BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Uang mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian karena uang merupakan alat transaksi pembayaran dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat berfungsi sebagai alat tukar, uang harus diterima/mendapat jaminan kepercayaan. Pada masa ini jaminan kepercayaan itu diberikan pemerintah berdasarkan undang-undang atau keputusan yang berkekuatan hukum. Dengan fungsinya sebagai alat transaksi, uang amat mempermudah dan mempercepat kegiatan pertukaran dalam perekonomian modern. Uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita seharihari. Dan ada pula yang berpendapat bahwa uang merupakan darah -nya perekonomian, karena di dalam masyarakat modern dewasa ini, dimana mekanisme perekonomian berdasarkan lalu lintas barang dan jasa semua kegiatankegiatan ekonomi akan memerlukan uang sebagai alat pelancar guna mencapai tujuan. 1 Peranan uang sangat strategis dalam memainkan peranannya dalam perekonomian suatu Negara. Walaupun saat ini berkembang suatu penggunaan transaksi keuangan secara elektronik, namun tidak mengurangi pentingnya transaksi secara tunai. Terlebih lagi sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggunakan uang kertas (kartal) 2. 1 Iswardono SP., Uang dan Bank, Edisi Keempat, Cetakan Kelima (Yogyakarta): BPFE, 1997, hlm.3. 2 Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Ringkasan Penelitian Hukum Tindak Pidana di Bidang Mata Uang, Makalah Dalam Seminar Kejahatan Terhadap Mata Uang dan Upaya Penegakan Hukumnya di Wilayah Sumatera Utara Pada Tanggal 14 Januari 2006 di Biro Rektor USU, Medan hlm

2 Peranan uang ini menimbulkan keinginan setiap manusia untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya. Dimana menimbulkan gangguan berupa tindakantindakan yang melanggar hukum 3, dimana pengaruhnya dapat mengganggu kelancaran mekanisme di bidang perekonomian, yang akhirnya akan berpengaruh kepada bidang-bidang lain. Segala aspek kehidupan saat ini tidak lepas dari yang namanya uang. Tidak satupun peradaban di dunia tidak mengenal uang. Jika adapun, maka perekonomian dalam peradaban tersebut pasti tidak berkembang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan kepada suatu kebutuhan yang mendesak, kebutuhan pemuas diri dan bahkan kadang-kadang mereka menghadapi desakan untuk mempertahankan status diri. Secara umum kebutuhan setiap manusia itu akan dapat dipenuhi, walaupun tidak seluruhnya. Terhadap kebutuhan yang mendesak pemenuhannya dan harus dipenuhi dengan segera biasanya sering dilaksanakan tanpa pemikiran yang matang yang dapat merugikan lingkungan atau manusia lain. Seiring dengan perkembangan teknologi banyak orang yang semakin pandai, tetapi kepandaian tersebut tidak diimbangi dengan etika dan moral yang baik sehingga banyak orang yang menggunakan kepandaian tersebut untuk kepentingan sendiri. Motif ekonomi seringkali mendorong munculnya berbagai tindak pidana yang baru dan inovatif. Misalnya mumculnya kejahatan cyber crime, money laundering, pemalsuan uang, kejahatan perbankan, dan lain sebagainya. Manusia cenderung mencari celah-celah hukum dengan kecanggihan teknologi dan ilmu pengetahuan. Sepanjang ada niat untuk memperkaya sendiri, adanya sarana, adanya jalan yang dapat digunakan dan adanya tujuan dan sasaran yang potensial untuk dapat dikuasai maka kesempatan untuk munculnya jenis kejahatan baru akan selalu ada. 3 PAF. Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat, Alat Pembayaran, Alat Bukti, dan Peradilan, edisi kedua. Sinar Grafika. Jakarta Hal

3 Maraknya berbagai jenis kejahatan merupakan suatu bukti bahwa tingkat moralitas dan akhlak masyarakat sudah mulai berkurang. Sebagai contoh akhirakhir ini banyak terjadi aksi-aksi penipuan salah satunya yaitu maraknya pemalsuan uang dan pengedarannya. Kejahatan pemalsuan uang dan pengedarannya, tidak hanya melanda warga kota bahkan sudah sampai ke seluruh pelosok tanah air. 4 Memalsu uang ataupun mengedarkan uang palsu adalah jalan paling pintas dari semua jalan pintas yang pernah digunakan manusia dengan berbagai macam tujuan ekonomis alasannya karena tindakan ini tidak perlu membeli senjata, bergadang sampai malam mengintai mangsa, mengatur scenario, merampok juragan emas, menghindari kejaran polisi, sembunyi, dan baru menjual hasil rampokannya selang beberapa saat kemudian. 5 Kejahatan pemalsuan uang dan pengedarannya dewasa ini semakin merajarela dalam skala yang besar dan sangat merisaukan dimana dampak yang paling utama yang ditimbulkan oleh kejahatan pemalsuan uang dan pengedarannya yaitu dapat mengancam kondisi moneter dan perekonomian nasional. Masyarakat Indonesia memiliki mayoritas ekonomi menegah kebawah dan tentu saja keberadaan uang palsu ini akan sangat merugikan terhadap masyarakat Indonesia sendiri terutama terhadap masyarakat ekonomi bawah. Contoh yang dapat kita amati secara sederhana adalah jika seorang pedagang bakso keliling setiap harinya harus berkeliling untuk menjual dagangannya, sementara itu ia juga menjadi tumpuan keluarga dan tulang punggung keluarga yang harus membiayai istri dan anaknya. Penghasilan per harinya sekitar Rp ,00. Namun si pedagang akan sangat merugi dan terpukul jika ternyata uang hasil dagangannya tersebut adalah uang palsu yang tidak dapat digunakan. Ia tidak hanya merugi karena uang tersebut tidak dapat digunakan untuk modal 4 Skripsi Pemalsuan Uang, diakses dari http //Scribd.com/doc/ /skripsi-pemalsuanuang#scribd, pada tanggal 12 Maret 2016 pukul Arianti, E. Ayu Sunarti, Bencana Uang Palsu Sumber Pembusukan Bangsa Dari Dalam Tubuh Sendiri, edisi pertama. elstreba. Yogtakarta Hal v.i 3

4 usahanya kembali, namun ia juga merugi karena ia tidak dapat memenuhi kebutuhannya akan dirinya sendiri maupun keluarganya. Hal diatas terjadi karena umumnya masyarakat umumnya tidak cukup mengerti bagaimana membedakan uang asli dengan uang palsu, apalagi apabila uang palsunya tersebut dibuat dengan sangat canggih sehingga sangat sulit dibedakan dengan yang aslinya. Masyarakat juga kebanyakan tidak melengkapi diri dengan detector ultraviolet yang tidak murah harganya. Mereka sudah cenderung mempercayakan penyelenggaraan infrastrukstur keras maupun lunak mereka kepada Negara. Kebanyakan Kasus pemalsuan uang dan pengedarannya dilakukan oleh para residivis. Hal ini menunjukkan ketidak-jeraan para pelaku, karena mungkin sanksi hukum pidana terlalu ringan dan tidak ada denda pada pasal 244, 245 KUHP, atau memang masyarakat tak melakukan pencelaan terhadap tindak pidana ini, baik secara lahir maupun secara batin (jiwa manusia) 6. Atas dasar uraian di atas mengenai kasus pemalsuan uang dan pengedarannya yang kebanyakan dilakukan oleh para residivis maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU. Dengan melakukan studi kasus pada perkara No. 1515/Pid.B/2013/PN.MDN. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah ketentuan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu dalam hukum positif Indonesia? 6 Satjipto Rahardjo, Hukum, Polisi dan Residivis, Seminar Kajian Residivis dan Pembinaannya, Jakarta, Januari

5 2. Bagaimanakah penerapan hukum pidana materil dam hukum pidana formil terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu di dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1515/Pid.B/2013/PN/MDN? C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Berdasarkan permasalahan yang telah disebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan memahami ketentuan hukum yang berlaku terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan uang dan pengedarannya dalam hukum positif Indonesia. 2. Untuk mengetahui kesesuaian antara Putusan Pengadilan Negeri Medan No.1515/Pid.B/2013/PN/MDN dengan hukum pidana formil dan hukum pidana materil yang berlaku di Indonesia. Adapun manfaat daripada penelitian ini antara lain : 1. Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan masukan untuk perkembangan kemajuan hukum pidana serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai tindak pidana pemalsuan uang dan pengedarannya. 2. Secara Praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi atau referensi bagi kalangan akademis dan calon peneliti yang akan melakukan penelitian lanjutan terhadap penerapan sanksi pidana dalam tindak pidana pemalsuan uang dan pengedarannya. 5

6 D. Keaslian Penulisan Skripsi yang berjudul Penerapan Sanksi Pidana Dalam Tindak Pidana Pemalsuan Uang Dan Pengedarannya sepengetahuan penulis belum ada penulis lain yang mengemukakannya, dan penulis telah mengkonfirmasikannya kepada Sekretariat Departemen Pidana. E. Tinjauan Pustaka 1. Tentang Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 Disertai Dengan Pengertian, Fungsi, Ciri-Ciri, Dan Keaslian Uang Rupiah Beserta Dasar Hukum Pengeluaran Dan Pengedaran Uang Rupiah Di Indonesia 1.1 Pengertian Bank Indonesia Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. 7 Bank Sentral Republik Indonesia adalah Bank yang berfungsi sebagai bank sirkulasi dan sebagai induk dari bankbank lain (banker of banks). Adapun bank-bank yang dibawah naungan bank sentral yaitu : 1. Bank Umum 2. Bank Swasta 3. Bank Syariah 4. Bank Perkreditan 7 Pasal 4 Undang-Undang No.3 tahun 2004 Jo UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia 6

7 Berdasarkan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tetang Bank Indonesia, Bank Indonesia adalah lembaga Negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. 8 Kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga Negara yang independen berada di luar pemerintahan mempunyai konsekuensi bahwa Bank Indonesia juga mempunyai kewenangan mengatur dan membuat/ menerbitkan peraturan yang merupakan pelaksanaan Undang-Undang. 9 Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 dimana Bank Indonesia merupakan lembaga yang tugasnya membantu pemerintah dan menjalankan tugasnya berada di bawah koordinasi Dewan Moneter sebagai otoritas moneter tertinggi dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan pengaturan moneter dan perbankan. 10 Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo UU No 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, maka Bank Indonesia menjadi lembaga independen yang berada di luar pemerintahan, dan hubungannya dengan pemerintah Bank Indonesia hanya bertindak sebagai pemegang kas pemerintah. 1.2 Tujuan, Tugas Bank Indonesia Dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia memiliki satu tujuan yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah nilai tukar yang wajar merupakan prasarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kestabilan nilai rupiah akan tercermin pada stabilitas harga, stabilitas ekonomi, stabilitas pendapatan riel masyarakat serta pertumbuhan 11 dan 8 Loc.cit 9 Prof.Dr.Thamrin Abdullah, M.M., M.Pd., Dr. Francis Tantri, S.E., M.M., Bank Dan Lembaga Keuangan, Edisi Pertama. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta Hlm Loc.cit 11 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomoe 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. 7

8 ekonomi yang baik dengan ditandai oleh kenaikan daya beli masyarakat pada umumnya. Sedangkan kegagalan dalam memelihara stabilitas nilai rupiah ditandai dengan kenaikan harga pada umumnya, penurunan daya beli masyarakat. Gejala ini secara umum adalah adanya tingkat inflasi yang relatif tinggi sehingga kepercayaan terhadap mata uang menurun baik di mata nasional maupun di mata internasional. 12 Secara garis besar ada 3 tugas Bank Indonesia dalam rangka mercapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah seperti yang telah diungkapkan di atas, yaitu : a. Menetapkan Dan Melaksanakan Kebijakan Moneter Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter Bank Indonesia berwenang. a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memerhatikan sasasaran laju inflasi yang ditetapkannya. b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk, tetapi tidak terbatas pada : - operasi pasar terbuka di pasar uang, baik mata uang rupiah maupun valuta asing - penetapan tingkat diskonto - penetapan cadangan wajib minimum - pengaturan kredit atau pembiayaan Prof.Dr.Thamrin Abdullah, M.M., M.Pd., Dr. Francis Tantri, S.E., M.M. Op,cit., hlm Kasmir, S.E.,M.M., Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi revisi. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta Hlm

9 c. Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, paling lama Sembilan puluh hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan. d. Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan. e. Mengelola cadangan devisa. f. Menyelenggarakan survey secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang bersifat makro dan mikro. b. Mengatur Dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, Dalam tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang : 14 a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran. b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya. c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran. d. Mengatur sistem kliring antar bank baik dalam mata uang rupiah maupun asing. e. Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank. f. Menetepakan macam, harga, cirri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah. 14 Ibid, hlm

10 g. Mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran, termasuk memberikan penggantian dengan nilai yang sama. c. Mengatur Dan Mengawas Bank Pengaturan dan pengawasan Bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai : 1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana ; 2. Pelaksana kebijakan Moneter; 3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan : 1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi); 2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan 3. Pengawasan Bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian. Berdasarkan pasal 26 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, dalam Pengaturan dan Pengawasan Bank, Bank Indonesia memiliki wewenang sebagai berikut : 10

11 1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh Bank Indonesia meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha-usaha tertentu. 2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat. 3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan tugas pemeriksaan Tujuan Pengaturan Dan Pengawasan Bank, diakses dari http //bi.go.id/id/perbankan/ikhtisar/pengaturan/tujuan-dan-kewenangan/contents/default.aspx, pada tanggal 26 Maret 2016 pukul

12 1.3 Pengertian Uang Dalam keadaan seperti ini sulit untuk mencari orang yang tidak mengenal uang. Uang sudah digunakan untuk segala keperluan sehari-hari dan merupakan suatu kebutuhan dalam menggerakkan perekonomian suatu Negara. Bahkan yang uang yang mula-mula hanya digunakan sebagai alat tukar, sekarang ini sudah berubah menjadi multifungsi. Begitu pula dengan jenis-jenis uang yang sudah demikian beragam, terutama yang digunakan sebagai alat tukar-menukar. Seperti diketahui awal mula dikenalnya uang adalah akibat dari kesulitan masyarakat dalam melakukan tukar menukar di masa lalu. Kendala utama dalam melakukan pertukaran adalah sulit untuk memperoleh barang dan jasa yang diinginkan sesuai dengan jenis barang dan jasa pada saat yang dibutuhkan. Kendala seperti ini terjadi pada saat perekonomian dalam suatu wilayah masih menggunakan sistem barter untuk memperoleh barang maupun jasa. Sistem barter merupakan suatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau barang dengan jasa atau sebaliknya. Sistem ini merupakan sistem yang pertama kali dikenal di dalam perdagangan dunia. Namun, sistem ini mulai ditinggalkan akibat dari banyaknya kendala dalam setiap kali melakukan pertukaran dan mulai dikenalnya sarana pertukaran yang lebih efisien. Beberapa kendala yang sering dialami sistem barter dalam melakukan pertukaran antara lain, sebagai berikut : 1. Sulit untuk menemukan orang yang mau menukarkan barangnya yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. 2. Sulit untuk menentukan nilai barang yang akan ditukarkan terhadap barang yang diinginkan. 3. Sulit menemukan orang yang mau menukarkan barangnya dengan jasa yang dimiliki atau sebaliknya. 4. Sulit untuk menemukan kebutuhan yang mau ditukarkan pada saat yang cepat sesuai dengan keinginan. Artinya untuk memperoleh barang yang diinginkan memerlukan waktu yang terkadang relatif lama. Untuk mengatasi segala kendala yang ada oleh para ahli dipikirkanlah sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat tukar yang lebih efisien dan efektif. 12

13 Alat tukar tersebut adalah yang kita kenal dengan nama uang seperti sekarang ini. Dengan ditemukannya uang segala kendala di atas dapat diatasi, bahkan fungsi uang tidak hanya sebagai alat tukar saja, melainkan beralih ke fungsifungsi lainnya yang jauh lebih luas. Secara umum uang tidak hanya berfungsi sebagai alat tukar, akan tetapi juga memiliki fungsi-fungsi lainnya seperti sebagai alat satuan hitung, penimbun kekayaan atau sebagai standar pencicilan utang. Kemudian uang biasanya hanya dapat dipergunakan dalam satu wilayah tertentu, misalnya Negara, karena bisa saja satu mata uang tertentu tidak berlaku di Negara lain dan sebaliknya, namun bisa saja satu mata uang Negara tertentu berlaku di semua Negara seperti mata uang US Dollar. Dalam perekonomian yang semakin modern seperti sekarang ini uang memainkan peranan yang sangat penting bagi semua kegiatan masyarakat. Uang sudah merupakan suatu kebutuhan, bahkan uang menjadi salah satu penentu stabilitas dan kemajuan perekonomian di suatu Negara. Namun demikian, bukan berarti sistem barter sudah lenyap, tetapi masih digunakan untuk tingkat perdagangan tertentu saja seperti perdagangan antarnegara dan di daerah pedesaan. Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa pengertian uang secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa, sebagai alat penimbun kekayaan Fungsi Uang Pada umumnya fungsi uang dipergunakan oleh masyarakat sebagai alat tukar menukar, dalam pembayaran dan sebagainya. Tetapi fungsi uang yang sebenarnya dibagi menjadi empat fungsi, pertama uang sebagai alat tukar menukar, kedua uang sebagai kesatuan hitung, ketiga uang sebagai alat penimbun kekayaan, keempat uang sebagai standar pembayaran berjangka atau standar pencicilan utang. Mari kita lihat satu per satu fungsi uang tersebut di atas. 16 Kasmir, S.E.,M.M.,Op.cit., hlm

14 a. Alat Tukar- Menukar Fungsi uang yang pertama adalah sebagai alat tukar menukar. Fungsi uang sebagai alat tukar-menukar didasarkan pada kebutuhan manusia yang mempunyai barang dan kebutuhan manusia yang tidak mempunyai barang dimana uang adalah sebagai perantara diantara mereka. Dengan uang tersebut seseorang bisa memiliki/mempunyai barang dan orang yang memiliki barang bisa menerima uang sebagai harga dari barang tersebut. Dengan demikian, uang sebagai harga dari barang dan uang juga digunakan sebagai harga dari pihak produsen ke konsumen. Dalam kaitan ini kita bisa memerhatikan pandangan-pandangan dari teori modern yang berdasarkan dari suatu analisis makro bahwa secara makro uang mempunyai fungsi yang tertentu dalam masyarakat yaitu sebagai perantara dalam pertukaran sehingga secara makro setiap orang mempunyai penghargaan masing-masing terhadap suatu benda yang dianggap sebagai uang. Oleh karena itulah, uang mempunyai fungsi tertentu yaitu sebagai perantara. Dengan demikian, uang yang berfungsi sebagai alat tukar-menukar yang sesungguhnya adalah untuk mempermudah kehidupan manusia sehari-hari, walaupun tidak setiap orang menyadari peranan uang dalam kehidupannya. b. Satuan Hitung Fungsi lain uang adalah sebagai satuan hitung atau unit of account. Yang dimaksudkan sebagai satuan hitung adalah uang sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan nilai barang dan jasa yang diperjualbelikan di pasar dan besarnya kekayaan yang bisa dihitung berdasarkan penentuan harga dari barang tersebut. Melalui alat yang dinamakan uang akan terjadilah berbagai kesatuan hitung yang kemudian kesatuan itu diseragamkan dalam kesatuan hitung tertentu. Sebagai satuan hitung seseorang akan bisa menggunakan uang untuk membedakan kegiatan yang satu dengan yang lain. Disinilah perlunya peranan uang untuk bisa menyatakan perhitungan-perhitungan masyarakat dan perhitungan tersebut tentunya mempunyai kaitan dalam kegiatan ataupun transaksi masyarakat baik dia sebagai produsen mau dia sebagai konsumen, pengambilan keputusan dalam bidang ekonomi akan bisa mudah dilakukan bila ada kesatuan hitung. 14

15 Segala perhitungan dalam bidang ekonomi akan kesulitan bila tidak ada satu alat yang bisa mengukur suatu nilai atau tidak ada alat yang bisa menyatakan perhitungan nilai dari barang tersebut. c. Penimbun kekayaan Fungsi yang ketiga uang sebagai alat penimbun kekayaan akan bisa memengaruhi jumlah uang kas yang ada pada masyarakat. Masyarakat yang mempunyai uang bisa menggunakan uang tersebut untuk dibelanjakan, tapi juga bisa disimpan untuk keperluan yang lain di kemudian hari. Bagi masyarakat yang memiliki kelebihan uang dari kebutuhan-kebutuhan yang diperlukannya, akan mau menyimpan uang tersebut dalam bentuk uang tunai baik disimpan di rumah sendiri ataupun disimpan pada bank atau pihak-pihak lain. Artinya uang tersebut setiap saat apabila dia memerlukan ada dan bisa ditunaikan setiap saat. JM Keynes dalam teori liquidity preference mengemukakan berbagai alasan mengapa orang cenderung untuk menyimpan uang dalam bentuk uang tunai. Alasan itu adalah: alasan transaksi, alasan untuk berjaga-jaga serta alasan untuk berspekulasi. d. Standar Pencicilan Utang Uang juga berfungsi sebagai standar untuk melakukan pembayaran berjangka atau pencicilan utang. Penggunaan uang sebagai standar pencicilan utang erat berkaitan dan bersamaan waktunya dengan penerimaan masyarakat sebagai alat ukur ataupun alat satuan hitung. Oleh karena kegiatan utang piutang berkaitan dengan uang atau merupakan suatu gejala yang umum dalam dunia perdagangan dan perekonomian masyarakat, dengan adanya uang digunakan untuk melakukan pembayaran utang piutang secara tepat dan cepat, baik secara tunai ataupun angsuran, akan bisa meningkatkan usaha perekonomian ataupun usaha-usaha perdagangan karena uang telah bisa dijalankan sebagai alat untuk mengatur pembayaran tersebut Prof.Dr.Thamrin Abdullah, M.M., M.Pd., Dr. Francis Tantri, S.E., M.M.,Op.cit., hlm

16 1.5 Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Keaslian Rupiah dapat dikenali melalui ciri-ciri yang terdapat baik pada bahan yang digunakan untuk membuat uang (kertas, plastic atau logam), desain dan warna masing-masing pecahan uang. Maupun teknik pencetakannya. Sebagian dari ciri-ciri yang terdapat pada uang rupiah tersebut, selain berfungsi sebagai ciri untuk membedakan antara satu pecahan dengan pecahan lainnya, dapat berfungsi juga sebagai alat pengamanan dari ancaman tindak pidana pemalsuan uang. Alat pengamanan tersebut terdiri dari alat pengamanan yang kasat mata, kasat raba dan pengamanan yang baru terlihat dengan menggunakan alat bantu berupa sinar ultra violet (UV lights), sinar infra merah (infra red lights), kaca pembesar (loupe), dan plastik tertentu untuk melihat scramble image. 18 a. Ciri-Ciri Pada Bahan Uang Bahan yang digunakan untuk membuat uang kertas rupiah dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan ciri-ciri tertentu yang ditujukan untuk pengamanan terhadap ancaman tindak pidana pemalsuan uang. Bahan uang tersebut dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu kertas dan bahan plastic (Polymer). 1. Bahan Kertas Uang Ciri- ciri uang yang dibuat dari bahan kertas yaitu terdiri dari : a). Bahan Kertas Uang Adalah kertas yang terbuat dari serat kapas atau campuran dengan bahan lainnya, yang diproses secara khusus sehingga tidak memendar di bawah sinar ultra violet (UV lights). b). Tanda Air (Water Mark) Adalah gambar berupa kepala Pahlawan Nasional yang dibuat dengan cara menipiskan serat kertas sehingga terlihat jelas apabila diterawangkan ke arah cahaya, baik dari bagian muka maupun dari bagian belakang. 18 Poniman, SH, Tesis Kebijakan Penal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Uang Palsu, hlm

17 c). Benang Pengaman (Security Thread) Adalah bahan dari plastik yang ditanam pada kertas uang dan akan terlihat sebagai garis melintang dari atas ke bawah apabila diterawang ke arah cahaya. Benang pengaman tersebut dapat dibuat tidak memendar (fluorescent) dibawah sinar ultra violet dengan penampakan satu warna (single color fluorescent) atau beberapa warna (multi color/rainbow fluorescent). d). Electrotype Adalah gambar berbentuk hiasan yang dibentuk dengan cara seperti pembuatan tanda air (water mark) namun lebih tipis sehingga akan terlihat lebih terang dari pada penampakan tanda air, apabila diterawangkan ke arah cahaya. e). Serat-serat (Vibres) Adalah serat berwarna yang disebarkan secara acak di atas kertas uang sehingga penempatannya tidak pernah sama pada setiap lembar uang. Serat tersebut terdiri dari serat yang kasat mata dan serat yang baru terlihat apabila disinari dengan ultra violet. 2. Bahan Plastik (Polymer) Ciri-ciri yang terdapat pada uang berbahan plastik (polymer) terdiri dari : a). Bahan Plastik (Polymer) Adalah Plastik yang terbuat dari bijih plastic yang diproses secara khusus dengan diberi lapisan (coating) sehingga tidak memendar dibawah sinar ultra violet (UV lights). b). Bayangan Gambar (Translucent Shadow Image) Adalah bayangan gambar yang dapat dilihat dibawah cahaya dari sisi tertentu. c). Jendela Transparan (Transparent Security Window) Adalah jendela transparan yang memuat gambar hologram (Optically Variable Divices/OVD) yang terlihat dari sisi muka dan belakang serta akan Ibid, hlm

18 menampakkan perubahan warna bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda. d). Jendela Berwarna (Color Security Window) Adalah jendela transparan yang berwarna dan memuat suatu filter untuk melihat gambar (metameric print) di sisi tertentu yang berfungsi sebagai alat penguji keaslian uang (self-authentication). 20 b. Ciri-Ciri Pada Desain Warna Desain dan warna dari setiap pecahan uang Rupiah telah dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memberikan cirri-ciri tertentu, baik untuk keperluan keindahan maupun untuk pengamanan terhadap ancaman tindak pidana pemalsuan uang, yang meliputi : a. Gambar utama bagian muka dan bagian belakang b. Gambar dan ornamen pendukung lainnya. c. Warna dominan uang. d. Ukuran uang. c. Ciri-Ciri Pada Teknik Cetak Uang Teknik cetak uang rupiah yang dilakukan oleh perusahaan percetakan uang dapat memberikan ciri-ciri tertentu, baik untuk keperluan keindahan maupun untuk pengamanan terhadap ancaman tindak pidana pemalsuan uang. Tinta cetak yang digunakan dalam pencetakan uang merupakan security ink yang istimewa dibanding dengan tinta cetak untuk pencetakan securitas lainnya. Teknik cetak tersebut adalah terdiri dari : 1. Cetak Intaglo Adalah hasil cetak timbul berbentuk relief yang terasa kasar apabila diraba. Hasil cetakan ini merupakan alat pengaman yang sangat tinggi terutama pada bagian wajah gambar utama, karena pada setiap wajah yang digunakan sebagai gambar utama memiliki karakteristik masing-masing sehingga akan sulit untuk dipalsu. 20 Ibid, hlm

19 2. Rectoverso (See Trough Register) Adalah hasil cetak yang beradu tepat atau saling mengisi antara bagian muka dan belakang sehingga penampakannya waktu diterawangkan ke arah cahaya tidak boleh bergeser sedikit pun. 3. Nomor Seri Yang Memendar Adalah hasil cetak berupa nomor seri yang selain kasat mata juga akan memendar dibawah sinar ultra violet. 4. Latent Image/Multilayer Latent Image Adalah hasil cetak lebih dari satu objek dalam suatu tempat yang akan tampak jelas apabila dilihat dari sudut pandang yang berbeda. 5. Huruf/Angka Micro Adalah hasil cetak berupa huruf/angka dengan ukuran yang sangat kecil sehingga baru dapat dibaca jelas apabila dilihat dengan menggunakan kaca pembesar. 6. Hasil Cetakan Yang Tidak Kasat Mata (Invisible Ink) Adalah hasil cetak dengan menggunakan tinta khusus sehingga tidak kasat mata dan baru akan terlihat jelas apabila disinari dengan ultra violet. 7. Tinta Berubah Warna (Optical Variable Ink/OVI) Adalah hasil cetak yang mengkilap (glittering) yang warnanya akan berubah apabila dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Teknik cetak ini dilakukan untuk menghindari ancaman pemalsuan dengan mesin foto kopi berwarna. 8. Latar (Screen) Adalah hasil cetak berupa garis yang sangat halus dengan satu atau beberapa warna yang memberikan kesan warna dominan dari suatu pecahan uang. 9. Guilloche Adalah hasil cetak berupa garis-garis sangat halus yang tidak terputus dan membentuk alur-alur seperti rajut Ibid, hlm

20 Berikut akan dijelaskan mengenai penempatan ciri-ciri keaslian yang terdapat pada uang, dapat dilihat pada penjelasan gambar di bawah. 1. Rupiah Kertas Pecahan Rp Tahun Emisi

21 Adapun ciri-ciri lainnya uang rupiah kertas pecahan Rp tahun emisi 2004, yaitu: a. Ukuran uang : 151 mm X 65 mm. b. Bahan uang : Serat Kapas. c. Warna Dominan : Merah. d. Tanggal Terbit : 1 Agustus e. Penandatanganan : Dewan Gubernur. f. Gambar Utama - Bagian Muka : -DR. IR. SOEKARNO. -DR. H. MOHAMMAD HATTA. - Bagian Belakang : Gedung MPR dan DPR RI. 2. Rupiah Kertas Pecahan Rp Tahun Emisi

22 Adapun ciri-ciri lainnya uang rupiah kertas pecahan Rp tahun emisi 2005, yaitu : a. Ukuran uang : 149 mm X 65 mm. b. Bahan Uang : Serat Kapas. c. Warna dominan : Biru. d.tanggal Terbit : 1 Agustus e. Penandatanganan : Dewan Gubernur. f. Gambar utama -Bagian muka : I GUSTI NGURAH RAI. - Bagian Belakang : Danau Beratan, Bedugul. 22

23 3. Rupiah Kertas Pecahan Rp Tahun Emisi 2004 Adapun ciri-ciri lainnya uang rupiah kertas pecahan Rp tahun emisi 2004, yaitu : a. Ukuran uang : 147 mm X 65 mm. b.bahan Uang : Serat kapas. c. Warna dominan : Hijau. d. Tanggal terbit : 1 Agustus

24 e. Penandatanganan : Gubernur, Dewan Gubernur. f. Gambar utama - Bagian muka : OTO ISKANDAR DI NATA. - Bagian belakang : Pemetik teh. 4. Rupiah Kertas Pecahan Rp Tahun Emisi 2005 Adapun ciri-ciri lainnya uang rupiah kertas pecahan Rp tahun emisi 2005, yaitu : a. Ukuran uang : 145 mm X 65 MM. b. Bahan uang : Serat kapas. 24

25 c. Warna dominan : Ungu kebiruan. d. Tanggal terbit : 3 Juni e. Penandatanganan : Dewan Gubernur. f. Gambar utama - Bagian muka : SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II. - Bagian belakang : Rumah Limas, Palembang. 5. Rupiah Kertas Pecahan Rp Tahun Emisi

26 Adapun ciri-ciri lainnya uang rupiah kertas pecahan Rp tahun emisi 2001, yaitu : a. Ukuran uang : 143 mm X 65 mm. b. Bahan uang : Serat kapas. c. Warna dominan : Hijau dan coklat. d. Tanggal terbit : 6 November e. Penandatanganan : Dewan Gubernur. f. Gambar utama - Bagian muka : TUANKU IMAM BONDJOL. - Bagian belakang : Pengrajin tenun. 6. Rupiah Kertas Pecahan Rp Tahun Emisi

27 Adapun ciri-ciri lainnya uang rupiah kertas pecahan Rp tahun emisi 2009, yaitu : a. Ukuran uang : 141 mm X 65 mm. b. Bahan uang : Serat kapas. c. Warna dominan : Abu-abu. d. Tanggal terbit : 10 Juli e. Penandatanganan : Dewan Gubernur. f. Gambar utama - Bagian muka : PANGERAN ANTASARI. - Bagian belakang : Tarian Adat Dayak. 27

28 7. Rupiah Kertas Pecahan Rp Tahun Emisi 2000 Adapun ciri-ciri lain dari uang rupiah kertas pecahan Rp tahun emisi 2000, yaitu : a. Ukuran uang : 141 mm X 65 mm. b. Bahan uang : Serat kapas. c. Warna dominan : Biru dan hijau. d. Tanggal terbit : 29 November e. Penandatanganan : Dewan Gubernur. f. Gambar utama - Bagian muka : KAPITAN PATTIMURA. - Bagian belakang : Pulau Maitara dan Tidore. 28

29 8. Rupiah Logam Pecahan Rp Tahun Emisi Rupiah Logam Pecahan Rp 500 Tahun Emisi Rupiah Logam Pecahan Rp 200 Tahun Emisi Rupiah Logam Pecahan Rp 100 Tahun Emisi

30 12. Rupiah Logam Pecahan Rp 50 Tahun Emisi Dasar Hukum Pengeluaran Dan Pengedaran Uang Rupiah Di Indonesia Dasar Hukum pengeluaran dan pengedaran uang rupiah di Indonesia, terdiri dari : 1. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 23 ayat (3) yang berbunyi : Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Dalam penjelasan Undang-Undang dasar tersebut dikemukakan bahwa Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, mengatur : a. Pasal 19 Bank Indonesia berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang akan digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah. 22 Pasal 23 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

31 b. Pasal 20 Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang yang dimaksud dari peredaran. 3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/14/PBI/2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan Dan Penarikan, Serta Pemusnahan Uang Rupiah, mengatur : a. Pasal 2 1). Bank Indonesia menetapkan macam Uang, harga Uang, ciri Uang yang akan dikeluarkan, serta Bahan Uang yang digunakan. 2). Dalam menetapkan Ciri Uang dan Bahan Uang, Bank Indonesia berwenang menetapkan desain Uang, spesifikasi Uang, dan spesifikasi Bahan Uang. b. Pasal 5 Bank Indonesia menetapkan tanggal mulai berlakunya uang yang dikeluarkan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Republik Indonesia. c. Pasal 7 1). Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengedarkan uang kepada masyarakat. 2). Pelaksanaan pengedaran Uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. d. Pasal 11 Bank Indonesia melakukan pemusnahan terhadap : a. Uang tidak layak edar; dan b. Uang yang masih layak edar yang dengan pertimbangan tertentu tidak lagi mempunyai manfaat ekonomis dan atau kurang diminati oleh masyarakat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia

32 4. Undang- Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata uang, mengatur : a. Pasal 11 1). Pengelolaan Rupiah meliputi tahapan : a. Perencanaan; b. Pencetakan; c. Pengeluaran; d. Pengedaran ; e. Pencabutan dan Penarikan ; dan f. Pemusnahan. 2). Perencanaan, Pencetakan, dan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan Pemerintah. 3). Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan pengeluaran, pengedaran dan/atau Pencabutan dan Penarikan Rupiah. 4). Dalam melaksanakan pengedaran rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia menentukan nomor seri uang kertas. b. Pasal 13 1). Perencanaan dan penentuan jumlah Rupiah yang dicetak dilakukan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan Pemerintah. 2). Penyediaan jumlah Rupiah yang beredar dilakukan oleh Bank Indonesia. c. Pasal 14 1). Pencetakan Rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia. 2). Pencetakan Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di dalam negeri dengan menunjuk badan usaha milik Negara sebagai pelaksana Pencetakan Rupiah. 3). Dalam hal badan usaha milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan tidak sanggup melaksanakan Pencetakan Rupiah, Pencetakan Rupiah dilaksanakan oleh badan usaha milik Negara bekerja 24 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/14/PBI/2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan Dan Penarikan, Serta Pemusnahan Uang Rupiah. 32

33 sama dengan lembaga lain yang ditunjuk melalui proses yang transparan dan akuntabel serta menguntungkan Negara. 4). Pelaksana Pencetakan Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menjaga mutu, keamanan, dan harga yang bersaing. d. Pasal 15 1). Pengeluaran Rupiah dilakukan dan ditetapkan oleh Bank Indonesia, ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, serta diumumkan melalui media massa. 2). Rupiah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari bea materai. 3). Bank Indonesia menetapkan tanggal, bulan dan tahun mulai berlakunya Rupiah. e. Pasal 16 1). Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengedarkan rupiah kepada masyarakat. 2). Pengedaran Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia sesuai dengan kebutuhan jumlah uang beredar. 3). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengedarkan Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. f. Pasal 17 1). Pencabutan dan Penarikan Rupiah dari peredaran dilakukan dan ditetapkan oleh Bank Indonesia, ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, serta diumumkan melalui media massa. 2). Pencabutan dan Penarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan penggantian oleh Bank Indonesia sebesar nilai nominal yang sama. 3). Hak untuk memperoleh penggantian Rupiah yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. 33

34 4). Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria penggantian atas Rupiah yang dicabut dan ditarik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. g. Pasal 18 1). Pemusnahan terhadap Rupiah yang ditarik dari peredaran dilakukan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan Pemerintah. 2). Jumlah dan nilai nominal Rupiah yang dimusnahkan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 3). Kriteria Rupiah yang dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. Rupiah yang tidak layak edar; b. Rupiah yang masih layak edar yang dengan pertimbangan tertentu tidak lagi mempunyai manfaat ekonomis dan/atau kurang diminati oleh masyarakat; dan/atau c. Rupiah yang sudah tidak berlaku. 5. Ketentuan-Ketentuan lainnya yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada waktu penerbitan uang rupiah baru dan pada waktu pemusnahan uang rupiah. Contohnya : a. Peratutan Bank Indonesia Nomor 16/14/PBI/2014 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Rupiah Kertas Pecahan (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2014 Dalam Bentuk Uang Rupiah Kertas Bersambung b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/1/PBI/2016 tentang Jumlah Dan Nilai Nominal Uang Rupiah Yang Dimusnahkan Tahun Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. 26 Peratutan Bank Indonesia Nomor 16/14/PBI/2014 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Rupiah Kertas Pecahan (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2014 Dalam Bentuk Uang Rupiah Kertas Bersambung. 27 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/1/PBI/2016 tentang Jumlah Dan Nilai Nominal Uang Rupiah Yang Dimusnahkan Tahun

35 2. Tindak Pidana Pemalsuan Dan Pengedaran Uang Palsu Menurut Hukum Positif Di Indonesia a. Tindak Pidana Pemalsuan Dan Pengedaran Uang Palsu Menurut KUHP Tindak pidana terhadap pemalsuan dan pengedaran uang palsu secara menyeluruh di dalam KUHP terdapat pada pasal 244 KUHP sampai dengan pasal 252 KUHP. Pasal 248 telah dihapus melalui stb. Tahun 1938 No Tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas, dapat juga disebut dengan kejahatan peniruan dan pemalsuan uang kertas dan mata uang, yang kadang juga disingkat dengan sebutan pemalsuan uang. Disebut dengan peniruan dan pemalsuan uang, karena perbuatan dalam pemalsuan uang tersebut terdiri dari meniru dan memalsu. Penyebutan tindak pidana peniruan dan pemalsuan uang tepat, apabila hanya dilihat dari rumusan pasal 244 KUHP. Namun sesungguhnya tindak pidana mengenai mata uang, yang objeknya uang, sesungguhnya lebih luas daripada sekedar memalsu dan meniru uang. Misalnya mengedarkan uang palsu atau yang dipalsu (pasak 245), mengurangi nilai mata uang (pasal 246) dan mengedarkannya (pasal 247) dan lain-lain. Objek tindak pidana disebut dengan mata uang dan uang kertas, karena benda uang tersebut terdiri dari uang kertas dan mata uang (uang logam). Objek mata uang dan uang kertas tersebut baik yang dikeluarkan oleh Negara atau bank 28. Dalam Sistem Hukum pidana kita, tindak pidana terhadap mata uang dan uang kertas merupakan tindak pidana yang berat, terbukti dari dua hal, yaitu : 1. Ancaman pidana maksimum tindak pidana pemalsuan uang rata-rata berat. Ada tujuh bentuk tindak pidana pemalsuan uang dalam Bab X Buku II KUHP, yaitu meniru atau memalsu uang (Pasal 244), sengaja mengedarkan mata uan atau uang kertas palsu atau dipalsu (Pasal 245), kejahatan merusak uang (Pasal 246), mengedarkan uang rusak (Pasal 247), 28 Adam Chazawi, Ardi Ferdian, Tindak Pidana Pemalsuan, Cetakan Pertama. PT.Raja Grafindo. Jakarta Hal

36 mengedarkan uang rusak, tidak asli atau dipalsu yang lain dari pasal 245 dan pasal 247 (Pasal 249), membuat atau mempunyai persedian benda atau bahan untuk meniru, memalsu uang atau mengurangi nilai mata uang (Pasal 250), menyimpan kepingan perak yang dianggap mata uang (Pasal 251). Dua diantara 7 tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara maksimum 15 tahun (Pasal 244 dan 245), dua dengan pidana penjara maksimum 12 tahun (Pasal 246 dan 247), satu dengan pidana penjara maksimum 6 tahun (Pasal 250). Sementara sisanya diancam dengan pidana penjara maksimum 1 tahun (Pasal 250 bis) dan pidana penjara maksimum 4 bulan 2 minggu (Pasal 249). 2. Keberlakuan norma hukum tindak pidana mengenai uang berlaku asas universaliteit. 29 Maksudnya adalah bagi setiap orang di luar wilayah Hukum Indonesia melakukan tindak pidana mengenai mata uang dan uang kertas Indonesia, diberlakukan hukum pidana Indonesia (Pasal 4 angka 2 KUHP) 30. Diberlakukannya asas universaliteit bukan saja berhubungan dengan maksud memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan hukum masyarakat dan Negara Indonesia, melainkan juga memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat Internasional. Sebagai contoh, hukum pidana Indonesia dapat digunakan untuk memidana seorang warga Negara asing yang memalsu uang Negara yang kemudian melarikan diri ke luar negeri, dimana Negara tersebut tidak mempunyai perjanjian mengenai ekstradisi dengan Indonesia Pasal 4 angka 2 KUHP menyatakan, bahwa ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia. 30 Adam Chazawi, Ardi Ferdian, Op.cit., hlm Loc.cit. 36

37 b. Tindak Pidana Pemalsuan Dan Pengedaran Uang Palsu Menurut Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang Ketentuan tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dianggap belum mengatur secara kompherensif jenis perbuatan dan sanksi yang diancamkan. Dengan dasar pemikiran tersebut, lahirlah peraturan hukum baru yang membahas mengenai Rupiah sebagai mata uang Indonesia yang diharapkan dapat menjadi suatu langkah baru dalam upaya pemberantasan tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu di Indonesia, berikut larangan dan sanksi terhadap tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang. 1. Larangan Isi dari bab VII dari UU RI Nomor 7 Tahun 2011 merupakan larangan atas beberapa perbuatan yang berkaitan dengan pemalsuan dan pengedaran uang palsu yang terdiri dari 5 pasal, mulai dari pasal 24 sampai pasal 27 Yaitu mengenai larangan terhadap tindakan terhadap Meniru Rupiah (Pasal 24), Merusak Rupiah (Pasal 25), Memalsu Rupiah (Pasal 26), Memproduksi Atau Memiliki Persediaan Bahan Untuk Membuat Rupiah Palsu (Pasal 27) 2. Ketentuan Pidana Ketentuan Pidana Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan dan Pengedaran Uang Palsu secara menyeluruh terdapat di dalam pasal 34 sampai pasal 41 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Ada 4 bentuk tindak pidana terkait dengan pemalsuan dan pengedaran uang palsu yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011, yaitu : 1. Meniru dan mengedarkan Rupiah tiruan (Pasal 34); 2. Sengaja merusak, memotong, menghancurkan dan/atau mengubah Rupiah, membeli, menjual, mengekspor atau mengimpor Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan dan/atau diubah (Pasal 35); 3. Memalsu Rupiah dan menyimpan Rupiah palsu (Pasal 36); 37

38 4. Memproduksi atau memiliki persediaan bahan untuk membuat Rupiah palsu (Pasal 37); Sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata uang memiliki ancaman hukuman maksimal pidana penjara seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp ,00 (seratus miliar rupiah) (Pasal 36 ayat (5)), (Pasal 37 ayat (1) dan (2)), dan (Pasal 28 ayat (2)). Berbeda dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang memiliki ancaman hukuman maksimal pidana penjara 15 (lima belas) tahun. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, objek mata uang terbatas hanya di mata uang Indonesia, saja yaitu Rupiah Diakses dari http: Respository.Usu.ac.id pada tanggal 16 Juni

39 F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Pendekatan penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan selanjutnya melihat secara obyektif melalui ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang dikemukakan yang bertujuan untuk mendeskriptifkan secara konkret tentang Penerapan Sanksi Pidana Dalam Tindak Pidana Pemalsuan Uang Dan Pengedarannya. 2. Sumber data Penelitian ini mengumpulkan sumber-sumber selanjutnya dijadikan sebagai bahan dalam pengolahan data yang bersumber dari : Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang, Putusan Pengadilan dan buku-buku literatur yang menyangkut pemalsuan uang. 3. Metode Pengumpulan Data Metode yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah memakai data sekunder yakni studi pustaka dengan cara mempelajari literatur-literatur buku tentang pemalsuan uang. 4. Analisa Data Data akan dianalisa secara kualitatif dengan mempelajari berbagai literature buku. Karena sifat penelitian adalah deskriptif maka semua data yang dikumpulkan kemudian diseleksi serta dianalisis sedang data yang diperoleh di putusan pengadilan akan dianalisis sesuai dengan data yang diperlukan sehingga akan diperoleh gambaran dalam prakteknya terhadap permasalahan yang ingin dijawab. 39

40 G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang dipakai dalam melakukan penulisan skripsi. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan penulisan skripsi ini. Hal ini juga bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun serta mempermudah pembaca untuk memahami dan mengerti isi skripsi ini. Keseluruhan skripsi ini meliputi 4 (empat) bab yang secara garis besar isi dari bab perbab diuraikan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjau kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : KETENTUAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DAN PENGEDARANNYA Dalam bab ini akan diuraikan tentang bagaimana pengaturan tindak pidana pemalsuan uang dan pengedarannya dalam Hukum positif yang berlaku di Indonesia. BAB III : KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENGEDARAN UANG PALSU DITINJAU DARI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR 1515/Pid.B/2013/PN.MDN Dalam bab ini akan diuraikan tentang bagaimana pengaturan tindak pidana pengedaran uang palsu di dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1515/Pid.B/2013/PN.MDN. BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian terakhir yang memuat kesimpulan dan saran setiap permasalahan. 40

CIRI-CIRI KEASLIAN RUPIAH

CIRI-CIRI KEASLIAN RUPIAH CIRI-CIRI KEASLIAN RUPIAH Dalam Pasal 1 ayat 5 UU No.7 tahun 2011 tentang Mata Uang disebutkan bahwa Ciri Rupiah adalah tanda tertentu pada setiap Rupiah yang ditetapkan dengan tujuan untuk menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat melakukan perdagangan dengan sistem barter, yaitu suatu sistem perdagangan dengan pertukaran antara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. BANK UMUM. Uang Rupiah. Pengeluaran. Pengedaran. Perubahan.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. BANK UMUM. Uang Rupiah. Pengeluaran. Pengedaran. Perubahan. No.45, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. BANK UMUM. Uang Rupiah. Pengeluaran. Pengedaran. Perubahan. PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/8/PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/ 42 /PBI/2005 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 50.000 (LIMA PULUH RIBU) TAHUN EMISI 2005 GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 13/ 17 /PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/42/PBI/2005 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 50.000 (LIMA PULUH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Uang Kertas. Pengedaran. Perubahan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Uang Kertas. Pengedaran. Perubahan No.43, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Uang Kertas. Pengedaran. Perubahan PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/6/PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 13/ 18 /PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/28/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 100.000 (SERATUS

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 28 /PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2004

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 28 /PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2004 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 28 /PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 100.000 (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2004 GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BANK INDONESIA. Bank Umum. Pengedaran. Uang Kertas 10.000 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 8 /PBI/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/ 40 /PBI/2005 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN (SEPULUH RIBU) TAHUN EMISI 2005

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/ 40 /PBI/2005 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN (SEPULUH RIBU) TAHUN EMISI 2005 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/ 40 /PBI/2005 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 10.000 (SEPULUH RIBU) TAHUN EMISI 2005 GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 9 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/28/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 100.000 (SERATUS RIBU)

Lebih terperinci

SOSIALISASI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH DAN CARA MEMPERLAKUKAN UANG

SOSIALISASI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH DAN CARA MEMPERLAKUKAN UANG SOSIALISASI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH DAN CARA MEMPERLAKUKAN UANG T U J U A N MENJELASKAN KEBIJAKAN BANK INDONESIA DALAM BIDANG PENGEDARAN UANG MENYEBAR-LUASKAN CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH SEBAGAI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 8 /PBI/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/40/PBI/2005 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 10.000 (SEPULUH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/4/PBI/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/42/PBI/2005 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 50.000 (LIMA PULUH

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/ 41 /PBI/2005 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KHUSUS PECAHAN 10.000 (SEPULUH RIBU) TAHUN EMISI 2005 DALAM BENTUK UANG KERTAS BELUM DIPOTONG GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.159, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. Bank Indonesia. Uang Rupiah. Penggantian. PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/ 26 /PBI/2010 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 29 /PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 20.000 (DUA PULUH RIBU) TAHUN EMISI 2004 GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 13/ 16 /PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/29/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 20.000 (DUA PULUH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 26 /PBI/2010 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/40/PBI/2005 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 10.000 (SEPULUH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2009 PERBANKAN. BANK. BI. Uang Kertas. Pengeluaran. Peredaran. Perubahan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2009 PERBANKAN. BANK. BI. Uang Kertas. Pengeluaran. Peredaran. Perubahan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2009 PERBANKAN. BANK. BI. Uang Kertas. Pengeluaran. Peredaran. Perubahan PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 7 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/5/PBI/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/29/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 20.000 (DUA PULUH RIBU)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 5 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 3/19/PBI/2001 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH PECAHAN 5.000 (LIMA RIBU) TAHUN EMISI

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6 /31/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH KHUSUS PECAHAN 100.000 (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2004 DALAM BENTUK UANG KERTAS BELUM DIPOTONG GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/3/PBI/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/28/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 100.000 (SERATUS RIBU)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undang-undang,

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6 /32/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH KHUSUS PECAHAN 20.000 (DUA PULUH RIBU) TAHUN EMISI 2004 DALAM BENTUK UANG KERTAS BELUM DIPOTONG GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.158, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Uang Kertas. Pecahan. Dua Ribu. Pengedaran. Perubahan. PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 25 /PBI/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Uang Kertas. Pecahan. Dua Ribu. Pengedaran.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Uang Kertas. Pecahan. Dua Ribu. Pengedaran. No.98, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Uang Kertas. Pecahan. Dua Ribu. Pengedaran. PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 21 /PBI/2009 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 25 /PBI/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/21/PBI/2009 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 2.000 (DUA RIBU) TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/ 19 /PBI/2001 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH PECAHAN (LIMA RIBU) TAHUN EMISI 2001

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/ 19 /PBI/2001 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH PECAHAN (LIMA RIBU) TAHUN EMISI 2001 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/ 19 /PBI/2001 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH PECAHAN 5.000 (LIMA RIBU) TAHUN EMISI 2001 GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 13 /PBI/2014 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2014

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 13 /PBI/2014 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2014 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 13 /PBI/2014 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN 100.000 (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 16 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/25/PBI/2000 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH PECAHAN 1.000 (SERIBU) TAHUN EMISI 2000

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/6/PBI/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/21/PBI/2009 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 2.000 (DUA RIBU) TAHUN

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA. Mulyati, SE., M.T.I.

TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA. Mulyati, SE., M.T.I. TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA Mulyati, SE., M.T.I. Pendahuluan Fungsi utama Bank Sentral adalah mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan keuangan di suatu negara secara luas, baik dalam maupun luar

Lebih terperinci

UANG KERTAS PECAHAN R p

UANG KERTAS PECAHAN R p UANG KERTAS PECAHAN R p 100.000 Tahun Emisi 2016 Muka Belakang Bagian Muka Gambar Utama: Dr. ( H.C ) Ir. Soekarno dan Dr. ( H.C ) Drs. Mohammad Hatta Bagian Belakang Gambar Utama Tari Topeng Betawi (DKI

Lebih terperinci

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Sistem keuangan adalah suatu sistem yg dibentuk oleh lembaga-2 yg mempunyai kompetensi yg berkaitan dengan seluk-beluk di bidang keuangan. Sistem keuangan (financial system) merupakan satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 14 /PBI/2014 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 14 /PBI/2014 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 14 /PBI/2014 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH KERTAS KHUSUS PECAHAN 100.000 (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2014 DALAM BENTUK UANG RUPIAH KERTAS BERSAMBUNG DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/8/PBI/1999 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH PECAHAN (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 1999

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/8/PBI/1999 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH PECAHAN (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 1999 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/8/PBI/1999 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH PECAHAN 100.000 (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 1999 GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan kegiatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1. Berbeda dengan Undang undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1. Berbeda dengan Undang undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1 V. BANK SENTRAL (BANK INDONESIA) A. Tujuan Bank Indonesia Berbeda dengan Undang undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang tidak merumuskan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/32/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN (DUA RIBU) TAHUN EMISI 2016

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/32/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN (DUA RIBU) TAHUN EMISI 2016 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/32/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN 2.000 (DUA RIBU) TAHUN EMISI 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN UANG RUPIAH

BUKU PANDUAN UANG RUPIAH visible ink latent image BUKU PANDUAN UANG RUPIAH Ciri-Ciri Keaslian, Standar Visual Kualitas Rupiah dan Daftar Rupiah yang Dicabut dan Ditarik Dari Peredaran intaglio diterbitkan oleh : Direktorat Pengedaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Tahun Emisi 2016. Pecahan 100.000. Kertas. Rupiah. PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/30/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH PECAHAN (SERIBU) TAHUN EMISI 2000 GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH PECAHAN (SERIBU) TAHUN EMISI 2000 GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 25 /PBI/2000 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG RUPIAH PECAHAN 1.000 (SERIBU) TAHUN EMISI 2000 GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 7 /PBI/2012 TENTANG PENGELOLAAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 7 /PBI/2012 TENTANG PENGELOLAAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 7 /PBI/2012 TENTANG PENGELOLAAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/29/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2016

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/29/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2016 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/29/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN 100.000 (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 23 /PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN (SEPULUH RIBU) TAHUN EMISI 2016

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 23 /PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN (SEPULUH RIBU) TAHUN EMISI 2016 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 23 /PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN 10.000 (SEPULUH RIBU) TAHUN EMISI 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA A. Pengertian Bank Indonesia Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/34/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS BERSAMBUNG PECAHAN (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2016

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/34/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS BERSAMBUNG PECAHAN (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2016 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/34/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS BERSAMBUNG PECAHAN 100.000 (SERATUS RIBU) TAHUN EMISI 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN UMUM ANCAMAN PIDANA MAKSIMUM RATA- RATA BERAT ASAS YANG DIPAKAI ADALAH ASAS UNIVERSAL

PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN UMUM ANCAMAN PIDANA MAKSIMUM RATA- RATA BERAT ASAS YANG DIPAKAI ADALAH ASAS UNIVERSAL PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS FACHRIZAL AFANDI, S.Psi.,., SH., MH PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN UMUM ANCAMAN PIDANA MAKSIMUM RATA- RATA BERAT ASAS YANG DIPAKAI

Lebih terperinci

No Pengedaran, serta Pencabutan dan Penarikan, sampai dengan Pemusnahan Uang Rupiah. Dalam pelaksanaan kewenangan dan tugas Pengelolaan Uang R

No Pengedaran, serta Pencabutan dan Penarikan, sampai dengan Pemusnahan Uang Rupiah. Dalam pelaksanaan kewenangan dan tugas Pengelolaan Uang R TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5323 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 138) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 7 /PBI/2012 TENTANG PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/38/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS BERSAMBUNG PECAHAN (SERIBU) TAHUN EMISI 2016

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/38/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS BERSAMBUNG PECAHAN (SERIBU) TAHUN EMISI 2016 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/38/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS BERSAMBUNG PECAHAN 1.000 (SERIBU) TAHUN EMISI 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2016 PERBANKAN. BI. Tahun Emisi 2016. Pecahan. 5000. Kertas. Rupiah. PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/31/PBI/2016 TENTANG PENGELUARAN UANG RUPIAH KERTAS PECAHAN

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. transaksi menggunakan Rupiah logam sebagai berikut : Rp 1000,00 (seribu Rupiah) dan/atau Rp 1500,00 (seribu lima ratus Rupiah), dan

BAB IV PENUTUP. transaksi menggunakan Rupiah logam sebagai berikut : Rp 1000,00 (seribu Rupiah) dan/atau Rp 1500,00 (seribu lima ratus Rupiah), dan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan berikut : Dari uraian dalam Bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal 1. Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat di Kabupaten Sijunjung menolak transaksi menggunakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Ikhtisar Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia PENDAHULUAN

Ikhtisar Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia PENDAHULUAN PENDAHULUAN Keberadaan bank sentral yang independen di merupakan suatu prasyarat untuk dapat dilakukannya pengendalian moneter yang efektif dan efisien. Keinginan tersebut dapat dilihat dari dikeluarkannya

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERBANKAN. By : Angga Hapsila, SE. MM

MANAJEMEN PERBANKAN. By : Angga Hapsila, SE. MM MANAJEMEN PERBANKAN By : Angga Hapsila, SE. MM BAB II UANG DAN BANK SENTRAL DI INDONESIA 1. DEFINISI UANG 2. SYARAT UANG 3. PERAN/ FUNGSI UANG 4. NILAI WAKTU DARI UANG 5. BANK SENTRAL DI INDONESIA 1. DEFINISI

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. IV/No. 6/Ags/2015

Lex Crimen Vol. IV/No. 6/Ags/2015 PEMALSUAN UANG RUPIAH SEBAGAI TINDAK PIDANA MENURUT UU NO. 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG 1 Oleh: Hendra Aringking 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1 / 2 / PBI/1999 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS BARU PECAHAN RP TAHUN EMISI 1999

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1 / 2 / PBI/1999 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS BARU PECAHAN RP TAHUN EMISI 1999 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1 / 2 / PBI/1999 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS BARU PECAHAN RP 50.000 TAHUN EMISI 1999 GUBERNUR BANK INDONESIA, PBI NO. 1/2/PBI/1999 Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami fungsi serta peranan

Lebih terperinci

Uang Dalam Perekonomian

Uang Dalam Perekonomian Uang Dalam Perekonomian Pengertian Uang Uang adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk melakukan transaksi Uang memiliki dua nilai, yaitu nilai nominal dan nilai riil. Nilai nominal adalah nilai yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERALIHAN PENGAWASAN PERBANKAN DARI BANK INDONESIA KEPADA OTORITAS JASA KEUANGAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN A. Akibat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo pada Unit Layanan Operasional Kas dan Pengelolaan Uang. Unit

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK, BANK INDONESIA, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK, BANK INDONESIA, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK, BANK INDONESIA, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank Pelaksanaan pembangunan memerlukan dana yang tidak sedikit dan berkesinambungan. Dalam hal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.106, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Uang Rupiah. Pembayaran dan Pengelolaan. Sistem. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5885). PERATURAN BANK

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP KESIMPULAN Yopi Samsul Arifin, 2016 Kajian Visual Pada Desain Uang Kertas Rupiah Semua Pecahan Emisi Terakhir

BAB V PENUTUP KESIMPULAN Yopi Samsul Arifin, 2016 Kajian Visual Pada Desain Uang Kertas Rupiah Semua Pecahan Emisi Terakhir 254 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Uang kertas rupiah merupakan alat pembayaran yang sah dan mata uang resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dicetak dan diatur penggunaannya oleh Bank Indonesia dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 20/2/PBI/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/7/PBI/2017 TENTANG PEMBAWAAN UANG KERTAS ASING KE DALAM DAN KE LUAR DAERAH PABEAN INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/13/PADG/2017 TENTANG PENUKARAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/13/PADG/2017 TENTANG PENUKARAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/13/PADG/2017 TENTANG PENUKARAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Bank Indonesia : Apa, Siapa dan Bagaimana

Bank Indonesia : Apa, Siapa dan Bagaimana Bank Indonesia : Apa, Siapa dan Bagaimana 1. Banyak yang mengira tugas Bank Indonesia sama dengan tugas bank komersial. Apa benar begitu, dan apa perbedaan Bank Indonesia dengan bank lain? 2. Banyak juga

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.64, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Alat Pembayaran. Kartu. Penyelenggaraan. Perizinan. Pengawasan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) PERATURAN

Lebih terperinci

Bab 2. Otoritas Moneter dan Kebijakan Moneter

Bab 2. Otoritas Moneter dan Kebijakan Moneter A. OTORITAS MONETER DI INDONESIA Otoritas moneter adalah suatu entitas yang memiliki wewenang untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar pada suatu negara dan memiliki hak untuk menetapkan suku bunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagian besar masyarakat masih menggunakan uang kartal (uang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagian besar masyarakat masih menggunakan uang kartal (uang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang memiliki peranan strategis dalam perekonomian suatu negara. Walaupun saat ini berkembang penggunaan transaksi secara elektronik, namun tidak mengurangi pentingnya

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan

Lebih terperinci

Otoritas Moneter di Indonesia

Otoritas Moneter di Indonesia OTORITAS MONETER Otoritas Moneter di Indonesia Menurut UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mempunyai tujuan agar otoritas moneter dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barter merupakan suatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau

BAB I PENDAHULUAN. barter merupakan suatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk yang saling ketergantungan yang tidak akan dapat hidup secara individual. Hal ini dibuktikan dengan adanya kegiatan untuk mendapatkan sebuah kebutuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 9/10/PBI/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/14/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN, PENGEDARAN, PENCABUTAN DAN PENARIKAN, SERTA PEMUSNAHAN UANG RUPIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI ATAS PEMALSUAN UANG RUPIAH 1 Oleh : Putri Sofiani Danial 2

SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI ATAS PEMALSUAN UANG RUPIAH 1 Oleh : Putri Sofiani Danial 2 SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI ATAS PEMALSUAN UANG RUPIAH 1 Oleh : Putri Sofiani Danial 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk larangan bagi korporasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Prosedur Menurut Moekijat (1997:53) Prosedur yaitu urutan langkah-langkah (atau pelaksanaan-pelaksanaan pekerjaan) melakukan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 4/2/PBI/2002 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 4/2/PBI/2002 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 4/2/PBI/2002 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemantauan kegiatan Lalu Lintas

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/14/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN, PENGEDARAN, PENCABUTAN DAN PENARIKAN, SERTA PEMUSNAHAN UANG RUPIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/14/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN, PENGEDARAN, PENCABUTAN DAN PENARIKAN, SERTA PEMUSNAHAN UANG RUPIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/14/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN, PENGEDARAN, PENCABUTAN DAN PENARIKAN, SERTA PEMUSNAHAN UANG RUPIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tugas Bank

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/ 33 /PBI/2008 TENTANG PENCABUTAN DAN PENARIKAN DARI PEREDARAN UANG KERTAS PECAHAN 10.000 (SEPULUH RIBU) RUPIAH TAHUN EMISI 1998, 20.000 (DUA PULUH RIBU) RUPIAH TAHUN

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Sistem Pembayaran 2 Periode 1999-2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah

Lebih terperinci