PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI"

Transkripsi

1 PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Oleh : ARI SUBAGJA No. Mahasiswa: PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2014

2 PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (STRATA-1) pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Oleh: ARI SUBAGJA No. Mahasiswa: PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2014

3 SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH BERUPA TUGAS AKHIR MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Bismillahirohmannirrohim Nama : ARI SUBAGJA No. Mhs. : adalah benar-benar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang melakukan penulisan Karya Tulis llmiah (Tugas Akhir) berupa Skripsi/Legal Memorandum/Studi Kasus Hukum dengan judul : PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN SLEMAN Karya ilmiah ini akan saya ajukan kepada Tim Penguji dalam Ujian Pendadaran yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UII. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini Saya menyatakan: 1. Bahwa karya tulis ilmiah ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri yang dalam penyusunannya tunduk dan patuh terhadap kaidah etika dan norma-norma penulisan sebuah karya tulis ilmiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Bahwa saya menjamin hasil karya ilmiah ini adalah benar-benar Asli (Orisinil). bebas dari unsur-unsur yang dapat dikategorikan sebagai melakukan perbuatan penjiplakan karya ilmiah (plagiat) 3. Bahwa meskipun secara prinsip hak milik atas karya ilmiah ini ada pada saya, namun demi untuk kepentingankepentingan yang bersifat akademik dan pengembangannya, saya memberikan kewenangan kepada Perpustakaan Fakultas Hukum UII dan perpustakaan dilingkungan Universitas Islam Indonesia untuk mempergunakan karya ilmiah saya tersebut. Selanjutya berkaitan dengan hal di atas (terutama pemyataan pada butir no 1 dan 2), saya sanggup menerima sanksi baik sanksi administratif. akademik bahkan sanksi pidana, jika saya terbukti secara kuat dan meyakinkan telah melakukan perbuatan yang menyimpang dari pemyataan tersebut. Saya juga akan bersikap kooperatif untuk hadir, menjawab, membuktikan, melakukan pembelaan terhadap hak-hak saya serta menanda-tangani Berita Acara terkait yang menjadi hak dan kewajiban saya, di depan Majelis atau Tim Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang ditunjuk oleh pimpinan fakultas. apabila tanda-tanda plagiat disinyalir ada/terjadi pada karya ilmiah saya ini oleh pihak Fakukas Hukum UII. Demikian, Surat Pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya, dalam kondisi sehat jasmani dan rohani, dengan sadar serta tidak ada tekanan dalam bentuk apapun dan oleh siapapun. Dibuat di : Yogyakarta Pada tanggal : 21 April 2014 Yang membuat Pernyataan, Ari Subagja

4 CURICULUM VITAE 1. Nama Lengkap : Ari Subagja 2. Tempat Lahir : Sorong 3. Tanggal Lahir : 15 Februari Jenis Kelamin : Laki-laki 5. Golongan Darah : A 6. Alamat Terakhir : Babadan, Wedomartani,Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. 7. Alamat Asal : Babadan, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. 8. Identitas Orang Tua/Wali a. Nama Ayah : Drs, Dudung Heryadi, M,M. Pekerjaan : PNS b. Nama Ibu : Fr Rosilawati. Pekerjaan : PNS 9. Riwayat Pendidikan 1. SD : SD Inpres 17 Sorong Irian Jaya SD Kanisius Babadan Sleman 2. SMP : SMP Negeri 4 Depok Sleman 3. SMA : SMA Negeri 2 Ngaglik Sleman 10. Hobby : Baca, Olahraga Yogyakarta, 21 April 2014 Yang Bersangkutan, (Ari Subagja) NIM vi

5 Sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan (QS Al Insyirah : 5) Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang sabar (Al-Baqarah :153) Karya kupersembahkan kepada: Allah SWT dan Junjungan kita Nabi Muhammad SAW Ayah, Ibu, Kakak, Adik, dan kawan-kawanku dengan penuh rasa hormat, terima kasih atas doa, nasihat dan kasih sayangnya yang tercurahkan selama ini vii

6 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang memiliki kekayaan hasil bumi yang melimpah. Indonesia sebagai negara berkembang berupaya maju dalam pembangunan nasional. Pemerintah menjadi yang bertanggungjawab dalam pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah demi terciptanya kehidupan yang sejahtera dan kondusif. Pengertian mengenai pemerintahan begitu luas dalam menjabarkannya, dilingkungan para ahli Hukum Tata Negara, pemahaman mengenai pengertian pemerintahan belum ada yang sama. Hal ini disebabkan oleh cara pandang yang berbeda dari para ahli dalam memberikan pengertian atau arti mengenai pemerintahan. Untuk mengetahui pengertian pemerintahan perlu dijabarkan terlebih dahulu mengenai kata dari pemerintahan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia pemerintahan diartikan sebagai keseluruhan lingkungan jabatan dalam suatu organisasi (negara). Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2), adalah sebagai berikut : 1 Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara 1 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

7 2 Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah atau administrasi negara melakukan berbagai tindakan hukum, dengan menggunakan sarana atau instrumen seperti alat tulis menulis, sarana transportasi dan komunikasi, gedung-gedung perkantoran, dan lain-lain, yang terhimpun dalam publiek domain atau kepunyaan publik. Di samping itu pemerintah juga menggunakan berbagai instrumen yuridis dalam menjalankan kegiatan mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan dan kemasyarakatan, seperti peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan, peraturan kebijakan, perizinan, instrumen hukum keperdataan, dan sebagainya. 2 Banyaknya jumlah penduduk membuat pembangunan bangunan semakin banyak. Pulau Jawa yang selalu di datangi oleh para penduduk luar kota, membuat lahan di pulau Jawa semakin sempit karena banyak didirikannya bangunan. Meningkatnya pertumbuhan penduduk membuat kebutuhan akan tanah semakin besar, baik untuk dibangun tempat tinggal maupun usaha. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah atau propinsi yang terletak di pulau Jawa. Adapun yang dimaksud dengan Daerah Istimewa ialah Daerah yang mempunyai hal asal-usul dan di zaman Republik Indonesia 2 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Ctk. Keenam, Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm 125.

8 3 mempunyai pemerintah bersifat istimewa (zelfbesturende landschappen). 3 Daerah istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang banyak dikunjungi oleh wisatawan dan para pelajar. Hal ini disebabkan banyak tempat wisata yang menarik serta banyak universitas terbaik di daerah Yogyakarta. Melihat kondisi yang seperti ini banyak penduduk lokal yang membuka usaha pemondokan atau penginapan untuk mencari keuntungan. Kabupaten Sleman masih terdapat tanah yang sangat luas dan harga tanah yang terjangkau. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Kabupaten Sleman adalah pertanian, peternakan, dan perikanan. Tanah yang masih subur di daerah Sleman membuat masyarakat dari luar Yogyakarta ingin menempati atau menetap di daerah Kabupaten Sleman. Meningkatnya jumlah penduduk pendatang yang banyak dan menetap di kabupaten Sleman, digunakan dengan baik oleh penduduk lokal untuk mendirikan bangunan. Banyak penduduk lokal menggunakan kesempatan itu untuk membangun pemondokan atau penginapan di daerah Kabupaten Sleman. bertambahnya penduduk membuat pembangunan di daerah Sleman maju pesat. Bertambahnya penduduk yang datang dapat menunjang para pelaku usaha dalam melaksanakan pembangunan berupa pemondokan. Usaha pemondokan sudah menjadi usaha yang cukup populer di daerah sekitar Sleman. Usaha ini terbilang dapat memberikan profit yang cukup memuaskan. Hal inilah yang membuat pemerintah daerah Sleman menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang pemondokan, untuk menambah pemasukan daerah 3 C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, Ctk. ketiga, aksara baru, Jakarta, 1985, hlm 26.

9 4 Kabupaten/Kota. Peraturan daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk DPRD Kabupaten/Kota dan disahkan Bupati/Walikota yang mengatur kepentingan masyarakat atau tatanan pemerintahan yang menjadi fungsi pemerintahan Kabupaten/Kota di bidang otonomi dan tugas pembantuan. 4 Penginapan atau pemondokan memiliki arti penting sebagai tempat tinggal sementara. Di daerah Kabupaten Sleman banyak didirikannya pemondokan atau penginapan, hal ini didukung dengan adanya Universitasuniversitas yang ada dan adanya lapangan pekerjaan yang banyak diderah tersebut. Tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok disamping makanan dan pakaian. Tempat tinggal tidak dapat dipisahkan dari masyarakat saat ini. Pemondokan di Kabupaten Sleman memberikan dampak positif dan dan negatif dalam masyarakat termasuk kepada para pemondok sendiri. Berbagai dampak positif seperti peningkatan aktifitas ekonomi, pembaruan kebudayaan, peningkatan aktivitas pendidikan, dan berbagai hal positif lainnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat dan para pemondok. Pada sisi lain perkembangan pemondokan juga memunculkan berbagai dampak negatif seperti munculnya kasus-kasus narkoba, pergaulan bebas, peningkatan kejahatan, permasalahan social, tidak tertibnya administrasi kependudukan, dan sebagainya. 5 4 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Fakultas Hukum UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007, penjelasan umum alinea ketiga tentang pemondokan.

10 5 Meningkatnya usaha pemondokan dan penginapan tanpa izin di Kabupaten Sleman dan pelanggaran-pelanggaran yang menjadi tanggung jawab pemilik pemondokan, tidak membuat para pemilik pemondokan berhenti dalam menjalankan usaha pemondokan. Tidak mengertinya masyarakat dalam memahami Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 membuat pembangunan pemondokan di Kabupaten Sleman semakin meningkat tanpa melihat aturan yang ada. Masyarakat yang ada di sekeliling kita yang sudah relatif tinggi kesadaran hukumnya membuat kita segan atau malu melakukan pelanggaran hukum, atau kalau tokoh kita telah melakukannya akan cepatlah timbul reaksi dari masyarakat. 6 Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk menelitinya dalam bentuk skripsi dengan judul : Pelaksanaan Izin Usaha Pemondokan menurut Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 di Kabupaten Sleman. B. Rumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka dapat diajukan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan izin penyelenggaran pemondokan menurut Perda No. 9 Tahun 2007 di Kabupaten Sleman? 2. Bagaimana penegakan hukum Perda No. 9 Tahun 2007 tentang pemondokan di Kabupaten Sleman? 6 Baharuddin Lopa, Permasalahan Pembinaan dan Penegakkan Hukum Di Indonesia, Ctk. pertama, PT Bulan Bintang, Jakarta, 1987, hlm

11 6 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian dari penulisan skripsi berjudul Pelaksanaan Izin Usaha Pemondokan menurut Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 di Kabupaten Sleman 1. Untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan perizinan pemondokan di Kabupaten Sleman. 2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum Pemerintah dalam menangani pemondokan tanpa izin. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah agar masyarakat paham dalam pendirian usaha pemondokan. Serta sadar akan hukum, sehingga tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap Peraturan Daerah yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman. E. Tinjauan Pustaka Tinjauan Umum Pemondokan Kabupaten Sleman saat ini sudah sangat maju dalam pembangunan nasional. Hal ini terbukti banyaknya masyarakat yang mendirikan usaha pemondokan, tetapi banyaknya masyarakat yang mendirikan pemondokan tidak sesuai dengan peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah Sleman. Masyarakat ingin membangun pemondokan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Dalam suatu desa atau kelurahan ditemukan banyaknya pemondokan, hal ini ditunjang

12 7 oleh Kota Yogyakarta yang mendapat julukan kota berpendidikan, sehingga banyak masyarakat pendatang ingin menuntut ilmu di Yogyakarta. Otonomi daerah yang diberikan kepada pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintahan untuk melaksanakan pembangunan demi kemajuan daerah agar tercapainya pembangunan yang dinamis dan efektif. Dalam pelaksanaan pembangunan daerah, masyarakat menilai adanya keuntungan dalam pembangunan untuk membuka usaha berupa pemondokan. Pemondokan merupakan salah satu usaha penginapan yang paling menjanjikan di Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama di daerah Kabupaten Sleman. Keuntungan yang menjanjikan ini membuat makin banyaknya pendirian pemondokan. Pemondokan merupakan salah satu komponen yang penting bagi masyarakat yang ingin memakai pemondokan sebagai tempat tinggal sementara. Dengan berkembangnya pembangunan di daerah Kabupaten Sleman untuk kepentingan para pelaku pelaku usaha, pemerintah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang pemondokan, agar para pelaku usaha dalam mendirikan pemondokan menggunakan izin secara resmi dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Pendirian pemondokan diatur oleh pemerintah daerah di dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang pemondokan. Dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 yang dimaksud pemondokan adalah: 7 I Peraturan Daerah Op.Cit, Pasal 2 ayat (1) tentang pemondokan.

13 8 1. Bangunan dalam bentuk kamar terdiri dari dua atau lebih yang disediakan untuk dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan dipungut atau tidak dipungut bayaran. 2. Bangunan rumah yang dua kamar atau lebih disediakan untuk dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan dipungut atau tidak dipungut bayaran. 3. Dua atau lebih bangunan rumah yang berada dalam satu lokasi yang dimiliki atau dikuasai oleh satu orang atau badan yang disediakan atau dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan dipungut atau tidak dipungut bayaran. Sedangkan pengecualian dari pemondokan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) adalah: 8 1. Satu unit bangunan rumah yang disewa oleh rumah tangga/keluarga. 2. Hotel. 3. Pondok wisata 4. Apartemen 5. Rumah susun 6. Asrama untuk kegiatan social, asrama untuk kepentingan keagamaan,asrama milik lembaga pendidikan,dan asrama TNI-POLRI Sesuai dengan ketentuan-ketentuan diatas mengenai pengertian pemondokan, dalam pemenuhan pendirian pemondokan diperlukan izin penyelenggaraan pemondokan terlebih dahulu untuk mendirikan usaha pemondokan. Izin tersebut 8 Ibid, Pasal 2 ayat 1.

14 9 juga diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 mengenai pemondokan Pasal 7 ayat 1 yang berbunyi setiap orang atau beberapa orang atau badan yang memiliki pemondokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wajib memiliki izin penyelenggaraan pemondokan. 9 Dalam penyelenggaraan pemondokan, pemilik pemondokan memiliki tanggung jawab dalam menyelenggarakan usaha pemondokan. Setiap penanggungjawab pemondokan wajib : 10 a. Bertanggung jawab atas segala aktivitas didalam pemondokan b. Melaporkan secara tertulis mengenai jumlah dan identitas pemondok kepada Kepala Desa setempat melalui Rukun Tetangga dan Rukun Warga dan diketahui Dukuh setiap 3 (tiga) bulan. c. Memberikan rasa aman dan nyaman bagi pemondok. d. Turut serta menciptakan keamanan dan ketertiban lingkungan pemondokan. e. Mencegah terjadinya tindakan asusila, peredaran dan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya dan minuman beralkohol di pemondokan. f. Memberitahukan kepada Rukun Tetangga apabila ada tamu yang menginap. g. Membuat dan memberlakukan tata tertib bagi pemondok, yang dibuat dengan berpedoman pada norma hukum, agama, adat, dan kepatutan. 9 Ibid, Pasal 7 ayat 1 10 Ibid, Pasal 14

15 10 h. Memberikan pengarahan kepada pemondok untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat setempat dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat. i. Memelihara kebersihan dan kesehatan lingkungan. Tinjauan Umum Izin Izin dibutuhkan untuk melegalkan suatu kegiatan usaha yang dilakukan sesuai dengan dengan perundang-undangan yang berlaku. Bagir manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. 11 Masyarakat yang kurang sadar akan pentingnya izin dalam suatu pendirian usaha berupa pemondokan, dapat merugikan pemerintah daerah serta masyarakat yang menempati pemondokan tersebut. Izin merupakan suatu hal yang wajib dilaksanakan oleh masyarakat pada umumnya. Sehingga dapat menunjang penghasilan daerah demi kemajuan daerah Kabupaten Sleman. Banyak masyarakat yang mengabaikan izin dalam membangun usaha hanya untuk kepentingan pribadi. 11 Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Makalah tidak dipublikasikan, Jakarta, 1995, hlm 8.

16 11 Tinjauan Umum Penegakan Hukum Pemilik pemondokan yang telah memiliki izin dalam penyelenggaran pemondokan juga memiliki sanksi yang harus dilaksanakan. Sanksi bagi yang telah memiliki izin dalam pasal 18 yaitu : 12 1) Setiap orang atau beberapa orang atau badan hukum yang telah memiliki izin Penyelenggaran Pemondokan diberikan peringatan secara tertulis apabila: a. Melakukan penyelenggaran pemondokan tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang telah diperolehnya. b. Tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 14. c. Tidak mematuhi larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17(1) 2) Peringatan tertulis diberikan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) minggu. Sanksi bagi yang tidak memiliki izin dalam pasal 21 : 13 1) Setiap orang atau beberapa orang atau badan yang memiliki pemondokan tanpa izin diberi peringatan secara tertulis. 2) Peringatan tertulis diberikan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) minggu. 12 Op.Cit, Pasal Op.Cit, Pasal 21.

17 12 3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dihiraukan maka akan ditindaklanjuti oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakkan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidahkaidah yang mantap mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaualan hidup. 14 Pelanggaran dalam ketentuan mendirikan usaha pemondokan seharusnya menjadi acuan bagi para pelaku usaha pemondokan untuk tidak melakukan pelanggaran hukum. Tetapi masih banyak para pelaku usaha melakukan pelanggaran hukum, karena pemerintah daerah tidak tegas dalam menegakkan hukum yang sudah ditetapkan. Sehingga peraturan yang berlaku tidak berjalan sesuai peraturan yang berlaku. Pemilik usaha pemondokan harus bertanggungjawab atas pengelolaan pemondokan. Penegakan hukum dalam pemerintah maupun masyarakat kurang efektif dalam pelaksanaannya. Kedudukan penegak hukum sangat luas untuk menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). 15 Penegakan hukum perlu ditegakkan dalam hal apapun termasuk dalam izin usaha pemondokan agar masyarakat tidak mengabaikan hukum yang berlaku serta dapat terciptanya masyarakat yang sejahtera. Pencabutan larangan usaha pemondokan dapat dilakukakan pemerintah 14 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm Ibid, hlm 19.

18 13 apabila penanggungjawab pemondokan melanggar ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan daerah. F. METODE PENELITIAN 1. Obyek Penelitian Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan di Kabupaten Sleman. 2. Subyek Penelitian a. Kepala Kantor Bagian Hukum Bupati Sleman b. Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sleman c. Pemilik Pemondokan 3. Lokasi Penelitian Peneliti mengambil sample di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 4. Jenis Data Jenis Data yang digunakan adalah : a. Sumber data primer, yaitu data-data yang diperoleh melalui penelitian langsung dilapangan. b. Sumber data sekunder, yaitu data-data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaam yang dapat berupa : i. Bahan hukum pimer yaitu berupa peraturan perudangundangan yang berlaku dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

19 14 ii. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer seperti Peraturan Pemerintah serta hasil penelitian iii. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang dapat memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder seperti bibliografi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 5. Teknik pengumpulan data a. Wawancara, teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode menanyakan langsung masalah yang sedang diteliti terhadap subyek atau orang yang bersangkutan langsung. b. Studi Pustaka, teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode penelaah terhadap buku-buku, literatur, catatan-catatan dan laporan yang ada hubungannya dengan penelitian yang sedang dilakukan. c. Observasi, teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode penelitian secara langsung di lapangan guna memperkuat data skripsi yang sedang ditulis 6. Metode Pendekatan Metode yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris, yakni dengan mencari data-data lapangan yang bersangkutan paut dengan isu hukum yang sedang ditangani atau diteliti.

20 15 7. Analisis Data Metode analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif yaitu bahan hukum yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif dengan langkah langkah sebagai berikut : a. Bahan hukum yang diperoleh dari hasil penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian. b. Hasil kualifikasi bahan hukum selanjutnya disistematiskan. c. Bahan hukum yang telah disistematiskan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar pengambilan kesimpulan. G. KERANGKA SKRIPSI a. Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan. b. Bab II Tinjauan umum tentang penyelenggaran pemondokan, tinjauan umum tentang izin, tinjauan umum penegakan hukum. c. Bab III Tinjauan umum tentang kondisi lapangan, pelaksanaan izin penyelenggaraan pemondokan, bentuk penegakan hukum pemerintah. d. Bab IV Penutup, berisi tentang kesimpulan-kesimpulan dari pembahasan dan saran-saran yang semoga dapat berguna dalam penerapan izin penyelenggaraan pemondokan yang lebih tertib dan kondusif.

21 16 BAB II TINJAUAN TENTANG IZIN PEMONDOKAN MENURUT PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 A. Dasar Hukum Kabupaten Sleman sebagai salah satu daerah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjalankan otonomi, berusaha untuk mewujudkan tujuan pembangunan daerah. Salah satu usaha yang dilakukan adalah tentang pengaturan penduduk khususnya bagi pendatang yang berdiam sementara dengan tujuan menuntut ilmu/pendidikan dan atau mencari nafkah/pekerjaan, mengingat Kabupaten Sleman merupakan daerah yang mempunyai potensi mobilitas penduduk yang cukup tinggi. Dengan adanya mobilitas penduduk ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kepadatan penduduk. Di samping itu dengan adanya keanekaragaman sosila budaya serta interaksi sosial antar kultur, perlu didukung dengan administrasi kependudukan yang memadai sehingga permasalahan-permasalahan kependudukan yang timbul dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. 16 Pembangunan daerah di Kabupaten Sleman berkembang pesat dengan melihat dari jumlah penduduknya yang semakin bertambah, dalam rangka melestarikan dan mengembangkan Kabupaten Sleman sebagai Kota budaya dan pendidikan serta untuk meningkatkan ketertiban administrasi kependudukan, ketertiban umum dan kelestarian lingkungan hidup, maka 16 Penjelasan umum peraturan daerah nomor 9 tahun 2007 alinea kedua

22 17 perlu adanya peraturan penyelenggaraan pemondokan di Kabupaten Sleman. Penyelenggaraan pemondokan diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun Penyelenggaran pemondokan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh orang atau beberapa orang atau badan hukum dengan memberikan hak pemanfaatan kepada orang lain atas kamar atau rumah untuk ditempati sementara sebagai tempat tinggal dengan dipungut atau tidak dipungut biaya. 17 Menurut bahasa pemondokan merupakan tempat singgah atau tempat tinggal sementara. Jika dilihat dari pengertian tersebut, pada dasarnya pemondokan memerlukan izin yang diatur dalam peraturan daerah. Pemondokan perlu diatur dalam peraturan daerah agar usaha pemondokan tidak illegal. Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2007 tentang pemondokan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah beserta Pemerintah Daerah Sleman pada Kamis 28 Juni 2007 dan ditetapkan oleh Bupati Sleman pada tanggal 10 Juli 2007 dengan tujuan agar dapat menjadi payung hukum untuk mengatur ketentuan bagi para pemilik pemondokan, penghuni, berikut dengan sanksinya apabila ada pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan pemondokan. Menurut peraturan daerah nomor 9 tahun 2007 di Kabupaten Sleman, yang dimaksud dengan pemondokan adalah : Op.cit, Pasal Op.cit, pasal 2.

23 18 a. Bangunan dalam bentuk kamar yang terdiri dari dua atau lebih yang disediakan untuk dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan dipungut atau tidak dipungut bayaran; b. Bangunan rumah yang dua kamar atau lebih disediakan untuk dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan dipungut atau tidak dipungut bayaran; c. Dua atau lebih bangunan rumah yang berada dalam satu lokasi yang dimiliki atau dikuasai oleh satu orang atau badan yang disediakan dan dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan dipungut atau tidak dipungut bayaran. Pengecualian dari pemondokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : 19 a. Satu unit bangunan rumah yang disewa oleh rumah tangga/keluarga; b. Hotel; c. Pondok wisata; d. Apartemen; e. Rumah susun; f. Asrama untuk kegiatan social, asrama untuk kepentingan keagamaan, asrama milik lembaga pendidikan, dan asrama TNI-POLRI. 19 ibid, Pasal 2.

24 19 Tujuan pengaturan pemondokan adalah : 20 a. Mengatasi permasalahan sosial yang timbul karena interaksi sosial antar kultur; b. Melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat; c. Penataan dan pengendalian kependudukan. d. Menjaga ketenteraman dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat. e. Menjamin tercapainya tujuan pendatang dalam menuntut ilmu/pendidikan dan atau mencari nafkah/pekerjaan. Pemilik pemondokan yang mendirikan pemondokan wajib melaksanakan peraturan berdasarkan asas kemandirian usaha dengan berpedoman pada norma-norma hukum,agama, adat dan kepatutan yang ada. Penyelenggaraan pemondokan merupakan suatu kegiatan yang harus memiliki izin dari dinas pemerintah yang berwenang, didalam peraturan daerah nomor 9 Tahun 2007 Pasal 7 ayat (1) sampai (2), yang menyatakan bahwa: 1) Setiap orang atau beberapa orang atau badan yang memiliki pemondokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wajib memiliki izin penyelenggaraan pemondokan. 2) Izin penyelenggaraan pemondokan diberikan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. Izin penyelenggaraan pemondokan didalam Pasal 8 hanya berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Penyelenggaran pemondokan tidak serta merta dapat dilaksanakan dengan mudah, karena dalam Peraturan Daerah 20 Ibid, Pasal 4.

25 20 Nomor 9 tahun 2007 Pasal 9 berbunyi apabila terdapat perubahan pemanfaatan pemondokan, perubahan pemilik, dan perubahan jumlah kamar, maka izin penyelenggaraan pemondokan wajib mengajukan permohonan izin baru. Hal ini dilakukan agar didalam penyelenggaran pemondokan tidak ada pelanggaran yang terjadi. B. Pengertian Izin Antara pemerintah dengan masyarakat akan selalu terjadi hubungan timbal balik. Masyarakat akan mempengaruhi pemerintah dalam tugasnya dan sebaliknya pemerintah akan memberi pengaruh tertentu pada masyarakat, yaitu dengan menjalankan beraneka ragam tugas. Tugas pemerintah bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu tugas mengatur dan tugas memberikan pelayanan kepada umum. Perizinan adalah merupakan salah satu perwujudan tugas mengatur dari pemerintah. Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Hal ini dikarenakan pemerintah menggunakan izin sebagai instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warganya agar mau mengikuti cara yang dianjurkan oleh pemerintah guna mencapai tujuan yang konkrit.

26 21 Tidak mudah memberikan definisi apa yang dimaksud dengan izin. Hal tersebut sama dengan yang berlaku di negeri Belanda, bahwa sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin itu. 21 Hal tersebut disebabkan karena antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, masing-masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap obyek yang didefinisikannya. Sukar memberikan definisi bukan berarti tidak terdapat definisi, bahkan ditemukan sejumlah definisi yang beragam. Sebelum menyampaikan beberapa definisi izin dari para pakar, terlebih dahulu dikemukakan beberapa istilah lain yang sedikit banyak memiliki kesejajaran dengan izin yaitu dispensasi, konsesi, dan lisensi. Dispensasi ialah keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut. 22 Prins mengatakan bahwa dispensasi adalah tindakan pemerintahan yang menyebabkan suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa. 23 Menurut Ateng Syafrudin, dispensasi bertujuan untuk menembus rintangan yang sebetulnya secara normal tidak diizinkan, jadi dispensasi berarti menyisihkan pelarangan dalam hal yang khusus. Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan. 21 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1988, hlm Ibid, hlm Prins dan Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Adminitrasi Negara, Pradnya Pramita, Jakarta, 1993, hlm.72.

27 22 Sedangkan konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah. Bentuknya dapat berupa kontraktual atau kombinasi antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban serta syarat-syarat tertentu. 24 Bentuk konsesi terutama digunakan untuk berbagai aktivitas yang menyangkut kepentingan umum, yang tidak mampu dijalankan sendiri oleh pemerintah, lalu diserahkan kepada perusahaan-perusahaan swasta. Mengenai konsesi ini, Utrecht mengatakan bahwa kadang-kadang pembuat peraturan beranggapan bahwa suatu perbuatan yang penting bagi umum, sebaik-baiknya dapat diadakan oleh suatu subyek hukum partikelir, tetapi dengan turut campur dari pihak pemerintah. Suatu keputusan administrasi negara yang memperkenankan yang bersangkutan mengadakan perbuatan tersebut, memuat suatu konsesi. 25 Di dalam Kamus Istilah Hukum, izin dijelaskan sebagai, perkenan/izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan 24 Ateng Syafrudin, Perizinan Untuk Berbagai Kegiatan, makalah tidak dipublikasikan, 1990, hlm Ridwan, Hukum Adminitrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm

28 23 khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. 26 Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh. 27 Dengan kata lain, sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret. 28 Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. 29 Utrecht, mengatakan bahwa bilamana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin. 30 Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk 26 Ibid., hlm Ateng Syafrudin, op.cit., hlm Ridwan, loc.cit. 29 Sjachran Basah, op.cit., hlm Utrecht, op.cit., hlm. 187.

29 24 memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. 31 Spelt dan ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit. Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Ini adalah paparan luas dari pengertian izin. Izin (dalam arti sempit) adalah pengikatanpengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya. Pada pokok izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti 31 Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaran Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau Dari Perspektif UUD, makalah tidak dipublikasikan, Jakarta, 1995, hlm. 8.

30 25 diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu. 32 Dibandingkan secara sekilas, pengertian izin dengan konsesi itu tidak berbeda. Masing-masing berisi perkenan bagi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dalam pengertian sehari-hari kedua istilah itu digunakan secara sama, bahkan pengertian izin dan konsesi keduanya digunakan untuk suatu bentuk hukum yang sama, pemegang izin disebut juga konsesionaris. 33 Menurut Utrecht, perbedaan antara izin dengan konsesi itu suatu perbedaan nisbi (relatif) saja. Pada hakikatnya antara izin dengan konsesi itu tidak ada suatu perbedaan yuridis. Sebagai contoh, suatu izin untuk mendapatkan batu bara menurut suatu rencana yang sederhana saja dan akan diadakan atas ongkos sendiri, tidak dapat disebut konsesi. Tetapi suatu izin yang diberikan menurut undang-undang tambang Indonesia untuk mendapatkan batu bara adalah suatu konsesi, oleh karena izin tersebut mengenai suatu pekerjaan yang besar dan pekerjaan yang besar itu akan membawa manfaat bagi umum. Jadi konsesi itu suatu izin pula, tetapi izin mengenai hal-hal yang penting bagi umum. Meskipun antara izin dan konsesi ini dianggap sama, dengan perbedaan yang relatif, akan tetapi terdapat 32 Spelt dan ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya, 1993, hlm Ridwan, op.cit., hlm. 154.

31 26 perbedaan karakter hukum. Izin adalah sebagai perbuatan hukum bersegi satu yang dilakukan oleh pemerintah, sedangkan konsesi adalah suatu perbuatan hukum bersegi dua, yakni suatu perjanjian yang diadakan antara yang memberi konsesi dengan yang diberi konsesi. Dalam hal izin tidak mungkin diadakan perjanjian, oleh karena tidak mungkin diadakan suatu persesuaian kehendak. Dalam hal konsesi biasanya diadakan suatu perjanjian, yakni perjanjian yang mempunyai sifat sendiri dan yang tidak diatur oleh seluruh peraturan-peraturan KUH Perdata mengenai hukum perjanjian. 34 Izin merupakan suatu tindakan hukum sepihak, sedangkan konsensi adalah kombinasi dari tindakan dua pihak yang memiliki sifat kontraktual dengan izin, yang dalam pembahasan hukum kita namakan perjanjian. Ketika pemerintah melakukan tindakan hukum yang berkenaan dengan izin dan konsesi, pemerintah menampilkan diri dalam dua fungsi yaitu sebagai badan hukum umum pada saat melakukan konsesi, dan sebagai organ pemerintah ketika mengeluarkan izin. 35 C. Unsur-unsur Perizinan Berdasarkan pemaparan beberapa pendapat para pakar tersebut, dapat disebutkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret 34 Utrecht, op.cit., hlm Ridwan, op.cit., hlm. 155.

32 27 menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu; 1. Instrumen yuridis; 2. Peraturan perundang-undangan; 3. Organ pemerintah; 4. Peristiwa konkret; 5. Prosedur dan persyaratan. Dalam negara hukum modern tugas, kewenangan pemerintah tidak hanya sekadar menjaga ketertiban dan keamanan, tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum. Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik yang sampai kini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugas ini kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret yaitu dalam bentuk ketetapan. Sesuai dengan sifatnya, individual dan konkret, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan, atau sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum. 36 Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak-hak yang sebelumnya tidak dimiliki oleh 36 Philipus M. Hadjon, op.cit., hlm. 125.

33 28 seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu, atau ketetapan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan. 37 Dengan demikian, izin merupakan intrumen yuridis yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau mengatur peristiwa konkret. Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wetmatigheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan dan menegakan ketentuan hukum positif perlu wewenang. Tanpa wewenang tidak dapat dibuat keputusan yuridis yang bersifat konkret. 38 Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah. 37 Ridwan, op.cit., hlm Ibid.

34 29 Pada umumnya pemerintah memperoleh wewenang untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Dalam penerapannya, menurut Marcus Lukman, kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas, dalam arti kepada pemerintah diberi kewenangan untuk mempertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan tentang: 1. Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada pemohon; 2. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut; 3. Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundangundangan yang berlaku; 4. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pembarian izin. 39 Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari penelusuran berbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui, bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (Presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (Lurah) berwenang memberikan izin. Ini 39 Markus Lukman, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan Dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah Serta Dmapknya Terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional, disertasi, Universitas, Padjajaran, Bandung, 1996, hlm. 189.

35 30 berarti terdapat aneka ragam administrasi negara (termasuk instansinya) pemberi izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat Pusat maupun Daerah. 40 Terlepas dari beragamnya organ pemerintahan atau administrasi negara yang mengeluarkan izin, yang pasti adalah bahwa izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintahan. Menurut Spelt dan ten Berge, keputusan yang memberikan izin harus diambil oleh organ yang berwenang, dan hampir selalu yang terkait adalah organ-organ pemerintahan. Di sini organ-organ pada tingkat penguasa nasional (seorang menteri) atau tingkat penguasa-penguasa daerah. 41 Beragamnya organ pemerintahan yang berwenang memberikan izin, dapat menyebabkan tujuan dari kegiatan yang membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai. Artinya campur tangan pemerintah dalam bentuk regulasi perizinan dapat menimbulkan kejenuhan bagi pelaku kegiatan yang membutuhkan izin. Menurut Soehardjo, pada tingkat tertentu regulasi ini menimbulkan kejenuhan dan timbul gagasan yang mendorong untuk menyederhanakan pengaturan, prosedur, dan birokrasi. Keputusan-keputusan pejabat sering membutuhkan waktu lama, misalnya pengeluaran izin memakan waktu berbulan-bulan, 40 Sjachran Basah, Sistem Perizinan Sebagai Instrumen Pengendalian Lingkungan, makalah pada Seminar Lingkungan Hidup, Jakarta, 1997, hlm Philipus M. Hadjon, op.cit., hlm. 11.

36 31 sementara dunia usaha perlu berjalan cepat, dan terlalu banyaknya mata rantai dalam prosedur perizinan banyak membuang waktu dan biaya. 42 Oleh karena itu, biasanya dalam perizinan dilakukan deregulasi, yang mengandung arti peniadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang dipandang berlebihan. Karena peraturan perundang-undangan yang berlebihan itu pada umumnya berkenaan dengan campur tangan pemerintah atau negara, maka deregulasi itu pada dasarnya bermakna mengurangi campur tangan pemerintah atau negara dalam kegiatan kemasyarakatan tertentu terutama di bidang ekonomi, sehingga deregulasi itu pada ujungnya bermakna debirokratisasi. 43 Meskipun deregulasi dan debirokratisasi ini dimungkinkan dalam bidang perizinan, namum harus ada batas-batasnya. Karena deregulasi dan debirokratisasi merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, yang umumnya diwujudkan dalam bentuk peraturan kebijaksanaan, maka deregulasi dan debirokratisasi itu harus ada batas-batas yang terdapat dalam hukum tertulis dan tidak tertulis. Setidak-tidaknya deregulasi dan debirokratisasi dalam perizinan harus memperhatikan hal-hal berikut; pertama, jangan sampai menghilangkan esensi dari sistem perizinan itu sendiri, terutama dalam fungsinya sebagai pengarah kegiatan tertentu; kedua, deregulasi hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis ad-ministratif 42 Soehardjo, Hukum Adminitrasi Negara Pokok-Pokok Pengertian Serta Perkembangannya di Indonesia, BPUD, Semarang, 1991, hlm Bagir Manan, Bentuk-Bentuk Perbuatan Keperdataan Yang Dapat Dilakukan Oleh Pemerintah Daerah, Universits Padjajaran, Bandung, 1995, hlm. 33.

37 32 dan finansial; ketiga, deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan halhal prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan; keempat, deregulasi dan debirokratisasi harus memperhatikan asasasas umum pemerintahan yang layak. Telah disebutkan bahwa izin merupakan instrumen yuridis yang berbentuk ketetapan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, maka izinpun memiliki berbagai keragaman. Izin yang jenisnya beragam itu dibuat dalam proses yang cara prosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya. 44 Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan berbeda-beda tergantung jenis izin dan instansi pemberi izin. Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstituf dan kondisional. Bersifat konstitutif, oleh karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi, artinya dalam hal 44 Sjachran Basah, Perizinan di Indonesia, makalah untuk Penataran Hukum Adminitrasi dan Lingkungan, Unair, Surabaya, 1992, hlm. 4-6.

38 33 pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenai sanksi. Bersifat kondisional, oleh karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi. 45 Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ini dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, meskipun demikian, pemerintah tidak boleh menentukan prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Dengan kata lain tidak boleh menentukan syarat yang melampaui batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang menjadi dasar perizinan bersangkutan. 46 D. Fungsi dan Tujuan Perizinan Tugas pemerintah dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu tugas mengatur dan memberikan pelayanan kepada umum. 1. Tugas mengatur meliputi pembuatan-pembuatan peraturan yang harus dipatuhi masyarakat. 2. Tugas memberi pelayanan kepada umum meliputi tugas-tugas pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sarana finansial dan personal dalam rangka 45 Soehino, Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hlm Ibid, hlm. 98.

39 34 meningkatkan pelayanan di bidang kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya. 47 Sistem perizinan muncul karena tugas mengatur dari pemerintah, karena perizinan akan dibuat dalam bentuk peraturan yang harus dipatuhi masyarakat yang berisikan larangan dan perintah. Dengan demikian Izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan konkret. 48 Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini berarti persyaratanpersyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri. 49 Menurut Prajudi Atmosudirdjo, bahwa berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat. 50 Adapun mengenai tujuan perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkret yang dihadapi. Keragaman peristiwa konkret menyebabkan 47 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintah dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta, 2005, hlm Sjachran Basah, op.cit., hlm Ibid., hlm Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hlm.

40 35 keragaman pula dari tujuan izin ini. Meskipun demikian, secara umum dapatlah disebutkan sebagai berikut: 1. Keinginan mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu (misalnya izin bangunan). 2. Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan). 3. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (izin terbang, izin membongkar pada monumen-monumen). 4. Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk). 5. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu). 51 E. Bentuk dan Isi Izin Izin adalah merupakan salah satu bentuk keputusan tata usaha negara. Keputusan tata usaha negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, indiividual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. 52 Dikarenakan keputusan perizinan adalah termasuk salah satu bentuk perwujudan keputusan tata usaha negara, maka izin adalah juga merupakan 51 Philipus M. Hadjon, op.cit., hlm Nurwigati, Peningkatan Peranan Peraturan Perizinan Sebagai Instrumen Pemerintah, diskusi akademik dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadyah, Yogyakarta, 2004, hlm. 2.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan pemondokan di Kabupaten Sleman dapat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMONDOKAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI

BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI 6 BAB II TINJAUAN UMUM PERIZINAN DAN POLRI A. Perizinan 1. Pengertian Izin Pemerintah dengan masyarakat akan selalu terjadi hubungan timbal balik. Masyarakat akan mempengaruhi pemerintah dalam tugasnya

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa keberadaan Penyelenggaraan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PENGATURAN PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN KAMAR SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PENGATURAN PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN KAMAR SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PENGATURAN PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN KAMAR SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa Kota Tarakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; 43 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK 2.1 Perizinan 2.1.1 Pengertian Perizinan Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; Overheidstoestemming door wet of verordening

Lebih terperinci

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN A. Pengertian Perizinan Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN RUMAH KOS DAN BARAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa Kota Balikpapan sebagai kota yang terbuka

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan rumah kos sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM DAN PERIZINAN REKLAME

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM DAN PERIZINAN REKLAME BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM DAN PERIZINAN REKLAME A. Penegakan Hukum 1. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum dalam Bahasa Indonesia dikenal beberapa istilah diluar penegakan hukum

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, S A L I N A N NOMOR 4/E, 2006 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa Kota Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAKASSAR, Menimbang : a. bahwa dengan perkembangan Kota Makassar yang semakin

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK RAHASIA DAGANG PADA RUMAH MAKAN DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK RAHASIA DAGANG PADA RUMAH MAKAN DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK RAHASIA DAGANG PADA RUMAH MAKAN DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Oleh: ANITA MARIANA No. Mahasiswa: 09410070 PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM F A K U L T A S H U K U M

Lebih terperinci

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG OLEH: I NENGAH SUHARTA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang John Locke menganggap bahwa negara merupakan

Lebih terperinci

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA D. Pengertian Izin Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2005 SERI E ===================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH

Lebih terperinci

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RUMAH PEMONDOKAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN RUMAH KOS DAN, ATAU RUMAH SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR, Menimbang : a. bahwa usaha penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI BANYUWANGI, a. bahwa guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh diberbagai tempat hingga

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya seiring berjalannya waktu dan saat ini sedang mengalami booming di Halmahera Selatan. Namun pengelolaannya belum berjalan

Lebih terperinci

A.n. WALIKOTA YOGYAKARTA

A.n. WALIKOTA YOGYAKARTA SURAT IZIN PENYELENGGARAAN PONDOKAN KOTA YOGYAKARTA SURAT IZIN PENYELENGGARAAN PONDOKAN KOTA YOGYAKARTA NOMOR : Nama Penyelenggara Alamat ( sesuai KTP) : :... Nama Penanggungjawab : Alamat ( sesuai KTP)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 8 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 8 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 8 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang : NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, DAN SUSUNAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG

Lebih terperinci

SALINAN LANDAKK NOMOR TENTANG. Landak. berbagai perdagangan sehingga. maupun tertentu. t. dengann. rumah dan/atau. kost. membantu meningka.

SALINAN LANDAKK NOMOR TENTANG. Landak. berbagai perdagangan sehingga. maupun tertentu. t. dengann. rumah dan/atau. kost. membantu meningka. SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAKK NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SEWA DAN RUMAH KOST DENGANN RAHMATT TUHAN YANG MAHA ESAA BUPATI LANDAK, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan perkembangan

Lebih terperinci

PENGATURAN PEMBUBARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 SKRIPSI

PENGATURAN PEMBUBARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 SKRIPSI PENGATURAN PEMBUBARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (STRATA-1) Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TENTANG KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TENTANG KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN SKRIPSI TINJAUAN HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TENTANG KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (Strata-1) Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Izin Izin sangat sulit untuk di definisikan, hal ini dikemukakan oleh Van der Pot yang mengatakan, sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin

Lebih terperinci

PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM MEMBERIKAN PERLIDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHADAP KASUS INVESTASI ILLEGAL DI INDONESIA SKRIPSI

PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM MEMBERIKAN PERLIDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHADAP KASUS INVESTASI ILLEGAL DI INDONESIA SKRIPSI PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM MEMBERIKAN PERLIDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TERHADAP KASUS INVESTASI ILLEGAL DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KONTRAK DAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan suatu Negara dapat dikatakan maju apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang semakin bertumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 26 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perizinan 1. Pengertian Perizinan Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN USAHA RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN USAHA RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN USAHA RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dengan perkembangan Kota Banjarbaru yang

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH 1.1 Pengertian dan Prinsip Pemerintahan Yang Baik a. Pengertian pemerintahan yang baik Proses demokratisasi politik dan pemerintahan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS HAK INFORMASI JUAL BELI SATUAN UNIT PERUMAHAN (STUDI DI PT. GRAHA MULYA SENTOSA) SKRIPSI

PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS HAK INFORMASI JUAL BELI SATUAN UNIT PERUMAHAN (STUDI DI PT. GRAHA MULYA SENTOSA) SKRIPSI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS HAK INFORMASI JUAL BELI SATUAN UNIT PERUMAHAN (STUDI DI PT. GRAHA MULYA SENTOSA) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (Strata-1)

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana 1. Penegakan hukum Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai

BAB III TINJAUAN TEORITIS. untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin juga diartikan sebagai 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Izin Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemeiintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk melaksanakan suatu usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia terindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat

BAB I PENDAHULUAN. manusia terindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal,

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa setiap kegiatan usaha dapat menimbulkan bahaya

Lebih terperinci

PERSIAPAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH BANTUL DALAM PEMILUKADA DI KABUPATEN BANTUL MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 2015

PERSIAPAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH BANTUL DALAM PEMILUKADA DI KABUPATEN BANTUL MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 2015 PERSIAPAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH BANTUL DALAM PEMILUKADA DI KABUPATEN BANTUL MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (Strata-1)

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal-hal yang berkenaan dengan melaksanakan (Bambang Martijianto, 1992:345).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal-hal yang berkenaan dengan melaksanakan (Bambang Martijianto, 1992:345). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelaksanaan 1. Pengertian Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti perbuatan untuk melakukan suatu kegiatan, sedangkan pelaksanaan menurut Kamus Bahasa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 09 TAHUN 2007 T E N T A N G WAJIB LAPOR TAMU / PENDATANG LEBIH 1 X 24 JAM DALAM WILAYAH KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan mineral dan batubara dapat menjadi salah satu tolak ukur kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA BAGIAN DAN KEPALA URUSAN PADA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI A. Pengertian Perizinan Dalam suatu negara hukum modren, dimana pemerintah ikut campur dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, maka kepada administrasi negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan

Lebih terperinci

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK) HAK PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Indra Lorenly

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN RUMAH KOST

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN RUMAH KOST BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk

BAB I PENDAHULUAN. administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Izin adalah suatu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Satuan Polisi Pamong

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH KOS

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH KOS 2015 DRAFT RAPERDA WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang Mengingat : : a.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Gelar Sarjana (Strata-1) pada Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Oleh: Rosa Farisa. No. Mahasiswa:

SKRIPSI. Gelar Sarjana (Strata-1) pada Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Oleh: Rosa Farisa. No. Mahasiswa: PENERAPAN INDIRECT EVIDENCE (ALAT BUKTI TIDAK LANGSUNG) OLEH KPPU DALAM PROSES PEMBUKTIAN DUGAAN PRAKTIK KARTEL DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 2002 Seri: C

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 2002 Seri: C LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 2002 Seri: C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 7 TAHUN 2002 (7/2002) TENTANG PERIZINAN USAHA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat 26 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Metode merupakan suatu bentuk cara yang digunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat memecahkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA 20 PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang besar untuk mengelola

BAB I PENDAHULUAN. memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang besar untuk mengelola 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang besar untuk mengelola pembangunan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undangundang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) 2.1 Pemerintahan Daerah Sebagai daerah otonomi, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SINJAI

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SINJAI BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesadaran Pegawai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PELARANGAN DAN PENERTIBAN PENYAKIT MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PELARANGAN DAN PENERTIBAN PENYAKIT MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PELARANGAN DAN PENERTIBAN PENYAKIT MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Rokan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kewenangan Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki pejabat atau institusi menurut ketentuan yang berlaku, dengan demikian kewenangan juga

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP PENGIRIM BARANG (STUDI DI PT. CITRA VAN TITIPAN KILAT YOGYAKARTA) SKRIPSI

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP PENGIRIM BARANG (STUDI DI PT. CITRA VAN TITIPAN KILAT YOGYAKARTA) SKRIPSI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP PENGIRIM BARANG (STUDI DI PT. CITRA VAN TITIPAN KILAT YOGYAKARTA) SKRIPSI Oleh : JIMMI GOESDAR No. Mahasiswa: 06410334 PROGRAM STUDI (S1) ILMU

Lebih terperinci

TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah di amandemen menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Prof.

Lebih terperinci

Menimbang : a.bahwa citra kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan dan Kota Budaya perlu dilestarikan dan terus dikembangkan;

Menimbang : a.bahwa citra kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan dan Kota Budaya perlu dilestarikan dan terus dikembangkan; PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a.bahwa citra kota Yogyakarta

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI KEEROM PERATURAN DARAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BUPATI KEEROM PERATURAN DARAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA BUPATI KEEROM PERATURAN DARAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEEROM, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA SEMARANG DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR..TAHUN TENTANG TATA KELOLA HOTEL, PENGINAPAN DAN KOS

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR..TAHUN TENTANG TATA KELOLA HOTEL, PENGINAPAN DAN KOS PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR..TAHUN TENTANG TATA KELOLA HOTEL, PENGINAPAN DAN KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci