KONSEP PENGEMBANGAN LANSKAP BERBASIS EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LEMBAH HARAU, SUMATERA BARAT YOGI ISMET

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSEP PENGEMBANGAN LANSKAP BERBASIS EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LEMBAH HARAU, SUMATERA BARAT YOGI ISMET"

Transkripsi

1 KONSEP PENGEMBANGAN LANSKAP BERBASIS EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LEMBAH HARAU, SUMATERA BARAT YOGI ISMET DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini. Bogor, Januari 2011 Yogi Ismet A

3 RINGKASAN YOGI ISMET. Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat. Dibimbing oleh WAHJU QAMARA MUGNISJAH. Lembah Harau memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan bentangan alam yang unik. Lembah Harau telah dikembangkan menjadi tempat wisata massal oleh pemerintah daerah setempat. Ekowisata dapat menjadi alternatif wisata sesuai dengan potensi yang dimiliki Lembah Harau. Dalam ekowisata terdapat prinsip berbasis masyarakat (community-based tourism) sehingga masyarakat dapat terlibat langsung dalam pengembangan kawasan. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi potensi dan kendala lanskap Lembah Harau dan menyusun konsep pengembangan lanskap berbasis ekowisata di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Lembah Harau. Penelitian dilakukan di kawasan TWA Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. TWA Lembah Harau memiliki dua kawasan utama, yaitu kawasan Aka Barayun dan Sarasah Bunta. Penelitian dimulai dari Maret 2010 hingga Januari Analisis yang dilakukan meliputi penilaian potensi dan kendala yang terdiri dari penilaian objek dan daya tarik wisata, penilaian kesiapan pengembangan community-based ecotourism, dan penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata. Selanjutnya menggunakan analisis SWOT (strength-weakness-opportunity-threat) untuk menentukan strategi pengembangan wilayah tersebut. Berdasarkan analisis penilaian, TWA Lembah Harau memiliki kategori baik dari penilaian objek dan daya tarik wisata, kategori sedang dari penilaian kesiapan pengembangan community-based ecotourism, dan kategori sedang dari penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata. Potensi TWA Lembah Harau dari hasil penilaian adalah keunikan objek wisata dan tingginya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi. Aspek pengelolaan dan sosial budaya menjadi kendala utama. Kendala aspek pengelolaan adalah belum adanya partisipasi masyarakat dan belum adanya kerja sama antara Pemda dan BKSDA selaku pengelola kawasan. Kendala aspek sosial budaya adalah rendahnya tingkat pendidikan masyarakat sehingga belum memahami tentang konservasi. Hasil dari ketiga penilaian dijadikan sebagai dasar dalam analisis SWOT. Analisis SWOT menghasilkan strategi pengembangan, yaitu pelibatan masyarakat ke dalam rencana pengembangan dan pengelolaan Pemda dan BKSDA, adanya kerja sama antara Pemda, BKSDA, dan masyarakat, pengembangan produk wisata sesuai dengan potensi objek dan kegiatan wisata, pensosialisasian kegiatan konservasi kepada masyarakat, serta peningkatan SDM masyarakat terutama mengenai ekowisata melalui berbagai pelatihan dan pendampingan. Strategi pengembangan tersebut dijelaskan lagi dalam bentuk konsep pengembangan. Konsep pengembangan dipadupadankan dengan Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000 oleh BKSDA dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun 2000 oleh Bappeda (Pemda). Konsep tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, pelibatan masyarakat dilakukan dalam bentuk kemitraan operasional, yaitu pelibatan dari awal hingga tahap evaluasi dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah disepakati bersama. Kedua, butir-butir kerja sama antara Pemda, BKSDA, dan masyarakat menggunakan dasar dari Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000 oleh

4 BKSDA dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun 2000 oleh Bappeda (Pemda). Ketiga, pengemasan produk wisata disesuaikan dengan potensi objek wisata, kegiatan wisata, dan pusat aktivitas. Keempat, akibat dari terganggunya kelestarian lingkungan, diperlukan pensosialisasikan kegiatan konsevasi kepada masyarakat yang berupa pengenalan konsep konservasi dan pengenalan batas wilayah. Kelima, diperlukan pelatihan dan pendampingan dalam hal-hal teknis yang dilaksanakan dengan kerja sama berbagai instansi terkait. Kata kunci: ekowisata, pengembangan berbasis masyarkat, taman wisata alam

5 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

6 KONSEP PENGEMBANGAN LANSKAP BERBASIS EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LEMBAH HARAU, SUMATERA BARAT YOGI ISMET Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

7 Judul : Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat Nama : Yogi Ismet NRP : A Departemen : Arsitektur Lanskap Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP Tanggal lulus:

8 KATA PENGANTAR Penulis bersyukur kepada Allah Swt. karena atas rahmat, hidayah, dan karunia-nya dapat menyelesaikan usulan penelitian dengan judul Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat. Lembah Harau merupakan lanskap alami yang ada di kota kelahiran penulis. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. sebagai pembimbing skripsi. Terima kasih juga disampaikan kepada Pemda, KSDA, teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembacanya. Bogor, Januari 2011 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Maret Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Ayahanda Ismet Chas dan Ibunda Djasnimar. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1992 dan menyelesaikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Pertiwi pada tahun Pada tahun 2000 penulis lulus dari SD Pius, Kota Payakumbuh. Kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SLTP 01 Kota Payakumbuh. Selanjutnya, pada tahun 2006 penulis lulus SMAN 02 Kota Payakumbuh. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Setahun setelah itu, tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama menjalankan studi di IPB, penulis juga mengikuti kegiatan-kegiatan di luar akademik, yaitu Agria Swara.

10 1 DAFTAR ISI Halama n DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tujuan Manfaat... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam dan Ekowisata Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata Cagar Alam Lembah Harau III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Metode Analisis Penilaian Metode Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Metode Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism (CBE) Metode Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Metode Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) IV. INVENTARISASI 4.1 Aspek Legal Aspek Fisik dan Biofisik Luas, Letak, dan Batas Aksesibilitas Iklim... 25

11 Topografi Hidrologi Fasilitas Vegetasi Fauna Objek Wisata Aktivitas Aspek Sosial Masyarakat Pengunjung Aspek Pengelolaan Kronologi Pengelolaan TWA Lembah Harau Rencana Pengembangan dan Pengelolaan TWA Lembah Harau V. ANALISIS DAN SINTESIS 5.1 Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism (CBE) Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Strategi Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata VI. KONSEP PENGEMBANGAN LANSKAP BERBASIS EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LEMBAH HARAU 6.1 Pelibatan Masyarakat ke dalam Rencana Pengembangan dan Pengelolaan Pemda dan BKSDA Kerja Sama Antara Pemda, BKSDA, dan Masyarakat Pengembangan Produk Wisata Sesuai dengan Potensi Objek dan Kegiatan Wisata Pensosialisasian Kegiatan Konservasi kepada Masyarakat... 67

12 3 6.5 Peningkatan SDM Masyarakat Melalui Berbagai Pelatihan dan Pendampingan VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 73

13 4 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Jenis, Sumber, dan Cara Pengambilan Data Kategori Penilaian ODTW Kategori Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE Kategori Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Tingkat Kepentingan Faktor Internal/Eksternal Skala Penilaian Peringkat untuk Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Matriks External Factor Evaluation (EFE) Pemeringkatan Alternatif Strategi Jarak Desa Penyangga ke Ibukota Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi Data Curah Hujan Bulanan dan Intensitas Hujan 30 Tahun Terakhir di Sekitar Cagar Alam Lembah Harau Jenis-Jenis Mamalia yang Ditemukan di Areal Pengamatan yang Dilindungi oleh UU No. 5/ Jenis-Jenis Burung yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau Jenis-Jenis Kupu-Kupu yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau Potensi Objek Wisata Kawasan Aka Barayun Potensi Objek Wisata Kawasan Sarasah Bunta Air Terjun yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau Jumlah Penduduk Desa-Desa Penyangga pada Tahun Tingkat Pendidikan dan Jumlah Responden di Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuak Limpato Luas Peruntukkan Lahan di Desa Harau Jumlah Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuak Limpato Jumlah Responden Menurut Kisaran Penghasilan di Desa Harau dan Desa

14 5 Tarantang Lubuak Limpato Pengeluaran Biaya Hidup dari Responden di Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuak Limpato Hasil Penilaian Aspek Daya Tarik Hasil Penilaian Aspek Aksesibilitas Hasil Penilaian Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Hasil Penilaian Aspek Akomodasi Hasil Penilaian Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang (Radius 10 km dari Objek) Kategori Penilaian ODWT Hasil Penilaian Aspek Sosial Ekonomi Hasil Penilaian Aspek Sosial Budaya Hasil Penilaian Aspek Lingkungan Hasil Penilaian Aspek Pengelolaan Kategori Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE Hasil Penilaian Karakteristik Masyarakat Hasil Penilaian Persepsi Masyarakat Mengenai Pengembangan Ekowisata Hasil Penilaian Partisipasi dan Keinginan Masyarakat Kategori Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Tingkat Kepentingan Faktor Internal TWA Lembah Harau Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal TWA Lembah Harau Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) TWA Lembah Harau Matriks External Factor Evaluation (EFE) TWA Lembah Harau Pemeringkatan Alternatif Strategi TWA Lembah Harau Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Lembah Harau Bentuk-Bentuk Mekanisme Partisipasi Publik Contoh Lembar Pemantuan dan Evalusi... 61

15 6 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Peta Lokasi TWA Lembah Harau Tahapan Studi Matriks Internal-Eksternal (IE) Kios Makanan, Tanaman, dan Souvenir Toilet, Loket Tiket, dan Mushala Taman Bermain Anak Sepeda Air Area Berkemah dan Area Parkir Kantor BKSDA dan Penginapan oleh Pihak Swasta Air Terjun Aka Barayun dan Prasasti Aka Barayun Air Terjun Air Lulus Air Terjun Sarasah Bunta dan Prasasti Sarasah Bunta Air Terjun Sarasah Murai Peta Lokasi Potensi Objek Wisata Peta Pusat Kegiatan Jumlah Kunjungan Wisatawan ke TWA Lembah Harau Tahun Jumlah Kunjungan Wisatawan ke TWA Lembah Harau Tahun 2004, 2005, dan Matriks Internal-Eksternal (IE) TWA Lembah Harau Konsep Pembagian Kegiatan Wisata oleh Weaver Peta Pengembangan Ruang... 66

16 7 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Kriteria dan Bobot Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Kriteria Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism (CBE) Kriteria Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata (Kuesioner) Data Pohon di Cagar Alam Lembah Harau... 84

17 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lanskap alami yang indah. Lanskap alami ini perlu dijaga dan dikembangkan. Banyak potensi yang perlu dikembangkan dari keindahan lanskap tersebut. Sumatera Barat merupakan salah satu tempat yang memiliki lanskap alami yang indah. Sumatera Barat dilalui oleh pegunungan Bukit Barisan yang memiliki keragaman bentuk topografi yang mengagumkan. Selain itu, juga memiliki keragaman flora dan fauna yang cukup terjaga keutuhannya. Lembah Harau adalah salah satu tempat yang memiliki lanskap tersebut. Tempat ini berada di Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota. Lembah Harau telah menjadi cagar alam sejak 10 Januari 1993, kemudian dikembangkan menjadi taman wisata alam. Yang menjadikan Lembah Harau istimewa adalah adanya tebing terjal yang menjulang ke atas. Tebing ini memiliki ketinggian hingga 200 meter. Dengan berbagai bentuk lanskap tersebut, Lembah Harau berpotensi dijadikan sebagai tempat wisata. Bentuk wisata massal telah dikembangkan oleh pemerintah daerah setempat. Wisata tersebut telah berkembang cukup baik, tetapi kegiatan wisata yang dilakukan terbatas pada berpiknik, berenang, dan berkemah. Ekowisata dapat menjadi alternatif bentuk wisata yang baik sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Lembah Harau. Ekowisata menurut Weaver (2001) adalah suatu bentuk wisata yang membantu perkembangan belajar berupa pengalaman dan penghargaan terhadap lingkungan ataupun sebagian komponennya di dalam konteks budaya yang berhubungan. Melalui pembelajaran, pengunjung akan lebih mengenal alam sehingga meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan di sekitar. Dalam mencapai ekowisata, perlu dikembangkannya prinsip-prinsip ekowisata agar tercapai keberlanjutan (suistainable). Salah satu prinsip tersebut adalah berbasis masyarakat (community-based tourism). Melalui prinsip berbasis masyarakat, dapat dijembatani hubungan yang baik antara pengelola dengan masyarakat. Selain itu, melalui pengembangan berbasis masyarakat, kepedulian masyarakat terhadap alam akan meningkat sehingga dapat mengurangi dampak negatif yang telah terjadi. Berbagai keuntungan dari pengurangan dampak tersebut

18 2 antara lain, yaitu masyarakat mengurangi eksploitasi alam yang berlebihan, pengawasan akan lebih mudah dengan adanya bantuan dari masyarakat, dan adanya potensi pengembangan pasar dan produk yang lebih beragam. Dalam pengembangan lanskap berbasis ekowisata diperlukan konsep yang matang. Pembentukan konsep akan dilakukan dalam tulisan ini melalui berbagai analisis. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. mengevaluasi potensi dan kendala lanskap Lembah Harau; b. menyusun konsep pengembangan lanskap berbasis ekowisata di kawasan Taman Wisata Alam Lembah Harau. 1.3 Manfaat Sebagai manfaat penelitian, produk penelitian yang berupa konsep pengembangan ini dapat diharapkan menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota dalam pengembangan sumber daya alam di Lembah Harau sebagai objek ekowisata yang berkelanjutan.

19 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam dan Ekowisata Wisata merupakan perjalanan dan tinggal di suatu tempat (bukan tempat tinggal dan bekerja). Wisata memiliki beberapa jenis. Salah satunya adalah wisata alam. Menurut PP No 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara suka rela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam. Kegiatan dalam wisata alam berhubungan erat dengan alam itu sendiri. Ekowisata merupakan salah salah bentuk wisata alam. Menurut Pendit (1981), ekowisata merupakan kegiatan mengunjungi kawasan alamiah yang relatif tidak terganggu dengan tujuan melihat, mempelajari, dan mengagumi wajah keindahan alam, flora, fauna, dan aspek budaya baik di masa lampau maupun sekarang yang terdapat di dalam kawasan tersebut. Secara konseptual, ekowisata menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dan WWF-Indonesia (2009) dapat didefinisikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari alam, sejarah, dan budaya di suatu daerah, yang pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam. Ekowisata menurut Weaver (2001) adalah suatu bentuk wisata yang membantu perkembangan belajar berupa pengalaman dan penghargaan terhadap lingkungan ataupun sebagian komponennya, di dalam konteks budaya yang berhubungan. Kegiatan ekowisata bertujuan menjadikan lingkungan dan sosial budaya yang berkelanjutan. Tiga hal penting dalam ekowisata menurut Weaver (2001) adalah berdasarkan lingkungan alami, pembelajaran, dan keberlanjutan. Menurut Weaver (2001), ekowisata telah dipadupadankan dengan beberapa jenis wisata sejak tahun 1980-an, yaitu sebagai berikut. a. Nature-based tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada lingkungan alami. Ekowisata telah menjadi bagian penting dari nature-based

20 4 tourism. Jadi, dapat dikatakan bahwa salah satu contoh kegiatan nature-based tourism adalah ekowisata. b. Cultural tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada budaya dan sejarah suatu kawasan. Di dalam cultural tourism, ekowisata menjadi alternatif. Namun, antara kedua jenis wisata ini dapat terjadi kasus overlap sehingga tidak mudah untuk menentukan wisata mana yang menjadi tujuan utama. c. Adventure tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada kegiatan yang berisiko, menantang fisik sehingga wisatawan harus memiliki kemampuan tertentu. Beberapa ekowisata dapat menjadi bagian dari adventure tourism, tetapi banyak jenis adventure tourism tidak dapat menjadi bagian dari ekowisata. Hal ini karena pendekatan adventure tourism tidak selalu kepada nature-based (dasar dari ekowisata). d. Alternative and mass tourism merupakan suatu model wisata berskala kecil yang dimaksudkan untuk dapat menyediakan suatu alternatif yang lebih sesuai dengan wisata massal. Model ini memberikan peluang terhadap perkembangan ekowisata di antara wisata massal. Dari keempat wisata ini, bentuk altenative dan mass tourism merupakan bentuk yang paling cocok untuk dipadupadankan dengan ekowisata. Bentuk ini memberikan hasil yang keberlanjutan (suistainable). Suistanable tourism merupakan wisata yang memiliki prinsip pengembangan yang berkelanjutan dan untuk menggabungkan kriteria dari lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi (Weaver, 2001). Menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi, Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dan WWF-Indonesia (2009) ekowisata memiliki lima prinsip sebagai berikut. a. Nature-based Nature-based adalah produk dan pasar yang berdasar dari alam. Wisata alam merupakan bagian atau keseluruhan alam itu sendiri. Konsevasi sumber daya alam merupakan hal mendasar dalam pengembangan dan pengelolaan wisata alam. b. Ecologically sustainable

21 5 Kestabilan ekologi merupakan perencanaan dan manajemen kawasan berkelanjutan secara ekologi. Semua fungsi lingkungan baik biologi, fisik, maupun sosial tetap berjalan dengan baik. c. Environmentally educative Pendidikan lingkungan ditujukan bagi pengelola dan pengunjung. Pendidikan adalah inti dari ekowisata yang membedakan dengan wisata alam lainnya. Pendidikan menciptakan suasana yang menyenangkan, bermakna, berkepedulian, dan apresiatif terhadap lingkungan. Kelestarian lingkungan dalam jangka panjang dapat berjalan dengan kegiatan pendidikan. d. Bermanfaat untuk masyarakat lokal Manfaat ini dapat secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung berupa, antara lain, masyarakat terlibat dalam kegiatan wisatawan, pelayanan terhadap wisatawan, dan penjualan barang-barang kebutuhan wisatawan. Manfaat tidak langsung berupa bertambahnya wawasan dari wisatawan atau pengelola. e. Kepuasaan bagi wisatawan Kepuasan merupakan pemenuhan harapan wisatawan terhadap segala sesuatu yang ditawarkan. 2.2 Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata Pengembangan pariwisata alam adalah kegiatan memanfaatkan ruang melalui serangkaian program kegiatan pembangunan untuk pariwisata alam yang meliputi pengelolaan pemanfaatan lahan sesuai dengan azas pemanfaatan ruang dengan mengkamodasi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna, berhasil guna, serasi, seimbang, dan berkelanjutan (Departemen Kehutanan, 2007). Ekowisata merupakan salah satu jenis pariwisata alam yang baru dikembangkan. Prinsip pengembangan pariwisata alam menurut Departemen Kehutanan (2007) adalah konservasi, edukasi, partisipasi masyarakat, ekonomi, dan rekreasi. a. Konservasi membantu mengurangi terjadinya gangguan kawasan seperti penebangan liar, dan perambahan kawasan; mendukung upaya pengawetan jenis tumbuhan dan satwa terutama tumbuhan dan satwa langka; melindungi

22 6 warisan alam dan warisan budaya khususnya yang ada di dalam kawasan; menunjang upaya pemanfaatan yang berkelanjutan. b. Edukasi dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pengunjung melalui pengembangan interpretasi (jika memungkinkan); meningkatkan kepedulian masyarakat dan partisipasi pengunjung; menunjang pengembangan penelitian di bidang pariwisata alam; c. Partisipasi masyarakat berupa melibatkan masyarakat dalam proses pemanfaatan, sejak dari tahap perencanaan sampai ke monitoring dan evaluasinya; meningkatkan keterampilan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan; memperhatikan adat dan tradisi setempat, hak-hak masyarakat terasing, agama dan kepercayaan, kearifan tradisional, dan struktur sosial. d. Ekonomi menjamin kelangsungan usaha agar kegiatan pariwisata alam tetap berlangsung; memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan konservasi dan pembangunan lokal, regional, dan nasional; membuka peluang usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat. e. Rekreasi memberikan keamanan dan kenyamanan pengunjung; memberikan informasi yang memadai bagi pengunjung sejak sebelum sampai di tempat tujuan dan setelah pengunjung keluar dari kawasan; menawarkan pilihan produk-produk wisata yang bervariasi. Pengembangan perlu diimbangi dengan pengelolaan. Pengelolaan adalah suatu kegiatan manusia yang dibebankan kepada lanskap yang bertujuan memanen, memindahkan, mengangkut, atau mengisi sumber-sumber alami (U.S Department of Agriculture, 1974). Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No 167 Tahun 1994 tentang Sarana dan Prasarana Pengusahaan dan Pariwisataa Alam di Kawasan Pelestarian Alam, rencana pengelolaan kawasan pelestarian alam adalah upaya terpadu dalam penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan pengembangan dan perlindungan, serta pemanfaatan. Pengelolaan perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang berkelanjutan. Salah satu bentuk pengelolaan lanskap pada kawasan hutan adalah sistem pengelolaan visual. Pengelolaan visual dilakukan dengan cara menentukan kualitas visual objek, yaitu sesuatu yang diinginkan pada tingkat terbaik berdasarkan kondisi fisik dan

23 7 karakter masyarakat sekitar area. Tingkat ini mengacu pada tingkat perubahan yang dapat diterima dari lanskap (U.S Department of Agriculture, 1974). Terdapat lima kualitas visual objek berdasarkan U.S Department of Agriculture (1974): a. preservation, yakni suatu sasaran kualitas visual yang hanya untuk perubahan secara ekologis; b. retention, yakni suatu sasaran kualitas visual untuk pengelolaan aktivitas pada jenis visual yang tidak jelas; c. partial retention, yakni suatu sasaran kualitas visual untuk pengelolaan aktivitas pada jenis visual yang sebagian telah jelas; d. modification, yakni suatu sasaran kualitas visual yang didominasi oleh karakter lanskap, tetapi pengelolaannya harus mempertahankan nilai alami; e. maximum modification, yakni suatu sasaran kualitas visual yang didominasi oleh karakter lanskap, dengan pemandangan hanya sebagai latar belakang. Pengelolaan wisata alam dan ekowisata, menurut Departemen Kehutanan (2007), meliputi sebagai berikut. a. Pengelolaan kawasan meliputi kondisi kawasan, penataan kawasan, dan pengamanan kawasan. b. Pengelolaan produk wisata alam meliputi pengembangan produk, pemasaran produk, dan sistem informasi produk. c. Pengelolaan pengunjung meliputi distribusi pengunjung, interpretasi, informasi bagi pengunjung, dan keselamatan pengunjung. Pengelolaan pengunjung adalah teknik untuk membatasi, memberikan informasi, dan mengawasi pengunjung yang datang ke suatu lokasi objek wisata alam agar sesuai dengan kemampuan daya dukung lokasi yang bersangkutan. Daya dukung kawasan adalah kemampuan ekosistem untuk mendukung kesehatan organisme sambil memelihara produktivitas, adaptasi, dan kemampuannya untuk memperbaiki dirinya. Pengelolaan pengunjung direncanakan untuk mengantisipasi dan mengurangi dampak negatif akibat kunjungan. Pengelolaan pengunjung dapat dilakukan secara langsung dengan menghitung daya dukung dan pengaturan pengunjung atau secara tidak langsung melalui program interpretsi.

24 8 d. Pengelolaan dampak meliputi dampak ekologis dan dampak sosial, budaya, dan ekonomi. Dampak dikelola dengan berbagai cara bergantung pada besarnya dampak, luas areal yang terkena dampak, dampak penting, tingkat sentifitas wilayah, kerangka waktu, dan kemampuan untuk diperbaharui. e. Pengelolaan kelembangan meliputi organisasi, sumber daya manusia, keuntungan, dan sarana dan prasarana. Keberadaan masyarakat sekitar sangatlah penting untuk keberlanjutan suatu kawasan. Begitu juga dalam pengembangan dan pengelolaan wisata. Menurut Butler dan Boyd (2000) dalam Weaver (2001), jika masyarakat lokal tidak mendapatkan keuntungan dari suatu kegiatan (ekowisata), akan terjadi kesenjangan kesejahteraan sehingga masyarakat tidak akan peduli terhadap lingkungan. Bentuk ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan, antara lain, berupa penebangan kayu dan pembakaran lahan untuk berkebun di kawasan proteksi. Pengelolaan berbasis masyarakat akan memberikan hasil yang berkelanjutan. Hal ini dikarenakan masyarakat ikut serta sehingga menumbuhkan rasa memiliki dan menjaga suatu kawasan. Namun, pengelolaan ini harus memperhatikan nilai penting dari sosial budaya masyarakat. Menurut Weaver (2001), agar ekowisata dapat berjalan dengan lama (berkelanjutan), dampak positif dan negatif dari sosial budaya harus diperhatikan. Hal ini akan menjadi bagian yang krusial dalam pengelolaan dengan cara memberikan perhatian khusus terhadap budaya masyarakat itu sendiri. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola (Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dan WWF-Indonesia, 2009). Masyarakat mempunyai peran penting dalam pengelolaan berbasis masyarakat. Masyarakat ikut serta dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan pengembangan dan pengelolaan. Terdapat banyak bentuk partisipasi masyarakat.

25 9 Beberapa peneliti mengelompokkan menjadi beberapa bentuk. Menurut Preety (1995) dalam Mason (2003), tipologi dari partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut: a. partisipasi manipulasi, yakni partisipasi yang tidak mempunyai kekuatan dalam organisasi; b. partisipasi pasif, yakni partisipasi berupa pemberian informasi oleh masyarakat kepada pihak dalam pengelola; c. partisipasi melalui konsultasi, yakni partisipasi berupa konsultasi mengenai masalah dan informasi mengenai proses pengelolaan; d. partisipasi untuk perangsang material, yakni partisipasi yang hanya untuk mendapatkan upah, tetapi tidak mengerti proses pengelolaan; e. partisipasi yang fungsional, yakni partisipasi yang lebih interaktif yang mendorong masyarakat mulai mempelajari proses pengelolaan, tetapi pengambilan keputusan masih di tangan pihak pengelola; f. partisipasi yang interaktif, yakni partisipasi aktif dalam melakukan analisis, pengembangan, pengelolaan, dan pengambilan keputusan sehingga masyarakat telah menjadi bagian utama dalam pengelolaan; g. pergerakan sendiri, yakni masyarakat membentuk institusi sendiri dan bekerja sama dengan pemerintah dan pihak-pihak yang dibutuhkan. Konsep partisipasi sangat susah untuk diimplementasikan. Dibutuhkan usaha yang cukup keras untuk mengembangkannya dalam masyarakat. Menurut Jenkis (1993) dalam Mason (2003), terdapat tujuh halangan dalam mengembangkan wisata berbasis masyarakat, yaitu a. masyarakat pada umumnya sulit untuk memahami konsep yang baru; b. masyarakat tidak perlu memahami bagaimana proses dan cara pengambilan keputusan; c. masalah dari pencapaian dan pemeliharaan adalah dalam proses pengambilan keputusan; d. kurangnya semangat dari masyarakat sekitar; e. peningkatan biaya berhubungan dengan waktu kerja dan upah kerja; f. pada kenyataannya, proses pengambilan keputusan dari partisipasi masyarakat membutuhkan hasil yang lebih lama;

26 10 g. efisien secara keseluruhan kurang berpengaruh baik dalam proses pengambilan keputusan. Akibat banyaknya halangan dalam implementasi konsep partisipasi, para peneliti telah mencoba mengembangkan berbagai metode. Salah satunya adalah menurut Drake s (1991) dalam Mason (2003), yaitu a. memantakan peran dari partisipasi lokal; b. memilih tim untuk penelitian; c. melakukan persiapan studi; d. memantapkan keterlibatan lokal; e. memantapkan mekanisasi pendekatan partisipasi; f. melakukan permulaan dalam bentuk dialog; g. mengambil keputusan secara kolektif; h. mengembangkan rencana dan implementasi skema; i. memantau dan mengevaluasi. Pemerintah sangat berperan penting dalam implementasi konsep partisipasi. Pemerintah merupakan stakeholder yang berpengaruh dalam proses pengelolaan berbasis masyarakat. Menurut Weaver (2001), beberapa usaha yang dapat dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut: a. menganalis pengembangan dan peraturan ekowisata dari waktu ke waktu dengan cara melihat dampak dari pengembangannya; b. menganalisis fasilitas yang dapat dikembangkan di dalam kawasan dengan cara melihat tingkat interaksi mutu yang menguntungkan; c. meneliti ketetapan umum yang berhubungan dengan bantuan eksternal dalam kaitannya dengan tujuan yang ditargetkan, stakeholder, dan hasil. 2.3 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Lembah Harau Lembah Harau merupakan salah satu cagar alam yang ada di Sumatera Barat. Lembah Harau berada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Kawasan ini memiliki luas 270,5 hektar (Korean addicted, 2009). Kawasan ini ditetapkan sebagai Cagar Alam (CA) sejak 10 Januari Taman Wisata Alam (TWA) Lembah Harau merupakan bagian dari cagar alam. TWA Lembah Harau telah

27 11 dikembangkan menjadi kawasan rekreasi. Kawasan cagar alam tidak dikembangkan karena memiliki fungsi sebagai penyangga daerah sekitarnya. Lembah Harau memiliki potensi lanskap berupa air terjun, gua, celah alam, dan tebing terjal. Tebing merupakan bagian yang mendominasi di kawasan ini. Tebing ini memiliki tinggi 150 hingga 200 meter dengan diameter mencapai 400 m. Tebing terbentuk dari batuan granit sehingga jarang terjadi longsor (Hade, 2009). Pada beberapa titik tebing, telah dikembangkan titik echo (gaung) yang menjadi salah satu objek wisata. Selain itu, tebing telah dikembangkan menjadi area panjat tebing. Lembah Harau mempunyai tujuh air terjun, yaitu lima buah di Sarasah Bunta dan dua buah di Aka Barayun. Air terjun di Sarasah Bunta masih alami berupa kerikil, sedangkan di Aka Barayun berupa kolam. Di kaki air terjun Sarasah Bunta terdapat sebuah monumen peninggalan Belanda yang merupakan bukti bahwa Lembah Harau sudah sering dikunjungi orang sejak Pada monumen itu tertera tanda tangan Asisten Residen Belanda di Lima Puluh Kota saat itu, F. Rinner, dan dua pejabat Indonesia, Tuanku Laras Datuk Kuning nan Hitam dan Datuk Kodoh nan Hitam (STR, 2009). Cagar alam Lembah Harau memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Flora didominasi oleh tanaman hutan hujan tropis. Fauna antara lain, berupa monyet ekor panjang (Macaca fascirulatis), siamang (Hylobates syndactylus), simpai (Presbytis melalopos), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrensis), beruang (Helarctos malayanus), tapir (Tapirus indicus), kambing hutan (Capriconis sumatrensis), dan landak (Proechidna bruijnii). Lembah Harau juga memiliki 19 spesies burung, termasuk burung kuau (Argusianus argus), dan enggang (Anthrococeros sp.). Beberapa spesies yang ada merupakan hewan langka yang dilindungi (Korean addicted, 2009). Lembah Harau telah dijadikan tempat wisata. Tempat ini memiliki fasilitas rekreasi seperti kolam pemandian, tempat berkemah, dan jalan setapak. Beberapa fasilitas telah ada yang rusak dan terdapat pula fasilitas yang baru dibangun. Selain itu, terdapat warung-warung ilegal yang didirikan oleh masyarakat. Warung tersebut menjual makanan, minuman, souvenir, dan tanaman hias. Tanaman hias yang dijual berupa tanaman langka seperti pakis monyet. Hal ini

28 12 menandakan masyarakat belum siap terhadap pengembangan wisata di Lembah Harau.

29 13 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Studi dilakukan di Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (Gambar 1). Pelaksanaan studi dimulai dari bulan Maret 2010 sampai dengan Januari Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam studi ini meliputi inventarisasi, analisis, dan sintesis (Gambar 2). ANALISIS DAN SINTESIS INVENTARISASI Aspek Fisik dan Biofisik Aspek Legal Lanskap Lembah Harau Aspek Sosial Aspek Ekonomi Penilaian 1. Objek dan Daya Tarik Wisata (ODWT) 2. Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism (CBE) 3. Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Analisis SWOT Strategi Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata pada KawasanTaman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat Aspek Pengelolaan KONSEP Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat Gambar 2 Tahapan Studi

30 14 Gambar 1 Peta Lokasi TWA Lembah Harau 14

31 15 a. Inventarisasi adalah pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer dan sekunder terdiri dari aspek fisik, biofisik, aspek legal, aspek sosial, dan aspek pengelolaan (Tabel 1). Data diperoleh dengan cara berikut: 1) observasi lapang yang dilakukan untuk mengetahui kondisi tapak, yaitu fisik, karakter lanskap, dan aktivitas masyarakat pengguna dan sekitarnya; 2) wawancara yang dilakukan kepada pengunjung, masyarakat, dan pengelola; 3) studi pustaka yang didapat dari Dinas Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat, Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lima Puluh Kota, dan Perpustakaan Institut Pertanian Bogor untuk mendukung hasil observasi dan wawancara. Tabel 1 Jenis, Sumber, dan Cara Pengambilan Data Jenis Data Satuan Sumber Kegunaan Fisik dan Biofisik 1 Letak a. Letak b. Batas c. Aksesibiltas 2 Luas 3 Iklim a. Suhu b. Curah hujan 4 Topografi 5 Hidrologi a. Letak 6 Fasilitas a. Jenis b. Letak c. Kondisi fisik 7 Vegetasi 8 Satwa 9 Objek Wisata a. Jenis b. Letak LU, LS, BT, BB - - m 2,km 2,ha o C mm/th % Bappeda, BKSDA KSDA Bappeda, BKSDA BKSDA BKSDA BKSDA Dinas Kehutanan, BKSDA BKSDA BKSDA BKSDA BKSDA BKSDA BKSDA BKSDA BKSDA Legal 10 Peraturan - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, BKSDA Sosial 11 Jumlah pengunjung 12 Masyarakat a. Jumlah b. Mata pencaharian c. Tingkat pendidikan orang orang - - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata BKSDA BKSDA BKSDA Posisi dengan tempat lain Hubungan dengan lingkungan Kemudahan pencapaian Daya dukung Kenyamanan Kenyamanan Kenyamanan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pertimbangan pengembangan Pengelolaan 13 Tenaga kerja - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, BKSDA Pertimbangan pengembangan

32 16 14 Kegiatan wisata - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, BKSDA Pertimbangan pengembangan b. Analisis adalah pengolahan hasil inventarisasi untuk mengetahui potensi dan kendala. Analisis dilakukan dengan dua metode yaitu penilaian dan analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunity, threats). Proses sintesis menghasilkan strategi pengembangan lanskap berbasis ekowisata pada kawasantaman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat. c. Produk akhir adalah konsep pengembangan lanskap berbasis ekowisata pada kawasantaman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat. Konsep ini merupakan penjelasan dari strategi pengembangan. 3.3 Metode Penilaian Metode Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Penilaian ODTW ditentukan dalam Pedoman Penilaian Daya Tarik Wisata (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2007). Pedoman ini memiliki beberapa komponen aspek. Komponen aspek yang digunakan dalam kasus ini daya tarik, aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial ekonomi, akomodasi serta sarana dan prasarana penunjang. Pengambilan data dilakukan melalui mengisi kriteria yang sesuai dengan kondisi dan gambaran kawasan. Kriteria dan pembobotan lebih lengkap disajikan pada Lampiran 1. Beberapa langkah dalam menentukan penilaian. Langkah pertama adalah penentuan nilai skor dengan persamaan (Departemen Kehutanan, 2007). S = N x B dengan S = skor; N = jumlah nilai dari unsur-unsur kriteria; B = bobot nilai. Langkah kedua adalah penentuan kategori penilaian. Kategori disusun berdasarkan jumlah total dari setiap dan seluruh penilaian. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Oktadiyani (2006), kategori penilaian akan dihitung dengan menggunakan persamaan

33 17 dengan Selang = nilai selang dalam penetapan selang kategori penilaian; S maks S min K = nilai skor tertinggi; = nilai skor terendah; = banyaknya kategori penilaian. Penelitian ini menggunakan lima tingkat kategori, yaitu sangat baik, baik, sedang, buruk, dan sangat buruk (Tabel 2). Langkah ketiga adalah memasukkan total skor dari penilaian (dari langkah pertama) ke dalam kategori penilaian. Penentuan kategori dilakukan berdasarkan selang yang telah dilakukan. Berdasarkan kategori, dapat diketahui gambaran dari kondisi kawasan. Tabel 2 Kategori Penilaian ODTW Kategori Derajat Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk Interval Metode Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism (CBE) Penilaian kesiapan pengembangan CBE mengikuti Rancangan Standarisasi Community-Based Ecotourism (CBE) yang dikembangkan WTO dan INDECON dalam penelitian Untari (2009). Aspek yang dipergunakan adalah aspek sosial ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan pengelolaan. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kriteria yang sesuai dengan kondisi dan gambaran kawasan. Kriteria dan pembobotan disajikan pada Lampiran 2. Penentuan penilaian kesiapan pengembangan CBE menggunakan langkah yang sama pada metode penilaian ODTW. Bentuk kategori penilaian kesiapan pengembangan CBE dapat dilihat pada Tabel 3.

34 18 Tabel 3 Kategori Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE Kategori Derajat Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk Interval Metode Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Penilaian kesiapan masyarakat mengikuti Rancangan Standarisasi Community-Based Ecotourism (CBE) yang dikembangkan oleh WTO dan INDECON dalam penelitian Untari (2009). Aspek yang dipergunakan adalah karakterisitk masyarakat, persepsi masyarakat mengenai pengembangan ekowisata, serta partisipasi dan keinginan masyarakat. Pengambilan data pada metode ini berbeda dengan metode sebelumnya. Pengambilan data dilakukan berdasarkan kuesioner dan wawancara. Kuesioner dan wawancara harus disesuai dengan kriteria penilaian. Kuesioner yang digunakan berasal dari kuesioner yang dilakukan oleh KSDA pada tahun 2000 dengan total responden 30 orang dari Desa Tarantang Lubuak Limpato dan 30 orang dari Desa Harau. Wawancara dilakukan terhadap Kepala Desa Harau, pemangku adat, dan 5 orang warga Desa Tarantang Lubuak Limpato dan Desa Harau. Kriteria penilaian disajikan pada Lampiran 3. Penentuan penilaian kesiapan masyarakat menggunakan langkah yang sama pada metode penilaian ODTW. Bentuk kategori penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kategori Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Kategori Derajat Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk Interval

35 Metode Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi relasi-relasi sumberdaya ekowisata dengan sumber daya yang lain (Damanik dan Helmut, 2006). Selain itu, analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi manajemen program ekowisata. Analisis SWOT dilakukan dengan membandingkan faktor internal yang terdiri dari kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dengan faktor eksternal yang terdiri dari peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal, sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan pembobotan dan pemberian peringkat. Langkah kerja dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT menurut David (2008), yaitu penentuan faktor internal dan faktor eksternal; penentuan bobot faktor internal dan faktor eksternal; penentuan peringkat (rating) faktor internal dan faktor eksternal; pembuatan matriks faktor internal dan eksternal; penyusunan alternatif strategi; penentuan prioritas alternatif strategi. a. Penentuan faktor internal dan faktor eksternal Faktor internal atau Internal Factor Evaluation (IFE) ditentukan dengan cara mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan. Faktor internal dalam kasus ini adalah masyarakat. Faktor eksternal atau External Factor Evaluation (EFE) ditentukan untuk mengetahui sejauh mana ancaman dan peluang yang dimiliki, yaitu dengan cara mendaftarkan ancaman dan peluang (David, 2008). Faktor eksternal dalam kasus ini adalah non masyarakat seperti pemerintah, balai konservasi dan stakeholder lainnya. b. Penentuan bobot faktor internal dan faktor eksternal Pembobotan dilakukan untuk mengetahui fackor mana yang paling berpengaruh terhadap kawasan. Menurut Kinnear dan Taylor (1991), sebelum melakukan pembobotan perlu ditentukan tingkat kepentingannya agar bobot lebih subjektif. Penentuan tingkat kepentingan dilakukan dengan cara membandingkan setiap faktor internal dan eksternal (Tabel 5). Penentuan bobot setiap variabel menggunakan skala 1-4:

36 20 1) 1 jika indikator faktor horizontal kurang penting daripada indikator faktor vertikal; 2) 2 jika indikator faktor horizontal sama penting dengan indikator faktor vertikal; 3) 3 jika indikator faktor horizontal lebih penting daripada indikator faktor vertikal; 4) 4 jika indikator faktor horizontal sangat penting daripada indikator faktor vertikal. Tabel 5 Tingkat Kepentingan Faktor Internal/Eksternal Faktor Strategis Internal/Eksternal A B C D Total Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991 A B C D Total (x i ) Bobot (a i ) Setelah menentukan tingkat kepentingan, dilakukan pembobotan. Pembobotan setiap faktor diperoleh dengan menggunakan rumus Kinnear dan Taylor (1991): dengan a i x i i n = bobot faktor ke-i; = nilai faktor ke-i; = A, B, C,, n (faktor vertikal); = jumlah faktor. c. Penentuan peringkat (rating) Penentuan peringkat setiap faktor diukur dengan menggunakan nilai peringkat berskala 1-4. Setiap faktor memiliki maksud yang berbeda dari setiap

37 21 peringkat. Skala penilaian peringkat dari setiap faktor dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Skala Penilaian Peringkat untuk Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Nilai Peringkat Matriks IFE Matriks EFE Strengths (S) Weaknesses (W) Opportunities (O) Threats (T) Kekuatan kecil Kelemahan yang Peluang rendah, Ancaman sangat sangat berarti respons kurang besar Kekuatan sedang Kelemahan yang Peluang sedang, Ancaman besar berarti respons rata-rata Kekuatan besar Kelemahan yang Peluang tinggi, respons Ancaman kurang berarti di atas rata rata sedang Kelemahan yang Peluang tinggi, respons Ancaman kecil tidak berarti superior 4 Kekuatan sangat besar Sumber: David, 2008 d. Pembuatan matriks faktor internal dan eksternal Setelah menentukan bobot dan peringkat setiap faktor, langkah selanjutnya adalah menentukan skor. Skor merupakan hasil perkalian dari bobot dengan peringkat. Jumlah skor dari faktor internal dan eksternal dapat menentukan langkah dalam pembuatan strategi. Bentuk dari matriks faktor internal dan eksternal dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor-Faktor Strategi Internal Bobot Peringkat Skor Kode Kekuatan Kelemahan Sumber: David, 2008 Tabel 8 Matriks External Factor Evaluation (IFE) Faktor-Faktor Strategi Eksternal Bobot Peringkat Skor Kode Peluang Ancaman Sumber: David, 2008 e. Penentuan tindakan strategi Allen dalam David (2008), mengembangkan cara dalam menentukan tindakan strategi. Tindakan ini berfungsi sebagai pedoman pembuatan strategi. Tindakan tersebut ditentukan dengan Matriks IE (Gambar 3).

38 22 Total Skor IFE Total Skor EFE I II III IV V VI VII VIII IX tinggi sedang rendah tinggi sedang rendah Gambar 3 Matriks Internal-Eksternal (IE) Kuadran I, II, dan IV dipersepsikan sebagai tindakan grow dan build. Strategi yang intensif dan integratif dapat dijadikan pendekatan yang sesuai. Kuadran III, V, dan VII menunjukkan tindakan hold dan maintain. Pendekatan yang cocok adalah pengembangan pasar dan produk. Kondisi yang kurang baik ditunjukkan dalam kuadran VI, VII, dan IX. Tindakan harvest dan divest menjadi pendekatan yang baik. f. Penyusunan alternatif strategi dan penentuan prioritas alternatif strategi. Penyusunan alternatif dilakukan dengan mengkombinasikan antara faktor internal dengan faktor eksternal. Kombinasi tersebut adalah sebagai berikut: 1) kekuatan dan peluang (SO), yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya; 2) kekuatan dan ancaman (ST), yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman; 3) kelemahan dan peluang (WO), yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada; 4) kelemahan dan ancaman (WT), yaitu strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Strategi dirumuskan untuk mengatasi merangkum beberapa masalah dengan menggunakan potensi yang ada. Strategi tidak hanya fokus pada satu faktor, tetapi melibatkan banyak faktor. Penentuan prioritas alternatif strategi dilakukan dengan cara menjumlah semua skor dari faktor-faktor penyusunnya.

39 23 Strategi yang memiliki skor paling tinggi menjadi prioritas utama. Bentuk penentuan prioritas alternatif strategi disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Pemeringkatan Alternatif Strategi Strategi Kode Pembobotan Total Skor Prioritas SO1 SO2 SOn ST1 ST2 STn WO1 WO2 WOn WT1 WT2 WTn Sumber: David, 2008

40 24 IV. INVENTARISASI 4.1 Aspek Legal Menurut prasasti yang terdapat di lokasi air terjun Serasah Bunta, kawasan Lembah Harau dibuka pertama kali pada tanggal 14 Agustus 1926 oleh Asisten Residen 50 Kota yang bernama BO. Weirkein bersama dengan Tk. Laras Dt. Kuning Nan Hitam dan Asisten Damang Dt. Kondoh Nan Hitam. Kawasan ini dibangun berdasarkan Besluits Van Der Gouverneur General Van Netherlanch Indie No. 15 Stbl 24 tahun 1933 tanggal 10 Januari 1933 dengan status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.478/Kpts/Um/8/1979 tanggal 02 Agustus 1979 sebagian kawasan Cagar Alam (CA) Lembah Harau dialihkan fungsinya menjadi Taman Wisata Alam (TWA) Lembah Harau. 4.2 Aspek Fisik dan Biofisik Luas, Letak, dan Batas Luas CA Lembah Harau adalah 270,5 ha, sedangkan luas TWA Lembah Harau adalah 27,5 ha (10,2%). TWA Lembah Harau berada dalam kawasan CA Lembah Harau. Secara geografis, CA Lembah Harau terletak pada koordinat 100 o BT o BT dan 00 o LS - 00 o LS. Dalam administrasi kehutanan, CA Lembah Harau termasuk dalam wilayah kerja BKPH Harau, RPH Harau, sedangkan menurut pembagian wilayah kerja unit Konservasi Sumberdaya Alam (KSDA) kawasan ini termasuk dalam wilayah kerja Sub Seksi KSDA Wilayah Pasaman. Dalam administrasi pemerintahan kawasan ini berada di dua desa, yaitu Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuk Limpato yang termasuk wilayah Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. CA Lembah Harau memiliki batas-batas berikut: a. bagian utara berbatasan dengan Areal Penggunaan Lain (APL) dan Desa Harau; b. bagian timur berbatasan dengan kawasan Hutan Lindung Mahat I; c. bagian selatan berbatasan dengan Desa Tarantang Lubuk Limpato;

41 25 d. bagian barat berbatasan dengan Dusun Padang Beringin, Desa Tarantang Lubuk Limpato. Kawasan TWA Lembah Harau terdiri dari dua lokasi, yaitu Aka Barayun dan Sarasah Bunta. Menurut hasil wawancara Pak Iwan, pegawai Badan Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), batas tersebut ditandai dengan pal beton dengan ketinggian 1,5 m. Namun, kondisi pal di lapangan sekarang, sudah tidak sesuai karena banyak yang rusak dan hilang. Pengecekan yang dilakukan selama setiap 5 tahun tidak menjangkau seluruh kawasan sehingga telah tertutupnya jalan di sekeliling kawasan. Hal ini telah mengakibatkan ketidakpastian batas CA sehingga masyarakat sering tanpa sengaja menggarap lahan di kawasan CA Aksesibilitas Kawasan CA Lembah Harau berbatasan langsung dengan ruas jalan negara Payakumbuh-Pekanbaru. Jalan menuju kawasan merupakan jalan beraspal yang dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat. Berdasarkan klasifikasi jalannya, kawasan ini dilalui jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan desa, dan jalan setapak. Jarak CA Lembah Harau ke ibukota kawasan lain dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Jarak Desa Penyangga ke Ibukota Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi No Nama Desa Jarak ke Ibukota (km) Kecamatan Kabupaten Propinsi 1 Harau Tarantang Lb. Limpato Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan CA ini mempunyai iklim Tipe A. Pada tahun 1997 jumlah rata-rata bulan kering 4,92 dan jumlah ratarata bulan basah 1,17. Suhu suhu rata-rata maksimum C. Data curah hujan tahunan secara lengkap disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Data Curah Hujan Bulanan dan Intensitas Hujan 30 Tahun Terakhir di Sekitar Cagar Alam Lembah Harau

42 26 Bulan Stasiun klimatologi Payakumbuh Pangkalan P. Mangatas M. Paiti Rata-rata Januari X ,50 Y ,50 Februari X ,00 Y ,00 Maret X ,50 Y ,50 April X ,75 Y ,00 Mei X ,50 Y ,00 Juni X ,25 Y ,25 Juli X ,00 Y ,25 Agustus X ,00 Y ,25 September X ,75 Y ,25 Oktober X ,75 Y ,25 November X ,50 Y ,00 Desember X ,00 Y ,50 Jumlah (X) ,50 Jumlah (Y) ,25 Rata-rata (X) 184,17 253,75 177, ,79 Rata-rata (Y) 13 13,08 13,67 14,33 13,52 Keterangan : X=Curah hujan (mm), Y=Hari hujan (hari) Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, Topografi Kawasan CA Lembah Harau terletak pada ketinggian antara 400 m dpl sampai 850 m dpl. Topografi kawasan ini adalah berbukit (bergelombang), landai, dan terdapat tebing-tebing yang curam. Kawasan ini memiliki keunikan karena banyak terdapat tebing terjal dengan sudut 90 0, dengan ketinggian tebing m Hidrologi Kawasan CA Lembah Harau dialiri oleh 4 sungai, yaitu Batang Simolakama, Batang Air Putih, Sungai Air Tiris, dan Batang Harau. Sungaisungai dalam kawasan ini tidak begitu besar, tetapi mempunyai peranan penting bagi masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai tersebut, terutama untuk pengairan areal pertanian, budi daya ikan, dan kebutuhan hidup sehari-hari.

43 Fasilitas Kawasan TWA telah memiliki beberapa fasilitas yang telah dibangun, yaitu sebagai berikut (Gambar 4, 5, 6, 7, 8, dan 9). a. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota telah membangun, gerbang masuk, pondok wisata, kolam renang, taman bermain anak, sepeda air, gazebo, kios makanan/souvenir, toilet/kamarganti, mushola, parker. Kios yang ada, disewakan oleh Dinas Pariwisata dengan membayar Rp ,- hingga Rp ,- per bulan. Namun, banyak penyewa yang tidak membayar dan beberapa masyarakat lain (bukan penyewa) membangun kios ilegal. Kondisi fasilitas kurang terpelihari akibat tidak adanya pengelolaan yang baik. b. BKSDA telah membangun kantor BKSDA dan mes. Semua fasilitas tidak berfungsi lagi. Hal ini diakibatkan adanya masalah antara BKSDA dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota dalam hal pengelolaan. c. Masyarakat membangun kios makanan/souvenir, toilet, camping ground, panjat tebing. Fasilitas yang dibangun merupakan bangunan ilegal kecuali yang menyewa, karena tidak adanya persetujuan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota sebagai pihak pengelola. d. Swasta membangun tempat penginapan. Masih kurangnya campur tangan dari pihak swasta sehingga belum ada eksploitasi yang merugikan. Gambar 4 Kios Makanan, Tanaman, dan Souvenir

44 28 Gambar 5 Toilet, Loket Tiket, dan Mushala Gambar 6 Taman Bermain Anak Gambar 7 Sepeda Air Gambar 8 Area Berkemah dan Area Parkir

45 29 Gambar 9 Kantor BKSDA dan Penginapan oleh Pihak Swasta Vegetasi Susunan vegetasi kawasan CA Lembah Harau merupakan tipe ekosistem hutan hujan campuran non-dipterocapaceae (Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000). Vegetasi hutan kawasan ini di didominasi oleh tumbuhan daratan tinggi. Spesies pohon yang terdapat CA Lembah Harau dapat dilihat pada Lampiran Fauna Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan petugas KSDA bersama penduduk, tercatat beberapa jenis mamalia yang terdapat pada kawasan (Tabel 12). Tabel 12 Jenis-Jenis Mamalia yang Ditemukan di Areal Pengamatan yang Dilindungi oleh UU No. 5/1990 No Famili Nama Jenis Nama Indonesia 1 Bovidae Capriconus sumatrensis Kambing hutan 2 Cervidae Cervus unicolor Rusa sambar 3 Felidae Panther tigris sumatrensis Harimau sumatra 4 Felidae Neofelis nebusula Harimau dahan 5 Hylobatidae Hylobates syndactilus Siamang 6 Tapiridae Tapirus indicus Tapir 7 Tragulidae Tragulus javanicus Kancil 8 Ursidae Helarctos malayanus Beruang madu Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000 Selain itu, terdapat beberapa jenis burung yang dijumpai (Tabel 13). Jenis burung pada kawasan ini umumnya merupakan jenis pemakan serangga, hanya sebagian kecil yang tergolong jenis pemakan buah, biji-bijian, dan nektar. TWA Lembah Harau telah membangun menara pengamatan untuk birdwaching di dekat Sarasah Murai, tetapi tidak ada pengembangun lebih lanjut.

46 30 Tabel 13 Jenis-Jenis burung yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau No Famili Nama Jenis Nama Indonesia 1 Accipitridae Haliastur Indus Ictinaetus malayensis Elang bondol Elang hitam 2 Alcedinidae Alcedo althis Raja udang 3 Bucerotidae Berenicornis comatus Beceros rhinoceros Enggang Rangkong 4 Ciconidae Ciconia episscopus Bangau 5 Falconidae Falco tinnunculus Alap-alap curasia Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000 CA Lembah Harau juga memiliki jenis kupu-kupu yang cukup beragam. Potensi kupu-kupu ini menjadi daya tarik oleh wisatawan terutama wisatawan mancanegara. Kegiatan ini dikembangkan oleh masyarakat setempat, belum ada pengembangan lebih lanjut oleh pihak pengelola. Jenis kupu-kupu komersial yang terdapat pada kawasan CA Lembah Harau dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Jenis-Jenis Kupu-Kupu yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau No Nama Jenis Tanaman Pakannya 1 Papilio memnon Jeruk (Citrus sp.) Papilio demoleus 2 Graphium sarpedon Kulit Manis (Cynamomun burmanii) 3 Polyura scheiber Rambutan (Nephelium lappaceum) 4 Papilio palinurus Sicerek (Glaucena excavata) Papilio polytes 5 Graphium agamemnon Sirsak (Anonna muricata) 6 Trogonoptera brooklana *) Tanaman Aka (Aristolochiae glaucifolia) Triode Helena *) Triodes amphrysus*) Pachilipta aristolochiae 7 Antrophaneura nox Tanaman Aka (Apama corymbosa) 8 Papilio karna Papilio demolion Ulam/Pauh-pauh (Evodia malayana) Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, Objek Wisata Lembah Harau memiliki objek wisata yang didominasi oleh air terjun dan tebing terjal (Gambar 10, 11, 12, 13 dan 14). Air terjun pada kawasan ini ditunjukkan dalam Tabel 15, Tabel 16, Tabel 17.

47 31 Tabel 15 Potensi Objek Wisata Kawasan Aka Barayun Tebing Goa Echo Liang Limbek Panorama Aka Barayun Ngalau Amu Area Objek Wisata Tebing, ngalau Tebing Tebing, ngalau atau lembah Tebing Tebing, air terjun Tebing Tabel 16 Potensi Objek Wisata Kawasan Sarasah Bunta Sarasah Rupih Air Lulus Sarasah Bunta Sarasah Murai Area Objek Wisata Air terjun Air terjun, tebing Air terjun, tebing Air terjun, tebing Tabel 17 Air Terjun yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau No Nama Air Terjun Tinggi (m) 1 Akar Berayun 80 2 Sarasah Rupih 50 3 Sarasah Air Bulus 30 4 Sarasah Bunta 30 5 Sarasah Murai 60 Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000 Gambar 10 Air Terjun Aka Barayun dan Prasasti Aka Barayun Gambar 11 Air Terjun Air Lulus

48 32 Gambar 12 Air Terjun Sarasah Bunta dan Prasasti Sarasah Bunta Gambar 13 Air Terjun Sarasah Murai Akar Berayun dan Sarasah Bunta menjadi nama kawasan dari TWA Lembah Harau. Di kawasan Akar Berayun terdapat air terjun Akar Berayun, sedangkan kawasan Sarasah Bunta terdapat air terjun Sarasah Air Bulus, Sarasah Bunta, dan Sarasah Murai. Untuk Air Putih, Sarasah Gadang, dan Sarasah Rupih belum dikembangkan. Terdapat juga air terjun yang tidak boleh dikembangkan karena berada dalam kawasan CA Lembah Harau. Selain air terjun masih terdapat beberapa objek wisata lainnya (Gambar 14).

49 Gambar 14 Peta Lokasi Potensi Objek Wisata 33

50 Aktivitas Aktivitas kegiatan wisata yang ada pada saat ini adalah berpiknik, berenang, berkemah, dan panjat tebing. Untuk kegiatan berpiknik dan berenang telah dialokasikan pada kawasan Aka Barayun, Air Lulus, Sarasah Bunta, dan Sarasah Murai. Untuk kegiatan berkemah telah dialokasikan pada kawasan Sarasah Murai. Untuk kegiatan panjat tebing telah dialokasikan pada kawasan Aka Barayun dan titik echo. Aktivitas lainnya yaitu aktivitas pemerintahan dan pemukiman. Aktivitas ini terkonsentrasi pada kawasan pemukiman Desa Padang Baringin, yaitu terdapat Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Kantor Kepala Desa Tarantang. Selain itu, di depan Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terdapat loket pembelian tiket. Aktivitas pemukiman yang berdekatan dengan TWA Lembah Harau, yaitu Desa Tarantang Lubuak Limpato dan Desa Padang Baringin. Persebaran pusat aktivitas dapat dilihat pada Gambar 15.

51 35 Gambar 15 Peta Pusat Kegiatan 35

52 Aspek Sosial Masyarakat Kawasan CA Lembah Harau terletak pada dua desa, yaitu Desa Tarantang Lubuak Limpato dan Desa Harau. Jumlah penduduk dari kedua desa dapat dilihat pada Tabel 18. Desa Tarantang memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi daripada Desa Harau, yaitu 83 jiwa/ km 2. Tabel 18 Jumlah Penduduk Desa-Desa Penyangga Pada Tahun 2000 Desa Luas (km 2 Penduduk (jiwa) Kepadatan ) Laki-laki Perempuan Jumlah (jiwa/km 2 ) Harau 29,75 448(47%) 505(53%) 953(100%) 32 Tarantang Lubuak Limpato 22,63 916(49%) 953(51%) 1869(100%) 83 Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000 BKSDA telah melakukan survei pada tahun 2000 mengenai sosial ekonomi dari Desa Tarantang Lubuak Limpato dan Desa Harau. Responden berjumlah 60 orang terdiri dari 30 orang dari Desa Tarantang dan 30 orang Desa Harau. Responden yang dipilih telah mewakili satu rumah tangga. Hal ini dilakukan agar dapat menggambarkan kondisi dari kedua desa secara menyeluruh. Tingkat pendidikan dari responden dapat dilihat pada Tabel 19. Dari segi pendidikan di kedua desa dapat disimpulkan cukup rendah, sebagian besar responden lulus pada tingkat Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama. Namun, masyarakat telah memiliki kemampuan dalam membaca dan menulis, terlihat dari angka yang tidak sekolah hanya 1 orang dari 60 responden. Menurut data dari BKSDA (2000), terdapat satu Sekolah Dasar (SD) di Desa Harau, tiga Sekolah Dasar (SD), satu Sekolah Luar Biasa (SLB), dan satu Sekolah Mengengah Pertama (SMP) di Desa Tarantang Lubuk Limpato.

53 37 Tabel 19 Tingkat Pendidikan dan Jumlah Responden di Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuak Limpato Pendidikan Desa Jumlah Harau (%) Tarantang Lb. Limpato (%) (%) Tidak Sekolah Sekolah Dasar SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000 Mata pencaharian masyarakat dari kedua desa didominasi oleh bertani. Petani pada kedua desa adalah petani padi (sawah) dan gambir. Hal ini dikarenakan peruntukan lahan pada kedua kawasan dijadikan sebagai area pertanian (Tabel 20). Jenis Pekerjaan dari responden dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 20 Luas Peruntukan Lahan di Desa Harau Peruntukkan Lahan Luas (ha) Hutan 9,976 Sawah 563 Perkebunan 847 Permukiman 21 Rawa 10 Lahan Kritis 54 Lain-lain 130 Sumber: Kantor Wali Nagari Desa Harau, 2010 Tabel 21 Jumlah Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuak Limpato Jenis Pekerjaan Desa Jumlah Harau (%) Tarantang Lb. Limpato (%) (%) Tani Tukang 3-3 Dagang Pegawai 2-2 Lainnya Jumlah Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000 Menurut data BKSDA pada tahun 2000, setiap petani sawah memiliki sawah sekitar 0,25-0,5 ha. Irigasi sawah menggunakan aliran sungai. Namun, menurut Pak Firdaus, Wali Nagari Harau, jumlah penghasilan beras (dalam kg) di Desa Harau lebih kecil daripada di desa yang lain. Hal inilah yang mendorong

54 38 masyarakat untuk menjadi petani gambir. Masalah dalam pertanian tanaman pangan adalah sulitnya mengalirkan air dari sungai ke kebun sehingga meningkatkan biaya pengolahan. Peternakan dan perikanan merupakan mata pencaharian sampingan. Jumlah penghasilan yang didapat dapat dilihat dalam Tabel 22, sedangkan biaya hidup dapat dilihat dalam Tabel 23. Dari kedua data terlihat bahwa masyarakat dari kedua desa memiliki pengeluaran yang lebih besar daripada penghasilan yang didapat. Hal ini ditunjukkan oleh data penghasilan yang didominasi oleh Rp ,00 hingga Rp ,00, sedangkan pengeluaran didominasi dengan pengeluaran sebesar Rp ,00 hingga Rp ,00. Akibat dari hal ini, masyarakat mencari penghasilan tambahan dengan cara berjualan di sekitar kawasan TWA Lembah Harau, seperti menjual makanan, minuman, dan souvenir. Tabel 22 Jumlah Responden Sesuai Kisaran Penghasilan di Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuak Limpato Penghasilan Desa Jumlah (x Rp 1000,-) Harau (%) Tarantang Lb. Limpato (%) (%) < > Jumlah Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000 Tabel 23 Pengeluaran Biaya Hidup dari Responden di Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuak Limpato Penghasilan (x Rp 1000,-) Harau (%) Desa Tarantang Lb. Limpato (%) Jumlah (%) < > Jumlah Sumber: Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Propinsi Sumatera Barat, 2000

55 Pengunjung Jumlah pengunjung di kawasan TWA Lembah Harau cukup ramai, sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 16. Jumlah pengunjung terbesar terjadi pada musim libur seperti Januari (8.924 orang), Mei ( orang), dan Juni (18.416). Sifat musim yang insidental juga mempengaruhi jumlah pengunjung, seperti bulan ramadhan dan lebaran pada bulan Agustus sebanyak orang. Menurut data tahun 2004, 2005, dan 2006, jumlah pengunjung terus meningkat (Gambar 17). Hal ini menunjukkan bahwa CA Lembah Harau mulai dikenal oleh banyak masyarakat dalam dan luar negeri. Jumlah Pengunjung WISNU WISMAN WISNU : wisatawan nusantara WISMAN: wisatawan mancanegara Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota, 2009 Gambar 16 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke TWA Lembah Harau Tahun 2009

56 40 Jumlah Pengunjung WISNU WISMAN WISNU : wisatawan nusantara WISMAN: wisatawan mancanegara Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota, 2009 Gambar 17 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke TWA Lembah Harau Tahun 2004, 2005, dan Aspek Pengelolaan Kronologi Pengelolaan TWA Lembah Harau Pemerintah mulai membangun sarana dan prasarananya pada TWA Lembah Harau sejak tahun Pembangunan sarana dan prasarana pertama kali dilakukan oleh BAPPARDA Tingkat I Sumatera Barat yang kemudian berubah menjadi Kanwil Pariwisata Tingkat I Sumatera Barat. Sarana yang dibuat pada saat itu adalah gerbang pintu masuk, kupel, jalan setapak, area parkir, tempat bermain anak-anak, dan toilet. Setelah pembangunan selesai, BAPPARDA Tingkat I Sumatera Barat menyerahkan kawasan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Lima Puluh Kota. Pada tanggal 12 Desember 1990 keluarlah Surat Keputusan Bupati Lima Puluh Kota No.788/BLK/1990 tentang pembentukan Badan Pengelola Objek Wisata Alam Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota. Pada tahun 1992, Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam mengeluarkan buku kumpulan peraturan tentang pungutan dan iuran bidang Pariwisata Alam serta pungutan masuk kawasan pariwisata alam yang memuat surat-surat keputusan dari berbgagai instansi:

57 41 a. Kepmenhut No.878/Kpts-II/19992 tanggal 8 September 1992 tentang Tarif Pungutan Masuk ke Hutan Wiasata,Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Laut; b. Kepmenhut No.441/Kpts II /1990 tanggal 24 Agustus 1990 tentang Pengenaan Iuran dan Pungutan Usaha di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Nasionl Hutan Laut; c. Kepmenhut No.688/Kpts-II/1989 tanggal 5 November 1989 tentang Tata cara Permohonn Izin Pengusahaan HutanWisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut; d. Kepmenhut No.687/Kpts-II/1989 tanggal 15 November 1989 tentang Pengusahaan Hutan Wiasata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut; e. Kepsekjend DepHut No.45/Kpts/II- KUM/92 tanggal 16 Juli 1992 tentang Tata Cara Pengenatan, Pemungutan, Pembagian, dan Tata Usaha Pungutan Usaha, dan Iuran Usaha Pariwisata Alam di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut; f. Surat Menteri Keuangan No.S- 978/MK.03/1992 tanggal 12 Agustus 1992 perihal Persetujuan Tarif Pungutan Masuk ke Hutan Wisata; g. Kepdirjend PHPA No. 46/Kpts/ DJ- VI/1992 tanggal 1 Juli 1992 tentang Tarif Pungutan Usaha Pariwisata Alam di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut; h. Kepdirjend PHPA No.77/ Kpts/ DJ-VI/1992 tanggal 1 Oktober 1992 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, Penyetoran dan Penatausahaan Pungutan Masuk ke Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut. Buku ini kemudian direvisi kembali dengan PP No.18 Th 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Kawasan TWA Lembah Harau mengalami beberapa kali pergantian pihak yang bertanggung jawab dalam mengelola kawasan. Pada tahun 1998, pihak pengelola diserahkan kepada Pd Gojong Limo Sakato dan pada tahun 2000, Dinas Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota membuat surat perjanjian kerja sama

58 42 dengan PT Trio Dhora Nusantara Tour and Travel sebagai badan pengelola. Akibat adanya beberapa kali perpindahan pihak pengelola, Subseksi Wilayah KSDA Pasaman dengan surat no.10/5-ssksda-i/2001 tanggal 06 Februari 2001 membuat surat kepada Kepala unit KSDA Sumatera Barat untuk meminta penjelasan tentang penyerahan kewenangan Pemerintah Pusat ke Pemeritah Daerah. Masalah pihak pengelola mereda dengan perpindahan pengelolaan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota. Pada 27 Februari 2007, Sekretaris Daerah Kabupaten Limapuluh Kota membuat surat kepada Kantor Pariwisata Lima Puluh Kota dengan No.500/132/Perek-PMD/2007 agar dapat memberikan informasi lengkap tentang ketentuan prosedur dan persyaratan pengelolaan kerjasama Lembah Harau oleh pihak swasta kepada Bupati Lima Puluh Kota. Sekda Kabupaten Lima Puluh Kota mengundang Kepala KSDA Sumatera Barat untuk rapat pembahasan pengelolaan Lembah Harau oleh pihak swasta. Hasil rapat tersebut adalah sebagai berikut. a. Pengelolaan TWA Lembah Harau oleh pihak ketiga izinnya dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan. b. KSDA Sumatera Barat akan mengundang Pemda Kabupaten Lima Puluh Kota untuk rapat membahas pengelolaan TWA Lembah Harau. c. Masa transisi pengelolaaan TWA Lembah Harau untuk sementara akan dikelola oleh Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lim Puluh Kota Rencana Pengembangan dan Pengelolaan TWA Lembah Harau Pemda dan BKSDA memiliki beberapa rencana, yaitu Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000 oleh BKSDA dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun 2000 oleh Bappeda (Pemda). Kedua rencana ini dapat menjadi landasan dalam pembentukan konsep ekowisata. Di dalam Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000 terdapat butir-butir berikut: a. pengukuhan dan pemeliharaan batas kawasan; b. penataan dan pengkajian kawasan; c. pembangunan sarana dan prasarana; d. pengembangan institusi dan sumber daya manusia;

59 43 e. pengelolaan potensi kawasan; f. perlindungan dan pengamanan kawasan; g. pengelolaan penelitian dan pendidikan; h. pembinaan daerah penyangga; i. pengembangan integrasi dan koordinasi. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengemdalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan. Di dalam RTBL Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun 2000 terdapat butir-butir berikut: a. identifikasi dan apresiasi konteks lingkungan; b. program peran serta masyarakat; c. konsep umum perencanaan; d. panduan detail perancangan; e. program pembiayaan; f. program pengendalian pelaksanaan; g. program pengelolaan properti pasca pelaksanaan.

60 44 V. ANALISIS DAN SINTESIS 5.1 Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) memiliki lima aspek, yaitu daya tarik, aksesibilitas, lingkungan sosial ekonomi, akomodasi, serta sarana dan prasarana penunjang. Hasil dari penilaian dapat dilihat pada Tabel 24, 25, 26, 27, dan 28. Tabel 24 Hasil Penilaian Aspek Daya Tarik No Unsur/Sub unsur Skor 1 Keunikan sumber daya: 4 30 a. Air terjun b. Gua c. Flora d. Fauna e. Sungai f. Kesenian tradisional g. Peninggalan sejarah h. Upacara adat i. Kebudayaan masyarakat v v v v v v v v 2 Banyaknya potensi sumberdaya alam yang menonjol: 4 30 a. Batuan b. Flora c. Fauna d. Air v v v v e. Gejala alam 3 Kegiatan wisata yang dapat dilakukan: 5 30 a. Menikamati keindahan alam b. Melihat flora dan fauna yang ada c. Memancing d. Trecking e. Mandi/berenang f. Penelitian/pendidikan g. Berkemah v v v v v v h. Berperahu 4 Kebersihan objek wisata tidak ada pengaruh dari: Ada a. Industri b. Jalan ramai motor/mobil c. Pemukiman penduduk d. Sampah e. Binatang f. Corat-coret (vandalisme) g. Pencemaran lainnya v v v v 5 Kenyamanan: Ada 4 25 a. Udara bersih dan sejuk b. Bebas dari bau yang menganggu c. Bebas dari kebisingan d. Pelayanan terhadap pengunjung yang baik v v v v 6 Keamanan: Ada 4 25 a. Tidak ada arus yang berbahaya v

61 45 b. Tidak ada pencurian c. Tidak ada perambahan dan penebangan liar d. Tidak ada kepercayaan yang menggangu e. Tidak ada penyakit yang berbahaya seperti malaria Total 160 x Bobot (=6) 960 Tabel 25 Hasil Penilaian Aspek Aksesibilitas No Unsur/Sub Unsur Kriteria Nilai 1 Kondisi jalan Baik 30 2 Jarak dari pusat kota < 5 km 30 3 Tipe jalan Jalan aspal lebar > 3 m 30 4 Waktu tempuh dari pusat 1-2 jam 30 Total 120 x Bobot (=5) 600 Tabel 26 Hasil Penilaian Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi No Unsur/Sub Unsur Kriteria Nilai 1 Tata ruang wilayah objek Ada tapi tidak sesuai 25 2 Status lahan Lahan negara 30 3 Mata pencaharian penduduk Petani dan berkebun 20 4 Pendidikan Lulus SD sebagian besar 20 Total 95 x Bobot (=5) 475 Tabel 27 Hasil Penilaian Aspek Akomodasi No Unsur/Sub Unsur Kriteria Nilai 1 Jumlah kamar (Buah) < Jarak dari pusat kota Ada 1 15 Total 30 x Bobot (=3) 90 Tabel 28 Hasil Penilaian Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang (Radius 10 km dari Objek) No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor 1 Prasarana: 4 30 a. Kantor pos b. Jaringan telepon c. Puskesmas/klinik d. Wartel/faksimili e. Warnet f. Jaringan listrik g. Jaringan air minum h. Surat kabar v v v 2 Sarana penunjang: 4 30 v v v v v v

62 46 a. Rumah makan/minum b. Pusat perbelanjaan/pasar c. Bank/money changer d. Toko cindera mata e. Tempat peribadatan f. Toilet umum g. Transportasi Total 90 x Bobot (=2) 180 Tabel 29 Kategori Penilaian ODTW Kategori Derajat Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk Interval Berdasarkan rumus dalam penilitian Oktadiyani (2006), penilaian ODWT dibagi dalam lima kategori. Total dari kelima aspek di atas adalah 2305 (Tabel 29). Dalam tabel kategori penilaian ODTW, skor ini termasuk dalam kategori baik. Hasil ini menunjukkan bahwa dari segi penilaian ODWT, TWA Lembah Harau telah memiliki persyaratan yang cukup untuk dijadikan pengembangan wisata. Aspek daya tarik merupakan aspek yang memiliki skor yang paling tinggi, sedangkan aspek kondisi lingkungan sosial ekonomi memiliki skor yang paling rendah. Simpulan dari penilaian ini adalah sebagai berikut. a. TWA Lembah Harau memiliki daya tarik yang tinggi dari segi keunikan sumber daya, kegiatan yang dapat dilakukan, kebersihan, dan kenyamanan; b. TWA Lembah Harau mudah di akses; c. kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar TWA Lembah Harau masih kurang karena tingkat pendidikan rendah dan masyarakat mayoritas adalah petani; d. belum adanya pengadaan akomodasi yang baik; e. memiliki sarana dan prasaran penunjang yang baik di sekitar kawasan TWA Lembah Harau.

63 Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism Penilaian kesiapan pengembangan Community-Based Ecotourism (CBE) memiliki empat aspek, yaitu sosial ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan pengelolaan. Hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 30, 31, 32, dan 33. Berdasarkan rumus dalam penelitian Oktadiyani (2006), penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata dibagi dalam lima kategori. Total dari kelima aspek di atas adalah 1500 (Tabel 34). Dalam tabel kategori penilaian, nilai ini termasuk dalam kategori sedang. Aspek sosial ekonomi dan aspek pengelolaan menjadi aspek yang memiliki skor paling rendah. Simpulan dari penilaian ini adalah sebagai berikut. a. TWA Lembah Harau memiliki potensi pasar tetapi kurang dalam pengelolaan karena kurangnya partisipasi masyarakat; b. Masyarakat sekitar TWA Lembah Harau memiliki tingkat sosial budaya yang baik, yaitu masih terjaganya norma, nilai, dan kebudayaan setempat; c. kelestarian lingkungan mulai terganggu karena kurangnya pengelolaan, konservasi, dan kesadaran lingkungan masyarakat maupun Pemda (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata); d. pengelolaan yang buruk akibat tidak adanya partisipasi masyarakat.

64 48 Tabel 30 Hasil Penilaian Aspek Sosial Ekonomi No Prinsip Kriteria Indikator Ada 1-2 Tidak Ada Skor 1 Pasar 1 Adanya potensi/peluang pasar 1 Peningkatan jumlah kunjungan 2 Tumbuhnya pelaku usaha 2 Pertumbuhan jumlah pelaku usaha v 20 2 Ekonomi Terbukanya peluang usaha dan 1 Peningkatan jumlah kunjungan kerakyatan kesempatan kerja 2 Tumbuhnya pelaku usaha ekonomi mikro v 20 3 Penggunaan Tumbuhnya kreativitas masyarakat 1 Peningkatan sarana/prasarana sumber daya setempat 2 Meningkatnya permintaan sumberdaya lokal v 10 4 Unit selling point 1 Branding Image Kunjungan berkesinambungan (USP) 2 Produk layak jual dan kualitas v 10 5 Partisispasi Keberadaan sumber daya lokal sebagai 1 Setiap sumber daya lokal dapat menjadi masyarakat dalam investasi aset nilai pokok 2 Meningkatnya alur distribusi lokal v 10 6 Pembagian Adanya pengaturan/kesepakatan antarpihak bersama pemerintah Kontribusi keuntungan semua pihak keuntungan v 10 Total 90 x Bobot (=6) 540 Tabel 31 Hasil Penilaian Aspek Sosial Budaya No Prinsip Kriteria Indikator Ada 3 Ada 1-2 Tidak Ada Skor 1 Pelestarian Adanya norma dan nilai 1 Adanya norma dan nilai-nilai budaya setempat yang masih berlaku dan dipegang teguh serta mengikat di dalam masyarakat 2 Adanya upacara-upacara adat yang masih v Apresiasi Adanya upacara adat Adanya kelempok kesenian diselenggarakan 1 Jumlah/jenis upacara adat 2 Jumlah grup kesenian tradisional/modern 3 Interaksi seni budaya v 20 3 Pengaturan Adanya pengaturan adat Masih adanya kelembagaan masyarakat v 20 Total 60 x Bobot (=6)

65 49 Tabel 32 Hasil Penilaian Aspek Lingkungan No Prinsip Kriteria Indikator Ada 3 Ada 1-2 Tidak Ada Skor 1 Pengelolaan 1 Aturan tertulis/tidak 1 Adanya sanksi lingkungan tertulis di desa 2 Masih adanya kegiatan kerja 2 Sadar lingkungan bakti/gotong royong v 15 2 Konservasi Pemanfaatan lingkungan alam dan budaya yang berkelanjutan 3 Sadar lingkungan Pemahaman tentang arti dan manfaat linkungan meningkat 3 Tertata, bersih, nyaman, dan asri 1 Lingkungan lestari 2 Seni budaya masih eksis 3 Masyarakat masih mendapatkan nilai ekonomi dari lingkungan 1 Meningkatnya perhatian dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan 2 Adanya pendidikan tentang lingkungan pada sektor formal dan informal v 20 v 10 Total 45 x Bobot (=6) 270 Tabel 33 Hasil Penilaian Aspek Pengelolaan No Prinsip Kriteria Indikator 3 Ada 1-2 Tidak Ada Skor 1 Adanya institusi Partisipasi masyarakat 1 Adanya peran aktif dari institusi atau di masyarakat kelompok masyarakat lokal 2 Keterlibatan pemangku v 10 2 Melibatkan semua pemangku kepentingan Transparansi kepentingan/stakeholders 1 Meningkat jumlah masyarakat yang memperoleh manfaat 2 Tersedianya mekanisme pendistribusian keuntungan 3 Tidak ada masyarakat yang menyampaikan keluhan 3. Peningkatan kapasitas 1 Pengetahuan dan keterampilan kelompok masyarakat meningkat 2 Semua guide terlatih dan memperoleh lisensi (terdapat pelatihan setidaknya sekali setahun) v 10 v 10 49

66 50 3 Kesadaran kelompok masyarakat tentang konservasi sumber daya alam meningkat 4 Terbentuknya monitoring unit di tingkat masyarakat 5 Jumlah pelatihan (konservasi, skill, dan pengetahuan sebagai pemamdu) 6 Kepuasan pengunjung meningkat 4. Regulasi 1 Kesepakatan pengelolaan yang legalitas hukumnya diakui masyarakat dan pemerintah desa 2 Adanya nota kerjasama atau management agreement dengan pemilik kawasan 3 Adanya code of conduct v Isu keberlanjutan 1 Tersedianya produk-produk yang ramah lingkungan 2 Mandiri v 10 Total 55 x Bobot (=6) 330 Tabel 34 Kategori Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE Kategori Derajat Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk Interval

67 Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata memiliki tiga aspek, yaitu karakterisitk masyarakat, persepsi masyarakat mengenai pengembangan ekowisata, serta partisipasi dan keinginan masyarakat. Penilaian ini dilakukan melalui hasil kuesioner dari Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Provinsi Sumatera Barat tahun 2000 yang dilakukan KSDA. Hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 35, 36, dan 37. Berdasarkan rumus dalam penilitian Oktadiyani (2006), penilaian ODWT dibagi dalam lima kategori. Total dari kelima aspek di atas adalah 1460 (Tabel 38). Dalam tabel kategori penilaian, nilai ini termasuk dalam kategori sedang. Skor pada penilaian ini hampir mencapai kategori baik ( ). Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa aspek yang memiliki skor yang cukup rendah sehingga tidak cukup untuk mencapai kategori baik. Aspek persepsi masyarakat mengenai pengembangan ekowisata merupakan aspek yang memiliki skor paling rendah. Simpulan dari penilaian ini adalah sebagai berikut. a. masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah; b. masyarakat mengetahui perlunya pelestarian tetapi belum adanya dukungan dalam bentuk tindakan; c. partisipasi masyarakat masih kurang tetapi keinginan masyarakat untuk berpartisipasi sangat besar.

68 52 Tabel 35 Hasil Penilaian Karakteristik Masyarakat (berdasarkan kuesioner oleh KSDA tahun 2000) No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor 1 Pendidikan Lulus SD sebagian besar 20 2 Mata pencaharian penduduk Petani dan berkebun 20 3 Status kependudukan Mayoritas responden asli 30 Total 70 x Bobot (=5) 350 Tabel 36 Hasil Penilaian Persepsi Masyarakat Mengenai Pengembangan Ekowisata No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor 1 Objek yang perlu dilestarikan: 4 30 a. Keindahan alam b. Keanekaragaman hayati (flora dan fauna) c. Peninggalan sejarah d. Kebudayaan lokal v v v v e. Lainnya 2 Pendapat pengembangan wisata ODWT dengan aspek kelesatarian Sangat sependapat 25 3 Kegiatan menjamin kelesatarian kawasan: Ada 1 15 a. Adanya pembatasan jumlah pengunjung b. Kegiatan wisata yang bersifat merusak dihindarikan c. Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan wisata d. Adanya dukungan pemerintah sebagai fasilitator v e. Lainnya 4 Bentuk pelayanan dan fasilitas menjamin kelestarian kawasan/objek: Ada 1 15 a. Bangunan dengan bahan yang alami seperti kayu b. Bangunan permanen dengan jumlah yang tidak terlalu banyak yang akan merusak keaslian kawasan objek wisata c. Adanya interpreter (pemandu) yang dapat memberikan penjelasan mengenai kondisi kawasan objek wisata v d. Adanya homestay (penginapan) dan makanan tradisional yang dapat memberikan suasana alami pada 52

69 53 pengunjung e. Lainnya Total 85 x Bobot (=6) 510 Tabel 37 Hasil Penilaian Partisipasi dan Keinginan Masyarakat No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor 1 Partisipasi masyarakat Sedikit yang berpartisipasi 20 2 Persepsi masyarkat Mayoritas mendukung 25 3 Keinginan masyarakat Dampak Perbandingan sama antara positif dan negatif 25 Total 100 x Bobot (=6) 600 Tabel 38 Hasil Kategori Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Kategori Derajat Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk Interval

70 Strategi Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata Strategi pengembangan dan pengelolaan ekowisata dilakukan dengan analisis SWOT. Pada kasus ini, analisis SWOT merupakan analisis lanjutan dari analisis penilaian. Analisis SWOT dilakukan untuk menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dan menentukan prioritas strategi. Langkah pertama adalah menentukan faktor-faktor internal dan eksternal TWA Lembah Harau. Faktorfaktor ditentukan berdasarkan wawancara dengan pengelola dan masyarakat, analisis penilaian (ODTW, kesiapan pengembangan CBE, dan kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata), dan studi pustaka. Faktor internal terdiri dari kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses), sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Kekuatan yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut: a. memiliki objek wisata yang alami dan khas (S1); b. memiliki potensi pengembangan kegiatan wisata lainya (S2); c. kawasan mudah di akses (S3); d. tingkat sosial budaya masyarakat tinggi (S4); e. adanya kesadaran masyarakat untuk melestarikan kawasan (S5); f. tingkat keinginan masyarakat untuk berpartisipasi tinggi (S6). Kelemahan yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut: a. masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah (W1); b. kurangnya partisipasi masyarakat (W2); c. pelestarian kawasan belum optimal (W3). Peluang yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut: a. potensi pasar tinggi (O1); b. adanya rencana pengembangan dan pengelolaan dari Pemda dan BKSDA (O2); c. memiliki sarana dan prasaran penunjang yang cukup (O3). Ancaman yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut: a. kelestarian lingkungan mulai terganggu (T1); b. belum adanya kerja sama antara Pemda dan BKSDA (T2). Langkah kedua adalah penilaian faktor internal dan eksternal. Penilaian dilakukan dengan menentukan tingkat kepentingan dari masing-masing faktor.

71 55 Dalam kasus Lembah Harau, penilaian dilakukan oleh penulis berdasarkan keadaan kawasan. Hal ini dikarenakan kurangnya kesubjektifan pihak pengelola dalam membandingka setiap faktor. Setiap faktor internal dan eksternal diberi nilai berdasarkan tingkat kepentingannya (Tabel 39 dan 40). Selanjutnya dilakukan pembobotan dari hasil perbandingan tingkat kepentingan. Tabel 39 Tingkat Kepentingan Faktor Internal TWA Lembah Harau S1 S2 S3 S4 S5 S6 W1 W2 W3 Total Bobot S ,11 S ,11 S ,06 S ,11 S ,12 S ,14 W ,09 W ,14 W ,12 Total 152 1,00 Tabel 40 Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal TWA Lembah Harau O1 O2 O3 T1 T2 Total Bobot O ,21 O ,24 O ,10 T ,21 T ,24 Total 42 1,00 Langkah ketiga adalah pembuatan Matriks IFE dan Matriks EFE. Setelah diperoleh bobot dari masing-masing faktor strategis internal dan eksternal, dilakukan penentuan peringkat (rating) antara 1-4. Berdasarkan rumus menurut Departemen Kehutanan (2007), rating setiap faktor dikalikan dengan bobot untuk memperoleh skor. Matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada tabel 41 dan Tabel 42. Tabel 41 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) TWA Lembah Harau Faktor-faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor Kode Kekuatan 1 Memiliki objek wisata yang alami dank has 2 Memiliki potensi pengembangan kegiatan wisata 3 Kawasan mudah di akses 4 Tingkat sosial budaya masyarakat tinggi 0,11 0,11 0,06 0, ,44 0,22 0,18 0,33 S1 S2 S3 S4

72 56 5 Adanya kesadaran masyarakat untuk melestarikan kawasan 6 Tingkat keinginan masyarakat untuk berpartisipasi tinggi 0,12 0, ,48 0,56 Kelemahan 1 Masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang cukup ,09 rendah 2 Kurangnya partisipasi masyarakat 0,14 1 0,14 3 Pelestarian kawasan belum optimal 0,12 1 0,12 Total 1,00 2,56 S5 S6 W1 W2 W3 Tabel 42 Matriks External Factor Evaluation (EFE) TWA Lembah Harau Faktor-faktor Strategi Ekternal Bobot Rating Skor Kode Peluang 1 Potensi pasar tinggi 2 Adanya rencana pengembangan dan pengelolaan dari Pemda dan BKSDA 3 Memiliki sarana dan prasaran penunjang yang cukup Ancaman 1 Kelestarian lingkungan mulai terganggu 2 Belum adanya kerja sama antara Pemda dan BKSDA 0,21 0,24 0, ,63 0,72 0,20 0,21 0, ,21 0,48 Total 1,00 2,24 O1 O2 O3 T1 T2 Berdasarkan Matriks IE, Taman Budaya berada pada kuadran V. Kuadran V menunjukkan TWA Lembah Harau berada pada posisi hold and maintain (Gambar 18). Strategi yang sesuai adalah strategi seperti pengembangan pasar dan produk. Total Skor IFE Total Skor EFE I II III IV V VI VII VIII IX tinggi sedang rendah tinggi sedang rendah Gambar 18 Matriks Internal-Eksternal (IE) TWA Lembah Harau Langkah keempat adalah pembuatan tabel alternatif strategi. Penentuan alternatif strategi dilakukan dengan mempertimbangkan kombinasi faktor-faktor internal dan eksternal yang saling terkait. Prioritas dari strategi ditentukan dari total skor dari kode pembobotan. Strategi yang memiliki total skor paling tinggi menjadi prioritas paling utama. Perhitungan prioritas strategi dapat dilihat pada

73 57 Tabel 43, yang menghasilkan lima peringkat strategi. Kelima strategi menjadi konsep pengembangan lanskap berbasis ekowisata di kawasan Taman Wisata Alam Lembah Harau yang akan dibahas dalam bab selanjutnya (Tabel 44). Tabel 43 Pemeringkatan Alternatif Strategi Pengembangan TWA Lembah Harau Strategi Kode Pembobotan Total Prioritas S-O 1 Pengembangan produk wisata sesuai dengan potensi objek dan kegiatan wisata 2 Pelibatan masyarakat ke dalam rencana S1+S2+S3+O1+O3 S4+S5+S6+O2 1,67 2, pengembangan dan pengelolaan Pemda dan BKSDA S-T 1 Adanya kerja sama antara Pemda, BKSDA, dan S4+S5+S6+T2 1,85 2 masyarakat W-O 1 Peningkatan SDM masyarakat terutama W1+W2+O2 0,95 5 mengenai ekowisata melalui berbagai pelatihan dan pendampingan W-T 1 Pensosialisasian kegiatan konservasi kepada masyarakat W1+W2+W3+T1+T2 1,04 4 Tabel 44 Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Lembah Harau Strategi 1 Pelibatan masyarakat ke dalam rencana pengembangan dan pengelolaan Pemda dan BKSDA 2 Adanya kerja sama antara Pemda, BKSDA, dan masyarakat 3 Pengembangan produk wisata sesuai dengan potensi objek dan kegiatan wisata 4 Pensosialisasian kegiatan konservasi kepada masyarakat 5 Peningkatan SDM masyarakat terutama mengenai ekowisata melalui berbagai pelatihan dan pendampingan Prioritas

74 58 V. KONSEP PENGEMBANGAN LANSKAP BERBASIS EKOWISATA di KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LEMBAH HARAU 6.1 Pelibatan Masyarakat ke dalam Rencana Pengembangan dan Pengelolaan Pemda dan BKSDA Pelibatan masyarakat akan berdampak positif terhadap pengembangan dan pengelolaan suatu kawasan. Pelibatan tersebut yaitu adanya partisipasi masyarakat. Menurut Mitchell (1997), partisipasi akan meningkatkan harapan masyarakat luas dan kebutuhan untuk berperan serta, serta keengganan untuk menerima bahwa seorang ahli tentulah mengetahui apa yang terbaik. Melalui partisipasi masyarakat, berbagai bentuk ketidakpastian, terutama masalah sosial budaya, situasi akan mudah terpecahkan secara efektif untuk jangka panjang. Dalam Rencana Pengelolaan tahun 2000 oleh BKSDA dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) tahun 2000 oleh Bappeda (Pemda), dijelaskan bahwa diperlukan partisipasi masyarakat untuk mendukung berjalannya kedua rencana tersebut. Melalui kedua rencana tersebut, peluang masyarakat untuk berpartisipasi menjadi lebih besar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam partisipasi masyarakat. Langkah awal adalah menentukan tingkat partisipasi dari masyarakat. Menurut Arnstein dalam Mitchell (1997), tingkat partisipasi masyarakat yang baik adalah kemitraan. Dalam partisipasi pada tingkat kemitraan, masyarakat akan terlibat dari awal kegiatan pengembangan hingga evaluasi. Rancangan dalam membentuk kemitraan adalah menentukan alasan pembentukan kemitraan, tingkat kesertaan, tipe peserta, jenis kemitraan, elemen yang mensukseskan, waktu, komponen program, mekanisme, dan pemantauan dan evaluasi (Mitchell, 1997). Kementrian Sumber Daya Alam Ontario dalam Mitchell (1997), mengidentifikasi bentukbentuk kerjasama dalam kemitraan, terdapat empat bentuk. Bentuk yang cocok dalam kasus kawasan TWA Lembah Harau adalah kemitraan operasional (operasional partnership). Kemitraan operasional merupakan jenis kemitraan dengan peserta atau mitra melakukan pembagian kerja, tidak hanya pengambilan keputusan. Di sini penekanannya untuk mencapai kesepakatan atas tujuan yang diinginkan bersama, kemudian bekerja sama untuk mencapainya. Kerja sama ini

75 59 dapat begitu tinggi, pesertanya saling berbagi sumberdaya bukan uang dalam jumlah besar. Kekuasaan masih dipegang secara utama oleh peserta yang mempunyai sumber dana, dan ini biasanya lembaga-lembaga pemerintah. Namun, jika masyarakat telah siap (setelah pembelajaran berjalan efektif), bentuk kerja sama berubah menjadi tingkat yang lebih tinggi, yaitu kemitraan kolaboratif (collaborative partnership). Kemitraan ini hampir sama dengan kemitraan operasional, tetapi dalam kerja sama ini semua peserta termasuk masyarakat memiliki otonomi yang sama kuat. Terdapat bentuk lain dari partisipasi masyarakat dalam ekowisata berbasis masyarakat. Jain (2000) dalam Qomariah (2009) menyatakan bentuk-bentuk sebagai berikut. a. Partisipasi dalam pengembangan Partisipasi merupakan langkah awal bagi Pemda dan BKSDA untuk mengikutsertakan masyarakat pada awal pengembangan TWA Lembah Harau. Walaupun masyarakat tidak memiliki bidang keilmuan, informasi penting lainnya dapat menjadi faktor penting dalam pengembangan. Perlu ditekankan bahwa tahap ini merupakan tahap penting karena masyarakat dapat ikut terlibat dalam sistem. Masyarakat harus dihargai agar masyarakat termotivasi untuk melaksanakan hal ke tingkat yang lebih tinggi. b. Partisipasi dalam pembuatan keputusan Pembuatan keputusan harus benar-benar berdasarkan pemikiran yang matang. Tidak boleh terlalu memihak ke salah satu kelompok, termasuk masyarakat itu sendiri. Pada kasus kawasan TWA Lembah Harau, pengambilan keputusan harus dilaksanakan dengan hati-hati. Hal ini dikarenakan masyarakat belum terlalu mengerti dari proses formal yang ada. Pemda dan BKSDA harus dapat membimbing, tetapi bukan menjadi satu-satunya pihak yang memutuskan keputusan. c. Partisipasi dalam pelaksanaan dan perjalanan prosesnya Pelaksanaan merupakan tahapan penting. Jika keputusan telah disepakati bersama, proses pelaksanaan dapat berjalan lancar. Perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi agar pelaksanaan dapat berjalan efektif. d. Partisipasi dalam pembagian keuntungan ekonomi

76 60 Pembagian keuntungan ekonomi menjadi tahap yang sensitif. Semua pihak harus benar-benar ikut terlibat dalam pembagian. Keuntungan harus dibagikan sesuai dengan keputusan yang telah disepakati. Hal ini juga dapat menjadi motivasi masyarakat untuk lebih giat dalam sistem pengembangan dan pengelolaan. Hal penting yang harus ditekankan dalam sistem kemitraan adalah masyarakat harus dilibatkan dari awal pengembangan. Menurut Mitchell (1997), terdapat kunci agar kemitraan dapat dilakukan dengan baik. Kunci ini, antara lain informasi harus disebarkan ke semua peserta terutama masyarakat. Kemudian semua ide ditampung dari semua peserta. Kedua hal ini disebut sebagai information-out dan information-in. Terkumpulnya banyak ide memungkinkan penyelesaian menjadi semakin efektif. Namun, proses ini dapat menjadi menjadi faktor penghambat jika waktu yang dihabiskan dalam kedua proses ini berjalan terlalu lama. Diperlukan kesadaran setiap peserta untuk mencari penyelesaikan dengan waktu singkat. Terdapat bentuk-bentuk mekanisme partisipasi publik (Tabel 45). Mekanisme ini dapat dipilih salah satu atau dikombinasikan, disesuaikan dengan kondisi. Tabel 45 Bentuk-bentuk Mekanisme Partisipasi Publik Perwakilan Informasi masuk Informasi keluar Pertukaran menerus Kemampuan membuat keputusan Pertemuan publik Kurang baik Kurang baik Baik Kurang baik Kurang baik - cukup Tugas Kurang baik Baik Baik Baik Cukup - baik khusus Kelompokkelompok Kurang baik - Kurang baik - Kurang baik - Baik Cukup baik baik baik Penasehat Baik Baik Cukup Kurang baik Kurang baik Survey sosial Kurang baik Baik Kurang baik Kurang baik Baik Penyerahan individu atau kelompok Kurang baik Baik Baik Kurang baik Baik Ligitation Kurang baik - Baik Baik Kurang baik Baik cukup Abritasi Cukup Baik Baik Cukup Baik Mediasi Kurang baik - Baik Baik Baik Baik lingkungan cukup Lobi Kurang baik - cukup Baik Cukup Baik Cukup Sumber: Mitchell, 1997

77 61 Langkah terakhir adalah pemantauan dan evaluasi. Tahapan ini penting untuk mengetahui seberapa besar penerapan dapat berjalan dengan lancar. Pemantauan dan evaluasi harus memiliki prosedur yang jelas agar dapat dilaporkan dan didiskusikan dengan mudah. Dalam kasus kawasan TWA Lembah Harau, pemantauan harus dilakukan oleh tim khusus yang terdiri dari anggota BKSDA. Hal ini dikarenakan KSDA memiliki pemahaman yang lebih tinggi mengenai ekowisata. Menurut Smith dalam Mitchell (1997) terdapat tiga bagian yang perlu dievaluasi, yaitu konteks, proses, dan keluaran atau hasil. Contoh lembar pemantauan dan evalusi dapat dilihat pada Tabel 46. Tabel 46 Contoh Lembar Pemantuan dan Evalusi Konteks 1 Latar belakang 2 Persiapan/pengaturan kelembagaan a. Struktur dan proses politik b. Regulasi dan legislasi c. Struktur administrasi 3 Penampilan lembaga a. Status b. Fungsi c. Kerangka kerja d. Persiapan/pengaturan pendanaan Proses 1 Tujuan dan sasaran partisipasi a. Tugas yang diberikan pada partisipasi b. Tujuan peserta 2 Jumlah dan alasan kesertaan publik a. Siapakah mereka? b. Sejauh manakah mereka mewakili? c. Sejauh manakah mereka terorganisir? 3 Metodologi yang digunakan a. Teknik b. Akses ke informasi c. Sumber daya Keluaran/hasil 1 Hasil partisipasi 2 Keefektifan a. Menekankan pada isu-isu b. Kesesuaian proses c. Tingkat kesadaran yang dihasilkan d. Dampak dan pengaruh pada peserta e. Waktu dan biaya Sumber: Mitchell, 1997 Setelah menentukan tahap-tahap dalam pembentukan partisipasi, perlu dibentuk wadah masyarakat. Pembentukan wadah merupakan bentuk nyata dari partisipasi masyarakat. Wadah yang dibentuk berupa kelembagaan sebagai tempat

78 62 melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan ekowisata. Melalui kelembagaan, partisipasi masyarakat dapat dilaksanakan secara terencana dan terorganisasi. Kelembagaan yang dibentuk berfungsi sebagai tempat pelatihan, pembinaan, forum diskusi, forum pengambilan keputusan, pengamatan, dan evaluasi, dengan peran serta Pemda dan KSDA sebagai fasilitator dalam kelembagaan. Hal ini dikarenakan kelembagaan untuk jangka panjang menjadi wadah mandiri masyarakat dalam berpartisipasi. Masyarakat setempat merupakan komunitas yang paling mengetahui kondisi lingkungan setempat sehingga peran KSDA dan Pemda hanya bersifat memfasilitasi, masyarakat sendiri yang akan menentukan bentuk wadah yang dibangun. Peran pemerintah lebih bersifat mengawasi, memfasilitasi, dan mengawal proses. Pengawasan dilakukan agar tetap pada koridor hukum sehingga tidak menyimpang dari peraturan perundangan yang berlaku. Jika kelembagaan telah mantap, masyarakat dapat mengembangkan dan mengelola kawasan tanpa bantuan pihak luar. Pada tahap ini ekowisata berbasis masyarakat akan tercapai. Dalam tahap awal harus didiskusikan prosedur utama dalam kelembagaan seperti struktur, tugas, dan peran masing-masing pihak terkait. Prosedur yang ada harus disepakati bersama. Ristiyanti (2008) menjelaskan bahwa dengan pembentukan wadah dalam pengembangan desa wisata diharapkan aspirasi masyarakat dari berbagai bentuk partisipasi dan aspirasi secara umum dapat terakomodasi. 6.2 Kerja Sama antara Pemda, BKSDA, dan Masyarakat Sistem kerja sama masyarakat dengan Pemda dan BKSDA telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, yaitu adanya pelibatan masyarakat dalam bentuk partisipasi kemitraan. Dalam sub bab ini akan menjelaskan aspek-aspek yang dapat dikerjakan bersama sesuai dengan Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000 oleh BKSDA dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun 2000 oleh Bappeda (Pemda). Beberapa hal yang dapat menjadi acuan kerja sama dalam Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000, yaitu Pemda, BKSDA, dan masyarakat bersama-sama

79 63 a. menentukan batas-batas antara cagar alam dengan hutan lindung (HT) dan areal penggunaan lain (APL); b. melakukan pemasangan batas melalui pemasangan papan pengumuman dan penanaman jalur hijau; c. menginventariasi dan menjaga ekosistem; d. menginventarisasi dan mengidentifikasi potensi flora dan fauna; e. mengemas wisata sesuai dengan potensi yang ada; f. membangun sarana dan prasarana sesuai dengan dana pemerintah, yaitu 1) kantor pengelola, laboratoriun penelitian, dan pondok penelitian dibangun di Desa Tarantang Lubuak Limpato; 2) pos jaga ditempatkan di dalam dan di luar kawasan terutama pada daerah yang sering dilalui oleh masyarakat, rawan kebakaran, dan wilayah konsentrasi penduduk tinggi; 3) menara pengawas satwa dan kebakaran; 4) jalan patroli; 5) pembangunan demplot-demplot potensi jenis kupu-kupu dengan bantuan masyarakat. Beberapa hal yang dapat menjadi acuan kerja sama dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun 2000, yaitu Pemda, BKSDA, dan masyarakat bersama-sama a. membantu dalam proses inventarisasi, pembangunan, dan pengelolaan fasilitas baru seperti rumah makan, pos penjagaan, gazebo, tempat pemandian, taman bermain. b. dapat menjadi tenaga kerja, khususnya masyarakat, dalam menjaga dan membersihkan fasilitas umum seperti toilet, mushola, gazebo, tempat pemandian, taman bermain, dan rumah makan. c. mengatur sempadan bangunan untuk memperkecil resiko penjalaran bahaya kebakaran, memperlancar aliran udara, pencahayaan matahari dan sirkulasi pergerakan. Kedua rencana tersebut tidak dilakukan secara terpisah tetapi dapat dilakukan bersama sehingga tujuan dapat tercapai. Hal utama yang dapat

80 64 dikoordinasikan adalah mengenai pendanaan sarana dan prasaran oleh Pemda dan penambahan jumlah tenaga ahli dari Pemda. 6.3 Pengembangan Produk Wisata Sesuai Dengan Potensi Objek dan Kegiatan Wisata Daya tarik berupa keindahan alam telah dikembangkan di TWA Lembah Harau, tetapi belum ada pengemasan khusus dalam bentuk program-program. Budaya masyarakat yang cukup tradisonal dapat menjadi daya tarik tambahan. Dalam Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau tahun 2000 oleh BKSDA, kawasan Lembah Harau dibagi menjadi dua blok, yaitu blok inti dan blok rimba. Blok inti adalah kawasan yang kondisinya masih utuh dan asli dan blok rimba adalah kawasaan yang dapat mengakomodasi kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan. Kedua blok ini belum teridentivikasi secara keseluruhan. Daerah yang telah diidenfikasi oleh BKSDA adalah sebagai berikut: 1 blok inti, yaitu bagian utara di sekitar Bukit Simalokama hingga bagian selatan di sekitar Batang Sarasah Aka Barayun dan bagian barat di daerah Bukit Jambu; 2 blok rimba, yaitu TWA Lembah Harau dan daerah jalan perlintasan masyarakat. Berdasarkan konsep pembagian kegiatan wisata oleh Weaver (2001), potensi kegiatan wisata dapat dibagi beberapa kegiatan, yaitu ekowisata, wisata massal, dan wisata alternatif (Gambar 19). Gambar 19 Konsep Pembagian Kegiatan Wisata oleh Weaver

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam dan Ekowisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam dan Ekowisata 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam dan Ekowisata Wisata merupakan perjalanan dan tinggal di suatu tempat (bukan tempat tinggal dan bekerja). Wisata memiliki beberapa jenis. Salah satunya adalah wisata

Lebih terperinci

Gambar 2 Tahapan Studi

Gambar 2 Tahapan Studi 13 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Studi dilakukan di Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (Gambar 1). Pelaksanaan studi dimulai dari bulan Maret 2010 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. (c)foto Satelit Area Wisata Kebun Wisata Pasirmukti

BAB III METODOLOGI. (c)foto Satelit Area Wisata Kebun Wisata Pasirmukti BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun Wisata Pasirmukti yang terletak pada Jalan Raya Tajur Pasirmukti Km. 4, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang ini berlokasi di permukiman Telaga Golf Sawangan, yang terletak di Depok.

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang ini berlokasi di permukiman Telaga Golf Sawangan, yang terletak di Depok. 9 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang ini berlokasi di permukiman Telaga Golf Sawangan, yang terletak di Depok. U Gambar 2. Peta Telaga Golf Sawangan, Depok Sumber: Anonim 2010.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 2. Peta Jakarta Timur Gambar 3. Pata Lokasi Taman Mini Indonesia (Anonim, 2010b) Indah (Anonim, 2011)

BAB III METODOLOGI. Gambar 2. Peta Jakarta Timur Gambar 3. Pata Lokasi Taman Mini Indonesia (Anonim, 2010b) Indah (Anonim, 2011) BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang dilaksanakan di Taman Burung, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) (Gambar 3). Lokasi Taman Burung TMII ini berada di Kompleks TMII, Jalan Pondok

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 9 METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Situs Ratu Boko, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya berjarak

Lebih terperinci

Sumber: Anonim (2011) Gambar 2. Peta Lokasi Ocean Ecopark Ancol

Sumber: Anonim (2011) Gambar 2. Peta Lokasi Ocean Ecopark Ancol 10 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Magang Kegiatan magang dilaksanakan di Ocean Ecopark Ancol yang terletak di Jalan Lodan Timur No.7, Jakarta Utara (Gambar 2). Ocean Ecopark yang terletak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Bappeda, 2004 dan 2010)

BAB III METODOLOGI. Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Bappeda, 2004 dan  2010) 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan penelitian mengambil lokasi di Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Nasution yang terletak di Jalan Belitung No. 1, Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Status Kawasan Kawasan ini ditunjuk berdasarkan Besluit Van Der Gouverneur General Van Netherlanch Indie No. 15 Stbl 24 tahun 1933 tanggal 10 Januari 1933 dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pengembangan Pariwisata Sekitar Pantai Siung Berdasarkan Analisis SWOT Strategi pengembangan pariwisata sekitar Pantai Siung diarahkan pada analisis SWOT.

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Area Magang Sentul City: Masterplan Sentul City (Atas) dan Lokasi magang di kawasan permukiman Sentul City (Bawah)

Gambar 2. Peta Area Magang Sentul City: Masterplan Sentul City (Atas) dan Lokasi magang di kawasan permukiman Sentul City (Bawah) 10 III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Magang ini dilakukan di kawasan permukiman Sentul City yang terletak pada Kecamatan Citeureup dan Kecamatan Kedung Halang meliputi, Desa Babakan Madang, Sumurbatu,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kawasan lindung Bukit Barisan Selatan ditetapkan pada tahun 1935 sebagai Suaka Marga Satwa melalui Besluit Van

Lebih terperinci

V. ANALISIS DAN SINTESIS

V. ANALISIS DAN SINTESIS 44 V. ANALISIS DAN SINTESIS 5.1 Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) memiliki lima aspek, yaitu daya tarik, aksesibilitas, lingkungan sosial ekonomi, akomodasi,

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama 3 bulan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data 27 III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data Lokasi tempat pelaksanaan Program Misykat DPU DT berada di kelurahan Loji Gunung Batu, Kecamatan Ciomas, Kotamadya Bogor, Jawa Barat. Waktu pengumpulan data selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Wisata Agro Tambi yang terletak di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data 19 III. METODE KAJIAN Kajian ini dilakukan di unit usaha Pia Apple Pie, Bogor dengan waktu selama 3 bulan, yaitu dari bulan Agustus hingga bulan November 2007. A. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Taman Wisata Alam Gunung Tampomas Propinsi Jawa Barat, selama kurang lebih tiga (3) bulan, yaitu dari bulan Maret - Juni.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hal ini dapat menggerakkan pertumbuhan industri pada sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hal ini dapat menggerakkan pertumbuhan industri pada sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang diharapkan mampu menjadi kekuatan pembangunan, yang dapat diandalkan terutama sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada usaha Durian Jatohan Haji Arif (DJHA), yang terletak di Jalan Raya Serang-Pandeglang KM. 14 Kecamatan Baros, Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Teknik Sampling

METODE Lokasi dan Waktu Teknik Sampling METODE Metode yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis data adalah kombinasi antara pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei kepada

Lebih terperinci

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan 31 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lanskap wisata TNB, Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken, yang terletak di utara Pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi yang sesuai untuk Rumah Makan Ayam Goreng & Bakar Mang Didin Asgar yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada kawasan Objek Wisata Alam Talaga Remis di Desa Kadeula Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dan bersifat multidimensi

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu 19 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian adalah Kelurahan Lenteng Agung RW 08. Waktu sejak pelaksanaan studi hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 10 bulan (Maret 2011- Januari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Pengumpulan data primer melalui survei lapangan, wawancara

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Pengumpulan data primer melalui survei lapangan, wawancara 20 III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Pengumpulan data primer melalui survei lapangan, wawancara (lampiran 1) dengan pihak perusahaan sebanyak 3 responden

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT Oleh : RINRIN KODARIYAH A 34201017 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan permukiman Sentul City yang terletak pada 06 33 55-06 37 45 LS dan 106 50 20-106 57 10 BT di wilayah administrasi

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pantai Tanjung Bara Sangatta, Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimanan Timur selama 3 (tiga) bulan, mulai bulan Januari

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. di industri perunggasan khususnya telur ayam ras petelur. AAPS berlokasi di km

IV. METODE PENELITIAN. di industri perunggasan khususnya telur ayam ras petelur. AAPS berlokasi di km 37 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perusahaan AAPS, perusahaan yang bergerak di industri perunggasan khususnya telur ayam ras petelur. AAPS berlokasi

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA HARY RACHMAT RIYADI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba dengan luas areal 13.490 hektar merupakan salah satu kawasan konservasi darat di Bengkulu yang memiliki kekayaaan sumber daya dan

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Mitra Alam. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan

Lebih terperinci

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 17.270 kunjungan, sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi TWA Gunung Pancar sebesar Rp 5.142.622.222,00. Nilai surplus konsumen yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian: Masterplan Sentul City (Atas); Jalur Sepeda Sentul City (Bawah) Tanpa Skala

BAB III METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian: Masterplan Sentul City (Atas); Jalur Sepeda Sentul City (Bawah) Tanpa Skala BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini mengambil lokasi di jalur sepeda Sentul City, Bogor, Indonesia (Gambar 4). Adapun waktu kegiatan penelitian ini kurang lebih selama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada restoran tradisional khas Jawa Timur Pondok Sekararum yang terletak di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Propinsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

Sumber: & google earth 2007 Gambar 2. Lokasi Penelitian

Sumber:  & google earth 2007 Gambar 2. Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Waktu kegiatan penelitian ini kurang lebih 5 bulan yaitu pada bulan Februari 2012 hingga Juni 2012. Lokasi penelitian yaitu di daerah Bogor Tengah dengan sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur.

IV METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur. IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. (PKPBDD) yang terletak di Jalan Raya Sawangan No. 16B, Pancoran Mas,

IV. METODE PENELITIAN. (PKPBDD) yang terletak di Jalan Raya Sawangan No. 16B, Pancoran Mas, IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok (PKPBDD) yang terletak di Jalan Raya Sawangan No. 16B, Pancoran Mas, Depok. Pemilihan

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian yang dilakukan ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa perlu dilaksanakan pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret. Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian III. METODE KAJIAN 3.. Kerangka Pemikiran Kajian Sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan (PT ATB) dalam pengusahaan perkebunan merupakan faktor penting dalam usaha pengembangan perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT Oleh: NIA YAMESA A14105579 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 6 BAB III METODE PENELITIAN 3. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Taman Wisata Alam Punti Kayu, Palembang, Sumatera Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan Juli-Agustus

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada,

III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada, 35 III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Pemilihan daerah penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Waktu penelitian dilaksanakan selama 4 bulan yaitu bulan Mei Agustus 2008. Tempat

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

agrowisata ini juga terdapat pada penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012), Machrodji (2004), dan Masang (2006). Masang (2006) yang dikutip dari

agrowisata ini juga terdapat pada penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012), Machrodji (2004), dan Masang (2006). Masang (2006) yang dikutip dari II TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata didefinisikan sebagai kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel 14 IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret-April 2009. Tempat penelitian berlokasi di Kota Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 4.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Taman Wisata Grojogan Sewu sering dinobatkan sebagai Objek Wisata

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Taman Wisata Grojogan Sewu sering dinobatkan sebagai Objek Wisata BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Taman Wisata Grojogan Sewu sering dinobatkan sebagai Objek Wisata Teladan Tingkat Provinsi Jawa Tengah karena memang memiliki panorama alam yang begitu

Lebih terperinci

VII. FORMULASI STRATEGI

VII. FORMULASI STRATEGI VII. FORMULASI STRATEGI 7.1 Tahapan Masukan (Input Stage) Tahapan masukan (input stage) merupakan langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melalui langkah kedua dan langkah ketiga didalam tahap formulasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan pada CV Salim Abadi (CV SA), yang terletak di Jalan Raya Punggur Mojopahit Kampung Tanggul Angin, Kecamatan Punggur,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan 5 TINJAUAN PUSTAKA Danau Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rahat Cafe 1 yang berlokasi di Jalan Malabar 1 No.1 (samping Pangrango Plaza) kota Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di peternakan domba Tawakkal Farm (TF) Jalan Raya Sukabumi Km 15 Dusun Cimande Hilir No. 32, Caringin, Bogor. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV. INVENTARISASI 4.1 Aspek Legal 4.2 Aspek Fisik dan Biofisik Luas, Letak, dan Batas

IV. INVENTARISASI 4.1 Aspek Legal 4.2 Aspek Fisik dan Biofisik Luas, Letak, dan Batas 24 IV. INVENTARISASI 4.1 Aspek Legal Menurut prasasti yang terdapat di lokasi air terjun Serasah Bunta, kawasan Lembah Harau dibuka pertama kali pada tanggal 14 Agustus 1926 oleh Asisten Residen 50 Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak objek pariwisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak objek pariwisata untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak objek pariwisata untuk dikunjungi, baik wisata alam maupun wisata buatannya. Tingginya minat masyarakat yang ingin berkunjung

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii

DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan Penulisan...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam industri pariwisata dan terbukanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam industri pariwisata dan terbukanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan pariwisata di Indonesia saat ini tumbuh sangat cepat dan memiliki peran yang sangat penting untuk menunjang perekonomian Indonesia. Pencapaian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua lokasi, yakni Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, khususnya di Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Agroforestry yang membawahi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data akan dilakukan disebuah industri pengolahan dengan sub sektor industri pakaian jadi yang berlokasi di Jl. Wader Blok G.II No. 25 RT/RW 010/012

Lebih terperinci