan baik. Kebun berasal dari hutan sekunder dengan tanaman manggis yang sudah ada secara turun-temurun. Karakteristik penanaman tanaman manggis pada Desa Barengkok umumnya merupakan tanaman yang tumbuh sembarangan dan berkembang tanpa perawatan atau pemeliharaan petani karena tanaman ini dianggap hanya sebagai tanaman sampingan. Tanaman manggis yang ditanam pada desa ini berdampingan dengan tanaman lain seperti pisang, manggis, jambu, rambutan, jengkol mangga, kelapa, nangka, durian, dan bambu. Produktivitas buah manggis pada desa ini masih relatif rendah yaitu kg/pohon, begitu pula dengan kualitas buah yang dihasilkan masih rendah terutama untuk buah kualitas ekspor kurang dari 1% (Pusat Kajian Buah Tropis Institut Pertanian Bogor, 2004). Untuk itu dibutuhkan perencanaan lanskap agroforestri manggis berbasis bioregion Desa Barengkok. Agroforestri adalah suatu sistem tata guna lahan berkelanjutan yang mempertahankan atau meningkatkan hasil total dengan mengkombinasikan tanaman pangan (annual) dengan tanaman pohon (parennial) atau peternakan dalam unit lahan yang sama pada waktu yang bergantian atau pada waktu yang sama dengan melakukan pengelolaan yang sesuai dengan karakteristik sosial, budaya penduduk setempat dan kondisi ekonomi, ekologi area (Vergara, 1982). Bioregion merupakan istilah yang unik dari keseluruhan karakteristik bentukan natural yang menghasilkan wilayah yang spesifik. Wilayah spesifik ini dibentuk berdasarkan pada iklim, aspek lokal dari cuaca, bentukan lahan, batas air, tanah, tanaman asli dan hewan. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat dan budaya lokal juga sangat berpengaruh dan dijadikan sebagai pendekatan utama dari penentuan bioregion (Berg, 2002). Perencanaan agroforestri manggis melalui pendekatan boregion tidak ditentukan oleh batasan politik dan administratif tetapi dibatasi oleh batasan geografik, komunitas manusia serta sistem ekologinya. Perencanaan agroforestri manggis berbasis bioregion di

18 3 Desa Barengkok diharapkan dapat berkelanjutan baik ekonomi, sosial, maupun ekologis. 1.2 Tujuan a. Menyusun struktur spasial bioregion Desa Barengkok. b. Menyusun tipe agroforestri manggis Desa Barengkok c. Merencanakan lanskap agroforestri manggis Desa Barengkok dengan berbasis bioregion. 1.3 Manfaat Menjadi acuan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam merencanakan agroforestri di Desa Barengkok atau daerah sejenis lainnya berbasis bioregion terutama pada komoditas manggis. 1.4 Kerangka Pikir Penelitian Desa Barengkok merupakan salah satu desa pendukung dari Desa Karacak yang merupakan kawasan agropolitan manggis. Kawasan agropolitan manggis sendiri merupakan bagian dari Kecamatan Leuwiliang. Desa Barengkok memiliki kondisi fisik dan sosial budaya. Kedua aspek tersebut mengandung nilai-nilai intrinsik yang membentuk klasifikasi Bioregion yaitu unit bioregion, unit lanskap dan unit tempat. Dari pengklasifikasian Bioregion tersebut dapat diajukan konsep perencanaan kawasan untuk selanjutnya dilakukan perencanaan agroforestri manggis berbasis bioregion. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Desa Barengkok Klasifikasi Bioregion: 1. Bioregion 2. Sub region 3. Unit lanskap 4. Unit tempat Karakteristik Bioregion Tipologi Agroforestri Kriteria Tipe-Tipe Agroforestri Matching (Menyepadankan) Perencaaan Lanskap Agroforestri Berbasis Bioregion Gambar 1. Kerangka Pikir

19 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan suatu konsep sekaligus praktik dalam mengelola wilayah yang termasuk didalamnya tanah dan air yang menghubungkan antara masyarakat, pemerintah, dan lingkungan hidup, sehingga dalam aplikasinya penentuan batas tidak berdasar faktor politis dan batas artifisial seperti administratif, juridiksi, maupun kepemilikan, tetapi berdasarkan batas geografis komunitas manusia dan sistem ekologinya. Berdasarkan etimologi Thayer (2003), mendefinisikan bioregion berasal dari -bio yang berarti hidup, region yang berarti wilayah, dan territorial yang berarti sebagai tempat hidup (life place). Hal ini berarti bioregion merupakan ruang kehidupan yaitu secara bervariasi terdiri dari geografi daerah aliran sungai, ekosistem tumbuhan dan hewan, landform serta budaya manusia yang khas yang tumbuh dari potensi alam. Bioregion memadukan ekosistem darat, pesisir dan laut, termasuk ekosistem pulau kecil dengan masyarakat dan kebudayaannya dalam konteks ruang. Bioregion juga merupakan wilayah geografis yang memiliki kesamaan cirri iklim, tanah, flora, fauna asli dan pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan serta kondisi kesadaran untuk hidup di wilayah tersebut WALHI (2010). Berdasarkan (WRI-IOCN- UNEP,1991 dalam Kartodiharjo, 2001) kakteristik bioregion adalah sebagai berikut: 1. Mempunyai keberagaman ekosistem dan memiliki ketergantungan satusama lain 2. Menyatukan ekosistem alam dengan masyarakat sehingga dapat menjamin integritas, resiliensi, dan produktivitas. 3. Tidak dibatasi oleh administrasi atau etnis 4. Memerlukan riset, ilmu pengetahuan, dan pengetahuan lokal. 5. Pendekatan koopertif dan adaptif Oleh sebab itu mengacu pada definisi dan karakteristik diatas, bioregion dapat digunakan sebagai: 1. Batasan ekosistem dan sosial budaya

20 5 2. Pendekatan dalam merencanakan suatu kawasan 3. Proses untuk merencanakan suatu kawasan. 2.2 Ruang Bioregional Bioregional terdiri dari empat unit ruang antara lain bioregion, subregion, unit lanskap, dan unit tempat. Pendekatan bioregional menawarkan kerangka kerja berbasis ruang untuk perencanaan, konservasi dan pembangunan. Pendekatan ini membagi lanskap ke dalam bagian-bagian atau unit lanskap berdasarkan kondisi geologi dan hidrologinya bukan dengan metode politik. Setiap unit ruang bisa dinamakan berdasarkan sumber daya intrinsik, arkeologi, budaya, rekreasi, keindahan, pendidikan, dan kebutuhan lokal yang dimilikinya (Jones, G., I. Jones, S. Durrant, S.K. Lee, A.K. Hardy, M.S. Atkinson dan K.G Kim, 1998). Berdasarkan Thayer (2003), Bioregion juga diistilahkan sebagai ruang kehidupan. Studi mengenai ruang hidup menghubungkan ruang alam, ruang spiritual, identitas, seni lokal, makanan, dan kearifan kedalam pengetahuan yang holistik. Pendekatan Bioregion menemukan pola dari suatu tempat dan dapat membangun kesadaran yang sangat bernilai dalam perencanaan, desain serta konservasi di skala regional. Pola bioregional unik secara regional dan sesuai dengan geomorfi, iklim, biotik dan budaya yang mempengaruhi suatu tempat. Pola Bioregional bisa memberikan jalan untuk: a. menghubungkan simbol-simbol dalam peta ke dalam data lingkungan; b. menghubungkan urutan dari simbol dan pola kedalam ruang dan waktu; c. memberikan bentuk ruang (melalui desain) ke lanskap masa depan; d. mencapai keberlanjutan dalam kombinasi ekologi dan budaya. Pengidentifikasian pola biokultural suatu kawasan ini, akan menyediakan solusi untuk mengetahui mana tempat yang dapat dibangun dan tidak boleh dibangun (Lewis, 1996). 2.3 Manggis Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang tumbuh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Manggis berasal dari Asia Tenggara dan menyebar ke daerah Amerika Tengah serta daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawai, dan Australia Utara. Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai

21 6 macam nama lokal seperti Manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara) dan Manggista (Sumatra Barat). Masyarakat dunia mengenal manggis sebagai Queen of Fruits karena rasanya yang eksotik yaitu manis, asam berpadu dengan sedikit sepat. Prospek pengembangan agribisnis manggis sangat cerah mengingat peminat buah ini di luar negeri banyak dan harganya relatif mahal.selama tahun 1994, Taiwan merupakan pasar terbesar manggis Indonesia. Taiwan mengimpor manggis Indonesia sebayak kg atau 83% dari total ekspor buah Indonesia. Negara lain yang mengimpor manggis adalah Jepang, Brunci, Hongkong, Arab Saudi, Kuwait, Oman, Belanda, Perancis, Swiss, dan Amerika Serikat. Peluang pasar luar negeri diperkirakan terus meningkat dengan penambahan volume 10,7% per tahun. Harga manggis di pasar tradisional relatif murah karena manggis yang dipasarkan di dalam negeri adalah sisa ekspor, jadi mutunya sudah tidak baik. Jika produsen dapat menghasilkan buah manggis dengan mutu yang merata dan konstan, sudah pasti harga tersebut akan jauh lebih tinggi. Sistem penanaman yang dilakukan pada komoditas manggis sebagian besar menggunakan sistem polikultur atau monokultur. Namun, ada beberapa petani yang menggunakan sistem penanaman monoluktur. Sebagian besar petani melakukan polikultur manggis dengan tanaman durian, melinjo dan dukuh. Sedangkan jenis tanaman lain yang biasa dipolikulturkan dengan manggis adalah cengkeh, kayu, petai, rambutan, kuweni, nangka, dan pisang (Pusat kajian Buah Tropis Institut pertanian Bogor, 2004). Kawasan perencanaan sentra manggis di Kabupaten Bogor terdapat di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Jasinga. Pada kawasan perencanan mengingat lahan yang relatif luas, beberapa kegiatan budidaya seperti penanaman, penyiangan, dan panen dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja di luar rumah tangga. Sedangkan untuk aktivitas pemeliharaan yang ringan banyak dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Istri dan anak lelaki merupakan tenaga kerja keluarga yang paling dominan membantu petani dalam pekerjaan (Bappeda, 2005). Berdasarkan Direktorat Tanaman Buah (2003), untuk meningkatkan mutu dan produktivitas manggis di sentra produksi, diperlukan adanya norma-norma

22 7 khususnya mengenai pemilihan lokasi, agar dapat menghasilkan buah manggis yang berkualitas baik dan berdaya saing khususnya di pasar luar negeri. Pemilihan lokasi yang dilakukan pada saat pra-panen dalam upaya penerapan sistem jaringan mutu pada tanaman manggis, berdasar pada a. studi kelayakan lahan dan agrokilimat (tipe iklim A, tanpa bulan kering) sampai dengan (tipe iklim C bulan kering 4-6 bulan), dengan curah hujan antara mm/ tahun atau rata-rata mm/ tahun dengan suhu udara C, menurut Smith ferguson; b. kemiringan lahan < 20% dengan ketinggian tempat < 800 meter dpl; c. menerapkan teknik konservasi pada lahan miring dan sistem surjan pada lahan sawah; d. jenis tanah yang sesuai adalah Latosol, Podzolik Merah Kuning dan Andosol dengan syarat gembur, memiliki zat hara yang cukup dan drainasi yang baik dan tidak bercadas, keasaman tanah (ph) 5-7; e. kedalaman air tanah dangkal ( cm) dan dekat sumber air; f. letak lahan bebas residu pestisida, bahan beracun dan berbahaya seperti limbah B. Dalam menghasilkan buah manggis yang berkualitas baik dan berdaya saing khusunya dipasar luar negeri juga diperhatikan kriteria kesesuaian lahan seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria Kesesuai Lahan Komoditas Manggis Persaratan Penggunaan/ Karakteristik lahan Ketersedian Oksigen Drainase Baik, Sedang Agak Terhambat Media Perakaran Tekstur Kelas Kesesuaian Lahan S1 S2 S3 N Halus, Agak Halus, Sedang Terhambat, Agak Cepat Sangat Terhambat, Cepat - Agak Kasar Kasar Kedalaman tanah (cm) > <50 Bahaya Erosi Lereng (%) < >30 Bahaya Erosi Sangat Rendah Rendah Sedang Berat Penyiapan Lahan Batuan di permukaan (%) < >40 Singkapan batuan (%) < >25 Sumber: Djaenudin, et al., Sangat berat

23 8 Keterangan a. kelas S1 (sangat sesuai): lahan tidak mempunyai kriteria pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau kriteria pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata; b. kelas S2 (cukup sesuai): lahan mempunyai kriteria pembatas, dan kriteria pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri; c. kelas S3 (sesuai marginal): lahan mempunyai kriteria pembatas yang berat, dan kriteria pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi kriteria pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (interval) pemerintah atau pihak swasta; d. kelas N (tidak sesuai): lahan yang karena mempunyai kriteria pembatas yang sangat berat dan / atau sulit diatasi (Ritung et al, 2007). 2.4 Agroforestri Agroforestri adalah suatu sistem tata guna lahan berkelanjutan yang mempertahankan atau meningkatkan hasil total dengan mengkombinasikan tanaman pangan (annual) dengan tanaman pohon (parennial) atau peternakan dalam unit lahan yang sama pada waktu yang bergantian atau pada waktu yang sama dengan melakukan pengelolaan yang sesuai dengan karakteristik sosial, budaya penduduk setempat dan kondisi ekonomi, ekologi area (Vergara, 1982). Young, 1989 mengatakan bahwa agroforestri adalah gabungan nama untuk sistem tata guna lahan yang didalamnya terdapat tanaman perennial berkayu (pohon, semak) yang tumbuh bersama-sama dengan tanaman herbaceous (tanaman pangan, padang rumput) atau peternakan dan didalamnya terdapat interaksi ekologi dan ekonomi antara komponen pohon dengan komponen bukan pohon. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikemukakan karakteristik dari agroforestri (Combed an Budowski, 1979) a. produksi pertanian dikaitkan dengan pohon-pohon kehutanan;

24 9 b. fungsi yang terpenting diberikan oleh komponen hutan. Waktu dari kombinasi dan pembagian ruang lahan diukur dari komponen kehutanan Klasifikasi sistem Agroforestri Pengklasifikasian agroforestri dapat didasarkan pada berbagai aspek sesuai dengan perspektif dan kepentingannya. Pengklasifikasian ini bukan dimaksudkan untuk menunjukkan kompleksitas agroroforestri dibandingkan budidaya tunggal (monoculture; baik di sektor kehutanan atau di sektor pertanian). Pengklasifikasian ini justru akan sangat membantu dalam menganalisis setiap bentuk implementasi agroforestri yang dijumpai di lapangan secara lebih mendalam, guna mengoptimalkan fungsi dan manfaatnya bagi masyarakat atau para pemilik lahan, berikut merupakan klasifikasi sistem agroforestri yang terdapat pada lapangan: a. Klasifikasi berdasarkan komponen penyusunnya. Komponen penyusun utama agroforestri adalah komponen kehutanan, pertanian, atau peternakan. Ditinjau dari komponennya, agroforestri dapat diklasifikasikan sebagai berikut 1) agrisilvikultur (Agrisilvicultural systems) adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (tanaman berkayu/ woody plants) dengan komponen pertanian (tanaman non-kayu); 2) silvopastura (Silvopastural systems) adalah Sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (binatang ternak/ pasture) disebut sebagai sistem silvopastura; 3) agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems) adalah pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan (binatang) pada unit manajemen lahan yang sama. b. Klasifikasi berdasarkan istilah teknis yang digunakan. Meskipun kita telah mengenal agroforestri sebagai sistem penggunaan lahan, tetapi seringkali digunakan istilah teknis yang berbeda atau lebih spesifik, seperti sistem, sub-sistem, praktik, dan teknologi (Nair, 1993).

25 10 1) Sistem agroforestri, didasarkan pada komposisi biologis serta pengaturannya, tingkat pengelolaan teknis atau ciri-ciri sosial-ekonominya. Istilah sistem sebenarnya bersifat umum. 2) Sub-sistem agroforestri, menunjukkan hirarki yang lebih rendah daripada sistem agroforestri, meskipun tetap merupakan bagian dari sistem itu sendiri. 3) Praktek agroforestri, menjurus kepada operasional pengelolaan lahan yang khas dari agroforestri yang murni didasarkan pada kepentingan atau kebutuhan. Prakter agroforestri juga merupakan pengalaman dari petani lokal atau unit manajemen yang lain, yang didalamnya terdapat komponenkomponen agroforestri. 4) Teknologi agroforestri, merupakan inovasi atau penyempurnaan melalui intervensi ilmiah terhadap sistem-sistem atau praktik-praktik agroforestri yang sudah ada untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. c. Klasifikasi berdasarkan masa perkembangannya Ditinjau dari masa perkembangannya, terdapat dua kelompok besar agroforestri, yaitu 1) agroforestri tradisional/klasik (traditional/ classical agroforestry); Thaman, 1988 mendefinisikan agroforestri tradisional atau agroforestri klasik sebagai setiap sistem pertanian, di mana pohon-pohonan baik yang berasal dari penanaman atau pemeliharaan tegakan atau tanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu, sosial-ekonomi dan ekologis dari keseluruhan sistem (agroecosystem); 2) agroforestri moderen (modern/ modern agroforestry). Berbagai bentuk dan teknologi agroforestri yang dikembangkan setelah diperkenalkan istilah agroforestri pada akhir tahun 70-an, dikategorikan sebagai agroforestri moderen. d. Klasifikasi berdasarkan zona agroekologi Menurut Nair (1989), klasifikasi agroforestri dapat juga ditinjau dari penyebarannya atau didasarkan pada zona agroekologi, yaitu: (1) agroforestri yang berada di wilayah tropis lembab dataran rendah (lowland tropical humid tropic); (2) agroforestri pada wilayah tropis lembab dataran tinggi (high-land tropical humid tropic); (3) agroforestri pada wilayah sub-tropis lembab dataran

26 11 rendah (lowland humid sub-tropic); dan (4) agroforestri pada wilayah sub-tropis dataran tinggi (highland humid sub-tropic). Dalam konteks Indonesia, klasifikasi seperti ini dapat didasarkan pada wilayah agroekologi yang sedikit berbeda. Pada zona klimatis utama, terdapat 4 wilayah yaitu (1) zona monsoon (khususnya di Jawa dan Bali); (2) zona tropis lembab (Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi); serta (3) zona kering atau semi arid (Nusa Tenggara). Pembagian berdasarkan zona ekologi klimatis utama di atas, dapat pula berdasarkan ekologi lokal, antara lain (4) zona kepulauan (Nusa Tenggara atau Kepuluan Maluku); dan (5) zona pegunungan (Jawa, Sumatera, dan Papua). e. Klasifikasi berdasarkan orientasi ekonomi Banyak pihak yang berpandangan bahwa agroforestri dikembangkan untuk memecahkan permasalahan kemiskinan dan petani kecil, karena adanya busung lapar (sebagai contoh di Jawa yang memiliki kepadatan penduduk >700 jiwa/km2) atau kondisi lingkungan hidup yang sulit akibat aspek geografis (keterisolasian wilayah) atau aspek ekologis (wilayah-wilayah beriklim kering). Pendapat ini tidak dapat disalahkan seratus persen, karena kenyataannya selama ini memang program-program (proyek-proyek) pengembangan agroforestri lebih banyak dijumpai pada negara-negara berkembang yang miskin di wilayah tropis (Afrika, Asia, dan Amerika Latin). Dalam implementasi, agroforestri dibuktikan sebagai sistem pemanfaatan lahan yang mampu mendukung orientasi ekonomi, tidak hanya pada tingkatan subsistem saja, melainkan pada tingkatan semi-komersial hingga komersial sekalipun (Nair, 1989). f. Klasifikasi berdasarkan sistem produksi Ditinjau dari sistem produksi menurut A.S. Mustofa. D. Tony, S.A. Hadi, dan W. Nurheni, 2003 terdapat tiga pengklasifikasian agroforestri berdasar sistem produksi, yaitu 1) agroforestri berbasis hutan (Forest Based Agroforestry); Forest Based Agroforestry systems pada dasarnya adalah bebagai bentuk agroforestri yang diawali dengan pembukaan sebagian areal hutan atau belukar untuk aktivitas pertanian,dan dikenal dengan sebutan agroforest; 2) agroforestri berbasis pada pertanian (Farm based Agroforestry);

27 12 Farm based Agroforestry systems dianggap lebih teratur dibandingkan dengan agroforest (forest based agroforestry) dengan produk utama tanaman pertanian dan atau peternakan tergantung sistem produksi pertanian dominan di daerah tersebut. Komponen kehutanan merupakan elemen pendukung bagi peningkatan produktivitas atau keberlanjutan sistem; 3) agroforestri berbasis pada keluarga (Household based Agroforestry); Agroforestri yang dikembangakan pada areal pekarangan rumah ini di Banglades juga disebut agroforestri pekarangan (homestead agroforestry). Di Indonesia, yang terkenal adalah model kebun talun di Jawa Barat. Sedangkan di Kalimantan Timur, ada kebun pekarangan tradisinal yang dimiliki oleh sayu keluarga besar (clan). Kondisi ini bisa terjadi karena pada masa lampau beberapa keluarga tinggal bersama-sama pada rumah panjang (atau disebut sebagai lamin ). Di berbagai daerah di Indonesia, pekarangan biasanya ditanam pohon buah-buahan dengan tanaman pangan. g. Klasifikasi berdasarkan lingkup manajemen Pengklasifikasian agroforestri berdasarkan lingkup manajemen ini memang belum dilakukan secara luas karena dalam agroforestri terdapat kombinasi jenis dalam satu unit manajemen (misal satu kebun). Tetapi secara tradisional dan sesuai dengan tuntutan aspek perencanaan tata ruang wilayah di masa depan, kombinasi kehutanan, pertanian, atau peternakan juga berlangsung dalam satu bentang alam dari suatu agroekosistem. Klasifikasi agroforestri berdasarkan lingkup manajemennya, adalah sebagai berikut 1) agroforestri pada tingkat tapak (skala plot); 2) agroforestri pada tingkat bentang lahan. h. Klasifikasi berdasarkan jenisnya Berdasarkan Arsyad, 2006 menyatakan bahwa tindakan konservasi lahan yang dilakukan dengan cara wanatani (agoforestri) memiliki banyak jenis, diantaranya adalah 1) kebun Pekarangan, yakni kebun campuran yang terdiri atas campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghassilkan buah-buahan dan sayuran serta tanaman semusim yang terletak di sekitar rumah;

28 13 2) talun Kebun, adalah suatu sistem wanatani tradisional dimana sebidang tanah ditanami dengan berbagai macam tanaman yang diatur secara spasial dan urutan temporal; 3) pertanaman lorong, yakni suatu bentuk penggunaan yang menanam tanaman semusim atau tanaman pangan dilorong atau gang yang ada diantara pagar tanaman pohon atau semak (Kang, et al, dalam Arsyad,2006); 4) permaculture, merupakan suatu sistem yang terpadu dan berkembang terdiri atas berbagai tanaman tahunan atau tanaman yang dapat tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dan hewan yang bermanfaat bagi manusia (Mollison dan Holmgren dalam Arsyad, 2006). Berdasarkan klasifikasi agroforestri tersebut, maka secara umum pada Tabel 2 terdapat beberapa bentuk agroforestri yang berkembang di Indonesia. Tabel 2 Bentuk agroforestri yang berkembang di Indonesia Sistem Sub-Sistem Contoh Praktek Contoh Teknologi Agrisilvikultur Pohon dengan tanaman semusim (Plantation Crop Combination) Sengon dengan umbiumbian (ubi jalar, talas, ubi kayu), sengon dengan tanaman pangan lain; Kebun Pekarangan (Home-gardens) Pekarangan (Di seluruh Jawa) Tumpangsari (Taungya systems) Perlandangan Berpindah Tradisional (Taditional Shifting Cultivation) Kebun Rotan (Rattan Cardens) Hamper di seluruh wilayah tropis lembab di Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi Kebont We (Suku Dayak benua/ Kaltim); kebun Gai (Suku Tunjung/ Kaltim) Tumpangsari (Hampir di seluruh hutan jati di Jawa); MR (Manajemen Rejim; taraf uji coba a.l. di Madiun); Pinus dan kopi (Malang) Pengayaan lahan yang diberakan (improved fallow) dengan penanaman Sengon atau pohon cepat tumbuh lainnya) Penanaman jenis-jenis rotan komersial (a.l. pulut dan manau) pada tegakan bekas tebangan (di areal HPH di Kaltim) atau dikombinasikan dengantanaman keras

29 14 Lanjutan Tabel 2 Sistem Sub-Sistem Contoh Praktek Contoh Teknologi Kebun campuran (Mixed Cropping) a.l. Pohon buahbuahan dengan kopo atau padi (di pedalaman Kaltim) Tumpangsari di Perkebunan Karet, Pinus atau Hutan tanaman Industri (di banyak tempat); Kakao di bawah tegakan hutan bekas tebangan (Kaltim) Tajar Hidup (Life poles) Tanaman lada/ Vanili/ Sirih pada berbagai jenis pohon a.l. Gamal, Dadap, randu, Jengkol (di banyak tepat di Kalimantan dan Sumatera) Sistem tebas bakar (slash and burn agriculture) Oma (Nusa tenggara; pertanian lahan kering berpindah dikonbersi dari hutan, saat ini ada beberapa pohon) Sistem pertanaman semusim (mixed annual-tree cropping) Rau (Lombok) (pertanian lahan kering menetap dengan pohon penutup yang tersebar) Budidaya lorong (Alley cropping system) Kamutu luri (Sumba; budidaya lorong tradisional) Silvopastura Hutan Keluaga/ kebun campuran (Mixed tree-gardening) Penggembalaan dalam perkebunan Tegakan pohon pakan ternak (Fooder Woodlots) Omang wike (Sumba; hutan keluarga tradisional) Ternak sapi di bawah kebun kelapa (Tanjung Harapan/ Kaltim) Timor(diperkenalkan di seluruh Nusa Tenggara) Nangka, Lamtoro Gung dll. Ditanam untuk pakan ternak (sistem usaha tani terpadu/ integrated farming system di areal-areal transmigrasi) Agrosilvopastura Kebun Hutan (Forestgardens) Talun (Jawa Barat); Wono (Kapur Selatan/ yogyakarta)

30 15 Lanjutan Tabel 2 Sistem Sub-Sistem Contoh Praktek Contoh Teknologi Sistem Tiga Strata (Baru dipromosikan oleh dinas pertanian) Lainnya Pohon pada Budidaya ikan (Trees in piscicultre) Dijumpai banyak pada area transmigrasi Budidaya ikan / udang di mangrove (aquaculture in mangrove area) Lebah madu alam (Apiculture with trees) Hanya di beberaa daerah di wilayah pantai Sumatra, Kalimantan, dna Sulawesi Dijumpai banyak di desa-desa masyarakat asli/ lokal di pedalaman Kalimantan (Ide untuk mengatur pola tanaman guna menyempurnakan silvofishery) (pebudidaaan; tetapi belum berkembang luas di luar Jawa) Dampak Sistem Agroforestri Vergara, 1982 menyatakan bahwa terdapat tiga macam manfaat dari sistem agroforestri, yaitu: a. Manfaat lingkungan Manfaat lingkungan dari penggabungan tanaman pohon dan pangan di ladang pegunungan terdiri dari manfaat ekologi dan manfaat ekolologi tapak itu sendiri. Pada manfaat ekologi dari pernggabungan tanaman meliputi 1) agroforestri dapat menurunkan tekanan di hutan. Oleh karena itu, pohon kehutanan ditempatkan untuk melindungi area bukit dari perusahaan lingkungan; 2) agroforestri dapat mengembalikan nutrisi dengan lebih efisien melalui akar pohon yang dalam di tapak; 3) agroforestri dapat membuat perlindungan yang lebih baik sistem ekologi pegunungan sampai dapat menstabilkan penanaman yang nomaden atau berpindah-pindah. Manfaat ekologi tapak itu sendiri dari penggabungan tanaman meliputi 1) agroforestri dapat menurunkan run off permukaan, peluruhan nutrisi, dan erosi tanah, karena akar pohon dan batang menghalangi proses tersebut;

31 16 2) agroforestri dapat memperbaiki iklim mikro seperti menurunkan temperature permukaan tanah dan menurunkan evaporasi penguapan tanah melalui kombinasi mulsa dan keteduhan; 3) agroforestri dapat meningkatkan nutrisi tanah melalui penambahan dan pembusukan daun yang jatuh; 4) melaui agroforestri dapat memperbaiki struktur tanah melalui penambahan secara tetap bahan organik dari pembusukan daun yang berjatuhan (serasah). b. Manfaat ekonomi Sistem agroforestri di ladang sempit dapat memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan kepada petani, masyarakat, wilayah, atau negara. Beberapa keuntungannya sistem agroforestri antara lain 1) agroforestri dapat meningkatkan dan memelihara produksi pangan, kayu, kayu bakar, makanan ternak, dan dapat berfungsi sebagai penyubur atau pupuk; 2) melalui agroforestri dapat menurunkan bahaya kegagalan panen yang mungkin terjadi pada tanaman penanaman tunggal atau sistem monokultur; 3) agroforestri dapat meningkatkan pendapatan ladang untuk memperbaiki dan melanjutkan produksi. c. Manfaat sosial 1) agroforestri dapat memperbaiki standar hidup masyarakat pedesaan dari pekerjaan terus menerus; 2) agroforestri dapat memperbaiki nutrisi dan kesehatan yang disebabkan oleh peningkatan kuantitas dan keaneragaman hasil pangan; 3) melalui agroforestri dapat menstabilkan dan memperbaiki komunitas pegunungan melalui pembersihan kebutuhan untuk mengganti tapak dan aktivitas ladang. Menurut Vergara, 1982 selain manfaat yang didapat, juga terdapat faktor negatif dari sistem agroforestri terhadap lingkungan aspek sosial-ekonomi, yaitu: a. Faktor negatif terhadap lingkungan 1) agroforestri dapat menyebabkan kompetisi pohon dengan tanaman pangan untuk ruang, sinar matahari, kelembaban, dan nutrisi, yang mengurangi hasil panen tanaman pangan;

32 17 2) agroforestri dapat merusak tanaman pangan selama kegiatan panen pohon; 3) agroforestri dapat menyebabkan potensi pohon terhadap serangan hama serangga yang berbahaya untuk tanaman pangan; 4) melalui agroforestri, lahan dapat beregenerasi secara cepat karena pohon mudah berkembangbiak, sehingga menggantikan tanaman pangan dan mengambil alih seluruh lahan. b. Aspek sosial ekonomi sistem agroforestri yang tidak diinginkan 1) agroforestri membutuhkan input pekerjaan yang lebih, yang dapat menyebabkan kelangkaan pekerja pada saat aktivitas di lahan lain; 2) kompetisi antar tanaman pangan dan pohon pada sistem agroforestri, dapat lebih rendah dibandingkan tanaman tunggal; 3) sistem agroforestri membutuhkan periode yang lama untuk pohon tumbuh dewasa dan memperoleh nilai ekonomi; 4) sistem agroforestri dapat menyebabkan perlawanan dari masyarakat, karena menggantikan tanaman pangan dengan pohon terutama di lahan yang jarang ada orang. Tetapi dalam kenyataannya agroforestri sangat kompleks dimengerti dan sulit untuk diaplikasikan dibandingkan dengan ladang tanaman tunggal Pemilihan Lahan Agroforestri Agroforestri merupakan suatu sistem yang dapat memadukan kepentingan ekosistem dengan kepentingan peningkatan produktivitas lahan untuk pangan, dan papan dalam hubungan penatagunaan lahan. Namun, sistem agroforestri jika salah melaksanakannya justru dapat menimbulkan masalah. Berdasarkan hal tersebut, kawasan pelaksanaannya perlu mendapatkan pertimbangan baik-baik (Satjapradja, 1982). Menurut pihak agrarian tata guna lahan yang cocok untuk tanaman pangan antara 25 sampai 500 m dari permukaan laut dengan kemiringan 0-8% (Satjapradja, 1982). Pada saat ini, desakan pertambahan penduduk sangat terbatas, karena untuk usaha perluasan dan ekstensifikasi para ahli dihadapkan pada lahan-lahan miring dengan tingkat kesuburan yang rendah. Untuk mengembangkan agroforestri, sebaiknya jangan mengkonversi hutan alam yang baik, tetapi justru memfokuskan pada rehabilitasi tanah-tanah

33 18 kosong, padang alang-alang yang setiap tahunnya bertambah sekitar ha. Selain itu, sistem agroforestri dapat dikembangkan di daerah batas antara hutan dan pemukiman yang sering disebut daerah penyangga (buffer zone). 2.5 Lanskap Agroforestri Berbasis Bioregional Perencanaan lanskap menurut Laurie, 1990 merupakan pendekatan ke masa depan terhadap lahan dan perencanaan tersebut disertai dengan imajinasi dan kepekaan terhadap analisis tapak. Perencanaan adalah proses pemikiran dari suatu ide ke arah bentuk yang nyata. Proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis untuk menentukan keadaan awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut (Simonds, 1978). Hal ini membuat proses perencanaan yang baik harus merupakan suatu proses yang dinamis. Menurut Miller (1996), perencanaan bioregional merupakan proses pengorganisasian. Pada perencanaan bioregional masyarakat memungkinkan bekerja sama dalam mengumpulkan informasi, memikirkan potensi serta masalah, menetapkan tujuan, merencanakan aktivitas, dan mengimplikasikan proyek, mengambil langkah yang telah disetujui oleh komunitas, serta mengevaluasi hasil. Perencanaan laskap bioregion DAS diharapkan melibatkan peran manusia, sehingga terjadi keterkaitan langsung antara manusia dengan tapak sekitar. Berdasarkan Thayer, 2003 setiap bioregion terdapat perencanaan, desain dan manajemen yang unik, sehingga akan menghasilkan pola lanskap yang unik. Jika dari dimensi waktu maka konsep bioregion juga dapat dikembangkan sebagai proses perencaan. Penggunaan pendekatan bioregion pada akhirnya membagi-bagi ruang berdasar batasan geografik, komunitas manusia, serta sistem ekologi. Sistem agroforestri nantinya dapat dikembangkan dan berpengaruh terhadap kondisi ekologis yang terdapat pada lingkungan sekitar.

34 III. METODOLOGI 3.1. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor (Gambar 2). Waktu persiapan, pengumpulan, dan pengolahan data dilakukan dari bulan Februari sampai Mei 2010 dan dilanjutkan dengan penyusunan skripsi yang dilakukan sampai februari Peta Jawa Barat Peta Kabupaten Bogor U Tanpa Skala Sumber: RTRW Kabupaten Bogor dan Wikimapia, 2010 Peta Desa Barengkok Gambar 2 Peta Lokasi Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

35 Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam proses inventarisasi adalah meteran, alat tulis, alat gambar, GPS mode garmin, dan pengolahan data menggunakan Geographic Information System (GIS) berupa hardware (komputer) dan software pengolahan data spasial (ArcView GIS 3.2) serta software pemetaan dan rancang bangun (AutoCAD 2006), Sketchup dan Adobe Photoshop. Bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini, selain dilakukan pengkajian data lapangan juga dibutuhkan data dan peta pendukung sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis, Interpretasi dan Sumber Data Kegiatan Perencanaan Lanskap No. Aspek Jenis Interpretasi Sumber Spasial Tekstual 1. Topografi - Slope Bakosurtanal - Elevasi - Batas DAS/Sub DAS 2. Tanah dan Geologi - Jenis tanah - Jenis batuan Bappeda 3. Iklim - Suhu - Curah hujan - Kelembaban udara - Musim - Lama penyinaran matahari 5. Citra Satelit - Vegetasi - Aksesbilitas - Penutupan lahan - Infrastruktur 6. Hidrologi - Kondisi sungai - Pemanfaatan sungai 7. Demografi - Jumlah Penduduk - Umur dan jenis kelamin - Pekerjaan - Penyebaran penduduk - Pertumbuhan dan perkembangan penduduk 8. Budaya - Etnik - Adat istiadat - Kepercayaan - Kondisi masyarakat - Sampling potensi Komoditas BMG Google map Survey Balai desa Barengkok Survey, Wawancara, Dalam penggunaannya data dan peta pendukung ini, mempunyai deskripsi pemanfaan dan fungsi antara lain:

36 21 a. Peta Topografi Data topografi digunakan sebagai peta dasar dan membuat peta pendahuluan (preliminary map). Peta topografi berfungsi untuk menentukan batas DAS atau sub DAS, deliniasi kemiringan lahan pada tapak yang berguna untuk menentukan pemanfaatan lahan sesuai dengan tingkat bahaya (kepekaan erosi) dan kelas kemiringannya (slope) terutama untuk agroforestri komoditas manggis. b. Tanah dan Geologi Data tanah dan geologi tanah berguna untuk merencanakan pemanfaatan lahan agroforestri komoditas manggis yang sesuai berdasarkan jenis tanah dan jenis batuan c. Iklim Data iklim digunakan untuk menginterpretasikan kondisi curah hujan yang dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan berdasarkan suhu dan kelembaban serta menentukan habitat agroforestri manggis yang sesuai. d. Citra Satelit Klasifikasi penutupan lahan dilakukan melalui mengintepratasi visual terhadap citra satelit Quickbird yang di peroleh dari situs Wikimapia ( ch=barengkok). Citra Quickbird dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan potongan-potongan citra yang kemudian digabungkan menjadi satu mosaik citra daerah penelitian yang utuh sehingga dapat dilakukan klasifikasi penggunaan lahannya. Penutupan lahan dikelaskan menjadi sawah, bangunan, tambak, sungai, kebun campuran dan kebun manggis. Deliniasi peta penutupan lahan berguna dalam mengidentifikasi nilai intrinsik pada masingmasing unit tempat. e. Hidrologi Data hidrologi sungai yang dibutuhkan adalah data DAS Jawa Barat, bentuk sungai, kondisi sungai, dan pemanfaatan sungai. Peta DAS akan digunakan dalam penyusunan peta bioregion. Data kondisi sungai dan pemanfaatan sungai berguna dalam merencanakan pemanfaatan sungai serta upaya perbaikan sungai yang perlu dilakukan agar sungai tersebut bisa

37 22 dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dengan tetap mempertahankan fungsi ekologisnya. f. Demografi Data demografi berguna untuk pengambilan data sosial. Data Demografi sangat dibutuhkan agar dapat mengetahui jumlah penduduk, umur dan jenis kelamin, pekerjaan, penyebaran penduduk, pertumbuhan dan perkembangan penduduk, sehingga dapat membantu dalam menentukan pembentukan nilai intrinsik. g. Data Budaya Data budaya sangat berguna. Penyusunan data budaya dilakukan berdasarkan etnik, adat-istiadat, dan kebiasaan di daerah tersebut, kemudian data tersebut dikompilaksikan dengan peta biofisik seperti peta topografi, vegetasi, hidrologi, dan iklim untuk kemudian digunakan dalam penyusunan unit bioregion berdasarkan klasifikasi Jones, et.al, Metode Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga tahapan sebagaimana disajikan dalam Gambar 3. Pada diagram rencana kegiatan digambarkan beberapa tahapan, yaitu inventarisasi, analisis dan sintesis. Pada tahap inventarisasi dilakukan pengumpulan data berupa profil, fisik dan budaya yang terdapat pada Desa Barengkok. Data Profil berasal dari Balai Desa Barengkok yang terdiri dari data letak geografis, administrasi, sistem fasilitas dan aksesbilitas. Data aspek fisik berupa data topografi dan kemiringan, iklim dan curah hujan, geologi dan tanah, hidrologi, pola pemanfaatan ruang, dan penutupan lahan. Selanjutnya data aspek sosial budaya berupa demografi, kemasyarakatan dan pola kehidupan masyarakat, struktur organisasi masyarakat, serta potensi komoditas. Pada tahap analisis kedua karakteristik ini akan di analisis untuk mengidentifikasi nilai intrinsik di daerah tersebut serta membentuk unit ruang bioregion, unit lanskap, dan unit tempat. Selanjutnya pada tahap analisis dilakukan penentuan kriteria kesesuaian lahan manggis dan penentuan karakteristik agroforestri. Berdasarkan keduanya akan terbentuk kesesuaian terhadap agroforestri manggis dan beberapa tipe agroforestri manggis. Pada tahap sintesis dilakukan penyepadanan (matching) kriteria penggunaan lahan

38 23 agroforestri manggis dengan kriteria kelas bioregion yang sudah di susun sebelumnya. Pada tahap perencanaan akan dituangkan kedalam konsep rencana agroforestri dan diarahkan ke pengembangan dengan hasil akhir berupa rencana lanskap agroforestri manggis berbasis bioregion. Desa Barengkok I n v e n t a r i s a s i & Aspek Fisik: -Topografi dan Kemiringan -Geologi dan Tanah -Iklim dan Curah Hujan -Hidrologi -Penutupan Lahan Bioregion Karakter Desa Barengkok Sub DAS Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya: -Demografi -Kemasyarakatan dan Pola Kehidupan Masyarakat -Struktur Organisasi Masyarakat -Potensi Komoditas A n a l i s i s Unit Bioregion Unit Lanskap Kriteria Unit Tempat DAS Landcover Tanah Kemiringan Kriteria Kesesuaian Manggis Karakteris tik Agroforestri Kriteria Kesesuaian Agroforestri Manggis P e r e n c a n a a n Sintesis MATCHING Konsep Rencana Agroforestri Pengembangan Rencana Rencana Lanskap Agroforestri Gambar 3 Diagram Rencana Kegiatan Perencanaan Lanskap Agroforestri

39 Inventarisasi Tahap Inventarisasi dimulai dari penyusunan peta pendahuluan (preliminary map) berupa peta topografi sebagai peta dasar. Peta dasar ini dapat di deliniasi kemiringan lahan pada tapak berdasarkan kelas kemiringan dan kepekaan erosi. Peta dasar ini juga digunakan dalam penyusunan (kompilasi) peta lainnya, seperti peta penutupan lahan yang dilakukan melalui interpretasi visual data citra satelit Quickbird. Delineasi dalam interpretasi visual citra satelit dilakukan dengan melakukan klasifikasi penutup lahan menjadi 6 (enam) kelas yaitu: sawah, ladang, pemukiman, kebun campuran, sungai, dan empang. Selanjutnya pada tahap inventarisasi dilakukan survey lapang untuk mengkonfirmasi dan verifikasi hasil interpretasi. GPS digunakan dalam membantu penentuan titik acuan (benchmark). Selain penyusunan peta pendahuluan, pada tahap inventarisasi juga menyusun kondisi umum dari tapak. Penyusunan kondisi umum dimaksudkan agar mempermudah dalam proses analisis karena dalam kondisi umum tersebut, memperlihatkan kondisi Desa Barengkok secara garis besar Penyusunan Aspek fisik Pada penyusunan aspek fisik dilakukan dengan melihat kondisi di lapang dan melihat data sekunder yang telah ada seperti topografi dan kemiringan, geologi dan tanah, iklim dan curah hujan, hidrologi, dan penutupan lahan Penyusunan aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya Data sosial, ekonomi, budaya bersumber dari Wawancara dan berbagai data sekunder. Data sosial, ekonomi, dan budaya yang dikumpulkan adalah data demografi, kemasyarakatan dan pola kehidupan masyarakat, struktur organisasi masyarakat, dan potensi komoditas. Data sosial, ekonomi budaya ini dapat digunakan dalam mengidentifikasikan nilai-nilai intrinsik dan dapat dijadikan bahan analisis dalam perencanaan agroforestri manggis berbasis Bioregion Analisis dan Sintesis Analisis Fisik dan Sosial - Budaya Pada tahap analisis fisik dilakukan analisis terhadap kondisi fisik dan sosial - budaya kawasan. Analisis fisik dilakukan untuk mengetahui permasalahan

40 25 yang ada di tapak dan mengajukan alternatif pengendaliannya. Analisis sosial - budaya dapat digunakan dalam mengidentifikasi nilai-nilai intrinsik, terutama yang berkaitan dengan aktivitas (kebudayaan) yang terdapat di daerah tersebut. Analisis fisik dan sosial-budaya juga digunakan untuk landasan pada analisis selanjutnya Analisis Bioregion Analisis diawali dengan penyusunan kelas bioregion yang berada di Desa Barengkok. Klasifikasi dilakukan kedalam empat kelas sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Klasifikasi Bioregion Kelas Bioregion Deskripsi Mewakili wilayah pada hirarki teratas yang didefinisikan berdasarkan karakteristik homogenitas wilayah iklim, elevasi, distribusi vegetasi dan batas daerah aliran sungai utama, topografi dan geologi Sub Region Merepresentasikan subdivisi bioregion yang secara komposit mencakup wilayah homogeni secara kelas hidrologi, elevasi, bentuk lahan, vegetasi dan tanah Representasi subdivisi Sub Region yang mencakup wilayah homogen yang Unit Lanskap dicirikan melalui lereng, penggunaan lahan, serta atribut sosial budaya komunitas masyarakat, seperti life style dan etnis Hirarki terendah pada subdivisi ini dicirikan oleh beberapa komponen antara lain penggunaan lahan, atribut sosial budaya komunitas masyarakat Unit Tempat yang meliputi etnis, aspirasi masyarakat, the sense of place, the meaning of place dan berbagai bentuk nilsi-nilai lokal Sumber: Kim et al (2000, dalam Pramukanto, 2004) Perbedaan antara kelas yang satu dengan lainnya adalah terdapatnya nilai intrinsik yang menjadikan daerah tersebut khas atau unik. Jones et al (1998), mengidentifikasi enam sumber nilai intrinsik yang terdiri atas: a. Pemandangan; Daerah yang memiliki nilai pemandangan yang unik, baik daerah alami maupun buatan manusia yang memiliki keindahan dan keunikan, seperti panorama laut, pedesaan, struktur yang indah, pantai, hutan hujan, sungai dan teluk. b. Sumber Daya Alam Sumber Daya Alam merupakan keindahan visual dari lingkungan, yang berupa penampakan fisik dari daerah alami dan tidak terganggu oleh manusia, seperti hutan, formasi geologi, lahan basah, tepi sungai, dan air terjun.

41 26 c. Sejarah Sejarah merupakan daerah yang memiliki nilai sejarah, misalnya pekuburan, daerah bekas perang, tata ruang kota, arsitektur tradisional, dan pola pemukiman. d. Arkeologi Daerah yang dapat menginterpretasikan aktivitas sejarah atau prasejarah di lokasi tersebut dan membawa kita lebih dekat ke dalam kejadian sebenarnya, seperti reruntuhan, artefak, dan struktur bangunan. e. Budaya Daerah yang memiliki nilai budaya misalnya, kehidupan tradisional, upacara adat atau keagamaan, ritual, pertanian tradisional, tradisi lokal, industri lokal yang unik, makanan, musik, tarian, bahasa, dan pasar. f. Rekreasi Daerah yang memiliki nilai rekreasi meliputi daerah yang mendukung aktivitas ruang luar, pendakian, arung jeram, terbang layang, melihat burung, dan fotografi. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap nilai intrinsik menurut Jones, et al (1998), yaitu berdasarkan kemampuan biofosik dan budaya yang secara komposit mewakili unit tempat (batas DAS, Sub DAS, tanah, kemiringan dan penutupan lahan) sehingga menghasilkan 295 kelas unit tempat, seperti yang digambarkan seperti pada Gambar Analisis Kriteria Kesesuaian Terhadap Agroforestri Manggis a. Kriteria Kesesuaian Lahan Manggis Berdasarkan Direktorat Tanaman Buah (2003), untuk meningkatkan mutu dan produktivitas manggis di sentra produksi, diperlukan adanya norma-norma khususnya mengenai pemilihan lokasi. Peningkatan mutu dan produktivitas manggis dibutuhkan agar dapat menghasilkan buah manggis yang berkualitas baik dan berdaya saing khusunya dipasar luar negeri. Pada Tabel 5 merupakan penentuan lokasi lahan komoditas manggis yang dilakukan pada saat pra panen, sedangkan pada Tabel 6 menyajikan kriteria pemilihan lokasi dalam upaya penerapan sistem jaringan mutu pada tanaman manggis berdasarkan Djanudin, et al. (2003).

42 27

43 28 Tabel 5 Penentuan Lokasi Lahan Komoditas Manggis Karakteristik Lokasi Lahan Persaratan Lokasi Lahan Komoditas Manggis Tipe Iklim Tipe iklim A, tanpa bulan kering s.d Tipe iklim C bulan kering 4-6 bulan Curah Hujan dan Suhu Udara Antara mm/ tahun atau rata-rata mm/ tahun dengan suhu udara C, menurut Smith Ferguson Kemiringan Lahan <20% Ketinggian Tempat <800 meter dpl Teknik Pengolahan lahan Menetapkan teknik konservasi pada lahan miring dan sistem surjan pada lahan sawah Jenis Tanah Latosol, Podzolik Merah Kuning dan Andosol dengan syarat gembur, memiliki zat hara yang cukup dan drainasi yang baik dan tidak bercadas ph (Keasaman Tanah) 5-7 Letak Lahan Bebas residu pestisida, bahan beracun dan berbahaya seperti limbah B Sumber: Direktorat Tanaman Buah (2003) Tabel 6 Kriteria Kesesuai Lahan Komoditas Manggis Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( o C ) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Kelas kesesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Baik, sedang Agak terhambat Media perakaran (rc) Tekstur Halus, agak halus, sedang Terhambat, agak cepat > 40 < 15 > <750 Sangat terhambat, cepat - Agak kasar Kasar Bahan kasar (%) < > 55 Kedalaman tanah (cm) > < 50 Gambut : Ketebalan (cm) < > 200 Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/pengkayaan < > 400 Kematangan Saprik Saprik, Hemik Hemik, Fibrik Febrik Retensi hara (nr) KTK liat (omol) > 16 < 16 Kejenuhan basa (%) > ph H 2 O 5,0 6,0 4,5 5,0 < 4,5 6,0 7,5 > 8,0 C-organik (%) > 1,2 0,8 1,2 < 0,8

44 29 Lanjutan Tabel 6 Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Kelas kesesuaian lahan S1 S2 S3 N Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) < > 8 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) < > 25 Bahaya sulfidik (cm) Kedalaman sulfidik (cm) > < 60 Bahaya erosi (eh) Lereng (%) < > 30 Bahaya erosi Sangat rendah Rendah sedang Berat Bahaya banjir (fh) Genangan F0 F1 F2 > F2 Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) < 5 < Sangat berat >40 > 25 Sumber : Djaenudin et al (2003) Catatan: S1: Sangat Sesuai; S2: Cukup Sesuai; S3: Sesuai Marginal; N: Tidak Sesuai b. Karakteristik Agroforestri Berdasarkan Vergara 1982, menyebutkan bahwa Agroforestri merupakan suatu sistem tata guna lahan berkelanjutan yang mempertahankan atau meningkatkan hasil total dengan mengkombinasikan tanaman pangan (annual) dengan tanaman pohon (perennial) atau peternakan dalam unit lahan yang sama pada waktu yang bergantian atau pada waktu yang sama dengan melakukan pengelolaan yang sesuai dengan karakteristik sosial, budaya penduduk setempat dan kondisi ekonomi, ekologi area. Dari pengertian di atas dapat diambil karakteristik Agroforestri adalah a. sistem agroforestri dilakukan dengan mengkombinasikan tanaman pangan (annual) dengan tanaman pohon (perennial) atau peternakan dalam unit lahan yang sama pada waktu yang bergantian atau waktu yang sama; b. pada sistem agroforestri, penanaman tanaman tahunan (tegakan) merupakan investasi jangka panjang, tetapi sistem agroforestri yang dapat memberikan perlindungan dan keamanan seluruh sistem termasuk sub-sistem dibagian bawah;

45 30 c. secara tidak langsung pada sistem agroforestri memberikan kesempatan kerja terutama di pedesaan baik di tingkat on farm maupun off farm; d. tanaman tahunan dan semusim pada sistem agroforestri diusahakan dalam lahan yang sama atau mixed cropping, sehingga nantinya setiap jenis tanaman dapat mengubah lingkungannya dengan caranya sendiri. Berdasarkan karakteristik bioregion di atas, penggabungan kriteria kesesuaian lahan manggis, dan karakter agroforestri, diperoleh analisis kesesuaian lahan terhadap agroforestri manggis, yang terbagi menjadi lima penggunaan lahan agroforestri manggis (Tabel 7). Tabel 7 Penggunaan Lahan Agroforestri Manggis Kriteria Ciri Agroforestri Teknik Budidaya Keterangan Intensif Semi Intensif Ekstensif 1. Pekarangan Berada di sekitar pemukiman 2. Sawah (lahan basah) Diprioritaskan untuk tanaman pangan yang bersifat field crops 3. Talun Berfungsi sebagai ruang konservasi 4. Kebun Campuran Lahan yang paling potensial komoditas manggis 5. Kebun (lahan kering) Berasal dari ladang yang tidak termanfaatkan dan ditumbuhi alang-alang Pada Tabel 7 terdapat hasil analisis agroforestri manggis yang terbagi menjadi lima tipe penggunaan lahan antara lain: 1. Pekarangan Berdasarkan Arsyad (2010), dalam Konservasi Tanah dan Air, mendifinisikan pekarangan sebagai kebun campuran yang terdiri atas campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buah-buahan dan sayuran serta tanaman semusim yang terletak di sekitar rumah. Tanaman yang umumnya ditanam di lahan pekarangan petani adalah uni, kayu, sayuran, tanaman buah-buahan seperti tomat, pepaya, tanaman obat-obatan seperti kunyit, temulawak, dan tanaman lainnya (Subagyono et al., 2003)

46 31 2. Sawah (Lahan Basah) Sawah menurut Nasrullah (2009), merupakan lahan subur dengan kemiringan datar sampai landai atau diprioritaskan untuk pertanian tanaman pangan yang bersifat field crops (padi dan palawija), tanaman holtikultura semusim, dan tanaman untuk pakan ternak. Selain digunakan untuk tujuan tersebut, Mansur (2009) juga menyebutkan bahwa sawah dapat dioptimalkan pemanfaatannya sebagai agroforestri misalnya dengan pohon-pohon kayu putih. Selain itu, tanaman sayuran seperti genjer dapat disisipkan di sekeliling padi. Tanaman sayuran tersebut dapat memberikan hasil lebih cepat dari padi. Pada pematang sawah juga dapat ditanami tanaman sayuran atau pohon-pohon ditanam jarang-jarang sebagai peneduh. 3. Talun atau hutan rakyat Talun adalah lahan diluar areal pemukiman yang ditumbuhi oleh hutan dan tanaman tahunan lainnya Santoso et al (2004), Subagyo et al (2003), juga memberikan definisi talun yaitu lahan diluar wilayah pemukiman penduduk yang ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu atau buahnya. Penerapan teknik talun erosi yang terjadi, dapat dimimalisir dan juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang bermukim disekitarnya. 4. Kebun Campuran Kebun Campuran merupakan talun tetapi telah mendapat perawatan yang teratur dari masyarakat. Dalam kebun Campuran biasanya terdiri dari berbagai tanaman tahunan yang ditanam dengan jarak tertentu. Jenis tanaman tahunan sengaja ditanam dalam kebun campuran seperti petai, jengkol, aren, melinjo, sengon dan buah-buahan (Santoso et al 2004). 5. Kebun (Lahan kering) Menurut Mansur (2009), kebun merupakan lahan kering yang ditanami dengan tanaman-tanaman pertanian yang sudah umum dibudayakan di desa, seperti singkong, talas,dan pisang. Kebun berada di tempat-tempat yang tidak dimanfaatkan dan ditumbuhi oleh gulma serta alang-alang. Pada kebun perlu ditanami berbagai jenis tanaman-tanaman pakan ternak dan pohon-pohon buah unggul serta dikombinasikan dengan berbagai jenis pohon kehutanan komersial

47 32 dengan jarak tanam yang diatur sedemikian rupa sesuai dengan peruntukan lahan di bawahnya Sintesis Pada tahap sintesis, setelah ditentukan analisis terhadap karakter fisik, sosial, analisis bioregion dan analisis kesesuaian agroforestri manggis, maka dilakukan evaluasi dengan menyepadankan (matching) kriteria penggunaan agroforestri manggis yang ditentukan sebelumnya dengan kriteria kelas Bioregion yang terdapat pada Desa Barengkok Tabel 8. Tabel 8 Kriteria Penggunaan Lahan Agroforestri Manggis pada Desa Barengkok Kriteria Agroforestri 1. Pekarangan 2. Sawah (lahan basah) Ciri Teknik Lereng (slope) Budidaya Tanah I SI E D L AC C - Podzolik Merah - Latosol Coklat Kekuningan - - Latosol Coklat - Latosol Coklat Kekuningan Keterangan Berada di sekitar pemukiman Diprioritaskan untuk tanaman pangan yang bersifat field crops 3. Talun Latosol Coklat Berfungsi sebagai ruang konservasi 4. Kebun Campuran Latosol Coklat Lahan yang paling potensial komoditas manggis 5. Kebun (lahan kering) - Podzolik Merah - Latosol Coklat Kekuningan Berasal dari ladang yang tidak termanfaatkan dan ditumbuhi alang-alang Catatan: Teknik Bududaya: Lereng (slope): I : Intensif D : Datar (0-8%) SI : Semi Intensif L : Landai (8-15%) E : Ekstensif AC : Agak Curam (15-25%) C : Curam (>25%)

48 Perencanaan Konsep Rencana Konsep dasar rencana Desa Barengkok adalah membuat kawasan Barengkok sebagai desa yang berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial, dan ekologi melalui komoditas manggis. Konsep perencancanaan ini, diwujudkan dengan sistem agroforestri manggis yang dilakukan dengan cara mempertahankan atau meningkatkan hasil total dengan mengkombinasikan tanaman pangan (annual) dengan tanaman manggis yang merupakan tanaman pohon (parennial) atau peternakan dalam unit lahan yang sama pada waktu yang bergantian atau dalam waktu yang sama, dan pengelolaan dilakukan sesuai dengan karakteristik sosial dan budaya penduduk setempat dan kondisi ekonomi dan ekologi area Pengembangan Konsep Rencana Pengembangan konsep rencana agroforestri manggis dilakukan dengan menentukan pengembangan konsep perencanaan dan model pada setiap penggunaan lahan sesuai dengan standar perencanaan serta literasi yang ada, sehingga menghasilkan model penggunaan lahan agroforestri manggis, antara lain pekarangan, sawah, talun, kebun campuran, dan kebun. Pada pengembangan konsep perencanaan, selain terdapat model pengembangan agroforestri manggis, dihasilkan juga rencana induk yang merupakan gabungan dari konsep ruang dan konsep sirkulasi Rencana Lanskap Agroforestri Berbasis Bioregion Pada tahap rencana lanskap Agroforestri manggis dilakukan dengan menuangan hasil akhir berupa gambar rencana lanskap yang dilengkapi dengan gambar-gambar ilustrasi.

49 IV. KONDISI UMUM 4.1 Profil Desa Barengkok Berdasarkan hasil musyawarah pada tanggal 17 Juli 2007 tentang Progam Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang berdasar pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa), visi Desa Barengkok yang merupakan gambaran tentang keaadaan masa depan yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan desa, adalah Mewujudkan Desa Barengkok Menjadi Desa Agropolitan Dengan Berbasis Masyarakat Yang Berpendidikan Dan Agamis. Berdasarkan visi tersebut disusun juga misi-misi yang memuat sesuatu pernyataan yang harus dilaksanakan oleh desa yaitu a. meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan bidang dan kebutuhannya; b. melibatkan peran serta masyarakat baik laki-laki maupun perempuan dalam proses pembangunan dari awal perencanaan, pelaksanaan dan pelestarannya sesuai dengan tingkat kemampuannya; c. mendukung sepenuhnya bagi masyarakat yang ingin mendirikan sarana pendidikan guna mempercepat dan menghasilkan sumber daya manusia yang handal dan dapat diandalkan; d. menumbuh kembangkan peran serta masyarakat dalam peningkatan ekonomi baik sektor pertanian, pedagang berskala mikro (pedagang kecil dan pedagang keliling); e. penataan sarana dan prasarana dan infrastruktur untuk menunjang peningkatan, pendidikan kesehatan maupun perekonomian masyarakat; f. memelihara dan meningkatkan kehidupan yang beragama melalui pengajianpengajian dan pesantren; g. meningkatkan kesadaran masyarakat dalam kehidupan bergotong-royong; h. meningkatkan sistem keamanan dan ketertiban masyarakat. Kelembagaan Desa Barengkok dalam pemerintahannya sekarang ini dipimpin oleh Kepala Desa dengan susunan:

50 35 Kepala Desa : H. Asep Kombara Sekertaris Desa : Sukria Ka. Urs. Pemerintahan : Ujang Sutrisna Ka. Urs. Kesra : H. Umar Ismail Ka. Urs. Eks. Bang. : Jajat Sudrajat Ka. Urs. Umum : Hermansyah Selain dari kelembagaan Desa Barengkok dalam pemerintahan, kelembagaan di dalam desa terdapat juga antara lain: BPD, LPM, RW, RT, PKK, BKMT, Posyandu, Pengajian, Mesjid, Majelis Ta lim, Linmas, Kelompok Olahraga, Partai Politik, dan Ormas Letak Geografis dan Administrasi Desa Barengkok secara geogafis terletak di UTM dan UTM. Berdasarkan pada Gambar 10, secara administratif Desa Barengkok termasuk dalam Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Batas-batas administratif Desa barengkok adalah: Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Leuwi Mekar Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Situ Hilir/ Kali Cianten Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Karacak Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Cibeber II Desa Barengkok secara administrasi memiliki luas 450 ha, terbagi atas 16 Kampung (Kampung Barengkok 1, Kampung Barengkok 2, Kampung Dahu, Kampung Warung Salak, Kampung Cibatak, Kampung Citeureup1, Kampung Citeureup 2, Kampung Kandang Sapi, Kampung Bukit Sakinah, Kampung Geledug, Kampung Jadir, Kampung Geleduh Munara, Kampung Sawah Baru, Kampung Saninten, Kampung Cikopeah dan Kampung Bantar Endah). Desa Barengkok memiliki jumlah Rukun Warga (RW) sejumlah 12 dan Rukun Tetangga (RT) yaitu 41. Desa Barengkok juga terdiri dari lima Dusun yaitu Dusun 1 yang dijabat oleh Bapak Kumir, Dusun 2 dijabat oleh Bapak H. Jaja, Dusun 3 yang dijabat oleh Bapak Maryadi, Dusun 4 yang dijabat oleh Bapak Oib Iskandar dan Dusun 5 yang dijabat oleh Bapak D. Aria.

51

52 Aksesbilitas Aksebilitas Desa Barengkok tergolong mudah. Hal ini terlihat dari akses Desa Barengkok dapat dituju dengan menggunakan angkutan umum dengan waktu tempuh + 2 jam dari Terminal Baranangsiang. Jarak dari Ibu Kota Kecamatan ke Desa Barengkok adalah + 2,5 km yang ditempuh selama 0,25 jam, dengan kondisi jalan yang dilewati adalah jalan aspal konstruksi beton yang keadaanya cukup baik, sehingga dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi maupun dengan angkutan umum. Namun, kondisi jalan di dalam Desa Barengkok sendiri yang merupakan penghubung antar kampung belum mengalami pembetonan. Kondisi jalan tersebut, membuat aksesbilitas antar kampung di Desa Barengkok tergolong susah. Waktu tempuh dari Desa Barengkok ke pusat fasilitas terdekat (Pasar, Kesehatan, dan Pemerintahan) adalah 0,25 jam. Adapun jarak Desa Barengkok terhadap desa-desa lain yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang dan alternatif kendaraan serta waktu tempuh dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 9 Jarak (km) Desa Barengkok Terhadap Desa-Desa di Kecamatan Leuwiliang Tahun 2008 DESA DESA BARENGKOK 1. Purasari 8,8 2. Puraseda 4,5 3. Karyasari 6,8 4. Parangbon 7 5. Karacak 3,7 6. Barengkok - 7. Cibeber II 7 8. Cibeber I 3,8 9. Leuwiwekar 1,5 10. Leuwiliang 2,5 11. Karenkel 5,5 Sumber: Kecamatan Leuwiliang (2008) Tabel 10 Alternatif Kendaraan dan Waktu Tempuh Jenis Angkutan Tujuan Ongkos/ Rp. Jarak/Waktu Angkutan Desa Leuwiliang Rp ,00 3,5 km/ 20 menit Ojeg Leuwiliang Rp ,00 3,5 km/ 15 menit Ojeg Jl. Kabupaten Rp , ,5 km Sumber: PNPM Mandiri (2010)

53 Sejarah Desa Barengkok Sejarah terbentuknya Desa Barengkok pada awalnya tidak ada ketentuan atau penjelasan yang pasti dan tidak adanya ahli sejarah di Desa Barengkok. Namun, ada yang mengatakan bahwa nama Desa Barengkok berasal dari dua kata yaitu Bareng yang berarti Bersana-sama dan kata Mangkok yang berarti Bejana atau Wadah atau Tempat. Jadi Barengkok adalah Tempat Untuk Bersamasama. Artian ini bukanlah angan-angan, namun sampai saat ini selalu terbukti bahwa bila di Desa Barengkok ada suatu kejanggalan atau perguncingan, cukup diselesaikan secara bersama-sama sehingga permasalahan tersebut kadang-kadang hanyut terbawa arus. Desa Barengkok sendiri pertama kali dipimpin oleh seorang Mandor. Mandor yang pertama yaitu Bapak H. Sidik, kedua Mandor Umar dan ketiga adalah Mandor Aming. Setelah sekian lama, nama mandor berganti menjadi Kepala Desa, dan mengalami kekosongan pada dua periode. Pada saat kekosongan, Desa Barengkok kemudian mengadakan pemilihan Kepala Desa dan terpilih Bapak Ujang Junaedi pada periode berikutnya yang kemudian dijabat oleh Bapak M. Asnan, dan kembali digantikan oleh Bapak Ujang Junaedi. Kepala Desa yang terakhir, dipimpin oleh Bapak H. Asep Kombara, yang memulai kepemerintahannya pada 11 April 2007.

54 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakter Desa Barengkok Penyusunan perencanaan lanskap suatu kawasan dibutuhkan pengetahuan karakter dari kawasan tersebut. Pengetahuan ini berguna untuk mengetahui perencanaan yang sesuai dan berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan identifikasi karakter perdesaan yang mencakup, karakter dari aspek fisik dan karakter dari aspek sosial, ekonomi dan budaya Aspek Fisik Topografi dan Kemiringan Topografi Desa Barengkok secara umum termasuk datar, landai sampai berbukit dengan ketinggian 200 sampai 400 meter di atas permukaan laut (Gambar 6). Desa Barengkok mempunyai titik tertinggi pada Gunung Suling yang merupakan suatu bukit yang memiliki puncak mencapai 418 meter di atas permukaan laut. Gambar 7 merupakan potongan melintang dari barat-timur (AA ) dan potongan membujur dari utara-selatan (BB ) dan memperlihatkan Desa Barengkok mempunyai topografi berbukit, semakin ke barat daya menuju Gunung Suling memiliki kontur yang semakin tinggi. Berdasarkan peta topografi, maka dibuatlah peta kemiringan. Pada Tabel 11 dan Gambar 8 merupakan peta dan kelas kemiringan lereng. Kelas lereng curam dengan kemiringan >25 % sebesar 1,43 % dari total area, yang banyak terdapat pada Kampung Geledug, Dahu, Cibadak, dan Citeureup. Penentuan kelas-kelas kemiringan lereng dibagi menjadi 4 yaitu 0-8 %, 8-15 %, %, dan > 25%. Tabel 11 Luas Kelas Lereng Desa Barengkok Kelas Lereng Luas (Ha) Persentasi Luas (%) 0-8 % (datar) 304,875 67, % (landai) 115,065 25, % (agak curam) ,24 >25 % (curam) 6,435 1,43 Total Presentasi luas dari tertinggi sampai dengan terendah berdasarkan Tabel 11 adalah kelas lereng 0-8% yang merupakan kelas datar dengan presentasi luasan 67,75%

55

56

57 8 42

58 43 dari total area, kemudian diikuti dengan kelas lereng 8-15% yang merupakan kelas landai dengan presentasi luas 25,57%. Kelas Kemiringan selanjutnya adalah kelas lereng 15-25% yang merupakan kelas lereng agak curam dengan persentasi luasan 5,24%. Kelas lereng >25% yang merupakan kelas kemiringan agak curam merupakan kelas lereng terendah dengan persentasi luasan 1,43% dari total area. Pada peta kemiringan lahan yang terdapat pada Gambar 8, terlihat bahwa pemukiman umumnya terletak pada lokasi yang memiliki kemiringan relatif datar (0-8 %) dengan karakteristik pekarangan berada di sekitar pemukiman yang ditanami dengan pohon keras seperti pisang, manggis, jambu, rambutan, jengkol mangga, kelapa, nangka, durian, dan bambu. Namun, pada beberapa lahan terdapat pemukiman yang berada pada kemiringan landai (kelas 8-15 %) dan kemiringan agak curam (kelas %). Pada kemiringan datar (kelas 0-8 %) juga dimanfaatkan untuk areal persawahan. Pada areal persawahan yang berada pada perbukitan, yaitu yang berada pada kemiringan landai (kelas 8-15 %) dan agak curam (kelas %), umumnya menggunakan sistem sawah tegalan. Hampir semua lahan pada lahan yang mempunyai kemiringan landai (kelas 8-15 %) dan kemiringan agak curam (kelas %) dimanfaatkan, meskipun tidak maksimal. Lahan ini dimanfaatkan untuk kebun campuran, pemukiman dan terkadang ditemui juga ladang kosong yang ditumbuhi oleh semak belukar serta pohon dengan pepohonan dengan kerapatan yang sangat rendah. Lahan-lahan yang memiliki kemiringan agak curam (kelas %) dan kemiringan curam (kelas > 25 %) umumnya merupakan ladang kosong tidak terawat dan kebun campuran yang biasanya terisi tanaman manggis dan durian (Gambar 9). Tanaman manggis dan durian ini, merupakan tanaman yang sudah ada secara turun-temurun serta merupakan tanaman yang tumbuh sembarang tanpa pemeliharaan atau perawatan. Pada lapang terlihat juga beberapa pohon ditebang terutama pohon Durian. Berdasarkan kondisi tersebut maka dibutuhkan konsep yang diarahkan untuk memanfaatkan seluruh ruang yang ada, baik horizontal, maupun vertikal, secara produktif. Pemanfaatan ditujukan dalam arti ekonomi, ekologi, dan sosial. Berdasarkan hal tersebut, maka sesuai dengan konsep agroforestri, dimana menurut Vergara (1982) agroforestri merupakan suatu sistem tata guna lahan berkelanjutan

59 44 Gambar 9 Ladang kosong pada Desa Barengkok Sumber: Dokumen Pribadi, Iklim dan Curah hujan Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dramaga, Bogor terhitung dari tahun 2007 dan tahun 2008 yang terletak pada LS dan BT pada elevasi 190 m, Desa Barengkok memiliki suhu rata-rata adalah 25,59 0 C yang terlihat pada Gambar 10. menunjukan suhu minimum terjadi pada Bulan Februari yaitu 24,75 0 C dan suhu maksimum terjadi pada Bulam September yaitu 25,95 0 C. Desa Barengkok juga mempunyai kelembaban rata-rata 83,75 %, dengan kelembaban tertinggi pada bulan Februari dan kelembaban terendah pada bulan September. BMKG Dramaga juga menunjukan rata-rata lama penyinaran pada Desa barengkok 65,44 % dengan lama penyinaran tertinggi 89,34 % terjadi pada bulan Juli, dan lama penyinaran terendah terjadi pada bulan Februari 30,68 %. Pada Gambar 11 juga menggambarkan Desa Barengkok mempunyai rata-rata kecapatan angin 2,43 km/jam dengan kecepatan angin terendah terjadi pada bulan Desember yaitu 1,51 km/jam dan kecepatan angin tertinggi terjadi 3,11 km/ jam pada bulan Januari. Sedangkan curah hujan Desa Barengkok yang ditakar di Perkebunan Cianten dengan ketinggian 947 mm menunjukan curah hujan rata-rata Desa Barengkok berkisar mm, dengan curah hujan tertinggi berada pada bulan Oktober dengan curah hujan 824,15 mm. Sedangkan curah hujan terendah 234,5 mm pada bulan Juli.

60 45 Berdasarkan data iklim yang berasal dari BMKG Dramaga tersebut maka iklim yang terdapat di Desa Barengkok sesuai dengan syarat hidup komoditas manggis. Hal ini dikarenakan menurut Djaenudin, et al., 2003 manggis akan sesuai dengan temperatur C. Gambar 10 Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Lama Penyinaran Tahun 2007/2008 Sumber: BMG Dramaga Bogor, 2009

61 46 Gambar 11 Kecepatan Angin dan Curah Hujan Tahun 2007/2008 Sumber: BMG Dramaga Bogor, Tanah Jenis tanah pada desa Barengkok berdasarkan Bappeda Kabupaten Bogor, 2009 (Gambar 12 dan Gambar 13) di dominasi oleh latosol coklat kekuningan dan beberapa terdapat latosol coklat dan podzolik merah. Tanah tersebut, terdapat di sekitar sungai Cisadane. Berdasarkan Klasifikasi tanah menurut PPT (1983), karakteristik Tanah latosol coklat kekuningan dan tanah latosol coklat tidak jauh berbeda. Secara umum karakterisitik tanah latosol adalah distribusi kadar liat tinggi (lebih atau sama dengan 60%), remah sampai gumpal, gembur, dan warna secara homogen pada penampang tanah dalam (lebih dari 150 cm) dengan batas horizon terselubung, kejenuhan basa (NH 4 OAc) kurang dari 30% sekurangkurangnya pada beberapa bagian dari horizon B didalam penampang 125 cm dari permukaan, tidak memperlihatkan gejala plintik didalam penampang 125 cm dari

62 47 permukaan, tidak mempunyai sifat-sifat vertik, dan ph berkisar antara 4,5 6,5. Sedangkan tanah podsolik merah menurut PPT (1983), memiliki karakteristik memiliki ph antara 3,5-5,5, mempunyai horizon B argilik, mempunyai kejenuhan basa kurang dari 30% (NH 4 OAc) sekurang-kurangnya pada beberapa bagian horizon B di dalam penampang 125 cm dari permukaan Hidrologi Gambar 12. Jenis Tanah pada Kabupaten Bogor Sumber: RTRW Kabupaten Bogor 2009 Berdasarkan suatu sistem hidrologi DAS yang berada di Jawa Barat (Gambar 16), maka Desa Barengkok termasuk dalam Sub DAS Cisadane. Kondisi ini mengakibatkan Desa Barengkok dilalui oleh 2 sungai yaitu Sungai Cianten dan Sungai Citeurep (Gambar 15). Sungai Citeurep merupakan anak Sungai Cianten sedangkan Sungai Cianten juga merupakan anak Sub DAS Cisadane. Oleh sebab itu maka Desa Barengkok merupakah daerah yang kaya dengan air.

63

64 VI. PERENCANAAN 6.1 Konsep Perencanaan Berdasarkan pendekatan Bioregion, Desa Barengkok terbagi menjadi 295 unit tempat sesuai dengan kesamaan nilai intrinsiknya dan kondisi bioregionnya. Masing-masing kategori bioregion memiliki nilai intrinsik yang berbeda satu sama lain. Nilai intrinsik tersebut merupakan dasar pertimbangan dalam menentukan bentuk agroforestri manggis yang sesuai bagi Desa Barengkok. Pada akhirnya, perencanaan ini diharapkan menjadi salah satu desa sentra komoditas manggis dengan menggunakan sistem agroforestri sehingga berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial, dan ekologi. Berdasarkan hasil sintesis juga didapatkan lima bentuk agroforestri manggis yang terdapat pada Desa Barengkok, yaitu pekarangan, sawah (lahan basah), talun, kebun campuran, talun serta kebun (lahan kering) Konsep dasar perencanaan adalah membuat kawasan Barengkok sebagai desa yang berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial, dan ekologi melalui komoditas manggis. Konsep perencancanaan ini, diwujudkan dengan sistem agroforestri manggis yang dilakukan dengan cara mempertahankan atau meningkatkan hasil total dengan mengkombinasikan tanaman pangan (annual) dengan tanaman manggis yang merupakan tanaman pohon (parennial) atau peternakan dalam unit lahan yang sama pada waktu yang bergantian atau dalam waktu yang sama, dan pengelolaan dilakukan sesuai dengan karakteristik sosial dan budaya penduduk setempat dan kondisi ekonomi dan ekologi area. 6.2 Pengembangan Konsep Rencana Berdasarkan konsep perencanaan Desa Barengkok yaitu membuat kawasan Barengkok sebagai desa berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial, dan ekologi melalui komoditas manggis sehingga menjadi salah satu desa sentra komoditas manggis dibutuhkan ruang-ruang yang dapat mendukung pengembangan konsep tersebut. Ruang-ruang tersebut merupakan ruang yang menunjang berbagai sub sistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpendensi secara regular, serta teroganisir sebagai suatu totalitas. Adapun ruang yang menunjang subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

65 79 a. Ruang yang menunjang subsistem usaha tani (pertanian primer) 1) Sawah Sawah berfungsi sebagai ruang produksi yaitu dengan menanam tanaman pangan yang bersifat field crops seperti padi dan palawija. 2) Kebun Campuran Kebun campuran adalah ruang yang paling berpotensial dalam perkembangbiakan komoditas manggis. 3) Kebun Kebun merupakan ruang yang awalnya berupa ilalang dan gulma serta berada pada tanah yang kurang subur. Kebun berfungsi sebagai kebun yang ditanami beberapa tanaman seperti ubi, singkong, dan talas. 4) Talun Talun berfungsi sebagai ruang untuk konservasi 5) Pekarangan Pekarangan merupakan ruang yang berada di sekeliling pemukiman. 6) Empang Empang terletak pada sekitar lahan basah (sawah). Empang berfungsi untuk budidaya ikan air tawar pada Desa Barengkok. b. Ruang yang menyediakan jasa untuk kelancaran produksi 1) Rumah (Pemukiman) Pemukiman merupakan blok-blok yang terpusat di tengah desa, agar fasilitas dan utilitas desa dapat disediakan secara efisien 2) Fasilitas Fasilitas berfungsi sebagai penunjang pengembangan kawasan barengkok sebagai agroforestri manggis. Fasilitas yang dibutuhkan adalah: a) Gedung penyimpanan dan pengolahan primer Gedung Penyimpanan Buah Manggis diperlukan pada saat pasca panen dimulai dari pengumpulan buah, sortasi, pencucian, grading, dan penyimpanan. Syarat tempat yang digunakan sebagai gedung penyimpanan buah manggis adalah: a. Lantai harus bersih, b. Aerasi baik dan lancar, c. Suhu kamar C, dan d. Kelembaban maksimum 90% (Gambar 21).

66 80 Gambar 21 Ilustrasi Gedung Penyimpanan dan Pengolahan Primer b) Koperasi Koperasi dibutuhkan dalam mendukung Desa Barengkok menjadi salah satu sentra produksi. Berdasarkan Hakim (2009), Selama ini ketersediaan modal merupakan faktor pembatas (limiting factor) dalam pembangunan petanian baik di tingkat usaha tani maupun di perusahaan atau industri pengolahan hasil pertanian (Gambar 22). Gambar 29 Ilustrasi Koperasi Oleh karena itu agar menjadikan sebuah kawasan yang didesain untuk wilayah pertumbuhan maka syarat keharusan berupa ketersediaan modal dan capital harus dipenuhi. Modal atau capital yang ada harus dapat

67 81 diakses dengan mudah oleh semua sektor ekonomi yang berada di Desa Barengkok. Untuk itu sarana kelembagaan dan perekonomian seperti bangunan koperasi usaha bersama (KUB) atau perbankan dibutuhkan di Desa Barengkok. c) Jalan Jalan merupakan akses penghubung dengan wilayah lain dan prasarana fisik kampung yang paling penting dalam memfasilitasi kegiatan pemukiman dan kegiatan produksi. Karena pada jalur ini barang dan penumpang ditransportasikan keluar dan ke dalam kampung. Disamping itu jalan kampung merupakan prasyarat penting untuk melakukan kegiatan dalam pemukiman dan untuk kegiatan pertanian. pembuatan jaringan jalan dibuat dengan network yang efisien, dan menjangkau semua ruang dalam kampung. Kondisi jalan pada Desa Barengkok pada umumnya cukup baik. Namun, pada jalan antar kampung yang dapat mendistribusikan komoditas pertanian kondisinya belum mengalami pembetonan seperti pada: 1) jalan Kampung Barengkok desa ke Kampung Dahu, 2) jalan lingkar kampung, 3) jalan Kampung Geledug ke Kampung Bantar Endah, 4) jalan Kampung Cibata ke Kampung Citeureup, 5) jalan Kampung Geleduh ke Kampung Saninten, 6) jalan Kampung Citeureup ke Kampung Geledug, dan 6) jalan Kampung Citereup ke Kampung Dahu Berdasarkan ruang-ruang yang dibutuhkan tersebut, maka dibutuhkan hubungan antar ruang (Gambar 23) yang digunakan juga sebagai dasar pembentukan konsep ruang dan konsep sirkulasi Gambar 23 Matriks Hubungan antar Ruang Pada Gambar 23 terdapat matriks hubungan antar ruang, yang terbagi atas:

68 82 a. Hubungan Sangat Dekat, Hubungan sangat dekat akan terjadi jika salah satu ruang merupakan bagian penuh dari bagian ruang yang lain. b. Hubungan Dekat, Hubungan dekat ini merupakan hubungan yang secara langsung mempunyai keterkaitan dan dibutuhkan kedekatan agar terbentuk ruang yang efisien. c. Hubungan Tidak Dekat, Hubungan tidak dekat merupakan hubungan yang tidak berhubungan dan jauh antara ruang satu dengan lainnya. d. Hubungan Netral, Hubungan netral adalah hubungan suatu ruang yang tidak berpengaruh jika berada dekat atau jauh dengan ruang lain Konsep Ruang Dalam pengembangan kawasan agroforestri manggis, setiap kegiatan produksi, kegiatan pemukiman, serta kegiatan untuk konservasi dalam suatu desa perlu disediakan ruang yang cukup. Pada (Gambar 24) disajikan model tata ruang agroforestri. Gambar 24 Konsep Ruang Ruang untuk kegiatan pertaniaan ditempatkan berdasarkan kesesuaian lahan. Lahan subur dengan kemiringan datar sampai landai atau diprioritaskan untuk pertanian tanaman pangan yang bersifat field crops seperti padi dan palawija. Lahan ini disebut dengan bentuk agroforestri sawah. Sedangkan untuk tanaman perkebunan ditempatkan pada kebun campuran yang merupakan lahan yang subur, dengan kemiringan lahan datar sampai bergelombang. Tanah dengan

69 83 kemiringan berbukit atau bergunung dicadangkan sebagai ruang untuk konservasi. Ruang konservasi tersebut dapat berupa talun. Talun merupakan kebun campuran yang telah dihutankan dan tidak lagi memprioritaskan keuntungan produksi tetapi di gunakan sebagai ruang konservasi (Gambar 24). Pada ruang yang mempunyai tanah yang memiliki kesuburan yang marginal dan ditumbuhi gulma serta alang-alang dapat dioptimalkan penggunaanya dengan membentuk kebun yang sebenlumnya dilakukan perbaikan kualitas tanah agar dapat meningkatkan kualitas tanah. Pada sekitar pemukiman juga dimanfaatkan secara intensif dalam bentuk lahan pekarangan. Pemanfaatan pekarangan di sekitar pemukiman misalnya dengan ditanam pohon-pohon hutan sebagai peneduh, khususnya jenis pohon yang menghasilkan buah misalnya pohon manggis. Pohon-pohon ini juga dimanfaatkaan sebagai rambatan tanaman hias dan sayuran atau umbi-umbian merambat sehingga produktif dan indah sepanjang waktu. Ruang untuk pemukiman pada suatu kampung ditempatkan pada blok-blok yang terpusat di tengah kampung, dan menghindari pemukiman yang berpencar. Pemusatan perkampungan seperti itu dimaksudkan agar fasilitas dan utilitas kampung dapat tersedia secara efisien Konsep Sirkulasi Jalur sirkulasi merupakan prasarana fisik yang paling penting dalam memfasilitasi kegiatan pemukiman dan kegiatan produksi agroforestri manggis. Karena pada jalur ini masyarakat dan barang ditransportasikan keluar dan ke dalam desa. Perencanaan jalan pada agroforestri manggis penting karena kondisi jalan yang buruk dan jauh dari lahan manggis akan menghambat proses distribusi dan pemasaran komoditas manggis pada saat panen. Sehingga jaringan jalan yang dibuat harus dengan network yang efisien, dan menjangkau semua ruang dalam desa. Pada (Gambar 25) disajikan model sirkulasi dalam Desa Barengkok. Pada lokasi penelitian ini, terdapat jalan utama yang merupakan akses utama antar Desa. Hirarki berikutnya terdapat jalan permukiman yang menghubungkan masing-masing rumah pada kampung. Jalan Kebun Campuran (KC), jalan sawah, dan jalan penghubung sawah dan KC merupakan jalan yang berada pada area-area produksi. Jalan ini dapat berupa jalan setapak, namun akan sangat baik bila direncanakan dapat diakses dengan mudah untuk mengangkut

70 84 produk desa. Desa Barengkok mempunyai jalan produksi yang cukup sesuai dalam hal efisiensi, namun perlu diperhatikan, kondisi jalan produksi ini mengalami kerusakan, sehingga dibutuhkan perbaikan. Gambar 25 Konsep Sirkulasi Tipe Agroforestri Berdasarkan hasil analisis dan sintesis, terdapat lima bentuk agroforestri manggis yang sesuai dikembangkan di Desa Barengkok. Pada kelima bentuk agroforestri manggis tersebut terdapat kriteria pada masing-masing agroforestri Perbedaan kriteria ini, berdasarkan atas intensifitasan teknik budidaya, dan berdasar atas Subaguono et al (2003), Nasrullah (2009), Mansur (2009), dan Santoso et al (2004). Pada setiap bentuk agroforestri ini juga terdapat perbedaan dalam acuan pola tanaman berdasarkan kemiringan lereng yang dapat dilihat pada Gambar 26. Gambar26. Acuan umum proporsi tanaman pada kemiringan lahan yang berbeda (P3HTA, 1987). Subagyono et al (2003)

71 85 Berdasarkan acuan pada (Gambar 33) maka pengembangan konsep bentuk agroforestri, deskripsi, teknik budidaya, serta jenis tanaman tahunan dan tanaman semusim di Desa Barengkok antara lain: a. Pekarangan Berdasarkan hasil sintesis jenis pekarangan yang terdapat di Desa Barengkok umumnya merupakan lahan yang berada di sekitar pemukiman. Sesuai dengan kondisi tersebut maka teknik budidaya yang terdapat pada pekarangan merupakan teknik budidaya intensif, karena akan lebih mudah dalam pemantauan dan pengelolaannya. Letak yang berdekatan dengan pemukiman menyebabkan tanaman yang sering dibudidayakan merupakan tanaman pokok yang sering dibutuhkan oleh kebutuhan rumah tangga, seperti sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman berjenis obat-obatan (Gambar 27) dan (Gambar 28). Gambar 27 Tipe Agroforestri pada Pekarangan Gambar 28 Ilustrasi Agroforetri Tipe Pekarangan

72 86 Oleh sebab itu, tanaman manggis dapat dimasukkan dalam tipe agroforestri pada pekarangan dengan dipadukan dengan tanaman sayuran, tanaman hias dan tanaman obat. Tanaman manggis ini dapat berfungsi sebagai tanaman peneduh dan tanaman produksi yang dapat memeberikan tambahan ekonomi kepada pemilik rumah. Mengacu pada Subagyono et al (2003), mengenai acuan umum proporsi tanaman pada kemiringan lahan yang berbeda maka, pekarangan bisa berada pada kemiringan datar, landai, agak curam, maupun curam. Hal ini dikarenakan karakteristik pekarangan yang utama adalah letaknya yang berada di sekitar pemukiman. Namun, seringkali pemukiman lebih memilih pada kemiringan yang datar dan landai. Sehingga jenis tanaman yang berada pada pekarangan umumnya mempunyai komposisi: 1. Komponen Berkayu (Kehutanan) 25-50% Contoh: Tanaman buah-buahan seperti manggis, mangga, jambu, kelapa, rambutan 2. Komponen Pertanian (Semusim) 50-75% Contoh: Tanaman sayuran dan tanaman obat seperti (cabai, tomat, kunyit, dan temulawak) Oleh karena itu berdasarkan komposisi jenis tanaman yang umumnya berada di pekarangan diatas, tanaman manggis akan tumbuh sebesar 25% dari total area dan sisanya merupakan tanaman buah-buahan yang lain seperti mangga, jambu, kelapa, rambutan dan tanaman semusim seperti tanaman sayuran dan tanaman obat. Berdasarkan hasil analisis, total area pekarangan yang ditumbuhi oleh komoditas manggis di Desa Barengkok sebesar 15,1 ha. Menurut Pusat Kajian Buah Tropis Institut Pertanian Bogor (2004), produktifitas tanaman manggis yang berada di Kecamatan Leuwiliang umumnya mencapai 25 kg/ pohon, dengan jarak tanam antar pohon 10 m x 10 m. Sehingga pada pekarangan mempunyai produktivitas manggis kg. b. Sawah Sawah yang terdapat pada Desa Barengkok umumnya terdapat pada lahan subur dengan kemiringan datar sampai landai yang diprioritaskan untuk pertanian tanaman pangan yang bersifat field crops seperti padi dan palawija. Sawah

73 87 tersebut dapat dioptimalkan pemanfaatannya sebagai agroforestri. Tipe agroforestri pada sawah dapat dilakukan dengan penanaman sayuran seperti genjer yang dapat disisipkan di sekeliling padi untuk memberi hasil lebih cepat dari padi dan dengan menanam pohon manggis pada pematang sawah (Gambar 29). Gambar 29 Tipe Agroforestri pada Sawah Teknik budidaya pada sawah termasuk dalam teknik budidaya intensif. Hal ini dikarenakan karena lahan sawah diprioritaskan untuk pertanian tanaman pangan, sehingga dibutuhkan budidaya dan pengelolaan yang intensif. Berdasarka pada Nasrullah (2009), dan Mansur (2009), jenis tanaman yang berada pada sawah dapat berkomposisi: 1. Komponen Berkayu (Kehutanan) 5% Contoh: Manggis dengan sistem surjan, Kayu Putih dan Kelapa yang ditanam pada pematang sawah. 2. Komponen Pertanian (Semusim) 95% Contoh: Tanaman pangan seperti padi Pada komposisi jenis tanaman yang umumnya berada di sawah diatas, menunjukan bahwa tanaman manggis akan tumbuh sebesar 5% dari total area dan sisanya merupakan tanaman pangan seperti padi (Gambar 30). Berdasarkan hasil analisis, total area pada sawah yang berada di Desa Barengkok sebesar 7,07 ha. Menurut Pusat Kajian Buah Tropis Institut Pertanian Bogor (2004), produktifitas tanaman manggis yang berada di Kecamatan Leuwiliang umumnya mencapai 25 kg/ pohon, dengan jarak tanam antar pohon 10 m x 10 m. Sehingga pada tipe agroforestri sawah mempunyai produktivitas manggis kg. Jumlah tanaman

74 88 manggis di tipe agroforestri sawah sedikit karena produk utama tanaman pertanian lebih dominan, sedangkan komponen kehutanan merupakan elemen pendukung bagi peningkatan produktivitas dan sustainabilitas sistem. Gambar 30 Ilustrasi Agroforetri Tipe Sawah c. Talun (Hutan Rakyat) Pada Desa Barengkok, tipe agroforestri talun dapat diterapkan. Talun ini akan berfungsi sebagai peminimalisir erosi yang terjadi dan juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Sesuai dengan deskripsi talun, maka teknik budidaya pada talun ini merupakan teknik budidaya yang ekstensif. Talun yang merupakan kebun campuran yang telah menghutan biasanya lebih difokuskan untuk fungsi konservatif. Sehingga dibiarkan tanpa budidaya yang penuh (Gambar 31) dan (Gambar 32). Gambar 31 Tipe Agroforestri pada Talun

75 89 Gambar 32 Ilustrasi Agroforetri Tipe Talun Berdasarkan acuan pola tanaman terhadap kemiringan lereng menurut Subagyono et al (2003), maka talun sesuai dengan tujuannya yang lebih kepada fungsi konservasi. Untuk itu, jenis tanaman yang berada pada talun umumnya mempunyai komposisi: 1. Komponen berkayu (kehutanan) sebagai komoditi utama 95% Contoh: Jenis tanaman berkayu jati, sengon, dan durian, 2. Komponen berkayu (kehutanan) dimana komponennya berupa unsur pendukung 5% Contoh: manggis, duku, pala, dan rambutan Oleh karena itu, umumnya tanaman manggis akan tumbuh sebesar 5% dari total area dan sisanya dengan memaksimalkan komponen berkayu (kehutanan) sebagai komoditi utama yang berfungsi sebagai konservasi. Berdasarkan hasil analisis, total area talun yang berada di Desa Barengkok sebesar 22,5 ha. Menurut Pusat Kajian Buah Tropis Institut Pertanian Bogor (2004), produktifitas tanaman manggis yang berada di Kecamatan Leuwiliang umumnya mencapai 25 kg/ pohon, dengan jarak tanam antar pohon 10 m x 10 m. Sehingga pada talun mempunyai produktivitas manggis kg. Jumlah tanaman manggis pada talun sedikit karena pada talun lebih diprioritaskan kepada tanaman yang dapat mengkonservasi area.

76 90 4. Kebun Campuran Berdasarkan hasil analisis dan sintesis, tipe agroforestri kebun campuran pada Desa Barengkok umumnya dapat ditanami oleh polikultur manggis. Tanaman yang merupakan polikultur dengan manggis umumnya adalah durian dan dukuh. Kebun campuran juga mempunyai kesesuaian lahan yang cocok dengan manggis. Oleh sebab itu, kebun campuran ini merupakan tempat yang paling potensial untuk penanaman manggis. Teknik Budidaya yang terdapat pada kebun campuran ini merupakan teknik budidaya yang intensif, karena bertujuan agar dapat menghasilkan manggis yang optimal yang nantinya akan jadikan komoditas ekspor (Gambar 33). Gambar 33 Tipe Agroforestri pada Kebun Campuran Mengacu pada Subagyono et al (2003), mengenai acuan umum proporsi tanaman pada kemiringan lahan yang berbeda, maka kebun campuran biasanya berada pada tanah yang landai dengan komposisi jenis tanaman yang pada umumnya adalah sebagai berikut: 1. Komponen berkayu (kehutanan) sebagai komoditi utama 75% Contoh: manggis dan durian 2. Komponen berkayu (kehutanan) dimana komponennya berupa unsur pendukung 25% Contoh: rambutan, duku, pala, jengkol, dan pisang Kebun campuran pada Desa Barengkok merupakan tipe agroforestri yang berpotensial dalam penanaman manggis. Terdapat 65% tanaman manggis dan 10% tanaman durian yang berada di tipe agroforestri manggis ini (Gambar 34). Berdasarkan hasil analisis, total area pada kebun campuran yang berada di Desa

77 91 Barengkok sebesar 98,65 ha. Menurut Pusat Kajian Buah Tropis Institut Pertanian Bogor (2004), produktifitas tanaman manggis yang berada di Kecamatan Leuwiliang umumnya mencapai 25 kg/ pohon, dengan jarak tanam antar pohon 10 m x 10 m. Sehingga pada kebun campuran mempunyai produktivitas manggis kg. Gambar 34 Ilustrasi Agroforetri Tipe Kebun Campuran 5. Kebun (lahan kering) Kebun yang terdapat pada Desa Barengkok berdasarkan hasil analisis berasal dari lahan kosong yang tidak dimanfaatkan secara optimal, sehingga nantinya hanya ditanami oleh alang-alang. Ladang kosong ini umumnya mempunyai kualitas tanah yang marginal dan berada pada kemiringan landai sampai agak curam. Untuk itu dibutuhkan sistem agroforestri agar dapat memanfaatkan ruang secara optimal. Sebelum dilakukan penanaman agar memperbaiki kualitas tanah dapat dilakukan pemberian pupuk dan bahan organik sehingga dapat digunakan. Pada akhirnya ladang kosong ini menjadi kebun yang dapat tanaman manggis dan berberapa tanam semusim seperti jagung dan singkong dengan pembudidayaan semi intensif. Teknik budidaya yang berada pada kebun (ladang kering) ini, termasuk dalam katagori semi intensif. Sehingga tanaman yang dibudidayakan merupakan tanaman yang sudah umum dibudidayakan di desa, dengan memfokuskan tujuan pada pemanfaatan ladang yang ditumbuhi oleh gulma dan alang-alang menjadi lahan yang berproduktif (Gambar 35).

78 92 Gambar 35 Tipe Agroforestri pada Kebun Berdasarkan Subagyono et al (2003), mengenai acuan umum proporsi tanaman pada kemiringan lahan yang berbeda maka, kebun bisa berada pada kemiringan datar, landai, agar curam, maupun curam. Hal ini dikarenakan tujuan awal dari pembentukan kebun adalah untuk memanfaakan lahan-lahan yang kurang berproduktif, dan sering ditumbuhi oleh alang-alang dan gulma menjadi lahan yang mempunyai nilai produksi dengan penanaman tanaman yang sesuai dengan kesesuaian lahan. Sehingga jenis tanaman yang berada pada kebun umumnya mempunyai komposisi: 1. Komponen berkayu (kehutanan) dimana komponennya berupa unsur pendukung 15-50% Contoh: Tanaman buah-buahan seperti manggis, mangga, jambu, dan kelapa 2. Komponen pertanian (semusim) sebagai komoditi utama 50-75% Contoh: pisang, talas, dan singkong. Oleh karena itu, umumnya tanaman manggis akan tumbuh sebesar 15% dari total area dan sisanya merupakan tanaman buah-buahan seperti mangga dan jambu serta komponen pertanian (semusim) seperti pisang, talas, dan singkong (Gambar 36). Berdasarkan hasil analisis, total area kebun (lahan kering) yang berada di Desa Barengkok sebesar 91,99 ha. Pusat Kajian Buah Tropis Institut Pertanian Bogor (2004), menyebutkan bahwa produktifitas tanaman manggis yang berada di Kecamatan Leuwiliang umumnya mencapai 25 kg/ pohon, dengan jarak tanam antar pohon 10 m x 10 m. Sehingga pada kebun (lahan kering) mempunyai produktivitas manggis kg.

79 93 Gambar 36 Ilustrasi Agroforetri Tipe Kebun 6.3 Rencana Lanskap Agroforestri Berbasis Bioregion Pada tahap rencana lanskap agroforestri manggis dilakukan dengan menuangkan hasil akhir berupa gambar rencana lanskap. Tahap perencanaan lanskap dilakukan pada masing-masing kategori bioregion dengan memberikan arahan pengembangan sesuai dengan kondisi nilai intrinsiknya. Gambar 37 merupakan rencana lanskap agroforestri manggis di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Berdasarkan pengembangan tipe agroforestri manggis yang berada di Desa Barengkok, perencanaan lanskap agroforestri manggis berbasis bioregion diproyeksikan mampu meningkatkan produksi manggis. Berdasarkan data produktifitas eksisting yang diperoleh dari statistik kepemilikan manggis oleh kelompok Tani Manggis 89 Desa Barengkok sebesar 2,5 ton/ha, dapat diketahui produksi manggis tersebut sebesar kg pada tahun 2006 dengan luas areal 68, 04 ha. Adanya perluasan areal petanaman berdasarkan 5 (lima) tipe agroforestri yang direncanakan menjadi 135, 83 ha, maka diproyeksi terdapat peningkatan produksi manggis sebesar 50,1 % atau sebesar kg.

80

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan suatu konsep sekaligus praktik dalam mengelola wilayah yang termasuk didalamnya tanah dan air yang menghubungkan antara masyarakat, pemerintah, dan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2 Peta Lokasi Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Peta Jawa Barat. Peta Kabupaten Bogor

III. METODOLOGI. Gambar 2 Peta Lokasi Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Peta Jawa Barat. Peta Kabupaten Bogor III. METODOLOGI 3.1. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor (Gambar 2). Waktu persiapan, pengumpulan, dan pengolahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jenis salak yang terdapat di Indonesia, yakni : salak Jawa Salacca zalacca

I. PENDAHULUAN. jenis salak yang terdapat di Indonesia, yakni : salak Jawa Salacca zalacca I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salak merupakan salah satu buah tropis yang banyak diminati orang karena memiliki keunggulan baik dari segi rasa maupun penampilan buahnya. Ada 3 (tiga) jenis salak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agroforestry 2.1.1. Definisi Agroforestry Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan,

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri 2.1.1 Definisi agroforestri Dalam Bahasa Indonesia, kata agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk memperbaiki sektor pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan serta mengatasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Rakyat dan Agroforestry. maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Rakyat dan Agroforestry. maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat dan Agroforestry Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun lahan

Lebih terperinci

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri AGROFORESTRI Ellyn K. Damayanti, Ph.D.Agr. M.K. Ekoteknologi Konservasi Tumbuhan Bogor, 19 Maret 2013 PENDAHULUAN Apa itu Agroforestri? Agro/agriculture; forestry Nama bagi sistem-sistem dan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR Oleh : Annisa Budi Erawati A34201035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan perkebunan No. 677/Kpts-II/1998, hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh

Lebih terperinci

Apa itu Agroforestri?

Apa itu Agroforestri? Apa itu Agroforestri? Apa itu Agroforestri? Apa itu Agroforestri? @ 2012 Penyusun: 1. Ujang S. Irawan, Operation Wallacea Trust, 2. Fransiskus Harum, consultant of Royal Danish Embassy in Jakarta DANIDA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Khusus di Propinsi Lampung, pembukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA Nini Rahmawati Pangan dan Gizi Manusia Zat gizi merupakan komponen pangan yang bermanfaat bagi kesehatan (Mc Collum 1957; Intel et al 2002). Secara klasik

Lebih terperinci

BAGIAN EMPAT KLASIFIKASI AGROFORESTRI. Panduan Praktis Agroforestri

BAGIAN EMPAT KLASIFIKASI AGROFORESTRI. Panduan Praktis Agroforestri KLASIFIKASI AGROFORESTRI Sebagaimana telah diuraikan pada bahan terdahulu, agroforestri atau sering disebut dengan wanatani hanyalah sebuah istilah kolektif dari berbagai pemanfaatan lahan terpadu (kehutanan,

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

Ekonomi Pertanian di Indonesia

Ekonomi Pertanian di Indonesia Ekonomi Pertanian di Indonesia 1. Ciri-Ciri Pertanian di Indonesia 2.Klasifikasi Pertanian Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri pertanian di Indonesia serta klasifikasi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km, merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, merupakan garis pantai terpanjang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA OLEH: MOCH SAEPULLOH A44052066 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA Kuliah 2 SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA Luas Wilayah : 600 Juta Ha Luas Daratan : 191 Juta Ha Luas Lautan : 419 Juta Ha Jumlah Pulau : 17 Ribu Panjang Pantai : 80 Ribu Km Jumlah G.Api : 130 Luas Rawa : 29

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT)

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) Oleh BUDI HARDIYANTO F14101112 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan memegang peranan penting di Indonesia. Hal ini didukung oleh faktor letak geografis Indonesia yang mendukung untuk sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH A.Pembentukan Tanah Pada mulanya, permukaan bumi tidaklah berupa tanah seperti sekarang ini. Permukaan bumi di awal terbentuknya hanyalah berupa batuan-batuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU SIMBELIN DAS ALAS KABUPATEN DAIRI

PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU SIMBELIN DAS ALAS KABUPATEN DAIRI PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU SIMBELIN DAS ALAS KABUPATEN DAIRI SKRIPSI Oleh: MEILAN ANGGELIA HUTASOIT 061201019/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman durian merupakan salah satu tanaman buah yang dapat dibudidayakan dan termasuk dalam tanaman hortikultura. Definisi dari tanaman hortikultura itu sendiri menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Agroforestri: ilmu baru, teknik lama. Penanaman berbagai jenis. pohon dengan atau tanpa tanaman semusim (setahun) pada sebidang

BAB I. PENDAHULUAN. Agroforestri: ilmu baru, teknik lama. Penanaman berbagai jenis. pohon dengan atau tanpa tanaman semusim (setahun) pada sebidang BAB I. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Pokok Bahasan : Pengantar Agroforestri Waktu : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan Tujuan : Agar Praja mampu menjelaskan definisi, ruang lingkup, tujuan dan sasaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batu Bara Kegiatan penambangan merupakan proses ekstraksi bahan mineral yang bernilai ekonomis dari lapisan bumi demi memenuhi kebutuhan manusia (Gregory, 1983 disitasi

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Luas daratan Indonesia seluruhnya adalah 2000 juta hektar. Sekitar 168 juta hektar atau 81% tersebar di empat pulau besar selain di pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Agropolitan Agropolitan mempunyai pengertian sebagai upaya pengembangan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu produk pertanian hortikultura yang banyak diusahakan oleh petani. Hal ini dikarenakan cabai merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan

Lebih terperinci