KATA PENGANTAR. Surakarta, 01 Juli 2014 STIKes Kusuma Husada Surakarta Ketua. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Surakarta, 01 Juli 2014 STIKes Kusuma Husada Surakarta Ketua. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si."

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Dengan mengaucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa maka Jurnal Kesehatan Kusuma Husada (Jurnal KesMaDaSka) STIKes Kusuma Husada Surakarta yang memuat publikasi ilmiah ilmu-ilmu kesehatan khususnya bidang Keperawatan dan Kebidanan telah selesai dicetak. Perkembangan ilmu pengetahuan di lingkup kesehatan terkait bidang keperawatan dan kebidanan berupa informasi ilmiah melalui kajian kepustakaan maupun ulasan ilmiah lain berdasarkan hasil penelitian sangat diperlukan. Berdasarkan hal tersebut maka STIKes Kusuma Husada Surakarta melalui Jurnal KesMaDaSka memberikan wadah bagi para Dosen ataupun Peneliti sesuai bidang kompetensinya untuk mempublikasikan artikel ilmiahnya. Penerbitan Jurnal Ilmiah KesMaDaSka ini, diharapkan mampu menambahan khasanah ilmu pengetahuan tentang kesehatan khususnya bidang keperawatan dan kebidanan serta meningkatkan motivasi bagi para Dosen ataupun Peneliti. Atas nama civitas akademika STIKes Kusuma Husada Surakarta, saya mengucapkan selamat atas terbitnya Jurnal Ilmiah Kesehatan Kusuma Husada. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi kita semua. Surakarta, 01 Juli 2014 STIKes Kusuma Husada Surakarta Ketua Dra. Agnes Sri Harti, M.Si.

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PERAN KELUARGA KAITANNYA DENGAN TINGKAT KESIAPAN REMAJA PUTRI MENGHADAPI MENSTRUASI (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar) Anik Sularmi, Sih Rini Handajani, Murwati 69 PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PADA JURUSAN KEBIDANAN DI KAMPUS III POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Ana Widi Astuti, Henik Istikhomah 75 PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN (ABPK) BER-KB TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVICE (IUD) (Studi Pre Eksperimen di Desa Platarejo Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri Tahun 2013) Gita Kostania, Kuswati, Lina Kusmiyati 83 HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN STRATEGI KOPING PADA ANGGOTA KELUARGA DENGAN RIWAYAT PERILAKU KEKERASAN DI WILAYAH SURAKARTA Dwi Ariani Sulistyowati 90 HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PENCAPAIAN TARGET PEMASANGAN INFUS PADA MAHASISWA TINGKAT II JURUSAN D III KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA TAHUN 2013 Sri Mulyanti 98 FAKTOR-FAKTOR DOMINAN SINDROM METABOLIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN AKUT MIOKARD INFARK (AMI) DI RUANG INTENSIVE CARDIOVASKULER CARE UNIT (ICVCU) RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014 Mentari Rosriyana Dewi, Dwi Susi Haryati, Sumardino 105 HUBUNGAN ANTARA RESPONSIVENESS PERAWAT DENGAN LOYALITAS PASIEN Atiek Murharyati, Meri Oktariani 117 PENGALAMAN PREHOSPITAL PASIEN DENGAN STEMI (St Elevation Myocard Infract) PERTAMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA Anissa Cindy Nurul Afni, Sri Andarini, Septi Dewi Rachmawati 124 PENGALAMAN PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT DALAM MERAWAT PASIEN PERCOBAAN BUNUH DIRI DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA Ika Subekti Wulandari, Retty Ratnawati, Lilik Supriyati, Kumboyono 133 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA MINAT PENGGUNAAN AKDR (IUD) DI DESA GEBANG SUKODONO Rahajeng Putriningrum, Tresia Umarianti, Maula Mar atus Sholikhah, Dina Yulistiana 143 i ii

3 HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN INTENSITAS KUNJUNGAN LANJUT USIA KE POSYANDU LANSIA BAROKAH DI DUSUN DARATAN KEPOH TOHUDAN COLOMADU KARANGANYAR 146 Erinda Nur Pratiwi, Eni Rumiyati, Wijayanti 146 PEDOMAN PENULISAN NASKAH 151 -oo0oo- iii

4

5 PERAN KELUARGA KAITANNYA DENGAN TINGKAT KESIAPAN REMAJA PUTRI MENGHADAPI MENSTRUASI (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar) Anik Sularmi 1), Sih Rini Handajani2), Murwati 3) 1, 2,3 Program Studi D-IV Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta ABSTRAK menganalisis hubungan antara metode korelasional dalam memberikan informasi tentang menstruasi termasuk kategori baik yaitu sebanyak 34 orang Kata Kunci: ABSTRACT 69

6 Keywords 1. PENDAHULUAN Menarche adalah menstruasi pertama kali yang dialami remaja putri biasanya terjadi dalam rentang usia tahun yang merupakan pergantian fase kehidupan dari masa kanak-kanak menjadi masa usia remaja (Proverawati, 2009). Seorang wanita akan meng alami menarche yang buhan payudara, pertumbuhan rambut daerah bis dan aksila serta panggul mulai melebar dan membesar, selain itu organ reproduksi yang berada di dalam juga mengalami perkembangan dan perubahan untuk mempersiapkan haid pertama (Lestari, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Siswa Kelas VII SMP Ne geri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar, menunjukkan bahwa dari 10 siswi yang sudah mengalami menarche mereka mengatakan bahwa pada saat pertama kali mendapatkan menarche, mereka merasa belum mem punyai kesiapan sebelumnya, dan hal yang di rasakan dalam bentuk rasa panik karena harus melihat begitu banyak darah yang keluar dari alat vital mereka, rasa malu karena harus mengalami menarche di sekolah, serta reaksi dari teman-teman sekelas yang kurang menyenangkan seperti mengejek dan mendapat perlakuan yang berbeda pada saat bermain di jam istirahat sekolah. Oleh karena itu diperlukan suatu kesiapan psikologis dalam menghadapinya. Informasi mengenai menstruasi sangat diperlukan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi menarche. Namun kebutuhan akan informasi tentang menarche tidak selalu mendapatkan perhatian yang cukup dari orang tua, guru, dan pihak yang berkompeten lainnya, sehingga masih banyak remaja perempuan yang merasa tidak siap menghadapi menarche. Peran ibu terhadap remaja putri pada saat menarche sebagai pendidik dan pemberian asuhan dalam keluarga meliputi pe rawatan haid, pe- Pada perawatan haid diberikan wawasan masalah haid, pada perawatan genetalia diberikan pengetahuan tentang merawat tubuh terutama daerah pusing, sakit pinggang, mual dan mules, pinggang terasa mau putus, sedangkan pada keluhan psikis remaja merasa kaget dan takut (Roasih, 2009). Peran ibu terhadap remaja putri pada saat menarche sebagai pendidik dan pemberian asuhan dalam keluarga meliputi perawatan haid, pe- Pada perawatan haid diberikan wawasan masalah haid, pada perawatan genetalia diberikan pengetahuan tentang merawat tubuh terutama daerah pusing, sakit pinggang, mual dan mules, pinggang terasa mau putus, sedangkan pada keluhan psikis remaja merasa kaget dan takut (Roasih, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara peran keluarga dengan kesiapan 70

7 remaja putri menghadapi menstruasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar. 2. PELAKSANAAN a. Lokasi dan Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal bulan Agustus 2013 s/d bulan Februari 2014 di SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar. b. Populasi dan sampel penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa putri kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar sebanyak 123 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik - yaitu de ngan jumlah sampel sebanyak 55 orang responden / siswa. 3. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan metode korelasional dimana peneliti akan menyelidiki hubungan peran keluarga (variabel bebas) dengan kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi (variabel terikat) pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan atau sekali waktu. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan Uji Pengujian dilakukan dengan bantuan program komputer 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Univariat a. Peran Keluarga Berdasarkan hasil analisis data terhadap hasil kuesioner peran keluarga diperoleh nilai terendah sebanyak 40 dan nilai tertinggi sebesar 64. Adapun nilai mean variabel peran keluarga sebesar 53,4 dan nilai standar deviasi sebesar 7,74. Berdasarkan hasil jawaban responden mengenai peran keluarga yang dianalisis de ngan menggunakan rumus skor T diperoleh data sebagai berikut: No Keterangan Tabel 1. Peran Keluarga Peran keluarga positif (baik) Peran keluarga negatif (tidak baik) Jumlah Prosentase ,82 38,18 Jumlah % Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa peran keluarga pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar masuk kategori baik sebanyak 34 orang (61,82%) dan kategori tidak baik sebanyak 21 orang (38,18%). Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini menunjukan bahwa peran keluarga memiliki remaja putri menghadapi menstruasi pertama (menarche) pada siswa di kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karang anyar. Hal tersebut dapat dilihat dari jawaban responden terhadap pernyataan mengenai ibu memberitahu tentang tanda-tanda atau gejala ketika responden akan menstruasi yaitu menyatakan sangat setuju sebanyak 38 orang (69,1%). Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini menunjukan bahwa peran keluarga merupakan salah satu faktor yang berperan pada kesiapan menghadapi menstruasi pertama (menarche) pada siswi di SMP Negeri 1 Colomadu. Bentuk kesiapan menghadapi mens truasi tersebut ditunjukkan dengan jawaban responden atas pernyataan tentang memahami dan mengerti tentang tata cara menggunakan pembalut saat menstruasi pertama kali sebanyak 60% (33 subjek) menyatakan sa ngat setuju. Hal ini selaras dengan pendapat Sarwono (2008) yang menyatakan bahwa komunikasi yang efektif antara ibu dan anak akan membantu anak dalam menyesuaikan diri saat mengalami menstruasi pertama (menarche). Hal ini juga selaras dengan pendapat Gunarsa (2007) yang menyatakan bahwa peran keluarga, terutama ibu akan membantu anak dalam menyesuaikan diri saat mengalami menstruasi pertama 71

8 Hasil penelitian menunjukan bahwa skor T untuk peran keluarga yang masuk kategori baik yaitu 61,82% (34 subjek). Artinya siswi SMP Negeri 1 Colomadu yang menjalin komunikasi yang cukup efektif de ngan ibunya. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2009) yang menyatakan bahwa bahwa ada hubungan antara faktor keluarga dengan pe ngetahuan menstruasi remaja putri. Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar menganggap bahwa menstruasi merupakan hal yang normal dialami setiap remaja sehingga subjek tidak merasa takut, cemas atau khawatir ketika mendapatkan menstruasi pertama Subjek lebih memaknai menstruasi pertama sebagai hal yang positif dan menyenangkan sehingga merasa cukup siap dalam menghadapi menstruasi pertama b. Kesiapan Remaja Putri Menghadapi Menstruasi Berdasarkan hasil analisis data terhadap hasil kuesioner kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar diperoleh nilai terendah sebesar 30 dan nilai tertinggi sebesar 48. Adapun nilai mean variabel peran keluarga sebesar 39,87 dan nilai standar deviasi sebesar 5,16. Berdasarkan hasil jawaban responden mengenai kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi yang dianalisis dengan menggunakan rumus skor T diperoleh data sebagai berikut: Tabel 2. No Keterangan Jml Prosentase 1. Kesiapan remaja putri 36 65,45 menghadapi menstruasi positif (baik). 2. Kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi negatif (tidak baik) ,55 Jumlah % Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa variabel kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar masuk kategori baik yaitu sebanyak 36 orang (65,45%) dan kategori tidak baik sebanyak 19 orang (34,55%). Sedangkan skor T untuk kesiapan menghadapi menstruasi pertama (menarche) yang masuk kategori baik yaitu 65,45% (36 subjek). Artinya subjek yang memiliki kategori baik cukup siap dalam menghadapi menstruasi pertama (menarche) Analisis Bivariat Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 3. Tabulasi Silang Peran Keluarga Menstruasi Variabel Peran Keluarga Tidak Baik Baik Kesiapan Remaja Putri Menghadapi Menstruasi Tidak Baik Baik Total Total 21 P 0,001 Hasil analisis Chi-Square diperoleh nilai = 0,001. Karena nilai = 0,001` < 0,05 berarti antara peran keluarga dengan kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar mempunyai hubungan yang kasikan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti hipotesis yang menyatakan bahwa: Ada hubungan antara peran keluarga dengan kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar, diterima kebenarannya. Hasil analisis data menunjukkan bahwa siswa remaja putri kelas VII SMP Negeri Colomadu 1 yang memiliki peran keluarga baik sebanyak 34 responden terdapat 5 responden yang tidak memiliki kesiapan dalam meng hadapi mens truasi pertama. Sedangkan siswa yang me- 72

9 miliki kesiapan yang baik sebanyak 36 siswa ternyata terdapat 7 responden yang memiliki peran keluarga yang tidak baik. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa peran keluarga yang baik belum tentu kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi yang baik pula, hal tersebut disebabkan karena kondisi psikologis remaja putri sen diri yang kurang siap dalam menghadapi menstruasi. Keterbatasan penelitian ini adalah se bagai berikut: 1. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan setelah selesai pembelajaran, yaitu sekitar pukul WIB sehingga responden dalam mengisi kuesioner kurang konsentrasi dan memahami isi atau pernyataan dalam kuesioner. 2. Responden dalam mengisi instrumen peran keluarga kurang tepat, sebab instrumen peran keluarga seharusnya diisi oleh orang tua responden. Namun karena keterbatasan waktu maka instrumen peran keluarga diisi oleh siswa atau responden. 5. KESIMPULAN a. Karakteristik responden berkaitan de ngan kesiapan menghadapi menstruasi yaitu tingkat pendidikan orang tua responden sebagian besar memiliki pendidikan tinggi sebanyak 29 siswa (52,73%), jenis pekerjaan orang tua responden paling banyak adalah pegawai swasta sebanyak 16 siswa (29,09%), tingkat penghasilan orang tua responden paling banyak adalah penghasilan kategori tinggi sebanyak 26 siswa (47,27%), rata-rata lama menstruasi remaja putri Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar sebagian besar terjadi antara 3 sampai 8 hari (normal) yaitu sebanyak 39 siswa (70,91%) dan sebagian besar responden menggunakan obat penahan rasa sakit sebanyak 29 siswa (52,73%). b. Peran keluarga dalam memberikan informasi tentang menstruasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karang anyar yaitu masuk kategori baik yaitu sebanyak 34 orang (61,82%). c. Kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar yaitu masuk kategori baik sebanyak 36 orang (65,45%). d. Hasil analisis diperoleh nilai p-value = 0,001 < 0,05, sehingga ada hubungan antara peran keluarga dengan kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar. Semakin tinggi peran keluarga, maka semakin tinggi pula kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi. Sebaliknya semakin rendah peran keluarga, semakin rendah pula kesiapan remaja putri menghadapi menstruasi. 6. REFERENSI Ali, Duria A. Rayis, Mona Mamoun dan Ishag Adam Age at Menarche and Menstrual Cycle Pattern Among Schoolgirls in Journal of Public Health and Epidemiology; 3(3): Aboyeji, S, Abiodun, F, Adewara, & Adegoke, Menstrual Preparation Among Adolescents in Kwarta State. Journal. Kwarta State: Department of Obstetrics and Gynaecology. University of Ilorin Teaching Hospital. Al-Mighwar, M. 2010,. Bandung: CV Pustaka Setia. Andira, D Seluk Beluk Kesehatan Re-. Yogyakarta: A. Plus Books. Aryani Solusinya. Salemba Medika Jakarta Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Aryani, 2010, Bandung: Khazanah Intelektua Azwar, Saifuddin Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Depkes, 2005, Jakarta. Erma, 2006, Putri Yang Telah Mengalami Menarche Di 73

10 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Gunarsa, S.D Psikologi Perkembang an. Jakarta: Gunung Mulia. Hidayat, 2011, Revisi. Bandung: Informatika. Kartono, Kartini Psikologi Umum. Bandung: CV Mandar Maju. Lestari, 2011, bur, Yogyakarta: Katahati. Lusiana, 2007, Usia Menarche, Konsumsi Pa- Bogor. Masysaroh, 2004, Diakses tanggal 03 September 2013 Muadz, M Modul Pelatihan Konseling Konselor Sebaya, Jakarta: BKKBN. Manuaba, 2001, Sosial Indonesia. Jakarta: EGC. Machfoedz, 2007, Medotologi Penelitian Bidang, Yogyakarta: Fitramaya. Notoadmojo, 2010, Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Puspitaningrum, 2010, Tahun yang Mengalami Menarche Dini di Jurusan Kebidanan Universitas Muhammadiyah Semarang Purwandari, 2002, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi Lembaga Pengembangan Sarana Penyuluhan dan Pendidikan Psikologi. Jakarta: Fak. Psikologi UI. Prawirohardjo, S Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Proverawati, 2009, Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika. Razi, F Analisa Usia Menarche Pada Da- temen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam Malik-RSUD Dr. Pirngadi Medan, Maret Roasih, 2009, Brebes, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Rumbiak, 2007, Adat Gianyar. ac.id/11459/9/9._laporan_penelitian, Diakses Tanggal 11 Oktober 2014, Pukul WIB. Ryani, 2010, Solusinya, Jakarta: Salemba Empat. Santrock, John W Adolescece Per-. Jakarta: Erlangga. Saringendyanti, 1998, Pendidihan Seks Untuk Anak. Jakarta. PT. Penebar Swadaya. Sarwono, 2008,. Jakarta: Raja Soetjiningsih Dan Permasalahannya. Jakarta: CV. Sagung Seto. Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta. Syarief, 2003,. Jakarta: Departement Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Widyastuti, 2009,.Yogyakarta: Fitramaya. Yusuf, 2002, Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Zein, 2005, Jakarta: Penerbit Fitramaya -oo0oo- 74

11 PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PADA JURUSAN KEBIDANAN DI KAMPUS III POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Ana Widi Astuti 1), Henik Istikhomah 2) 1, 2 Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta ABSTRAK Kata kunci ABSTRACT 75

12 Keywords 1. PENDAHULUAN Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting bagi perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia (Suardi, M. 2012). Penggunaan metode pembelajaran dalam pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan dilakukan untuk menciptakan dan membentuk manusia yang profesional. Metode pembelajaran yang digunakan diharapkan dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Supriyanto (2012) terdapat peranan yang berat antara variabel persepsi mahasiswa mengenai penggunaan metode pembelajaran terhadap variabel motivasi belajar mahasiswa. Penjelasan tersebut diperkuat oleh penelitian Butar-Butar (2012), dengan hasil tara penggunaan media pembelajaran dan variasi metode pembelajaran dosen terhadap motivasi belajar mahasiswa. Dari proses pembelajaran kami melakukan studi pendahuluan pada tanggal 9 September dan pada tanggal 16 September 2013 dengan melakukan wawancara kepada 10 mahasiswa DIII Kebidanan dan DIV Kebidanan diperoleh informasi bahwa metode pembelajaran yang ada di Kampus III bervariasi, namun dalam penggunaan metode pembelajaran belum maksimal, mahasiswa mengatakan metode pembelajaran adalah cara dosen untuk menyampaikan pelajaran. Mahasiswa mengatakan metode yang digunakan sebagian sudah bervariasi dan ada juga yang masih monoton. Metode yang sudah digunakan dan yang diketahui mahasiswa diantaranya metode ceramah, tanya jawab, diskusi, r, demonstrasi, tugas, simulasi. Sebagian besar mahasiswa mengatakan metode pembelajaran yang di senangi mahasiswa adalah metode demonstrasi karena menurut mereka bisa efektif, mahasiswa lebih paham karena bisa melihat dan mempraktikkan secara langsung, selain itu metode yang disenangi yaitu karena dapat menjadikan mahasiswa aktif dalam pembelajaran metode tersebut membahas masalah kemudian di praktikkan mahasiswa sendiri. Hasil penelitian Hamid, A (2010). Menunjukkan bahwa aktivitas belajar mahasiswa dapat ditingkatkan secara optimal, hasil belajar mahasiswa dapat ditingkatkan, dan ketuntasan belajar mahasiswa lebih besar, respon 76

13 mahasiswa terhadap strategi pembelajaran berkategori positif. Sedangkan metode pembelajaran yang kurang disenangi dan dianggap monoton yaitu ceramah, kelebihannya dapat digunakan orang banyak, waktu lebih pendek, sedangkan kelemahannya mahasiswa mengatakan bila dosen yang menyampaikan pembelajaran ceramah disertai slide dan bisa menguasai kelas dan kreatif dalam pembuatan slide nya maka mahasiswa semangat dalam pembelajaran, tetapi bila dosen kurang menguasai kelas maka ceramah dianggap membosankan mahasiswa, susah memahami pelajaran, mahasiswa cepat mengantuk. Mahasiswa mengatakan metode yang digunakan dosen ada yang dapat untuk memahami pelajaran yang diberikan dan ada yang tidak dapat memahami pelajaran khususnya metode ceramah. Menurut mahasiswa sebenarnya semua metode pembelajaran yang di gunakan ada kelebihan dan kekurangannya, sehingga mahasiswa harus bisa mengikuti dan pandai-pandai dalam memanfaatkan kelebihan metode tersebut dan menghindari kekurangan metode tersebut. Sebaiknya dosen mengganti metode pembelajaran yang lebih menarik sehingga akan menumbuhkan keminatan mahasiswa untuk mengikuti pro ses belajar. Ungkapan tersebut juga sesuai dengan penelitian ButarButar, D (2012). Dengan hasil penelitian tentang motivasi belajar ada pengaruh variasi metode pembelajaran dosen terhadap motivasi belajar mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang pengertian dan manfaat metode pembelajaran yang digunakan dosen., Untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang jenis-jenis metode pembelajaran yang digunakan., Untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang metode-metode pembelajaran yang disenangi dan tidak disenangi mahasiswa, dan Untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang harapan penggunaan metode pembelajaran yang dapat memberikan motivasi belajar. 2. PELAKSANAAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Jurusan Kebidanan Kampus III Poltekkes Surakarta. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai bulan Februari METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dengan cross sectional atau studi potong lintang, bahwa penelitian ini serentak pada saat dan periode yang sama Subyek penelitian menggunakan metode dengan jenis sampling adalah tion dengan jumlah informan 21 orang, pengumpulan data dengan diskusi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persepsi mahasiswa tentang pengertian dan manfaat metode pembelajaran yang digunakan dosen pada Jurusan Kebidanan di Kampus III Poltekkes Surakarta. Secara lebih rinci, data mengenai persepsi mahasiswa tentang pengertian dan manfaat metode pembelajaran dapat dilihat pada bagan 4.1. Berdasarkan hasil penelitian, persepsi tentang pengertian metode pembelajaran menurut informan penelitian pada jurusan kebidanan di Kampus III Poltekkes Surakarta terdapat variasi jawaban, diantaranya metode pembelajaran yaitu cara dosen mengaplikasikan teknik dan strategi pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara-cara dosen memberikan pelajaran ke mahasiswa, hal ini sesuai dengan pendapat Syah, D (2007), yang menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara yang di gunakan guru atau 77

14 dosen untuk menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa atau peserta didik untuk mencapai tujuan. Pengertian metode pembelajaran yaitu strategi yang di gunakan dosen untuk menyampaikan materi kepada mahasiswa, kiat-kiat dosen dalam menyampaikan materi pelajaran kepada mahasiswa. Menurut Sutikno (2009) menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan. naik, karena dengan metode pembelajaran itu mahasiswa jadi tahu materi dosen, sehingga mahasiswa akan meningkatkan belajarnya dan dapat meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam pembelajaran, jadi mahasiswa lebih aktif mengikuti pembelajaran, mahasiswa ikut terjun ke pembelajaran. Pendapat tersebut di dukung oleh pendapat Benny, A (2009), yang menyatakan bahwa tujuan proses pembelajaran adalah agar siswa dapat mencapai kompetensi seperti yang diharapkan. 4.2 Persepsi mahasiswa tentang jenis-jenis metode pembelajaran yang digunakan dosen Jenis-jenis metode pembelajaran yang di gunakan dosen yaitu metode diskusi, ceramah, jigzaw, tanya jawab,, simulasi, demonstrasi, resitasi, ronde, bed site teaching, mentorship dan preseptorship, kerja kelompok. Hasil penelitian yang dilakukan Data tersebut lebih jelas dapat dilihat pada bagan 4.2. Persepsi tentang manfaat metode pembelajar an menurut informan penelitian terdapat variasi jawaban di antaranya yaitu agar mahasiswa tidak jenuh pada proses pembelajaran, mahasiswa bisa aktif mencari solusi sendiri dalam pembelajaran, dosen hanya mengarahkan atau fasilitator, mahasiswa akan tahu materi pelajaran yang akan di sampaikan dosen. Untuk dosen menyampaikan materi sesuai SKS yang akan dicapai, diharapkan materi dapat dipahami mahasiswa sehingga mahasiswa tahu dan jelas, bisa menerima materi, hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana dalam Syah, D (2007), bahwa tujuan penggunaan metode pembelajaran tersebut agar materi pembelajaran dapat diserap peserta didik dengan baik. Pendapat lain dari informan manfaat metode pembelajaran yaitu nilai mahasiswa 78

15 Persepsi mahasiswa tentang jenis-jenis metode pembelajaran yang di gunakan dalam PBM di berbagai tempat pembelajaran meliputi tiga kategori, yaitu persepsi tentang jenis-jenis metode pembelajaran yang digunakan dosen pada proses pembelajaran a) di kelas, b) dalam pembelajaran laboratorium c) di lapangan. Jenis-jenis metode pembelajaran yang di gunakan dosen yaitu metode diskusi, ceramah, jigzaw, tanya jawab,, simulasi, demonstrasi, resitasi, ronde, bed site teaching, mentorship dan preseptorship, kerja kelompok. Menurut pendapat informan tentang metode diskusi yaitu membagi kelompok-kelompok kecil atau besar, memecahkan dan mendiskusikan suatu masalah. Metode diskusi bertujuan untuk meng analisis, memecahkan, meggali, mendiskusi kan permasalahan tertentu. Kelebihan metode pembelajaran diskusi yaitu dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal, dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam memberikan gagasan dan ide-ide, melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalah an. Metode diskusi tepat dapat membiasakan siswa untuk beragumentasi dan kasi dan memecahkan masalah serta mengambil keputusan. Kelemahan diskusi ilmu yang didapat kurang sesuai dengan yang diharapkan (Aqib, 2013), Menurut informan penelitian, metode ceramah yaitu dosen memberikan ceramah ke mahasiswa di depan. Metode ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan jika guru kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik. Kekurangan metode ceramah yaitu monoton, mahasiswa tidak aktif. Keuntungan metode ceramah yaitu bila itu materi baru mahasiswa jadi tahu materi yang disampaikan oleh dosen (Aqib,2013). Metode tanya jawab menurut informan penelitian yaitu memberikan umpan balik ke mahasiswa, dosen maupun mahasiswa saling bertanya. Keuntungan metode tanya jawab yaitu mahasiswa aktif, pembelajaran tidak membosankan. Tujuan yang akan di capai dari metode tanya ja wab yaitu untuk merangsang siswa berpikir, untuk mengecek dan mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran yang telah dikuasai oleh siswa (Aqib, 2013). 4.3 Persepsi mahasiswa tentang metodemetode pembelajaran yang disenangi dan tidak disenangi mahasiswa Data tersebut dapat dilihat pada tabel Persepsi pada sub fenomena ini didapatkan metode pembelajaran yang disenangi maupun tidak disenangi mahasiswa yaitu metode diskusi, ceramah dan tanya jawab. a Metode diskusi Mahasiswa senang metode diskusi dengan alasan untuk penyampaian teori yang disenangi yaitu diskusi karena mahasiswa bisa menemukan permasalahan yang perlu di ketahui, mahasiswa bisa bercerita, bisa lebih aktif, kalau ada pertanyaan dari temanteman waktu maju ke depan dan bisa men- 79

16 jawab pertanyaan itu merasa puas, bangga, karena merasa menguasai materi yang sudah didiskusikan. Metode diskusi tepat jika di gunakan untuk perluasan pengetahuan yang telah dikuasai siswa atau peserta didik, dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal (Aqib, 2013).. Metode diskusi juga tidak disenangi mahasiswa dengan alasan bahwa metode diskusi membosankan, banyak mahasiswa yang bicara sendiri saat pelaksanaan diskusi, mahasiswa yang tidak aktif hanya diam. Kelemahan diskusi dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki keterampilan berbicara, sehingga bagi mahasiswa yang kurang aktif mengikuti diskusi akan bosan. Agar metode diskusi banyak disenangi mahasiswa maka metode ini perlu strategi tertentu yang dapat menarik mahasiswa dan mengaktifkan semua kalangan mahasiswa dalam pembelajaran diskusi, karena diskusi memerlukan waktu yang cukup panjang dan kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan (Aqib, 2013). Metode ceramah disenangi mahasiswa dengan alasan apabila cara penyampaian dosen menarik dan dosen humoris dalam pembelajaran maka mahasiswa akan senang. Kalau dosen hanya membaca slide saja maka mahasiswa bosan dan ngantuk. Sesuai dengan pendapat Aqib, Z (2013), bahwa melalui ceramah guru atau pengajar dapat mengontrol keadaan kelas karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah. Pendapat informan lain, metode yang tidak di senangi yaitu metode ceramah karena monoton, hanya komunikasi satu arah saja dari dosen, tidak menggali kemampuan mahasiswa. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan jika guru kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik (Aqib, 2013). Mahasiswa senang metode tanya jawab apabila dalam penyampaiannya menarik dan dosen humoris. Berhasil tidaknya metode tanya jawab sangat bergantung kepada teknik guru dalam mengajukan pertanyaannya. Metode ini digunakan apabila bermaksud mengulang bahan pelajaran, ingin membangkitkan siswa belajar, tidak terlalu banyak siswa, sebagai selingan metode ceramah (Aqib, 2013) Persepsi pada sub fenomena ini didapatkan metode pembelajaran yang disenangi mahasiswa yaitu metode simulasi,, demonstrasi,. a. Metode simulasi; karena mahasiswa bisa mengaplikasikan pengetahuan. Metode simulasi bertujuan untuk dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja (Aqib, 2013). b. Metode ; karena metode ini seru sehingga mahasiswa lebih bisa interaksi aktif dengan kelompok lain, lebih menantang saat pembelajaran. c. Metode pembelajaran demonstrasi; karena mahasiswa dapat mengaplikasikan materi, dapat praktik langsung, mahasiswa jadi tahu gambaran materi yang disampaikan dosen. Sesuai dengan pendapat Saiful (2005), bahwa dengan cara mengamati secara langsung, siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan, melalui metode demonstrasi, terjadinya verbalisme akan dapat dihindari karena siswa disuruh langsung memerhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan. d. Metode, karena mahasiswa lebih aktif, bisa berekspresi memerankan kenyataan di lapangan, mahasiswa tahu gambaran besar materinya. Metode lebih seru, sesuai pendapat Aqib, Z (2013), bahwa metode ini akan menarik perhatian siswa, sehingga dengan begitu suasana kelas akan 80

17 menjadi lebih hidup dan menyenangkan (Aqib, 2013) Persepsi mahasiswa tentang jenis-jenis metode pembelajaran yang tidak disenangi menurut informan penelitian yaitu presentasi kelompok Metode presentasi kelompok tidak disenangai karena tidak efektif, mahasiswa tertentu saja yang aktif, dan mahasiswa yang lain tidak memperhatikan, kalau mahasiswa yang presentasi kurang menguasai materi maka membosankan mahasiswa yang lain. 4.4 Persepsi mahasiswa tentang harapan mahasiswa dalam penggunaan metode pembelajaran yang dapat memberikan motivasi belajar. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4. Penggunaan metode pembelajaran dapat memberikan motivasi belajar karena dengan metode yang sudah diterapkan mahasiswa ingin menggali kemampuan memahami materi yang di sampaikan. Namun metode pembelajaran yang digunakan dosen ada yang belum terlalu se suai harapan mahasiswa, mahasiswa ingin setiap dosen dapat menerapkan semua metode pembelajaran, sehingga mahasiswa tidak bosan, dosen diharapkan dapat menguasai dan menerapkan metode pembelajaran yang ada. Harapan mahasiswa dalam penggunaan metode pembelajaran yang dapat memberikan motivasi belajar, antara lain: a. Ada inovasi baru yang belum pernah di sampaikan dosen karena masih banyak metodemetode pembelajaran yang lain yang belum di sampaikan ke mahasiswa, dosen bisa menambahkan teknis-teknis lain untuk metode pembelajaran. b. Pengembangan metode pembelajaran yang sudah ada agar sistem pendidikan lebih bagus, sehingga dapat membangkitkan motivasi belajar mahasiswa, dan materi yang disampaikan dosen dapat terserap secara utuh, mahasiswa diharapkan hafal dalam proses pembelajarannya. Metode pembelajaran yang di harapkan mahasiswa yaitu yang bervariasi, yang tepat sasaran sehingga menghasilkan mahasiswa yang berlian dan profesional. Menyesuaikan metode yang tepat untuk pembelajaran teori dan praktik. Dalam kegiatan mengajar makin tepat metode yang kegiatan mengajar yang dilakukan antara guru dan siswa pada akhirnya akan menunjang dan mengantarkan keberhasilan belajar siswa dan keberhasilan yang dilakukan oleh guru (Syah, 2007) c. Dosen dapat menerapkan metode yang sudah ada, karena dosen mungkin sudah tahu metode-metode pembelajaran yang ada tetapi belum menerapkan metode itu. Metode pembelajaran yang di harapkan yaitu yang beragam yang sesuai dengan materi yang di sampaikan, materi yang harus disampaikan dengan cerita yaitu dengan metode ceramah, tetapi kalau pembelajaran berhubungan dengan praktik disampaikan dengan demonstrasi atau simulasi. Kriteria yang paling utama dalam pemilihan metode pembelajar- 81

18 an bahwa metode harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Metode pembelajaran yang di harapkan mahasiswa yaitu yang meningkatkan peran aktif mahasiswa, dosen hanya sebagai fasilitator dan mahasiswa yang aktif dalam pembelajaran (Aqib, 2013). 5. KESIMPULAN Persepsi mahasiswa tentang pengertian metode pembelajaran adalah cara dosen untuk mengimplementasikan teknik pembelajaran, strategi dosen dalam menyampaikan materi dan metode untuk belajar mengajar. Manfaat metode pembelajaran yaitu untuk meningkatkan pemahaman, partisipasi, interaksi dan keaktifan mahasiswa. Persepsi mahasiswa tentang jenis-jenis metode pembelajaran yang digunakan dosen pada proses PBM di berbagai tempat pembelajaran meliputi metode ceramah, tanya jawab, diskusi, role play, resitasi, brainstorming, simulasi, demonstrasi, jigzaw, drill. Persepsi mahasiswa tentang jenis-jenis metode pembelajaran yang disenangi mahasiswa meliputi metode diskusi, jigzaw, brainstorming, demonstrasi dan simulasi, role play, ceramah dan tanya jawab. Metode pembelajaran yang tidak disenangi mahasiswa meliputi metode ceramah, presentasi kelompok, diskusi, tanya jawab. Persepsi mahasiswa tentang harapan penggunaan metode pembelajaran yang dapat memberikan motivasi belajar bahwa mahasiswa berharap agar dosen mengembangkan metode narik sehingga mahasiswa tidak bosan, bisa aktif dalam pembelajaran. 6. REFERENSI Direktorat Jendral Pergururan Tinggi Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berba- Jakarta Fitriana, A cussion. Surakarta: Politekhnik Kesehatan Surakarta. Hamdani, Bandung: CV Pustaka Setia. Jacobsen, David A Methods For Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Majid, Abdul Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Masitoh, Siti Ciamis. Yoyakarta: Uin Sunan Kalijaga. Miles, M. B., Hubberman, A. M Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moleong, L. J Metodologi Penelitian Kualitatif. EdisiRevisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya Sugiyono Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suardi, M Pengantar Pendidikan: Teori dan Aplikasi. Jakarta Barat: PT Indeks Supriyanto, D Skripsi FKIP UNS: Surakarta. -oo0oo- 82

19 PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN (ABPK) BER- KB TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVICE (IUD) (Studi Pre Eksperimen di Desa Platarejo Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri Tahun 2013) Gita Kostania 1), Kuswati 2), Lina Kusmiyati 3) 1, 2 Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta 3 ABSTRAK an s 2 Kata kunci: 83

20 ABSTRACT - - Keywords: ABPK, KB, IUD, counseling 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan jumlah pendudukberada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Esensi tugas program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurun kan fertilitas agar dapat mengurangi beban pembangunan demi terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia (Manuaba, 2010). Pada saat ini alat kontrasepsi jangka panjang terutama Intra Uterin Device (IUD) merupakan salah satu cara kontrasepsi yang paling populer dan diterima oleh program Keluarga Berencana di setiap negara. Menurut data BKKBN Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 jumlah PUS yang menjadi peserta KB aktif tercatat sebanyak peserta dengan rincian masing-masing per metode kontrasepsi IUD (8,49%), MOW sebanyak (5,49%), MOP sebanyak (1,10%), kondom sebanyak (1,92%), implansebanyak (9,69%), suntik sebanyak (57,56%), pil sebanyak (15,74%) (BKKBN Jateng, 2012). Hasil pendataan peserta KB aktif seluruh keluarga per metode kontrasepsi di Kabupaten Wonogiri pada bulan Januari tahun 2013 yang menjadi peserta KB aktif berjumlah meliputi IUD jumlah peserta (19,02%), MOW jumlah peserta (5,9%), MOP jumlah peserta 266 (0,1%), kondom 3836 (2,1%), implan jumlah peserta (5,4%), suntik jumlah peserta (52,8%), dan pil jumlah peserta (14,5%) (BKBKSP, Kab.Wonogiri 2013). IUD merupakan alat kontrasepsi dalam rahim yang terbilang efektif karena angka kegagalannya 1 dari kehamilan.iud efektif segera setelah pemasangan, dapat digunakan dalam jangka panjang yaitu 10 tahun untuk CuT- 380A sehingga lebih hemat karena tidak perlu sering periksa ke tenaga kesehatan. Akan tetapi IUD belum menjadi pilihan utama bagi akseptor 84

21 yang akan melakukan keluarga berencana. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa rendahnya pemakaian kontrasepsi IUD disebabkan oleh ketidaktahuan akseptor tentang kelebihanmetode tersebut. Ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan metode kontrasepsi IUD disebabkan informasi yang disampaikan petugas pelayanan KB kurang lengkap (Maryatun, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling menggunakan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) ber-kb terhadap penggunaan kontrasepsi IUD di Desa Plata rejo. 2. PELAKSANAAN a. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Platarejo Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri mulai dari 14 Oktober 2013 s/d 30 November b. Populasi dan sampel penelitian Populasi pada penelitian ini adalah seluruh PUS di desa Platarejo. Pengambil an sampel secara purposive sampling. Penentuan sampel sebanyak 30 responden sesuai jumlah sampel minimum yang ditetapkan untuk penelitian eksperimen (Sulistyaningsih, 2011) sesuai kriteria inklusi dan eklusi. 3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah pre eksperimen studi. Pada desain ini terdapat satu kelompok yang digunakan untuk penelitian, tetapi dibagi dua, setengah kelompok untuk eksperimen (yang diberikan perlakuan) dan setengah kelompok untuk kontrol (yang tidak diberi perlakuan). Analisis data pada penelitian ini menggunakan statistik nonparametrik yaitu pengujian Pengujian dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS 16.0 forwindows. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil pengumpulan data, diperoleh karakteristik subyek penelitian meliputi umur, paritas dan pekerjaan responden. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik 2. Jenis kontrasepsi responden sebelum diberikan konseling Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi karakteristik digunakan sebelum konseling Alat Kontrasepsi f Persentase (%) Suntik 15 50,0 Pil 10 33,3 Kondom 1 3,3 Implan 0 0 IUD 0 0 Belum KB 4 13,4 Jumlah ,0 3. Jenis alat kontrasepsi responden setelah dilakukan konseling Setelah dilakukan konseling baik dengan ABPK maupun tanpa ABPK didapatkan data alat kontrasepsi yang digunakan responden sebagai berikut: 85

22 Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik digunakan setelah dilakukan konseling Alat Kontrasepsi Dengan ABPK Tanpa ABPK f % f % Suntik 2 6,6 7 23,4 Pil 2 6,6 4 13,3 Implan ,3 Kondom IUD 11 36, Jumlah , ,0 4. Pengaruh konseling menggunakan ABPK ber-kb terhadap penggunaan kontrasepsi IUD. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh konseling menggunakan alat bantu pengambilan keputusan (ABPK) ber-kb terhadap penggunaan kontrasepsi IUD dengan data kuantitatif berskala nominal by nominal,sehingga dianalisis melalui analisis kuantitatif dengan uji korelasi Chi- Tabel 4.4 Hasil uji analisis non parametrik dengan -Square diperoleh nilai x 2 hitung = 8,571 > x 2 tabel = 3,481, dengan nilai kemaknaan (p) sebesar 0,003<0,05., maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima, artinya terdapat pengaruh ABPK terhadap penggunan kontrasepsi IUD di desa Platarejo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik subyek yang menjadi responden kelompok umur terbanyak berusia antara 20 35tahun, yaitu sebanyak 20 orang atau 66,7 %. Usia20 35 tahun merupakan usia reproduktif sehat. Dalam Keluarga Berencana usia responden berhubungan dengan pola penggunaan kontrasepsi yang rasional, sehingga akan berpengaruh terhadap sikap ibu dalam mempertimbangkan untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD. Sesuai dengan usia reproduksi sehat dimana seseorang dapat menentukan pilihan untuk menggunakan kontrasepsi yang terbaik pada usia tersebut. Karakteristik paritas dari subyek penelitian terbanyak paritas 1 2 sebanyak 28 orang atau 93,3%, dalam hal ini sesuai dengan pola penggunaan kontrasepsi yang rasional pada masa mengatur kehamilan jangka panjang, karena paritas lebih dari 3 merupakan ancaman bagi kesehatan reproduktif dan kesejahteraan ekonomi. Karakteristik pekerjaan dari responden terbanyak adalah ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 14 orang atau 46,6%. Sebagian besar responden merupakan ibu rumah tangga menunjukkan bahwa kesadaran wanita akan membina keluarga besar dengan banyak anak merupakan tugas seorang ibu yangsangat berat. Anak yang banyak jelas akan menyulitkan ibu untuk bekerja sehingga ibu berkeinginan mengunakan alat kontrasepsi IUD dengan tujuan dapat menjarangkan kehamilan dalam jangka waktu lama 8 10 tahun. Karakteristik alat kontrasepsi yang digunakan responden sebelum dilakukan konseling terbanyak adalah KB suntik, sebanyak 15 responden atau 50%. Hal ini sejalan dengan penelitian Putriningrum (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor Faktor yang Mempengaruhi Ibu dalam Pemilihan Kontrasepsi KB Suntik di BPS Ruvina Surakarta, bahwa yang mempengaruhi pilihan ibu menjadi akseptor KB suntik di Bidan Praktek Swasta Ruvina adalah faktor pengetahuan, faktor pendidikan, dan faktor jumlah anak. Mereka beranggapan bahwa KB suntik sangat praktis jika dibanding kontrasepsi yang lain,misalnya penggunaan IUD (Intra Uterine Device), mereka sangat takut menggunakannya karena harus dimasukan pada lubang vagina dan penggunaannya mengganggu hubungan suami istri. Sedangkan kontrasepsi oral Pil, walaupun mereka takut lupa minum dan kadang pusing, banyak dipilih akseptor karena mereka takut dengan kontrasepsi suntik, implan ataupun IUD. Untuk 86

23 kontrasepsi susuk (Implant) tidak ada pengguna karena dimasukan di bawah kulit dengan proses pemasangan melalui operasi kecil sehingga mereka sangat takut. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh oleh responden sangat terbatas dan bahkan keliru terhadap beberapa jenis alat kontrasepsi sehingga mempengaruhi terhadap persepsi dan pemilihan kontrasepsi. Setelah dilakukan konseling dengan ABPK ber-kb didapatkan sebanyak 11 responden memilih IUD, 2 responden tetap mengunakan KB suntik, 2 responden memilih pil KB. Peminatan terhadap kontrasepsi IUD meningkat setelah akseptor diberikan konseling dengan ABPK ber-kb. Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik yang bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam melakukan konseling KB agar optimal digunakan suatu Alat Bantu Pengambilan Keputusan(ABPK) ber-kb. ABPK ber-kb tidak hanya berisi informasi mutakhir seputar kontrasepsi atau KB namun juga standar proses dan langkah konseling KB yang berlan- informasi dengan adanya konseling akan lebih (Saifuddin, 2010). Bentuk ABPK ber-kb berupa lembar balik yang menarik sehingga membuat ibu lebih partisipasif untuk bertanya dan bisa memahami apa yang menjadi kebutuhannya. ABPK merupakan panduan standar pelayanan konseling KB yang tidak hanya berisi informasi mutakhir seputar kontrasepsi atau KB, namun juga berisi standar proses dan langkah konseling KB yang berlandaskan pada hak klien KB dan Inform Choice. ABPK juga mempunyai fungsi ganda, antara lain: membantu pengambilan keputusan metode KB, membantu pemecahan masalah dalam penggunaan KB,alat bantu kerja bagi provider (tenaga kesehatan), menyediakan referensi atau info teknis, dan sebagai alat bantu visual untuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang baru bertugas (BKKBN, 2011). Data responden yang menggunakan alat kontrasepsi setelah diberikan konseling tanpa ABPK ber-kb yaitu sebanyak 7 responden masih menggunakan KB Suntik, 4 responden tetap menggunakan Pil, 1 responden beralih Implan dan 3 responden memilih IUD. Pada penelitian ini peneliti memberikan konseling tanpa alat bantu apapun. Peneliti hanya menjelaskan ten- efek samping, manfaat, keuntungan, kerugian dan cara pemasangan secara lisan. Dalam hal ini peneliti memberikan kesempatan pada responden untuk bertanya dan berpartisipasi aktif terhadap ke giatan konseling yang dilakukan. Suatu konseling agar berhasil harus meliputi beberapa unsur antara lain pemberi pesan sebagai sumber (encoder) atau konselor, materi atau isi pesan (message), saluran atau media (channel), sasaran sebagai penerima pesan (receiver) atau konseli, pengaruh hasil komunikasi (effects) dan umpan balik komunikasi (feedback) (BKKBN, 2012). Konseling tanpa menggunakan suatu alat media atau saluran (chanel) berarti menghilangkan salah satu unsur dari konseling itu sendiri sehingga keberhasilan dari tujuan konseling untuk merubah persepsi dan pandangan seseorang terhadap satu alat kontrasepsi kurang berhasil. Menurut Nugroho (2010), beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu menggunakan kekuatan atau kekuasaan atau dorongan, pemberian informasi dan diskusi partisipatif. Dengan ABPK ber-kb, konseling dapat berjalan secara informatif dan bersifat diskusi partisipatif karena ABPK ber-kb merupakan panduan standar pelayanan konseling KB yang tidak hanya berisi informasi mutakhir seputar kontrasepsi atau KB namun juga berisi standar proses dan langkah konseling KB yang berlandaskan pada hak klien KB dan Inform Choice. ABPK juga mempunyai fungsi ganda, antara lain membantu pengambilan keputusan metode KB, membantu pemecahan masalah dalam penggunaan KB, alat bantu kerja bagi provider (tenaga kesehatan), menyediakan referensi atau info teknis, dan alat bantu visual untuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang baru bertugas. Hal tersebut merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga 87

24 Berencana. Konseling yang berkualitas antara klien dan provider (tenaga medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program keluarga berencana (KB). Pada penelitian ini didapatkan hasil uji analisis nonparametrik dengan -Squarediperolehnilai x 2 hitung= 8,571 >x 2 tabel=3,481, dengan nilai kemaknaan (p) sebesar 0,003<0,05, maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Artinya terdapat pengaruh ABPK terhadap penggunan kontrasepsi IUD di desa Platarejo. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan ABPK seorang wanita lebih jelas akan gambaran alat kontasepsi yang akan digunakannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Candradewi (2013) dalam penelitian Pengaruh Pemberian Konseling Keluarga Berencana (KB) terhadap Alat Kontrasepsi IUD Post Plasenta di RSUP NTB bahwa rata rata nilai pengetahuan ibu bersalin tentang IUD Post Plasenta sebelum diberikan konseling KB adalah 12,53 dengan standar deviasi 3,589. Sedangkan rata rata nilai pengetahuan ibu bersalin tentang IUD Post Plasenta setelah diberikan konseling KB adalah 17,80 dengan standar deviasi 2,552. Perbedaan nilai rata rata pengetahuan ibu bersalin tentang IUD Post Plasenta sebelum diberikan konseling KB dan sesudah diberikan konseling KB adalah -5,267 dengan standar deviasi 3,118. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,001 kan rata-rata nilai pengetahuan ibu bersalin tentang IUD Post Plasenta sebelum diberikan konseling KB dan sesudah diberikan konseling KB. Sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh pemberian konseling KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD Post Plasenta. Penggunaan ABPK ber-kb mempengaruhi jenis kontrasepsi yang dipilih responden yaitu IUD. ABPK ber-kb merupakan suatu media atau saluran yang mempengaruhi proses konseling sehingga terjadi perubahan persepsi dan perilaku sehingga akseptor memilih dan menggunakan IUD. Sangat penting memberikan konseling pada akseptor KB menggunakan ABPK ber-kb karena ABPK ber-kb merupakan panduan standar pelayanan konseling KB yang tidak hanya berisi informasi mutakhir seputar kontrasepsi atau KB namun juga berisi standar proses dan langkah konseling KB yang berlandaskan pada hak klien KB dan Inform Choice. ABPK juga mempunyai fungsi ganda antara lain membantu pengambilan keputusan metode KB, membantu pemecahan masalah dalam penggunaan KB,alat bantu kerja bagi provider (tenaga kesehatan), menyediakan referensi atau info teknis, alat bantu visual untuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang baru bertugas (BKKBN,2010) 5. KESIMPULAN Ada pengaruh konseling menggunakan ABPK ber-kb terhadap penggunaan alat kontrasepsi IUD di desa Platarejo, dilihat dengan menggunakan analisis statistik chi square didapatkan nilai x 2 hitung = 8,571 > x 2 tabel = 3,481, dengan nilai kemaknaan (p) sebesar 0,003<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian informasi yang benar kepada akseptor akan merubah perilaku seseorang. Dengan menggunakan ABPK akseptor akan lebih jelas tentang gambaran alat kontasepsi yang akan digunakannya karena ABPK ber-kb merupakan suatu media atau saluran yang mempengaruhi proses konseling sehingga terjadi perubahan persepsi dan perilaku sehingga aksepstor memilih dan menggunakan IUD. SARAN Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan masyarakat khususnya PUS lebih berperan aktif dalam mengikuti program keluarga berencana (KB) dan banyak mencari sumber informasi guna memperluas pengetahuannya sehingga dapatmenentukan alat kontrasepsi yang tepat sesuai kebutuhannya. Bagi Instansi Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri maupun pihak-pihak terkait diharapkan dapat lebih memperhatikan pengadaan ABPK bagi petugas kesehatan terutama bidan untuk meningkatkan kualitas pelayanan Keluarga Berencana bagi masyarakat, karena sejauh ini ketersediaan ABPK bagi tenaga kesehatan khususnya bidan masih sangat terbatas. 6. REFERENSI Astrina, K.M. (2008). Pengaruh Konseling ter- 88

25 tar. - diunduh tanggal 2 Agustus BKBKSP.(2013).. diunduh pada tanggal 5 Agustus BKKBN.(2012). Jateng, tanggal 2 Agustus (2011). Buku Panduan Penggunaan Ber-KB, Jakarta: MStar.. (2012). Seri 10 Advokasi KIE, diunduh tanggal 31 Agustus Candradewi. (2013). Pengaruh Pemberian Kon- RSUP NTB Tahun di unduh pada tanggal 11 November Cunningham, F.G., Gant, F.N, Leveno, K.J. (2006)., Edisi 21, Jakarta: EGC. Everet, S. (2007)., Edisi 2, Jakarta: EGC. Glasier, A., Gebbie,A. (2005). Keluarga Beren-, Jakarta: EGC. Hidayat, A.A. (2010). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data, Jakarta: Salemba Medika. Machfoedz, I. (2006)., Yogyakarta: Fitramaya. Manuaba, I. B. (2010).Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. Maryatun. (2009). -, Surakarta: STIKES Aisyiyah. McLeod, J. (2006). Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Notoadmojo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi 3, Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho.(2012) Kesehatan, - diunduh tanggal 3 Oktober Puskesmas Giriwoyo II. (2012).Data Peserta KB Baru, Giriwoyo:Arsip Laporan. Saifuddin, B. A., Affandi, B, Baharuddin, M, Soekir, S. (2010).Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: YBPSP. Saryono. (2010)., Purwokerto: UPT Percetakan dan Penerbitan. Speroff, L., Darney, P. (2003). Pedoman Klinis, Edisi 2, Jakarta: EGC. Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta. Sulistyaningsih, (2011).Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Graha Ilmu. Uripni, C. L.,Untung, S. (2003). Komunikasi Kebidanan, Jakarta: EGC. Wararag.D, (2013). Pencabutan, diunduh tanggal 10 September Yulifah. R, Yuswanto, T.J.A. (2009). Komunikasi dan Konseling dalam Kebidanan, Jakarta: Salemba Medika. -oo0oo- 89

26 HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN STRATEGI KOPING PADA ANGGOTA KELUARGA DENGAN RIWAYAT PERILAKU KEKERASAN DI WILAYAH SURAKARTA Dwi Ariani Sulistyowati 1) 1, ABSTRAK Kata kunci: ABSTRACT 90

27 Keywords: 1. PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemempuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan ynag optimal. Untuk itu diselenggarakan upaya kesehatan yang salah satunya dilaksanakan melalui kegiatan kesehatan keluarga yang dalam pelaksanaannya melalui penyediaan sarana dan prasarana atau dengan kegiatan yang menunjang peningkatan kesehatan keluarga. Dalam sebuah unit keluarga, penyakit yang diderita salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga dan dalam hal tertentu, sering kali akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain (Friedman, 1998). Bila salah satu individu dalam keluarga meempunyai riwayat perilaku kekerasan dan memerlukan tindakan keperwatan, maka hal ini tidak hanya menimbulkan stress pada dirinya sendiri tetapi juga pada keluarganya. Di seluruh Asia, diperkirakan 2-10 dari setiap 1000 penduduk mengalami schizofrenia, dan 10% diantaranya perlu diobati dan dirawat intensif karena telah sampai pada taraf yang mengkhawatirkan. Prevalensi penderita schizofrenia di Indonesia adalah 0,3 1 %. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita schizofrenia. Schizofrenia adalah gangguan mental yang sangat luas dialami di Indonesia, dimana sekitar 99% Rumah Sakit Jiwa di Indonesia adalah penderita schizofrenia (Sosrosumihardjo, 2007). Permasalahan utama yang sering terjadi pada pasien schizofrenia adalah perilaku kekerasan. Hal ini sesuai dengan diagnosa keperawatan NANDA yang biasa ditegakkan berdasarkan pengkajian gejala psikotik atau tanda positif. Kondisi ini harus segera ditangani karena perilaku kekerasan yang terjadi akan membahayakan diri pasien, orang lain, dan lingkungan. Hal inilah yang menjadi alasan utama pasien schizofrenia dibawa ke rumah sakit. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat mem- orang lain, maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 2006). Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari rasa marah atau ketakutan yang mal adaptif (panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang diri sendiri maupun orang lain, sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Stuart dan Laraia, 2005), sedangkan kemarahan adalah perasaan jengkel yang muncul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Kecemasan adalah sensasi yang membingungkan dari kejadian yang akan datang yang muncul tanpa alasan. Kecemasan dicetuskan oleh sesuatu yang tidak diketahui dan muncul sebelum ada pengalaman baru, yang mengancam identitas dan harga diri seseorang (Taylor, 1997). Kecemas an akan muncul pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya sedang sakit dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Bila salah satu anggota keluarga sakit maka hal tersebut akan menyebabkan terjadinya krisis pada keluarga. Untuk menghadapi keadaan yang penuh stress tersebut keluarga perlu mengembangkan koping yang efektif. Strategi dan proses koping keluarga berfungsi serbagai proses dan mekanisme yang vital dimana melalui proses dan mekanisme tersebut fungsi-fungsi keluarga menjadi nyata. Tanpa koping yang efektif, fungsi afektif, 91

28 ekonomi, sosialisasi, perawatan keluarga tidak dapat dicapai secara adekuat (Friedman, 1998). Oleh sebab itu proses koping keluarga merupakan proses penting yang membuat keluarga mampu mencapai fungsi-fungsi keluarganya secara optimal. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan anggota keluarga riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta. 2. PELAKSANAAN a. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret tahun 2013 di wilayah Surakarta. b. Populasi dan sampel penelitian Dari 45 responden di Wilayah Surakarta memenuhi syarat untuk dijadikan responden sejumlah 30 pasien. Teknik sampling yang digunakan dalam penentuan sampel adalah proporsional. Metode pengumpulan data tentang tingkat kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan anggota keluarga perilaku kekerasan dengan menggunakan angket. 3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah diskripsi analitik dengan cross sectional atau studi potong lintang, bahwa penelitian ini serentak pada saat dan periode yang sama 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Karakteristik Responden den Dari tabel 1 menunjukkan bahwa dari 30 responden yang mengalami kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta adalah perempuan yaitu 10 orang (33,3 %) dan laki-laki sebesar 20 orang (66,7 %). Distribusi jenis kelamin responden yang mengalami kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta dapat dilihat pada gambar1. Dari 30 responden yang mengalami kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta sebagian besar usia dewasa yaitu 13 orang (43,3%), usia remaja sejumlah 9 orang (30%), dan usia tua sejumlah 8 orang (26,7%). Distribusi frekuensi umur responden yang mengalami kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta tersebut dibuat dalam ben- 92

29 - Distribusi frekuensi tabulasi perilaku re- maka akan tampak seperti gambar berikut ini. Dari 30 responden yang yang mengalami kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta yang mempunyai tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) adalah sebesar 12 orang (40%), Sekolah Menengah Pertama sebesar 1 orang (3,3%), Sekolah Menengah Atas 9 orang (30%), Perguruan Tinggi sebesar 5 orang (16,7%), dan tidak bersekolah sebesar 3 orang (10%). Distribusi frekuensi tingkat pendidikan re- bagai berikut: - Dari 30 responden yang diteliti sebagian besar mengalami penurunan frekuensi setelah dilakukan tindakan intervensi (pemasangan restrain). Distribusi frekuensi tabulasi verbal responden lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut: - Dari 30 responden yang diteliti sebagian besar mengalami penurunan frekuensi setelah dilakukan tindakan intervensi (pemasangan restrain). Distribusi frekuensi tabulasi perilaku responden lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut: Distribusi frekuensi tabulasi verbal respon- akan tampak seperti gambar berikut. - Dari 30 responden yang diteliti sebagian besar mengalami penurunan frekuensi setelah 93

30 di lakukan tindakan intervensi (pemasangan restrain). Distribusi frekuensi tabulasi emosi responden lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Distribusi frekuensi tabulasi emosi respon- akan tampak seperti gambar berikut ini. 4.2 Distribusi Tingkat Kecemasan Berdasarkan Karakteristik responden Berdasarkan Jenis Kelamin Dari 30 responden yang diteliti secara keseluruhan mengalami kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta dalah jenis kelamin laki-laki sebesar 20 orang (66,7%) dan perempuan 10 orang (33,3%). Distribusi frekuensi kecemasan berat berdasarkan jenis kelamin lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut: den Dari 30 responden sebagian besar mengalami penurunan frekuensi setelah dilakukan tindakan intervensi (pemasangan restrain). Dis- jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: tampak seperti gambar berikut ini. - Dari 30 responden yang diteliti mengalami kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta sebagian besar usia dewasa yaitu 13 orang (43,3%), usia remaja sejumlah 9 orang (30%), dan usia tua sejumlah 8 orang (26,7%). Distribusi frekuensi kecemasan berat berdasarkan umur lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: 94

31 kan Pendidikan Dari 30 responden yang mengalami kecemas an dengan strategi koping pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta yang mempunyai tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) adalah sebesar 12 orang (40%), Sekolah Menengah Pertama sebesar 1 orang (3,3%), Sekolah Menengah Atas 9 orang (30%), Perguruan Tinggi sebesar 5 orang (16,7%), dan tidak bersekolah sebesar 3 orang (10%). Distribusi frekuensi kecemasan berat berdasarkan tingkat pendidikan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut Dari hasil data tentang distribusi tingkat kecemasan berat dengan anggota keluarga penderita gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta; hal ini dapat disebabkan karena pasien baik laki-laki maupun perempuan menghadapi lingkungan yang baru yang belum diketahui. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Johnson dan Shoen, (1997) yang menyatakan bahwa perubahan lingkungan merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan. Penyebab yang lain adalah semakin pasien maupun keluarga mengetahui hal-hal yang harus dilakukan sesuai prosedur di rumah sakit semakin mengalami kecemasan. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan White Ruth dan Christine Ewan, (1991) yang menyatakan bahwa pengalaman dirumah sakit yang kompleks akan menimbulkan kecemasan. 4.3 Analisis Bivariat Berdasarkan perhitungan menggunakan dengan bantuan program komputer aplikasi statistik SPSS for Windows versi 10.0 diperoleh hasil seperti pada tabel sebagai berikut: Manifestasi klinis kecemasan berat adalah ditandai dengan persepsi sangat berkurang, berfokus pada hal-hal detail. Kecemasan berat ini terjadi disebabkan oleh karena kecemasan berat disebabkan oleh karena kondisi rumah sakit merupakan pengalaman pertama kali bagi pasien maupun keluarga pasien dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru dirumah sakit, dimana harus berhadapan dengan prosedur prosedur yang sebelumnya tidak diketahui. Berdasarkan table di atas diperoleh perbandingan nilai probabilitas tingkat kecemasan = 0,003 < 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima atau tingkat kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta. Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Pada tingkat kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memu- 95

32 rilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Dengan demikian kecemasan mempunyai kontribusi dalam pemilihan strategi koping keluarga. Berdasarkan hasil uji statistik variabel kecemasan diperoleh nilai r sebesar 0,412 artinya setiap kenaikan 5% variabel kecemasan dengan menganggap variabel lain selain kecemasan dikendalikan, maka akan diikuti kenaikan pemilihan strategi koping sebesar 4,12%. Faktor kecemasan dalam penelitian ini terbukti mampu memberikan kontribusi yang posi- koping keluarga dengan anggota keluarga pen- derita gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta. Hal ini dibuktikan hasil Uji Stattistik diperoleh perbandingan nilai probabilitas tingkat kecemasan = 0,003 < 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian nilai probabilitas lebih kecil dari nilai tabel kritis, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima atau ada hubungan yang positif strategi koping dengan anggota keluarga pende- rita gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan di wilayah Surakarta Penderita dengan penyakit jantung dapat mengalami stress, kecemasan, dan gelisah karena sulit bernafas (Smeltzer 2001). Dalam penelitian keperawatan tentang keluarga, bahwa dengan adanya penyakit jantung iskemik (Tapp 1995 dalam Friedman 1998), keluarga mengalami stress yang berhubungan dengan kebutuhan untuk peran keluarga tambahan dan tanggung jawab untuk memonitor kesehatan. Reaksi seseorang terhadap adanya penyakit berbeda-beda tergantung dari keseriusan penyakit tersebut. Penyakit yang parah dan mengancam dapat menyebabkan perubahan emosional dan perilaku pada individu tersebut dan bagi keluarganya. Perubahan yang terjadi seperti kecemasan, syok, penolakan, marah, dan menarik diri ( Potter & Pery 1995 ). Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Selain itu kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan dah terutama mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penelitian ini hanya mengamati sekali saja pada saat pengambilan data dan tidak diamati dalam jangka panjang. Sampel dalam penelitian ini hanya di Wilayah Surakarta, sehingga belum dapat mencerminkan hubungan kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang digunakan keluarga di semua jasa pelayanan kesehatan, dan masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat strategi koping. Penelitian ini hanya menganalisis hubungan variable tingkat kecemasan dengan strategi koping pada keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan. Selain itu, ancaman terhadap sistem diri, gangguan fungsi sistem keluarga, dan bangan waktu dan biaya penelitian yang terbatas. 5. KESIMPULAN a. Tingkat kecemasan keluarga dengan anggota keluarga penderita gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan di Wilayah Surakarta secara keseluruhan mengalami kecemasan berat yaitu 50 orang (100%). b. Strategi koping yang digunakan keluarga dengan anggota keluarga penderita gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan di Wilayah Surakarta yang mempunyai strategi koping kurang efektif sebesar 12 orang (24%), strategi koping cukup efektif sebesar 13 orang (26%), dan strategi koping baik sebesar 25 orang (50%). c. Hasil hipotesa menunjukkan ada hubungan yang positif dan sig- anggota keluarga penderita gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan dengan strategi koping di Wilayah Surakarta. SARAN Peningkatan pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur dan pengelolaan gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan yang dapat dilakukan dengan mengikuti penyuluhan kesehatan, membaca buku - buku tentang riwayat perilaku kekerasan khususnya pencegahan dan 96

33 pengelolaan gangguan jiwa riwayat perilaku ke- diakan oleh Puskesmas dan kontrol secara teratur dan konsultasi pada petugas kesehatan di Puskesmas Mojosongo Surakarta. Di harapkan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat serta profesi kesehatan lain untuk lebih intensif mengkaji dan menangani masalahmasalah kecemasan baik pasien maupun keluarga yang terkait dengan anggota keluarga penderita gangguan jiwa riwayat perilaku kekerasan juga faktor faktor yang lain yang bisa menyebabkan kecemasan seperti lingkungan rumah sakit yang asing. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang faktor faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kecemasan dan strategi koping, selain faktor yang sudah diteliti. 6. REFERENSI Doengoes, Marlyn E, Rencana Asuhan Alih bahasa Laila Mahmudah et al. Editor Monica Ester Ed. 3. Jakarta: EGC. Isaac Ann, Alih bahasa D.P. Rahayuningsih, Editor Sari Kurnianingsih Jakarta: EGC. Keliat B.A. dan Akemat, Jakarta: EGC. Keliat B.A dan Akemat, Marah Akibat Pe- Jakarta: EGC. Kristanty, P, Jakarta: Trans Info Media. Machfoeds, I Metodologi Penelitian Yogyakarta: Fitramaya. Mancini, Mary E., Pedoman Praktis Prose- of Emergency Nursing Alih bahasa / editor Ni Luh Gde Yasmin Asih, Jakarta: EGC. Maramis, W.F., Catatan Ilmu Kedokteran Surabaya: Airlangga University Press. Marlindawati, J Penggunaan Restrain Pada, diunduh tanggal 26 Juni NANDA, Editor T.Heather Herdman, alih bahasa Made Sumarwati, dkk. Editor Monica Ester, Jakarta: EGC. Notoatmodjo, S., Pengantar Pendidikan Jakarta: PT Rineka Cipta. Nurjanah, I., Yogyakarta: Moco Media. Nursalam, edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Riwidikdo, H., Statistik Untuk Penelitian SPSS. Yogyakarta: Pustaka Rima. Sugiyono, Bandung: Alfabeta. Sulisetyowati E.C, Stuart, G.W., Alih bahasa Achir Yani S.H., Editor Yasmin Asih, Jakarta EGC. Stuart and Sundeen, 2006., Jakarta: EGC. Townsen, M.C., Alih bahasa Novi Helena C.D., editor Monica Ester, Ed.3 Jakarata: EGC. Videbeck, S.L., Alih bahasa Renata K., Afrina H. Editor Pamilih E.K. Jakarta: EGC. -oo0oo- 97

34 HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PENCAPAIAN TARGET PEMASANGAN INFUS PADA MAHASISWA TINGKAT II JURUSAN D III KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA TAHUN 2013 Sri Mulyanti 1) 1, ABSTRAK engetahui hubungan Kata kunci: ABSTRACT 98

35 Keywords: skills, motivation, infusion, the target 1. PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (SKN, 2009). Semua komponen bangsa tersebut tidak terkecuali Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta sebagai institusi kesehatan yang ikut berperan dalam membentuk tenaga kesehatan khususnya perawat yang dapat sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut sesuai dengan strategi pembangunan kesehatan yang salah satunya adalah profesionalisme tenaga kesehatan. Profesionalisme tenaga kesehatan ditunjukkan dari perilaku tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan standar pelayanan, mandiri, bertanggung jawab dan bertanggung gugat, serta senantiasa mengembangkan kemampuan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam mencapai visi misinya, Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta mempunyai target dalam setiap lulusannya untuk dapat unggul bersaing dalam dunia kerja dalam lingkup nasional maupun internasional. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan cara melakukan evalusi atau pantauan setiap komponen kompetensi, termasuk didalamnya pencapaian target pemasangan infus. Ketrampilan pemasangan infus merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga perawat profesional. Hampir setiap hari seorang perawat pasti menemui pasien yang harus dipasang infus. Untuk itu maka perawat harus terampil dalam melakukan pemasangan infus. Supaya perawat mempunyai ketrampilan pemasangan infus maka sejak dari pendidikan harus sudah dibekali teori dan praktek memasang infus secara langsung ke pasien. Kondisi tersebut tidak lepas dari motivasi mahasiswa yang berinisiatif dari dalam untuk mencari ketrampilan tersebut selama praktek keperawatan di rumah sakit. Berdasarkan pantauan kompetensi dalam lembar kompetensi mahasiswa yang dilaksanakan pada periode praktek semester III, mahasiswa mengalami penurunan motivasi dalam mencapai target kompetensi pemasangan infus yang terlihat dalam rincian kompetensi tersebut dalam setiap asuhan keperawatan yang dilakukan secara langsung terhadap pasien. Kompetensi ketrampilan pemasangan infus dapat dicapai dengan pendekatan praktek klinik yang dapat bervariatif sesuai motivasi dalam diri setiap mahasiswa. Oleh karena itu tujuan dari penelitian untuk mengetahui hubungan antara motivasi dengan pencapaian target pemasangan infus pada mahasiswa tingkat II Jurusan D III Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta tahun PELAKSANAAN a. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Jurusan D III Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta, jalan Let. Jen Sutoyo Surakarta. Pengambilan data dilaksanakan selama bulan Juli 2013 b. Populasi dan sampel penelitian Populasi dan sampel penelitian adalah semua mahasiswa tingkat II Jurusan D III Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta tahun 2013 sejumlah 104 mahasiswa yang dibagi menjadi 2 (dua) kelas untuk memudahkan koordinasi. 3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik korelasional untuk mengetahui hubungan antara motivasi mahasiswa dengan keberhasilan pencapaian target pemasangan infus 99

36 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Program pendidikan Diploma III Keperawatan merupakan salah satu program pendidikan perawat yang bertujuan untuk meghasilkan perawat profesional yang mengutamakan kemampuan ketrampilan keperawatan. Sebagai profesi yang mengutamakan pelayanan yang bersifat altruistik maka seorang perawat harus mempunyai bekal yang cukup dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor. Tindakan pemasangan infus merupakan salah satu tindakan keperawatan sebagai tugas limpah dari dokter yang sering dilakukan di rumah sakit. Hampir setiap hari tindakan ini akan dilakukan pada pasien terkait dengan pemenuhan kebutuhan cairan tubuh ataupun fasilitasi pemberian obat parenteral. Untuk dapat melakukan pemasangan infus dengan terampil maka sejak dalam perkuliahan, mahasiswa sebaiknya sudah dilatih secara laboratorium ataupun secara langsung ke pasien. mester IV di Jurusan Keperawatan Polteknik Kesehatan Surakarta dapat terlihat pada tabel 4.1. Tabel 4.2. menunjukkan bahwa mahasiswa Tingkat II Semester IV berada pada rentang umur 18 tahun 24 tahun, dimana jumlah terbesar adalah pada kelompok umur 20 tahun yaitu 70,19% dan yang paling sedikit adalah kelompok umur 22 tahun 24 tahun yaitu masing-masing hanya 0,96 %. Kondisi ini merupakan hal yang normal karena politeknik kesehatan merupakan pendidikan vokasi dimana syarat calon mahasiswa adalah lulusan SMA dengan umur maksimal saat masuk 28 tahun. Mahasiswa tingkat II rata-rata berumur 19 tahun 20 tahun. 4.2 Pencapaian Target Pemasangan Infus Berdasar data yang diperoleh menunjukkan bahwa pencapaian target ketrampilan pemasangan infus untuk mahasiswa Tingkat II Semester IV tahun 2012/2013 Jurusan keperawatan Poltekes Surakarta belum memuaskan. Gambaran hasil pencapaian terlihat pada diagram 4.1. di bawah ini Tabel 4.1. menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa Tingkat II Semester IV tahun 2012/2013 Jurusan keperawatan Poltekes Surakarta lebih banyak didominasi oleh perempuan yaitu 75, 96 % dan mahasiswa laki laki lebih sedikti yaitu 24,04 %. Kondisi ini merupakan hal yang lumrah karena memang secara umum profesi perawat lebih banyak didominasi oleh perempuan Diagram 4.1. menunjukkan bahwa 86 atau 82,69 % mahasiswa sebagai responden sudah mampu mencapai target pencapaian ketrampilan pemasangan infus dan 18 atau 17,31 % mahasiswa belum mampu mencapai target. Kondisi belum sesuai denganharapan yang sudah ditetapkan akademi yaitu seluruh mahasiswa atau 100% 100

37 mahasiswa harus mampu mencapai target ketrampilan memasang infus pada pasien saat praktik. Salah satu kompetensi perawat sesuai dengan Kurikulum Nasional D III Keperawatan tahun 2006 adalah mampu melakukan perawatan pada pasien yang mengalami gangguan kebutuhan cairan. Cairan atau juga sering disebut dengan cairan tubuh merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang vital. Pasien yang mengalami kekurangan atau kelebihan cairan harus dirawat sampai mencapai cairan tubuh yang seimbang. Ketrampilan perawat yang terkait langsung dalam merawat pasien yang mengalami gangguan cairan salah satunya adalah ketrampilan memasang infus. Tindakan pemasangan infus adalah tindakan kanulasi vena (memasukkan jarum ke dalam vena) sebagai jalan memasukkan cairan infus ke dalam tubuh pasien. Tindakan ini termasuk tindakan invasiv yang sangat sering dilakukan oleh perawat tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan cairan tetapi juga untuk kebutuhan yang lain se perti memasukkan obat parenteral ataupun sebagai persiapan operasi. Di sisi lain tindakan memasang infus merupakan salah satu tindakan yang sangat ditakuti oleh pasien terkait dengan penggunaan jarum dan rasa sakit. Pemasangan infus sering membuat pasien kesakitan dan menimbulkan efek trauma yang lama bagi pasien. Untuk meminimalkan dampak tersebut maka kemampuan memasang infus dengan tepat dan aman harus dimiliki oleh perawat. Karena merupakan kompetensi psikomotor maka frekwensi melakukan tindakan memegang perawan penting. Untuk itu sejak menjadi mahasiswa perawat sudah harus dilatih melakukan ketrampilan ini. Berkenaan dengan hal tersebut maka Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kepe rawatan sebagai salah satu program pendidikan yang menghasilkan perawat selalu berusaha memberikan bekal yang cukup bagi mahasiswa terkait dengan ketrampilan melakukan pemasang an infus. Pencapaian kompetensi ini dimulai dari pemberian teori di kelas, latihan praktik di laboratorium dengan menggunakan phantom dan melatih mahasiswa secara langsung saat praktik klinik. Sebagai langkah pencapaian kompetensi ini maka Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta mengambil kebijkan bahawa seluruh mahasiswa Tingkat II Semester IV harus pernah melakukan pemaangan infus ke pasien langsung secara mandiri minimal 3 kali selama periode praktik. Namun berdasar hasil evaluasi pencapaian kompetensi ini sering meunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Kondisi yang sama juga terjadi pada tahun ini yang ditunjukkan dari hasil kuesioner dimana masih ada 18 atau 17,31 mahasiswa yang belum mencapai target. 4.3 Motivasi Mahasiswa Motivasi mahasiswa Tingkat II Semester IV tahun 2012/2013 Jurusan keperawatan Poltekes Surakarta secara umum masuk kategori tinggi dengan nilai 16,096. Gambaran tingkat motivasi mahasiswa saat praktik terutama dalam rangka mencapai target ketrampilan memasang infus terlihat pada diagram 4.2. di bawah ini Diagram 4.2. menunjukkan bahwa 77 atau 74,04% mahasiswa sebagai responden mempunyai motivasi tinggi terutama dalam mencapai target pencapaian ketrampilan pemasangan infus, 27 mahasiswa atau 25,96 % mempunyai motivasi yang cukup, dan mahsiswa yang masuk pada kategori motivasi rendah tidak ada (0 %). Proses belajar mengajar pada tataran akademik setingkat D III keperawatan adalah pembelajaran pada orang dewasa (andragogic). Oleh karenanya setiap mahasiswa dianggap sudah mempunyai bekal konsep yang memadai dan sudah tahu apa yang mereka butuhkan. Berdasar konsep tersebut maka model pembelajaran yang diterapkan pada pembelajaran di tigkat akademik 101

38 harus disesuaikan dengan karakterisitk mahasiswa sebagai orang dewasa. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemauan belajar seorang mahasiswa adalah motivasi. Motivasi menurut Susan Bastable (2002) menggerakkan seseorang ke arah beberapa jenis tindakan dan sebagai suatu kesediaan peserta didik untuk menerima pembelajaran. Sedangkan motivasi menurut Ruseell C. Swansburg (2001) merupakan konsep yang digunakan untuk mendiskripsikan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang timbulnya suatu perilaku tertentu maupun respon instrinsik yang menunjukkan perilaku manusia. Pencapaian ketrampilan memasang infus dilakukan melalui pembelajaran teori di kelas, latihan di laboratorum dan kemudian dilakukan langsung ke pasien saat praktik klinik. Selama proses tersebut membutuhkan kemauan dan daya juang yang luar biasa. Terutama saat praktik klinik di rumah sakit mahasiswa akan dihadapkan pada situasi nyata yang mirip dengan suasana kerja. Pada umumnya saat praktik inilah yang membutuhka semangat dan daya juang untuk dapat mencapai target target yang sudah ditetapkan akademik. Motivasi yang tinggi akan mampu menggerakkan mahasiswa untuk selalu aktif dan atusias mecapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan, dan menopang tingkah laku manusia. (Ngalim purwanto, 2002) Menggerakkan berarti menimbul kan kekuatan pada individu, memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Mengarahkan berarti menyediakan suatu orientasi tujuan. Sedangkan menopang berarti harus menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu. 4.4 Hubungan Motivasi Mahasiswa dengan Pencapaian Target Pemasangan Infus Gambaran keterkaitan atau hubungan antara motivasi dengan pencapaian target pemasangan infus untuk mahasiswa Tingkat II Semester IV tahun 2012/2013 Jurusan keperawatan Poltekes G belum mencapai target ketrampilan memasang infus tersebar pada kelompok mahasiswa dengan motivasi tinggi 11 mahasiswa dan 21 mahasiswa pada kelompok mahasiswa dengan motivasi cukup. Hubungan antara variabel tersebut setelah diuji dengan uji statistik Chi Square menujukkan nilai p = 0,000 seperti ditunjukkan pada tabel 4.1 di bawah ini Hasil uji Chi Square menunjukkan ada motivasi dengan pencapaian target pemasangan infus pada mahasiswa Tingkat II Semester IV Jurusan Keperawatan Poltekkes Surakarta. Sesuai dengan pedoman praktik yang ditetapkan oleh Jurusan Keperawatan Poltekkes Surakarta ketrampilan memasang infus merupakan ketrampilan wajib yang harus dipenuhi oleh mahasiswa. Untuk dapat dikatakan berhasil mencapai target ketrampilan memasang infus apabila mahasiswa selama praktik minimal 3 kali peranah melakukan 102

39 pemasangan infus secara langsung kep pasien. Untuk dapat mencapai target tersebut dibutuhkan ketekunan dan usaha yang kuat karena selama praktik peluang melakukan pemasangan infus pada pasien tidaklah mudah. Untuk dapat melakukan hal tersebut dimulai mahasiswa harus membuat perencanaan praktik, kemudia di test oleh pembimbing, baru setelah lulus mahasiswa boleh melakukan pemasangan infus. Itupun dimulai dari melihat dulu, asistensi, baru boleh mencoba. Di sisi lain tidak jarang dalam satu hari tidak ada pasien yang perlu dipasang infus. Berdasar kondisi tersebut maka hanya mahasiswa yang mempunyai motivasi kuat saja yang biasanya memperoleh kesempatan. Hasil penelitian menujukkan walaupun pada kelompok mahasiswa dengan motivasi tinggi masih ada yang belum mencapai target namun secara persentase masih lebih rendah dibanding pada kelompok dengan motivasi tinggi. G 4.1. menunjukkan mahasiswa jumlah mahasiswa yang tidak dapat mencapai target lebih banyak pada kelompok mahasiswa dengan motivasi cukup yaitu 21 mahasiswa atau 77,77 % dari keseluruhan mahasiswa dengan motivasi cukup. Sedangkan pada kelompok mahasiswa dengan motivasi tinggi hanya ada 11 atau 0,14 mahasiswa yang tidak mencapai target. Komponen motivasi menurut Swansburg (2002) dapat didukung oleh empat teori proses motivasi yang meliputi: teori penguatan (reinforcement) yaitu perilaku positif atau yang diinginkan harus dihargai atau diperkuat. Penghargaan memberikan motivasi, meningkatkan kekuatan dari suatu respons. Penguatan yang terus menerus mempercepat penampilan kerja. Penguatan yang sifatnya intermiten pada rasio tertentu atau bervariasi akan mempertahankan penampilan kerja, kedua adalah teori harapan dimana kebanyakan perilaku secara sukarela dikendalikan oleh seseorang dan karenanya termotivasi. Secara umum individu yang mempunyai motivasi tinggi akan mempunyai energi yang lebih banyak dibanding dengan motivasi rendah. Mhasiswa yang mempunyai motivasi praktik yang baik akan selalu berusaha datang lebih awal, aktif mencari kesempatan, dan tidak mudah putus asa. Hasil penelitian membuktikan bahwa ada hubungan positip antara motivasi dengan pencapaian target pemasangan infus. 5. KESIMPULAN a. Mahasiswa yang belum mencapai target ketrampilan pemasangan infus adalah 18 atau 17,31 % b. Mahasiswa yang sudah mencapai target ketrampilan pemasangan infus adalah 86 atau 82,69 % c. Mahasiswa yang belum mencapai target lebih banyak pada kelompok mahasiswa dengan tingkat motivasi cukup yaitu 21 mahasiswa d. Terdapat hubungan antara motivasi dengan pencapaian target ketrampilan pemasangan infus (p:0,000) SARAN a. Poltekkes Surakarta Jurusan D III Keperawatan perlu mencari langkah-langkah yang riel untuk meningkatkan motivasi mahasiswa selama praktik b. Poltekkes Surakarta Jurusan D III Keperawatan perlu mencari alternatif jalan yang efektif untuk meningkatkan target pencapaian ketrampilan pemasangan infus. 6. REFERENSI Alimul Azis, Penulisan Ilmiah, Jakarta: Salemba Medika, 2003 Azrul Azwar. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi 3. Jakarta: Bina Rupa Aksara, Budioro. Pengantar Pendidikan (Penyuluhan) Kesehatan Masyarakat. Cetakan Kedua. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Bastable Susan B. Alih Bahasa: Gerda Wulan dari dan Gianto Widiyanto.. Jakarta: EGC,2002. Djamariah syaiful Bahri.. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Rineka Cipta,

40 Halonen Jones S. -. United Stated Of Amerika: The MC Graw-Hill Companies, Handoko Martin. Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Cetakan ke 3. Yogyakarta: Kanisius, Koto Rusda Sutadi et all. -. Semarang: Tim MKDK IKIP Semarang, Mastaniah, sri Mulyani. SMA. Yogyakarta: UGM, Meier Paul at all. Pengantar Psikologi dan Kon- Yogyakarta: Baker Book, Monks, F. J. Siti Rahayu Hadinoto. Psikologi Bagiannya. Gajah Mada Univercity Press. Yogyakarta, Mulyasa, - Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004 Murti Bisma. miologi. Edisi 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Nettina, tice, Philadelphia-New York, USA, Mosby Years Book, 1996 Ngalim Purwanto M. Psikologi Pendidikan. Cetakan Ke Delapanbelas. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, Nursalam.. Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika, Nursalam.. Jakarta: Salemba Medika, Notoatmodjo Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan kedua. Jakarta: PT Rineka Cipta, Potter Patricia A, and Perry A.G., Fundamental, St. Louis, USA, Mosby Years Book, 2000 Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Panduan Pembe-. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Pratinya Ahmad W. nelitian kedokteran dan kesehatan. Edisi 1. Jakarta: CV Sagung Seto, Siagian Sondang P. nya. Jakarta: PT Rineka Cipta, Sugiyono.. Cetakan keempat. Bandung: Alfabet, Swansburg Russell C. Alih Bahasa: Agung Waluyo dan Yasmin Asih. Pengembangan Staf. Jakarta: EGC, Tolsma Marie T. Hastings, Brockopp Dorothy Young. Edisi 2. Jakarta: EGC, Weinner B. Theories of Motivation from Mechanism to Cognition. Chicago: Mark Co, Winardi. Motivasi dan Pemotivasian dalam Ma oo0oo- 104

41 FAKTOR-FAKTOR DOMINAN SINDROM METABOLIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN AKUT MIOKARD INFARK (AMI) DI RUANG INTENSIVE CARDIOVASKULER CARE UNIT (ICVCU) RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014 Mentari Rosriyana Dewi 1), Dwi Susi Haryati 2), Sumardino 3) 1, 2,3 ABSTRAK Kata kunci: Akut Miokard Infark, sindrom metabolik, faktor dominan ABSTRACT 105

42 Keywords: Acute Myocardial Infarction, metabolic syndrome, the dominant factor 1. PENDAHULUAN Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian di dunia. Angina pectoris dan Akut Miokard Infark (AMI) merupakan salah satu PTM yang menyumbang angka kematian tinggi. Penyakit jantung menurut WHO ( tion) (2002) yang dikutip Alikhani (2005) adalah salah satu penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Sebanyak 60% dari total pasien meninggal dan 40% menjadi masalah yang serius terjadi di dunia, 75% dari total penderita yang meninggal karena penyakit jantung terjadi di negara berkembang. WHO tahun 2011 menjelaskan bahwa di Indonesia jumlah kematian pada tahun 2008 terdapat jiwa dikarenakan penyakit tidak menular. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar sebanyak 39%, di ikuti kanker 27%, penyakit pernafasan kronis 30%, dan diabetes 4%. hun 2011 terdapat kasus penyakit jantung koroner (PJK) sebesar 59 per penduduk, terdiri dari Angina pektoris sebesar 13 per penduduk, AMI sebesar 9 per penduduk, dan Dekomp Kordis sebesar 37 per penduduk. Data dari rekam medis RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2011 terdapat 198 pasien AMI pada tahun 2012 terdapat 175 pasien dan pada tahun 2013 terdapat 234 pasien. AMI merupakan penyakit kedua terbesar setelah gagal jantung selama tahun 2013 di ruang ICVCU. Rahmawansa (2009) menjelaskan jika penyakit jantung koroner telah menduduki peringkat pertama sebagai pembunuh nomor satu dan ke depannya akan semakin mening kat seiring perubahan pola makan serba lemak dan instan. Gaya hidup seperti stres, obesitas, merokok, dan terjadinya PJK. Menurut Suastika (2007) yang dikutip Parlindungan (2009) sindrom metabolik merupakan hasil interaksi antara gangguan genetik dengan perubahan gaya hidup. Sindrom metabolik memberikan risiko lebih besar terhadap penyakit jantung koroner dibandingkan risiko lainnya seperti merokok, usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Penelitian pada orang menunjukkan angka kenaikan kolesterol berbanding lurus dengan peningkatan terjadinya serangan AMI. Setiap penurunan HDL 4mg% maka akan meningkatkan risiko serangan AMI sekitar 10%. Hasil penelitian Bolulogne tahun 2004 yang berjudul cal data and screening criteria of the metabolic syndrome menyebutkan bahwa angka kejadian sindrom metabolik di Amerika Serikat sebanyak 25% dari jumlah penduduk dan di Perancis 10% dari total jumlah penduduk. Penderita obesitas dan hipertrigliserida akan lebih berisiko terkena sindrom metabolik dan memiliki risiko 2-4 kali lipat untuk menderita penyakit jantung koroner. Di Indonesia penelitian yang dilakukan oleh Suastika tahun 2007 yang dikutip Parlindungan (2009) yang mengambil 501 subyek masyarakat pedesaan di Bali menemukan angka sindrom metabolik sebanyak 17,2%. Penelitian di Makasar yang melibatkan 330 orang pria berusia tahun menemukan prevalensi sindrom metabolik sebesar 33,9%. Kelompok pria dengan obesitas sentral menunjukkan prevalensi lebih tinggi yaitu 62%. Kriteria dari sindrom metabolik seperti obesitas sentral, hipertensi, darah tinggi, dan dislipidemia merupakan faktor yang dapat diubah sehingga diharapkan nantinya risiko penyakit kardiovaskuler dapat diturunkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor dominan dan bagaimana keterkaitan antara sindrom metabolik dan kejadian Akut Miokard Infark (AMI) Di Ruang Intensive Cardiovaskuler Care Unit (ICVCU) RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun PELAKSANAAN a. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di ruang Intensive Cardiovascular Care Unit (ICVCU) RSUD Dr. Moewardi. 106

43 Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 Februari-12 April b. Populasi dan sampel penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosa medis AMI yang dirawat di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 pasien, sesuai dengan jumlah populasi yang ada pada 12 Februari-12 April Pada penelitian ini menggunakan teknik yaitu, semua pasien dengan diagnosa medis AMI yang baru pertama kali di rawat di Ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi pada bulan Februari-April 2014 sebanyak 30 pasien. 3. METODE PENELITIAN Desain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih variable. Dalam model penelitian peneliti perlu menyiapkan beberapa pertanyaan sebagai penuntun untuk memperoleh data primer dasar lain (Paul, 2005). Design waktu pengambilan data dengan pendekatan retrospektif yaitu peneliti mengambil data dari masa lalu pasien melalui status pasien Metode pengumpulan data meliputi data primer yaitu data yang diperoleh dari informan (penderita AMI dan keluarga) adalah lingkar pinggang pasien dengan cara pengukuran dan tanda tangan informed concent sebagai bukti persetujuan menjadi responden. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari catatan kesehatan pasien meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, dan jenis kelamin. Data diambil dari hasil laboratorium (kadar trigliserida, kolesterol HDL, dan kadar gula darah ) dan tekanan darah pasien yang telah ada di laporan status pasien. Data laboratorium dan tekanan darah pasienyang diambil adalah data pertama kali pasien masuk rumah sakit dan data laboratorium pertama kali. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik responden Usia Hasil penelitian menunjukkan bahwa re- 60%. Kozier (2010) menjelaskan AMI adalah penyakit utama orang yang berusia lebih dari 60 tahun. Seiring dengan pertambahan usia yang dapat berpengaruh terhadap penurunan fungsi tubuh seseorang. AMI berhubungan dengan pembuluh darah koroner yang mengalirkan darah ke otot-otot jantung. Trubus (2010) juga menegaskan bahwa pada usia muda, mulai timbul guratan-guratan lemak pada pembuluh darah. Semakin bertambah usia, tumpukan lemak juga kian bertambah dan begitu juga dengan kejadian AMI (Setianto,2007). Hasil penelitian Hermawanto (2011) juga menunjukkan bahwa responden penelitian diketahui 55% berusia lebih dari 60 tahun. Berdasarkan hasil penelitian diketahui 18 responden (60%) berusia lebih dari 60 tahun dan 12 responden (40%) berusia kurang dari 60 tahun. Hal ini sesuai dengan teori yang telah dikemukakan bahwa semakin banyak usia semakin tinggi pula risiko menderita AMI. Peningkatan umur berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah karena menurunnya fungsi organ tubuh, terutama jantung dan pembuluh darah terutama intima mengalami perubahan dimana terbentuknya ateroma dan perubahan pembuluh darah, sehingga mengganggu absorbsi nutrien oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding pembuluh darah sehingga menyumbat aliran darah dan membentuk jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat olek plak sehingga memungkinkan terkena hipertensi (Price dan Wilson, 2006). Inter- (2013) menyebutkan bahwa semakin bertambahnya usia maka 107

44 stres oksidatif akan meningkat karena gangguan metabolisme sehingga lebih berisiko terkena penyakit kardiovaskuler. 4.2 Analisis uji univariat Akut Miokard Infark Jenis kelamin Obesititas sentral Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden paling banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 63,3%. Sitepoe (1993) menjelaskan bahwa lakilaki memiliki risiko yang lebih tinggi dari pada perempuan untuk terjadinya AMI, karena pada laki-laki, tidak mempunyai efek protektif antiaterogenik yang dipengaruhi oleh hormon esterogen seperti perempuan. Hormon esterogen meningkatkan kadar HDL sehingga menekan kadar LDL dalam darah. Meningkatnya usia se seorang risiko kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat sehingga dapat terkena serangan IMA, namun jarang timbul penyakit serius sebelum usia 40 tahun sedangkan usia 40 tahun hingga 60 tahun insiden infark miokard meningkat lima kali lipat. Pada perempuan yang telah mengalami menopouse risiko terjadinya AMI meningkat dikarenakan perempuan yang telah dua tahun mengalami menopouse rata-rata kadar LDL meningkat 9% dan kadar kolesterol total meningkat 6,5% (Trubus, 2010). Peningkatan umur berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah karena menurunnya fungsi organ tubuh, terutama jantung dan pembuluh darah terutama intima mengalami perubahan dimana terbentuknya. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jumlah responden laki-laki sebanyak 19 responden (63,3%) dan 11 responden berjenis kelamin perempuan. Hasil ini sesuai teori yang menyebutkan bahwa laki-laki berisiko terkena AMI daripada perempuan. Hasil penelitian menunjukkan lebih banyak responden yang tidak mengalami obesitas sentral atau lingkar pinggang normal (<90 cm pada lakilaki dan <80 cm pada perempuan), yaitu sebanyak 53,3%. Gotera (2006) menjelaskan obesitas sentral adalah seseorang yang mengalami penimbun an lemak yang berlebih di rongga perut. Price &Wilson (2006) menjelaskan obesitas saling keterkaitan dengan peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, diabetes melitus yang tidak tergantung pada insulin dan tingkat aktivitas rendah. Pada obesitas kadar kolesterol akan meningkat, selain itu dapat mengalami hi pertensi karena terjadi gangguan pembuluh darah, sehingga jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah dan semakin parah dengan adanya aterosklerosis koroner yang dapat meningkatkan beban kerja jantung, hal ini merupakan konstribusi dari terjadinya infark miokard. Hasil penelitian Gotera (2006) menyimpulkan sebagian besar responden mempunyai rata-rata IMT 24,99±3,11 kg yang masuk dalam kategori gemuk. Hasil penelitian diketahui 53,3% atau 16 responden masuk dalam kategori normal 46,7% atau 14 responden mengalami obesitas sentral. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi obesitas seperti gaya hidup, kebiasaan konsumsi makanan, dan keturunan. Menurut Trubus (2010) kondisi obesitas sentral 108

45 memicu stress kelenjar endokrin sehingga saraf yang mengatur terganggu. Metabolisme lemak yang terganggu menyebabkan pelepasan asam lemak bebas terjadi sangat cepat. Dampaknya adalah sirkulasi asam lemak bebas di hati sangat tinggi dan mengakibatkan kemampuan hati dalam mengikat dan mengekstrak insulin dari darah berkurang. Dari melonjaknya asam lemak bebas tersebut juga menghambat sel otot mengambil glukosa sehingga terjadi peningkatan insulin dalam darah dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang memicu terjadinya AMI. (2013) menyebutkan bahwa prevalensi obesitas juga meningkat di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama karena berhubungan dengan penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, sleep apnea, penyakit osteoarticular, dan cardio dan penyakit serebrovaskular. Menurut data dari WHO tahun 2008, prevalensi global obesitas (indeks pada pria dan 14% pada wanita. Data dari Survei Kesehatan dan Gizi Ujian Nasional menunjukkan bahwa prevalensi overweight dan obesitas pada orang dewasa meningkat dari 55,9% menjadi 64,5% dari tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami hipertensi sebanyak 56,7%. Price dan Wilson (2006), menyebutkan tekanan darah tinggi menyebabkan tekanan pada jantung dan sirkulasi meningkat.tekanan darah tinggi pada pembuluh nadi akan merusak dinding pembuluh nadi dan merangsang timbulnya ateroma. Jantung juga harus bekerja lebih keras untuk memompa darah yang bertekanan tinggi tanpa suplai oksigen yang memcukupi sebagai latasi dan payah jantung dengan semakin terancam oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner, hal ini meningkatkan kemungkinan terkena serangan angina serangan infark miokard akut. Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko yang paling membahayakan, karena biasanya tidak menunjukkan gejala sampai telah menjadi kronis. Tekanan darah tinggi menyebabkan tingginya gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang terus-menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat. Hasil penelitian diketahui 53,3% atau 16 responden mengalami hipertensi. Lebih dari setengah responden mengalami hipertensi dan hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa pasien yang mengalami hipertensi berisiko mengalami AMI. sion (2013) menjelaskan bahwa hipertensi adalah penyakit yang sangat umum di seluruh dunia dan sangat umum di antara pasien dengan diabetes. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya komplikasi makrovaskuler (infark miokard, stroke) dan juga komplikasi mikrovaskuler (nefropati dan retinopati). Pasien yang menderita obesitas dan hipertensi memiliki tingkat mortalitas dan morbiditas kardiovaskuler yang lebih tinggi. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban jantung meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi, kemampuan ventrikel untuk mempertahankan sasi akhirnya terlampaui, sehingga terjadi di latasi dan payah jantung. Jantung menjadi semakin terancam karena semakin parahnya aterosklerosis koroner. Bila proses aterosklerosis berlanjut, maka suplai oksigen miokardium berkurang. Kebutuhan miokardium akan oksigen yang me- tan beban kerja jantung akhirnya menyebabkan angina atau infark miokardium. Sekitar separuh kematian karena hipertensi adalah akibat infark miokardium. Penelitian yang dilakukan Alderman dan Madhavan (2008) menyebutkan bahwa, Ratarata ( ± SD ) tekanan darah pada awal adalah

46 renin tinggi, 151 ± 19/97 ± 10 mm Hg pada me- 8,3 tahun masa tindak lanjut, ada 27 infark miokard. Kejadian infark miokard per 1000 orang Hal ini juga diperkuat dengan penelitian Yuliani (2014) menyimpulkan bahwa tekanan darah yang tinggi (hipertensi) mempunyai pengaruh terhadap kejadian Jantung Koroner Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa hipertensi berpengaruh besar pada kejadian Akut miokard Infark (AMI). Distribusi responden berdasarkan kenaikan glukosa darah puasa ditampilkan pada tabel 4.6 Renaldi (2009) menerangkan bahwa insulin merupakan hormon yang memiliki dua fungsi penting dalam nebjaga homeostasis metabolisme dalam tubuh. Fungsi pertama, mengusahakan agar tetap tersedianya sumber energi yang cukup dalam masa perkembangan, pertumbuhan, dan reproduksi. Sedangkan fungsi kedua adalah untuk mengatur konsentrasi glukosa plasma. Sehingga dari kedua fungsi tersebut berefek pada penyimpanan karbohidrat, protein, dan lemak. Pada penderita obesitas sentral yang mengalami penurunan kadar adiponektin dapat menyebabkan resistensi insulin. Pada keadaan ini jika terus menerus tubuh mendapatkan asupan energi akan semakin banyak asam lemak bebas yang masuk ke pembuluh koroner. Dengan demikian akan bermanifestasi pada peradangan vaskuler yang menyebabkan sumbatan pada arteri dan akhirnya menghentikan suplai darah ke miokard. Hasil penelitian menunjukkan pasien dengan kenaikan glukosa darah puasa diketahui 50% atau 15 responden, hal ini dapat terjadi karena pengaruh gaya hidup serta faktor keturunan. Price dan Wilson (2006), menjelaskan resistensi terhadap hormon insulin yang mengontrol penyebaran glukosa ke sel-sel diseluruh tubuh melalui aliran darah kadar glukosa yang tinggi di dalam darah dapat menyebabkan sel kehilangan glukosa. Terjadinya hiperglikemia dan glukosuria, penurunan lipogenesis, peningkatan lipopisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai terjadinya pembentukan benda keton dalam plasma menyebabkan peningkatan ketosis. Peningkatan pembentukan keton akan mengakibatkan peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Smeltzer dan Bare (2002) menjelaskan pada penderita DM akan mengalami penyakit vaskuler sehingga terjadi makro vasklerisasi dan terjadi aterosklerosis, dari aterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat dan terjadi iskemik pada jantung, sehingga perfusi ke otot jantung menurun sehingga terjadi kegagalan jantung dalam kontraksi Menurut Luman (2007), menyebutkan bahwa terapi insulin meurunkan angka kejadian Akut Miokard Infark sebesar 33%. Hal ini menunjukkan bahwa insulin berpengaruh dalam me ngurangi kejadian penyakit Akut Miokard Infark (AMI), sedangkan pada penderita diabetes mellitus yang produktivitas insulinnya menurun dapat meningkatkan risiko Akut Miokard Infark (AMI). Pasien dengan riwayat diabetes mellitus menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada wanita usia >45 tahun. Kenaikan kadar trigliserida Distribusi responden berdasarkan kenaikan kadar trigliserida ditampilkan pada tabel 4.7. Baraas (1993) menyatakan makanan yang mengandung banyak lemak hewani yang diubah 110

47 oleh tubuh menjadi kolesterol. Lemak kemudian diserap oleh lambung dan usus lalu diteruskan ke hati yang akan dipecahkan diedarkan ke seluruh tubuh untuk pemberian energi, atau disimpan dalam sel-sel lemak. Lemak kemudian beredar keseluruh tubuh melalui darah dalam pecahan kecil yang mengandung campuran kolesterol dan lemak lain. Asupan makanan berlebih terutama karbohidrat dan lemak yang disertai penurunan pengeluaran energi akan menimbulkan akumulasi lemak berlebih. Setiap jumlah lemak dan karbohidrat makanan yang tidak langsung digunakan akan disimpan di jaringan adiposa dalam bentuk trigliserida. Pada umumnya 3% dari jumlah glukosa makan yang dapat disimpan sebagai glikogen di hati dan otot, 30% disimpan sebagai trigliserida dan 67% langsung dbakar sebagai energi. Tingkat kolesterol dijumlahkan dalam dua macam unsur yakni LDL ( tein), dan HDL ( ). LDL adalah lemak jahat yang menempel di dinding pembuluh nadi yang disebut ateroma yang merupakan penyebab utama penyakit jantung. Timbulnya lemak yang disebabkan kolesterol yang disebut plak, terbentuk pada dinding pembuluh nadi. Inilah yang membuat semakin sempit sehingga menghambat aliran darah pada daerah yang terkena dan menghambat darah ke bagian otot jantung. Hasil penelitian menunjukkan 66,7% atau 20 responden mengalami kenaikan kadar trigliserida. Peningkatan kadar rigliserida dapat dipengaruhi oleh asupan makanan dan gaya hidup responden. Hasil yang didapat menujukkan bahwa peningkatan kadar trigliserida dapat berisiko terkena AMI. Penurunan HDL Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami penurunan kadar HDL ( sebanyak 46,7 %. Hodoglugil (2005) dalam Ercho (2013) yang menyatakan bahwa nilai IMT yang tinggi menunjukkan adanya hubungan dengan kadar kolesterol HDL. Rendahnya kadar HDL berisiko 2 kali lebih besar terkena AMI karena rendahnya kadar HDL menggambarkan banyaknya cabang pembuluh darah koroner yang tersumbat. Berdasarkan data terdapat 50 % atau 15 responden dengan kadar HDL rendah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa rendahnya kadar HDL berpengaruh terhadap terjadinya AMI. Salah satu gangguan lipoprotein mayor pada sindrom metabolik adalah berkurangnya HDL kolesterol. Berkurangnya HDL ini merupakan akibat dari perubahan pada komposisi dan metabolisme HDL. Pada keadaan hipertrigliseridemia, penurunan jumlah HDL kolesterol merupakan hasil dari penurunan dari jumlah cholesteryl ester dari inti lipoprotein dengan perubah an peningkatan trigliserida. Bolulogne (2004) menyebutkan bahwa angka kejadian sindrome metabolik di Amerika Serikat sebanyak 25% dari jumlah penduduk dan di Perancis 10% dari total jumlah penduduk. Penderita obesitas dan hipertrigliserida akan lebih beresiko terkena sindrome metabolik dan akan memiliki risiko 2-4 kali lipat untuk menderita penyakit jantung koroner. Semakin tinggi kadar LDL dan kian rendah kadar HDL, maka makin tinggi risiko untuk menderita AMI. Dan begitu juga sebaliknya, semakin rendah kadar LDL dan kian tingginya kadar HDL mak semakin rendah sesorang mengalami AMI. Setiap peningkatan 1mg/dl kadar LDL, meningkatkan 1% risiko AMI. Sebaliknya setiap peningkatan 1mg/dl kadar HDL, justru mengurangi risiko AMI hingga 3% (Trubus, 2010). Kelebihan LDL melayang-layang dalam darah, dan terjadi penumpukan atau pengendapan pada dinding pembuluh darah arteri koroner yang menyebakan ateroskerosis. Sehingga terjadi iskemik miokard, dan akhirnya miokard mengalami infark kondisi inilah yang disebut AMI (Soeharto, 2004). 111

48 4.3 Analisis bivariat obesitas sentral Hasil analisis bivariat menunjukkan obesitas sentral berpengaruh pada kejadian AMI dengan taraf dilanjutkan dalam analisis multivariate. Hasil analisis bivariat menunjukkan peningkatan trigliserida berpengaruh pada kejadian AMI variabel itu dilanjutkan dalam analisis multivariate. Hasil analisis bivariat menunjukkan hipertensi berpengaruh pada kejadian AMI dengan taraf dilanjutkan dalam analisis multivariat. Hasil analisis bivariat menunjukkan penurunan HDL berpengaruh pada kejadian AMI dengan tidak dapat lanjut ke multivariat, namun secara substansi variabel penurunan HDL sangat pen ting maka variabel ini dapat dianalisis multivariat. 4.4 Analisis Multivariat Hasil analisis bivariat menunjukkan peningkatan gula darah puasa berpengaruh pada kejadian hingga variabel itu dilanjutkan dalam analisis multivariate. Berdasarkan hasil penelitian diketahui faktor peningkatan kadar trigliserida merupakan faktor paling dominan dalam mempengaruhi ke- 112

49 jadian AMI. Trigliserida merupakan salah satu jenis lemak yang berada dalam darah yang sifatnya merugikan seperti LDL. Saat kita makan, tubuh mengubah sebagian kalori yang tidk terpakai menjadi trigliserida. Trigliserida disimpan di dalam sel-sel lemak tubuh dan nantinya akan dilepaskan untuk menghasilkan energi antara waktu-waktu makan. Apabila seseorang lebih banyak mengkonsumsi kalori melebihi kebutuhan seperti karbohisrat dan lemak maka kemungkinan menyebabkan peningkatan kadar trigliserida ( (Karyadi, 2006). Di dalam darah, trigliserida menyimpan kalori yang tidak terpakai oleh tubuh untuk cadangan energi sedangkan kolesterol dalam jumlah normal (dibawah 200 mg%) digunakan untuk membangun sel-sel tubuh dan hormon tertentu. Kadar trigliserida yang tinggi dapat dipengaruhi pola makan yang tidak sehat, gaya hidup kurang berolahraga, konsumsi alkohol, perokok, dan gangguan genetik. Makanan yang mengandung trigliserida tinggi seperti kulit ayam, ayam potong, kuning telur ayam horn, lele, gurami, gajis sapi/kambing, keju, kepiting, udang, kerang, santan kelapa, susu sapi, coklat, mentega, cumicumi, otak sapi, dan berbagai macam jeroan hewan. Lemak kemudian diserap oleh lambung dan usus lalu diteruskan ke hati yang akandipecah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk pemberian energi atau disimpan dalam sel-sel lemak. Lemak kemudian beredar ke seluruh tubuh melalui darah dalam pecahan kecil yang mengandung campuran kolesterol dan lemak lain. Dalam hal ini, keterkaitan trigliserida dengan AMI adalah peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL. Trigliserida bersirkulasi di dalam darah bersama dengan LDL yang bersifat aterogenik (mampu membentuk aterosklerosis) sehingga LDL dan trigliserida berbanding lurus, apabila LDL meningkat kemungkinan kadar trigliserida juga meningkat (Sitepoe, 1993). LDL adalah lemak jahat yang menempel di dinding pembuluh nadi yang disebut ateroma yang merupakan penyebab utama penyakit jantung. Timbulnya lemak khusunya akibat kolesterol yang disebut plak terbentuk pada dinding pembuluh darah. Hal ini yang membuat pembuluh darah semakin sempit sehingga menghambat aliran darah pada daerah yang terkena dan menghambat darah ke bagian otot jantung. Kenaikan kadar kolesterol dalam hal ini berbanding lurus dengan kejadian AMI (Karyadi, 2006). Cara menurunkan kadar trigliserida tinggi adalah dengan memiliki gaya hidup sehat seperti olahraga setiap hari minimal 30 menit, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi makanan sehat seperti sayuran hijau,buah-buahan, kacang-kacangan, makanan berserat tinggi, dan makanan beromega 3 dan ikan yang dapat menurunkan risiko penyakit jantung. Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian tidak menggunakan sampel kontrol, sebab penelitian ini merupakan penlitian analisis faktor yang fungsinya untuk mengetahui faktor-faktor yang dominan pada kejadian AMI. Sehingga hasil penelitian hanya mengetahui faktor dari pasien yang telah mengalami AMI tanpa mengetahui penyakit cardiovaskuler lainnya, seperti gagal jantung, angina pectoris, dan lainnya. 2. Sampel yang diambil merupakan batas minimal sehingga data yang diperoleh kurang objektif. 3. Keterbatasan waktu penelitian, sehingga dapat mempengaruhi pencarian sampel berdasarkan criteria inklusi. 4. Kadar SGOT/SGPT tidak diteliti sehingga kadar kolesterol yang tinggi tidak diketahui secara pasti apakah akibat pola hidup yang kurang sehat atau karena gangguan fungsi hati 5. Pengambilan data hipertensi tidak dilihat dari riwayat penyakit responden sebab hipertensi dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi. 5. KESIMPULAN tas sentral dengan kejadian AMI. tensi dengan kejadian AMI. ningkatan gula darah puasa dengan kejadian AMI. 113

50 katan trigliserida dengan kejadian AMI. kadar kolesterol HDL dengan kejadian AMI. f. Faktor peningkatan kadar trigliserida merupakan faktor dominan sindrom metabolik yang berhubungan dengan kejadian AMI di Ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Tahun SARAN 1. Pasien AMI Responden setelah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian AMI, diharapkan dapat dijadikan informasi untuk menghindarkan diri dari faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian AMI dan dapat menjaga pola makan tidak mengandung kolesterol seperi jeroan, kuning telur ayam horn, makanan olahan, cumi-cimu, kerang, udang, dan lainnya, berolahraga ringan menit setiap hari seperti lari-lari kecil dan tidak melalukan olahraga yang terlalu berat atau sesuai kemampuan agar kerja jantung tidak terbebani. 2. Bagi Rumah sakit Hasil penelitian ini dapat membantu untuk meningkatkan mutu penatalaksaan serta pencegahan kejadian AMI yang dapat dilakukan di rumah sakit dengan uapaya preventif sehingga kejadian serangan AMI berulang dapat diminimalkan. 3. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya yang berminat untuk melakukan penelitian dengan tema serupa diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih luas dan kompleks variable maupun jumlahnya, dan juga penentuan instrument penelitian yang tepat. Metode penelitian sebaiknya menggunakan metode kontrol dan penentuan kriteria inklusi serta ekslusi lebih dipertajam sehingga dapat dilihat faktor mana saja yang benar-benar berpengaruh pada AMI. 6. REFERENSI Aaronson, Philip I dan Ward, Jeremy P.T.(2008). At A Glance System Cardiovaskuler Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Alderman, MH, Madharan SH, Ooi WL. (2013). n. N England: J Med. Alikhani, Siamak. (2005). - Iran: Ministry of Health and Medical Education Islamic Repiblic of Iran diakses tanggal 25 September Alwi, Indrus. (2009). Dalam Jilid II. Jakarta: Internal Publishing. Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Arisman. (2010). Obesitas, Diabetes Meli-. Jakarta: EGC. Mencegah Serangan Jantung Dengan Menekan Kolesterol. Jakarta: Boulogne A, Vantyghem MC Epidemiological data and screening criteria of the metabolic syndrome - Budiono, Bambang. (2011). Seminar Sindrom Metabolik dan Penyakit Kardiovaskuler html. Makasar: Pusat Jantung Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Konsultan Jantung Rumah Sakit Akademis Jaury diakses 14 Januari Corwin, E.J. (2009).. Alih bahasa: Pendit, B.U. Jakarta: EGC. Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2011).. - Diakses tanggal 30 September Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Edisi 3. Jakarta: EGC. Ercho. (2013). Hubungan Obesitas Dengan Ka-. 114

51 Diakses 30 Juni Ford ES. (2005). Prevalence of metabolic syn- eration among adults in the US. Diabetes Care Gibney, Michael J, dkk. (2008). Jakarta: EGC Gotera, Wita; Aryana, Suka; Suastika, Ketut & Kuswardhani, Tuty. (2006). Hubungan An- tin Pada Pasien Geritari Dengan Penyakit Diakses 27 Juni Hermawanto, Sonny. (2012). Hubungan Semarang. Stikes Telogorejo Semarang. Hidayat, A. Aziz Alimul. (2009). Metode Peneli-. Jakarta: Salamba Medika. International Journal of Hypertension (2013). -. Diakses 23 Juni Karyadi. (2006). - Jakarta: PT Intisari Mediatama Kementerian Kesehatan RI. (2011). Kementerian Kesehatan Tentang Pedoman Intensive Care Unit (ICU). Jakarta: Kementerian Keseharan Republik Indonesia. Kozier, B., Erb, G., Berman, A., dan Snyder, S. J. (2010). -. Jakarta: EGC. Luman, Andi. (2010). Diabetes dan Penyakit Medan: FK USU Medan. Diakses 15 Juni Machfoedz, Ircham. (2007). Statistika Induksi - Yogyakarta: Fitrayama. Mannuci B, Mykletun A, Hole T, et al. (2007). betes federation and the national cholesterol study. BMC public Helath Muttaqin, Arif. (2009). Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. NCEP ATP-III. (2001). tion, Evaluation, and Treatment of High - Cholesterol Education Program (NCEP) Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). JAMA Nursalam. (2003). - Jakarta: Salemba Medika. Nursalam.(2008). - I. Jakarta: Salemba Medika. Parlindungan, Faisal. (2009). Jurnal Sindrom Metabolik dan Penyakit Kardiovaskuler. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Paul.D. Leedy and Jeanne.E. Ormrod..Practical Research: Planning and Design Ohio : Pearson Merrill Prentice Hall. Price, S & Wilson, L, (2005). - Proses. Jakarta: EGC. Rahmawansa, Sanny. (2009). Sebagai Faktor Utama Penyakit JantungKoroner. Diakses 21 Januari Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2011). Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD Dr. Moewardi Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2012). Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD Dr. Moewardi 115

52 Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2013). Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD Dr. Moewardi Renaldi, Olly. (2009). - Metabolik. Diakses 12 Mei Riwidikdo, Handoko. (2008). Statistik Tera- Yogyakarta: Mitra Cendikia. Riwidikdo, Handoko. (2010). Statistik Kesehat- Yogyakarta: Mitra Cendikia. Sitepoe, Mangku. (1993). Kolesterolfobia Keterkaitannya Dengan Penyakit Jantung. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Smeltzer, Suzanne C. (2001). - Volume 2. Jakarta: EGC. Soegondo, Sidartawan dan Dyah Purnamasari. (2009). Jakarta: Internal Publising. Soeharto, Iman. (2004). PJK & Serangan Jantung. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sudoyo et all Jakarta: Interna Publishing. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sutomo, Budi. (2008). Menu Sehat Penakluk. Jakarta: DeMedia. Trubus. (2010). My Healthy Life Kegemukan Pergi & Tak Kembali. Jakarta: Trubus Swadaya. Udjianti, Wajan Juni. (2010). diovaskuler. Jakarta: Salemba Medika WHO. (2011). - Geneva. Switzerland. WHO Yuliani, Fadma; Fadil Oemzil. (2014). Hubungan Jantung Koroner Pada Penderita Diabetes Diakses 12 Mei oo0oo- 116

53 HUBUNGAN ANTARA RESPONSIVENESS PERAWAT DENGAN LOYALITAS PASIEN Atiek Murharyati 1), Meri Oktariani 2) 1, ABSTRAK Kata kunci: ABSTRACT 117

54 Keywords: 1. PENDAHULUAN Rumah sakit harus mampu mengikuti perkembangan jaman dan memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pelayanan kesehatan. Sebaiknya rumah sakit menjadi galkan sifat sosialnya. Strategi yang dilakukan rumah sakit adalah meningkatkan volume penjualan, dengan memuaskan kebutuhan, keinginan, harap an pasien, sehingga pasien akan loyal kepada rumah sakit. 1 Hal tersebut dikarenakan bahwa pendapatan terbesar rumah sakit berasal dari pasien. Berdasarkan konsep pemasaran bahwa perawat memiliki peran dalam pemasaran rumah sakit, melalui pelayanan yang dilakukannya kepada pasien. Pemasaran yang dilakukan oleh perawat dengan pasien sebagai pelanggannya disebut dengan pemasaran interaktif, dalam bentuk komunikasi perawat yang dilakukan untuk mencapai kesembuhan yang disebut komunikasi terapeutik, yang meliputi beberapa indikator diantaranya ness, Loyalitas pelanggan dimaknai sebagai pelanggan melakukan pembelian ulang. 21 Pelanggan yang melakukan pembelian ulang tersebut bisa saja karena tidak ada pilihan lain, sehingga bukan karena loyal, dan hal tersebut tidak bisa loyal adalah pelanggan yang dengan antusias dan sukarela merekomendasikan produk kita kepada orang lain, walaupun belum tentu ia masih menjadi pelanggan produk atau perusahaan tersebut. 22 Pasien umum pengguna jasa pelayanan keperawatan di rawat inap Rumah sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo menunjukkan bahwa jumlah pasien umum sejak bulan Juli sampai dengan September 2012 mengalami penurunan, yaitu bulan Juli 2012 ada 397 pasien, bulan Agustus ada 321 pasien, dan bulan September ada 232 pasien. Data tersebut menunjukkan adanya penurunan jumlah pasien dalam tiga bulan terakhir. Pasien rawat inap dengan asuransi kesehatan jumlahnya lebih banyak daripada pasien umum, pada bulan Juli dan Agustus 2012 perbandingannya kurang lebih 1: 2, dan pada bulan September 2012 perbandingannya kurang lebih 1: Dikaitkan dengan hasil wawancara dengan bagian mutu pelayanan RSUD Kabupaten Sukoharjo, bahwa hasil pendataan kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan di RSUD Kabupaten Sukoharjo pada bulan Agustus 2012 oleh bagian mutu pelayanan rumah sakit diperoleh data dari pelayanan rawat inap, yaitu 78% pasien tidak puas terhadap kualitas pelayanan, 4,4 % menyatakan puas terhadap kualitas pelayanan, dan 17,6 % menyatakan lebih puas. Disampaikan pula oleh kepala bagian mutu pelayanan bahwa terdapat 68% pasien tidak puas terhadap komunikasi petugas pemberi pelayanan. Menghadapi ketidakpuasan pasien tersebut, maka Rumah sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo perlu memiliki upaya mempertahankan pelanggan agar tidak beralih ke rumah sakit lain (customer retention) secara cepat dan tepat oleh pihak manajemen agar tidak menyebabkan cus- (kehilangan pelanggan) dan customer voice (keluhan pelanggan). 1 Hasil wawancara kepada pasien yang pernah merasakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit umum daerah Sukoharjo. Wawancara dilakukan terhadap orang yang sebelumnya pernah menerima jasa pelayanan di RSUD Kabupaten Sukoharjo, dan diambil dari salah satu RT di daerah dekat lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo. Hasilnya menunjukkan terdapat 13 orang yang sakit dengan kondisi harus rawat inap sejak 12 bulan terakhir dengan berbagai jenis penyakit, namun hanya 2 orang yang menggunakan jasa pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo dengan alasan jarak tempuh dekat dan yang penting sakitnya bisa sembuh, dan diperolah data 118

55 bahwa 7 orang mengatakan terdapat perawat kurang ramah, terkesan acuh, dan terdapat pula perawat yang bersuara keras atau kurang halus sehingga terasa kurang, dan kurang ada kedekatan dengan pasien, sejumlah 5 orang berpendapat respon terhadap penanganan keluhan kurang cepat. Berdasarkan beberapa studi pendahuluan dan hasil penelitian sebelumnya yang telah tersebut diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan dari salah satu indikator komunikasi terapeutik yaitu responsiveness atau daya tanggap dengan loyalitas pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo. Tujuan umum mengetahui hubungan antara dengan loyalitas pasien. 2. PELAKSANAAN a. Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di RSUD Kabupaten Sukoharjo, dan waktu pelaksanaan penelitian dimulai sejak Januari 2014 b. Populasi dan sampel penelitian Rata-rata jumlah pasien rawat inap umum per bulan 337 pasien. maka besar respondennya adalah 182,9 dibulatkan menjadi 183 pasien, tetapi peneliti menambahkan 10% sehingga ditambah 19 pasien menjadi 202 pasien, dengan alasan sebagai cadangan seandainya terdapat pasien yang tidak mengisi kuesioner 3. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dengan cross sectional atau studi potong lintang, bahwa penelitian ini serentak pada saat dan periode yang sama 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa univariat Gambaran perawat sebagai sarana pemasaran interaktif di kriteriakan berdasarkan mean karena distribusi data re- normal. Dikatakan ness baik jika lebih dari 25,71 dan siveness kurang baik jika kurang dari atau sama dengan 25,71. Dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut: Tabel 4.1. No Responsiveness Jumlah Persentase (%) % baik 2 kurang baik 86 47% Jumlah % Gambaran loyalitas pasien di kriteriakan berdasarkan mean, karena distribusi loyalitas pasien berdistribusi normal. Dikatakan pasien loyal jika lebih dari 57,52, dan pasien tidak loyal jika kurang dari atau sama dengan 57,52 dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2. Distribusi frekuensi berdasarkan No Loyalitas Jumlah Persentase (%) 1 Loyal 97 53% 2 Tidak loyal 86 47% Jumlah 183 Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui dari 183 responden, sebagian besar responden loyal sejumlah 97 responden (53%). 4.2 Analisa bivariat Variabel independent Tabel 4.3. Analisis bivariat Variabel dependent loyalitas pasien r hitung pearson p value 0,590 0,0001 Berdasarkan Tabel 4.3 bahwa p value sebesar 0,0001 yang lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesa Ho ditolak artinya ada hubungan antara terhadap loyalitas pasien. Ber- statistik diperoleh nilai r hitung 119

56 sebesar 0,590, dan nilai tersebut lebih besar dari r tabel (0,145) maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara terhadap loyalitas pasien memiliki kekuatan pengaruh yang tergolong cukup atau sedang, serta berpola positif yang artinya semakin meningkat nilai ness maka nilai loyalitas akan meningkat pula Analisis hubungan antara responsiveness dengan loyalitas pasien Rumah sakit merupakan organisasi yang unik dan kompleks. Unik karena di rumah sakit terdapat suatu proses yang menghasilkan jasa perhotelan, sekaligus jasa medis, dan perawatan dalam bentuk pelayanan kepada yang rawat inap maupun berobat jalan. Kompleks karena terdapat permasalahan yang rumit. Orang yang dihadapi memiliki emosi labil, tegang, emosional, karena sedang dalam kondisi sakit, termasuk keluarga pasien, oleh karena itu pelayanan rumah sakit lebih kompleks daripada hotel. 55 Rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan-nya perlu berupaya untuk meningkatkan kepuasan pasien sebagai pelanggannya, termasuk melalui komunikasi. Pemasaran merupakan salah satu fungsi manajemen yang bertanggungjawab untuk iden- pasien dan menghasilkan kemampulabaan rumah sakit, karena dengan demikian pasien atau pengguna jasa rumah sakit akan mengetahui tentang pelayanan kesehatan yang dimiliki rumah sakit bersangkutan, dan perlu diingat bahwa pendapatan terbesar rumah sakit adalah dari pasien. 1 Pemasaran memiliki 3 pilar utama, diantaranya adalah internal marketing, interaktif marketing dan. Tiga pilar tersebut memiliki tujuan memberikan kepuasan. 56 Penelitian ini dilakukan untuk membahas interaktif marketing atau pemasaran interaktif, melalui komunikasi perawat. Komunikasi perawat atau komunikasi terapeutik oleh tenaga kesehatan terdiri dari 4 indikator, diantaranya dan. 1 Berikut ini akan dibahas salah satu hubungan indikator komunikasi perawat atau pemasaran interaktif di rumah sakit dalam hal ini adalah yang menjadi variabel terhadap loyalitas pasien sebagai variabel, yaitu sebagai berikut: merupakan daya tanggap. yang dimaksud dalam penelitian ini adalah daya tanggap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, atau segera melayani pada saat dibutuhkan pasien sehingga bisa menciptakan hubungan terapeutik, dengan demikian dijadikan indikator dalam komunikasi terapeutik. 1 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik dengan yang kurang baik selisih hanya 11 orang. Artinya bahwa siveness sudah tergolong baik namun belum optimal. Penyebab belum optimal tersebut adalah karena masih banyak ditemukan perawat yang belum dianggap cepat dalam menanggapi kebutuhan pasien. Hal ini dapat diketahui dari butir pernyataan kuesioner yaitu 78 responden (42,6%) yang terdiri 22 responden tidak setuju dan 56 responden kurang setuju dengan pernyataan bahwa perawat memberikan bantuan kepada pasien tanpa diminta. Pendapat lain yaitu 81 responden (44,3%) yang terdiri 13 responden tidak setuju dan 68 responden kurang setuju dengan pernyataan bahwa perawat bertanya tentang hal hal yang perlu dibantu kepada pasien. Artinya bahwa masih banyak perawat yang dinilai menawarkan bantuan kepada pasien dan memberikan bantuannya tersebut hanya ketika diminta pihak pasien saja. Secara teori perawat dituntut mampu mengendalikan emosi, mengesampingkan kepentingannya dan mengutamakan pelayanan, walaupun dalam suasana hati yang kurang nyaman, sehingga diharapkan dalam kondisi apapun perawat selalu tanggap terhadap kebutuhan pasien. 4 Sejumlah 88 responden (48,1%) yang terdiri dari 15 responden tidak setuju dan 73 responden kurang setuju dengan pernyataan bahwa perawat menengok ke kamar pasien tanpa diminta. Artinya perawat mengunjungi pasien pada saat diminta pihak pasien saja atau jika ada keluhan dari pasien. Hal ini dapat dikarenakan perawat tidak memiliki banyak waktu mengunjungi pasien satu per satu jika tanpa diminta, karena berkaitan pula dengan hasil kuesioner perawat bahwa 120

57 perawat tergesa-gesa dan menunjukkan kurang adanya waktu. Sejumlah 84 responden (45,9%) terdiri dari 10 responden tidak setuju dan 74 responden kurang setuju bahwa penjelasan perawat kepada pasien jelas. Artinya banyak responden merasa penjelasan perawat dirasakan belum jelas. Penjelasan dari seorang komunikator atau perawat dipengaruhi oleh penguasaan materi yang dijelaskan, penguasaan bahasa dari perawat atau komunikator. 37 Ditinjau dari pendidikannya, perawat RSUD Kabupaten Sukoharjo minimal berpendidikan DIII Keperawatan, sehingga dinilai sudah menguasai teori asuhan keperawatan. Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah responden dalam penelitian ini sebagian besar berusia lebih dari 45 tahun, artinya pasien sebagai komunikan mayoritas adalah lansia, sehingga teknik penyampaian pesannya semestinya dengan cara kecepatan yang lebih lambat, jelas, tenang, nilai ulang pemahamannya secara berkala dan beri kesempatan membuat keputusan sendiri sesuai kebutuhan yang dapat diketahu melalui feed back. 44 Penyebab lainnya adalah 68% pasien belum puas dengan daya tanggap perawat, yang didasarkan oleh hasil survei kepuasan tahun 2012 oleh bagian mutu pelayanan keperawatan. 54 Komunikasi perawat didukung oleh kualitas hubungan yang didalamnya terdapat dua faktor, yaitu faktor interpersonal dan faktor rumah sakit sebagai perusahaan, yang terdiri dari kepuasan, kepercayaan dan komitmen pasien. 38 Kondisi pasien yang sakit, dengan emosi yang labil ingin diberikan perhatian dengan pelayanan yang berkualitas, cepat, tepat. 44 Pasien akan merasa kecewa jika daya tanggap perawat kurang baik, maka dapat berakibat tujuan komunikasi terapeutik yaitu memperbaiki emosi pasien dan memperoleh kesembuhan tidak akan tercapai. 5 Hasil uji korelasi dan regresi penelitian ini loyalitas pasien (nilai r hitung = 0,590, dan p value 0,0001). Hasil uji c pada ness diperoleh nilai 29,951 dan c regresi sebesar 0,462, menunjukkan pengaruh positif yaitu apabila variabel dinaikkan maka variabel juga akan meningkat nilainya. Setiap ada kenaikkan 1 nilai ness maka loyalitas akan naik nilainya sebesar 0,462, dan sebaliknya. 29 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin perawat baik, maka pasien cenderung bersedia untuk loyal, karena umumnya pasien datang ke rumah sakit membutuhkan perhatian dan ingin segera mendapatkan pena nganan yang cepat dan tepat. Apabila pasien menilai baik maka cenderung akan puas dan terbentuk loyalitas. Pasien yang merasa kecewa atau tidak puas dengan pelayanan perawat, dapat mengakibatkan menurunnya citra perawat. 12 Pasien akan mudah menceritakan kepada orang lain, seperti keluarga, tetangga, sehingga loyalitas berkurang. Hal ini sesuai teori bahwa dimensi loyalitas pasien diantaranya adalah dimensi publisitas publik atau artinya pasien akan merekomendasikan kepada orang yang dikenalnya tentang pengalamannya saat menerima pelayanan di rumah sakit. Pasien akan merasa bangga menceritakan rumah sakit yang digunakannya kepada orang lain jika perawat baik, dan pasien akan percaya dengan kemampuan perawat maupun rumah sakit secara umum. 17 Penilaian pasien yang kurang baik, sebaiknya menjadi pertimbangan bagi pihak rumah sakit untuk membenahi citra perawat yang dinilai nya kurang baik. Upaya yang bisa dilakukan yaitu dengan cara pelatihan ketrampilan tindakan, memonitor pelayanan keperawatan melalui program supervisi, pengarahan rutin dari pihak manajemen kepada perawat. Hasil penelitian ini apabila dikaitkan dengan hasil survei kepuasan terhadap di tahun 2012, bahwa 68% pasien tidak puas dengan perawat, maka ness baik belum tentu sudah puas namun cenderung loyal. Hal ini sesuai sebuah pendapat bahwa pasien yang loyal belum tentu puas. 27 perlu menjadi perhatian oleh bagian manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo untuk tetap berupaya meningkatkan hal hal yang mempengaruhi perawat, agar nilai kepuasan 121

58 pasien menjadi prioritas utama dan tidak terjadi adanya citra negatif rumah sakit karena siveness yang belum memuaskan, sehingga loyalitas pasien dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Hal ini sesuai penelitian Levi Kharisma Haqi yang berpendapat bahwa loyalitas pasien dapat pula dipengaruhi oleh kepuasan pasien. 19 Adanya nya yang baik, maka harapannya pasien percaya, bangga, bersedia merekomendasikan kepada orang lain bahwa RSUD Kabupaten Sukoharjo mampu memberikan pelayanan dengan cepat, tepat, mampu berkomunikasi secara jelas dan tuntas, sehingga pasien bersedia diajak kerjasama dengan rumah sakit. Hal tersebut sesuai dengan teori tentang dimensi loyalitas pasien yaitu, kepercayaan, publisitas publik, kerjasama, komitmen psikologi 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dengan menggunakan responden sejumlah 183 orang, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar perawat RSUD Kabupaten Sukoharjo memiliki baik (53%), dan sebagian besar responden diketahui loyal (53%). 2. Ada hubungan antara dengan loyalitas pasien, dengan p value 0,0001 dan r hitung 0,590 (kekuatan pengaruh cukup). SARAN Bagi institusi pendidikan a. Materi perkuliahan tentang komunikasi perawat sebagai sarana pemasaran interaktif di rumah sakit salah satunya responsiveness perlu di sampaikan kepada mahasiswa b. Mahasiswa Diploma Keperawatan dan S1 Keperawatan diberi tambahan dasar ilmu tentang kepuasan pasien dan loyalitas pasien terhadap rumah sakit. Hal ini perlu diberikan karena saat bekerja mahasiswa akan dituntut memberikan kepuasan pelayanan pasien yang harapannya akan menjadikan pasien loyal. 6. REFERENSI Supriyanto. Edisi 1. Yogyakarta: CV Andi Offset Momon Sudharma. Jakarta: Salemba Medika I Made Sutarna. Jurnal Keperawatan.Volume 4. Nomor Halaman Sumijatun. Membudidayakan Etika dalam Prak-. Jakarta: Salemba Medika Mahmud Mahfoedz. Yogyakarta: Penerbit Ganbika Arwani.. Jakarta: EGC Liyana Haryanto Adi Nugroho. Hubungan Antara Komu- Jurnal Keperawatan. Volume 2. Nomor 2. Maret Halaman Diana, dkk. Hubungan Pengetahuan Komunikasi - Rumah Sakit Elisabeth Pur- Jurnal Keperawatan Soedirman. Volume 1. Nomor Halaman 2. Zuyina Luk Lukaningsih dan Siti Bandiyah. Psikologi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha medika Edy Soesanto dan Nurkholis. Hubungan Komu- san Pasien Gangguan Kardiovaskuler Yang. Jurnal Keperawatan. Volume. 1 No. 2. Maret Halaman 1 11 Sri Mugianti. tif Pasien di Rumah Sakit Pemerintah di Jurnal kesehatan. Volume 7. Nomor 1. Mei Halaman

59 Imbalo Pohan. Jaminan Mutu Layanan Kesehat- Jakarta: EGC Ari Wijayanti. Tesis. Strategi Meningkatkan Lo- Kasus: Produk Kartu Seluler Prabayar Diakses 20 November Arlina. Pengaruh Consumer Education dan Ser- Jurnal Aplikasi Manajemen. Volume 7. Nomor Halaman Diakses 20 Januari Ruben Tuhumena. Analisis Pengaruh Kualitas - - Jurnal Aplikasi Manajemen. Volume 9. Nomor Halaman Ketut Gunawan. Kualitas Layanan dan Loyalitas Pasien (Studi Pada Rumah Sakit Umum. Volume 13 Nomor 1,2011.Halaman Hasan Sabri. Pengaruh Kualitas Layanan, Ni- Jurnal aplikasi manajemen. Volume 8. Nomor Halaman Levi Kharisma Haqi, dkk. Analisis Loyalitas Pasien Dengan Metode Structural Equation. Jurusan Teknik Industri ITS Surabaya. Diakses 2 November 2012 Dwi Aryani dan Febrina Rosinta. Pengaruh Pelanggan dalam Membentuk Loyalitas Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi. Volume 17. Nomor Halaman Diakses 02 Desember Istijanto.. Jakarta: PT Gramedia Ismawan Nur Laksono. Hubungannya dengan Loyalitas Pasien - Tesis. Diakses 20 November Nirsetyo Wahdi. Analisis Faktor-Faktor Yang Diakses 20 November Sri Mardiningsih. RSUD Kabupaten Sukoharjo Tim Rekam Medik. RSUD Kabupaten Sukoharjo Panduan Akreditasi JCI Fandy Tjiptono. Percetakan Andi. Yogyakarta Fajrianthi dan Zatul Farah. Strategi Perluasan Jurnal IN- SAN Volume. 7 Nomor Diakses 02 Desember Diah Dharmayanti. formance - Jurnal Manajemen Pemasaran Volume. 1 Nomor Halaman oo0oo- 123

60 PENGALAMAN PREHOSPITAL PASIEN DENGAN STEMI (St Elevation Myocard Infract) PERTAMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA Anissa Cindy Nurul Afni 1), Sri Andarini 2), Septi Dewi Rachmawati 3) 1,3 2 ABSTRAK Kata kunci: ABSTRACT Keywords 124

61 1. PENDAHULUAN Data (WHO) pada tahun 2008 mencatat 7,2 juta kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler (Priyanto Ade, 2011). Kasus kematian pada STEMI menunjukkan 3,2% pasien meninggal pada 2 jam setelah onset, 3,4% meninggal pada 2-6 jam setelah onset dan 14,8% meninggal lebih dari 12 jam setelah onset (Ostrzyki, Sosnowski, Borowiec, Zera, Pienkowska, Drop et, 2008). STEMI merupakan bagian dari Acute Coronary Syndrome (ACS), yaitu suatu kondisi berbahaya dimana iskemia miokard terjadi akibat penurunan mendadak aliran darah yang melalui pembuluh koroner (Steg, 2012; Aaronson & Ward, 2010). Kondisi STEMI umumnya menjadi prioritas pertama (P1) dalam penanganan di IGD (Instalasi Gawat Darurat). Hal ini menunjukkan betapa gawat daruratnya kejadian STEMI (Steg, 2012). Fase dua puluh empat jam pertama prognosis STEMI berkembang cepat (Steg, 2012; Aaronson & Ward, 2010). Namun penatalaksanaan STEMI selama ini menjadi tidak optimal akibat keterlambatan pasien datang ke IGD rumah sakit ataupun mencari pelayanan kesehatan. Keterlambatan pasien tersebut merupakan bagian dari pengalaman fase pasien. Melihat perbedaan kondisi sosioekonom- daktersediaan EMS (Emergency Medical Services) di Indonesia, menjadikan penulis tertarik mengeksplorasi lebih dalam pengalaman - pada pasien dengan STEMI pertama. Selain itu penulis ingin mengeksplorasi lebih detail bagaimana proses pengambilan keputusan pasien untuk mencari pelayanan kesehatan dalam fase. Hasil temuan tersebut diharapkan dapat menjadi masukan dalam menurunkan waktu keterlambatan penanganan ( ) pada kasus STEMI. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman pasien dengan STEMI pertama. 2. PELAKSANAAN a. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan. b. Populasi dan sampel penelitian Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang dengan diagnosa STEMI pertama dan tercatat sebagai pasien yang mendapatkan penanganan STEMI di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, pasien dalam kondisi sadar selama fase, bebas dari nyeri dan kesulitan bernafas dan dinyatakan hemodinamik dan tanda-tanda vital stabil. 3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi menggunakan pendekatan interpretif. Melalui metode kualitatif peneliti ingin melihat gambaran menyeluruh peng alaman pasien dengan STEMI pertama. Pengalaman masing-masing partisipan berbeda, dan cara partisipan memaknai pengalamannya juga berbeda sehingga desain yang paling tepat digunakan adalah fenomenologi dengan pendekatan interpretif. Data dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam semi struktur. Wawancara dilakukan dalam waktu menit dan direkam dengan menggunakan Handphone Samsung Galaxy Note II. Hasil wawancara kemudian dijabarkan dalam bentuk verbatim yang kemudian dianalisis menggunakan pendekatan Braun and Clarke (2006). Proses analisa data dengan menggunakan Braun and Clarke terdiri atas 6 tahapan yaitu mengenali dan membiasakan diri dengan data, memunculkan kode awal, mencari tema, meninjau ulang dan menyaring tema, menjelaskan dan memberi nama tema, dna terakhir menghasilkan laporan ( ) 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini mengungkapkan 8 tepatan menafsirkan gejala, keputusan mencari pertolong an, perilaku terhadap keluhan, ungkapan penolakan, reaksi psikologis, penanganan 125

62 awal, dan perjalanan mendapatkan pelayanan kesehatan. Kedelapan tema tersebut dibangun oleh sub tema dan kategori-kategori yang akan diperkuat dengan kutipan-kutipan hasil wawancara dengan partisipan. Untuk menjaga kerahasiaan partisipan, peneliti menggunakan pengkodean untuk masing-masing partisipan. Pengkodean itu dengan penyebutan partsipan dengan P di mulai dari partisipan satu dengan sebutan P1 demikian seterusnya hingga partisipan delapan (P8). Karakteristik Partisipan Rentang usia kedelapan partisipan dalam penelitian adalah tahun. Seluruh partisipan berjenis kelamin laki-laki. Hampir seluruh partisipan memiliki minimal satu faktor risiko penyakit jantung yaitu merokok, hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia dan riwayat keluarga dengan panyakit jantung. Ketidaknyamanan Fisik - nyaman yang timbul akibat proses penyakit. Variasi Keluhan Partisipan mengungkapkan variasi keluhan yang mereka rasakan yaitu dada terasa sakit, dada nyeri, dada terasa panas, lengan terasa pegal, lengan kiri sampai rahang bawah terasa linu, dada terasa sesak, kepala kencang, keluar keringat dingin, badan lemas, dan degup jantung keras. Radiasi Nyeri Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa keluhan yang muncul tidak hanya terlokalisir pada satu area tertentu. Partisipan mengungkapkan adanya radiasi nyeri dimana setiap partisipan berbeda-beda diantaranya nyeri cuma dirsakan di dada kanan, nyeri terpusat, nyeri merambat, lokasi nyeri berpindah-pindah, nyeri dirasakan hingga tembus ke punggung belakan sebelah kiri. Kualitas Keluhan Dikaji lebih jauh keluhan yang dirasakan setiap partisipan berbeda-beda. Partisipan mengungkapkan sakit yang dirasakan terasa panjang, lebar, bukan sakit-hilang-sakit. Sakitnya juga dirasakan tidak putus-putus, tidak berhenti-berhenti, sakitnya pelan, bertahan, seperti ditusuk-tusuk benda besar, seperti ditarik, dijepit, hingga terdapat partisipan yang menyebutkan keluhan tidak dapat digambarkan. Keparahan keluhan yang diungkapkan partisipan sebagian besar menyebutkan keluhan yang dirasakan berat dengan rentang nilai 7-10, sakit tidak dapat ditahan, sakit sekali, sakitnya luar biasa dan sesak sekali. Waktu timbulnya keluhan saat onset serangan berbeda-beda diantaranya saat bangun tidur, Keluhan dan Gejala pasien dengan STEMI Hasil penelitian menunjukkan, keluhan dan gejala yang dirasakan pasien STEMI pertama me- - yang timbul akibat proses penyakit. Gambaran dikelompokkan secara ringkas dalam variasi keluhan, radiasi nyeri,kualitas keluhan, keparahan keluhan, dan waktu timbulnya keluhan saat onset serangan. STEMI biasanya terjadi bila suatu trombus telah menyumbat arteri koroner secara komplet nyebabkan gejala yang lebih berat dibandingkan gejala angina tak stabil dan NSTEMI (Aaronson & Ward, 2010). Dari hasil penelitian, variasi keluhan yang dirasakan oleh partisipan saat terjadinya serangan STEMI pertama antara lain dada terasa sakit, dada nyeri, dada terasa panas, lengan terasa pegal, lengan kiri sampe rahang bawah terasa linu, dada terasa sesak, kepala kencang, keluar keringat dingin, badan lemas, dan degup jantung keras. Hasil ini didukung oleh studi kualitatif yang dilakukan oleh Pattenden (2002) terhadap 22 partisipan di Kota North Yorkshire pada kunjungan ke dua, tiga dan empat. Penelitian tersebut menemukan bahwa saat onset STEMI, partisipan mengeluhkan timbulnya nyeri selama beberapa hari dengan skala nyeri sedang dan kesulitan bernafas. 126

63 Keluhan dada terasa sakit ataupun nyeri yang diungkapkan oleh partisipan dalam penelitian ini menunjukkan adanya perasaan tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena men derita sesuatu (demam, sakit perut,dan sebagainya). Partisipan lain mendeskripsikan nyeri dada yang dirasakan dengan perih. Secara bahasa, perih dan nyeri memiliki arti yang sama yaitu perasaan atau pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan yang dapat berkisar dari ketidaknyamanan ringan hingga berat. Hasil penelitian juga sejalan dengan teori dimana keluhan yang sering muncul pada pasien STEMI selain nyeri dada adalah pasien berkeringat dan tampak dingin serta lembab (Aaronson & Ward, 2010; Antman, 2004). Perkins (2009) mengemukakan bahwa gejala biasanya muncul tanpa disertai adanya nyeri, seperti breathlesness (kesulitan bernafas), mual atau muntah, berkeringat berlebih, dan juga pusing hingga membuat pingsan. Kondisi ini ditemukan pada partisipan tiga yang menyebutkan tidak adanya keluhan rasa nyeri. Partisipan hanya mengeluhkan badan lemas seperti tidak memiliki tenaga dan keluar keringat dingin yang banyak. Partisipan juga mengeluhkan dada terasa sesak. Kata sesak menurut arti bahasa adalah sempit sekali atau tidak lapang. Secara kontekstual menunjukkan adanya kesulitan pasien un- untuk bernafas. Sesak juga dapat diungkapkan dengan kata-kata berbeda yaitu ampeg ataupun menggeh-menggeh atau mengeh-mengeh Kata mengeh-mengeh dan ampeg secara bahasa menunjukkan perasaan sesak di dada sehingga tidak dapat bernapas dengan lega. Hasil tersebut juga mendukung temuan serupa dalam studi kuantitatif yang dilakukan oleh Mussi (2013) pada 100 pasien di RS Salvador. Delapan puluh satu persen pasien mengalami nyeri dada saat onset serangan. Selain itu, 67% menyatakan berkeringat, sesak nafas (47%), mual, pusing, palpitasi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa keluhan-keluhan yang muncul biasanya tidak hanya terlokalisir pada satu area tertentu. Radiasi nyeri secara kontekstual diartikan adanya perambatan, pemancaran ataupun persebaran nyeri ke area yang lain. Radiasi nyeri dalam penelitian ditemukan lokasi nyeri hanya di dada kanan, nyeri terpusat, nyeri merambat ke lengan kiri, rahang bawah kemudian dari dada tengah ke dada kiri, lokasi nyeri berpindah-pindah, nyeri dirasakan hingga tembus ke punggung belakan sebelah kiri. Secara teori, pasien dengan STEMI umumnya mengeluhkan adanya nyeri dada di tengah seperti ditekan, yang menjalar ke lengan, rahang, atau leher (Aaronson & Ward, 2010). Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Perkins (2009) terhadap 228 pasien di Rumah Sakit London juga menemukan bahwa gejala yang dirasakan pasien adalah nyeri dada di lengan, bahu, leher, punggung belakang. Mussi (2013) juga menggambarkan radiasi nyeri yang dirasakan menjalar ke lengan, leher, punggung belakang dan epigastrum. Dikaji lebih jauh dalam penelitian ini partisipan mengungkapkan kualitas keluhan yang dirasakan setiap partisipan berbeda-beda. Partisipan mengungkapkan sakit yang dirasakan terasa panjang, lebar, bukan sakit-hilang-sakit-hilang. Sakitnya juga dirasakan tidak putus-putus, tidak berhenti-berhenti, sakitnya pelan, bertahan, seperti ditusuk-tusuk benda besar, seperti ditarik, dijepit, hingga terdapat partisipan yang menyebutkan keluhan tidak dapat digambarkan. Keparahan keluhan yang diungkapkan partisipan dalam penelitian ini menunjukkan sebagian besar menyebutkan keluhan yang dirasakan berat dengan rentang nilai 7-10, sakit tidak dapat ditahan, sakit sekali, sakitnya luar biasa dan sesak sekali. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Mussi (2013) yang menyebutkan nyeri yang dirasakan seperti tertekan benda berat dan terbakar. Nyeri biasanya dirasakan lebih lebih dari 30 menit dan tidak berkurang setelah diberi nitrogliserin (Aaronson & Ward, 2010). Thuresson (2012) menggali lebih jauh terkait gambaran nyeri yang dirasakan pasien. Sebagian pasien menyebutkan nyeri yang dirasakan seperti perasaan diremas-remas, ditekan dan disobek (tearing). Nyeri yang dirasakan dapat berlangsung dalam hitungan menit maupun hitungan jam. Rata-rata pasien menyebutkan nyeri berada pada skala

64 Ketidaktepatan Menafsirkan Gejala Tema kedua yang didapatkan dalam penelitian ini adalah ketidaktepatan menafsirkan gejala. Ketidaktepatan menafsirkan keluhan memperlihatkan adanya ketidaktepatan dalam mengartikan keluhan dan gejala yang muncul sebagai tanda dan gejala STEMI. Kesalahan penafsiran pasien terlihat dari bagaimana partisipan mengungkapkan bahwa apa yang mereka rasakan bukanlah keluhan dan gejala penyakit jantung melainkan keluhan yang muncul akibat kecapean, karena terforsir kerja, kurang tidur, kegemukan, terlalu banyak merokok, masuk angin, ataupun karena lambung yang sakit. Keterbatasan Pengetahuan Kesalahan penafsiran dapat muncul akibat keterbatasan pengetahuan pasien tentang keluhan dan gejala STEMI. Hampir semua partisipan mengungkapkan ketidaktahuan nya tentang keluhan dan ini pertama kalinya partisipan mendapatkan informasi tentang keluhan STEMI. Persepsi Pasien terhadap Keluhan dan Gejala Ketidaktepatan menafsirkan keluhan memperlihatkan adanya ketidaktepatan dalam mempersepsikan keluhan dan gejala yang muncul sebagai tanda dan gejala STEMI. Kesalahan penafsiran pasien terlihat dari bagaimana partisipan mengungkapkan bahwa apa yang mereka rasakan bukanlah keluhan dan gejala penyakit jantung melainkan keluhan yang muncul akibat kecapean, karena terforsir kerja, kurang tidur, kegemukan, terlalu banyak merokok, masuk angin, ataupun karena lambung yang sakit. Mendukung hasil tersebut, penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Pattenden (2002) menemukan bahwa partisipan sering mengala- STEMI. Sebagian besar partispan menganggap gejala yang mereka rasakan tidak cukup berat untuk menyebabkan terjadinya serangan jantung. Me reka beranggapan nyeri dada yang dirasakan sama seperti nyeri pada gangguan pencernaan. Kesalahan penafsiran dapat muncul akibat keterbatasan pengetahuan pasien tentang keluhan dan gejala STEMI. Hampir semua partisipan mengungkapkan ketidaktahuannya tentang keluhan dan ini pertama kalinya partisipan mendapatkan informasi tentang keluhan STEMI. Penelitian di atas didukung oleh hasil yang didapatkan Alshahrani (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan pasien mengenai gejala STEMI berhubungan dengan rendahnya intrepretasi pasien terhadap gejala STEMI. Selain itu, kurangnya pengetahuan dan kognitif yang rendah juga mempengaruhi kontrol diri pasien dan keputusan dalam mencari pelayanan kesehatan. Hasil di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan Mussi (2013). Dari 100 pasien, 15% diantaranya tidak mengetahui gejala STE- MI, 41% tidak dapat mengintrepretasikan bahwa gejala yang dirasakan adalah penyakit jantung. Mereka cenderung beranggapan bahwa keluhan dan gejala yang diraskan adalah nyeri perut, sakit punggung, perdarahan otak, stress harian, dan efek obat yang mereka konsumsi. Keputusan Mencari Pertolongan Hasil penelitian ini menunjukkan tema keputusan mencari pertolongan dibangun dari ungkap an partisipan yang menunggu perkembangan kondisi sebagai alasan bertindak dan pengambil keputusan. Perkembangan Kondisi Sebagai Alasan Bertindak Pasien cenderung menjadikan perkembangan kondisi sebagai alasan bertindak mencari pertolongan. Tadinya belum apa-apa, nyeri tidak hilang, nyeri tidak berkurang, makin bertambah sakit, lebih sakit dari yang sebelumnya, sakitnya serius, hingga keluhan terasa sakit lagi menjadi alasan bagi pasien untuk mencari pertolongan. Setelah melihat perkembangan kondisi, pada akhirnya keputusan mencari pertolonganpun diambil. Partisipan mengungkapkan berbeda-beda mengenai orang yang mengambil keputusan saat itu. Proses Pengambilan Keputusan Mencari Pelayanan Kesehatan Keputusan mencari pertolongan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan cen- 128

65 derung melihat perkembangan kondisi sebagai alasan bertindak mencari pertolongan. Tadinya belum apa-apa, nyeri tidak hilang, nyeri tidak berkurang, makin bertambah sakit, lebih sakit dari yang sebelumnya, sakitnya serius, hingga keluhan terasa sakit lagi menjadi alasan bagi pasien untuk mencari pertolongan. Dalam penelitiannya Perkins (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang keterlamabatan pasien. Hal di atas didukung oleh studi kualitatif yang dilakukan oleh Pitsavos (2006) menunjukkan bahwa pada lamanya pasien. Pasien yang memiliki riwayat gejala nyeri yang hebat dan riwayat penyakit lain sebelumnya akan memiliki masa yang lebih singkat. Setelah melihat perkembangan kondisi, pada akhirnya keputusan mencari pertolonganpun diambil. Partisipan mengungkapkan berbeda-beda mengenai orang yang mengambil keputusan saat itu. Beberapa partisipan mengungkapkan saat itu diri sendirilah yang mengambil keputusan mencari pertolongan selain istri, anak dan lingkungan sosial seperti teman. Dalam kasus STEMI, sangat dibutuhkan kepedulian individu, keluarga ataupun publik untuk dapat mengenali tanda dan gejala awal STEMI (O Gara, 2013; Steg, 2012). Tidak pekanya individu dan publik terhadap gejala STEMI dapat memperlama fase pasien. Sebagai penemu pertama, memberikan pertolongan dengan memanggil bantuan kesehatan adalah tugas utama selain memindahkan pasien ketempat yang aman (WHO, 2005). Perilaku Terhadap Keluhan Salah satu tema yang kemudian muncul dari penelitian ini adalah perilaku terhadap keluhan. Perilaku terhadap keluhan ditunjukkan dengan sikap reaktif terhadap keluhan dan perilaku religius yang dilakukan partisipan saat terjadinya serangan. Respon reaktif terhadap keluhan digambarkan berbeda-beda oleh partisipan, diantaranya jalan ke sana ke sini, memegangi dada, istirahat, tiduran, menyampaikan kepada pasangan, diam dan menahan. Perilaku Religius Perilaku religius juga tergambar dari respon pasien saat terjadinya serangan STEMI, diantaranya istgifar, sholat, dan dzikir. Ungkapan Penolakan Ungkapan penolakan partisipan diketahui dibangun dari ketidakpercayaan dan ketidakpedulian partisipan terhadap keluhan dan gejala yang muncul sebagai keluhan STEMI. Gambaran ketidakpercayaan pasien bahwa keluhan yang dirasakan adalah tanda dan gejala STE- MI ditunjukkan dalam bentuk ungkapan-ungkapan bahwa partisipan tidak memiliki pemikiran memiliki penyakit jantung, tidak menduga punya penyakit jantung, tidak yakin memiliki penyakit jantung, dan partisipan tidak merasa sakit. Ketidakpercayaan partisipan bahwa dirinya meng alami penyakit jantung (STEMI) menjadikan partisipan bersikap tidak peduli pada keluhan yang dirasakan. Reaksi Psikologis Selain tema di atas, tema lain yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya reaksi psikologis yang dialami pasien terkait respon terhadap keluhan STEMI. Reaksi psikologis partisipan muncul dari adanya pengelompokan sub tema pemikiran akan kematian, eskpresi emosional pasien dan harapan pasien terhadap penanganan yang membangun. Pemikiran Akan Kematian Sub tema pemikiran akan kematian muncul dari beberapa ungkapan partisipan seperti hampir kehilangan nyawa dan ungkapan mungkin mau meninggal. Ekspresi takut, menangis, tidak mau membebani hingga pasrah muncul dari hasil ungkapan partisipan. 129

66 Hal ini terlihat dari ungkapan partisipan yang ingin agar sakit yang dirasakan cepat hilang dan cepat mendapatkan penanganan. Penanganan Awal Berdasarkan pengelompokan hasil wawancara dan proses berpikir induksi dalam penelitian ini, tema yang kemudian ditemukan dari pengalam an pasien dengan STEMI pertama adalah pengalaman pasien dalam penanganan awal. Penanganan awal secara kontekstual diartikan sebagai proses atau cara awal menangani keluhan dan gejala yang dirasakan partisipan. Pengobatan Mandiri Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa langkah awal yang dilakukan partisipan saat muncul keluhan dan gejala adalah melakukan pengobatan mandiri. Pengobatan mandiri yang dilakukan partisipan pun berbeda-beda, diantaranya mengurangi keluhan dengan minum antangin, air kelapa muda, air putih hingga kerokan. Setelah pengobatan mandiri yang dilakukan tidak berhasil partisipan cenderung segera mengunjungi pelayanan kesehatan seperti Puskesmas atau Polindes, dokter praktik umum, dan rumah sakit terdekat yang dapat dijangkau oleh partisipan dan keluarga dengan cepat. Dari hasil wawancara dengan pasien, tatalaksana awal yang didapatkan dari pelayanan kesehatan yang dikunjungi oleh partisipan, secara umum hampir sama yaitu diperiksa, dikasih obat di bawah lidah, ditensi, diberikan informasi, dipasang infuse, diberikan oksigen, dilakukan perekaman jantung dan saran rujukan. Berdasarkan pengalaman mendapatkan penangan an di pelayanan kesehatan, beberapa partisipan mengungkapkan kesan terhadap pelayanan kesehatan yang diterima diantaranya pasien langsung mendapatkan penanganan, pasien langsung dirujuk hingga kesan pasien tidak tahu proses yang dilaluinya. Respon terhadap Keluhan dan Gejala STEMI Pada topik ini, banyak respon yang muncul terhadap keluhan dan gejala STEMI yang dirasakan pasien yaitu, perilaku terhadap keluhan, adanya ungkapan penolakan, reaksi psikologis, dan penanganan awal yang dilakukan terhadap keluhan dan gejala. Ungkapan penolakan tercermin dari ketidakpercayaan dan ketidakpedulian partisipan terhadap keluhan dan gejala yang muncul sebagai keluhan STEMI. Banyak individu yang tidak ingin percaya bahwa mereka memiliki risiko meng alami serangan jantung. Mereka cenderung menolak fakta keluhan yang mereka rasakan sebagai gejala infark miokard akut hingga kondisi menjadi lebih buruk (Pattenden, 2002). Pateenden (2002) menemukan bahwa decision time pada pasien berlangsung selama tujuh jam hanya untuk mengakui bahwa keluhan yang mereka rasakan adalah gejala STEMI. Sebagian besar pasien mengakui bahwa mereka berharap keluhan yang mereka rasakan akan segera pergi berlalu sehingga mereka menunggu dan tidak pergi ke rumah sakit atau mencari pelayanan kesehatan. Selain itu, dalam penelitian ini ekspresi emosional pasien juga muncul seperti takut, menangis, tidak mau membebani hingga pasrah terhadap keluhan yang dirasakan. Studi kuantitatif yang dilakukan oleh Walsh (2004) terhadap 61 pasien STEMI bahwa respon emo- mempengaruhi lamanya fase pasien. Respon emosional yang tampak biasanya kecemasan, khawatir, gelisah, tegang, kaget, terkejut atas kondisi yang mereka rasakan. Pasien yang memiliki kecemasan/ketegangan dan khawtir tinggi akan memiliki masa yang lebih pendek. Dengan melewati banyak tahapan dimulai dari penolokan hingga menerima kondisinya pada akhirnya partisipan juga melakukan penanganan awal untuk mengurangi keluhan dan gejala yang dirasakannya. Penanganan awal yang dilakukan oleh partisipan antara lain pengobatan mandiri, mengunjungi pelayanan kesehatan, tatalaksana yang didapatkan pasien dan terakhir kesan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diterima. 130

67 Dalam penelitiannya Thuresson (2012) juga menjelaskan bahwa partisipan cenderung mengalihkan perhatian mereka dengan melakukan aktivitas lain seperti meregangkan otot-otot lengan dan anggota tubuh bagian atas, selain itu mereka mencoba memijatnya. Partisipan cenderung menjadikan keluhan yang mereka rasakan seperti keluhan sakit biasa pada umumnya. Mendukung hal tersebut, Mussi (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa dari 100 pasien didapatkan 20 pasien memutuskan mencari pelayanan kesehatan karena status nyeri yang mereka rasakan meningkat. Setelah pengobatan mandiri yang dilakukan tidak berhasil partisipan cenderung segera me ngunjungi pelayanan kesehatan seperti Puskesmas atau Polindes, dokter praktik umum, dan rumah sakit terdekat yang dapat dijangkau oleh partisipan dan keluarga dengan cepat. Di Indonesia, terbatasnya EMS serta ambulan 118 menjadi masalah tersendiri dalam peningkatan mutu layanan. Sedangkan tingginya mortalitas dan morbiditas pada kasus STEMI tidak hanya ada pada kelas sosial menengah hingga tinggi, tetapi juga pada kelas sosial menengah ke bawah. Pada situasi tersebut Puskesmas dengan Unit Gawat Darurat 24 jam dapat mengoptimalkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di area pinggiran kota/wilayah kota yang daya jangkauan ke pusat layanan kesehatan lainnya cukup jauh. Puskesmas dapat menjadi pilihan pertama bagi penderita dengan tanda dan gejala STEMI. Perjalanan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan analisa data hasil wawancara tema akhir yang kemudian muncul adalah perjalanan mendapatkan pelayanan kesehatan. Perjalanan mendapatkan pelayanan dapat diartikan sebagai cara, jarak atau jauh, dan juga perbuatan yang dilakukan oleh partisipan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan ( Kemudahan Akses Partisipan mengungkapkan adanya kemudahan akses yang mereka rasakan selama proses transportasi. Kemudahan itu diantaranya diungkapkan dalam bentuk jarak ke pelayanan kesehatan, perjalanan lancar, tidak ada masalah dalam perjalanan dan alat transportasi yang cepat. Selain kemudahan akses, lamanya proses transportasi juga diungkapkan oleh partisipan diantaranya proses transport yang cepat, setengah jam, dan satu jam. Selain itu salah satu partisipan juga menyebutkan adanya kendala selama proses transportasi. Perjalanan mendapatkan pelayanan kesehatan digambarkan dari kemudahan akses, lamanya waktu transport, dan kendala selama proses transportasi. Kemudahan akses yang mereka rasakan selama proses transportasi diantaranya diungkapkan dalam bentuk jarak ke pelayanan kesehatan, perjalanan lancar, tidak ada masalah dalam perjalanan dan alat transportasi yang cepat. Di negara maju sejak dulu telah banyak diaktifkan EMS. EMS merupakan sistem layanan prehospital yang diaktifkan dengan adanya nomor telepon yang mudah diingat dan dihubungi. Selain itu, ambulan yang tersedia tidak hanya menjadi alternatif alat transportasi tetapi juga dapat melakukan initial diagnosis, triage dan juga treatment pada pasien STEMI. Initial diagnosis, triage dan juga treatment pada pasien STEMI berhubungan erat dengan keputusan penggunaan reperfusi terapi yang tepat. Penurunan keterlambatan dapat memberikan hasil akhir yang maksimal dalam penanganan STEMI (O Gara, 2013; Steg, 2012). Keterbatasan dalam penelitian ini dalah Eksplorasi pengalaman pasien dalam proses transportasi terkait layanan ambulan yang digunakan selama proses rujukan kurang detail. Sesungguhnya hal ini telah dilakukan oleh peneliti dengan menggali lebih dalam pengalaman pasien dalam proses transportasi menggunakan ambulan, namun karena kurang kayanya data dari partisipan dan jumlah partisipan yang menggunakan ambulan hanya sedikit sehingga eksplorasi pada poin ini kurang detail. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujuk- kasi kebutuhan health education dan sosialisasi 131

68 terkait penyakit jantung terutama STEMI bagi masyarakat. Penelitian ini dapat menjadi dasar rujuk an bagi perawat dalam membangun pelayanan keperawatan yang terintegrasi dimulai dari Primary Care sebagai penyedia pelayanan hingga pelayanan keperawatan di rumah sakit pada pasien dengan STEMI. 5. KESIMPULAN Delapan tema yang berkaitan pengalaman prehospital pasien STEMI pertama yaitu keti- gejala, keputusan mencari pertolongan, perilaku terhadap keluhan, ungkapan penolakan, reaksi psikologis, penanganan awal, dan perjalanan mendapatkan pelayanan kesehatan. Secara umum keluhan yang dirasakan pasien dengan STEMI pertama adalah adanya ketidak- menafsirkan keluhan dapat disebabkan karena keterbatasan pengetahuan pasien terkait keluhan dan gejala STEMI sehingga mampu menunda keputusan pasien dalam mencari pelayanan kesehatan. SARAN Perlu adanya penelitian lanjutan terkait lama pasien STEMI di Indonesia menggunakan Triangulasi antara metode kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat yang didapatkan lebih lengkap. Perlu adanya tindak lanjut dari rumah sakit sebagai pihak terkait untuk mulai mengaktifkan EMS ataupun ambulan sehingga penanganan pasien STEMI dapat lebih cepat. REFERENSI - Isaksson, R. M., Brulin, C., Eliasson, M., Naslund, Ulf., Zingmark, K. (2011). Prehospital cardial infraction; a qualitative analysis within the Northern Sweden MONICA study. Leslie, W. S., Urie, A., Hooper, J., Morrison, C. E. (2000). Delay in calling for help during myocardial infraction reasons for the delay 132 -oo0oo- and subsequent pattern of accessing care. Mussi, F. C., Gibaut, M. A. M., Damasceno, C. A., Mendes, A. S., Guimaraes, A. C., Santos, C. A. (2013). Sociodemographic and clinical factors associated with the decision time for seeking care in acute myocardial infraction. Ostrzyki, A., Sosnowski, C., Borowiec, A., Zera, T., Pienkowska, K., Drop, D., Chwyzko, T., Kowalik, I., Szwed, H. (2008). Pre-hospital delay of treatment in patients with ST segmen elevation myocardial infraction undergoing primary percutaneous coronary intervention: experience of cardiac centre located in the vicinity of the centre of Warsaw. Kar- Pattenden, J., Watt, I., Lewin, R. J. P., and Standford. (2002). Decision making process in people with symptoms of acute myocardia; infraction: qualitative study. Perkins, P. L., Whitehead, D. L., Strike, P. C., Steptoe, A. (2009). Prehospital delay in patients with acute coronary syndrome: factors associated with patient decision time and home to hospital delay. Eur J Cardiovasc Pitsavos, C., Kourlaba, G., Panagiotakos, D., Stefanadis, C. (2006). Factors associated with delay in seeking helath care for hospitalized patients with acute coronary syndrome: the GREECS study. Hellenic J Car- ESC Guidlines for the management of acute Thuresson Marie. (2012). - to reduce time to seek care and to increase ambulance use. Orebro University.

69 PENGALAMAN PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT DALAM MERAWAT PASIEN PERCOBAAN BUNUH DIRI DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA Ika Subekti Wulandari 1), Retty Ratnawati 2), Lilik Supriyati 3), Kumboyono 4) 1 2,3,4 ABSTRAK Kata kunci ABSTRACT 133

70 Keywords 1. PENDAHULUAN Percobaan melukai diri merupakan salah satu alasan seseorang dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pasien dibawa ke IGD dan membutuhkan perawatan akibat usaha melukai diri diantaranya dengan memotong nadi, membakar diri, menenggelamkan diri, menggantung diri dan meracuni diri (Crawford et al, 2003). Percobaan melukai diri memiliki hubungan yang erat dengan bunuh diri, dimana biasanya bunuh diri didahului dengan pikiran untuk bunuh diri dan percobaan melukai diri (Conlon & O Tuathail, 2010). Tindakan perawat IGD dalam menangani pasien percobaan bunuh diri sering disertai perasaan dilema tersendiri. Conlon dan O Tuathail (2012) menyatakan bahwa perawat sering merasa frustasi, antipati, tidak berdaya, dihadapkan pada dilema dan mengeluarkan emosi negatif karena pasien percobaan bunuh diri cenderung sensitif dan memiliki konsep diri negatif. Tenaga kesehatan di IGD merasa cemas dan cenderung menghindari pasien dengan percobaan bunuh diri yang berulang karena beranggapan bahwa hal tersebut merupakan tindakan manipulasi dan mencari perhatian (Sethi & Uppal, 2006). Percobaan bunuh diri membutuhkan pelayanan yang komprehensif, holistik dan paripurna dikarenakan pasien percobaan bunuh diri memiliki karakteristik yang berbeda. Beban kerja IGD yang tinggi disertai anggapan mengenai rumah sakit umum lebih berfokus pada masalah diri lebih tepat dirawat di rumah sakit khusus jiwa dibandingkan di rumah sakit umum (Martin & Chapman, 2014; Hopkins, 2002). Perawat dalam memberikan pelayanan lebih suka menghindari pasien yang agresif (resiko menciderai diri sendiri atau orang lain) karena khawatir dengan keselamatan diri (Heslop et al, 2000). Menurut penelitian Friedman et al (2006) dari 107 perawat, sebanyak 55% tidak suka menangani kasus persobaan bunuh diri. Alasannya adalah pasien percobaan bunuh diri lebih sulit ditangani dibandingkan dengan pasien lain (Huband & Tantam, 2000). Merawat pasien percobaan bunuh diri dalam kondisi yang agresif dimana respon pasien biasanya berada diluar kontrol kesadaran sangat beresiko terhadap keselamatan perawat, pasien lain maupun pasien sendiri. Kondisi ini bisa saja membuat perawat stres dan merasakan dilema karena menghadapi kondisi yang sulit di samping aspek psikososial. Disisi lain pendidikan dan kasus percobaan bunuh diri juga masih terbatas, akan tetapi perawat dituntut untuk tetap memberikan pelayanan kegawatdaruratan secara komprehensif. Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta merupakan rumah sakit tipe A yang menjadi rujukan bagi rumah sakit lain di Surakarta dalam penanganan kasus gawat darurat. Lokasinya yang berdekatan dengan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta juga menjadikan Rumah Sakit Dr. Moewardi sebagai rujukan terutama kasus percobaan bunuh diri yang mengancam kehidup- segera. Penelitian ini penting dilakukan karena setiap manusia memiliki respon yang berbeda terhadap fenomena yang dialami, oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi lebih mendalam mengenai makna pengalaman perawat dalam merawat pasien percobaan bunuh diri di Instalasi Gawat Darurat. Melalui eksplorasi pengalaman perawat akan diperoleh gambaran mengenai proses penanganan pada kasus percobaan bunuh diri. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam membangun ide dan konsep dasar dalam mengembangkan model penanganan kasus percobaan bunuh diri di Instalasi Gawat Darurat. 134

71 2. PELAKSANAAN Tempat penelitian di IGD (Instalasi Gawat Darurat) Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Partisipan yang terlibat sejumlah lima orang dengan pertimbangan telah mencapai saturasi data. 3. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan feno- degger (Spezial & Carpenter, 2003). Partisipan dipilih dengan yang memenuhi kriteria inklusi yaitu perawat yang bekerja di IGD Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta, memiliki pengalaman merawat pasien percobaan bunuh diri, bersedia dan setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian, mampu berbahasa Indonesia dengan baik. Pengambilan data dilakukan dengan tehnik Hasil wawancara dianalisis berdasarkan tahapan Miles dan Huberman, sedangkan proses keabsahan data yang merupakan validitas dan reliabilitas penelitian dilakukan dengan memenuhi prinsip Cred- ferability 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tema-tema yang ditemukan dalam penelitian sebanyak 9 tema dimana saling berinteraksi dan menggambarkan makna pengalaman perawat dalam merawat pasien percobaan bunuh diri. Berikut adalah penjelasan masing-masing tema yang diperoleh: a. Ketakutan perawat Respon emosional yang dirasakan perawat ketika menghadapi pasien percobaan bunuh diri adalah takut. Perasaan ini dibangun oleh dua sub tema yaitu takut salah dan takut akan keselamatan diri perawat. Mayoritas partisipan menunjukkan bahwa dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya kepada pasien sebagai manusia biasa terkadang rasa takut muncul dikarenakan sikap pasien yang sangat sensitif dan tidak terkontrol sehingga bisa saja tiba-tiba bertindak agresif dan dapat mengancam keselamatan perawat sendiri seperti peryataan berikut. Ketakutan lain yang dirasakan perawat adalah takut salah ketika melakukan pengkajian atau memberi tindakan. Misalnya ketika perawat melakukan pelevelan triage terkadang perawat menemukan respon tidak kooperatif pasien dan sulit membedakan apakah pasien dalam kondisi tidak sadar atau sebenarnya sadar tetapi tidak mau berespon terhadap perawat, seperti pernyataan berikut. tidak sadar, berarti itu kan fase abuabu yang kadang kita masih kita lebih amannya kalau kita masih ragu-ragu mau masuk ke kuning mending kita ma- Karena takutnya kalau nanti takutnya ya kalau tidur, kalau tidak bernafas b. Motivasi kasihan Motivasi kasihan karena ingin membantu pasien dipengaruhi oleh rasa so sial, mengutamakan keselamatan pasien, memposisikan sebagai pasien dan perasaan ikhlas. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan berikut. - - Naluri perawat sebagai mahluk sosial mendorong perawat untuk berkewajiban saling tolong menolong supaya nyawa pasien 135

72 selamat dan dilandasi dengan keikhlasan. pasien pada diri perawat sendiri sehingga perawat dapat memahami kebutuhan dan perasaan pasien yang sebenarnya. c. Motivasi tugas Latar belakang tugas dan tanggungjawab sebagai seorang perawat yang harus merawat pasien merupakan hal yang menggerakkan perawat untuk memberikan pelayanan, seperti yang diungkapkan partisipan berikut. Memberikan perawatan pada semua pasien sudah merupakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang yang berprofesi sebagai perawat. Perawat dituntut untuk mau dan mampu meberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien dengan kasus apapun termasuk pada kasus percobaan bunuh diri. d. Pasien agresif Pasien percobaan bunuh diri yang datang ke IGD biasanya dalam kondisi yang masih agresif dan sangat aktif sehingga berpotensi mengganggu pasien lain seperti yang diungkapkan partisipan berikut. da tang itu kan masih agresif banget mbak (I3) teriak, gelisah itu otomatis mengganggu Pasien menampilkan respon yang ekspresif terhadap apa yang sedang dirasakannya atau dapat juga sebagai bentuk usaha mencari perhatian dari orang lain. Perasaan gelisah ini juga berpotensi menjadi tindakan agresif yang mebahayakan diri sendiri dan orang lain. Respon tidak kooperatif dari pasien ini membuat perawat merasa kesulitan ketika akan membangun interaksi dengan pasien. e. Pasien tidak terus terang Sikap tertutup pasien ditunjukkan de ngan kategori tidak mau mengakui, diam dan menangis. Pasien seringkali tidak mau mengakui terkait kondisi yang sebenarnya terjadi maupun alasan melakukan percobaan bunuh diri, seperti yang diungkapkan beberapa partisipan berikut ini. tangan) di radialis dia bilangnya kena kaca, terus saya lihat luka kena kaca sama luka kayak gitu kan beda, kalau mungkin kalau kena kaca saya bilang Pernyataan menunjukkan bahwa ada sikap pasien yang berusaha menutupi keadaan sebenarnya, yaitu pasien mengatakan bahwa luka di pergelangan tangan tersebut disebabkan karena terkena kaca, akan tetapi ketika perawat melakukan analisis terhadap mekanisme cidera, perawat menemukan kejanggalan bahwa karakteristik luka tersebut tidak menujukkan luka yang disebabkan karena pecahan kaca, melainkan ada upaya kesengajaan. Kondisi seperti ini menuntut perawat harus jeli menganalisa dan cermat dalam melakukan pengkajian, supaya intervensi yang diberikan bisa benar-benar efektif dan tepat sasaran. f. Proses keperawatan Belum adanya ruangan isolasi yang khusus untuk gangguan psikologis menjadi salah satu penyebab pengkajian lebih fokus pada triage psikologis belum dilakukan. - mbak heem (I1) - 136

73 nggih sebenarnya kita isolirkan atau - Privacy merupakan hal yang diperhatikan perawat, terutama ketika dilakukan edukasi atau pengkajian terkait masalah pribadi, bisa saja pasien tidak mau mengekspresikan perasaannya dikarenakan banyaknya orang disekitar yang dapat mengetahui masalah pribadinya yang bukan konsumsi umum. Belum adanya ruang isolasi membuat perawat menempatkan pasien dipojok ruangan dan campur dengan pasien lain. Faktor tersebut membuat perawat jarang mengkaji masalah pada aspek psikologis. Pada saat merawat kasus, perawat menemui beberapa karakteristik pasien yang bervariasi terkait usia, jenis kelamin, penyebab dan metode bunuh diri, seperti pernyataan berikut. - Selama penegakan diagnosa, perhatian mengenai masalah psikologis pada pasien percobaan bunuh diri belum mendapat porsi yang setara dengan penanganan masalah jarang diangkat menjadi diagnosa di IGD tetapi biasanya dmunculkan ketika pasien sudah rawat inap diruangan sebagai diagnosa pendukung, seperti ungkapan berikut ini. yang sifatnya tidak emergency itu kita - lolaanya di bangsal (I2) Penyusunan rencana intervensi mengacu pada kondisi kegawatan yang mengancam nyawa terlebih dahulu. Perawat terkadang tidak melakukan semua perencanaan di IGD, akan tetapi hanya melakukan tindakan untuk mengatasi kegawatan saja, sedangkan intervensi lainnya yang tidak emergency termasuk penanganan aspek psikologis dilakukan di ruang bangsal perawatan. Hal tersebut diungkapkan oleh partisipan berikut. - - Pada tahap implementasi perawat melaku kan beberapa tindakan seperti manajemen live saving, memotivasi dan membina hubungan saling percaya dimana dan psikologis sesuai tingkat kegawatan, seperti ungkapan berikut. Kemudian kalau memang memang

74 eee mungkin dia kan disitu sudah bolak- - Pada tahap evaluasi selama ini lebih berfokus untuk mengevaluasi kondisi se- tetapi pada aspek pikiran atau ide bunuh diri belum mendapat perhatian dari perawat, seperti ungkapan berikut. g. Sensasional itu eee dilihat kondisinya sudah layak datang dengan tentamen suicide terus yang hebat, merasa terbakar, terus dia ada gelisah, muntah-muntah ya kita misalkan nanti sudah teratasi misalnya sudah mulai agak tenang, nggak nggak komunikasi, baru nanti kita bisa eee itu Perawat merasakan kepuasan tersendiri ketika berhasil menolong pasien sekaligus ada rasa ketidakpuasan terhadap hasil kerja yang dilakukan, selain itu perawat juga merasakan ada keunikan tersendiri ketika menangani pasien percobaan bunuh diri yang tidak ditemui pada pasien lain, seperti ungkapan partsipan berikut. - Perawat merasakan kepuasan tersendiri ketika berhasil membantu masalah pasien atau ketika pasien bersedia menceritakan masalahnya. Kesediaan pasien untuk menceritakan masalahnya dianggap se bagai keberhasilan perawat dalam membina hubungan saling percaya. Disisi lain perawat merasakan ada sebuah kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan yaitu pasien atau ke luarga pasien tidak memberikan apresiasi terhadap kerja perawat. Perawat merasa kecewa terhadap sikap keluarga pasien yang sering komplain padahal perawat sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien. Perawat merasakan ada hal yang berbeda dalam diri pasien percobaan bunuh diri dibanding pada pasien lainnya. Hal ini diungkapkan oleh partisipan - - Pernyataan partisipan diatas menunjukkan bahwa pada pasien percobaan bunuh diri memiliki pola pikir yang berbeda dengan orang kebanyakan. Perawat terkadang merasakan bahwa sebenarnya ada kelucuan tersendiri pada keterangan-keterangan yang diungkapkan pasien, akan tetapi perawat berusaha menghargai dan memahami segala bentuk respon perasaan pasien baik yang positif maupun negatif. Perawat menganggap apapun respon yang ditampilkan pasien merupakan bagian dari cara pasien untuk mengekspresikan perasaan. h. Mengesampingkan manajemen psi kologis Psikologis bukan menjadi prioritas dikarenakan perawat kurang menguasai manajemen kasus yang disebabkan rendahnya motivasi perawat untuk mengembangkan diri, perawat juga sulit membangun komunikasi dengan pasien, seperti ungkapan berikut ini. 138

75 malas mau mengembangkan diri gitu kan kadang nek nggak memang bukan bidangnya itu susah to mbak sudah kita lakukan berhubungan de- Rasa malas menyebabkan motivasi belajar perawat untuk mengembangkan diri masih sangat kurang dikarenakan larut dalam rutinitas pekerjaan. Perawat merasa sulit membangun interaksi karena tehnik komunikasi pada pasien gangguan psikologis berbeda dengan pasien lainnya. Kesulitan ini dirasakan karena di rumah sakit umum lebih dan jarang mengelola kasus kegawatan yang disertai gangguan psikologis. Perawat berpendapat bahwa fokus utama penanganan kegawatan di rumah sakit psikologisnya, sehingga membuat perawat jarang melihat pasien sebagai manusia yang holistik dan hanya berhenti pada penanganan i. Pengharapan Perawat memiliki beberapa harapan yang bisa meningkatkan kualitas layanan, seperti pernyataan berikut ini. sium, seminar itu yang selalu saya. - - Harapan perawat dalam meningkatkan kualitas layanan khususnya pada manajemen kasus percobaan bunuh diri dimulai dari aspek terpentingnya yaitu peningkatan kualitas SDM yang didukung dengan adanya sarana dan prasarana yang memadahi serta informasi mengenai teori-teori baru yang ditemukan berdasarkan hasil penelitian selain itu juga dibutuhkan penghargaan dari pihak luar kepada perawat sebagai bentuk motivasi eksternal perawat dalam proses peningkatan kualitas layanan. Tema-tema yang ditemukan dalam penelitian ini membentuk sebuah keterkaitan yang dapat menggambarkan makna pengalaman perawat dalam merawat pasien percobaan bunuh diri. Perawat merasakan takut ketika berhadapan dengan pasien akibat kekerasan yang mungkin dilakukan pasien. Tidak bisa dipungkiri bahwa perawat merupakan garda terdepan dalam berinteraksi kepada pasien, sehingga beresiko tinggi mendapat tindakan kekerasan dari pasien yang masih agresif. Almutairi et al (2013) menyatakan bahwa perawat yang bekerja di unit psikiatri atau IGD memiliki resiko yang tinggi sekitar 62,1% terpapar kekerasan oleh pasien, bahkan Keough et al (2003) menyatakan bahwa perawat yang bekerja di IGD seperti bekerja dalam zona perang. Keselamatan perawat merupakan hal yang harus dilindungi dan ini juga merupakan hak perawat sebagai pekerja, akan tetapi selama ini kebijakan atau manajemen belum memberikan perhatian dengan porsi yang cukup terhadap masalah ini, Dampak yang muncul sebagai akibat kekerasan yang mengancam perawat tidak hanya aspek emosional perawat seperti perasaan marah, cemas, putus asa, sedih dan depresi (Grenyer et al, 2004 & Brennan, 2001). Kondisi ini tentu akan 139

76 berpengaruh terhadap kualitas hidup perawat dan Perawat dalam memberikan pelayanan digerakkan oleh dua faktor yaitu rasa kasihan dan tugas. Menurut Tomey dan Alligood (2006) teory of caring yang diungkapkan oleh Kristen Swanson menyatakan bahwa kesediaan perawat mau menolong pasien dimulai dari maintaining belief yang merupakan dasar dan pondasi utama praktik caring perawat. Kepercayaan dan keyakinan hati akan menggerakkan perawat dalam membentuk komitmen untuk membantu pasien. Tindakan tersebut sebagai usaha untuk mengerti dan memahami makna hidup seseorang ( ). Keyakinan dan usaha memaknai kehidupan akan menghasilkan respon emosional untuk bersedia berbagi dan saling merasakan arti pengalaman hidup ( ). Perawat siap dan selalu ada untuk mendampingi pasien tidak hanya secara. Pelaksanaan proses keperawatan pada kasus bunuh diri belum dilakukan secara komprehensif termasuk dalam kegiatan triage. Padahal menurut (2004) menyatakan bahwa ketika pasien datang ke IGD harus dilakukan triage mental. Meletakkan pasien dipojok ruangan merupakan salah satu bentuk triage atau pemilahan yang dilakukan oleh perawat. Pemilahan ini bertujuan menjaga patient safety dan pasien. Karena menurut Ando et al (2013) pasien percobaan bunuh diri membutuhkan perlindungan yang tinggi karena karakteristiknya yang sangat sensitif. Belum adanya ruangan isolasi khusus membuat pasien terganggu, sehingga penggalian data pada aspek yang sangat pribadi juga tidak bisa dilakukan secara maksimal. Minimnya motivasi perawat dalam mengembangkan diri membuat manajemen pada aspek psikologis belum mendapat perhatian yang cukup. Menurut Oshvandi et al (2008) ada sembilan faktor yang mempengaruhi perawat memiliki motivasi rendah dalam meningkatkan kinerjanya meliputi kesulitan dalam pekerjaan, ketidakberdayaan, rendahnya gaji, kekerasan pada perawat, lemahnya dukungan, manajemen yang terpusat, budaya bahwa dokter adalah posisi sentral, minimnya fasilitas dan kurang jelasnya - Kualitas sumber daya yang baik akan mendukung terghadap peningkatan mutu pelayanan. Friedman et al (2006) dan Egan et al (2012) menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan dan kepercayaan diri mengenai manajemen kasus dengan gangguan psikologis sangat di butuhkan oleh perawat rumah sakit umum dalam memberikan pelayanan yang paripurna kepada pasien. Selama ini pendidikan dan pelatihan banyak difokuskan tidak menutup kemungkinan perawat IGD RSU juga akan menerima pasien-pasien yang disertai gangguan psikologis. Kualitas sumber daya manusia yang baik juga harus ditunjang dengan peningkatan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai. Perawat berharap disediakannya ruang isolasi dan standar operasional prosedur yang didesain khusus untuk kasus-kasus kegawatan yang disertai gangguan psikologis. Manongi et al (2006) bahwa minimnya sarana dan prasarana yang diberikan rumah sakit membuat perawat merasa bingung dalam menentukan masalah pasien. Dibentuknya SOP dan ruangan isolasi akan menghasilkan disesuaikan dengan kebutuhan perawatan. Perawat telah melakukan segala usaha dan kemampuannya secara maksimal untuk memberikan pelayanan yang terbaik pada pasien. Meskipun ada berbagai macam motivasi yang melandasi hal tersebut, akan tetapi perawat tetap membutuhkan penghargaan sebagai bentuk apresiasi terhadap usaha yang dilakukan. Menurut Oshvandi et al (2008) salah satu faktor rendahnya motivasi kerja adalah minimnya penghargaan yang diberikan, sehingga apresiasi dapat dijadikan sebagai pemicu perawat untuk lebih meningkatkan kinerjanya. Interaksi antar tema yang didapat dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini: 140

77 Implikasi Temuan yang dihasilkan pada penelitian ini dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana perawat melakukan penanganan pada pasien percobaan bunuh diri terkait tindakan yang dilakukan dan respon emosional perawat. Hasil penelitian ini juga bisa sekaligus sebagai evaluasi terhadap proses keperawatan pada kasus percobaan bunuh diri yang selama ini berjalan di IGD. Ditemukannya harapan perawat dapat dijadikan sebagai pertimbangan dan masukan dalam membangun kerjasama dengan beberapa pihak terkait untuk memenuhi aspek-aspek yang dibutuhkan perawat dalam rangka memberikan pelayanan yang prima pada pasien. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu hanya dilakukan di satu region daerah di Surakarta dimana daerah ini mungkin memiliki karakteristik sosial dan budaya yang berbeda dengan daerah lain. Sebagain besar wawancara dilakukan di ruangan IGD dan bersamaan saat partisipan berjaga, sehingga hasil perekaman wawancara kurang jernih akibat kondisi IGD yang ramai, selain itu perawat tidak bisa terlalu banyak meluangkan waktu karena harus menjalankan tugas melayani pasien. Kasus percobaan bunuh diri merupakan kasus yang jarang terjadi di RSU, sehingga pengambilan data hanya dilakukan lewat wawancara mendalam dan tidak bisa dilakukan observasi langsung ketika perawat menangani pasien percobaan bunuh diri dikarenakan waktu penelitian yang terbatas. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan makna bahwa dalam memberikan pelayanan perawat belum melihat pasien secara holistik, seperti halnya dalam melakukan triage lebih ber- aspek psikologis. Meletakkan pasien dipojok ruangan merupakan bentuk triage psikologis yang dilakukan perawat. Pemisahan pasien percobaan bunuh diri dilakukan karena karakteristik pasien yang tidak terus terang dan agresif, kondisi ini menimbulkan ketakutan dalam diri perawat. Perawat tetap memberikan pelayanan meskipun merasa takut karena mengingat adanya rasa kasihan dan tugas sebagai seorang perawat. Perawat juga merasakan ada sensasi tersendiri ketika merawat pasien dan memiliki harapan untuk bisa memberikan pelayanan yang lebih baik serta membutuhkan apresiasi yang baik terhadap jerih payahnya. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti perlu memberikan rekomendasi demi peningkatan ilmu keperawatan dan pelayanan kepada pasien. Pada penelitian selanjutnya perlu eksplorasi pengalaman perawat tidak hanya pada kasus bunuh diri tetapi pada kasus kegawatan dengan gagguan psikologis yang lain di tempat yang berbeda. Metode penelitian se- atau studi kasus dan disertai pengambilan data observasi kegiatan perawat secara langsung ketika melakukan perawatan pada pasien. Rekomendasi bagi institusi rumah sakit diantaranya perlu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dengan memberikan pelatihan psikologis, menyediakan ruangan isolasi dan SOP yang didesain khusus untuk pasien percobaan bunuh diri, mengembangkan pelayanan berdasarkan dan memperkuat motivasi kinerja perawat dengan memberikan apresiasi yang baik. 6. REFERENSI Almutairi, N, Ahed Alkhatib, Ahmad Boran and Ibrahim Mubarak. (2013). The Prevalence of 141

78 physical violence and its associated factors against nurses working at Al-Medina Hospitals. The Social Sciences 8 (3): Ando, S, Kiyoto.K, Misato M, Yukako H, Hiroyuki, Hi, Nozomu, A. (2013). Psychosocial factors associated with suicidal ideation in clinical patients with depression. Journal of Affective Disorders.151: Brennan, W.(2001). Dealing with verbal abuse Emergency Nurse. 9 (5):15 17 Crawford, T., Geraghty, W., Street, K., Simonoff, M. (2003). Staff knowledge and attitudes towards deliberate self harm in adolescents. Journal of Adolescence 26 (5), Conlon.M, O Tuathail. (2010). Measuring emergency department nurse s attittude towards deliberate self harm using the self harm antipathy scale. International Emergency Nursing. 20:3-13 Friedman, T., Newton, C., Coggan, C., Hooley, S., Patel, R., Pickard, M., Mitchell, A.J., (2006). Predictors of A & E staff attitudes to self harm patients who use self-lacerations: ence. Journal of Psychosomatic Research 60 (3), Grenyer, B., Ilkiw-Lavalle, O., Biro, P., Middleby-Clements, J.,Cominos, A.,Coleman, M., Safer at work: development and evaluation of an aggression and violence minimization program Zealand Journal of Psychiatry. 38: Hopkins C. (2002). But what about the really ill, poorly people? (An ethnographic study into what it means to nurses in medical admission units to have people who have harmed themselves as their patients). Journal of 9(2): Heslop, L., Elsom S. and Parker N. (2000) Improving continuity of care across psychiatric and emergency services: combining patient data within a participatory action research framework. 31: Huband N, Tantam D. (2000). Attitudes to self injury within a group of mental health staff. Br J Med Psychol. 73: Keough, V., Schlomer, R., Bollenburg, B. (2003) emergency nursing. Journal of Emergency Nursing. 29 (1), Martin. C, Chapman. R. (2014). A mixed method study to determine the attitude of Australian emergency health professionals towards patient who present with deliberate self poisoning. International Emergency Nursing. 22: Manongi, R., T. Marchant and C. Bygbjerg. (2006). Improving motivation among primary health care worker in Tanzania: A health worker perapective. Human Resources for Health. 4(6), National Institute of Health and Clinical Effectiveness.(2004). Self-Harm, the Short- Term Physical and Psychological Management and Secondary Prevention of Self-Harm in Primary and Secondary Care. NICE Clinical Guideline 16 (NICE Guideline). diakses tanggal 25 maret 2014 Oshvandi K, Zamanzadeh V, Ahmadi F. (2008). Barriers to nursing job motivation. Journal of Biological Science. 3 (4): Sethi S, Upaal S. (2006). Attitude of clinicians in emergency room towards suicide. Int J Psychiatry Clin Pract. 10(3): Speziale,H.J.S, Carpenter, D.R. (2003). - Philadelphia: Lipincott Williams and Walkins Tomey, A.M. dan Alligood, M.R. (2006). Nurs- USA: Mosby Elsevier. -oo0oo- 142

79 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA MINAT PENGGUNAAN AKDR (IUD) DI DESA GEBANG SUKODONO Rahajeng Putriningrum 1), Tresia Umarianti 2), Maula Mar atus Sholikhah 3), Dina Yulistiana 4) 1,2,4 Prodi DIII Kebidanan, STIKes Kusuma Husada Surakarta 1 3 ABSTRAK Risiko kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran di dunia yang sedang berkembang Kata kunci: ABSTRACT Keywords: 143

80 1. PENDAHULUAN Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas dan morbiditas bayi, anak dan ibu. Risiko kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran di dunia yang sedang berkembang jauh lebih besar daripada risiko akibat penggunaan kontrasepsi modern. Banyak wanita merasakan kesulitan menentukan pilihan kontrasepsi. Tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak. Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Esensi tugas program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurunkan fertilitas agar dapat mengurangi beban pembangunan demi terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga kan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga guna mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (BKKBN, 2008). Menurut data di atas dapat dijelaskan bahwa di Puskesmas Sukodono Kabupaten Sragen, pengguna alat kontrasepsi sebagian kecil adalah IUD (AKDR) yaitu sebanyak 256 orang (3,27%). Sedangkan berdasarkan survey pendahuluan di desa Gebang Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen jumlah pasangan usia subur (PUS) yang aktif sebagai peserta KB pada bulan September sampai November 2013 sebanyak 168 orang, terdiri dari: IUD 3 orang, suntik 1 bulan 43 orang, dan suntik 3 bulan 123 orang. Tujuan penelitian untuk mengetahui Faktor Penyebab Rendahnya Minat Pengguna Alat Kontrasepsi IUD Pada PUS di Desa Gebang Kecamatan Sukodono. 2. PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanakan pada mulai Desember 2013 sampai Juni 2014 di Desa Gebang Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Pada Penelitian kualitatif ini alat yang digunakan yaitu kuesioner,, pensil, buku tulis. Cara pengumpulan data peneliti menggunakan triangulasi, wawancara, dan partisipasi pengambilan data baik data primer maupun data sekunder. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengumpulan data dari kuesioner dan wawancara pada responden, maka dapat di jabarkan bahwa sedikitnya minat akseptor KB IUD ini membuat resah bagi BKKBN (Badan koordinasi Keluarga Berencana Nasional), hal ini disebabkan banyaknya minat masyarakat yang lebih memilih kontrasepsi pil dan suntik. Melihat hasil dari pengetahuan responden tentang KB IUD, tingkat pengetahuan responden sebagian besar pada kategori pengetahuan cukup yaitu 81%. Hal ini memberikan arti bahwa responden sudah mengenal kontrasepsi IUD, baik dari pengertian, manfaat dan efek sampingnya tetapi belum sepenuhnya paham. Pengetahuan yang cukup pada responden di desa Gebang kecamatan Sukodono kabupaten Sragen dapat juga dikarenakan rendahnya pendidikan responden, di buktikan dari jumlah respoden yang mempunyai pendidikan rendah yaitu 67%. Berdasarkan teori skiner (1938) dalam buku Notoatmodjo menyebutkan bahwa perilaku seseorang bisa berubah karena adanya stimulus 144

81 atau rangsangan, salah satu rangsangan yang mempengaruhi perilaku responden tidak menggunakan KB IUD yaitu pengetahuan dan pendidikan. Sesuai teori tersebut maka pada penelitian ini pengetahuan responden yang dalam kategori cukup dapat dikarenakan pendidikan responden yang masih rendah. Sedangkan jika dilihat dari segi usia, rata-rata responden berusia tahun di mana usia tersebut merupakan usia reproduksi, sehingga mereka harus menggunakan alat kontrasepsi. Jika tingkat pengetahuan responden bagus tentang kontrasepsi IUD dan memahami betul, seharusnya mereka memilih kontrasepsi IUD atau AKDR karena tingkat kegagalan sangat sedikit di bandingkan dengan kontrasepsi pil dan suntik. Penyebab lain rendah nya penggunaan IUD atau AKDR yaitu psikologi dari responden. Psikologi ini merupakan rasa ketakutan dan kekhawatiran dari responden akan pemasangan AKDR (IUD). Berdasarkan wawancara dengan responden ketakutan mereka di sebabkan karena proses pemasangannya yang harus melewati vagina, mereka juga takut akan terjadinya infeksi, ada juga mereka takut ketidaknyamanan saat mereka melakukan hubungan suami-istri, semua itu diungkapkan oleh sebagian besar responden yaitu ada 88% responden. Ada 12% responden mereka tidak bersedia menggunakan kontrasepsi IUD atau AKDR disebabkan trauma. Hasil wawancara dengan responden rasa trauma responden disebabkan oleh perdarahan saat menggunakan kontrasepsi IUD atau AKDR. Banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk bisa menekan laju pertumbuhan penduduk, yang menjadi kekhawatiran pemerintah bahwa kontrasepsi pil dan suntik lebih besar tingkat kegagalannya daripada kontrasepsi IUD atau AKDR. Bahkan pemerintah juga mefasilitasi masyarakat untuk mendapatkan dan pemasangan IUD atau AKDR dengan gratis, dengan harapan masyarakat bersedia untuk memilih dan menggunakan alat kontrasepsi IUD, sehingga laju pertambahan penduduk dapat terkendali dengan baik dan target BKKBN tercapai. Maka dapat disimpulkan bahwa penyebab rendahnya minat pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD di Desa Gebang kecamatan Sukodono kabupaten Sragen yaitu tingkat pengetahuan, pendidikan, psikologis yang terditi dari ketakutan saat pemasangan, efek samping dan trauma saat pemasangan yang lampau. Ada 12% responden mereka tidak bersedia menggunakan kontrasepsi IUD atau AKDR disebabkan trauma. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa penyebab rendahnya minat pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD di desa Gebang kecamatan Sukodono kabupaten Sragen yaitu tingkat pengetahuan, pendidikan, psikologis yang terditi dari ketakutan saat pemasangan, efek samping dan trauma saat pemasangan yang lampau. SARAN Ada beberapa saran yaitu bagi BKKBN untuk terus bekerjasama dengan bidan mensukseskan program keluaraga berencana pemerintah, dan BKKBN terus mengadakan pelatihan pemasangan up date alat kontrasepsi sehingga semua bidan berkompeten dalam melakukan pemasangan dan pencabutan IUD. 6. REFERENSI Ilmu Kebi- Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Abdul Bari Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Arikunto, S,2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi revisi V. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S,2011. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Riwidikdo, H Statistik Kesehatan, Yogyakarta: Mitra Cendekia Press. Bunda Saifuddin, Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. -oo0oo- 145

82 HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN INTENSITAS KUNJUNGAN LANJUT USIA KE POSYANDU LANSIA BAROKAH DI DUSUN DARATAN KEPOH TOHUDAN COLOMADU KARANGANYAR Erinda Nur Pratiwi 1), Eni Rumiyati 2), Wijayanti 3) 1,2,3 Prodi D-III Kebidanan, STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK Kata kunci ABSTRACT 146

83 Keywords 1. PENDAHULUAN Pertambahan penduduk diseluruh dunia semakin cepat, khususnya orang lanjut usia (lansia) diperkirakan akan mencapai 1,2 miliar pada tahun Penduduk lanjut usia di Indonesia akan meningkat sekitar 11% pada tahun 2020 dengan pencapaian angka harapan hidup tahun (Nugroho, 2000). Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah lansia mencapai 15,8 juta jiwa atau 7,6%. Pada tahun 2005 meningkat menjadi 18,2 juta jiwa atau 8,2%. Sedangkan pada 2015 diperkirakan mencapai 24,4 juta jiwa atau 10%. Data Badan Pusat Statistik dan Departemen Sosial 2001 menyebutkan dari jumlah lansia yang mencapai 15,8 juta itu, 21,75% diantaranya dikategorikan sebagai lansia terlantar, sedangkan 33,89% masuk ke dalam rawan terlantar (Depkes, 2008). Terjadinya proses penuaan merupakan peristiwa yang sangat dialami dan semua manusia akan menghadapi masalah ini. Kapan persisnya seseorang mengalami usia lanjut tidaklah sama antara orang yang satu dengan orang yang lainnya. Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa disadari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya (Giriwijoyo & Komariyah. 2003). Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemeerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya. Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara (Erfandi, 2008). Lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungan tempat lansia itu tinggal (Nugroho, 2000). Pada umumnya para lanjut usia menikmati hari tuanya bersama dengan keluarganya, hal ini sesuai dengan nilai sosial budaya timur yang menyatakan bahwa orang tua yang telah berusia lanjut itu berhak dan pantas menerima perhatian dengan penuh penghormatan dan kemuliaan di tengah-tengah keluarganya (Dharmadi, 2005). Berdasarkan studi pendahuluan, di Posyandu Barokah dusun Daratan Kepoh ada program bagi lansia yaitu posyandu lansia yang diadakan setiap 1 bulan sekali pada tanggal 10 pada awal kegiatan banyak lansia yang berkunjung hampir semua lansia bersedia mengikuti kegiatan, akan tetapi pada setiap kegiatan lansia yang datang semakin berkurang, sehingga terlihat sekali berkurangnya lansia yang datang ke posyandu dari setiap kegiatan. Pada setiap kegiatan tidak banyak juga lansia yang datang diantar atau didampingi keluarga, lansia cenderung datang sendiri tanpa diantar keluarga. Sehingga keluarga yang tidak mendampingi lansia, kemungkinan lansia akan lupa jadwal kapan berkunjung ke posyandu. 2. PELAKSANAAN a. Lokasi dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian bertempat di Posyandu Lansia Barokah Dusun Daratan Kepoh Tohudan Colomadu Karanganyar. Waktu penelitian pada tanggal 31 Maret sampai 10 April b. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang tercatat di Posyandu Lansia Barokah Dusun Daratan Kepoh yaitu berjumlah 46 orang. 147

84 c. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Setiawan, et al, 2010). Sampel dalam penelitian ini sejumlah 46 responden. Dukungan keluarga yang kurang terhadap lansia dapat dipengaruhi oleh kelas sosial, bentuk-bentuk keluarga, latar belakang keluarga, tahap siklus kehidupan keluarga, sosial ekonomi orang tua, model-model peran peristiwa situasional khususnya masalah-masalah kesehatan atau sakit (Friedman, 2003). Diagram 4.2. Distribusi Frekuensi Intensitas Kunjungan Lansia tahun METODE PENELITIAN Desain penelitian menggunakan metode deskriptif korelasi, dengan menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu dent dan diukur pada saat yang sama. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Data yang diambil adalah data primer kemudian dilakukan data dan didapatkan gambaran umum hubungan dukungan keluarga dengan intensitas kunjungan lansia ke posyandu lansia. Berikut ini adalah hasil penelitian secara rinci. Diagram 4.1. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga tahun 2011 (Sumber: Data Primer, 2011) Berdasarkan karakteristik responden menurut dukungan keluarga pada diagram 4.1. mayoritas dukungan keluarga yang kurang sebanyak 30 responden (65,22%) dan dukungan keluarga yang baik sebanyak 16 responden (34,78%). (Sumber : Data Primer, 2011) Berdasarkan karakteristik responden berdasarkan intensitas kunjungan pada diagram 4.2. diketahui bahwa kunjungan lansia yang datang kadang-kadang sebanyak 31 responden (67,39%), kunjungan lansia yang datang rutin sebanyak 15 responden (32,61%) dan lansia yang tidak datang sama sekali ke posyandu lansia yaitu tidak ada (0%). Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia (Akhmadi, 2009). Dukungan sosial yaitu sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok. Dukungan sosial juga disebut sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bentuan, yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dpaat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh dalam tingkah laku penerimanya (Kuntjoro & Zainuddin, 2008). 148

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PADA JURUSAN KEBIDANAN DI KAMPUS III POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PADA JURUSAN KEBIDANAN DI KAMPUS III POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PADA JURUSAN KEBIDANAN DI KAMPUS III POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Ana Widi Astuti 1), Henik Istikhomah 2) 1, 2 Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN ABSTRAK

ARTIKEL PENELITIAN ABSTRAK ARTIKEL PENELITIAN ABSTRAK PERAN KELUARGA KAITANNYA DENGAN TINGKAT KESIAPAN REMAJA PUTRI MENGHADAPI MENSTRUASI (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Kabupaten Karanganyar) Anik Sularmi 1),

Lebih terperinci

PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN (ABPK) BER- KB TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVICE (IUD)

PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN (ABPK) BER- KB TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVICE (IUD) PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN (ABPK) BER- KB TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVICE (IUD) (Studi Pre Eksperimen di Desa Platarejo Kecamatan Giriwoyo Kabupaten

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PADA JURUSAN KEBIDANAN DI KAMPUS III POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PADA JURUSAN KEBIDANAN DI KAMPUS III POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PADA JURUSAN KEBIDANAN DI KAMPUS III POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Ana Widi Astuti ) Henik Istikhomah 2) 1) 2) Mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan laju pertumbuhan yang masih. relatif tinggi. Program Keluarga Berencana (KB) muncul sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan laju pertumbuhan yang masih. relatif tinggi. Program Keluarga Berencana (KB) muncul sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Program Keluarga Berencana (KB) muncul sebagai gerakan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

Heni Hirawati P, Masruroh, Yeni Okta Triwijayanti ABSTRAK

Heni Hirawati P, Masruroh, Yeni Okta Triwijayanti ABSTRAK PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN ALAT GENETALIA DI SMA NEGERI 1 UNGARAN ABSTRAK Remaja putri

Lebih terperinci

Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta Puskesmas Giriwoyo II Kabupaten Wonogiri

Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta Puskesmas Giriwoyo II Kabupaten Wonogiri PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT BANTUPENGAMBILAN KEPUTUSAN (ABPK) BER-KB TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVICE (IUD) (Studi Pre Eksperimen di Desa Platarejo Kecamatan Giriwoyo Kabupaten

Lebih terperinci

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD) DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG TIGA KABUPATEN PIDIE. TAHUN 2013 Nurbaiti Mahasiswi Pada STIKes U Budiyah Banda

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IUD DENGAN MINAT KB IUD DI DESA MOJODOYONG KEDAWUNG SRAGEN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IUD DENGAN MINAT KB IUD DI DESA MOJODOYONG KEDAWUNG SRAGEN HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IUD DENGAN MINAT KB IUD DI DESA MOJODOYONG KEDAWUNG SRAGEN Hajar Nur Fathur Rohmah, Ida Fitriana Akademi Kebidanan YAPPI Sragen ABSTRAK Latar Belakang: Keluarga Berencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap permasalahan keluarga berencana. Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NK KBS) menjadi visi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap permasalahan keluarga berencana. Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NK KBS) menjadi visi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era reformasi saat ini, terdapat kecenderungan penurunan perhatian masyarakat terhadap permasalahan keluarga berencana. Masyarakat menganggap bahwa program keluarga

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN KECEMASAN IBU PENGGUNA KONTRASEPSI AKDR. Vera Virgia

PENGETAHUAN DAN KECEMASAN IBU PENGGUNA KONTRASEPSI AKDR. Vera Virgia PENGETAHUAN DAN KECEMASAN IBU PENGGUNA KONTRASEPSI AKDR Vera Virgia Program Studi Kebidanan, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : veravirgia@gmail.com ABSTRAK IUD (Intra Uteri Device) atau AKDR (Alat Kontrasepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara keempat terbesar penduduknya di dunia dengan lebih dari 253 juta jiwa (BPS, 2014). Fertilitas atau kelahiran adalah salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang relatif tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, kualitas. penduduk yang harus ditingkatkan (Saifuddin, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang relatif tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, kualitas. penduduk yang harus ditingkatkan (Saifuddin, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan suatu masalah yang dihadapi oleh Negara berkembang termasuk Negara Indonesia. Negara Indonesia mempunyai masalah yang komplek,

Lebih terperinci

Volume 4 No. 1, Maret 2013 ISSN :

Volume 4 No. 1, Maret 2013 ISSN : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR TENTANG KONTRASEPSI SUNTIK CYCLOFEM ( 1 BULAN ) DENGAN KEPATUHAN JADWAL PENYUNTIKAN ULANG DI DESA JAMBU KECAMATAN MLONGGO KABUPATEN JEPARA Ita Rahmawati 1, Asmawahyunita

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA CAKUPAN KB IUD DI DESA KEBONAGUNG KECAMATAN PAKISAJI KABUPATEN MALANG

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA CAKUPAN KB IUD DI DESA KEBONAGUNG KECAMATAN PAKISAJI KABUPATEN MALANG GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA CAKUPAN KB IUD DI DESA KEBONAGUNG KECAMATAN PAKISAJI KABUPATEN MALANG Riski Akbarani, Eva Inayatul Faiza Sekolah Email : aisha_kiki@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang

Lebih terperinci

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( )

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( ) GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 (633-646) HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PRIA TENTANG KELUARGA BERENCANA DENGAN PERILAKU PRIA DALAM BERPARTISIPASI MENGGUNAKAN METODE KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA

Lebih terperinci

Motivasi Ibu dalam Penggunaan KB IUD di Puskesmas Pakuan Baru Kota Jambi

Motivasi Ibu dalam Penggunaan KB IUD di Puskesmas Pakuan Baru Kota Jambi Motivasi Ibu dalam Penggunaan KB IUD di Puskesmas Pakuan Baru Kota Jambi Subur meningkat sebesar 1,7% (758.770). Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya kelangsungan pemakaian kontrasepsi, termasuk pembinaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN KONSELING OLEH BIDAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI IUD TERHADAP AKSEPTOR KB

HUBUNGAN PEMBERIAN KONSELING OLEH BIDAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI IUD TERHADAP AKSEPTOR KB HUBUNGAN PEMBERIAN KONSELING OLEH BIDAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI IUD TERHADAP AKSEPTOR KB Risneni 1) dan Helmi Yenie 2) 1) 2) Jurusan Kebidanan poltekkes kemenkes Tanjngkarang Abstrak. Rekapitulasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEPATUHAN IBU MELAKUKAN KUNJUNGAN ULANG DI SIDOHARJO

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEPATUHAN IBU MELAKUKAN KUNJUNGAN ULANG DI SIDOHARJO HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEPATUHAN IBU MELAKUKAN KUNJUNGAN ULANG DI SIDOHARJO Hajar Nur Fathur Rohmah, Zulaikha Abiyah Akademi Kebidanan YAPPI Sragen ABSTRAK Latar

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PROFIL KB IUD PADA IBU PRIMIGRAVIDA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DONOROJO PACITAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PROFIL KB IUD PADA IBU PRIMIGRAVIDA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DONOROJO PACITAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PROFIL KB IUD PADA IBU PRIMIGRAVIDA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DONOROJO PACITAN NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Made Intan Wahyuningrum

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Kasihan Bantul

Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Kasihan Bantul Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Ade Rindiarti 1, Tony Arjuna 2, Nindita Kumalawati

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015 Yeti Yuwansyah Penggunaan alat kontrasepsi sangat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS Sevi Budiati & Dwi Anita Apriastuti Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak masalah kependudukan dan belum bisa teratasi hingga saat ini. Hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan

Lebih terperinci

AKSEPTOR KB SUNTIK DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN DI KELURAHAN KARAMAT WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG TENGAH KOTA SUKABUMI

AKSEPTOR KB SUNTIK DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN DI KELURAHAN KARAMAT WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG TENGAH KOTA SUKABUMI AKSEPTOR KB SUNTIK DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN DI KELURAHAN KARAMAT WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG TENGAH KOTA SUKABUMI Oleh: Elisya Handayani S, S.ST Efek samping yang paling tinggi frekuensinya dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA Hardiningsih 1), Agus Eka Nurma Yuneta 2), Fresthy Astrika

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUR DAN PARITAS AKSEPTOR KB TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK

GAMBARAN UMUR DAN PARITAS AKSEPTOR KB TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK GAMBARAN UMUR DAN PARITAS AKSEPTOR KB TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK Lina Darmayanti Bainuan* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id

Lebih terperinci

Kesesuaian Sikap Pasangan Usia 1

Kesesuaian Sikap Pasangan Usia 1 KESESUAIAN SIKAP PASANGAN USIA SUBUR TERHADAP METODE KONTRASEPSI VASEKTOMI (STUDI KASUS DI KABUPATEN PACITAN) Asasih Villasari, S.SiT 1), Yeni Utami 2) (Prodi Kebidanan) Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN AKSEPTOR KB PIL ORAL KOMBINASI DENGAN KEPATUHAN DALAM MENGKONSUMSI KB PIL DI DESA KARANG KECAMATAN DELANGGU KLATEN

HUBUNGAN PENGETAHUAN AKSEPTOR KB PIL ORAL KOMBINASI DENGAN KEPATUHAN DALAM MENGKONSUMSI KB PIL DI DESA KARANG KECAMATAN DELANGGU KLATEN HUBUNGAN PENGETAHUAN AKSEPTOR KB PIL ORAL KOMBINASI DENGAN KEPATUHAN DALAM MENGKONSUMSI KB PIL DI DESA KARANG KECAMATAN DELANGGU KLATEN Endah Purwaningsih 1), Yeniatun Kusumah 2) ABSTRAK Menurut WHO, tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk maka semakin besar usaha yang dilakukan untuk. mempertahankan kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk maka semakin besar usaha yang dilakukan untuk. mempertahankan kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia di bidang kependudukan adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya pertumbuhan penduduk maka semakin

Lebih terperinci

Mitha Destyowati ABSTRAK

Mitha Destyowati ABSTRAK HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KONTRASEPSI IUD DENGAN MINAT PEMAKAIAN KONTRASEPSI IUD DI DES HARJOBINANGUN KECAMATAN GRABAK KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2011 Mitha Destyowati ABSTRAK 12 i + 34 hal

Lebih terperinci

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Novita Dewi Iswandari 1, Mohdari 2, Maulida Putri* 1 Dosen, Stikes Sari Mulia

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pasangan Usia Subur,Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Kata Kunci: Pasangan Usia Subur,Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang ORIGINAL RESEARCH FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PASANGAN USIA SUBUR MENGGUNAKAN NON METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (NON MKJP) DI KOTA PONTIANAK Tisa Gusmiah 1, Surtikanti 1, Ronni Effendi 1 1 Sekolah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMAS CUT NYAK DHIEN ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMAS CUT NYAK DHIEN ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMAS CUT NYAK DHIEN Hafriani 1, Defiyani 2 1 Dosen Program Studi D III Kebidanan STIKes Bina Nusantara

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG AKDR DI PUSKESMAS CIKOLE PANDEGLANG 2012 JURNAL

GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG AKDR DI PUSKESMAS CIKOLE PANDEGLANG 2012 JURNAL GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG AKDR DI PUSKESMAS CIKOLE PANDEGLANG 2012 JURNAL ARSIAH NURHIDAYAH PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA BEKASI 2012

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT AKSEPTOR KB DALAM MENENTUKAN PILIHAN TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT AKSEPTOR KB DALAM MENENTUKAN PILIHAN TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT AKSEPTOR KB DALAM MENENTUKAN PILIHAN TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD Tetty Rihardini, SST Prodi D-III Kebidanan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya tettyrihardini@gmail.com

Lebih terperinci

Sukriani 1),Priharyanti Wulandari 2)

Sukriani 1),Priharyanti Wulandari 2) HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ALAT KONTRASEPSI DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI PADA IBU PRIMIPARA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAKAJI KOTA SEMARANG Sukriani 1),Priharyanti Wulandari 2) 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya. pada tahun 2000 menjadi 237,6 juta di tahun 2010 (BKKBN, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya. pada tahun 2000 menjadi 237,6 juta di tahun 2010 (BKKBN, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia di bidang kependudukan adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya pertumbuhan penduduk maka semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi oleh semua negara baik negara maju maupun negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN SIKLUS HAID

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN SIKLUS HAID PENELITIAN HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN SIKLUS HAID Anisa K.A*,Titi Astuti* *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang **Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN KESIAPAN REMAJA PUTRI DALAM MENGHADAPI MENARCHE DI SD NEGERI NO MEDAN TAHUN 2017

PENGETAHUAN DAN KESIAPAN REMAJA PUTRI DALAM MENGHADAPI MENARCHE DI SD NEGERI NO MEDAN TAHUN 2017 PENGETAHUAN DAN KESIAPAN REMAJA PUTRI DALAM MENGHADAPI MENARCHE DI SD NEGERI NO 064023 MEDAN TAHUN 2017 Dina Indarsita, Yenni Purba Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan ` Abstrak Menarche (haid

Lebih terperinci

JURNAL. DiterbitkanOleh. LPPM STKIES AnNurPurwodadi

JURNAL. DiterbitkanOleh. LPPM STKIES AnNurPurwodadi ISSN : 2503-2461 JURNAL Edisi November 2015 PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN IBU TENTANG DIARE TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN DIARE PADA ANAK USIA 1 4 TAHUN NurulKodiyah, Yuwanti The SHINE CAHAYA DUNIA KEBIDANAN

Lebih terperinci

Oleh : Noviyanti, Indria Astuti, dan Siska Erniawati Stikes Jendr.A. Yani Cimahi

Oleh : Noviyanti, Indria Astuti, dan Siska Erniawati Stikes Jendr.A. Yani Cimahi Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan KB Hormonal Jenis Pil Dan Suntik Pada Akseptor KB Hormonal Golongan Usia Resiko Tinggi Di Puskesmas Cipageran Cimahi Utara Bulan Juli - Agustus 2010 ABSTRAK

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN REMAJA TENTANG MANDI BESAR PADA SISWI SMA 7 MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN REMAJA TENTANG MANDI BESAR PADA SISWI SMA 7 MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN REMAJA TENTANG MANDI BESAR PADA SISWI SMA 7 MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Febra Ayudiah 1610104457 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN Dini Rahmayani 1, Ramalida Daulay 2, Erma Novianti 2 1 Program Studi S1 Keperawatan STIKES

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI Yudha Indra Permana & Ida Untari Akper PKU Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Masa reproduksi adalah masa yang penting bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus adalah

Lebih terperinci

Pengguna Kontrasepsi Hormonal Suntikan dengan Kenaikan I. PENDAHULUAN. kontrasepsi yang populer di Indonesia. adalah kontrasepsi suntik.

Pengguna Kontrasepsi Hormonal Suntikan dengan Kenaikan I. PENDAHULUAN. kontrasepsi yang populer di Indonesia. adalah kontrasepsi suntik. I. PENDAHULUAN kontrasepsi yang populer di Indonesia Fertilitas atau kelahiran adalah salah adalah kontrasepsi suntik. Kontrasepsi satu faktor penambah bagi jumlah penduduk. Untuk mengatasi hal tersebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN PELAYANAN KONSELING KB TENTANG AKDR DENGAN CAKUPAN AKSEPTOR AKDR

HUBUNGAN PELAYANAN KONSELING KB TENTANG AKDR DENGAN CAKUPAN AKSEPTOR AKDR HUBUNGAN PELAYANAN KONSELING KB TENTANG AKDR DENGAN CAKUPAN AKSEPTOR AKDR Yefi Marliandiani, Krisnamurti Prodi D-III Kebidanan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya ABSTRAK Program Keluarga Berencana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2103) menyatakan bahwa angka kehamilan penduduk perempuan 10-54 tahun adalah 2,68 persen, terdapat kehamilan pada umur kurang 15 tahun

Lebih terperinci

HUBUNGAN KELOMPOK UMUR PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DENGAN PEMILIHAN JENIS ALAT KONTRASEPSI DI DESA PADAMUKTI KECAMATAN SOLOKANJERUK KABUPATEN BANDUNG

HUBUNGAN KELOMPOK UMUR PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DENGAN PEMILIHAN JENIS ALAT KONTRASEPSI DI DESA PADAMUKTI KECAMATAN SOLOKANJERUK KABUPATEN BANDUNG 33 HUBUNGAN KELOMPOK UMUR PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DENGAN PEMILIHAN JENIS ALAT KONTRASEPSI DI DESA PADAMUKTI KECAMATAN SOLOKANJERUK KABUPATEN BANDUNG Abstrak Ratih Ruhayati, S.ST, M.Keb Alat Kontrasepsi

Lebih terperinci

Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan Dengan Kenaikan Berat Badan 1

Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan Dengan Kenaikan Berat Badan 1 HUBUNGAN PENGGUNAAN KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KENAIKAN BERAT BADAN PADA WANITA AKSEPTOR KB DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LOK BAINTAN Adriana Palimbo 1, Hariadi Widodo 2, Nur Redha 3 1 Dosen Program Studi DIV

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK TIGA BULAN DEPO MEDOKRASI PROGESTRONE ASETAT (DMPA) DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN Ayu Safitri *, Holidy Ilyas **, Nurhayati ** *Alumni Jurusan Keperawatan

Lebih terperinci

Peran Bidan dalam Konseling Awal Kontrasepsi Suntik DMPA

Peran Bidan dalam Konseling Awal Kontrasepsi Suntik DMPA ISSN2354-7642 Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Peran Bidan dalam Konseling Awal Kontrasepsi Suntik DMPA Farida Aryani 1 1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78 dan Lingkungan Hidup, 2/ (206), 69-78 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Tindakan Remaja Putri Tentang Personal Hygiene Saat Menstruasi di SMA Angkola Barat Tahun 206 Maria Haryanti Butarbutar* *Program

Lebih terperinci

PENGARUH EDUKASI SUPORTIF TERSTRUKTUR TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI PADA IBU MENYUSUI 0-6 BULAN

PENGARUH EDUKASI SUPORTIF TERSTRUKTUR TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI PADA IBU MENYUSUI 0-6 BULAN PENGARUH EDUKASI SUPORTIF TERSTRUKTUR TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI PADA IBU MENYUSUI - BULAN Evi Susiyanti Program Studi Kebidanan, Akademi Kebidanan Sakinah Pasuruan Email : evirudyanto4@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI BIDAN PRAKTEK SWASTA FITRI HANDAYANI CEMANI SUKOHARJO

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI BIDAN PRAKTEK SWASTA FITRI HANDAYANI CEMANI SUKOHARJO HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI BIDAN PRAKTEK SWASTA FITRI HANDAYANI CEMANI SUKOHARJO Luluk Nur Fakhidah Dosen AKBID Mitra Husada Karanganyar Jl Achmad

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI SUAMI MENJADI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA (KB) DI DESA KEBET KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI SUAMI MENJADI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA (KB) DI DESA KEBET KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI SUAMI MENJADI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA (KB) DI DESA KEBET KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH JURNAL SKRIPSI Diajukanuntuk melengkapi tugas dan memenuhi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN ORANG TUA (IBU) DENGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DISMENOREA DAN PENANGANANNYA DI MA AN-NUR KOTA CIREBON TAHUN 2016

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN ORANG TUA (IBU) DENGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DISMENOREA DAN PENANGANANNYA DI MA AN-NUR KOTA CIREBON TAHUN 2016 HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN ORANG TUA (IBU) DENGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DISMENOREA DAN PENANGANANNYA DI MA AN-NUR KOTA CIREBON TAHUN 2016 Sri Musfiroh 1 Siti Difta Rahmatika 2 dan Euis Kartika

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN INTENSITAS KUNJUNGAN LANJUT USIA KE POSYANDU LANSIA BAROKAH DI DUSUN DARATAN KEPOH TOHUDAN COLOMADU KARANGANYAR

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN INTENSITAS KUNJUNGAN LANJUT USIA KE POSYANDU LANSIA BAROKAH DI DUSUN DARATAN KEPOH TOHUDAN COLOMADU KARANGANYAR HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN INTENSITAS KUNJUNGAN LANJUT USIA KE POSYANDU LANSIA BAROKAH DI DUSUN DARATAN KEPOH TOHUDAN COLOMADU KARANGANYAR Erinda Nur Pratiwi 1), Eni Rumiyati 2), Wijayanti 3) 1,2,3

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIKAP IBU USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DI RT 04 RW 07 KELURAHAN BALEARJOSARI KECAMATAN BLIMBING KOTA MALANG

IDENTIFIKASI SIKAP IBU USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DI RT 04 RW 07 KELURAHAN BALEARJOSARI KECAMATAN BLIMBING KOTA MALANG IDENTIFIKASI SIKAP IBU USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DI RT 04 RW 07 KELURAHAN BALEARJOSARI KECAMATAN BLIMBING KOTA MALANG Eva Inayatul Faiza 1, Riski Akbarani 2 eva_inayatul@yahoo.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SUAMI TENTANG KB DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM BER-KB DI KELURAHAN KEMANG KABUPATEN BOGOR

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SUAMI TENTANG KB DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM BER-KB DI KELURAHAN KEMANG KABUPATEN BOGOR HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SUAMI TENTANG KB DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM BER-KB DI KELURAHAN KEMANG KABUPATEN BOGOR Dedes Fitria 1, Sinta Nuryati 2 1 Poltekkes Kemenkes Bandung 2 Poltekkes Kemenkes

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA. Oleh

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA. Oleh GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA Oleh M. Kusumastuty 1, O. Cahyaningsih 2, D.M. Sanjaya 3 1 Dosen Prodi D-III Kebidanan STIKES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai 13 September 1994 di

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI KOMBINASI PROGESTERON ESTROGEN TERHADAP KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA.

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI KOMBINASI PROGESTERON ESTROGEN TERHADAP KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA. PENGARUH PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI KOMBINASI PROGESTERON ESTROGEN TERHADAP KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA. Muthiah Rissa Pratiwi, S.S.T. Abstrak Kanker leher rahim adalah kanker

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara Sarce Pinontoan 1, Sesca D. Solang 2, Sandra G.J. Tombokan 3 1. Puskesmas Tatelu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India, Pakistan, Brazil, dan Nigeria yang memberikan kontribusi besar pada

BAB I PENDAHULUAN. India, Pakistan, Brazil, dan Nigeria yang memberikan kontribusi besar pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari lima negara berkembang yaitu, India, Pakistan, Brazil, dan Nigeria yang memberikan kontribusi besar pada pertambahan penduduk dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program KB di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1957, namun masih jadi urusan kesehatan dan bukan menjadi urusan kependudukan. Sejalan dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL WANITA MENOPAUSE DI DUSUN CANDI WINANGUN SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL WANITA MENOPAUSE DI DUSUN CANDI WINANGUN SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL WANITA MENOPAUSE DI DUSUN CANDI WINANGUN SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : DENI RAMDHANI FITRIYATI NIM: 201410104011

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMILIHAN KONTRASEPSI KB SUNTIK DI BPS. RUVINA SURAKARTA. Rahajeng Putriningrum 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMILIHAN KONTRASEPSI KB SUNTIK DI BPS. RUVINA SURAKARTA. Rahajeng Putriningrum 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMILIHAN KONTRASEPSI KB SUNTIK DI BPS. RUVINA SURAKARTA Rahajeng Putriningrum 1 1 Prodi D-III Kebidanan, STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRACT Pemerintah terus

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN Ridha Andria 1*) 1 Dosen STIKes Darussalam Lhokseumawe

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 249 juta. Dengan Angka Fertilitas atau Total Fertelitity Rate (TFR) 2,6, Indonesia

Lebih terperinci

PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA PEMAKAIAN IUD POST PLASENTA. Risneni*, Mugiati*

PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA PEMAKAIAN IUD POST PLASENTA. Risneni*, Mugiati* PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA PEMAKAIAN IUD POST PLASENTA Risneni*, Mugiati* Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah meluncurkan kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal) di tahun

Lebih terperinci

ELSA PERNANDA UTARI NIM I

ELSA PERNANDA UTARI NIM I NASKAH PUBLIKASI Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Menstruasi Terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi Menarche Pada Siswi Kelas V SD Negeri 16 Pontianak ELSA PERNANDA UTARI NIM I31112093 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tidak lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Iga Sukma Anggriani 201410104236 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepadatan penduduk menjadi masalah pemerintah yang menjadi problem dalam pertumbuhan penduduk. Usaha pemerintah dalam menghadapi kependudukan salah satunya adalah keluarga

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J. HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DUKUNGAN KELUARGA, DAN TARIF LAYANAN DENGAN PEMILIHAN JENIS KONTRASEPSI SUNTIK PADA AKSEPTOR KB DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL. Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang

BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL. Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL A. Kerangka Konsep Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu akseptor KB menggunakan kontrasepsi AKDR. Untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFEK SAMPING KONTRASEPSI DMPA DENGAN KEJADIAN DROP OUT

HUBUNGAN ANTARA EFEK SAMPING KONTRASEPSI DMPA DENGAN KEJADIAN DROP OUT HUBUNGAN ANTARA EFEK SAMPING KONTRASEPSI DMPA DENGAN KEJADIAN DROP OUT PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI DESA MANDIREJO KECAMATAN MERAKURAK KABUPATEN TUBAN Umu Qonitun* *Dosen Program Studi D III Kebidanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN INFORMASI DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI METODE OPERASI PRIA (MOP) PADA PRIA PASANGAN USIA SUBUR DI KECAMATAN PAKUALAMAN YOGYAKARTA ABSTRAK

HUBUNGAN INFORMASI DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI METODE OPERASI PRIA (MOP) PADA PRIA PASANGAN USIA SUBUR DI KECAMATAN PAKUALAMAN YOGYAKARTA ABSTRAK HUBUNGAN INFORMASI DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI METODE OPERASI PRIA (MOP) PADA PRIA PASANGAN USIA SUBUR DI KECAMATAN PAKUALAMAN YOGYAKARTA Susiana Sariyati Prodi DIII Kebidanan, Universitas Alma ata Yogyakarta

Lebih terperinci

Trisna Ebtanastuti 2, Anjarwati 3 INTISARI

Trisna Ebtanastuti 2, Anjarwati 3 INTISARI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KELUHAN FISIOLOGIS MASA KEHAMILAN DENGAN KETERATURAN FREKUENSI ANTENATAL CARE PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI BPS KARTIYEM KULON PROGO 1 Trisna Ebtanastuti 2, Anjarwati

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Tingkat Stres Pada Wanita Usia Subur

Hubungan Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Tingkat Stres Pada Wanita Usia Subur The 7 th University Research Colloqium 08 Hubungan Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Tingkat Stres Pada Wanita Usia Subur Nur Hidayah, Suci Tri Cahyani Prodi DIII Kebidanan STIKES PKU MUHAMMADIYAH Surakarta

Lebih terperinci

SINOPSIS RENCANA TESIS

SINOPSIS RENCANA TESIS SINOPSIS RENCANA TESIS PENERAPAN PROMOSI KESEHATAN TRANSTHEORETICAL MODEL TERHADAP KECEMASAN AKSEPTOR KB DMPA (DEPO MEDROXY PROGESTERONE ACETAT) YANG MENGALAMI AMENORHEA OLEH LIANITA PRIMI OCTAVIANA 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia di bidang kependudukan adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat pertambahan penduduk yang demikian telah

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Bali dari periode ke periode, selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 1971 jumlah penduduk

Lebih terperinci

23,3 50,0 26,7 100,0

23,3 50,0 26,7 100,0 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK DENGAN SIKAP DALAM MEMILIH KB SUNTIK BULANAN DI DESA BESOLE, KECAMATAN BAYAN, KABUPATEN PURWOREJO Dwi Mardiantari ABSTRAK 48 hal+7 tabel+ gambar+

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Di Kelurahan Pangolombian Kota Tomohon

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Di Kelurahan Pangolombian Kota Tomohon Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Dalam Rahim (AKDR) Di Kelurahan Pangolombian Kota Tomohon Tahun 2013 Frisca Liando 1, Meiske Runkat 2, Iyam Manueke 3 1. Puskesmas Pangolombian Tomohon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan, yang digunakan dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA `KELAS VII DAN VIII DI SMP NEGERI 7 KOTA SUKABUMI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA `KELAS VII DAN VIII DI SMP NEGERI 7 KOTA SUKABUMI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA `KELAS VII DAN VIII DI SMP NEGERI 7 KOTA SUKABUMI Annysa Yanitama, Iwan Permana, Dewi Hanifah Abstrak Salah satu masalah remaja adalah masalah

Lebih terperinci

Nuke Devi Indrawati. Tlp : ABSTRAK

Nuke Devi Indrawati.   Tlp : ABSTRAK ANALISIS FAKTOR KEBIJAKAN DAN PENGETAHUAN TENTANG PELAYANAN KB YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR AKSEPTOR KB DI KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG Nuke

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA MAHASISWA AKBID TINGKAT I STIKes YPIB MAJALENGKA TAHUN 2014

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA MAHASISWA AKBID TINGKAT I STIKes YPIB MAJALENGKA TAHUN 2014 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA MAHASISWA AKBID TINGKAT I STIKes YPIB MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh: Inna Antriana, S.SiT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR DENGAN PENCEGAHAN KISTA OVARIUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR DENGAN PENCEGAHAN KISTA OVARIUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR DENGAN PENCEGAHAN KISTA OVARIUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014 Sri Mulyati Akademi Keperawatan Prima Jambi Korespondensi penulis

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN HUBUNGAN FAKTOR PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM Rosni Lubis (Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Jakarta III) Email: rosnilubis@gmail.com ABSTRAK Penurunan

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TENTANG ALAT KONTRASEPSI IUD DI DESA PILANGSARI KECAMATAN NGRAMPAL KABUPATEN SRAGEN

TINGKAT PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TENTANG ALAT KONTRASEPSI IUD DI DESA PILANGSARI KECAMATAN NGRAMPAL KABUPATEN SRAGEN TINGKAT PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TENTANG ALAT KONTRASEPSI IUD DI DESA PILANGSARI KECAMATAN NGRAMPAL KABUPATEN SRAGEN Aprilica Manggalaning Murti, Mega Marliana Akademi Kebidanan YAPPI Sragen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti menghindari kelahiran yang

Lebih terperinci

Fitriyani, Erlina Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasangan Usia Subur Dengan Sikap Pasangan Usia Subur Dalam Mengikuti Program KB.

Fitriyani, Erlina Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasangan Usia Subur Dengan Sikap Pasangan Usia Subur Dalam Mengikuti Program KB. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, D.A. 2012. Persepsi Suami Pasangan Usia Subur Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Kondom. Ponorogo: UMP Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi

Lebih terperinci