ANGKA KEJADIAN INFEKSI MALARIA PADA MAHASISWA KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA YANG BERASAL DARI DAERAH ENDEMIS MALARIA DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANGKA KEJADIAN INFEKSI MALARIA PADA MAHASISWA KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA YANG BERASAL DARI DAERAH ENDEMIS MALARIA DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ANGKA KEJADIAN INFEKSI MALARIA PADA MAHASISWA KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA YANG BERASAL DARI DAERAH ENDEMIS MALARIA DI INDONESIA Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Izzatul Hanifa NIM: PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

2 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatull ah Jakarta. 2. semua sumber yang saya gunakan dalam penuiisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kernudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarla. Jakarta, 14 November 2077

3 ANGKA KEJADIAN INTEKSI MALARIA PADA MAHASISWA KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA YANG BERASAL DARI DAERAH ENDEMIS MALARIA DI INDONESIA Laporan Penelitian Diajukan kepadaprogram studi Kedokteran dan profesi Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) Oleh Ifzatul Hanifa NIM: Silvia Pembimbing 1 ri g,wm l'/ F. Nasution, M.Biomed Pembimbing 2 ahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS I 001 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN' UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 r{/2017 M 111

4 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Laporan Penelitian berjudul ANGKA KEJADIAN INFEKSI MALARIA PADA MAHASISWA KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA YANG BIRASAL DARI DAERAH ENDEMIS MALARIA DI TNDONESIA yang diajukan oleh Izzatul Hanifa O[IM: ), teiah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 14 November Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. DEWAN PENGUJI Ketua Sidang Jakarta, 14 November 2017 Pembimbing I Silvia F. M.Biomed mbing 2 sirvia rmriomed, Sp.U, Ph.D, , FACS Penguji 1 dr. Rahmatin4 Sp.KK NIP s26200s0t dr. Nouval NIPdr. Ahmad Azsttar Habibi, M.Biomed NrP s22 2AA9D 1 00s n FKIK LIIN Jakarta PIMPINAN FAKULTAS i PSIfD UIN Jakarta dr. Nouval J, Ph.D, FICS, FACS NIP I 001 lv

5 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulilahirabbil alamin, puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian dengan judul Angka Kejadian Infeksi Malaria Pada Mahasiswa Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang Berasal dari Daerah Endemis Malaria di Indonesia. Shalawat serta salam tak lupa untuk selalu penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat Muslim dari zaman kegelapan hingga zaman yang penuh dengan perkembangan ilmu dan teknologi sehingga penulis mampu menjadi saksi atas segala kebesaran-nya. Selama proses penelitian ini dilaksanakan, tentunya penulis tidak terlepas dari berbagai pihak yang turut membantu menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh Dosen Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter yang selalu membimbing serta memberikan arahan yang membangun kepada penulis selama menjalani masa pendidikan. 3. Ibu Silvia F. Nasution, M.Biomed dan dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku dosen pembimbing penelitian yang telah membimbing saya dan mencurahkan waktu, tenaga, ilmu pengetahuan, serta motivasi sehingga penelitian ini selesai dengan penuh manfaat. 4. dr. Rahmatina, Sp.KK dan dr. Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan penelitian ini. 5. Bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D selaku Penanggung Jawab riset yang telah membantu angkatan penulis untuk menyelesaikan rangkaian penelitian. v

6 vl 6. Kedua orang tua penulis, dr. Hj. Ria Banuria dan Ir. H. Elliyun Hilal yang telah mencurahkan segala kasih sayang, waktu, keiingat, motivasi, nasihat, ilmu serta doa yang besamya tidak dapat dikonversi oleh alat ukur manapun. 7. Saudara penulis, Ishlahi Nasiya S.Psi, Fany Rizky Syaiftiawan, S.T, M. Dzaki lzzudin, dan Ikrimatul Lathifa yang telah menemani dan membuka mata penulis untuk memahami indahnya warna-warni kehidupan yang dijalani bersama. 8. Teman seperjuangan penelitian, Laelatul Sofiah yang membuat penulis bertemu dengan Doraemon setiap hari sehingga penulis memahami bahwa biru tidak selalu sendu. 9. Sahabat penulis, Ajeng Ristia, Annisa Luthfi, Annisa Tsania M, Auliya Yasmin, Dewi Mutiara, Desti Asihanti, Iftina Amalia, S.Ked, Irfiani N, Rahmawati Ayu P, Thalia Audina dan Wafa Sofia F yang menjadi survival frzr penulis dalam mengendarai roda waktu selama berada di pendidikan kedokteran ini. 10. Kabinet Harmoni HMPS PD UIN , M. Ade Wijaya, Ade Aurora Imani, Alya N{asinta Woelandari, Fitria Tahta Alfina, Laelaiul Sofiah, Maskur Fahmi Adi Baskoro, Moch. Rizki Ramadhan, Neti Kumiawati, Putri Rahmah Ajizah, Syahriani Syukri, Taqiyya Maryam, Widda Mayyala Shofie, Widyandini Sekar Pratiwi, serta squad lainnya yang telah setia menemani penulis untuk berjalan beriringan di garda terdepan organisasi. 11.Teman seperjuangan carotis PSKPD Angkatan 2a14 yang telah rnenjadi rumah kedua penulis. Peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi menyempumakan hasil penelitian ini. Semoga penelitian ini rnampu memberikan inspirasi serta manfaat bagi banyak orang. Was al amu' alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ber 2017 Izzatul Hanifa vi

7 ABSTRAK Izzatul Hanifa. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Angka Kejadian Infeksi Malaria Pada Mahasiswa Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang Berasal Dari Daerah Endemis Malaria di Indonesia. Latar belakang: Angka insiden parasit malaria di Indonesia dilaporkan mengalami tren penurunan sejak tahun 2011 hinga Pada tahun 2015, dari total penduduk di Indonesia sebanyak 10.7% hidup di daerah penularan malaria dengan risiko sedang hingga tinggi. Diagnosis awal dalam menemukan parasit dalam darah mampu membantu memutus mata rantai infeksi Plasmodium sp. Tujuan: Mengetahui angka kejadian infeksi malaria pada mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berasal dari daerah endemis malaria. Metode: Penelitian dilaksanakan dengan studi potong lintang pada 28 responden yang berasal dari beberapa daerah endemis malaria di Indonesia dengan pemeriksaan secara mikrsokopis dan diagnosis cepat (rapid diagnostic test/rdt) dari sampel darah jari (SDJ). Hasil: Hasil pemeriksaan mikroskopis didapatkan infeksi malaria sebesar 50% (14/28), sedangkan hasil RDT menunjukkan negatif pada seluruh sampel. Spesies parasit malaria yang ditemukan adalah Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum. Hasil uji diagnostik perbandingan antara pemeriksaan mikroskopis dan RDT didapatkan nilai sensitivitas sebesar 0% dan spesifisitas sebesar 100%. Untuk mendukung hasil pemeriksaan tersebut, didapakan data kuesioner berupa informasi tentang perilaku responden yang berisiko kontak dengan vektor malaria, riwayat klinis dan pegobatan malaria, serta letak geografis daerah asal yang menjadi habitat perindukan vektor. Kesimpulan: Angka kejadian malaria pada mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta didapatkan separuh dari jumlah seluruh responden yang berasal dari daerah endemis malaria. Kata kunci: malaria, endemis, insiden Izzatul Hanifa. Medical Education Study Program. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Malaria Incidence Rate On Medical Students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta from Malaria Endemic Area in Indonesia. Background: The incidence of malaria in Indonesia is reportedly decreasing trend since 2011 to In 2015, roughly 10,7% of Indonesian population lives in medium to high risk of malaria infection area. Early diagnosis by finding parasite in the blood could break Plasmodium sp. infection chain. Objective: Knowing the incidence of malaria infection on medical students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta coming from malaria-endemic areas. Method: The study uses cross-sectional design on 28 respondents coming from several malaria-endemic areas in Indonesia, using microscopic tests and rapid diagnostic tests (RDT) from fingertip blood samples. Result: Microscopic tests shows that the incidence of malaria infection is 50%, while RDT shows negative results on all samples. Malaria parasites found in this study are Plasmodium vivax and Plasmodium falciparum. Diagnostic comparison between microscopic tests and RDT shows sensitivity value of 0% and specificity value of 100%. In support the result in this study, questionnaire data was obtained in the form of information regarding respondents behavior in which favors malaria vector contact, clinical history and malaria treatment, and geographical location of respondents origin locations. Conclusion: The incidence of malaria on medical students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta is half of the entire respondents coming from malaria endemic areas. Keywords: malaria, endemic, incidence vii

8 DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii viii x xi xii xiii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat penelitian... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Malaria dan Epidemiologinya di Indonesia Etiologi Malaria Daur Hidup Plasmodium sp Daur Hidup Plasmodium Pada Manusia Daur Hidup Plasmodium dalam Nyamuk Anopheles Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria Faktor Manusia dalam Transmisi Malaria Faktor Lingkungan Pendukung Transmisi Malaria Patologi Malaria dan Gejala Klinisnya Cara Deteksi Infeksi Malaria Program Pemberantasan Malaria di Indonesia Jenis Kegiatan Deteksi Menghindari atau Mengurangi Kontak Nyamuk Pengendalian Vektor Profilaksis Malaria Pengobatan Malaria Kerangka Teori Kerangka Konsep viii

9 2.12 Definisi Operasional BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Waktu Penelitian Subyek Penelitian Perhitungan Besar Sampel Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Variabel Penelitian Variabel Bebas Variabel Terikat Alat dan Bahan Cara Kerja Pemeriksaan Mikroskopis Apusan Darah Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) Malaria Alur Penelitian Output yang Diharapkan BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden Perilaku Responden di Daerah Asal Kejadian Malaria Kejadian Malaria Berdasarkan Asal Provinsi Kejadian Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin Kejadian Malaria Berdasarkan Riwayat Malaria Kejadian Malaria Berdasarkan Gejala Klinis Kejadian Malaria Berdasarkan Karakteristik Geografis Keterbatasan Penelitian BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbandingan Sifat dan Diagnostik Spesies Plasmodium Tabel 2.2 Perbedaan Masa Inkubasi Spesies Plasmodium Tabel 4.1 Karakteristik Responden Tabel 4.2 Riwayat Malaria dan Kebiasaan Pulang ke Daerah Asal Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku di Daerah Asal Tabel 4.4 Distribusi Hasil Pemeriksaan Mikroskopik dan RDT Responden Tabel 4.5 Skema Struktur Dasar Uji Diagnostik Tabel 4.6 Hasil Uji Diganostik RDT dengan Pemeriksaan Mikroskopis Tabel 4.7 Hasil Identifikasi Spesies Plasmodium Tabel 4.8 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.9 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Riwayat Malaria Tabel 4.10 Distribusi Gejala Klinis Pada Responden Tabel 4.11 Distribusi Karakteristik Geografis Asal Daerah Responden x

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tren API di Indonesia Tahun Gambar 2.2 API Berdasarkan Provinsi di Indonesia... 6 Gambar 2.3 Morfologi Stadium Plasmodium falciparum... 8 Gambar 2.4 Morfologi Stadium Plasmodium vivax... 9 Gambar 2.5 Morfologi Stadium Plasmodium ovale Gambar 2.6 Morfologi Stadium Plasmodium malariae Gambar 2.7 Daur Hidup Plasmodium sp Gambar 2.8 Daur Hidup Plasmodium sp Pada Nyamuk Anopheles Betina Gambar 2.9 Target Antigen Pada RDT Malaria Gambar 2.10 Cassette RDT Gambar 2.11 Hasil Deteksi DNA Plasmodium pada PCR Gambar 2.12 Algoritma Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi Gambar 4.1 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Asal Provinsi xi

12 DAFTAR SINGKATAN ACD ACT API DDT HCI IRS ITN LCI MCI MFS PCR PCD RDT SDJ WHO : Active Case Detection : Artemisin-based Combination Therapy : Annual Parasite Incidence : Dichlorodiphenyltrichloroethane : High Case Incidence : Insecticide Residual Spray : Insecticide-treated Nets : Low Case Incidence : Middle Case Incidence : Mass fever Survey : Polymerase Chain Reaction : Passive Case Detection : Rapid Diagnostic Test : Survei Darah Jari : World Health Organization xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Lampiran 3 Alat dan Bahan Penelitian Lampiran 4 Cara Kerja Penelitian Lampiran 5 Foto Pemeriksaan Mikroskopik dan RDT Subyek Penelitian Lampiran 6 Pengolahan Data Responden Lampiran 7 Riwayat Penulis xiii

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Plasmodium sp melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Gigitan nyamuk tersebut membawa Plasmodium sp ke dalam sel darah merah manusia dan akan berkembang biak menimbulkan gejala klinis berupa demam, menggigil, dan berkeringat yang disebut sebagai Trias Malaria, terkadang disertai sakit kepala, mual atau muntah. 1 Menurut data WHO 2015, infeksi Plasmodium yang banyak ditemukan kasusnya di Indonesia adalah Plasmodium falciparum (55%) dan Plasmodium vivax (44%). Penyakit ini dapat menyerang semua jenis kelamin dan seluruh kelompok umur. 2 Annual Parasite Incidence (API) merupakan jumlah kasus positif malaria per penduduk dalam satu tahun. Menurut data Dirjen Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI tahun 2016, tren API Indonesia tahun 2011 mencapai 1,75 dan mulai menurun sejak tahun 2012 menjadi 1,69, diikuti 1,38 pada tahun 2013, 0,99 pada tahun 2014 dan mencapai titik terendah pada 2015 menyentuh angka 0,85. 3 Meskipun secara nasional Indonesia telah terjadi penurunan tren API, namun di wilayah dengan endemis tinggi malaria angka API masih sangat tinggi dibandingkan angka nasional. Sedangkan pada wilayah dengan endemis rendah malaria masih sering dilaporkan kejadian luar biasa (KLB). 4 Pada tahun 2015, dari total penduduk di Indonesia sebanyak 255,6 juta tercatat 15,3% penduduk yang hidup di daerah dengan risiko rendah penularan malaria, dan 10,7% hidup di daerah dengan risiko sedang hingga tinggi penularan malaria. 3 Hal ini menunjukkan bahwa kurang lebih 66 juta penduduk Indonesia masih memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya penularan malaria. 1

15 2 Mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berasal dari daerah yang berbeda-beda. Diantaranya merupakan daerah yang tergolong endemis malaria. Walaupun kini DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Jawa Timur dan Banten telah dinyatakan bebas malaria, namun masih terdapat 29 provinsi lainnya yang belum dinyatakan sebagai provinsi bebas malaria. 2 Dalam mendukung program pemberantasan malaria oleh pemerintah tentunya diagnosis awal dalam menemukan parasit dalam darah mampu membantu memutus mata rantai infeksi Plasmodium sp. Diagnosis awal dapat dilakukan melalui pemeriksaan survei darah jari (SDJ), yaitu pengambilan sampel darah kapiler untuk dilakukan pemeriksaan deteksi parasit. 6 Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai status infeksi pada mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berasal dari daerah endemis malaria dengan metode pemeriksaan mikroskopis dan rapid diagnostic test (RDT) malaria dari SDJ. 1.2 Rumusan Masalah Dalam mendukung program pemerintah dalam pemberantasan malaria, diagnosis awal dalam menemukan parasit dalam darah mampu membantu memutus mata rantai infeksi Plasmodium sp. Mahasiswa Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah berasal dari berbagai daerah yang masih digolongkan sebagai daerah endemis malaria. Bagaimana angka kejadian malaria oleh infeksi Plasmodium sp dari hasil pemeriksaan survei darah jari (SDJ) mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berasal dari daerah endemis malaria? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Diketahuinya angka kejadian malaria oleh infeksi Plasmodium sp pada mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berasal dari daerah endemis malaria di Indonesia.

16 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya angka kejadian infeksi malaria dengan pemeriksaan mikroskopis dan rapid diagnostic test (RDT). 2. Diketahuinya jenis Plasmodium sp yang terdapat dalam darah. 3. Diketahuinya gambaran perilaku di daerah asal (keluar rumah pada malam hari, penggunaan kelambu, pemasangan kasa anti nyamuk, pemakaian anti nyamuk). 4. Diketahuinya gambaran kejadian malaria berdasarkan karakteristik individu (jenis kelamin, riwayat malaria sebelumnya, gejala klinis demam tinggi, berkeringat dan menggigil). 5. Diketahuinya gambaran kejadian malaria berdasarkan karakteristik geografis daerah asal. 1.4 Manfaat penelitian Mampu mendeteksi secara dini infeksi Plasmodium sp serta menjadi informasi yang mampu mendukung evaluasi program eliminasi malaria di Indonesia.

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Malaria dan Epidemiologinya di Indonesia Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Plasmodium sp melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Gigitan nyamuk tersebut membawa Plasmodium sp ke dalam sel darah merah manusia dan akan berkembang biak menimbulkan gejala klinis berupa demam, menggigil, dan berkeringat yang disebut sebagai Trias Malaria. 1 Penyakit ini dapat menyerang semua jenis kelamin dan seluruh kelompok umur. 2 World Malaria Report 2015 menyatakan bahwa kini malaria telah menyerang 106 negara di dunia. Tingginya kasus malaria tersebut melahirkan komitmen global dalam melakukan pemberantasan terhadap malaria yang dituangkan melalui tujuan ketiga pada Sustainable Development Goals (SDGs). 2 Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya menuju Indonesia bebas malaria tahun 2030 yang dituang dalam Keputusan Menkes No. 293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi malaria di Indonesia. Dalam menentukan tren morbiditas malaria serta penentuan status endemisitas di suatu daerah digunakan angka Annual Parasite Incidence (API). API merupakan jumlah kasus positif malaria per 1000 penduduk pada kurun waktu satu tahun. API terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu 2 : 1. Daerah Endemis Tinggi atau High Case Incidence (HCI) adalah suatu daerah dengan API >5. 2. Daerah Endemis Sedang atau Middle Case Incidence (MCI) adalah suatu daerah dengan API Daerah Endemis Rendah atau Low Case Incidence (LCI) adalah suatu daerah dengan API <1. 4. Daerah Bebas Malaria adalah suatu daerah dengan kasus malaria nol. 4

18 5 Gambar 2.1 Tren API di Indonesia Tahun Sumber: Sitjen P2P, Kemenkes RI, API dalam skala nasional cenderung turun dalam 5 tahun ini. Tahun 2010 API menduduki angka 1,96 hingga kini di tahun 2015 mencapai angka terendah yaitu 0,85. Berdasarkan status endemisitas per Kabupaten/Kota di Indonesia sampai tahun 2015, kini terdapat 232 kabupaten/kota yang telah menerima sertifikat eliminasi malaria. 3 Namun, status endemisitas rendah masih menjadi angka yang paling tinggi yaitu sebanyak 379 kabupaten/kota, diikuti status endemisitas sedang pada 90 kabupaten/kota, dan status endemisitas tinggi pada 45 kabupaten/kota. 2 Apabila dipetakan berdasarkan provinsi sebanyak 29 provinsi di Indonesia belum dinyatakan bebas malaria, hanya 5 provinsi yang telah mencapai angka API nol, yaitu Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Bali sehingga dikategorikan sebagai provinsi bebas malaria. Sebaran kasus malaria di Indonesia masih berpusat di wilayah Timur dilihat dari angka API pada provinsi Papua, Papua Barat, NTT, dan Maluku yang masih jauh meninggalkan API skala nasional. 2

19 6 Gambar 2.2 API Berdasarkan Provinsi di Indonesia Sumber: Kemenkes RI, Status endemisitas juga menggambarkan jumlah penduduk berisiko tertular malaria. Pada tahun 2015, dari total penduduk di Indonesia sebanyak 255,6 juta, 74% nya hidup di daerah bebas penularan malaria, 15,3% hidup di daerah dengan risiko rendah penularan malaria, dan sisanya hidup di daerah dengan risiko sedang hingga tinggi penularan malaria Etiologi Malaria Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa obligat intraseluler yang termasuk genus Plasmodium. Spesies Plasmodium yang dapat ditemukan pada manusia adalah 1 : Plasmodium vivax (P. vivax), Plasmodium falciparum (P. falciparum), Plasmodium malariae (P. malariae), dan Plasmodium ovale (P.ovale). Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di

20 7 Indonesia adalah Plasmodium falciparum yang telah ditemukan sebanyak (81%) lokasi dan Plasmodium vivax yang telah ditemukan sebanyak (75%) lokasi. 5 Identifikasi spesies Plasmodium sp. penting dilakukan untuk melakukan eliminasi yang spesifik untuk tiap spesies. Identifikasi ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis sampel darah jari. Masing-masing spesies memiliki morfologi yang beragam pada setiap stadiumnya. 1. Plasmodium falciparum Sel darah merah yang terinfeksi oleh P. falciparum memiliki ukuran yang normal namun bentuknya mengikuti bentuk parasit yang menginfeksi didalamnya. Kadang pula dapat ditemukan celah Maurer (Maurer s clefts). Pada bentuk cincin (ringform) terlihat sitoplasma yang halus disertai 1-2 titik kromatin yang kecil. Dibanding spesies lain, multiple infection dalam sebuah sel darah merah lebih sering ditemukan. Bentuk trofozoit memiliki sitoplasma yang lebih pekat yang masih memiliki titik kromatin. Bentuk gametosit yang dijumpai berbentuk seperti pisang atau bulan sabit. Pada makrogametosit terdapat kromatin yang berkumpul menjadi satu, sedangkan pada mikrogametosit memiliki kromatin yang tampak difus. Skizon matang pada P.falciparum memiliki 8 24 merozoit yang kecil disertai pigmen hitam terlihat berkumpul menjadi satu massa. 6, 7

21 8 (a) (b) 2. Plasmodium vivax (c) Gambar 2.3 Morfologi Stadium Plasmodium falciparum pada apusan darah tipis (a) Bentuk cincin (b) Gametosit (c) Trofozoit (d) Skizon Sumber: CDC, Sel darah merah yang terinfeksi oleh P.vivax dapat berukuran normal hingga membesar sampai 2 kali lipatnya. Kadang dapat dijumpai titik Schuffner pada pewarnaan Giemsa. Bentuk cincinnya terlihat memiliki sitoplasma yang besar kadang berbentuk ameboid disertai titik kromatin yang besar. Satu sel darah merah dapat terjadi multiple infection dimana ditemukan bentuk cincin lebih dari satu. Bentuk trofozoit dapat membuat bentuk sel darah merah terdistorsi disertai adanya sitoplasma yang luas dan titik kromatin yang besar. Dapat pula dijumpai adanya pigmen kuning kecokelatan. Bentuk gametosit yang dijumpai berbentuk oval atau bulat memenuhi sel darah merah dengan pigmen kecokelatan yang tersebar. Pada makrogametosit memiliki kromatin yang berkumpul di tepi (eksentris), sedangkan kromatin terlihat difus pada (d)

22 9 mikrogametosit. Bentuk skizon terlihat memenuhi seluruh sel darah merah berisikan merozoit dengan pigmen cokelat kekuningan. 6, 8 (a) (b) 3. Plasmodium ovale (c) (d) Gambar 2.4 Morfologi Stadium Plasmodium vivax pada apusan darah tipis (a) Bentuk cincin (b) Gametosit (c) Trofozoit (d) Skizon Sumber: CDC, Sel darah merah yang terinfeksi oleh P.ovale memiliki ukuran yang normal atau membesar hinggan 1,25 kali dari ukuran normalnya. Bentuk sel darah merah pun dapat tetap bulat atau berubah menjadi rumbai-rumbai (fimbriated). Kadang pula dapat ditemukan titik Schuffner. Bentuk cincinnya memiliki titik kromatin serta sitoplasma yang besar. Bentuk trofozoit yang ditemukan memiliki sitoplasma serta titik kromatin yang besar dan kompak disertai pigmen berwarna kecokelatan. Bentuk gametosit dari P.ovale berbentuk bulat atau oval yang mengisi keseluruhan sel darah merah. Kadang disertai dengan pigmen kecokelatan yang lebih kasar apabila dibandingan

23 10 dengan P.vivax. Pada makrogametosit memiliki kromatin yang berkumpul di tepi (eksentris), sedangkan kromatin terlihat difus pada mikrogametosit. Bentuk skizon yang matang memiliki 6-14 merozoit yang memiliki inti besar berkumpul menjadi satu massa yang diserta pigmen kecokelatan. 6, 9 (a) (b) (c) (d) Gambar 2.5 Morfologi Stadium Plasmodium ovale pada apusan darah tipis (a) Bentuk cincin (b) Gametosit (c) Trofozoit (d) Skizon Sumber: CDC, Plasmodium malariae Sel darah merah yang terinfeksi oleh P.malariae ukurannya dapat normal dapat pula lebih kecil hingga 0,75 kali dari ukuran normal. Dapat pula ditemukan adanya bitnik-bintik Ziemann pada sel darah merah. Bentuk cincinnya ditandai dengan adanya titik kromatin yang besar serta sitoplasma yang jelas. Bentuk trofozoitnya memiliki sitoplasma yang kompak dengan titik kromatin yang besar. Sitoplasma dari trofozoit yang memanjang

24 11 membentuk seperti pita disebut sebagai bandforms, sedangkan yang lonjong disertai adanya vakuol disebut sebagai basketforms. Bentuk gametositnya mengisi penuh bagian sel darah merah dengan bentuk bulat atau oval. Pada makrogametosit memiliki kromatin yang berkumpul di tepi (eksentris), sedangkan kromatin terlihat difus pada mikrogametosit. Terdapat pula persebaran dari pigmen yang berwarna kecokelatan. Bentuk skizon matang yang dapat dijumpai berisikan 6-12 merozoit. Ukuran intinya besar, berkumpul seperti rangkaian bunga (rosette form) yang disertai pigmen 6, 10 kecokelatan. (a) (b) (c) Gambar 2.6 Morfologi Stadium Plasmodium malariae pada apusan darah tipis (a) Bentuk cincin (b) Gametosit (c) Trofozoit (d) Skizon Sumber: CDC, (d)

25 12 Perbandingan sifat dan diagnostik dari keempat Spesies Plasmodium ini dapat dilihat di tabel sebagai berikut: Tabel 2.1 Perbandingan Sifat dan Diagnostik Spesies Plasmodium Karakteristik Plasmodium falciparum Plasmodium vivax Plasmodium ovale Plasmodium malariae Daur praeritrosit 5,5 hari 8 hari 9 hari hari Hipnozoit Jumlah merozoit hati Skizon hati 60 mikron 45 mikron 70 mikron 55 mikron Daur eritrosit 48 jam 48 jam 50 jam 72 jam Eritrosit yang Muda dan Retikulosit dan Retikulosit dan dihinggapi normosit normosit normosit muda Normosit Pembesaran eritrosit Titik-titik Schuffner Maurer Schuffner eritrosit (James) Ziemann Pigmen Jumlah merozoit eritrosit Daur dalam nyamuk pada 27 C Hitam Sumber: Parasitologi FK UI, Kuning tengguli Tengguli tua Tengguli hitam 10 hari 8-9 hari hari hari 2.3 Daur Hidup Plasmodium sp Keempat spesies Plasmodium memiliki daur hidup yang umumnya sama. Plasmodium memerlukan dua hospes yaitu manusia sebagai hospes perantara untuk fase aseksual (skizogoni) dan nyamuk Anopheles betina sebagai hospes definitif untuk fase seksual eksogen (sporogoni). 1

26 13 Gambar 2.7. Daur Hidup Plasmodium sp Sumber: CDC, Daur Hidup Plasmodium Pada Manusia Sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk betina akan masuk ke dalam peredaran darah manusia saat nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia. Sporozoit akan mengikuti peredaran darah hingga sampai ke sel hati sekitar ½ jam sampai 1 jam dan menjadi tropozoit hati. Tropozoit hati akan berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari merozoit hati. 4, 11 Proses ini disebut sebagai skizogoni praeritrosit atau eksoeritrositer primer. Pada P. vivax dan P. ovale sebagian tropozoit hati akan membentuk hipnozoit sebagai bentuk dorman. 1 Hipnozoit dapat tinggal di dalam sel hati bertahun - tahun dan akan aktif kembali dengan memulai fase eksoeritrosit sekunder dan menimbulkan relaps dimana parasit dapat ditemukan lagi di dalam darah. 12 Skizon hati akan pecah dan mengeluarkan merozoit yang masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi eritrosit. Merozoit akan melekat pada membran

27 14 eritrosit kemudian menebal dan bergabung dengan membran plasma eritrosit. Selanjutnya merozoit akan melakukan invaginasi sehingga terbentuk vakuol yang berisi parasit di dalamnya. Parasit berkembang menjadi trofozit yang mencerna hemoglobin dan menghasilkan sisa metabolisme berupa pigmen malaria yaitu hemozoin dan hematin yang akan terlihat sebagai titik-titik eritrosit. Pada stadium lanjut akan terlihat butir- butir kuning tengguli hingga kehitaman yang merupakan 1, 11 pigmen mengandung zat besi. Parasit berkembang menjadi skizon yang berisi 8-30 merozoit yang prosesnya disebut sebagai skizogoni. Suatu saat, eritrosit tersebut akan pecah dan merozoit akan keluar dan menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus ini disebut sebagai eritrositer. 4 Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit membentuk stadium seksual. Proses gametogoni atau disebut juga dengan gametositogenesis ini melakukan pembelahan namun intinya tidak ikut membelah. Proses ini menghasilkan mikrogametosit dan makrogametosit yang dapat terhisap nyamuk Anopheles. 1 Pembentukan gametosit pada P.vivax terjadi di awal infeksi dan dapat terlihat di darah perifer sebelum atau saat munculnya gejala klinis. Sehingga individu yang membawa gametosit P.vivax di dalam darahnya asimtomatik namun dapat menjadi reservoir dalam transmisi ke nyamuk Daur Hidup Plasmodium dalam Nyamuk Anopheles Betina Nyamuk dapat terinfeksi Plasmodium jika kadar gametosit lebih dari 12 parasit per milliliter darah. 13 Nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit maka akan masuk ke dalam lambung nyamuk. Mikrogametosit akan membelah dan membentuk struktur yang panjang seperti flagel. Proses ini disebut sebagai eksflagelasi yang hasilnya disebut sebagai mikrogamet. Mikrogamet ini akan membuahi makrogametosit yang telah 1, 14 mengalami pematangan (makrogamet). Hasil pembuahannya berupa zigot. Zigot akan berkembang menjadi ookinet dalam waktu 24 jam dan mampu menembus dinding lambung nyamuk. Selama melewati sel epitel, ookista akan

28 15 berdiferensiasi menjadi ookinet yang berbentuk bulat dan melangsungkan proses sporogoni yang menghasilkan banyak sporozoit di dalamnya selama hari. Ookinet yang matang akan pecah mengeluarkan sporozoit dan menginvasi pembuluh darah dan mengikuti aliran hemolimf untuk masuk ke kelenjar liur sehingga kini nyamuk mempunyai sifat infektif. Seluruh proses ini membutuhkan waktu 8-35 hari, namun bergantung pada suhu lingkungan serta spesies dari 1, 14, 15 parasit. Gambar 2.8. Daur Hidup Plasmodium sp Pada Nyamuk Anopheles Betina Sumber: Smith, Ryan, et al Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria Malaria dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles yang terdiri dari berbagai macam spesies yang persebarannya bergantung pada daerah geografis dan lingkungannya. Empat dari 20 spesies nyamuk Anopheles yang dapat menjadi vektor malaria diantaranya An.aconitus, An.maculatus,

29 hari. 6 An.aconitus aktif menghisap di dalam rumah dan beristirahat di tempat 16 An.sundaicus, dan An.barbirostris tersebar paling banyak pada pulau-pulau di Indonesia. Keempat spesies ini aktif menghisap darah malam hari hingga dini lembab. Tempat berkembang biaknya di genangan air tawar seperti sawah dan sungai. An.maculatus banyak ditemukan di daerah pegunungan dan kepadatannya meningkat selama musim kemarau. An.sundaicus aktif menghisap di dalam rumah dan beristirahat di dinding rumah bagian dalam. Tempat berkembang biaknya di daerah pantai. An.barbirostris mencari darah tiga hari sekali dan beristirahat di pepohonan sekitar rumah. Tempat 6, 16 berkembang biaknya di sawah dan kolam. Nyamuk betina menggunakan darah manusia sebagai bahan untuk proses produksi telur, hal ini menjadikan manusia sebagai mata rantai penghubung siklus hidup parasit yang dapat menyerang manusia. Nyamuk Anopheles memiliki umur yang cukup panjang dibandingkan dengan nyamuk lain. Waktu yang dibutuhkan dari telur menjadi pupa 5-14 hari dan akan menjadi nyamuk dewasa saat berumur 2 minggu. Nyamuk dewasa dapat hidup 1-2 minggu yang membuat parasit dapat melengkapi siklus hidupnya, dimana siklus sporogoni dapat menghabiskan waktu hingga hari lamanya. 6 Nyamuk Anopheles dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan kebiasaan makan dan istirahatnya, menjadi 13 : 1. Endofili, tinggal di dalam bangunan. 2. Eksofili, tinggal di luar bangunan. 3. Endofagi, aktivitas menggigit di dalam bangunan. 4. Eksofagi, aktivitas menggigit di luar bangunan. 5. Antropofili, suka menggigit manusia.

30 17 6. Zoofili, suka menggigit hewan. Menurut Harijanto, 2000, terdapat beberapa hal yang mampu menjadi faktor yang mempengaruhi efektivitas vektor untuk menularkan malaria, yaitu: 1. Kepadatan vektor dekat dengan pemukiman manusia. 2. Antropofilia (suka menggigit manusia). 3. Frekuensi menghisap darah yang dipengaruhi suhu lingkungan. 4. Lama siklus sporogoni (waktu yang dibutuhkan parasit untuk berkembang dalam nyamuk menjadi stadium infektif). 5. Lama waktu hidup nyamuk dewasa. 2.5 Faktor Manusia dalam Transmisi Malaria Pada dasarnya setiap orang dapat terinfeksi Plasmodium sp, terdapat beberapa faktor yang membuat manusia menjadi rentan (susceptible) atau lebih kompeten dalam menghadapi infeksi dari malaria 17 : 1. Usia Malaria lebih sering menyerang anak-anak karena imunitas yang dimiliki belum terbentuk sempurna serta pasien usia lanjut karena seiring bertambahnya umur imunitas tubuh berkurang Jenis Kelamin Pada umumnya penyakit infeksi seperti malaria ini dapat menyerang semua jenis kelamin. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, laki-laki berisiko 2,36 kali dibandingkan perempuan. Namun, hal tersebut dapat berkaitan dengan aktifitas sosio-ekonomi. Selain itu, wanita hamil menjadi salah satu kategori orang dengan risiko tinggi malaria karena dapat mempunyai dampak 17, 30 buruk baik bagi ibu yang mengandung maupun janin yang dikandung. 3. Kebiasaan sosial Kebiasaan yang dimaksud dapat berupa aktifitas di luar rumah, karena memungkinkan vektor dengan sifat eksofilik dan eksofagik menggigit lebih

31 18 tinggi. 17 Selain itu, pengetahuan masyarakat atas tindakan pencegahan malaria dapat mempengaruhi upaya dalam pemberantasan malaria salah satunya penggunaan kelambu. Pada penelitian Kalangie et al (2015) menyatakan terdapat risiko 4,727 lebih besar terkena malaria pada responden yang tidak memakai kelambu. 4. Hereditas Faktor-faktor genetik dapat mempengaruhi terjadinya malaria melalui berbagai cara, seperti pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah respons imunologik, dan mengurangi keterpaparan terhadap vektor. Selain itu, faktor genetik yang dapat bersifat protektif terhadap infeksi Plasmodium, diantaranya 17 : a. Golongan darah Duffy negative b. Hemoglobin S penyebab sickle cell anemia c. Thalassemia d. Hemoglobinopati lain seperti HbF dan HbE e. Defisiensi G-6-PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase) 2.6 Faktor Lingkungan Pendukung Transmisi Malaria Siklus hidup nyamuk sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama nyamuk Anopheles yang menjadi host definitf dari parasit Plasmodium, sehingga secara epidemiologi lingkungan perlu dikaji agar mampu memotong mata rantai penyakit infeksi ini Suhu Suhu memiliki peran dalam perkembangan parasit di dalam tubuh nyamuk. Suhu yang optimum bagi parasit berkisar 20-30ºC. Dalam batas suhu tersebut, semakin tinggi suhu di lingkungan parasit semakin pendek masa inkubasi sporogoni dan begitu pula sebaliknya. 2. Kelembaban Kelembaban tidak mempengaruhi parasit, namun mempengaruhi umur nyamuk. Semakin rendah kelembaban di lingkungan sekitar

32 19 nyamuk, maka semakin pendek umur yang dapat dicapai oleh nyamuk. Batas paling rendah yang dapat ditoleransi oleh nyamuk adalah 60%. Semakin tinggi kelembaban maka semakin aktif nyamuk dalam menggigit sehingga meningkatkan risiko penularan malaria. 3. Ketinggian Ketinggian berhubungan dengan suhu rata-rata. Semakin tinggi daratan maka semakin berkurang transmisi malaria. Namun, hal ini bergantung pada global warming dan pengaruh El-Nino. 4. Angin Angin mampu menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia karna mampu membawa kepadatan vektor nyamuk lebih dekat ke pemukiman penduduk. Namun, hal ini dipengaruhi oleh kecepatan serta arah angin. 5. Arus Air Faktor ini bervariasi, tergantung pada spesies Anopheles seperti An. barbirostris yang menyukai perindukan berada di air yang mengalir lambat dibandingkan dengan An.minimus yang menyukai aliran air yang deras. 6. Kadar Garam Tiap spesies Anopheles memiliki variasi kadar garam dalam mencapai pertumbuhan optimalnya, seperti An.sundaicus yang akan tumbuh optimal pada air payau dengan kadar garamnya 12-18% dan tidak dapat melakukan perkembangan pada kadar garam yang mencapai 40%. 2.7 Patologi Malaria dan Gejala Klinisnya Malaria dapat diklasifikasikan menjadi malaria asimtomatik, malaria tanpa komplikasi, malaria berat, dan malaria bentuk khusus. Malaria asimtomatik merupakan penderita yang ditemukan parasit di dalam pemeriksaan darah namun tidak menunjukkan adanya gejala klinis. 11 Hal ini bisa dikarenakan

33 lanjut. 19 Malaria tanpa komplikasi merupakan individu yang ditemukan parasit 20 parasitemia yang belum menyentuh batas pyogenic treshold yang mampu merangsang respon imun dan menimbulkan demam, infeksi yang intermiten sehingga gejala yang dirasakan individu belum cukup parah untuk dikonsultasikan, serta infeksi berkepanjangan yang tidak dapat dikontrol oleh respon imun secara adekuat. 18 Biasanya terjadi pada penderita dengan imunitas tinggi sehingga adanya parasit dalam darahnya tidak memberi gejala. Bila dijumpai kasus seperti ini maka harus diberikan obat anti-malaria. 11 Pada penelitian yang dilakukan oleh Zuleima Pava, et al, disebutkan bahwa pada individu dengan malaria asimtomatik ini memiliki risiko angka anemia yang cukup tinggi sehingga perlunya tindakan deteksi dan strategi intervensi lebih dalam pemeriksaan darahnya disertai adanya gejala klinis malaria tanpa adanya komplikasi. Malaria berat merupakan malaria yang disertai satu atau lebih komplikasi. Hal ini umumnya disebabkan oleh P.falciparum. Malaria pada kehamilan, malaria dengan HIV/AIDS, malaria pada pelancong, serta malaria karena transfusi darah dimasukkan pada klasifikasi malaria kondisi khusus. 11 Rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis berupa demam disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi bervariasi antar spesies Plasmodium seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 2.2 Perbedaan Masa Inkubasi Spesies Plasmodium Plasmodium sp Masa Inkubasi (Rata-rata) P.falciparum 9-14 hari (12) P.vivax hari (15) P.ovale hari (28) Pmalariae hari (11) Sumber: PMK,

34 21 Pada malaria, periodisitas demam berdasarkan waktu pecahnya sejumlah skizon matang mengeluarkan merozoit dan masuk ke dalam peredaran darah (sporulasi). Serangan demam malaria memiliki beberapa stadium: 1. Stadium menggigil, pasien merasakan badan sangat dingin, nadi cepat, bibir dan jari tangan cenderung biru dan dapat disertai muntah atau kejang pada anak. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam. 2. Stadium puncak demam, perasaan dingin tadi berubah menjadi rasa panas. Penderita terlihat mukanya merah, kulit kering dan pusing kepala hebat. Stadium ini berlangsung 2-6 jam. 3. Stadium berkeringat, keringat keluar sangat banyak. Ditandai pula dengan suhu tubuh yang turun cepat dan biasanya dapat tidur nyenyak namun lemah. Stadium ini berlangsung 2-4 jam. Walaupun umumnya terdiri dari tiga stadium diatas, namun tiap spesies memiliki periodisitas yang berbeda-beda. Pada P.vivax dan P.ovale daur berlangsung selama 48 jam sehingga disebut sebagai malaria tersiana dan malaria ovale. Pada P.malariae daur berlangsung selama 72 jam sehingga disebut sebagai malaria kuartana. Sedangkan pada P.falciparum periodisitasnya khas tersiana namun terdapat kelompok dengan waktu sporulasi yang tidak sinkron sehingga gejala yang dirasakan tidak teratur. 11 Anemia pada malaria disebabkan oleh beberapa faktor yaitu akibat penghancuran eritrosit yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi di limpa, 4 eritrosit yang tidak terinfeksi tidak hidup lama (Reduced Survival Time), 1 dan gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoiesis dalam sumsum tulang atau disebut sebagai diseritropoiesis. 1 Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit di organ retikuloendotelilal yaitu limpa. 1 Tingginya aktivitas sistem kekebalan tubuh ini mengakibatkan terjadinya kongesti pada aliran darah, hipertrofi disertai hiperplasia yang membuat limpa membesar atau disebut sebagai splenomegali. 20

35 Cara Deteksi Infeksi Malaria Penegakkan diagnosis malaria penting untuk menetapkan tindakan dan pengobatan yang akan diberikan selanjutnya. Diagnosis pasti infeksi malaria adalah dengan menemukan parasit di dalam darah yang diperiksa. 21 Diagnosis laboratorium dapat dilakukan melalui berbagai cara: 1. Pemeriksaan survei darah jari (SDJ) dengan mikroskop Pemeriksaan mikroskopis ini bertujuan untuk menemukan parasit di dalam darah penderita. Metode ini sederhana dan mudah. Sampai sekarang pemeriksaan ini menjadi standar emas (gold standard) dalam diagnosis rutin. 1 Pada tahun 2015 persentase pemeriksaan sediaan darah sudah mencapai 99% melebihi target yaitu sebesar 95%. Hal tersebut menunjukkan konfirmasi melalui pemeriksaan mikroskopis dilaksanakan hampir pada semua kasus suspek malaria. 2 Ambang deteksi parasit pada pewarnaan Giemsa mencapai 4-20 parasit/mcl. Namun, pemeriksaan ini bergantung oleh banyak faktor seperti pembuatan preparat, kondisi mikroskop hingga subjektifitas pemeriksa dalam melakukan identifikasi. 22 Darah yang diambil dapat berupa darah kapiler melalui penusukan pada ujung jari karena konsentrasi parasit Plasmodium cukup merata sebarannya di dalam darah. 23 Namun darah juga dapat diambil melalui darah vena menggunakan spuit. Kemudian dibuat sediaan darah tebal dengan membuat lingkaran berdiameter 1-2 cm dan tidak perlu dilakukan fiksasi agar sel darah merah dapat dihemolisis dan didehemoglobinisasi. 24 Selain itu dibuat pula sediaan darah tipis yang dilakukan fiksasi dengan menggunakan methanol absolute agar tidak terjadi lisis pada darah. 21 Hal ini memungkinkan untuk melihat morfologi parasit Plasmodium lebih optimal, sehingga mampu menentukan jenis spesies, stadium, serta kepadatan parasit Plasmodium. 24 Namun, kelemahan dari perhitungan kepadatan parasit adalah antar satu pemeriksa dengan yang lain varietas perbedaannya cukup tinggi. 22

36 23 Sediaan darah jari diberikan pulasan Giemsa yang sebelumnya sudah diencerkan yang idealnya memakai buffer dengan ph 7.2 dan dilihat dibawah mikroskop untuk menemukan parasit Plasmodium. 23 Pewarnaan Giemsa mudah dilakukan dan tahan lama untuk dilakukan penyimpanan sehingga menjadi pewarnaan Romanowsky yang sering dipakai untuk metode ini. nilai : Penghitungan kepadatan parasit secara semikuantitatif menunjukkan (-) : Tidak ditemukan parasit pada 100 LPB (+) : Ditemukan 1-10 parasit perr 100 LPB (++) : Ditemukan parasit per 100 LPB (+++) : Ditemukan 1-10 per LP (++++) : Ditemukan >10 parasit per LPB Penghitungan kepadatan parasit secara kuantitatif dengan sediaan darah tebal berdasarkan jumlah leukosit per mikroliter, leukosit diasumsikan 8000 apabila tidak diketahui. 23 Sehingga penghitungan jumlah parasit dalam 1 mikroliter darah dihitung dengan cara: Jumlah parasit x (8000/Jumlah leukosit terhitung) Sedangkan pada sediaan darah tipis penghitungan parasit secara kuantitatif berdasarkan hitungan per eritrosit. Sedikitnya 500 sel darah merah yang harus diperiksa. 24 Sehingga persentase eritrosit terinfeksi dihitung dengan cara: Jumlah eritrosit terinfeksi / Jumlah eritrosit yang dihitung x Rapid diagnostic test (RDT) RDT merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi antigen dari parasit malaria yang telah lisis dalam darah dengan menggunakan prinsip

37 24 imunokromatografi. 15 Pengikatan antigen oleh antibodi monoklonal di daerah perifer akan dikonjugasikan dengan zat warna. Kompleks antigen antibodi yang terbentuk akan bermigrasi pada fase mobile di sepanjang strip nitroselulosa yang kemudian diikat dengan antibodi monoklonal pada fase immobile yang menghasilkan visualisasi berupa garis yang berwarna apabila penderita tersebut mengandung antigen tertentu. 25 Terdapat 3 jenis antigen dari parasit Plasmodium yang dijadikan target pada pemeriksaan ini, yaitu: 1. Pan Aldolase 15 Merupakan enzim yang dihasilkan oleh ke empat spesies Plasmodium. 2. pldh (pan Lactate Dehydrogenase) 23 Merupakan enzim dalam glycolytic pathway yang dihasilkan oleh stadium seksual dan aseksual dari ke empat spesies Plasmodium. Isomer enzim tersebut pada setiap spesies juga berbeda, apabila dikombinasikan dengan HRP-2 dapat digunakan untuk melakukan deteksi pada infeksi campuran. 3. HRP-2 (Histidine Rich Protein-2) 24 Merupakan antigen yang disekresikan oleh stadium trofozoit, skizon, dan gametosit muda dari P. falciparum. Gambar 2.9 Target Antigen Pada RDT Malaria Sumber: WHO,

38 25 RDT memiliki 2 jenis pemeriksaan, yaitu single yang hanya mampu menegakkan diagnosis infeksi oleh spesies P.falciparum serta Combo/Pan specific yang dapat menegakkan diagnosis malaria yang dibedakan menjadi infeksi oleh P.falciparum dan non P.falciparum. Sehingga hanya mampu mendeteksi F.falciparum dengan non-falciparum yang tidak pesifik dalam menunjuk ke spesies seperti P.vivax, P.malariae, dan P. ovale. 24 Sensitivitas RDT dalam mendeteksi infeksi plasmodium falciparum bergantung pada jumlah parasit dalam darah. Jika 100/µl darah sensitivitas dapat mencapai 90%, namun sensitivitas akan menurun jika jumlah parasit dalam darah lebih rendah. 23 Spesifitas RDT umumnya >85% dan mendekati 100% apabila digunakan pada pelancong. 22 Metode ini lebih mahal, namun lebih cepat (15-20 menit) dan mudah diinterpretasikan sehingga risiko terjadinya variasi interpretasi sangatlah kecil. RDT mampu mendeteksi P.falciparum yang sedang bersekuestrasi pada kapiler alat dalam yang tidak dapat dideteksi oleh pemeriksaan mikroskopis. Walaupun begitu, pemeriksaan ini tidak dapat berdiri sendiri dan membutuhkan pemeriksaan mikroskopis sebagai komponen 23, 31 tambahan. Reaksi positif palsu dapat ditemukan pada penderita dengan faktor rematoid karena terjadinya reaksi silang dengan monoklonal IgG dalam kit RDT sehingga harus dilakukan dengan kit yang mengandung monoklonal IgM. Reaksi negatif palsu dilaporkan dapat ditemui pada penderita dengan parasitemia rendah akibat produksi antigen yang rendah sehingga tidak cukup untuk di deteksi. 22

39 26 Gambar 2.10 Cassette RDT Sumber: WHO, ELISA Pemeriksaan ELISA (Enzyme Linked Immunoassay) merupakan pemeriksaan imunoserologis yang bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik ataupun antigen spesifik terhadap parasit Plasmodium. Keunggulan dari metode ini adalah sensitivitasnya yang dapat mencapai parasit permikro liter darah. 17 Kelemahannya adalah metode ini tidak dapat mendeteksi derajat parasitemia karena tidak dapat menghitung jumlah parasit dalam sirkulasi, sehingga sulit dalam menegakkan diagnosis pada malaria berat dan evaluasi pengobatan pada pasien. ELISA menggunakan enzim yang direaksikan dengan substart kromogen sebagai detektor. Saat ini modifikasi ELISA dengan teknik imunokromatografi banyak dipakai karena praktis. Beberapa tes yang telah dipasarkan adalah ParaSight F test (PF test) dan Optima. PF test dapat mendeteksi antigen Histidine Rich Proteinn II (HRP-II) yang merupakan protein yang disekresikan oleh eritrosit yang sudah terinfeksi P. falciparum. Sampel yang dapat diambil untuk melakukan tes ini dapat berupa darah, serum, maupun urin. Prinsip yang digunakan adalah sandwich ELISA, dimana HRP-II yang terdapat pada sampel dilekatkan dengan antbodi spesifik terhadap HRP-II pada fase padat. Metode ini juga menambahkan rabbit anti HRP II liposome yang berguna sebagai konjugat berkromogen. Sampel dikatakan positif apabila terbentuk pita merah pada

40 darah. 23 Target diagnostik berupa asam nukleat didapatkan dengan melisiskan 27 fase padat disamping pita kontrol. Metode ini memiliki sensitivitas dan spesifitas mendekati 95%. 17 Optima dapat mendeteksi antigen Lactat Dehidrogenase spesifik untuk mendeteksi P.vivax maupun P.falciparum. Tes ini dikatakan positif P.vivax apabila terbentuk satu pita biru dan dua pita biru pada positif P.falciparum. 4. Pemeriksaan PCR Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan pemeriksaan secara molekuler terhadap rantai DNA atau RNA spesifik yang dimiliki parasit malaria. PCR mampu mengonfirmasi penegakkan diagnosis malaria apabila jumlah parasit berada di bawah ambang mikroskop. 26 Dilaporkan bahwa sensitivitas teknik biologi molekuler ini dapat mencapai 5 parasit/µl membran parasit terlebih dahulu kemudian didenaturasikan agar untai ganda DNA dipisah menjadi segmen DNA dengan rantai tunggal. Prinsip selanjutnya adalah annealing yaitu menyatukan DNA rantai tunggal tadi dengan primer yang merupakan segmen DNA spesifik dari spesies Plasmodium. Target tersebut kemudian diamplifikasi dan divisualisasikan melalui gel elektroforesis. 23 Kelebihan menggunakan PCR yaitu metode ini tidak dipengaruhi oleh riwayat klinis dan imunokompetensi dari hospes. Penggunaan small-subunit 18S rrna sebagai primer juga mampu membedakan keempat spesies Plasmodium yang memiliki morfologi serupa dan/atau epitop antigen yang sama. 23 Ketepatan metode ini dalam mengidentifikasi spesies organisme diperlukan dalam memberikan penatalaksanaan yang tepat. Organisme yang akan di evaluasi juga tidak dibutuhkan hidup-hidup. Namun, apabila terdapat variasi sekuens DNA tertentu tidak dapat terdeteksi oleh PCR dan tidak mampu membedakan stadium seksual dan aseksual dari parasit terkait.

41 28 Dengan teknik real time PCR hasil dapat diperoleh dalam waktu 2 jam. Walaupun demikian, metode ini belum banyak dilakukan di Indonesia karena biaya yang mahal, peralatan canggih dan diperlukan kemampuan khusus untuk mampu melakukan diagnosis dengan menggunakan PCR. Jalur S: Base molecular standar Jalur 1: Pita diagnosis P.vivax Jalur 2: Pita diagnosis P. malariae Jalur 3: Pita diagnosis P. falciparum Jalur 4: Pita diagnosis P. ovale Gambar 2.11 Hasil Deteksi DNA Plasmodium pada PCR Sumber: CDC, Program Pemberantasan Malaria di Indonesia Program pemberantasan malaria merupakan usaha komprehensif yang terorganisir utntuk melaksanakan berbagai upaya dalam menurunkan angka kesakitan serta angka kematian yang ditimbulkan oleh penyakit malaria sehingga dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat terutama di bidang kesehatan. Pemberantasan dilakukan agar dapat memutuskan mata rantai siklus hidup parasit Plasmodium sp. sehingga nantinya diharapkan penyakit malaria penularannya dapat dikontrol serta dieradikasi. Tantangan dalam melaksanakan program pemberantasan malaria ini tentunya beragam pada tiap negara maupun daerah. Di Indonesia sendiri maksimalnya program tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor penyulit, seperti 6 :

42 29 a. Perubahan lingkungan yang saat ini semakin sulit dikendalikan dan diprediksi menyebabkan timbulnya breeding place nyamuk. b. Spesies Anopheles yang mejadi vektor penyakit malaria ini memliki sifat bionomik, habitat, serta karakteristik breeding place yang beragam. c. Mobilitas penduduk yang tinggi memungkin terjadinya penularan lebih luas termasuk parasit Plasmodium yang sudah memiliki sifat resisten terhadap obat-obatan anti malaria. d. Luas wilayah geografis, tingkat ekonomi masyakarat, serta terbatasnya sumber daya dalam menjalankan program pemberantasan menjadi salah satu tantangan yang sulit ditaklukan Jenis Kegiatan Deteksi Deteksi penderita malaria bertujuan untuk mengetahui sesegera mungkin secara tepat individu yang sudah terinfeksi sehingga dapat dilakukan tindakan kuratif dan preventif di waktu yang sama. Tindakan kuratif bagi penderita untuk meningkatkan mutu kesehatannya sekaligus preventif untuk masyarakat disekitarnya agar tidak terjadi penularan lebih lanjut. 1. Active case detection (ACD) Merupakan kegiatan deteksi dalam menemukan penderita secara aktif melalui kunjungan ke rumah - rumah penduduk. Sasaran pada kegiatan deteksi ini adalah semua penderita malaria klinis. Target pada daerah HCI dengan 20% penduduk dan untuk MCI pada 10% penduduk. Metode yang dilakukan berupa pengambilan preparat darah tebal dan tipis yang dilakukan setiap 2 minggu sekali 13, 27 pada daerah HCI dan 1 bulan sekali pada daerah MCI. 2. Passice case detection (PCD) Sasaran pada kegiatan deteksi ini adalah semua penderita malaria klinis disertai penderita yang gagal obat. Perbedaannya dengan ACD adalah sasaran merupakan individu yang datang ke

43 30 pusat pelayanan kesehatan daerah tersebut. Sasaran untuk daerah HCI pada 10% penduduk sedangkan MCI/LCI pada 5% penduduk. Metode yang dilakukan berupa pengambilan preparat darah tebal 13, 27 yang dilakukan pada setiap hari kerja. 3. Mass fever survey (MFS) Sasaran pada kegiatan deteksi ini adalah semua penderita dengan keluhan demam di daerah malaria klinis. Metode yang dilakukan berupa pengambilan preparat darah tebal diikuti MFT atau 13, 27 mass fever treatment. 4. Surveilans Migrasi Sasaran kegiatan deteksi ini adalah semua penduduk yang berasal dari daerah endemik. Metode yang dipakai adalah pengambilan preparat tebal. Apabila dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop dikatakan positif maka individu tersebut harus diberikan pengobatan anti-malaria Menghindari atau Mengurangi Kontak Nyamuk Upaya ini paling efektif karena berbasis pribadi dalam mencegah transmisi penyakit malaria, dapat dilkukan diantaranya dengan: a. Menghindari atau sebisa mungkin tidak beraktivitas di luar rumah sejak senja hingga malam hari, apabila mengharuskan untuk keluar rumah maka sebaiknya memakai pakaian yang yang panjang dan berwarna terang. 27 Penelitian Prihatin (2012) di wilayah kerja Puskesmas Mantangai menemukan adanya hubungan antara keluar rumah dengan kejadian malaria. Bahkan menurut penelitian Yawan (2006) menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan keluar malam hari mempunyai risiko terkena penyakit malaria sebesar 4,680 kali lebih besar dari pada orang yang tidak memiliki kebiasaan keluar rumah di malam hari. 42, 43

44 31 b. Memakai repelan mengandung zat anti nyamuk seperti dimetilftalat, memakai obat semprot nyamuk pada kamar atau menggunakan obat nyamuk bakar. 27 Penelitian Husin (2007) di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan anti nyamuk dengan kejadian malaria. Pada penelitian Ahmadi (2008) menemukan bahwa orang yang tidak menggunakan anti nyamuk saat tidur mempunyai risiko terjadinya malaria 4,308 kali lebih besar dibandingkan pada orang dengan tidak 39, 47 menggunakan anti nyamuk. c. Membuat konstruksi rumah yang dapat menahan nyamuk seperti memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah yang memungkinkan nyamuk masuk ke dalam rumah. 27 Penelitian Atikoh (2105) di Purbalingga pada tahun 2014 yang menemukan adanya hubungan antara pemasangan kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah dengan kejadian malaria. Pada penelitian Husin (2007) ditemukan bahwa orang yang tinggal di rumah tanpa terpasangnya kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah memliki risiko sebesar 3,71 kali lebih besar terkena malaria dibandingkan dengan orang yang tinggal di 36, 39 rumah yang terpasang kasa anti nyamuk pada ventilasinya. d. Menggunakan kelambu saat tidur. Kelambu yang paling efektif dan direkomendasikan WHO adalah insecticide-treated nets (ITN) yang merupakan kelambu berinsektisida. 6, 54 Pada penelitian Yawan (2006) menemukan terdapat hubungan bermakna antara pemakaian kelambu di malam hari dengan kejadian malaria. Pada penelitian Kalangie et al (2015) menyatakan terdapat risiko 4,727 lebih besar 43, 45 terkena malaria pada responden yang tidak memakai kelambu.

45 Pengendalian Vektor 1. Mengurangi breeding places nyamuk Modifikasi lingkungan sangatlah efektif dalam upaya mengurangi breeding places berupa mengurangi tempat - tempat berpotensi membentuk genangan air seperti kaleng, bak mandi, ban bekas, dengan cara menimbun, menghilangkan semak belukar, mengalirkan air dengan memperlancar tepian sungai Pengendalian secara biologik Upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan makhluk hidup pemangsa stadium - stadium hidup nyamuk yang secara alami dapat menurunkan populasi nyamuk tanpa menggangu keseimbangan ekologi lingkungan Pengendalian secara kimiawi Upaya pengendalian ini menggunakan insektisida yang bertujuan membunuh nyamuk dewasa. Rekomendasi WHO, insecticide residual spray atau disingkat sebagai IRS menggunakan DDT untuk menjadi tindakan utama dalam melakukan pengendalian vektor penyebar penyakit malaria. DDT merupakan insektisida organoklorin yang mempunyai efek residu hingga 6 bulan, relatif terjangkau harganya dan dapat memberantas serangga lain seperti kecoa dan spesies lainnya. Tercatat pada tahun 2009 sebanyak 71 negara telah melakasanakan program IRS ini Profilaksis Malaria Apabila individu akan memasuki daerah endemik maka diberikan pengobatan profilaksis yang bertujuan untuk menghindari penularan penyakit malaria. Regimen kemoprofilaksis dapat memberikan perlindungan 75-95% apabila digunakan dengan benar. Regimen kemoprofilaksis yang dapat diberikan meliputi 27 :

46 33 a. Pada daerah dengan Plasmodium sensitif klorokuin, dapat diberikan klorokuin dengan 300 mg basa atau 500 mg klorokuin fosfat untuk orang dewasa, seminggu 1 tablet, yang diberikan mulai dari 1 minggu sebelum masuk daerah sampai 4 minggu setelah meninggalkan tempat tersebut. b. Pada daerah dengan resistensi klorokuin, maka pasien diberikan pengobatan supresif berupa doksisiklin 100 mg/hari, 1-2 hari sebelum berpergian sampai berada di daerah tersebut sampai 4 minggu setelah pulang. Dapat juga diberikan meflokuin 5 mg/kgbb/minggu yang diberikan mulai dari 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 minggu setelah pulang atau dengan sulfadoksin 500 mg atau pirimetamin 25 mg, 3 tablet untuk sekali minum. Untuk wanita hamil pencegahan dan pengobatannya meliputi 27 : a. Pada daerah yang masih sensitif klorokuin, profilaksis dengan memberikan klorokuin 5 mg/kgbb/minggu dengan proganil 3 mg/kgbb/hari. b. Pada daerah yang resisten terhadap klorokuin maka diberikan meflokuin 5 mg/kgbb/minggu yang diberikan pada bulan keempat kehamilan. c. Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan Pengobatan Malaria Pengobatan malaria yang diberikan merupakan pengobatan radikal yang bertujuan untuk membunuh seluruh stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Hal ini diharapkan untuk mendapatkan kesembuhan klinis, parasitologik sehingga nantinya dapat memutus rantai penularan malaria. Obat-obatan antimalarial dapat dikelompokkan berdasarkan aktivitas anti-malarianya menjadi 13, 20 :

47 34 a. Gametositosida Obat - obatan ini mampu membunuh bentuk seksual parasit berupa gametosit sehingga mencegah terjadinya transmisi dari darah manusia ke vektor nyamuk. Obat yang mampu membunuh P.vivax dan P.malariae adalah klorokuindan kuinin. Sedangkan primakuin dapat membunuh seluruh spesies Plasmodium. b. Sporontosida Obat - obatan ini mampu menghambat perkembangan ookista. Primakuin dan kloroguanid merupakan obat yang termasuk golongan sporontosida. c. Skizontisida jaringan untuk pencegahan Obat - obatan ini bekerja pada skizon yang berada di jaringan. Obat yang termasuk golongan ini antara lain pirimetamin dan primakuin. d. Skizontisida untuk mencegah kekambuhan (relaps). Obat-obatan ini bekerja terhadap hipnozoit dari P.vivax dan P.ovale yang berada di sel-sel hati. e. Skizontisida darah Obat-obatan ini bekerja pada stadium parasit yang berada di darah, hal ini menyebabkan hambatan pada serangan klinis malaria. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, kuinin, meflokuin, primetamin, sulfadoksin, dan lainnya. Penderita yang dinyatakan positif malaria berdasarkan hasil laboratorium harus mendapatkan pengobatan Artemisin-Based Combination Therapy (ACT). 28 ACT merupakan pengobatan dengan melakukan pemberian secara bersamaan dua atau lebih obat skizontosida darah dengan cara kerja serta target biokimia yang berbeda. Tujuan terapi kombinasi ini dimaksudkan untuk pengobatan yang lebih baik serta mencegah terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria. 4 Penderita malaria tanpa komplikasi juga mendapatkan pengobatan ACT namun ditambah dengan primakuin yang sesuai dengan jenis plasmodiumnya. 1

48 Gambar 2.12 Algoritma Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi Sumber: PMK,

49 Kerangka Teori Lingkungan 1. Geografis 2. Kondisi Rumah 3. Karakteristik Lingkungan - Kelembaban - Arus Air - Sinar Matahari - Kadar Garam - Suhu - Angin Host (Manusia) 1. Karakteristik Individu (Usia, Jenis Kelamin, Imunitas, Hereditas) 2. Kebiasaan Sosioekonomi (Perpindahan penduduk, pekerjaan, pendidikan) 3. Karakteristik Perilaku (Upaya pencegahan transmisi penyakit) Vektor 1. Nyamuk Anopheles sp. 2. Persebaran Nyamuk 3. Perilaku Nyamuk Parasit 1. Spesies parasit - Plasmodium falciparum - Plasmodium vivax - Plasmodium malariae - Plasmodium ovale 2. Virulensi spesies 3. Densitas Parasit Status Endemisitas Malaria Annual Parasite Incidence (API): 1. Bebas Malaria 2. LCI 3. MCI 4. HCI Kejadian Malaria Kegiatan Deteksi Deteksi Parasit Manifestasi Klinik Active case detection (ACD) Pemeriksaan Mikroskopik Asimtomatik Passive case detection (PCD) Rapid diagnostic test (RDT) Malaria tanpa komplikasi Mass fever survey (MFS) Surveilans Migrasi ELISA Polymerase chain reaction (PCR) Malaria berat

50 Kerangka Konsep Mahasiswa berasal dari wilayah endemis malaria Jenis kelamin Asal daerah Pemeriksaan mikroskopik apusan darah tebal dan tipis Pemeriksaan rapid diagnostic test (RDT) Kejadian Malaria Riwayat infeksi, perilaku kontak dengan vektor nyamuk Keterangan : Variabel Tambahan : Variabel Terikat : Variabel Bebas

51 Definisi Operasional No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur 1. Daerah endemis malaria Wilayah daerah asal dengan penyakit malaria yang menetap di wilayah tersebut Kuesioner API 2015 yang diterbitkan Kemenkes RI tahun 2016 Ordinal 1. >5: HCI : MCI 3. <1: LCI 2. Pemeriksaan mikroskopik Pemeriksaan preparat apusan darah tebal dan tipis untuk menemukan parasit Plasmodium sp dan merupakan gold standard Mengidentifikasi adanya parasit Plasmodium sp pada apusan darah Mikroskop Nominal (+):Ditemukan parasit Plasmodium sp (-) : Tidak ditemukan parasit Plasmodium sp dalam mendiagnosa malaria 3. Rapid diagnostic test (RDT) Pemeriksaan keberadaan antigen parasit Plasmodium sp Sampel darah diteteskan ke dalam kit RDT. Kemudian interpretasi pita yang tervisualisasi. RDT (PALUTOP+ 4 OPTIMA: All. Diag, Strasbourg, France) Nominal (+): Terdeteksi antigen parasit (-): Tidak terdeteksi antigen parasit

52 BAB III METODOLOGI 3.1 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan metode potong lintang (cross-sectional). 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Pengambilan sampel dan pemeriksaan sediaan darah jari dilakukan di Laboratorium Parasitologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei - November 2017 dengan rincian kegiatan sebagai berikut: No. Kegiatan Waktu/Bulan/th 2017 Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nov 1. Pembuatan Proposal 2. Uji Coba Pembuatan dan Identifikasi Preparat di Laboratorium 3. Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel 4. Pengolahan Data 5. Penyusunan Laporan Penelitian 5. Sidang Skripsi 6. Revisi Skripsi 39

53 Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 yang berasal dari daerah endemis malaria. Sampel yang diambil dari subyek penelitian adalah sampel darah jari untuk pemeriksaan mikroskopis dan rapid diagnostic test (RDT). 3.4 Perhitungan Besar Sampel Subyek penelitian merupakan kelompok individu yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara total sampling seluruh mahasiswa yang berasal dari daerah endemis malaria. 3.5 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi Subyek penelitian merupakan mahasiswa preklinik kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 yang masih aktif. Subyek berasal dari daerah endemis malaria. Subyek yang bersedia diambil darahnya sebagai sampel dan mengisi kuesioner Kriteria Eksklusi Subyek yang tidak dapat mengikuti penelitian di tengah perjalanan (drop out). 3.6 Variabel Penelitian Variabel Bebas Variabel bebas dari penelitian ini yaitu usia, jenis kelamin, serta asal daerah. Variabel tambahan yang tidak dianalisa dalam penelitian ini adalah:

54 41 gejala demam malaria, riwayat malaria, frekuensi pulang ke daerah asal, perilaku menghindari kontak nyamuk (aktivitas keluar rumah saat malam hari, pemakaian kelambu, pemasangan kasa anti nyamuk, penggunaan antinyamuk) selama di daerah asal, serta karakteristik geografis asal daerah Variabel Terikat Variabel terikat dari penelitian ini adalah hasil dari pemeriksaan mikroskop dan rapid diagnostic test (RDT) malaria sediaan darah jari yang menunjukkan ada atau tidaknya parasit malaria. Pemeriksaan Sampel Penelitian 3.7 Alat dan Bahan 1. Sarung tangan steril merk super care 2. Alcohol swab merk one swab 3. Lancet steril merk blood lancet 4. Microscope slides merk sail brand cat no ukuran 25,4 x 75,2 mm 5. Alkohol 70% 6. Minyak immersi 7. Larutan Buffer (ph7.2) 8. Giemsa Stock 9. Methanol Absolute EMSURE 10. Mikroskop Cahaya Shimadzu Rika GLB B1500 MB 11. RDT PALUTOP+4 OPTIMA : All. Diag, Strasbourg, France 12. Staining Tray

55 Cara Kerja 15, Pemeriksaan Mikroskopis Apusan Darah Untuk mengidentifikasi adanya parasit malaria pada darah, maka dilakukan pengambilan darah sebagai sampel yang akan diperiksa dibawah mikroskop. Proses pengambilan darah sebagai berikut: 1. Tangan kiri pasien dipegang dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas. 2. Pilih ujung jari tengah atau jari manis pasien. 3. Ujung jari dibersihkan dengan kapas alkohol dan biarkan kering. 4. Ujung jari yang telah dibersihkan ditusuk dengan menggunakan lancet steril. 5. Tetes darah pertama yang keluar dihapus dengan kapas kering. 6. Tetes darah kedua yang keluar diteteskan di object glas. Teteskan 1 tetes kecil darah di bagian tengah object glass untuk sediaan darah tipis. Teteskan 2-3 tetes kecil darah di bagian ujung object glass untuk sediaan darah tebal. 7. Bersihkan sisa darah di ujung jari dengan menggunakan kapas. 8. Untuk membuat sediaan darah tipis, ambil object glass baru dan ditempelkan ujungnya pada tetes darah kecil. Kemudian dengan sudut 45, geser object glass tersebut dengan cepat kearah berlawanan dengan tetes darah tebal hingga membentuk hapusan seperti lidah. 9. Untuk membuat sediaan darah tebal, ujung object glass kedua ditempelkan dan darah dibuat homogen dengan cara memutar ujung object glass tersebut searah jarum jam, sehingga membentuk bulatan darah dengan diameter 1 cm. 10. Berikan label dan biarkan sediaan darah kering.

56 43 Proses pewarnaan sediaan darah sebagai berikut: 1. Sediaan darah tipis yang sudah kering difiksasi dengan methanol absolute, hindari terkena sediaan darah tebal. 2. Siapkan 3% larutan Giemsa dengan mencampur 3 cc Giemsa stock dan 97cc larutan buffer. 3. Tuang larutan Giemsa pada staining tray hingga menutupi seluruh permukaan object glass, dan biarkan selama menit. 4. Bilas larutan Giemsa dengan menuangkan air perlahan lahan. 5. Tunggu object glass cukup kering lalu periksa dibawah mikroskop Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) Malaria Tangan kiri pasien dipegang dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas. 2. Pilih ujung jari tengah atau jari manis pasien. 3. Ujung jari dibersihkan dengan kapas alkohol dan biarkan kering. 4. Ujung jari yang telah dibersihkan ditusuk dengan menggunakan lancet steril. 5. Tetes darah pertama yang keluar dihapus dengan kapas kering. 6. Ambil 2-5 µl darah ujung jari memakai loop/ tabung mikro kapiler hingga penuh dan teteskan pada kotak sampel yang terdapat pada dipstick secara tegak lurus. 7. Teteskan larutan buffer pada kotak buffer 4-6 tetes. 8. Perhatikan pita yang terbentuk. Apabila terdapat pita pada strip tertentu, maka kompleks antigen antibodi sudah terbentuk karena darah mengandung antigen malaria. 9. Interpretasi hasil sesuai petunjuk pada kit.

57 Alur Penelitian Mahasiswa berasal dari daerah endemis malaria Pengisian kuesioner Pengambilan sampel darah jari Apusan darah tebal Apusan darah tipis RDT Pemeriksaan mikroskopis Interpretasi data positif/negatif Identifikasi Plasmodium sp parasit Analisis data

58 Output yang Diharapkan Sampel yang diambil berupa darah jari yang nantinya akan menjadi bahan pemeriksaan melalui metode pemeriksaan mikroskopis serta rapid diagnostic test (RDT). Hasil yang didapat diharapkan berupa: ditemukannya parasit dalam apusan darah jari serta terdeteksinya antigen parasit dalam pemeriksaan RDT.

59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan di laboratorium parasitologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Mei sampai November Hasil Penelitian ini didapatkan 28 responden mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 yang berasal dari daerah endemis malaria dengan menggunakan metode total sampling. Peneliti mendata mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 yang berasal dari daerah endemis malaria berdasarkan Annual Paracite Incidence (API) provinsi Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun Sebagai gambaran tentang karakteristik responden, maka peneliti menganalisanya berdasarkan usia, jenis kelamin, daerah asal, serta data lain yang didapatkan dari hasil kuesioner responden. Gambaran karakteristik subyek penelitian tersebut tercantum dalam tabel berikut ini: Tabel 4.1 Karakteristik Responden Karakteristik Jumlah Persentase (%) Usia , , , ,1 Jenis Kelamin Laki-laki 8 28,6 Perempuan 20 71,4 Asal Daerah (Provinsi) Aceh (LCI) 3 10,7 Sumatera Utara (LCI) 1 3,6 Sumatera Selatan (LCI) 5 17,9 Kep. Bangka Belitung (MCI) 1 3,6 Kep. Riau (LCI) 3 10,7 46

60 47 Lampung (LCI) 2 7,1 Jawa Tengah (LCI) 6 21,4 Kalimantan Barat (LCI) 1 3,6 Sulawesi Selatan (LCI) 5 17,9 Sulawesi Tenggara (LCI) 1 3,6 *LCI: Low Case Incidence *MCI: Middle Case Incidence Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa usia responden yang mengikuti penelitian ini paling rendah adalah 19 tahun dan paling tinggi adalah 22 tahun. Rata rata usia responden adalah 20,6 tahun. Jenis kelamin yang paling banyak mengikuti penelitian ini adalah perempuan, yaitu sebanyak 71,4% (20/28). Berdasarkan asal daerahnya, provinsi yang paling banyak mengikuti penelitian ini adalah Provinsi Jawa Tengah, yaitu sebanyak 21,43% (6/28). Berdasarkan nilai API Provinsi Indonesia tahun 2015 yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016, responden berasal dari daerah asal dengan status endemisitas malaria ringan atau Low Case Incidence (LCI) sebanyak 96,42% (27/28) dan berasal dari daerah asal dengan status endemisitas malaria sedang atau Middle Case Incidence (MCI) sebanyak 3,6% (1/28) yaitu Provinsi Bangka Belitung. Tabel 4.2 Riwayat Malaria dan Kebiasaan Pulang ke Daerah Asal Karakteristik Jumlah Persentase (%) Riwayat Malaria Tidak 25 89,3 Ya 3 10,7 Terakhir Kali Pulang Ke Daerah Asal 1 bulan 5 17,9 >1 bulan 23 82,1 Frekuensi pulang ke daerah asal dalam 1 tahun 1-2 kali 18 64,3 > 2 kali 10 35,7

61 48 Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa berdasarkan riwayat malaria terdapat 10,7% (3/28) responden pernah didiagnosis malaria yang sudah dipastikan dengan pemeriksaan darah oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan). Sebagian besar responden yaitu, 82% (23/28) terakhir kali pulang ke daerah asal > 1 bulan saat dilakukan pemeriksaan. Frekuensi pulang ke daerah asal pada responden yang terbanyak, yaitu 64,3% (18/28) adalah sebanyak 1 2 kali dalam setahun. 4.2 Perilaku Responden di Daerah Asal Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku di Daerah Asal Karakteristik Jumlah Persentase (%) Aktivitas di luar rumah saat petang, malam hari, atau dini hari selama di tempat tinggal asal Tidak 8 28,6 Ya 20 71,4 Pemakaian Kelambu di tempat tinggal asal Tidak 27 96,4 Ya 1 3,6 Pemakaian kasa anti nyamuk pada ventilasi di tempat tinggal asal Tidak 19 67,9 Ya 9 32,1 Pemakaian anti-nyamuk saat tidur di tempat tinggal asal Tidak 15 53,6 Ya 13 46,4 Gambaran tentang perilaku responden di daerah asal pada penelitian ini tercantum dalam tabel 4.3. Perilaku responden yang paling banyak dilakukan adalah kebiasaan pemakaian anti-nyamuk saat tidur yaitu dilakukan oleh 67,9% (19/28) dan yang paling banyak tidak dilakukan oleh responden adalah penggunaan kelambu saat tidur malam, yaitu sebanyak (96,4%) (27/28).

62 49 Responden yang memiliki kebiasaan beraktivitas di luar rumah saat petang hingga malam hari selama berada di tempat tinggal asal pada penelitian ini sebanyak 71,4% (20/28). Kebiasaan tersebut dapat meningkatkan terjadinya penularan malaria karena adanya kontak dengan nyamuk vektor. Pada An.sundaicus bersifat antrofilik, endofagik maupun eksofagik dan aktif pada Pada An.aconitus bersifat zoofilik, namun apabila hewan yang dijumpai sedikit makan akan menggigit manusia dan kebanyakan aktivitasnya sebelum pertengahan malam. An.barbirostris bersifat zoofilik dan eksofagik. Sedangkan An.maculatus memiliki sifat eksofilik, eksofagik 6, 16 dengan aktivitas paling tinggi pada Responden biasanya menggunakan waktu keluar rumah di malam hari untuk berkumpul bersama keluarga dan teman-teman. Pada penelitian Husin (2007) di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu, Hasyim (2012) di Kabupaten Lahat, dan Anjasmoro (2013) di wilayah kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga menemukan tidak terdapat hubungan antara keluar rumah pada malam hari dengan kejadian 39, 40, 41 malaria. Sedangkan, menurut penelitian Prihatin (2012) di wilayah kerja Puskesmas Mantangai menemukan adanya hubungan antara keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria. Bahkan, penelitian Yawan (2006) menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan keluar malam hari mempunyai risiko terkena penyakit malaria sebesar 4,680 kali lebih besar dari pada orang yang tidak 42, 43 memiliki kebiasaan keluar rumah di malam hari. Responden yang memiliki kebiasaan memakai kelambu pada saat tidur malam hari di daerah asal hanya 3,6% (1/28). Kebiasaan dalam memakai kelambu pada saat tidur malam hari bertujuan untuk mencegah adanya kontak dengan nyamuk, karena kelambu menjadi barrier sehingga mampu meminimalisir kontak dengan nyamuk. Penelitian yang dilakukan oleh Hasyim (2014) yang dilakukan di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan tahun 2011 serta penelitian yang dilakukan oleh Prihatin (2012) pada Puskesmas Mantangai di Kalimantan Selatan tidak menemukan adanya hubungan antara pemakaian kelambu dengan kejadian malaria. 40, 42 Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yawan (2006) dan Santy et al.

63 50 (2014), bahwa terdapat hubungan bermakna antara pemakaian kelambu di malam hari dengan kejadian malaria. Pada penelitian Kalangie et al. (2015) menyatakan terdapat risiko 4,727 lebih besar terkena malaria pada responden yang tidak memakai 43, 44, 45 kelambu. Namun, penggunaan kelambu dalam mencegah kontak dengan nyamuk penyebab malaria bergantung dengan cara penggunaan serta kondisi kelambu itu sendiri. Penelitian Handayani (2008) menemukan bahwa pada Kabupaten Bengkulu, masih banyak masyarakat yang menggunakan kelambu dengan kondisi tidak layak karena sudah banyak sobekan. Mengibas ruang dalam kelambu sebelum tidur, menyelipkan ujung kelambu, dan melepas kelambu setelah tidur masih jarang dilakukan oleh masyarakat. 46 Selain itu, WHO merekomendasikan pemakaian kelambu berinsektisida atau insecticide-treated net (ITN) yang dapat menghindari sekaligus mematikan nyamuk. Terdapat 2 jenis ITN, yaitu ITN konvensional yang dicelupkan ke dalam insektisida setiap 3 kali cuci atau long-lasting insecticidal net yang materialnya sudah mengandung insektisida. Penggunaan ITN ini mampu mengurangi 50% kasus malaria bila dibandingkan dengan penggunaan kelambu 6, 54 biasa. Responden yang memakai kasa anti nyamuk pada ventilasi tempat tinggal asal sebanyak 67,9% (19/28). Pemakaian kasa anti nyamuk diharapkan dapat meminimalisir nyamuk yang dapat masuk ke dalam rumah sehingga mengurangi adanya kontak antara manusia dengan nyamuk di dalam rumah. Penelitian oleh Ahmadi (2008) di Desa Lubuk Nipis Kabupaten Muara Enim dan Yawan (2006) di wilayah kerja Puskesmas Bosnik Kabupaten Biak menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemakaian kasa anti nyamuk dengan kejadian malaria. 43, 47 Berbeda dengan penemuan Atikoh (2105) di Purbalingga pada tahun 2014 yang menemukan adanya hubungan antara pemasangan kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah dengan kejadian malaria. Pada penelitian Husin (2007) ditemukan bahwa orang yang tinggal di rumah tanpa terpasangnya kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah memliki risiko

64 51 sebesar 3,71 kali lebih besar terkena malaria dibandingkan dengan orang yang tinggal 36, 39 di rumah yang terpasang kasa anti nyamuk pada ventilasinya. Responden yang memiliki kebiasaan menggunakan anti nyamuk sebelum tidur selama di daerah asal dilakukan oleh 67,9% (19/28). Kebiasaan dalam menggunakan anti nyamuk bertujuan untuk menghindari kontak dengan vektor nyamuk. Anti nyamuk dipakai di malam hari saat di luar atau di dalam rumah berupa obat oles, semprot, bakar, atau elektrik. Responden pada penelitian ini yang tidak memiliki kebiasaan memakai anti nyamuk mengaku bahwa terkadang lupa memakainya sebelum tidur. Pada penelitian Hasyim (2014) yang dilakukan di Kabupaten Lahat tahun 2011, Yawan (2006) di wilayah kerja Puskesmas Bosnik Kabupaten Biak tidak menemukan adanya hubungan antara pemakaian anti nyamuk dengan kejadian malaria. 40, 43 Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian oleh Husin (2007) di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan anti nyamuk dengan kejadian malaria. Pada penelitian Ahmadi (2008) menemukan bahwa orang yang tidak menggunakan anti nyamuk saat tidur mempunyai risiko terjadinya malaria 4,308 kali lebih besar dibandingkan pada orang dengan tidak menggunakan anti 39, 47 nyamuk. 4.3 Kejadian Malaria Tabel 4.4 Distribusi Hasil Pemeriksaan Mikroskopik dan RDT Responden Pemeriksaan Mikroskopik Positif Negatif RDT Positif Negatif Jumlah Jumlah Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa hasil dari pemeriksaan sampel darah jari secara mikroskopis didapatkan sebanyak 50% (14/28) ditemukan adanya parasit Plasmodium sp pada darahnya. Pada pemeriksaan RDT, penelitian ini menggunakan merk PALUTOP+4 OPTIMA (All. Diag, Strasbourg, France) dengan

65 52 antibodi spesifik Plasmodium falciparum, protein HRP-2, antibodi spesifik Plasmodium vivax, enzim Pv LDH dan antibodi pan species, enzim pldh. Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil negatif pada seluruh sampel darah jari responden. Hal ini ditemukan pula pada penelitian Daysema, Sharky D, et al (2016) di Kabupaten Merauke yang menjumpai RDT negatif namun ditemukannya parasit pada pemeriksaan mikroskopik sebanyak 15 orang dari 100 subyek yang diperiksa. Pada penelitian ini, penggunaan RDT pada sampel darah pada penderita malaria tidak dilakukan. Namun, oleh laboratorium Parasitologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta RDT ini dipakai pula pada praktikum parasitologi dengan menggunakan sampel darah penderita malaria. Untuk menentukan akurasi dari pemeriksaan RDT dilakukan uji diagnostik dengan gold standard pemeriksaan malaria yaitu pemeriksaan mikroskopik. 1 Hal ini diperlukan karena sensitivitas antar produk RDT yang beredar cukup bervariasi, sehingga dibutuhkan nilai diagnostik RDT untuk menjadi landasan penggunaan di lapangan sesuai dengan kondisi populasi. 52 Penilaian uji diagnostik guna mengukur sensitivitas dan spesifisitas alat yang digunakan, maka dilakukan penghitungan sebagai berikut 55, 56 : Tabel 4.5 Skema Struktur Dasar Uji Diagnostik Baku Emas Positif Negatif Hasil Uji Positif A b a+b Negatif c d c+d a+c b+d N Sumber : Dahlan, Sopiyudin Total Sensitivitas : a/(a+c) Spesifisitas : d//(b+d) Nilai duga positif (PPV) : a/(a+b) Nilai duga negatif (NPV) : d/(c+d) Rasio kemungkinan positif : sensitivitas/(1-spesifisitas) Radio kemungkinan negatif : (1-sensitivitas)/spesifisitas

66 53 Berdasarkan rumus tersebut maka didapatkan nilai parameter diagnostik pada pemeriksaan RDT dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.6 Hasil Uji Diagnostik RDT dengan Pemeriksaan Mikroskopis RDT Mikroskopik LR Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV (+) (-) (+) (-) (+) 0 0 (-) *PPV : Positive Predictive Value *NPV : Negative Predictive Value *LR : Likehood-Ratio 0% 100% 0% 50% 0% 1% Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui nilai uji diagnostik pada penelitian ini. Nilai sensitivitas merupakan nilai yang menggambarkan kemampuan suatu alat ukur untuk mendeteksi suatu penyakit. Pada penelitian ini kemampuan RDT untuk mendeteksi malaria didapatkan nilai sensitivitas 0%. Nilai spesifisitas merupakan nilai yang menggambarkan kemampuan suatu alat ukur untuk menyingkirkan adanya suatu penyakit. Pada penelitian ini kemampuan RDT untuk menyingkirkan adanya malaria didapatkan nilai spesifisitas 100%. Nilai duga positif (PPV) merupakan nilai yang menggambarkan kemampuan RDT untuk memprediksi dengan benar penderita malaria, pada penelitian ini didapatkan 0%. Nilai duga negatif (NPV) merupakan nilai yang menggambarkan kemampuan RDT untuk memprediksi dengan benar bukan penderita malaria, pada penelitian ini didapatkan 50%. Nilai Rasio kemungkinan (LR) positif merupakan perbandingan antara penderita malaria hasil uji positif dengan proposi bukan penderita malaria hasil uji positif, pada penelitian ini didapatkan positif 0%. Nilai rasio kemungkinan (LR) negatif merupakan perbandingan antara penderita malaria hasil uji negatif dengan bukan penderita malaria hasil uji negatif. Berdasarkan hasil uji diagnostik yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa RDT yang dipakai tidak akurat untuk mendeteksi malaria pada individu yang berasal

67 54 dari daerah endemis. Menurut Sudigdo (2011), uji diagnostik untuk keperluan skrining harus memiliki sensitivitas tinggi. 56 Hasil penelitian Sinaga (2016) menemukan bahwa RDT yang tidak akurat untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan. RDT yang dipakai pada penelitian tersebut adalah Parascreen, Zephyr Biomedicals, India mendapatkan nilai sensitivitas 0%, spesifisitas 100%, PPV 0%, PPN 91,1%, LR positif 0, dan LR negatif 1. Namun, pada penelitian ini uji diagnostik bukan merupakan tujuan utama penelitian, sehingga syarat perhitungan sampel minimal untuk uji diagnostik tidak terpenuhi. Namun, menurut Sopiyudin (2009) kriteria subjek dalam uji diagnostik ini terpenuhi karena subjek yang diperiksa diduga mengalami penyakit. 55 Menurut WHO, kemampuan RDT dapat dipengaruhi salah satunya oleh jumlah parasit yang terkandung di dalam darah. 52 Dijk et al. (2009) pernah melakukan uji coba menggunakan RDT PALUTOP+4 OPTIMA menggunakan sampel dengan ukuran parasitemia yang bervariasi. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa semakin rendah nilai parasitemianya semakin rendah pula sampel yang dapat dideteksi benar oleh RDT. Pada densitas P.falciparum >1000/µl sensitivitas pada penelitian tersebut mencapai 91% sedangkan pada densitas 0-100/µl sensitivitasnya mencapai 67,9%. Pada densitas P.vivax >500/µl sensitivitas pada penelitian tersebut mencapai 83,8% sedangkan pada densitas 500/µl sensitivitas mencapai 24,1%. 34 Selain itu, WHO memaparkan bahwa kemampuan RDT dipengaruhi pula oleh konsentrasi dari antigen parasit. 52 Pada penelitian Koita et al. (2012) di Mali, menemukan pada penelitiannya terdapat 12 preparat apusan darah positif pada pemeriksaan mikroskopik yang mendapatkan hasil negatif pada RDT. Saat dilakukan deteksi menggunakan PCR, ditemukan adanya delesi pada histidine-rich repeat region of the hrp2 gene sehingga tidak terdeteksi oleh RDT dan hal tersebut banyak terjadi pada penderita malaria asimtomatik. 53

68 55 WHO juga menyebutkan kemampuan RDT dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing produk yang dirancang untuk mendeteksi antigen. 52 Pada penelitian ini menggunakan PALUTOP+4 OPTIMA (All. Diag, Strasbourg, France) dengan antibodi protein HRP-2, enzim Pv LDH dan enzim pldh. Selain itu, kualitas dari alat RDT pun dapat mempengaruhi hasil. Salah satunya batas expired pada alat RDT, aturan penyimpanan RDT, yang pada penelitian ini harus pada suhu 4-30 C selama 24 bulan, serta teknik pemakaian alat yang quality control nya dapat dilihat pada 35, 52 warna pita yang terlihat pada kit. Tabel 4.7 Hasil Identifikasi Spesies Plasmodium Spesies Plasmodium Jumlah Persentase (%) Plasmodium.vivax 7 50 Plasmodium falciparum Infeksi campur Total Kelebihan dari pemeriksaan mikroskopik salah satunya dapat mengidentifikasi stadium serta menentukan jenis spesies Plasmodium yang menginfeksi. Pada penelitian ini ditemukan stadium parasit berupa trofozoit, skizon, dan gametosit. Masing-masing spesies memiliki perbedaan morfologi pada berbagai stadium yang dapat diidentifikasi tersebut. 24 Berdasarkan Tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa parasit yang paling banyak ditemukan pada sampel darah jari yang positif adalah Plasmodium vivax, yaitu sebanyak 50% (7/14). Hasil yang sama juga dilaporkan oleh penelitian dari Elyara IRF, et al, serta demografi dari WHO bahwa di Indonesia jenis Plasmodium yang paling banyak ditemukan adalah P.falciparum dan P.vivax. 5

69 Kejadian Malaria Berdasarkan Asal Provinsi Gambar 4.1 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Asal Provinsi Sumber: (telah diolah kembali). 57 Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa penelitian ini diikuti oleh 28 responden yang berasal dari 10 asal provinsi yang berbeda. Responden yang berasal dari daerah asal dengan status endemisitas malaria ringan atau Low Case Incidence (LCI) yang ditemukan positif malaria pada penelitian ini sebanyak 92,85% (13/14) dan responden berasal dari daerah asal dengan status endemisitas malaria sedang atau Middle Case Incidence (MCI) yang ditemukan positif malaria pada penelitian ini sebanyak 7,14% (1/14) yaitu responden yang berasal dari Provinsi Bangka Belitung. Responden yang berasal dari Provinsi Lampung, Kep. Bangka Belitung, Kalimantan Barat, dan Kep. Riau masing-masing ditemukan hasil positif malaria sebanyak 100% pada penelitian ini.

70 Kejadian Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.8 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Positif n(%) Negatif n(%) Jenis Kelamin Laki-laki 2 (14,3) 6 (42,9) Perempuan 12 (85,7) 8 (57,1) Total 28 (100) 28 (100) Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa diantara sampel yang ditemukan dari hasil pemeriksaan mikroskopis responden yang terdeteksi positif malaria paling banyak ditemukan pada perempuan, yaitu sebanyak 12/14 orang (85,71%). Pada subyek penelitian ini, responden terbesar adalah perempuan, oleh sebab itu hasil yang didapatkan terbanyak pada perempuan. Hasil penelitian Atikoh (2015) di Purbalingga pada tahun 2014 dan Saikhu (2011) bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian malaria. 36, 37 Berbeda dengan penelitian Riskesdas 2013, ditemukan pada laki-laki lebih banyak dijumpai kasus malaria dengan risiko 2,36 kali lebih besar terkena malaria dibandingkan perempuan. Keadaan ini dapat dikaitkan dengan aktivitas laki-laki yang lebih banyak di luar rumah pada malam hari atau kegiatan laki-laki yang lebih banyak di daerah dengan adanya tempat perindukan nyamuk seperti bertani, beternak, dan mengelola tambak Kejadian Malaria Berdasarkan Riwayat Malaria Tabel 4.9 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Riwayat Malaria Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Positif n(%) Negatif n(%) Riwayat Malaria Ya 3 (21,4) 0 (0) Sebelumnya Tidak 11 (78,6) 14 (100) Total 28 (100) 28 (100) Berdasarkan tabel 4.9 terdapat 3/14 orang (21,4%) yang memiliki riwayat malaria dan ketiganya masih ditemukan adanya parasit dalam pemeriksan mikroskopik pada penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa responden pernah

71 58 terinfeksi malaria sebelumnya dan ditemukannya parasit pada pemeriksaan mikroskopik tersebut dapat dikarenakan pengobatan yang tidak adekuat karena responden mengaku tidak menyelesaikan pengobatan sesuai anjuran dokter, adanya fase hipnozoit pada P.vivax yang memungkinkan terjadinya relaps pada pasien atau 1, 12, 18 adanya reinfeksi pada responden. Salah satu responden yang memiliki riwayat malaria mengatakan bahwa pernah menderita malaria 2 kali, yaitu pada tahun 2012 dan Responden lain memiliki riwayat malaria saat berpindah tempat tinggal ke Papua pada tahun Adapula responden yang pernah menderita malaria 3 kali pada saat masa remaja, namun responden tidak ingat tahun spesifiknya. Selain itu, pada tahun 2016 salah satu responden mengatakan pernah melakukan skrining apusan darah dan ditemukan adanya parasit namun tidak merasakan adanya gejala klinis Kejadian Malaria Berdasarkan Gejala Klinis Tabel 4.10 Distribusi Gejala Klinis Pada Responden Gejala Klinis (Demam, Menggigil, dan Berkeringat) Positif n(%) Pemeriksaan Mikroskopik Negatif n(%) Tidak 14 (100) 14 (100) Ya 0 (0) 0 (0) Total 14 (100) 14 (100) Keluhan gejala klinis pada responden didapatkan melalui pengakuan responden yang ditulis pada kuisioner, berupa demam tinggi yang disertai menggigil dan berkeringat. Pada tabel 4.10 diketahui bahwa seluruh responden 100% (14/14) tidak mengalami adanya gejala klinis tersebut, sementara pada pemeriksaan mikroskopiknya ditemukan parasit. Dapat disimpulkan bahwa, 14 orang mengalami malaria asimtomatik. 10 Hal ini bisa dikarenakan parasitemia yang belum menyentuh batas pyogenic treshold yang mampu merangsang respon imun dan menimbulkan demam, atau

72 59 infeksi yang sifatnya intermiten sehingga gejala yang dirasakan subyek dianggap biasa atau belum cukup parah untuk dikonsultasikan, atau karena infeksi berkepanjangan yang tidak dapat dikontrol oleh respon imun secara adekuat. 18 Selain itu adanya fase hipnozoit pada P.vivax mampu membuat penderita asimtomatik, namun sampai saat ini belum ada alat yang mampu mendeteksi fase hipnozoit tersebut Kejadian Malaria Berdasarkan Karakteristik Geografis Tabel 4.11 Distribusi Karakteristik Geografis Asal Daerah Responden Pemeriksaan Mikroskopik Negatif Positif n(%) n(%) Total n(%) Karakteristik Pantai 2 (14,3) 2 (14,3) 4 (14,3) geografik Dataran Rendah Perkotaan 8 (57,1) 5 (35,7) 13 (46,4) Pegunungan 1 (7,1) 0 (0) 1 (3,6) Dataran Tinggi Pedesaan 0 (0) 7 (50) 7 (25) Lainnya 3 (21,4) 0 (0) 3 (10,7) Total 14 (100) 14 (100) 28 (100) Dilihat dari letak geografis dari daerah asal responden, maka didapatkan data dalam tabel 4.11, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa karakteristik geografis yang berbeda pada responden. Responden yang ditemukan positif malaria dalam darahnya, sebagian besar berasal dari daerah dataran tinggi pedesaan, yaitu 50% (7/14) dan hanya 14.3% (2/14) saja yang berasal dari daerah pantai. Hal ini ditemukan serupa dengan penelitian yang dilakukan P2PL bahwa kasus terbanyak malaria di Indonesia ditemukan pada daerah pedesaan. 2 Pada penelitian Saikhu (2011) yang melakukan analisis faktor risiko dari kejadian malaria di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan data riskesdas 2007 bahwa penemuan kasus malaria paling banyak di pedesaan dibandingkan perkotaan, namun tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan diantara kedua karakteristik geografik tersebut. Data Riskesdas 2013, menurut karaketeristik

73 60 geografis menemukan bahwa prevalensi malaria tertinggi yaitu pada pedesaan sebesar 2, %. Penelitian oleh Syah (2012) di wilayah kerja puskesmas Girian Weru Kota Bitung, menemukan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi geografis antara orang yang tinggal di pantai dan non pantai dengan kejadian malaria. Penelitian tersebut juga medapatkan kesimpulan bahwa penduduk yang tinggal di daerah pantai memiliki risiko 12,524 kali lebih besar terkena malaria dibandingkan dengan penduduk yang tidak bertempat tinggal di daerah pantai. 49 Karakteristik geografis ini dinilai untuk mengetahui kondisi geografis disekitar pemukiman penduduk memiliki risiko tinggi sebagai tempat perindukan vektor nyamuk atau tidak. Pedesaan merupakan wilayah yang mengutamakan kegiatan pertanian serta peternakan sehingga banyak dijumpai sawah, semak, rawarawa, serta kandang ternak yang berada di dekat rumah penduduk. Karakteristik wilayah ini memiliki air tawar yang tenang dan tersedia sepanjang tahun, kelembabannya tinggi dengan suhu yang stabil. Tempat ini cocok untuk perindukan 17, 50 nyamuk seperti An.aconitus, An.barbisrostris. Pada daerah pegunungan memiliki sumber mata air yang jernih juga dengan kondisi kelembaban tinggi. Pada musim kemarau tempat perindukannya semakin meningkat dikarenakan debit air yang semakin menurun sehingga membentuk kobangan air. 50 Nyamuk yang dominan di daerah pegunungan adalah An.maculatus. Pada daerah perkotaan walaupun jarang sekali dilaporkannya kasus malaria, menurut data riskesdas 2013 prevalensinya 5%. 2 Hal yang memungkinkan masih terjadinya penularan malaria di daerah perkotaan ini karena pemukiman yang padat, adanya kolam atau kobangan air, serta nyamuk seperti An.barbirostris yang suka beristirahat di pepohonan sekitar rumah. 6, 16 Daerah pantai dengan karakteristik kelembapan yang tinggi, air payau serta sinar matahari langsung menjadi tempat yang disenangi oleh 6, 50 vektor nyamuk seperti An.sundaicus.

74 Keterbatasan Penelitian 1. Jumlah sampel yang kecil dan terbatas, sehingga mengurangi nilai uji diagnostiknya. 2. Kemungkinan adanya bias informasi pada faktor perilaku responden, karena daerah yang bervariasi dan sulit untuk dijangkau pada subyek penelitian sehingga sulit dalam melakukan pemeriksaan secara observasional. 3. Keterbatasan peneliti dalam mengidentifikasi spesies Plasmodium.

75 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 1. Angka kejadian malaria pada mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berasal dari daerah endemis malaria adalah sejumlah 50% (14/28) asimtomatik. 2. Parasit malaria yang ditemukan adalah Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum. 3. Perilaku di daerah asal yang paling banyak dilakukan adalah pemakaian anti nyamuk saat tidur dan yang paling jarang dilakukan adalah pemakaian kelambu. 4. Gambaran kejadian Malaria berdasarkan karakteristik individu pada mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berasal dari daerah endemis malaria adalah: a. Kejadian Malaria paling banyak ditemukan pada mahasiswa perempuan. b. Mahasiswa yang memliki riwayat malaria sebanyak 21.4% (3/14). c. Seluruh mahasiswa yang positif malaria mengalami malaria asimtomatik. 5. Kejadian Malaria paling banyak ditemukan pada subyek penelitian yang berasal dari daerah dataran tinggi pedesaan. 5.2 Saran 1. Subyek Penelitian a. Mahasiswa yang sudah terdeteksi mengalami infeksi Malaria disarankan untuk segera melakukan pemeriksaan lanjutan kepada tenaga kesehatan dan mendapatlan pengobatan yang sesuai dan adekuat. 62

76 63 2. Peneliti Selanjutnya a. Melanjutkan penelitian dengan sampel yang lebih besar untuk mendapatkan nilai prevalensi Malaria b. Melanjutkan penelitian dengan menghitung jumlah kepadatan parasit untuk mengetahui derajat infeksi. c. Melanjutkan penelitian epidemiologi terhadap faktor risiko malaria. d. Melanjutkan uji diagnostik banding secara serologis dan imunologis terutama untuk mengkonfirmasi nilai negatif pada pemeriksaan mikroskopis dan rapid diagnostic test (RDT).

77 DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Parasitologi FK UI. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; Kementerian Kesehatan RI. Infodatin malaria. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI; Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan indonesia tahun Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman Tata Laksana Malaria. 5. Elyazar IRF, Hay SI, Baird JK. malaria distribution, prevalence, drug resistance and control in indonesia. Advances in parasitology. 201;74: Soedarto. Malaria: Referensi mutakhir epidemiologi global plasmodiumanopheles penatalaksaan penderita malaria. Jakarta: Sagung Seto; CDC. Laboratory diagnosis of malaria: Plasmodium falciparum [Internet] Tersedia pada: chaidv2.pdf 8. CDC. Laboratory diagnosis of malaria: Plasmodium vivax [Internet] Terdapat pada: V2.pdf 9. CDC. Laboratory diagnosis of malaria: Plasmodium ovale [Internet] Terdapat pada: V2.pdf 10. CDC. Laboratory diagnosis of malaria: Plasmodium malariae [Internet] Terdapat pada: 64

78 65 aidv2.pdf 11. Setiati S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; Mueller Ivo. et al. Key gaps in the knowledge of plasmodium vivax, a neglected human malaria parasite. The Lancet Infectious Diseases. 2009;9( 9): Sorontou Y. Ilmu malaria klinik. Jakarta: EGC; Smith Ryan C. et al. The Plasmodium bottleneck: malaria parasite losses in the mosquito vector. Baltimore: Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro. 2014; 109(5): P2PL. Pedoman teknis pemeriksaan parasit malaria. Jakarta: Kemenkes RI; Sinka ME, Bangs MJ, Manguin S, et al. The dominant Anopheles vectors of human malaria in the Asia-Pacific region: occurrence data, distribution maps and bionomic précis. Parasites & Vectors. 2011;4: Harijanto P.N. Malaria: epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, dan penanganan. Jakarta : EGC; Chen I, Clarke SE, Gosling R, et al. Asymptomatic Malaria: A Chronic and Debilitating Infection That Should Be Treated. PLoS Medicine. 2016;13(1). 19. Pava Z., Burdam F. H., Handayuni I., Trianty L., et. al. Submicroscopic and Asymptomatic Plasmodium Parasitaemia Associated with Significant Risk of Anaemia in Papua, Indonesia. PLoS ONE 2016; 11(10). 20. Natadisastra, D. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta : EGC; Sehgal Rakesh. Practicals and viva in medical parasitology. New Delhi: Elsevier; Wongsrichanalai, C. et al. A review of malaria diagnostic tools: microscopy and rapid diagnostic test (RDT). The American Society of Tropical Medicine and Hygiene. 2007; 77(6):

79 Harijanto P.N. Malaria: dari molekuler ke klinis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; Soedarto. Buku ajar parasitologi kedookteran. Jakarta: Sagung Seto; Margono Sri S., Hadidjaja Pinardi. Dasar parasitologi klinik. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Arsin, Andi Arsunan. Malaria di indonesia, tinjauan aspek epidemiologi. Makassar: Masagena Press; Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan & pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; Kemenkes RI. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria. Jakarta: Kemenkes RI; World Health Organization. Basic malaria microscopy. 2 nd Ed. Geneva: World Health Organization; Van Eijk AM, Hill J, Noor AM, Snow RW, ter Kuile FO. Prevalence of malaria infection in pregnant women compared with children for tracking malaria transmission in sub-saharan Africa: a systematic review and metaanalysis. The Lancet Global Health. 2015; 3(10). 31. World Health Organization. Disease surveillance for malaria elimination. Geneva: World Health Organization; World Health Organization. Universal access to malaria diagnostic testing: an operational manual. Geneva: World Health Organization; Kemenkes RI. Panduan pemeliharaan eliminasi malaria. Jakarta: Kemenkes RI; Van Dijk DP, Gillet P, Vlieghe E, Cnops L, van Esbroeck M, Jacobs J. Evaluation of the Palutop+4 malaria rapid diagnostic test in a non-endemic setting. Malaria Journal. 2009; 8: World Health Organization. Universal access to malaria diagnostic testing. Geneva: World Health Organization; 2011.

80 Atikoh Ika N. Faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di desa selakambang kecamatan kaligondang kabupaten purbalingga tahun Jakarta: UIN; Saikhu A. Faktor risiko lingkungan dan perilaku yang mempengaruhi kejadian kesakitan malaria di propinsi sumatera selatan (analisis lanjut data riset kesehatan dasar 2007). Jurnal Aspirator. 2011(3):1, Mayasari R. et. al. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria di Indonesia (analisis lanjut riskesdas 2013). Buletin Penelitian Kesehatan. 2016; 44: Husi n H. Analisis faktor risiko kejadian malaria di puskesmas sukamerindu kecamatan sungai serut kota Bengkulu propinsi Bengkulu. Semarang: UNDIP; Hasyim H. Camelia Anita. et. al. Determinan kejadian malaria di wilayah endemis. Palembang Jur Kes Mas Nas 2014; 8: Anjasmoro R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas rembang kabupaten purbalingga, Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013; Prihatin D. Kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas mantangai kabupaten Kapuas provinsi Kalimantan tengah tahun Depok: UI; Yawan SF. Analisis faktor risiko kejadian malaria di wiliyaha kerja puskesmas bosnik kecamatan biak timur kabupaten biak numfor papua. Semarang: Universitas Diponegoro; Santy F. Natalia D. Hubungan faktor individu dan lingkungan dengan kejadian malaria di desa sungai ayak 3 kecamatan belitang hilir kabupaten sekadau. ejk, 2014; 2:1, Sagay AR, Rattu JAM, Tarumingkeng AA. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di kecamatan kema, kabupaten minahasa utara. Jurnal Media Kesehatan. 2015; 3: Handayani L. et. al. Faktor risiko penularan malaria vivak. Berita kedokteran Masyarakat. 2006; 24:1.

81 Ahmadi S. Faktor risiko kejadian malaria di desa lubuk nipis kecamatan tanjung agung kabupaten muara enim. Semarang: Universitas Diponegoro; Saikhu A. Faktor lingkungan dan perilaku yang mempengaruhi kejadian kesakitan malaria di propinsi sumatera selatan (Analisis lanjut data riset kesehatan dasar 2007). Jurnal Aspirator. 2012; 3:1, Syah FI. Hubungan karakteristik individu, perilaku dan lingkungan dengan kejadian malaria di wilayah puskesmas girian weru kota bitung tahun Depok: UI; Hakim L. Malaria: epidemiologi dan diagnosis. Jurnal Aspirator. 2011; 3(2): CDC. Malaria [Internet] Tersedia pada: World Health Organization. Good practices for selecting and procuring rapid diagnostic tests for malaria. Geneva: World Health Organization; Koita OA, Doumbo OK, Ouattara A, et al. False-Negative Rapid Diagnostic Tests for Malaria and Deletion of the Histidine-Rich Repeat Region of the hrp2gene. The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 2012; 86(2): World Health Organization. Insecticide-treated mosquito nets: a WHO position statement. Geneva: World Health Organization; Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto; La Historia con Mapa. Indonesia Map Black and White [Internet] Terdapat pada:

82 Lampiran 1 Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian Bersama ini saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Umur : Alamat : Telepon : Setelah mendapat keterangan secukupnya dan mengerti manfaat penelitian tersebut di bawah ini dengan judul : Angka Kejadian Infeksi Malaria Pada Mahasiswa Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang Berasal Dari Daerah Endemis Malaria Di Indonesia. Saya mengerti tujuan penelitian ini dan mengapa diminta untuk berpartisipasi. Semua pertanyaan yang saya ajukan telah dijawab peneliti. Saya mengerti bahwa keiikutsertaan dalam penelitian ini bersifat sukarela dan setiap saat dapat mengundurkan diri dari penelitian. Yang memberi penjelasan, Jakarta, September 2017 ` Yang menyetujui, Partisipan (Izzatul Hanifa) ( ) 68

83 Lampiran 2 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI MALARIA PADA MAHASISWA KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA YANG BERASAL DARI DAERAH ENDEMIS MALARIA DI INDONESIA *)Lingkari pilihan Anda KODE No. Pertanyaan Jawaban (diisi oleh petugas) A. IDENTITAS RESPONDEN A1 Nama Lengkap A2 Usia A3 Tempat Tinggal Asal/Selama.. A4 Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan A4 [ ] B. RIWAYAT MALARIA B1 Apakah Anda pernah didiagnosis positif menderita malaria yang 0. Tidak 1. Ya B1 [ ] 69

84 70 KODE No. Pertanyaan Jawaban (diisi oleh petugas) sudah dipastikan dengan pemeriksaan darah oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan)? Apakah dalam 3-6 bulan ini Anda B2 pernah mengalami demam, berkeringat dan menggigil? 0. Tidak 1. Ya B2 [ ] Apakah dalam 3-6 bulan terakhir B3 Anda pernah meminum obat antimalaria? 0. Tidak 1. Ya B3 [ ] C. FAKTOR RISIKO C1 Kapan terakhir kali Anda pulang ke daerah asal? 0. 1 bulan 1. >1 bulan C1 [ ] C2 Dalam 1 tahun, berapa kali Anda pulang ke daerah asal? kali 1. >2 kali C2 [ ] C3 Saat berada di tempat tinggal asal, apakah Anda keluar rumah saat 0. Tidak 1. Ya C3 [ ]

85 71 KODE No. Pertanyaan Jawaban (diisi oleh petugas) petang, malam hari atau dini hari menjelang subuh? Saat berada di tempat tinggal asal, C4 apakah Anda memakai kelambu saat tidur malam hari? 0. Tidak 1. Ya C4 [ ] Apakah Anda memakai kasa anti C5 nyamuk pada ventilasi rumah? 0. Tidak 1. Ya C5 [ ] Saat berada di tempat tinggal asal, C6 apakah Anda menggunakan anti nyamuk saat tidur? 0. Tidak 1. Ya C6 [ ] Apakah terdapat tempat perindukan nyamuk di dalam dan C7 di luar rumah Anda? 0. Tidak 1. Ya C7 [ ] (luar rumah seperti : kolam, sungai, sawah, cekungan air 50

86 72 KODE No. Pertanyaan Jawaban (diisi oleh petugas) meter dari rumah) 1. Pantai 2. Dataran Rendah Perkotaan C8 Bagaimana kondisi geografis daerah tempat tinggal asal Anda? 3.Pegunungan 4.Dataran Tinggi Pedesaan C8 [ ] 5.Lainnya (Sebutkan)..

87 Lampiran 3 Alat dan Bahan Penelitian Microscope slides merk sail brand cat no ukuran 25,4 x 75,2 mm Alcohol swab merk one swabs Methanol Absolute Larutan Giemsa 3% Beaker glass RDT PALUTOP+4 OPTIMA : All. Diag, Strasbourg, France 73

88 Lampiran 4 Cara Kerja Penelitian Proses pengambilan darah subyek penelitian pada preparat dan kit RDT Proses fiksasi preparat apusan tipis menggunakan methanol absolute Preparat subyek penelitian pada staining tray Proses pewarnaan preparat apusan darah dengan menggunakan larutan Giemsa 3% selama 45 menit (Preparat 4) Preparat sebelum diwarnai dengan pewarnaan Giemsa (Preparat 5) Preparat sesudah diwarnai dengan pewarnaan Giemsa 74

89 Lampiran 5 Foto Pemeriksaan Mikroskopik dan RDT Subyek Penelitian (Subyek 1) Stadium gametosit Plasmodium vivax (Subyek 2) Stadium gametosit Plasmodium falciparum (Subyek 3) Stadium gametosit Plasmodium vivax (Subyek 5) Stadium gametosit Plasmodium vivax (Subyek 8) Stadium skizon Plasmodium vivax (Subyek 10) Stadium skizon Plasmodium vivax (Subyek 12) Stadium gametosit Plasmodium vivax (Subyek 15) Stadium gametosit dan trofozoit Plasmodium vivax (Subyek 16) Stadium gametosit dan trofozoit Plasmodium vivax 75

90 76 (Subyek 21) Stadium gametosit Plasmodium vivax (Subyek 24) Stadium gametosit Plasmodium vivax (Subyek 26) Stadium gametosit Plasmodium vivax (Subyek 27) Stadium gametosit dan trofozoit Plasmodium vivax (Subyek 28) Stadium gametosit dan trofozoit Plasmodium vivax Hasil pemeriksaan RDT menunjukkan hasil negatif

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu penyakit menular yang masih sulit diberantas dan merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia termasuk Indonesia, Separuh penduduk

Lebih terperinci

DEFINISI KASUS MALARIA

DEFINISI KASUS MALARIA DEFINISI KASUS MALARIA Definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yaitu makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan

Lebih terperinci

A. Pengorganisasian. E. Garis Besar Materi

A. Pengorganisasian. E. Garis Besar Materi Pokok Bahasan : Malaria Sub Pokok : Pencegahan Malaria Sasaran : Ibu/Bapak Kampung Yakonde Penyuluh : Mahasiswa PKL Politeknik Kesehatan Jayapura Waktu : 18.30 WPT Selesai Hari/tanggal : Senin, 23 Mei

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. 3 Malaria

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN MALARIA OLEH Ronilda Tambunan, SST AKADEMI KEBIDANAN KHARISMA HUSADA BINJAI 2015 DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN BAB l PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan...

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk anopheles betina. 5,15 Ada lima spesies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Malaria Definisi Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Malaria Definisi Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Malaria 2.1.1. Definisi Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat menjadi serius dan menjadi salah satu masalah besar kesehatan dunia. 20,21 Setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi terletak di Jalan Raya Karang Tengah km 14 Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Dinas kesehatan

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN MALARIA. OLEH Nurhafni, SKM. M.Kes

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN MALARIA. OLEH Nurhafni, SKM. M.Kes LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN MALARIA OLEH Nurhafni, SKM. M.Kes AKADEMI KEBIDANAN KHARISMA HUSADA BINJAI 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Manfaat...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Malaria masih menjadi masalah kesehatan di daerah tropis dan sub tropis terutama Asia dan Afrika dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Patel

Lebih terperinci

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Malaria Sudah diketahui sejak jaman Yunani Kutukan dewa wabah disekitar Roma Daerah rawa berbau

Lebih terperinci

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date Project Status Report Presenter Name Presentation Date EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 Epidemiologi Malaria Pengertian:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang serius dan fatal yang disebabkan oleh parasit protozoa genus plasmodium yang ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium. Parasit ini hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak balita dan ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 TUJUAN Mampu membuat, mewarnai dan melakukan pemeriksaan mikroskpis sediaan darah malaria sesuai standar : Melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Malaria 1. Definisi malaria Malaria adalah penyakit yang menyerang sel darah merah disebabkan oleh parasit plasmodium ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini. sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk

Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini. sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk A. PENDAHULUAN Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk berkembangbiak dan berpotensi melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit Malaria merupakan infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies Plasmodium penyebab malaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles hidup di daerah tropis dan

Lebih terperinci

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014 872 Artikel Penelitian Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014 Hans Everald 1, Nurhayati 2, Elizabeth Bahar 3 Abstrak Pengobatan malaria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik dunia maupun Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Penyakit malaria adalah penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 Dimas Aditia Gunawan, 2012 Pembimbing I : July Ivone, dr., MKK., MPd. Ked. Pembimbing II : Prof. Dr. Susy Tjahjani,

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS)

MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS) MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS) Oleh: Dr.rer.biol.hum. dr. Erma Sulistyaningsih, M.Si NAMA :... NIM :... FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDEN PENYAKIT MALARIA DI KELURAHAN TELUK DALAM KECAMATAN TELUK DALAM KABUPATEN NIAS SELATAN TAHUN 2005

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDEN PENYAKIT MALARIA DI KELURAHAN TELUK DALAM KECAMATAN TELUK DALAM KABUPATEN NIAS SELATAN TAHUN 2005 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDEN PENYAKIT MALARIA DI KELURAHAN TELUK DALAM KECAMATAN TELUK DALAM KABUPATEN NIAS SELATAN TAHUN 2005 Oleh: Suhardiono, S.K.M., M.Kes. ABSTRAK Malaria adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/ sub-tropis, negara berkembang maupun negara maju. Pada tahun 2012, diperkirakan ada 207 juta kasus

Lebih terperinci

ABSTRAK. Helendra Taribuka, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc

ABSTRAK. Helendra Taribuka, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc ABSTRAK PENGARUH PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU PENDUDUK TERHADAP TINGGINYA PREVALENSI PENYAKIT MALARIA DI DESA MESA KECAMATAN TNS (TEO NILA SERUA) KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2010 Helendra Taribuka,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Malaria Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa penyakit malaria dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini dapat menemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi penyakit endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis dunia. Pada tahun 2006, terjadi 247 juta kasus malaria,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PENYAKIT MALARIA SERTA PEMERIKSAAN SAMPEL DARAH MASYARAKAT PERUMAHAN ADAT DI KECAMATAN KOTA WAIKABUBAK KABUPATEN SUMBA BARAT - NTT SKRIPSI Oleh Thimotius

Lebih terperinci

Gambaran prevalensi malaria pada anak SD YAPIS 2 di Desa Maro Kecamatan Merauke Kabupaten Merauke Papua

Gambaran prevalensi malaria pada anak SD YAPIS 2 di Desa Maro Kecamatan Merauke Kabupaten Merauke Papua Gambaran prevalensi malaria pada anak SD YAPIS 2 di Desa Maro Kecamatan Merauke Kabupaten Merauke Papua 1 Sharky D. Daysema 2 Sarah M. Warouw 2 Johnny Rompis 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit malaria merupakan jenis penyakit tropis yang banyak dialami di negara Asia diantaranya adalah negara India, Indonesia, dan negara Asia lainnya. (Dewi, 2010).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Malaria 1. Definisi Penyakit Malaria Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium yang termasuk golongan protozoa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit mematikan yang disebabkan oleh dari genus dengan perantara nyamuk Anopheles betina. Berdasarkan data WHO, pada tahun 2014 sendiri telah terjadi

Lebih terperinci

Pendahuluan. Tujuan Penggunaan

Pendahuluan. Tujuan Penggunaan Pendahuluan Malaria merupakan salah satu penyakit parasit paling umum di dunia dan menempati urutan ke 3 dalam tingkat mortalitas diantara prnyakit infeksi utama lainnya. Parasit protozoa penyebab malaria

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. Ada lima jenis Plasmodium yang sering menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum,

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

Distribution Distribution

Distribution Distribution Incidence Malaria Each year Malaria causes 200-300 million cases It kills over 1 million people every year It is causes by a parasite called plasmodium (4 types) It is spread by the anopheles mosquito

Lebih terperinci

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa parasit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk mendapatkan sumber daya tersebut, pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan dalam bidang kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria terjadi bila eritrosit diinvasi oleh salah satu dari empat spesies

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria terjadi bila eritrosit diinvasi oleh salah satu dari empat spesies BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Malaria Falsiparum Malaria terjadi bila eritrosit diinvasi oleh salah satu dari empat spesies parasit protozoa genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anoples

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gejala umumnya muncul 10 hingga

Lebih terperinci

JST Kesehatan, Juli 2013, Vol.3 No.3 : ISSN KADAR HEMOGLOBIN DAN DENSITAS PARASIT PADA PENDERITA MALARIA DI LOMBOK TENGAH

JST Kesehatan, Juli 2013, Vol.3 No.3 : ISSN KADAR HEMOGLOBIN DAN DENSITAS PARASIT PADA PENDERITA MALARIA DI LOMBOK TENGAH JST Kesehatan, Juli 2013, Vol.3 No.3 : 298 304 ISSN 2252-5416 KADAR HEMOGLOBIN DAN DENSITAS PARASIT PADA PENDERITA MALARIA DI LOMBOK TENGAH Hemoglobin Level and Parasite Density of Malaria Patients in

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Memasuki milenium ke-3,infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi negara tropik/sub topik dan negara berkembang maupun negara yang sudah maju.malaria merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA PADA KELUARGA

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA PADA KELUARGA Volume 1, Nomor 1, Juli 2016 FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA PADA KELUARGA Fera Meliyanti Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Al- Ma arif Baturaja Jl. Dr. Moh. Hatta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Malaria 1. Tinjauan Umum Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Malaria (Plasmodium) bentuk aseksual yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh 4 spesies plasmodium, yaitu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh 4 spesies plasmodium, yaitu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1 Malaria 1.1 Pengertian Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh 4 spesies plasmodium, yaitu p. falciparum, p. ovale, p. malariae dan p. vivax yang di tularkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Parasit Genus Plasmodium terdiri dari 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat dunia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan lama yang muncul kembali (re-emerging).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang World Malaria Report (2011) menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah kasus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit parasit tropis yang penting didunia dan masih merupakan masalah utama didunia. Malaria adalah penyebab kematian nomor 4 di dunia setelah infeksi

Lebih terperinci

M.Arie w. FKM Undip. M. Arie W, FKM Undip

M.Arie w. FKM Undip. M. Arie W, FKM Undip M. Arie W, PENGERTIAN (Surveilans Malaria) Surveilans malaria dapat diartikan sebagai pengawasan yang dilakukan secara terus-menerus dan sistematik terhadap distribusi penyakit malaria dan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.1. Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles.

Lebih terperinci

Pemeriksaan mikroskopis tinja terhadap parasit metode kwantitatif : 1. Metode Stoll 2. Metode Kato-Katz

Pemeriksaan mikroskopis tinja terhadap parasit metode kwantitatif : 1. Metode Stoll 2. Metode Kato-Katz PRAKTIKUM PARASITOLOGI (TM-Pr.4) Praktikum I: Menghitung Telur Cacing Pada Sediaan Tinja Pemeriksaan mikroskopis tinja terhadap parasit metode kwantitatif : 1. Metode Stoll 2. Metode Kato-Katz Membuat

Lebih terperinci

SKRINING MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUASIN KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO PROPINSI JAWA TENGAH

SKRINING MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUASIN KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO PROPINSI JAWA TENGAH SKRINING MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUASIN KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO PROPINSI JAWA TENGAH 222 Abstract Marhum Nur Amani, Abdul Kadar, Solikhah Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012 ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012 Janice Surjana, 2014 Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg.,skm. Pembimbing II : Budi Widyarto Lana,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypty dan atau Aedes albopictus. Infeksi virus

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MIKROSKOP DAN TES DIAGNOSTIK CEPAT DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS MALARIA

PEMERIKSAAN MIKROSKOP DAN TES DIAGNOSTIK CEPAT DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS MALARIA PEMERIKSAAN MIKROSKOP DAN TES DIAGNOSTIK CEPAT DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS MALARIA Wijaya Kusuma, A.A. Wiradewi Lestari, Sianny Herawati, I Wayan Putu Sutirta Yasa Bagian/SMF Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, I. PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, hidup di wilayah endemis malaria dengan sekitar 250 juta orang terinfeksi malaria untuk tiap

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUBUNGAN RIWAYAT INFEKSI MALARIA DAN MALARIA PLASENTA DENGAN HASIL LUARAN MATERNAL DAN NEONATAL

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUBUNGAN RIWAYAT INFEKSI MALARIA DAN MALARIA PLASENTA DENGAN HASIL LUARAN MATERNAL DAN NEONATAL LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUBUNGAN RIWAYAT INFEKSI MALARIA DAN MALARIA PLASENTA DENGAN HASIL LUARAN MATERNAL DAN NEONATAL dr. Waode Mariyana dr. Isra Wahid, PhD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. apus ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. apus ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Apus Darah Tepi Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apus ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah salah satu penyakit menular paling umum dan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Malaria disebabkan oleh parasit yang disebut Plasmodium, yang ditularkan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL Malaria : penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang hidup & berkembang biak dalam sel darah manusia Ditularkan

Lebih terperinci

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012 Gambaran Infeksi di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012 Nugraheni Maraelenisa Letelay 1, Ellya Rosa Delima 2 1. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis serta dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

KEGUNAAN SURVEILANS TUJUAN SUMBER INFORMASI 15/11/2013. PENGERTIAN (Surveilans Malaria)

KEGUNAAN SURVEILANS TUJUAN SUMBER INFORMASI 15/11/2013. PENGERTIAN (Surveilans Malaria) PENGERTIAN (Surveilans Malaria) Surveilans malaria dapat diartikan sebagai pengawasan yang dilakukan secara terus-menerus dan sistematik terhadap distribusi penyakit malaria dan faktor-faktor penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa dari genus Plasmodium. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kematian

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini menjadi masalah bagi kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita,

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENANGGULANGAN MALARIA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN 2011

MANAJEMEN PENANGGULANGAN MALARIA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN 2011 MANAJEMEN PENANGGULANGAN MALARIA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN 2011 Felix Kasim,H. Edwin Setiabudhi, Immanuel Indra Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Maranatha Bandung Forum

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 Nugraheni M. Letelay, 2013. Pembimbing I : dr. Ellya Rosa Delima, M.Kes Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang mengancam jiwa dan banyak menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta penduduk di dunia terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau invertebrata lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Malaria Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan Plasmodium malaria (Laaveran,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh protozoa intrasel dari genus Plasmodium. Ada empat parasit yang dapat menginfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei

ABSTRAK. PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei ABSTRAK PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei Lisa Marisa, 2009 Pembimbing I : Dr. Susy Tjahjani,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS SUKAMERINDU KECAMATAN SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU PROPINSI BENGKULU

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS SUKAMERINDU KECAMATAN SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU PROPINSI BENGKULU ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS SUKAMERINDU KECAMATAN SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU PROPINSI BENGKULU Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Magister Kesehatan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi penelitian dan waktu penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Lembah Sari Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia mempunyai komitmen untuk melaksanakannya serta menjadikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Malaria 2.1.1. Pengertian Malaria Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP. Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP. Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP A. Kajian Pustaka 1. Definisi Malaria Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria

Lebih terperinci