BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH A. Pengertian Perizinan Agak sulit dalam memberikan definisi izin. Hal ini dikemukakan oleh Sjachran Basah. 21 Pendapat yang dikatakan Sjachran agaknya sama dengan yang berlaku di negeri Belanda, seperti dikemukakan Van Der Pot, Het is uiterst moelijk voor begrip vergunning een definitie te vinden (sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin itu) 22. Hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, masing-masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap objek yang didefinisikannya. Sukar memberikan definisi bukan berarti tidak terdapat definisi, bahkan ditemukan sejumlah definisi yang beragam. Membicarakan pengertian izin pada dasarnya mencakup suatu pengertian yang sangat kompleks yaitu berupa hal yang membolehkan subjek hukum yaitu seseorang atau badan hukum melakukan sesuatu hal yang menurut peraturan perundang-undangan harus memiliki izin terlebih dahulu, maka akan dapat diketahui dasar hukum dari izinnya tersebut. Pada umumnya pasal undang-undang bersangkutan berbunyi: Dilarang tanpa izin memasuki areal/lokasi ini. Selanjutnya larangan tersebut diikuti dengan rincian daripada syarat-syarat, kriteria dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dari larangan tersebut, disertai dengan penetapan prosedur atau petunjuk pelaksanaan kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan serta memiliki wewenang dalam hal tersebut. 21 Sjachran Basah, Pencabutan...., Op.cit.,hlm E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Ichtiar 1957), hlm. 187.

2 Hukum perizinan merupakan kajian hukum administrasi negara yakni hukum publik yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah di pusat maupun di daerah sebagai aparatur penyelenggaraan negara mengingat hukum perizinan ini berkaitan dengan pemerintah, maka mekanisme dapat dikatakan bahwa hukum perizinan termasuk disiplin ilmu hukum administrasi negara atau hukum tata pemerintahan seperti yang kita ketahui pemerintah adalah sebagai pembinaan dan pengendalian dari masyarakat dan salah satu fungsi pemerintah dibidang pembinaan dan pengendalian izin adalah pemberian izin kepada masyarakat dan organisasi tertentu yang merupakan mekanisme pengendalian administratif yang harus dilakukan didalam praktek pemerintahan. Izin (Vergunning) dijelaskan sebagai : Overheidstoetemming door wet of vevordening vereist gesteld voor tal van handeling waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd 23 (perkenan/izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki). E. Utrecht menyatakan bahwa bila pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (Vergunning). 24 Izin (Vergunning) adalah suatu persetujuan/pembolehan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan. 23 S.J. Fockema Andreae, Rechtsgdeerd Handvaoordenboek, Tweede Druk, J.B Wolter Uitgeversmaatshappij N.V., Croningen, 1951, hlm E. Utrecht, Pengantar, Op.cit., hlm.186.

3 Izin bisa juga diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan yang telah ditetapkan. Dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 menetapkan dengan tegas tujuan kehidupan bernegara yang berdasarkan hukum, hal ini berarti bahwa hukum merupakan supremasi atau tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum. Upaya merealisasi Negara berdasarkan hukum dan mewujudkan kehidupan bernegara maka hukum menjadi pengarah, perekayasa, dan perancang bagaimana bentuk masyarakat hukum guna mencapai suatu keadilan. Berkaitan dengan hal tersebut haruslah disesuaikan dengan perkembangan di tengah-tengah masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun pengertian perizinan yaitu salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan dapat berupa pendaftaran, rekomendasi, serifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu tindakan atau kegiatan. Dengan memberikan izin, penguasa memperkenankan atau memperbolehkan orang yang memohonkanya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya suatu pengawasan. Hal-hal pokok pada izin, bahwa sesuatu perbuatan/tindakan dilarang kecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dilakukan dengan cara-cara tertentu. Penolakan izin terjadi bila kriteria-kriteria atau syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi. Contohnya, tentang hal ini adalah dilarang mendirikan suatu bangunan kecuali ada izin tertulis atau disebut dengan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan pejabat yang berwenang dengan ketentuan mematuhi persyaratan-persyaratan.

4 Kalau dibandingkan Vergunning ini dengan dispensasi, maka keduanya mempunyai pengertian yang hampir sama. Perbedaan antara keduanya diberikan oleh W.F Prins sebagai berikut: Pada izin, memuat uraian yang limitative tentang alasan-alasan penolakannya, sedangkan bebas syarat atau dispensasi memuat uraian yang limitatif tentang hal-hal yang untuknya dapat diberikan dispensasi itu, tetapi perbedaan ini tidak selamanya jelas. Sebagai contoh Bouwvergunning atau izin bangunan itu diberikan berdasarkan Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) tahun 1926 Staatblad , yang mana pada pasal 1 ayat (1) ditetapkan secera terperinci objek-objek mana tidak boleh didirikan tanpa izin dari pihak pemerintah, yaitu objek-objek yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan-gangguan bagi bangunan sekelilingnya. 25 Jadi maksud pasal ini adalah bahwa untuk mendirikan bangunan harus ada izin lebih dahulu dari pihak pemerintah, dengan pasal ini dapat dicegah berdirinya sebuah bangunan yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguangangguan bagi bangunan-bangunan sekelilingnya, misalnya adalah dilarang untuk mendirikan bengkel besi disebelah rumah sakit, sebab hal ini dapat menimbulkan gangguan-gangguan kepada para pasien yang ada dirumah sakit tersebut. 26 Menurut Prajudi Atmosudirdjo, izin (Vergunning) adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang. Pada umumnya pasal undang-undang yang bersangkutan berbunyi, dilarang tanpa izin (melakukan) dan seterusnya. Selanjutnya, larangan tersebut diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk mendapat izin, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam sertor pelayanan publik, (Jakarta : Sinar Grafika 2010), hlm Ibid. 27 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 94.

5 Menurut W.F Prins bahwa istilah izin adalah tepat kiranya untuk maksud memberikan dispensasi (bebas syarat) dan sebuah larangan, dan pemakaiannya pun adalah dalam pengertian itu juga. Akan tetapi, sebetulnya izin itu diberikan biasanya karena ada peraturan yang berbunyi dilarang untuk, tidak dengan izin atau bentuk lain yang dimaksud sama seperti itu. 28 Menurut Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghulangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, 29 atau Als opheffing van een algemene verbodsregel in het concrete geval 30, (Sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret). Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan perundangundangan. 31 Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. 32 Menurut R. Kosim Adisapoetra, izin diartikan dengan perbuatan pemerintah yang memperkenankan suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan yang bersifat umum. 33 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, yaituizin merupakan salah satu instrument yang paling banyak 28 Adrian Sutedi, Hukum, Op.cit., hlm Ateng Syafrudin, Perizinan untuk Berbagai Kegiatan, Makalah tidak dipublikasikan, hlm M.M. Van Praag, Algemeen Nederlans Administratief Recht, Juridische Boekhandel en Uitgeverij A. Jongbloed & Zoon, s-gravenhage, 1950, hlm Sjachran Basah, Pencabutan, Op.cit., hlm Bagir Manan, Ketentuan Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Makalah Tidak Dipublikasikan, Jakarta, 1995, hlm R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1978), hlm. 72.

6 digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Ini adalah paparan luas, dari pengertian izin. 34 Selanjutnya N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, mendefinisikan izin dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya. Hal yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuanketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batasbatas tertentu bagi tiap kasus. Jadi keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan). 35 Jadi, Spelt dan ten Berge berpendirian dari perbuatan yang tidak dilarang. Jika boleh ditambahkan, tidak dilarang bukan berarti dapat melakukan perbuatan yang sebebas-bebasnya. Dibutuhkan ketertiban hukum agar perbuatan tersebut tidak menimbulkan sesuatu kerugian bagi pihak lain. Selain pengertian izin yang diberikan oleh beberapa sarjana tersebut diatas, ada pengertian izin yang dimuat dalam peraturan yang berlaku di 34 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon. Yundika. Surabaya, 1993, hlm Ibid.

7 Indonesia, misalnya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Dalam ketentuan tersebut izin diberikan pengertian sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkan seseorang atau badan hukum melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Pemberian pengertian izin tersebut menunjukkan adanya penekanan pada izin yang tertulis, yakni berbentuk dokumen, sehingga yang disebut sebagai izin tidak termasuk yang diberikan secara lisan. 36 Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPM) juga memuat pengertian perizinan yang termuat dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman Dan Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal. Dalam ketentuan ini terdapat pada pasal 1 angka (6) perizinan diberikan pengertian sebagai segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 37 Juga dalam ketentuan ini ada pengertian tentang apa yang dimaksud dengan nonperizinan yang terdapat pada pasal 1 angka (7) yang mengatakan bahwa nonperizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal dan nonfiskal, serta informasi mengenai penanaman modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 38 Pemberian pengertian izin tersebut menunjukkan adanya penekanan pada izin yang tertulis, yakni berbentuk dokumen, sehingga yang disebut sebagai izin tidak termasuk yang diberikan secara lisan. Izin penanaman modal hanya dapat berhasil menunjang pembangunan berkelanjutan, apabila administrasi pemerintah berfungsi secara efektif dan terpadu. Dewasa ini jenis dan prosedur perizinan di Indonesia masih beraneka ragam, rumit, dan sukar ditelusuri, sehingga sering 36 Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan, (Jakarta : PT, Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009), hlm Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal Pasal 1 angka (6) 38 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal Pasal 1 angka (7)

8 merupakan hambatan bagi kegiatan dunia usaha. Jenis perizinan di negara kita sedemikian banyaknya, sehingga Waller dan Waller menamakan Indonesia sebagai een vergunningenland (negara perizinan). 39 B. Unsur-unsur Perizinan Berdasarkan pemaparan pendapat pada pakar tersebut, dapat disebutkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu sebagai berikut: Instrumen Yuridis Dalam negara hukum modern tugas, kewenagan pemerintah tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde), tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenagan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan meupakan tugas klasik yang sampai kini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugai ini kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrument yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrument hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan 41, atau sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum. 42 Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebgai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya 39 H. Waller en J.H. Waller-Hunter, Milieuwetgeving en Planning in Indonesie, Milieu en Recht, Januari, hlm. 5, dikutip oleh Siti Sundary Rangkuti, Hukum Lingkungan, hlm Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm Sjachran Basah, Pencabutan,Op.cit., hlm Philipus M. Hadjon, et.al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1993, hlm. 125.

9 tercantum dalam ketetapan itu, atau beschikkingen welke iets toestaan wat tevoren niet geoorloofd was, 43 (ketetapan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak diperbolehkan). Dengan demikian, izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret. Sebagai ketetapan, izin itu dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya, sebagaimana yang telah disebutkan diatas. 2. Peraturan Perundang-undangan Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wetmatigeheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan, hatus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Om positief recht ten kunnen vasstellen en handhaven is een bevoegheid noodzakelijk. Zonder bevoegheid kunnen geen juridisch concrete besluiten genomen worden, 44 (Untuk dapat melaksanakan dan menegakkan ketentuan hukum positif perlu wewenang. Tanpa wewenang tidak dapat dibuat keputusan yuridis yang bersifat konkret). Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas. Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah. 43 C.J.N. Versteden, Indeiding Algemeen Bestuursrecht. Samsom H.D. Tjeenk Willink, Alphen aan den Rijn, 1984, hlm F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek, Inleiding in het Staats-en Administrastief Rech. Alphen aan den Rijn: Samsom H.D. Tjeenk Wilink, 1985, hlm. 26.

10 Pada umumnya wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Akan tetapi, dalam penerapannya, menurut Marcus Luckman, kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas, dalam arti kepada pemerintah diberi kewenangan untuk memertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan tentang: a. Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada pemohon; b. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut; c. Konsekuesi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundangundangan yang berlaku; d. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin Organ Pemerintah Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari penelusuran perbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (lurah) berwenang memberikan izin. Ini berarti terdapat aneka ragam administrasi negara ( termasuk instansinya) pemberian izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun daerah Marcus Lukman, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah serta Dampaknya terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional. Disertasi, (Bandung : Universitas Padjadjaran, 1996), hlm Sjachran Basah, Sistem Perizinan Sebagai Instrumen Pengendalian Lingkungan, Makalah pada Seminar Hukum Lingkungan, diselenggarakan oleh KLH bekerja sama dengan Lagal Mandate Compliance end Enforcement Program dari BAPEDAL, 1.-2 mei 1996, Jakarta, hlm. 3.

11 Terlepas dari beragam organ pemerintahan atau administrasi negara yang mengeluarkan izin, yang pasti adalah bahwa izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintahan. Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, keputusan yang memberikan izin harus diambil oleh organ yang berwenang, dan hampir selalu yang terkait adalah organ-organ pemerinthan atau administrasi negara. Dalam hal ini organ-organ pada tingkat penguasa nasional (seorang menteri) atau tingkat penguasa-penguasa daerah. 47 Beragamnya organ pemerintahan yang berwenang memberikan izin dapat menyebabkan tujuan dari kegiatan yang membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai. Artinya campur tangan pemerintah dalam bemtuk regulasi perizinan dapat menimbulkan kejenuhan bagi pelaku kegiatan yang membutuhkan izin, apalagi bagi kegiatan usaha yang menghendaki kecepatan pelayanan dan menuntu efisiensi. Menurut Soehardjo, pada tingkat tertentu regulasi ini menimbulkan kejenuhan dan timbul gagasan yang mendorong untuk menyederhanakan pengaturan, prosedur, dan birokrasi. Keputusan-keputusan pejabat sering membutuhkan waktu lama, misalnya pengeluaran izin memakan waktu berbulan-bulan, sementara dunia usaha perlu berjalan cepat, dan terlalu banyaknya mata rantai dalam prosedur perizinan banyak membuang waktu dan biaya. 48 Oleh karena itu, biasanya dalam perizinan dilakukan deregulasi, yang mengandung arti peniadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang dipandang berlebihan. Karena peraturan perundang-undangan yang berlebihan itu pada umumnya berkenaan dengan campur tangan pemerintah atau negara, deregulasi itu pada dasarnya bermakna mengurangi campur tangan pemerintah atau negara dalam kegiatan kemasyarakatan tertentu terutama di bidang ekonomi sehingga deregulasi itu pada ujungnya bermakna 47 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Op.cit., hlm Soehardjo, Hukum Administrasi Negara Pokok-pokok Pengertian serta Perkembangannya di Indonesia. (Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponogoro, 1991), hlm. 25.

12 debirokratisasi. 49 Meskipun deregulasi dan debirokratisasi ini dimungkinkan dalam bidang perizinan dan hampir selalu dipraktikkan dalam kegiatan pemerintahan, namun dalam suatu negara hukum tentu saja harus ada batasbatas atau rambu-rambu yang ditentukan oleh hukum. Secara umum dapat dikatakan bahwa deregulasi dan debirokratisasi merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, yang umumnya diwujudkan dalam bentuk peraturan kebijaksanaan karena itu deregulasi dan debirokratisasi itu harus ada batas-batas yang terdapat dalam hukum tertulis dan tidak tertulis. Deregulasi dan debirokratisasi dalam perizinan harus memerhatikan hal-hal berikut. 1) Jangan sampai menghilangkan esensi dari sistem perizinan itu sendiri, terutama dalam fungsinya sebagai pengarah kegiatan tertentu. 2) Deregulasi hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis administrative dan finansial. 3) Deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan hal-hal prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan. 4) Deregulasi dan debirokratisasi harus memerhatikan asas-asas umum pemerintahan yang layak (algemene beginselen van behoorlijk bestuur). 4. Peristiwa Konkret Disebut bahwa izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, izin pun memiliki berbagai keragaman. Izin yang jenisnya beragam itu dibuat dalam proses yang cara prosedurnya 49 Bagir Manan, Bentuk-bentuk Perbuatan Keperdataan yang Dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Majalah ilmiah Universitas Padjadjaran, no. 3, Vol. 14, 1996, hlm. 33.

13 tergantung dari kewenagan pemberian izin, macam izin dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya. Sekedar contoh, Dinas Pendapatan Daerah menerbitkan 9 macam jenis izin, Bagian Perekonomian menerbitkan 4 jenis izin, Bagian Kesehatan Rakyat menerbitkan 4 macam jenis izin, dan sebagainya. 50 Berbagai jenis izin dan instansi pemberian izin dapat saja berubah seiring dengan perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan izin tersebut. Meskipun demikian, izin akan tetap ada dan digunakan dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan. 5. Prosedur dan Persyaratan Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Disamping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberian izin. Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi. Bersifat kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi. 51 Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ini dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah tidak boleh membuat atau menentukan prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri secara arbitrer (sewenang-wenang), tetapi harus sejalan dengan peraturan 50 Sjachran Basah, Perizinan di Indonesia, Makalah untuk Penataran Administrasi dan Lingkungan, Fakultas Hukum Unair Surabaya, Nopember 1992, hlm Soehino, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan. (Yogyakarta : Liberty, 1984), hlm. 97.

14 perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh menentukan syarat yang melampaui batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang menjadi dasar perizinan bersangkutan. 52 C. Sifat Izin Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat/badan tata usaha negara yang berwenang, yang isinya atau substansinya mempunyai sifat sebagai berikut : 1) Izin bersifat bebas, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan pemberian izin. 2) Izin bersifat terikat, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitannya terikat pada aturan dan hukum tertulis dan tidak tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan perundang-undangan mengaturnya. Misalnya, dan izin yang bersifat terikat adalah IMB, izin HO, izin usaha industry, dan lain-lain. Pembedaan antara izin yang bersifat bebas dan terikat adalah penting dalam hal apakah izin bisa ditarik kembali/dicabut atau tidak. Pada dasarnya hanya izin sebagai keputusan TUN yang bebas yang dapat ditarik kembali/dicabut, hal itu karena tidak terdapat persyaratanpersyaratan yang mengikat dimana izin tidak dapat ditarik kembali/dicabut. Pada izin yang bersifat terikat, pembuat undang-undang memformulasikan syarat-syarat dimana izin diberikan dan izin dapat ditarik kembali/dicabut. Hal penting dalam pembedaan diatas adalah dalam hal menentukan kadar luasnya dasar pengujian oleh hakim tata usaha negara apabila izin sebagai keputusan tersebut digugat. Pada 52 Ibid., hlm. 98.

15 wewenang menetapkan izin yang terikat, hakim, relatif akan menguji lebih lengkap disbanding dengan wewenang yang bebas dalam menetapkan izin, sehingga bila banyak kebebasan yang dimiliki oleh organ pemerintahan dalam menetapkan izin, maka hakim akan membatasi diri pada pengujian ala kadarnya pada undang-undang dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. 3) Izin yang bersifat menguntungkan, merupakan izin yang isinya mempunyai sifat menguntungkan pada yang bersangkutan. Izin yang bersifat menguntungkan isi nyata keputusan merupakan titik pusat yang memberi anugerah kepada yang bersangkutan. Dalam arti, yang bersangkutan diberikan hak-hak atau pemenuhan tuntutan yang tidak aka nada tanpa keputusan tersebut. Misalnya, dari izin yang menguntungkan adalah SIM, SIUP, SITU, dan lain-lain. 4) Izin yang bersifat memberatkan, merupakan izin yang isinya mengandung unsur-unsur memberatkan dalam bentuk ketentuanketentuan yang berkaitan kepadanya. Disamping itu, izin yang bersifat memberatkan merupakan pula izin yang memberi beban kepada orang lain atau masyarakat sekitarnya. Misalnya, pemberian izin kepada perusahaan tertentu. Bagi mereka yang tinggal disekitarnya yang merasa dirugikan izin tersebut merupakan suatu beban. Pembedaan antara izin yang bersifat menguntungkan dengan izin yang bersifat memberatkan adalah penting dalan hal penarikan kembali/pencabutan dan perubahannya. Izin sebagai keputusan yang menguntungkan tidak begitu gampang dapat ditarik kembali atau diubah atas kerugian yang berkepentingan. Adapaun penarikan kembali/pencabutan dan perubahan izin yang bersifat memberatkan tidak terlalu menjadi soal. 5) Izin yang segera berakhir, merupakan izin yang menyangkut tindakantindakan yang akan segera berakhir atau izin mendirikan bangungan (IMB), yang hanya berlaku untuk mendirikan bangunan dan berakhir saat bangunan selesai didirikan.

16 6) Izin yang berlangsung lama, merupakan izin yang menyangkut tindakan-tindakan yang berakhirnya atau masa berlakunya relatif lingkungan. Pembedaan antara izin yang segera berakhir dengan izin yang berlangsung lama adalah penting dalam kemungkinan penarikan kembali dan masa berlakunya izin. Secara umum diakui bahwa setelah berlakunya tindakan-tindakan yang memerlukan izin seperti IMB berakhir, maka berakhirlah masa berlakunya izin tersebut. Disamping itu mengenai masa berlakunya izin, pembedaan diatas penting dalam hal penarikan kembali/pencabutan izin manakala izin diberikan secara salah karena perbuatan tercela dari pemegang izin. 7) Izin yang bersifat pribadi, merupakan izin yang isinya tergantung pada sifat atau kualitas pribadi dan pemohon izin. Misalnya, izin mengemudi (SIM). 8) Izin yang bersifat kebendaan, merupakan izin yang isinya tergantung pada sifat dan objek izin misalnya izin HO, SITU, dan lain-lain. 53 Pembedaan antara izin yang bersifat pribadi dengan izin yang bersifat kebendaan adalah terletal pada penting dalam hal kemungkinan mengalihkannya pada pihak lain. Izin yang bersifat pribadi tidak dapat dialihkan pada hak lain, misalnya SIM (Surat Izin Mengemudi) tidak dapat dialihkan pada pihak lain, misalnya terdapat penjualan perusahaan pada pihak lain, maka izin HO-nya secara otomatis beralih pada pihak lain dengan syarat nama perusahaan (nama PT) tidak ada perubahan. Izin seperti itu haruslah ditaati oleh mereka yang secara nyata mengekploitasi lembaga tersebut. D. Jenis dan Bentuk Izin Menurut Amrah Muslimin, bahwa izin tersebut dibaginya kedalam tiga bagian bentuk perizinan (Vergunning) yaitu: 53 Andrian Sutedi, Hukum, Op. cit.,hlm

17 1. Lisensi, ini merupakan izin yang sebenarnya (Deiegenlykei).Dasar pemikiran mengadakan penetapan yang merupakan lisensi ini ialah bahwa hal-hal yang diliputi oleh lisensi diletakkan dibawah pengawasan pemerintah, untuk mengadakan penertiban. Umpanya : Izin perusahaan bioskop. 2. Dispensasi, ini adalah suatu pengecualian dari ketentuan umum, dalam hal mana pembuat undang-undang sebenarnya dalam prinsipnya tidak berniat mengadakan pengecualian. 3. Konsesi, disini pemerintah menginginkan sendiri clan menganjurkan adanya usaha-usaha industry gula atau pupuk dengan memberikan fasilitas-fasilitas kewenangan kewajiban. Contoh : Konsesi pengobatan minyak bumi Konsesi perkebunan tebu untuk industri gula. 54 Adapun secara spesifik pengklarifikasian ke tiga bentuk perizinan tersebut. Menurut Adrian Sutedi perbedaan antara lisensi, konsesi, dan dispensasi adalah sebagai berikut : Lisensi Lisensi pengertiannya secara umumnya memberi izin, misalnya memberi izin menggunakan nama. Kalai di zaman dulu, di Eropa misalnya izin untuk mengelola jembatan. Ada juga izin untuk tidak usah membayar pajak. Seperti itu pengertian lisensi secara umum. Seperti hak paten, dari dulunya memang seperti itu. Jadi, yang dipatenkan apakah itu berupa penemuan atau suatu inovasi. Lisensi memiliki beberapa syarat dan syarat itu sangat tergantung kepada apa yang mau dilisensikan. Kalau untuk nama atau merek, tentunya nama tersebut sudah berkembang, sudah terkenal, dan memiliki brand image. Jadi, nama tersebut sudah mewakili keunggulan-keunggulan produk atau jasa. Seperti itu mestinya. 54 Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1982, hlm Andrian Sutedi, Hukum, Op.cit., hlm

18 Di Indonesia, perkembangan lisensi masih berada ditahap yang sangat tradisional, masih merupakan nama dan produk. Bahkan termasuk cara memproduksinya. Misalnya, saya masih pegang untuk memproduksi susu bendera kental manis. Mereknya Bendera. Bendera itu kan Brangnya, tetepi cara memproduksinya akan diajarkan. Padahal teknologi itu sudah tidak baru lagi. Seharusnya untuk produksinya, dimana teknologi sudah tidak baru lagi, kita tidak bayar lagi. Lisensi itu bisa untuk produk atau merek di industry apa saja. Jika dulu, lisensi hanya sebatas produksi, sekarang sudah berkembang di semua industri. Industrinya mulai dari pakaian, barang-barang elektronik, obatobatan dan termasuk jasa sekalipun bisa dilisensikan. 2. Konsesi Konsesi dalam kamus Bahasa mengandung pengertian kelonggaran atau kemudahan setelah melewati proses diplomasi atau diskusi. Oleh karena itu, politik kosesi menjadi bagian wajar dari seni berpolitik itu sendiri. 56 Mengenai konsesi ini ada pendapat dari Prof. van Vollenhoven yang dapat dipakai sebagai pegangan: Maka yang disebut konsesi itu ialah bilamana orang-orang partikulir setelah berdamai dengan pemerintah, melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah. Menurut rumus ini telah terjadi suatu delegasi kekuasaan dari pemerintah kepada seseorang partikulir/swasta untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas dari pemerintah, sedangkan yang dimaksud dengan tugas dari pemerintah atau Bertuur itu adalah Bestuurszorg atau mengusahakan/menyelenggarakan kesejahteraan umum. Jadi, sebagian dari bestuurzorg ini diserahkan pelaksanaanya kepada pihak partikulir/swasta dengan syarat-syarat 56 Garin Nugroho, Politik Konsesi untuk Siapa, 2 januari Dalam penjelasan umum Undang-Undangan Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, konsesi adalah pengertian konsesi ditiadakan, sedangkan wewenang kuasa untuk melakukan usaha pertambangan diberikan berdasarkan kuasa pertambangan.

19 tertentu, yaitu syarat-syarat yang harus mengutamakan kepentingan umum daripada mencari keuntungan semata-mata. Tujuan pemberian konsesi adalah untuk kesejahteraan umum, suatu usaha yang dapat memenuhi kebutuhan rakyat banyak yang karena sesuatu dan lain sebab pemerintah tidak dapat melaksanakannya sendiri missal karena pemerintah kurang mempunyai tenaga ahlinya untuk melaksanakan suatu proyek pembangunan dan sebagainya. Menurut H.D. van Wijk: De concesie figure wordt cooral gebruikt voor activiteiten van openbaar belang die de overhead niet zelf verricht maar overlaat aan particuliere ondernemingen 57 (bentuk konsesi terutama digunakan untuk berbagai aktivitas yang menyangkut kepentingan umum, yang tidak mampu dijalankan sendiri oleh pemerintah, lalu diserahkan kepada perusahaan-perusahaan swasta). Mengenai konsesi ini, E.Utrecht mengatakan bahwa kadang-kadang pembuat peraturan beranggapan bahwa suatu perbuatan yang penting bagi umum, sebaik-baiknya dapat diadakan oleh suatu subjek hukum partikelir, tetapi dengan turut campur dan pihak pemerintah. Suatu keputusan administrasi negara yang memperkenankan yang bersangkutan mengadakan perbuatan tersebut, memuat suatu konsesi (concesie). 58 Pemberian konsesi itu dapat meliputi berbagai bidang, baik bidang pendidikan, bidang perhubungan maupun bidang-bidang lain yang mempunyai arti ekonomis bagi rakyat banyak. Contohnya: konsesi pendidikan yang diberikan kepada yayasan pendidikan Khatolik dan sebagainya untuk mendirikan sekolah-sekolah, kemudian konsesi yang diberikan kepada berbagai perusahaan swasta seperti Damri, Pelni, dan GIA untuk menyelenggarakan jaringan-jaringan lalu lintas umum di darat, laut, dan di udara dan akhirnya konsesi yang diberikan kepada perusahaan 57 H.D. van Wijk en Willem Konjinenbelt, Hoofdstukken van Administratief Recht, Vuga s Gravenhage, 1995 hlm E. Utrecht, Pengantar...,Op. cit.,hlm. 187.

20 seperti Pertamina, shell, dan caltec untuk melakukan eksploitasi pertambangan, khususnya tambang minyak bumi. Jadi, konsesi merupakan penetapan yang memungkinkan konsesionaris mendapat dispensasi, izin, lisensi, dan juga semacam wewenang pemerintahan yang memungkinkannya, misalnya membuat jalan, jembatan layang, dan sebagainya. Pemberian konsesi haruslah dengan penuh kewaspadaan dan pehitungan yang matang. 3. Dispensasi W.K. Prins mengatakan bahwa dispensasi adalah tindakan pemerintah yang menyebabkan suatu peraturan perundang-undangan menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa (relaxatio legis). 59 Menurut Ateng Syafrudin, dispensasi bertujuan untuk menembus rintangan yang sebetulnya secara normal tidak diizinkan, jadi dispensasi berarti menyisihkan pelarangan dalam hal yang khusus (relaxatie legis). Dispensasi (pelepasan/pembebasan) adalah pernyataan dan pejabat administrasi yang berwenang, bahwa suatu ketentuan undang-undang tertentu memang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan seseorang didalam surat permintaannya. Pada dispensasi memang dimaksudkan sebagai perkecualian yang sungguh-sungguh atas larangan sebagai aturan umum, yang diperkenankan berhubungan erat dengan keadaan atau peristiwa secara khusus. Misalnya, tentang dispensasi adalah diperkenankannya seorang PNS yang sakit untuk tidak mengikuti upacara oleh atasannya padahal upacara merupakan suatu kewajiban. Tujuan pemberian izin tersebut adalah dalam rangka untuk menjaga agar jangan terjadi tugas secara liar atau subjek hukum yang menanamkan modal tanpa adanya izin, sebab perusahaan atau seseorang tanpa izin melakukan penanaman saham atau penanaman modal jika tidak memiliki izin dikatakan penanaman 59 W.F. Prins dan R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hlm. 72.

21 modal liar, sebab tidak mendapat izin dari pihak yang berwenang, jika terjadi sesuatu hal yang membahayakan maka tidak adanya ikut campur pemerintah didalamnya karena tidak ada dasar pengizinan yang diajukan, serta hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan dapat dikenakan sanksi. Atau dengan kata lain untuk menghindari dari berbagai kemungkinan yang akan terjadi yang dapat menimbulkan keresahan atau gangguan kepada masyarakat yang dapat dikatakan merugikan kepentingan orang lain dengan tanpa hak atau secara tidak sah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diberikan oleh pejabat yang berwenang untuk itu. Kesimpulannya izin merupakan ketetapan pemerintah untuk menetapkan atau melakukan sesuatu perbuatan yang dibenarkan oleh undang-undang, atau peraturan yang berlaku untuk hal tersebut. Sedangkan bentuk izin adalah : 1. Secara tertulis Bentuk izin secara tertulis merupakan bentuk perizinan yang diberikan oleh pemerintah oleh suatu instansi yang berwenang sesuai izin yang dimintakan, serta penuangan pemberian izin diberikan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh pihak yang berwenang di instansi tersebut. 2. Dengan lisan Bentuk izin secara lisan dapat ditemukan dalam hal pengeluaran pendapat di muka umum. Bentuk izin dengan lisan pada dasarnya hanya dilakukan oleh suatu organisasi untuk melakukan aktivitasnya serta melaporkan aktivitasnya tersebut kepada instansi yang berwenang. Bentuk izin dengan lisan ini hanya berfungsi sebagai suatu bentuk pelaporan semata. Sejalan dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana daerah diberi kebebasan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri. Dengan begitu dari pemerintah daerah kemudian dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah membiayai jalannya pemerintahan. Dengan adanya kondisi tersebut, maka pemerintah daerah

22 memberlakukan suatu ketentuan tentang perizinan yang diadakan selain untuk menambah pendapatan, juga dimaksudkan untuk mewujudkan tertib administrasi dalam melaksanakan pembangunan di daerah. Salah satu contoh untuk merealisasikan maksud itu, maka pemerintah daerah memberlakukan pengelompokan perizinan, di antaranya adalah: 60 a. Izin lokasi b. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) d. Izin Gangguan (HO) e. Surat Izin Usaha Kepariwisataan (SUIK) f. Izin Reklame g. Izin Pemakaian Tanah dan Bangunan Milik/dikuasai Pemerintah h. Izin trayek i. Izin penggunaan trotoar j. Izin pembuatan jalan masuk pekarangan k. Izin penggalian damija jalan (daerah milik jalan) l. Izin pematangan tanah m. Izin pembuatan jalan di dalam kompleks perumahan, pertokoan, dan sejenisnya n. Izin pemanfaatan titik tiang pancang reklame, jembatan penyeberangan orang dan sejenisnya o. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) p. Izin usaha perdagangan q. Izin usaha industri/tanda daftar industri r. Tanda daftar gudang s. Izin pengambilan air permukaan t. Izin pembuangan air buangan ke sumber air u. Izin perubahan alur, bentuk, dimensi, dan kemiringan dasar saluran/sungai 60 Juniarso Ridwan & Achmad Sodik Sudrajat, Op.cit., hlm. 95.

23 v. Izin perubahan atau pembuatan bangunan dan jaringan pengairan serta penguatan tanggul yang dibangun oleh masyarakat w. Izin pembangunan lintasan yang berada di bawah/di atasnya x. Izin pemanfaatan bangunan pengairan dan lahan pada daerah sempadan saluran/sungai y. Izin pemanfaatan lahan mata air dan lahan pengairan lainnya. E. Perizinan Sebagai Instrumen Pengendalian Instrumen pengendalian merupakan bagian dari upaya pelayanan penanaman modal sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam pasal 1 angka (10) dinyatakan bahwa Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendegelasian atau pelimpahan wewenag dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaanya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. 61 Hal ini juga termuat dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia No. 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal. Dalam pasal 1 angka (5) dinyatakan Pelayanan Terpadu satu pintu di bidang penanaman modal, yang selanjutnya disebut PTSP, adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan nonperizinan berdasarkan pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolahannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. 62 Dari kedua ketentuan tersebut diketahui bahwa pelayanan dalam penanaman modal adalah bagian dari perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap 61 Pasal 1 angka (10) UUPM 62 Pasal 1 angka (5) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 Tentan Pedoman Dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal

24 permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat sebagai instrumen pengendalian. Selanjutnya Peraturan Kepala BKPM dengan Pasal 11 ruang lingkup layanan di PTSP di bidang penanaman modal terdiri atas: 63 a. Layanan perizinan penanaman modal; dan b. Layanan Nonperizinan Penanaman Modal Selanjutnya pada pasal 12 di jelaskan jenis-jenis layanan perizinan dan nonperizinan terdiri atas : 64 (1) Layanan perizinan penanaman modal sebgaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf a, terdiri atas: a. Izin prinsip penanaman modal; b. Izin usaha untuk berbagai sektor usaha; c. Izin prinsip perluasan penanaman modal; d. Izin usaha perluasan untuk berbagai sektor usaha; e. Izin prinsip perubahan penanaman modal; f. Izin usaha perubahan untuk berbagai sektor usaha; g. Izin prinsip penggabungan perusahaan penanaman modal; h. Izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal untuk berbagai sektor usaha; i. Izin pembukaan kantor cabang; j. Izin kantor perwakilan perusahaan asing (KPPA); dan k. Surat izin usaha perwakilan perusahaan perdagangan asing (SIUP3A). (2) Layanan nonperizinan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf b, terdiri atas: a. Fasilitas bea masuk atas impor mesin; 63 Pasal 11 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 Tentan Pedoman Dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal 64 Pasal 12 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 Tentan Pedoman Dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal

25 b. Fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan; c. Usulan fasilitas pajak penghasilan (PPh) Badan untuk dan/atau di daerah-daerah tertentu; d. Angka pengenal importir produsen (API-P); e. Angka pengenal importir umum (API-U); f. Rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA); g. Rekomendasi visa untuk bekerja (TA.01); dan h. Izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA). Diantara pelayanan tersebut perizinan merupakan instrument yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah sebagai ujung tombak dalam mengendalikan aktivitas rakyatnya. Makna dari suatu tindakan hukum pemerintah berupa perizinan adalah melarang seseorang atau badan hukum tertentu melakukan suatu kegiatan dan/atau usaha tanpa mendapatkan persetujuan/perkenan terlebih dahulu dari badan atau pejabat tata usaha negara yang berwenang dalam bidang tersebut. Sehingga setiap usaha dan/atau kegiatan baru dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan/ijin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Izin diterapkan oleh pejabat negara yang berwenang, sehingga dilihat dari penempatannya maka izin dapat dikatakan sebagai instrument pengendalian dan alat pemerintah untuk mencapai apa yang menjadi sasarannya. Menurut Ahmad Sobana, mekanisme perizinan dan izin yang diterbitkan untuk pengendalian dan pengawasan administratif bisa dipergunakan sebagai alat untuk mengevaluasi keadaan dan tahapan perkembangan yang ingin dicapai, disamping untuk pengendalian arah perubahan dan mengevaluasi keadaan, potensi, serta kendala yang disentuk untuk berubah. 65 Asep Warlan Yusuf mengatakan bahwa izin sebagai suatu instrumen pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum 65 B. Arief Sidharta, Butir-butir Gagasan tentang Penyelenggaraan Hukum dan Pemerintahan yang Layak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 41.

26 administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat. 66 Izin disini dimaksudkan untuk membentuk suatu kegiatan yang positif terhadap aktivitas pembangunan di dalam suatu negara. Suatu izin/persetujuan yang dikeluarkan pemerintah dimaksudkan untuk memberikan suatu keadaan yang tertib dan aman sehingga yang menjadi tujuannya akan sesuai dengan yang menjadi peruntukkannya. Hal di atas menunjukkan bahwa penetapan perizinan sebagai salah satu instrument hukum dari pemerintah ialah untuk mengendalikan kehidupan masyarakat agar tidak menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku, serta membatasi aktifitas masyarakat agar tidak merugikan orang lain. Penggunaan kewenangan yang dilakukan oleh pejabat tata usaha negara tidak hanya untuk mengatur, tetapi juga untuk menetapkan. Dalam hal penetapan yang ditujukan kepada perseorangan, kewenagan pemerintah harus dilaksanakan berdasarkan pada hukum yang jelas sehingga hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu penetapan yang banyak dikeluarkan oleh pemerintah adalah izin Ateng Syafudin, Pengurusan Perizinan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan ST Alosius, Bandung, 1992, hlm Tatik Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, dalam I Made Arya Utama, 2001, hlm. 24.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; 43 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK 2.1 Perizinan 2.1.1 Pengertian Perizinan Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; Overheidstoestemming door wet of verordening

Lebih terperinci

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN A. Pengertian Perizinan Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDANGANGAN DI KOTA PALU WIJAYA / D

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDANGANGAN DI KOTA PALU WIJAYA / D KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDANGANGAN DI KOTA PALU WIJAYA / D 101 09 729 ABSTRAK Topik ini menjadi menarik dilakukan pengkajian setidak-tidaknya karena Beberapa perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Izin Izin sangat sulit untuk di definisikan, hal ini dikemukakan oleh Van der Pot yang mengatakan, sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL 2.1 Pengertian Perizinan Penggunaan kata izin dalam ranah hukum merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI

BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI A. Pengertian dan Azas-azas Perizinan Persoalan perizinan akan menjadi menarik jika dihubungkan dengan tatanan negara pada saat ini. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) 2.1 Pemerintahan Daerah Sebagai daerah otonomi, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Izin Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemeiintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET 2.1 Perlindungan Hukum Dan Perizinan 2.1.1 Perlindungan Hukum Menurut Satjipto Raharjo, Teori perlindungan hukum bahwa hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perizinan 1. Pengertian Perizinan Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

Lebih terperinci

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA D. Pengertian Izin Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK DAN PERIZINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK DAN PERIZINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK DAN PERIZINAN A. Tinjauan Umum tentang Pelayanan Publik 1. Pengertian Pelayanan Publik Konsepsi pelayanan administrasi pemerintahan di Indonesia seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN MENGENAI PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH. tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum. Upaya merealisasi Negara

BAB II PENGATURAN MENGENAI PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH. tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum. Upaya merealisasi Negara BAB II PENGATURAN MENGENAI PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH A. Ruang Lingkup Perizinan 1. Istilah Perizinan Pembukaan UUD 1945 menetapkan dengan tegas tujuan kehidupan bernegara yang berdasarkan hukum, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adisapoetra R. Kosim, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Pradnya Paramita, 1978.

DAFTAR PUSTAKA. Adisapoetra R. Kosim, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Pradnya Paramita, 1978. DAFTAR PUSTAKA A. Buku : Abduh, Muhammad, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI) Dikaitkan Dengan Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN), Pidato Pengukuhan Jabatan Guru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SERTIFIKASI DAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN. dilakukan oleh individu atau golongan. Pengendalian melalui perizinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SERTIFIKASI DAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN. dilakukan oleh individu atau golongan. Pengendalian melalui perizinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SERTIFIKASI DAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN A. Perizinan 1. Pengertian Perizinan. Salah satu bentuk dari kewenangan yang dimiliki oleh daerah adalah perizinan yang bertujuan

Lebih terperinci

penjual minuman keras yang lolos dari hukum.

penjual minuman keras yang lolos dari hukum. 95 masyarakat terbuka dengan pihak kepolisian sehingga masih banyak penjual minuman keras yang lolos dari hukum. Kendala dalam pelaksanaan sanksi yang berasal dari faktor lingkungan masyarakat dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hal.2 2 Ibid., hal 4. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hal.2 2 Ibid., hal 4. Universitas Sumatera Utara 8 BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh di berbagai tempat hingga

Lebih terperinci

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan, 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Perizinan 2. 1. 1 Pengertian Izin Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Izin secara khusus adalah suatu persetujuan penguasa untuk dalam keadaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BAUBAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Perizinan 2. 1. 1 Pengertian Izin Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Izin secara khusus adalah suatu persetujuan penguasa untuk dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya seiring berjalannya waktu dan saat ini sedang mengalami booming di Halmahera Selatan. Namun pengelolaannya belum berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh diberbagai tempat hingga

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB II KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAB II KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP A. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia Materi bidang lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA. yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya

BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA. yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA A. Pengertian Izin Mendirikan Perumahan Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN. handling waarop in het algemeen belang special toezict vereist is, maar die, in

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN. handling waarop in het algemeen belang special toezict vereist is, maar die, in BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN A. Pengertian Perizinan Didalam Kamus Hukum, izin ( vergunning) dijelaskan sebagai; Overheidistoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal van handling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal-hal yang berkenaan dengan melaksanakan (Bambang Martijianto, 1992:345).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal-hal yang berkenaan dengan melaksanakan (Bambang Martijianto, 1992:345). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelaksanaan 1. Pengertian Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti perbuatan untuk melakukan suatu kegiatan, sedangkan pelaksanaan menurut Kamus Bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PEMBANGUNAN HOTEL. mengendalikan tingkah laku para warganya. Selian itu, izin juga sebagai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PEMBANGUNAN HOTEL. mengendalikan tingkah laku para warganya. Selian itu, izin juga sebagai BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PEMBANGUNAN HOTEL A. Tinjauan Umum Tentang Perizinan 1. Pengertian Perizinan Izin merupakan instrument paling banyak digunakan dalam hukum administrasi, pemerintah

Lebih terperinci

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG OLEH: I NENGAH SUHARTA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang John Locke menganggap bahwa negara merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kewenangan Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau institusi menurut ketentuan yang berlaku, dengan demikian kewenangan juga

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PEMBERIAN IZIN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) 1 Oleh: Sonny E. Udjaili 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Terkait Dengan Bekerjanya Hukum (Efektifitas Hukum) Setiap bidang kehidupan sekarang ini sering dijumpai peraturanperaturan hukum. Tingkah laku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994;768) dalam buku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994;768) dalam buku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Menurut Soerjono Soekanto ( 2002;243 ) adalah Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan

Lebih terperinci

PEMBAGIAN WEWENANG PEMBERIAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMBAGIAN WEWENANG PEMBERIAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMBAGIAN WEWENANG PEMBERIAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Dr. Indradefi, S.H.,M.H Abstract Efforts to increase investment from the government

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan mineral dan batubara dapat menjadi salah satu tolak ukur kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI

BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI 6 BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI A. Perizinan 1. Pengertian Izin Pemerintah dengan masyarakat akan selalu terjadi hubungan timbal balik. Masyarakat akan mempengaruhi pemerintah dalam tugasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Izin adalah suatu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum. Setiap kegiatan disamping

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum. Setiap kegiatan disamping BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang mengidentifikasi

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN. Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN. Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN A. Pengertian Tempat Hiburan Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku yang dapat menjadi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDUNG WALIKOTA BANDUNG,

WALIKOTA BANDUNG WALIKOTA BANDUNG, WALIKOTA BANDUNG PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR 855 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR 495 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Retribusi Parkir 1. Pengertian Parkir Menurut Pasal 1 butir 9 Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perparkiran, parkir adalah keadaan kendaraan berhenti

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 17 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERMOHONAN PENANAMAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang. sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 12

BAB II KAJIAN TEORI. tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang. sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 12 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Otonomi Daerah 1. Pengertian Otonomi Daerah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 992), otonomi adalah pola pemerintahan sendiri. Sedangkan otonomi daerah adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 1. Pembangunan Unit Pengolahan dan Pemurnian Guna Melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ade Maman Suherman, 2002, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Jakarta, Ghalia Indonesia Baru

DAFTAR PUSTAKA. Ade Maman Suherman, 2002, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Jakarta, Ghalia Indonesia Baru DAFTAR PUSTAKA Buku/Literatur A. Pramusinto & W. Kumorotomo, 2009, Governance Reform di Indonesia : Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang Profesional, MAP-UGM, Yogyakarta,

Lebih terperinci

Sanksi Administrasi Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan. Oleh: Fitria 1

Sanksi Administrasi Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan. Oleh: Fitria 1 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 74 Sanksi Administrasi Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Oleh: Fitria 1 ABSTRAK Dalam upaya melestarikan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN UMUM TENTANG PENERAPAN HUKUM DAN PENATAAN RUANG. Pengertian ruang menurut D.A. Tisnaatmadjaja adalah wujud fisik wilayah

BAB II TUJUAN UMUM TENTANG PENERAPAN HUKUM DAN PENATAAN RUANG. Pengertian ruang menurut D.A. Tisnaatmadjaja adalah wujud fisik wilayah BAB II TUJUAN UMUM TENTANG PENERAPAN HUKUM DAN PENATAAN RUANG Dalam bab ini akan dijabarkan pokok-pokok bahasan yang meliputi: Pengertian penataan ruang, Pengaturan dan penegakan hukum dalam penataan ruang,

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (General Principle Of Good Goverment). Asas-asas

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (General Principle Of Good Goverment). Asas-asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum administrasi negara sebagai fenomena kenegaraan dan pemerintahan keberadaanya setua dengan keberadaan negara hukum atau muncul bersamaan dengan diselenggarakannya

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI

WALIKOTA BUKITTINGGI WALIKOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal adalah salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN DAN PERIZINAN VILLA. pemerintahan dan fungsi pelayanan pemerintahan, namun dalam melakukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN DAN PERIZINAN VILLA. pemerintahan dan fungsi pelayanan pemerintahan, namun dalam melakukan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN DAN PERIZINAN VILLA 2.1 Pengertian Kewenangan Dalam hukum tata pemerintahan pejabat tata usaha negara merupakan pelaku utama dalam melakukan perbuatan dan tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur

BAB I PENDAHULUAN. yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perizinan merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan perundang-undangan.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI A. Pengertian Perizinan Dalam suatu negara hukum modren, dimana pemerintah ikut campur dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, maka kepada administrasi negara

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN WEWENANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN KEPADA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL, DAN PENDELEGASIAN KEWENANGAN PERIZINAN DAN

Lebih terperinci

Perizinan Dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis. Oleh: Agus Ngadino, S.H.,M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

Perizinan Dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis. Oleh: Agus Ngadino, S.H.,M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Perizinan Dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis Oleh: Agus Ngadino, S.H.,M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Abstrak Perkembangan kasus tentang perizinan pada dasarnya memperlihatkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 21 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 333 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 21 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 333 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 21 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 333 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Peraturan Daerah. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Peraturan Daerah. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Peraturan Daerah 1. Pengertian Peraturan Daerah Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU SATU PINTU DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Simpulan. Berdasarkan rangkaian pembahasan dan analisis, maka dapat ditarik. simpulan :

BAB III PENUTUP. A. Simpulan. Berdasarkan rangkaian pembahasan dan analisis, maka dapat ditarik. simpulan : 77 BAB III PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan rangkaian pembahasan dan analisis, maka dapat ditarik simpulan : 1. Upaya Dinas Perizinan Kota Yogyakarta sebagai bagian dari Perintah Kota Yogyakarta dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian

I. PENDAHULUAN. oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Izin merupakan suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERMOHONAN PENANAMAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH 1.1 Pengertian dan Prinsip Pemerintahan Yang Baik a. Pengertian pemerintahan yang baik Proses demokratisasi politik dan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan suatu Negara dapat dikatakan maju apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang semakin bertumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI

PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Oleh : ARI SUBAGJA No. Mahasiswa: 09410110 PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu. Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Cilacap seperti pelayanan perizinan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu. Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Cilacap seperti pelayanan perizinan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Pelayanan Publik dalam Proses Perizinan di Badan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, PERIZINAN, DAN PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, PERIZINAN, DAN PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI 25 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, PERIZINAN, DAN PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI 2.1 Pengertian Dan Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Satuan Polisi Pamong Praja atau yang sering

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS

BAB III KERANGKA TEORITIS BAB III KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Tentang Hukum Perizinan Hukum perizinan adalah bagian dari Hukum Administrasi Negara.Adapun yang dimaksud dengan perizinan adalah melakukan perbuatan atu usaha yang

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU

Lebih terperinci