BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan konstituen yang berbeda bentuk maupun komposisinya dan tidak larut satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan konstituen yang berbeda bentuk maupun komposisinya dan tidak larut satu"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Komposit Komposit adalah suatu bahan yang tersusun melalui pencampuran dua atau lebih bahan konstituen yang berbeda bentuk maupun komposisinya dan tidak larut satu sama lain. Penyusun komposit secara umum adalah logam, bahan organik dan anorganik. Bentuk bahan utama yang digunakan dalam pembentukan komposit adalah fiber, partikel, laminae atau layer, flakes, filler (pengisi) dan matriks. Matriks merupakan body constituent yang bertanggung jawab dalam pembentukan akhir komposit, sedangkan fiber, partikel, laminae, flake dan filler (pengisi), merupakan constituent pembentuk struktur internal komposit. Menurut Premasingan (2000) komposit dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Komposit jenis serat yang mengandung serat-serat pendek dengan diameter kecil yang disokong oleh matriks yang berfungsi untuk menguatkan komposit, seperti serat tandan sawit, serat sintetis, kaca atau logam. 2. Komposit jenis lamina yaitu komposit yang mengandung bahan pelapis yang diikat bersama antara satu sama lain dengan menggunakan pengikat. 3. Komposit jenis partikel yaitu partikel tersebar dan diikat bersama oleh matriks polimer. 7

2 II.1.1 Fasa matriks komposit Fasa matriks adalah fasa cair yang terdapat dalam suatu komposit dengan fasa penguat tersebar di dalamnya. Pada umumnya komposisi matriks jauh lebih banyak dari pengisi (Hariadi,2000), hal ini disebabkan karena bahan komposit dibuat untuk mengoptimalkan sifat-sifat seperti mekanik, termal, kimia yang sulit menggunakan bahan tunggal. Fasa matriks berfungsi sebagai pelekat dimana pengisi terbenam di dalamnya. Untuk memperoleh suatu pelekatan yang baik antara fasa matriks dengan fasa penguat atau fasa tersebar dalam hal ini bahan pengisi, pembasahan yang sempurna oleh fasa matriks perlu dilakukan supaya interaksi yang baik antara fasa matriks dengan fasa penguat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada komposit yang diperkuat, agar dapat membentuk produk yang efektif, yaitu : komponen pengisi/ penguat harus memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matriksnya dan harus ada ikatan permukaan yang kuat antara komponen pengisi/ penguat dengan matriks. Secara umum fasa matriks haruslah berperan sebagai (Kennedy dan Kelly, 1966): a. Bahan yang mampu memindahkan beban yang dikenakan kepada fasa tersebar atau fasa penguat yang berfungsi sebagai media alas beban. b. Bahan yang dapat menjaga fasa penguat atau fasa tersebar dari kerusakan oleh faktor lingkungan seperti kelembaban dan panas. c. Pengikat yang memegang fasa penguat untuk menghasilkan antara muka fasa matriks dan fasa penguat yang kuat.

3 Menurut Richardson (1987), pemilihan suatu bahan sebagai fasa matriks bergantung pada faktor-faktor: a. Keserasiannya dengan fasa penguat atau fasa tersebar, karena ia akan menentukan interaksi antara muka fasa matriks dengan bahan pengisi. b. Sifat akhir komposit yang dihasilkan. c. Keperluan penggunaan seperti rentang suhu penggunaan. d. Kemudahan fabrikasi atau pemrosesan. e. Biaya pengolahan. Dibandingkan dengan logam, keramik, kaca atau karbon, matriks polimer lebih banyak digunakan karena mempunyai beberapa kelebihan, yaitu (Richardson, 1987): a. Lebih mudah diproses. b. Mempunyai sifat mekanik dan dielektrik yang baik. c. Merupakan bahan dengan kerapatan yang rendah. d. Mempunyai suhu pemrosesan yang lebih rendah dibandingkan suhu pemrosesan logam. II.1.2 Fasa penguat dalam komposit Fasa penguat atau fasa tersebar merupakan bahan yang bersifat lengai (inert) dalam bentuk serat, partikel atau kepingan yang ditambahkan ke dalam fasa matriks untuk meningkatkan sifat mekanik dan fisik komposit, seperti kekuatan, kekakuan dan keliatan.

4 Menurut Xanthos (2005), bahan pengisi pada komposit memiliki banyak fungsi dan dapat dibedakan berdasarkan fungsi utama dan fungsi tambahannya. Adapun fungsi utama pengisi adalah memperbaiki sifat-sifat mekanis pada komposit, sifat-sifat magnetik/kelistrikan dan sifat-sifat permukaan, meningkatkan ketahanan terhadap api dan mempermudah pemrosesannya. Sedangkan fungsi tambahan pada pengisi adalah mengontrol permeabilitas, bioaktivitas, kemampuan terurai, penyerapan radiasi, meningkatkan stabilitas dimensional, memperbaiki sifat-sifat optis dan pembasahan. Menurut Maulida, dkk (2000), penggunaan pengisi alamiah sebagai penguat pada material komposit memberikan beberapa keuntungan dibanding bahan pengisi mineral, yaitu: kuat dan pejal, ringan, ramah lingkungan, sangat ekonomis dan sumber dapat diperbaharui. Tetapi disisi lain menurut Belmares, dkk (1983), pengisi alamiah juga memiliki kelemahan dan kekurangan yaitu, mudah terurai karena kelembaban, adhesi permukaan yang lemah pada polimer hidrofobik, ukuran pengisi yang tidak seragam, tidak cocok dipakai pada temperatur tinggi dan mudah terpengaruh pada serangan serangga dan jamur. Telah banyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan bahan pengisi alami sebagai penguat pada komposit seperti: nenas, sisal, sabut kelapa, tempurung kelapa, rami, kapas, sekam padi, bambu dan tandan kosong kelapa sawit. Luo dan Netravali (1999) telah meneliti dan membuktikan bahwa sifat-sifat regangan dan fleksibilitas yang dihasilkan pada komposit dengan kandungan serat nenas yang berbeda-beda, lebih baik dibandingkan dengan resin tanpa pengisi. Belmeras, dkk

5 (1983), menemukan bahwa serat-serat sisal dan kelapa sawit memiliki sifat regangan, sifat kimia dan fisika yang sama sehingga baik digunakan sebagai bahan pengisi. Perkembangan teknologi dewasa ini yang menuntut dihasilkannya produk yang ramah lingkungan dan lebih ekonomis, membuat setiap industri berusaha memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Di dalam pembuatan komposit, bahan pengisi yang mengandung selulosa menjadi perhatian yang besar karena kemampuannya sebagai penguat pada polimer polimer termoplastik dengan titik peleburan yang rendah, salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan pengisi adalah selulosa yang diperoleh dari tandan kosong kelapa sawit. II.1.3 Antara muka pengisi matriks Pada umumnya suatu bahan komposit terdiri dari dua fasa yang berlainan yang dipisahkan oleh antara muka kedua fasa tersebut. Daya sentuh dan daya kohesif antara muka sangat penting, karena antara muka pengisi-matriks berfungsi untuk memindahkan beban (tegangan) dari fasa matriks ke fasa pengisi (Hull, 1992 dan Hollyday, 1996). Kemampuan pemindahan tegangan kepada fasa pengisi, tergantung pada daya ikat yang muncul pada antara muka komposit. Pada komposit-komposit yang diperkuat dengan pengisi alami, biasanya terdapat suatu kekurangan pada adhesi antara muka di antara serat-serat selulosa hidrofilik dengan resin-resin hidrofobik yang berpengaruh terhadap ketidakserasian (incompability). Ada berbagai teori yang menerangkan pengikatan pada antara muka komposit, umumnya melibatkan ikatan kimia ataupun ikatan mekanik. Menurut Schwartz (1992), terdapat lima mekanisme

6 yang dapat terjadi pada antara muka, baik secara sendirian maupun secara gabungan, yaitu: a. Penyerapan dan pembasahan. b. Resapan. c. Daya tarik elektrostatis. d. Ikatan kimia. e. Ikatan mekanik. II.2 Polimer Polimer berasal dari bahasa Yunani yaitu: poly berarti banyak dan mer berarti bagian. Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana yang disebut dengan monomer. Perulangan unit-unit (monomer) dapat membentuk susunan rantai linier, bercabang dan jaringan (Stevens, 2001). Polimer disebut juga dengan makromolekul atau molekul besar, dimana stukturnya bergantung pada monomer-monomer yang dipakai dalam preparasinya. Berdasarkan monomer pembentuknya, polimer dapat dibedakan atas homopolimer dan kopolimer. Jika hanya ada beberapa unit monomer yang bergabung bersama dengan berat molekul rendah, maka polimer tersebut dinamakan oligomer. Homopolimer merupakan suatu polimer yang tersusun dari rantai-rantai berulang (monomer) yang sama sedangkan kopolimer adalah bahan polimer yang tersusun dari rantai-rantai berulang (monomer) yang berbeda.

7 Berdasarkan sumbernya, polimer dapat dibagi dua yaitu, polimer alam seperti pati, selulosa dan sutera yang dihasilkan oleh tanaman dan binatang, polimer lainnya adalah polimer sintetik yang dihasilkan di laboratorium, sedangkan berdasarkan reaksi pembentukannya, polimer dapat di klasifikasikan atas dua kelompok utama yaitu, polimer adisi dan polimer kondensasi. Perbedaan kedua polimer tersebut, pada polimer adisi memiliki atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya, sedangkan pada polimer kondensasi, terbentuk produk sampingan selama berlangsungnya proses polimerisasi. Pengetahuan tentang teknologi polimer terus berkembang, karena pada saat ini kehidupan manusia sehari-hari disadari maupun tidak, telah menggunakan bahan polimer mulai dari pakaian, perkakas rumah tangga sampai dengan pesawat terbang. Hal ini dilakukan untuk menggantikan bahan-bahan logam dan keramik karena beberapa kelebihan bahan polimer adalah: ringan, tahan terhadap korosi, mudah dibentuk, murah dan biaya produksi rendah. II.2.1. Polietilena Polietilena merupakan suatu polimer yang terbentuk dari unit-unit berulang (monomer) dimana monomer dari polietilena adalah etilena ( C 2 H 4 ) seperti dalam gambar 2.1. Gambar 2.1. Monomer Polietilena

8 Polietilena dibuat dengan polimerisasi dari gas etilena (CH 2 =CH 2 ), seperti pada Gambar 2.2. Gambar 2.2. Reaksi Polimerisasi Polietilena Polietilena disebut juga dengan polietilen (PE) adalah bahan termoplastik yang transparan, berwarna putih, titik leleh antara C C, memiliki berat molekul dengan perbandingan C 85,7% dan H 14,3%. Pertama sekali Polietilena diperkenalkan di England tahun 1933 yang diproses dengan kondisi tekanan > 1000 atm dan temperatur C C ( PLASTIK.pdf). Sekitar tahun 1953 Karl Ziegler dari Jerman menemukan proses polimerisasi yang berlangsung pada temperatur dan tekanan kamar dengan menggunakan katalis yang disebut dengan katalis Ziegler Natta, yaitu merupakan senyawa kompleks yang terbentuk dari alkil aluminium yang dikombinasikan dengan titanium klorida. Polietilena yang dihasilkan mempunyai berat molekul yang tinggi dan lebih kaku dibandingkan dengan polimer yang dihasilkan pada tekanan tinggi. Kekakuan tersebut disebabkan tidak adanya rantai-rantai cabang pada rantai polimer dan merupakan polimer linier. Berdasarkan densitasnya, polietilena dibedakan atas: LPDE, HDPE dan LLDPE.

9 a. Polietilena densitas rendah (LDPE = Low Density Polyethylene). LDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan tinggi, mudah dikelim dan harganya murah. Dalam perdagangan dikenal dengan nama alathon, dylan dan fortiflex. Kekakuan dan kuat tarik LDPE lebih rendah dari HDPE ( modulus Young psi dan kuat tarik psi), tetapi karena LDPE memiliki derajat elongasi yang tinggi ( % ), maka mempunyai kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan untuk putus yang tinggi. Titik lelehnya berkisar antara C. Banyak digunakan untuk film, mangkuk, kemasan. b. Polietilena densitas menengah (MDPE = Medium Density Polyethylene ). MDPE lebih kaku dari LDPE dan titik lelehnya lebih tinggi dari LDPE, yaitu antara C. c. Polietilena densitas tinggi (HDPE = High Density Polyethylene). HDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan dan suhu yang rendah (10 atm, C). HDPE lebih kaku dibanding LDPE dan MDPE, tahan terhadap suhu tinggi sehingga dapat digunakan untuk produk yang akan disterilisasi. d. Polietilena densitas sangat rendah (LLDPE = Linear Low Density Polyethylene) yaitu kopolimer etilen dengan sejumlah kecil butana, heksana atau oktana sehingga mempunyai cabang pada rantai utama dengan jarak yang teratur. LLDPE lebih kuat dari LDPE.

10 Polietilena merupakan bahan polimer yang memiliki tingkat kekasaran yang baik, tahan terhadap bahan kimia kecuali oksida kuat dan halida, larut dalam hidrokarbon aromatik dan larutan hidrokarbon yang terklorinasi di atas 70 0 C. Polietilena cenderung tidak tahan terhadap cahaya sehingga mudah berubah warna oleh pengaruh cahaya matahari dan menghasilkan material yang berwarna hitam (Meyer, 1984). Sifat-sifat dari Polietilena sangat dipengaruhi oleh struktur rantai dan kerapatannya. LDPE bersifat lentur, ketahanan listriknya baik, kedap air, lebih lunak dari HDPE, bersifat absorbsi dan tembus cahaya yang kurang baik dibandingkan dengan HDPE. LDPE lebih elastis dibanding HDPE. Hal ini karena kristalinitasnya rendah disebabkan oleh adanya cabang-cabang dari rantai polimer, sedangkan HDPE mempunyai sifat kristalinitasnya lebih tinggi dan lebih kaku karena merupakan polimer yang linier. Perbedaan bentuk rantai dan kerapatan ini menyebabkan perbedaan sifat kedua jenis polietilena ini. Proses pembuatan rantai panjang dari polimer termoplastik polietilena secara umum dapat dilakukan dengan dua cara (Cowd, 1991) yaitu: a. Proses dengan kondisi pada tekanan tinggi yang menghasilkan LDPE. b. Proses dengan kondisi pada tekanan rendah yang menghasilkan HDPE. Polietilena banyak digunakan untuk peralatan laboratorium, insulator listrik, bahan pembungkus, peralatan dapur, pipa, pelapis kertas dan pada industri tekstil. Jenis polietilena yang banyak digunakan sebagai pengemas adalah LDPE yaitu sekitar 44,5% dari total plastik kemas, diikuti dengan HDPE sekitar 25,4% (Curlee, 1991 dalam Nurjana, 2007).

11 Sifat fisika dan sifat mekanik dari LDPE dan HDPE dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut ini. Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Mekanik Polietilena Sifat Fisika LDPE HDPE Kekuatan Tarik, MPa Modulus Young, MPa Berat Jenis 0,91-0,93 0,94 0,96 Titik Leleh C C Muai Termal, 0 C Perpanjangan 100% 500% Sumber: (Van Vlack, 2004) II.3 Tandan Kosong Kelapa Sawit Tandan Kosong Kelapa Sawit merupakan limbah terbesar dalam proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO. Secara umum pengelolaan limbah terdiri dari dua aspek yaitu penanganan limbah dan pemanfaatan limbah. Penanganan limbah untuk mengurangi daya cemar dan pemanfaatan limbah untuk mendapatkan nilai tambah. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan untuk memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit adalah sebagai bahan baku pembuatan pulp (Darnoko dkk, 1995), serbuk pulp tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan pengisi polipropilena (Purwandari, 2001), pembuatan pupuk organik (Darnoko dkk,1995) dan penggunaan serat tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan pengisi polietilen (Nurjana, 2007). Penelitian menunjukkan bahwa kandungan seratnya cukup tinggi sehingga tandan kosong kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan pengisi polimer, seperti bahan pengisi jenis kayu

12 dan turunan selulosa, karena harganya murah, ringan dan dapat diperbaharui (Wirjosentono, 1996). Tandan kosong kelapa sawit juga dapat diolah menjadi sumber bahan kimia seperti pemanfaatan sebagai sumber lignin ( Sulhatun, 2005 ). Sebagai sumber bahan kimia, tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi senyawa selulosa dan turunannya dimana selulosa merupakan komponen terbesar disamping hemiselulosa dan lignin. Komposisi serat tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.2. dimana, kandungan selulosa 37,76%, lignin 22,23% holoselulosa 68,88%, sehingga tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri yang berbasis serat. Komposisi kimia dan sifat fisik serta morfologi serat tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan 2.3. Tabel 2.2 Komposisi dan Sifat Kimia Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit KOMPONEN KIMIA KOMPOSISI (%) Lignin 22,23 Ekstraktive 6,37 Pentosan 26,69 α selulosa 37,76 Holoselulosa 68,88 Abu 6,59 Kelarutan dalam -! % Na OH - 1 % NaOH - Air dingin - Air panas (Darnoko, dkk, ,96 29,96 13,89 16,17

13 Tabel 2.3 Sifat Fisik dan Morfologi serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Parameter TKS bagian pangkal TKS bagian ujung Panjang serta, mm ,76 Rata-rata (L) Diamater serat, µm (D) 15,0 114,34 Diameter Lumen, µm (l) 8,04 6,99 Tebal dinding, µm (W) 3,49 3,68 Bilangan Rumkel (2 W/l) 0,87 1,05 Kelangsingan (L/D) 79,95 53,00 Kelemasan (l/d) 0,54 0,49 Kadar serat (%) 72,67 62,47 Bukan serat (%) 27,33 37,53 (Darnoko, dkk, 1995) II.4 Selulosa Selulosa berasal dari kata Selopan yang terdiri dari cello dan phane yaitu cellulose dan diaphane (bahasa Perancis) dimana cello artinya selulosa dan phane artinya transparan. Selulosa (C 6 H 10 O 5 )n adalah polimer rantai panjang dari karbohidrat polisakarida atau homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit D glukopiranosa. Setiap unit D glukopiranosa dalam rantai selulosa mempunyai 3 gugus hidroksil (Sjostrom, 1998). Menurut Klug (1984), selulosa dapat dianggap sebagai senyawa polialkohol dimana setiap unit glukosa di dalam rantai molekul mengandung tiga gugus hidroksil. Struktur kimia pada selulosa mengandung 3 gugus OH, dimana gugus OH yang pertama di dalam makromolekul selulosa membentuk ikatan hidrogen. Gugus OH yang kedua membentuk ikatan antara molekul, sedangkan gugus OH yang

14 ke tiga membentuk ikatan hidrogen di antara molekul. Selulosa membentuk komponen serat dari dinding sel tumbuhan dan terikat erat dengan lignin, sehingga diperlukan perlakuan yang intensif untuk memisahkan selulosa dari lignin (Fengel, 1995). Struktur Selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Struktur Selulosa Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan hidrogen intra dan intermolekul, sehingga selulosa tidak larut dalam air meskipun memiliki banyak gugus hidroksil dan polar (Seymour, 1975). Selulosa merupakan senyawa organik yang paling melimpah di atas bumi dan merupakan konstituen utama dari dinding sel tumbuh tumbuhan (Stevens, 2001). Penggunaan selulosa terutama dalam industri pakaian, cat, film atau foto, kosmetik, deterjen, industri kertas, vernis dan mainan anak anak (edconopianto.blogspot.com/2009). Untuk aplikasi yang lebih luas, selulosa dapat diturunkan menjadi beberapa produk antara lain; selulosa ester dari asam anorganik dan organik (seperti selulosa nitrat, selulosa propionat dan selulosa butirat), selulosa eter dan kopolimer cangkok. Penggunaan serat selulosa terutama dalam bidang tekstil,

15 pembuatan tali, pembuatan benang, pembuatan karung, pembalut, kertas tipe khusus dan pengisi alat keselamatan (Stevens, 2001). Sifat-sifat serat selulosa dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Sifat- Sifat Umum Serat Selulosa Sifat Nilai Rumus Kimia (C 6 H 10 O 5 )n Kandungan selulosa 44 99,6% Densitas 1-1,1 g/cm 3 Temperatur bakar C Temperatur maksimum C Penggunaan Kandungan Kelembapan 2 10% Absorpsi Kelembapan % Kandungan abu 0,13 0,4% Ukuran Pori A ( hanya polimer BM<10.000) Panjang Serat µm Diameter serat 5 30 µm Luas Permukaan Spesifik 1 m 2 /g (kering) atau m 2 /g (basah) Sumber: Wypych, (2000) II.5 Modifikasi Kimia Modifikasi kimia pada pengisi alami yang mengandung selulosa didefinisikan sebagai reaksi antara beberapa bagian reaktif dari polimer dinding sel lignoselulosa dengan pelarut kimia tunggal, baik dengan katalis ataupun tanpa katalis untuk membentuk ikatan kovalen antara keduanya. Modifikasi kimia pada pengisi ini bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat dari pengisi tersebut (Rowell dkk, 1993). Secara umum, modifikasi kimia dapat mengurangi jumlah gugus OH pada pengisi, mengurangi lignin, pektin, wax dan minyak pada permukaan dinding sel pengisi (Bledzki dan Gasan, 1997). Modifikasi kimia menjadi sangat penting dengan melibatkan penggunaan suatu agen penggandeng (coupling agent).

16 Asam asetat merupakan pelarut yang bersifat polar (hidrofilik) seperti air dan etanol. Selain dapat melarutkan senyawa-senyawa polar seperti garam organik dan gula, asam asetat juga dapat melarutkan senyawa-senyawa non polar seperti minyak. Dengan sifat sifat yang dimiliki, asam asetat banyak digunakan dalam industri kimia. Menurut Rowell dkk (1993), modifikasi dengan asam asetat (asetilasi) pada selulosa kayu bertujuan untuk menstabilkan dinding sel, meningkatkan stabilitas dimensional dan degradasi pada lingkungan. Mwaikambo dan Ansell (1999) menyebutkan modifikasi kimia pada serat-serat alami bertujuan untuk menghilangkan lignin yang dikandung suatu bahan seperti pektin, senyawa-senyawa wax dan minyak alami yang berada pada permukaan dinding sel serat tersebut. Penggunaan asam asetat sebagai bahan penyerasi akan membentuk selulosa asetat (dari reaksi selulosa dengan asam asetat) yang merupakan termoplastik. Selulosa asetat pertama kali ditemukan oleh Schut Zenberger pada tahun Selain pada film fotografi, senyawa ini juga digunakan sebagai bahan komponen dalam bahan perekat, serta sebagai serat sintetik. Beberapa sifat selulosa asetat adalah: tidak mudah mengkerut jika dekat api, sangat jernih, mengkilap, lebih tahan terhadap benturan dibandingkan HDPE dan tahan abrasi. Banyak sistem reaksi kimia telah digunakan dalam modifikasi kimia suatu komposit antara lain, penggunaan maleat anhidrida polietilena sebagai bahan pengisi (Tanjung, 2008) dan penggunaan asam asetat 50% dan asam akrilik 3% dalam memodifikasi bahan pengisi tempurung kelapa (Hamid, 2008). Salmah dkk (2005b) menemukan bahwa penggunaan asam asetat 50% dan asam akrilik 3% dalam memodifikasi lumpur pada industri kertas sebagai pengisi komposit polipropilena

17 telah meingkatkan kekuatan tarik, perpanjangan dan modulus Young pada komposit tersebut. II.6 Reologi Reologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan bentuk (deformasi) dan aliran suatu bahan (Nielsen, 1978). Untuk bahan polimer, tujuan mempelajari reologi adalah untuk mendapatkan kondisi pemrosesan yang sesuai bagi bahan tersebut ataupun campuran dari berbagai bahan polimer dengan sifat-sifat yang berbeda. Salah satu penelitian tentang pengaruh variasi bahan penambah terhadap sifat reologi dari polistirena atau polipropilene telah dilakukan oleh Halimatuddahliana (2001). Untuk fluida sederhana seperti air, kajian reologi menyangkut kepada pengukuran viskositas fluida tersebut yang umumnya tergantung kepada suhu dan tekanan, tetapi reologi untuk bahan polimer lebih kompleks karena fluida polimer menunjukkan sifat non ideal (Nielsen, 1978). Pada umumnya, morfologi merupakan karakteristik dari polimer-polimer amorfous dan kristal, dimana polimer amorfous mempunyai ciri-ciri tidak adanya urutan yang sempurna di antara molekul-molekulnya sedangkan pada kristal, molekulmolekul terorientasi atau lurus dalam suatu susunan teratur yang analog sampai tingkat tertentu. Karena polimer tidak pernah mencapai kekristalan 100%, maka morfologi polimer dikategorikan menjadi amorfous dan semi kristal. Ketika suatu polimer amorfous mencapai derajat kebebasan rotasi tertentu, ia bisa dideformasi dan ketika

18 terdapat cukup kebebasan, molekul-molekul polimer tersebut mulai bergerak mengalir melampaui molekul satu sama lain. Untuk menyebabkan suatu polimer berdeformasi atau mengalir, memerlukan penerapan suatu gaya, seperti terlihat pada Gambar 2.4. A Vy Vx F H Vz w Gambar 2.4. Skema aliran fluida dalam keadaan stedi Berbagai gaya bisa diterapkan untuk deformasi, tetapi dalam reologi, gaya yang diberikan berkaitan dengan geser (tegangan tangensial). Tegangan tangensial adalah suatu gaya yang dikenakan ke salah satu sisi permukaan dalam arah yang sejajar dengan permukaan tersebut, seperti jika suatu bujur sangkar dikenakan (diterapkan) tegangan tangensial, akan berubah menjadi jajaran genjang (Painter and Coleman, 1994). Jika gaya dikenakan, polimer akan tertarik dengan tiba-tiba dan jika gaya diputus maka molekul-molekulnya cenderung mengembalikan konfigurasinya yang mulamula dan stabil, suatu proses yang disebut relaksasi (Stevens, 2001). Dengan adanya gaya, maka molekul-molekul polimer akan dikacaukan atau dirusak sehingga terjadi sifat elastisitas. Jika gaya tersebut dikenakan secara tetap dan sedikit demi sedikit,

19 maka molekul-molekul mulai mengalir secara tak dapat balik. Karena belitan rantai dan efek gesekan, cairan yang mengalir tersebut menjadi sangat kental. Kombinasi sifat elastis dan aliran yang kental menyebabkan polimer mempunyai sifat viskoelastis. Untuk membuat bentuk atau memintal suatu serat, molekul-molekul polimer mesti mengalir dengan cepat, dimana semakin cepat aliran maka produksi akan semakin cepat dan prosespun akan mengurangi biaya. Viskositas, baik dalam larutan maupun dalam leburan merupakan ukuran dari ketahanan terhadap aliran (Stevens, 2001). Hal-hal yang harus diperhatikan pada deformasi bahan polimer adalah: 1. Suhu peralihan kaca (Tg) bahan polimer tersebut. 2. Bahan polimer biasanya mengalami pemelaran dan relaksasi regangan, terutama bagi polietilena dan propilena. 3. Ketahanan terhadap hantaman (impak) cenderung kecil kecuali pada bahan yang telah dimodifikasi, seperti polikarbonat, poliaetal dan sebagainya. 4. Ketahanan terhadap fatigue (lelah) cenderung kecil. 5. Ketahanan terhadap minyak, pelarut, air dan surfaktan tergantung terhadap waktu kontak dan apabila disertai dengan tegangan dapat terjadi retak dan akhirnya putus. Kecepatan mengalirnya molekul-molekul komposit merupakan fungsi dari suhu, berat molekul, dan struktur molekul. Suhu yang sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik suatu bahan adalah suhu peralihan kaca (Glass Transition temperature, Tg). Suhu peralihan kaca (Tg) adalah suhu dimana terjadi perubahan sifat bahan

20 termoplastik/elastomer dari keadaan elastik (rubbery) menjadi tegas (rigid glass) yang berlangsung pada proses pendinginan bahan. Sebagai contoh bahan elastomer (karet) mempunyai kemampuan untuk memanjang jika ditarik dan akan kembali dengan cepat apabila tarikan dilepas. Hal ini terjadi tidak untuk semua suhu. Karakteristik volumesuhu bahan polimer dapat dilihat pada gambar 2.5. Gambar 2.5. Karakteristik Volume-Suhu Bahan Polimer Dari gambar tersebut di atas dapat dilihat bahwa polimer dengan struktur amorf tidak menunjukkan perubahan volume yang mendadak dalam mencapai titik leburnya (BA) sedangkan pada struktur kristal terjadi perubahan yang cukup jelas (CA). Di atas suhu peralihan kaca, Tg, struktur amorf menunjukkan sifat viskos (kental) dan di bawah Tg, bahan menunjukkan sifat tegas/rapuh karena gerakan rantai molekul sangat terbatas. Pada saat bahan polimer dengan stuktur semi kristal memadat dan dingin, penurunan secara mendadak volume spesifik terjadi seperti terlihat pada garis AC. Penurunan ini disebabkan karena susunan rantai polimer menjadi teratur membentuk kristal. Titik lebur polimer (Tf) merupakan suhu yang tertinggi dimana struktur kristal dalam bahan polimer dapat terdeteksi. Pengaruh suhu terhadap sifat-sifat bahan

21 polimer (plastik) secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.6 dimana Tg adalah suhu peralihan kaca, Tp adalah suhu proses dan Tf adalah suhu lebur polimer (Nasir,1996). Gambar 2.6. Pengaruh Suhu Terhadap Sifat-Sifat Bahan Polimer (Plastik) II.7 Sifat-Sifat Mekanik Sifat-sifat mekanik bahan polimer adalah khas dan berbeda dengan bahan logam ataupun keramik, dimana kelakuan viskoelastiknya (kekentalan) sangat dominan, misalnya pemelaran (creep) dan relaksasinya mudah terjadi. Sifat-sifat mekanik polimer dapat dinyatakan dalam beberapa parameter, yaitu: 1. Kekuatan tarik (Tensile Strength). 2. Kekuatan lentur (Flexural Strength). 3. Kekuatan impak (Impact Strength). 4. Kekerasan (Hardness). 5. Ketahanan lelah (Fatigue).

22 II.7.1 Kekuatan tarik (tensile strength) Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Pengujian tarik (tensile test) dilakukan dengan pembebanan pada kedua ujung sampel melalui gaya tarikan. Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan panjang atau deformasi dan juga menyebabkan terjadinya penipisan pada tebal bahan yang diuji. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum (besarnya gaya yang masih dapat ditahan oleh sampel sebelum putus) dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan (Van Vlack, 1989). Persamaan untuk tegangan tarik adalah: Tegangan tarik Tegangan ( gaya) Luas Permukaan F (Pa)... (2.1) A Tegangan tarik (kekuatan tarik) tergantung pada gaya yang diberikan, waktu, suhu, struktur dan morfologi bahan polimer (non kristal, semi kristal atau kristal). Jika pada suatu bahan dikenakan beban tarik, maka bahan tersebut akan mengalami perubahan panjang yang disebut dengan perpanjangan (elongation). Persamaan untuk perpanjangan : Perpanjangan Perubahan Panjang panjang awal

23 l l l o o (100%)... (2.2) Sementara sifat elastisitas suatu bahan polimer (modulus young) merupakan perbandingan antara tegangan tarik dengan perpanjangan. Pada peregangan suatu bahan polimer, perpanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban, sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya. Gambar 2.7 menunjukkan kurva kekuatan tarikperpanjangan untuk bahan polimer. Polimer amorf dan semi kristal di bawah Tg B Polimer semi kristal di atas Tg A B, C Karet B ε Gambar 2.7. Kurva kekuatan tarik- perpanjangan untuk bahan polimer

24 A adalah titik dimana pemanjangan bertambah tanpa disertai dengan peningkatan daya (yield point) B adalah titik dimana bahan putus menjadi dua bahagian (break poin) C adalah titik dimana kekuatan tarikan terbesar yang dialami bahan sebelum putus. II.7.2 Kekuatan lentur (flexural strength) Kekuatan lentur merupakan kemampuan bahan untuk melentur, dimana pengujian biasanya dilakukan dengan menekuk bahan (sampel) menggunakan beban. Kekuatan lentur (τ) suatu bahan dapat dihitung dengan persamaan 3PL 2 2bd Pa (2.3) Dimana, P = beban patah b = lebar batang uji d = tebal batang uji L = jarak antara titik tumpu. II.7.3 Kekuatan impak (impact strength) Kekuatan impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui ketegasan bahan atau ketahanan bahan terhadap daya dengan kecepatan tinggi (hantaman). Kekuatan impak suatu bahan polimer dapat diukur dengan menggunakan alat impact test. Untuk kekuatan impak, bahan dapat dibagi dalam dua klasifikasi, yaitu bahan yang rapuh (brittle) dan ductile. Kegagalan pada bahan yang rapuh dapat terjadi pada energi

25 yang rendah dimana keretakan bermula dan berlanjut sebelum terjadinya yelding. Ciriciri yang ditunjukkan biasanya bagian yang putus/patah menunjukkan permukaan yang halus dan kaku. Untuk bahan ductile, akan terbentuk yelding dimana akan tampak stress whitening pada daerah yang putus. Pengujian impak biasanya dilakukan dengan metode Charphy atau Izod, seperti pada Gambar 2.8. Gambar 2.8. Diagram untuk test Kekuatan impak II.8. Faurier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR) FT-IR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar ke penelitian penelitian struktur polimer, karena spektrum-spektrum bisa discan, disimpan, ditransformasikan dalam hitungan detik dan teknik ini memudahkan penelitian reaksireaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang (Stevens, 2001). Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer dan dilengkapi dengan cara perhitungan fourier transform. Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa, banyak digunakan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya senyawa organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan

26 32 mempunyai spektrum yang berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruhnya di daerah spektrum IR yakni cm -1. FT-IR teristimewa bermanfaat dalam meneliti paduan-paduan polimer. Paduan yang tidak dapat campur memperlihatkan suatu spektrum IR yang merupakan superposisi dari spektrum homopolimer (Stevens, 2001). Formulasi bahan polimer komersial dengan kandungan aditif bervariasi sebagai pemlastis dan anti oksidasi, memberikan kekhasan pada spektrum infra merahnya. Analisis inframerah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai dan struktur rantai polimer. Disamping itu, analisis IR dapat digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer. Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus hidroksida dan karboksilat (Harjono, 1991). Umumnya pita serapan polimer pada spektrum inframerah adalah adanya ikatan C-H regangan pada daerah 2880cm cm -1 dan regangan dari gugus fungsi lain yang mendukung untuk analisis suatu material. Banyak faktor yang mempengaruhi frekwensi vibrasi suatu ikatan dalam molekul seperti perbedaan massa. Misalnya, serapan C=O dalam gugus keton (RCOCH 3 ) lebih rendah dari pada C=O dalam RCOCl, hal tersebut disebabkan perbedaan massa CH 3 dan Cl.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, kebutuhan akan material juga cenderung bertambah dari tahun ke tahun sehingga dibutuhkan material-material baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penggunaan polimer dan komposit dewasa ini semakin meningkat di segala bidang. Komposit berpenguat serat banyak diaplikasikan pada alat-alat yang membutuhkan material

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polimer adalah makromolekul (molekul raksasa) yang tersusun dari satuan-satuan kimia sederhana yang disebut monomer, Misalnya etilena, propilena, isobutilena dan

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universita Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universita Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabodetabek rata-rata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa.

TINJAUAN PUSTAKA. Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. TINJAUAN PUSTAKA Plastik Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. Polimer adalah suatu bahan yang terdiri atas unit molekul yang disebut monomer. Jika monomernya sejenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampah dan produk-produk sampingan industri adalah salah satu unsur yang dapat membuat lingkungan tercemar dan karenanya harus dilakukan suatu usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Komposit polimer semakin berkembang dewasa ini, bersaing dengan komposit logam maupun keramik. Berbagai pemrosesan komposit terus dipacu, diarahkan ke sasaran produk

Lebih terperinci

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti Senyawa Polimer 22 Maret 2013 Polimer (poly = banyak; mer = bagian) suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia Suatu polimer

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK Kertas Kasar Kertas Lunak Daya kedap terhadap air, gas, dan kelembaban rendah Dilapisi alufo Dilaminasi plastik Kemasan Primer Diresapi lilin,

Lebih terperinci

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam.

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam. III. TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Alam Penggunaan serat alam sebagai bio-komposit dengan beberapa jenis komponen perekatnya baik berupa termoplastik maupun termoset saat ini tengah mengalami perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Termoplastik Elastomer (TPE) adalah plastik yang dapat melunak apabila dipanaskan dan akan kembali kebentuk semula ketika dalam keadaan dingin juga dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 20 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengunaan material komposit mulai banyak dikembangakan dalam dunia industri manufaktur. Material komposit yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang kembali, merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan

Lebih terperinci

2015 PEMBUATAN D AN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK KOMPOSIT LIMBAH D AUN SUKUN D ENGAN MATRIK POLYETHYLENE

2015 PEMBUATAN D AN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK KOMPOSIT LIMBAH D AUN SUKUN D ENGAN MATRIK POLYETHYLENE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitan Plastik memiliki kelebihan kepraktisan dan bobot ringan yang membuatnya banyak dipakai. Orang-orang di seluruh dunia umumnya menggunakan plastik untuk keperluan

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komposit adalah suatu sistem bahan (meterial) yang tersusun dari campuran atau kombinasi dari dua atau lebih konstituen makro yang berbeda dalam bentuk atau komposisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting Reni Silvia Nasution Program Studi Kimia, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia reni.nst03@yahoo.com Abstrak: Telah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, pembuatan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi organik maupun anorganik telah menyita banyak perhatian peneliti karena menunjukkan adanya

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu rekayasa material menjadi suatu kajian yang sangat diminati akhir - akhir ini. Pemanfaatan material yang lebih dikembangkan saat ini adalah polimer. Polimer

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *) ABSTRAK

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *)   ABSTRAK PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA Adriana *) email: si_adramzi@yahoo.co.id ABSTRAK Serat sabut kelapa merupakan limbah dari buah kelapa yang pemanfaatannya sangat terbatas. Polipropilena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi pembuatan komposit polimer yaitu dengan merekayasa material pada saat ini sudah berkembang pesat. Pembuatan komposit polimer tersebut

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi di Indonesia secara umum meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian maupun perkembangan teknologi. Pemakaian energi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 SIFAT MEKANIK PLASTIK Sifat mekanik plastik yang diteliti terdiri dari kuat tarik dan elongasi. Sifat mekanik diperlukan dalam melindungi produk dari faktor-faktor mekanis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi

Lebih terperinci

PROTECTION TAPE ST MORITA INDUSTRIES

PROTECTION TAPE ST MORITA INDUSTRIES PROTECTION TAPE ST MORITA INDUSTRIES Suatu material dapat berubah atau rusak karena adanya pengaruh lingkungan. Suatu produk maupun material harus selalu dilindungi terhadap sinar matahari langsung, suhu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PAPAN PARTIKEL SEBAGAI KOMPOSIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PAPAN PARTIKEL SEBAGAI KOMPOSIT BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PAPAN PARTIKEL SEBAGAI KOMPOSIT Papan partikel adalah lembaran hasil pengempaan panas campuran partikel kayu atau bahan berligno-selulosa lainnya dengan perekat organik dan

Lebih terperinci

akan sejalan dengan program lingkungan pemerintah yaitu go green.

akan sejalan dengan program lingkungan pemerintah yaitu go green. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, masyarakat Indonesia masih memahami bahwa serat alam tidak terlalu banyak manfaatnya, bahkan tidak sedikit yang menganggapnya sebagai bahan yang tak berguna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polistiren adalah salah satu contoh polimer adisi yang disintesis dari monomer stiren. Pada suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat termoplastik padat dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit, menjadi sebuah tantangan dalam ilmu material untuk mencari dan mendapatkan material baru yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data statistik Kehutanan (2009) bahwa hingga tahun 2009 sesuai dengan ijin usaha yang diberikan, produksi hutan tanaman mencapai 18,95 juta m 3 (HTI)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Amorf Salah satu jenis material ini adalah gelas atau kaca. Berbeda dengan jenis atau ragam material seperti keramik, yang juga dikelompokan dalam satu definisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini mendorong para peneliti untuk menciptakan dan mengembangkan suatu hal yang telah ada maupun menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penambahan bahan pengisi atau campuran dua atau lebih polimer telah menjadi fenomena penting pada tahun-tahun terakhir untuk mendapatkan suatu bahan dengan sifat-sifat

Lebih terperinci

HIDROKARBON DAN POLIMER

HIDROKARBON DAN POLIMER HIDROKARBON DAN POLIMER Hidrokarbon Senyawa karbon disebut senyawa organik karena pada mulanya senyawa-senyawa tersebut hanya dapat dihasilkan oleh organisme Senyawa lain yang tidak berasal dari makhluk

Lebih terperinci

Devy Lestari ( )

Devy Lestari ( ) Devy Lestari (0404517016) KOMPETENSI DASAR Menganalisis struktur, tata nama, sifat, penggolongan dan kegunaan polimer Mengintegrasikan kegunaan polimer dalam kehidupan sehari hari dengan struktur, tata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Material untuk rekayasa struktur terbagi menjadi empat jenis, diantaranya logam, keramik, polimer, dan komposit (Ashby, 1999). Material komposit merupakan alternatif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Uji material plastik sangat penting di karenakan untuk mengetahui kekuatan sebuah material plastik. Ada beberapa pengujian plastik diantanya dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemanfaatan polimer telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh yang sering kita jumpai sehari-hari adalah plastik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polietilena termasuk jenis polimer termoplastik, yaitu jenis plastik yang dapat didaur ulang dengan proses pemanasan. Keunggulan dari polietilena adalah tahan terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I- 1. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I- 1. I.1 Latar Belakang I- 1 I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan zaman yang semakin maju mendorong berbagai macam industri besar dunia untuk memenuhi permintaan konsumen. Dalam hal ini, industri carbon fiber semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi plastik membuat aktivitas produksi plastik terus meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Material plastik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. stabil dan mudah dipoles (Nirwana, 2005). Sebagai bahan basis gigi tiruan, resin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. stabil dan mudah dipoles (Nirwana, 2005). Sebagai bahan basis gigi tiruan, resin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Resin akrilik saat ini masih merupakan pilihan untuk pembuatan basis gigi tiruan lepasan karena harganya relatif murah, mudah direparasi, proses pembuatannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SERAT KELAPA (COCONUT FIBER) Serat kelapa yang diperoleh dari bagian terluar buah kelapa dari pohon kelapa (cocus nucifera) termasuk kedalam anggota keluarga Arecaceae (family

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komposit merupakan salah satu jenis bahan yang dibuat dengan penggabungan dua atau lebih macam bahan yang mempunyai sifat yang berbeda menjadi satu material dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perkembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam industri mulai menyulitkan bahan konvensional seperti logam untuk memenuhi keperluan aplikasi baru. Penggunaan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai banyak dikembangkan dalam dunia industri manufaktur. Penggunaan material komposit yang ramah lingkungan dan bisa

BAB I PENDAHULUAN. mulai banyak dikembangkan dalam dunia industri manufaktur. Penggunaan material komposit yang ramah lingkungan dan bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia yang modern ini penggunaan material komposit mulai banyak dikembangkan dalam dunia industri manufaktur. Penggunaan material komposit yang ramah lingkungan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I-l. Bab I. Pendahuluan. I.1. Latar Belakang. Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, rrrekanis dan

BAB I PENDAHULUAN. I-l. Bab I. Pendahuluan. I.1. Latar Belakang. Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, rrrekanis dan I-l BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, rrrekanis dan kimia. Secara garis besar, plastik dapat digolongkan menjadi dua, yakni plastik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan material di dunia industri khususnya manufaktur semakin lama semakin meningkat. Material yang memiliki karakteristik tertentu seperti kekuatan, keuletan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat sampah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat sampah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tempat Pembuangan Akhir Sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat sampah mencapai tahap akhir dalam pengelolaannya. Menurut Sularmo, Buchari, Jaya, dan Tugiyono

Lebih terperinci

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Mitra Rahayu1,a), Widayani1,b) 1 Laboratorium Biofisika, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi pada zaman modern ini, komposit polimer juga semakin berkembang,komposit polimer bersaing dengan komposit matriks logam maupun keramik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan

I. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Furfural merupakan salah satu senyawa kimia yang memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai pelarut dalam memisahkan senyawa jenuh dan tidak jenuh pada industri minyak bumi

Lebih terperinci

LOGO KOMPOSIT SERAT INDUSTRI KREATIF HASIL PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN

LOGO KOMPOSIT SERAT INDUSTRI KREATIF HASIL PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN LOGO KOMPOSIT SERAT INDUSTRI KREATIF HASIL PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN PENDAHULUAN Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material, dimana akan terbentuk material yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material komposit merupakan suatu materi yang dibuat dari variasi penggunaan matrik polimer dengan suatu substrat yang dengan sengaja ditambahkan atau dicampurkan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan konstruksi bangunan atau furnitur terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi hutan di Indonesia menunjukkan tingkat produktivitas yang menurun, padahal kebutuhan bahan baku kayu di lingkungan masyarakat dari tahun ke tahun semakin meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia dan banyak sekali produk turunan dari minyak sawit yang dapat menggantikan keberadaan minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti asam karboksilat, karbokamida, hidroksil, amina, imida, dan gugus lainnya

BAB I PENDAHULUAN. seperti asam karboksilat, karbokamida, hidroksil, amina, imida, dan gugus lainnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Superabsorbent polymer (SAP) merupakan jaringan rantai polimer tiga dimensi dengan ikatan silang ringan yang membawa disosiasi gugus fungsi ionik seperti asam karboksilat,

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zaki, Aboe. 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zaki, Aboe. 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resin akrilik polimerisasi panas berbahan polimetil metakrilat masih

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resin akrilik polimerisasi panas berbahan polimetil metakrilat masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resin akrilik polimerisasi panas berbahan polimetil metakrilat masih digunakan sebagai bahan basis gigi tiruan dibidang kedokteran gigi karena resin akrilik mempunyai sifat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia setelah Nigeria dan Thailand dengan hasil produksi mencapai lebih 23 juta ton pada tahun 2014

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI KOMPOSIT POLIETILENA DENSITAS RENDAH (LDPE) TESIS. oleh

PEMANFAATAN SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI KOMPOSIT POLIETILENA DENSITAS RENDAH (LDPE) TESIS. oleh PEMANFAATAN SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI KOMPOSIT POLIETILENA DENSITAS RENDAH (LDPE) TESIS oleh NALOM DAHLAN MARPAUNG 087022005/TK FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS Padil, Silvia Asri, dan Yelmida Aziz Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Riau, 28293 Email : fadilpps@yahoo.com

Lebih terperinci

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November PENGARUH PENAMBAHAN KHITOSAN DAN PLASTICIZER GLISEROL PADA KARAKTERISTIK PLASTIK BIODEGRADABLE DARI PATI LIMBAH KULIT SINGKONG Disusun oleh : 1. I Gede Sanjaya M.H. (2305100060) 2. Tyas Puspita (2305100088)

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Tingginya kadar air dan parenkim pada KKS, berakibat sifat fisik dan mekanik

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Tingginya kadar air dan parenkim pada KKS, berakibat sifat fisik dan mekanik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti diketahui kayu kelapa sawit atau KKS memiliki sifat hidrofil yang tinggi. Tingginya kadar air dan parenkim pada KKS, berakibat sifat fisik dan mekanik dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. oleh aktivitas organisme pembusuk. Organisme pembusuk itu salah satunya

BAB II LANDASAN TEORI. oleh aktivitas organisme pembusuk. Organisme pembusuk itu salah satunya BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Sampah adalah barang sisa suatu kegiatan/aktivitas manusia atau alam. Sampah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 2.1.1 Sampah Organik Yaitu sampah yang mudah membusuk atau

Lebih terperinci

Jenis-jenis polimer. Berdasarkan jenis monomernya Polimer yang tersusun dari satu jenis monomer.

Jenis-jenis polimer. Berdasarkan jenis monomernya Polimer yang tersusun dari satu jenis monomer. Polimer Apakah Polimer? Polimer adalah suatu material yang tersusun dari suatu rantai molekul secara berulang. Polimer tersusun dari unit-unit yang disebut dengan monomer Contoh-contoh polimer yang sering

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat menggunakan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni. Faridah, Anwar Fuadi

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni. Faridah, Anwar Fuadi Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni Faridah, Anwar Fuadi ABSTRAK Kertas seni banyak dibutuhkan oleh masyarakat, kertas seni yang dihasilkan dapat digunakan sebagai kertas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu materi penting yang ada di bumi dan terdapat dalam fasa cair, uap air maupun es. Kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk bisa terus

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci