BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagian besar masyarakat masih menggunakan uang kartal (uang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagian besar masyarakat masih menggunakan uang kartal (uang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang memiliki peranan strategis dalam perekonomian suatu negara. Walaupun saat ini berkembang penggunaan transaksi secara elektronik, namun tidak mengurangi pentingnya transaksi tunai. Terlebih lagi dalam masyarakat Indonesia sebagian besar masyarakat masih menggunakan uang kartal (uang kertas). 1 Di era perekonomian yang terpuruk karena krisis ekonomi yang melanda negara-negara di dunia ini mengakibatkan keadaan hidup dan kebutuhan hidup manusia dirasa sangat menghimpit. 2 Peran uang yang begitu pentingnya telah menumbuhkan keinginan manusia untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya dan tidak jarang cara-cara untuk memperoleh uang dilakukan dengan melawan hukum. Kejahatan pemalsuan mata uang dewasa ini semakin merajalela dalam skala yang besar dan sangat merisaukan di mana dampak yang paling utama yang ditimbulkan oleh kejahatan pemalsuan mata uang ini yaitu dapat mengancam kondisi moneter dan perekonomian nasional. Dari segi dampaknya terhadap kepentingan negara, kejahatan pemalsuan uang menghancurkan kepercayaan 1 Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Ringkasan Penelitian Hukum Tindak Pidana di Bidang Mata Uang, makalah dalam Seminar Kejahatan Terhadap Mata Uang dan Upaya Penegakan Hukumnya di Wilayah Sumatera Utara pada tanggal 14 Januari 2006 di Biro Rektor USU, Medan, hal H. Jantokartono Moeljo, SH, MH, Kejahatan terhadap Mata Uang dan Upaya Penegakan Hukumnya di Wilayah Hukum Sumatera Utara, makalah dalam Seminar Kejahatan Terhadap Mata Uang dan Upaya Penegakan Hukumnya di Wilayah Sumatera Utara pada tanggal 14 Januari 2006 di Biro Rektor USU, Medan, hal. 2.

2 masyarakat terhadap mata uang sendiri.wilayah hukum Kotamadya Medan termasuk sasaran pengedaran uang kertas rupiah palsu dimana berdasarkan data uang palsu yang diperoleh dari Bank Indonesia Medan serta kasus-kasus uang palsu yang ditangani oleh Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya (Poltabes MS) kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pemalsuan mata uang ternyata juga menimbulkan kejahatan-kejahatan lainnya seperti terorisme, kejahatan politik, pencucian uang (money laundring), pembalakan kayu secara liar, perdagangan orang dan lainnya, baik yang dilakukan secara terorganisasi maupun bersifat antar negara. Bahkan modus dan bentukbentuk kejahatan pemalsuan mata uang semakin berkembang, sementara ketentuan pidana pemalsuan uang yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Pidana tidak mengatur jenis perbuatan tersebut dan sanksi yang diancamkan perlu ditingkatkan. Secara umum kejahatan pemalsuan mata uang dilatarbelakangi oleh motif ekonomi, walaupun dalam beberapa kasus tidak tertutup kemungkinan ada motif-motif lain seperti motif politik atau strategi ekonomi dan moneter, namun hal tersebut sulit untuk dibuktikan. Saat ini, angka pengangguran di Indonesia dapat dikatakan cukup tinggi. Pengangguran tersebut tentunya akan mempengaruhi roda perekonomian di Indonesia. Apalagi, belum lama ini terjadi krisis finansial global yang juga memberikan dampak negatif bagi Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat yang miskin menjadi semakin miskin. Dampak pengangguran tidak hanya menyebabkan pertumbuhan perekonomian Indonesia menjadi lambat, tetapi

3 angka kriminalitas di Indonesia juga ikut meningkat. Kejahatan yang terjadi di dunia nyata sudah cukup kompleks. Bahkan kejahatan-kejahatan tersebut memiliki sindikat yang susah dilacak. Dari banyak jenis kejahatan yang terjadi, beberapa diantaranya melibatkan uang sebagai barang kejahatannya. Seperti halnya dengan korupsi yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Uang hasil kejahatan itu kemudian dilarikan atau dicuci (money laundring) untuk menghindari pelacakan. Selain korupsi, ada kejahatan lain yang juga melibatkan uang dengan nominal yang cukup besar antara lain kejahatan pemalsuan uang. Bank Indonesia yang bertugas sebagai pengendali jumlah uang beredar pun mengakui bahwa dari tahun ke tahun, peredaran uang palsu semakin meningkat. 3 Tentu saja hal ini sangat merugikan negara. Problema pokok dalam kejahatan pemalsuan mata uang dapat diselesaikan secara yuridis terhadap masalah yang ditimbulkan berkenaan dengan hukum positif. Usaha penanggulangan kejahatan pemalsuan mata uang pada hakekatnya merupakan bagian usaha penegakan hukum pidana. Namun sayangnya penegakan hukum terhadap kasus pemalsuan uang yang terjadi dinilai masih belum cukup baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan rendahnya sanksi yang dijatuhkan oleh pengadilan yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku pemalsuan uang. Selain itu, pengaturan kejahatan pemalsuan mata uang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, hanya terdapat dalam Pasal 65 dan Pasal 66 yang berkaitan dengan kewajiban menggunakan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. 3

4 Pengaturan kejahatan pemalsuan mata uang diatur dalam KUH Pidana Pasal 244 Pasal 252. Selain itu pula, kejahatan mata uang dalam KUHP masih bersifat terbatas. KUHP tidak dapat menjangkau kejahatan-kejahatan mata uang lainnya yang berkembang pesat dengan menggunakan perkembangan teknologi. Dalam perkembangan kejahatan pemalsuan mata uang mutakhir telah terjadi perubahan paradigma kejahatan pemalsuan mata uang, tidak hanya sebagai alat tukar tetapi juga sebagai alat politik dan penjajahan ekonomi dengan pelaku tidak hanya individu tetapi juga korporasi yang dilakukan secara terorganisasi dan bersifat transnasional. Kemudian terdapat beberapa peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mata uang seperti Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/14/PBI/2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah, mengakibatkan kemungkinan tumpang tindih pengaturan atau terlewatkan dalam pengaturan. 4 Oleh karena itu, penanggulangan kejahatan pemalsuan uang membutuhkan pengaturan yang lebih komprehensif dengan mengacu pada prinsip-prinsip kriminalisasi. Kiranya pengaturan khusus sudah dirasakan sangat mendesak sehingga perundang-undangan ini dapat digunakan sebagai lex specialis. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dianggap sangatlah perlu bagi semua penegak hukum untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu kerjasama antara lembaga-lembaga yang saling terkait harus ditingkatkan pula dalam menangani kasus-kasus kejahatan pemalsuan mata uang. Terlebih mengingat 4 Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR-RI, Tanggapan terhadap Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Baleg DPR-RI Tentang Mata Uang, 2006.

5 peran kepolisian sebagai pihak yang mengambil tindakan pertama terhadap kejahatan pemalsuan mata uang rupiah ini. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan pemecahan terhadap masalah-masalah yang telah terjadi, dengan maksud agar negara dan masyarakat Indonesia termasuk masyarakat di wilayah hukum Kotamadya Medan tidak selalu dirugikan oleh perbuatan orang-orang atau kelompok-kelompok pelaku kejahatan pemalsuan uang dan menyelamatkan negara dari ancaman kerugian perekonomian negara serta mengangkat martabat negara. Berdasarkan hal ini maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya di Kotamadya Medan. B. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi yang berjudul Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya di Kotamadya Medan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana ketentuan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya dalam hukum positif Indonesia? 2. Bagaimana penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya (di wilayah hukum Kotamadya Medan)? 3. Kendala apa yang dihadapi dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya (di wilayah hukum Kotamadya Medan)?

6 C. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum terhadap kejahatan pemalsuan mata uang rupiah dalam hukum positif Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya (di wilayah hukum Kotamadya Medan). 3. Untuk mengetahui kendala apa yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas dan pengedarannya (di wilayah hukum Kotamadya Medan). D. Manfaat Penulisan 1. Adapun manfaat teoritis dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.1. Dapat memberikan informasi, baik kepada kalangan akademis maupun untuk kalangan masyarakat terutama masyarakat di wilayah hukum Kotamadya Medan tentang pentingnya mengetahui hal-hal apa yang harus dilakukan apabila menerima uang yang diragukan keasliannya. 1.2 Dapat memberikan informasi kepada kita semua, bahwa pemalsuan terhadap mata uang rupiah merupakan suatu kejahatan yang sangat merugikan negara dan mengancam stabilitas perekonomian negara yang harus ditindak dengan tegas oleh para penegak hukum. 2. Adapun manfaat praktis dari penulisan skripsi ini adalah:

7 2.1 Untuk dapat berperan dalam membantu para penegak hukum melakukan pemberantasan kejahatan pemalsuan mata uang rupiah, agar masyarakat termasuk masyarakat di Kotamadya Medan menjadi lebih sadar untuk melaporkan apabila terjadi kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah. 2.2 Agar pihak kepolisian dan Bank Indonesia semakin meningkatkan kerjasamanya dalam rangka mengupayakan penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah serta pengedarannya. 2.3 Agar para penegak hukum menjalankan fungsinya dengan semaksimal mungkin terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah. E. Keaslian Penulisan Skripsi yang berjudul Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya di Kotamadya Medan sepengetahuan penulis belum ada penulis lain yang mengemukakannya, dan penulis telah mengkonfirmasikannya kepada Sekretariat Departemen Pidana. F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Penegakan Hukum Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penegakan: perbuatan (hal dan sebagainya) menegakkan. Sedangkan, hukum: 1. peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak, misalnya yang disebut negara hukum ialah negara yang dalam segala hal berdasarkan pada hukum.

8 2. a) segala undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat, b) (ilmu-), pengetahuan atau falsafat mengenai yang tersebut a); misal ia bermaksud hendak mempelajari hukum negara-negara barat, mahasiswa fakultas hukum lebih banyak daripada fakultas sastra. 3. ketentuan (kaidah,patokan) mengenai sesuatu peristiwa atau kejadian (alam, dan sebagainya; misalnya sesuai dengan hukum bahasa Indonesia; dalam buku ini hukum-hukum ekonomi diuraikan dan diterangkan dengan jelas. 4. keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim (dalam pengadilan); misal memutuskan hukum, menjatuhkan keputusan; kena hukum, dijatuhi hukuman (yang diputuskan oleh hakim). 5 Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum tersebut mampu diimplementasikan atau tidak. 6 Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidahkaidah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian 5 Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet VII, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hal Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hal. vii.

9 penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soekanto, 1979). 7 Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataannya Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu, ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan-pelaksanaan putusan hakim. Perlu diingat, bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan apabila pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan-keputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup. 8 Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu untuk bekerja mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Kegagalan hukum untuk mewujudkan nilai hukum tersebut merupakan ancaman bahaya akan bangkrutnya hukum yang ada. Hukum yang miskin implementasi terhadap nilainilai moral akan berjarak serta terisolasi dari masyarakatnya. Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer legitimasi hukum di tengah-tengah realitas sosialnya. 9 Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat digolongkan sebagai sesuatu yang abstrak. Ke dalam kelompok yang 7 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal Ibid., hal Satjipto Rahardjo, loc. cit., hal viii.

10 abstrak termasuk ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan social (Radbruch, 1961:36). Apabila berbicara tentang penegakan hukum, maka pada hakekatnya berbicara tentang penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang nota bene adalah abstrak tersebut. Dirumuskan secara lain, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide tersebut merupakan hakekat dari penegakan hukum. 10 Apabila membahas penegakan hukum hanya berpegangan pada keharusan-keharusan sebagaimana tercantum dalam ketentuan-ketentuan hukum, maka hanya akan diperoleh gambaran stereotipis yang kosong. Membahas penegakan hukum menjadi berisi apabila dikaitkan dengan pelaksanaannya yang konkret oleh manusia. 11 Penegakan hukum memang dilakukan oleh orang-orang. Tetapi perlu ditambahkan bahwa penegakan hukum adalah juga kegiatan suatu organisasi. Maka tindakan orang-orang tersebut tidak dapat dilepaskan dari organisasi tempat mereka menjadi anggotanya. Penegakan hukum merupakan penjabaran ide dan cita hukum ke dalam bentuk-bentuk konkrit. Untuk mewujudkan hukum sebagai id eke dalam bentuk konkrit membutuhkan suatu organisasi yang cukup kompleks. Organisasiorganisasi tersebut, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan sebagai unsure klasik penegakan hukum yang dibentuk oleh negara. Walaupun pada hakekatnya organisasi tersebut bertugas untuk 10 Ibid., hal Ibid., hal. 26.

11 mengantarkan kepada tujuan-tujuan hukum, namun masing-masing badan berdiri sendiri dan bersifat otonom. Penegakan hukum juga tidak dapat dilepaskan dari sejarah maupun struktur sosial masyarakatnya. Hukum dan masyarakat sangat terkait erat dan saling mempengaruhi. Dilihat dari segi penegakan hukum, maka ini berarti, hukum juga akan tertarik ke dalam medan pengaruh dari konfigurasi kekuasaan dalam masyarakat. Akhirnya, apabila hukum dituntut untuk memperlakukan setiap anggota masyarakat secara sama, pada saat yang sama hukum justru dihadapkan pada keadaan yang tidak sama. 2. Defenisi Uang, Jenis Uang, Fungsi Uang dan Ciri Uang Kertas Rupiah 2.1. Defenisi Uang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, uang: 1. alat pembayaran yang sah, dibuat dari emas, perak dan sebagainya, yang dipakai sebagai ukuran nilai (harga) sesuatu, 2. upah; gaji; harta; kekayaan, 3. 1/3 tali (3 8 1/2 sen). Kemudian, mata uang: 1. uang yang bukan uang kertas (seperti sen, gobang dan sebagainya) 2. satu-satu uang seperti sen, ketip, tali dan sebagainya. Sedangkan rupiah: nama mata uang (100 sen). Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi pengertian uang sebagai berikut: Alat penukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah, yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa uang kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu.

12 Mengenai defenisi uang, Iswardono Sardjonopermono memberikan pengertian: Uang adalah sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaan untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk pembayaran hutang-hutang. Uang juga sering dipandang sebagai kekayaan yang dimiliki yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu hutang dengan kepastian dan tanpa penundaan. 12 Defenisi di atas merupakan defenisi yang fungsional, yang mana uang didefenisikan sebagai segala sesuatu yang menunjukkan fungsi tertentu. Lebih lanjut, mengenai defenisi uang rupiah, menurut Pasal 2 ayat (1) Undangundang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia adalah alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia. 13 Uang secara umum didefinisikan sebagai alat tukar. 14 Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum Jenis Uang Jenis uang yang beredar di masyarakat dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu uang kartal dan uang giral Uang Kartal Eddi Wibowo, dkk, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Yogyakarta, 2004, hal Pasal Undang-undang No. 14 Komaruddin, Uang di Negara Sedang Berkembang, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hal

13 Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari. Menurut Undang-Undang Bank Sentral Nomor 13 Tahun 1968 pasal 26 ayat (1), Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang logam dan kertas. Jenis uang kartal kemudian dapat dibagi sebagai berikut: 17 A. Menurut lembaga yang mengeluarkannya Menurut Undang-Undang Pokok Bank Indonesia Nomor 11 Tahun 1953, terdapat dua jenis uang kartal, yaitu uang negara dan uang bank. Uang negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, terbuat dari kertas yang memiliki ciri-ciri: dikeluarkan oleh pemerintah, dijamin dengan undang-undang, bertuliskan nama negara yang mengeluarkannya, ditandatangani oleh menteri keuangan. Namun, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968, uang negara dihentikan peredarannya dan diganti dengan uang bank. Uang bank adalah uang yang dikeluarkan oleh bank sentral berupa uang logam dan uang kertas, ciri-cirinya sebagai berikut: dikeluarkan oleh bank sentral; dijamin dengan emas atau valuta asing yang disimpan di bank sentral; bertuliskan nama bank sentral negara yang bersangkutan (di Indonesia: Bank Indonesia); ditandatangani oleh gubernur bank sentral. 17 Ibid.

14 B. Menurut bahan pembuatnya Menurut bahan pembuatnya, uang kartal dapat dibagi atas dua jenis, yaitu: 1. Uang Logam Uang logam biasanya terbuat dari emas atau perak karena emas dan perak memenuhi syarat-syarat uang yang efisien. Karena harga emas dan perak yang cenderung tinggi dan stabil, emas dan perak mudah dikenali dan diterima orang. Di samping itu, emas dan perak tidak mudah musnah. Emas dan perak juga mudah dibagi-bagi menjadi unit yang lebih kecil. Di zaman sekarang, uang logam tidak dinilai dari berat emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai nominal itu merupakan pernyataan bahwa sejumlah emas dengan berat tertentu terkandung di dalamnya. Sekalipun emas dan perak sudah memenuhi syarat-syarat uang, namun pada saat ini, emas dan perak tidak dipakai lagi sebagai bahan uang karena beberapa alasan, yaitu: jumlahnya sangat langka sehingga sulit didapatkan dalam jumlah besar; kadar emas di setiap daerah berbeda-beda menyebabkan persediaan emas tidak sama; nilainya tidak dapat diukur dengan tepat; uang emas semakin hilang dari peredaran, biasanya karena banyak yang dilebur atau yang dijadikan perhiasan. 2. Uang Kertas Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut

15 penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas). Uang kertas mempunyai nilai karena nominalnya. Oleh karena itu, uang kertas hanya memiliki dua macam nilai, yaitu nilai nominal dan nilai tukar. Ada 2 (dua) macam uang kertas, yaitu: a. Uang Kertas Negara (sudah tidak diedarkan lagi), yaitu uang kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah dan alat pembayaran yang sah dengan jumlah yang terbatas dan ditandatangani menteri keuangan. b. Uang Kertas Bank, yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank sentral (saat ini Bank Indonesia). Beberapa kenuntungan penggunaan alat tukar (uang) dari kertas di antaranya: penghematan terhadap pemakaian logam mulia; ongkos pembuatan relatif murah dibandingkan dengan ongkos pembuatan uang logam; peredaran uang kertas bersifat elastis (karena mudah dicetak dan diperbanyak) sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan akan uang; mempermudah pengiriman dalam jumlah besar Uang Giral Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan masyarakat akan adanya sebuah alat tukar yang lebih mudah, praktis dan

16 aman. Di Indonesia, bank yang berhak menciptakan uang giral adalah bank umum selain Bank Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, definisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegraphic transfer. Namun, uang giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh menolak dibayar dengan uang giral. Kemudian dengan semakin majunya zaman, saat ini telah muncul jenis uang baru yaitu uang kuasi. Uang kuasi adalah surat-surat berharga yang dapat dijadikan sebagai alat pembayaran. Biasanya uang kuasi ini terdiri atas deposito berjangka dan tabungan serta rekening valuta asing milik swasta domestik. 18 Namun yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah jenis uang kartal, khususnya uang kertas, yaitu uang kertas bank. 2.3 Fungsi Uang Kegunaan uang tercermin dalam fungsi-fungsi uang. Fungsi uang dibagi atas fungsi asli dan fungsi turunan Fungsi Asli Fungsi asli disebut juga fungsi primer dari uang. Fungsi asli ini terdiri atas: a. Sebagai alat tukar (medium of exchange) 18 Ibid

17 Uang dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah pertukaran. Agar uang dapat berfungsi dengan baik diperlukan kepercayaan masyarakat. Masyarakat harus bersedia dan rela menerimanya. b. Alat kesatuan hitung (a unit of account) Untuk menetukan harga sejenis barang diperlukan satuan hitung, juga dengan adanya satuan hitung, kita dapat mengadakan perbandingan harga satu barang dengan barang yang lain Fungsi Turunan Fungsi turunan sebagai akibat dari fungsi asli, dengan adanya fungsi asli uang muncul fungsi lain yang tidak kalah pentingnya, fungsi uang tersebut terdiri atas: a. Sebagai alat pembayaran yang sah Tidak semua orang dapat menciptakan uang terutama uang kartal, karena uang hanya dikeluarkan oleh lembaga tertentu. Di Indonesia, uang dikeluarkan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral. b. Alat penyimpan kekayaan dan pemindah kekayaan Dengan uang, kekayaan berupa tanah, gedung, dapat dipindah pemilikannya dengan menggunakan uang. c. Alat pendorong kegiatan ekonomi Apabila nilai uang stabil, orang senang menggunakan uang itu dalam kegiatan ekonomi, selanjutnya apabila kegiatan ekonomi itu meningkat, uang dalam peredaran harus ditambah sesuai dengan kebutuhan.

18 d. Standar pencicilan utang Uang dapat berfungsi sebagai standar untuk melakukan pembayaran di kemudian hari, pembayaran jangka panjang atau pencicilan utang. Begitu banyaknya fungsi dan peranan uang menyebabkan uang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya banyak orang yang berusaha untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya dan tidak jarang yang menggunakan cara melawan hokum untuk memperolehnya, salah satunya kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya. Oleh karena yang saat ini semakin marak dipalsukan ialah uang kertas rupiah maka dalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai uang kertas rupiah saja Ciri Uang Kertas Rupiah Dalam melaksanakan tugas pokok di bidang pengedaran uang Bank Indonesia selalu berupaya agar uang yang diterbitkan dan diedarkan memiliki ciri-ciri dan unsur pengaman yang cukup supaya di satu pihak mudah dikenali oleh masyarakat namun di pihak lain dapat melindungi uang dari unsur pemalsuan. Ciri-ciri umum pada uang kertas yang dapat dikenali adalah sebagai berikut: Bahan uang kertas adalah kertas/plastik dengan spesifikasi khusus yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 20 Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia, 2005, Kenali Rupiah Anda!

19 2. Tanda Air Pada kertas uang terdapat tanda air berupa gambar yang akan terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya. 3. Benang pengaman Ditanam di tengah ketebalan kertas atau terlihat seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah, dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah sinar ultra violet dengan satu warna atau beberapa warna. 4. Cetak intaglio Cetakan timbul yang terasa kasar apabila diraba. 5. Rectoverso Pencetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan cetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya. 6. Optical Variable Ink Hasil cetak mengkilap (glittering) yang berubahubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda. 7. Tulisan Mikro Tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar. 8. Invisible Ink Hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar d bawah sinar ultraviolet. 9. Multi layer latent image/metal layer Teknik cetak di mana dalam satu bidang cetakan terlihat lebih dari satu obyek gambar bila dilihat dari sudut pandang tertentu. 10. Color window/clear window Pada kertas uang terdapat bagian yang terbuat dari plastik transparan berwarna/tidak berwarna.

20 3. Pengertian Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya 3.1. Pengertian Kejahatan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kejahatan: sifat yang jahat; perbuatan yang jahat (seperti mencuri, membunuh, dan sebagainya); dosa. Kejahatan adalah perbuatan anti sosial yang melanggar hukum atau undangundang pada suatu waktu tertentu dan yang dilakukan dengan sengaja, merugikan ketertiban umum dan yang dapat dihukum oleh negara. 21 R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara yuridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi yuridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban Pengertian Pemalsuan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemalsuan: hal (perbuatan dan sebagainya) memalsukan. Memalsukan: melancungkan, membuat sesuatu yang palsu; mis. ~uang; ~surat lisensi. Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang mana di dalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu sesuatu (obyek), yang sesuatu 21 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan terhadap Korban Kekerasan, Refika Aditama, Bandung, 2001.

21 itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya Uang Palsu Titel X Buku II KUHP yang berjudul Pemalsuan Uang Logam dan Uang Kertas Negeri dan Uang Kertas Bank mulai dengan pasal 244 yang mengancam dengan hukuman berat, yaitu maksimum lima belas tahun penjara barang siapa membikin secara meniru atau memalsukan uang logam atau uang kertas bank dengan tujuan untuk mengedarkannya atau untuk menyuruh mengedarkannya sebagai uang tulen (asli) dan tidak dipalsukan. Bahwa hukuman yang diancam demikian beratnya menandakan beratnya sifat tindak pidana ini. Hal ini dapat dimengerti karena dengan tindak pidana ini tertipulah masyarakat seluruhnya, tidak hanya beberapa gelintir orang. Jadi, tidak seperti halnya dengan tindak pidana menipu dari pasal 378 KUHP atau pasal lain mengenai kekayaan seseorang. Menurut sejarah, pada zaman dahulu di beberapa Negara di Eropa para pembuat uang palsu ini pernah diancam dengan hukuman mati, dan hukuman mati ini dalam praktek benar-benar dilaksanakan Membikin Secara Meniru Ini adalah perbuatan pertama dari dua perbuatan yang merupakan tindak pidana uang palsu. Satu-satunya syarat untuk perbuatan ini adalah 22

22 bahwa hasil pembikinan (pembuatan) ini adalah suatu barang logam atau suatu kertas tulisan yang mirip dengan uang logam atau uang kertas yang asli sedemikian rupa sehingga banyak orang menganggap uangnya sebagai uang asli. Tidaklah diperlukan apakah misalnya logam yang menjadi bahan uang logam palsu itu sebenarnya harganya lebih mahal daripada logam bahan pembuat uang asli. Juga tetap ada uang palsu apabila seandainya alat-alat pemerintah untuk membuat uang asli dicuri dan dipergunakan untuk membuat uang palsu itu. Yang merupakan uang asli atau tulen adalah uang yang dibuat atas perintah dari pemerintah sendiri Memalsukan (Vervalschen) Ini adalah perbuatan kedua yang merupakan tindak pidana pemalsuan uang. Mengenai uang kertas, perbuatan ini dapat berupa mengubah angka uang yang menunjukkan harga uang menjadi angka yang lebih tinggi atau lebih rendah. Alasan kehendak (motif) si pelaku tidak dipedulikan, asal dipenuhi saja unsur tujuan si pelaku untuk mengadakan uang palsu itu sebagai uang asli yang tidak diubah. Dapat dinamakan memalsukan uang kertas apabila uang kertas asli diberi warna lain. Mungkin dengan demikian uang kertas asli tadi dikira uang kertas lain yang harganya kurang atau lebih. Mengenai uang logam, memalsukannya berarti mengubah tubuh uang logam itu dengan misalnya mengambil sebagian dari logam itu dan menggantikannya dengan logam lain.

23 Kini pun tidak dipedulikan, apakah demikian harga logamnya ditinggikan atau direndahkan Mengedarkan Uang Palsu Di samping pembuatan uang palsu dan pemalsuan uang, pasal 245 KUHP mengancam dengan hukuman yang sama: a. barang siapa dengan sengaja mengedarkan uang logam atau uang kertas negeri atau uang kertas bank, yang ia bikin sendiri secara meniru atau yang ia palsukan, b. barang siapa dengan sengaja mengedarkan barang-barang itu, yang diketahuinya pada waktu ia menerima barang-barang itu bahwa barangbarang itu adalah uang palsu, c. barang siapa dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia barang-barang tersebut yang ia membikin atau memalsukan sendiri, atau yang ia mengetahui kepalsuannya pada waktu ia menerimanya, dengan tujuan untuk kemudian mengedarkan atau menyuruh mengedarkan barang-barang itu seolah-olah uang tulen. Unsur kesengajaan kini berarti bahwa si pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Ia juga tidak perlu mengetahui bahwa, berhubung dengan barang-barang itu, telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu

24 diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli. 23 G. Metode Penelitian Sudah merupakan ketentuan dalam hal penyusunan serta penulisan karya ilmiah atau skripsi diperlukan metode penelitian dalam pengerjaannya. Metode penelitian sebagai suatu hal yang mempunyai cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan dan untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, maka harus didukung dengan fakta-fakta/dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari penelitian. Dalam pembahasan skripsi ini, metodologi penelitian hukum yang digunakan penulis meliputi: 1. Spesifikasi Penelitian Penulis menggunakan metode penelitian Hukum Normatif. Dalam hal ini penelitian hukum normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan yang berhubungan dengan judul skripsi penulis ini yaitu Penegakan Hukum terhadap Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya di Kotamadya Medan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan). 2. Bahan Hukum Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang diurutkan berdasarkan hirarki mulai dari UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan 23 Prof. DR. Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2003, ha

25 Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan aturan lain di bawah Undang-Undang serta bahan hukum asing sebagai pembanding. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku, pendapat para sarjana dan kasus-kasus hukum yang terkait dengan pembahsan judul skripsi ini yaitu Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Pemalsuan Uang Kertas Rupiah dan Pengedarannya. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan lain-lain. 3. Lokasi Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Polda Sumut (Kepolisan Daerah Sumatera Utara), Poltabes MS (Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya), Bank Indonesia Medan dan Pengadilan Negeri Medan yang terletak dalam wilayah pemerintahan Kotamadya Medan. 4. Alat Pengumpul Data a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan atau penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan bahan-bahan bacaan, dengan cara membaca buku-buku literatur-literatur, serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas dalam skripsi ini. Data yang diperoleh dari bahan pustaka ini dinamakan dengan data sekunder. Data sekunder ini mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku karya ilmiah pendapat sarjana, hasil penelitian yang berwujud laporan majalah, artikel dan juga berita

26 dari internet yang bertujuan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori atau asas atau doktrin yang berkenaan dengan penegakan hukum pidana. Yang kesemuanya ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang sifatnya teoritis yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian dan menganalisis permasalahan yang dihadapi. b. Penelitian Lapangan (Field Research) Selain penelitian kepustakaan, penulis juga mengadakan penelitian secara langsung ke lapangan yaitu dengan mendatangi objek penelitian untuk mengadakan wawancara terhadap aparat kepolisian di lingkungan Polda Sumut, Poltabes MS, Bank Indonesia, dan Pengadilan Negeri untuk mendapatkan data-data, informasi dan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penulisan skripsi. Wawancara (interview) adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seseorang responden. Penelitian lapangan dalam penulisan skripsi ini bersifat melengkapi data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan. 5. Analisis Data Terhadap data yang diperoleh, akan dianalisis secara kualitatif. Menurut Bogen dan Biklena analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

27 menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan bab, di mana masing-masing bab diuraikan masalahnya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Secara sistematis, menempatkan materi pembahasan keseluruhannya ke dalam 5 (lima) bab yang diperinci sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini digambarkan hal-hal yang bersifat umum sebagai langkah awal dalam penulisan skripsi ini. Pada bab ini penulis menguraikan alasan yang menjadi latar belakang. Kemudian agar tulisan ini tidak lari dari tujuannya dalam memahami tulisan ini, maka penulis menetapkan apa saja yang menjadi permasalahan dan apa saja tujuan dan manfaat dari tulisan ini. Dalam bab ini, penulis juga menerangkan tentang keaslian penulisan, dimana tulisan ini ditulis dan dibuat sendiri oleh penulis. Akhirnya bab ini ditutup dengan sistematika penulisan yang menerangkan bagianbagian dari keseluruhan bab secara ringkas atau sepintas. BAB II: KETENTUAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA

28 Pada bagian ini, penulis akan menguraikan gambaran mengenai ketentuan hukum terhadap kejahatan pemalsuan mata uang rupiah, yang mengulas tentang Pasal dalam KUHPidana yang dapat dijadikan dasar untuk menghukum pelaku pemalsu uang kertas rupiah dan pengedarnya. BAB III: PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN Pada bab ini penulis membahas mengenai penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya sesuai di wilayah hukum Kotamadya Medan dikaitkan dengan sistem peradilan pidana di Indonesia, yang meliputi kewenangan kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan lembaga pemasyarakatan terhadap pelaku kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah. BAB IV: KENDALA YANG DIHADAPI DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN Pada bab ini, penulis akan membahas mengenai hal-hal apa saja yang menjadi kendala dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya oleh para penegak hukum di Kotamadya Medan.

29 BAB V: STUDI KASUS Pada bab ini penulis akan memberikan salah satu kasus dalam kejahatan pemalsuan mata uang rupiah dari Pengadilan Negeri Medan serta menganalisis kasus tersebut sehubungan dengan penegakan hukumnya. BAB VI: PENUTUP Bab ini merupakan inti dari permasalahan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya. Inti pembahasan ini dikemukakan dan dirumuskan ke dalam bentuk kesimpulan. Dengan membaca kesimpulan ini, penulis berharap para pembaca sudah dapat menangkap dan memahami isi yang terkandung di dalam skripsi ini. Sebagai penutup, bab ini diakhiri dengan beberapa saran yang diajukan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat agar turut serta dalam membantu para penegak hukum dalam upaya pemberantasan kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah di Indonesia pada umumnya dan di wilayah hukum Kotamadya Medan pada khususnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat melakukan perdagangan dengan sistem barter, yaitu suatu sistem perdagangan dengan pertukaran antara

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN. (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan) SKRIPSI

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN. (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan) SKRIPSI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun

Lebih terperinci

SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI ATAS PEMALSUAN UANG RUPIAH 1 Oleh : Putri Sofiani Danial 2

SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI ATAS PEMALSUAN UANG RUPIAH 1 Oleh : Putri Sofiani Danial 2 SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI ATAS PEMALSUAN UANG RUPIAH 1 Oleh : Putri Sofiani Danial 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk larangan bagi korporasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita Negara Indonesia yang telah dirumuskan para pendiri negara yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita Negara Indonesia yang telah dirumuskan para pendiri negara yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita Negara Indonesia yang telah dirumuskan para pendiri negara yaitu Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang kejahatan seakan tidak ada habis-habisnya, setiap hari selalu saja terjadi dan setiap media massa di tanah air bahkan mempunyai ruang khusus untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barter merupakan suatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau

BAB I PENDAHULUAN. barter merupakan suatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk yang saling ketergantungan yang tidak akan dapat hidup secara individual. Hal ini dibuktikan dengan adanya kegiatan untuk mendapatkan sebuah kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM. Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada hakekatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dewasa ini sudah semakin berkembang baik dilihat dari jenis, pelaku maupun dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI Diajukan Oleh: Nama : MUHAMMAD YUSRIL RAMADHAN NIM : 20130610273 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKATA 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. IV/No. 6/Ags/2015

Lex Crimen Vol. IV/No. 6/Ags/2015 PEMALSUAN UANG RUPIAH SEBAGAI TINDAK PIDANA MENURUT UU NO. 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG 1 Oleh: Hendra Aringking 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian: pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Lebih terperinci

Menurut Talcote Parsons, uang tidak hanya sebagai instrument ekonomi tetapi juga bahasa simbolik yang terbagi, ini bukan komoditi melainkan penanda.

Menurut Talcote Parsons, uang tidak hanya sebagai instrument ekonomi tetapi juga bahasa simbolik yang terbagi, ini bukan komoditi melainkan penanda. Definisi uang Dalam Ekonomi Tradisional Uang didefinisikan Sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu berupa benda apa saja yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim No.1872, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PPATK. Penyedia Jasa Keuangan. Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi. Pencabutan. PERATURAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga atau industri yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga atau industri yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga atau industri yang bergerak di bidang perekonomian yang menjalankan kegiatannya didasarkan kepada kepercayaan masyarakat dan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang telah memporandakan sendi sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Tinjauan adalah melihat dari jauh dari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan teknologi, secara tidak langsung berpengaruh pada manusia sebagai makhluk sosial yang selalu berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akan selalu ada, seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang dan musim

I. PENDAHULUAN. akan selalu ada, seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang dan musim I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana merupakan suatu bentuk perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada setiap golongan masyarakat, dalam arti bahwa tindak pidana akan selalu ada, seperti

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada 44 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat modern, banyak menimbulkan dampak positif dan juga dampak negatif bagi pembangunan nasional dan sumber daya manusia. Sesuai mengikuti

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN A. Hal-Hal Yang Menjadi Dasar Penyidik Memerlukan Keterangan Ahli Di Tingkat Penyidikan Terkait dengan bantuan

Lebih terperinci

PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN UMUM ANCAMAN PIDANA MAKSIMUM RATA- RATA BERAT ASAS YANG DIPAKAI ADALAH ASAS UNIVERSAL

PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN UMUM ANCAMAN PIDANA MAKSIMUM RATA- RATA BERAT ASAS YANG DIPAKAI ADALAH ASAS UNIVERSAL PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS FACHRIZAL AFANDI, S.Psi.,., SH., MH PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN UMUM ANCAMAN PIDANA MAKSIMUM RATA- RATA BERAT ASAS YANG DIPAKAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan antara kemampuan dan keinginan untuk mencapai suatu yang

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan antara kemampuan dan keinginan untuk mencapai suatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perbankan dewasa ini, makin hari menujukan peranan yang semakin besar dan semakin menentukan dalam meningkatkan perkembangan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan Masyarakat dan sebagaian Masyarakat merasa dirugikan oleh pihak yang berbuat kejahatan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS. Oleh : Nashra Kautsari IX

Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS. Oleh : Nashra Kautsari IX Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS Oleh : Nashra Kautsari IX A. Bentuk-Bentuk Uang Disertai Arti Definisi / Pengertian 1. Uang Fiat / Uang Token Uang fiat adalah uang yang nilai nominalnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah pelanggaran norma hukum saja, tetapi juga melanggar norma-norma

BAB I PENDAHULUAN. masalah pelanggaran norma hukum saja, tetapi juga melanggar norma-norma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan timbul sejak manusia ada dan akan selalu ada selama manusia hidup dan mendiami bumi ini. Masalah kejahatan bukan hanya menyangkut masalah pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana halnya dengan negara-negara lain di dunia, negara Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan pencapaian tersebut harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya perkembangan di seluruh aspek kehidupan yaitu ekonomi, budaya, hukum,

Lebih terperinci

SOSIALISASI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH DAN CARA MEMPERLAKUKAN UANG

SOSIALISASI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH DAN CARA MEMPERLAKUKAN UANG SOSIALISASI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH DAN CARA MEMPERLAKUKAN UANG T U J U A N MENJELASKAN KEBIJAKAN BANK INDONESIA DALAM BIDANG PENGEDARAN UANG MENYEBAR-LUASKAN CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang pengguguran kandungan atau aborsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1, aborsi /abor.si/ berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tetapi keadaannnya akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan masyarakat (financial

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan masyarakat (financial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga perbankan, seperti juga lembaga perasuransian, dana pensiun, dan pegadaian merupakan suatu lembaga keuangan yang menjembatani antara pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strafbeerfeit dapat diartikan dengan perkataan delik, sebagaimana yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan

Lebih terperinci

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN ANALISIS DAN IMPLIKASI YURIDIS TINDAK PIDANA MENYEBARKAN BERITA BOHONG DAN MENYESATKAN BERDASARKAN PASAL 28 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (Studi

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pencurian Benda Purba Dikaitkan dengan Pasal 362 KUHP JO Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 1 Tubagus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah, jalan pintas serta mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan kartu yang wajib dimiliki oleh seluruh warga negara di Indonesia. Terutama bagi warga negara yang telah berusia 17 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan negara hukum yang berlandaskan pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN BILYET GIRO (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Gresik Putusan No: 246/Pid.B/2014/PN.Gsk)

TINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN BILYET GIRO (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Gresik Putusan No: 246/Pid.B/2014/PN.Gsk) TINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN BILYET GIRO (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Gresik Putusan No: 246/Pid.B/2014/PN.Gsk) Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK Tindak pidana penipuan (oplichthing) merupakan tindak

Lebih terperinci

sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu

sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran hutang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Mempermudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN KLIRING DALAM PERHITUNGAN UTANG PIUTANG WARKAT BILYET GIRO DI BANK MANDIRI CABANG SURAKARTA

IMPLEMENTASI PERATURAN KLIRING DALAM PERHITUNGAN UTANG PIUTANG WARKAT BILYET GIRO DI BANK MANDIRI CABANG SURAKARTA IMPLEMENTASI PERATURAN KLIRING DALAM PERHITUNGAN UTANG PIUTANG WARKAT BILYET GIRO DI BANK MANDIRI CABANG SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelanggaran hukum dan penegakkan hukum dapat dikatakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi sejatinya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini memiliki hukum positif untuk memelihara dan mempertahankan keamanan, ketertiban dan ketentraman bagi setiap warga negaranya atau orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dibidang teknologi informasi semakin banyak digunakan didalam kehidupan sehari-hari. Bidang teknologi informasi merupakan salah satu bidang terpenting pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-03/1.02.1/PPATK/03/12 TENTANG

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-03/1.02.1/PPATK/03/12 TENTANG No.283,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-03/1.02.1/PPATK/03/12 TENTANG PELAKSANAAN PENGHENTIAN SEMENTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu bentuk problematika yang sering menimbulkan permasalahan di jalan raya. Hal tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

PERANAN KLIRING DALAM LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL DI BANK INDONESIA CABANG SURAKARTA

PERANAN KLIRING DALAM LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL DI BANK INDONESIA CABANG SURAKARTA PERANAN KLIRING DALAM LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL DI BANK INDONESIA CABANG SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Uang Dalam Perekonomian

Uang Dalam Perekonomian Uang Dalam Perekonomian Pengertian Uang Uang adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk melakukan transaksi Uang memiliki dua nilai, yaitu nilai nominal dan nilai riil. Nilai nominal adalah nilai yang

Lebih terperinci