BAB I PENDAHULUAN. oleh kemampuannya dan menahan risiko yang disebut retensi sendiri.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. oleh kemampuannya dan menahan risiko yang disebut retensi sendiri."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar istilah perusahaan besar dan kecil. Untuk perusahaan asuransi, ukuran besar kecilnya perusahaan ditentukan oleh kemampuannya dan menahan risiko yang disebut retensi sendiri. Apabila suatu perusahaan asuransi menghadapai suatu keadaan, dimana risiko yang harus dipikulnya itu melebihi daya tamping dan retensinya, maka harus mencari kapasitas tambahan dengan cara reasuransi. Reasuransi dapat dilakukan melalui sesame perusahaan asuransi yang disebut (co-insurance) atau kepada perusahaan reasuransi profesional, yaitu perusahaan yang memang mempunyai kegiatan usaha menerima penutupan tidak langsung atau sesi (reasuransi) perusahaan asuransi yang melakukan reasuransi disebut sebagai ceding company, sedang perusahaan reasuransi disebut reinsurance/reasurdur. 1 Berbicara tentang pertanggungan ulang (reasuransi) tidak ubahnya berbicara tentang manajemen (pengelolaan) risiko. Sebagaimana telah diketahui bersama, seseorang atau badan usaha yang selalu menghadapi risiko akan berusaha 1 Agus Prawoto: Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, (Yogyakarta:BPFE, 1995), hlm. 28 1

2 2 menghindarkan diri atau memperkecil segala risiko dengan berbagai macam cara. Salah satu cara yang ditempuh setiap orang ataupun badan usaha untuk memperkecil risiko yang mereka hadapi adalah dengan membeli polis-polis asuransi, khususnya mengenai risiko-risiko yang dapat dipertanggungjawabkan. Di sisi lain, perusahaan asuransi atau penanggung yang bidang usahanya justru menjual asuransi untuk mengambil alih sebagian atau seluruh risiko yang dihadapi oleh tertanggung, juga akan selalu menghadapi risiko kemungkinan tuntutan ganti kerugian dari atau wajib membayar santunan (kompensasi) kepada tertanggung. Dengan demikian, pihak penanggung juga memerlukan kebijaksanaan mengelola risiko tanggung gugat yang mungkin akan terjadi setiap saat akibat kesediaan mereka mengadakan perjanjian dengan pihak tertanggung. Satu-satunya cara yang harus ditempuh oleh para penanggung dalam rangka memperkecil risiko tanggung gugat yang timbul akibat perjanjian pertanggungan yang telah mereka adakan dengan pihak tertanggung adalah dengan mempertanggungjawabkan ulang/kembali kepentingan atas kelebihan tanggung gugat yang tidak mungkin mereka tanggung sendiri. 2 Bertitik tolak pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak akan mungkin terjadi transaksi pertanggungan ulang tanpa adanya pertanggungan yang dibentuk antara penanggung dan tertanggung. Suatu hal yang tidak mungkin dipungkiri adalah bila telah terjadi suatu penutupan pertanggungan yang dilakukan 2 A. J. Marianto : Reasuransi, (Jakarta: Ghalia Indonesia), 1997, hlm. 9

3 3 oleh penanggung, akan timbul suatu penutupan pertanggungan yang dilakukan oleh penanggung, akan timbul suatu kebutuhan akan proteksi pertanggungan ulang atas kelebihan atau kelebihan atau sisa tanggung gugat (beban risiko) yang mereka pikul dalam rangka memperkecil risiko terhadap kemungkinan adanya tuntutan ganti kerugian dan/atau santunan yang wajib mereka bayar sesuai dengan persyaratan dan ketentuan polis yang berlaku. Dengan demikian, pertanggungan ulang pada kenyataannya mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia industri asuransi. Peranan dan/atau fungsi pertanggungan ulang tidak hanya memberikan atau memenuhi kebutuhan akan proteksi atas tanggung gugat pihak penanggung pertama yang timbul karena perikatan pertanggungan yang telah mereka adakan dengan pihak penanggung pertama yang timbul karena perikatan pertanggungan yang telah mereka adakan dengan pihak tertanggung, tetapi juga masih memiliki peranan dan/atau fungsi lain yang tidak kalah pentingnya dari pemberian proteksi. Penanggung ulang, meskipun ikut serta menanggung sebagian dari risiko pertanggungan yang dijamin oleh pihak penanggung pertama (yang lazim disebut pemberi sesi), secara hukum tidak ada kaitannya dengan pihak tertanggung asli. Karenanya pihak tertanggung asli tidak mungkin melakukan pengajuan ganti kerugian langsung kepada penanggung ulang. Selain itu, apabila pihak penanggung pertama wajib membayar ganti kerugian dan/atau santunan kepada tertanggung, ia wajib membayar lebih dahulu secara penuh kewajibannya meskipun pihak

4 4 penanggung ulang belum melakukan pembayaran klaim kepada pihak penanggung pertama. 3 Dengan perkataan lain, apabila penanggung pertama belum dapat membayar penuh ganti kerugian atau santunan yang wajib mereka bayar karena pihak penanggung ulang belum melakukan pembayaran kepadanya, ia tidak dapat menggunakan keadaan tersebut sebagai alasan untuk melakukan penundaan pembayaran kepada tertanggung. Setelah perkembangan industri semakin maju, banyak jenis-jenis asuransi yang mulai dipasarkan sehingga beban risiko ditanggung oleh para penanggung menjadi lebih berat, terutama disebabkan oleh berbagai ragam risiko yang dijamin dan tingginya nilai pertanggungan objek atau kepentingan yang dipertanggungkan. Berkembangnya berbagai macam produk asuransi dengan ragam jenis risiko yang dijamin menyebabkan berkembangnya teknik-teknik reasuransi untuk mengatasi beban risiko yang berat karena makin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. 4 Industrialisasi yang dicanangkan dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh kemajuan dan perkembangan teknologi modern. Dalam industrialisasi jasa asuransi mempunyai peranan yang cukup panjang dan sangat menentukan. Kemajuan dalam bidang perekonomian khususnya industri, asuransi merupakan satu aspek yang sangat vital dan tidak dapat diabaikan begitu 3 Ibid hlm, Ibid hlm, 11.

5 5 saja. Sejalan dengan perkembangan dan kegiatan industri di Indonesia, perkembangan industri asuransi menunjukkan gejala perkembangan yang positif pula. Gejala positif tersebut, dapat dideteksi dengan memperhatikan perkembangan struktur pasar asuransi Indonesia yang makin maju. Perkembangan struktur pasar asuransi dapat memberikan suatu indikasi bahwa struktur pasar itu sendiri didukung oleh perkembangan dan pertumbuhan jumlah perusahaan-perusahaan asuransi yang makin bertambah dari tahun ke tahun, yang dapat menampung proteksi masyarakat. Sehingga dengan demikian dapat dimengerti bahwa pertumbuhan perusahaan asuransi itu merupakan suatu gejala majunya industri di Indonesia. 5 Bertitik tolak dari gambaran tersebut di atas dapat dikatakan bahwa Indonesia secara operasional kegiatan industri asuransi dan kegiatannya menunjukkan gejala perkembangan yang cukup maju. Hal ini ditandai dengan berbagai hal yang dapat dipakai indikator antara lain: 1. Jumlah perusahaan asuransi yang semakin berkembang dari tahun ke tahun baik perusahaan asuransi yang bergerak dalam kegiatan asuransi kerugian jiwa maupun perusahaan reasuransi. 2. Jumlah premi bruto menunjukkan kenaikan yang positif dari tahun ke tahun. 5 Sri Redjeki Hartono: Disertasi : Reasuransi, Kebutuhan yang Tidak Dapat Dikesampingkan Oleh Penanggung Guna Memenuhi Kewajibannya Terhadap Tertanggung Tinjauan Yuridis, (Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1990), hlm, 2.

6 6 Tabel 1 : Statistik Rasio Asuransi Jiwa, Rasio Asuransi Umum, dan Rasio Reasuransi (bulan Februari 2017) AKUN Januari/ January Februari/ February Rasio Asuransi Jiwa Rasio Kecukupan Premi terhadap Pembayaran 187.9% 172.3% Klaim Rasio Kecukupan Premi terhadap Pembayaran 160.1% 145.1% Klaim dan Biaya Umum Rasio Kecukupan Premi dan Hasil Investasi 201.6% 193.2% terhadap Pembayaran Klaim Rasio Kecukupan Premi dan Hasil Investasi 171.8% 162.7% terhadap Pembayaran Klaim dan Biaya Umum Rasio Sesi Asuransi 3.9% 4.1% Rasio Investasi terhadap Cadangan Teknis 114.8% 114.9% Rasio Asuransi Umum Rasio Kecukupan Premi terhadap Pembayaran 241.9% 215.7% Klaim Rasio Kecukupan Premi terhadap Pembayaran 181.8% 158.0% Klaim dan Biaya Umum Rasio Kecukupan Premi dan Hasil Investasi 256.3% 228.8% terhadap Pembayaran Klaim Rasio Kecukupan Premi dan Hasil Investasi 192.6% 167.6% terhadap Pembayaran Klaim dan Biaya Umum Rasio Sesi Asuransi 39.8% 39.0% Rasio Investasi terhadap Cadangan Teknis 117.6% 121.1% Rasio Reasuransi Rasio Kecukupan Premi terhadap Pembayaran Klaim Rasio Kecukupan Premi terhadap Pembayaran Klaim dan Biaya Umum Rasio Kecukupan Premi dan Hasil Investasi terhadap Pembayaran Klaim 244.9% 263.2% 227.1% 243.5% 256.5% 274.9%

7 7 Rasio Kecukupan Premi dan Hasil Investasi 237.9% 254.3% terhadap Pembayaran Klaim dan Biaya Umum Rasio Sesi Asuransi 48.4% 38.8% Rasio Investasi terhadap Cadangan Teknis 114.2% 116.4% Sumber : Data yang dihimpun diambil dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan dan data tersebut valid hingga bulan Februari diakses pada tanggal 20 April 2017 pukul 23:02 WIB Perusahaan asuransi di Indonesia secara operasional dikenal dalam jenis kegiatan yaitu perusahaan : 1. Asuransi kerugian. 2. Asuransi jiwa. 3. Asuransi sosial. Ketiga jenis perusahaan asuransi tersebut di atas masing-masing mempunyai beberapa perbedaan satu dengan yang lain, sesuai dengan sifat-sifatnya sendiri yang sangat spesifik. Meskipun demikian, ketiganya mempunyai kesamaan-kesamaan satu dengan yang lain, baik perusahaan asuransi kerugian, asuransi jiwa, asuransi sosial, ketiganya adalah merupakan lembaga peralihan risiko. Risiko dari satu pihak yang lazim tersebut sebagai tertanggung, berdasarkan perjanjian asuransi dialihkan kepada perusahaan asuransi sebagai penanggung. 6 Asuransi kerugian, disamping mengandung unsur peralihan risiko, juga memberikan perlindungan atau proteksi serta kepastian terhadap berbagai 6 Ibid,hlm. 2

8 8 kemungkinan kerugian yang timbul yang disebabkan oleh berbagai bahaya lain antara lain kebakaran, pengangkutan, kredit, dan sebagainya. Jadi asuransi kerugian sangat erat kaitannya dengan perekonomian masyarakat. Oleh karena itu perkembangan asuransi kerugian sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi masyarakat. Asuransi kerugian akan lebih banyak dibeli oleh masyarakat, apabila arus lalulintas perdagangan dan aset (kekayaan) masyarakat meningkat. Jadi secara tidak langsung ternyata risiko dialihkan kepada perusahaan asuransi itu adalah risiko masyarakat itu juga. Asuransi jiwa dan asuransi sosial, disamping berfungsi sebagai lembaga pelimpahan risiko, juga mengandung unsur menabung. Oleh karena itu motivasi tertanggung menutup asuransi jiwa atau asuransi sosial, baik dengan sukarela ataupun karena suatu keharusan atau karena diwajibkan, disamping untuk kepentingan pemegang polis sendiri, juga untuk kepentingan ahli warisnya. Dengan demikian ternyata pula bahwa baik asuransi jiwa maupun asuransi sosial itu juga melindungi pemegang polis dan/atau ahli warisnya, yang hakekatnya adalah masyarakat itu sendiri pula. 7 Jadi berbagai risiko yang semula adalah menjadi beban masing-masing pihak dalam masyarakat, dialihkan kepada perusahaan asuransi atas dasar perjanjian asuransi, sehingga beban risiko itu akan menjadi beban perusahaan asuransi. 7 Ibid hlm. 3

9 9 Dengan demikian risiko yang semula tersebar akhirnya menjadi beban perusahaan asuransi itu demikian besarnya. Hal ini berarti bahwa, perusahaanperusahaan asuransi itu memikul tanggung jawab yang sangat besar itu, maka perusahaan-perusahaan asuransi juga berusaha mengalihkan kembali risiko yang telah ia terima atau paling tidak memperkecil tanggung jawabnya. Usaha-usaha demikian dalam praktek perasuransian lazim dilakukan suatu kegiatan yang disebut reasuransi. Dengan demikian, demi untuk memenuhi kewajiban atas tanggung jawabnya terhadap risiko yang sudah disanggupi dan sudah diterimanya, serta demi masa depan perusahaan asuransi sendiri maka perusahaan-perusahaan asuransi mengalihkan kembali risiko-risiko yang dipikul pada pihak lain dengan jalan mengadakan reasuransi seperti yang disebut di atas. Peruahaan asuransi, pada hakekatnya menjual jasa. Jasa yang ditawarkan merupakan suatu janji. Sedangkan janji yang ditawarkan itu adalah janji untuk memberikan suatu ketidakpastian menjadi suatu kepastian 8. Artinya ketidakpastian tertanggung terhadap proteksi atas risiko yang mungkin diderita sehingga menjadi pasti karena adanya kesanggupan dari penanggung untuk mengambil alih ketidakpastian itu menjadi adanya kepastian atas adanya proteksi dari penanggung. Mengingat kembali pada beban risiko penanggung dalam hal ini perusahaan asuransi yang sangat besar, karena telah ditutupnya perjanjian dengan relasinya yang luas, maka perlu dikaji bagaimanakah peraturan mengenai peralihan risiko dari penanggung/perusahaan asuransi kepada pihak lain 8 Ibid

10 10 tersebut. Pihak penanggung atau perusahaan asuransi yang memang berusaha dan mempunyai kegiatan dalam bidang usaha menerima peralihan risiko dari pihak lain dengan menerima suatu pembayaran, sebenarnya menjalankan usaha dalam bidang usaha penuh risiko. Berdasarkan hal tersebut tentu saja dapat dimengerti bahwa para penanggung juga berusaha mengalihkan kembali risiko-risiko yang mungkin dideritanya kepada pihak lain dengan menerima suatu pembayaran. Untuk memenuhi kebutuhan seperti dimaksud di atas, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD) mengaturnya dalam satu pasal saja yaitu pasal 271. Pasal 271 KUHD dengan redaksi kalimat aslinya seperti berikut: verzekern. De verzekeraar kan altijd hetgeen hij verzekerd heft wederom laten Pasal tersebut di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut: 1. Penanggung selalu dapat menyuruh mempertanggungjawabkan lagi apa yang ditanggung olehnya. 2. Si penanggung selamanya berkuasa untuk sekali lagi mempertanggungjawabkan apa yang telah ditanggung olehnya. 3. Penanggung selalu dapat/berwenang mengasuransikan lagi apa yang telah ia tanggung. 9 9 Ibid, hlm. 4

11 11 Ternyata, pasal 271 KUHD hanya memberikan hak kepada penanggung/perusahaan asuransi sampai pada suatu keadaan, apakah ia akan melaksanakan haknya atau tidak sebagaimana ketentuan pasal ini. Artinya ialah apakah ia akan mereasuransikan risiko yang telah ia terima atau tidak. 10 Setelah pada paragraf-paragraf sebelumnya penulis membahas sedikit mengenai reasuransi dalam perusahaan reasuransi (yang selanjutnya akan dibahas lebih mendalam di bab selanjutnya) maka pada paragaraf kali ini penulis akan membahas sedikit mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi. Dalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) POJK. Nomor 71 /POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi pengukuran mengenai tingkat kesehatan keuangan perusahaan asuransi yaitu : 1. Tingkatan solvabilitas; 2. Cadangan teknis; 3. Kecukupan investasi; 4. Ekuitas 5. Dana jaminan; 6. Ketentuan lain yang berhubungan kesehatan keuangan. 10 Ibid

12 12 Lalu apa hubungan antara reasuransi dan retensi sendiri perusahaan asuransi bagi kesehatan keuangan perusahaan asuransi itu sendiri? Maka dari itu penulis tertarik untuk membuat suatu skripsi berjudul Tinjauan Yuridis Mengenai Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 14/POJK. 05/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis sebelumnya, penulis memilih beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas, antara lain: 1. Bagaimana pengaturan mengenai reasuransi perusahaan asuransi di Indonesia? 2. Bagaimana peran OJK dalam mengawasi reasuransi perusahaan asuransi yang ada pada saat ini? 3. Bagaimana ketentuan kesehatan keuangan perusahaan dalam perusahaan asuransi ditinjau dari pengaturan yang ada?

13 13 C. Tujuan Penulisan Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini, antara lain: 1. Mengetahui ketentuan-ketentuan yang berlaku terkait dengan retensi sendiri perusahaan asuransi di Indonesia. 2. Mengetahui peran OJK sebagai lembaga yang berwenang dalam mengawasi retensi sendiri perusahaan asuransi. 3. Mengetahui ketentuan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini, antara lain: 1. Secara teoritis Skripsi ini memberikan informasi kepada masyarakat tentang reasuransi perusahaan asuransi yang ditinjau secara yuridis sehingga memberikan penjelasan kepada masyarakat yang ingin mengetahui ketentuan-ketentuan hukum reasuransi perusahaan asuransi di Indonesia dan juga memberikan informasi mengenai tinjauan yuridis kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan memberikan informasi terkait dengan pengaruh reasuransi terhadap kesehatan keuangan perusahaan asuransi.

14 14 2. Secara praktis Skripsi ini juga memberikan masukan kepada para pelaku industri perusahaan asuransi di Indonesia yang melakukan reasuransi di dalam negeri dan juga memberikan informasi terkait dengan pengaruh reasuransi terhadap kesehatan keuangan perusahaan asuransi yang dikelola. E. Keaslian Penulisan Untuk mengetahui orisinalitas penulisan, penulis melakukan penelusuran judul skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum dan kearsipan di Departemen Hukum Ekonomi, tidak ada satupun karya ilmiah dengan judul Tinjauan Yuridis Mengenai Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 14/POJK. 05/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri. Demikian pula dari segi permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini belum pernah diangkat skripsi lain. Skripsi ini merupakan hasil karya ilmiah yang dibuat oleh penulis sendiri dengan mengumpulkan data dari beberapa literatur-literatur yang membahas tentang reasuransi dan kesehatan keuangan perusahaan asuransi, seperti buku-buku yang ada di perpustakaan, desertasi yang sebelumnya telah membahas tentang reasuransi, serta media massa baik media cetak maupun media elektronik

15 15 yaitu internet. Penulis tidak meniru karya orang lain sehingga dapat dikatakan bahwa penulisan skripsi ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Tinjauan Kepustakaan Penulisan skripsi ini berkisar tentang Tinjauan Yuridis Mengenai Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 14/POJK. 05/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri. Adapun Tinjauan Kepustakaan tentang skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Pengertian Tinjauan Yuridis Secara terminologi tinjauan yuridis terdiri dari dua kata yaitu Tinjauan dan Yuridis. Pengertian tinjauan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu Hasil meninjau; pandangan; pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dan sebagainya), perbuatan meninjau sementara pengertian yuridis menurut KBBI yaitu menurut hukum; secara hukum. Jadi dari sini dapat disimpulkan bahwa pengertian dari tinjauan yuridis adalah mempelajari secara hukum. Mempelajari secara hukum berarti di sini adalah mempelajari dengan cara meninjau dari sudut pandang hukum. Hukum itu sendiri seperti kita ketahui adalah seperangkat peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang bersifat memaksa dan akan ada sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. Dengan begitu maksud dari tinjauan yuridis dalam skripsi ini adalah memberikan

16 16 pengertian tentang bagaimana sebuah permasalahan yang diangkat penulis sebagai bagian dari penelitian skripsi ini yaitu kesehatan keuangan perusahaan asuransi ditinjau melalui sudut pandang hukum atau peraturan-peraturan tertulis yang berlaku tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi tersebut dan bagaimana seharusnya pemberlakuan ketentuan kesehatan keuangan perusasahaan asuransi di tiap-tiap perusahaan asuransi yang ada yang di dalam skripsi ini dikaitkan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 14/POJK. 05/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri atau peraturan-peraturan lainnya yang terkait dengan permasalahan ini. 2. Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi harus memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas paling sedikit 100% (seratus persen), dan jika belum memenuhi akan diberikan kesempatan melakukan penyesuaian dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas. Keputusan Menteri Keuangan No. 504/KMK.06/2004 tentang Kesehatan Keuangan Bagi Perusahaan Asuransi yang Berbentuk Badan Hukum Bukan Perseroan Terbatas. Jadi, ditinjau dari segi hukum Pemerintah telah memberikan payung hukum untuk melindungi kepentingan nasabah perusahaan asuransi dengan menetapkan Risk Based Capital. Dengan demikian, diharapkan perusahaan asuransi memiliki kekuatan modal yang cukup dan menghindarkan resiko merugikan nasabahnya dalam hal terjadi masalah atau kerugian sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban.

17 17 Ketentuan kesehatan keuangan perusahaan asuransi tercantum di dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Perasuransian pada pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa, pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian juga meliputi kesehatan keuangan perusahaan asuransi yang terdiri atas : 1. Batas Tingkat Solvabilitas 2. Retensi Sendiri, 3. Reasuransi, 4. Investasi, 5. Cadangan Teknis, dan 6. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan. Pemerintah sudah menentukan salah satu tolok ukur kesehatan asuransi (bukan satu-satunya) yaitu melalui mekanimerbc (Risk Based Capital). Kalau angka RBC-nya besar, ini berarti perusahaan tersebut dinilai dalam kondisi baik. Tetapi kita tidak boleh terpaku semata-mata dengan angka RBC. Sebab, bisa pula terjadi perusahaan besar yang sedang melakukan ekspansi besar-besaran seperti membuka banyak kantor cabang, maka angka RBC-nya pasti akan kecil. Sebaliknya, ada perusahaan asuransi yang kecil tetapi tidak pernah melakukan ekspansi, maka angka RBC-nya mungkin jauh lebih besar. Jadi, angka RBC tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya ukuran, apakah perusahaan asuransi itu sehat atau tidak. Oleh karena itu

18 18 indikator lain juga dibutuhkan untuk mengukur Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi sebagaimana yang tercantum dalam Statement of Corporate Intent PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) tahun untuk melihat Kesehatan Keuangan perusahaan asuransi ada indikator lain yang juga harus kita perhatikan yaitu Rasio Investasi Terhadap Aset, Rasio Klaim, dan Rasio Pertumbuhan Premi. 11 Namun ketentuan-ketentuan yang ada di dalam pasal 11 ayat (1) UU No.2 tahun 1992 tersebut telah dirubah dan diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) POJK. Nomor 71 /POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang merupakan peraturan pelaksana dalam pasal 19 ayat (4), pasal 20 ayat (5), pasal 21 ayat (4), dan pasal 22 ayat (5) Undang-undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian bahwa pengukuran mengenai tingkat kesehatan keuangan perusahaan asuransi yaitu: 1. Tingkatan solvabilitas; 2. Cadangan teknis; 3. Kecukupan investasi; 4. Ekuitas 5. Dana jaminan; 11 Rifki Santoso Budiarjo, Skripsi: PENGARUH TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PREMI (Studi Kasus Pada Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun ), (Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2015), hlm.16

19 19 6. Ketentuan lain yang berhubungan kesehatan keuangan 3. Retensi Sendiri dan Reasuransi dalam Negeri Dari aspek hukum, reasuransi dan/atau pertanggungan ulang adalah suatu perjanjuan antara satu penanggung dengan satu atau lebih penanggung ulang dan/atau reasurdur. Penanggung wajib memberi dan penanggung ulang sepakat wajib menerima seluruh atau sebagian risiko yang diberikan kepadanya. Seperti halnya asuransi, perjanjian pertanggungan ulang dan/atau reasuransi juga bersifat imbal balik. Perjanjian ini menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara kedua pihak. Oleh karena itu, penanggung ulang juga berhak menerima seluruh atau sebagaian premi yang diterima oleh penanggung pertama berdasarkan polis yang telah diterbitkannya. Apabila kedua pihak telah mencapai mufakat melalui musyawarah atau perundingan transaksi reasuransi, segala persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah disetujui wajib ituangkan dalam naskah perjanjian dan/atau nota penutupan reasuransi (Treaty wording/reasurance Cover Note) sesuai dengan metode reasuransi yang digunakan. Berbeda dengan pengertian reasuransi dari aspek teknis, yang lebih mendasarkan arti pada cara atau alat pengalihan beban risiko dan/atau pembagian risiko (distribution of risk) atau penyebaran risiko (spreading of risk), pengertian reasuransi dari aspek hukum lebih menitikberatkan pada perjanjian pengalihan

20 20 seluruh atau sebagian risiko dari pihak perusahaan asuransi atau penanggung pertama kepada penanggung ulang. Dalam hal ini kepentingan yang dipertanggungkan ulang adalah kepentingan penanggung berupa tanggung gugat dan/atau liability yang dapat timbul setiap waktu akibat perjanjian asuransi yang telah diadakan dengan pertanggungan asli. Dengan menerima seluruh atau sebagian premi yang diterima dari pihak penanggung pertama, penanggung ulang dan/atau reasurdur wajib membayar ganti kerugian dan/atau pemulihan ganti rugi kepada penanggung pertama atas semua kerugian yang wajib dibayar berdasarkan persyaratan, ketentuan, dan jaminan yang ditegaskan dalam polis serta lampiran yang merupakan bagian tak dapat dipisahkan dari polis yang bersangkutan. 12 G. Metode Penulisan Diperlukan sebuah metode penelitan sebagai suatu tipe pemikiran secara sistematis yang dipergunakan dalam penelitain dan penilaian skripsi ini, yang pada akhirnya bertujan mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut: 1. Jenis, Sifat, dan Pendekatan Penelitian 12 A. J. Marianto, Op. Cit, hlm. 17

21 21 Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian Yuridis Normatif yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang dalam hal ini adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 14/POJK. 05/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejalagejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Digunakan pendekatan kualitatif oleh penulis bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti. Penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk menarik azas-azas hukum ( rechsbeginselen ) yang dapat dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun hukum positif tidak tertulis. 13 Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan perundangundangan yaitu metode pendekatan dengan memahami hierarki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Menurut pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Peraturan Perancangan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dari pengertian tersebut, secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud sebagai statute berupa legislasi dan regulasi. Jika demikian, pendekatan peraturan perundang-undangan adalah 13 diakses padatanggal 7 Mei 2017 pukul 13:00 WIB.

22 22 pendekaran dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Produk yang merupakan beschikking/decree, yaitu suatu keputusan yang diterbitkan oleh pejabat administrasi yang bersiat konkret dan khusus, misalnya keputusan presiden, keputusan menteri, keputusan bupati, dan keputusan suatu badan tertentu, tidak dapat digunakan dalam pendekatan perundang-undangan Jenis dan Sumber data Penelitian Yuridis Normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang diperoleh dan/atau dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain. Biasanya sumber tidak langsung berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi. 15 Data sekunder yang dipakai penulis adalah sebagai berikut: 1. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait antara lain Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Undang-undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 14/POJK. 05/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri, Peraturan Otoritas Jasa Keungan Nomor 71 /POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. 14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), hlm diakses pada tanggal 7 Mei 2017 pukul 13:39 WIB

23 23 2. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik. 3. Bahan hukum tersier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, jurnal ilmiah, dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam skripsi ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui studi pustaka (library research) sebagai berikut: a. Mendokumentasi semua bahan hukum yang terkait dengan penelitian, pada tahap ini penulis mengumpulkan peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen, jurnal serta makalah yang relevan dengan masalah Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 14/POJK. 05/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri. b. Memilih dan memilah bahan hukum yang sesuai dengan topik peneltian, yaitu yang berkaitan dengan kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan reasuransi.

24 24 c. Menyusun bahan-bahan yang telah dikumpulkan, pada tahap ini penulis menyusun bahan-bahan yang telah dipilih menjadi sebuah tulisan hukum yang dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. 4. Analisis Data Pada peneltian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. 16 Metode analisis data yang dilakukan penulis adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan: a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan dibahas. c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan. d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan. 16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, UI Press, 1994), hlm. 69

25 25 H. Sistematika Penulisan Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus sistematis agar tercipta suatu karya ilmiah yang baik. Maka dari itu penulis membagi skripsi ini dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang lain. berikut: Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini dikemukakan tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan, yang semuanya berkaitan dengan Tinjauan Yuridis Mengenai Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 14/POJK. 05/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri. BAB II : REASURANSI DALAM PERUSAHAAN ASURANSI Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah Pengertian Reasuransi, Para Pihak dalam Reasuransi, Hubungan Antara Asuransi dan Reasuransi, Dasar Hukum berlakunya Reasuransi di Indonesia, Metode Reasuransi dan Bentuk-bentuk Reasuransi, Retensi Sendiri dari Perusahaan Asuransi, dan Kebutuhan dan Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi sebagai Penanggung Pertama.

26 26 BAB III : PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI REASURANSI PERUSAHAAN ASURANSI Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah Dasar Hukum terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan menurut Peraturan yang berlaku, Upaya Pengawasan Reasuransi dan Peraturan yang Terkait, Upaya Pengawasan Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi, Pengawasan Terhadap Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi BAB IV: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DITINJAU DARI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/POJK.05/2015 TENTANG RETENSI SENDIRI DAN REASURANSI DALAM NEGERI Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah Perkembangan Peraturan Reasuransi dan Retensi Sendiri, Pengaturan dan Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi di Indonesia, Pengaturan Terhadap Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi, Dampak dari Reasuransi dalam Negeri Bagi Indonesia. BAB V : PENUTUP Pada bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran yang penulis ciptakan dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas.

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia pada zaman modern ini, sarat dengan beragam macam resiko, bahaya, dan kerugian yang harus dihadapi. Sehingga kemungkinan resiko yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi masyarakat. Dalam industri

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Pada hakikatnya setiap kegiatan manusia selalu menghadapi berbagai macam kemungkinan atau dengan kata lain setiap manusia selalu menghadapi ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diiringi pembangunan disegala bidang yang meliputi aspek ekonomi, politik,

BAB I PENDAHULUAN. diiringi pembangunan disegala bidang yang meliputi aspek ekonomi, politik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini Pembangunan Nasional Indonesia yang dilakukan bangsa Indonesia begitu pesat, hal ini dimaksudkan mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaru diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang,

BAB I PENDAHULUAN. makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) yakni berusaha mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 69 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa macam bahaya yang mengancam kehidupan manusia disebabkan oleh peristiwa yang timbul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atau pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard contract. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang ditentukan dan telah dituangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian bisa

BAB I PENDAHULUAN. suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap aspek kehidupan manusia yang menjadi kepentingan tidaklah selalu berada dalam keadaan aman, namun seringkali dikelilingi oleh berbagai macam bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar Pembangunan Nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar juga ditandaskan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya

BAB I PENDAHULUAN. suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia dalam suatu masyarakat, sering menderita kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya dicuri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Kemudian dalam

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Kemudian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri perusahaan asuransi di Indonesia sangat membantu pemerintah dalam menanggulangi risiko yang dihadapi oleh masyarakat setiap saat, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. bahan-bahan kepustakaan untuk memahami Piercing The

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. bahan-bahan kepustakaan untuk memahami Piercing The BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya.

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan ini tak ada seorangpun yang dapat memprediksi atau meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang dengan baik dan sempurna. Meskipun telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat diceritakan posisi kasusnya berawal dari PT. Prosam Plano yang dalam hal ini adalah sebagai

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara. Melintang di khatulistiwa antara benua Asia dan Australia serta antara Samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun pihak yang berwenang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan kinerjanya. Perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan kinerjanya. Perkembangan ilmu pengetahuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dituntut untuk senantiasa meningkatkan produktivitas, kualitas produk yang dihasilkan, efisiensi dan yang paling penting inovasi untuk dapat mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Perkembangan asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

DIMAS WILANTORO NIM: C.

DIMAS WILANTORO NIM: C. TINJAUAN TENTANG PEMBERIAN SANTUNAN PADA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN BERDASAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup sendiri, jadi manusia untuk bisa melangsungkan hidupnya harus

BAB I PENDAHULUAN. hidup sendiri, jadi manusia untuk bisa melangsungkan hidupnya harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia pada kenyataannya adalah makhluk hidup yang tidak bisa hidup sendiri, jadi manusia untuk bisa melangsungkan hidupnya harus berinteraksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk mendapatkan derajat kesehatan pada masyarakat yang tinggi dewasa ini diupayakan oleh pemerintah maupun swasta. Salah satu langkah yang ditempuh adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan asuransi dalam mengurangi risiko di Indonesia. Industri jasa. modal untuk investasi diberbagai bidang.

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan asuransi dalam mengurangi risiko di Indonesia. Industri jasa. modal untuk investasi diberbagai bidang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomi sebuah negara tidak lepas dari adanya peran penting sebuah lembaga keuangan seperti halnya peran penting perusahaan asuransi dalam mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan ketepatan, maka jasa angkutan udara sangatlah tepat karena ia merupakan salah satu transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang merujuk pada cara yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data

BAB III METODE PENELITIAN. yang merujuk pada cara yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum dilakukan untuk mencari suatu pemecahan permasalahan atau isu yang ada di dalam masyarakat. Untuk menjawab suatu isu tersebut dibutuhkan metode yang merujuk pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang akhir-akhir ini terus berkembang di Indonesia serta derasnya arus transaksi keuangan yang di dorong dengan semakin canggihnya tekhnologi mau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan komersial. Potensi pengembangan industri asuransi di Indonesia sangat

BAB I PENDAHULUAN. bukan komersial. Potensi pengembangan industri asuransi di Indonesia sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, asuransi memegang peranan penting dalam memberikan kepastian proteksi bagi manusia yang bersifat komersial maupun bukan komersial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan para pelanggannya (customer) melakukan transaksi perbankan

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan para pelanggannya (customer) melakukan transaksi perbankan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman telah menuntut berbagai jenis bidang usaha untuk memudahkan para pelanggannya (customer) melakukan transaksi perbankan dalam rangka mendukung efisiensi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada 44 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALAN

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.303, 2016 KEUANGAN OJK. Asuransi. Reasuransi. Penyelenggaraan Usaha. Kelembagaan. Perusahaan Pialang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/ TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALANG REASURANSI, DAN PERUSAHAAN PENILAI KERUGIAN ASURANSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan ini manusia selalu dihadapkan dengan dua kejadian yaitu kejadian yang terjadi secara terencana dan kejadian yang muncul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Saat ini perkembangan industri asuransi sangat pesat. Kehadiran industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Saat ini perkembangan industri asuransi sangat pesat. Kehadiran industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini perkembangan industri asuransi sangat pesat. Kehadiran industri tersebut merupakan hal yang rasional dan tidak terelakan pada situasi sekarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini terjadi perkembangan perekonomian yang sangat pesat dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi. Dimana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi di Indonesia menunjukan pertumbuhan yang cukup pesat karena kebutuhan setiap orang tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara bertahap untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya manusia juga tidak bisa terlepas dari kejadian-kejadian yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya manusia juga tidak bisa terlepas dari kejadian-kejadian yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan bagian dari masyarakat. Dalam kehidupannya manusia juga tidak bisa terlepas dari kejadian-kejadian yang tidak diharapkan, kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan ekspor sangat penting bagi Indonesia karena menghasilkan devisa dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Industri jasa asuransi merupakan salah satu pilar keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Industri jasa asuransi merupakan salah satu pilar keuangan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri jasa asuransi merupakan salah satu pilar keuangan, gunanya untuk memproteksi usaha dari segala macam bentuk kecelakaan yang tidak diinginkan. Usaha asuransi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari 31 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu hal. Peristiwa ini menimbulkan hubungan hukum antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa pengaruh cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah 38 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah secara yuridis normatif, yaitu dengan cara melihat dan menelaah perbandingan asas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatang yang tidak bisa diprediksi tentang yang akan terjadi. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. mendatang yang tidak bisa diprediksi tentang yang akan terjadi. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mempunyai kekhawatiran tersendiri terhadap masa mendatang yang tidak bisa diprediksi tentang yang akan terjadi. Adanya kehidupan yang tidak kekal tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris normatif yaitu jenis penelitian yang merupakan gabungan dari jenis penelitian hukum empiris dan normatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Perdagangan berjangka komoditi (yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 1

METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 1 1 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan atau badan usaha. Bank sebagai perantara pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan atau badan usaha. Bank sebagai perantara pihak-pihak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Peranan Perbankan dalam lalu lintas bisnis,

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet. 11 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan pada berbagai sisi kehidupan. Dengan teknologi informasi yang berkembang saat ini, maka memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha termasuk koperasi dan usaha kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. Koperasi merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejak Indonesia merdeka dari Belanda pada tahun 1945 hingga sekarang, banyak hal telah terjadi dan berubah seiring dengan perkembangan zaman. Bangsa Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian.

BAB I PENDAHULUAN. keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Asuransi di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangatlah pesat setelah pemerintah mengeluarkan regulasi pada tahun 1980 diperkuat keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dalam Pasal 1 angka 1 menjelaskan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 55

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 55 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan perumahan dan pemukiman merupakan upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup, memberi arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan tidak luput dari berbagai resiko yang dapat mengganggu hasil pembangunan yang telah dicapai. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peranan usaha perasuransian di Indonesia dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat mendasar dan dibutuhkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Manusia mengharapkan

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Manusia mengharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atau pertanggungan timbul karna kebutuhan manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini, manusia selalu dihadapkan

Lebih terperinci