NOMOR : LP. 115/BPKH VI-3/2015 TAHUN 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NOMOR : LP. 115/BPKH VI-3/2015 TAHUN 2015"

Transkripsi

1 3 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN WILAYAH VI Jalan :17 Agustus Manado Kotak Pos 1322 Kode Pos Telp.(0431) Fax.(0431) bpkh6mdo@gmail.com, w ebsite : NOMOR : LP. 115/BPKH VI-3/2015 TAHUN 2015 BUKU RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, KOTA BITUNG DAN KOTA MANADO PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN MANADO, DESEMBER 2015

2 124 0'0"BT 125 0'0"!H 126 0'0" BT PETA SITUASI SEBAGIAN PROVINSI SULAWESI UTARA SKALA 1 : LAUT FILIPHINA ±U!H Ulu 2 0'0" 2 0'0" 3 0'0"LU 3 0'0" LU LAUT MALUKU LAUT SULAWESI MANADO "J Airmadidi!H Bitung!H Tomohon!H!H Tondano Amurang!H 1 0'0"LU Ratahan!H 1 0'0"LU Lolak!H Tutuyan!H Kotamobagu!H KETERANGAN "J Ibukota provinsi!h Ibukota kabupaten Molibagu!H TELUK TOMINI Jalan dan anak jalan Batas administrasi kabupaten/kota Lokasi KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado 124 0'0"BT 125 0'0" 126 0'0"BT

3 LEMBAR PENGESAHAN BUKU RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, KOTA BITUNG DAN KOTA MANADO PROVINSI SULAWESI UTARA DISUSUN OLEH: KEPALA KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO, DIKETAHUI OLEH: KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI UTARA, DENNIE ALOU,S.SOS NIP Ir. HERY ROTINSULU NIP PADA TANGGAL DISAHKAN :. OLEH : a.n. MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTUR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG, Ir. BAGUS HERUDOJO TJIPTONO, M.P NIP ii

4 RINGKASAN EKSEKUTIF Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado menjadi panduan utama untuk proses pembangunan hutan di wilayah kelola dapat berjalan secara sistimatis, terarah serta terpadu dengan program pembangunan daerah. Tujuan RPHJP KPHL Unit VI yaitu untuk memberikan arahan kegiatan pembangunan KPH berupa rencana kelola berjangka 10 tahun (Tahun ) yang menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (RPHJPd), sekaligus juga sebagai dasar dalam menentukan sasaran dan target pembangunan hutan di tingkat tapak yang meliputi peningkatan mutu dan produktivitas sumberdaya hutan, baik untuk produksi hasil hutan kayu dan non kayu maupun jasa lingkungan, peningkatan kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian nasional, daerah serta masyarakat sekitar hutan, peningkatan partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan dan perlindungan hutan untuk mewujudkan optimalisasi fungsi ekonomi dan ekologi kawasan hutan dan meningkatkan laju pemulihan DAS demi terwujudnya peningkatan daya dukung ekosistem DAS yang optimal dan lestari. Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado seluas lebih kurang ,52 ha terbagi atas 4 lokus pengelolaan hutan yaitu Blok Inti dan Blok Pemanfaatan pada kawasan HL, Blok Pemberdayaan terdiri atas areal berizin dan areal pencadangan, Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasa Lingkungan dan HHBK pada kawasan HP. Selanjutnya pada keempat lokus pengelolaan tersebut bertumpu pada 3 layanan sebagai output pengelolaan KPHL yaitu : (1) Layanan jasa lingkungan. Layanan ini sebagai misi utama KPHL yaitu memperbaiki dan meningkatkan fungsi hidro-orologis dan perlindungan sumberdaya alam flora dan fauna, (2) Layanan aksessibilitas masyarakat pada sumberdaya hutan secara adil. Tujuan pengelolaan hutan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan akses yang sama dan bertanggungjawab kepada seluruh pemangku kepentingan baik nilai jasa lingkungan juga nilai sosial ekonomi (life and iii

5 employment), (3) Layanan ekonomi dan finansial. Layanan ini dijalankan untuk memenuhi azas kelestarian pengusahaan dengan argumen bahwa terlaksanaanya PHL pada tingkat tapak dapat berkelanjutan jika prinsip ekonomi dan finansial terpenuhi, minimal mampu membiayai sebagian kegiatan pokok. Mengingat KPHL mengemban fungsi utama yang bersifat tangible dengan ukuran manfaat yakni social benefit. Mengacu pada kebijakan nasional, provinsi dan kabupaten/kota dan mempertimbangkan isu-isu strategis, maka secara spesifik visi KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado untuk horizon waktu 10 tahun ke depan yaitu : TERWUJUDNYA FUNGSI HIDROLOGI DAN OPTIMALNYA HASIL HUTAN BUKAN KAYU BAGI MASYARAKAT DI SEKITAR KPHL. Visi tersebut di atas merupakan potret kawasan yang diharapkan akan terwujud dalam jangka waktu 10 tahun ke depan dengan menempatkan penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan menjadi prioritas utama sebagai prasyarat implementasi seluruh program pengelolaan tanpa hambatan yang berarti. Selanjutnya untuk mewujudkan visi tersebut, dirumuskan misi pengelolaan hutan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado periode tahun sebagai berikut : 1. Pemantapan Kelembagaan. Pemantapan kelembagaan meliputi penguatan kapasitas organisasi KPHL (SDM, Sarana dan prasarana serta pendanaan) serta aturan-aturan operasional yang menjamin keleluasan organisasi dalam menjalankan mandat tanpa terjadi konflik dengan kelembagaan pemerintah daerah dan instansi lainnya. 2. Pemantapan kawasan wilayah kelola melalui proses penataan dan penyelesaian tenurial kawasan hutan serta pemantauan dan pembinaan penggunaan kawasan hutan yang telah berizin. 3. Membangun persepsi dan partisipasi para pihak baik formal maupun informal untuk mendukung terimplementasinya optimalisasi manfaat ekologi dan ekonomi kawasan hutan. 4. Percepatan rehabilitasi HL untuk pemulihan nilai ekologi kawasan serta pendayagunaan potensi lahan HP untuk peningkatan nilai ekonomi melalui iv

6 pembangunan HTI berdaur pendek dalam skema pemanfaatan wilayah hutan tertentu. 5. Membangun sistem informasi data potensi kawasan serta penjelasan mekanisme akses legal bagi masyarakat baik skala kecil maupun skala besar untuk pengembangan investasi. Misi KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado tersebut selanjutnya dijabarkan dalam rencana kegiatan terbagi atas 2 kategori yaitu (1) rencana kegiatan yang terkait dengan penciptaan prakondisi yaitu kegiatan-kegiatan yang direncanakan sebagai upaya menyelesaikan permasalahan dan kendala pengelolaan yang dihadapi pada tahap awal dan (2) rencana kegiatan utama yang intinya memperbaiki dan meningkatkan produktivitas dan kualitas ekosistem hutan serta pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan tujuan Pengelolaan Hutan Lestari (PHL). Fungsi manajemen yang dijalankan UPTD sebagai pemegang mandat pengelolaan KPHL Unit VI meliputi : (1) fungsi penyiapan prakondisi kawasan kelola. Fungsi ini dijalankan melalui rencana kegiatan Inventarisasi dan penataan hutan, (2). Fungsi penegakan peraturan dan ketentuan kehutanan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan serta koodinasi dan sinergi pemangku kepentingan. Fungsi ini dijalankan melalui kegiatan pembinaan dan pemantauan penggunaan kawasan KPHL yang telah berizin baik untuk izin usaha kehutanan maupun izin usaha non kehutanan serta (3) Fungsi peningkatan kualitas dan produktivitas ekosistem hutan yang meliputi produk HHBK, jasa lingkungan dijalankan melalui konsep pemberdayaan masyarakat dan rehabilitasi hutan melalui skema Hutan Kemitraan dan Izin Penyelenggaraan Karbon Hutan. Selanjutnya peningkatan fungsi ekonomi dan finansial kawasan hutan dijalankan dengan pembangunan HTI daur pendek pada kawasan HP melalui rencana pemanfaatan hutan wilayah tertentu. Selanjutnya dengan mempertimbangkan kondisi dan karakterisik biofisik, sosial ekonomi masyarakat sekitar serta proyeksi kebutuhan jasa lingkungan, HHBK dan HHK dimasa yang akan datang, maka arahan kegiatan pada setiap blok dan petak kawasan hutan wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado diuraikan sebagai berikut : v

7 (1) Blok Inti HL, sebanyak 22 petak seluas lebih kurang 5.287,87 ha pada Blok Inti HL diarahkan untuk pemanfaatan hutan jasa lingkungan dan penggunaan kawasan hutan untuk tujuan pendidikan dan penelitian serta konservasi alam. (2). Blok Pemanfaatan HL, sebanyak 61 petak seluas lebih kurang 8.665,92 ha diarahkan untuk pemanfaatan kawasan hutan yakni izin usaha jasa lingkungan dan penggunaan kawasan hutan untuk wisata alam dan pendidikan. (3) Blok Pemanfaatan kawasan jasa lingkungan dan HHBK pada kawasan HPT seluas lebih kurang 9.472,04 ha diarahkan pemanfaatan kawasan hutan untuk izin usaha wisata alam khususnya HPT P. Bangka dan penggunaan kawasan hutan untuk HTI dan jasa lingkungan. Selanjutnya pada Blok Pemberdayaan yang belum berizin seluas 6.297,69 ha sekitar 60 % dapat diarahkan untuk pemanfaatan hutan wilayah tertentu dengan pembangunan HTI daur pendek jenis kayu jabon merah atau dengan luas efektif lebih kurang ha. Implementasi pengelolaan wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado dalam periode 10 tahun ke depan diperhadapkan pada masalah utama yakni sekitar 65 % dari luas kawasan dikuasai/diklaim masyarakat dalam berbagai bentuk penggunaan serta adanya konflik penggunaan kawasan untuk kegiatan non kehutanan dan izin HTR. Upaya untuk mewujudkan tujuan pengelolaan yang dijabarkan dalam rencana pengelolaan meliputi : (1) Inventarisasi dan penataan kawasan hutan kelola termasuk di dalamnya penyelesaian tenurial kawasan hutan, (2) Pemanfaatan hutan wilayah tertentu pada seluas 1.335,70 ha dan pada blok Pemberdayaan yang belum berizin seluas 2.264,30 ha dapat dikembangkan untuk pembangunan HTI dengan daur pendek dengan luas areal sasaran efektif yakni lebih kurang ha atau sekitar 60 % dari luas areal pencadangan, (3) Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pada sekitar 25 desa di sekitar hutan. Pola pemberdayaan menggunakan pendekatan Hutan Kemitraan dengan berbagai skema diantaranya HR, HKm dan lainnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai bagian dari resolusi konflik tenurial kawasan hutan. (4) Pembinaan dan pemantauan izin penggunaan kawasan terutama izin eksplorasi tambang dilakukan pada peberapa perusahaan pemegang izin agar hak-hak negara atas sumberdaya hutan dan lahan tidak terabaikan, (5) Pengelenggaraan rehabilitasi hutan vi

8 direncanakan pada Blok Inti HL seluas 1.684,65 ha dan 2.885,83 ha pada Blok Pemanfaatan HL di luar areal berizin. Selanjutnya upaya pengelolaan yang dilakukan sebagai kegiatan prakondisi kawasan meliputi kegiatan koordinasi antar pemeggang izin penggunaan kawasan, koordinasi antar instansi terkait dalam penyelesaian berbagai masalah penggunaan kawasan saat ini, serta koordinasi internal instansi Kehutanan pelaksanaan pembangunan KPHL Unit VI dapat berlangsung dengan baik. UPTD KPHL Unit VI sebagai lembaga pengelola perlu didukung saranaprasarana perkantoran yang memadai, peningkatan SDM, serta pembiayaan yang memadai baik yang bersumber dari dana-dana APBD, APBN, donatur maupun dari hasil kerjasama kemitraan disertai dengan dukungan peraturan perundangan yang jelas memberikan keleluasaan kewenangan kepada KPHL dalam menjalankan misinya. Diharapkan selama jangka waktu pengelolaan periode sepuluh tahun pertama, KPH ini sudah dapat menjadi KPH yang mandiri atau minimal mampu membiayai sekitar 50 % biaya operasi pengelolaan dari hasil bisnis kehutanan yang dijalankan. Landasan pengembangan kelembagaan periode 10 tahun berikutnya telah terbangun melalui pengembangan bentuk Badan Usaha Daerah yang profesional menjalankan misi yang diemban seiring dengan peningkatan kapasitas SDM. Rencana kelola wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado dalam periode 10 tahun ke depan berpeluang untuk dilakukan rasionalisasi wilayah mengingat berbagai kecenderungan perkembangan investasi di sekitar kawasan kelola. Selain itu RPHJP ini juga perlu dilakukan review minimal setiap 5 tahun mengingat kecenderungan perubahan beberapa asumsi dan tuntutan masyarakat termasuk perubahan kebijakan daerah dan nasional. Selanjutnya dalam mengimplementasikan rencana kelola perlu segera ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana jangka pendek tahunan (RPHJPd) sesuai dengan kondisi pendanaan yang tersedia serta peluang usaha yang dapat dilakukan oleh pengelola. Kebutuhan biaya dalam upaya pengelolaan KPHL Unit VI Minahasa Utara- Bitung-Manado selama sepuluh tahun ke depan, untuk membiayai kegiatan teknis, perencanaan dan pemberdayaan masyarakat dibutuhkan dana sebesar lebih kurang vii

9 Rp. 48,9 milyar atau sekitar Rp 5,0 milyar per tahun. Selanjutnya diperkirakan pendapatan dari kegiatan pemanfaatan hutan wilayah tertentu dengan pengembangan HTI daur pendek jenis kayu jabon merah diperkirakan diperoleh mulai tahun ke 8 setelah tanam diperoleh pendapatan sebesar Rp 19 milyar dari penjualan kayu yang diproduksi melalui tebang penjarangan komersial dan pada tahun ke 12 diperoleh pendapatan sekitar Rp. 60 milyar dari hasil tebang akhir rotasi pertama. Selanjutnya pada tahun ke 13 dan seterusnya diperoleh pendapatan yang sama melalui penjualan hasil tebang akhir dan tebang penjarangan.. Nilai prospek pendapatan yang diuraikan di atas didukung oleh letak wilayah KPHL Unit VI yang sangat strategis dengan peluang pasar yang tinggi. Perhitungan nilai pendapatan tersebut belum termasuk bisnis lainnya yang dapat dijalankan KPHL sesuai peraturan yang berlaku. Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan kelembagaan yang kuat dengan SDM yang kapabel dan berorientasi bisnis. Oleh sebab itu kunci keberhasilan pengelolaan KPHL Unit VI ditentukan oleh penyediaan SDM dan penentuan kepala KPHL yang tepat dan kapabel. viii

10 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya sehingga naskah Laporan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado di Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung dan Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara yang dibiayai melalui sumber dana DIPA BPKH Wilayah VI Manado Tahun 2015 dapat diselesaikan. Selanjutnya dokumen perencanaan ini bertujuan untuk menyajikan maksud dan tujuan serta rencana-rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado. Disamping itu, dokumen ini menyajikan rencana-rencana pembinaan, pengawasan dan pengendlian, serta rencana pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Kepada semua pihak yang berpartisipasi mulai persiapan survai hingga tersusunnya dokumen perencanaan ini disampaikan banyak terima kasih. Secara khusus disampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Tim Pakar dari Fakultas Pertanian Program Studi Universitas Samratulangi atas segala ide dan masukan sehingga dokumen ini menjadi lebih bermakna dan aplikatif sesuai standar-standar ilmiah. Dokumen perencanaan ini menjadi salah satu acuan utama bagi pelaksanaan kegiatan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado di wilayah kerjanya, semoga bermanfaat adanya. Manado, Desember 2015 Kepala BPKH Wilayah VI, Ir. Zahari H. Sipayung, M.Si NIP ix

11 DAFTAR ISI Halaman PETA SITUASI... i LEMBAR PENGESAHAN... ii RINGKASAN EKSEKUTIF... iii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xvii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Maksud dan Tujuan... 4 C. Sasaran... 5 D. Ruang Lingkup... 5 E. Batasan Pengertian... 6 II. DESKRIPSI WILAYAH A. Risalah wilayah KPH B. Potensi Wilayah KPH C. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat D. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan E. Posisi KPHL Unit VI Dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah F. Isue Strategis, Kendala dan Permasalahan III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN A. Tinjauan Kebijakan Sektor Kehutanan Daerah B. Visi dan Misi KPHL Unit VI Minahasa Utara, Bitung-Manado C. Tujuan dan Sasaran yang ingin dicapai IV. ANALISIS DAN PROYEKSI A. Analisis Data Potensi dan Informasi serta kecenderungannya B. Identifikasi Lingkungan Strategis C. Analisis Strategi D. Proyeksi Kondisi Wilayah KPHL Unit VI (10 tahun ke depan) 121 V. RENCANA KEGIATAN xi

12 Halaman A. Inventarisasi Hutan Wilayah Kelola dan Penataan hutannya B. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu C. Pemberdayaan Masyarakat D. Pembinaan dan Pemantauan pada Kawasan KPHL unit VI yang Telah berizin E. Penyelenggaraan Rehabilitasi pada Areal Di luar Ijin F. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi Pada Areal yang Sudah Berijin G. Penyelenggaraan Perlindungan dan Konservasi Alam H. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemegang Izin I. Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Para pihak Terkait J. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM K. Penyediaan Pendanaan L. Pengembangan Data Base M. Rasionalisasi Wilayah N. Review Rencana Pengelolaan O. Pengembangan Investasi VI. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN A. Tugas Pembinaan dan Pengawasan Gubernur B. Tugas Pembinaan dan Pembinaan Pengelolaan KPHL oleh Dinas Kehutanan C. Tugas Pembinaan dan Pengendalian pengelolaan Tingkat Tapak VII. PEMANTAUAN DAN EVALUASI A. Standar Kriteria dan Indikator B. Rencana Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan C. Cara Pengukuran dan Penetapan Kriteria VIII. PENUTUP DAFTAR PUSTAKA xi

13 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1 Pembangian Blok Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara- Bitung-Manado Arahan RKTN Blok inti Kawasan HL pada KPHL Unit VI Pembagian Petak pada Blok Inti Letak dan Luas Izin Usaha Pertambangan pada Blok Inti HL Arahan RKTN Blok pemanfaatan HL di wilayah KPHL Unit VI Jumlah Petak pada Blok Pemanfaatan Kawasan HL pada KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Arahan RKTN pada Blok Pemberdayaan KPHL Unit VI Luas dan Izin pada Blok Pemberdayaan KPHL Unit VI Tumpang Tindih Izin Usaha Pertambangan dengan Izin HTR pada Blok Pemanfaatan di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Arahan RKTN pada Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasa lingkungan dan HHBK KPHL Unit VI Minahasa Utara- Bitung-Manado Beberapa Unsur Iklim Rerata Bulanan Kabupaten Minahasa Utara Rerata Suhu Udara Bulanan ( o C) Berdasarkan Ketinggian Tempat (m dpl) Evapotranspirasi Potensial di Wilayah KPHL Unit VI Lokasi dan Luas Daerah Irigasi di sekitar Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Jenis Pada Wilayah Tanah KPHL Unit VI Minahasa Utara -Bitung-Manado Kejemukan Basa Tanah Inceptisols di Minahasa Utara xii

14 Nomor Teks Halaman 17 Hasil Analisis Kesuburan Tanah Unsur Hara Pospor Nitrogen di Areal Sekitar KPHL Unit VI (perkebunan Kecamatan Dimembe) Hasil Analisis Kesuburan Tanah Unsur C Organik dan Kalium di Sekitar Areal KPHL Unit VI (Lahan Pertanian Kecamatan Dimembe Kelas Lereng pada Wilayah Unit KPHL Unit VI Luas KPHL Unit VI Menurut Jenis Penutupan Lahan Kondisi Potensi Tegakan Menurut Tipe Tutupan Lahan di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung Manado Jenis-jenis Hasil Hutan Non Kayu di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Jenis Mamalia yang Dijumpai pada Kawasan Hutan di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Jumlah Resort yang Memanfaatkan Wisata Alam di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Sekitar Wilayah KPHL Unit VI Minahasa utara-bitung-manado Struktur Penduduk di wilayah Kabupaten Minahasa Utara Hasil Perhitungan Input-Output Usahatani Jenis Komoditas Pangan Unggulan Minahasa Utara Khususnya di Areal MDM Sub DAS Talawaan) Izin Usaha yang terdapat pada Blok Pemanfaatan Kawasan HL Proyeksi Kebutuhan Air Bersih RKI Tahun 2032 Dengan Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Kecenderungan Aktivitas Budidaya Kehutanan di Wilayah Sekitar KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Potensi Pemanfaatan Wilayah untuk Non Kehutanan yang ada di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado Matriks Analisis SWOT Strategi Pengelolaan Kawasan Hutan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Lokasi Rencana Kegiatan Inventarisasi Hutan Kawasan HL di Wilayah KPHL Unit VI Periode Tahun xiii

15 Nomor Teks Halaman 34 Lokasi Recana Kegiatan Inventarisasi Hutan Kawasan HPT di Wilayah KPHL Unit VI Periode Tahun Rencana Tata Waktu Pelaksanaan Inventarisasi Hutan Kawasan HL di KPHL Unit VI Minahasa Utara Manado Bitung Rencana Tata Waktu Pelaksanaan Inventarisasi Hutan Kawasan HPT di KPHL Unit VI Minahasa Utara Manado Bitung Rencana Tata Waktu Pelaksanaan Inventarisasi Hutan Kawasan HPT di KPHL Unit VI Minahasa Utara Manado Bitung Rencana Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Hutan Kawasan HPT di KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado Wilayah Tertentu KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado Rencana Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pada Setiap Petak Blok Inti Kawasan HL di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Rencana Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pada Setiap Petak Blok Pemanfaatan Kawasan HL di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Rencana Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan pada Setiap Petak pada Blok Pemberdayaan dan Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasling dan HHBK Kawasan HPT di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado Lokasi Sasaran Pemanfaatan Hutan Wilayah Tertentu Untuk Usaha HTI Daur Pendek di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Lokasi Rencana Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Lokasi sasaran Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan Penggunaan Kawasan yang Telah Berizin di Blok Pemberdayaan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado xiv

16 Nomor Teks Halaman 46 Lokasi Sasaran Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan Penggunaan Kawasan Hutan yang Telah Berizin pada Blok Inti Kawasan HL di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Lokasi Sasaran Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan Penggunaan Kawasan Hutan yang Telah Berizin pada Blok Pemanfaatan Kawasan HL di Wilayah KPHL Unit VI Lokasi Sasaran Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan Penggunaan Kawasan Hutan yang Telah Berizin pada Blok Pemberdayaan Kawasan HPT di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Lokasi Sasaran Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan Penggunaan Kawasan Hutan yang Telah Berizin Pada Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasling dan HHBK Kawasan HL di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan Blok Inti HL Ekosistem Daratan Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan Blok Pemanfaatan HL Daratan Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan Blok Pemanfaatan HL Bakau Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan Blok Pemanfaatan HHBK dan Jasling Kawasan HPT Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Rencana Rehabilitasi Hutan di Luar Areal Berizin Kawasan HL Bakau Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Rencana Rehabilitasi Hutan di Luar Areal Berizin Kawasan HL Bakau Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Rencana Kegiatan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam di KPHL Unit VI Minahasa Utara Manado Bitung Rencana Koordinasi dan Sinergi KPHL Unit VI dengan Instansi Terkait xv

17 Nomor Teks Halaman 58 Rincian Rencana Program dan Kegiatan dan Pembiayaan RPHJP KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Periode Tahun Rencana Pelaksanaan Sarana dan Prasarana dan Perkiraan Biaya Pembangunan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Proyeksi Rugi Laba dan BEP Usaha Per Tahun (Rp) Kelayakan Usaha Jabon Merah Kegiatan Monitoring dalam Implementasi Kegiatan Pengelolaan KPHL Unit VI xvi

18 DAFTAR GAMBAR Gambar Judul Halaman 1 Pola Curah Hujan di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado (Data Curah Hujan Stasiun Kaleosan) Kondisi Hidrologi (Kuantitas dan Distribusi) Sungai Talawaan Kondisi Hidrologi (Kuantitas dan Distribusi) Sungai Pororosen Kondisi Hidrologi (Kuantitas dan Distribusi) Sungai Likupang Pertumbuhan Penduduk di Wilayah KPHL Unit VI Menurut Data Tingkat Kabupaten/kota Grafik Prediksi Proyeksi Perkembangan Pemantapan Kelembagaan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Proyeksi Penyelesaian Masalah Tenurial Kawasan Hutan Selama 10 Tahun Dalam Kegiatan Pemantapan kawasan Kelola Proyeksi Produksi Kayu dari HTI Daur Pendek Jenis Jabon Merah pada Luas Areal Efektif 3600 ha dengan Daur Tebang 12 Tahun (Luas Tanam per Tahun Adalah 300 ha) Kerangka Pikir Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan KPHL Unit VI xvii

19 DAFTAR LAMPIRAN PETA Nomor Judul Halaman 1. Peta Wilayah Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Provinsi Sulawesi Utara Skala 1: (3 lembar) Peta Penutupan Lahan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Provinsi Sulawesi Utara Skala 1: (3 lembar) Peta Curah Hujan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Provinsi Sulawesi Utara Skala 1: (3 lembar) Peta Jenis Tanah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Provinsi Sulawesi Utara Skala 1: (3 lembar) Peta Potensi Kayu dan Non Kayu Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado Provinsi Sulawesi Utara Skala 1: (3 lembar) Peta Lereng Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Provinsi Sulawesi Utara Skala 1: (3 lembar) Peta Daerah Aliran Sungai Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Provinsi Sulawesi Utara Skala 1: (3 lembar) Peta Blok dan Petak Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Provinsi Sulawesi Utara Skala 1: (3 lembar) Peta Wilayah Tertentu Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Provinsi Sulawesi Utara Skala 1: (3 lembar) xviii

20 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pengelolaan hutan tropis di luar Pulau Jawa dengan sistem Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) pada dasarnya sebagai jawaban atas masalah kemunduran hutan baik dilihat dari aspek kualitas maupun kuantitas pasca pengelolaan sistem konsesi. Terobosan tersebut di atas pada intinya menerapkan asas desentralisasi dan memberikan property right hingga pada tingkat tapak. KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari (pasal 1 PP Nomor : 6 tahun 2007). Unit pengelolaan KPH sesuai dengan peruntukkannya dan bentuk output utama yang dihasilkan. Peruntukan yang dimaksud diantaranya : Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) untuk output utama tangibel (kayu dan non kayu) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) untuk output intangibel (jasa dan produk non kayu lainnya). Sesuai Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun ditetapkan tujuan pembangunan yaitu memastikan kondisi lingkungan berada pada toleransi yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia dan sumberdaya berada rentang populasi yang aman, serta secara paralel meningkatkan kemampuan sumberdaya alam untuk memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional. Selanjutnya sasaran pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun yaitu (1) Menjaga kualitas lingkungan hidup RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 1

21 untuk meningkatkan daya dukung lingkungan, ketahanan air dan kesehatan masyarakat, dengan indikator kinerja Indeks Kualitas Lingkungan Hidup berada pada kisaran 66,5-68,6, selanjutnya angka pada tahun 2014 sebesar 63,42. Anasir utama pembangun dari besarnya indeks ini yang akan ditangani, yaitu air, udara dan tutupan hutan; (2) Memanfaatkan potensi sumberdaya hutan dan lingkungan hutan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadailan, dengan indikator kinerja peningkatan kontribusi Sumber Daya Hutan dan Lingkungan Hidup terhadap devisa dan PNBP. Komponen pengungkit yang akan ditangani yaitu produksi hasil hutan, baik kayu maupun non kayu (termasuk tumbuhan dan satwa liar) dan ekspor dan, (3) Melestarikan keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta keberadaan SDA sebagai sistem penyangga kehidupan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, dengan indikator kinerja derajat keberfungsian ekosistem meningkat setiap tahun. Kinerja ini merupakan agregasi berbagai penanda penurunan jumlah hotspot kebakaran hutan dan lahan, peningkatan populasi spesies terancam punah, peningkatan kawasan ekosistem esensial yang dikelola oleh para pihak, dan penurunan konsumsi bahan perusak ozon. Guna mengakselerasi pembangunan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan pembangunan KPH sebagai bagian prioritas dengan menetapkan sasaran-sasaran terukur dalam Rencana Strategis Kementerian tahun Sub agenda yang terkait dengan pembangunan KPH meliputi : Akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional dengan sasaran mengembangkan RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 2

22 KPHP sebanyak 347 unit dan 182 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL). Implementasi pengelolaan hutan sistem KPH di Sulawesi Utara diawali dengan pembangunan KPHP Model Poigar pada tahun Selanjutnya pembagian wilayah KPH di Provinsi Sulawesi Utara didasarkan pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.796/Menhut-VII/2009 tanggal 7 Desember Berdasarkan keputusan tersebut kawasan hutan di Sulawesi Utara terbagi atas 9 (sembilan) unit dengan luas lebih kurang ha yang terdiri dari 4 unit KPHL dan 5 unit KPHP. Wilayah KPHP meliputi KPHP Unit VI di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan Kabupaten Bolaang Mongondow, KPHP Unit I di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow, KPHP Unit III di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, KPHP Unit IV di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kabupaten Minahasa Selatan. KPHP Unit VII di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kabupaten Bolaang Mongondow. Selanjutnya KPHL meliputi KPHL Unit V di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan, Minahasa dan Kabupaten Minahasa Tenggara, KPHL Unit VI di Wilayah Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung dan Kota Manado, KPHL Unit VIII di wilayah Kabupaten Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Sitaro dan KPHL Unit IX di wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud. Tahun 2015 BPKH Wilayah VI melaksanakan fasilitasi penyusunan RPHJP pada KPHL Unit VI, sebagai tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Sulawesi Utara Nomor : 34 Tahun 2015 tentang RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 3

23 pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pada Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara yang telah menetapkan tugas pokok dan struktur kelembagaan pengelolaan KPHL Unit VI. Lebih lanjut diuraikan bahwa pengembangan KPHL dititikberatkan pada sasaran bidang peningkatan produksi hasil hutan dan pengembangan jasa lingkungan dengan sasaran diantaranya: a). Meningkatkan HKm, Hutan Desa (HD) dan Hutan Rakyat (HR), b) meningkatkan produksi HHBK dari hutan lindung, c). Meningkatnya pendapatan dari ekowisata dan jasa lingkungan khususnya air baku untuk domestik, pertanian, dan industri, d). Meningkatnya kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat dalam pemanfaatan jasa lingkungan kawasan hutan, khususnya dari jasa air baku, karbon, pariwisata alam, dan bio-prospecting untuk produksi obat-obatan, kosmetika dan bahan makanan. Diharapkan bahwa dengan tersajinya RPHJP KPHL tersebut akan memberikan dasar dan arahan untuk proses pembangunan hutan sebagaimana yang diharapkan. B. Maksud dan Tujuan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) Unit VI Minahasa Utara -Bitung-Manado dimaksudkan agar proses pembangunan hutan pada wilayah tersebut dapat berjalan secara sistimatis, terarah serta terpadu dengan program pembangunan daerah demi terimplementasinya desentralisasi secara nyata serta terlaksananya kesatuan pengelolaan hutan terkecil yang dikelola secara efisien dan lestari sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor : 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 4

24 Tujuan penyusunan RPHJP KPHL yaitu untuk memberikan arahan kegiatan pembangunan KPH berupa rencana kelola berjangka 10 tahun (Tahun ) yang selanjutnya menjadi acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka menengah dan jangka pendek. Sekaligus juga sebagai dasar dalam menentuk sasaran dan target pembangunan hutan pada tingkat tapak yang meliputi : a). peningkatan mutu dan produktivitas sumberdaya hutan, baik untuk produksi hasil hutan kayu dan non kayu maupun jasa lingkungan, b). peningkatan kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian nasional, daerah serta masyarakat sekitar hutan, c). peningkatan partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan dan perlindungan hutan untuk mewujudkan optimalisasi fungsi ekonomi dan ekologi kawasan hutan, d). meningkatkan laju pemulihan DAS untuk terwujudnya peningkatan daya dukung ekosistem DAS yang optimal dan lestari. C. Sasaran Sasaran Penyusunan RPHJP KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado adalah tersedianya dokumen rencana jangka panjang 10 tahun (tahun ) yang disepakati oleh seluruh pemangku kepentingan yang selanjutnya menjadi acuan program dan kegiatan bagi organisasi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang diemban sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Gubernur nomor : 34 Tahun D. Ruang Lingkup Ruang lingkup wilayah penyusunan RPHJP KPH Unit VI Minahasa Utara- RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 5

25 Bitung-Manado meliputi seluruh peruntukkan kawasan hutan yang mencakup Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) serta tipe ekosistem hutan Mangrove dan ekosistem hutan daratan. Secara adminstratif lingkup wilayah KPHL Unit VI ini meliputi 3 (tiga) administrasi kabupaten /kota yaitu Minahasa Utara, Kota Bitung dan sebagian kecil di wilayah Kota Manado dengan luas wilayah KPHL Unit VI berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 796/Menhut-VII/2009 tanggal 7 Desember 2009, seluas 27, ha. Lingkup kajian penyusunan RPHJP KPHL tersebut di atas mencakup : (1) deskripsi dan analisis potensi biofisik kawasan dan sosial ekonomi dan kelembagaan masyarakat sekitar kawasan, (2) perumusan visi dan misi KPHL Unit VI dalam mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan nasional dan daerah di bidang kehutanan, (3) analisis kecenderungan variabel perencanaan serta proyeksi output pengelolaan kawasan selang waktu 10 tahun, (4) menjabarkan rencana strategis berdasarkan skala prioritas selang jangka waktu rencana diantaranya : a) rencana inventarisasi dan penataan hutan, b). rencana pemanfaatan hutan, c). rencana pemberdayaan masyarakat, d). rencana pembinaan dan pengendalian wilayah KPHL yang telah ada ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan, e). rencana penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM pengelola, serta e) rencana pengembangan investasi. E. Batasan Pengertian 1. Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 6

26 2. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung selanjutnya disebut KPHL adalah KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan lindung. 3. Kemitraan kehutanan adalah kerjasama antar masyarakat setempat denganpemegang izin pemanfaatan hutan atau pengelola hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan dan/atau KPH dalam pengembangan kapasitas dan pemberian akses dengan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan. 4. Rencana Bisnis adalah deskripsi tertulis yang komprehensif tentang produk berupa barang dan jasa yang diproduksi, proses dan teknologi produksi yang digunakan, pangsa pasar dan pengguna produk yang menjadi target, strategi pemasaran, kriteria dan jumlah sumberdaya manusia yang dibutuhkan, bentuk organisasi, persyaratan yang diperlukan seperti: infrastruktur dan peralatan, sumber-sumber pembiayaan yang diharapkan, serta perincian inflow dan outflow keuangan selama periode tertentu. 5. Karbon hutan adalah karbon dari pengelolaan hutan yang menerapkan kegiatan-kegiatan penyimpanan (stock) karbon, penyerapan karbon dan penurunan emisi karbon hutan. 6. Usaha pemanfaatan Penyerapan Karbon dan/atau Penyimpanan Karbon (UP RAP- KARBON dan/atau UP PAN-KARBON) adalah salah satu jenis usaha pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi dan hutan lindung. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 7

27 7. Wisata Alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan hutan lindung. 8. Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Pada Hutan Lindung yang selanjutnya disebut IUPJLWA adalah izin usaha yang diberikan untuk mengusahakan kegiatan wisata alam pada hutan lindung berupa Penyedia Jasa Wisata Alam (IUPJLWA-PJWA) dan Penyedia Sarana Wisata Alam (IUPJLWA-PSWA). 9. Hasil Hutan Bukan Kayu yang disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari ekosistem hutan. 10. Sarana pengelolaan adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai alat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi meliputi peralatan perkantoran, peralatan transportasi dan peralatan lainnya. 11. Prasarana pengelolaan adalah barang atau benda tidak bergerak yang dapat menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi antara lain tanah, bangunan, ruang kantor. 12. Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 8

28 13. Rencana Kehutanan adalah produk perencanaan kehutanan yang dituangkan dalam bentuk dokumen rencana spasial dan numerik serta disusun menurut skala geografis, fungsi pokok kawasan hutan dan jenisjenis pengelolaannya serta dalam jangka waktu pelaksanaan dan dalam penyusunannya telah memperhatikan tata ruang wilayah dan kebijakan prioritas pembangunan yang terdiri dari rencana kawasan hutan dan rencana pembangunan kehutanan. 14. Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari. 15. Tata Hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumberdaya hutan sesuai tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesarbesarnya bagi masyarakat secara lestari. 16. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; pemanfaatan hutan; penggunaan kawasan hutan; rehabilitasi dan reklamasi hutan; perlindungan hutan dan konservasi alam. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 9

29 17. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. 18. Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan. 19. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. 20. Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. 21. Lahan Kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan. 22. Reboisasi adalah upaya pembuatan tanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong/terbuka, alang-alang atau semak belukar dan hutan rawang dengan kerapatan tanaman per hektar minimal batang per hektar untuk mengembalikan fungsi hutan. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 10

30 23. Penanaman pengkayaan reboisasi adalah kegiatan penambahan anakan pohon pada areal hutan rawang yang memiliki tegakan berupa anakan, pancang, tiang dan pohon batang/ha, dengan maksud untuk meningkatkan nilai tegakan hutan baik kualitas maupun kuantitas sesuai fungsinya. 24. Suksesi alamiah adalah proses pemulihan hutan secara alamiah melalui suatu tahapan suksesi. Kegiatan yang dilakukan terbatas pada upaya menjaga agar proses berlangsung dengan baik adalah perlindungan dan pengamanan hutan. 25. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. 26. Tata Batas dalam wilayah KPH adalah melakukan penataan batas dalam wilayah kelola KPH berdasarkan pembagian Blok dan petak. 27. Inventarisasi hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap. 28. Blok adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 11

31 29. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan atau silvikultur yang sama. 30. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya. 31. Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. 32. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. 33. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. 34. Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. 35. Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 12

32 menerapkan silvikultur dalam upaya menjamin kelestarian sumber daya hutan. 36. Sistem Silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau sistem teknik bercocok tanam hutan mulai dari memilih benih atau bibit, menyemai, menanam, memelihara tanaman dan memanen. 37. Hutan Kemasyarakatan yang disingkat HKm adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. 38. Hutan Desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. 39. Izin Pemanfaatan Hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatn hasil hutan dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan. 40. Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan kawasan pada hutan lindung adan/atau hutan produksi. 41. Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan jasa lingkungan pada hutan lindung dan/atau hutan produksi. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 13

33 BAB II. DESKRIPSI WILAYAH A. Risalah Wilayah KPH 1. Letak dan Luas Wilayah yang ditetapkan sebagai KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado, secara geografis terbentang dari LU dan BT. Luas Wilayah KPHL Unit VI berdasarkan hasil perhitungan digital terhadap penunjukan kawasan hutan di Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 734/Menhut-II/2014 adalah lebih kurang ,52 ha, dengan rincian fungsi lindung seluas lebih kurang ,48 ha dan fungsi produksi seluas lebih kurang 9.472,03 ha. Ciri khas KPHL Unit VI yaitu mencakup wilayah pulau-pulau di Minahasa Utara dan Bitung terdiri atas 11 pulau tidak berpenghuni dan 2 pulau berpenghuni yaitu Pulau Lembeh dan Pulau Bangka. Berdasarkan wilayah administratif pemerintahan sekitar 79 % dari luas wilayah KPHL Unit VI terletak di Kabupaten Minahasa Utara diikuti Kota Bitung sekitar 21 % dan Kota Manado sekitar 0.1 %. Adapun batas-batas wilayah KPHL Unit VI sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Selatan. c. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Sulawesi. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 14

34 2. Aksessibilitas Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado terletak di kawasan strategis ditinjau dari kepentingan pembangunan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara, memiliki aksesibilitas yang tergolong tinggi. Hal ini didukung dengan tersedianya jalan yang menghubungkan Kota Manado Minahasa Utara dan Kota Bitung, baik melalui jalan utama Manado-Bitung, juga terdapat jalan sepanjang pantai Timur yang menghubungkan Kota Manado dan Kota Bitung yang melewati desa-desa sepanjang pantai Timur. Selain itu semua desa dan ibu kota kecamatan di wilayah sekitar kawasan KPHL terhubung dengan prasarana jalan beraspal. Selanjutnya untuk wilayah KPHL yang berupa pulau seperti HPT Pulau Talise dan HPT Pulau Bangka, HL Lembeh tersedia prasarana perhubungan laut diantaranya pelabuhan laut Bitung, Likupang, pelabuhan perikanan Munte. Sarana perhubungan ke pulau-pulau sekitarnya dilayani melalui transportasi tradisional berupa perahu penumpang motor temple dan speed boat yang dapat ditempuh selama lebih kurang 1-3 jam. Prasarana transportasi yang mendukung aksessibilitas antar pulau diantaranya pelabuhan Manado, pelabuhan perikanan Munte dan pelabuhan samudera Bitung. Selain itu disekitar wilayah KPHL Unit VI terdapat Bandar Udara Sam Ratulangi yang menghubungkan wilayah Sulawesi Utara dengan kota-kota besar di Indonesia bahkan mancanegara. Untuk mencapai wilayah KPHL Unit VI dari pelabuhan Kota Manado atau Bandara Sam Ratulangi Manado dapat ditempuh dengan waktu lebih kurang 30 menit, namun dari pelabuhan Kota Bitung dapat ditempuh dengan waktu lebih kurang 45 menit. Aksessibilitas yang tinggi tersebut diharapkan dapat menjadi RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 15

35 faktor pendorong dan daya tarik bagi investor untuk akselerasi pembangunan kehutanan di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado yang pada akhirnya memberi dampak bagi pembangunan wilayah secara keseluruhan. 3. Sejarah Wilayah KPHL Unit VI Wilayah KPHPL Unit VI merupakan penggabungan beberapa kelompok kawasan HL dan Hutan Produksi yang berada di Minahasa Utara, Bitung dan Manado. Kelompok kawasan hutan dimaksud diantaranya : (1) kelompok hutan bakau Tanjung Pisok (Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan perairan Sulawesi Utara nomor lembar 2416 (lampiran SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 452/Kpts-II/99 tanggal 17 Juni 1999) sebagai kawasan Hutan, (2) Kelompok HL Gn. Wiau nomor lembar 2417 sebagai HL, (3) HL Saoan I pada tahun 1932 sebagai kawasan HL yang dipertegas dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 452/Kpts-2/1999, (4) HL Gn. Saoan II ditunjuk sebagai HL pada tahun 1932., dipertegas penunjukan melalui keputusan menteri kehutanan nomor 250/Kpts-II/UM/1984 tanggal 20 Desember (5) Kelompok HL Tg Pulisan, (6) HL Gn. Klabat, (6) kelompok hutan Gn Wiau, (7) kelompok hutan Bakau Likupang dan (8) Kelompok Hutan Pulau Bangka dan Kelompok Hutan Produksi Terbatas Gn. Wiauw dan Gn. Saoan (SK penunjukkan Nomor 452/Kpts-II/1999 tentang penunjukkan kawasan hutan dan wilayah perairan propinsi Dati I Sulawesi Utara. (9) HL Pulau Lembeh yang ditetapkan sebagai Kawasan HL berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 330/Kpts-II/2003 tanggal 23 September tentang penetapan P. Lembeh seluas ha sebagai fungsi Lindung. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 16

36 Wilayah hutan KPHL Unit VI ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 734/Menhut-II/2014 seluas ± ha. Kemudian sesuai hasil perhitungan digital terhadap Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 734/Menhut-II/2014 terdapat perubahan luas sehingga menjadi lebih kurang ,51 ha dengan rincian fungsi lindung seluas ,48 ha dan fungsi produksi seluas 9.472,03 ha. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 34 Tahun 2015 tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pada Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara telah menetapkan tugas pokok dan struktur kelembagaan pengelolaan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado. 4. Potensi wilayah KPHL Unit VI a. Potensi wisata alam Potensi wisata alam pantai hingga pegunungan merupakan suatu keunggulan komparatif dari kawasan KPHL Unit VI. Sebagian lokasi wisata alam telah dikenal dan dimanfaatkan. Wisata alam di wilayah KPHL didominasi wisata alam pantai sebanyak 8 lokasi dan wisata alam daratan 2 lokasi. Pengembangan jasa lingkungan untuk pariwisata pantai dan laut tersebut didukung oleh kebijakan Kabinet Kerja tahun yakni pembangunan ekowisata maritim. Selanjutnya di tingkat daerah Kabupaten Minahasa Utara telah menjadikan wisata sebagai sasaran utama menggerakan pembangunan wilayah. Peningkatan kunjungan wisata mancanegara diperkirakan akan meningkat tajam seiring dengan kondisi politik stabil dan keamanan nasional yang kondusif. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 17

37 Dilain pihak Negara tujuan wisata yang popular mengalami gejolak keamanan akibat ancama teroris. Dengan demikian produk jasa lingkungan ke depan akan memberikan kontribusi bagi pembangunan wilayah dan harus dimanfaatkan oleh pengelola KPHL Unit VI sebagai peluang besar. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke daerah Sulawesi Utara mencapai orang turis pada periode bulan Januari - Mei 2015 atau naik 64,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak kunjungan. Sesuai data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sulawesi Utara, kunjungan wisman tertinggi terjadi pada bulan Februari 2015 sebanyak orang turis dan Maret 2015 sebanyak orang turis. Sementara itu, jumlah kunjungan wisatawan nusantara (domestik) sampai dengan Mei 2015 tercatat sebanyak orang atau tumbuh 11,1% dibandingkan dengan pencapaian periode yang sama tahun lalu. Wisatawan berkebangsaan Jerman menempati urutan tertinggi diikuti bangsa Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Inggris, Prancis Belanda, Hong Kong, Tiongkok, dan Malaysia (Bisnis.com 29/06/2015). b. Potensi Jasa Lingkungan (sumberdaya air) Potensi mata air yang berasal dari kawasan hutan di wilayah KPHL Unit VI tergolong tinggi dan telah berkontribusi bagi pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat desa dan perkotaan serta digunakan untuk industry air mineral, budidaya air tawar serta rekreasi alam berbasis air (kolam pemancingan, wisata kuliner) yang saat ini berkembang di Minahasa Utara. Ketersediaan air yang memadai juga merupakan prasyarat terlaksananya pembangunan yang telah RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 18

38 direncanakan di sekitar KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado sebagai kawasan ekonomi tumbuh cepat dan kawasan industri, infrastruktur transportasi dan pariwisata. Peran strategis kawasan HL di wilayah KPHL bagi penyangga kehidupan sosial ekonomi masyarakat yaitu menjamin fungsi hidroorologis kawasan untuk menjaga agar wilayah hutan berfungsi secara optimal dalam meningkatkan ketersediaan air tanah dan air permukaan bagi kebutuhan saat ini maupun generasi yang akan datang yang tentunya membutuhkan air yang makin besar. Mengacu pada data proyeksi kebutuhan air bersih penduduk di Sulawesi Utara secara umum dan penduduk di wilayah Kota Manado hingga Kota Bitung khususnya, terlihat bahwa kawasan hutan di wilayah KPHL Unit VI memiliki peran yang sangat strategis untuk menjaga sistem tata air dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup mendasar yaitu air bagi kelangsungan hidup generasi yang akan datang. c. Potensi Tegakan dan HHBK serta Kanekaragaman Hayati Hasil inventarisasi biogiofisik menunjukkan bahwa kawasan hutan KPHL Unit VI, masih memiliki potensi kayu walaupun sekitar 60 % dari luas wilayahnya telah diokupasi masyarakat menjadi kebun. Potensi tegakan pada hutan lahan kering ditemukan sebanyak 435 pohon dengan jenis dominan adalah tayapu (Trema orientalis) 58 pohon dengan volume 50,58 m³, kananga (Cananga odorata Hook.f.et.Th) sebanyak 45 pohon dengan volume 38,20 m³ makembes (Eugenia sp) sebanyak 19 pohon dengan volume 19,68 m³. Sedangkan pada hutan RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 19

39 mangrove 347 pohon/2plot terdiri atas 8 jenis dengan jenis yang dominan yakni Avicenia marina sebanyak 83 pohon, diikuti jenis Rhizophora stylosa sebanyak 64 pohon dan jenis Xylocarpus spp sebanyak 56 pohon. Selain potensi tegakan alamiah juga terdapat potensi kayu hutan rakyat yang dikembangkan masyarakat disekitar wilayah KPHL Unit VI. Potensi tersebut menggambarkan animo dan daya tarik usaha kehutanan sudah mulai berkembang. Kondisi ini dapat menjadi dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan hasil sensus pertanian tahun 2013 aktifitas ekonomi rumah tangga dalam budidaya kehutanan mengalami peningkatan sebesar 23 % pada periode tahun Aktifitas yang dominan adalah budidaya tanaman kehutanan termasuk penangkaran satwa dan pemungutan hasil hutan non kayu. Selain hasil hutan kayu juga terdapat komoditas HHBK yang telah dihasilkan di dalam dan sekitar wilayah KPHL Unit VI, diantaranya industri rumah tangga gula aren, industri makanan ringan dengan bahan baku kenari dan pengambangan tanaman jahe untuk tanaman obat dan bumbuh masak. d. Potensi non Kehutanan Potensi non kehutanan yang dominan di wilayah KPHL Unit VI yakni tambang emas, biji besih dan galian C (pasir). Pemanfaatan kawasan secara legal seperti: Izin Usaha Pertambangan yakni PT. Meares Soputan Mining, PT. Mikgro Metal Perdana dan PT. Tambang Tondano Nusajaya. Dari IUP tersebut diatas terdapat Izin pinjam pakai kawasan untuk Eksplorasi yakni PT. Maeras Soputan Mining RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 20

40 melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 8/1/IPPKH/PMA/2015 tanggal 8 April 2015 yang berada di kawasan hutan HPT Gn. Wiau seluas 1.830,62 ha dan Tambang Tondano Nusa Jaya melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 3/1/IPPKH/PMA/2015 tanggal 18 Maret 2015 yang berada di kawasan hutan HPT Gn. Saoan seluas 6.091,87 ha. Tugas pengelola KPHL Unit VI yaitu memastikan penggunaan kawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku, menjamin hak-hak Negara atas kawasan hutan serta proses rehabilitasi dan reklamasi berlangsung sesuai dengan ketentuan. Selain aktifitas legal sebagaimana disajikan pada Tabel 31 juga terdapat Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) oleh masyarakat di HPT Gn. Saoan Kecamatan Talawaan serta pengambilan pasir di sekitar HL. Gn. Klabat. Tugas KPHL Unit VI yakni menertibkan dan melakukan pemberdayaan masyarakat agar penggunaan kawasan hutan tersebut bersifat legal serta dapat menjamin kelestarian lingkungan. e. Potensi pasar output Potensi pasar output hasil pengelolaan sumberdaya hutan tergolong tinggi. Pasar output yang dimaksud mencakup produk tangible seperti : industri polywood, industri pengolahan kayu perkakas, industri pemanfaatan HHBK (gula aren dan kenari ) serta potensi jumlah penduduk tinggi dengan pendapatan yang tergolong cukup sebagai pengguna hasil hutan dan jasa lingkungan. Kondisi ini ditopang oleh prasarana transportasi seperti pelabuhan laut dan udara yang RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 21

41 dapat meningkatkan nilai kompetitif dan komparatif produk yang dihasilkan. Prospek pasar output ditopang oleh letak strategis wilayah sekitar kawasan hutan KPHL Unit VI yang ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Manado-Bitung, kawasan strategis propinsi KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Tanjung Merah Bitung dan kawasan industri koridor Bitung - Kema Airmadidi 4. Pembagian Blok wilayah KPHL Unit VI Berdasarkan dokumen hasil tata hutan diperoleh informasi bahwa wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado terdiri atas 2 blok yaitu Blok HL dan Blok Hutan Produksi. Blok HL seluas ,49 ha terdiri dari Blok Inti seluas 5.287,85 (30 %) dan Blok Pemanfaatan seluas ,64 ha (70 %). Selanjutnya Blok HP seluas 9.472,03 ha terbagi atas Blok Pemberdayaan seluas 7.220,47 ha (76,23 %) dan Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasa Lingkungan dan HHBK seluas 2.251,56 ha (23,37 %). Deskripsi luasan dan jumlah petak masing-masing blok disajikan pada Tabel 1. Adapun peta distribusi petak menurut pembagian blok disajikan pada peta lampiran. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 22

42 Fungsi kawasan Tabel 1. Pembagian Blok Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado Kategori Blok Nama Kawasan hutan Jumlah petak Luas (±ha) HL Blok Inti HL Gn. Klabat ,88 HL Gn. Saoan I 2 506,12 HL Gn. Wiau ,84 Blok Pemanfaatan HL Bakau Likupang ,32 HL Bakau Tg. Pisok 2 32,81 HL Gn. Klabat ,00 HL Gn. Saoan I ,17 HL Gn. Saoan II 1 202,84 HL Gn. Wiau ,60 HL P. Bangka ,08 HL P. Lembeh 3 579,44 HL Pulau Mandar 1 1 4,93 HL Pulau Mandar 2 1 0,52 HL Pulau Mandar 3 1 1,22 HL Pulau Mandar 4 1 0,77 HL Pulau Napodaong 1 2,11 HL Pulau Napomanuk 1 4,50 HL Pulau Paniki 1 74,31 HL Pulau Paniki Kecil 1 1,69 HL Pulau Resaan 1 10,97 HL Pulau Tamperong 1 187,47 HL Pulau Tamperong Kecil 1 0,65 HL Tg. Pulisan 2 421,23 HPT Blok Pemberdayaan HPT Gn. Saoan ,39 HPT Gn. Wiau ,65 HPT P Bangka 1 204,93 HPT P. Talise 1 838,51 Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasa Lingkungan dan HHBK HPT Gn. Saoan 7 660,55 HPT Gn. Wiau ,70 HPT P Bangka 5 505,31 Jumlah ,52 RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 23

43 4.1. Hutan Lindung (HL) HL di wilayah KPHL Unit VI terbagi atas HL daratan meliputi : HL Gn. Klabat, HL. Gn Saoan I dan HL Gn. Wiau dengan luas keseluruhan 5.287,85 ha dan HL mangrove mencakup 13 areal baik yang terdapat di sepanjang pesisir pantai, juga dalam bentuk pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni yang sebagian besar ditumbuhi oleh vegetasi mangrove. Uraian pembagian blok pada HL dataran adalah sebagai berikut : 1) Blok Inti Kawasan HL pada KPHL Unit VI yang dialokasikan untuk blok inti seluas 5.287,85 ha berada pada kawasan HL Gn. Klabat seluas 2.481,88 ha, HL. Gn. Saon I dengan luas 506,12 ha dan HL. Gn. Wiau seluas 2.299,84 ha. Berdasarkan arahan RKTN sebagian besar blok inti diperuntukan sebagai perlindungan hutan alam dan atau untuk stok karbon seluas 4.573,05 ha ( 86,48 %) dan arahan usaha skala besar dan arahan usaha skala kecil seluas 714,85 ha ( 13,52 %). Blok inti bertujuan untuk perlindungan tata air habitat satwa, serta flora dan fauna asli. Rincian arahan arahan RKTN untuk blok inti tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Arahan RKTN Blok inti Kawasan HL pada KPHL Unit VI No Arahan RKTN Luas (ha) % 1 APL 127,30 2,41 2 Arahan HA dan Gambut 4.573,05 86,48 3 Arahan untuk Rehabilitasi 272,07 5,15 4 Arahan Usaha Skala Besar 3,87 0,07 5 Arahan Usaha Skala Kecil 311,55 5,89 Jumlah 5.287, RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 24

44 Selanjutnya dalam upaya penyusunan rencana perlakuan pengelolaan kawasan blok inti tersebut dibagi dalam 22 petak dengan rincian luas, jumlah dan nomor petak masing-masing kawasan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pembagian Petak pada Blok Inti Kawasan Hutan No Petak Luas (ha) 1. HL Gn. Klabat HL HL HL HL HL HL HL HL HL HL HL HL Gn. Saoan I HL HL HL Gn. Wiau HL HL HL HL HL HL HL HL HL Berdasarkan penelusuran penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan didapatkan bahwa pada blok inti kawasan HL terdapat wilayah pertambangan PT. Meares Soputan Mining dan PT. Tambang Tondano Nusajaya. Letak wilayah pertambangan tersebut secara rinci disajikan pada Tabel 4. Menurut ketentuan pertambangan pada kawasan HL hanya dapat dilaksanakan dengan pola tambang RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 25

45 tertutup atau bawah tanah. Pola pertambangan terbuka hanya dikecualikan bagi 13 izin pertambangan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor : 41 Tahun Tabel 4. Letak dan Luas Izin Usaha Pertambangan pada Blok Inti HL No. Pemegang IUP Nama Kawasan Luas (ha) % 1 PT. Meares Soputan Mining HL Gn. Wiau 14,12 0,27 2 PT. Tambang Tondano Nusajaya HL Gn. Saoan I 506,12 9,57 HL Gn. Wiau 1999,30 37,81 3 Non IUP HL Gn. Klabat 2481,88 46,94 HL Gn. Wiau 286,43 5,42 Jumlah ,85 100,00 2. Blok Pemanfaatan Kawasan HL pada KPHL Unit VI yang dialokasikan untuk blok pemanfaatan seluas ,64 ha berada pada kawasan HL Bakau Likupang seluas 2.413,32 ha, HL Bakau Tg. Pisok seluas 32,81 Ha, HL Gn. Klabat seluas 3.136,00 Ha, HL Gn. Saoan I seluas 1.148,17 Ha, HL Gn. Saoan II seluas 202,84 ha, HL Gn. Wiau seluas 3.994,60 ha, HL P. Bangka seluas 123,08 ha, HL P. Lembeh seluas 579,44 ha, HL Pulau Mandar 1 seluas 4,93 ha, HL Pulau Mandar 2 seluas 0,52 ha, HL Pulau Mandar 3 seluas 1,22 ha, HL Pulau Mandar 4 seluas 0,77 ha, HL Pulau Napodaong seluas 2,11 ha, HL Pulau Napomanuk Seluas 4,50 ha, HL Pulau Paniki, seluas 74,31, ha, HL Pulau Paniki Kecil seluas 1,69 ha, HL Pulau Resaan seluas 10,97 ha, HL Pulau Tamperong seluas 187,47 ha, HL Pulau Tamperong Kecil seluas 0,65 ha, HL Tg. Pulisan seluas 421,23 ha RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 26

46 Berdasarkan dokumen RKTN blok pemanfaatan terdiri atas arahan rehabilitasi seluas 3.826,16 ha (31 %), arahan perlindungan hutan alam untuk stok karbon seluas 3.270,25 ha (26,50 %) dan arahan usaha skala kecil seluas 3.170,84 (25,69 %) dan arahan APL seluas ha (2.41%). Arahan usaha skala besar dan usaha skala kecil pada Blok Pemanfaatan HL bertujuan untuk pemanfaatan dan pengembangan potensi jasa lingkungan, potensi hasil hutan non kayu, potensi lainnya dengan tetap mempertahankan fungsi kawasan. Rincian arahan Blok Pemanfaatan berdasarkan RKTN disajikan pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Arahan RKTN Blok pemanfaatan HL di wilayah KPHL Unit VI No. Jenis Arahan Luas (ha) Persentase (%) 1 APL 1.874,90 15,19 2 Arahan HA dan Gambut 3.270,25 26,50 3 Arahan untuk Konservasi 62,32 0,50 4 Arahan untuk Rehabilitasi 3.826,16 31,00 5 Arahan Usaha Skala Besari 136,17 1,10 6 Arahan Usaha Skala Kecil 3.170,84 25,69 Jumlah ,64 100,00 Selanjutnya dalam penyusunan rencana perlakuan pengelolaan pada blok pemanfaatan kawasan HL dibagi dalam 86 petak yang mencakup HL daratan dan HL mangrove dengan rincian luas, jumlah dan nomor petak masing-masing kawasan disajikan pada Tabel 6. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 27

47 Tabel 6. Jumlah Petak pada Blok Pemanfaatan Kawasan HL pada KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Nama Kawasan Kode dan Nomor Petak Luas (ha) HL Bakau Likupang HL13 5,57 HL14 2,70 HL15 48,88 HL16 205,70 HL17 245,50 HL18 293,63 HL19 235,71 HL22 204,00 HL23 93,88 HL28 11,85 HL29 27,51 HL30 187,52 HL31 11,13 HL32 106,31 HL33 158,13 HL34 217,72 HL39 148,09 HL41 40,01 HL42 108,86 HL43 9,79 HL46 50,84 HL. P. Bangka HL 1 HL HL. Tg. Pulisan HL 44, HL HL Bakau Tg. Pisok HL11 27,86 HL12 4,95 HL Gn. Klabat HL82 227,77 HL83 213,60 HL84 203,77 HL85 247,48 HL86 225,57 HL87 211,39 HL88 237,21 HL89 284,18 HL90 295,92 HL91 229,57 RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 28

48 Nama Kawasan Kode dan Nomor Petak Luas (ha) HL92 226,02 HL93 255,29 HL94 278,23 HL Gn. Saoan I HL47 228,53 HL48 207,39 HL49 226,92 HL50 233,17 HL51 252,15 HL Gn. Saoan II HL54 202,84 HL Gn. Wiau HL55 250,96 HL56 112,20 HL57 242,87 HL. P. Lembeh HL Blok Hutan Produksi 1). Blok Pemberdayaan Pada blok pemberdayaan terdapat areal pencadangan HTR yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan seluas lebih kurang 7.220,47 ha terdapat pada HPT. P. Talise, HPT P. Bangka, HPT Gn. Saoan dan HPT Gn. Wiau. Berdasarkan alasan tersebut maka blok yang telah memiliki izin usaha ditetapkan sebagai blok pemberdayaan yang didalamnya tetap mengakomodir luas HTR yang telah memiliki izin pemanfaatan kawasan hutan seluas ha. Blok pemberdayaan yang terdapat areal pencadangan HTR dengan luas areal seluas 7.220,47 ha tersebar di 4 kawasan HPT yaitu: HPT Gn. Saoan seluas 3.497,39 ha, HPT Gn. Wiau seluas 2.679,65 ha, HPT P. Bangka seluas 204,93 ha dan HPT P. Talise seluas 838,51 ha. Dalam arahan RKTN sebagian besar RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 29

49 merupakan arahan Arahan Usaha Skala Kecil seluas 6.992,27 ha atau sebesar 96,84 %. Rincian jenis dan luas RKTN pada Blok pemberdayaan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Arahan RKTN pada Blok Pemberdayaan KPHL Unit VI No Jenis arahan Luas (ha) Persentase (%) 1 APL 195,65 2,71 2 Arahan HA dan Gambut 31,88 0,44 3 Arahan untuk Rehabilitasi 0,66 0,01 4 Arahan Usaha Skala Besari 0,01 0,00 5 Arahan Usaha Skala Kecil 6.992,27 96,84 Jumlah ,00 Kondisi tutupan lahan pada blok Pemberdayaan sebagian besar telah berubah menjadi pertanian lahan kering campur semak seluas 6.308,58 ha (87,37 %), pertanian lahan kering seluas 436,90 ha (6,05 %), lahan terbuka seluas 196,71 ha (2,72 %). Secara rinci kondisi tutupan lahan masing-masing petak pada blok Pemberdayaan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Luas dan Izin pada Blok Pemberdayaan KPHL Unit VI No Nama Kawasan Luas (ha) Yang sudah Izin 1 HPT Gn. Saoan 3.497,39 280,47 2 HPT Gn. Wiau 2.679,65 642,31 3 HPT P Bangka 204,93-4 HPT P. Talise 838,51-5 Jumlah 7.220,47 922,78 Pada blok pemberdayaan terdapat tumpang tindih perizinan antara areal HTR dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yakni PT. Meares Soputan Mining, PT. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 30

50 Mikgro Metal Perdana dan PT. Tambang Tondano Nusajaya. Dari IUP tersebut di atas terdapat Izin pinjam pakai kawasan untuk Eksplorasi yakni PT. Meares Soputan Mining melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 8/1/IPPKH/PMA/2015 tanggal 8 April 2015 yang berada di kawasan hutan HPT Gn. Wiau seluas 1.830,62 ha dan Tambang Tondano Nusa Jaya melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 3/1/IPPKH/PMA/2015 tanggal 18 Maret 2015 yang berada di kawasan hutan HPT Gn. Saoan seluas 6.091,87 ha. Rincian IUP Pertambangan pada pada Blok Pemberdayaan di Hutan produksi terbatas disajikan pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 9. Tumpang tindih pada Blok Pemberdayaan dengan Izin Usaha Pertambangan di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung- Manado Pemegang IUP Nama kawasan Total Persentase (%) PT. Meares Soputan Mining HPT Gn. Wiau 1.554,30 21,53 PT. Mikgro Metal Perdana HPT P Bangka 193,90 2,69 PT. Tambang Tondano Nusajaya HPT Gn. Saoan 3.497,39 48,44 HPT Gn. Wiau 1.124,93 15,58 HPT Gn. Wiau 0,42 0,01 HPT P Bangka 11,04 0,15 HPT P. Talise 838,51 11,61 Jumlah 7.220,47 100,00 Sumber : Tata hutan kawasan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung Manado (2015) 2). Blok Pemanfaatan Kawasan untuk Jasa lingkungan dan HHBK Blok pemanfaatan kawasan untuk Jasa lingkungan dan HHBK dengan luas areal 2.251,56 ha, terdistribusi pada kawasan hutan HPT Gn. Saoan seluas 660,55 RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 31

51 ha, HPT Gn. Wiau seluas 1.085,70 ha dan HPT Pulau Bangka seluas 505,31 ha. Berdasarkan RKTN blok pemanfaatan jasa lingkungan dan HHBK tersebut diantaranya diarahkan untuk usaha skala kecil seluas 931,59 ha (41,38 %), dan usaha skala besar seluas 534,52 ha (23,74 %) dan arahan APL seluas 314,17 Ha (13,95 %). Secara rinci arahan RKTN pada blok pemanfaatan kawasan jasa lingkungan dan HHBK pada KPHL Unit VI disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Arahan RKTN pada Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasa Lingkungan dan HHBK KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado No. Jenis arahan Luas (ha) Persentase (%) 1 APL 314,17 13,95 2 Arahan HA dan Gambut 251,12 11,15 3 Arahan untuk Rehabilitasi 220,16 9,78 4 Arahan Usaha Skala Besar 534,52 23,74 5 Arahan Usaha Skala Kecil 931,59 41,38 Jumlah 2.251,56 100,00 B. Potensi Wilayah KPH 1. Iklim Analisis data iklim kawasan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado meliputi suhu udara, curah hujan, kelembaban udara dan radiasi matahari selama lima tahun, menunjukkan bahwa sebagian wilayah merupakan tipe hujan yang digolongkan ke dalam bulan basah dimana rata-rata curah hujan bulanan >200 mm/bln. Kisaran curah hujan bulanan berkisar antara mm/bulan. Berdasarkan keadaan curah hujan demikian maka sebagian wilayah termasuk tipe iklim A (hutan hujan tropis) dengan curah hujan bulanan >200 mm/bulan. Beberapa kecamatan yang masuk dalam tipe iklim ini adalah kecamatan Airmadidi, Dimembe dan sebagian wilayah RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 32

52 Kecamatan Kauditan. Tetapi bila dikaji berdasarkan keadaan suhu dan curah hujan bulanan pada beberapa kecamatan, maka Kecamatan Likupang Timur dan Barat, Kalawat dan sebagian Kauditan termasuk tipe iklim B dimana curah hujan berada antara mm/bln. Kecamatan Kema digolongkan tipe iklim C dengan curah hujan rata-rata bulanan < 100 mm/bln. Suhu udara rata-rata bulanan adalah 26,4 o C, dengan kisaran suhu terendah adalah 25,5 o C dan suhu tertinggi adalah 27,5 o C Beberapa unsur iklim bulanan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Beberapa Unsur Iklim Rerata Bulanan Kabupaten Minahasa Utara No. Bulan Suhu Udara Kelembaban Nisbi Radiasi Surya Curah Hujan Hari Hujan ( o C) (%) (mj/m 2 /hr) (mm/bln) (hari) 1 Januari 25, Februari 25, Maret 25, April 26, Mei 26, Juni 26, Juli 26, Agustus 27, September 27, Oktober 26, November 26, Desember 25, Rerata 26, ,4 Sumber : Status Lingkungan Hidup Daerah Minahasa Utara tahun 2014 Hasil publikasi Balai Wilayah Sungai Sulawesi I (BWSS -1) berdasarkan data curah hujan stasiun Stasiun Kaleosan dapat mewakili wilayah bagian tengah KPHL. Berdasarkan data curah hujan tahunan pada stasiun tersebut selang waktu tahun , diperoleh curah hujan tertinggi sebesar 2094 mm terjadi pada tahun RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 33

53 2012 dan terendah pada tahun 2009 sebesar mm dengan nilai rata-rata per tahun sebesar mm. Pola curah hujan berdasarkan nilai rata-rata curah hujan bulanan ditampilkan pada Gambar 1. Gambar 1. Pola cura hujan di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado data curah hujan stasiun Kaleosan Radiasi surya merupakan salah satu unsur iklim sekaligus pengendali iklim, yang berperan dalam mengendalikan berbagai unsur iklim serta merupakan sumber energi utama bagi mahluk hidup. Intensitas radiasi surya potensial umumnya relatif kecil. Lamanya penyinaran dan intensitas radiasi surya aktual di permukaan bumi cenderung berkorelasi negatif dengan curah hujan. Rerata curah hujan bulanan Kabupaten Minahasa Utara sebesar 270,4 mm/bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret sebesar 455 mm/bln, sedangkan rerata curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 70 mm/bulan. Dengan demikian dapat dilihat bahwa rerata curah hujan bulanan > 200 mm digolongkan ke dalam bulan basah 7 RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 34

54 bulan. Ini berarti Kabupaten Minahasa Utara ditinjau dari segi ketersediaan air merupakan daerah potensial untuk pengembangan pertanian. Hasil analisis data iklim Kabupaten Minahasa Utara menunjukan bahwa rerata intensitas penyinaran surya 14 mj/m 2 /hr, dengan kisaran intesitas radiasi surya berkisar antara mj/m 2 /hr. Intensitas penyinaran radiasi surya terendah pada bulan Januari dan tertinggi pada bulan September. Penentuan zona agroekologi suatu wilayah dibedakan menjadi dua kelompok yaitu suhu tinggi (isohipertermik) dan suhu sejuk (isotermik). Suhu tinggi adalah perbedaan suhu rata-rata tertinggi dan terendah harian > 15 o C, sedangkan suhu sejuk apabila perbedaan suhu udara rata-rata tertinggi < 15 o C. Pelaksanaan pembagian suhu suatu wilayah diduga dari ketinggian tempat dari permukaan laut dengan pendekatan sebagai berikut: suhu tinggi terdapat pada wilayah dengan ketinggian 750 m dpl (di atas permukaan laut); suhu sejuk terdapat pada wilayah dengan ketinggian m dpl (Salim dkk., 2000). Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, maka makin rendah suhunya. Laju penurunan suhu karena meningkatnya elevasi suhu disebut lapse rate atau laju suhu lepse. Di atmosfer, suhu bervariasi dari suatu tempat ke tempat lainnya dan dari waktu ke waktu, tetapi reratanya berkisar antara 6 0 C setiap naik 1 km atau 0,6 setiap naik 100 meter (Bayong, 2004). Pada penelitian ini untuk menentukan kisaran suhu berdasarkan ketinggian tempat dalam penentuan zona agroekologi Kabupaten Minahasa Utara digunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Bayong (2004) dengan menggunakan asumsi bahwa setiap kenaikan 100 meter terdapat penurunan suhu udara sebesar 0,6 o C seperti terlihat pada Tabel 12. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 35

55 Tabel 12. Rerata Suhu Udara Bulanan ( o C) Berdasarkan Ketinggian Tempat (m dpl) No. Ketinggian Tempat (meter dpl) Suhu Udara ( o C) , , , , , , ,2 Sumber : Stasiun Klimatologi Kayuwatu, Berdasarkan Tabel 12 tersebut, terlihat bahwa terdapat penurunan suhu udara bulanan berdasarkan ketinggian tempat. Kabupaten Minahasa Utara memiliki variasi ketinggian tempat berkisar antara m dpl, dengan suhu udara bulanan berdasarkan ketinggian tempat berkisar antara 14,2 o C 26,3 o C. Dengan mengacu pada kriteria yang dikemukakan oleh Salim dkk (2000), maka suhu udara rerata bulanan wilayah Kabupaten Minahasa Utara digolongkan suhu tinggi (dataran rendah) pada ketinggian 750 m dpl dengan rerata suhu berkisar antara 23,9 o C 26,3 o C. Wilayah dengan kategori suhu tinggi meliputi seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Minahasa Utara. Sedangkan wilayah dengan suhu udara sedang (dataran tinggi) berada pada ketinggian tempat m dpl, dengan kisaran suhu rerata bulanan yaitu 14,2 o C 21,7 o C. Parameter iklim lain yang penting khususnya dalam perencanaan rehabilitasi lahan adalah evapotranspirasi yang menggambarkan proses hilangnya air dari permukaan/vegetasi. Tingkat evapotranspirasi di wilayah KPHL Unit VI tergolong RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 36

56 cukup tinggi dengan rata-rata tahunan 4,2 mm/hari dan hampir konstan sepanjang tahun. Evapotranspirasi maksimum terjadi pada bulan Juli - September sebesar 4,6-5,0 mm/hari dan nilai minimum pada bulan Desember dan Januari yang mencapai 3,9 mm/hari. Evapotranspirasi tahunan berkisar mm/tahun. Tabel 13. Evapotranspirasi Potensial di Wilayah KPHL Unit VI Bulan Stasiun Airmadidi Stasiun Wasian Stasiun Danowudu Stasiun Pandu mm/hari Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata ET Tahunan Hidrologi DAS Sesuai pembagian wilayah pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) sebagian besar wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado berada pada satuan wilayah pengelolaan (SWP) DAS Likupang dan sebagian kecil berada pada 4 wilayah SWP DAS yakni P. Lembeh, P. Talise, Tondano dan Ratahan Pante. Selanjutnya berdasarkan klasifikasi DAS tahun 2014 didapatkan bahwa di wilayah SWP DAS Likupang terdapat sebanyak 66 sungai yang membentuk DAS. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 37

57 debit m3/det Perilaku hidrologi wilayah dideskripsikan berdasarkan perilaku sungai utama. Hasil deskripsi perilaku hidrologi DAS berdasarkan data pengukuran yang dipublikasi oleh Bagian proyek pengelolaan sumberdaya air Sulawesi Utara yang disajikan dalam dokumen Rencana Pengelolaan Terpadu SWP DAS Likupang tahun 2011 diuraikan sebagai berikut : 1). Sungai Talawaan. Sesuai kategori keragaan DAS menurut indikator koefisien regim sungai (KRA) kuantitas dan distribusi air sungai Talawaan masing tergolong kategori baik. Hal ini disebabkan karena wilayah DAS ini memiliki lereng landai hingga curam. Hulu sungai masih tergolong berhutan cukup luas yaitu HL. Gn. Klabat dan Gn. Tumpa. Tanah berpasir serta adanya persawahan dan kolam-kolam ikan yang ada di wilayah tengah DAS yang turut membantu proses infiltrasi dan mengurangi runoff. Gambaran fluktuasi debit sungai sesuai data debit tahun 2002 sampai tahun 2008 disajikan pada Gambar 2 di bawah ini. Kondisi Fluktuasi Debit Sunga Talawaan Mean Max Min KRS Gambar 2. Kondisi Hidrologi (Kuantitas dan Distribusi) Sungai Talawaan RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 38

58 debit (m3/det) 2). Sungai Pororosen Sungai Pororoses terletak di sub DAS Girian Hulu dengan kawasan hutan daerah hulu adalah di CA. Gn. Duasudara dan HL Gn Klabat. Kondisi tutupan lahan bagian hulu masih tergolong baik namun pada bagian tengah mulai terganggu. Hal ini terlihat dari nilai KRS pada Tahun 2002, 2003 dan 2004 mendekati nilai > 50 sesuai kategori tergolong sedang. Kondisi ini memberi indikasi bahwa perlu ada upaya pengendalian kerusakan hutan akibat penebangan liar serta perlu upaya sipil teknis untuk meningkatkan infiltrasi air hujan Mean Max Min KRS Gambar 3. Kondisi Hidrologi (Kuantitas dan Distribusi) Sungai Pororosen 3). Sungai Likupang Kondisi hidrologi Sungai Likupang juga tergolong pada kategori Buruk dengan nilai KRS tahun 2007 dan tahun 2008 mencapai > 120 sebagaimana tertera pada Gambar 4. Hal ini disebabkan karena wilayah tangkapan air sungai ini relatif tidak berhutan lagi. Sebagian besar berupa tanaman kelapa dan cengkeh serta tegalan. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 39

59 Debit m3/det.) Mean Max Min KRS Gambar 4. Kondisi Hidrologi (Kuantitas dan Distribusi) Sungai Likupang 3. Sarana Irigasi, potensi Air tanah dan lokasi mata air Sesuai data pola pengelolaan sumberdaya air wilayah Sungai Tondano- Likupang tahun 2009 yang dipublikasi Balai Wilayah Sungai Sulawesi I pengembangan daerah irigasi di sekitar wilayah KPHL Unit VI tersebar di beberapa wilayah sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Daerah irigasi tersebut dapat dikembangkan karena adanya potensi air, baik air permukaan dalam bentuk aliran sungai dan mata air maupun potensi simpanan air tanah sebagai salah satu jasa lingkungan yang dihasilkan dari fungsi hidrologi kawasan hutan. Wilayah sekitar kawasan KPHL Unit VI merupakan wilayah dengan sumber air permukaan yang cukup melimpah. Sumber air permukaan yang dimanfaatkan menunjang produksi perikanan air tawar terdapat di Kecamatan Talawaan dan Kecamatan Armadidi. Hasil pengamatan di wilayah desa Tatelu dan sekitarnya dijumpai puluhan mata air di wilayah studi, namun hanya 3 mata air berdebit besar yang digunakan langsung untuk sumber air bersih, pengairan untuk Balai Benih Air RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 40

60 Tawar (BAT) Tatelu dan irigasi kolam ikan yaitu mata air Kendem atas ( debit m 3 /det), mata air warat (0.132 m 3 /det), dan mata air Klutai (debit m 3 /det). Potensi sumberdaya air yang melimpah membuat daerah ini sebagai sentra pengembangan budidaya air tawar di Sulawesi Utara. Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Departemen Pertambangan (1985) menggolongkan potensi air tanah wilayah studi dalam kelompok Aquifer Matungkas-Maumbi-Airmadidi. Menurut peta potensi air tanah yang dikeluarkan oleh sub Dinas Pengairan PU P3SU, SNC Lavalin Int., CIDA (1998) wilayah DAS Tondano memiliki potensi air tanah tinggi (>10 liter/detik) terletak di hilir DAS Tondano. Jasa lingkungan sumberdaya air tersebut telah dimanfaatkan dalam bentuk industri air mineral, PDAM Minahasa Utara dan Bitung dan sumber air minum bagi desa-desa sekitar kawasan hutan. Tabel 14. Lokasi dan Luas Daerah Irigasi di Sekitar Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado No. Nama Daerah Irigasi Luas D.I (ha) Baku Potensial 1 Palaes Werot Apela wongis Paniki Kolongan Paniki buha Likupang oki Talawaan Atas Talawaan Meras Sukomeras Sesudaan Kemamalentang Kinapian batu Sumber : Pola pengelolaan sumberdaya air wilayah sungai Tondano Likupang tahun 2013 RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 41

61 4. Kondisi tanah. a. Jenis tanah Hasil pemetaan jenis tanah menurut klasifikasi tanah United States Departemen of Agriculture tahun 1975, jenis tanah pada wilayah KPHL Unit VI Kabupaten Minahasa Utara-Bitung- Manado, terlihat bahwa jenis tanah yang dominan Dystropepts. Selanjutnya versi lembaga Penelitian Tanah Bogor jenis yang dominan latosol. Deskripsi tanah di wilayah studi secara rinci disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Jenis Tanah pada Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara Bitung-Manado No Jenis Tanah (USDA) Luas (ha) Persentase % No Jenis Tanah Puslit tanah Bogor Luas (ha) Persentase % 1 Dystropepts ,94 64,76 1 Aluvial hidromorf 2.309,46 8,52 2 Eutropepts 10,46 0,04 2 Glei Humus 64,51 0,24 3 Humitropepts 5.242,38 19,34 3 Latosol ,28 86,94 4 Sulfaquents 2.309,46 8,52 4 Podsol 13,28 0,05 5 Tropaquepts 64,51 0,24 5 Podsolik 1.151,99 4,25 6 Tropopsamments 13,28 0, Tropudults 1.151,99 4, Ustropepts 758,50 2, Jumlah ,52 100, ,52 100,00 Satuan Peta Tanah ini merupakan asosiasi dari tiga great group tanah yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut : 1. Dystropepts adalah tanah ordo Inceptisolls subordo tropepts dan great group Dystropepts. Perbedaan dengan Eutropepts adalah kejenuhan Basa (NH4OAc) pada kedalaman cm dari permukaan tanah besarnya < 50%. 2. Dystrandepts adalah Andepts yang terbentuk pada iklim lembab. Kata Dystr dari Yunani berarti infertile atau tidak subur. Andepts merupakan RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 42

62 subordo dari Inceptisol. Andepts memiliki kandungan abu volkan yang tinggi dan memiliki kelembaban tanah yang kurang. 3. Humitropepts merupakan greatgroup dari suborde Tropepts dan orde Inceptisols. Humitropepts adalah tropepts yang memiliki kandungan humus yang tinggi dan berkisar pada daerah yang memiliki rata-rata curah hujan yang tinggi. Tergolong tropepts karena mempunyai resin temperatur isohipertermik. b. Kesuburan tanah Hasil penelusuran laporan penelitian tentang kesuburan tanah di wilayah KPHL Unit VI dan sekitarnya menunjukan bahwa sifat kimia tanah yang memiliki kejenuhan basa yang tinggi menunjukkan status berkesuburan secara potensial tergolong kategori sedang. Sebagai gambaran bahwa jika KB (PH 70) 80% tanah tergolong sangat subur, KB 50-80% kesuburan sedang dan 50% tidak subur. Secara rinci kondisi kesuburan tanah pada beberapa lokasi di wilayah Minahasa Utara disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Kejemukan Basa Tanah Inceptisols di Minahasa Utara. No Wilayah Subgroup Tanah KB (%) Klasifikasi 1 Pandu-Wori Typic Eutropepts Tinggi 2 Kima Atas -Dimembe Typic Eutropepts Tinggi 3 Talawaan-Dimembe Typic Eutropepts Tinggi 4 Lumpias-Dimembe Typic Eutropepts Tinggi 5 Tatelu-Dimembe Typic Eutropepts Tinggi 6 Tatelu-Dimembe Typic Eutropepts Sedang 7 Pandu-Wori Fluventic Hutropepts Sangat tinggi 8 Kima Atas-Dimembe Fluventic Hutropepts Tinggi 9 Pandu-Wori Fluventic Hutropepts Tinggi 10 Pinenek-Likupang Fluventic Hutropepts Tinggi Sumber : Pengelolaan DAS Terpadu SWP DAS Likupang (2011) RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 43

63 Kerusakan lahan akibat sistem pertanian dan aktifitas penambangan dijumpai disekitar KPHL Unit VI diantaranya di wilayah kecamatan Dimembe khususnya desa Klabat. Hasil analisis kesuburan tanah berdasarkan kondisi unsur Nitrogen (N), Phospor (P), C organic dan Kalium (K) terkonfirmasi bahwa kondisi kesuburan tanah lahan pertanian beberapa desa disekitar KPHL telah mengalami degradasi. Semua unsur hara makro yang dianalisis tergolong pada kategori rendah hingga sangat rendah sebagaimana disajikan pada Tabel 17 dan Tabel 18. Tabel 17. Hasil Analisis Kesuburan Tanah Unsur Hara Pospor dan Nitrogen di Areal Sekitar KPHL Unit VI ( Perkebunan Kecamatan Dimembe). No Kode sampel N tanah (metode Kjedahl) P2O5 tersedia (ekstraksi Bray 1) % Kriteria ppm Kriteria 1 Warukapas Hulu 0.10 Sangat rendah 7.27 Sangat rendah 2 Warukapas Tengah 0.12 Rendah 9.30 sda 3 BBI 0.06 Sangat Rendah 6.69 sda 4 Klabat 0.13 rendah 7.27 sda 5 Pinili 0.13 sda 7.86 sda Sumber : Rencana Induk Pembangunan areal MDM Sub DAS Talawaan 2013 Tabel 18. Hasil Analisis Kesuburan Tanah Unsur C Organik dan Kalium di Sekitar Areal KPHL Unit VI (Lahan Pertanian Kecamatan Dimembe) C organik (metode Walkey and K2Otersedia (ekstraksi No Kode sampel Black) Bray 1) % Kriteria ppm Kriteria 1 Warukapas Hulu 1.15 rendah 1.52 Sangat rendah 2 Warukapas 2.08 Sedang 1.43 sda Tengah 3 BBI 0.64 Sangat rendah 1.51 sda 4 Desa Klabat 1.55 rendah 1.28 sda 5 Desa Pinili 1.48 sda 1.01 sda Sumber : Rencana Induk Pembangunan areal MDM Sub DAS Talawaan 2013 RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 44

64 Rendahnya kesuburan tanah sebagaimana diuraikan pada hasil analisis tanah tersebut di atas diakibatkan oleh banyak faktor diantaranya sifat fisik tekstur tanah yang didominasi oleh pasir halus - kasar ( > 70 % ) dan adanya teknik pengelolaan lahan yang kurang memperhatikan teknik bercocok tanam yang benar seperti penerapan konservasi tanah, pengelolaan bahan organik tanah serta intensifnya penggunaan herbisida. Penggunaan herbisida menjadi pilihan pengelolaan lahan karena tingginya upah buruh tani. Dampak negatif penggunaan herbisida diantaranya mengurangi keragaman dan populasi makrofauna tanah dan menurunkan kandungan bahan organik tanah yang berasal dari serasah rumput dan perdu yang seharusnya tumbuh dengan baik pada saat masa bera. Kondisi ini tentunya menjadi masukkan berarti bagi pengembangan model rehabilitasi kawasan hutan di wilayah KPHL Unit VI, mengingat bahwa kondisi tanah pada sebagian besar wilayah KPHL Unit VI memiliki tekstur tanah yang relatif sama terutama kawasan HL Gn. Klabat. 5. Kondisi Lereng Kondisi topografi KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung Manado khususnya pada kawasan hutan daratan didominasi perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian mdpl dengan kemiringan curam hingga sangat curam. Selanjutnya untuk kawasan hutan mangrove sebagian besar tersebar pada wilayah pesisir pantai Likupang dan pulau-pulau kecil di pantai Utara Minahasa Utara dengan lereng landai. Rincian kondisi lereng wilayah KPHL Unit VI pada Tabel 19 berikut ini. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 45

65 Tabel 19. Kelas Lereng pada Wilayah Unit KPHL Unit VI No Kelas Lerang Luas (ha) % 1 Datar 6.105,12 22,53 2 Landai 2.255,84 8,32 3 Agak Curam 3.284,21 12,12 4 Curam ,05 47,92 5 Sangat Curam 2.468,30 9,11 Jumlah ,52 100,00 Sumber : Laporan Biogeofisik KPHL Unit VI BPKH Wilayah VI (2015) 6. Kondisi tutupan lahan Berdasarkan laporan hasil identifikasi biogeofisik wilayah KPHL Unit VI (2015) menunjukkan bahwa terdapat 4 tipe penggunaan lahan yang dominan di wilayah KPHL Unit VI yaitu lahan kering campur semak sebesar 54,22 %, hutan sekunder sekitar 25,52 %, hutan primer sekitar 8,17 % dan pertanian lahan kering sekitar 6,78 %. Secara rinci kondisi penutupan lahan wilayah KPHL Unit VI disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Luas KPHL Unit VI Menurut Jenis Penutupan Lahan No. Kelas Penutupan Lahan Luas (ha) Persentase % 1 Hutan lahan kering sekunder 6.915,80 25,52 2 Hutan mangrove primer 2.213,68 8,17 3 Hutan mangrove sekunder 75,14 0,28 4 Pelabuhan/bandara 0,44 0,00 5 Permukiman 24,79 0,09 6 Pertambangan 18,46 0,07 7 Pertanian lahan kering 1.837,61 6,78 8 Pertanian lahan kering campur semak ,57 54,22 9 Sawah 0,48 0,00 10 Semak belukar 629,03 2,32 11 Semak belukar rawa 16,32 0,06 12 Tambak 50,03 0,18 13 Tanah terbuka 625,19 2,31 Jumlah ,54 100,00 Sumber : Laporan hasil Identifikasi Biogeofisik Kawasan KPHL Unit VI 2015 RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 46

66 Secara umum terlihat bahwa sekitar 54 % dari luas kawasan KPHL dikuasai masyarakat, namun dikelola dengan cara yang tidak produktif, lahan sering ditelantarkan sehingga kondisi lahan berupa lahan kering campur semak. Secara rinci penggunaan lahan pada masing-masing kawasan kawasan disajikan pada Tabel Lampiran. 7. Potensi kayu dan non kayu KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado merupakan wilayah yang memiliki potensi kayu dan non kayu yang besar. Hal ini disebabkan karena wilayah ini meliputi wilayah pantai hingga pegn.an dengan ketinggian m dpl dengan demikian membentuk beberapa tipe ekosistem mulai dari ekosistem mangrove, hutan hujan dataran rendah hinggai hutan hujan dataran tinggi. Wilayah hutan yang tergolong hutan primer dijumpai di sebagian kawasan HL Gn. Klabat. Keragaman ekosistem tersebut tentunya membentuk struktur dan komposisi jenis yang beragam pula. Vegetasi menurut penggunaannya dapat digolongkan dalam hasil hutan kayu dan dan non kayu. Jenis kayu yang dijumpai di wilayah KPHL Unit VI yang cukup dikenal masyarakat bernilai komersial tinggi diantaranya kayu hitam (Diospyros celebica), kayu besi (Eusideroxylon zwageri), kayu bunga (Madhuca philipinensis Merr), dao (Dracontomelon mangiferum BL), Celtis philipinnensis, taas (Artocarpus reticulates Miq). Keberadaan jenis-jenis ini makin terancam karena adanya perambahan hutan serta penebangan liar. Jenis-jenis tersebut sebagian besar dijumpai pada kawasan dengan aksesibilitas rendah atau berada di kawasan konservasi yang dikelola dengan intensif seperti cagar alam RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 47

67 dan TWA. Rincian potensi kayu sesuai hasil inventarisasi disajikan pada Tabel Lampiran Potensi tegakan pada setiap blok dan petak dapat dijadikan data dasar (base line data) untuk melakukan upaya rehabilitasi atau peningkatan fungsi ekologis. Rekapitulasi hasil inventarisasi potensi tegakan yang dilaporkan dalam kegiatan inventarisasi biogeofisik disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Kondisi Potensi Tegakan Menurut Tipe Tutupan Lahan di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Kelas Penutupan Lahan Plot Jumlah Volume Pohon Pohon (m³) ,60 Hutan lahan kering sekunder , , ,98 Jumlah ,69 Rata-rata/plot ,42 Hutan mangrove primer , ,38 Jumlah ,40 Rata-rata/plot ,20 Sumber : Laporan Inventarisasi Biogeofisik KPHL Unit VI BPKH Wilayah VI (2015) Hasil inventarisasi potensi tegakan hutan wilayah KPHL unit VI diperoleh data sebagai berikut : pada hutan lahan kering sekunder ditemukan 435 pohon dengan potensi kayu sebesar 397,68 m 3 atau rata-rata sebesar 99,42 m 3 /ha. Selanjutnya potensi kayu hutan mangrove primer ditemukan 347 pohon dengan volume rata-rata sebesar 48,20 m 3 /ha. Sesuai dengan pengelompokan jenis kayu perdagangan potensi hutan tersebut yakni : (1) kelompok jenis meranti/ kelompok komersial satu terdapat 12 jenis dengan jumlah batang 78 pohon dan memiliki RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 48

68 volume 54,38 m³/ha serta jenis kayu yang dominan wakan/medang (Litsea albayoma Vid) sebanyak 35 pohon, dan nyatoh (Palaquium Javense Burck) sebanyak 11 pohon, (2) kelompok jenis kayu rimba campuran/ kelompok komersial dua terdiri dari 53 pohon dengan jumlah batang 317 dengan total volume 215,06 m³ yang didominasi jenis pohon tayapu (Trema orientalis) sebanyak 58 pohon dan cananga (Cananga odorata Hook.f.et.Th) sebanyak 45 pohon, dan (3) kelompok jenis kayu eboni/kelompok indah satu dengan jenis kayu arang memiliki total volume 0,27 m³. Selanjutnya kelompok jenis kayu indah/kelompok indah dua dengan total volume 22,65 m³ dan jenis pohon yang dominan jenis kayu bunga (Madhuca philipinensis Merr) sebanyak 13 pohon. Hasil perhitungan menurut INP memperlihatkan tingkatan jenis pohon yang menguasai habitat KPHL Unit VI. Pada tingkat pohon terdapat jenis tayapu, kenanga dan makembes memiliki INP tertinggi. Tabel 22. Jenis-jenis Hasil Hutan Non Kayu di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado No. Nama jenis Kegunaan Lokal Nama ilmiah 1. Wanga Pigaveta filaris Bahan bangunan 2. Woka Livistonia rotundifolia Pembungkus makanan/hiasan 3. Pinang jaki Areca vestiaria Tanaman hias 4. Rotan Calamus sp. Bahan mebel 5. Pandan utang Freysinetia insignis Bahan makanan 6. Pisang jaki Musa acumunata sda 7. Pakis T iang Cyathea sp. sda 8. Nibong Oncosperma horridum Bahan bangunan 9 Aren Arenga pinnata Industry gula aren 10. Paku adam Glicenia linearis Bahan makanan 11. Bambu ikan Anyaman dan alat memasak 12. Bambu pagar Bahan bangunan 13. Bambu taki sda 14. Bamboo tui anyaman 15 Kenari Canarium sp Industri rumah tangga RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 49

69 8. Kondisi flora dan fauna dilindungi Potensi dan kondisi flora dan fauna yang dilindung erat kaitannya dengan kondisi kawasan hutan khususnya HL maupun hutan konservasi. Dari luas wilayah Minahasa Utara sekitar 15 % diantaranya diperuntukkan sebagai kawasan hutan konservasi dan HL. Kawasan konservasi yang meliputi Hutan Suaka Alam (HSA) yakni CA Gn Dusudara dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yakni Taman Wisata Alam (TWA) Batu Putih dan TWA. Batu Angus. Sebagai ciri utama flora Sulawesi yaitu memiliki jumlah jenis endemik yang tinggi. Jenis endemic umumnya digolongkan sebagai jenis dilindungi. Jenis tumbuhan endemik Sulawesi Utara yang penting diantaranya kayu hitam minahasa (Diospyros minahassae), meranti sulawesi (Vatica celebica), pala hutan minahasa (Myristica minahassae), bunga bangkai sulawesi (Amorphopallus plicatus). Terdapat 114 jenis tumbuhan langka dan terancam punah yang bisa ditemukan di Sulawesi Utara yang juga dilindungi oleh peraturan perundangundangan di Indonesia. Jenis-jenis tersebut antara lain kasturi (Mangifera casturi), kibatalia (Kibatali a wigmanii), eboni ( Diospyros celebica), pala hutan (Myristica kjellbergii), pohon penghasil gaharu ( Aquilaria beccariana). Selanjutnya jenis yang memiliki nilai etnobotani penting di Sulawesi Utara diantaranya karimenga (Acorus calamus), saketa (Jatropha curcas), sesewa nua (Clerodendrum fragrans), dan peling setang (Ixora celebica) ( /114. Diakses tanggal 17 RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 50

70 /11/2015). Selanjutnya jenis-jenis fauna yang sering dijumpai pada kawasan hutan di Sulawesi utara termasuk di wilayah KPHL Unit VI disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Jenis Mamalia yang Dijumpai pada Kawasan Hutan di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado N a m a Indonesia Ilmiah Tikus Biasa Sulawesi Paruromys dominator Tikus sp. Rattus sp. Rusa Cervus timorensis Babirusa Babyrousa babyrussa Babi Hutan Sus Celebensis Monyet Yaki Macaca nigra Tarsius Sulawesi Tarsius spectrum Beruang kuskus Ailurops ursinus Kelelawar Lidah panjang Stigocuscus celebensis Kelelawar Hidung tabung Ailurops ursinus Pallas Macroglossus minimus Kelelawar Buah Sulawesi Nyctimene cephalotes Kelelawar Buah Layanglayang Harpyionycteris celebensis Thoopterus nigrescens Kelelawar Buah Kepala Chironax melanocephalus hitam Cynopteterus brachyotis Kelalawar Buah Muka Dobsonia exaleta anjing Styloctenium wallacei Kelelawar Buah Punggung Neopteryx frosti botak Rousettus bidens Kelelawar Buah Muka strip Rousettus celebensis Kelelawar Buah Gigi kecil Rousettus amplexicoudatus Codot Jentink Aceradon celebensis Codot Roset Sulawesi Pteropus alecto Codot Roset Kelabu Kalong Sulawesi Kalong Hitam Status Perlindungan - - PP7/99 PP7/99 - PP7/99 PP7/99 PP7/99 PP7/ RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 51

71 9. Potensi jasa lingkungan dan wisata alam Produk hasil hutan bukan kayu serta jasa lingkungan hutan merupakan komoditas utama sebagaimana peruntukan kawasan sebagai KPHL. Oleh sebab itu produk-produk tersebut harus menjadi unggulan KPHL Unit VI baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tantangan yang harus diformulasikan sebagai kebijakan pengelolaan adalah bagaimana jasa lingkungan berbasis hutan tersebut dapat memberi penerimaan melalui internalisasi produk dalam mekanisme pasar jasa lingkungan di tingkat lokal, nasional, regional maupun global. Oleh karenanya bagaimana nilai jasa lingkungan hutan tersebut sebagai produk utama dapat diperhitungkan sebagai sumber kontribusi ekonomi sektor kehutanan di daerah Sulawesi Utara khususnya di kabupaten/kota dimana kawasan KPHL tersebar. Sesuai hasil survai didapatkan data potensi dan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam yang sedang tumbuh dan memerlukan intervensi pengelolaan agar arah pemanfaatan memberi kontribusi ekonomi yang nyata serta tidak berdampak negative pada lingkungan biogeofisik dan sosial budaya. Potensi jasa lingkungan dan wisata alam di wilayah KPHL Unit VI dan sekitarnya diantaranya : a. Jasa lingkungan Jasa lingkungan utama sebagai output fungsi hutan sekaligus sebagai produk pengelolaan kawasan adalah sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya air secara komersial meliputi : pemanfaatan untuk kebutuhan air minum yang dikelola PDAM, pemanfaatan untuk industri air mineral kemasan, RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 52

72 pemanfaatan untuk pengembangan perikanan air tawar serta penggunaan langsung oleh masyarakat untuk air minum yang bersumber dari mata air sekitar kawasan hutan. Selanjutnya dari potensi Desa Sulawesi Utara, terdapat 347 sumber mata air yang tersebar di berbagai wilayah Minahasa Utara. Berdasarkan RTRW kabupaten Minahasa Utara sumber mata air yang direncanakan untuk pengembangan sumber air baku di wilayah KPHL Unit VI dan sekitarnya yaitu : Mata Air Talawaan I, Mata Air Tunan, Mata Air Warat, Mata Air Malupu, Mata Air Tumbohon, Mata Air Pinakiwe, Mata Air Kumersot, Mata Air Huluatikup, Mata Air Doud Tewasen, Mata Air Doud Minawanua, Mata Air Papi, Mata Air Tamblang, Mata Air Talise, Mata Air Malimbukan, Mata Air Keluarga, Mata Air Pancoran Lima, Mata Air Alam Suwaan, Mata Air Makelen, Mata Air Keluarga Wenas, Mata Air Keluarga Menanga, Mata Air Tontalete, Mata Air Tumatenden, Mata Air Tambu Terang, Mata Air Kema I, Mata Air Tinaan, Mata Air Tumaraktak, Mata Air Doud Waidan, Mata Air Doud Poopo, Mata Air Keluarga Derek, Mata Air Kinorkor, Mata Air Tep, Mata Air Waltang, Mata Air Tuang, Mata Air Kaima, Mata Air Wawa, Mata Air Kayubesi, Mata Air Marinsow, Mata Air Kapoyos, Mata Air Lumowa, Mata Air Makelentuaim, Mata Air Reko dan Mata Air Walinow. Pemaanfaatan jasa lingkungan air dalam skala besar di wilayah KPHL Unit VI dintaranya (1) pemanfaatan pengairan untuk balai BAT Tatelu di Tatelu serta irigasi kolam ikan yaitu mata air yang ada di Tatelu serta Airmadidi dan sekitarnya, (2) pemanfaatan mata air untuk air mineral RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 53

73 kemasan di Airmadidi, (3) pemanfaatan mata air untuk PDAM di Tatelu dan Bitung. b. Wisata alam Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado memiliki kekhususan sekaligus sebagai keunggulan komparatif dibandingkan dengan KPHL lainnya di Sulawesi Utara. Keunggulan dan spesifikasi wilayah dimaksud adalah adanya potensi wisata alam mulai dari daerah pantai hingga pegunungan. Wilayah pantai Utara yang membentang antara Manado sampai Bitung merupakan kawasan wisata potensial yang dapat dikembangkan menjadi suatu daerah tujuan wisata (DTW) khususnya wisata alam pantai. Oleh sebab itu dalam tata hutan ditetapkan kawasan HL mangrove sepanjang pantai Utara Minahasa Utara sebagai blok-blok pemanfaatan untuk pengembangan wisata alam berbasis pantai dan laut. Menyadari potensi dan peluang ekonomi hijau tersebut maka, pemerintah daerah Kabupaten Minahasa Utara menetapkan Visi pada Renstra tahun sebagai : KABUPATEN TUJUAN WISATA TAHUN Potensi wisata yang terdapat di wilayah KPHL Unit VI saat ini baik di kawasan HL mangrove juga wisata alam pengn.an (Gn. Klabat ) telah memberi kontribusi secara ekonomi baik bagi pemerintah daerah Minahasa Utara maupun Sulawesi Utara pada umumnya. Namun untuk lebih mengoptimalkan potensi tersebut, maka diperlukan upaya pengelolaan yang terarah sesuai dengan potensi dan karakteristik lokasi wisata. Beberapa lokasi wisata yang telah berkembang dalam bentuk wisata terbatas (resort) dan wisata massal mulai RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 54

74 berkembang dan perlu diarahkan agar serasi dengan tujuan pembangunan kepariwisataan berkelanjutan diantaranya : (1). Pantai Pulisan. Pantai Pulisan merupakan pantai berpasir putih yang ada di Minahasa Utara, lokasinya berada di Desa Pulisan, Kecamatan Likupang Timur, sekitar 35 km dari Airmadidi atau 50 km dari Kota Manado. Selain berpasir putih, air laut yang tenang berwarna biru serta batu karang dan pemandangan laut lepas melengkapi keindahan sebagai daerah wisata pantai. Disekitar kawasan ini terdapat wilayah HL Tanjung Pulisan. Dalam tata hutan kawasan ini diarahkan sebagai blok pemanfaatan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan lingkungan hidup. (2). Pantai Pal. Pantai Pal merupakan lokasi wisata pantai yang sudah dikenal dan ramai dikunjungi wisatawan terutama wisatawan lokal. Lokasinya berada di Desa Marinsow, Kecamatan Likupang Timur. Ciri khas wilayah pantai ini adalah pasir putih dan letaknya masih merupakan bagian dari wisata alam pantai tanjung Pulisan dan HL Tanjung Pulisan. (3). Wisata Hutan Mangrove Munte dan sekitarnya. Kawasan pantai yang didominasi hutan mangrove primer merupakan salah satu ciri khas wilayah KPHL Unit VI. Kawasan hutan mangrove tersebut tersebar mulai dari Kecamatan Bunaken Kota Manado hingga Likupang Timur Minahasa Utara. Potensi hutan mangrove primer sebagai objek wisata alam tersebut sebagai suatu keunggulan komparatif wilayah KPHL RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 55

75 Unit VI bila dapat dikembangkan dan dikelola dengan baik sebagai destinasi pariwisata alam. Dalam dokumen tata hutan kawasan hutan mangrove ini ditetapkan sebagai blok pemanfaatan dengan petak nomor HL 16 HL 42. (4). Air Terjun Tunan Tempat wisata di Minahasa Utara ini lokasinya berada di Desa Talawaan, Kecamatan Talawaan, air terjun tunan memiliki ketinggian 86 m dengan debit air yang cukup menciptakan fenomena alam yang indah. Lokasi ini terletak di HL Saoan II. Kawasan wisata tersebut saat ini dikelola Desa Talawaan dengan dasar pengelolaan Peraturan Desa yang menngenakan retribusi sebesar Rp 3.500/pengunjung. Hasil wawancara didapatkan bahwa jumlah pengunjung per bulan rata-rata orang. (5). Pulau Lihaga Pulau Lihaga merupakan sebuah pulau kecil seluas 8 ha yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa. Pulau Lihaga ini memiliki pantai berpasir putih serta pemandangan bawah lautnya yang menarik. Aktivitas wisata berupa berenang, snorkeling dan diving. Pulau Lihaga ini dapat ditempuh sekitar menit dari Pelabuhan Serei dengan menggunakan perahu nelayan. (6). Pulau Gangga Pulau Gangga merupakan pulau yang berpenghuni ini berada di Kecamatan Likupang Barat dan bersebelahan dengan Pulau Lihaga. Pulau Gangga memiliki pantai pasir putih yang bercampur dengan pecahan karang, RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 56

76 sebagai ciri khas ekosistem pulau. Selain itu terdapat spot penyelaman untuk wisata pantai dengan karang dan biota laut yang menjadi daya tarik utama. Di pulau ini telah tersedian resort yang sebagian pengunjungnya adalah wisatawan mancanegara dengan produk layanan utama yakni wisatawan honeymoon. (7). Wisata Alam Pulau Bangka. Pulau Bangka memiliki daya tarik yang khas terutama terumbuh karang dan mangrove, sehingga banyak berkembang sebagai wisata alam diving dan resort. Saat ini terdapat sekitar 7 resort yang memanfaatkan wisata alam bahari dan mangrove sebagaimana disajikan pada Tabel 24. Potensi kawasan hutan daratan yang menjadi tujuan wisata alam yang sudah terkenal yaitu HL Gn. Klabat. Pemerintah kabupaten Minahasa Utara telah menetapkan dalam tataruang wilayah kabupaten Tahun bahwa kawasan HL. Gn. Klabat sebagai daerah pengembangan wisata alam (hiking dan tracking). Aktifitas pariwisata alam tersebut dipadukan dengan wisata kuliner berbasir hasil perikanan air tawar yang dijumpai di sepanjang jalan raya Airmadidi Tatelu serta wisata alam pemanjingan ikan nampaknya mulai berkembang disekitar HL Gn. Klabat untuk memanfaatan jasa air yang dihasilkan dari HL tersebut. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 57

77 Tabel 24. Jumlah Resort yang Memanfaatkan Wisata Alam di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado No Nama Resort Nama Perusahaan Lokasi Data GPS Jasa Luas Areal Terdapat SDA Pulisan Jungle Beach 1 Resort PT. Pulisan Murex Bangka Dive 2 Resort PT. Manado Underwater Exploration 3 Blue Bay Divers PT. Bluebay Divers 4 Coral Eye PT. Mata Karang 5 Nomad Divers PT. Kalipepu 6 Mimpi Indah Resort PT. Tap Takke Tnjg Pulisan, Pantai Kinunang, Kec. Likupang Timur N 01* ', E 125* ' Wisata Alam, Diving m2 Pasir putih, terumbu karang P. Bangka, Desa Lihunu, Kec. Likupang Timur tidak tersedia Diving m2 Pasir putih, terumbu karang Pulau Sahaung, Desa Lihunu, Kec. Likupang N 01*745050' E Pasir putih, terumbu Timur 125* Diving m2 karang, bakau P. Bangka, Desa Lihunu, N 01*45.077' E Pasir putih, terumbu Kec. Likupang Timur 125* Diving m2 karang, hutan P. Bangka, Desa Lihunu Jaga V, Kec. Likupang N 1* E Bakau, Terumbu Timur 125* Diving m2 Karang, pasir, Hutan P. Bangka, Desa Lihunu Diving, Jaga V, Kec. Likupang Lat , Long. Wisata Hutan Bakau, Karang, Timur Alam m2 Pasir putih Sea Souls Dive 7 Resort PT. Flyfish Divers Sumber : Informasi Katrin Weise (2015) P. Bangka, Desa Kahuku Jaga I, Kec. Likupang Timur tidak tersedia Diving m2 Pasir putih, Terumbu Karang C. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat 1. Aspek Kependudukan Aspek kependudukan baik kualitas maupun kuantitas mempunyai pengaruh terhadap lingkungan dan sumberdaya alam/lahan. Makin besar jumlah penduduk, kebutuhan akan sumberdaya makin besar. Di sisi lain rendahnya kualitas penduduk, maka kenaikan tekanan terhadap sumberdaya alam/lahan akan meningkat sebanding dengan kenaikan jumlah penduduk. Sebaliknya meningkatnya kualitas penduduk akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 58

78 1.1. Kepadatan dan Sex Ratio Secara administratif kawasan hutan KPHL Unit VI Minahasa Utara- Bitung-Manado tersebar di Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung dan Kota Manado. Berdasarkan wilayah administrasi Kecamatan kawasan hutan wilayah KPHL berada di Kecamatan Bunaken Kota Manado dan Kecamatan Kema, Kauditan, Airmadidi, Kalawat, Dimembe, Talawaan, Wori, Likupang Timur, Likupang Barat dan Likupang Selatan Kabupaten Minahasa Utara. Lebih lanjut wilayah kecamatan di kota Bitung meliputi Kecamatan Girian, Ranowudu, Madidir, Matuari, Maesa, Lembeh Selatan, Lembeh Utara dan Aertambaga. Jumlah dan kepadatan penduduk masing-masing kecamatan tersebut sesuai data statistik Tahun 2014 disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Sekitar Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado No Kecamatan Luas Wilayah (Km²) I. Minahasa Utara Jumlah (Jiwa) Jumlah (KK) Seks Rasio Kepadatan (Jiwa/Km²) 1. Kema 78, ,4 221,83 2 Kauditan 108, ,0 289,14 3 Airmadidi 86, ,6 357,56 4 Kalawat 39, ,3 792,27 5 Dimembe 166, ,9 162,13 6 Talawaan 82, , Wori 90, ,7 235,39 8 Likupang Barat 104, ,4 178,95 9 Likupang Timur 290, ,9 68,42 10 Likupang Selatan 11, ,6 544,45 Jumlah I 1.059, ,8 2850,19 II. Kota Bitung 1 Madidir 3, ,8 155,6 RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 59

79 No Kecamatan Luas Wilayah (Km²) Jumlah (Jiwa) Jumlah (KK) Seks Rasio Kepadatan (Jiwa/Km²) 2 Matuari 3, ,7 3 Girian Lembeh Selatan 2, ,8 155,6 5 Lembeh Utara 3, ,9 35,5 6 Aertembaga 2, ,9 308,9 7 Maesa ,6 364,0 8 Ranowulu 17, ,7 Jumlah II 33, ,6 1638,6 III. Kota Manado 1 Bunaken 19, ,31 99,54 Jumlah III 19, ,31 99,54 Dari tingkat kepadatan penduduk menurut wilayah kabupaten/kota, Kabupaten Minahasa Utara memiliki kepadatan penduduk terbanyak yaitu di Kecamatan Kalawat dan Kecamatan Likupang Selatan dengan terdapat 792,27 jiwa/km 2 dan 544,45 jiwa/km 2 disusul Kota Bitung di Girian sebanyak 610 jiwa/km Laju Pertumbuhan Penduduk Kondisi pertumbuhan penduduk di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara- Bitung-Manado memiliki laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Minahasa Utara pada 5 tahun terakhir ratarata sebesar 2,41% dan yang paling menonjol pada tahun 2010 sebesar 6,79 %. Pertumbuhan penduduk rata-rata selang 5 tahun terakhir tertinggi di Kecamatan Talawaan sebesar 10,05 % dengan kepadatan penduduk 211,93 jiwa/km² dan terendah di Kecamatan Dimembe sebesar 1,75 % serta Kecamatan Wori (RPJMD Kabupaten Minahasa Utara tahun ). Laju pertumbuhan penduduk Kota Bitung berkisar % per tahun. Secara grafis prediksi RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 60

80 pertumbuhan penduduk di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado disajikan pada Gambar 5 berikut minahasa utara Kota Bitung Kota Manado Gambar 5. Grafik Prediksi Pertumbuhan Penduduk di Wilayah KPHL Unit VI Menurut Data Tingkat Kabupaten/kota 1.3. Struktur Penduduk dan Angkatan kerja Struktur penduduk suatu wilayah dapat disajikan sesuai jenis kelamin (lakilaki dan perempuan) dan menurut golongan umur. Menurut golongan umur penduduk dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penduduk usia produktif (15 65 tahun) dan kelompok penduduk usia non produktif yang meliputi kelompok usia muda non produktif (0-14 tahun) dan kelompok usia tua non-produktif (66 tahun ke atas). Penggolongan sesuai jenis kelamin berguna untuk menilai perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan serta potensi pertumbuhan penduduknya ke depan, sedangkan penggolongan berdasarkan struktur umur berguna antara lain untuk RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 61

81 membandingkan penduduk produktif dan penduduk tidak produktif (beban tanggungan penduduk). Struktur penduduk di wilayah Kabupaten Minahasa Utara menurut data tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja sebesar 64.5 %, kelompok umur muda sekitar 24.2 % dan kelompok umur usia lanjut sebesar 11.4 %. Berdasarkan data tersebut diperoleh angka ratio beban tanggungan (RBT) sebesar 35.6 % atau setiap 100 orang usia produktif menanggung sekitar 36 orang usia tidak produktif. Tabel.26. Struktur Penduduk di Wilayah Kabupaten Minahasa Utara Kecamatan (Jiwa) Umur Likupang Likupang (Tahun) Kema Kauditan Airmadidi Wori Dimembe Kalawat Talawaan Likupang Barat Timur Selatan , , > Untuk Kota Bitung didominasi oleh penduduk muda/dewasa. Penduduk Kota Bitung yang berusia muda sebesar 29,50 %, usia produktif 66,97 %, RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 62

82 sedangkan usia 65 tahun ke atas sebesar 3,53 %. Sehingga berdasarkan angka mutlaknya diperoleh angka ketergantungan (dependancy ratio) penduduk Kota Bitung sebesar 49,32 %. Artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar orang penduduk tidak produktif. Secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya angka/nilai sex ratio dimana angka tersebut menunjukkan lebih besar dari angka 100. Pada tahun 2012, sex ratio sebesar 104,41 %, artinya untuk setiap penduduk perempuan terdapat penduduk laki-laki. Dari jumlah keseluruhan penduduk usia kerja (15 tahun ke atas), sebesar 62 % penduduk Kota Bitung termasuk kedalam angkatan kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami kenaikan pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun Pasar tenaga kerja Kota Bitung ditandai dengan tingginya angka kesempatan kerja. Hal ini dapat dilihat pada tingginya persentase penduduk usia kerja yang bekerja yang besarnya mencapai sekitar 89 % pada tahun Tingkat pengangguran pada periode tahun mengalami peningkatan Mata Pencaharian dan Pendapatan Keluarga Pertanian masih merupakan sektor dominan untuk menopang pendapatan dan sumber mata pencaharian penduduk di daerah sekitar wilayah KPHL Unit VI. Dari aspek pembangunan pertanian masalah kependudukan yang perlu mendapat perhatian adalah bertambahnya jumlah rumah tangga buruh tani RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 63

83 (petani yang tidak memiliki lahan pertanian). Persentase rumah tangga buruh tani di sekitar wilayah KPHL Unit VI cenderung meningkat dari tahun ke tahun > 75 % artinya tingkat ketergantungan terhadap lahan pertanian tergolong tinggi. Sektor non formal yang cukup signifikan memberi kontribusi pada pendapatan penduduk adalah tukang, buruh bangunan, dan tukang ojek. Sedangkan sektor formal yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan POLRI dan TNI, serta pegawai swasta. Pekerjaan sebagai tukang (bas) menyerap tenaga kerja cukup besar yakni sekitar % penduduk usia kerja di setiap desa bekerja sebagai tukang bangunan baik sebagai Kepala Tukang maupun sebagai pembantu (kenek). Tingginya permintaan tenaga kerja buruh bangunan didorong oleh adanya aktivitas pembangunan fisik baik yang dilakukan pemerintah maupun swasta yang cukup besar baik di sekitar kawasan hutan maupun di wilayah Manado, Bitung dan daerah lainnya. Sesuai hasil wawancara respoden yang diambil di 5 desa yang terletak di sekitar Wilayah KPHL Unit VI rata-rata pendapatan penduduk petani di daerah ini pada tahun 2014 berkisar antara Rp ,- Rp ,- per bulan. Tanaman utama yang diusahakan meliputi jagung, dan kacang-kacangan serta tanaman perkebunan kelapa. Upah buruh tani harian rata-rata berkisar antara Rp ,- - Rp ,-. Selanjutnya upah harian tertinggi diperoleh tukang bangunan yang berkisar antara Rp ,- Rp ,-. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 64

84 Pendapatan usahatani yang cukup tinggi dan sangat potensial di wilayah sekitar KPHL Unit VI yakni perikanan air tawar. Hasil perkiraan pendapatan usahatani budidaya air tawar dengan pemeliharaan intensif sebagaimana dikemukakan bapak Charles Kamagi di Desa Dimembe pendapatan untuk luasan 1 ha dengan 5 Unit kolam ditaksir sebesar 88 juta rupiah rata-rata juta per bulan, dengan curahan tenaga kerja sebanyak HOK. Pendapatan dari usahatani padi sawah juga memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi penduduk di wilayah yang memiliki lahan sawah seperti Kecamatan Dimembe dan Talawaan. Sesuai hasil wawancara terhadap petani sawah dengan informan bapak Alfrets Tangkudung diperoleh informasi bahwa bila padi sawah dikelola sistem usahatani intensif, dapat menghasilkan produksi sebesar 6 ton ha -1 dengan perkiraan pendapatan bersih Rp ,-/ha. Pendapatan penduduk tani di wilayah sekitar KPHL Unit VI tersebut banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi pertanian, terutama harga-harga produk pertanian baik harga input maupun harga output. Pada saat harga-harga produk pertanian meningkat, maka pendapatan masyarakatnya cenderung meningkat. Demikian juga sebaliknya, jika harga produk pertanian turun, maka pendapatan masyarakat cenderung menurun pula Migrasi Penduduk Semakin sempitnya rata-rata luas pemilikan lahan, maka luas usahatani semakin kecil, land-man ratio rendah, akibatnya kemampuan usahatani untuk memenuhi kebutuhan hidup petani secara layak yaitu kebutuhan pangan, RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 65

85 sandang dan papan menjadi berkurang. Tingkat migrasi penduduk yang cukup tinggi merupakan gejala umum di daerah lahan kering wilayah DAS, sehingga jumlah tenaga kerja produktif di desa menjadi terbatas. Tingginya tingkat migrasi tersebut berkaitan dengan perbaikan tingkat pendidikan kaum muda dan rendahnya kesempatan berusaha di desa. Migrasi penduduk terjadi musiman berkaitan dengan terbukanya lapangan kerja sementara di di daerah lain seperti kegiatan panen cengkih di wilayah sentra produksi cengkih mengakibatkan banyak tenaga kerja beralih profesi sementara menjadi pemetik cengkeh di desa lain. Migrasi penduduk sementara juga terjadi akibat adanya kegiatan tambang rakyat di beberapa daerah di Sulawesi Utara serta aktivitas pembangunan fisik seperti pembangunan rumah pribadi, pengembangan perumahan dan property swasta serta pembangunan infrastruktur pemerintah. Dari kecenderungan tersebut, maka di masa mendatang, keterbatasan tenaga kerja keluarga merupakan kendala pengembangan usaha tani yang menuntut curahan tenaga lebih intensif. Modal juga merupakan kendala pengembangan, khususnya untuk budidaya tanaman komersial yang membutuhkan modal relatif besar, sehingga hanya petani mampu saja yang dapat mengusahakannya. Petani yang bermodal lemah hanya dapat mengusahakannya dalam jumlah terbatas. Meningkatnya biaya tenaga kerja memberi peluang bagi pengembangan hutan tanaman yang relatif membutuhkan tenaga kerja lebih sedikit karena pemeliharaan tanaman yang tidak intensif sebagaimana tanaman perkebunan dan tanaman semusim. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 66

86 Hasil wawancara diperoleh informasi bahwa terjadi migrasi penduduk secara musiman, terutama rumahtangga petani lahan kering yang berpindah sementara untuk mendapatkan pekerjaan dari sector konstruksi, pertambangan di daerah lainnya. Sebagai contoh giatnya pembangunan fisik di kota Menado membutuhkan banyak tenaga kerja termasuk tukang dan buruh bangunan. Para pekerja meninggalkan kampung dan bekerja selama 5 6 hari dan hanya kembali ke rumah pada hari minggu untuk tujuan beribadah dan beristirahat. 2. Harga Input dan output usahatani Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai suatu ukuran besar pendapatan petani yang mampu membiayai kebutuhan non pertanian yang meliputi pakaian, pendidikan, perumahan, kesehatan, sosial dan keagamaan, rekreasi dan tabungan. Analisis usahatani beberapa jenis tanaman semusim yang potensial di wilayah studi memperlihatkan bahwa hanya usahatani padi sawah dan usaha budidaya ikan air tawar yang dapat memberikan jaminan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL). Rekapitulasi hasil analisis beberapa komoditas yang potensial memberikan pendapatan untuk memenuhi KHL di desa-desa sekitar wilayah KPHL Unit VI disajikan pada Tabel 27. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 67

87 Tabel 27. Hasil Perhitungan Input-Output Usahatani Jenis Komoditas Pangan Unggulan Minahasa Utara Khususnya di Areal MDM Sub DAS Talawaan Jenis Komoditas Pendapatan Pendapatan Rata-rata/bulan Panen/ha (Rp) ha/tahun (Rp) (Rp) Jagung * Kacang tanah * padi sawah Ikan air tawar Keterangan * tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layak. 3. Sosial budaya 3.1. Kelembagaan informal di desa Terbentuknya institusi pada tingkat lokal atau lembaga masyarakat baik formal maupun informal sangat diharapkan dalam pengelolaan hutan berasaskan kelestarian. Kelembagaan yang terdapat hampir disetiap desa yang dijadikan sample kegiatan inventarisasi sosial budaya masyarakat baik itu kelembagaan formal maupun informal. Adapun kelembagaan pemerintah desa yang terdapat pada desa sampel sebagai berikut : 1). Kepala Desa (pimpinan pemerintah di tingkat desa) Kepala Desa sebagai pemegang pucuk pimpinan tertinggi di suatu desa dalam melaksanakan tugasnya selalu berdampingan dengan Badan Permusyawatan Desa (BPD) untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Sesuai hasil wawancara beberapa tokoh masyarakat di desa sampel diperoleh informasi secara umum bahwa Kepala Desa merupakan RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 68

88 seorang yang menjadi panutan, setiap perkataan dan tindak tanduknya sangat dihormati dan dihargai. 2). Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD yaitu wakil dari penduduk desa bersangkutan sesuai keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Badan ini juga berfungsi sebagai penasehat dan pendamping kepala desa dalam melakukan tugasnya dan ikut serta membantu dalam hal pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan kemajuan desa. Seorang Ketua BPD dan anggotanya merupakan orang-orang yang dihormati dan terpandang oleh masyarakat. 3). Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Optimalisasi kelembagaan masyarakat khususnya LPM yang telah ada diharapkan mampu menjadi wahana penyaluran aspirasi dan aktualisasi masyarakat dalam pengelolaan hutan. Tugas LPM sangat mendukung pihak pemerintahan desa dalam mengambil dan memutuskan segala aturan dan kebijakan yang ada di desa tersebut. Keberadaan lembaga masyarakat sangat diharapkan dalam upaya RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 69

89 menjembatani setiap program yang ada dalam mengimplementasikannya di lapangan sehingga program-progam yang ada tidak mubazir. Supaya kelembagaan yang ada dapat berjalan dengan baik, harus mempunyai keanggotaan yang jelas, mempunyai aturan yang disepakati bersama seluruh anggota, dan mempunyai program yang jelas dan realistis. 3.2 Kelembagaan Ekonomi Kelembagaan ekonomi terdiri dari kelompok-kelompok masyarakat yang berorientasi profit (keuntungan) dan dibentuk di desa berbasiskan pada pengelolaan sektor produksi dan distribusi. Contoh dari kelembagaan ekonomi adalah koperasi, kelompok tani, kelompok pengrajin, perseroan terbatas yang ada di desa. Kelembagaan ekonomi yang terdapat di desa sampel sebagai berikut : (1). Koperasi Simpan Pinjam, dan wadah lain yang memberikan simpan pinjam Wadah tersebut membantu masyarakat dalam mengembangkan usaha mereka, dan dapat juga berfungsi memberikan solusi bagi masyarakat untuk membantu/menopang pengeluaran yang mendadak. (2). Kelompok Tani Kelompok tani merupakan kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. pada dasarnya adalah organisasi non RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 70

90 formal di perdesaan. Pada 12 desa terdapat kelompok tani yang berfungsi membantu petani untuk meningkatkan hasil pertanian masyarakat desa dan kelompok tersebut juga merupakan kelompok tani hutan untuk tujuan Kebun Bibit Rakyat (KBR). D. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Data pemanfaatan kawasan hutan di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado yang sedang berjalan menunjukkan bahwa pemanfaatan utama meliputi non kehutanan yang didominasi pertambangan emas dengan IUUP eksplorasi seluas ha terletak di 4 kawasan HL sebagaimana disajikan pada Tabel Selain penggunaan legal, terdapat penggunaan penambangan rakyat tak berizin sebanyak 500 lobang tambang di kawasan HPT Saoan I wilayah desatatelu Rondor. Perusahaan pemegang izin Pemanfaatan kawasan hutan di wilayah KPHL Unit untuk usaha pertambangan yakni PT. Duta Kayana, PT. Meares Soputan Mining, PT. Mikgro Metal Perdana dan PT. Tambang Tondano Nusajaya. Rincian Izin pemanfaatan kawasan HL pada Blok pemanfaatan disajikan pada Tabel 28. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 71

91 Tabel 28. Izin Usaha yang Terdapat pada Blok Pemanfaatan Kawasan HL No. Pemegang IUP Nama Kawasan Luas (ha) % Jenis usaha 1 Meares Soputan Mining HL Bakau Likupang 50,24 3,33 Tambang Emas HL Gn. Wiau 1.098,58 72,73 sda 2 Mikgro Metal Perdana HL P. Bangka 0,51 0,03 Tambang Biji Besi 3 Tambang Tondano Nusajaya HL Bakau Likupang 361,15 23,91 Tambang Emas Jumlah 1.510,48 100,00 Selain pemanfaatan non kehutanan sebagaimana diuraikan di atas, di kawasan KPHL Unit VI juga terdapat Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) melalui pencadangan HTR dengan luas areal seluas 7.220,47 ha tersebar di 4 kawasan HPT yaitu: HPT Gn. Saoan seluas 3.497,39 ha, HPT Gn. Wiau seluas 2.679,65 ha, HPT P. Bangka seluas 204,93 ha dan HPT P. Talise seluas 838,51 ha. Dari luasan pencadangan tersebut terdapat sekitar 922,78 ha yang telah memiliki Izin. Pemanfatan areal pencadangan HTR tersebut harus diperbaiki agar tujuan peruntukannya dapat tercapai. Perbaikan yang diperlukan meliputi mekanisme perizinannya serta penguatan kelembagaan sebagai bisnis kehutanan. Mengingat bahwa keberhasilan pengelolaan pada luasan yang telah berizin tersebut tergolong sangat rendah dan menimbulkan keresahan kelompok tani pelaksana karena investor sebagai mitra kelompok tani tersebut tidak melaksanakan tanggungjawab dan kewajibannya dengan benar. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 72

92 Mekanisme HTR untuk optimalisasi fungsi HPT di dalam KPHL Unit VI, masih dianggap sebagai resolusi konflik tenurial yang sebagian besar areal HPT dikuasai oleh masyarakat. Upaya rasionalisasi kawasan hutan tersebut diperlukan agar kawasan hutan yang ada mantap, bebas dari konflik serta target target kontribusi sektor kehutanan bagi perekonomian wilayah melalui komoditas kayu industry, partisipasi dan akses masyarakat sekitar terhadap sumberdaya hutan sebagai implementasi ekonomi kerakyatan dapat terpenuhi. E. Posisi KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah KPHL Unit VI sebagai lembaga pengelola hutan di tingkat tapak berperan mengimplementasikan serta mewujudkan visi dan kebijakan kehutanan nasional, propinsi dan kabupaten/kota pada seluruh fungsi hutan yang ada di wilayah kelola. Selanjutnya sebagai Unit pelaksana teknis di daerah (UPTD) maka keberhasilan pengelolaan pada tahap awal ditentukan oleh besarnya dukungan politik, SDM dan pendanaan di pemerintah tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Sikronisasi kebijakan sebagai wujud aspirasi politik daerah tergambar pola dan struktur ruang dalam RTRWP dan RTRW kabupaten/kota. Kebijakan penataan ruang di wilayah Provinsi Sulawesi Utara menurut Peraturan Daerah Nomor : 1 Tahun 2014 meliputi 6 komponen yaitu : (a). peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana, (b). peningkatan fungsi ruang evakuasi pada kawasan rawan bencana alam, (c). peningkatan potensi, sumber daya, aksesibilitas pemasaran produksi dan kualitas sumber daya manusia di bidang kelautan, perikanan, pariwisata, dan pertanian (d). peningkatan dan RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 73

93 pelestarian fungsi lingkungan hidup dan (e). peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. Selanjutnya strategi yang terkait langsung dengan pembangunan KPHL Unit VI adalah Strategi untuk mewujudkan kebijakan peningkatan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup ( Pasal 3 huruf d Peraturan Daerah Nomor : 1 Tahun 2014) terdiri dari : a. Mengelola taman wisata alam yang memadukan kepentingan pelestarian dan pariwisata/rekreasi b. Mengelola kawasan cagar budaya yang memadukan kepentingan pelestarian, pariwisata/rekreasi serta potensi sosial budaya masyarakat yang memiliki nilai sejarah c. Melakukan pelarangan kegiatan budidaya, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta ekosistem alami yang ada d. Melakukan pencegahan terhadap kegiatan budidaya di kawasan lindung yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air dan kondisi fisik sungai maupun aliran sungai e. Mengendalikan kegiatan yang telah ada di sekitar sungai f. Mengamankan daerah aliran sungai g. Mencegah dilakukannya kegiatan budidaya di sekitar danau/waduk yang dapat mengganggu fungsi danau (terutama sebagai sumber air dan sumber energi listrik) RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 74

94 h. Mengendalikan kegiatan yang telah ada di sekitar danau/waduk i. Mengatur kegiatan yang ada di danau dengan cara zonasi pemanfaatan danau, serta melakukan pengelolaan lingkungan termasuk pengelolaan limbah j. Mengamankan di daerah hulu k. Mencegah dilakukannya kegiatan budidaya sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter di sekitar mata air yang dapat mengganggu kuantitas air dan/atau merusak kualitas air l. Mengendalikan kegiatan yang telah ada di sekitar mata air m. Mengamankan dan konservasi daerah tangkapan air (catcment area) n. Mencegah dan membatasi kerusakan kawasan terbuka hijau/hutan kota yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit o. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas kawasan terbuka hijau, kawasan hutan kota, hasil hutan kota, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan kota p. Mengelola kawasan cagar alam dan suaka margasatwa sesuai dengan tujuan perlindungannya dan q. Mengembangkan areal yang berpotensi untuk dijadikan Taman Wisata Alam. Sesuai rencana pola ruang dalam RTRW Provinsi Sulawesi Utara, kawasan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado sebagian besar ditetapkan sebagai kawasan lindung dan sebagian kecil kawasan budidaya HPT. Kawasan lindung mencakup : kawasan HL, kawasan perlindungan daerah di bawahnya serta kawasan RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 75

95 lindung pantai bervegetasi mangrove. Sedangkan kawasan HPT yaitu : HPT Pulau Bangka, HPT Pulau Talise, HPT Gn. Wiau dan HPT Saoan di Kabupaten Minahasa Utara. Arahan kebijakan pengelolaan hutan yang tertera pola ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Utara ditetapkan melalui arah zonasi. Arah zonasi pola ruang yaitu ketentuan tentang intensitas pemanfaatan ruang dan ketentuan prasarana dan sarana minimum yang disediakan. Arahan peraturan zonasi kawasan HL sebagaimana tertuang dalam RTRW tersebut di atas meliputi : a. Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam b. Pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi c. Pemantapan kawasan HL alih fungsi dan peruntukan HL melalui pengukuhan dan penataan batas di lapangan untuk memudahkan pengendaliannya d. Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada (penggunaan lahan yang telah berlangsung lama dan hanya diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat) e. Pengembalian fungsi hidro-orologi kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan (rehabilitasi dan konservasi) f. Pencegahan dilakukanya kegiatan budidaya, kecuali kegiatan yang tidak menganggu fungsi lindung g. Pemantauan terhadap kegiatan yang diperbolehkan berlokasi di HL (antara lain penelitian, eksplorasi mineral dan air tanah, pencegahan bencana alami) RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 76

96 Selanjutnya arah peraturan zonasi kawasan Hutan Produksi meliputi : a. Pembatasan pemanfaatan hasil hutan produksi untuk menjaga kestabilan neraca sumberdaya kehutanan b. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan c. Penanaman areal tanah kosong dan pengkayaan tanaman dalam kawasan hutan produksi dengan jenis-jenis tanaman hutan, seperti: sengon, binuang, nyatoh, matoa, agathis, meranti, linggua dan tanaman buah-buahan d. Pelaksanaan tata batas kawasan hutan produksi untuk memberikan kepastian batas kawasan baik secara fisik maupun hukum e. Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya lain Sedangkan arahan peraturan zonasi kawasan hutan rakyat meliputi : a. Pengembangan hutan kemasyarakatan berupa kawasan yang dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tertentu dengan tetap memperhatikan azas kelestarian dan azas manfaat b. Usaha-usaha yang dikembangkan dalam hutan kemasyarakatan ini dapat berupa pelebahan/madu, buah-buahan, nira/aren, jamur kayu, penanaman pinus, sagu, kemiri, kenari, jambu mete, matoa, kapuk dan buah-buahan, seperti: mangga, rambutan, duku, durian, manggis dan sirsak Rencana struktur ruang wilayah Provinsi Sulawesi Utara yang secara signifikan akan mempengaruhi strategi pengelolaan kawasan hutan adalah letak KPHL Unit VI tersebut berada pada Kawasan Strategis Provinsi (KSP) yang meliputi meliputi : (1). Kawasan koridor Bitung - Kema - Airmadidi, yang dikembangkan untuk kelompok RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 77

97 lokasi industri di Kota Bitung dan Minahasa Utara, (2). KEK Kawasan Ekonomi Khusus(KEK) Tanjung Merah Bitung pendukung sub sistem pasar input-output KPHL Unit VI, (3) Kawasan Strategis Perhubungan yakni Pengembangan Bandar Udara Samratulangi (Kota Manado - Kabupaten Minahasa Utara) pendukung aksessibilitas wilayah. Selanjutnya dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup wilayah KPHL Unit VI berada di Kawasan di sekitar Taman Nasional, Cagar Alam dan Taman Hutan Raya di Kota Manado dan Kota Bitung. Selanjutnya kebijakan tata ruang wilayah Kabupaten Minahasa Utara berdasarkan RTRW kabupaten terdiri atas (a) Peningkatan dan pengoptimalan pengembangan agribisnis dan agroindustri khususnya komoditas unggulan dalam bidang pertanian dan perikanan yang sekaligus menjadi penggerak ekonomi; (b) Pengendalian kegiatan pertambangan di area kontrak karya/kuasa pertambangan/izin pertambangan daerah/tambang rakyat; (c) Peningkatan dan pengoptimalan wilayah kepulauan, pesisir pantai dan perairan; (d) Pengembangan wisata pantai, wisata berbasis agro, wisata alam, dan wisata budaya serta wisata rohani; (e) Pelestarian, perlindungan dan perbaikan kerusakan kawasan hutan; (f) Pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam secara optimal, terkendali dan berkelanjutan; (g) Pengembangan sarana dan prasarana untuk mendukung pengembangan kawasan strategis kabupaten; dan (h) Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 78

98 Secara spesifik RTRW Kabupaten Minahasa Utara menguraikan strategi dalam kaitannya dengan pengelolaan hutan yaitu strategi pelestarian, perlindungan dan perbaikan kerusakan hutan yang meliputi kawasan HL dan HP. Selanjutnya diuraikan bahwa program yang terkait dengan pengelolaan kawasan HL meliputi : a. Melestarikan kawasan berfungsi lindung seluas minimal ha yaitu HL Gn. Klabat, HL Gn. Tumpa, HL Gn. Saoan I, HL Gn. Saoan II, HL Gn. Wiau, HL Gn. Lembean, HL Gn. Tanjung Pulisan, Hutan Produksi Terbatas Pulau Talise, Pulau Bangka, Wiau dan Saoan serta Hutan Bakau/Mangrove Pantai, hutan Konservasi Suaka Alam Kawasan Taman Nasional Laut Bunaken untuk menjaga keseimbangan ekologi wilayah b. Mereboisasi kawasan hutan yang mengalami kerusakan dan penebangan liar; c. Menghijaukan hutan rakyat yang berfungsi lindung, produksi dan konservasi yang mengalami kerusakan untuk memperbaiki fungsi ekologinya d. Mencegah pemanfaatan kawasan HL untuk kegiatan budidaya yang dapat merusak fungsi kawasan HL dan e. Menerapkan kriteria penetapan kawasan lindung dan kriteria penetapan kawasan budi daya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Rencana pola ruang dalam RTRW Kabupaten Minahasa Utara dipertegas status kawasan HPT yang meliputi HPT Gn. Wiau dengan luas kurang lebih 3.334,79 Ha, HPT Gn. Saoan dengan luas kurang lebih 4.738,44 ha, HPT Pulau Talise dengan luas kurang lebih 805,31 ha dan HPT Pulau Bangka dengan luas kurang lebih RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 79

99 1.506,18 ha. Selanjunya rencana pengembangan kawasan peruntukan HPT tersebut adalah : (a). Penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan dengan tidak mengubah fungsi pokok kawasan peruntukan HP, (b). Ketentutan pokok tentang status dan fungsi hutan; perencanaan hutan; dan pengelolaan hutan mengacu kepada ketentuan yang berlaku (c). Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi mencakup tentang kegiatan pemanfaatan kawasan, kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, kegiatan pemanfaatan hasil kayu dan atau bukan kayu, dan kegiatan pemungutan hasil kayu dan atau bukan kayu, (d). Kawasan pemanfaatan peruntukan hutan produksi harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang diselenggarakan oleh pemrakarsa yang dilengkapi dengan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL). Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa Utara merumuskan visinya yakni : TERWUJUDNYA HUTAN YANG LESTARI UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MINAHASA UTARA Visi tersebut selanjutnya dalam operasionalnya dengan menetapkan misi sebagai berikut: 1. Meningkatkan pengawasan dan pengamanan hutan. 2. Melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan. 3. Meningkatkan pemantapan kawasan hutan. 4. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Tujuan strategis Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa Utara dalam Renstra sebagai berikut: RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 80

100 1. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas kelembagaan dan dukungan para pihak dalam mengelola hutan, mengembangkan potensi kehutanan, daya saing hasil hutan, serta peluang pasar. 2. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani sekitar hutan. 3. Meningkatkan pengelolaan hutan sesuai dengan peruntukkannya. 4. Meningkatkan upaya-upaya rehabilitasi dan pengendalian kerusakan hutan. Lebih lanjut sasaran strategis Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa Utara adalah sebagai berikut: a. Bidang kelembagaan 1. Adanya struktur organisasi/kelembagaan Dinas Kehutanan sampai ketingkat Kecamatan. 2. Adanya kelembagaan masyarakat di 124 kelurahan / desa terutama yang berbatasan dengan hutan, yang mengatur hak dan kewajiban msayarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan hutan dan alam sekitarnya. b. Bidang ekonomi, sosial dan lingkungan: 1. Meningkatnya peranan kehutanan dalam pertumbuhan ekonomi dan kemampuan untuk menyerap tenaga kerja per tahunnya. 2. Berkurangnya konflik lahan kawasan hutan, konflik penggunaan lahan berbagai sektor ekonomi. 3. Adanya batas definitif kawasan hutan yang diakui masyarakat. 4. Meningkatnya penanganan lahan kritis dan tidak produktif dan pemulihan lingkungan dikawasan hutan seluas ha dan diluar kawasan hutan seluas ha, terutama di DAS prioritas. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 81

101 5. Meningkatnya pemanfaatan hasil hutan kayu, hasil hutan ikutan dan jasa hutan dan Penegakkan hukum di bidang kehutanan. Dari uraian tersebut di atas mempertegas posisi dan peran KPHL Unit VI sebagai unit pengelolaan kawasan hutan pada tingkat tapak nantinya secara fungsional menyediakan barang dan jasa untuk menopang pembangunan wilayah sebagaimana sebagaimana tercantum dalam RTRW Provinsi Sulawesi Utara dan kabupaten Minahasa Utara. Selain itu kehadiran KPHL Unit VI akan memberikan dukungan kelancaran investasi pengembangan sektor kehutanan, dengan menyediakan informasi/data detail tingkat lapangan untuk mendukung pembangunan daerah khususnya di sektor lingkungan hidup dan kehutanan. F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan 1. Isu-isu Strategis Permasalahan pengelolaan hutan di wilayah KPHL Unit VI merupakan gap expectation antara kondisi yang ingin dicapai dimasa yang akan datang dengan kondisi riil (existing) saat ini. Strategi mengatasi permasalahan pengelolaan hutan bertumpuh pada upaya memanfaatkan kekuatan baik bersifat internal maupun eksternal sebagai driving forces yang mendorong terwujudnya tujuan secara optimal. Dilain pihak perlu antisipasi untuk mengatasi kelemahan dan ancaman yang dapat menghambat bahkan mengagalkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kondisi gambaran ke depan (future image) yang ingin diwujudkan melalui pengelolaan kawasan hutan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado tidak lepas dari misi dan mandat yang diemban serta faktor internal dan faktor eksternal RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 82

102 yang mempengaruhinya. Mandat yang diberikan kepada Organisasi KPHL sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang tercantum dalam Peraturan menteri Kehutanan Nomor : P.6/Menhut-II/2010 sebagai berikut : a). Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi: tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan; rehabilitasi hutan dan reklamasi serta perlindungan hutan dan konservasi alam, b). Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan, c). Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian, d). Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya, e). Membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan. Selanjutnya dalam Renstra Kementerian LHK tahun diuraikan misi pengembangan KPHL dititikberatkan pada sasaran bidang peningkatan produksi hasil hutan dan pengembangan jasa lingkungan dengan sasaran diantaranya : (a). Meningkatkan HKm, Hutan Desa (HD) dan Hutan Rakyat (HR), (b) meningkatkan produksi HHBK dari HL, (c). Meningkatnya pendapatan dari ekowisata dan jasa lingkungan khususnya air baku untuk domestik, pertanian, dan industri, (d). Meningkatnya kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat dalam pemanfaatan jasa lingkungan kawasan hutan, khususnya dari jasa air baku, karbon, pariwisata RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 83

103 alam, dan bio-prospecting untuk produksi obat-obatan, kosmetika, dan bahan makanan. Isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi terlaksananya mandat dan misi KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado, diidentifikasi dengan memperhatikan dokumen laporan hasil inventarisasi biogeofisik dan sosial ekonomi budaya dilengkapi dengan penelusuran dokumen kebijakan daerah serta wawancara dengan beberapa stakeholder kunci baik formal dan informal. Hasil kajian dokumen inventarisasi biogeofisik dan sosial ekonomi serta kebijakan dan kecenderungan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan pengelolaan selanjutnya dirumuskan isu strategis sebagai berikut : (1) Isu biogeofisik kawasan a. Sebagian besar kawasan hutan yang memiliki aksesibilitas yang tinggi telah diokupasi masyarakat baik pada kawasan HL maupun HP menjadi kebun, tambang rakyat bahkan pemukiman b. Kondisi kawasan HPT dalam wilayah kelola sebagian besar tergolong lahan kritis dengan potensi tegakan rendah c. Tekstur tanah wilayah KPHL yang didominir tanah berpasir sangat rentan kehilangan kesuburan tanah d. Terdapat potensi tambang emas dan galian C di beberapa wilayah kelola e. Terdapat konflik Izin pemanfaatan kawasan yaitu untuk izin pertambangan dan izin IUHHK HTR f. Kondisi lereng curam hingga sangat curam mendominasi kawasan kelola RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 84

104 g. Potensi keanekaragaman hayati flora dan fauna terancam oleh penebangan liar dan perburuan yang tergolong intensif. h. Sebagian besar kawasan kelola memiliki aksessibilitas yang tinggi. (2) Isu-isu kelembagaan (organisasi dan aturan-aturan yang terkait). a. Kondisi SDM baik jumlah dan spesifikasi pendidikan berlatar belakang ilmu kehutanan yang terbatas. b. Adanya persepsi mengenai peran KPHL Unit VI yang akan mengambil alih tugas SKPD terkait. c. Hubungan tata kerja peran pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten/kota dengan tupoksi kelembagaan KPHL Unit VI belum diatur sebagai dasar implementasi program dan kegiatan pengelolaan hutan di wilayah kelola. d. Belum terbangunnya persepsi para pihak formal maupun informal tentang peran kelembagaan KPHL Unit VI dalam mengelola dan mengendalikan pemanfaatan seluruh sumberdaya (tangible dan intangible) yang terkandung dalam kawasan. (3) Isu-isu sosial ekonomi dan budaya a. Konflik tenurial kawasan hutan, hak atas kawasan hutan masih menjadi isu utama KPHL Unit VI. Sebagian besar kawasan HPT dan sebagian kecil HL telah dikuasai masyarakat sejak dahulu yang ditandai dengan adanya pohon kelapa sudah tua sebagai dasar penguasaan dan diklaim sebagai budel (harta warisan). RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 85

105 b. Adanya kebanggaan bagi masyarakat sekitar kawasan untuk menguasai lahan yang luas, walaupun tidak memberikan nilai manfaat bagi pendapatan keluarga. c. Penduduk pendatang dari berbagai etnis di luar Sulawesi Utara seperti Gorontalo, Buton dan lainnya mendominir pemanfaatan hasil hutan non kayu terutama aren untuk produksi gula merah serta memanfaatkan lahan milik penduduk asli tanpa kompensasi dengan mengusahakan tanaman semusim seperti cabe, jahe dan lainnya) di bawah pohon kelapa. d. Budaya merantau dan bekerja di sektor formal merupakan karakteristik Etnis Tonsea sebagai etnis utama di sekitar wilayah hutan kelola. Mengelola lahan usahatani sebagai bisnis (mengelola lahan pertanian) tidak lagi menarik bagi angkatan kerja berpendidikan. e. Pengakuan masyarakat masih lemah pada batas kawasan hutan yang ditetapkan pemerintah terutama kawasan HPT dan sebagian pada kawasan HL. f. Lahan kawasan HP dan sebagian HL dikuasai masyarakat namun dikelola dengan cara yang tidak produktif. g. Wilayah KPHL unit VI berada pada kawasan dengan pertumbuhan penduduk tinggi. h. Wilayah KPHL berada pada kawasan ekonomi tumbuh cepat. i. Adanya ketimpangan yang sangat tajam antara suplay dan demand hasil hutan kayu. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 86

106 j. Persepsi tentang fungsi jasa lingkungan hutan seperti air, wisata dan keanekaragaman hayati dan nilai valuasinya untuk kepentingan kebijakan baik para pihak formal maupun informal belum terbangun dengan baik. 2. Kendala dan permasalahan Berdasarkan identifikasi isu-isu tesebut di atas maka rumusan kendala dan masalah sebagai arahan strategi dan kebijakan pengelolaan jangka panjang KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado sebagai berikut : (1). Bagaimana strategi penataan kawasan hutan yang dapat memberikan solusi jangka panjang terhadap konflik tenurial kawasan hutan dengan pendekatan win-win solution. (2). Bagaimana kebijakan dan strategi pengelolaan jangka panjang yang dapat memberikan keuntungan secara ekologi dan ekonomi bagi masyarakat desa sekitar kawasan secara berkelanjutan. (3). Bagaimana mendorong partisipasi secara aktif dari para pihak, baik investor maupun masyarakat sekitar kawasan selaku penerima dan pengguna manfaat jasa lingkungan yang dihasilkan dari kawasan hutan wilayah KPHL Unit VI. (4). Bagaimana mewujudkan sinkronisasi dan keterpaduan kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung dan Kota Manado dengan pengelolaan hutan di wilayah KPHL Unit VI. (5). Bagaimana membangun kelembagaan KPHL Unit VI yang mandiri dan mampu menjabarkan kebijakan pemerintah di sektor lingkungan hidup dan kehutanan. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 87

107 III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN A. Tinjauan Kebijakan Sektor Kehutanan Daerah Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado terletak pada posisi yang sangat vital dilihat dari peran ekologi, ekonomi dan sosial. Dari aspek ekologi wilayah KPHL Unit VI meliputi 3 tipe ekosistem yaitu pesisir dan pulau, hutan dataran rendah hingga pegunungan. Dari aspek sosial ekonomi mengacu pada RTRW provinsi kawasan hutan KPHL Unit VI terletak di wilayah yang ditetapkan kawasan strategis nasional untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Manado-Bitung, kawasan strategis provinsi yaitu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Merah Bitung dan kawasan industri koridor Bitung - Kema Airmadidi. Memperhatikan letak yang strategis tersebut, maka kawasan hutan wilayah KPHL Unit VI sangat berperan sebagai penyangga kehidupan sosial ekonomi wilayah melalui fungsi ekosistem kawasan hutan yang mampu menghasilkan jasa lingkungan dan produk tangible lainnya yang dibutuhkan demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan di Sulawesi Utara. Untuk mengoptimalkan peran kawasan hutan dimaksud, maka potensi yang ada perlu dikelola secara bijak, terencana, optimal dan bertanggung jawab sesuai dengan daya dukung, dengan memperhatikan keseimbangan fungsi ekologi dan ekonomi guna menjamin pemanfaatan hutan berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 88

108 Tugas pokok dan fungsi KPH diantaranya yakni menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota di bidang kehutanan untuk diimplementasikan pada tingkat tapak. Berkaitan dengan itu, maka dalam perumusan visi RPHJP KPHL Unit Minahasa Utara-Manado-Bitung diharuskan wujud akhir yang diharapkan tercapai di tingkat tapak dalam jangka waktu 10 tahun ke depan. Pembangunan sektor kehutanan berdasarkan RKTN diarahkan pada pencapaian sasaran pembangunan kehutanan berkelanjutan (sustainable forest development) yang dikonstruksikan pada upaya mengembangkan sinergitas antara basis ekologi, basis ekonomi, dan basis sosial pembangunan sektor kehutanan. Basis ekologi pembangunan kehutanan berkelanjutan adalah meningkatkan produktifitas kawasan konservasi dan biodiversity kawasan dan fungsi hutan. Basis ekonomi adalah menciptakan pertumbuhan dan pemerataan dalam pemanfaatan kawasan dan fungsi hutan. Sedangkan basis sosial meningkatkan partisipasi masyarakat dan menciptakan kelembagaan berkelanjutan dalam pemanfaatan kawasan dan fungsi hutan. Visi pengelolaan kehutanan Provinsi Sulawesi Utara sebagaimana tercantum dalam RKTP Sulawesi Utara tahun Mewujudkan hutan lestari sebagai penyangga kehidupan dan ekonomi yang berkeadilan dengan penjelasan visi : Hutan lestari mengacu pada pengelolaan yang memperhatikan keseimbangan aspek ekologi, ekonomi dan sosial, Penyangga kehidupan dan ekonomi diartikan bahwa hutan diharapkan menjadi perlindungan dan konservasi hutan, air dan jasa lingkungan hutan serta mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan ekonomi daerah. Berkeadilan mensyaratkan bahwa kesejahteraan yang dihasilkan dari hutan RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 89

109 dapat dinikmati secara merata dan mudah diakses oleh masyarakat. Berdasarkan visi tersebut ditetapkan misi RKTP Provinsi Sulawesi Utara meliputi : a. Melanjutkan dan memantapkan perencanaan kehutanan b. Meningkatkan penyelenggaraan pembangunan kehutanan secara profesional dengan mengoptimalkan sarana-prasarana dan sumber daya manusia yang tersedia c. Menjamin dan mengendalikan keberadaan kawasan dan sumber daya hutan secara efektif, efisien dan berkelanjutan d. Memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan dalam Daerah Aliran Sungai guna penanganan dampak perubahan iklim e. Memantapkan pengamanan hutan dan pelestarian keanekaragaman hayati, jasa lingkungan dan berbagai potensi alam daerah sebagai bagian dari warisan dunia f. Meningkatkan akses masyarakat terhadap kawasan hutan dan kualitas pengelolaan sumber daya hutan agar memberi nilai tambah, berdaya saing, efisien dan lestari. Wilayah KPHL Unit VI sebagian besar berada di kabupatan Minahasa Utara. Visi Dinas Kehutanan Minahasa Utara adalah : : TERWUJUDNYA HUTAN YANG LESTARI UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MINAHASA UTARA Visi tersebut selanjutnya dalam operasionalnya dengan menetapkan misi sebagai berikut : (1) Meningkatkan pengawasan dan pengamanan hutan (2) Melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 90

110 (3) Meningkatkan pemantapan kawasan hutan (4) Meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan. B. Visi dan Misi KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado Dengan mempertimbangkan kebijakan nasional, Provinsi dan kabupaten sebagaimana diuraikan di atas serta mempertimbangkan isu-isu strategis, maka secara spesifik visi KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado untuk horizon waktu RPHJP 10 tahun kedepan yaitu : TERWUJUDNYA FUNGSI HIDROLOGI DAN OPTIMALNYA HASIL HUTAN BUKAN KAYU BAGI PENDAPATAN MASYARAKAT DI SEKITAR KPHL. Arahan prinsip yang tersirat pada visi tersebut meliputi : (1) Kawasan hutan yang mantap dan tertata sebagai prasyarat utama suatu unit pengelolaan. Arti bahwa prinsip legalitas dan legitimasi wilayah kelola merupakan entri point terlaksananya mandat pengelolaan yang diberikan kepada Kepala KPHL Unit VI. Legalitas dan legitimasi kawasan hutan dapat dicapai bila kawasan hutan dikukuhkan melalui proses yang legal dan partisipatif untuk menjamin kepastian status dan fungsi, bebas kepemilikan pihak ketiga serta adanya perlindungan bagi seluruh pemangku kepentingan. Ketidakpastian hukum yang berlaku atas penguasaan hutan (Pengukuhan) berkontribusi atas konflik tenurial hingga kini. Selain itu legitimasi diperkuat dengan adanya pengelola kawasan hutan sampai ke tingkat tapak yang memiliki kepastian wilayah pengelolaan, organisasi, dan kecukupan sumberdaya manusia serta sarana prasarana pengelolaan. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 91

111 (2) Azas manfaat dan dampak pengelolaan. Kehadiran KPHL Unit VI sebagai Unit pengelola hutan yang menjabarkan kebijakan pemerintah pada tingkat tapak harus berkontribusi langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui produk yang dihasilkan berupa hasil hutan non kayu, jasa lingkungan serta tersediannya pelayaan untuk menjamin aksesibilitas masyarakat dalam memanfaatkan kawasan hutan secara legal sesuai peraturan yang berlaku. Selanjutnya dampak positif dari kehadiran Unit pengelola KPHL juga harus terukur dan dirasakan langsung oleh seluruh pemangku kepentingan untuk memenuhi prinsip akuntabilitas publik. Dampak positif tersebut baik bersifat langsung maupun tidak langsung seperti penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat maupun dampak turunan (spill over) dari aktifitas pengelolaan hutan bagi sektor-sektor lainnnya seperti pariwisata, industry hasil hutan, industri rumah tangga dan pemasaran hasil hutan yang pada akhirnya berdampak pada perekonomian wilayah. (3) Asas keseimbangan antara fungsi ekologi dan sosial ekonomi. Pengelolaan hutan berkelanjutan hanya dapat dicapai jika terdapat keseimbangan antara tujuan ekologi dan sosial ekonomi. Dalam pengembangan program, tujuan tersebut harus dilakukan secara simultan, sehingga manfaat yang diharapkan dapat tercapai secara bersamaan. Pada dasarnya KPHL sebagaimana peruntukannya dititik beratkan pada peningkatan produksi hasil hutan dan pengembangan jasa lingkungan. Namun di wilayah KPHL Unit VI terdiri atas 2 fungsi kawasan yaitu kawasan HL sebagai peruntukan yang dominan dan sebagian sebagai kawasan HPT. Pemanfaatan kawasan hutan produksi difokuskan optimalisasi nilai ekonomi kawasan melalui produksi kayu, tanpa meninggalkan prinsip RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 92

112 kelestarian ekosistem. Sebaliknya pengelolaan kawasan HL yang difokuskan pada hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan tentunya juga tidak meninggalkan tujuan sosial ekonomi masyarakat. Rumusan visi tersebut di atas sebagai jawaban terhadap tantangan utama pengelolaan. Sebagaimana telah diuraikan pada sub bab sebelumnya bahwa Isue strategis utama menjadi penghambat terlaksananya mandate pengelolaan hutan di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung Manado yakni konflik tenurial kawasan hutan. Berdasarkan data penggunaan lahan kawasan hutan, sekitar 61 % dari luas wilayah KPHL telah diokupasi bahkan diklaim sebagai lahan milik. Lahan kawasan hutan sebagian besar berupa pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur semak. Bahkan terdapat areal seluas 24 ha telah berubah menjadi pemukiman. Dengan demikian visi tersebut di atas merupakan potret kawasan yang diharapkan akan terwujud dalam jangka waktu 10 tahun kedepan dengan menempatkan penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan menjadi prioritas utama sebagai prasyarat implementasi seluruh program pengelolaan tanpa hambatan yang berarti. Selanjutnya untuk mewujudkan visi tersebut, dirumuskan misi pengelolaan hutan KPHL Unit VI Minahasa-Utara-Bitung-Manado periode tahun sebagai berikut 1. Pemantapan Kelembagaan. Pemantapan kelembagaan meliputi penguatan kapasitas organisasi KPHL (SDM, Sarana dan prasarana serta pendanaan) serta aturan-aturan operasional yang menjamin keleluasan organisasi dalam menjalankan RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 93

113 mandat tanpa terjadi konflik dengan kelembagaan pemerintah daerah dan instansi lainnya. 2. Pemantapan kawasan wilayah kelola melalui penataan dan penyelesaian tenurial kawasan hutan. 3. Membangun persepsi dan partisipasi para pihak baik formal maupun informal. 4. Percepatan Rehabilitasi Hutan dan peningkatan produktivitas kawasan HPT melalui pemantapan dan penyempurnaan program HTR. 5. Membangun sistem informasi data potensi kawasan serta penjelasan mekanisme akses legal bagi masyarakat baik skala kecil maupun skala besar untuk pengembangan investasi. 6. Peningkatan upaya pengamanan kawasan HL dan HPT. Penjelasan atas misi meliputi : 1. Misi Pertama Pemantapan kelembagaan dimaksud agar organisasi KPHL Unit VI yang merupakan bentuk desentralisasi di tingkat tapak memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan pengusahaan hutan lestari. Untuk menjamin kelestarian pengusahaan tentunya pemanfaatan hutan harus menerapkan pada prinsip-prinsip bisnis yang professional. Secara sederhana bisnis produk dan jasa lingkungan mencakup aktifitas merencanakan investasi, memproduksi, mengolah hasil hutan, menjual dan mengelola keuangan secara mandiri. Sasaran minimal organisasi KPHL Unit VI dalam jangka waktu 10 tahun yang akan datang telah mampu mengatasi sebagian dari biaya pengelolaan dari RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 94

114 bisnis barang dan jasa yang dihasilkan dengan demikian ketergantungan pembiayaan dari pemerintah dapat dikurangi. Oleh sebab itu Kepala KPH membutuhkan persyaratan kuaifikasi SDM yang diakui diantaranya memiliki kapasitas kewirausahaan, kemampuan bernegosiasi dan kapasitas manajerial lainnya. Dilain pihak dari aspek teknis kelembagaan KPHL Unit VI harus memiliki kompetensi untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan yang meliputi : 1) Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan 2) Pemanfaatan hutan 3) Penggunaan kawasan hutan 4) Rehabilitasi hutan dan reklamasi 5) Perlindungan hutan dan konservasi alam Agar memiliki kompetensi sebagaimana tersebut di atas, maka organisasi KPHL harus diisi oleh personil yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan hutan, yaitu yang memenuhi syarat kompetensi kerja yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di bidang kehutanan atau pengakuan oleh Menteri (penjelasan Pasal 8 ayat (1) PP Nomor : 6 Tahun 2007). Ketentuan mengenai Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) mengacu pada UU Nomor: 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 95

115 2. Misi Kedua Pemantapan kawasan dan penyelesaian konflik tenurial. Permasalahan utama dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan hutan di KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado menuju pengelolaan hutan yang mandiri dan lestari adalah besarnya potensi konflik saat ini, bahkan akan timbul sejalan dengan implementasi pengelolaan. Upaya penyelesaian tersebut diawali dengan identifikasi dan pemetaan konflik dilanjutkan dengan solusi di lapangan, sehingga status kawasan hutan menjadi mantap dalam arti kawasan kelola mempunyai kepastian hukum dan dipatuhi oleh seluruh pihak sebagai prasyarat terjaminnya kelestarian hutan. 3. Misi Ketiga Membangun persepsi dan partisipasi para pihak baik formal maupun informal dimaksud agar seluruh pemangku kepentingan menyadari kehadiran KPHL Unit VI tidak akan mengancam eksistensi masing-masing. Isue kebijakan terkait dengan para pihak formal adalah adanya aanggapan bahwa kehadiran KPHL Unit VI akan menggeser bahkan meniadakan SKPD yang terkait dengan pengelolaan hutan. Demikian halnya para pihak informal ada kekuatiran bahwa lahan dalam kawasan hutan yang telah diusahakan selama ini akan diambil dengan paksa. Untuk mengantisipasi issue-isue tersebut maka membangun persepsi dan partisipasi pemangku kepentingan menjadi prioritas utama dan diharapkan dalam jangka waktu 10 tahun yang akan datang telah terbangun hubungan yang harmonis antara pemangku kepentingan dengan organisasi KPHL Unit VI. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 96

116 4. Misi keempat Percepatan rehabilitasi hutan dan peningkatan produktivitas kawasan hutan dimaksud agar kendala yang selama ini dihadapi pada beberapa program rehabilitasi dapat diatasi dan proses rehabilitasi dan peningkatan produktivitas kawasan hutan dapat berjalan dengan lancar. Permasalahan utama yang harus diselesaikan oleh KPHL Unit VI diantaranya yaitu program HTR telah dilaksanakan pada areal seluas 950 ha di kawasan HPT Gn. Saoan. Percepatan rehabilitasi hutan melalui pengembangan perhutanan sosial (HTR, HKm dan Hutan desa) melalui perbaikan sistem keproyekan harus didorong sebagai pendekatan berbasis pemberdayaan dan peningkatan akses masyarakat sekaligus sebagai resolusi konflik tenurial. Diharapkan dalam jangka waktu 10 tahun produktivitas kawasan hutan produksi telah meningkat dan dapat memasok kebutuhan industri kayu yang telah di bangun di sekitar wilayah KPHL Unit VI. 5. Misi kelima Membangun sistem informasi data potensi kawasan serta penjelasan mekanisme akses legal bagi masyarakat dimaksud agar seluruh potensi hutan yang terkandung di dalam kawasan kelola dapat diketahui secara terukur. Data potensi tersebut dilakukan melalui kegiatan inventarisasi dan pemetaan. Ketersediaan data yang akurat menjadi prasyarat perumusan rencana pengelolaan komoditas, sekaligus menjadi daya tarik bagi investor. Sistem informasi harus dibangun agar data potensi dapat diakses oleh semua pihak serta mekanisme pemanfaatan legalnya diketahui. Dengan demikian asas akuntabel dan transparan dapat RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 97

117 dijalankan. Diharapkan dalam jangka waktu 10 tahun ke depan seluruh potensi yang terkandung dalam wilayah kelola telah dieksplorasi dan dipublikasikan. 6. Misi ke enam: Peningkatan upaya pengamanan kawasan HP dan HL dimaksudkan untuk mencegah seluruh bentuk pemanfaatan illegal serta mengamankan seluruh aktivitas investasi penggunaan dan pemanfaatan kawasan baik investasi jasa lingkungan, HHBK, izin pemanfaatan kawasan non kehutanan ataupun pemanfaatan kawasan untuk produksi kayu. Dengan demikian para pemangku kepentingan merasa dilindungi akses legalnya oleh pihak pengelola kawasan dalam hal ini pihak KPHL Unit VI. C. Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. 1. Tujuan Pengelolaan Sesuai uraian misi tersebut di atas maka rumusan tujuan pengelolaan dalam RPHJP (10 tahun) KPHL Unit VI yaitu (1) mempersiapkan prakondisi kawasan kelola pemantapan dan penataan serta pengembangan kelembagaan yang handal untuk menjalankan seluruh mandat pengelolaan pada tingkat tapak dan menciptakan harmonisasi KPHL dengan para pemangku kepentingan, (2) menyiapkan data potensi yang akurat sebagai dasar pemanfaatan dan pengelolaan kawasan dan peluang investasi, (3) meningkatkan produktivitas HHBK dan jasa lingkungan pada kawasan hutan lindung serta produksi kayu pada kawasan HPT untuk mendukung berkembangnya industri hasil hutan di RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 98

118 sekitar wilayah KPHL, (4) Mewujudkan konsep pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan kehutanan sebagai instrument kebijakan mengatasi masalah tenurial kawasan hutan dan (5) melakukan fasilitasi peran pemangku kepentingan formal maupun informal untuk berpartisipasi sehingga terjadi percepatan upaya rehabilitasi kawasan rehabilitasi kawasan hutan lindung. 2. Sasaran Pengelolaan Sasaran pengelolaan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado yang ingin dicapai dalam jangka benah (RP-JP) 10 tahun yaitu : a. Terbangunnya kelembagaan KPHL yang professional dilihat dari kinerja yang mampu menyelenggarakan pengelolaaan hutan dengan baik yang meliputi: b. Terlaksananya tata hutan di wilayah kelola prioritas dengan capaian 75 % dari target yang ditetapkan. c. Terlaksananya pemanfaatan hutan yang baik dengan indikator rendah konflik, kepatuhan terhadap ketentuan perundangan yang berlaku serta besar nilai kontribusi bagi Negara dan masyarakat sekitar. d. Meningkatnya luas lahan kritis yang dapat direhabilitasi dengan tingkat keberhasilan tumbuh >75 % e. Berhasilnya kegiatan reklamasi pada kawasan yang memiliki izin pemanfaatan kawasan dan hasil hutan. f. Meningkatnya partisipasi masyarakat dengan indikator jumlah kelompok tani/perorangan dan badan usaha yang terlibat dalam akses legal seperti HKm, HTR, Hutan Desa, PAN Carbon dan RAB Carbon dan lainnya. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 99

119 g. Meningkatnya kinerja keuangan KPHL Unit VI, minimal mampu membiayai sekitar 25 sampai 50 %dari jumlah biaya operasional KPHL melalui pemanfaatan kawasan wilayah tertentu. RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 100

120 BAB IV. ANALISIS DAN PROYEKSI A. Analisis Data Potensi dan Informasi serta Kecenderungannya 1. Potensi wisata alam Potensi wisata alam pantai hingga pegunungan merupakan suatu keunggulan komparatif dari kawasan KPHL Unit VI. Sebagian lokasi wisata alam telah dikenal dan dimanfaatkan. Wisata alam di wilayah KPHL didominasi wisata alam pantai sebanyak 8 lokasi dan wisata alam daratan 2 lokasi. Pengembangan jasa lingkungan untuk pariwisata pantai dan laut tersebut didukung oleh kebijakan Kabinet Kerja tahun yakni pembangunan ekowisata maritim. Selanjutnya di tingkat daerah Kabupaten Minahasa Utara telah menjadikan wisata sebagai sasaran utama menggerakan pembangunan wilayah. Peningkatan kunjungan wisata mancanegara diperkirakan akan meningkat tajam seiring dengan kondisi politik stabil dan keamanan nasional yang kondusif. Dilain pihak Negara tujuan wisata yang popular mengalami gejolak keamanan akibat ancama teroris. Dengan demikian produk jasa lingkungan ke depan akan memberikan kontribusi bagi pembangunan wilayah dan harus dimanfaatkan oleh pengelola KPHL Unit VI sebagai peluang besar. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke daerah Sulawesi Utara mencapai orang turis pada periode bulan Januari - Mei 2015 atau naik 64,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 101

121 kunjungan. Sesuai data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sulawesi Utara, kunjungan wisman tertinggi terjadi pada bulan Februari 2015 sebanyak orang turis dan Maret 2015 sebanyak orang turis. Sementara itu, jumlah kunjungan wisatawan nusantara (domestik) sampai dengan Mei 2015 tercatat sebanyak orang atau tumbuh 11,1% dibandingkan dengan pencapaian periode yang sama tahun lalu. Wisatawan berkebangsaan Jerman menempati urutan tertinggi diikuti bangsa Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Inggris, Prancis Belanda, Hong Kong, Tiongkok, dan Malaysia (Bisnis.com 29/06/2015 ). 2. Potensi Jasa Lingkungan (sumberdaya air) Potensi mata air yang berasal dari kawasan hutan di wilayah KPHL Unit VI tergolong tinggi dan telah berkontribusi bagi pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat desa dan perkotaan serta digunakan untuk industry air mineral, budidaya air tawar serta rekreasi alam berbasis air (kolam pemancingan, wisata kuliner) yang saat ini berkembang di Minahasa Utara. Ketersediaan air yang memadai juga merupakan prasyarat terlaksananya pembangunan yang telah direncanakan di sekitar KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado sebagai kawasan ekonomi tumbuh cepat dan kawasan industri, infrastruktur transportasi dan pariwisata. Peran strategis kawasan HL di wilayah KPHL bagi penyangga kehidupan sosial ekonomi masyarakat yaitu menjamin fungsi hidroorologis kawasan untuk menjaga agar wilayah hutan berfungsi secara optimal dalam meningkatkan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 102

122 ketersediaan air tanah dan air permukaan bagi kebutuhan saat ini maupun generasi yang akan datang yang tentunya membutuhkan air yang makin besar. Kebutuhan air bersih berhubungan linier dengan jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah. Dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara tergolong pada kategori tinggi, maka diperkirakan kebutuhan air bersih Rumah Tangga perkotaan dan Industri (RKI) pada tahun 2032 sebagaimana disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih RKI Tahun 2032 dengan Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Sumber :Pola pengelolaan Sumber daya air wilayah sungai Tondano-sangihe-talaudmiangas (2013) BWS I. Mengacu pada data proyeksi kebutuhan air bersih penduduk di Sulawesi Utara secara umum dan penduduk di wilayah Kota Manado hingga Kota Bitung khususnya, terlihat bahwa kawasan hutan di wilayah KPHL Unit VI memiliki peran yang sangat strategis untuk menjaga sistem tata air dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup mendasar yaitu air bagi kelangsungan hidup generasi yang akan datang. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 103

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.811, 2015 KEMEN-LHK. Biaya Operasional. Kesatuan Pengelolaan Hutan. Fasilitasi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.20/MenLHK-II/2015

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 013 NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG FASILITASI BIAYA OPERASIONAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG, 1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016 TENTANG STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 9 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 336, 2016 KEMEN-LHK. Pengelolaan Hutan. Rencana. Pengesahan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.64/MENLHK-SETJEN/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1127, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Areal Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PENGANTAR Sebagai konsekuensi dari perubahan nomeklatur Kementerian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI BATULANTEH KABUPATEN SUMBAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Disampaikan pada Acara Gelar Teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 12 Mei 2014

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN BAGI PEMEGANG IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REHABILITASI DAERAH ALIRAN SUNGAI Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KEMITRAAN PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO P E T I K A N PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun

Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun 2015-2019 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI 3 PENDAHULUAN... 4 Latar Belakang... 4 Landasan Hukum. 5 Tugas Pokok dan Fungsi. 6 SASARAN KEGIATAN

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR V TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KESATUAN

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Laporan Kinerja Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur dibuat sesuai ketentuan yang terkandung dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS BAB II PERENCANAAN STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam 2.1.1 Sejarah Singkat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Balai Besar KSDA Jawa Timur merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2012 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Visi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah adalah Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. Pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERAN STRATEGIS KPH. Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014

PERAN STRATEGIS KPH. Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014 PERAN STRATEGIS KPH Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014 KONDISI KPHP MODEL MUKOMUKO KPHP MODEL MUKOMUKO KPHP Model Mukomuko ditetapkan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGATURAN KELESTARIAN HUTAN DAN RENCANA TEKNIK TAHUNAN DI WILAYAH PERUM PERHUTANI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1. No.247, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penggunaan DAK. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi bidang

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN, KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYAJIAN :

SISTEMATIKA PENYAJIAN : KEPALA BIRO PERENCANAAN PERAN LITBANG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN SEKTOR KEHUTANAN JAKARTA, 11 JULI 2012 SISTEMATIKA PENYAJIAN : 1. BAGAIMANA ARAHAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN? 2. APA YANG SUDAH DICAPAI? 3.

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur Balai Besar KSDA Jawa Timur merupakan salah satu dari 8 (delapan) Balai Besar KSDA di Indonesia

Lebih terperinci

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 134, 2016 KEMENLH-KEHUTANAN. Dekonsentrasi. 34 Gubernur. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/MenLHK-Setjen/20152015

Lebih terperinci

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN) BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN) Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan 70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara Foto : Johanes Wiharisno

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.9/MENHUT-II/2010 TENTANG IZIN PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN

Lebih terperinci

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR : P.7/SETJEN/ROKUM/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH (Memperkuat KPH dalam Pengelolaan Hutan Lestari untuk Pembangunan Nasional / daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.9/Menhut-II/2010 TENTANG IZIN PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KORIDOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG Page 1 of 19 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 UMUM TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG :

Lebih terperinci

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) COOPERATION

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT) DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT) DASAR HUKUM DAN ARAHAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI PROV. NTT UUD 1945; Pasal 33 BUMI, AIR DAN KEKAYAAN ALAM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan pada acara : Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Jakarta, 22

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017

Lebih terperinci

Kajian Tinjauan Kritis Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa

Kajian Tinjauan Kritis Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE 2016-2025 i LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.407, 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. IUPHHK. Hutan Tanaman Rakyat. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.55/Menhut-II/2011 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL LALAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN UPT. KPHL BALI TENGAH RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN 2014-2023 UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) BALI TENGAH MATRIKS RENCANA KEGIATAN UPT.KPH BALI TIMUR 2013-2022 Denpasar,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja No. 1327, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Hutan Berkala. Rencana Kerja. Izin. Hasil Hutan. Restorasi Ekosistem. Inventarisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh : Ir. Muhajir, MS Kepal Balai Pengelolaan DASHL Jeneberang Saddang

Disampaikan Oleh : Ir. Muhajir, MS Kepal Balai Pengelolaan DASHL Jeneberang Saddang Disampaikan Oleh : Ir. Muhajir, MS Kepal Balai Pengelolaan DASHL Jeneberang Saddang Makasar, 25 Januari 2017 PENDAHULUAN PERPRES NO. 16 TAHUN 2015 Tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Inspektorat

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SEKRETARIAT, BIDANG,

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I No.2023, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LHK. Pelimpahan. Urusan. Pemerintahan. (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan. Tahun 2015 Kepada 34 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG INVENTARISASI HUTAN BERKALA DAN RENCANA KERJA PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU RESTORASI EKOSISTEM DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. 7 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. Hutan

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR RIMBA

PENATAAN KORIDOR RIMBA PENATAAN KORIDOR RIMBA Disampaikan Oleh: Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Dalam acara Peluncuran Sustainable Rural and Regional Development-Forum Indonesia DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : SK.635/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG PENETAPAN LOKASI FASILITASI PADA

Lebih terperinci