HERITABILITAS DAN RESPON SELEKSI FAMILI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Blkr.) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR (BBPBAT) SUKABUMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HERITABILITAS DAN RESPON SELEKSI FAMILI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Blkr.) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR (BBPBAT) SUKABUMI"

Transkripsi

1 HERITABILITAS DAN RESPON SELEKSI FAMILI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Blkr.) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR (BBPBAT) SUKABUMI DIAN HARDIANTHO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Heritabilitas dan Respon Seleksi Famili Ikan Nila (Oreochromis niloticus Blkr.) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Nopember 2007 Dian Hardiantho NRP C

3 ABSTRAK DIAN HARDIANTHO. Heritabilitas dan Respon Seleksi Famili Ikan Nila (Oreochromis niloticus Blkr.) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Dibimbing oleh KOMAR SUMANTADINATA dan RONNY RACHMAN NOOR. Penurunan mutu genetik benih/induk ikan nila yang saat ini terjadi, mungkin diakibatkan adanya tingkat inbreeding (perkawinan sekerabat) yang tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kembali mutu genetik ikan nila adalah melalui program penangkaran yang selektif. Keberhasilan program seleksi dipengaruhi oleh tingkat keragaman genetik dan intensitas seleksi, serta besarnya nilai heritabilitas. Metoda seleksi yang dapat diterapkan pada ikan nila adalah seleksi within family. Program seleksi famili yang diterapkan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi telah menghasilkan dua generasi ikan nila yang merupakan hasil kombinasi dari 10 strain induk ikan nila. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi nilai heritabilitas dan respon seleksi, sebagai bahan evaluasi keberhasilan program seleksi. Disamping itu, dimaksudkan juga untuk penyediaan induk ikan nila yang berkualitas tinggi. Nilai rataan heritabilitas bobot ikan betina dan jantan, masing-masing sebesar 0,314 dan 0,285. Sementara nilai rataan heritabilitas panjang baku mencapai 0,362 dan 0,318. Nilai rataan heritabilitas panjang kepala, tinggi badan dan lebar badan berada pada kisaran > 0,4. Nilai rataan heterosis bobot badan mencapai 21,76%, sedangkan untuk panjang baku mencapai 3,58%. Panjang kepala, tinggi badan dan lebar badan, masing-masing sebesar 3,56, 4,45, dan 1,62%. Seleksi famili pada ikan nila telah menghasilkan kemajuan seleksi bobot badan sebesar 26,20 27,56% per generasi. Sedangkan untuk karakter panjang baku sebesar 6,94 7,73%. Karakter panjang kepala, tinggi badan, dan lebar badan berturut-turut sebesar 3,55 4,91%, 4,61 7,00%, dan 5,70 5,84%. Kata Kunci: heritabilitas, respon seleksi, seleksi within famili, ikan nila

4 ABSTRACT DIAN HARDIANTHO. Heritability and Response of Within Family Selection of Tilapia (Oreochromis niloticus Blkr. ) at Main Center for Freshwater Aquaculture Development (MCFAD) Sukabumi. Under the direction of KOMAR SUMANTADINATA, and RONNY RACHMAN NOOR. The degradation of genetic quality of tilapia it might be related to the high inbreeding coefficient in the population. In order to reduce the rate of this degradation, selective breeding program should be done. The selection progress is mainly depending on the population variation of the trait studied and their heritability values. One of the main selection techniques that can be applied for the tilapia is within family selection. This selection method has been applied at the Main Center for Freshwater Aquaculture Development (MCFAD), Sukabumi, West Java, and already produced two generation of tilapia from combination of 10 strains. The aims of this study are to estimate the heritability values of some highly economic traits and to estimate the selection progresses. The selective individuals or strains then will be used for the commercial stocks. The results shows that the average estimated heritability values of body weight of male and female were 0,314 and 0,285, respectively. The estimated heritability values of body length were 0,362 and 0,318, respectively. In general, the estimated heritability values of head length, body height and body width was greater than 0,4.The percentage of heterosis of body weight was 21,76%. Meanwhile the heterosis of body length, head length, body height and body width were 3,58, 3,56, 4,45, and 1,62%.The selection progress for body weight per generation was 26,20 27,56%. On the order hand, the selection progress for body length was 6,94 7,73%, for head length 3,55 4,91%, for body height was 4,61 7,00%, and for body width was 5,70 5,84%. Keywords: tilapia, within family selection, heritability, response of selection

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 HERITABILITAS DAN RESPON SELEKSI FAMILI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Blkr.) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR (BBPBAT) SUKABUMI DIAN HARDIANTHO TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

7 Judul Tesis : Heritabilitas dan Respon Seleksi Famili Ikan Nila (Oreochromis niloticus Blkr.) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi N a m a : Dian Hardiantho Nomor Pokok : C Program Studi : Ilmu Perairan Disetujui, Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc K e t u a Prof.Dr.Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc A n g g o t a Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Perairan, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Enang Harris, M.S. Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : 25 Oktober 2007 Tanggal Lulus :...

8 KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya, sehingga dapat terselesaikannya penulisan Tesis ini. Tesis ini diberi judul Heritabilitas dan Respon Seleksi Famili Ikan Nila (Oreochromis niloticus Blkr.) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Tesis ini merupakan topik penelitian pada Program Studi Ilmu Perairan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Indikasi penurunan kualitas benih/induk ikan nila telah diamati oleh beberapa praktisi perikanan. Proses budidaya ikan nila yang tidak berpola dan telah lama dilakukan, menjadi salah satu faktor penyebab penurunan mutu tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar diperoleh induk/benih bermutu tinggi adalah dengan menerapkan program penangkaran yang selektif. Berdasarkan data genetik yang ada, sifat-sifat yang memiliki nilai ekonomis tinggi, seperti sifat bobot badan, memiliki nilai heritabilitas rendah. Disamping itu, keragaman fenotip sifat-sifat tersebut masih tinggi. Oleh sebab itu, penerapan seleksi famili diharapkan dapat meningkatkan produksi ikan nila. Kemajuan seleksi per generasi pada penelitian ini menunjukkan nilai yang relatif besar pada karakter bobot badan, yaitu 26,20% pada betina dan 27,56% pada jantan. Karakter panjang kepala merupakan karakter yang menghasilkan respon paling kecil. Hal tersebut merupakan suatu keuntungan mengingat bahwa bagian kepala merupakan bagian yang diharapkan semakin kecil. Penerapan seleksi famili terhadap dua generasi ikan nila yang telah dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, merupakan langkah awal dalam pengembangan mutu induk ikan nila. Langkah ke depan, diharapkan peningkatan mutu genetik dilakukan melalui pembentukan hibrida untuk memanfaatkan keunggulan, baik produktivitas, efisiensi pakan, maupun ketahanan penyakitnya. Dengan memanfaatkan keunggulan tersebut, maka diharapkan terciptanya strain baru ikan nila, yang dapat meningkatkan produksi ikan nila secara nasional. Penulis menyadari, bahwa penulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, namun penulis tetap berharap bahwa tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua. Bogor, Nopember 2007 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc. atas bimbingan dan arahan sebagai Ketua Komisi Pembimbing, 2. Bapak Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc. atas bimbingan dan analisa sebagai Anggota Komisi Pembimbing, 3. Bapak Prof. Dr. Enang Harris, M.S. selaku Ketua Program Studi Ilmu Perairan Sekolah Pascasarjana IPB, serta pimpinan dan staf Sekolah Pascasarjana IPB 4. Bapak Ir. Maskur, selaku Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, atas bantuan beasiswanya, 5. Orang tuaku, H. Harsono Berman Siswopranoto dan Hj. Wanidjah, istriku, Nurly Faridah, S.Pi, kedua anakku, Annisa Nur Rahmayanti dan Dinda Aulia Rahmayanti, serta keluarga besar di Indramayu dan Bondowoso, atas dukungan dan doanya demi kelancaran studi ini, 6. Rekan-rekan di Program Studi Ilmu Perairan Tahun 2004 dan di Kelompok Kerja Ikan Nila BBPBAT: Yuni, Suroso, Rojali, Dani dan Linda, 7. Serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tesis penelitian serta studi di Sekolah Pascasarjana IPB.

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu, pada tanggal 9 Februari Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara pasangan H. Harsono Berman Siswopranoto dan Hj. Wanidjah. Penulis menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Indramayu tahun 1991, dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis menyelesaikan studi di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BDP-FPIK) IPB tahun Pada tahun 1997, penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan menjadi staf Perekayasa hingga sekarang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Pada tahun 2004, penulis memperoleh beasiswa dari Proyek Pengembangan Rekayasa Teknologi BBAT, dan diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Perairan.

11 DAFTAR ISI Daftar Tabel. Daftar Lampiran.. Halaman vii viii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Hipotesis II. TINJAUAN PUSTAKA Tujuan Seleksi Metode Seleksi Faktor yang Mempengaruhi Kemajuan Seleksi Estimasi Nilai Heritabilitas Fluktuasi Asimetri. 9 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan, Alat dan Wadah Prosedur Generasi I 11 a. Pematangan Gonad Induk 11 b. Pemijahan 11 c. Pendederan. 11 d. Pembesaran Generasi II a. Pematangan Gonad Induk 13 b. Pemijahan 13 c. Pendederan. 13 d. Pembesaran Teknik Pengumpulan Data.. 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Laju Pertumbuhan Harian Heritabilitas Nyata Heterosis Respon Seleksi Fluktuasi Asimetri Pembahasan. 21 V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran.. 25 DAFTAR PUSTAKA. 26 LAMPIRAN.. 28

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Halaman Perbandingan beberapa metode seleksi beserta kelebihan dan kelemahannya (Sumber : Tave, 1995)... 6 Nilai heritabilitas bobot dan panjang ikan (Sumber Kirpichnikov, 1981)... 7 Tabel 3. Kombinasi pasangan induk nila generasi I Tabel 4. Kombinasi pasangan induk nila generasi II Tabel 5. Rataan laju pertumbuhan harian ikan nila hasil seleksi famili Tabel 6. Nilai rataan heritabilitas total ikan nila hasil seleksi famili.. 19 Tabel 7. Sebaran nilai heritabilitas untuk setiap famili Tabel 8. Nilai rataan heritabilitas nyata ikan nila hasil seleksi famili 20 Tabel 9. Nilai rataan heterosis lima karakter ikan nila hasil seleksi famili Tabel 10. Estimasi respon seleksi ikan nila hasil seleksi famili 21

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Laju pertumbuhan harian ikan nila Generasi I 28 Lampiran 2. Laju pertumbuhan harian ikan nila Generasi II 29 Lampiran 3. Estimasi nilai heritabilitas bobot ikan hasil seleksi famili. 30 Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Estimasi nilai heritabilitas panjang baku ikan hasil seleksi famili Estimasi nilai heritabilitas panjang kepala ikan hasil seleksi famili Estimasi nilai heritabilitas tinggi badan ikan hasil seleksi famili Estimasi nilai heritabilitas lebar badan ikan hasil seleksi famili Lampiran 8. Estimasi nilai heterosis bobot ikan hasil seleksi famili Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Estimasi nilai heterosis panjang baku ikan hasil seleksi famili Estimasi nilai heterosis panjang kepala ikan hasil seleksi famili Estimasi nilai heterosis tinggi badan ikan hasil seleksi famili Estimasi nilai heterosis lebar badan ikan hasil seleksi famili Lampiran 13. Nilai fluktuasi asimetri ikan nila hasil seleksi famili... 40

14 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Lebih dari 100 spesies Oreochromis tersebar di beberapa daerah tropis, seperti Asia, Afrika, dan Amerika. Ikan nila yang merupakan ikan asli perairan di lembah sungai Nil (Afrika) ini, diintroduksi ke Indonesia pertama kali tahun 1969, yang selanjutnya dikenal dengan ikan nila 69. Selanjutnya pada tahun 1981, diintroduksikan ikan nila merah NIFI dari Philipina. Pada tahun 1984, Indonesia kembali mengintroduksi ikan nila hitam Chitralada dari Thailand. Pada tahun 1994 introduksi dilakukan terhadap ikan nila GIFT generasi ketiga (G3) dan tahun 1996, introduksi dilakukan untuk ikan nila GIFT generasi keenam (G6) dari Philipina (Ariyanto dan Imron, 2002). Terakhir, tahun 2002, introduksi dilakukan terhadap nila asal Kagoshima (Jepang) yang kemudian dikenal dengan nila JICA. Pengembangan budidaya ikan nila yang telah lama dilakukan tersebut, mendorong terjadinya penurunan kualitas induk/benih. Indikasi penurunan mutu ikan nila telah terjadi baik pada proses pembenihan maupun pembesaran. Berdasarkan data yang diperoleh dari Unit Pembenihan Rakyat (UPR) di daerah Cianjur, Jawa Barat, mortalitas benih ikan nila GIFT yang dipelihara di kolam, pada tahun 1996/1997 berkisar 1 5%, sangat rendah dibandingkan ikan GIFT yang dipelihara saat ini, yang dapat mencapai 30%. Sementara, data pemeliharaan benih di karamba jaring apung terhadap ikan nila GIFT Generasi IV (2002) menunjukkan penurunan yang signifikan dibandingkan Generasi II (1996/1997). Parameter bobot rata-rata pada saat panen, mengalami penurunan 4,68 23,70%, parameter sintasan mengalami penurunan 28,13 40,97%, dan FCR mengalami peningkatan 10,71 57,14% (Sumantadinata, 2003). Penurunan mutu ikan nila mungkin diakibatkan adanya tingkat inbreeding (perkawinan sekerabat) yang tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu genetiknya adalah melalui program penangkaran yang selektif (selective breeding programme)(hulata, 2001). Keberhasilan program seleksi dipengaruhi oleh tingkat dan potensi keragaman genetik sebagai informasi penentuan strategi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ariyanto dan Imron (2002) menyatakan adanya keragaman yang

15 2 tinggi terhadap karakter morfometri ikan nila strain 69 dengan GIFT G3 dan G6. Sementara, berdasarkan polimorfisme mtdna, diperoleh jarak genetik yang relatif rendah antara ikan nila GIFT dengan nila 69, yaitu sekitar (Nugroho et al., 2002). Pemanfaatan keragaman genetik ini dimungkinkan sebagai langkah awal upaya perbaikan mutu genetik. 1.2 Perumusan Masalah Budidaya ikan nila yang telah lama dilakukan dengan menerapkan sistem pembenihan yang tidak terpola dengan baik, berakibat pada adanya penurunan kualitas induk/benih. Penurunan mutu benih/induk, salah satunya dapat diakibatkan oleh adanya tekanan inbreeding (perkawinan sekerabat) akibat sistem perkawinan yang tidak terkontrol. Disamping itu, ikan nila merupakan ikan hibrida yang telah lama diintroduksi ke Indonesia. Penurunan mutu benih/induk mungkin dapat disebabkan adanya segregasi alel pembentuk hibridanya dan sebagai akibat dari interaksi genetik-lingkungan. Berdasarkan data parameter genetik yang ada, sifat-sifat yang memiliki nilai ekonomis tinggi, seperti sifat bobot badan, memiliki nilai heritabilitas sedang. Disamping itu, keragaman fenotipik sifat-sifat ini masih tinggi. Oleh sebab itu, penerapan seleksi within family diharapkan dapat meningkatkan produktivitas ikan nila Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi nilai dugaan heritabilitas karakter yang mempunyai nilai ekonomis, serta menghitung respon seleksi yang didapat dengan diterapkannya seleksi famili, sebagai bahan evaluasi keberhasilan program seleksi, serta untuk menghasilkan induk nila hasil seleksi yang memiliki keunggulan dalam tingkat pertumbuhan. Manfaat yang diharapkan adalah dihasilkannya induk nila yang bermutu tinggi untuk peningkatan usaha budidaya ikan nila di masyarakat Hipotesis Nilai heritabilitas sifat-sifat ekonomis tinggi pada ikan nila termasuk dalam kategori sedang dan keragaman genetik sifat-sifat tersebut masih tinggi, sehingga program seleksi within family yang dilakukan akan menghasilkan respon seleksi yang sedang sampai tinggi.

16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tujuan Seleksi Seleksi diartikan sebagai tindakan untuk membiarkan individu tertentu untuk bereproduksi, sedangkan individu yang lainnya tidak diberi kesempatan untuk bereproduksi (Noor, 2004). Seleksi yang dilakukan akan meningkatkan frekuensi gen-gen yang diinginkan dan menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan. Salah satu tujuan utama program seleksi adalah untuk meningkatkan produktivitas benih yang sudah ada dan baru dikembangkan. Peningkatan dapat dilakukan melalui peningkatan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan (Kirpichnikov, 1981). Pada beberapa kasus, peningkatan produktivitas juga dilakukan melalui seleksi yang bergantung kepada ketahanan ikan terhadap berbagai faktor lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti salinitas (Tayamen et al., 2002) atau dari gangguan penyakit. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan, diantaranya dapat berupa terlalu tingginya atau terlalu rendahnya suhu (Charo-Karisa et al., 2005a), penurunan konsentrasi oksigen, ph rendah, keberadaan limbah industri atau limbah pertanian, akumulasi bahan sisa metabolik, dan lain-lain (Kirpichnikov, 1981). Beberapa tujuan seleksi yang lainnya, berhubungan dengan sistem reproduksi ikan, yang sangat dipengaruhi oleh jenis ikan. Sebagai contoh, pada ikan mas dan tilapia, seleksi diarahkan untuk menunda kematangan gonad (Kirpichnikov, 1981). Pada rainbow trout (Onchorynchus mykiss), upaya dilakukan untuk mengatur musim pemijahan sehingga diperoleh induk matang gonad sepanjang tahun atau bahkan membuat suatu strain yang memiliki musim pemijahan yang berbeda (Schaperclaus, 1961 dalam Kirpichnikov, 1981). Pengaturan waktu pematangan gonad dilakukan dengan melihat efektivitas respon terhadap penyuntikan hormon pituitari telah dilakukan pada ikan grass carp (Ctenopharyngodon idella), silver carp (mola, Hypophthalmichtys molitrix) dan ikan bighead carp (Aristichtys nobilis) (Konradt, 1973 dalam Kirpichnikov, 1981). Pada beberapa program seleksi, tujuan yang diharapkan adalah peningkatan fertilitas telur dan tingginya keragaman embrio. Tujuan seleksi yang lain, berkaitan dengan peningkatan kualitas daging ikan dan proporsi bagian tubuh yang dapat dimakan. Sebagai contoh, penurunan kandungan lemak, penurunan proporsi tulang, dan lain-lain.

17 4 2.2 Metode Seleksi Beberapa metode seleksi yang biasa diterapkan di bidang perikanan adalah seleksi massa (mass selection), seleksi famili (family selection) dan seleksi silsilah (pedigree selection) dengan kekhususannya masing-masing (Stanfield, 1986). Seleksi massa didasarkan pada keragaman fenotip individu. Seleksi massa digunakan untuk menghasilkan individu yang memiliki fenotip terbaik. Parameter yang diseleksi sangat beragam dan umumnya bergantung pada kegunaan yang khusus (Kirpichnikov, 1981). Karakter yang digunakan untuk menyeleksi ikan diantaranya peningkatan bobot dan ukuran tubuh, tampilan bentuk ikan, tampilan warna, pola sisik yang diinginkan, ketahanan terhadap pengaruh lingkungan dan penyakit, serta peningkatan karakter fisiologis dan biokimia yang dapat diukur dengan mudah pada ikan yang hidup. Selama seleksi massa dilakukan, genotip dari ikan terseleksi atau tidak terseleksi tetap tidak diketahui. Efektivitas seleksi massa dapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut (Falconer and Mackay, 1996) : R = i.α p. h 2 = S.h 2 dimana, R = respon seleksi, perubahan karakter terseleksi setiap generasi, i = intensitas seleksi, α p = simpangan baku fenotipik dari karakter yang diseleksi, h 2 = heritabilitas dari karakter, sedangkan S = perbedaan/selisih antara nilai rata-rata karakter terseleksi dan nilai dari seluruh kelompok yang diseleksi. Intensitas seleksi merupakan hasil pembagian antara perbedaan seleksi dengan simpangan bakunya, yaitu: i = S / α. Seleksi famili dilaksanakan pada anggota famili yang mirip atau serupa. Umumnya dilakukan untuk sifat-sifat yang memiliki heritabilitas yang rendah. Beberapa famili dari pasangan yang berbeda atau induk dari kelompok yang kecil dipelihara dalam kondisi standar. Setelah itu, sifat yang diamati diukur dan dideteksi, serta diseleksi famili yang memiliki rataan terbaik untuk diproduksi seterusnya. Seleksi famili, jika dilakukan dengan benar, maka akan didapat

18 5 hasil yang sangat efektif. Penghitungan nilai respon seleksi didasarkan kepada rumus berikut : R f /thn = i f. α f. h 2 f /I dimana: R f = respon seleksi famili, perubahan karakter terseleksi setiap tahun dalam famili I f = intensitas seleksi setiap famili, α f = simpangan baku famili dari karakter yang diseleksi, h 2 f = heritabilitas sifat yang diseleksi, I = interval generasi. Seleksi silsilah didasarkan pada keunggulan tetua/moyang yang didukung oleh kedekatan dengan moyang, banyaknya moyang dan nilai heritabilitas sifat yang diseleksi. Tave (1995) juga membedakan seleksi ke dalam tiga jenis seleksi: seleksi individu, seleksi individu dalam famili (within family), dan seleksi individu antar famili (between family). Perbandingan ketiga seleksi tersebut, disajikan pada Tabel Faktor yang Mempengaruhi Kemajuan Seleksi Faktor yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan program seleksi adalah keragaman fenotip dan nilai heritabilitas. Apabila nilai heritabilitas rendah, seleksi individu merupakan cara yang tidak efisien untuk mengubah nilai rataan populasi. Cara seleksi yang tepat apabila nilai heritabilitas sifat yang diseleksi relatif rendah adalah melalui seleksi famili (Avault, 2002). Beberapa nilai heritabilitas bobot dan panjang ikan disajikan pada Tabel 2. Jika sifat yang diseleksi memiliki nilai ekonomis tinggi, sementara nilai heritabilitasnya rendah, maka seleksi famili merupakan cara yang lebih efisien untuk meningkatkan nilai rataan populasi (Lutz, 2001). Seleksi famili hampir sama dengan seleksi individu, kecuali bahwa kita membandingkan rataan antar famili dan menyeleksi famili terpilih secara keseluruhan (Kirpichnikov, 1981). Peningkatan respon seleksi dapat dilakukan melalui tiga hal berikut: melalui peningkatan diferensial seleksi (S), meningkatkan heritabilitas, serta menurunkan interval antar generasi. Peningkatan diferensial seleksi dapat dilakukan melalui peningkatan variasi komponen genetik (additive) atau

19 6 peningkatan proporsi antara variasi genetik dan fenotip secara bersamaan (Kirpichnikov, 1981). Begitu pula dengan cara meningkatkan nilai heritabilitas, yaitu dengan meningkatan variasi komponen genetik (additive) (Kirpichnikov, 1981). Tabel 1. Perbandingan beberapa metode seleksi beserta kelebihan dan kelemahannya (Tave, 1995) Seleksi Individu (Mass Selection) Seleksi dalam Famili (Within Family) Seleksi Antar Famili (Between Family) Strategi Memilih individu terbaik, hubungan antar famili tidak penting Kelebihan Terbaik jika h 2 > 0,25; murah; dapat dilakukan pada sedikit kolam; relatif mudah dilakukan untuk 2 atau 3 sifat; semua ikan yang terseleksi adalah yang terbesar; mudah untuk mempertahankan populasi yang besar; sedikit data diperlukan; sedikit catatan yang disimpan. Kelemahan Tidak efektif bila h 2 < 0,15, sehingga sulit untuk memilih ikan terbaik; pemijahan yang tidak bersamaan dapat menyebabkan masalah Strategi Kelebihan Kelemahan Memilih individu terbaik dalam setiap famili Terbaik jika h 2 < 0,15 dan V E mempengaruhi famili melebihi individu; dapat dilakukan untuk pemijahan yang tidak bersamaan; cukup mudah untuk mempertahankan populasi yang besar; lebih murah dibandingkan antar famili Cukup mahal; membutuhkan lebih banyak kolam; susah untuk memadukan 2 atau 3 sifat; ikan kecil dapat menjadi ikan yang terseleksi; membutuhkan lebih banyak data dan catatan untuk disimpan Strategi Memilih famili terbaik berdasarkan nilai rataan famili; nilai individu tidak dipertimbangkan Kelebihan Kelemahan Terbaik jika h 2 < 0,15 dan V E mempengaruhi individu melebihi famili; dapat digunakan jika ikan harus dimatikan Sangat mahal; membutuhkan banyak kolam; sukar memadukan 2 atau 3 sifat sekaligus; ikan kecil dapat menjadi ikan yang terseleksi; dapat memacu tingginya laju inbreeding; membutuhkan lebih banyak data dan catatan untuk disimpan.

20 7 Tabel 2. Nilai heritabilitas bobot dan panjang ikan (Kirpichnikov, 1981) Spesies Kelompok Umur Nilai Heritabilitas Metode analisis a. Heritabilitas Bobot Badan Ikan Mas, Cyprinus carpio Rainbow trout, O. mykiss Atlantic salmon, Salmo salar Larva 4 hari Larva 27 hari Fingerling Umur 1 tahun Umur 2 tahun Induk Fingerling Fingerling Fingerling Fingerling Fingerling Fingerling Umur 2 tahun Induk betina Induk jantan Fingerling Fingerling Umur 4 tahun Induk 0,20 0,11 0,21 0,25 0,35 0 0,2 0,3 0,01 0,29 0,04 0,18 0,07 0,22 0,06 0 0,50 0,26 0,29 0,20 0,50 0,31 0,60 0,70 0,08 0,15 0,31 0,22 Dispersi Dispersi Dispersi Dispersi Dispersi tanpa seleksi dgn seleksi Dispersi, korelasi Korelasi Group variance Realized Korelasi Regresi, korelasi Korelasi Korelasi Korelasi Dispersi, korelasi Dispersi Dispersi Perbedaan Famili Channel catfish, Fingerling 0,61 0,75 Dispersi Ictalurus punctatus Guppy, Induk 0,1 Realized Poecilia reticulata Tilapia, T. mossambica Induk betina Induk jantan 0,12 0,32 0,12 0,29 Realized Realized b. Heritabilitas Panjang Ikan Mas, Cyprinus carpio Diameter telur Fingerling 0,24 0,21 Dispersi Dispersi Rainbow trout, O. mykiss Atlantic salmon, Salmo salar Channel catfish, Ictalurus punctatus Diameter telur Fingerling Fingerling Umur 2 tahun Fingerling Fingerling Umur 4 tahun Fingerling Fingerling 0,29 0,32 0,03 0,37 0,08 0,32 0 0,3 0,12 0,17 0 0,35 0,28 0,12 0,67 > 0,3 Dispersi, korelasi Dispersi, korelasi Korelasi Dispersi Dispersi Korelasi Dispersi Dispersi Dispersi Dalam mengetahui kapan pengukuran seleksi sifat dilakukan sangat penting juga diperhatikan. Sebagai contoh, seleksi untuk meningkatkan laju pertumbuhan, harus ditentukan umur yang tepat dan diinginkan, karena pertumbuhan bersifat tidak tetap, serta berubah berkaitan dengan proses pematangan gonad (Tave, 1986). Pada ikan-ikan yang bersifat dimorphism (satu jenis kelamin memiliki ukuran yang lebih besar), harus dipisahkan nilainya antara

21 8 jantan dan betina. Brooks et al. (1982) dalam Tave (1986) menyatakan bahwa pada ikan channel catfish yang diseleksi sebanyak 10% dari populasi, ternyata dominannya adalah jantan, sehingga harus dilakukan pemisahan jenis kelamin dalam seleksinya. Sifat yang diseleksi, haruslah mewakili sifat yang memiliki kepentingan ekonomi yang tinggi. Seleksi terhadap pertumbuhan, bobot tubuh, karkas, sangat penting dilakukan mengingat nilai ekonomisnya sangat tinggi. 2.4 Estimasi Nilai Heritabilitas Secara sederhana, heritabilitas berhubungan dengan proporsi keragaman fenotipik yang dikontrol oleh gen. Proporsi ini dapat diwariskan pada generasi selanjutnya (Noor, 2004). Terdapat dua macam heritabilitas (h 2 ), yaitu heritabilitas dalam arti luas dan dalam arti sempit (Noor, 2004). Heritabilitas dalam arti luas adalah rasio antara keragaman genotip (V G ) dengan keragaman fenotipnya (V P ), h 2 = V G / V P Sementara, heritabilitas dalam arti sempit adalah rasio antara keragaman aditif (V A ) dengan keragaman fenotipnya (V P ), h 2 = V A / V P Nilai heritabilitas suatu sifat berkisar antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Nilai heritabilitas rendah, jika nilainya berada antara 0 0,20, sedang antara 0,2 0,4, dan tinggi untuk nilai lebih dari 0,4 (Noor, 2004). Dalam mengestimasi nilai heritabilitas, dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu heritabilitas nyata, regresi dan korelasi. Perhitungan heritabilitas nyata memerlukan perbandingan antara performa anak dengan tetuanya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menduga nilai heritabilitas pada ikan nila. Tave and Smitherman (1980) menyatakan bahwa heritabilitas bobot jantan umur 45 hari diduga berkisar 0,04 0,10 sedangkan bobot betina pada umur yang sama berkisar -0,02 0,54. Jarimopas (1988) menyatakan bahwa realized heritability bobot ikan nila merah (umur 14 minggu) hanya mencapai 0,17. Sementara, Bolivar and Newkirk (2002) menyatakan bahwa estimasi nilai heritabilitas ikan nila umur 16 minggu mencapai 0,14. Rutten (2005) juga menyatakan bahwa nilai estimasi heritabilitas ikan nila mencapai 0,2.

22 9 Hal berbeda dikemukakan oleh Charo-Karisa et al. (2005b) yang mendapati nilai heritabilitas dari sifat-sifat karkas ikan nila yang relatif tinggi. Nilai dugaan heritabilitas bobot tubuh utuh (un-gutted body weight) mencapai 0,55 ± 0,08, panjang kepala mencapai 0,6 ± 0,08, tinggi badan 0,51 ± 0,08 dan tebal badan 0,43 ± 0,08. Salah satu program seleksi yang telah berhasil dilakukan pada ikan nila adalah program Genetically Improved Farmed Tilapia (GIFT) di Phillipina. Berdasarkan program tersebut, estimasi nilai heritabilitas bobot ikan mencapai 0,34 ± 0,069 (Ponzoni et al., 2004). Dalam penelitian tersebut, juga dikemukakan bahwa respon seleksi per generasi dapat mencapai 10%. 2.5 Fluktuasi Asimetri Penurunan pertumbuhan dalam populasi ikan dapat disebabkan oleh menurunnya kualitas genetik. Leary et al. (1985) mengemukakan bahwa rendahnya kualitas genetik akan berakibat negatif terhadap sifat-sifat penting, antara lain menurunnya sintasan dan pertumbuhan. Fenomena ini dicirikan juga dengan meningkatnya individu yang asimetri dan abnormal. Hal ini terlihat pada perbedaan bentuk, ukuran, jumlah, dan ciri-ciri morfologi yang lain pada organ tubuh bagian kiri dan kanannya (Wilkins et al., 1995). Menurut van Valen (1962), adanya perbedaan fenotip pada individu untuk sifat meristik yang bilateral dapat menunjukkan fluktuasi asimetri, yaitu adanya perbedaan antara karakter sisi kiri dan sisi kanan yang menyebar secara normal dengan rataan mendekati nol sebagai akibat dari ketidakmampuan individu untuk berkembang secara tepat dan normal. Nilai fluktuasi asimetri dapat dihitung berdasarkan besaran (magnitude) maupun bilangan (number), yaitu : FA m = (L R) / N dan FA n = Z / n, (Leary et al., 1985) dimana : FA m : Fluktuasi asimetri besaran (magnitude) FA n : Fluktuasi asimetri bilangan (number) L : Jumlah organ sisi kiri R : Jumlah organ sisi kanan Z : Jumlah individu asimetri untuk ciri tertentu N, n : Jumlah sampel.

23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu Dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2005 hingga Januari 2007 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jl. Selabintana No. 37 Sukabumi. 3.2 Bahan, Alat, dan Wadah Bahan yang digunakan antara lain, induk ikan nila dari 10 strain, yaitu 1. TG6 : Hasil silang antara nila Taiwan dan G6 asal BBPBAT Sukabumi 2. CL : Nila Chitralada asal BBPBAT Sukabumi 3. CK : Nila GIFT G3 asal Cangkringan, Yogyakarta 4. NP : Nila Putih asal Sleman, Yogyakarta 5. JK : Nila JICA asal BBAT Jambi 6. G6 : Nila GIFT G6 asal BPBI Wanayasa 7. GET : Nila GET asal BPBI Wanayasa 8. WN : Nila GIFT G3 asal BPBI Wanayasa 9. F3 : Nila GIFT G3 keturunan III asal BBPBAT Sukabumi 10. F2 : Nila GIFT G3 keturunan II asal BBPBAT Sukabumi masing-masing sebanyak 25 pasang, pakan induk, pakan benih, serta pakan pembesaran. Sedangkan alat yang digunakan berupa timbangan digital, jangka sorong, mistar dan alat perikanan. Sementara, wadah yang digunakan berupa: a. Wadah pematangan gonad, yaitu hapa hitam berukuran 2x2x1 m 3 sebanyak 80 buah. b. Wadah pemijahan, yaitu hapa hijau berukuran 2x1x1 m 3 sebanyak 200 buah. c. Wadah pendederan, yaitu hapa hijau berukuran 4x2x1 m 3 sebanyak 60 buah. d. Wadah pembesaran, yaitu hapa hitam berukuran 4x2x1 m 3 sebanyak 60 buah. Wadah berupa hapa tersebut, ditempatkan dalam satu buah kolam berukuran luas ± 700 m 2.

24 Prosedur Generasi I a. Pematangan Gonad Induk Induk yang digunakan dimatangkan gonadnya dalam hapa/bak induk secara terpisah antara jantan dan betina masing-masing untuk setiap famili/strain. Induk diberi pakan sebanyak 2 3% bobot biomass per hari, sebanyak tiga kali pemberian setiap harinya. b. Pemijahan Pemijahan dilakukan pada hapa pemijahan dengan menempatkan satu pasang induk (rasio jantan betina 1 : 1). Induk dipilih tingkat kematangan gonadnya berdasarkan kondisi perut dan urogenitalnya. Induk betina yang siap dipijahkan biasanya memiliki perut membesar dengan urogenitalnya kemerahan. Perpasangan induk dilakukan berdasarkan kombinasi antar strain yang dipunyai. Setiap kombinasi induk selanjutnya disebut sebagai famili. Setiap famili terdiri atas 5 pasangan induk. Kombinasi pasangan induk generasi I disajikan pada Tabel 3. Sebagai contoh, untuk Famili SF I.01, merupakan hasil pemijahan antara betina TG6 dengan jantan G6, demikian seterusnya untuk famili lainnya. Induk diberi pakan pellet komersial terapung (protein ± 28%) selama pemijahan berlangsung, sebanyak 2 3% bobot biomass per hari. Pengamatan terhadap kemunculan larva berenang di permukaan dilakukan setiap hari, khususnya pada hari ke-10 sampai ke-15 setelah penyatuan induk. Jika didapati larva sudah berenang di permukaan, maka induk selanjutnya diangkat dari hapa dan dimasukkan ke hapa pematangan kembali. c. Pendederan Larva hasil pemijahan dari setiap famili yang memijah dalam 5 7 hari, disatukan dalam hapa pendederan. Setiap hapa pendederan, dilakukan penebaran larva maksimal sebanyak 500 ekor. Larva diberi pakan berupa pellet tepung (protein ± 40%) sebanyak 20% bobot biomass per harinya. Setelah larva berukuran 3 5 cm, wadah pendederan diganti dengan hapa hitam. Pendederan II berlangsung selama 2 bulan hingga diperoleh benih

25 12 berukuran 8 cm. Pakan yang diberikan berupa pellet apung (protein ± 38%) sebanyak 10% bobot biomass per hari. Tabel 3. Kombinasi pasangan induk nila generasi I No. Famili Betina Jantan No. Famili Betina Jantan SF. I.01 TG6 G6 SF I.21 CL NP I.02 TG6 CK I.22 CL JK I.03 TG6 GET I.23 CL WN I.04 TG6 NP I.24 CL TG6 I.05 TG6 F3 I.25 CL F3 I.06 TG6 JK I.26 WN F3 I.07 TG6 WN I.27 WN CL I.08 TG6 CL I.28 WN G6 I.09 JK G6 I.29 WN GET I.10 JK F3 I.30 WN JK I.11 F3 WN I.31 F2 GET I.12 F3 CL I.32 F2 F3 I.13 F3 G6 I.33 F2 G6 I.14 F3 NP I.34 G6 GET I.15 NP G6 I.35 G6 F3 I.16 NP GET I.36 G6 TG6 I.17 NP JK I.37 G6 CL I.18 CL G6 I.38 GET WN I.19 CL CK I.39 GET CL I.20 CL GET I.40 CK WN Keterangan: TG6 : Nila hasil persilangan antara nila Taiwan dan G6 CL : Nila Citralada asal BBPBAT Sukabumi CK : GIFT G3 asal Cangkringan, Yogyakarta NP : Nila Putih asal Sleman, Yogyakarta JK : Nila JICA asal BBAT Jambi G6 : Nila GIFT G6 asal BPBI Wanayasa GET : Nila GET asal BPBI Wanayasa WN : Nila GIFT G3 asal BPBI Wanayasa F3 : Nila GIFT G3 keturunan III asal BBPBAT Sukabumi F2 : Nila GIFT G3 keturunan II asal BBPBAT Sukabumi d. Pembesaran Benih hasil pendederan selanjutnya dibesarkan hingga berukuran gram (sekitar 2 3 bulan). Benih diberi pakan pellet komersial terapung (protein ± 28%) sebanyak 5% bobot biomass per hari. Setelah benih berukuran gram, dilakukan identifikasi jenis kelamin dan dipelihara secara terpisah antara jantan dan betinanya. Setelah benih berumur tujuh bulan sejak pemijahan, dilakukan pengukuran parameter bobot ikan dan panjang standar, serta karakter meristik sirip dada dan sirip perut setiap populasi/famili. Berdasarkan data tersebut,

26 13 dipilih 10 ekor jantan dan 10 ekor betina yang memiliki bobot terbesar untuk masing-masing famili. Tagging (penanda) individu dipasang pada tubuh individu terseleksi, agar lebih memudahkan pengenalan. Populasi induk tersebut, selanjutnya digunakan sebagai induk untuk menghasilkan generasi berikutnya Generasi II a. Pematangan Gonad Induk Induk yang digunakan merupakan induk terseleksi pada generasi I. Induk dimatangkan gonadnya dalam hapa induk secara terpisah antara jantan dan betina masing-masing untuk setiap famili. Induk diberi pakan pellet komersial terapung (protein ± 28%) sebanyak 2 3% bobot biomass per hari, sebanyak tiga kali pemberian setiap harinya. b. Pemijahan Pemijahan dilakukan sama dengan pemijahan pada generasi I, yaitu pada hapa pemijahan dengan menempatkan satu pasang induk (rasio jantan betina 1 : 1). Perpasangan induk dilakukan berdasarkan kombinasi antar famili induk hasil generasi I. Kombinasi pasangan induk generasi II disajikan pada Tabel 4. Sebagai contoh, untuk Famili SF II.01, merupakan hasil pemijahan antara betina (TG6 >< CK) dengan jantan (NP >< JK) Proses pematangan gonad induk selanjutnya sama dengan pada saat generasi I. Induk diberi pakan pellet komersial terapung (protein ± 28%) selama pemijahan berlangsung, sebanyak 2 3% bobot biomass per hari. Pengamatan terhadap kemunculan larva berenang di permukaan dilakukan setiap hari, khususnya pada hari ke-10 sampai ke-15 setelah penyatuan induk. Jika didapati larva sudah berenang di permukaan, maka induk selanjutnya diangkat dari hapa dan dimasukkan kembali ke hapa pematangan. c. Pendederan Larva hasil pemijahan dari setiap famili yang memijah dalam 5 7 hari, disatukan dalam hapa pendederan. Setiap hapa pendederan, dilakukan penebaran larva maksimal sebanyak 500 ekor. Larva diberi pakan berupa pellet tepung (protein ± 40%) sebanyak 20% bobot biomass per harinya. Setelah larva berukuran 3 5 cm, wadah pendederan diganti dengan hapa hitam. Pendederan II berlangsung selama 2 bulan hingga diperoleh benih

27 14 berukuran 8 cm. Pakan yang diberikan berupa pellet apung (protein ± 38%) sebanyak 10% bobot biomass per hari. Tabel 4. Kombinasi pasangan induk nila generasi II No. Famili Betina Jantan No. Famili Betina Jantan SF II.01 TG6 >< CK NP >< JK SF II.31 TG6 >< NP WN >< F3 II.02 CL >< GET NP >< F3 II.32 TG6 >< WN CL >< F3 II.03 F3 >< G6 CK >< NP II.33 F3 >< CL GET >< WN II.04 CL >< WN JK >< G6 II.34 CL >< JK NP >< G6 II.05 NP >< G6 WN >< GET II.35 CL >< F3 F2 >< NP II.06 CK >< WN NP >< G6 II.36 WN >< CL G6 >< GET II.07 F2 >< CL TG6 >< CK II.37 WN >< GET G6 >< TG6 II.08 F3 >< WN JK >< G6 II.38 G6 >< TG6 NP >< GET II.09 G6>< F3 CL >< JK II.39 G6 >< F3 GET >< CL II.10 TG6 >< CL GET >< NP II.40 GET >< NP F3 >< G6 II.11 GET >< NP CL >< WN II.41 NP >< JK G6 >< F3 II.12 GET >< CL JK >< F3 II.42 TG6 >< GET F3 >< CL II.13 CK >< NP CL >< GET II.43 F3 >< WN G6 >< CL II.14 TG6 >< GET JK >< F3 II.44 NP >< F3 WN >< CL II.15 TG6 >< F3 NP >< GET II.45 NP >< G6 JK >< F3 II.16 F3 >< NP WN >< JK II.46 JK >< G6 WN >< GET II.17 NP >< JK F3 >< WN II.47 F2 >< CL WN >< JK II.18 CL >< CK TG6 >< GET II.48 F2 >< NP CL >< G6 II.19 CL >< NP TG6 >< F3 II.49 JK >< F3 G6 >< GET II.20 WN >< F3 TG6 >< NP II.50 CK >< NP F3 >< CL II.21 WN >< G6 CL >< JK II.51 TG6 >< NP CL >< F3 II.22 WN >< JK TG6 >< CL II.52 TG6 >< F3 CK >< WN II.23 G6 >< GET CL >< NP II.53 TG6 >< WN JK >< G6 II.24 G6 >< TG6 WN >< CL II.54 TG6 >< CL JK >< G6 II.25 GET >< WN F2 >< CL II.55 F3 >< CL TG6 >< CK II.26 JK >< G6 CK >< WN II.56 CL >< GET NP >< JK II.27 NP >< G6 F3 >< WN II.57 GET >< WN TG6 >< CL II.28 JK >< G6 F2 >< CL II.58 GET >< CL CK >< NP II.29 F2 >< NP TG6 >< WN II.59 CK >< NP TG6 >< WN II.30 JK >< F3 CL >< G6 II.60 CL >< F3 GET >< WN Keterangan: TG6 : Nila hasil persilangan antara nila Taiwan dan G6 CL : Nila Citralada asal BBPBAT Sukabumi CK : Nila GIFT G3 asal Cangkringan, Yogyakarta NP : Nila Putih asal Sleman, Yogyakarta JK : Nila JICA asal BBAT Jambi G6 : Nila GIFT G6 asal BPBI Wanayasa GET : Nila GET asal BPBI Wanayasa WN : Nila GIFT G3 asal BPBI Wanayasa F3 : Nila GIFT G3 keturunan III asal BBPBAT Sukabumi F2 : Nila GIFT G3 keturunan II asal BBPBAT Sukabumi d. Pembesaran Benih hasil pendederan selanjutnya dibesarkan hingga berukuran gram (sekitar 2 3 bulan). Benih diberi pakan pellet komersial terapung (protein ± 28%) sebanyak 5% bobot biomass per hari. Setelah benih berukuran 50 70

28 15 gram, dilakukan identifikasi jenis kelamin dan dipelihara secara terpisah antara jantan dan betinanya. Setelah benih berumur tujuh bulan sejak pemijahan, dilakukan pengukuran parameter bobot ikan dan panjang standar, serta karakter meristik sirip dada dan sirip perut setiap populasi/famili. Berdasarkan data tersebut, dipilih 10 ekor jantan dan 10 ekor betina yang memiliki bobot terbesar untuk masing-masing famili. Sama seperti pada individu Generasi I, individu terseleksi juga dilakukan pemasangan tagging. Populasi induk tersebut, selanjutnya digunakan sebagai induk untuk menghasilkan generasi berikutnya. Secara lengkap, proses penelitian disajikan dalam bentuk skema pada Gambar 1 berikut. FAMILI 1 FAMILI 15 FAMILI > PENDEDERAN PENDEDERAN PENDEDERAN SELEKSI JENIS KELAMIN SELEKSI JENIS KELAMIN SELEKSI JENIS KELAMIN JANTAN BETINA JANTAN BETINA JANTAN BETINA PEMBESARAN PEMBESARAN PEMBESARAN POPULASI POPULASI Kontrol 10 Ekor Kontrol 10 Ekor Gambar 1. Skema proses penelitian Membuat Famili untuk Generasi Berikutnya

29 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada setiap populasi famili, ketika ikan telah berumur tujuh bulan. Pada Generasi I, terdapat 13 famili yang memiliki umur lebih dari tujuh bulan, sehingga perlu dilakukan koreksi data agar diperoleh data pada umur tujuh bulan. Nilai faktor koreksi (FK) yang digunakan, berdasarkan rumus: FK = W 7 / W 10 Dimana, FK = Faktor koreksi, W 7 = nilai rataan karakter pada umur 7 bulan, sedangkan W 10 = nilai rataan karakter pada umur 10 bulan. Nilai FK yang diperoleh, selanjutnya akan mengoreksi data dengan cara mengalikan FK dengan data sifat yang diamati pada setiap populasi famili sehingga nilainya mendekati populasi famili umur 7 bulan. Parameter yang diamati meliputi jenis kelamin, pengukuran karakter bobot badan, panjang baku, panjang kepala, tinggi badan, serta lebar badan. Disamping itu juga, dilakukan pengamatan karakter meristik sirip dada untuk menentukan nilai fluktuasi asimetri populasi. Berdasarkan jenis kelamin, maka dilakukan seleksi terhadap 10 ekor jantan dan 10 ekor betina yang memiliki bobot badan terbaik. Analisis data yang dilakukan menggunakan formulasi sebagai berikut: a. Laju Pertumbuhan Harian (α) α = [ t (W t / W o ) - 1] x 100% dimana: α : laju pertumbuhan harian (dalam %) W t : bobot rataan individu pada akhir pengamatan (dalam g) W o : bobot rataan individu pada awal pengamatan (dalam g) t : lama waktu pengamatan (dalam hari) b. Heritabilitas (h 2 ) h 2 = ΔG / DS dimana: h 2 : heritabilitas nyata ΔG : selisih rataan sifat antara anak dengan tetuanya DS : diferensial seleksi, selisih fenotip populasi terseleksi dengan populasi asalnya

30 17 c. Fluktuasi Asimetri (FA) FA n = Z / n, dimana : FA n : Fluktuasi asimetri bilangan (number) Z : Jumlah individu asimetri untuk ciri tertentu N, n : Jumlah sampel d. Heterosis Het = (W A W T )/W T x 100% dimana: Het = nilai heterosis (dalam %) W A = nilai rataan sifat anak W T = nilai rataan sifat tetua e. Respon Seleksi R s = h 2 x DS dimana: R = respon seleksi DS = diferensial seleksi, selisih fenotip populasi terseleksi dengan populasi asalnya h 2 = heritabilitas Persentase respon seleksi dihitung berdasarkan: R (%) = R s / W T x 100% dimana: R (%) = persentase respon seleksi R s = respon seleksi W T = nilai rataan sifat tetua Data laju pertumbuhan harian, heterosis, dan fluktuasi asimetri, merupakan nilai rataan dari setiap famili. Sementara, nilai heritabilitas, merupakan nilai rataan dari setiap famili yang berada pada kisaran 0 1.

31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan F3, serta nila chitralada hitam asal BBPBAT Sukabumi, nila GIFT G3 Cangkringan dan nila putih asal Kab. Sleman, Yogyakarta, nila GIFT G3, G6 dan GET asal BPBI Wanayasa, serta nila JICA asal BBAT Jambi. Pada Generasi I, telah dihasilkan 46 famili, sedangkan pada Generasi II menghasilkan 49 famili Laju Pertumbuhan Harian Secara umum, laju pertumbuhan ikan Generasi II, baik karakter bobot badan maupun panjang baku, memiliki nilai relatif lebih baik dibandingkan pertumbuhan ikan Generasi I. Bobot rata-rata individu Generasi I berkisar pada 49,71 170,77 g, dengan nilai rataan 69,21 g. Sementara, pada Generasi II memiliki bobot rata-rata individu berkisar pada 51,07 255,33 g, dengan nilai rataan 77,00 g. Famili II.43 merupakan famili dengan tingkat pertumbuhan bobot badan tertinggi, yaitu sebesar 4,75%. Panjang baku rata-rata ikan nila Generasi I, berkisar pada 11,09 15,89 cm, dengan nilai rataan sebesar 12,031 cm. Nilai tersebut relatif lebih kecil dibandingkan nilai rataan ikan nila Generasi II yang mencapai 12,206 cm, dengan kisaran 10,76 18,25 cm. Sama seperti pada pertumbuhan bobot, famili II.43 merupakan famili dengan tingkat pertumbuhan harian tertinggi, yaitu 1,56%. Laju pertumbuhan ikan baik Generasi I maupun II disajikan pada Tabel 5 berikut. Perhitungan laju pertumbuhan harian ikan setiap famili pada Generasi I dan II, disajikan secara lengkap pada Lampiran I dan 2. Tabel 5. Rataan laju pertumbuhan harian ikan nila hasil seleksi famili Karakter Pertumbuhan (%) Generasi I Generasi II Bobot Badan 4,105 4,167 Panjang Baku 1,366 1,379

32 Heritabilitas Nyata Nilai heritabilitas yang diperoleh setiap famili untuk kelima karakter tersebut, sangat bervariatif. Secara umum, famili II.43 memiliki nilai heritabilitas tertinggi untuk semua karakter pengamatan, sementara nilai heritabilitas terendah diperoleh pada famili II.18. Nilai rataan heritabilitas total seluruh famili, berkisar 0,174 1,365. Pada Tabel 6, terlihat bahwa nilai rataan heritabilitas tinggi badan merupakan nilai tertinggi dan melebihi batas kewajaran nilai heritabilitas yang dapat diterima. Tabel 6. Nilai rataan heritabilitas total ikan nila hasil seleksi famili Karakter Heritabilitas Betina Jantan Bobot Badan 0,239 0,174 Panjang Baku 0,269 0,220 Panjang Kepala 0,921 0,747 Tinggi Badan 1,465 1,107 Lebar Badan 0,334 0,272 Berdasarkan sebaran nilai heritabilitas untuk setiap famili, tampak bahwa karakter bobot badan, merupakan karakter yang paling sedikit menghasilkan famili yang bernilai heritabilitas negatif dan nilainya lebih dari 1. Pada Tabel 7, terlihat bahwa terdapat famili dengan nilai heritabilitas negatif dari 49 famili yang ada. Sementara itu, jumlah famili dengan kisaran nilai heritabilitas 0 1 terbanyak pada karakter bobot dan panjang baku. Perhitungan nilai heritabilitas ikan hasil seleksi famili, disajikan pada Lampiran 3 7. Tabel 7. Sebaran nilai heritabilitas untuk setiap famili Karakter h 2 < 0 h h 2 > 1 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Famili Famili Famili Bobot Betina 19 38, , ,28 Jantan 19 38, ,10 3 6,12 Panjang Betina 21 42, , ,32 Baku Jantan 21 42, ,02 3 6,12 Panjang Betina 21 42, , ,65 Kepala Jantan 21 42, , ,49 Tinggi Betina 20 40, , ,82 Badan Jantan 20 40, , ,57 Lebar Betina 25 51, , ,41 Badan Jantan 25 51, , ,28

33 20 Kisaran nilai heritabilitas 0 1 merupakan nilai heritabilitas yang wajar, sehingga jika dirata-ratakan nilai heritabilitas dari kisaran tersebut, maka dihasilkan niliai rataan heritabilitas nyata ikan nila, seperti pada Tabel 8. Pada Tabel 8, terlihat bahwa nilai rataan heritabilitas nyata ikan nila hasil seleksi famili berkisar 0,285 0,631. Tabel 8. Nilai rataan heritabilitas nyata ikan nila hasil seleksi famili Karakter Heritabilitas Betina Jantan Bobot Badan 0,314 0,285 Panjang Baku 0,362 0,318 Panjang Kepala 0,429 0,472 Tinggi Badan 0,529 0,631 Lebar Badan 0,430 0, Heterosis Nilai heterosis dari setiap famili memiliki nilai yang sangat beragam. Terdapat 19 famili yang memiliki nilai heterosis bobot badan negatif, sementara sisanya memiliki nilai heterosis positif. Famili II.43 merupakan famili yang nilai heterosisnya tertinggi untuk kelima karakter, sementara famili II.18 memiliki nilai heterosis terendah. Nilai heterosis 5 karakter yang diperoleh selama pemeliharaan ikan, disajikan pada Tabel 9. Perhitungan nilai heterosis setiap famili disajikan pada Lampiran Tabel 9. Nilai rataan heterosis lima karakter ikan nila hasil seleksi famili Karakter Heterosis (%) Bobot Badan 21,76 Panjang Baku 3,58 Panjang Kepala 3,56 Tinggi Badan 4,45 Lebar Badan 1,62

34 Respon Seleksi Berdasarkan nilai diferensial seleksi dan estimasi heritabilitas, maka diperoleh nilai estimasi respon seleksi famili yang telah dilakukan. Karakter bobot badan ikan menghasilkan nilai respon tertinggi, yaitu 26,20 27,56%, sedangkan karakter panjang kepala menghasilkan nilai respon terendah, yaitu 3,55 4,91%. Nilai estimasi respon seleksi ikan nila disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Estimasi respon seleksi ikan nila hasil seleksi famili Karakter Respon Seleksi Betina Respon Seleksi Jantan Nilai % Nilai % Bobot Badan (g) 15,831 26,20 20,131 27,56 Panjang Baku (cm) 0,797 6,94 0,948 7,73 Panjang Kepala (mm) 1,405 3,55 2,064 4,91 Tinggi Badan (mm) 2,178 4,61 3,536 7,00 Lebar Badan (mm) 1,249 5,70 1,379 5, Fluktuasi Asimetri Parameter fluktuasi asimetri dilakukan terhadap sirip dada, dengan membandingkan jari-jari sirip pada sisi kiri dan kanannya. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh nilai FA rata-rata mencapai 0,078. Nilai FA tertinggi terdapat pada famili II.20, yaitu sebesar 0,15, sedangkan nilai terendah pada famili II.05, yaitu sebesar 0,01. Perhitungan nilai FA disajikan pada Lampiran Pembahasan Kegiatan seleksi famili telah menghasilkan dua generasi, masing-masing berasal dari 46 dan 49 famili, dari 60 famili yang direncanakan. Pasangan induk yang dipijahkan sebanyak 300 pasang, dan sekitar 42,3% pasangan berhasil memijah dan menghasilkan larva dalam waktu yang hampir bersamaan. Banyaknya famili yang tidak memijah, dikarenakan proses pematangan gonad induk yang tidak seragam. Proses pemeliharaan larva hingga dewasa dan siap diseleksi, memanfaatkan waktu tujuh bulan. Pertumbuhan harian ikan nila hasil seleksi famili yang dipelihara dalam hapa, secara umum memiliki nilai yang relatif tinggi dan bervariasi dari 3,94 4,75% untuk bobot badan dan 1,3 1,56% untuk panjang baku. Variasi yang ditimbulkan, sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh besar adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

PENERAPAN SELEKSI FAMILI F3 PADA IKAN NILA HITAM (Oreochromis niloticus)

PENERAPAN SELEKSI FAMILI F3 PADA IKAN NILA HITAM (Oreochromis niloticus) PENERAPAN SELEKSI FAMILI F3 PADA IKAN NILA HITAM (Oreochromis niloticus) Implementation of F3 Family Selection on Black Tilapia (Oreochromis niloticus) Tristiana Yuniarti 1, Sofi Hanif 2, dan Dian Hardiantho

Lebih terperinci

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Media Akuakultur Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 65-70 SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya 2 Pantura Sukamandi, Patokbeusi, Subang 41263, Jawa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN NIFI TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN NIFI TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN ARTIKEL ILMIAH Oleh Ikalia Nurfitasari NIM 061810401008 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2012 ARTIKEL ILMIAH diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN SLEMAN TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN SLEMAN TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN SLEMAN TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN ARTIKEL ILMIAH Oleh : Anggi Anjar Muria Renjani NIM 061810401017

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA BETINA DAN JANTAN IKAN MAS (Cyprinus ccnrpio L.) DALAM BEBERAPA KARAKTER KUANTITATIF

PERBEDAAN ANTARA BETINA DAN JANTAN IKAN MAS (Cyprinus ccnrpio L.) DALAM BEBERAPA KARAKTER KUANTITATIF PERBEDAAN ANTARA BETINA DAN JANTAN IKAN MAS (Cyprinus ccnrpio L.) DALAM BEBERAPA KARAKTER KUANTITATIF Oleh AMBAS MASWARDI 96304 PROGRAM STUD1 ILMU PERAIRAN PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr. PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) Ediwarman SEKOLAH PASACASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA NIRWANA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL INDUK PENJENIS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso Abstrak Dalam rangka memenuhi kebutuhan induk betina sebagai pasangan dari induk jantan YY, maka diperlukan suatu teknologi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU TAHAN PENYAKIT KHV DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Arief Vrahmana, Fajar Basuki*, Sri Rejeki

Arief Vrahmana, Fajar Basuki*, Sri Rejeki 31 HIBRIDISASI IKAN NILA PANDU DAN KUNTI GENERASI F4 TERHADAP EFEK HETEROSIS PADA IKAN NILA LARASATI (Oreochromis niloticus) GENERASI F4 PADA UMUR 5 BULAN Hybridization F4 Generation Pandu and Kunti Tilapia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mendapat perhatian besar bagi usaha perikanan terutama

PENDAHULUAN Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mendapat perhatian besar bagi usaha perikanan terutama PENDAHULUAN Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mendapat perhatian besar bagi usaha perikanan terutama dalam usaha peningkatan gizi masyarakat di Indonesia. Hal

Lebih terperinci

PENTINGNYA POPULASI KONTROL INTERNAL DALAM EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM SELEKSI

PENTINGNYA POPULASI KONTROL INTERNAL DALAM EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM SELEKSI Media Akuakultur Vol. 0 No. Tahun 05: -6 PENTINGNYA POPULASI KONTROL INTERNAL DALAM EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM SELEKSI Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya Pantura Sukamandi, Patokbeusi,

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Kata Kunci : Heterosis; Ikan Nila (Oreochromis niloticus); Pertumbuhan.

Kata Kunci : Heterosis; Ikan Nila (Oreochromis niloticus); Pertumbuhan. 1 ANALISA PERTUMBUHAN DAN EFEK HETEROSIS BENIH HIBRID NILA LARASATI GENERASI 5 (F5) HASIL PENDEDERAN I III Agus Arif Rahman *) Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Adi Rinaldi Firman 200110070044 LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus monodon Fabricius,1798) merupakan komoditas primadona dan termasuk jenis udang lokal yang berasal

Lebih terperinci

ANALISA GENETIC GAIN ANAKAN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) F5 HASIL PEMBESARAN I. Nurin Dalilah Ayu, Sri Hastuti *)

ANALISA GENETIC GAIN ANAKAN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) F5 HASIL PEMBESARAN I. Nurin Dalilah Ayu, Sri Hastuti *) Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 147-160 ANALISA GENETIC GAIN ANAKAN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) F5 HASIL PEMBESARAN I Nurin Dalilah Ayu, Sri Hastuti *) Program Studi Budidaya Perairan,

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA.

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA. KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG Paralichthys olivaceus DAN PROMOTER HEATSHOCK IKAN RAINBOW TROUT Oncorhynchus mykiss PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus ARIEF EKO PRASETIYO SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS GENETIC GAIN IKAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) ANTARA GENERASI F4 DAN F5 PADA UMUR 5 BULAN

ANALISIS GENETIC GAIN IKAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) ANTARA GENERASI F4 DAN F5 PADA UMUR 5 BULAN 27 ANALISIS GENETIC GAIN IKAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) ANTARA GENERASI F4 DAN F5 PADA UMUR 5 BULAN Analysis of Genetic Gain Tilapia Fish Kunti (Oreochromis niloticus) Between F4 and F5 Generation

Lebih terperinci

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis)

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis) Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Lingkungan Bisnis) Nama : Yogi Renditya NIM : 11.02.7920 Kelas : 11-D3MI-01 Abstrak Budi daya ikan lele bisa dibilang gampang-gampang susah, dikatakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar SNI : 01-6133 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar SNI : 01-6140 - 1999 Standar Nasional Indonesia Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1. Ruang lingkup... 1 2. Acuan... 1 3. Definisi...

Lebih terperinci

HIBRIDISASI IKAN NILA PANDU DAN KUNTI GENERASI F5 TERHADAP EFEK HETEROSIS IKAN NILA LARASATI (Oreochromis niloticus) GENERASI F5 PADA UMUR 5 BULAN

HIBRIDISASI IKAN NILA PANDU DAN KUNTI GENERASI F5 TERHADAP EFEK HETEROSIS IKAN NILA LARASATI (Oreochromis niloticus) GENERASI F5 PADA UMUR 5 BULAN 21 HIBRIDISASI IKAN NILA PANDU DAN KUNTI GENERASI F5 TERHADAP EFEK HETEROSIS IKAN NILA LARASATI (Oreochromis niloticus) GENERASI F5 PADA UMUR 5 BULAN Hybridization Tilapia Pandu and Kunti for Heterosis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air

I. PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang gurih. Selain itu ikan lele dumbo memiliki

Lebih terperinci

DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO

DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT MULYASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN KARAKTERISTIK ANTARA IKAN LELE DUMB0 DAN LELE AFRIKA (CZarias gariepimus Burchell) \i :*t.,\ Oleh : *,, Imron Hamsyah C SKRIPSI

PERBEDAAN KARAKTERISTIK ANTARA IKAN LELE DUMB0 DAN LELE AFRIKA (CZarias gariepimus Burchell) \i :*t.,\ Oleh : *,, Imron Hamsyah C SKRIPSI PERBEDAAN KARAKTERISTIK ANTARA IKAN LELE DUMB0 DAN LELE AFRIKA (CZarias gariepimus Burchell) \i :*t.,\ Oleh : *,,, < Imron Hamsyah C01499033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO

DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS GENETIC GAIN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) ANTARA GENERASI F4 DAN F5 PADA UMUR 5 BULAN

ANALISIS GENETIC GAIN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) ANTARA GENERASI F4 DAN F5 PADA UMUR 5 BULAN 46 ANALISIS GENETIC GAIN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) ANTARA GENERASI F4 DAN F5 PADA UMUR 5 BULAN Genetic Gain Analysis of Pandu Tilapia (Oreochromis niloticus) between F4 and F5 Generation

Lebih terperinci

ANALISIS GENETIC GAIN IKAN NILA PANDU DAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) F4 HASIL PENDEDERAN I III ABSTRAK

ANALISIS GENETIC GAIN IKAN NILA PANDU DAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) F4 HASIL PENDEDERAN I III ABSTRAK ANALISIS GENETIC GAIN IKAN NILA PANDU DAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) F4 HASIL PENDEDERAN I III Alfi Nurul Ainida, Sri Hastuti *) Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Evaluasi Pertumbuhan Empat Populasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Kolam Percobaan Cijeruk, Bogor

Evaluasi Pertumbuhan Empat Populasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Kolam Percobaan Cijeruk, Bogor Evaluasi Pertumbuhan Empat Populasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Kolam Percobaan Cijeruk, Bogor Rudhy Gustiano, Titin Kurniasih dan Otong Zenal Arifin Research Institute for Freshwater Aquaculture

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG SKRIPSI MUHAMMAD ARY SYAPUTRA 110306028 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 52/MEN/2004 T E N T A N G PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA JICA SEBAGAI VARIETAS BARU

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 52/MEN/2004 T E N T A N G PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA JICA SEBAGAI VARIETAS BARU KEPUTUSAN NOMOR : KEP. 52/MEN/2004 T E N T A N G PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA JICA SEBAGAI VARIETAS BARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya jenis dan varietas serta menambah sumber plasma nutfah

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE SKRIPSI Oleh: EKANI PUTRI GURUSINGA 110306027 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar SNI : 01-6137 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 42/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG GALAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 42/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG GALAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 42/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG GALAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka dalam rangka

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA (Oreochromis niloticus) 567 Evaluasi pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi... (Didik Ariyanto) EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK Didik Ariyanto

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XV (1): ISSN:

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XV (1): ISSN: Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XV (1): 10-19 ISSN: 0853-6384 Full Paper GENETIC GAIN DAN DIFFERENTIAL SELECTION CALON INDUK NILA PUTIH (Oreochromis sp.) JANTI STRAIN SINGAPURA F5 UMUR 5 BULAN YANG DIPELIHARA

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TEKNIK SELEKTIF BREEDING PADA CALON INDUK IKAN NILA PANDU DAN KUNTI (Oreochromis niloticus) DI SATUAN KERJA PERBENIHAN DAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR JANTI, KLATEN-JAWA TENGAH PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Panjang Baku Gambar 1. menunjukkan bahwa setelah dilakukan penyortiran pada bulan pertama terjadi peningkatan rata-rata panjang baku untuk seluruh kasus dan juga kumulatif.

Lebih terperinci

*) Penulis penanggung jawab

*) Penulis penanggung jawab Analisis Genetic Gain Ikan Nila Pandu F5 pada Pendederan I-III Analysis of Genetic Gain Tilapia Pandu F5 at Nursery I-III Edi Setiyono 1, Sri Rejeki 2, Fajar Basuki 3 *) Program Studi Budidaya Perairan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN INDUK IKAN NILA JANTAN PANDU DAN INDUK IKAN NILA BETINA KUNTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

MORFOMETRI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linnaeus) STRAIN GIFT DI EMPAT BALAI BENIH IKAN SKRIPSI. Oleh Heny Tri Wijayanti NIM.

MORFOMETRI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linnaeus) STRAIN GIFT DI EMPAT BALAI BENIH IKAN SKRIPSI. Oleh Heny Tri Wijayanti NIM. MORFOMETRI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linnaeus) STRAIN GIFT DI EMPAT BALAI BENIH IKAN SKRIPSI Oleh Heny Tri Wijayanti NIM. 071810401083 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar SNI : 01-6141 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar Daftar isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi...

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh :

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : FIRMAN HIKMAWAN C14103067 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN DI DEPARTMENT STORE SELAMAT CIANJUR. Oleh : Suci Istiqlaal

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN DI DEPARTMENT STORE SELAMAT CIANJUR. Oleh : Suci Istiqlaal ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN DI DEPARTMENT STORE SELAMAT CIANJUR Oleh : Suci Istiqlaal PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ANALISIS KEPUASAN

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar SNI : 02-6730.3-2002 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar Prakata Standar produksi benih kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF

BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF BUDIDAYA IKAN NILA POTENSI : - daya adaptasi tinggi (tawar-payau-laut) - tahan terhadap perubahan lingkungan - bersifat omnivora - mampu mencerna pakan secara efisien

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

KERAGAMAN BENIH IKAN NILA Oreochromis niloticus DENGAN DUA KALI PENYORTIRAN MUHAMMAD RIZKI SULISTIONO

KERAGAMAN BENIH IKAN NILA Oreochromis niloticus DENGAN DUA KALI PENYORTIRAN MUHAMMAD RIZKI SULISTIONO KERAGAMAN BENIH IKAN NILA Oreochromis niloticus DENGAN DUA KALI PENYORTIRAN MUHAMMAD RIZKI SULISTIONO DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTER REPRODUKSI IKAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) F4 DAN F5. Rifqi Tamamdusturi, Fajar Basuki *) ABSTRAK

ANALISIS KARAKTER REPRODUKSI IKAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) F4 DAN F5. Rifqi Tamamdusturi, Fajar Basuki *) ABSTRAK 1 ANALISIS KARAKTER REPRODUKSI IKAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) F4 DAN F5 Rifqi Tamamdusturi, Fajar Basuki *) Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TEKNIK PEMELIHARAAN BENIH IKAN NILA GMT (Genetically Male Tilapia) DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR SUKABUMI, JAWA BARAT PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN Oleh : JOMBANG JAWA

Lebih terperinci

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT Erwin Jatnika Priyadi*, Sri Bandiati Komar Prajoga, dan Deni Andrian Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER NURGIARTININGSIH, V. M. A. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ABSTRAK Penelitian tentang potensi genetik galur murni Boer dilaksanakan di Laboratorium Lapang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BREEDING PROGRAM PRODUKSI NILA KELAMIN JANTAN. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi 2004

BREEDING PROGRAM PRODUKSI NILA KELAMIN JANTAN. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi 2004 BREEDING PROGRAM PRODUKSI NILA KELAMIN JANTAN ADI SUCIPTO Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi 2004 Latar Belakang Ikan Nila merupakan komoditas lokal dan expor Ukuran pasar dapat dicapai bila pembesaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN NIFI TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN SKRIPSI

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN NIFI TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN SKRIPSI PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN NIFI TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN SKRIPSI Oleh Ikalia Nurfitasari NIM 061810401008 JURUSAN BIOLOGI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG Menimbang KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG PELEPASAN IKAN TORSORO MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa guna lebih memperkaya

Lebih terperinci

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH Lusty Istiqomah Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK)-LIPI Jln. Jogja Wonosari Km. 31, Gading, Playen, Gunungkidul,

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ASPEK GENETIS BEBERAPA SlFAT PRODUKSI PUYUH

ASPEK GENETIS BEBERAPA SlFAT PRODUKSI PUYUH ASPEK GENETIS BEBERAPA SlFAT PRODUKSI PUYUH KARYA ILMIAH RONNY RACHMAN NO08 FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1984 ROh'NY- RACm&' NOOR, 1984. Ps~ek Genetis Bebera~a Sifat 1 Produksi Puvuh. Karya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 1: Induk kelas induk pokok (Parent stock)

Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 1: Induk kelas induk pokok (Parent stock) Standar Nasional Indonesia SNI 7471.1:2009 Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 1: Induk kelas induk pokok (Parent stock) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 7471.1:2009 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2013 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PELEPASAN BENIH SEBAR HIBRIDA IKAN LELE SANGKURIANG 2 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci