BAB II KAJIAN PUSTAKA. (CDC, 2009) Tujuan dari universal precautions adalah untuk mengendalikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. (CDC, 2009) Tujuan dari universal precautions adalah untuk mengendalikan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Universal Precautions Universal Precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi. (CDC, 2009) Tujuan dari universal precautions adalah untuk mengendalikan infeksi secara konsisten, memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat seperti berisiko, mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien serta asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya. (Donna Bjerregaard, 2000) Prinsip universal precautions di pelayanan kesehatan adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan. Hal ini penting dilakukan mengingat sebagian orang yang terinfeksi virus seperti HIV dan HBV tidak menunjukkan gejala fisik. Universal precautions diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan petugas kesehatan) yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. (CDC, 2009) Universal precautions berlaku untuk darah, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit dan selaput lendir. (UNESCO, 2004) Universal precautions meliputi pengelolaan alat kesehatan habis pakai, cuci tangan, pemakaian alat pelindung diri (sarung tangan, celemek/apron, alas kaki yang tertutup, penutup kepala, kacamata dan masker),

2 pengelolaan jarum dan alat tajam, pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan, desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang. (Nursalam dan Kurniawati, 2009) Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dan organisme yang menempel di tangan. Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan kepada klien walaupun sudah memakai sarung tangan atau alat pelindung karena cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan. Cuci tangan higienik atau rutin berfungsi untuk mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan dengan menggunakan sabun atau detergen. Sedangkan cuci tangan aseptik adalah cuci tangan yang dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik. Larutan antiseptik bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme pada kulit. Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal. (Potter & Perry, 2005) Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari risiko pajanan darah dan semua jenis cairan tubuh. Jenis alat pelindung diri adalah tutup kepala, kacamata, masker, celemek/apron, sarung tangan dan sepatu pelindung. Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua cairan tubuh, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan darah atau cairan tubuh

3 pasien dan sarung tangan digunakan hanya untuk satu klien (disposible). (Nursalam dan Kurniawati, 2009) Penggunaan masker dan kacamata dimaksudkan untuk melindungi selaput lendir hidung, mulut dan mata selama melakukan tindakan kepada klien yang memungkinkan terjadinya percikan darah dan cairan tubuh lainnya. Gaun pelindung (celemek/apron) merupakan salah satu jenis pakaian kerja. Jenis bahan sedapat mungkin tidak tembus cairan. Tujuan penggunaannya adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain dari klien. (Nursalam dan Kurniawati, 2009; Potter & Perry, 2005) Pengelolaan alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 3 tahap kegiatan yaitu dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi atau DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi). Dekontaminasi bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda, sehingga dapat melindungi petugas atau pun pasien. Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfeksi yaitu suatu larutan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati dan tidak digunakan untuk kulit atau jaringan mukosa. Larutan yang digunakan adalah Klorin 0,5% yang direndam selama 10 menit. (Rohani, 2010) Setelah dekontaminasi dilakukan pembersihan yang merupakan langkah penting yang harus dilakukan. Pembersihan dengan cara mencuci adalah untuk menghilangkan segala kotoran yang kasat mata dari benda dan permukaan benda dengan sabun atau detergen, air dan sikat. Selain menghilangkan kotoran,

4 pencucian alat juga akan menurunkan jumlah mikroorganisme yang potensial menjadi penyebab infeksi melalui alat kesehatan. Pencucian harus dilakukan dengan teliti sehingga darah atau cairan tubuh lain betul-betul hilang dari permukaan alat kesehatan tersebut. (Rohani, 2010) Pengelolaan alat kesehatan yang terakhir adalah dengan melakukan desinfeksi dan sterilisasi. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dilakukan dengan cara merebus alat kesehatan dalam air mendidih selama 20 menit, merendam dalam desinfektan kimiawi seperti glutaraldehyde atau formaldehyde dan dengan cara menggunakan steamer. (Nursalam dan Kurniawati, 2009) Sterilisasi adalah proses menghilangkan seluruh mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk endospora bakteri. (Donna Bjerregaard, 2000) Metode sterilisasi yang lazim digunakan adalah dengan pemanasan kering yaitu menggunakan oven, pembakaran, sinar inframerah pada suhu o C selama >30 menit. Untuk membunuh spora, pemanasan juga dapat dilakukan pada suhu 180 o C selama 2 jam. (Nursalam dan Kurniawati, 2009) Pengelolaan limbah tajam juga sangat penting dilakukan karena 17% kecelakaan kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama pemakaian, 70% terjadi setelah pemakaian dan 13% terjadi setelah pembuangan. Kecelakaan yang sering terjadi adalah pada saat petugas berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya, oleh karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum suntik tersebut melainkan langsung membuang ke penampungan sementara, tanpa menyentuh atau memanipulasi seperti membengkokkannya. Jika jarum terpaksa ditutup kembali (recapping) gunakanlah

5 cara penutupan dengan satu tangan untuk mencegah jari tertusuk jarum. Sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir atau tempat pemusnahan, maka diperlukan wadah penampungan sementara yang bersifat kedap air dan tidak mudah bocor serta kedap tusukan. (Nursalam dan Kurniawati, 2009; Rohani, 2010) 2.2.Proses Perubahan Perilaku HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang berkaitan dengan perilaku, sehingga upaya pencegahannya juga dengan menggunakan pendekatan yang berkaitan dengan perilaku. Terdapat beberapa teori perubahan perilaku kesehatan yang dapat menggambarkan bagaimana sebuah perilaku terbentuk, salah satunya yaitu teori Health Belief Model (HBM) dari Becker & Rosenstock. Teori ini berpendapat bahwa persepsi terhadap sesuatu lebih menentukan keputusan yang akan diambil dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya. Teori HBM ini didasarkan pada empat elemen persepsi seseorang yaitu: 1. Perceived susceptibility yaitu penilaian individu mengenai kerentanan terhadap suatu penyakit 2. Perceived severity yaitu penilaian individu mengenai seberapa serius kondisi dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut 3. Perceived benefits yaitu penilaian individu mengenai keuntungan yang diperoleh dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan 4. Perceived barriers yaitu penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan

6 Selanjutnya teori ini kemudian dikembangkan dan ditambahkan dengan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, yaitu: 1. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan 2. Variabel sosio-psikologis seperti kepribadian, sosial ekonomi, dan sebagainya 3. Variabel struktural seperti pengetahuan, pengalaman, peraturan dan sebagainya 4. Cues to action yaitu pengaruh dari luar dalam mempromosikan perilaku kesehatan yang disarankan seperti pemberian informasi melalui media massa, pelatihan, penyuluhan dan sebagainya 5. Self-Efficacy yaitu keyakinan seseorang mengenai kemampuan untuk melalukan perubahan perilaku yang disarankan Bila digambarkan dalam bentuk bagan, maka teori Health Belief Model akan nampak seperti gambar berikut: Individual Perceptions Modifying Factors Age, Sex, Ethnicity Personality Socio-economics Knowledge Likelihood of Action Perceived benefits versus barriers to behavioural change Perceived susceptibility or severity of disease Perceived threat of disease and Self-Efficacy Likelihood of behavioural change Cues to action: Education Symptoms Media Information Gambar 2.1. Conceptual Model (Glanz et al, 2002)

7 Berdasarkan gambar 2.1, terjadinya perubahan perilaku dipengaruhi oleh persepsi seseorang terhadap keseriusan dan kerentanan masalah yang dapat terjadi, sehingga akan menimbulkan persepsi adanya upaya atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi. Persepsi adanya upaya antisipasi ini akan diperkuat oleh segala bentuk dukungan atau pengaruh yang didapat baik itu berasal dari faktor personal maupun dari faktor eksternal. Faktor personal akan membentuk persepsi seseorang untuk membandingkan keuntungan yang didapat jika melakukan perubahan perilaku dengan pengorbanan atau hambatan yang harus dihadapi. Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi mengenai kerentanan, keseriusan, adanya upaya antisipasi, pertimbangan keuntungan dan hambatan dari perubahan perilaku yang diperkuat dengan berbagai bentuk dukungan akan menentukan terjadinya perubahan perilaku yang positif Persepsi Persepsi pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Persepsi seseorang akan mempengaruhi proses belajar (minat) dan mendorong seseorang untuk melaksanakan sesuatu (motivasi). Di dalam proses persepsi individu dituntut untuk memberikan penilaian terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif atau negatif, senang atau tidak senang dan sebagainya. Dengan adanya persepsi maka akan terbentuk sikap, yaitu suatu kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu di dalam situasi yang tertentu pula. (Walgito, 2010)

8 Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Walgito, 2010). Selaras dengan pernyataan tersebut Sarwono (2010) juga mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi. Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Sarwono, 2010). Selanjutnya Sarwono menjelaskan bahwa yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli tersebut diantaranya umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan lain sebagainya. Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional ialah faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan individu, pengetahuan, usia, pengalaman, kepribadian, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor struktural adalah faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam mempresepsikan sesuatu. (Anonim, 2009) Dalam ilmu psikologi, perkembangan umur merupakan periode waktu yang dapat dijelaskan melalui perkembangan fisik, kognitif dan psikososial. Masingmasing periode umur memiliki perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial yang berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap individu dengan periode umur yang berbeda memiliki perkembangan yang berbeda, sehingga mereka dapat menilai atau merespon sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda pula.

9 Tahap dewasa muda (20-40 tahun) merupakan perkembangan puncak dari kondisi fisik. Dalam tahap ini setiap individu memiliki kemampuan kognitif dan penilaian moral yang lebih kompleks. Mereka menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai apa yang diinginkan. Untuk perkembangan psikososialnya, individu pada tahap ini memiliki kepribadian yang relative stabil. Oleh karena itu, hal-hal tersebut sangat mempengaruhi mereka dalam menilai dan mempersepsikan sesuatu. Untuk periode umur dewasa madya (40-65 tahun), individu pada tahap ini memiliki perkembangan puncak dari kemampuan mental dasar. Mereka merupakan orang-orang yang ahli dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam memecahkan masalah. Disamping itu, tingkay kreatifitas mereka mungkin menurun, tetapi terjadi peningkatan kualitas kognitif. Perkembangan ini memungkinkan adanya pemikiran yang terbaik dan penilaian yang tepat dalam mempersepsikan issue sensitive mengenai sesuatu hal. Untuk keperluan penelitian ini, jenjang pendidikan dibedakan menjadi tiga kategori yaitu diploma (D3 Kebidanan), sarjana (D4/S1 Kebidanan) dan Pascasarjana. Setiap jenjang pendidikan ini menciptakan individu dengan kemampuan kognitif yang berbeda. Pada tingkat pendidikan ini, individu telah mampu menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Mereka bekerja dengan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh di bangku pendidikan untuk menangani pasien. Selain itu, kemampuan yang mereka miliki ini seharusnya memungkinkan adanya kesadaran untuk menilai dengan tepat dan mempersepsikan sesuatu. Menurut Notoatmodjo (2003), mengatakan

10 bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin banyak pula pengetahuan dan informasi yang diperoleh. Dengan pendidikan yang tinggi diharapkan seseorang mempunyai pengetahuan yang baik dan dari perubahan pengetahuan tersebut dapat merubah sikap dan perilaku. Menurut Kamil (2010) menyatakan bahwa pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku. Dengan mengikuti suatu pelatihan, diharapkan pengetahuan seseorang dapat bertambah dan dapat merubah perilaku seseorang sesuai dengan yang diharapkan. Pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi seseorang untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan. Masa kerja seseorang dapat mencerminkan pengalaman kerjanya. Oleh karena itu, individu yang sudah lama bekerja seharusnya lebih mengetahui dengan pasti bagaimana kondisi mengenai universal precautions di lingkungan kerjanya dan mampu menilai dan mempersepsikan sesuatu sesuai dengan kenyataan yang ada. 2.4.HIV/AIDS HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (CD4 + ) yang bertugas untuk menjaga sistem kekebalan tubuh. Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency

11 Syndrome) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat HIV. (Dorothy, 2011) Perjalanan klinis dari tahap terinfeksi HIV sampai pada tahap AIDS, sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien terutama imunitas seluler dan menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas biasanya diikuti dengan adanya peningkatan risiko dan derajat keparahan infeksi oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian akan berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama, 50% menjadi AIDS setelah sepuluh tahun dan hampir 100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun. (Depkes RI, 2003b) Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat menular melalui enam cara penularan, yaitu hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS, penularan dari ibu ke bayi, penularan melalui darah dan cairan tubuh yang tercemar HIV, pemakaian alat kesehatan yang tidak steril, menggunakan jarum suntik secara bergantian dan melalui transfusi darah. (Depkes RI, 2003c) Penularan melalui hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS baik secara vaginal, anal dan oral yang disebabkan oleh air mani dan cairan vagina dapat mengenai selaput lendir vagina, penis, dubur dan mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut dapat masuk dalam aliran darah (Soedarto, 2010) Penularan dari ibu ke bayi, menurut laporan CDC (Centers of Desease Control) prevalensi penularan dari ibu ke bayi pada ibu yang baru terinfeksi HIV dan belum menampakkan gejala AIDS adalah sebesar 20-35% sedangkan pada

12 ibu yang sudah menampakkan gejala AIDS, prevalensi penularannya sebanyak 50% dan penularan melalui ASI sekitar 10%. (Lily, 2004) Penularan melalui darah dan cairan tubuh yang tercemar HIV, cairan tubuh yang dimaksud adalah cairan semen, cairan vagina, cairan amion dan ASI. Kadar virus tertinggi ada dalam darah yaitu sebanyak partikel/ml disusul oleh cairan semen partikel/ml, cairan vagina partikel/ml, cairan amnion partikel/ml dan ASI/saliva 1 partikel/ml. (Anonim, 2009) Penularan pemakaian alat kesehatan yang tidak steril dan menggunakan jarum suntik secara bergantian, menurut Nicolas Sheon (2008), mengatakan bahwa angka penularan HIV melalui jarum suntik dan alat kesehatan yang tidak steril adalah sebesar 0,3%. Menurut Robert Heimer, seorang pakar dalam hal ini, dalam semprit yang tertutup rapat, HIV dapat hidup sampai 36 hari, tergantung pada jenis semprit dan jumlah virus yang dikandungnya. Jenis semprit biasa dengan jarum suntik yang dapat dilepas bisa berisi 20 mikroliter sisa darah. Pada semprit yang dibuat menyatu dengan jarum suntiknya sisa darah yang mungkin tertinggal hanya satu mikroliter. Oleh karena itu HIV tidak tahan begitu lama pada semprit menyatu dengan jarum suntiknya. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menghilangkan HIV di dalam tubuh. Obat yang tersedia baru berfungsi untuk mengurangi kecepatan pertumbuhan HIV dan membantu memperpanjang serta memperbaiki kualitas hidup penderita. Obat ini berasal dari golongan antiretroviral. Antiretroviral adalah obat yang dapat menekan perkembangbiakan HIV dalam menginfeksi sel-

13 sel yang masih sehat. Obat antiretroviral yang utama adalah Zidovudine atau Azidotimidin (AZT). (CDC, 2008a) Pencegahan penularan HIV yang direkomendasikan oleh WHO adalah dengan cara melakukan Abstinence yaitu tidak melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang terinfeksi HIV, Be faithful to one partner yaitu bersikap saling setia dengan satu pasangan, Condoms yaitu menggunakan kondom setiap kali berhubungan seksual, Drugs yaitu tidak menggunakan narkoba suntik dengan jarum yang digunakan secara bersama-sama. Cara lain yang dianjurkan oleh WHO untuk mencegah penularan infeksi termasuk HIV di pelayanan kesehatan adalah dengan melaksanakkan kewaspadaan universal (Universal Precautions). (USAID, 2002) 2.5. Penggunaan Fasilitas Universal Precautions di Pelayanan Kesehatan Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk menghindari risiko penularan HIV adalah dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Namun, dari hasil penelitian Anwar dan Perwitasari (2006), sebanyak 52% petugas kesehatan tidak menggunakan APD dengan alasan bahwa di tempat kerja mereka tidak tersedia APD. Alasan lain yang mengakibatkan petugas kesehatan tidak menggunakan APD adalah karena malas, lupa, tidak terbiasa dan repot. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Hariyono, Sutomo dan Sambudi (2006) yang menyatakan bahwa 86% petugas kesehatan tidak menggunakan APD karena fasilitas APD tidak tersedia di rumah sakit.

14 Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Smith et al (2005) mengatakan bahwa risiko penularan HIV per paparan dengan sumber yang terinfeksi pada proses persalinan adalah sebanyak (25%). Dalam penelitian Kaplan & Heimer (1995) dilaporkan bahwa risiko penularan HIV per paparan dengan sumber yang terinfeksi pada penggunaan jarum suntik dan alat kesehatan yang terkontaminasi HIV adalah sebanyak 67 (0,67%). Menurut studi yang dilakukan secara retrospektif pada petugas kesehatan, dilaporkan bahwa estimasi risiko penularan HIV setelah terjadinya paparan akibat jarum suntik dan alat kesehatan yang terinfeksi HIV adalah sebesar 0,3%. Sedangkan estimasi risiko penularan HIV setelah terjadinya paparan pada selaput lendir adalah sebesar 0,09%. (CDC, 2008b) Untuk menghindari risiko penularan HIV, CDC (Center for Desease Control) merekomendasikan beberapa cara pencegahan individu (Individual Prevention) yang diantaranya adalah dengan menambah pengetahuan mengenai HIV dan berhati-hati dengan semua produk darah serta cairan tubuh. Dedek (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing Terhadap Penggunaan APD Dalam Asuhan Persalinan Normal mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi bidan dalam penggunaan APD adalah faktor pendidikan, masa kerja, pengetahuan, persepsi, dukungan dari rekan kerja, penyuluhan serta peraturan dan kebijakan yang berlaku. Tresnaningsih (2001), mengatakan bahwa pengawasan terhadap penggunaan APD pada petugas kesehatan berdampak positif terhadap kedisiplinan

15 menggunakan APD, namun kesinambungan dari penggunaan APD tersebut cenderung dipengaruhi oleh pengetahuan petugas tentang manfaat APD dan persepsi petugas mengenai penyakit yang dapat mengancam. Heri dkk (2008) melaporkan dalam penelitiannya yang menggunakan teori Health Belief Model bahwa 85,3% responden memiliki persepsi yang tinggi mengenai kerentanan mereka tertular HIV, namun 61,4% responden memiliki persepsi bahwa penyakit HIV/AIDS bukanlah penyakit yang serius. Sebagian besar responden (76%) mempunyai persepsi yang tinggi tentang manfaat penggunaan jarum suntik steril, dan diperkuat lagi dengan hasil bahwa 92% responden memiliki persepsi terhadap rintangan yang rendah dalam penggunaan jarum suntik steril. Menurut Yusran (2008) mengatakan bahwa faktor demografi yang berperan dalam kepatuhan penerapan prinsip universal precautions adalah faktor jenis kelamin, usia, lama bekerja dan tingkat pendidikan. Hasil analisis regresi logistik ganda yang dilakukan dengan menggunakan teori Health Belief Model, menyebutkan bahwa persepsi mengenai kerentanan tertular infeksi HIV enam kali lebih mempengaruhi perawat dalam hal kepatuhan terhadap pelaksanaan universal precautions (p<0,001). Janjua et al (2007) dengan menggunakan regresi logistik ganda menyatakan bahwa tingkat pengetahuan dan pengalaman kerja merupakan satu-satunya prediktor yang signifikan dari pelaksanaan universal precautions.

16 McGovern et al (2008) dalam penelitiannya melaporkan bahwa kepatuhan dalam penerapan prinsip universal precautions dipengaruhi oleh persepsi risiko tertular infeksi HIV yaitu sebanyak 87,1%. Jayanti & Ersina (2011) menyebutkan bahwa faktor persepsi perawat mengenai risiko tertular infeksi HIV memiliki hubungan yang positif dan menunjukkan korelasi yang kuat dengan kedisiplinan perawat dalam pelaksanaan universal precautions.

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi HIV adalah melalui kontak seksual;

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Umum/Universal Precaution 2.1.1. Defenisi Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan

Lebih terperinci

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi Pendahuluan Sejak AIDS dikenal; kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal atau universal precaution dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju bahkan telah menggeser paradigma quality kearah paradigma quality

BAB I PENDAHULUAN. maju bahkan telah menggeser paradigma quality kearah paradigma quality BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan upaya keselamatan pasien sudah merupakan gerakan universal. Berbagai negara maju bahkan telah menggeser paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari perawat selalu berinteraksi dengan pasien dan bahaya-bahaya di rumah sakit, hal tersebut membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. Penyebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan zaman yang semakin kompleks membawa banyak perubahan di berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa ini, bidang

Lebih terperinci

STERILISASI & DESINFEKSI

STERILISASI & DESINFEKSI STERILISASI & DESINFEKSI Baskoro Setioputro 6-1 Cara penularan infeksi : 1. Kontak Langsung, tidak langsung, droplet 2. Udara Debu, kulit lepas 3. Alat Darah, makanan, cairan intra vena 4. Vektor / serangga

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN Assalamu alaikum Wr.Wb/ Salam Sejahtera Dengan hormat, Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas USU. Saya sedang

Lebih terperinci

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan APD perlu pengawasan karena dengan penggunaan APD yang tidak tepat akan menambah cost TUJUAN PENGGUNAAN

Lebih terperinci

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU BAB I DEFINISI Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5 DAFTAR ISI 1.1 Latar belakang...1 1.2 Definisi...4 1.3 Pengelolaan Linen...5 i PEMROSESAN PERALATAN PASIEN DAN PENATALAKSANAAN LINEN Deskripsi : Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Universal precautions merupakan pedoman pengendalian infeksi yang dilaksanakan oleh seluruh petugas pelayanan kesehatan terhadap semua pasien, pada setiap tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu tempat pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama untuk masyarakat yang sedang sakit. Tujuan utama rumah sakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping yang menyediakan berbagai macam jenis pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai masa depan dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku hidup bersih dan

Lebih terperinci

Karakteristik Responden. 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. 3.Mengikuti pelatihan APN ( Asuhan persalinan Normal)

Karakteristik Responden. 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. 3.Mengikuti pelatihan APN ( Asuhan persalinan Normal) Lampiran 1. No.Responden : Tanggal : Karakteristik Responden 1. Pendidikan Bidan a. DI b. DIII c. DIV d. S2 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. a. < 5 Tahun b. 5-10 Tahun c. >10 Tahun 3.Mengikuti pelatihan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Rumah sakit Islam Kendal adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh amal usaha muhammadiyah. Rumah sakit tipe C yang sudah terakreditasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan global dewasa ini. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu organisasi melalui tenaga medis professional yang teroganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV (Human Immune Deficiency Virus), relatif mudah menular dan mematikan.

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

APLIKASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL APLIKASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL SKRIPSI Disusun Oleh : RIZKY NORANINGTYAS J2A 605 097 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus HIV/AIDS bermunculan semakin banyak dan menyebar ke berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia, dilaporkan bahwa epidemi HIV dan AIDS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

b/c f/c Info Seputar AIDS HIV IMS Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: T A T

b/c f/c Info Seputar AIDS HIV IMS Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: T A T S A S D P L b/c f/c Info Seputar AIDS HIV Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: IMS N C Y F O R IN R N A I ON AG AL V D O I UN N M inside f/c inside b/c Apakah HIV itu? HIV, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Petugas kesehatan yang paling sering berinteraksi dan paling lama kontak dengan pasien dalam memberikan asuhan salah satunya adalah perawat (Nursalam, 2011). Perawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Dengan sendirinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat di Indonesia dan hal ini sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perawat profesional dalam melaksanakan peran dan fungsinya sehari hari, selalu beresiko tertular terhadap berbagai penyakit. Penularan penyakit dapat terjadi secara kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tenaga kesehatan gigi dalam menjalankan profesinya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tenaga kesehatan gigi dalam menjalankan profesinya tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kesehatan gigi dalam menjalankan profesinya tidak terlepas dari kemungkinan untuk mengalami kecelakan dalam pekerjaannya. Perilaku dan kesadaran yang baik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kesehatan gigi berisiko tinggi terpapar oleh mikroorganisme patogen di lingkungan kerja seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi. Mikroorganisme

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya. LAMPIRAN 1 KUESIONER LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER Saya bertandatangan di bawah ini: Nama : Umur : Setelah membaca penjelasan di atas, maka dengan ini menyatakan saya bersedia ikut berpatisipasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya xvii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petugas di bidang pelayanan kesehatan umum maupun gigi, baik dokter gigi, perawat gigi maupun pembantu rawat gigi, telah lama disadari merupakan kelompok yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan wujud penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodefiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS INFORMASI TENTANG HIV/AIDS Ints.PKRS ( Promosi Kesehatan Rumah Sakit ) RSUP H.ADAM MALIK MEDAN & TIM PUSYANSUS HIV/AIDS? HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pencegahan Infeksi Pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen- komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pengetahuan, HIV/AIDS, Pencegahan HIV/AIDS. Kepustakaan: 47 ( )

Kata Kunci: Pengetahuan, HIV/AIDS, Pencegahan HIV/AIDS. Kepustakaan: 47 ( ) GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDSMAHASISWA S-1 KEPERAWATAN SEMESTER VIII UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2 Ahmad Faizin*, Edy Soesanto**, Ernawati*** ABSTRAK Prevalensi HIV/AIDS bagaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Tindakan Defenisi tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Tindakan mempunyai beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau BAB II 2.1. HIV/AIDS TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian HIV/AIDS Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi di rumah sakit merupakan masalah yang cukup besar pada pelayanan kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kesehatan berisiko tinggi terinfeksi penyakit yang dapat mengancam keselamatannya saat bekerja. Menurut catatan World Health Organization (WHO) tahun 2004 didapatkan

Lebih terperinci

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS Astrid Wiratna Psikologi dan HIV-AIDS HIV-AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV Virus HIV bisa menginfeksi tubuh seseorang karena perilakunya Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi di rumah sakit yang oleh Departemen Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi 385.000 kejadian luka akibat benda tajam yang terkontaminasi darah pada tenaga kesehatan di rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas medis untuk kesehatan masyarakat bisa dilakukan di poliklinik maupun di rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT. Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga

PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT. Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga PENDAHULUAN Pengendalian infeksi (PI) merupakan upaya yang wajib dilakukan oleh setiap dr/drg/nakes yang memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku kesehatan adalah suatu respon

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku kesehatan adalah suatu respon BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan 2.1.1 Pengertian Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit,

Lebih terperinci

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS (Aquired Immune Deficiency Sindrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah virus yang mengurangi kekebalan tubuh secara perlahan-lahan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang yang terjangkit HIV di dunia sampai akhir tahun 2010 diperkirakan 34 juta orang. Dua pertiganya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Risiko Program Kesehatan Kerja mempunyai tujuan utama yaitu memberikan perlindungan utama kepada pekerja dari bahaya kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya pencegahan infeksi

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri. BAB I DEFINISI APD adalah Alat Pelindung Diri. Pelindung yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh).

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP APD

PERSEPSI TERHADAP APD A. Data Responden 1. Umur :... tahun 2. Pendidikan : D1 D3 S1 3. Lama Bekerja : < 1 thn 1 5 thn > 5 thn 4. Status Kerja : Karyawan Tetap Karyawan Kontrak B. Pernyataan Untuk Aspek pengetahuan Petunjuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecelakaan yang mungkin ditimbulkan. Oleh karena itu, APD. diperlukan. Syarat-syarat APD adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecelakaan yang mungkin ditimbulkan. Oleh karena itu, APD. diperlukan. Syarat-syarat APD adalah : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Suma mur, 1994). Alat Pelindung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5) issue penting yang terkait dengan keselamatan (safety) rumah sakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan suatu virus yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia. Virus ini akan memasuki tubuh manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Universal precaution (kewaspadaan standar) merupakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selama kunjungan antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selama kunjungan antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pencegahan Infeksi Pencegahan infeksi adalah bagian esensial dari asuhan lengkap yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksakan secara rutin pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer.

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia tentang kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 10 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Pengertian dan penularan Human Immnunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga sistem kekebalan tubuh manusia melemah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan menghasilkan bermacam-macam buangan limbah yang dapat mempengaruhi kesehatan. Rumah sakit sebagai salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang dapat merusak sistem pertahanan tubuh manusia. Sejalan dengan berkembangnya proses infeksi, mekanisme pertahanan

Lebih terperinci

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENGETAHUAN DAN PERSEPSI PENDERITA HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TENTANG PENYAKIT AIDS DAN KLINIK VCT TERHADAP TINGKAT PEMANFAATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tuberkulosis, Human Immunodeficiency Virus (HIV), hepatitis B, dan hepatitis C

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tuberkulosis, Human Immunodeficiency Virus (HIV), hepatitis B, dan hepatitis C I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular merupakan masalah yang mengancam kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2014). Penyakit infeksi atau penyakit menular adalah suatu penyakit spesifik yang ditularkan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HYGIENE PERAWAT DAN FASILITAS SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 1. DATA UMUM A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang diantaranya Acquired Immuno Defesiiency

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DARI KLIEN HIV/AIDS DI RUANG MELATI 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DARI KLIEN HIV/AIDS DI RUANG MELATI 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DARI KLIEN HIV/AIDS DI RUANG MELATI 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan Meraih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristika stafilokokus Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu memproduksi endotoksin. Habitat alaminya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konstitusi World Health Organizatin (WHO) dan amandemen UUD 1945 pasal 28 menegaskan bahwa kesehatan adalah hak azasi manusia yang fundamental bagi setiap individu.

Lebih terperinci

PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG BAB I DEFINISI RUANG ISOLASI A. Definisi Ruang Isolasi Ruang isolasi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bidan Bidan adalah seseorang yang telah menjalani program pendidikan bidan, yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait

Lebih terperinci

PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS PADA PENOLONG PERSALINAN SPONTAN DI RSUD BANJARNEGARA

PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS PADA PENOLONG PERSALINAN SPONTAN DI RSUD BANJARNEGARA PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS PADA PENOLONG PERSALINAN SPONTAN DI RSUD BANJARNEGARA Sutarni 1, Yuli Trisnawati 2 1,2 Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto Yulitrisnawati079@gmail.com ABSTRAK Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu infeksi oleh salah satu dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia dewasa ini, terdapat hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu penyakit menular yang merupakan kumpulan gejala penyakit yang terjadi karena sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan infeksi yang bisa didapat melalui kontak seksual. IMS adalah istilah umum dan organisme penyebabnya, yang tinggal dalam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENERAPAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PADA PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH BIDAN DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BADUNG PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus RNA yang dapat menyebabkan penyakit klinis, yang kita kenal sebagai Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS A. Kerangka Teori dan Konsep Penelitian 1. Kerangka Teori HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertical, horizontal dan transeksual.

Lebih terperinci

Pengendalian infeksi

Pengendalian infeksi Pengendalian infeksi Medis asepsis atau teknik bersih Bedah asepsis atau teknik steril tindakan pencegahan standar Transmisi Berbasis tindakan pencegahan - tindakan pencegahan airborne - tindakan pencegahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan meningkatnya persaingan global dan produktifitas ekonomi, manusia dituntut untuk terus berkarya dan meningkatkan potensinya. Setiap pekerja memiliki hak untuk

Lebih terperinci