EVALUASI DAYA HASIL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL MUTASI DI TIGA KETINGGIAN TEMPAT. Oleh ROHIM FIRDAUS A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI DAYA HASIL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL MUTASI DI TIGA KETINGGIAN TEMPAT. Oleh ROHIM FIRDAUS A"

Transkripsi

1 EVALUASI DAYA HASIL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL MUTASI DI TIGA KETINGGIAN TEMPAT Oleh ROHIM FIRDAUS A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 EVALUASI DAYA HASIL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL MUTASI DI TIGA KETINGGIAN TEMPAT Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ROHIM FIRDAUS A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN ROHIM FIRDAUS. Evaluasi Daya Hasil Artemisia (Artemisia annua L.) Hasil Mutasi di Tiga Ketinggian Tempat (Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan ENDANG GATI LESTARI). Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi genotipe-genotipe artemisia terpilih hasil iradiasi sinar gamma, mendapatkan genotipe-genotipe artemisia yang mempunyai biomassa lebih tinggi, berbunga lebih lambat dan mempunyai daya adaptasi yang baik di dataran rendah dibandingkan tanaman induknya. Pengujian daya stabilitas tanaman dilakukan di tiga ketinggian tempat berbeda. Penelitian dilaksanakan bulan Februari Desember 2009, di beberapa lokasi yaitu: (1) Rumah kaca BB-BIOGEN Cimanggu Bogor, (2) Kebun Percobaan BALITRO Gunung Putri Cianjur (1 450 m dpl), (3) Kebun Percobaan BB BIOGEN Pacet Cianjur (950 m dpl), dan (5) Kebun Percobaan BALITRO Cicurug Sukabumi (540 m dpl). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 genotipe artemisia hasil seleksi dari tanaman artemisia hasil iradiasi yang ditanam di Gunung Putri Cianjur, yaitu genotipe 1B, 1C, 1D, 2, 3, 4, 5A, 6B, 7A, 8, 14 dan 15. Genotipe pembanding terdiri dari pembanding asal biji dan pembanding asal in vitro. Analisis stabilitas dilakukan dengan menggunakan AMMI (Additif Main effect and Multiplicative Interaction). Hasil peneletian menunjukan adanya keragaman pada karakter kualitatif dan perbedaan nilai tengah pada karakter kuantitatif. Karakter kualitatif meliputi warna batang, jumlah pucuk dan arah pertumbuhan cabang. Keragaman warna batang terlihat dengan adanya warna yang berbeda pada batang muda dan batang tua yaitu warna hijau dan ungu. Jumlah pucuk tanaman artemisia terdapat perbedaan yaitu tanaman yang berpucuk satu dan tanaman yang memiliki pucuk lebih dari satu. Arah pertumbuhan cabang artemisia menujukan perbedaan yaitu arah pertumbuhan cabang ke atas dan ke samping. Karakter kuantitatif meliputi tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, umur berbunga, bobot basah, bobot kering, bobot kering daun dan bobot kering batang. Tanaman artemisia di Cicurug berbunga lebih cepat daripada di Pacet dan Gunung Putri. Berdasarkan tinggi tanaman, diperoleh tiga genotipe adalah 1D, 3

4 dan 6B. Berdasarkan diameter batang, diperoleh tiga genotipe adalah 1D, 5A dan 14. Berdasarkan jumlah cabang tanaman, diperoleh tiga genotipe adalah 3, 4 dan 6B. Berdasarkan biomassa tanaman, genotipe terpilih di Gunung Putri dan Pacet adalah genotipe 1D, 3, 5A, 14 dan 15, sedangkan genotipe terpilih di Cicurug adalah 1D, 3, 4, 5A dan 15. Genotipe-genotipe yang stabil pada tiga lokasi penelitian berdasarkan metode AMMI adalah genotipe 1B, 1C, 1D, 6B dan 15. Genotipe 3 dan 7A sesuai untuk lokasi Pacet. Genotipe 5A sesuai untuk lokasi Gunung Putri. Genotipe 4 sesuai untuk lokasi Cicurug

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : EVALUASI DAYA HASIL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL MUTASI DI TIGA KETINGGIAN TEMPAT : ROHIM FIRDAUS : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Muhamad Syukur, SP MSi. Dr. Endang Gati Lestari, MSi NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP Tanggal lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Desa Sibanteng Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tanggal 16 September Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan bapak Tholib dan ibu Hayati. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di MI Muta alimin, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di MTsN Model Babakan Sirna, selanjutnya meneruskan pendidikan di SMA 1 Negeri Leuwiliang dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Petanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis tergabung di Himpunan mahasiswa agronomi (2007/2008) dan Lembaga Struktural Bina Desa (2006/2007). Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik Budidaya Tanaman, Ilmu Tanaman Perkebunan, Pemuliaan Kelapa Sawit dan Praktik Usaha Pertanian.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan judul Evaluasi Daya Hasil Artemisia (Artemisia annua L.) Hasil Mutasi di Tiga Ketinggian Tempat. Penelitian ini dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk mengembangkan tanaman artemisia di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan bekerjasama dengan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian (BB BIOGEN) Cimanggu, Bogor. Semoga hasil penelitian ini bisa bermanfaat bagi banyak pihak. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Muhamad Syukur, SP MSi. dan Dr. Endang Gati Lestari, MSi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini yaitu : 1. Kedua orang tua (Tholib dan Hayati), Kakakku (Emay dan Ramdoni), adikku (Bunga), Nenek (Iti), Paman dan Bibi (Rukmini, Ebah, Aan dan Syamsudin) atas do a dan bantuan selama penelitian. 2. Dr. Ragapadmi P. dan Rosa Yunita, SP, MSi dan staf rumah kaca BB- Biogen atas bimbingan, saran dan bantuanya. 3. Staf kebun percobaan Gunung Putri, staf kebun percobaan Pacet dan staf kebun percobaan Cicurug atas tempat tinggal dan bantuan selama penelitian. 4. Avicena, Dendih, Esa, Ady, Abdul, Arya, Warno, Ayu, Diah, Widya, Tiara, Mila, Dian, Rara, Tika, Linda dan Evi atas bantuannya selama penelitian. 5. Mbak Purwati, Mbak Cici, Mbak Nita, Mas Arif dan Ibu Eca atas saran-saran selama penelitian. 6. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura atas dukungan dan kebersamaannya selama di kampus. Bogor, Januari 2010 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Penyakit Malaria... 3 Artemisia... 4 Artemisinin... 5 Mutasi... 6 Interaksi Genotipe x Lingkungan dan Stabilitas Tanaman... 7 AMMI... 8 Ketinggian Tempat... 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Warna Batang Jumlah Pucuk dan Arah Percabangan Tinggi Tanaman Diamter Batang Jumlah Cabang Umur Berbunga Panen Korelasi Analisis Stabilitas KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 48

9 2 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kondisi Iklim di Kebun Percobaan Cicurug Kondisi Iklim di Kebun Percobaan Pacet Kondisi Iklim di Kebun Percobaan Gunung Putri Warna Batang Tanaman Artemisia Jumlah Pucuk dan Arah Pertumbuhan Cabang Tanaman Artemisia Rekapitulasi Sidik Ragam Tanaman Artemisia di Tiga Lokasi Penanaman Tinggi Tanaman Artemisia pada Umur 1 Bulan Setelah Tanam Tinggi Tanaman Artemisia pada Umur 2 Bulan Setelah Tanam Tinggi Tanaman Artemisia pada Bulan Panen Diameter Batang Artemisia pada Umur 1 Bulan Setelah Tanam Diameter Batang Artemisia pada Umur 2 Bulan Setelah Tanam Diameter Batang Artemisia pada Bulan Panen Jumlah Cabang Artemisia pada Umur 1 Bulan Setelah Tanam Jumlah Cabang Artemisia pada Umur 2 Bulan Setelah Tanam Jumlah Cabang Artemisia pada Bulan Panen Umur Berbunga Artemisia di Gunung Putri Umur Berbunga Artemisia di Pacet Umur Berbunga Artemisia di Cicurug Bobot Basah Artemisia di Tiga Lokasi Penanaman Bobot Kering Artemisia di Tiga Lokasi Penanaman Bobot Kering Daun Artemisia di Tiga Lokasi Penanaman Bobot Kering Batang Artemisia di Tiga Lokasi Penanaman Koefisien Korelasi Antar Peubah Tanaman Artemisia Analisis Ragam AMMI 14 Genotipe Artemisia di Tiga Lokasi

10 3 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Struktur Kimia Artemisinin Persemaian Pertama Tanaman Artemisia Persemaian Kedua Tanaman Artemisia Pembibitan Tanaman Artemisia Tanaman Artemisia Umur 2 Bulan Setelah Tanam di Cicurug Tanaman Artemisia Umur 2 Bulan Setelah Tanam di Pacet Tanaman Artemisia Umur 2 Bulan Setelah Tanam di Gunung Putri Hama Keong yang Menyerang Tanaman Artemisia Perbedaan Warna Batang Tanaman Artemisia Perbedaan Jumlah Pucuk Tanaman Artemisia Perbedaan Arah Pertumbuhan Cabang Rata Rata Tinggi Tanaman Artemisia di Tiga Lokasi Rata Rata Diameter Batang Artemisia di Tiga Lokasi Rata Rata Jumlah Cabang Artemisia di Tiga Lokasi Biplot Pengaruh Interaksi Model AMMI2 untuk Data Bobot Kering Daun Artemisia di Tiga Lokasi... 42

11 4 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kandungan Artemisinin Tanaman Artemisia Genotiope-Genotipe Artemisia dan Kondisi Persemaian Pertama Genotiope-Genotipe Artemisia dan Lokasi Asal Persemaian Warna Batang Artemisia di Kebun Gunung Putri Warna Batang Artemisia di Kebun Pacet Warna Batang Artemisia di Kebun Cicurug Jumlah Pucuk dan Arah Pertumbuhan Cabang Artemisia di Gunung Putri Jumlah Pucuk dan Arah Pertumbuhan Cabang Artemisia di Pacet Jumlah Pucuk dan Arah Pertumbuhan Cabang Artemisia di Cicurug Tabel Kenormalan dan Kehomogenan Ragam Sidik Ragam Tinggi Tanaman umur 1 Bulan Setelah Tanam Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 2 Bulan Setelah Tanam Sidik Ragam Tinggi Tanaman Bulan Panen Sidik Ragam Diameter Batang umur 1 Bulan Setelah Tanam Sidik Ragam Diameter Batang umur 2 Bulan Setelah Tanam Sidik Ragam Diameter Batang Bulan Panen Sidik Ragam Jumlah Cabang umur 1 Bulan Setelah Tanam Sidik Ragam Jumlah Cabang umur 2 Bulan Setelah Tanam Sidik Ragam Jumlah Cabang Bulan Panen Sidik Ragam Bobot Basah Sidik Ragam Bobot Kering Sidik Ragam Bobot Kering Daun Sidik Ragam Bobot Kering Batang... 60

12 5 24. Nilai Singular Value dan Akar Ciri dan Persentase Kumulatif Masing Masing Komponen Utama Nilai Root Mean Square Preddictive Different (RMSPD) Bobot Kering Daun (kg/ha) Tanaman Artemisia di Tiga Lokasi Koefisien Keragaman Masing-Masing Genotipe Artemisia Rata Rata Tinggi Tanaman, Diameter Batang, dan Jumlah Cabang Artemisia Lokasi Persemaian dan Pembibitan Tanaman Artemisia Pertumbuhan Tanaman Artemisia Kondisi Tanaman Artemisia di Tiga Lokasi... 64

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit malaria merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama negara negara di dunia. Setiap tahun penyakit ini menyerang lebih dari 300 juta orang dan menyebabkan kematian tehadap juta orang (Ferreira et al., 2005). Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum. Parasit penyebab malaria akan ditularkan dari satu orang ke orang lain lewat perantaraan nyamuk Anopheles sp. Pengobatan malaria pertama kali menggunakan quinine, suatu alkaloid yang diekstrak dari kulit batang kina. Obat-obat lain yang dapat digunakan sebagai obat malaria adalah chloroquine, mefloquine dan sulphadoxine-pyrimethamine. Pengendalian penyakit malaria bertambah sulit karena meningkatnya resistensi parasit Plasmodium falciparium terhadap obat tersebut (Kumar et al., 2004). Menurut Gusmaini et al. (2006), penggunaan pil kina sebagai obat malaria secara terus menerus selama 20 tahun telah menyebabkan Plasmodium falciparium resisten, oleh karena itu diperlukan upaya untuk meneliti senyawa senyawa antimalaria baru, sebagai obat alternatif yang lebih ampuh untuk mengatasi malaria. Artemisinin adalah senyawa aktif yang berkhasiat antimalaria dan efektif terhadap parasit Plasmodium yang resisten terhadap chloroquine (Paniego dan Guiletti, 1993). Hasil uji aktivitas secara in vitro dan in vivo membuktikan bahwa artemisinin mampu bereaksi cepat dengan daya bunuh yang tinggi dalam memerangi Plasmodium baik yang peka maupun yang kebal chloroquine (Supriyati et al., 2007). Senyawa ini dihasilkan oleh tanaman artemisia (Artemisia annua). Namun kandungan artemisinin, pada tanaman artemisia sangat rendah yaitu sekitar %, sehingga diperlukan berbagai usaha untuk meningkatkan kadar artemisinin pada tanaman artemisia. Tanaman artemisia merupakan tanaman yang berasal dari daerah subtropis. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi, dengan ketinggian tempat m dpl, sehingga distribusi geografisnya sangat terbatas (Gusmaini dan Nurhayati, 2007). Diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan

14 2 daya adaptasi tanaman ini terutama di dataran rendah, salah satunya adalah melalui mutasi. Tanaman artemisia yang diiradiasi dengan sinar gamma pada mata tunas menyebabkan adanya keragaman tanaman baik pada karakter kualitatif maupun karakter kuantitaif (Purwati, 2009). Genotipe artemisia hasil mutasi perlu dilakukan evaluasi dan diseleksi sehingga diperoleh tanaman artemisia yang memiliki kandungan artemisinin tinggi dan memiliki daya adaptasi luas. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengevaluasi 12 genotipe artemisia terpilih hasil iradiasi sinar gamma. 2. Mendapatkan genotipe-genotipe artemisia yang mempunyai biomassa lebih tinggi dibandingkan tanaman induknya. 3. Mendapatkan genotipe-genotipe artemisia yang berbunga lebih lambat dibandingkan tanaman induknya. 4. Mendapatkan genotipe-genotipe artemisia yang mempunyai daya adaptasi yang baik di dataran rendah (540 m dpl). Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : 1. Terdapat genotipe-genotipe artemisia yang mempunyai kandungan biomassa lebih tinggi dibandingkan tanaman induknya. 2. Terdapat genotipe-genotipe artemisia yang berbunga lebih lambat dibandingkan tanaman induknya. 3. Terdapat genotipe-genotipe artemisia yang mempunyai daya adaptasi yang baik di dataran rendah (540 m dpl).

15 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Malaria Penyakit malaria adalah salah satu penyakit utama di dunia. Penyakit ini cukup berbahaya karena tingkat mortalitasnya tinggi. Lebih dari 300 juta kasus di dunia terinfeksi penyakit ini, dan menyebabkan juta orang mengalami kematian setiap tahunnya, 40% dari jumlah tersebut terdapat di negara negara antara lain India, Indonesia, Amerika Latin dan Afrika (Gusmaini dan Nurhayati, 2007). Di Indonesia, malaria tergolong penyakit menular yang masih bermasalah, jumlah kasus malaria yang terjadi di Indonesia pada tahun 1967 sebanyak kasus malaria perjuta penduduk kemudian meningkat menjadi kasus malaria per juta penduduk pada tahun 2001 (Kardinan, 2006). Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium, selama ini telah dikenal empat jenis parasit penyebab penyakit malaria, meliputi Plasmodium falciparium, Plasmodium vivax, Plasmodium malarie, dan Plasmodium ovale. Plasmodium falciparium merupakan jenis parasit penyebab malaria terpenting karena penyebarannya sangat luas dan bersifat ganas. Parasit ini dapat menyebabkan kematian lebih dari 2 juta orang setiap tahun di seluruh dunia (Musito, 2002). Menurut Musito (2002) parasit penyebab malaria ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui perantaraan nyamuk Anopheles. Upaya pengobatan terhadap penyakit malaria sudah lama dilakukan. Pengobatan malaria pertama kali menggunakan quinine, suatu alkaloid yang diekstrak dari kulit batang kina. Menurut Kardinan (2006), saat ini penyakit malaria menjadi masalah karena adanya resistensi Plasmodium (penyebab penyakit malaria) terhadap obat-obat yang digunakan, diantaranya terhadap quinine yang berasal dari tanaman kina. Penggunaan pil kina selama lebih dari 20 tahun telah menyebabkan parasit Plasmodium falciparium menjadi resisten (Hobir et al., 2007). Artemisia annua L. merupakan salah satu alternative obat malaria yang telah digunakan di berbagai Negara dunia. Hasil penelitian di Cina tahun 1972 tanaman Artemisia annua L mengandung senyawa artemisinin yang dapat digunakan sebagai obat malaria.

16 4 Tanaman Artemisia Artemisia (Artemisia annua L.) termasuk kedalam Famili Asteraceae, klasifikasi tanaman Artemisia annua L. adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheaobionta Superdivision : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Subclass : Asteridae Ordo : Asterales Family : Asteracae Genus : Artemisia Species : Artemisia annua L. Tanaman artemisia berasal dari daerah Cina dengan jumlah spesies berkisar spesies (Gusmaini dan Nurhayati, 2007). Tanaman artemisia tumbuh dengan baik pada ketinggian m dpl, sehingga budidaya tanaman artemisia masih terbatas di dataran tinggi (Herry dan Emmyzer, 1992). Menurut Ayanoglu et al., (2002), tanaman artemisia merupakan tanaman semusim yang bercabang banyak dan tingginya bisa mencapai 2 meter. Daun tanaman artemisia tidak bertangkai, helaian daun berbulu, tersusun berseling, berbentuk oval, tepi daun berjari lima dan panjang daun antara cm. Tanaman ini memiliki bunga majemuk yang tersusun dalam rangkaian berupa malai. Bunga tumbuh merunduk di ketiak daun dan di ujung tangkai. Artemisia termasuk tanaman menyerbuk silang, penyerbukan alami dilakukan dengan bantuan angin dan serangga (Ferreira dan Janick, 1996). Tanaman artemisia merupakan tanaman yang berasal dari daerah subtropis, sehingga apabila ditanam di daerah tropis perlu ditanam di dataran tinggi (Ferreira et al., 2005). Gusmaini dan Nurhayati (2007) menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi dalam mengintroduksi tanaman subtropis ke wilayah tropis adalah tanaman menjadi cepat berbunga akibat adanya peningkatan suhu dan intensitas cahaya, serta penyinaran matahari yang pendek. Tanaman artemisia termasuk tanaman hari pendek, sehingga apabila ditanam di daerah tropis yang

17 5 penyinarannya kurang dari 13 jam/hari maka akan merangsang pembungaan. Penanaman artemisia pada umumnya dilakukan dengan menggunakan biji. Biji tanaman ini akan tumbuh setelah 10 hari persemaian. Menurut Mert et al. (2002), penanaman artemisia sebanyak 15 tanaman per m 2 menghasilkan kandungan minyak esensial yang tinggi. Artemisia annua L. merupakan tanaman yang direkomendasikan oleh WHO untuk obat penyakit malaria (Ritchey dan Ferreira, 2006). Tanaman artemisia mengandung senyawa lakton seskuiterpene seperti artemisinin yang sangat efektif terhadap Plasmodium. Kandungan artemisinin pada tanaman artemisia terdapat pada bagian daun, batang dan bunga. Menurut Namdeo et al. (2006), kandungan artemisinin pada bagian daun dan bunga artemisia adalah % dari berat kering daun dan bunga. Selain itu, tanaman artemisia mengandung artesunate dan artemether. Tanaman ini memiliki rasa pahit yang disebabkan oleh adanya kandungan absinthin dan anabsinthin. Akar dan batang tanaman artemisia mengandung inulin yang terdiri atas artemose cabang kecil yang mengandung oxytocin, yomogoci alkohol, dan ridentin. Penelitian penelitian tentang pemupukan tanaman artemisia belum banyak dilakukan (Ritchey dan Ferreira, 2006). Pemberian pupuk P meningkatkan produksi daun tanaman artemisia (Djazuli et al, 2007). Menurut Ayanoglu et al,. (2002), peningkatan pemberian pupuk N pada tanaman artemisia tidak meningkatkan kandungan artemisinin pada tanaman secara signifikan. Menurut Zhenghao et al., (2007), kandungan artemisinin juga dipengaruhi oleh kondisi iklim, waktu tanam, waktu panen, suhu, cahaya dan air. Artemisinin Artemisinin adalah senyawa aktif yang berkhasiat antimalaria dan efektif terhadap parasit Plasmodium yang resisten terhadap chloroquine (Titulear et al., 1990). Artemisinin dapat dengan cepat mengurai dan membersihkan darah dari parasit Plasmodium sampai 90% hanya dalam waktu 48 jam (Namdeo et al., 2006). Selain itu, artemisinin sudah digunakan selama lebih dari 30 tahun di Vietnam dan Cina untuk menanggulangi kanker. Di alam kandungan artemisinin pada tanaman Artemisia annua L. berkisar antara %.

18 6 Artemisinin termasuk golongan seskueterpen dari kelompok terpenoid (Gambar 1). Menurut Robinson (1995) seskueterpen adalah senyawa C15 dari tiga satuan isopren yang terdapat sebagai komponen minyak atsiri yang berperan memberikan aroma pada buah dan bunga. Seperti halnya senyawa minyak atsiri lainnya, artemisinin merupakan senyawa dengan tingkat kepolaran rendah sehingga sangat sedikit larut dalam air dan mudah larut dalam senyawa semipolar ke arah polar seperti campuran n-hexan dengan etil alkohol. Gambar 1. Struktur Kimia Artemisinin Kandungan artemisinin pada tanaman Artemisia annua paling tinggi terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 89% dari total artemisinin yang terkadung pada tanaman yang tersebar di daun bagian atas 41.7%, daun bagian tengah 25% dan daun bagian bawah 22.2% (Kardinan, 2006). Bagian bunga dan batang tanaman artemisia juga mengandung artemisinin. Senyawa artemisinin terdapat pada glandular trichomes, suatu organ yang hanya terdapat pada bagian daun, batang dan bunga (Ferreira et al., 2005). Mutasi Mutasi adalah suatu perubahan genetik, baik untuk gen tunggal, sejumlah gen atau susunan kromosom (Sutjahjo et al., 2005). Oganisme baru hasil mutasi diberi istilah mutan. Bila perubahan bahan genetik tersebut menghasilkan perbedaan yang sangat besar antara mutan dengan liar, ada kemungkinan bahwa perbedaan tersebut menyebabkan mutan dengan liar tidak dapat melakukan perkawinan dan menghasilkan keturunan yang fertile (Jusuf, 2001)..

19 7 Mutagen yang paling terkenal dibandingkan mutagen yang lainnya, ialah mutagen hasil radiasi atau penyinaran. Misalnya radiasi dengan memakai sinar X yang bisa menyebabkan terjadinya ionisasi di dalam sebuah sel. Menurut Brewbaker (1983), setiap peristiwa ionisasi menyangkut pemindahan sebuah elektron dari sebuah atom kepada atom lainnya. Sepasang atom yang mengalami ionisasi tersebut secara fisik adalah tak stabil dan sangat reaktif. Sebuah reaksi ionisasi mempunyai efek yang cukup untuk menghasilkan aktivitas satu molekul DNA atau molekul enzim. Efek langsung yang segera terjadi dari proses ionisasi pada prinsipnya adalah pemotongan atau penyambungan pada molekul DNA Saat ini mutagen yang banyak digunakan adalah sinar gamma. Iradiasi dengan menggunakan sinar gamma berpotensi menghasilkan keragaman pada tanaman. Menurut Purwati (2009), perlakuan iradiasi dengan sinar gamma pada mata tunas tanaman artemisia menyebabkan adanya keragaman baik pada karakter kualitatif maupun pada karakter kuantitaif. Interaksi Genetik x Lingkungan dan Analisis Stabilitas Tanaman Interaksi genotipe x lingkungan dikaitkan dengan perakitan varietas baru yang menunjukan stabilitas bila ditanam pada lingkungan berubah atau berbeda. Pengetahuan tentang interaksi antara genotipe dan lingkungan mempunyai arti penting dalam program seleksi. Setelah diperoleh genotipe potensial dari hasil seleksi, maka genotipe ini dievalusi pada berbagai lingkungan sebelum dilepas sebagai varietas baru. Pemulia mengharapkan agar varietas yang dihasilkan tetap berpotensi (Sutjahjo et al., 2005). Pemuliaan tanaman bertujuan untuk memperbaiki karakter tanaman agar sesuai dengan kebutuhan manusia dengan memanfaatkan potensi genetik dan interaksi genotipe x lingkungan. Interaksi genotipe x lingkungan, dapat digunakan oleh pemuliaan tanaman untuk mengembangkan varietas unggul baru yang spesifik lingkungan atau varietas yang beradaptasi luas. Stabilitas suatu genotipe adalah kemampuan genotipe untuk hidup pada berbagai lingkungan yang beragam sehingga fenotipenya tidak banyak mengalami perubahan pada tiap tiap lingkungan tersebut. Stabilitas fenotipe disebabkan oleh kemampuan organisme untuk dapat mengetahui dirinya terhadap lingkungan beragam sehingga tanaman

20 8 tidak banyak mengalami perubahan sifat fenotipenya. Genotipe dengan hasil tinggi dan stabil akan berpenampilan baik di semua lingkungan. Beberapa metode untuk mempelajari stabilitas genotipe yaitu koefisien keragaman (KK), wricke ekovalens, koefisien regresi, dan metode additive main effect multiplicative (AMMI) (Syukur, 2008). AMMI (Additive Main Effect Multiplicative) Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis hasil uji multilokasi adalah metode additive main effect multiplicative (AMMI). Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), analisis AMMI adalah suatu teknik analisis data percobaan dua faktor perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan bersifat aditif sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinear. Analisis AMMI dapat menjelaskan interaksi galur dengan lokasi. Penyajian pola tebaran titik-titik genotipe dengan kedudukan relatifnya pada lokasi maka hasil penguraian nilai singular diplotkan antara satu komponen genotipe dengan komponen lokasi secara simultan. Penyajian dalam bentuk plot yang demikian disebut biplot. Biplot AMMI meringkas pola hubungan antar galur, antar lingkungan, dan antar galur dan lingkungan. Biplot tersebut menyajikan nilai kompoen utama dan rataan (Syukur, 2008). Metode yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah komponen utama adalah metode postdictive success dan predictive success (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Penentuan komponen utama berdasarkan metode postdictive success berdasarkan jumlah sumbu yang nyata pada uji F analisis ragam, sedangkan penentuan sumbu utama berdasarkan metode predictive success dilakukan dengan validasi silang, yaitu membagi data menjadi dua kelompok, satu kelompok untuk membangun model dan kelompok lain digunakan untuk validasi (menentukan jumlah kuadrat sisaan). Hal ini dilakukan berulang ulang pada setiap ulangan dibangun model dengan berbagai sumbu utama. jumlah komponen utama yang terbaik adalah yang rataan akar kuadrat tengah sisa Root Mean Square Preddictive success (RMSPD) dari data validasi paling kecil (Syukur, 2008). Interpretasi biplot nilai komponen pertama dan rataan respon terutama untuk titik-titik sejenis. Jarak titik-titik amatan berdasarkan sumbu datar menunjukan

21 9 pengaruh utama amatan-amatan tersebut. Jarak titik-titik amatan berdasarkan sumbu tegak menunjukan perbedaan pengaruh interaksinya atau perbedaan kesensitifannya terhadap lokasi, sedangkan interpretasi untuk titik-titik sejenis yang diperoleh dari biplot nilai komponen utama kedua dan nilai komponen utama pertama merupakan jarak titik-titik amatan yang menunjukan perbedaan interaksi. Interpretasi titik-titik amatan yang berlainan jenis biplot nilai komponen utama kedua dan nilai komponen utama pertama menunjukan interaksi antar titik amatan. Titik amatan yang mempunyai arah sama menunjukan berinteraksi positif (saling menguatkan) dan titik-titik yang berbeda arah menunjukan berinteraksi negatif (Syukur, 2008). Ketinggian Tempat Ketinggian tempat berpengaruh terhadap suhu, kelembaban, radiasi surya dan lama penyinaran. Menurut Handoko (1995), secara umum suhu dan radiasi surya makin rendah dengan meningkatnya ketinggian tempat. Rata - rata penurunan suhu udara menurut ketinggian di Indonesia sekitar C tiap kenaikan m. Penerimaan radiasi surya sangat bervariasi disebabkan olah perbedaan letak lintang dan keadaan atmosfir terutama awan. Semakin tinggi suhu menyebabkan kelembaban semakin menurun, sehingga semakin tinggi ketinggian maka kelembaban semakin meningkat. Respon pemanjangan batang akibat panjang hari merupakan fenomena fotoperiode yang paling umum, selain itu tanaman yang terkena cahaya lebih banyak, memiliki cabang yang lebih banyak (Salisbury dan Ross, 1995). Lama penyinaran juga berpengaruh terhadap proses pembungaan, tanaman hari pendek akan berbunga apabila menerima penyinaran kurang dari periode kritisnya (Gusmaini dan Nurhayati, 2007).

22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Desember 2009, di beberapa lokasi yaitu: (1) Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian (BB BIOGEN) Cimanggu Bogor, (2) Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika (BALITRO) Gunung Putri Cianjur, (3) Kebun Percobaan BB BIOGEN Pacet Cianjur, dan (5) Kebun Percobaan BALITRO Cicurug Sukabumi. Penanaman dilakukan di tiga lokasi, yaitu: di Kebun Percobaan Gunung Putri Cianjur, Kebun Percobaan Pacet Cianjur, dan Kebun Percobaan Cicurug Sukabumi. Kebun Gunung Putri terletak pada ketinggian m dpl, jenis tanah andosol dengan kemiringan 45 0 dan ph 6.5. Kebun Pacet terletak pada ketinggian 950 m dpl, jenis tanah andosol dengan ph 6-7. Kebun Cicurug terletak pada ketinggian 540 m dpl, jenis tanah andosol dengan ph 5-6. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 genotipe artemisia hasil seleksi dari tanaman artemisia hasil iradiasi yang ditanam di Gunung Putri Cianjur, yaitu genotipe 1B, 1C, 1D, 2, 3, 4, 5A, 6B, 7A, 8, 14 dan 15. Genotipe pembanding terdiri dari pembanding asal biji dan pembanding asal in vitro. (daftar genotipe dan dosis iradiasi tanaman Lampiran 2). Bahan-bahan yang digunakan meliputi pupuk kandang, urea, KCl, Sp-18, pupuk NPK mutiara, fungisida, dan polybag. Peralatan yang digunakan adalah tray persemaian, sprayer, ajir, timbangan, meteran, alat tulis dan jangka sorong. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) pada tiga lokasi dengan 12 genotipe tanaman artemisia hasil mutasi dan dua genotipe artemisia pembanding sebagai perlakuan. Setiap

23 11 perlakuan terdapat tiga kali ulangan sehingga disetiap lokasi percobaan terdapat 42 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdapat lima tanaman. Model linear untuk analisis gabungan antar lokasi adalah Y ijk = µ + α i + β i/j + γ k + (αγ) ik + ε ijk Y ijk = Nilai pengamatan pada lokasi ke-i, kelompok ke-j, dan genotipe ke-j. µ = Nilai tengah umum. α i = Pengaruh lokasi ke-i β i/j = Pengaruh kelompok ke-j dalam lokasi ke-i γ k = Pengaruh genotipe ke-k (αγ) ik = Pengaruh interaksi antara genotipe ke-k dan lokasi ke-i ε ijk = Galat percobaan pada lokasi ke-i, kelompok ke-j, dan genotipe ke-k i = 1,2, 3 j = 1,2, 3 k = 1,2,3,...,14. Pelaksanaan Penelitian Persemaian dan Pembibitan Persemaian dilakukan di dua lokasi yaitu di rumah kaca BB BIOGEN yang mempunyai ketinggian tempat 250 m dpl dan rumah kaca kebun percobaan BALITRO Gunung Putri Cianjur yang mempunyai ketinggian m dpl. Benih yang digunakan untuk persemaian merupakan benih hasil selfing dari tanaman artemisia terseleksi yang ditanam di Gunung Putri. Benih tersebut di tanam pada media tanah yang dicampur dengan kompos. Persemaian dilakukan dengan menaburkan benih pada media. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan menggunakan sprayer. Pengendalian penyakit dilakukan dengan menggunakan fungisida. Tanaman yang telah berumur satu bulan dipersemaian dipindahkan ke polybag kecil. Media tanam yang digunakan terdiri dari campuran tanah dan kompos. Bibit tanaman artemisia disiram setiap hari dan diberikan pupuk NPK yang dicairkan dengan konsentasi 5 g/l yang diberikan setiap seminggu sekali aplikasi pemupukan dilakukan bersamaan dengan penyiraman. Pengendalian

24 gulma dan hama dilakukan secara manual. Bibit tanaman yang berumur 1 bulan di pembibitan siap untuk ditanam di lapangan. 12 Penanaman Pengolahan tanah dilakukan secara manual dan dilakukan satu minggu sebelum tanam, kemudian dibuat bedengan dengan lebar 0.5 m. Pemberian pupuk kandang dilakukan satu minggu sebelum tanam dengan dosis 1 kg per lubang tanam. Artemisia ditanam di bedengan dengan jarak tanam 1.2 x 1.25 m di Kebun Gunung Putri, 1 x 1.2 m di Kebun Pacet, dan 1 x 1.15 m di Kebun Cicurug. Perbedaan jarak tanam ini karena ketersediaan lahan di masing - masing kebun berbeda. Penanaman dilakukan dengan memasukan bibit tanaman ke dalam lubang tanam yang telah diberikan pupuk kandang sebelumnya. Bibit yang digunakan adalah bibit yang sudah berumur satu bulan di pembibitan. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pembumbunan, pengajiran, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu, pada saat tanam dan dua bulan setelah tanam dengan dosis urea 3.5 gram, KCl 1.5 gram, dan SP18 3 gram per tanaman. Pengajiran dilakukan pada saat tanaman berumur dua bulan setelah tanam, hal ini dilakukan agar tanaman tidak rebah. Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Pengendalian hama penyakit dilakukan apabila terjadi gejala serangan hama penyakit menyerang tanaman. Panen dilakukan ketika tanaman telah berbunga 5-10%, hal ini dilakukan karena kandungan artemisinin paling banyak terdapat pada fase awal pembungaan. Menurut Kardinan (2006), kandungan artemisinin tertinggi adalah saat menjelang pembungaan atau pada saat tanaman berbunga. Panen dilakukan dengan menggunakan gergaji atau golok, dengan menyisakan satu cabang terbawah. Cabang terbawah yang tidak dipanen akan digunakan sebagai sumber benih untuk penanaman selanjutnya. Cabang terbawah tersebut diberikan sungkup agar tidak terjadi persilangan dengan tanaman yang lainnya. Tanaman yang telah dipanen ditimbang bobot basahnya, kemudian dipisahkan antara batang dengan daun dan bunga. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan cahaya matahari langsung.

25 13 Analisis Data Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis menggunakan uji analisis ragam (ANOVA) pada taraf 5%. Apabila hasil pengujian menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan s Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf 5%. Analisis stabilitas dilakukan dengan menggunakan AMMI (Additif Main effect and Multiplicative Interaction). Hasil analisis stabilitas AMMI ditampilkan dengan menggunakan biplot untuk melihat genotipe genotipe yang stabil pada seluruh lokasi pengujian atau spesifik pada lokasi tertentu.

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Persemaian dilakukan di dua lokasi, yaitu: rumah kaca BB BIOGEN dan rumah kaca kebun Gunung Putri. Genotipe genotipe yang disemai pada persemaian, merupakan genotipe artemisia terseleksi hasil iradiasi sinar gamma (Lampiran 1), serta genotipe pembanding yang terdiri dari genotipe yang berasal dari biji (KB) dan genotipe yang berasal dari in vitro (KI) yang tidak diiridiasi. Genotipe genotipe tersebut terdiri dari 1A, 1B, 1C, 1D, 2, 3, 4, 5A, 5B, 6A, 6B, 7A, 7B, 8, 9, 10, 11, KB, dan KI (Lampiran 2). Secara umum kondisi persemaian pertama tidak baik (Gambar 2). Pada persemaian pertama daya berkecambah genotipe-genotipe artemisia yang disemai kurang baik. Hal ini disebabkan karena benih yang digunakan belum matang fisiologis. Selain itu, juga disebabkan karena lokasi persemaian berada di dataran rendah menyebabkan benih yang sudah berkecambah tidak tumbuh dengan baik. Menurut Gusmaini et al. (2006), persemaian dan pembibitan di dataran tinggi lebih baik daripada yang dilakukan di dataran rendah. Genotipe yang hidup dan dapat dipindah ke pembibitan terdiri dari 1B, 1C, 5A, dan KI. Gambar 2. Kondisi Persemaian Pertama Secara umum pertumbuhan tanaman artemisia pada persemaian kedua cukup baik (Gambar 3). Persemaian kedua dilakukan di rumah kaca kebun percobaan Gunung Putri dan rumah kaca BB BIOGEN. Persemaian di rumah kaca BB BIOGEN dilakukan dengan menggunakan paranet. Waktu persemaian adalah empat minggu setelah persemaian pertama. Genotipe genotipe yang disemai di

27 15 Gunung Putri adalah 1A, 1C, 1D, 2, 3, 4, 5A, 15, 7a, 8, 10, 14, 15, dan KI. Genotipe yang disemai di BB BIOGEN adalah 1A, 1C, 1D, 2, 3, 4, 5A, 6a, 6b, 7A, 8, 9, 14, 15, KI dan KB. Artemisia mulai berkecambah pada umur 7 14 hari setelah semai. Menurut Ritchey dan Ferreira (2006), benih artemisia berkecambah pada umur 10 hari setelah persemaian. Daya berkecambah benih yang rendah menyebabkan tidak semua genotipe dapat tumbuh. Selain itu, jumlah benih yang terbatas menyebabkan genotipe 1A, 5B, 6A, 7B, 9 dan 10 tidak dapat ditanam di lapangan. Genotipe genotipe yang tumbuh dengan baik dan dapat ditanam di pembibitan adalah 1B, 1C, 1D, 2, 3, 4, 5A, 6B, 7A, 8, 14, 15, KI dan KB (Lampiran 2). Pada tahapan persemaian, terjadi gejala serangan fusarium dan tidak ditemukan gejala serangan hama. Pengendalian penyakit yang menyerang dilakukan dengan menggunakan dithane. Gambar 3. Kondisi Persemaian Kedua Pembibitan Secara umum pertumbuhan tanaman pada fase pembibitan cukup baik (Gambar 4). Pembibitan dilakukan di rumah kaca BB Biogen yang dinaungi dengan paranet. Pemberian paranet ini dilakukan agar kondisi linkungan sesuai untuk pertumbuhan artemisia (Gusmaini dan Nurhayati, 2007). Pembibitan dilakukan pada genotipe artemisia yang memiliki jumlah cukup untuk ditanam di lapangan dan dilakukan pada saat tanaman artemisia telah berumur 4-5 minggu setelah semai. Kondisi lingkungan yang sesuai menyebabkan pertumbuhan tanaman lebih baik. Terjadi serangan hama belalang pada tahapan pembibitan. pengendalian hama yang menyerang dilakukan secara manual.

28 16 Gambar 4. Pembibitan Tanaman Artemisia Penanaman di Lapangan Secara umum pertumbuhan tanaman artemisia di ketiga lokasi penanaman cukup baik (Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6). Penanaman dilakukan ketika tanaman telah berumur 1 bulan di pembibitan atau 2 bulan setelah semai. Penanaman dilakukan pada awal bulan Mei. Tinggi rata rata tanaman artemisia pada saat ditanam adalah 8.6 cm. Tabel 1. Kondisi Iklim di Kebun Percobaan Cicurug Bulan Curah Hujan Jumlah Hari (mm) Hujan Suhu ( 0 C) Kelembaban (%) Mei Juni Juli Agustus September Sumber: Kebun Percobaan Cicurug (2009) Gambar 5. Tanaman Artemisia Umur Dua Bulan Setelah Tanam di Kebun Percobaan Cicurug Pertumbuhan tanaman artemisia di Cicurug cukup baik (Gambar 5). Cicurug termasuk dataran rendah dengan ketinggian 540 m dpl. Rata rata curah

29 17 hujan bulanan di Cicurug adalah mm. Berdasarkan klasifikasi iklim Oldemen, bulan basah merupakan bulan yang memiliki curah hujan >200 mm, bulan lembab adalah bulan yang memiliki curah hujan mm dan bulan kering adalah bulan yang memiliki curah hujan <100 mm (Handoko, 1995). Bulan pertama penanaman di Cicurug termasuk tipe bulan basah. Bulan kedua dan kelima setelah penanaman termasuk ke dalam tipe bulan lembab, sedangkan bulan ketiga dan keempat setelah penanaman termasuk tipe bulan kering. Selama penelitian berlangsung, suhu rata rata bulanan di Cicurug adalah C, serta memiliki kelembaban rata rata bulanan 70.46% (Tabel 1). Tabel 2. Kondisi Iklim di Kebun Percobaan Pacet Bulan Curah Hujan Jumlah Hari (mm) Hujan Suhu ( 0 C) Kelembapan (%) Mei Juni Juli Agustus September Oktober Sumber: Kebun Percobaan Pacet (2009) Gambar 6. Tanaman Artemisia Umur Dua Bulan Setelah Tanam di Kebun Percobaan Pacet Pertumbuhan tanaman artemisia di Pacet cukup baik (Gambar 6). Kebun Percobaan Pacet termasuk dataran tinggi dengan ketinggian tempat 950 m dpl. Curah hujan rata rata bulanan di Pacet adalah mm. Bulan pertama, kedua dan keenam setelah penanaman di Pacet termasuk bulan basah. Bulan kelima setelah penanaman termasuk kedalam bulan lembab, sedangkan pada bulan ketiga dan keempat setelah penanaman termasuk bulan kering. Suhu rata rata bulanan

30 18 di kebun Pacet adalah C, serta memiliki kelembaban rata rata bulanan 74.4% (Tabel 2). Pertumbuhan tanaman artemisia di Gunung Putri cukup baik (Gambar 7). Kebun Percobaan Gunung Putri memiliki ketinggian tempat m dpl. Curah hujan rata rata bulanan di Gunung Putri adalah mm. Bulan pertama, kedua, keenam dan ketujuh setelah penanaman di Gunung Putri termasuk bulan basah, sedangkan bulan ketiga, keempat dan kelima setelah penanaman termasuk bulan kering. Suhu rata rata bulanan di kebun Gunung Putri adalah C, serta memiliki kelembaban rata rata bulanan 78.29% (Tabel 3). Tabel 3. Kondisi Iklim di Kebun Percobaan Gunung Putri Bulan Curah Hujan Jumlah Hari (mm) Hujan Suhu ( 0 C) Kelembapan (%) Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Sumber: Kebun Percobaan Gunung Putri (2009) Gambar 7. Tanaman Artemisia Umur Dua Bulan Setelah Tanam di Kebun Percobaan Gunung Putri Curah hujan pada bulan pertama cukup tinggi (>200 mm) di ketiga lokasi penelitian. Hal ini sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman artemisia karena tanaman artemisia membutuhkan air yang cukup pada awal pertumbuhannya (Ferreira et al., 2005). Perbedaan ketinggian tempat penelitian menyebabkan terjadi perbedaan suhu dan kelembaban (Handoko, 1995). Kebun Cicurug memiliki suhu yang lebih tinggi tetapi mempunyai kelembaban yang

31 19 paling rendah dibandingkan di Gunung Putri dan Pacet. Kondisi iklim yang berbeda di ketiga lokasi penelitian menyebabkan pertumbuhan tanaman artemisia di setiap lokasi berbeda. Hal ini sejalan dengan penelitian Gusmaini et al. (2006), kondisi agroklimat yang berbeda berpengaruh terhadap petumbuhan tanaman artemisia. A B Gambar 8. Serangan Hama Keong. (A) Gejala Serangan, (B) Hama Keong Selama penelitian berlangsung tidak ditemukan adanya serangan hama dan penyakit yang berarti kecuali di Gunung Putri adanya serangan hama keong (Gambar 8), meskipun terdapat beberapa jenis larva Lepidoptera tetapi tidak ditemukan adanya gejala serangan hama tersebut. Kegiatan pengendalian hama keong yang menyerang dilakukan secara manual. Purwati (2009) menyatakan bahwa tidak terdapat serangan hama dan penyakit yang berarti pada tanaman artemisia yang ditanam di Gunung Putri. Menurut Kardinan (2006), serangan hama dan penyakit yang rendah pada tanaman artemisia diduga karena rasa pahit yang disebabkan oleh kandungan absinthin dan anabsinthin kurang disukai oleh hama. Karakter kualitatif Warna batang Pengamatan warna batang dilakukan ketika tanaman berumur 1 dan 2 bulan setelah tanam dan pada saat tanaman menjelang dipanen. Terdapat perbedaan warna batang tanaman, baik pada warna batang muda dan warna batang tua. Menurut Purwati (2008), populasi tanaman artemisia hasil iradiasi sinar gamma menunjukan adanya warna yang berbeda pada batang muda dan batang tua yaitu

32 20 warna hijau dan ungu (Gambar 9). Pada umumnya semua genotipe mempunyai warna batang yang berbeda yaitu warna hijau dan ungu. Warna batang semua genotipe artemisia pada umur 1 bulan setelah tanam (BST) hampir semuanya berwarna hijau kecuali genotipe 1B memiliki empat tanaman berbatang ungu, 1C memiliki dua tanaman berbatang ungu, dan 1D memiliki tiga tanaman berbatang ungu. Populasi tanaman artemisia per genotipenya adalah 45 tanaman untuk semua lokasi (Tabel 4). Keragaman warna batang mulai terlihat ketika tanaman berumur 2 BST, hampir semua genotipe tanaman memiliki batang berwarna ungu. Genotipe 1B, 1C, 1D dan KI memiliki tanaman berbatang ungu lebih dari 10% dari populasi tanaman per genotipenya. Genotipe 3, 4, 5A, 7A, 15, dan KB memiliki tanaman yang berbatang ungu kurang dari 10% dari populasi tanaman per genotipenya, sedangkan genotipe 2, 6B, 8 dan 14 memiliki warna batang seluruhnya berwarna hijau. Tabel 4. Perbedaan Warna Batang Genotipe Artemisia Genotipe 1 BST 2 BST WBT Hijau Ungu Hijau Ungu Hijau Ungu 1B C D A B A KI KB Rata-rata (98.6%) (1.4%) (91.0%) (9.0%) (81.0%) (19.0%) Keterangan: BST : Bulan setelah tanam KI : genotipe pembanding asal in vitro; KB: genotipe pembanding asal biji Keragaman warna batang semakin terlihat pada batang tua. Semua genotipe artemisia memiliki keragaman warna batang tua. Genotipe 2, 3, 5A, 6B, 8 dan 14 memiliki tanaman yang berbatang ungu kurang dari 10% dari populasi tanaman

33 21 per genotipenya. Genotipe 1A, 1B, 1D, 4, 7A, 15, KI dan KB memiliki tanaman berbatang ungu lebih dari 10% populasi tanaman per genotipnya. Warna batang ungu semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman, tetapi jumlah warna batang ungu tanaman tidak ada yang melebihi 50% dari populasi. A B Gambar 9. Perbedaan Warna Batang Tanaman Artemisia. (A) Hijau, (B) Ungu Perbedaan warna batang ini tidak dipengaruhi oleh lokasi penanaman, karena perbedaan warna batang baik batang yang berumur 1 BST, 2 BST dan warna batang tua terjadi di semua lokasi penelitian baik itu di Cicurug, Pacet maupun Gunung Putri. Perbedaan warna batang ini diduga karena induk tanaman artemisia yang digunakan mengalami segregasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Purwati (2008), dimana terdapat perbedaan warna batang baik pada batang muda maupun warna batang tua. Jumlah Pucuk dan Arah Pertumbuhan Cabang Pengamatan jumlah pucuk tanaman dilakukan dengan melihat jumlah pucuk tanaman dibedakan menjadi dua, yaitu, pucuk normal dan pucuk patah. Pucuk normal merupakan pucuk yang hanya terdiri dari satu pucuk, sedangkan pucuk patah adalah pucuk yang mempunyai lebih dari satu pucuk (Gambar 10). A B Gambar 10. Perbedaan Jumlah Pucuk Tanaman Artemisia. (A) 1 pucuk, (B) lebih dari 1 pucuk

34 22 Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa hampir semua genotipe artemisia memiliki satu pucuk, secara umum rata rata tanaman yang memiliki pucuk lebih dari satu adalah 2.8 tanaman atau 6.22% dari populasi tanaman. Genotipe 6B merupakan salah satu genotipe yang memiliki satu pucuk disetiap tanamannya (Tabel 5). Pengamatan terhadap pertumbuhan cabang dibedakan menjadi dua yaitu, tanaman artemisia yang arah pertumbuhan cabang primernya ke atas dan tanaman yang memiliki arah pertumbuhan cabangnya ke samping (Gambar 11). Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa sebagian besar tanaman memiliki arah pertumbuhan cabang ke atas yaitu sebesar 51.27%. Genotipe 2, 3, 5A, 6B, 7A, 14, 15, KI dan KB arah pertumbuhan cabangnya sebagian besar ke atas dengan presentase lebih dari 50%. Genotipe 2 dan 3 memiliki arah pertumbuhan cabangnya ke atas paling besar yaitu 31 tanaman, sedangkan genotipe 1B, 1C, 1D, 4 dan 8 arah pertumbuhan cabangnya sebagian besar ke samping (Tabel 5). Tabel 5. Jumlah Pucuk dan Sistem Pertumbuhan Cabang Tanaman Artemisia Genotipe Pucuk Percabangan Normal Patah Ke Samping Ke Atas 1B C D A B A KI KB Rata-Rata (94.76%) 2.8 (6.22%) (48.58%) (51.27%) Keterangan: KI : Genotipe pembanding asal in vitro; KB : Genotipe pembanding asal biji Perbedaan jumlah pucuk ini, berpengaruh terhadap jumlah cabang tanaman. Tanaman artemisia yang mempunyai pucuk lebih dari satu pada umumnya memiliki jumlah cabang lebih banyak. Tanaman yang mempunyai arah

35 23 pertumbuhan cabang ke atas, pada umumnya lebih rimbun dibandingkan dengan tanaman yang arah pertumbuhan cabangnya ke samping. Hal ini disebabkan karena cabang cabang primer yang arah pertumbuhannya ke atas pada umumnya memiliki panjang cabang yang sama dengan panjang batang utamanya, sedangkan cabang yang arah pertumbuhannya ke samping memiliki cabang yang lebih pendek dibandingkan dengan batang utamanya. A B Gambar 9. Perbedaan Arah Pertumbuhan Cabang. (A) ke Atas, (b) ke Samping Perbedaan arah pertumbuhan cabang ini diduga karena induk tanaman mengalami segregasi karena setiap genotipe tanaman memiliki arah pertumbuhan cabang ke atas dan arah pertumbuhan cabang ke samping. Perbedaan jumlah pucuk dan arah pertumbuhan cabang tidak dipengaruhi oleh lokasi penelitian, hal ini disebabkan karena keragaman jumlah pucuk dan arah pertumbuhan cabang terjadi disemua lokasi penelitian. Karakter Kuantitatif Rekapituliasi hasil uji F menunjukan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, bobot basah, bobot kering, bobot kering daun dan bobot kering batang. Lokasi berpengaruh nyata kesemua karakter yang diamati kecuali pada jumlah cabang saat panen. Interaksi genotipe dan lokasi berpengaruh nyata kesemua karakter yang diamati kecuali pada diameter batang pada 2 BST, diameter pada saat panen, dan jumlah cabang saat panen. Rekapitulasi hasil sidik ragam dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 6.

36 Tabel 6. Rekapitulasi Sidik Ragam Tanaman Artemisia di Tiga Lokasi Penanaman Peubah F hitung Lokasi F hitung Genotipe F hitung GxL kk (%) Tinggi Tanaman 1 BST 57.05** 46.95** 5.69** BST 99.29** 14.28** 2.08** 11.1 Panen 13.01** 4.32** 1.99* 10.5 Diameter Batang 1 BST 13.06** 15.23** 3.40** BST 54.58** 5.24** 1.32 tn 13.7 Panen ** 5.16** 0.70 tn 14.2 Jumlah Cabang 1 BST 13.36** 23.07** 2.13** BST 69.59** 8.55** 1.74* 10.8 Panen tn 3.83** 2.02 tn 10.7 Berat Basah ** 6.18** 3.71** 30.6 Berat Kering ** 4.73** 2.08* 32.8 Berat Kering Daun 91.82** 4.97** 2.41* 38.8 Berat Kering Batang ** 4.38** 2.27* 31.4 Keterangan: BST : Bulan setelah tanam * : adalah berbeda nyata pada uji F taraf 0,05 **: adalah berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0,01 tn : tidak nyata Tinggi Tanaman Genotipe, lokasi dan interaksi genotipe dengan lokasi berpengaruh sangat nyata pada tinggi tanaman. Tinggi tanaman artemisia pada umur pada 1 BST adalah cm. Secara umum rata-rata tinggi genotipe 1B, 1C dan 1D lebih tinggi daripada pembanding asal in vitro (KI) tetapi tidak berbeda dengan pembanding asal biji (KB). Genotipe 1B dan 1D di Gunung Putri dan Pacet memiliki tinggi lebih tinggi daripada kedua genotipe pembandingnya (KI dan KB). Tinggi tanaman di Cicurug lebih tinggi daripada di Gunung Putri dan Pacet (Tabel 7). Rata rata tinggi tanaman artemisia pada 2 BST adalah cm. Secara umum genotipe 1D memiliki tinggi tanaman lebih tinggi daripada pambanding asal biji (KB) tetapi tidak berbeda dengan pembanding asal in vitro (KI). Genotipe 1B dan 1D di Cicurug dan genotipe 1B, 1C dan 1D di Pacet memiliki tinggi tanaman lebih tinggi daripada kedua genotipe pembandingnya (KI dan KB). Tinggi tanaman di Cicurug lebih tinggi daripada di Gunung Putri dan Pacet (Tabel 8). 24

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Malaria

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Malaria TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Malaria Penyakit malaria adalah salah satu penyakit utama di dunia. Penyakit ini cukup berbahaya karena tingkat mortalitasnya tinggi. Lebih dari 300 juta kasus di dunia terinfeksi

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

Tanaman Artemisia Penakluk Penyakit Malaria

Tanaman Artemisia Penakluk Penyakit Malaria Tanaman Artemisia Penakluk Penyakit Malaria Ir. Agus Kardinan, M.Sc. Ahli Peneliti Utama di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 010 Maret 011, kecuali lokasi Sukabumi pada bulan Maret Juni 011. Tempat Penelitian dilaksanakan di 7 lokasi yaitu Bogor,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk BAHAN DAN METODE 9 Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2007 sampai Juni 2007 di rumah kaca Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu, Bogor, Jawa Barat. Rumah kaca berukuran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dikebun Percobaan Cikatas,Kampus IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian tempat 250 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA Latar Belakang IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL PADA STEK PUCUK ANYELIR (Dianthus caryophyllus) DAN UJI STABILITAS MUTANNYA SAMPAI GENERASI MV3 Pendahuluan Perbaikan sifat

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Desember 2009. Bahan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga percobaan sebagai berikut: 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 2. Studi Keragaan Karakter Agronomis

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, I. BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Kebun percobaan Petani Ciherang. Kebun ini terletak di Ciherang pada ketinggian 250 m dpl. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dilahan Pertanian, Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat 25 meter di atas permukaan laut, yang di mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Lokasi ini memiliki ketinggian tempat 240 m di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian 5 2 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas: 1) Pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit, 2) Pengaruh pemupukan terhadap

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Februari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. Kegiatan magang dilakukan pada bulan Februari-Juni 2011. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. H.R.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik 42 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Jagung Hibrida BISI-18 Nama varietas : BISI-18 Tanggal dilepas : 12 Oktober 2004 Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai induk betina dan galur murni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 - Februari 2017, di pembibitan tanaman tebu Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PTPN VII (Persero) Unit Usaha Bungamayang,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- 22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan jenis tanah Andosol, ketinggian tempat

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium I I I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci