BAB II REASURANSI DALAM PERUSAHAAN ASURANSI. dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II REASURANSI DALAM PERUSAHAAN ASURANSI. dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan"

Transkripsi

1 BAB II REASURANSI DALAM PERUSAHAAN ASURANSI A. Pengertian Reasuransi Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya. Untuk membahas lebih lanjut mengenai pengertian reasuransi secara umum terlebih dahulu diketahui beberapa pengertian reasuransi menurut para ahli : 1. H.A.L. Cockrell B.A., F.C.I.I. H.A.L. Cockrell B.A., F.C.I.I. menyatakan : Reinsurance is a system where by the insurance who deal with the insuring public ceded all or part of an insurance to other insurers known as reinsurer the whole or part of the premium it has received, and the reinsurers, there upon agree to reimburse to the ceding company the claims (or an agreed proportion of them) which the ceding company may find it self liable to pay under the original insurance 17. Artinya : Reasuransi adalah suatu sistem atau cara yang dengan sistem atau cara itu para perusahaan asuransi (ceding company) menyerahkan seluruh atau sebagaian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung lain yang dikenal sebagai penanggung ulang. Dengan kata lain, perusahaan asuransi atau pemberi sesi 17 A. J. Marianto, Op. Cit, hlm

2 28 membayar kepada penanggung ulang seluruh atau sebagian premi yang diterimanya dan penanggung ulang menyetujui membayar ganti rugi kepada perusahaan asuransi dan/pemberi sesi atas klaim-klaim (atau suatu bagian yang disepakati) yang wajib dibayar oleh perusahaan asuransi di bawah pertanggungan asli. Dari pengertian serta penjelasan di atas, seperti halnya perjanjian asuransi, maka perusahaan asuransi yang telah mempertanggungkan ulang (kembali) sebagian atau seluruh pertanggungan yang ditutupnya berkewajiban membayar sebagian atau seluruh premi yang diterima dari tertanggung asli kepada penanggung lain. Dengan menerima sebagian atau seluruh premi tersebut penanggung ulang telah mengikatkan diri dan berjanji atau sepakat membayar ganti rugi atau santunan atas sebagian atau seluruh kerugian yang terjadi dan sah atau yang wajib ditanggung oleh perusahaan asuransi sesuai dengan persyaratan, ketentuan-ketentuan, dan klausul polis yang berlaku. Ketentuan pembayaran klaim oleh penanggung ulang yang hanya terbatas pada kerugian-kerugan yang sah, baik menurut persyaratan dan ketentuan-ketentuan serta jaminan polis yang berlaku maupun dari segi hukum asuransi, adalah sejalan dengan kata-kata to pay as may be paid G.F. MICHELBACHER Dalam bukunya yang berjudul Multiple Line Insurance G.F. Michelbacher membuat rumusan pengertian reasuransi sebagai berikut : The process whereby one insurer arranges with one or more other insurers insurance to share risk 18 Ibid

3 29 reinsurance (Proses dengan mana satu penanggung mengatur dengan satu atau lebih penanggung lainnya untuk membagi risiko disebut reasuransi/pertanggungan ulang). Dari rumusan pengertian tersebut, G.F. Michelbacher mengartikan reasuransi/pertanggungan ulang sebagai suatu cara membagi risiko oleh suatu penanggung kepada penanggung lainnya sehingga dapat pula dikatakan sebagai alat atau sarana penyebaran risiko MOLLENGRAF Sebagaimana dikutip dan diterjemahkan oleh J.E. Kaihatu dalam bukunya yang berjudul Asuransi Pengangkutan (hal.191), Mollengraaf menyatakan: Reasuransi (pertanggungan ulang) adalah persetujuan yang dilaksanakan oleh suatu penanggung dengan penanggung lainnya yang dinamakan sebagai penanggung ulang (reasurdur), dalam persetujuan mana pihak kedua dengan menerima premi yang ditentukan terlebih dahulu bersedia memberikan penggantian kepada pihak pertama, mengenai penggantian kerugian yang pihak pertama wajib membayarnya kepada tertanggung akibat dari suatu pertanggungan yang diadakan antara pihak pertama dan 20 tertanggung. 4. M.MC. GILL, Ph.D., C.L.U Dalam bukunya yang berjudul Life Insurance dikemukakan pengertian reasruansi sebagai berikut : Reinsurance is a devide by which one insurance or insurer to another company or insurer. (Reasuransi/pertanggungan ulang adalah suatu cara atau alat dengan mana suatu perusahaan asuransi atau sebagian risikonya 19 Ibid, hlm Ibid

4 30 di bawah polis pertanggungan jiwa kepada perusahaan asuransi atau penanggung lainya). Dari pengertian sebagaiman tersebut di atas, M. MC. GILL, P.hD., C.L.U. lebih menekankan pada aspek teknis dan hukum dalam arti pengalihan risiko dari sautu penanggung kepada penanggung lainnya. 5. R.C. REINARZ Reasuransi adalah akspetasi oleh suatu penanggung yang dkenal sebagai reasurdur/penanggung ulang atas semua atau sebagian risiko sebagian risiko kerugian dari penanggung lainnya yang disebut pemberi sesi (ceding company) C.E. GOLDING, LL.D., F.C.I.I Dalam bukunya yang berjudul The Law and Practice Of Reinsurance (hal.5 Bab II) diberikan rumusan reasuransi yang dapat dikatakan sebagai pengertian reasuransi secara otentik/hukum seperti halnya yang ditulis oleh Mollengraaf, yaitu : A reinsurance transaction is an agreement made by two parties, called ceding company and reinsurer respectively, whereby the ceding company agrees to cede and reinsurer agrees to accept a certain dixed share of risk upon terms as set out in the agreement. (Suatu transaksi reasuransi adalah suatu persetujuan yang dilakukan antara dua pihak, yang masing-masing disebut pemberi sesi/ceding company menyetujui menyerahkan dan penanggung ulang/reasurdur menyetujui menerima 21 Ibid

5 31 suatu risiko yang telah ditentukan dengan persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian) R.L. CARTER Dengan mengacu pada buku yang ditulis oleh C.E. Golding LL.D, F.C.I.I. dan W.A. Dinsdale Specimen of insurance Forms and Gloceries, (2 nd Edditi on-page 142), R.L. Carter mengemukakan definisi singkat reasuransi sebagai berikut: The insurance of contractual liabilities incurred under contracts of direct insurance or reinsurance. (Pertanggungan kontrak tanggung gugat (liabilities) yang terjadi di bawah kontrak asuransi atau reasuransi). Dalam definisi singkat ini R.L. Carter telah merangkum masalah asuransi yang dipertanggungkan kembali yang disebut sebagai resuransi dan juga tentang bisnis atau akseptasi reasuransi yang dipertanggungkan kembali yang penanggungnya disebut sebagai Retrocessionaire dan sesinya disebut retrosesi. Berdasarkan pada berbagai pendapat para pakar tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian reasuransi jika dilihat dari aspek hukum adalah suatu perjanjian antara satu penanggung dengan satu atau lebih penanggung ulang dan/atau reasurdur. Penanggung wajib memberi dan penanggung ulang sepakat wajib menerima seluruh atau sebagian risiko yang diberikan kepadanya. Seperti halnya asuransi, perjanjian pertanggungan ulang dan/atau reasuransi juga bersifat imbal 22 Ibid, hlm.15

6 32 balik. Perjanjian ini menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara kedua pihak. Oleh karena itu, penanggung ulang juga berhak menerima seluruh atau sebagaian premi yang diterima oleh penanggung pertama berdasarkan polis yang telah diterbitkannya. Apabila kedua pihak telah mencapai mufakat melalui musyawarah atau perundingan transaksi reasuransi, segala persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah disetujui wajib dituangkan dalam naskah perjanjian dan/atau nota penutupan reasuransi (Treaty wording/reasurance Cover Note) sesuai dengan metode reasuransi yang digunakan. Berbeda dengan pengertian reasuransi dari aspek teknis, yang lebih mendasarkan arti pada cara atau alat pengalihan beban risiko dan/atau pembagian risiko (distribution of risk) atau penyebaran risiko (spreading of risk), pengertian reasuransi dari aspek hukum lebih menitikberatkan pada perjanjian pengalihan seluruh atau sebagian risiko dari pihak perusahaan asuransi atau penanggung pertama kepada penanggung ulang. Dalam hal ini kepentingan yang dipertanggungkan ulang adalah kepentingan penanggung berupa tanggung gugat dan/atau liability yang dapat timbul setiap waktu akibat perjanjian asuransi yang telah diadakan dengan pertanggungan asli. Dengan menerima seluruh atau sebagian premi yang diterima dari pihak penanggung pertama, penanggung ulang dan/atau reasurdur wajib membayar ganti kerugian dan/atau pemulihan ganti rugi kepada penanggung pertama atas semua kerugian yang

7 33 wajib dibayar berdasarkan persyaratan, ketentuan, dan jaminan yang ditegaskan dalam polis serta lampiran yang merupakan bagian tak dapat dipisahkan dari polis yang bersangkutan. B. Para Pihak dalam Reasuransi Dalam dunia perdagangan pada umumnya telah menjadi kebiasaan bahwa bukan hanya dua pihak terkait yang mempunyai hubungan mendasar dalam pelaksanaan bisnis yang diperjanjikan atau dipercayakan, melainkan dapat melibatkan pihak ketiga yang mempertemukan kedua pihak yang melakukan transaksi bisnis. Seperti layaknya dalam transaksi bisnis asuransi, transaksi reasuransi adakalanya dijalankan oleh tiga pihak, meskipun dalam transaksi reasuransi domestik lebih banya dilakukan secara langsung antara penanggung pertama/ceding company dan para penanggung lain yang dikenal sebagai penanggung ulang. yaitu: Dengan demikian, dalam transaksi reasuransi dapat terlibat tiga pelaku aktif, 1. Penanggung pertama, yang lazim disebut pembeli jasa reasuransi, 2. penanggung ulang atau penanggung lain yang bertindak sebagai penjual jasa reasuransi,

8 34 3. pialang (broker) reasuransi, yang bertindak sebagai perantara yang pada saat tertentu bisa ditunjuk dan/atau bertindak sebagai underwriting agent atas dasar surat penunjukan atau naskah perjanjian. Di dalam praktek, yang bertindak sebagai underwriting agent bukan hanya pialang asuransi/reasuransi, melainkan juga para penanggung lain atau penanggung ulang yang atas dasar perjanjian melakukan akseptasi reasuransi untuk dan atas nama para penanggung lain yang memberikan kepercayaan kepadanya. Penanggung pertama (direct insurer), sebagai pembeli jasa reasuransi, mengikatkan diri dengan penanggung lain bersedia memberikan sesi dan penanggung lain, sebagai penjual jasa reasuransi, mengikatkan diri bersedia menerima sesi dan/atau ikut serta menanggung sebagian risiko yang dijamin oleh penanggung pertama berdasarkan polis yang diterbitkannya. 23 Hubungan yang terjadi antara penanggung pertama dengan penanggung ulang adalah perusahaan asuransi sebagai penanggung pertama sama halnya dengan tertanggung yang mempunyai risiko terhadap konsekuensi dengan tertanggung yang mempunyai risiko terhadap konsekuensi keuangan tertentu karena terjadinya suatu persitiwa yang belum pasti terjadi. Konsekuensi keuangan yang timbul belum pasti dapat diatasi sendiri dan dapat dipikulnya sendiri. Oleh karena itu penyebaran dan peralihan risiko merupakan salah satu upaya untuk mengatasi konsekuensi tersebut. Penanggung pada umumnya menempuh salah satu upaya yang efektif untuk 23 Ibid, hlm.29

9 35 mengatasi kesulitan-kesulitan itu dengan cara reasuransi, karena reasuransi dapat melaksanakan fungsi mengalihkan dan menyebarkan risiko. 24 Eksistensi pialang reasuransi di Indonesia muncul secara resmi pada tahun 1988 sejak dikeluarkannya Keppres No. 40 tahun 1988 dan SK Menteri Keuangan No. 1249/Kep/MK.13/1989 yang menegaskan dan/atau mengatur bahwa pialang asuransi juga dapat melakukan kegiatan sebagai pialang reasuransi seperti halnya yang lazim terjadi di luar negeri. 25 Peranan pialang sebagai perantara antara penanggung pertama dengan penanggung ulang sebagai berikut, yaitu 26 : a. Pialang reasuransi memberikan konsultasi kepada penanggung pertama dalam bentuk rancangan dan program reasuransi dan/atau mempertahankan suatu program reasuransi yang baik. Di samping itu, pialang reasuransi juga akan selalu memberikan informasi tentang situasi pasar secara terus menerus dan perihal situasi pasar secara terus menerus dan perihal situasi pasar yang dapat berubah-ubah setiap saat. Mereka juga akan memberitahukan kepada penanggung pertama mengenai bentuk baru dari jaminan reasuaransi yang tersedia. 24 Sri Rejeki Hartono,Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi,(Jakarta : Sinar Grafika, 1992) hlm A.J. Marianto, Op.Cit, hlm Ibid, hlm 31-32

10 36 b. Pialang reasuransi wajib mencarikan penanggung ulang yang terbaik dan terpercaya bagi penanggung pertama. Untuk keperluan ini pihak reasuransi harus melakukan penilaian atas kemampuan penanggun ulang dalam menyerap excess liability dari segi likuiditas/solvabilitas, pelayanan yang diberika, dan dari segi lain, misalnya manajemen dan reputasi penanggung ulang. c. Pialang reasuransi akan menyusun suatu kapasitas reasuransi yang terbiak bagi penanggung pertama dengan segala persyaratan yang tepat, cocok, dan wajar bagi kepentingan penanggung pertama dan para penanggung ulang. d. Pialang reasuransi mempersiapkan kontrak reasuransi yang jelas bagi kedua belah pihak agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda. e. Meneliti, menganalisis, dan mengkaji lebih dahulu naskah kontrak reasuransi yang dipersiapkan penanggung ulang. f. Mengatur penandatanganan naskah kontrak reasuransi dan selanjutnya menyampaikannya kepada para pihak yang bersangkutan. g. Pialang reasuransi mengatur segala macam dokumen transaksi reasuransi yaitu berkenaan dengan segala arus dokumen untuk kedua belah pihak, memberikan segala pelayanan penyelesaian klaim, dan lain-lain. h. Pialang reasuransi harus bertindak objektif dan tidak memihak di dalam perjanjian reasuransi.

11 37 C. Hubungan Antara Asuransi dan Reasuransi Perusahaan asuransi sebagai penanggung pertama yang telah mengadakan/menutup perjanjan dengan nasabahnya, mempunyai beban-beban tertentu yang menempatkan perusahaan asuransi harus mengambil langkah-langkah tertentu sebagai pengaman. Tindakan tersebut perlu diambil, mengingat kedudukan dan beban risiko yang ada padanya relatif menjadi bertambah. Bertambahnya beban risiko pihak lain menjadi beban sendiri sangat perlu dilimpahkan lagi kepada pihak lain, yaitu dengan reasuransi. Meskipun demikian, antara asuransi dan reasuransi masih tetap dapat ditemukan beberapa sifat yang menunjukkan karakteristik masingmasing dengan adanya persamaan dan perbedaan-perbedaan tertentu. berikut: 27 Adapun persamaan dan perbedaan asuransi dengan reasuransi adalah sebagai a. Asuransi merupakan suatu perjanjian yang diadakan oleh pihak pertama yaitu perusahaan asuransi sebagai penanggung pertama dengan pihak kedua yaitu mereka yang mempunyai kepentingan, biasanya anggota masyrakat, baik orang-perorangan atau lembaga/badan usaha sebagai anggota masyrakat. Reasuransi juga merupakan suatu perjanjian yang diadakan antara pihak pertama yaitu perusahaan asuransi sebagaia penanggung pertama dengan pihak kedua yaitu perusahaan reasuransi sebagai penanggung ulang. 27 Sri Rejeki Hartono, Op. Cit, hlm. 146

12 38 b. Obyek perjanjian asuransi dapat meliputi semua kepentingan, baik yang menyangkut hak milik kebendaan atau hak-hak lain termasuk tanggung jawab dari orang-perorangan secara individual antara kelompok sebagai anggota masyarakat. Perusahaan asuransi sebagai penanggung pertama secara langsung berhubungan dengan konsumen jasa asuransi yang mempunyai kepentingan untuk diasuransikan. Sedangkan objek perjanjian reasuransi adalah tanggung jawab perusahaan asuransi sebagai penanggung pertama terhadap konsumen/nasabahnya. Jadi penanggung ulang dalam reasuransi tidak berhubungan langsun dengan konsumen jasa asuransi, melainkan dengan perusahaan asuransi. c. Tidak semua jenis perjanjian asuransi tunduk pada asas ganti kerugian/asas indemnitas, misalnya pada perjanjian asuransi jiwa, asuransi kecelakaan pribadi atau asuransi sakit. Perjanjian reasuransi merupakan perjanjian yang mempunyai tujuan memberikan ganti kerugian, dengan tolok ukur tertentu. Oleh karena itu perjanjian reasuransi pada hakikatnya memang tunduk pada asas indemnitas. Secara umum dapat dikatakan bahwa hubungan antara asuransi dan reasuransi merupakan suatu hubungan kerja sama dengan saling ketergantungan dan keterlibatan sedemikian rupa yang dilakukan oleh para pihak atas dasar asas timbal balik (reciprocipal basis).

13 39 Hubungan hukum tersebut terjadi dalam berbagai bentuk jenis perjanjianperjanjian reasuransi. Jadi secara teknis peran reasuransi terhadap kegiatan asuransi adalah melindungi penanggung pertama terhadap insolvency (kemampuan melakukan pembayaran) yang dapat menjamin stabilitas usaha asuransi pada umumnya. Stabilitas perusahaan yang dapat dicapai oleh perusahaan asuransi, sangat penting sebagai faktor pendukung bagi perkembangan usaha asuransi, bauk di negaranegara berkembang atau negara lain. Oleh Dr. F.L Tuma menyebutkan bahwa tujuan reasuransi dinyatakan bersifat teknis, yang dapat menundudukkan perusahaan asuransi pada satu posisi yang aman dalam hal pertanggungan jawab konsekuensi material pasti terjamin oleh reasuransi. Oleh karena itu kemampuan untuk membayar pasti dapat dijaga oleh perusahaan asuransi yang bersangkutan demi kepentingan para nasabah yang telah mempercayakan risikonya kepada perusahaan asuransi. 28 Meskipun demikian tujuan reasuransi yang bersifat teknis tersebut memerlukan pengaturan dengan tata cara dan aturan main yang jelas agar para pihak yang berkepentingan benar-benar dapat menarik manfaat daripadanya. Oleh karena itu tata kerja hubungan para pihak perlu diberi rambu-rambu sedemikian rupa sehingga keduanya tetap dalam keseimbangan tertentu sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing. 28 Ibid, hlm. 147

14 40 Hubungan yang tercapai antara asuransi dan reasuransi dalam keadaan memenuhi kebutuhan masing-masing dapat menciptakan pasar reasuransi. Pasar termaksud dapat dalam lingkungan nasional atau lebih luas dalam lingkungan internasional. Jasa reasuransi pada dasarnya hanya dibeli oleh perusahaan asuransi sebagai penanggung pertama. Para penulis pada umumnya menyatakan bahwa hubungan yang terjadi antara penanggung pertama dengan penanggung ulang terjadi atas adanya suatu perjanjian, yaitu perjanjian reasuransi. 29 Dalam membentuk perikatan pertanggungan ulang, baik penanggung pertama (ceding company) maupun pihak penanggung ulang wajib selalu berpegang tegu pada suatu prinsip yang sangat mendasar sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku dalam bidang industri asuransi. Hubungan antara penanggung ulang (ceding company) dan para penanggung ulang yang sangat mendasar berpijak pada lima prinsip asuransi dan ditambah dengan satu prinsip lainnya yang disebut prinsip/asas Follow the fortunes of the ceding company 29 Ibid, hlm. 148.

15 41 Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dijelaskan bagaimana kedua pihak yang mengadakan kerja sama reasuransi harus taat dan melaksanakan enam prinsip sebagai landasan pelaksanaan membentuk perjanjian reasuransi/pertanggungan ulang. a. Prinsip Iktikad Baik Seperti halnya yang berlaku pada setiap perikatan, semua perjanjian harus dilakukan berdasarkan iktikad baik, termasuk perjanjian asuransi dan reasuransi. Berdsasarkan prinsip ini, kedua pihak, baik penanggung pertama (ceding company) maupun penanggung ulang (reinsurer), wajib melakukan sesuatu yang tidak bertentangan atau tidak melanggar undang-undang. Yang dimaksud dengan melakukan sesuatu dalam pelaksanaan perjanjian reasuransi adalah bahwa pihak penanggung wajib pula melakukan pengungkapan dan/atau memberitahukan segala data dan keterangan tentang objek dan/atau kepentingan yang ditanggung olehnya. Dengan kata lain, pihak penanggung pertama, seperti halnya tertanggung asli dalam perjanjian asuransi, tidak diperkenankan atau dilarang menyembunyikan segala data atau keterangan yang selayaknya diketahui oleh penanggung ulang berhubung dengan keikutsertaan mereka dalam menanggung seluruh atau sebagian risiko. Apabila penanggung pertama telah melakukan kesengajaan menyembunyikan fakta, berarti mereka telah melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan undang-undang atau melanggar iktikad baik yang dapat menyebabkan dibatalkannya

16 42 perjanjian reasuransi yang telah terbentuk. Lebih-lebih terjadi unsur penipuan, perjanjian reasuransi yang telah dibentuk akan menjadi batal dengan sendirinya menurut hukum sebagaimana yang telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1321 yang berbunyi sebagai berikut: Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Demikian pula sebaliknya, pihak penanggung ulang juga wajib mengikuti asas/prinsip iktikad baik, misalnya telah mengetahui dengan benar bahwa yang diasuransikan itu sudah tidak ada risikonya, mereka juga tidak dibenarkan menerima tawaran reasuransi yang diajukan kepadanya. Di samping itu, penanggung ulang, dalam hal terjadi klaim yang wajib dibayar oleh penanggung pertama, tidak diperkenankan melakukan penolakan atau penundaan penyelesaian klaim yang menjadi tanggung jawabnya dengan berbagai dalih. 30 b. Prinsip Kepentingan yang Dapat Dipertanggungkan Sebagaimana yang telah diatur dalam hukum asuransi di Indonesia (KUHD Pasal 250), pihak tertanggung wajib memiliki kepentingan pada saat mengadakan perjanjian asuransi, kecuali dalam hal pertanggungan laut yang memungkinkan pihak tertanggung mengadakan perjanjian asuransi berdasarkan persyaratan lost or not lost (KUHD Pasal 598 berkaitan dengan pasal 270). Dengan persyaratan tersebut, pihak 30 A.J. Marianto, Op. Cit. hlm 24

17 43 tertanggung wajib membuktikan diri bahwa dialah yang mempunyai kepentingan atas objek yang dipertanggungkan pada saat terjadi kerugian. Asas ini juga berlaku pada perjanjian reasuransi. Dengan melakukan atau menerima penutupan pertanggungan, pihak penanggung telah memiliki kepentingan yang timbul karena adanya perikatan, yaitu tanggung jawab/gugat atas klaim yang terjadi akibat peristiwa yang diperjanjikan. Dengan perkataan lain, penanggung akan selalu menghadapi kemungkinan terjadinya tuntutan ganti rugi yang dapat timbul setiap saat atas pertanggungan yang ditutupnya. Oleh karena itu, berdasarkan KUHD pasal 271, penanggung berhak sekali lagi mempertanggungkan ulang/kembali pertanggungan yang ditutupnya. Kepentingan pihak penanggung pertama yang timbul karena adanya perikatan pertanggungan adalah sah menurut hukum sebagaimana dimaksud dalam KUHD pasal 268yang berbunyi: Pertanggungan dapat menjadikan sebagai pokok yakni semua kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat terancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang. Sejalan dengan ketentuan hukum asuransi yang berlaku, setiap orang atau badan usaha yang mempunyai kepentingan dapat mengadakan perjanjian asuransi, termasuk penanggungan juga berhak mengadakan perjanjian reasuransi dengan para penanggung lain. Seperti halnya asas atau prinsip iktikad baik, asas atau prinsip

18 44 kepentingan yang dapat dipertanggungkan (termasuk prinsip-prinsip lainnya) merupakan landasan yang sangat mendasar terciptanya hubungan antara penanggung pertama dan para penanggung ulang. 31 c. Prinsip Ganti Rugi (Indemnitas) Sebagaimana yang berlaku pada perjanjian pertanggungan, penggantian dan/atau pemulihan yang dapat dilaksanakan oleh para penanggung ulang hanya terbatas pada kerugian sebenarnya yang dibayarkan oleh penanggung pertama kepada tertanggung asli sesuai dengan persyaratan dan ketentuan polis yang berlaku serta sah menurut hukum. Jumlah penggantian yang dibayar oleh para penanggung ulang kepada penanggung pertama haruslah sebanding dengan saham atau penyertaannya dalam reasuransi. Dengan perkataan lain, pihak penanggung pertama tidak berhak memperoleh penggantian kerugian lebih besar dari kerugian sebenarnya yang harus mereka tanggung. Dalam melakukan perhitungan kerugian, penanggung pertama harus selalu memperhatikan segala kemungkinan adanya penetapan harga pertanggungan di atas atau di bawah harga sebenarnya dari objek yang dipertanggungkan, pertanggungan ganda, pertanggungan bersama dan juga harus selalu memperhatikan prinsip-prinsip yang telah dijelaskan di atas. Mengingat tanggung jawab/gugat penanggung ulang hanya terbatas oada klaim yang sah dan wajib dibayar oleh penanggung pertama maka pihak penanggung dituntut melakukan penyelesaian klaim dengan jeli sesuai dengan profesinya Ibid, hlm. 25

19 45 d. Prinsip Subrogasi Berdasarkan prinsip ini, penanggung yang telah melakukan pembayaran ganti kerugian yang sah kepada tertanggung berhak menggantikan kedudukan pihak tertanggung untuk memperoleh pemulihan dan/atau menuntut ganti rugi pada pihak ketiga yang berdasarkan hukum wajib bertanggungjawab atas segala kerugian yang terjadi akibat kesalahan atau kelalaian mereka. Dalam hal reasuransi dan ko-asuransi yang telah mereka adakan dengan para penanggung atau penanggung lain, sehubungan dengan kedua prinsip yang akan dijelaskan kemudian (prinsip kontribusi dan follow the fortune, termasuk dalam hal pertanggungan bersama), apabila penanggung pertama menggunakan hak subrogasi dan/atau melakukan tuntutan ganti kerugian terhadap pihak ketiga, mereka dianggap bertindak untuk dan atas nama para pihak yang bersangkutan. Karenanya, penanggung ulang atau penanggung lain yang menutup pertanggungan bersama juga berhak menikmati atau memperoleh hasil pemulihan (recoveries) sesuai dan sebanding dengan penyertaannya dalam reasuransi dan ko-asuransi. 33 e. Prinsip Kontribusi/Saling Menanggung Prinsip kontribusi atau saling menanggung ini pada hakikatnya bukan hanya berlaku dalam hal asuransi, melainkan juga berlaku dalam hal reasuransi. Seperti yang telah disinggung pada saat menjelaskan hubungan mendasar antara penanggung 32 Ibid, hlm Ibid.

20 46 pertama dan penanggung ulang tentang prinsip ganti kerugian (indemnitas) yang juga menganut ketentuan tolok ukur ganti kerugian dan ketentuan lainnya yang telah dijelaskan di muka, prinsip kontribusi juga dipakai sebagai dasar menentukan pembagian risiko dan/atau sesi kepada para pihak yang bersangkutan, termasuk pembagian beban klaim yang harus ditanggung bersama sesuai dengan saham atau penyertaannya dalam hal asuransi, ko-asuransi, dan reasuransi. Dalam hal asuransi di bawah harga, kontribusi dilaksanakan antara penanggung dan tertanggung dalam hal ini tertanggung ikut serta menanggung sebagian risiko atas kepentingan yang dipertanggungkan, sedangkan dalam hal reasuransi, kontribusi dilaksanakan antara penanggung pertama dan penanggung ulang. f. Prinsip Follow the Fortune Of the Ceding Company Sebelum memberikan penjelasan tentang pelaksanaan prinsip ini, satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah bahwa prinsip mengikuti keberuntungan penanggung pertama tidak boleh diartikan secara luas dan tanpa batas. Sebagaimana telah dikemukakan dalam butir C di atas, tanggung jawab penanggung ulang dalam hal reasuransi hanyalah terbatas pada klaim yang sah dan wajib dibayar oleh penanggung pertama sesuai dengan jumlah kerugian sebenarnya. Sekalipun berdasarkan teori maupun praktek penanggung ulang dapat diminta persetujuannya untuk menyetujui penyelesaian klaim atas dasar kompromi atau ex-gratia, penanggung pertama harus mempunyai argumentasi dan pertimbangan komersial

21 47 bahwa kebijaksanaan itu berlandaskan pada perhitungan untung rugi demi kepentingan bersama. Dalam hal terjadi kesalahan atau keteledoran penanggung dalam menentukan keabsahan/kesahian atau pengkajian risiko (misalnya dalam menentukan MPL)(marginal product of labor, MPL adalah jumlah output tambahan yang didapat perusahaan dari satu unit tenaga kerja tambahan dengan modal tetap), hal ini harus diartikan sebagai ketidakberuntungan (misfortune) dan pihak penanggung ulang tidak harus mengikutinya. Sebagaimana yang dapat diketahui dalam praktek, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan oleh kedua pihak maka daam pasal tertentu naskah kontrak reasuransi selalu dicantumkan klausul yang menyatakan bahwa dalam penyelesaian klaim atas dasar kompromi atau ex-gratia yang akan dilakukan oleh pihak penanggung pertama harus memperoleh persetujuan lebih dahulu dari penanggung ulang yang bertindak sebagai leading reinsurer atau penanggung ulang yang bersangkutan dalam hal tidak ada yang bertindak selaku leading reinsurer. Contoh dalam hal mana penanggung ulang akan selalu mengikuti keberuntungan penanggung pertama adalah apabila penanggung berhasil dalam menggunakan hak suboragasinya. Para penanggung ulang juga berhak ikut serta menikmati hasil pemulihan yang diperoleh dari pihak ketiga, termasuk penanggung lain yang bertindak selaku co-insurer.

22 48 Istilah mengikuti keberentungan penanggung pertama/pemberi sesi (follow the fortune of the ceding company) dapat diartikan juga dengan isitilah mengikuti suka dukanya penanggung pertama/pemberi sesi, dalam arti sebagai berikut: 34 a. Bila penanggung pertam/pemberi sesi mengalami kerugian karena besarnya klaim yang harus dibayar, secara seimbang pihak penanggung ulang juga akan mengikuti hasil yang tidak menguntungkan. b. Sebaliknya, apabila hasil underwriting pihak penanggung pertama pemberi sesi reasuransi menunjukkan hasil yang baik dan menguntungkan pihak penanggung ulang juga akan dapat menikmati keberuntungan pihak penanggung pertama/pemberi sesi. c. Bila pemberi sesi/penanggung pertama berhasil memperoleh hasil pemulihan (recoveries) dari pihak ketiga, penanggung ulang juga berhak memperoleh sebagian hasil pemulihan tersebut, seimbang dengan saham kepesertaan mereka dalam kontrak reasuransi. Sebagai tambahan penjelasan tersebut di atas, perlu dipahami bahwa sekalipun pialang reasuransi mempunyai peranan penting dalam perolehan bisnis atau mempertemukan pihak penanggung pertama dengan penanggung ulang, kecuali dalam hal yang berkaitan dengan masalah operasional dan pelaksanaan tugasnya 34 Ibid, hlm. 28

23 49 dalam masalah administrasi, konsultasi serta tugas-tugas lainnnya sebagai pialang reasuransi. D. Dasar Hukum Berlakunya Reasuransi di Indonesia Perusahaan asuransi, sebagai perusahaan jasa yang menawarkan jasa proteksi, berusaha dapat menampung semua permintaan sebanyak daya tampungnya atau kepastiannya secara maksimal. Perusahaan juga berusaha secara insentif agar dapat menghasilkan pemasukan secara maksimal dengan maksud dapat menggalang keuntungan maskimal pula. Untuk itu perusahaan pasti mengadakan suatu sistem pemasaran sedemikian rupa guna memajukan usahanya. Menurut Sri Rejeki Hartono, bahwa pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan asuransi antara lain mempergunakan dua cara pemasaran: 35 1) Melalui penawaran umum, dengan mempergunakan sarana media cetak, media visual maupun cara-cara pendekatan massa yang lain. 2) Melalui penawaran terbatas, antara lain mempergunakan sistem relasi, hubungan kerja, melalui jalur formal atau tidak formal. Dengan mempergunakan penawaran umum dan penawaran terbatas sebagai salah satu cara pemasaran, maka perusahaan asuransi dapat meningkatkan produktivitasnya secara maksimal. Sebagai konsekuensinya, perusahaan asuransi 35 Sri Rejeki Hartono, Op. Cit, hlm. 148

24 50 yang merupakan wahana penampung risiko, menjadi makin bertambah pula tanggung jawabnya. Makin tinggi produktivitasnya yang dapat dicapai, menyebabkan makin besar pula tanggung jawab yang harus dipikulnya. Hal ini memberikan peluang yang makin besar pula untuk memenuhi kewajiban pada suatu waktu di kemudian hari. Keadaan ini sama sekali tidak dapat dihindarkan demikian saja oleh perusahaan asuransi sebagai penanggung pertama. Risiko yang semula ada pada tertanggung, dialihkan kepada perusahaan asuransi sebagai penanggung berdasarkan perjanjian asuransi yang telah diadakan. Dengan demikian posisi perusahaan asuransi menjadi pusat konsentrasi risiko dari berbagai pihak dengan berbagai jenis dan berbagai kapasitas dan tersebar di berbagai tempat/lokasi. Kedudukan perusahaan asuransi sebagai pusat konsentrasi risiko, secara intern merupakan satu keadaan yang harus diatasi dengan penuh perhitungan yang tepat dan aman. Salah satu cara untuk mengatasinya ditawarkan oleh ketentuan hukum, yaitu pasal 271 KUHD yang berbunyi : Penanggung selalu dapat mempertanggungkan lagi hal yang telah ditanggung olehnya. Pasal 271 KUHD hanya memberikan peluang, memberi kesempatan sebagai suatu hak-hak yang diberikan oleh pasal 271 KUHD pada dasarnya merupakan satu

25 51 kebebasan bagi yang mempunyainya, apakah akan memanfaatkan atau tidak. Jadi perusahaan asuransi sebagai penanggung adalah pemegang hak berdasarkan pasal 271 KUHD, tetapi mempunyai kebebasan penuh, apakah akan mengasuransikan risikonya kepada penanggung lain atau tidak. Dari hasil penelitian yang diperoleh gambaran, bahwa semua perusahaan asuransi baik itu perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan asuransi jiwa memanfaatkan atau mempergunakan hak yang diberikan oleh pasal 271 KUHD. Jadi dapat dikatakan pemakaian hak untuk mereasuransikan lagi berdasarkan pasal tersebut pasti dipergunakan secara maksimal. Pemanfaatan hak oleh perusahaanperusahaan asuransi atas pasal 271 KUHD meskipun dapat dikatakan mutlak di dalam penelitian, berdasarkan wawancara yang lebih mendalam masih dapat ditemukan bebearapa catatan-catatan penting. Catatan penting yang dimaksud adalah beberapa hal dan tindakan lain yang tetap dilaksanakan oleh penanggung dalam rangka memanfaatkan hak berdasarkan pasal 271 KUHD. Secara umum juga dapat diungkapkan bahwa pelaksanaan dan pemanfaatan pasal 271 KUHD tersebut adalah atas pertimbangan-pertimbangan non yuridis antara lain faktor manajemen dan teknik asuransi. 36 Kegiatan reasuransi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asuransi dan perusahaan-perusahaan reasuransi, membutuhkan suatu perangkat peraturan tertentu. Pengaturan terhadap kegiatan reasuransi tersebut dipandang perlu mengingat di dalam 36 Ibid. hlm

26 52 kegiatan tersebut tercakup berbagai, kepentingan, baik kepentingan-kepentingan langsung maupun kepentingan-kepentingan lain yang tidak langsung. Oleh karena itu pengaturan yang ideal adalah suatu pengaturan yang dapat memberikan perlindungan hukum serta kepastian hukum bagi siapapun yang kepentingannya langsung dan tidak langsung terlibat dalam kegiatan reasuransi yang dilakukan perusahaan-perusahaan asuransi dengan perusahaan-perusahaan reasuransi. Kegiatan reasuransi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang berlandaskan pada perjanjian reasuransi yang telah diadakan oleh para pihak. Perjanjian tersebut pada hakekatnya hanya mengikat dan untuk kepentingan para pihak yang bersangkutan saja. Pada dewasa ini pengaturan mengenai reasuransi di Indonesia itu sendiri diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang dimana pelaksanaan peraturan tersebut dan pengawasannya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan sesuai dalam BAB XIII tentang Pengaturan dan Pengawasan dari pasal 57 sampai pasal 69, berbeda dengan Undang-undang sebelumnya yang dimana pengawasan dan pengaturannya dilakukan oleh Menteri Keuangan.

27 53 E. Metode Reasuransi dan Bentuk-bentuk Reasuransi Dalam menjalankan usaha asuransi tentunya perusahaan asuransi akan menghadapi risiko-risiko yang belum tentu dalam penyelesaian risiko tersebut perusahaan asuransi dapat menyelesaikannya sendiri tanpa mengetahui terlebih dahulu metode pengelolalaan risiko atau dalam hal ini metode yang digunakan dalam pengelolaan risiko perusahaan asuransi adalah metode reasuransi dan juga terdapat bentuk-bentuk reasuransi yang perlu diketahui agar dalam pengelolaan risiko tersebut perusahaan asuransi dapat memilih dan menerapkan metode dan bentuk reasuransi yang tepat untuk kelangsungan kegiatan perusahaannya tersebut. Sebelum membahas mengenai metode dan bentuk-bentuk reasuransi, terlebih dahulu kita mengenal pengertian risiko menurut beberapa ahli, yaitu: 1. GUNANTO 37 Menyatakan bahwa risiko merupakan inti dalam asuransi. Namun ia mengatakan bahwa belum dicapai kata sepakat antara para ilmuwan mengenai definisi risiko yang dapat digunakan pada setiap bidang (termasuk asuransi) dengan sama mudahnya, bahkan di kemudian haripun tidak. 2. PROF. EMMY PANGARIBUAN SIMANJUNTAK 38 Setiap manusia yang menghadapi kemungkinan akan kehilangan miliknya karena berbagai sebab, ia disebut mengahadap risiko. 37 H. Gunanto, Asuransi Kebakaran di Indonesia, (Jakarta : Tiara Pustaka, 1984) hlm Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan perkembangan (Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1980), hlm. 4

28 54 3. HERMAN DARMAWI 39 Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/ tidak diinginkan. Dengan demikian risiko mempunyai karakteristik : 1. Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa. 2. Merupakan ketidakpastian bila terjadi akan menimbulkan kerugian Berbicara tentang metode dan tipe-tipe reasuransi, harus kita bedakan arti antara istilah metode reasuransi dan tipe reasuransi untuk menghindarkan kerancuan dan kesalahpahaman. Metode reasuransi hendaknya diartikan sebagai cara bagaimana para pelaku pasar reasuransi itu melakukan kerja sama reasuransi, sedang tipe reasuransi hendaknya kita artikan sebagai bentuk pelaksanaan dari cara melakukan transaksi reasuransi. Menurut berbagai literatur asuransi dan/atau reasuransi, terdapat tiga cara dalam melakukan kerja sama asuransi antara penanggung pertama (direct insurers) dan pihak penanggung ulang (reinsurers), yaitu: 40 a) Metode reasuransi secara fakultatif, 39 pada tanggal 10 Juli 2017 pukul 8:32 WIB 40 A.J. Marianto, Op. Cit, hlm. 56

29 55 b) Metode reasuransi secara kontrak, c) Metode reasuransi pool dan facultative obligatory a. Metode reasuransi secara fakultatif. Metode atau cara melakukan penempatan pertanggungan ulang secara fakultatif pada hakikatnya merupakan cara yang paling awal digunakan karena menurut sejarahnya cara ini telah digunakan sebelum adanya metode lain, yaitu secara kontrak ataupun kerja sama secara pool(pool adalah suatu bentuk perjanjian antara beberapa Perusahaan Asuransi,untuk menempatkan jenis asuransi tertentu dalam satu sentral yang kemudian akan dikembalikan kepada masing-masing anggota, sesuai share/ sahamnya masing-masing yang telah ditetapkan Pool ini terutamauntuk akseptasi risiko-risiko besar dan khusus, seperti asuransi penerbangan, asuransi terhadap risiko-risiko pasar (konsorsium)) 41 Metode reasuransi fakultatif merupakan transaksi pertanggungan ulang antara pihak pertama dan para penanggung ulang secara bebas. Para pihak penanggung ulan tidak terikat menerima penawaran pertanggungan ulang ata para penanggung ulang dapat menolak/menerima penawaran pertanggungan ulang berdasarkan akseptasi yang telah mereka tetapkan diakses pada tanggal 9 Juli 2017 pukul 19:07 WIB 42 Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, (Jakarta :PT. Elex Media Komputindo, 2006),hlm. 122

30 56 Reasuransi fakultatif biasanya selalu memerlukan perundingan tersendiri untuk setiap risiko yang hendak diasuransikan. Jadi, perusahaan asuransi harus pergi ke pasar setiap kali ia butuh reasuransi. 43 Berdasarkan metode pertanggungan ulang secara fakultatif ini, para penanggung ulang dapat melakukan seleksi risiko sesuai dengan kebijakan underwriting yang telah digariskan. Hal ini dapat dipahami bersama mengingat tingkat risiko dari objek atau kepentingan yang dipertanggungkan itu berbeda-beda. Dalam praktek telah dikenal adanya tingkatan risiko, yaitu yang digolongkan sebagai objek berisiko rendah/sederhana (simple risks), objek berisiko berbahaya (hazardous risks), dan objek berisiko sangat berbahaya (extra hazardous risks). 44 Mengingat adanya tiga tingkatan risiko tadi, dalam praktek terdapat istilah risiko yang disukai dan risiko yang tidak disukai dipandang dari sisi pihak penanggung ulang khususnya. 45 Penolakan penawaran pertanggungan ulang tidak hanya didasarkan pada risiko yang tidak disukai semata-mata, tetapi juga disebabkan oleh faktor lain, yaitu faktor akumulasi risiko, faktor keterbatasan daya tamping pihak penanggung ulang, faktor politis, dan lain sebagainya. Penawaran penempatan pertanggungan ulang dari penanggung pertama kepada para penanggung lain dan perudahaan reasuransi profesional pada hakikatnya 43 A. Hasymi Ali, Bidang Usaha Asuransi, (Jakarta :Bumi Aksara, 1999) hlm A.J. Marianto, Op. Cit, hlm Ibid

31 57 juga didasarkan pada iktikad baik. Penanggung pertama, yang berdasarkan posisinya dalam pertanggungan ulang disebut sebagai tertanggung, wajib memberitahukan segala keterangan atau data yang diperlukan sebagai gambaran yang jelas tentang objek atau risiko yang ditanggungnya, termasuk segala persyaratan polis yang berlaku, kepada penanggung ulang. 46 Kelebihan reasuransi fakultatif antara lain adalah: 47 a) Reasuransi dapat diadakan untuk setiap risiko. b) Reasuransi ini dapat ditutup kepada setiap penanggung ulang berikut: 48 Sedangkan kelemahan reasuransi fakultatif antara lain adalah sebagai a) Tidak dapat selalu diterima oleh setiap penanggung ulang dengan syaratsyarat yang sama dengan syarat asuransi semula. b) Tidak setiap syarat dan kondisi yang sudah disetujui oleh pihak penanggung pertama dapat diterima oleh penanggung pertama selalu berada dalam ketidakpastian apakah risikonya dapat dialihkan atau tidak. c) Biaya operasional relatif mahal, baik dari pihak penanggung pertama, maupun pihak penanggung ulang, Penanggung pertama harus selalu mencari dulu siapa penanggung ulang yang bersedia menerima risikonya dengan syarat dan 46 A.J. Marianto. Op. Cit, hlm Sri Rejeki Hartono, Op. Cit, hlm Ibid

32 58 kondisi yang telah ia tutup. Sedangkan bagi penanggung ulang, ia harus meneliti kembali setiap risiko yang ditawarkan kepadanya secara teliti dan rinci. Reasuransi fakultatif biasanya ditutup dengan metode proporsional atau menurut perbandingan. Dalam hal penanggung pertama telah memegang untuk dirinya sendiri suatu bagian tertentu dari suatu risiko yang telah disetujui dan sisanya direasuransikan dengan pembayaran berdasarkan premi semula dikurangi dengan komisi oleh karena itu biasanya menjadi relatif lebih mahal. b. Metode Reasuransi Secara Kontrak (Treaty). Yang dimaksud dengan metode reasuransi secara kontrak adalah perjanjian antara pihak penanggung pertama dan para penanggung lain atau para penanggung ulang professional yang dalam perjanjian tersebut pihak penanggung pertama, yang selanjutnya disebut pemberi sesi, setuju memberikan bagian dan para penanggung ulang yang selanjutnya disebut pihak kedua, setuju dan wajib menerima bagian atau sesi dari tanggung jawab atas asuransi yang telah ditutup oleh penanggung pertama sesuai dengan pembagian yang telah disepakati oleh masing-masing penanggung ulang sampai dengan batas-batas tanggung gugat/jawab tertingggi dari tiap kelas risiko berdasarkan persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam kontrak reasuransi.

33 59 Limit atau batas-batas fasilitas kontrak pertanggungan ulang yang lazim dicantumkan dalam kontrak antara lain meliputi perihal sebagai berikut: Limit keuangan yang menunjukkan batas tertinggi tanggung gugat/ jawab (maximum liability) para peserta tertanggung ulang untuk setiap kelas risiko pertanggungan ulang untuk setiap kelas risiko pertanggungan yang dijamin polis. Limit-limit itu biasanya tercantum di dalam daftar limit yang dilampirkan pada kontrak reasuransi dan merupakan bagian tak terpisahkan dari kontrak tersebut. 2. Limit geografis yang membatasi lingkup wilayah bisnis yang diperkenankan disesikan ke dalam kontrak reasuransi, misalnya terbatas pada wilayah Indonesia saja atau mungkin diperluas sedikit pada wilayah regional ASEAN bahkan mungkin tanpa adanya pembatasan yang meliputi luas lingkup seluruh dunia (worldwide). 3. Pembatasan risiko atau bahaya yang dapat dijamin langsung oleh penanggung ulang, misalnya dengan pengecualian risiko pemogokan keonaran, kerusuhan dan hura-hura, dan seterusnya, dan bahaya perang untuk jenis-jenis pertanggungan tertentu. 49 A.J. Marianto, Op. Cit, hlm. 62

34 60 4. Pembatasan mengenai kelas risiko dan/atau kelas konstruksi bangunan serta kapal, risiko khusus (misalnya risiko pasar/ruko) yang ada pada umumnya dikecualikan dari jaminan pertanggungan ulang, dan lain sebagainya. 5. Terbatas pada cabang bisnis tertentu, misalnya bisnis kebakaran dan risiko yang dipersamakan dengan kebakaran termasuk risiko perluasan saja serta tidak termasuk risiko loss os profit (consequential loss/business interruption dan loss of use following fire). Dengan metode ini, setiap pertanggungan dengan jaminan yang tidak dikecualikan oleh persyaratan dan ketentuan kontrak reasuransi, secara otomatis telah terjamin atau memperoleh proteksi dari para penanggung ulang yang ikut serta mengambil bagian dalam kontrak reasuransi tersebut. Di samping itu, pemberi sesi selaku pihak kedua juga wajib memberikan bagiannya kepada para penanggung ulang selaku pihak kedua sesuai dengan persyaratan dan tipe atau jenis kontrak reasuransi yang telah diperjanjikan bersama. 50 yaitu: 51 Reasuransi berdasarkan perjanjian ini pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua 1) Reasuransi dengan perjanjian berdasarkan atas perbandingan (proportional treaties). 50 Ibid, hlm Sri Rejeki Hartono. Op. Cit, hlm. 177

35 61 2) Reasuransi dengan perjanjian yang tidak berdasarkan atas perbandingan (non proportional treaties). 1) Reasuransi dengan perjanjian berdasarkan atas perbandingan (proportional treaties) Sifat dasar dan ciri umum dari semua reasuransi dengan perjanjian yang proporsional adalah bahwa penanggung ulang wajib untuk menerima suatu bagian tertentu (sudah ditentukan lebih dahulu) dari penanggung pertama, setiap pelimpahan. Perbandingan yang sama berlaku juga untuk premi. atau surplus. Reasuransi dengan perjanjian proporsional ini dapat berbentuk quota share - Reasuransi quota share Reasuransi quota share adalah suatu perjanjian reasuransi dengan suatu persentase tertentu dari masing-masing dan setiap risiko yang diterima oleh penanggung pertama harus dialokasikan kepada penanggung ulang. Mengenai berapa jumlah yang akan dialokasikan, tergantung pada jumlah maksimum, berapa yang sudah disetujui. Dengan demikian, penanggung pertama terikat untuk memindahtangankan/mengalihkan setiap sekian persen sesuai dengan persetujuan dari risiko-risiko dan dalam batas perjanjian kepada penanggung ulang. Sedang penanggung ulang terikat untuk menerima pemindahan risiko tersebut.

36 62 Reasuransi quota share pada umumnya dipergunakan untuk jenis asuransi yang mempunyai risiko khusus, misalnya untuk risiko kendaraan bermotor, perjalanan atau untuk jenis asuransi dengan risiko-risiko baru Reasuransi surplus Reasuransi surplus adalah suatu perjanjian reasuransi yang mewajibkan kepada penanggung pertama untuk mengalihkan suatu risiko dengan segera apabila risiko yang bersangkutan melebihi batas/nilai yang sudah disetujui terlebih dahulu, dan penanggung ulang terikat untuk menerima perjanjian risiko tersebut. Meskipun demikian penanggung ulang hanya terikat menerima peralihan tersebut, sampai pada jumlah maksimum tertentu sesuai dengan persetujuan. Dalam hal ini retensi penanggung pertama tergantung pada sifat dan mutu dari suatu risiko. Artinya, apabila di dalam perkitaan teknis suatu risiko itu adalah aman, artinya menurut perkiraan teknis, kerugian yang terjadi adalah tipis, maka risiko semacam itu disebut sebagai risiko yang baik. 53 2) Reasuransi dengan perjanjian yang tidak berdasarkan atas perbandingan (non proportional treaties). Reasuransi dengan perjanjian yang tidak proporsional dapat diadakan melalui suatu perjanjian. Dalam perjanjian yang dibuat, oleh para pihak dengan jelas diatur bahwa penanggung ulang berkewajiban membayar ganti kerugian yang melebihi 52 Ibid 53 Ibid, hlm. 178

37 63 batas apapun. Batas tertentu adalah suatu jumlah kerugian tertentu yang dengan tegas telah diperjanjikan tetap menjadi tanggung jawab penanggung pertama. Jadi dengan reasuransi yang non proporsional ini, sasaran utama yang akan dicapai adalah menghindari kerugian itu sendiri. Artinya kerugian yang mungkin timbul secara individual tidak akan mempengaruhi operasional perusahaan karena tidak akan menjadi beban sendiri dari perusahaan. Meskipun demikian sasaean tersebut hanya sampai dengan batas maksimal sesuai dengan perjanjian. Tetapi sebaiknya penanggung ulang di satu pihak tidak dapat menarik pembayaran premi sampai batas maksimal sebab sudah terikat dengan batas yang direasuransikan. Dalam hal ini penanggung pertama dapat menikmati premi lebih besar bila dibandingkan dengan reasuransi yang proporsional. Jadi secara ekonomis lebih menguntungkan. 54 pokok ialah: Reasuransi dengan perjanjian non proporsional, dibagi menjadi dua jenis yang 1. Excess of loss (kelebihan kerugian). 2. Stop loss (penghentian kerugian). - Excess of loss (kelebihan kerugian). Reasuransi non proporsional excess of loss, merupakan jenis reasuransi uang lazim yang dipergunakan, karena pertimbangan praktis dan ekonomis karena 54 Ibid, hlm

38 64 reasuransi ini pertimbangan praktis dan ekonomis karena reasuransi ini memberikan proteksi kepada penanggung pertama untuk setiap peristiwa. Pada reasuransi non proporsional excess of loss, terdapat tiga hal pokok uang harus dipenuhi ialah: Ultimate Net Loss (UNL) kerugian bersih terakhir. 2. Satu peristiwa 3. Retensi yang tetap. - Stop loss (penghentian kerugian) Reasuransi ini bermaksud memberikan suatu proteksi kepada penanggung pertama bukan atas peristiwa tunggal tetapi atas kerugian keseluruhan yang diderita selama jangka waktu tertentu, menurut kekuasaan selama satu tahun. Apabila jumlah keseluruhan melebihi suatu batas prioritas tertentu penanggung ulang akan membayar kelebihannya sampai pada jumlah maksimum tertentu. Prioritas atau batas dapat dinyatakan berdasarkan persentase penghasilan premi dari satu waktu atau berdasarkan suatu angka yang mutlak, atau berdasarkan kedua cara tersebut. Guna menghindari keadaan yang menyebabkan penanggung ulang menjadi diuntungkan maka prioritas tidak boleh lebih rendah dari penghasilan premi daei penanggung pertama dikurangi dengan biaya-biaya Ibid, hlm Ibid, hlm

39 65 c. Metode Reasuransi Pool dan Facultative Obligatory. 1) Metode reasuransi pool Pengertian kerja sama pool pada saat ini lebih dikenal dengan istilah konsorsium meskipun penerapan kedua istilah itu sangat tergantung pada tujuannya. Pembentukan konsorsium mempunyai tujuan dan sasaran yang khusus, hanya untuk mengatasi kesulitan penanganan atau pengelolaan objek yang berisiko tinggi dengan jumlah pertanggungan yang tidak mungkin ditangani oleh satu penanggung atau untuk mengatasi risiko dalam satu komplek besar. Sistem pool atau pooling system atas bisnis yang diperoleh masing-masing anggotanya dapat diartikan saling memberi bisnis antar sesama anggota yang penyelenggaraan administrasi dan proteksi pertanggungan ulang akan dilaksanakan oleh pimpinan pool. Dengan sistem ini biaya administrasi dapat ditekan dan cara bekerjanya lebih efektif. Metode kerjasama pool dalam kontrak reasuransi dikenal dengan istilah reciprocal pool. Prinsip kerjasama pool dalam kontrak reasuransi adalah agar para peserta pool memperoleh semua atau sebagian premi-premi mereka untuk suatu kategori bisnis khusus ataupun yang umum dalam bentuk suatu dana bersama dan mereka menanggung aggregate claims yang timbul, baik dalam proporsi yang sama seperti premi-premi yang telah mereka maupun dengan cara yang telah disepakati bersama.

Pengantar & Praktikum Underwriting

Pengantar & Praktikum Underwriting 7. REASURANSI A. Definisi Reasuransi B. Pentingnya Reasuransi C. Terminologi D. 4 (empat) Metode Reasuransi E. Bentuk-Bentuk Reasuransi F. Jenis-Jenis Reasuransi Treaty Pertanyaan (Questions) Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

A. PENGERTIAN, PRINSIP DAN TUJUAN REASURANSI

A. PENGERTIAN, PRINSIP DAN TUJUAN REASURANSI BAB XIII REASURANSI Dalam bab-bab sebelumnya telah dipaparkan secara mendalam tentang asuransi jiwa,asuransi kerugian,dan asuransi aneka. Berikut ini akan dipaparkan juga produk jasa reasuransi dan karakternya

Lebih terperinci

PRINSIP DAN PRAKTEK REASURANSI JIWA

PRINSIP DAN PRAKTEK REASURANSI JIWA PRINSIP DAN PRAKTEK REASURANSI JIWA In House Training Nasional Re Reasuransi Jiwa Konvensional dan Syariah Jakarta, 13 Mei 2016 Oleh : Faried Susanto, SE, AAAIJ, FSAI, AIIS, CRMP 1 Pengertian Reasuransi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat pada saat ini diperlukan adanya perlindungan, salah satu nya dengan adanya perlindungan asuransi. Hal itu terjadi karena dampak dari adanya

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PELAKU USAHA DI INDONESIA DALAM PERJANJIAN REASURANSI DENGAN REASURADUR LUAR NEGERI

PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PELAKU USAHA DI INDONESIA DALAM PERJANJIAN REASURANSI DENGAN REASURADUR LUAR NEGERI PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PELAKU USAHA DI INDONESIA DALAM PERJANJIAN REASURANSI DENGAN REASURADUR LUAR NEGERI Oleh: Anton Gunawan Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PENGALIHAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PADA PERJANJIAN ASURANSI MUH. ZULFIKAR S. KAMAH / D

ASPEK HUKUM PENGALIHAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PADA PERJANJIAN ASURANSI MUH. ZULFIKAR S. KAMAH / D ASPEK HUKUM PENGALIHAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PADA PERJANJIAN ASURANSI MUH. ZULFIKAR S. KAMAH / D 101 07 331 ABSTRAK Pengalihan pertanggung jawaban Hukum dalam Asuransi biasa di kenal dengan nama Reasuransi

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Pada hakikatnya setiap kegiatan manusia selalu menghadapi berbagai macam kemungkinan atau dengan kata lain setiap manusia selalu menghadapi ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kemampuannya dan menahan risiko yang disebut retensi sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. oleh kemampuannya dan menahan risiko yang disebut retensi sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar istilah perusahaan besar dan kecil. Untuk perusahaan asuransi, ukuran besar kecilnya perusahaan ditentukan oleh kemampuannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup sendiri, jadi manusia untuk bisa melangsungkan hidupnya harus

BAB I PENDAHULUAN. hidup sendiri, jadi manusia untuk bisa melangsungkan hidupnya harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia pada kenyataannya adalah makhluk hidup yang tidak bisa hidup sendiri, jadi manusia untuk bisa melangsungkan hidupnya harus berinteraksi dan

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALAN

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.303, 2016 KEUANGAN OJK. Asuransi. Reasuransi. Penyelenggaraan Usaha. Kelembagaan. Perusahaan Pialang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 METODE REASURANSI QUOTA SHARE TREATY DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN

BAB 4 METODE REASURANSI QUOTA SHARE TREATY DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN 55 BAB 4 METODE REASURANSI QUOTA SHARE TREATY DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN 4.1. PERJANJIAN ASURANSI Asuransi dalam pengertian hukum mengandung arti sebagai suatu jenis perjanjian. Meskipun demikian,

Lebih terperinci

BAB X ASURANSI A. DEFINISI ASURANSI

BAB X ASURANSI A. DEFINISI ASURANSI BAB X ASURANSI Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada saat ini sangat memberikan manfaat dan kemudahan bagi kehidupan manusia, dampak positif yang ada sangat mendukung manusia modern

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 69 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,

Lebih terperinci

SISTEM PERUSAHAAN ASURANSI

SISTEM PERUSAHAAN ASURANSI SISTEM PERUSAHAAN ASURANSI Dalam suatu Perusahaan Asuransi sebagai Penanggung risiko, secara umum pembagian tugas, wewenang dan tanggung-jawab para fungsionarisnya dalam struktur Organisasi, dengan pembagian

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8 MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : ------- Disusun oleh : Kelompok 8 Dickxie Audiyanto (125020305111001) Gatra Bagus Sanubari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Risiko Risiko adalah bahaya, akibat, atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan terhadap identifikasi masalah, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan di antaranya : 1. Kedudukan para pihak : a. Hubungan hukum antara

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

SOAL JAWAB 110 : HUKUM DAN ASURANSI 26 SEPTEMBER 2000

SOAL JAWAB 110 : HUKUM DAN ASURANSI 26 SEPTEMBER 2000 SOAL JAWAB 110 : HUKUM DAN ASURANSI 26 SEPTEMBER 2000 BAGIAN I 1. Uraikan 2 (dua) bidang usaha perasuransian menurut UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam Bab II yang berjudul Bidang Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI ASURANSI. Materi 1 PENGENALAN ASURANSI

SISTEM INFORMASI ASURANSI. Materi 1 PENGENALAN ASURANSI SISTEM INFORMASI ASURANSI Materi 1 PENGENALAN ASURANSI Dr. Kartika Sari U niversitas G unadarma Materi 1-1 Pengertian Asuransi Asuransi adalah: Suatu mekanisme pemindahan risiko dari tertanggung (nasabah)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/ PERUSAHAAN ASURANSI 1. PENGERTIAN USAHA DAN KARAKTERISTIK ASURANSI Definisi (UU no. 2 tahun 1992) Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, manusia pasti akan menemui risiko-risiko dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, manusia pasti akan menemui risiko-risiko dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, manusia pasti akan menemui risiko-risiko dalam hidupnya. Risiko tersebut dapat berupa peristiwa yang dapat diperkirakan maupun peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD 17 BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD A. Pengertian Asuransi Dalam ketentuan Pasal 1774 KUHPerdata yang sudah dikemukakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI 15 BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI A. Perjanjian Asuransi Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat alamiah yang mengakibatkan adanya suatu keadaan yang tidak dapat di ramalkan lebih dahulu secara tepat, sehingga dengan

Lebih terperinci

Akhirnya saya ucapkan selamat membaca, semoga buku ini dapat lebih memperluas cakrawala pengetahuan tentang asuransi.

Akhirnya saya ucapkan selamat membaca, semoga buku ini dapat lebih memperluas cakrawala pengetahuan tentang asuransi. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kasih dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan penyusunan buku ini yang berjudul Hukum Perusahaan Asuransi Indonesia. Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan BAB I PENDAHULUAN Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan alternatif lain dari Bank Garansi. Surety Bond diterbitkan oleh Perusahaan Asuransi ditujukan untuk membantu pengusaha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Pasal 1 sub (1) UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dinyatakan bahwa pengertian asuransi atau pertanggungan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk mendapatkan derajat kesehatan pada masyarakat yang tinggi dewasa ini diupayakan oleh pemerintah maupun swasta. Salah satu langkah yang ditempuh adalah

Lebih terperinci

BAB VI POLIS ASURANSI

BAB VI POLIS ASURANSI BAB VI POLIS ASURANSI A. Pengertian Polis Untuk setiap perjanjian perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak yang mengadakan perjanjian. Bukti tertulis untuk perjanjian asuransi disebut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar Pembangunan Nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar juga ditandaskan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /POJK.05/2015 TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /POJK.05/2015 TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /POJK.05/2015 TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI I. UMUM Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi 1. Pengertian Asuransi Apabila seseorang menginginkan supaya sebuah resiko tidak terjadi, maka seharusnyalah orang tersebut mengusahakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, system, atau bisnis dimana perlindungan financial (atau ganti rugi secara financial) untuk jiwa,

Lebih terperinci

ASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1

ASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1 ASURANSI 1 Pengertian Asuransi adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang

Lebih terperinci

http://www.hadiborneo.wordpress.com/ Secara bahasa Berasal dari kata assurantie dari bahasa Belanda yang berakar dari bahasa latin yaitu assecurare yang berarti meyakinkan orang. Menurut UU No. 2 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo ASURANSI Prepared by Ari Raharjo Email: ariraharjo2013@gmail.com Definisi Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28 SAK merupakan pedoman pokok dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun dan unit ekonomi lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi dan dibagi kepada pihak lain yang bersedia ikut menanggung risiko

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi dan dibagi kepada pihak lain yang bersedia ikut menanggung risiko 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakikatnya selalu menjumpai risiko. Oleh karena itu, manusia mencari jalan dan upaya agar risiko yang seharusnya ia tanggung sendiri itu dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asuransi dan Jenis-Jenis Asuransi 1. Pengertian Asuransi Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh R Sukardono diterjemahkan dengan pertanggungan,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN BAKU PADA POLIS ASURANSI JIWA di KOTA DENPASAR

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN BAKU PADA POLIS ASURANSI JIWA di KOTA DENPASAR TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN BAKU PADA POLIS ASURANSI JIWA di KOTA DENPASAR ABSTRAKSI Oleh: Kadek Hita Kartika Sari I Gusti Nyoman Agung I Ketut Markeling Hukum Bisnis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam bahasa Belanda kata asuransi disebut Assurantie yang terdiri dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam bahasa Belanda kata asuransi disebut Assurantie yang terdiri dari BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Umum Asuransi Dalam bahasa Belanda kata asuransi disebut Assurantie yang terdiri dari kata Assurandeur yang berarti penanggung dan Geassurreerde

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308 8 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian Asuransi Jiwa 1. Dasar Hukum dan Pengertian Asuransi Jiwa Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302 - pasal 308 KUHD. Jadi hanya 7 (tujuh)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa sekarang kehidupan masyarakat semakin kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa sekarang kehidupan masyarakat semakin kompleks, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang kehidupan masyarakat semakin kompleks, kebutuhan akan suatu hal sangat beragam. Untuk memehuni kebutuhan itu masyarakat akan cenderung melakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya.

Lebih terperinci

TRANSLATED. PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 28 (revisi 1996) AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN PENDAHULUAN

TRANSLATED. PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 28 (revisi 1996) AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN PENDAHULUAN TRANSLATED PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 28 (revisi 1996) AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN PENDAHULUAN 01 Industri asuransi berkembang selaras dengan perkembangan dunia usaha pada umumnya. Kehadiran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu risiko. Risiko yang dihadapi oleh setiap orang dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu risiko. Risiko yang dihadapi oleh setiap orang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Risiko merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia. Kemungkinan manusia menghadapi kehilangan atau kerugian itu merupakan suatu risiko.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diiringi pembangunan disegala bidang yang meliputi aspek ekonomi, politik,

BAB I PENDAHULUAN. diiringi pembangunan disegala bidang yang meliputi aspek ekonomi, politik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini Pembangunan Nasional Indonesia yang dilakukan bangsa Indonesia begitu pesat, hal ini dimaksudkan mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi di Indonesia menunjukan pertumbuhan yang cukup pesat karena kebutuhan setiap orang tidak terlepas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 EKONOMI. Asuransi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN SESI STATISTIK BADAN PENGELOLA PUSAT DATA ASURANSI NASIONAL (BPPDAN) TAHUN 2013

PETUNJUK PELAKSANAAN SESI STATISTIK BADAN PENGELOLA PUSAT DATA ASURANSI NASIONAL (BPPDAN) TAHUN 2013 PETUNJUK PELAKSANAAN SESI STATISTIK BADAN PENGELOLA PUSAT DATA ASURANSI NASIONAL () TAHUN 2013 Agar pelaksanaan sesi statistik dapat berjalan dengan baik, mencapai sasaran secara efektif dan efisien, ReINDO

Lebih terperinci

BADAN PENGELOLA PUSAT DATA ASURANSI NASIONAL (BPPDAN) TAHUN 2015

BADAN PENGELOLA PUSAT DATA ASURANSI NASIONAL (BPPDAN) TAHUN 2015 PETUNJUK PELAKSANAAN SESI STATISTIK BADAN PENGELOLA PUSAT DATA ASURANSI NASIONAL () TAHUN 2015 Agar pelaksanaan sesi statistik dapat berjalan dengan baik, mencapai sasaran secara efektif dan efisien, ReINDO

Lebih terperinci

BAB II REASURANSI. A. Sejarah Reasuransi

BAB II REASURANSI. A. Sejarah Reasuransi BAB II REASURANSI A. Sejarah Reasuransi Sejarah perkembangan reasuransi tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan asuransi, karena reasuransi lahir dari kepentingan asuransi, yaitu untuk measuransikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah adanya sertifikasi keagenan. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah adanya sertifikasi keagenan. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana yang mengemuka di kalangan pelaku industri asuransi kerugian saat ini adalah adanya sertifikasi keagenan. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sebagai

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5618 EKONOMI. Asuransi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI PRODUK DAN/ATAU LAYANAN ULTIMATE HARVEST ASSURANCE

RINGKASAN INFORMASI PRODUK DAN/ATAU LAYANAN ULTIMATE HARVEST ASSURANCE Ultimate Harvest Assurance merupakan produk asuransi tradisional dari PT. AIA FINANCIAL. Berikut ini adalah ringkasan informasi mengenai produk dan/atau layanan Ultimate Harvest Assurance. Harap dibaca

Lebih terperinci

Oleh : Ni Putu Eni Sulistyawati I Ketut Sudantra. Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Oleh : Ni Putu Eni Sulistyawati I Ketut Sudantra. Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK KETIGA DALAM PERJANJIAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR RENT A CAR DI KOTA DENPASAR (Studi Kasus pada PT. Asuransi Wahana Tata dan PT. Asuransi Astra Buana) Oleh : Ni Putu Eni

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi. Dimana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peranan usaha perasuransian di Indonesia dalam menunjang

Lebih terperinci

KONSORSIUM ASURANSI PENYINGKIRAN KERANGKA KAPAL

KONSORSIUM ASURANSI PENYINGKIRAN KERANGKA KAPAL Halaman 1 dari 6 I. DASAR HUKUM: 1. Perjanjian Kerjasama antara PT TUGU PRATAMA INDONESIA dengan Perusahaan Asuransi Anggota Konsorsium tentang KONSORSIUM (WRECK REMOVAL INSURANCE) No. 022/PK/CGS-TPI/III/2015

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

PENETAPAN TARIF PREMI PADA RISIKO KHUSUS BANJIR UNTUK LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2014

PENETAPAN TARIF PREMI PADA RISIKO KHUSUS BANJIR UNTUK LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2014 PENETAPAN TARIF PREMI PADA RISIKO KHUSUS BANJIR UNTUK LINI USAHA ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2014 I. KETENTUAN UMUM 1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk mencapai. pembangunan, termasuk dibidang ekonomi dan keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk mencapai. pembangunan, termasuk dibidang ekonomi dan keuangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia selama ini adalah merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan cita-cita masyarakat

Lebih terperinci

SOSIALISASI. Jakarta, 7 Desember 2015 Otoritas Jasa Keuangan Direktorat Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan IKNB

SOSIALISASI. Jakarta, 7 Desember 2015 Otoritas Jasa Keuangan Direktorat Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan IKNB SOSIALISASI PERATURAN OJK NOMOR 14/POJK.05/2015 TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI DAN SURAT EDARAN OJK NOMOR 31/SEOJK.05/2015 TENTANG BATAS RETENSI SENDIRI, BESAR DUKUNGAN REASURANSI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jaminan dan perlindungan berkaitan dengan semakin tingginya

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jaminan dan perlindungan berkaitan dengan semakin tingginya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan jaminan dan perlindungan berkaitan dengan semakin tingginya resiko yang harus dihadapi. Resiko semakin dekat dengan hidup manusia, baik resiko

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP /LK/ 2004 TENTANG DUKUNGAN REASURANSI OTOMATIS DALAM NEGERI DAN RETENSI SENDIRI

SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP /LK/ 2004 TENTANG DUKUNGAN REASURANSI OTOMATIS DALAM NEGERI DAN RETENSI SENDIRI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP - 5443/LK/ 2004 TENTANG DUKUNGAN REASURANSI OTOMATIS DALAM NEGERI DAN RETENSI SENDIRI Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan

Lebih terperinci

6. RENEWAL AND CANCELLATION

6. RENEWAL AND CANCELLATION 6. RENEWAL AND CANCELLATION A. Renewal B. Cancellation Terjemahan dari The Principles & Practices of Insurance 6. RENEWAL AND CANCELLATION A. Renewal B. Cancellation Pertanyaan (Questions) Tujuan Pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam. keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia.

I. PENDAHULUAN. Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam. keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia. Bagi orang yang berkepentingan, dia merasa perlu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat dan diikuti oleh majunya pemikiran masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 422/KMK.06/2003 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis polis, salah satunya pada saat sekarang ini yaitu BNI Life Insurance.

BAB I PENDAHULUAN. jenis polis, salah satunya pada saat sekarang ini yaitu BNI Life Insurance. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di zaman sekarang asuransi memegang peranan penting dalam memberikan kepastian proteksi bagi manusia yang bersifat komersial maupun bukan komersial. Asuransi dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu badan usaha yang selalu menghadapi risiko akan berusaha menghindarkan diri atau memperkecil risiko dengan berbagai macam cara. Salah satu cara yang ditempuh badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard contract. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang ditentukan dan telah dituangkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Riwayat Singkat Perusahaan PT Asuransi Umum Bumiputera 1967, didirikan atas ide pengurus AJB Bumiputeramuda 1912 sebagai induk perusahaan yang diwakili

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3467 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

PENETAPAN TARIF PREMI PADA LINI USAHA ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2014

PENETAPAN TARIF PREMI PADA LINI USAHA ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2014 PENETAPAN TARIF PREMI PADA LINI USAHA ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2014 I. KETENTUAN UMUM 1. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari masa ke masa pun selalu meningkat. Usaha seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari masa ke masa pun selalu meningkat. Usaha seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejalan perkembangan zaman yang semakin maju, pola berpikir manusia dari masa ke masa pun selalu meningkat. Usaha seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhannya

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Sapto (2004) melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Atas. Pengakuan Pendapatan dan Beban Dalam Kaitannya Dengan PSAK No.

BAB II URAIAN TEORITIS. Sapto (2004) melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Atas. Pengakuan Pendapatan dan Beban Dalam Kaitannya Dengan PSAK No. BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Sapto (2004) melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Atas Pengakuan Pendapatan dan Beban Dalam Kaitannya Dengan PSAK No.36 Tentang Akuntansi Asuransi Jiwa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perasuransian mempunyai peran yang besar dan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Perasuransian mempunyai peran yang besar dan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perasuransian mempunyai peran yang besar dan penting dalam pembangunan dewasa ini, terutama dalam usaha menyerap modal swasta melalui premi asuransi yang didapat dari para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI DAN PERATURANNYA. A. Pengertian, Jenis, dan Aspek Hukum Perjanjian Asuransi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI DAN PERATURANNYA. A. Pengertian, Jenis, dan Aspek Hukum Perjanjian Asuransi BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI DAN PERATURANNYA A. Pengertian, Jenis, dan Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Istilah asuransi di Indonesia berasal dari kata Belanda, assurantie yang kemudian menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci