BAB II ADAT NGGELUH (HIDUP) MASYARAKAT KARO. Upacara peralihan (rites of passage) adalah upacara keagamaan yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II ADAT NGGELUH (HIDUP) MASYARAKAT KARO. Upacara peralihan (rites of passage) adalah upacara keagamaan yang"

Transkripsi

1 BAB II ADAT NGGELUH (HIDUP) MASYARAKAT KARO Upacara peralihan (rites of passage) adalah upacara keagamaan yang berhubungan dengan tahap-tahap penting dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, kematian, dan perkawinan (Emmy Indriyawati 2009:66). Masyarakat Karo dalam hal ini juga memiliki barbagai jenis upacara ritual -ritual yang harus dijalani selama hidupnya. Beberapa dari upacara itu tetap dipertahankan hingga saat ini namun ada beberapa juga yang sudah jarang dilakukan bahkan tidak dilaksanakan lagi. Berikut akan jelaskan beberapa upacara ritus peralihan yang pernah dilaksanakan oleh orang Karo. Adat disini dibagi menjadi beberapa bahagian berdasarkan tingkatan usia antara lain: adat untuk anak-anak, adat untuk remaja, adat untuk orang dewasa, adat untuk orang tua dan beberapa adat tambahan yang mendukung dalam lingkaran kehidupan 2.1 Adat untuk anak-anak Mesur-mesuri Mesur mesuri sering juga disebut dengan maba manuk mbur. Upacara ini merupakan upacara yang dikhususkan bagi seorang wanita yang sedang hamil sekitar tujuh bulanan. Ada dua jenis upacara yang termasuk kedalam upacara mesur mesuri. Untuk anak pertama disebut dengan mesur mesuri, sedang unuk anak kedua dan yang seterusnya disebut dengan maba manuk mbur atau mecah tinaruh. 12

2 Ada pun dilakukannya upacara ini adalah bertujuan untuk mempersiapkan psikologis seorang ibu yang akan melahirkan Adat Anak Tubuh Saat seorang ibu dianggap akan melahirkan maka beberapa anggota keluarga akan berkumpul. Adapun keluarga yang datang adalah Kade kade telu sendalanen 8 Peralatan yang perlu dipersiapkan untuk menantikan kelahiran seorang anak antara lain : Sembilu (kulit bambu yang diiris sehingga tajam), Kain panjang (cerawisen), Kundulen, Jerango, Belo penurungi, Bahan okup. Teknik pelaksanaan Yang akan melahirkan dikelilingi kemudian dipersiapkan rawisen dan kundulen (tempat duduk) yang akan membantu proses melahirkan setelah seorang anak lahir maka tali pusar yang masih menempel dipotong dengan menggunakan sembilu sehingga bambu ini digunakan untuk memotong tali pusar yang masih menempel. Setelah tali pusarnya dipotong maka dikepala sang anak diberikan obat-obatan (sembur). Siibu yang sudah melahirkan dioukup (diberikan mandi uap). Masuknya dunia medis membuat sistem atau cara proses melahirkan ini ditinggalkan karena tak jarang proses ini menyebabkan timbulnya penyakit bagi si ibu maupun si anak diakibatkan kurang tingkat kebersihan peralatan yang digunakan untuk mendukung proses melahirkan. 8 Sama dengan rakut sitelu 13

3 2.1.3 Maba Anak Kulau Maba anak kulau diartikan sebagai upacara membawa seorang anak ke tempat pemandian (pancuran atau kesungai). Upacara ini dilaksanakan pada saat sang anak usia sudah berusia 4 sampai 7 hari tergantung petunjuk dari guru (dukun). Saat ini upacara ini sudah sangat sulit untuk ditemukan Juma Tiga Seminggu setelah maba anak kulau, maka diadakanlah upacara juma tiga. Adapun cara ini dilakukan untuk pejabat-jabatken (untuk mengetahui pekerjaan si anak dikemudian hari). Untuk itu, si anak dibawa kesuatu tempat juma (ladang) atau tiga (pasar). Sianak lalu diletakkan diatas kain dan kepadanya didekatkan buluh (bambu), serser (sejenis tumbuhan yang batangnya berbulu), tanah, dan lain-lain. Dari yang dipegang anak itulah sang dukun akan menafsirkan bakat atau pekerjaan anak itu dikemudian hari Erbahan Gelar Erbahan gelar dapat diartikan sebagai proses pemberian nama seorang anak. Pemberian nama ini apabila ditujukan kepada anak laki-laki dilakukan adalah kalimbubu sedang untuk anak perempuan yang memberi namanya adalah dari pihak anak beru. Namun upacara ini sudah sulit ditemukan diantara masyarakat Karo saat ini Mereken Amak Tayangen Mareken amak tayangen adalah suatu upacara yang ditujukan kepada kalimbubu singalo ulu emas, berupa pemberian tikar putuh/tikar yang terbuat dari daun pandan sebagai alas tidur (amak tayangen). Upacara ini dilakukan oleh sebuah keluarga yang biasanya selama satu atau dua tahun telah dikaruniai keturunan. Upacara ini merupakan suatu bentuk ungkapan kasih antara seorang bebere kepada mamanya. 14

4 Selain memberikan amak tayangen ada beberapa benda lagi yang turut diserahkan pada acara adat tersebut yaitu kampuh (sarung), dan nakan (nasi) beserta lauknya. Kalimbubu singalo ulu emas juga memberikan perembah (kain gendongan) kepada beberenya untuk kain gendongan cucunya. Diakhir kegiatan acarapun ditutup dengan makan bersama Ngelegi Bayang Bayang Anak pertama pada masyarakat Karo mempunyai kedudukan yang istimewa, karena hanya kepadanyalah adat ini dilakukan. Untuk anak pertama Kalimbubu mempunyai kewajiban untuk memberikan : sepasang gelang tangan, sepasang gelang kaki, kalung dan gendit (sebuah ikat pinggang) dan perembah (kain gendongan). Selanjutnya untuk anak kedua atau seterusnya adat ini tidak dilakukan lagi. Proses inilah yang disebut dengan Adat ngelegi bayang-bayang dan sampai saat ini masih sering dilakukan oleh orang Karo Ergunting Untuk memotong rambut seorang bayi, pertama sekali harus dilakukan oleh Kalimbubu (Mama) sesuai adat Karo. Sebelum digunting si anak terlebih dahulu di jujungi beras oleh Kalimbubu (Mami) dengan beras yang direndam dalam air Lau bulong bulong si melias gelar. Selanjutnya rambut si anak digunting oleh Mama (paman) nya. Upacara ini memiliki tujuan agar anak ini selalu sehat dan terhindar dari hal yang buru. 2.2 Adat untuk remaja Erkiker Erkiker adalah tradisi yang ditujukan kepada anak gadis (biasanya saat seorang anak perempuan saat berumur 10 sampai 15 tahun) dalam rangka mempercantik diri. 15

5 Tradisi ini adalah tradisi ngkiker (menggergaji) gigi atau dapat juga diartikan sebagai tradisi merapikan gigi seorang gadis dengan menggunakan alat kiker (gergaji) sehingga bentuk gigi menjadi rapi. Penentuan hari yang baik untuk melakukan kegiatan erkiker ini ditentukan oleh seorang guru (dukun) Pelaksanaan erkiker ini dilakukan pada pagi hari setelah makan pagi. Selesai makan pagi dibawalah sang anak perempuan ke kesungai untuk dipangiri (keramas) dengan menggunakan air jeruk, minyak kelapa, abu dapur dan sebagainya. Selesai erpangir maka dilakukanlah acara erkiker. Kegiatan Erkiker ini menyebabkan rasa sakit, semua gigi harus digergaji dengan menggunakan gergaji khusus yang dilakukan oleh ahlinya. Sang gadis dilentangkan dan giginya akan digergaji selama berjam-jam. Air mata bercucuran, darah mengalir, rasa ngilu bercampur sakit merupakan pengalaman sang gadis selama proses erkiker berlangsung. Selesai erkiker ini maka dilakukan lah pengobatan pada luka yang muncul dari proses erkiker ini. Kegiatan ini saat ini tidak dilakukan lagi oleh masyarakat karena bukan merupakan hal yang wajib saat ini Kacip-kacipi Kacip-kacipi berasal dari kata kacip yang berarti jepit. Ini merupakan jenis sunat yang terdapat pada remaja Karo yag dilakukan secara tradisional dan bersifat rahasia. Prosesnya pun hanya dilakukan sendiri secara sederhana dan peralatan yang dipergunakanpun hanya dengan sembilu atau pisau yang bersih dan kemudian diobati secara tradisional proses pelaksanaannyapun hanya dibimbing oleh orang-orang dewasa berdasarkan pengalaman yang sudah pernah mereka jalani. 16

6 Proses pelaksanaannya dilakukan dijambur dan ada kalanya juga dilakukan ditapin (tempat pemandian umum) dengan tujuan saat berendam maka seluruh tubuh akan basah dan kedinginan sehingga pada saat proses pelaksanaanya tidak mengeluarkan banyak darah. Dewasa ini kacip-kacipi tidak dilaksanakan lagi. 2.3 Adat untuk orang dewasa Adat Perjabun (Perkawinan) Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia. Masyarakat Karo adalah masyarakat yang berdasarkan patrilineal, maka bila seorang wanita menikah, dia masuk ke dalam garis suaminya,. Perpindahan status seorang wanita, masuk ke dalam subklen suaminya, adalah ketika pesta perkawinan berlangsung, kepada keluarga pihak wanita diberikan tukor (mahar). Tukor atau mahar ini dikenal pula dengan istilah gantang tumba, perunjuk (Mas Kawin). Pada awalnya mas kawin ini berupa benda-benda pusaka yang dimiliki keluarga pria yang diberikan kepada keluarga wanita, namun sesuai perkembangan selanjutnya, karena benda-benda pusaka menjadi sulit ditemukan, dirubahlah wujudnya berupa uang. Hal ini maka istilah tukor diartikan dengan harga. Emas kawin hanyalah simbol dari perubahan status si wanita. Setelah diberikan emas kawin si wanita sudah dianggap kelompok lain di dalam klen orang tuanya, dan menjadi tanggung jawab klen suaminya. Jadi pemberian mas kawin adalah simbol dari penyerahan tanggung-jawab. Kemudian, hukum perkawinan yang lain adalah laki-laki dalam masyarakat Karo, boleh mempunyai istri yang sah lebih dari satu, namun terhadap seorang wanita adalah sebaliknya, hanya boleh memiliki suami yang sah satu, kalau dia mau menikah kembali 17

7 dia harus terlebih dahulu berstatus janda (bercerai dari suaminya yang sah), maka perkawinan dalam masyarakat Karo dapat dilihat berdasarkan beberapa hal: a. Berdasarkan Jumlah Istri. Berdasarkan jumlah istri, perkawinan dalam masyarakat Karo dibedakan atas dua yaitu perkawinan monogami (istri hanya satu) dan perkawinan poligami, istri lebih dari satu. b. Berdasarkan Prosesnya Berdasarkan prosesnya, perkawinan dapat dibagi atas tiga yaitu perkawinan atas suka sama suka, dijodohkan dan perkawinan paksa. Perkawinan suka atas sama suka adalah perkawinan berdasarkan kesepakatan kedua calon pengantin dan direstui oleh orang tua kedua belah pihak. Perkawinan dijodohkan adalah para calon penganten mungkin sama sekali tidak saling mengenal sebelumnya namun para orang tua talah menjodohkan mereka. Begitu mereka saling mengenal, mereka kemudian saling tertarik dan sepakat untuk membentuk rumah tangga. c. Berdasarkan Statusnya. Berdasarkan status yang kawin maka perkawinan dalam masyarakat Karo dibagi atas: 1. Lakoman Tiaken adalah pernikahan seorang janda dengan salah seorang pria yang berasal dari saudara suaminya yang telah meninggal. 2. Lakoman Ngalihken Senina (pernikahan menggantikan saudara sedarah) adalah pernikahan seorang pria dengan seorang wanita yang dilakukan karena saudara sedarah pria tersebut tidak mau menikahi sang wanita. 3. Lakoman Ku Nande. Pernikahan ini terjadi adalah apabila kasus lakoman tiaken dan lakoman ngalihken senina tidak terjadi, maka dicari sampai kepada anak yaitu 18

8 anak kandung sembuyak suaminya, ataupun anak saudara lain ibu suaminya. Kalau pernikahan ini terjadi disebut perkawinan Lakoman Ku Nande. 4. Lakoman Mindo Lacina Ku Nini. Pernikahan ini terjadi apabila kasus lakoman tiaken, lakoman ngalihken senina dan lakoman ku nande tidak terjadi, maka dicari atau ditelusuri asal calon pengantin sampai kepada kalimbubu kakek. Kalau ketemu dan mereka saling menikah, maka perkawinan ini disebut perkawinan Lakoman Mindo Lacina Ku Nini. 5. Gancih Abu (Ganti Tikar). Gancih Abu artinya kedudukan seorang istri yang telah meninggal dunia, digantikan oleh kakak atau adik perempuannya. Tujuan perkawinan ini adalah untuk mendidik anak kakak atau adiknya tersebut agar tidak terlantar. Karena apabila sang ayah menikah dengan wanita lain dikhawayirkan seorang ibu tiri tidak akan mendidik dan merawat anak anak seperti darah dagingnya sendiri. 6. Mindo Ciken (minta tongkat) atau disebut juga Mindo Lacina (minta cabai) adalah pernikahan seorang lelaki dengan janda kakeknya. Perkawinan seperti ini dapat dilakukan karena kedua belah pihak masih dibenarkan menurut adat. Perkawinan ini terjadi karena si kakek meninggal dunia. 7. Ndehara Pejabu Dilakina, istri menikahkan suaminya biasanya disebabkan silakilaki tidak mampu memberikan keturunan. 8. Merkat Sukat Sinuan, disebut juga Merkat Sinuan adalah seorang pria yang menikahi putri puang kalimbubunya. Menurut adat, ini sebenarnya suatu penyimpangan, namun karena pertimbangan lain misalnya untuk mempererat 19

9 hubungan persaudaraan, menyambung keturunan, perkawinan seperti dapat direstui. 9. Mindo Nakan. Seorang pria yang telah dewasa mengawini ibu tirinya, disebabkan ayahnya telah meninggal dunia. 10. Caburken Bulung. Perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang keduanya masih di bawah umur. Sifat perkawinan ini hanyalah simbolis saja. Adanya perkawinan seperti ini, disebabkan berbagai hal, misalnya salah seorang dari mereka sering sakit-sakitan, karena ada kepercayaan dalam masyarakat, seorang anak yang sering sakit-sakitan, bila telah sembuh harus dijodohkan kepada anak kalimbubu (kalau anak pria), diantar ke rumah anakberu, kalau anak wanita, dengan harapan si anak tidak akan sakit lagi. Perkawinan seperti ini tidak mutlak dilanjutkan setelah mereka dewasa. Istilah lain untuk perkawinan ini disebut mukul-mukul. 11. Singumban. Perkawinan antara pria dengan seorang wanita, yang keduanya berstatus saudara sepupu sifatnya rimpal 9, dan dibenarkan adat untuk saling menikah. Si wanita adalah anak paman kandung di pria. Status si wanita disebut singumban. 12. Beru Puhun adalah perkawinan antara pria dengan seorang wanita, yang keduanya berstatus saudara sepupu yang sifatnya rimpal, mereka dibenarkan adat untuk saling menikah. Si wanita adalah anak paman si pria, yang berasal dari kalimbubu pihak bapak kandung atau kakek kandung (ayah kandung bapak) si pria. Status si wanita disebut beru puhun, karena sebagai pengganti nenek kandung (ibu kandung bapak atau kakek) si pria. 9 Impal sama dengan pariban status paling ideal dimasyarakat Karo untuk menikah 20

10 d. Berdasarkan Kesungguhan Berdasarkan kesungguhan, perkawinan dikenal perkawinan sungguhan dan perkawinan gantung/simbolis. Perkawinan sungguhan ini dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang umum, yaitu disahkan oleh pihak daliken si telu 10 kedua belah pihak. Sedangkan perkawinan gantung atau simbolis adalah perkawinan anak-anak di bawah umur. Tujuan perkawinan ini adalah untuk menghindarkan bencana, atau malapetaka yang diketahui dari dukun, atau agar salah seorang dari anak-anak yang di bawah umur ini tidak sakit-sakitan. Perkawinan simbolis ini disebut juga mukul-mukul atau caburken bulung. e. Berdasarkan Kedudukan Calon Penganten Berdasarkan kedudukan calon penganten, maka perkawinan dibagi atas dua yaitu perkawinan biasa dan perkawinan melangkah (nuranjang). Perkawinan biasa adalah perkawinan yang tidak melangkahi kakak atau abangnya, sedangkan perkawinan melangkah adalah bila salah seorang atau kedua calon penganten melangkahi kakak atau abangnya. f. Berdasarkan Jauh Dekatnya Hubungan Kekerabatan. Berdasarkan jauh dekatnya hubungan kekerabatan, maka jenis perkawinan dalam masyarakat Karo dikenal dengan istilah: a. Petuturken (perkenalan) atau disebut juga emas perdemuken yaitu apabila seorang pria atau wanita Karo menikah bukan dengan impalnya (orang yang telah mempunyai hubungan kekerabatan dengannya). Hubungan kekerabatan terjadi, justru karena terjadi perkawinan tersebut. 10 Secara harafiah berarti tungku nan tiga yang terdiri dari senina, anak beru, dan kalimbubu 21

11 b. Erdemu Bayu. Perkawinan Erdemu Bayu adalah perkawinan antara seorang pria dan wanita yang disebut rimpal yaitu perkawinan yang dianggap paling ideal dimasyarakat Karo dan dibenarkan oleh adat istiadat. Artinya si wanita (calon istri pihak pria) adalah anak dari pihak kalimbubu, dan si pria calon suami pihak wanita adalah berasal dari pihak Anakberu orang tuanya. c. Berkat Sukat Senuan, yaitu apabila calon pengantin yang akan menikah, walaupun mempunyai hubungan kekerabatan, tetapi tidak dibenarkan adat untuk saling mengawini. Misalnya seorang pria menikahi seorang wanita - kalau menurut adat wanita sang calon tersebut cocok untuk anak paman sang pria. Atau istilah lain pihak anakberu menikahi anak puang kalimbubu. d. Berdasarkan Tempat Tinggal Pengantin. Berdasarkan tempat tinggal pengantin, dikenal perkawinan njayo, adalah perkawinan yang tidak numpang di rumah salah seorang dari orang tua mereka, perkawinan kesilang ras orang tua adalah perkawinan yang numpang di rumah orang tua dari pihak laki-laki, dan perkawinan kekela perkawinan yang numpang di rumah orang tua pihak wanita. g. Berdasarkan besar kecilnya pesta Berdasarkan besar kecilnya pesta perkawinan dalam masyarakat Karo, dibagi menjadi tiga. a. Pesta Besar (Kerja Sintua). Pesta besar dalam hal ini ialah dengan mengundang semua kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Pesta diadakan di gedung pertemuan (jambur/losd) yang mampu menampung banyak undangan, dan diadakan gendang (musik). 22

12 b. Pesta Menengah (Kerja Sintengah). Pesta menengah ini ialah dengan mengundang semua kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Pesta diadakan di gedung pertemuan (jambur/losd) yang mampu menampung banyak undangan, tetapi tidak diadakan gendang (musik). c. Pesta Kecil (Kerja Singuda). Pesta kecil dalam hal ini tidak dengan mengundang semua kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Yang diundang hanyalah kerabat penting terdekat saja dari kedua belah pihak. Pesta diadakan di rumah penganten wanita, tidak diadakan pagelaran gendang (musik). 2.4 Adat terhadap Orang Tua Yang Telah Lanjut Usia Mereken Tudung, Bulang Ras Ose Mereken tudung, bulang ras ose ini dapat diartikan memberikan topi adat dan pakaian adat. Biasanya orang tua yang mendapat penghargaan seperti ini adalah orang tua yang berusia di atas 60 tahun sampai 65 tahun yang semua anak-anaknya sudah menikah dan bekerja dengan baik. Acara ini berasal dari keinginan si anak untuk menghormati orang tuanya dengan memberikan memberikan topi adat dan pakaian adat. Ini adalah simbol kasih sayang kepada orang tua. Untuk melaksanakan ini dipanggil para anakberu, Senina sembuyak, untuk membicarakan teknis pelaksanaan dan hari pelaksanaan. Nilai topi adat dan pakaian adat yang akan diberikan bergantung kepada kemampuan si anak. Kalau si anak mampu, selain nilai topi adat dan pakaian adat yang mahal, juga pelaksanaan acara dapat mengundang banyak orang. Ketika tiba hari pelaksanaan, tudung disematkan para menantunya diatas kepala mertuanya yang wanita, sedangkan bulang, disematkan oleh anak lakilakinya di atas kepada ayahnya. Dalam kasus bila salah seorang dari orang 23

13 tuanya telah meninggal dunia, pemberian ini tidak diberikan. Acara ini ditutup dengan makan bersama oleh para kerabat yang hadir Mereken Ciken ras Tuktuk Adat mereken ciken ras tuktuk (memberikan tongkat) ini tidak jauh beda dengan adat mereken tudung, bulang ras ose. Ide pemberian ini juga berasal dari keinginan anak untuk menghormati orang tuanya. Dan orang tua yang mendapat penghargaan seperti ini adalah yang berusia di atas 67 tahun. Kepada si ayah diberikan ciken (tongkat) oleh anaknya yang laki-laki, sedangkan kepada ibunya diberikan tuktuk (alat menumbuk daun sirih) oleh istrinya. Dalam kasus bila salah seorang dari orang tuanya telah meninggal dunia, pemberian ini tidak diberikan. Acara ini juga ditutup dengan makan bersama oleh para kerabat yang hadir Mesur-mesuri Penghargaan lain yang diberikan kepada seorang orang tua yang berusia diatas 80 tahun adalah mesur-mesuri. Mesur-mesuri adalah tradisi memberi nasi kepada seorang tua yang sudah berusia di atas 80 tahun. Biasanya pada usia ini, sudah banyak yang meninggal dunia, tetapi karena berusia panjang, ini dianggap sebagai prestasi tersendiri. Karena prestasi ini maka diberikanlah kepadanya penghormatan dan penghargaan yang disebut mesur-mesuri. Mesur-mesuri biasanya diberikan pertama oleh pihak anak-anaknya, kemudian disusul oleh pihak anakberunya, dan terakhir oleh pihak kalimbubunya. Acara ini juga ditutup dengan makan bersama oleh para kerabat yang hadir. Selesai makan bersama kemudian dilanjutkan dengan berbincang-bincang mengenai isi hati masing-masing dari para kerabat yang hadir. Bila waktu mengijinkan kepada kerabat yang hadir diwajibkan 24

14 berbicara sepatah atau dua patah kata saja mengenai isi hatinya. Terakhir sebelum para kerabat pulang ke rumah masing-masing, mereka memberikan uang ala kadarnya kepada si orang tua yang dihargai tersebut. Pemberian uang ini sebagai tanda kasih sayang dan dapat dipergunakan untuk membeli keperluan hidup yang diperlukan oleh si orang tua Adat Kalak Mate (Adat Untuk Orang Yang Meninggal Dunia) Secara umum masyarakat Karo membagi jenis kematian sebagai berikut: Berdasarkan status saat seseorang meninggal dunia 1. Cawir metua Dalam masyarakat Karo, meninggal dunia di usia lanjut dan semua anaknya telah menikah, juga dihargai sebagai prestasi tersendiri yang disebut dengan cawir metua. Kriteria cawir metua ini adalah bila semua anak-anak kandungnya sudah menikah dan telah memenuhi seluruh kewajiban. Bila ada seseorang meninggal dalam kondisi cawir, maka semua kerabat dari pihak kalimbubunya (pihak mertua dari istri anak-anaknya yang laki-laki) harus menyediakan ose yaitu menyediakan perhiasan emas, kain serta pakaian yang indahindah (kain adat), untuk dikenakan oleh saudara laki-laki serta anak laki-laki beserta istri serta janda almarhum (kalau yang meninggal dunia laki-laki). Perhiasan dan pakaian yang indah ini, sebagai suatu tanda kehormatan dari pihak kalimbubunya kepada yang meninggal (almarhum). Perbedaan dengan jenis kematian yang lain, kematian cawir metua ini biasanya tidak ditangisi, para kaum kerabat tidak menunjukkan kesedihan, bahkan malah sebaliknya bersuka ria. Kematian seperti ini, dianggap mulia dan sangat dihargai. Acara pemakamannya disebut dengan istilah nurun disertai dengan gendang (tari dan nyanyi), 25

15 dan para kaum kerabat larut menari bersama. Disinilah musik meberikan peranan selama berlangsungnya upacara adat. Untuk lebih jelas akan dibahas pada bab 3 2. Tabah-tabah galuh Tabah tabah galuh jenis kematian ini adalah jenis kematian yang terjadi saat seorang sudah berkeluarga namun usia belum lanjut. Jenis 3. Mate Nguda Mate nguda adalah kematian dalam usia muda dan belum berumah tangga ataupu usia orang tersebut masih muda. 2.6 berdasarkan sebab kematian Selain tiga jenis kematian yang disebutkan diatas orang Karo juga membagi jenis kematian berdasarkan sebab-sebab kematian yaitu: a. Batara guru (meninggal saat masih berada dalam kandungan) b. Bicara guru (meninggal sesudah lahir) c. Lenga ripen (seorang anak yang meninggal saat gigi belum tumbuh) d. Enggo ripen (seorang anak yang meninggal saat gigi sudah tumbuh) e. Meninggal perjaka/gadis f. Meninggal pada saat melahirkan g. Kayat-kayaten (Meninggal karena penyakit) h. Mate sada wari (meninggal secara tiba-tiba) 26

16 2.7 Musik Pengiring Terdapat 3 jenis gendang dalam upacara kematian. Pemakaian salah satu jenis ini biasanya dilakukan berdasarkan jenis kematian. Adapaun jenis gendang tersebut adalah sebagai berikut: 1. Gendang mentas. Gendang dilaksanakan hanya pada siang hari, yaitu pada hari saat dilangsungkannya upacara adat penguburan. Gendang ini biasanya mulai dimainkan bersamaan dengan dimulainya upacara adat sekitar jam pagi dan selesai pada sore hari. 2. Nangkih gendang. Gendang ini dimainkan mulai dari malam hari disebut dengan gendang erjaga-jaga agar yang menjaga jenasah tidak tertidur dimulai 1 hari sebelum dilangsungkannya upacara adat penguburan sampai dengan diakhirinya upacara adat tersebut. 3. Erkata gendang. Gendang ini hanya dilaksanakan pada saat upacara adat penguburan sampai dengan diakhirinya upacara adat tersebut. 2.8 Utang Adat Utang adat merupakan suatu kewajiban yang wajib di laksanakan oleh sukut terhadap kalimbubu. Ada beberapa jenis utang adat. Perbedaan jenis utang adat ini diakibatkan jenis kematian yang berlangsung. Adapun jenis utang adat ini adalah Meneh meneh: utang adat untuk yang meninggal cawir metua 27

17 Morah - morah: utang adat bagi seorang yang sudah tua namun masih ada beberapa tanggung jawabnya yang belum diselesaikan. Masih adanya anak yang belum berumah tangga biasanya menjadi alasan seseorang itu belum cawir metua atau sehingga utang adat yang harus dibayarkan oleh keluarga hanya berupa morah-morah Sapu Iloh: utang adat jenis ini ditujukan kepada seseorang yang belum berumah tangga dan yang masih berusia muda. 2.9 Upacara Adat Tambahan Upacara adat tambahan yang dimaksud disini adalah upacara yang dilaksanakan diakibatkan ada sesuatu hal yang terjadi seperti penyakit ataupun permasalahan yang lain Erpangir Kulau Erpangir kulau adalah upacara mandi atau keramas disungai yang bertujuan untuk mengusir roh jahat atau menyucikan diri dari pengaruh roh jahat, memberi sesajian kepada yang kuasa supaya diberikan rejeki. Upacara ini masih dapat ditemukan dibeberapa tempat terutama disekitar pemandian air panas didesa Rajaberneh Guro-guro aron Guro-guro aron berasal dari kata guro-guro dan aron. Guro-guro berarti, mainmain, pesta, hiburan. Aron artinya anak perana / singuda-nguda yang bekerja keladang. Gendang Guro-guro Aron dapat juga diartikan sebagai acara syukuran seusai panen. Seni tradisional ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas kecukupan rezeki atau hasil panen yang berlimpah atau pun juga perayaan atas kegembiraan yang dirasakan. Pada Gendang Guro-guro Aron tersebut masyarakat karo bernyanyi dan menari bersukaria, yang biasanya dilakukan sepanjang malam, dibawah cahaya bulan purnama. 28

18 2.9.3 Nengget Nengget merupakan upacara yang dilakukan dengan mengejutkan seorang wanita yang tidak memiliki keturunan. Tak jarang yang sudah memiliki keturunan juga mendapat kejutan ini biasanya karena belum memiliki keturunan laki-laki sebagai penerus garis keturunan (marga). Dari upacara nengget ini diharapkan sang wanita akan terkejut dan memiliki keturunan. Adapun proses nengget ini adalah melakukan beberapa hal yang seharusnya tabu bagi masyarakat karo seperti menggendong, memaki dan menyiram turangkunya yang dalam kehidupan sehari-hari seharusnya turangkunya tersebut pantang melakukan komunikasi terhadap turangkunya termasuk juga bertatapan dan bersentuhan anggota badan Perumah begu Perumah begu adalah ritual yang bertujuan untuk memanggil kembali roh orang yang telah meninggal (begu). Perumah begu bagi orang yang baru saja meninggal dunia dilakukan pada malam pertama setelah mayat dikebumikan. Pada awal upacara, guru Si baso 11 akan melakukan tahap awal upacara yang bersifat menegaskan perbedaan dunia antara manusia dan roh orang meninggal. Selama prosesi ritual, guru si baso memainkan dua peran penting, yaitu pemimpin utama ritual dan juga berperan sebagai sebagai penceritera kembali kisah hidup dari orang yang baru meninggal Releng tendi Releng tendi adalah ritual yang dilakukan oleh dukun dengan memanggil kembali roh orang yang masih hidup (tendi) yang ke luar dari tubuh disebabkan suatu peristiwa khusus dan menyebabkan si pasien sangat terkejut atau karena peristiwa yang tidak 11 Seorang wanita yang bertugas memimpin ritual tradisional. Guru sibaso ini memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan roh gaib atau jiwa orang yang telah meninggal. 29

19 diduga-duga. Pasien akan bertingkah laku tidak seperti biasanya, dapat menjadi sangat pendiam dan tidak menghiraukan apa pun terjadi di sekitarnya atau orang tersebut tertawa sendiri, menangis secara tiba-tiba, atau marah tanpa sebab. Jiwanya dianggap ke luar dari tubuh dan tinggal pada tempat tertentu dikuasai atau dipenjarakan roh gaib tertentu Ngampeken Tulan-tulan Ngampeken tulan-tulan adalah upacara untuk mengambil tulang tengkorak dan kerangka para leluhur untuk ditempatkan di geriten 12 atau kuburan yang lebih baik. Ini adalah cara untuk menaikkan status para leluhur (yang diangkat tulang bangkainya). Acara ini dapat berlangsung seperti acara kematian, boleh pakai gendang. Pada acara ini juga diberikan utang adat kepada kalimbubu, puang kalimbubu dan anak beru. 12 Geriten : suatu bangunan kecil berbentuk rumah adat Karo, tempat menyimpan tengkorang kepala orangorang terhormat atau leluhur 30

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Karo merupakan suku bangsa tersendiri dalam tubuh bangsa Indonesia. Suku Karo mempunyai bahasa tersendiri yaitu bahasa Karo. Suku Karo yang merupakan bagian

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual)

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Timbangan Perangin-angin : Medan Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) 2. Nama : Mail bangun : kabanjahe Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu Negara kesatuan yang menganut paham demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu Pulau Jawa, Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rias, tata busana, pentas, setting, lighting, dan property. Elemen-elemen tari dapat

BAB I PENDAHULUAN. rias, tata busana, pentas, setting, lighting, dan property. Elemen-elemen tari dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dilahirkan melalui gerakgerak tubuh manusia. Maka dapat dilihat bahwa hakikat tari adalah gerak. Disamping gerak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

GLOSARIUM. : Hari kelima dalam sisten penanggalan Karo. : Hari ke-13 dalam sistem penanggalan Karo.

GLOSARIUM. : Hari kelima dalam sisten penanggalan Karo. : Hari ke-13 dalam sistem penanggalan Karo. 242 GLOSARIUM Aditia Aditia Naik Aditia Turun Aerophone : Hari pertama dalam sistem penanggalan Karo. : Hari kedelapan dalam sistem penanggalan Karo. : Hari ke-22 dalam sistem penanggalan Karo. : Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera merupakan pulau keenam terbesar

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sederhana perkawinan adalah suatu hubungan secara lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. 1 Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan berkembang sebagai suatu hal yang diterima oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan, yang dipegang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pesta merupakan suatu acara sosial yang dimaksudkan sebagai perayaan, dengan perjamuan makan dan minum dengan suasana yang sangat meriah. Baik yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI GEOGRAFIS MASYARAKAT KARO DI DESA SURBAKTI. penggunaan musik tiup dan faktor- faktor yang melatar-belakangi penerimaan dan

BAB II KONDISI GEOGRAFIS MASYARAKAT KARO DI DESA SURBAKTI. penggunaan musik tiup dan faktor- faktor yang melatar-belakangi penerimaan dan BAB II KONDISI GEOGRAFIS MASYARAKAT KARO DI DESA SURBAKTI Pada bab ini dimulai dengan penjelasan singkat mengenai kondisi geografis desa Surbakti yang kemudian dilanjutkan dengan latar belakang sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya. Keberagamaan budaya yang dimiliki Indonesia dikarenakan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya. Keberagamaan budaya yang dimiliki Indonesia dikarenakan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Indonesia adalah negara yang besar dan memiliki keanekaragaman budaya. Keberagamaan budaya yang dimiliki Indonesia dikarenakan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB III TRADISI PEMBERIAN MAHAR PADA MASYARAKAT BATAK KARO DI DESA JARANGUDA KECAMATAN MERDEKA KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

BAB III TRADISI PEMBERIAN MAHAR PADA MASYARAKAT BATAK KARO DI DESA JARANGUDA KECAMATAN MERDEKA KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA BAB III TRADISI PEMBERIAN MAHAR PADA MASYARAKAT BATAK KARO DI DESA JARANGUDA KECAMATAN MERDEKA KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA A. Gambaran Umum Desa Jaranguda Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan suatu daerah dengan daerah lain pada umumnya berbeda, dan kebudayaan tersebut seantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Kebudayaan tersebut berkembang disebabkan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 INFORMED CONSENT Lembar Pernyataan Persetujuan oleh Subjek Saya yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA 2.2 Konsep Konsep gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

Lebih terperinci

Gambar 2. Silsilah si Raja Batak. c. Posisi duduk dalam ritual Batak

Gambar 2. Silsilah si Raja Batak. c. Posisi duduk dalam ritual Batak b. Tarombo Tarombo adalah silsilah, asal usul menurut garis keturunan ayah atau patrilineal dalam suku Batak. Sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat suku bangsa Batak untuk mengetahui silsilahnya agar

Lebih terperinci

Bentuk Kesantunan dalam Tindak Tutur Perkawinan Adat Karo

Bentuk Kesantunan dalam Tindak Tutur Perkawinan Adat Karo Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa: Kutipan Pasal 113 (1) Setiap Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, orang tua sampai ia meninggal. Biasanya pada usia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

Keluarga inti merupakan kelompok primer yang dapat dikatakan sebagai institusi dasar berkembangnya institusi sosial yang lain.

Keluarga inti merupakan kelompok primer yang dapat dikatakan sebagai institusi dasar berkembangnya institusi sosial yang lain. Pranata Keluarga Istilah keluarga dapat berarti : 1. Keluarga besar (extended/consanguine family), yang dapat terdiri dari kakeknenek, mertua, bapak-ibu, anak kandung dan menantu, cucu, saudara sepupu

Lebih terperinci

JUPIIS VOLUME 5 Nomor I Juni * Dosen Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, UNIMED

JUPIIS VOLUME 5 Nomor I Juni * Dosen Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, UNIMED PERUBAHAN KERJA ADAT PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT KARO (SUATU STUDI PADA MASYARAKAT KARO BALUREN, DESA PALDING JAYA SUMBUL KECAMATAN TIGALINGGA KABUPATEN DAIRI) Oleh: Mbina Pinem * Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. artinya ilmu pengetahuan. Sudaryanto (1982:2), metodologi adalah cara

BAB III METODE PENELITIAN. artinya ilmu pengetahuan. Sudaryanto (1982:2), metodologi adalah cara BAB III METODE PENELITIAN Kata metode berasal dari metodologi. Kata metodologi terbentuk dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; logos artinya ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu:

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu: PROSESI PERKAWINAN ADAT SASAK 1 Oleh : I Gusti Ngurah Jayanti 2. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan sebuah fenomena budaya yang hampir terdapat di semua komunitas budaya, khususnya di Indonesia. Perkawinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai keinginan untuk hidup bersama dan membina rumah tangga yaitu. dengan melangsungkan pernikahan atau perkawinan.

I. PENDAHULUAN. mempunyai keinginan untuk hidup bersama dan membina rumah tangga yaitu. dengan melangsungkan pernikahan atau perkawinan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami tiga peristiwa penting, yaitu waktu dilahirkan, waktu menikah atau berkeluarga dan ketika meninggal dunia. Meskipun semuanya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 80 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan tradisi pingit pengantin Tradisi pingit pengantin adalah kebiasaan yang telah biasa dilakukan oleh masyarakat di Desa Urung Kampung Dalam Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara pengantin merupakan kejadian yang sangat penting bagi kehidupan idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Abstrak Nikah Sirri dalam perspektif hukum agama, dinyatakan sebagai hal yang sah. Namun dalam hukum positif, yang ditunjukkan dalam Undang -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness

Lebih terperinci

LIFE HISTORY. Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun

LIFE HISTORY. Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun LIFE HISTORY Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun Tetni seorang anak perempuan berusia 16 tahun, yang tinggal dalam keluarga yang serba kekurangan. Ia, orang tuannya dan empat

Lebih terperinci

UPACARA ADAT KEMATIAN CAWIR METUA PADA ETNIS KARO DI DESA KUTAGUGUNG KECAMATAN JUHAR Oleh: Kamarlin Pinem

UPACARA ADAT KEMATIAN CAWIR METUA PADA ETNIS KARO DI DESA KUTAGUGUNG KECAMATAN JUHAR Oleh: Kamarlin Pinem UPACARA ADAT KEMATIAN CAWIR METUA PADA ETNIS KARO DI DESA KUTAGUGUNG KECAMATAN JUHAR Oleh: Kamarlin Pinem Abstrak Penelitian ini adalah sebuah penelitian etnografi yang dilakukan dengan mengikuti secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan dan tumbuh kembangnya sangat diperhatikan. Tak heran banyak sekali orang yang menunggu-nunggu

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan?

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan? Lampiran 1 63 Lampiran 2 DAFTAR PERTANYAAN 1. Bagaimana sejarah kesenian Jonggan! 2. Mengapa disebut dengan Jonggan? 3. Apa fungsi kesenian Jonggan? 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang terjadi didalam hidup bermasyarakat yang menyangkut nama baik keluarga ataupun masyarakat. Hal ini diterangkan dalam buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya.

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beribu ribu pulau, dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya. Keberagaman budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang lain, baik itu komunikasi Verbal maupun Non verbal. Dimana tanpa adanya komunikasi maka

Lebih terperinci

berjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah

berjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah NENEK GAYUNG Nenek Gayung adalah sebuah urban legend yang berasal dari Indonesia tentang penampakan nenek misterius yang tiba-tiba muncul di tepi jalan. Menurut legendanya, Nenek Gayung merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hula - hula dalam adat Batak Toba adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. Hula - hula merupakan

Lebih terperinci

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS بسم االله الرحمن الرحيم PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS MOTIVASI MENIKAH Kemuliaan yang Allah berikan kepada manusia adalah Dia memberikan pahala bagi semua bentuk ikatan cinta yang mengeratkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Etnis Simalungun memiliki kebudayaan yang banyak menghasilkan kesenian daerah dan upacara adat, dan hal tersebut masih dilakukan oleh masyarakat Simalungun sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari pembahasan pada Bab IV dan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Setiap acara adat yang ada di desa Lokop berbeda dengan acara adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik tanah yang muncul sering sekali terjadi karena adanya masalah dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

Lebih terperinci

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?... Identitas diri: 1. Jenis kelamin : Pria / Perempuan 2. Status pernikahan : Menikah / Tidak Menikah 3. Apakah saat ini Anda bercerai? : Ya / Tidak 4. Apakah Anda sudah menjalani pernikahan 1-5 tahun? :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain untuk menjalin komunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain untuk menjalin komunikasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia mengalami proses dimana seseorang mulai lahir, menjadi dewasa, tua dan akhirnya meninggal. Dalam perjalanan hidupnya, manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMAN. 1. Nama : Piyai Br Ginting (Iting Juni) Umur : 78 tahun Pekerjaan : Petani

DAFTAR INFORMAN. 1. Nama : Piyai Br Ginting (Iting Juni) Umur : 78 tahun Pekerjaan : Petani DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Piyai Br Ginting (Iting Juni) Umur : 78 tahun 2. Nama : Rustina Br Sembiring (Nd.Mena) Umur : 52 tahun 3. Nama : Sanggup Br Ginting (Nd.Atin) Umur : 65 tahun 4. Nama : Ngasali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pencarian Jodoh Muli Mekhanai Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Pemilihan mempunyai arti proses atau cara perbuatan

Lebih terperinci

BAB II BIOGRAFI BAPAK ROSSUL DAMANIK DALAM KONTEKS BUDAYA SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN

BAB II BIOGRAFI BAPAK ROSSUL DAMANIK DALAM KONTEKS BUDAYA SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN BAB II BIOGRAFI BAPAK ROSSUL DAMANIK DALAM KONTEKS BUDAYA SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN 2.1 Pengertian Biografi Biografi adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS A. Fungsi Piring Sebagai Mas Kawin Piring dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah wadah berbentuk bundar pipih dan sedikit cekung (atau ceper), terbuat dari porselen

Lebih terperinci

Kalender Doa Februari 2017

Kalender Doa Februari 2017 Kalender Doa Februari 2017 Berdoa Bagi Pernikahan Dan Pertalian Keluarga Alkitab memberi gambaran mengenai pengabdian keluarga dalam Kitab Rut. Bisa kita baca di sana bagaimana Naomi dengan setia bepergian

Lebih terperinci

BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO. Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami

BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO. Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO 2.1 Domisili Orang Karo Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami sebagian besar daerah Sumatra Timur, wilayah ini

Lebih terperinci

SISTEM KEKERABATAN DALAM BAHASA BATAK KARO JAHE DI DESA BANGUN PURBA KECAMATAN BANGUN PURBA KABUPATEN DELI SERDANG

SISTEM KEKERABATAN DALAM BAHASA BATAK KARO JAHE DI DESA BANGUN PURBA KECAMATAN BANGUN PURBA KABUPATEN DELI SERDANG SISTEM KEKERABATAN DALAM BAHASA BATAK KARO JAHE DI DESA BANGUN PURBA KECAMATAN BANGUN PURBA KABUPATEN DELI SERDANG Nurmala dan Sudartomo Macaryus Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upacara adat disebut kerja, yang pertama disebut Kerja Baik yaitu upacara adat

BAB I PENDAHULUAN. upacara adat disebut kerja, yang pertama disebut Kerja Baik yaitu upacara adat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Etnis yang ada di Indonesia mempunyai kebudayaan maupun kepercayaan, sehingga Indonesia merupakan Negara yang terkenal akan kebudayaan yang bermacam-macam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang dimiliki oleh manusia. Pada dasarnya bahasa digunakan sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan manusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah

Lebih terperinci

UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO

UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO (Studi Deskriptif: Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun) SKRIPSI DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR

Lebih terperinci

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA.

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA. LAMPIRAN 90 Filled Notes 1. Wawancara dengan Bapak YB Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret 2012 : Rumah Bapak YB : 16.30-18.35 WITA a) Arti kematian bagi orang Sabu. Made atau meninggal menurut kepercayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawin adalah perilaku mahluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar manusia berkembang biak. Oleh karena itu perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan seorang diri, tetapi manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup bermasyarakat

Lebih terperinci

SEBUAH KISAH CINTA YANG BELUM PERNAH DIUNGKAP

SEBUAH KISAH CINTA YANG BELUM PERNAH DIUNGKAP SEBUAH KISAH CINTA YANG BELUM PERNAH DIUNGKAP Ada sebuah perayaan, tetapi itu bukan pesta pernikahannya. Ia mengenakan gaun putih, tetapi itu bukan gaun pengantinnya. Banyak orang datang ke pesta itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata.

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata. Hikayat Cabe Rawit Alkisah, pada zaman dahulu hiduplah sepasang suami-isteri di sebuah kampung yang jauh dari kota. Keadaan suami-isteri tersebut sangatlah miskin. Rumah mereka beratap anyaman daun rumbia,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Perkawinan adalah Anugrah dari pemberian Allah Tuhan kita yang terwujud/terbentuk dalam suatu ikatan lahir batin dari hubungan antara Suami dan Isteri (kedua

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Dalam penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS A. Kaus Nono dalam Perkawinan Meto Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di dalam masyarakat kedudukan seseorang dalam segala hal telah diatur oleh lingkungan kelahirannya. Dilahirkan sebagai anak dari pasangan orang tua tertentu menentukan

Lebih terperinci

BAB III EKSISTENSI DAN PERKEMBANGAN PENGGUNAAN SARUNE DALAM MASYARAKAT KARO

BAB III EKSISTENSI DAN PERKEMBANGAN PENGGUNAAN SARUNE DALAM MASYARAKAT KARO BAB III EKSISTENSI DAN PERKEMBANGAN PENGGUNAAN SARUNE DALAM MASYARAKAT KARO 3.1 Penggunaan Sarune Karo Sarune Karo merupakan alat musik tiup berklasifikasi double reed aerofon. Sarune Karo berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibu Tiri Istilah ibu tiri secara harfiyah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ibu merupakan panggilan yang takzim kepada wanita, sedangkan tiri berarti bukan darah daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci