RANCANG BANGUN ALAT UJI RUNNING-IN UNTUK SISTEM KONTAK PASANGAN DISC DAN PASANGAN GEAR TESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN ALAT UJI RUNNING-IN UNTUK SISTEM KONTAK PASANGAN DISC DAN PASANGAN GEAR TESIS"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN ALAT UJI RUNNING-IN UNTUK SISTEM KONTAK PASANGAN DISC DAN PASANGAN GEAR TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik Mesin pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Disusun oleh: PETRUS LONDA NIM: PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK MESIN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

2 Halaman Pengesahan RANCANG BANGUN ALAT UJI RUNNING-IN UNTUK SISTEM KONTAK PASANGAN DISC DAN PASANGAN GEAR Disusun oleh: PETRUS LONDA NIM: Telah dipertahankan didepan Tim Penguji dalam Ujian Tesis pada tanggal 11 Juni 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Studi Magister Teknik Mesin, FakultasTeknik, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. ii

3 ABSTRAK Rancang Bangun Alat Uji Running-in untuk Sistem Kontak Pasangan Disc dan Pasangan Gear Disusun oleh: PETRUS LONDA NIM: Keausan merupakan fenomena tribologi yang terjadi pada setiap peralatan akibat kontak mekanik antara dua komponen. Dalam kurun waktu yang lama keausan ini akan menimbulkan kerusakan pada peralatan. Untuk meningkatkan keandalan dan efisiensi peralatan, maka fenomena keausan ini perlu dikaji lebih lanjut. Didalam ilmu tribology para peneliti membagi proses terjadinya keausan akibat kontak mekanik tersebut menjadi tiga fase, yaitu fase running-in, fase steady state (fase tunak) dan fase wear-out. Untuk mengetahui secara cepat kondisi dari ketiga fase tersebut diperlukan alat uji running-in. Tesis ini difokuskan pada rancang bangun alat uji running-in. Alat ini dipakai untuk menguji komponen yang terdiri dari dua roda gigi dan dua buah piringan (two disc) yang terbuat dari material yang dapat divariasikan jenisnya. Perancangan mekanismenya memungkinkan sisi kedua piringan pada arah radial saling kontak ketika kedua piringan tersebut berputar (rolling contact) dan dapat divariasikan beban maupun putaran. Untuk itu metode perancangan Pugh dapat memberikan solusi, karena dengan metode ini semua konsep produk akan dinilai dan konsep produk terbaik yang akan dikembangkan menjadi produk. Pengujian dilakukan secara eksperimen untuk mengetahui fenomena keausan yang terjadi mulai dari kondisi running-in sampai kondisi steady state. Hasil rancangan menunjukan bahwa alat uji dapat digunakan untuk menentukan variabel-variabel dalam proses running-in. Dengan variasi jumlah putaran (maksimal 2800 rpm), beban tekan (maksimal 5 kg) dan beban torsi yang dapat dikontrol (5 kg) serta arah putaran specimen yang dapat diatur, maka gaya gesek pada permukaan specimen dapat diketahui, sedangkan variabel yang diukur adalah perubahan kekasaran permukaan. Kata kunci: perancangan, rolling contact, running-in, steady state. iii

4 ABSTRACT Design and Manufacture of Running-in Tester for Gears and Discs Contact System By PETRUS LONDA NIM: Wear is a phenomenon of tribology that occured in every equipment due to contact between two component. In a long period the wear will cause damage to the equipment. To increase the reliability and efficiency of equipment, this phenomenon needs to be studied further. In the science of tribology, researchers divided the process of the wear due to the mechanical contact into three phases, namely running-in phase, steady state phase and wear-out phase. For quickly determine the conditions of these three phases the running-in tester is required. This thesis focuses on the design and manufacture of running-in test equipment. This tool is used to test components consisting of two gears and two discs are made of material that can be varied kind. The design of the mechanism allows the both disc contact one another on radial direction when both disc rotating then loads and rotation can be varied. For that Pugh design method can provide a solution, because with this method all product concepts will be assessed and the best concept of products will be developed into the products. Tests carried out experimentally to determine the wear phenomenon that occurs from running-in conditions until steady state conditions. Results showed that test equipment can be used to determine the variables in the running-in process. By varying the amount of rotation (maximum 2800 rpm), compressive load (maximum 5 kg) and torque load that can be controlled (5 kg) and the direction of rotation of the specimen can be set, then the friction force on the surface of the specimen can be found, while measured variable is the change of surface roughness. Key words: design, rolling contact, running-in, steady state. iv

5 Pedoman Penggunaan Tesis Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Universitas Diponegoro, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Universitas Diponegoro. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya. Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh Tesis haruslah seizin Direktur Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. v

6 Halaman Peruntukan Dipersembahkan kepada kedua orang tua, istri tercinta, anak tersayang dan teman-temanku. vi

7 Kata Pengantar Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya serta cinta yang tulus kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang merupakan tahap akhir dari proses untuk memperoleh gelar Magister Teknik Mesin di Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan Tesis ini tidak lepas dari orang-orang yang dengan segenap hati memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan, baik moral maupun material. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Jamari, ST, MT selaku dosen pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan Tesis ini. 2. Dr. Susilo Adi Widyanto, ST, MT selaku Co. pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan koreksi serta bantuan selama proses penulisan Tesis ini. 3. Prof. Dr. Ir. A. P. Bayuseno, MSc selaku ketua Program Studi Magister Teknik Mesin UNDIP. 4. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) yang diterima selama pendidikan berlangsung. 5. Seluruh rekan-rekan yang selalu memberikan dorongan, semangat, infomasi bagi penulis, terutama Rifky Ismail, ST, MT, Imam Syafa at, ST, MT dan Eko Saputro, ST, MT. 6. Seluruh rekan-rekan dosen dan teknisi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Bandung yang telah banyak memberikan bantuan. 7. Spesial buat istri tercinta dan anakku tersayang yang selalu setia menemani dan memberikan doa dengan tulus. 8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Pascasarjana Jurusan Teknik Mesin UNDIP yang tidak dapat saya sebutkan satu demi satu. Penulis menyadari bahwa dalam menulis Tesis ini terdapat kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun vii

8 viii untuk kesempurnaan dan kemajuan penulis dimasa yang akan datang sangat diharapkan. Akhir kata penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Semarang 22 Januari 2013 Penulis,

9 Daftar Isi TESIS Halaman Pengesahan... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv Pedoman Penggunaan Tesis... v Halaman Peruntukan... vi Kata Pengantar... vii Daftar Isi... ix Daftar Lampiran... xiiii Daftar Gambar dan Ilustrasi... xiv Daftar Tabel... xvii Daftar Singkatan dan Lambang... xviii Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Originalitas Rancangan Tujuan Pembuatan rancangan Manfaat Rancangan Sistematika Penulisan... 3 Bab 2 TEORI PERANCANGAN Perancangan Domain Perancangan Metode QFD (Quality Function Deployment) Tahap 1 Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan Tahap 2 Kebutuhan yang berkaitan dengan regulasi Tahap 3 Penyusunana persyaratan/keinginan pelanggan Tahap 4 Mengevaluasi pesaing... 8 ix

10 x Tahap 5 Menyusun spesifikasi teknis Tahap 6 Menentukan arah perbaikan Tahap 7 Matriks morfologi Tahap 8 Kesulitan dalam organisasi team perancang Tahap 9 Analisa teknis tentang produk pesaing Tahap 10 Target nilai untuk spesifikasi teknis Tahap 11 Hubungan antara matriks morfologi Tahap 12 Absolute importance Perancangan Konsep Produk Gear test rig di Lousiana State University, USA Gear test machine di Institute of Madras, India FZG test rig di Queensland University, Australia Twin disc roll/slide di The University of Birmingham The FZG test machine di Kocatepe University, Turkey The gear test rig di RMIT University, Melbourne, Australia Back to back gear box di Institute of Madras, India Two disc wear test rig di Shanghai University, China Two roller testing machine di University of Dhaka Two disc machine di University of Twente, Belanda Pemilihan Konsep Produk Konsep I Konsep II Konsep III Konsep IV Fungsi dan struktur fungsi Mengevaluasi konsep produk Perancangan produk terpilih Proses pemberian bentuk (Embodiment design) Aspek perancangan lain dalam perancangan produk Dokumen untuk pembuatan produk Gambar layout produk Gambar susunan komponen produk... 31

11 xi Gambar detail elemen produk Daftar material (bill of materials) Catatan perancangan Dokumen pemeriksaan produk dan jaminan kualitas produk Instruksi-instruksi Aplikasi permohonan paten Bab 3 TINJAUAN TENTANG TRIBOLOGI Tribologi Kontak mekanik Gesekan (friction) Gaya gesek statik Gaya gesek kinetik Koefisien gesek pada permukaan kontak Keausan (wear) Pelumasan (lubrication) Tipe pelumasan Viskositas pelumas Viskositas indeks Bab 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi empirik yang mendukung rancangan Dimensi awal yang mendukung rancangan Analisa gaya gesek pada saat dua specimen saling kontak Analisa beban Analisa tegangan dan defleksi pada poros specimen Analisa kekuatan poros specimen Pengujian hasil rancangan Persiapan alat uji Persiapan bahan Pelaksanaan pengujian Hasil-hasil pengujian... 77

12 xii Bab 5 PENUTUP Kesimpulan Saran Daftar Pustaka Daftar Publikasi Ilmiah Lampiran Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D Lampiran E Lampiran F Lampiran G

13 Daftar Lampiran Lampiran A Analisa Komposisi Kimia Bahan S45C Lampiran B Analisa Komposisi Kimia Bahan Roda Gigi Lampiran C Pengujian Kekerasan Rockwell Bahan S45C Lampiran D Lampiran E Lampiran F Lampiran G Dokumen untuk pembuatan produk... Diagram Kelistrikan Disc/Gear test Machine. Unit Mekanisme Disc/Gear test Machine... Prinsip Kerja Disc/Gear test Machine xiii

14 Daftar Gambar dan Ilustrasi Gambar 2.1 Empat Domain Perancangan (Albano, 1999) Gambar 2.2 Rumah Kualitas (Becker, 2000) Gambar 2.3 Skema gear test rig (Akbarzadeh, Khonsari, 2011) Gambar 2.4 Gear test machine (Dhanasekaran, Gnanamoorthy, 2008) Gambar 2.5 Skema FZG test rig (Hargreaves, Planitz, 2009) Gambar 2.6 Skema twin disc roll/slide apparatus Gambar 2.7 The FZG test machine (Aslantas, Tasgetiren, 2004) Gambar 2.8 Skema the gear test rig (Ding, Rieger, (2003) Gambar 2.9 Skema back to back gear box Gambar 2.10 Two disk wear test rig (Wang, Wong, Zhang, 2000) Gambar 2.11 Two roller testing machine Gambar 2.12 Two disk machine ( 25 Desember 2011) Gambar 2.13 Konsep desain I Gambar 2.14 Konsep desain II Gambar 2.15 Konsep desain III Gambar 2.16 Konsep desain IV Gambar 2.17 Diagram alir evaluasi konsep produk Gambar 2.18 Susunan komponen produk (ISO Standards Handbook, 1991) Gambar 2.19 Gambar detail elemen produk (ISO Standards Handbook, 1991).. 33 Gambar 2.20 Diagram alir perancangan produk Gambar 2.21 Diagram alir penelitian Gambar 3.1 Conforming contact Gambar 3.2 Non-conforming contact (line contact) Gambar 3.3 Non-conforming contact (point contact) Gambar 3.4 Interaksi antara dua kekasaran permukaan (Popov, 2009) Gambar 3.5 Model dari permukaan kontak pada dry friction (Popov, 2009) Gambar 3.6 Tribological ection (Gresham, Totten, 2009) Gambar 3.7 Faktor-faktor penyebab terjadinya keausan (Gresham, 2009) Gambar 3.8 Uraian keausan dilihat dari tipe kontaknya (Kato, Koshi, 2001).. 48 Gambar 3.9 Bentuk permukaan untuk pelumasan (Cheng 1992) Gambar 3.10 Stribeck curve (Lansdown, 2004) Gambar 3.11 Kondisi pelumas diantara dua permukaan (Stachowiak, 2005) Gambar 3.12 Estimasi viskositas (Make, 2008) Gambar 4.1 Fokus dalam perancangan komponen Gambar 4.2 Variabel-variabel pada mekanisme pulley Gambar 4.3 Analisa gaya pada T Gambar 4.4 Analisa gaya gesek (F G ) Gambar 4.5 Analisa beban tekan (F N ) xiv

15 xv Gambar 4.6 Analisa torsi pada poros sebelah kanan (M 3 ) Gambar 4.7 Konstruksi mekanisme pengereman Gambar 4.8 Analisa beban pengereman (F) Gambar 4.9 Beban yang bekerja pada poros specimen sebelah kiri Gambar 4.10 Beban pada poros di tumpuan B Gambar 4.11 Diagram alir pengujian Gambar 4.12 Hasil rancangan disc/gear test machine Gambar 4.13 Hand-held Roughness Tester TR Gambar 4.14 Benda uji berbentuk disc Gambar 4.15 Koefisien gesek pada saat running-in roda gigi produk AHM pada 600 rpm Gambar 4.16 Koefisien gesek pada saat running-in roda gigi produk AHM pada 1200 rpm Gambar 4.17 Grafik koefisien gesek pada saat running-in baja-baja Gambar 4.18 Perubahan topografi permukaan selama waktu running-in pada pasangan specimen baja dengan baja Gambar 4.19 Panjang pengukuran Ra pada specimen disc

16 Daftar Tabel Tabel 2.1 Matriks keputusan untuk Memilih Konsep Produk Tabel 2.2 Bill of Materials untuk Gambar Susunan Unit Poros Sebelah Kiri Tabel 4.1 Matrix hubungan antara design variable dengan failure focus Tabel 4.2 Estimasi faktor keamanan (Andrew, John, 1999) Tabel 4.3 Komposisi Kimia (%) dan Nilai Kekerasan Beberapa Material xvi

17 Daftar Singkatan dan Lambang SINGKATAN Nama Pemakaian pertama kali pada halaman LabVIEW Laboratory Virtual Instrument Engineering Workbench 2 QFD Quality Function Deployment 6 VFD Variable Frequency Drive 12 ISO International Organization for Standardiztion 29 BS British Standard 29 ANSI American National Standards Institute 29 DIN Deutsches Institut für Normung 29 HL Hydrodynamic Lubrication 50 EHL Elastohydrodynamic Lubrication 50 Pa.s Pascal-seconds 52 VI Viscosity Index 55 MSFP Maximum Sear stress Failure Predictor 71 MPFP Maximum Principal stress Failure Predictor 71 UKM Usaha Kecil Menengah 75 HRB Hardnees Rockwell-B 75 HRA Hardnees Rockwell-A 75 AHM Astra Honda Motor 77 Pemakaian LAMBANG Nama Satuan pertama kali pada halaman Ψ Plasticity index [ - ] 40 H Kekerasan material N/m 2 40 σ Distribusi standar deviasi tinggi asperity μm 40 β Radius ujung asperity μm 40 E Efektif elastis modulus Hertzian N/mm 2 40 E 1, E 2,E Elastic moduli material N/mm 2 40 υ 1, υ 2 Poisson ratio [ - ] 40 F s Gaya gesek statis N (Newton) 42 F N Gaya normal N (Newton) 42 μ s Koefisien gesek statis [ - ] 42 xvii

18 xviii F k Gaya gesek kinetik N (Newton) 43 μ k Koefisien gesek kinetik [ - ] 43 θ Sudut kemiringan bidang gesek derajat 43 σ o Contact pressure (tegangan normal) N/mm 2 44 A c Luas daerah kontak mm 2 44 τ Tangential shear stress N/mm 2 44 η Dinamik viskositas pelumas Pa.s 51 N,n Kecepatan putaran rpm,put/s 51 P Beban tekan kn/m 2 51 F,W Gaya N, kn 52 (u/h) Shear rate [s -1 ] 52 υ Kinematic viscocity [m 2 /s] 53 ρ Dencity minyak pelumas [kg/m 3 ] 53 σ u, S u Repture strength, N/mm 2 56 σ y,s y Yield strength, N/mm 2 56 S e Endurance limit, N/mm 2 56 D Daya Watt 58 Z 1,2 Jumlah gigi gigi 58 d 1,2 Diameter pitch pulley mm 58 M Torsi Nm 58 F c Gaya pada load cell gram 59 F G Gaya gesek N (Newton) 59 K Kisar gigi timing belt mm 59 Z s Jumlah gigi timing belt gigi 59 C Jarak sumbu poros mm 59 θ 1,2 Sudut kontak pulley derajat 59 k Pitch differential mm 59 T,T e,t 1,2,T Tegangan timing belt N (Newton) 60 d s Diameter specimen mm 61 Ø Diameter drum rem mm 67 δ 1, δ max Defleksi mm 70

19 Bab1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Beberapa faktor yang mempengaruhi umur pakai dari sebuah komponen adalah kualitas komponen, cara penggunaan komponen, cara perawatan dan situasi kerja dari komponen tersebut. Ditinjau dari cara kerja komponenkomponen didalam sebuah sistem, maka akan ada beberapa perbedaan dalam hal beban kerja yang diterima sehingga akan mempengaruhi usia pakai dari komponen tersebut. Selain itu dalam sebuah sistem tersebut, terdiri dari beberapa komponen yang dibuat dari material yang berbeda, disesuaikan dengan fungsi dan kegunaannya. Hampir semua alat-alat mekanik, mengalami kontak mekanik pada permukaan ketika sedang dalam kondisi kerja. Kontak yang terjadi antara komponen bisa berupa static contact, rolling contact, atau sliding contact, misalnya kontak yang terjadi antara ball dengan inner race dan outer race pada ball bearing, gesekan piston terhadap dinding silinder atau, gesekan camshaft dengan katup dalam motor bakar, dan lain sebagainya. Akibat dari kerja komponen tersebut maka akan timbul adanya pengikisan permukaan komponen atau sering disebut keausan (wear). Tingkat pertumbuhan keausan ini dapat diketahui dengan metode yang akurat. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui tingkat pertumbuhan keausan pada kontak antara roda gigi, maka pasangan roda gigi tersebut dioperasikan dalam kondisi yang sebenarnya dalam jangka waktu tertentu atau sampai kondisi dari sistem mengalami keausan. Kemudian pertumbuhan keausannya dihitung dengan mengukur perubahan geometri permukaan kontak yang terjadi. Geometri hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan geometri awal, sehingga didapat selisih nilai geometri. Selisih nilai geometri ini merupakan nilai keausan. Metode ini memang akurat namun memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sisi biaya yang mahal dan waktu yang lama. Oleh karena itu tingkat pertumbuhan keausan ditentukan secara eksperimen yang lebih sederhana dengan menggunakan 1

20 2 tribometer. Tribometer ini mencoba menirukan kondisi yang sebenarnya dengan menyamakan material dan permukaan kontak (Kanavalli, 2006). 1.2 Perumusan Masalah Dari uraian di atas, maka perlu dirancang dan dibuat sebuah alat uji keausan (tribometer) yang bisa digunakan untuk menguji beberapa parameter tribology yang memiliki kriteria sebagai berikut: a. Putaran motor dapat bervariasi. b. Putaran specimen dapat dikontrol. c. Dapat digunakan untuk menguji disc dan roda gigi. d. Dimensi specimen yang diuji dapat bervariasi baik diameter maupun tebalnya. e. Beban torsi dapat dikontrol. f. Slip pada sistem transmisi daya sekecil mungkin. g. Defleksi pada poros daya sekecil mungkin. h. Specimen mudah dan cepat dalam penggantian. i. Pengambilan data terintegrasi dengan komputer dengan menggunakan program LabVIEW. j. Ergonomis. 1.3 Originalitas Rancangan Desain dan standar perancangan yang sejenis tentang pembuatan alat uji gear/disc test machine telah banyak dipaparkan dengan berbagai macam desain mesin uji yang sudah banyak digunakan untuk menguji berbagai macam slip ratio benda uji yang berbentuk roda gigi maupun yang berbentuk piringan (disc). Ada beberapa mesin uji dengan konstruksi yang sederhana sampai rumit dengan penambahan-penambahan alat kontrol yang dipakai untuk mendapatkan kondisi operasional pengujian mendekati kondisi nyata dilapangan (reliable). Beberapa desain alat uji gear/disc test machine yang telah ada umumnya bersifat sangat spesifik, artinya hanya mampu menguji gear saja atau disc saja dalam ukuran yang terbatas. Seperti alat uji gear test rig di Lousiana State University, USA, hanya mampu menguji disc pada ukuran tertentu. Begitu juga dengan alat uji gear test machine di Indian Institute of Thecnology Madras

21 3 Chennai, India, hanya mampu menguji roda gigi pada dimensi tertentu. Dari uraian tersebut, maka pada penelitian ini penulis merancang dan membangun alat uji running-in untuk sistem kontak disc dan roda gigi yang mampu menguji gear dan disc dengan ukuran yang bervariasi pada mesin yang sama serta dilengkapi dengan alat kontrol untuk mengetahui putaran poros specimen serta beban torsi. Dari beban torsi yang bisa di kontrol maka koefisien gesek benda uji dapat diketahui. Alat uji ini terintegrasi dengan komputer dengan menggunakan program LabVIEW. 1.4 Tujuan Pembuatan rancangan Tujuan pembuatan rancangan dalam penulisan tesis ini adalah: a. Merancang dan membangun sebuah alat uji gear/disc test machine untuk menguji disc maupun roda gigi pada mesin yang sama. b. Menguji performansi disc dan gear terhadap perubahan rpm, beban torsi, beban tekan, temparatur, pelumasan. c. Mendapatkan nilai koefisien gesek kinetik dari kedua permukaan yang saling bergesekan. 1.5 Manfaat Rancangan Hasil rancangan ini dapat dijadikan referensi pada penggunaan alat uji dalam melakukan pengujian keausan pada kontak rolling-sliding seperti keausan pada permukaan roda gigi, roda kereta dengan rel, poros engkol dengan bantalan luncur maupun dalam pemilihan material dan paduannya pada proses manufaktur. 1.6 Sistematika Penulisan Penyusunan tesis ini terbagi atas 5 bab. Bab-bab tersebut adalah: Bab I Pendahuluan, Bab II Teori Perancangan, Bab III Tinjauan tentang Tribology, Bab IV Hasil rancangan serta Bab V Penutup. Pendahuluan berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, originalitas rancangan, tujuan pembuatan rancangan, manfaat rancangan, dan yang terakhir sistematika penulisan. Pada bab II merupakan sebuah tinjauan pustaka tentang teori dan aplikasi perancangan yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan terhadap sebuah rancangan. Pada bab III juga merupakan sebuah tinjauan pustaka yang membahas tentang teori

22 4 tribology yang melatarbelakangi kontak mekanik. Sedangkan pada bab IV merupakan hasil rancangan, dimana pada bab ini akan menunjukan bahwa produk hasil rancangan telah berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan awal. Dan pada bagian akhir tesis ini akan ditutup dengan kesimpulan dan saran yang terangkum dalam bagian penutup.

23 Bab 2 Teori Perancangan Jika anda memiliki waktu untuk melihat-lihat disekitar anda, maka anda akan menemukan banyak contoh dari technological creativity. Anda akan melihat secara fisik seperti telefon, mobil, sepeda dan masih banyak yang lainnya. Setiap hari penciptaan tidak muncul secara ajaib, tetapi berawal dari sebuah pemikiran yang diwujudkan dan dikembangkan secara terus menerus. Engineering is the creative process of turning abstract ideas into physical representations (products or systems) (Seyyed, 2005). Usaha kreatifitas untuk mewujudkan sebuah produk ini dikenal dengan perancangan. 2.1 Perancangan Perancangan dapat dibedakan menjadi tiga cabang, yaitu: Perancangan tradisional, kelompok ini meyakini bahwa merancang membutuhkan pengelaman pribadi dan tidak bisa diajarkan. Sedangkan kelompok kedua meyakini bahwa perancangan dapat dioptimalisasikan dengan menggunakan peralatan seperti komputer (bisa dipelajari). Sementara kelompok ketiga adalah kelompok yang menyakini bahwa kedua kelompok sebelumnya adalah benar. Perancang yang baik adalah perancang yang menggunakan ketiga keyakinan tersebut (Albano, 1999). Sedangkan elemen-elemen dalam perancangan menurut Albano dapat dikelompokan kedalam lima elemen perancangan, yaitu; (1) mengetahui apa yang dibutuhkan customers, (2) tentukan masalah yang esensial yang sesuai dengan kebutuhan customers, (3) konsepkan solusinya, (4) analisa solusi yang ada untuk menentukan kondisi yang optimum, (5) periksa kembali hasil desain apakah itu yang dibutuhkan customer. 2.2 Domain Perancangan Domain perancangan bisa dikelompokan menjadi empat, yaitu: customer domain, functional domain, physical domain dan process domain. Customer domain (CAs) dicirikan dengan kebutuhan customer, seperti kebutuhan akan 5

24 6 sebuah produk, sistem atau material. Functional domain, perancang harus secara spesifik mengetahui syarat-syarat fungsional/functional requirements (FRs) dari produk yang dibutuhkan customers, sehingga syarat-syarat tersebut dapat diwujudkan secara fisik/design parameters (DPs) dalam physical domain, dan yang terakhir adalah process domain dimana pada rana ini kebutuhan dan syaratsyarat custumer yang sudah diwujudkan dalam physical domain (DPs) diproses menjadi sebuah produk, yang mana hal ini dicirikan dengan process variables (PVs). Gambar berikut memperlihatkan empat domain perancangan. Gambar 2.1 Empat Domain Perancangan (Albano, 1999). Domain yang disebelah kanan representasi dari solusi, peta pelaksanaan dari functional domain menuju physical domain dinamakan product design sedangkan peta pelaksanaan dari physical domain ke process domain dinamakan manufacturing process design dan peta pelaksanaan dari customer domain ke functional domain berupa informasi-informasi dari kebutuhan customers atau peta pelaksanaan kegiatan untuk menetapkan spesifikasi teknis dari produk. Sedangkan pada bagian lain (Harsokoesoemo, 2004), mengatakan bahwa proses perancangan terdiri dari empat fase yaitu: (1) fase defenisi proyek, perencanaan proyek dan penyusunan spesifikasi teknis produk, (2) fase perancangan konsep produk, (3) fase perancangan produk dan (4) fase penyusunan dokumen untuk pembuatan produk. Dari kedua pendapat tersebut sama-sama menggunakan metode QFD untuk membantu menyelesaikan persoalan didalam perancangan.

25 7 2.3 Metode QFD (Quality Function Deployment) Metode ini digunakan untuk menyusun persyaratan fungsional dari produk yang dibutuhkan (FRs) atau menyusun spesifikasi teknis suatu produk yang dibutuhkan customer. Ada beberapa metode untuk menyusun spesifikasi teknis suatu produk, seperti metode French, metode Pahl dan Beitz, metode VDI. metode Ullman, namun metode QFD adalah yang paling banyak digunakan. Menurut hasil survei ditemukan bahawa mayoritas (83%) perusahaan menyatakan bahwa metode QFD berhasil menambah kepuasan pengguna dan 76% perusahaan menyatakan bahwa hasil metode QFD menyebabkan terbentuknya keputusankeputusan yang rasional (Harsokoesoemo, 2004). Metode ini dikembangkan di Jepang pada tahun 1966 oleh Yoji Akao dan kemudian masuk ke Amerika Serikat pada tahun 1980-an. Metode QFD tidak hanya membantu memahami masalah perancangan produk, tetapi metode QFD meletakan landasan untuk fase berikutnya. Metode QFD ini terdiri dari beberapa tahapan dalam menetapkan konsep produk (Becker, 2000). Tahapan tersebut adalah sebagai berikut: Tahap 1 Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan Pada tahapan pertama ini perancang akan menganalisa siapa sebanarnya pelanggan itu dan bagaimana segmen pasarnya, yaitu orang yang akan membeli produk dan yang akan mengatakan kepada pengguna lain tentang kialitas produk. Team perancang akan mengumpulkan informasi dari pelanggan mengenai syaratsyarat dari produk yang mereka butuhkan. Syarat-syarat tersebut seperti kemampuan produk (usability), dan performanya (performance) Tahap 2 Kebutuhan yang berkaitan dengan regulasi Tidak semua standar-standar produk boleh diketahui oleh pelanggan, sebab itu merupakan standar perusahaan yang bersifat aturan. Standar-standar tersebut seperti dimensi maupun teknologi pembuatannya, mulai dari material sampai dengan bentuk komponennya.

26 Tahap 3 Penyusunana persyaratan/keinginan pelanggan Syarat-syarat dari pelanggan, seperti usability dan performance suatu produk dibuat dalam beberapa kriteria, setiap kriteria diberi nilai oleh pelanggan dalam skala yang telah ditentukan oleh team perancang. Kriteria-kriteria tersebut dituangkan dalam sebuah matriks sehingga pelanggan dengan mudah untuk menilainya Tahap 4 Mengevaluasi pesaing Memahami bagaimana pelanggan menghadapi persaingan dalam sebuah kompotisi, merupakan hal yang menguntungkan. Pada tahap ini team perancang akan mengajukan pertanyaan bagaimana produk anda dalam mengahadapi persaingan. Untuk menghadapi hal tersebut maka team perancang membuka ruang untuk mengidentifikasi peluang pasar, melakukan perbaikan secara kontinyu terhadap produk, menerima komplain dari pelanggan, dan seterusnya Tahap 5 Menyusun spesifikasi teknis Penyusunan spesifikasi teknis produk diperlukan untuk menjamin kesesuaian dengan keinginan pelanggan. Spesifikasi teknis produk bersifat dinamis, yaitu dapat mengalami perubahan-perubahan selama proses perancangan produk berlangsung. Penyusunan spesifikasi teknis produk ini menyangkut hal-hal seperti kinerja atau performance yang harus dicapai produk, seberapa besar ukuran produk (size of range), dan teknikal detail Tahap 6 Menentukan arah perbaikan Setelah team perancang menyusun spesifikasi teknik produk, maka team perancang harus membuat suatu keputusan ke arah mana harus dilakukan jika ada perbaikan-perbaikan dalam sebuah rancangan. Hal ini mungkin saja terjadi, sebab dalam penyusunan spesifikasi produk, team perancang berusaha menyesuaikan dengan keinginan pelanggan, dan jika keinginan itu belum terpenuhi maka perbaikan-perbaikan harus dilakukan.

27 Tahap 7 Matriks morfologi Pada tahapan ini team perancang menentukan hubungan antara keinginan pelanggan dengan kemampuan perusahaan. Team perancang akan memberikan kriteria-kriteria yang memperkuat hubungan antara parameter teknik dengan keinginan pelanggan. Kekuatan hubungan tersebut dapat berbeda-beda; ada parameter teknik yang mempunyai hubungan yang kuat dengan keinginan pelanggan, ada parameter yang tidak mempunyai hubungan sama sekali, tergantung dari penilaian pelanggan. Kriteria-kriteria tersebut dituangkan dalam sebuah matriks, sehingga pelanggan dapat menilai kekuatan hubungannya. Kekuatan hubungan dapat dinyatakan dengan simbol atau angka seperti berikut: = hubungan yang kuat = 9 Ο = hubungan yang kekuatannya sedang = 4 Δ = hubungan yang lemah =1 Kosong = tidak ada hubungan sama sekali = kosong Tahap 8 Kesulitan dalam organisasi team perancang Kesulitan dalam organisasi team perancang ini seperti, kesulitan dalam menentukan kriteria antara kemampuan perusahaan dengan keinginan pelanggan. Kesulitan ini bersifat teknis, seperti kesulitan dalam persedian suku cadang atau menyangkut ukuran produk. Kesulitan perlu segera diketahui agar dengan mudah dicarikan solusinya. Tingkat kesulitan ini dinilai dari angka satu sampai dengan lima, dimana angka satu mudah dan angka lima sulit Tahap 9 Analisa teknis tentang produk pesaing Untuk dapat memahami persaingan dengan baik, maka spesifikasi produk pesaing harus diketahui oleh team perancang. Jadi team perancang harus membeli produk pesaing dan melakukan pengukuran-pengukuran pada produk-produk tersebut berdasarkan persyaratan atau spesifikasi teknis yang akan digunakan pada produk baru. Tujuan produk baru adalah mampu berkinerja lebih baik dari produk-produk pesaing.

28 Tahap 10 Target nilai untuk spesifikasi teknis Tahapan ini merupakan kelanjutan dari tahapan kelima, dimana keinginankeinginan pelanggan dikembangkan dan ditemukan parameter-parameter atau aspek-aspek yang dapat diukur dan mempunyai nilai/harga sasaran (target values). Setiap parameter teknik (engineering parameter) yang dapat diukur mempunyai satuan, seperti panjang, berat, gaya, kecepatan waktu, dan lain-lain. Selain dari keinginan pelanggan, engineering parameter tersebut dapat diperoleh dari produk-produk pesaing (jika ada). Memang tidak mudah untuk menemukan parameter atau aspek yang dapat diukur dari suatu keinginan pelanggan. Jika ada beberapa aspek yang dapat diukur belum ditemukan dari daftar keinginan pelanggan, maka keinginan pelanggan tersebut belum dipahami benar oleh team perancang. Oleh sebab itu perancang harus mengulang kembali tahapan kelima dengan lebih fokus pada aspek yang belum ditemukan nilai sasarannya Tahap 11 Hubungan antara matriks morfologi Sebuah spesifikasi teknis dalam sebuah matriks mungkin mempunyai hubungan dengan atau berpengaruh pada spesifikasi teknis lainnya, oleh karena itu apakah ada hubungan antara sesama spesifikasi teknis harus dikaji sedini mungkin. Apabila antara dua spesifikasi teknis ada hubungan, maka pada perpotongan dua garis diagonal yang menghubungkan kedua spesifikasi diberi simbol-simbol berikut, yang menyatakan identitas hubungan. = sangat positif = 9 Ο = positif = 3 X = negatif = -1 x = sangat negative = Tahap 12 Absolute importance Pada tahap terakhir ini team perancang menghitung nilai absolute dari setiap kriteria yang terdapat dalam matriks penilaian untuk mengetahui kriteria mana yang penting bagi pelanggan. Cara menghitungnya adalah kalikan setiap nilai

29 11 yang ada pada spesifikasi teknis dengan nilai yang ada pada persyaratan/keinginan pelanggan untuk setiap matriksnya, kemudian dijumlahkan. Tahapan-tahapan yang telah diuraikan di atas oleh Becker dinamakan rumah kualitas (house of quality). Rumah kualitas ini mempunyai duabelas kamar, masing-masing berisi informasi yang berharga. Gambar 2.2 memperlihatkan rumah kualitas yang terdiri dari duabelas kamar untuk pengembangan climbing harness. Rumah kualitas ini merupakan fase pertama dari empat fase dalam proses perancangan yang digunakan untuk penyusunan konsep produk, selain itu rumah kualitas ini meletakan dasar untuk tiga fase berikutnya dalam proses perancangan produk yang dibutuhkan oleh pelanggan. Gambar 2.2 Rumah Kualitas (Becker, 2000).

30 Perancangan Konsep Produk Pada perancangan konsep produk, dicari atau coba ditemukan sebanyak mungkin alternatif konsep produk yang semuanya memenuhi butir-butir spesifikasi teknis produk. Perancangan konsep produk ini merupakan fase kedua dari empat fase proses perancangan. Konsep produk masih berupa gambar skema atau gambar skets yang terdiri dari kerangka (skeleton) elemen-elemen produk. Elemen produk yang berupa kerangka tersebut harus diberi bentuk dalam fase perancangan berikutnya, yaitu fase perancangan produk (fase ketiga). Dari sekian banyak alternatif konsep produk yang masih berupa gambar skema atau skets itu harus dipilih salah satu atau beberapa yang terbaik sebagai konsep produk yang akan dikembangkan menjadi produk. Ada beberapa metode dasar pencarian konsep produk terbaik, yaitu: a. Metode brain storming. b. Metode (brain writing). c. Metode analisis. d. Buku-buku referensi dan jurnal teknik. e. Melakukan konsultasi dengan pakar. f. Metode morfologi. g. Memakai paten sebagai sumber ide. h. Metode logis: TRIZ Perancangan aksiomatik. Untuk mendapatkan konsep produk terbaik, maka pada tesis ini penulis menggunakan salah satu dari beberapa metode di atas yaitu buku-buku referensi dan jurnal teknik yang memuat mesin sejenis sebagai berikut: Gear test rig di Lousiana State University, USA Alat ini digunakan untuk menguji disc dengan diameter tertentu. Pada alat ini terdapat dua motor penggerak yang langsung berhubungan dengan specimen, sehingga putaran specimen sama dengan putaran motor. Kecepatan putaran motor dapat diatur dengan menggunakan VFD (Variable Frequency Drive). Jenis pembebanan menggunakan tekanan hidraulik. Pelumasan cukup bagus. Pada

31 13 specimen dipasang IR thermocouple untuk memantau temparatur disc, pada reservoir oli dipasang thermocouple untuk memantau temparatur oli, dan pada pembebanan hidraulik dipasang pressure transnducer untuk mengukur beban. Semuanya terintegrasi dengan komputer dengan menggunakan program LabVIEW. Gambar 2.3 Skema gear test rig (Akbarzadeh, Khonsari, 2011) Gear test machine di Institute of Madras, India Gambar 2.4 Gear test machine (Dhanasekaran, Gnanamoorthy, 2008). Mesin ini digunakan untuk menguji roda gigi dengan ukuran tertentu. Terdapat sebuah motor listrik yang dihubungkan dengan vee-belt terhadap poros specimen. Pulley yang digerakan lebih besar dari pulley penggeraknya sehingga kecepatan putaran specimen lebih lambat dari putaran motor. Specimen yang satunya tidak terdapat motor penggerak, yang ada hanya mekanisme pembebanan dengan menggunakan load cell. Temparature sensor dan microphone dipasang pada specimen serta speed sensor pada poros bebas.

32 FZG test rig di Queensland University, Australia Gambar 2.5 Skema FZG test rig (Hargreaves, Planitz, 2009). Alat ini peruntukannya untuk menguji roda gigi dengan ukuran tertentu. Terdapat sebuah motor penggerak yang dihubungkan dengan roda gigi untuk menggerakkan dua buah poros specimen sekaligus. Pembebanan menggunakan load clutch. Pada salah satu poros dipasang torque measuring clutch untuk mengukur torsi Twin disc roll/slide di The University of Birmingham Gambar 2.6 Skema twin disc roll/slide apparatus (Wright, Kukureka, 2001). Mesin ini digunakan untuk menguji roller/disc dengan ukuran tertentu. Sebuah motor penggerak digunakan untuk menggerakkan dua buah poros specimen sekaligus. Pemindahan daya menggunakan vee-belt dan roda gigi,

33 15 sehingga memungkinkan putaran yang berbeda untuk masing-masing specimen. Pembebanan sangat sederhana menggunakan lengan beban The FZG test machine di Kocatepe University, Turkey Digiunakan untuk menguji roda gigi dan perkiraan umur pakai. Dengan dimensi tertentu, menjadikan alat ini terbatas kemampuannya. Penggunaan sebuah motor dengan daya yang besar, menjadikan alat ini memiliki torsi yang besar pula. Salah satu poros specimen berputar sedangkan yang lain bebas. Terdapat gear box untuk menaikan maupun menurunkan kecepatan putaran specimen. Loading arm berguna untuk memberikan beban tertentu. Alat ini memiliki dimensi yang besar sehingga menjadikan alat ini tidak praktis, tetapi memiliki ketahan yang bagus dan handal. Gambar 2.7 The FZG test machine (Aslantas, Tasgetiren, 2004) The gear test rig di RMIT University, Melbourne, Australia Alat ini digunakan untuk menguji roda gigi dengan diameter tertentu. Pada alat ini terdapat sebuah motor penggerak yang terpasang pada poros yang langsung dihubungkan dengan specimen sehingga putaran specimen sama dengan putaran motor. Sedangkan specimen yang satunya berputar bebas. Terdapat motor speed controller untuk mengatur putaran motor. Jenis pembebanan menggunakan sistem hidraulik. Pelumasan cukup bagus dengan pompa oli. Pada specimen dipasang encoder untuk memantau kecepatan putaran dan pada pembebanan hidraulik dipasang pressure transducer untuk mengukur beban.

34 16 Gambar 2.8 Skema the gear test rig (Ding, Rieger, (2003) Back to back gear box di Institute of Madras, India Gambar 2.9 Skema back to back gear box (Amarnath, Sujatha, Swarnamani, 2009). Alat ini digunakan untuk menguji sistem transmisi roda gigi. Sebuah motor listrik digunakan untuk menggerakkan dua buah poros sekaligus dengan menggunakan roda gigi sebagai pemindah daya. Antara putaran specimen satu dengan yang lainnya bisa dibedakan sesuai dengan ratio roda gigi transmisinya. Beban torsi bisa diatur melalui torque adjustmen coupling. Desai ini sangat bagus untuk antisipasi poros bending karena poros ditopang profil U Two disc wear test rig di Shanghai University, China Alat ini digunakan untuk menguji keausan dua disc (piringan) dengan ukuran tertentu. Dua buah motor listrik DC untuk menggerakkan specimen

35 17 sehingga putaran masing-masing bisa dibedakan. Beban torsi dapat di ukur dengan menggunakan non-contact type torque transducer, sedangkan kecepatan putaran diukur melalui optical trigger yang berhubungan langsung dengan komputer. Selain itu untuk mengukur kekasaran permukaan specimen digunakan optical measuring system, yaitu sebuah alat optik yang bisa mengukur kekasaran permukaan secara online tanpa kontak. Tentunya alat ini sangat mahal harganya. Gambar 2.10 Two disc wear test rig (Wang, Wong, Zhang, 2000) Two roller testing machine di University of Dhaka Gambar 2.11 Two roller testing machine (Nuruzzaman, Nakajima, Mawatari, 2009). Alat ini hampir sama dengan yang ada di Indian Institute of Thecnology Madras, Chennai, India (Gambar 2.9). Yang membedakan adalah specimen yang diuji adalah disc/roller bukan roda gigi.

36 Two disc machine di University of Twente, Belanda Gambar 2.12 Two disc machine ( 25 Desember 2011). 2.5 Pemilihan Konsep Produk Berangkat dengan berbagai macam jenis mesin uji yang sudah ada, maka dapat diambil kriteria sebagai bahan pertimbangan yang dapat dipakai untuk merancang mesin uji running-in untuk sistem kontak disc dan sistem kontak roda gigi yang baru sesuai dengan kriteria seperti yang telah disampaikan dalam sub bab 1.2 (Perumusan masalah). Dengan dasar kriteria tersebut maka penulis membuat empat buah konsep desain yang menjadi dasar pertimbangan yaitu sebagai berikut: Konsep I Kriteria alat sebagai berikut: a. Menggunakan dua buah motor listrik masing-masing 2 hp 1600 rpm, 3 phasa yang dapat diatur kecepatannya. b. Dapat digunakan untuk menguji disc maupun roda gigi. c. Dimensi specimen dapat bervariasi. d. Kecepatan putaran masing-masing specimen bisa dibedakan. e. Transmisi menggunakan sabuk vee-belt ganda. f. Specimen dapat diganti dengan mudah dan cepat. g. Beban torsi menggunakan sistem disc break hidraulik. h. Pembebanan tekan menggunakan sistem hidraulik. i. Mudah dalam pembuatan.

37 19 j. Ergonomis. k. Ada sistem pelumasan. l. Sistem kontrol menggunakan micro drive. v-belt spesimen Beban torsi Univ. joint Beban Motor Gambar 2.13 Konsep desain I Konsep II Kriteria alat sebagai berikut: a. Menggunakan dua buah motor listrik masing-masing 2 hp 1600 rpm, 3 phasa yang dapat diatur kecepatannya. b. Dapat digunakan untuk menguji disc maupun roda gigi. c. Dimensi specimen dapat bervariasi. d. Kecepatan putaran masing-masing specimen bisa dibedakan. Timing spesimen Beban Univ. joint Beban Motor Gambar 2.14 Konsep desain II. e. Transmisi menggunakan sabuk bergigi (timing belt). f. Specimen dapat diganti dengan mudah dan cepat. g. Beban torsi menggunakan sistem disc break hidraulik.

38 20 h. Pembebanan tekan menggunakan sistem hidraulik. i. Mudah dalam pembuatan. j. Ergonomis. k. Ada sistem pelumasan. l. Sistem kontrol menggunakan micro drive Konsep III Kriteria alat sebagai berikut: a. Menggunakan 2 buah motor listrik masing-masing 2 hp, 1600 rpm, 3 phasa yang dapat diatur kecepatannya. b. Dapat digunakan untuk menguji disc maupun roda gigi. c. Kecepatan putar masing-masing specimen bisa dibedakan. d. Transmisi menggunakan roda gigi. spesimen Beban Motor Gambar 2.15 Konsep desain III. e. Penopang poros specimen berbentuk profil U. f. Specimen dapat diganti dengan mudah dan cepat. g. Beban torsi menggunakan sistem disc break hidraulik. h. Pembebanan tekan menggunakan sistem hidraulik. i. Mudah dalam pembuatan. j. Ergonomis. k. Ada sistem pelumasan. Beban Univ. joint l. Sistem kontrol menggunakan micro-drive. Roda gigi transmisi

39 Konsep IV Gambar 2.16 Konsep desain IV. Kriteria alat sebagai berikut: a. Menggunakan 2 buah motor listrik masing-masing 1 hp, 2800 rpm, 3 phasa yang dapat diatur kecepatannya. b. Dapat digunakan untuk menguji disc dan roda gigi. c. Dimensi specimen dapat bervariasi. d. Kecepatan putar masing-masing specimen bisa dibedakan. e. Transmisi menggunakan sabuk bergigi (timing belt). f. Specimen dapat diganti dengan mudah dan cepat. g. Beban torsi dapat dibaca melalui load cell. h. Pembebanan tekan menggunakan sistem katrol. i. Mudah dalam pembuatan. j. Ergonomis. k. Sistem kontrol putaran menggunakan reflective optic sensor. l. Handal dalam pengujian. 2.6 Fungsi dan struktur fungsi Produk mempunyai dua aspek, yaitu bentuk fisik produk dan fungsi produk. Bentuk fisik produk dapat diuraikan menjadi beberapa komponen, sedangkan komponen itu sendiri dapat diuraikan lagi menjadi beberapa sub komponen atau elemen dan seterusnya.

40 22 Konsep produk adalah bentuk fisik produk, meskipun masih dalam bentuk skets atau gambar skema. Kosep produk dapat dinyatakan dengan skets, atau dapat pula dinyatakan dengan keterangan yang merupakan abstraksi dari produk yang akan dirancang. Fungsi produk berbentuk abstrak, sedangkan konsep produk mempunyai bentuk fisik. Fungsi adalah perilaku atau behavior sebuah produk yang diperlakukan untuk memenuhi syarat-syarat teknis. Fungsi menyatakan atau menggambarkan apa yang dilakukan produk, sedangkan bentuk (konsep) produk menggambarkan bagaimana produk melaksanakan fungsi tersebut. Dengan kata lain, bentuk mengikuti fungsi, atau dapat juga dikatakan apa dulu baru bagaimana. Struktur fungsi disusun dari syarat-syarat (spesifikasi) teknis hasil fase pertama proses perancangan. 2.7 Mengevaluasi konsep produk Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa dalam merancang konsep produk harus dicari sebanyak mungkin alternatif yang semuanya memenuhi butir-butir spesifikasi teknis produk. Tentu saja tidak semua alternatif konsep produk tersebut akan dikembangkan menjadi produk. Jika perlu dipilih satu konsep produk yang terbaik saja untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi produk; atau beberapa konsep produk terbaik untuk dikembangkan secara paralel menjadi beberapa produk, yang akhirnya harus dipilih lagi satu yang terbaik. Kesulitan memilih konsep produk yang terbaik disebabkan oleh: a. Informasi tentang masing-masing konsep produk tidak lengkap. b. Konsep produk masih dalam bentuk konsep yang sedikit banyak merupakan konsep abstrak. c. Konsep produk belum dapat diuraikan menjadi detail yang lengkap. d. Kinerja konsep produk (jika ada) belum dapat diukur. Kriteria untuk memilih konsep produk tidak mudah. Meskipun demikian, proses evaluasi untuk memilih konsep produk terbaik harus dilakukan. Evaluasi terdiri dari kegiatan membandingkan konsep-konsep produk dan membuat keputusan. Dalam membandingkan dua konsep produk atau lebih, maka sebaiknya semua konsep produk tersebut sudah dituangkan dalam tingkat abstraksi yang

41 23 sama. Informasi untuk membuat keputusan tersebut diperoleh dengan membandingkan kemampuan konsep-konsep produk memenuhi spesifikasi teknis dalam spesifikasi produk. Ada dua macam cara membandingkan, yaitu perbandingan absolut dan perbandingan relatif. Pada perbandingan absolut, maka setiap konsep produk langsung dibandingkan dengan atau diukur terhadap beberapa sasaran yang ditetapkan dalam kriteria. Pada perbandingan relatif, maka konsep produk alternatif dibandingkan satu sama lain dengan menggunakan ukuran-ukuran yang ditetapkan dalam kriteria. Evaluasi konsep-konsep produk alternatif dilakukan dalam empat tahap berurutan sebagai berikut. Dua tahap pertama menyaring konsep yang baik dengan membuang konsep yang tidak baik, sedangkan dua tahap terakhir, hasil penyaringan tersebut kemudian dievaluasi dengan cara perbandingan relatif (menggunakan matriks keputusan). Gambar 2.17 adalah diagram alir evaluasi konsep produk dengan menggunakan dua macam cara perbandingan. Gambar 2.17 Diagram alir evaluasi konsep produk (Harsokoesoemo, 2004).

42 Evaluasi konsep produk berdasarkan pertimbangan kelayakan Pada saat penyusunan konsep produk dan pada saat suatu konsep produk terbentuk, maka perancang pada umumnya mengalami salah satu dari ketiga reaksi berikut, yaitu (1) konsep tak layak, (2) konsep mungkin dapat dikembangkan lebih lanjut jika terjadi sesuatu yang mendukung, (3) konsep patut diselidiki lebih lanjut. Ketiga reaksi tersebut timbul berdasarkan perasaan Evaluasi konsep produk berdasarkan keputusan YA atau TIDAK Penilaian semacam ini dapat menghasilkan (1) konsep produk tidak dapat diterima, karena jawaban tidak untuk masing-masing point dalam daftar keinginan pengguna terlalu banyak, (2) konsep produk dapat diperbaiki, jika jawaban tidak hanya satu-dua saja, yaitu dengan memodifikasi konsep produk sedikit untuk menghilangkan jawaban tidak. Evaluasi ini menunjukan kelemahan konsep produk dengan cepat, sehingga perbaikan atau modifikasi konsep produk dapat dilakukan dengan cepat pula Evaluasi berdasarkan matriks keputusan Metode matriks keputusan, atau metode Pugh adalah metode yang sederhana dan sudah terbukti efektif untuk membandingkan konsep-konsep produk alternatif. Bentuk matriks keputusan seperti yang ditampilkan pada tabel 2.1. Pada prinsipnya metode ini memberikan cara untuk menilai setiap alternatif terhadap alternatif lain secara relatif dalam kemampuannya untuk memenuhi kriteria yang dibuat berdasarkan keinginan pelanggan. Team perancang biasanya memiliki satu alternatif konsep produk yang disenangi. Konsep-konsep produk lainnya satu persatu kemudian dibandingkan dengan konsep produk yang disenangi sebagai referensi. Dari berbagai teknik evaluasi konsep produk, maka metode Pugh yang dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan dari empat konsep desain yang ada.

43 25 Tabel 2.1 Matriks keputusan untuk Memilih Konsep Produk. No. Kriteria Wt Konsep K - I K - II K - III K - IV 1 Putaran motor bisa diatur Putaran specimen bisa di kontrol Putaran specimen masing-masing bisa berbeda 4 Fleksibilitas ukuran/dimensi specimen 5 Pengaturan beban tekan Pengaturan beban torsi Antisipasi poros bending Antisipasi slip Kecepatan penggantian specimen Bisa digunakan untuk pengujian disc maupun roda gigi 11 Sistem pelumasan Mudah dalam pengoperasian Biaya pembuatan murah Ergonomis Dimensi alat ringkas dan praktis Terdapat sensor-sensor Mudah dalam pembuatan Mudah dalam pemeliharaan Jumlah Keterangan: K = Konsep produk. Wt = Bobot nilai maksimum. 2.8 Perancangan produk terpilih Perancangan produk adalah fase ketiga dari proses perancangan. Perancangan produk adalah proses perbaikan dan pengembangan lebih lanjut dari konsep produk yang telah dipilih dari sekian banyak alternatif-alternatif konsep produk pada tahap evaluasi konsep produk. Elemen-elemen konsep produk yang masih berupa skets, pada fase ini mulai diberi bentuk (shape design) atau sering juga dinamakan embodiment design, yaitu pemberian bodi pada skeleton konsep produk. Segera setelah tahap perancangan produk atau pemberian bentuk selesai, maka produk hasil rancangan dievaluasi, terutama dari segi kemampuan produk

44 26 dalam memenuhi persyaratan/spesifikasi teknis dalam menjalankan fungsinya. Tahap perancangan produk atau pemberian bentuk dan evaluasi merupakan proses interaktif yang intensif. Produk yang jika setelah dievaluasi diputuskan untuk diperbaiki, perubahan, patched dan seterusnya, maka harus diiterasi lagi dan disusul dengan tahap evaluasi. Pada bagian akhir dari bab ini ditampilkan diagram alir dari fase-fase dalam perancangan produk (Gambar 2.20) Proses pemberian bentuk (Embodiment design) Pemberian bentuk pada konsep produk dan elemen-elemennya agar dapat menghasilkan fungsi yang diembannya dibuat berdasarkan: a. Ketersediaan ruang, untuk pemberian bentuk pada produk dan elemen produk, sebenarnya merupakan keterbatasan ruang. Untuk elemen produk, ruang yang dapat ditempati bentuk elemen dibatasi oleh elemenelemen produk yang disebelah menyebelahnya dan mungkin dibatasi oleh benda-benda yang ada disekitar produk. Selain itu harus diperhatikan pula ruangan yang diperlukan oleh produk dalam operasi menjalankan fungsinya, yaitu apakah selama itu produk berubah kedudukan dan orientasinya. b. Konfigurasi, adalah arsitektur, struktur atau pengaturan tata letak elemen dan komponen pada produk. Pada saat menentukan konfugurasi produk, ditentukan pula lokasi dan orientasi elemen produk yang satu relatif terhadap elemen lainnya. c. Sambungan, sambungan antara dua elemen produk tidak nampak pada skets konsep produk. Pada tahap pemberian bentuk produk dan elemen produk, maka sambungan tersebut harus ditentukan. Pada saat menentukan sambuangan antara dua elemen, dapat terjadi terbentuknya elemen baru atau elemen penolong. Bentuk produk dan elemen produk diisi oleh material elemen produk. Bentuk elemen produk merupakan bentuk yang mudah dibuat (easily generated) dengan salah satu proses pembuatan yang tersedia. Pada proses pemberian bentuk sebaiknya melibatkan ahli-ahli diberbagai bidang, seperti bidang mekanika, kekuatan material, getaran, ahli material, ahli manufaktur, dan lain-lain.

45 27 Pemberian bentuk pada elemen produk harus menghasilkan elemen dan produk yang: a. Tidak gagal karena yield atau patah lelah. b. Kaku, yaitu deformasinya tidak melebihi batas yang diijinkan. c. Stabil, mengalami bengkok pada batas yang diijinkan. d. Mengalami resonansi yang bisa diterima. e. Dapat mengalami pemuaian panas tanpa merusak dan mengganggu elemen itu sendiri dan elemen lain. f. Tahan terhadap korosi. g. Tahan terhadap keausan. Dalam proses pemberian bentuk pada elemen produk, harus memperkirakan juga untuk penggunaan elemen-elemen yang sudah ada atau elemen-elemen standar. Elemen produk dan produk yang telah diberi bentuk dan telah dianalisis secara kasar kemudian dibuat gambar layout-nya, gambar layout ini menunjukan tataletak dari produk dan elemen-elemen produk. Pada gambar layout tersebut telah tercantum bentuk elemen produk dan bentuk produk, material, dimensi dan jarak antara elemen. Produk pada layout tersebut telah dianalisis dan telah disimpulkan bahwa produk/elemen mempunyai kekuatan, umur yang cukup, mengalami deformasi yang diijinkan, resonansi yang bisa diterima, mengalami korosi yang dapat diterima, mengalami aus yang dapat diterima yang terjadi selama beroperasi. Keputusan-keputusan yang diambil pada banyak tahap yang dilalui selama proses pemberian bentuk pastilah ada yang kurang tepat atau yang masih dapat diperbaiki, oleh karena itu produk/elemen yang mengalami proses perbaikan harus mengulang kembali proses pemberian bentuk. Pada proses perbaikan tersebut, selain hal-hal teknis perlu diperhatikan juga kriteria ekonomis Aspek perancangan lain dalam perancangan produk Pada bagian ini akan disampaikan aspek-aspek lain yang melengkapi deskripsi kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama fase perancangan produk. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:

46 Fungsi Fungsi sebagaimana telah disampaikan terdahulu masih bersifat abstrak. Fungsi adalah perilaku atau behavior sebuah produk yang diperlakukan untuk memenuhi syarat-syarat teknis. Fungsi menyatakan atau menggambarkan apa yang dilakukan produk, sedangkan bentuk (konsep) produk menggambarkan bagaimana produk melaksanakan fungsi tersebut Layout Pembuatan layout, yaitu gambar tataletak produk/elemen produk dan tahap pemberian bentuk terjadi pada tahap yang sama. Pada tahap pemberian bentuk ini ada beberapa kegiatan lain seperti: perhitungan kekuatan dan umur produk, perhitungan deformasi yang dapat diterima, perancangan produk untuk mencegah kerusakan akibat korosi Ergonomi Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari dan mengkaji hubungan antara manusia dengan mesin. Produk yang sedang dirancang dan dibuat nantinya akan berhubungan dengan manusia, yaitu manusia sebagai pengguna, sebagai operator dan sebagai pemilik. Produk haruslah tidak boleh membahayakan dan tidak boleh menyebabkan penggunanya menjadi lelah Estetika Produk tidak cukup hanya dapat memenuhi persyaratan-persyaratan atau spesifikasi teknis dengan baik saja, tetapi produk harus tampak indah dan cantik dimata penggunanya. Demikian pentingnya soal keindahan tersebut, di Jerman VDI (kelompok insiyur Jerman) membuat panduan 224 dengan fokus pada estetika produk. Panduan tersebut mengatur tentang bentuk eksternal yang antara lain harus kompak, bening, sederhana, menggunakan warna permukaan produk yang dapat menambah kesan cantik dimata penggunanya.

47 Merancang untuk memudahkan proses pembuatan dan proses perakitan Keputusan-keputusan yang diambil perancang, yang sudah didampingi ahli pembuatan produk selama melakukan perancangan produk, sangat mempengaruhi biaya pembuatan produk, waktu penyelesaian pembuatan produk dan kualitas produk. Pada saat perancang memikirkan bentuk elemen produk yang dapat memenuhi fungsi produk, maka dipikirkan pula cara pembuatannya. Dalam pemilihan cara pembuatan elemen produk, maka harus diperhatikan juga tentang tooling dan fixturing, sebab keduanya perlu dirancang pada saat yang bersamaan dengan fase-fase perancangan produk. Setelah elemen-elemen produk selesai dibuat, maka elemen-elemen produk tersebut dirakit menjadi produk. Pada saat yang bersamaan harus diperhatikan toleransi antara elemen-elemen produk. Selanjutnya untuk menjamin agar tidak terjadi gerakan elemen yang tidak diinginkan saat operasi, maka perlu memeriksa kembali hasil rakitan Merancang sesuai dengan standar Seperti halnya penentuan elemen produk yang dibeli dari luar karena elemen produk tersebut mengandung solusi elemen pengemban fungsi, maka pencarian solusi dari elemen-elemen produk yang distandarkan perlu dilakukan. Penggunaan standar sebenarnya adalah optimasi teknis dan ekonomis karena keterbatasan waktu. Selain standar nasional dan standar internasional (ISO) dapat digunakan juga standar negara lain seperti (ANSI, DIN, BS). Standar yang sering digunakan adalah standar untuk dimensi dan material elemen produk Merancang untuk memudahkan pemeliharaan/perawatan Pengoperasian produk dan benda-benda teknik lainnya, menyebabkan terjadinya aus, kerusakan permukaan, kontaminasi dan akhirnya penurunan kinerja dan memperpendek umur produk. Jika kondisi produk yang menurun tersebut dibiarkan berlangsung terus, maka produk akan rusak, bahkan dapat mengalami rusak tiba-tiba atau breakdown.

48 30 Untuk mengurangi terjadinya penurunan kondisi dan kinerja produk dan mencegah terjadinya breakdown, maka dilakukan kegiatan pemeliharaan secara berkala (preventive maintenance) Merancang untuk keandalan (Design for Reliability) Keandalan adalah ukuran bagaimana kualitas produk dipertahankan selama masa penggunaannya. Pada umumnya kualitas dinyatakan sebagai kinerja yang memuaskan pada kondisi operasi yang ditetapkan. Kinerja yang tidak memuaskan dianggap kegagalan. Kegagalan dapat disebabkan oleh perubahan pada produk/elemen produk akibat terjadinya keausan, degradasi sifat material atau akibat kondisi lingkungan. Selain itu kegagalan juga dapat disebabkan oleh kesalahan-kesalahan dalam perancangan, seperti elemen produk yang bergerak mengganggu elemen lainya, elemen-elemen tidak tersambung dengan baik atau produk tidak memenuhi persyaratan teknis Perancangan yang memperhatikan lingkungan Nama lain dari perancangan yang memperhatikan lingkungan adalah perancangan hijau (green design). Ketika umur bermanfaat sebuah produk berakhir, maka salah satu dari tiga hal berikut dapat terjadi pada elemen-elemen produknya, yaitu: elemen produk tersebut dibuang, elemen produk tersebut digunakan lagi, elemen produk tersebut didaur ulang. Ada tiga hal yang mendorong faktor lingkungan menjadi penting dalam perancangan, yaitu: (1) faktor ekonomi, (2) pengguna produk makin lama makin menyadari arti penting pemeliharaan lingkungan, (3) Pemerintah mulai mengeluarkan peraturan dan petunjuk tentang cara-cara menjaga lingkungan. 2.9 Dokumen untuk pembuatan produk Pada akhir proses perancangan produk, yaitu pada fese keempat atau fase terakhir ini diperoleh beberapa dokumen, yaitu: (1) gambar layout produk, (2) gambar susunan komponen (assembly), (3) gambar detail elemen produk dan (4) daftar material (bill of materials).

49 31 Selain empat dokumen yang telah diuraikan tersebut, masih ada beberapa dokumen lagi, sehingga dokumen lengkap untuk awal proses pembuatan produk terdiri dari: a. Gambar layout produk. b. Gambar susunan komponen (assembly) produk. c. Gambar detail elemen produk. d. Daftar material (bill of materials). e. Catatan perancangan. f. Dokumen pemeriksaan produk dan jaminan kualitas produk. g. Instruksi-instruksi yang disusun oleh perancang tentang petunjuk untuk memasang produk, mengoperasikan produk, memelihara produk dan memusnahkan produk pada saat produk sudah tidak beroperasi lagi. h. Aplikasi permohonan paten Gambar layout produk Gambar layout adalah gambar yang menunjukan tataletak elemen-elemen produk dalam produk, seperti yang diperlihatkan dalam gambar 2.16 di atas. Berikut ini adalah beberapa catatan tentang gambar layout: a. Gambar layout adalah gambar kerja yang selalu mengalami perubahan selema proses perancangan, sesuai dengan perkembangan produk dan elemen produk. b Gambar layout dibuat dengan skala tertentu. c. Gambar layout hanya mengandung dimensi-dimensi utama saja. d Gambar layout dibuat berdasarkan ruang yang tersedia untuk produk. e. Toleransi dimensi biasanya tidak dicantumkan pada gambar layout. f. Pada gambar layout dapat dituliskan catatan-catatan yang menjelaskan features atau fungsi produk atau komponen produk Gambar susunan komponen produk Tujuan gambar susunan komponen produk adalah untuk menunjukan tataletak elemen-elemen produk dalam komponen produk, bagaimana elemenelemen disambung satu sama lain. Gambar susunan komponen produk, seperti

50 32 yang diperlihatkan dalam gambar 2.18 berikut ini adalah gambar susunan unit poros sebelah kiri. Gambar 2.18 Susunan komponen produk (ISO Standards Handbook, 1991). Beberapa catatan tentang gambar susunan komponen adalah sebagai berikut: a. Setiap komponen diidentifikasi dengan nomor komponen. Nomor komponen tersebut dikaitkan dengan bill of materials, yang dapat dibuat pada kertas gambar yang memuat gambar susunan atau dibuat secara terpisah. b. Pada gambar susunan dapat dibubuhkan keterangan yang menyebutkan bahwa ada informasi tambahan yang dapat dilihat pada gambar lain (sebutkan nomor gambar yang dirujuk). c. Pada lembar yang memuat gambar susunan dapat dibuat gambar detail tambahan untuk menjelaskan detail tersebut. d. Gambar susunan juga memerlukan blok persetujuan disebelah kanan bawah kertas gambar.

51 Gambar detail elemen produk Gambar detail adalah gambar elemen produk. Gambar 2.19 menunjukan salah satu gambar elemen produk, yaitu pelat dudukan poros sebelah kiri (nomor 17 pada gambar susunan). Gambar 2.19 Gambar detail elemen produk (ISO Standards Handbook, 1991). Berikut ini adalah beberapa catatan tentang gambar detail: a. Semua dimensi pada gambar detail harus diberi toleransi. b. Material elemen produk dan cara pembuatannya harus dijelaskan dengan tertulis dalam bahasa yang jelas dan spesifik. c. Gambar harus dibuat dalam standar gambar yang berlaku. d. Semua gambar detail harus disetujui oleh pihak manajemen yang membubuhkan tanda tangan persetujuannya di blok persetujuan di sebelah kanan bawah kertas gambar.

52 Daftar material (bill of materials) Istilah lain dari bill of materials adalah daftar elemen, yang sebenarnya merupakan indeks produk. Tabel 2.2 berikut ini adalah bill of materials dari gambar susunan unit poros sebelah kiri (Gambar 2.18). Tabel 2.2 Bill of materials untuk Gambar Susunan Unit Poros Sebelah Kiri. Daftar Elemen (bill of materials) No. Jml Nama bagian/elemen Material Ukuran 1 4 Karet peredam getaran Karet 80 x 80 x Rangka mesin St x 800 x Motor listrik 1 hp/2800 rpm 4 2 Batang penopang motor St x 57 x Baut pengatur jarak sumbu M10 x 1,5 x Timing belt Polyurethane KPS8M Pulley bergigi Hard nylon 192,1324 x Pulley bergigi Hard nylon 52,0761 x Pillow block Besi cor 25 x 34, Poros pembawa specimen S45C Ø25 x Penyangga poros specimen St x 57 x Pelat penekan St x 130 x Baut penekan M6 x 1 x Load cell Aluminium 50 Newton 15 1 Beban penyeimbang St 37 Ø58 x Baut penahan M6 x 1 x Pelat dudukan poros St x 150 x 10 Baut pengikat pelat dudukan 18 2 M10 x 1,5 x 75 poros 19 3 Baut pengatur kedataran M10 x 1,5 x 75 No. elemen Ket. Pada bill of materials terdapat enam buah informasi, yaitu: a. Nomor menunjukan nomor elemen pada gambar susunan. b. Jumlah setiap komponen dalam gambar susunan. c. Nama atau deskripsi setiap komponen. d. Material setiap elemen. e. Ukuran setiap elemen. f. Nomor elemen yang dibuat oleh perusahaan untuk keperluan pengadaan, pembuatan, keperluan pergudangan.

53 35 g. Sumber atau asal komponen, jika komponen dibeli dari pemasok atau vendor Catatan perancangan Selama fase perancangan terjadi banyak sekali catatan-catatan, seperti catatan pribadi anggota team perancang, catatan hasil keputusan rapat evaluasi dalam fase-fase perancangan (design reviews) dan gambar-gambar hasil rancangan dan daftar material mulai dari awal sampai dengan yang terakhir harus diarsipkan. Arsip catatan, gambar dan daftar material tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, seperti keperluan permohonan paten, keperluan jika suatu waktu ada tuntutan hukum atas produk dan keperluan untuk pengembangan produk dan elemen produk Dokumen pemeriksaan produk dan jaminan kualitas produk Setelah menyelesaikan kelima dokumen untuk pembuatan produk, perancang masih harus menyiapkan beberapa dokumen seperti: a. Prosedur pengendalian pemeriksaan kualitas produk, kualitas produk yang harus diperiksa dan dikendalikan adalah: (1) kualitas bahan baku/material untuk membuat produk, (2) kualitas produk/elemen produk yang selesai dibuat, (3) kualitas produk dalam memenuhi syaratsyarat kinerja, (4) kualitas produk dalam memenuhi ketentuan-ketentuan dalam standar tertentu, jika produk dituntut untuk memenuhi standar tertentu. b. Jaminan kualitas/mutu, perancang harus menyusun jaminan kualitas produk jika produk termasuk dalam kategori standar kualitas tertentu, seperti proses pembuatan dan alat yang digunakan dalam pembuatan produk Instruksi-instruksi a. Instruksi merakit produk, team perancang produk harus menyusun instruksi merakit produk sebagai bagian dari perancangan produk. Instruksi-instruksi tersebut dirinci langkah demi langkah bagaimana

54 36 merakit produk, termasuk petunjuk tentang perancangan dan penyiapan jig dan fixture yang diperlukan selama proses perakitan. b. Instruksi pemasangan, yang termasuk kedalam instruksi pemasangan adalah: (1) instruksi pengepakan dan pengangkutan produk, (2) instruksi penyambungan dengan sumber energi/listrik, (3) instruksi penyiapan titik-titik tumpu, (4) instruksi pengaturan/pengendalian lingkungan. c. Instruksi pengoperasian, instruksi pengoperasian dalam beberapa kondisi operasi, seperti: (1) operasi normal, (2) operasi start up, (3) operasi berjaga-jaga/stand-by, (4) operasi darurat, (5) penghentian operasi. Masing-masing kondisi operasi tersebut instruksi pengoperasiannya sendiri-sendiri. d. Instruksi perawatan, prosedur perawatan preventif, prosedur perbaikan produk yang rusak, prosedur overhaul, prosedur mendiagnostik kerusakan harus dibuat instruksinya, agar analisa kegagalan dan perbaikan produk cepat dilakukan. e. Instruksi pemusnahan, disusun oleh perancang tentang petunjuk untuk memusnahkan produk pada saat produk sudah tidak beroperasi lagi Aplikasi permohonan paten Paten dikeluarkan oleh badan pengawas paten. Paten berfungsi untuk melindung hak intelektual perancang. Hak paten ini dapat berlaku secara individu maupun organisasi atau perusahaan terhadap seluruh produk rancangan atau hanya elemen-elemen produk tertentu saja. Secara keseluruhan fase-fase dalam perancangan ditampilkan dalam diagram alir berikut ini:

55 37 Gambar 2.20 Diagram alir perancangan produk (Harsokoesoemo, 2004). Dari sekian banyak uraian yang telah disampaikan di atas, maka untuk merancang alat uji running-in untuk sistem kontak disc dan sistem kontak gear pada penelitian ini diperlukan suatu urutan pemahaman secara logis sehingga jika terjadi kekeliruan dalam penelitian dapat dengan mudah diperbaiki, seperti yang diperlihatkan dalam diagram alir berikut ini:

56 38 Mulai Studi pustaka Perancangan konsep produk Pemilihan konsep produk Metode pemilihan konsep produk Perancangan produk Alat Bahan Disiplin ilmu yang mendukung Pembuatan produk Dokumen untuk pembuatan produk Pengujian produk Ya Diiterasi lagi atau tidak Tidak Selesai Gambar 2.21 Diagram alir penelitian.

57 Bab 3 Tinjauan Tentang Tribologi Pada bab ini berisi ulasan dari beberapa pustaka yang relevan dengan tema penelitian, yaitu; Rancang bangun alat uji running-in untuk sitem kontak pasangan disc dan pasangan gear. Yang dimaksud dengan kontak disini adalah kontak mekanik. Sebagai mana telah disampaikan pada bagian awal dari tesis ini bahwa hampir semua alat-alat mekanik, mengalami kontak mekanik pada permukaan komponen ketika sedang dalam kondisi kerja. Kontak yang terjadi antara komponen-komponen tersebut bisa berupa static contact, rolling contact, dan sliding contact. Kontak mekanik ini menjadi pusat perhatian didalam tribologi, karena dapat menimbulkan keausan pada permukaan yang berinteraksi dan menyebabkan kerusakan pada komponen. 3.1 Tribologi Terminologi tribologi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1966 oleh Peter Jost, sebagai ilmu tentang gesekan (friction), keausan (wear) dan pelumasan (lubrication) dari permukaan yang berinteraksi (kontak) dan merupakan pengetahuan baru yang didefenisikan tahun 1967 oleh committee of the Organization for Economic Cooperation and Development (Stachowiak, Batchelor, 2005). Hasil yang didapatkan dari penerapan tribologi ini adalah mengurangi kehilangan energi akibat gesekan, mengurangi keausan dan meningkatkan umur pakai dari komponen (Goryacheva, 1998). 3.2 Kontak mekanik Kontak antara dua permukaan sesungguhnya kontak antara titik-titik permukaan yang lebih tinggi atau contact spots (Majundar, Bhushan, 1999). Kontak mekanik adalah ilmu yang mempelajari deformasi yang terjadi pada dua permukaan yang saling kontak pada satu atau beberapa titik dari permukaan (Johnson, 1985). Yang dimaksud dengan deformasi pada permukaan adalah asperity deformation. 39

58 40 Ketika kontak antara asperity terjadi, maka asperity tersebut akan mengalami elastic deformation atau plastic deformation (Larsen, 1992). Kedua jenis deformasi ini dapat dibedakan dengan nilai dari plasticity index, sebagai berikut: ψ = E ς.. (3.1) H β dimana ψ adalah plasticity index, H adalah kekerasan material dalam N/m 2, σ adalah distribusi standar deviasi dari tinggi asperity, β adalah radius ujung asperity dan E adalah efektif elastis modulus dari Hertzian dan dirumuskan dengan: E = 1 υ υ 2 E 1 E (3.2) dimana E 1 dan E 2 adalah elastic moduli, υ 1 dan υ 2 adalah Poisson ratio dari kedua material. Jika salah satu material secara signifikan lebih keras dari yang lainnya, maka: E = E 1 υ 2... (3.3) jika jenis kedua material sama, maka E adalah setengah dari nilai tersebut. Jika nilai plasticity index (ψ < 0,6), maka jenis deformasi disebut elastic deformation dan jika nilai plasticity index (ψ > 1,0), maka jenis deformasi disebut plastic deformation (Stolarski, 1990). Kontak mekanik dapat dibedakan menjadi conforming contacts dan nonconforming contacts (Johnson, 1985). Conforming contacts dimana kedua permukaan benar-benar kontak sebelum terjadi deformasi, contoh penerapan dari jenis kontak ini adalah pada flat slinder bearings dan journal bearings. Gambar 3.1 memperlihatkan jenis kontak ini.

59 41 Gambar 3.1 Conforming contact. Sedangkan kontak non-conforming (Non-conforming contacts) adalah kontak antara dua permukaan yang profilnya berbeda, contoh penerapan dari jenis kontak ini adalah pada ball bearing dan roller bearing. Sebelum terjadi deformasi, kontak kedua permukaan ini adalah point contact dan atau line contact. Kedua jenis kontak ini seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.2 dan gambar 3.3. Gambar 3.2 Non-conforming contact (line contact). Gambar 3.3 Non-conforming contact (point contact). 3.3 Gesekan (friction) Gesekan (friction) adalah hambatan yang terjadi pada dua permukaan yang saling bergesekan. Gesekan berasal dari bahasa latin fricare, yang berarti rub. Gesekan ini bisa terjadi antara gas dan benda solid (aerodynamic friction), cairan dan benda solid (liqud friction) dan pada proses kehilangan energi pada benda itu

60 42 sendiri (internal friction). Pada bagian ini hanya dibahas gesekan diantara kedua benda solid (Larsen, 1992). Studi mengenai gesekan ini (dry friction) sudah diawali oleh Leonardo da Vinci (1495), Amantos (1699), Euler (1750) dan Coulomb (1781). Didalam eksperimennya mereka mengambil tiga kesimpulan bahwa: gaya gesek selalu berlawan arah dengan perubahan relatif dari dua permukaan yang berinteraksi, gaya gesek adalah fungsi dari gaya normal dan yang terakhir adalah gaya gesek tidak dipengaruhi oleh luas permukaan kontak (Stolarski, 1990). Sementara itu Leonard Euler mendefenisikan bahwa gaya gesek statik berbeda dengan gaya gesek kinetik, beliau juga yang mendefenisikan koefisien gesek dengan simbul μ, selanjutnya Charles Augustin Coulomb mengatakan bahwa gaya gesek pada dua permukaan yang saling berinteraksi dipengaruhi oleh jenis material, komposisi permukaan, contact time, pelumasan, kecepatan sliding, kelembaban, dan temparatur (Popov, 2009) Gaya gesek statik Jika gaya tangensial yang bekerja pada permukaan kontak (F < μ. F N ), maka akan terjadi kecenderungan permukaan untuk bergeser, gesekan ini dinamakan static friction. Jika gaya tangensial yang bekerja pada permukaan kontak ( F = μ. F N ), maka kondisi yang terjadi di daerah kontak adalah full slip, gesekan ini dinamakan sliding friction (Goryacheva, 1998). Amantos mendefenisikan persamaan dasar gaya gesek statik (F s ) adalah: F s = μ s. F N... (3.4) dimana F s adalah gaya gesek statik, μ s adalah koefisien gesek statik (nilai kwantitatif gesekan) dan F N adalah gaya normal Gaya gesek kinetik Gaya resistan yang terjadi pada permukaan yang berinteraksi setelah gaya gesek statik terlampaui (F > μ. F N ). Hasil eksperimen yang dilakukan Coulomb menunjukan bahwa porperties dari gaya gesek kinetik adalah; gaya gesek kinetik proposional terhadap gaya normal, secara signifikan menunjukan bahwa tidak ada ketergantungan antara gaya gesek kinetik dengan luas permukaan kontak dan

61 43 kekasaran permukaan, koefisien gaya gesek kinetik hampir sama dengan koefisien gaya gesek statik (Popov, 2009). Coulomb mendefenisikan persamaan dasar gaya gesek kinetik (F k ) adalah: F k = μ k. F N.... (3.5) dimana F k adalah gaya gesek kinetik, μ k adalah koefisien gesek kinetik (μ k μ s ) dan F N adalah gaya normal Koefisien gesek pada permukaan kontak Koefisien gesek pada permukaan yang saling kontak dari material yang berlainan sangat tergantung kepada banyak parameter, seperti gaya normal, kekerasan material, kemiringan sudut kontak,dll. Coulomb menampilkan suatu model kontak permukaan pada dry friction seperti pada gambar 3.4. Gambar tersebut memperlihatkan interaksi antara micro-roughnesses dari kedua permukaan yang saling kontak. Pengaruh kekasaran permukaan terhadap gaya gesek ini sangat sulit. Meskipun begitu setiap peneliti berusaha untuk menampilkan yang terbaik agar mudah dipahami. Gambar 3.4 Interaksi antara dua kekasaran permukaan (Popov, 2009). Untuk mengestimasi koefisien gesek dari permukaan yang saling kontak tersebut, maka permukaan dimodelkan seperti yang ditampilkan pada gambar 3.5 berikut: Gambar 3.5 Model dari permukaan kontak pada dry friction (Popov, 2009).

62 44 dari gambar dapat diketahui bahwa koefisien gesek statik pada permukaan yang saling kontak tersebut adalah μ s = tan θ max. Persamaan ini sama dengan koefisien gesek statik yang terjadi pada bidang miring, yaitu: μ s = tan θ. Selanjutnya pada tahun 1949, Bowden dan Tobar mengemukakan teorinya mengenai gesekan kinetik pada permukaan metal (pure metallic surfaces) yang membentuk formasi cold-weld junctions. Keduanya berasumsi bahwa kontak yang terjadi pada asperities akan terjadi deformasi plastic dengan kedalaman contact pressure (σ o ) sama dengan indentation hardness (H) dari material tersebut. Sehingga luas daerah kontak yang sesungguhnya adalah (A c ), yang didefenisikan dengan persamaan: A c = F N H. (3.6) teori ini menunjukan bahwa koefisien gesek statik tidak dipengaruhi oleh luas daerah kontak (A c ). Selama peristiwa cold-weld junctions akan terjadi tangential shear stress (τ), sehingga persamaan gaya gesek statik menjadi: F s = A c. τ. (3.7) dan persamaan koefisien gesek kinetik (μ k ) menjadi: μ k = F s = A c.τ = τ.... (3.8) F N A c.h H Indentation hardness (H ~ 3σ y ), dimana σ y adalah tensile strength, dan tangential shear strees (τ ~ 1/ 3. σ y ) atau τ ~ (0,5 0,6) σ y. Untuk kasus gesekan tanpa pelumasan seperti pada pasangan steel-bronze, steel brass atau steel cast iron koefisien gesek kinetik efektif berkisar antara 0,16 0,2 (Larsen, 1992, Popov, 2009). Tegangan pada daerah tekan/contact pressure (H ~ 3σ y ) dan tegangan pada daerah tarikan/tensile areas (H ~ ζσ y ) dimana ζ lebih kecil dari 3, sehingga persamaan untuk gaya normal (F N ) adalah: F N = ς y 3A comp ζa ten. (3.9)

63 45 Jika semua formasi cold-weld junctions mengalami pergeseran (tangential shear stress τ), maka persamaan untuk gaya gesek statik (F s ) adalah: F s = τ A comp + A ten.. (3.10) sehingga persamaan untuk koefisien gesek kinetik (μ k ) adalah: μ k = τ A comp + A ten ς y 3A comp ζa ten. (3.11) dengan berasumsi (τ ~ σ y / 3), dimana material dalam kondisi plastic isotropic, maka persamaan untuk koefisien gesek kinetik (μ k ) menjadi: μ k = 1 3 A comp + A ten 3A comp ξa ten.. (3.12) Berikut ini adalah beberapa kasus pada kontak mekanik: a. Permukaan logam yang diberi sedikit pelumas untuk menghindari sifat adhesif dari logam, pada kasus ini A ten = 0, sehingga koefisien gesek kinetik (μ k ) menjadi: μ k = ,19. (3.13) Koefisien gesekan ini termasuk dalam gesekan kering (dry friction) antara logam, logam bebas dari pengaruh oxides dan jumlah impurities hanya sedikit. b. Permukaan logam tanpa diberi pelumas, permukaan logam dipengaruhi oleh oxides. Pada kasus ini dapat diasumsikan pengaruh sifat adhesif sangat kuat dan tegangan pada area kontak akibat compression dan tension dianggap sama. Koefisien gesek pada kasus ini adalah: μ k = ζ.. (3.14) Untuk harga ζ = 1 2, koefisien gesek pada rumus ini berkisar antara (μ k 0,6 1,2). Estimasi ini berlaku untuk material pada kondisi isotropic. Koefisien gesek ini berlaku untuk material dengan cubic crystal lattices,

64 46 seperti Fe, Al, Cu, Ni, Pb, Sn. Sedangkan untuk material dengan hexagonal lattices, seperti Mg, Ti, Zn, Cd, koefisien geseknya adalah sekitar 0,6. c. Logam berbentuk lembaran tipis kontak dengan logam yang lunak, seperti timah hitam atau timah putih kontak dengan baja, tembaga atau perak kontak dengan baja. Koefisien gesek pada peristiwa ini sekitar 0,1 atau lebih kecil. d. Multi phase materials, setiap material yang digunakan dalam aplikasi tribologi tidak selamanya material murni. Contohnya seperti pada tinbronze dan lead bronze, material ini biasa digunakan pada bearings yang berfungsi untuk mereduksi gesekan. Koefisien gesek pada kasus ini sama seperti pada kasus tiga (μ k sekitar 0,1 atau lebih kecil). e. Pada permukaan kontak hanya terjadi deformasi elastik. Pada kasus ini tidak terjadi tangential shear strees akibat contact pressure, karena deformasi pada permukaan adalah murni deformasi elastik. 3.4 Keausan (wear) Keausan adalah hilangnya sebagian material secara bertahap akibat adanya gerakan relatif dua permukaan (Stachowiak, 2006). Proses keausan sulit diamati secara langsung karena proses tersebut pada umumnya terjadi secara berangsurangsur dalam jangka waktu yang lama dan melibatkan banyak faktor. Keausan atau wear merupaka fenomena yang menyebabkan rusaknya sebagian atau bahkan seluruh permukaan material yang disebabkan oleh mechanical, chemical dan thermal (Ludema, 1992). Pemilihan material yang tepat, atau pelapisan permukaan material dan pemberian pelumas pada permukaan dapat memperbaiki nilai ekonomi. Gesekan dan keausan pada permukaan kontak terjadi secara bersamaan, tetapi didalam prakteknya mereka mempunyai fenomena yang berbeda. Sebagai contoh; gesekan terjadi tetapi tidak terjadi keausan, dilain pihak keausan dapat terjadi karena ada beben normal meskipun belum ada gerakkan tangential (Popov, 2009). Keausan yang terjadi pada mechanical system disebabkan oleh adanya kontak kedua elemen dan adanya gerakkan relatif dari

65 47 kedua elemen tersebut, atau yang lebih dikenal dengan tribological action, seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.6 berikut: Gambar 3.6 Tribological ection (Gresham, Totten, 2009). Secara keseluruhan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keausan pada permukaan kontak dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3.7 Faktor-faktor penyebab terjadinya keausan (Gresham, 2009). Sebagaiman telah disampaikan di atas bahwa keausan terjadi disebabkan oleh tiga asmpek, yaitu mechanical, chemical dan thermal, banyak cara untuk menguraikan jenis keausan ini. Keausan yang disebabkan oleh sifat adhesif dari dua permukaan kontak dinamakan adhesive wear. Bilamana kerusakan permukaan ini disebabkan oleh fatigue processes, maka jenis keausan ini dinamakan fatigue wear. Disisi lain keausan yang disebabkan oleh jika ada dua permukaan dengan kekerasan yang berbeda saling bergesekan atau ada partikel lain yang lebih keras

66 48 ada dipermukaan tersebut (third body), maka jenis keausan tersebut dinamakan abrasive wear. Ada dua jenis keausan didalam abrasive wear ini, yaitu: erosive wear dan cavitation wear. Selain itu jika terjadi reaksi kimia pada permukaan kontak akibat berkurangnya lapisan pelumas, maka peristiwa ini dinamakan corrosive wear, dan jika lapisan pelumas terkontaminasi dengan udara atau oksigen, maka kondisi ini dinamakan oxidative wear. Jika lapisan permukaan material terjebak didalam permukaan kontak yang menyebabkan rusaknya permukaan, maka peristiwa ini dinamakan fretting wear. Masih banyak lagi bentuk mekanisme keausan seperti impact wear, terjadi akibat impact kedua permukaan kontak, deffusive wear terjadi pada temparatur tinggi. Jika dilihat dari tipe kontaknya maka keausan dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3.8 Uraian keausan dilihat dari tipe kontaknya (Kato, Koshi, 2001). 3.5 Pelumasan (lubrication) Pelumasan (lubrication), dikenal dengan tindakan menempatkan pelumas diantara dua permukaan yang saling kontak dengan menggunakan pelumas cair (liqud), pelumas gas, maupun pelumas padat (solid) yang berfungsi untuk

67 49 mereduksi gesekan dan keausan serta mengurangi panas dan membawa pergi partikel keausan (Cheng 1992). Pelumas yang diberikan ini tergantung kepada beberapa faktor, yaitu: geometri permukaan kontak, kekasaran dan tekstur permukaan, beban kontak, tekanan dan temparatur, kecepatan rolling dan sliding, kondisi lingkungan dan jarak antara dua permukaan kontak. Semua faktor ini akan mempengaruhi sifat fisik dan sifat kimia dari pelumas. Ada dua bentuk dasar untuk lubricated surfaces, yaitu conformal dan counterformal seperti yang diperlihatkan dalam gambar 3.9 berikut ini. Gambar 3.9 Bentuk permukaan untuk pelumasan (Cheng 1992). Bentuk permukaan conformal dapat ditemui pada sliding journal dan trust bearings, machine guideways, dan seals. Permukaan ini biasa dioperasikan pada regime of thick-film hydrodynamic atau hydrostatic lubrication. Sedangkan bentuk permukaan counterconformal dapat ditemui pada Hertz contact, dimana area permukaan kontaknya sangat kecil. Lapisan pelumasnya sangat tipis, sama dengan nilai kekasaran permukaan. Performa pelumasnya sangat mempengaruhi elastic deformation permukaan kontak. Ketebalan pelumas dan tekanan pelumas serta distribusinya ditentukan oleh elastohodrodinamic lubrication Tipe pelumasan Pelumasan diantara dua permukaan kontak berfungsi untuk memisahkan dua permukaan yang saling kontak agar pergerakan permukaan satu terhadap yang

68 50 lainnya dapat lebih lancar (smoothness). Pelumasan diantara permukaan kontak dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu: a. Hydrostatic Lubrication, pelumasan pada tipe ini dilakukan dengan menempatkan pelumas didaerah kontak yang diberi beban atau tekanan tertentu. Permukaan kontak dalam kondisi diam atau tidak saling bergerak satu terhadap yang lainnya (static). Ketebalan lapisan pelumas sangat relatif, sehingga kedua permukaan tidak sesungguhnya terpisah. Keausan pada tipe pelumasan ini terjadi akibat fatigue. b. Hydrodynamic Lubrication (HL), berbeda dengan hydrostatic lubrication, pada tipe ini kedua permukaan kontak benar-benar dipisahkan oleh lapisan pelumas. Kondisi kedua permukaan saling bergerak satu terhadap yang lainnya (sliding) dan pelumasan dilakukan secara terus menerus sehingga pelumas mengisi semua daerah kontak. Tipe pelumasan ini dikenal juga dengan mana full-film atau fluid lubrication. c. Elastohydrodynamic Lubrication (EHL), tipe ini termasuk kedalam hydrodynamic lubrication. EHL terjadi bilamana melumasi permukaan rolling contact, seperti pada permukaan kontak antara dua roda gigi atau rolling bearings. Area kontak kedua permukaan sangat kecil, lapisan pelumas sangat tipis (sama dengan nilai kekasaran permukaan), sehingga tipe ini dikenal juga dengan nama boundary lubrication. Pergantian dari hydrodynamic lubrication ke boundary lubrication tidak terjadi secara mendadak, melainkan secara bertahap percampuran antara tipe hydrodynamic lubrication dengan tipe boundary lubrication yang dikenal dengan nama mixed lubrication, sampai akhirnya dominan boundary lubrication. Fenomena pelumasan pada permukaan kontak ini dapat dijelaskan dengan stribeck curve, seperti pada gambar Kurva tersebut menunjukan pengaruh viskositas pada pelumas terhadap permukaan kontak. Tipe pelumasan pada zone 3 adalah tipe pelumasan hidrodinamic lubrication, dimana titik C adalah titik yang ideal karena gesekan dan keausan sangat minim.

69 51 Boundary lubrication Mixed lubrication Hydrodinamic lubrication Gambar 3.10 Stribeck curve (Lansdown, 2004). Seiring dengan menurunnya nilai viscocity mulai dari titik B, maka kontak antara asperity terjadi sehingga gesekan meningkat secara cepat sampai ke titik A. Tipe pelumasan dari titik B sampai titik A (zone 2) adalah mixed lubrication, dimana terjadi proses pergantian tipe pelumasan dari hydrodynamic lubrication ke boundary lubrication. Beban tekan sebagian dibawah oleh pelumas, sebagian lagi oleh asperity. Pada zone 1 yaitu dari titik A ke kiri, tipe pelumasan adalah boundary lubrication. Pada zone ini kondisi kedua permukaan kontak cenderung menempel. Daerah pelumasan (zone) ditentukan oleh ηn, dimana η adalah dynamic P viskositas pelumas, N kecepatan putaran dan P adalah beban tekan Viskositas pelumas Viskositas minyak pelumas memegang peranan penting dalam sistim pelumasan. Setiap minyak pelumas memiliki viskositas yang berbeda, nilai viskositas minyak pelumas dapat berubah dengan meningkatnya temparatur dan tekanan sehingga ketebalan lapisan minyak pelumas akan berkurang secara proporsional (Stachowiak, Batchelor, 2005).

70 52 Viskositas ditentukan melalui dynamic atau absolute viscosity dan Kinematic viscosity. a. Dynamic viscocity Dynamic viscocity (η) yaitu perbandingan antara shear stress (τ) terhadap resultant shear rate (u/h) ketika cairan pelumas mengalir. Gambar 3.11 memperlihatkan skema kondisi pelumasan diantara dua permukaan. Gambar 3.11 Kondisi pelumas diantara dua permukaan (Stachowiak, 2005). Gaya F yang berusaha untuk menggerakkan permukaan kontak didefenisikan sebesar: η.a.u F =.... (3.15) h dan besar nilai dynamic viscosity η adalah: η = τ u h. (3.16) dimana: η = dynamic viscocity [Pa.s] τ = shear stress yang terjadi pada pelumas [Pa] u/h = shear rate [s -1 ]

71 53 Besaran ini pada mulanya ditentukan dalam satuan Poise (P) sesuai dengan nama penemunya yaitu Poiseuille berkebangsaan Perancis. Namun dalam standard internasionan (SI) diukur dalam besaran Pascalseconds (Pa.s) atau Newton seconds per square meter (N.s/m 2 ), sehingga nilai tersebut harus disetarakan menjadi: 1 Poise (P) = 100 centipoise (cps) 0,1 [Pa.s] 1 [cps] = 10-3 [Pa.s] = 10-3 [N.s/m 2 ] b. Kinematic viscocity Kinematic viscocity (υ) adalah perbandingan antara dynamic viscosity (η) dengan dencity minyak pelumas (ρ). Perbandingan ini didefenisikan sebagai berikut: υ = η. (3.17) ρ dimana: υ = kinematic viscocity [m 2 /s] η = dynamic viscocity [Pa.s] ρ = dencity minyak pelumas [kg/m 3 ] Besaran ini sebelumnya ditentukan dalam stoke (St) dan aplikasi didalam praktek ditentukan dengan unit yang lebih kecil yaitu centistoke (cst). Namun di dalam standar internasional (SI) diukur dalam besaran m 2 /s, sehingga nilai tersebut harus diseterakan menjadi: 1 [St] = 100 [ cst] = 0,0001 [m 2 /s] 1 [cst] = 1 mm 2 /s] Dencity minyak pelumas berkisar antara 700 kg/m 3 sampai 1200 kg/m 3 atau (0,7 1,2 g/cm 3 ). Biasanya dencity minyak pelumas yang digunakan dalam perhitungan adalah 850 kg/m 3 (0,85 g/cm 3 ). Untuk menentukan dynamic viscociry oli (cps) atau (Pa.s), maka viskositas oli tersebut (cst) dikalikan dengan nilai dencity tersebut seperti berikut: viscocity in (cps) = vicocity in (cst) x 0,85 [g/cm 3 ] atau viscocity in (Pa.s) = viscocity in (cst) x 0,85 [g/cm 3 ] x 10-3 Untuk mengestimasi viskositas pelumas yang ideal untuk setiap kondisi operasi, pertama tama kita mengestimasi kecepatan permukaan bidang kontak dari mesin (V), sebagai berikut:

72 54 dimana: V = π. d. n.... (3.18) V = kecepatan permukaan kontak [m/s] d = diameter poros [m] n = jumlah putaran poros [put/s] selanjutnya mengestimasi total tekanan, yaitu pengaruh beban yang bekerja pada permukaan kontak secara keseluruhan: dimana: P = W (3.19) l.d P = tekanan [kn/m 2 ] l = lebar bearing [m] d = diameter poros [m] W = beban [kn] Pada gambar 3.12 memperlihatkan bahwa pada tekanan sedikit diatas 2000 kn/m 2 dan kecapatan permukaan kontak (V = 1,667 m.s -1 ), viskositasnya sama dengan 30 cps. Gambar 3.12 Estimasi viskositas (Make, 2008).

73 Viskositas indeks Viskositas indeks ini dikembangkan oleh Dean dan Davis pada tahun 1929 di Pennsylvania. Viskositas indeks adalah nilai sensitifitas dari viskositas oli terhadap temparatur. Viskositas indeks ini membandingkan viskositas kinematik dari oli dengan dua jenis oli referensi, dimana kedua jenis oli referensi ini memiliki viskositas indeks yang berbeda yaitu oli yang satu memiliki viskositas indeks (VI = 0) dan oli yang lainnya memiliki viskositas indeks (VI = 100) pada 100 o F (37,8 o C), tetapi kedua jenis oli ini memiliki nilai viskositas yang sama pada temparatur 210 o F (98,89 o C). Nilai viskositas indeks ini dapat dihitung dengan persamaan: VI = L U L H.100 (3.20) dimana: U = viskositas oli sample dalam cst pada 40 o C. L = viskositas oli referensi dalam cst pada 40 o C, VI = 0. H = viskositas oli referensi dalam cst pada 40 o C, VI = 100.

74 Bab 4 Hasil dan Pembahasan Kegagalan dalam sebuah rancangan menjadi pusat perhatian didalam proses perancangan, oleh sebab itu perancang harus memikirkan hal-hal yang menyebabkan kegagalan dalam sebuah rancangan, sehingga hasil rancangan dapat mengemban fungsinya dengan baik. Kegagalan terhadap sebuah rancangan dapat disebabkan oleh berbagai aspek, seperti keausan, korosi, retakan dan lain-lain. Semua penyebab kegagalan tersebut harus ditelaah satu demi satu agar hasil rancangan dapat mengemban fungsinya dengan baik. Secara skematis fokus perancangan dapat ditunjukan dalam gambar 4.1. Failure focus mengidentifikasi tipe atau model kegagalan atau secara spesifik perancang harus memperhatikan karakteristik material dan kondisi operasi dari sebuah komponen. Gambar 4.1 Fokus dalam perancangan komponen (Andrew, John, 1999). Variabel-variabel dalam sebuah rancangan, seperti lingkungan, beban, geometri, dan properti dari material sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah rancangan. Hubungan antara variabel perancangan dan aspek kegagalan ditunjukan dalam sebuah matrix seperti pada tabel 4.1. Garis silang pada cell matrix menunjukan bahwa hubungan yang kuat antara specific design variables dengan mode of failure. Sedangkan σ u adalah rupture strength, σ y adalah yield 56

75 57 strength, S e adalah endurance limit, E adalah elastic modulus, K c adalah fracture toughness factor dan H adalah hardness. Tabel 4.1 Matrix hubungan antara design variable dengan failure focus (Andrew, John, 1999). Failure focus Rupture yielding Excessive deflection Design variables Fatigue Buckling Material Properties Wear Corrosion Stres corrosion Geometry Load character Environment Creep S u, S y, S e S u E S e E E, K c, H S y S y S u S y H Load-efficient distribution of materials. Stres intensity factors K c Χ Χ Χ Χ Static loading Χ Χ Χ Χ Χ Time-dependent dynamic loading Operating temparature Χ Χ Χ Χ Χ Χ Corrosive Χ Χ Abrasive Χ Secara keseluruhan kegagalan dalam komponen rancangan disebabkan oleh satu atau beberapa aspek dari failure focus, yaitu: rupture yielding, excessive deflection, fatigue, buckling, wear, corrosion, stress corrosion, creep. 4.1 Formulasi empirik yang mendukung rancangan Untuk mendukung keberhasilan aplikasi rancangan dan pembuatan mesin uji tribometer dibutuhkan formulasi pendukung analisa kekuatan konstruksi dan analisa kekuatan material berdasarkan prinsip-prinsip mekanika statis dan dinamis sesuai dengan informasi/data atau lebih tepatnya kriteria awal yang diperlukan pelanggan, sehingga dapat dijamin kekuatan dan keamanan baik kekuatan komponen maupun kekuatan konstruksi mesin secara keseluruhan. Informasi awal

76 58 yang diperoleh dari pelanggan disamping hal-hal yang lain adalah membuat mesin uji tribometer dengan putaran yang dapat diatur berkisar antara rpm dan beban tekan kira-kira 5 kg. Dari informasi tersebut maka diperlukan motor listrik dengan data-data sebagai berikut: Putaran motor listrik (n 1 ) = 2950 rpm. Daya motor (D) 1 Hp = 746 Watt. Konsumsi arus (I) = 1 Amper. Berdasarkan data-data tersebut maka dapat ditentukan hal-hal sebagai berikut: Dimensi awal yang mendukung rancangan a. Menentukan putaran maksimal poros specimen (n 2 ) dengan menggunakan persamaan: n 1 n 2 = Z 2 Z 1 = d 2 d 1... (4.1) Dengan menggunakan persamaan ini maka dapat diperoleh jumlah putaran poros specimen (n 2 ) = 10676,2 rpm, jumlah gigi pada pulley masing-masing dapat ditentukan (Z 1 ) = 76 gigi dan (Z 2 ) = 21 gigi. b. Perhitungan torsi (M 2 ) pada poros specimen sebelah kiri dengan menggunakan persamaan: P.60 M 2 =. (4.2) 2πn 2 Dengan menggunakan persamaan ini maka diperoleh torsi pada poros specimen sebelah kiri sebesar (M 2 ) = 0,667 Nm. c. Menentukan gaya yang bekerja pada load cell (F). Karena torsi dari motor listrik harus terukur maka diperlukan sebuah load cell untuk mengukur gaya akibat torsi tersebut, untuk menentukan gaya ini maka diperlukan radius dari diameter specimen terkecil yang akan digunakan dalam variasi pengujian. Untuk hal ini ditentukan diameter specimen

77 59 terkecil adalah 35 mm dan radiusnya adalah (r) = 17,5 mm = 0,0175 m. Persamaan yang digunakan untuk menghitung gaya tersebut adalah: F = M 2 r.. (4.3) Dengan menggunakan persamaan terssbut maka diperoleh gaya (F) = 38 N. d. Untuk menentukan gaya maksimal yang bekerja pada load cell maka digunakan persamaan: F c = F + (25% 35%). (4.4) Dengan menggunakan persamaan ini maka diperoleh gaya makasimal yang berkerja pada load cell (F c ) = 50 N = 5 kg Analisa gaya gesek pada saat dua specimen saling kontak Gaya gesek (F G ) ini diperlukan untuk mengetahui nilai koefisien gesek kinetik (μ k ), yaitu salah satu variabel yang diperlukan dalam pengujian. Untuk memperoleh nilai gaya gesek tersebut maka diperlukan data teknis dari pulley dan sabuk bergigi (timing belt) sebagai berikut: Jumlah gigi pada pulley (Z 1 ) = 76 gigi dan (Z 2 ) = 21 gigi. Pitch differential (k) = 0,7 mm Kisar gigi timing belt (K) = 8 mm dan jumlah gigi timing belt (Z s ) = 170 gigi. Berdasarkan data-data tersebut maka dapat ditentukan hal-hal sebagai berikut: a. Menentukan diameter pitch pulley (d 1 ) dan (d 2 ). Untuk menentukan kedua diameter pulley tersebut dapat menggunakan persamaan sebagai berikut: d 1 = K.Z 1 π d 2 = K.Z 2 π 2. k.. (4.5) 2. k. (4.6)

78 60 Dari kedua persamaan tersebut maka diperoleh diameter pulley (d 1 ) = 192,1324 mm dan (d 2 ) = 52,0761 mm. b. Menentukan jarak sumbu poros (C) dan sudut kontak pulley (θ 1,2 ). Yang dimaksud dengan jarak sumbu adalah jarak antara sumbu poros motor dan sumbu poros specimen. Jarak tersebut dapat dihitung dengan persamaan: C = Y+ Y2 2 d 2 d Y = L π (d 2+ d 1 ) 2 (4.7) (4.8) L = K. Z s. (4.9) Dari persamaan tersebut dipeoleh jarak sumbu antara kedua poros adalah (C) = mm. Sedangkan untuk menentukan sudut kontak (θ) antara sabuk dan pulley bergigi dapat menggunakan persamaan sebagai berikut: θ 1 = 2. arc coc d 1 d 2 2.C.. (4.10) Dari persamaan tersebut diperoleh sudut kontak (θ 1 = 163 o ). Gambar 4.2 Variabel-variabel pada mekanisme pulley. c. Menentukan gaya gesek (F G ) pada saat dua specimen saling kontak. Gaya gesek tersebut diperlukan untuk menentukan koefisien gesek kinetik (μ k ) pada permukaan kontak. Koefisien gesek kinetik ini merupakan salah satu variabel yeng diperlukan dalam penelitian, selain

79 61 nilai kekasaran permukaan (Ra). Gaya gesek tersebut dapat dianalisa melalui mekanisme pulley seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.3 dan 4.4 berikut ini. Gambar 4.3 Analisa gaya pada T. Gambar 4.4 Analisa gaya gesek (F G ). Dari gambar 4.3, berdasarkan hukum keseimbangan maka gaya pada sabuk (T ) dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut: ΣMo = 0 F c.125 = T. d 1 2 T = Fc.250 d 1.. (pers. 1). T = cos α. T.... (pers. 2). Dengan memasukan persamaan (1) ke dalam persamaan (2) untuk nilai T, maka gaya pada T adalah: T = cos α. F c (4.11) d 1 dimana α = 180o θ 1 2 = 8 o 20 Sedangkan untuk menentukan gaya gesek pada permukaan kontak dapat dianalisa dari gambar 4.4, sebagai berikut: ΣMo = 0 T. cos α. d 2 2 = F G. d s 2 F G = T cos α.d 2 d s (pers. 3).

80 62 Dengan memasukan rumus (4.11) ke dalam persamaan (3) untuk nilai T, maka nilai gaya gesek (F G ) menjadi: F G = cos α 2.F c.250.d 2 d 1.d s... (4.12) Karena diinginkan putaran specimen sama dengan putaran motor, maka perbandingan putaran menjadi (1:1). Untuk hal tersebut maka pada jarak sumbu poros (C = 483,1239), diameter pulley dibuat mendekati (d 1 = d 2 = 125,924 mm), sehingga sudut kontak antara pulley dan sabuk (θ = 180 o ) dan sudut (α) menjadi nol (α = 0), sehingga persamaan untuk gaya gesek (F G ) menjadi: F G = F c.250 d s... (4.13) dan nilai koefisien gesek kinetiknya (μ k ) menjadi: Analisa beban μ k = F G F N.. (4.14) Beban yang bekerja pada rancangan ini terkosentrasi pada poros specimen, beban ini disebabkan oleh tegangan sabuk, beban tekan, beban torsi dari motor dan beban pengeraman. Untuk dapat mengetahui kekuatan hasil rancangan maka nilai dari beban-beban tersebut harus diketahui dengan jalan sebagai berikut: a. Analisa beban akibat tegangan timing belt Dibanyak kasus pengukuran tegangan pada timing belt dilakukan pada sisi kendur (T 2 ), tegangan pada sisi kendur ini biasanya berkisar antara 10% sampai 30% dari tegangan efektif atau T 2 = 10 % - 30 % dari T e, sedangkan tegangan efktif (T e ) dari timing belt dapat dihitung dengan persamaan T e = T 1 T 2 atau T e = 2.M 2006). dimana: T e = tegangan efektif. T 1 = sisi kencang. d (Gates, Tomkins Company,

81 63 T 2 = sisi kendur. M = torsi. d = diameter pitch pulley. Pada kasus ini tegangan efektif pada belt dapat dihitung dengan persamaan T e = 2.M 1 d 1 dan M 1 adalah torsi maksimal pada motor dan dapat dihitung dengan persamaan M max = 9555 x P. Jika diketahui n daya motor (P = 1 Hp) dan putaran motor (n = 2950 rpm), maka torsi maksimal adalah (M 1 = Nm), jika diketahui diameter pulley (d 1 = mm), maka tegangan efektif (T e = 38,354 N). Untuk mengetahui tegangan pada sisi kendur (T 2 ) dan tegangan pada sisi kencang (T 1 ) dapat menggunakan persamaan T 2 = 0,3 x T e, sehingga diperoleh T 2 = 11,513 N dan tegangan pada sisi kencang dapat dihitung menggunakan persamaan T 1 = T e + T 2, sehingga diperoleh tegangan pada sisi kencang T 1 = 49,867 N. Karena besar diameter pulley sama (d 1 = d 2 = 125,924 mm), maka beban yang bekerja pada poros specimen dapat dihitung dengan persamaan F = T 1 + T 2, sehingga diperoleh beban yang bekerja pada poros specimen akibat tegangan sabuk adalah F = 61,38 N. Untuk diameter pulley berbeda (d 1 d 2 ), maka persamaan untuk menghitung beban yang bekerja pada poros specimen adalah F = T T T 1. T 2. 2 cos α. b. Analisa beban tekan maksimal pada poros specimen Beban tekan yang diberikan pada poros specimen (F N ) tergantung dari torsi yang bekerja pada poros specimen (M 2 ), diameter dari specimen (d s ) serta koefisien gasek statis dari kedua specimen yang saling kontak (μ s ). Untuk menganalisa beban tekan pada poros specimen dapat menggunakan gambar 4.5 berikut ini.

82 64 Gambar 4.5 Analisa beban tekan (F N ). Sebagaimana telah disampaikan di atas bahwa torsi maksimal pada motor (M 1 = 2,416 Nm), dan karena besar pulley pada motor sama dengan besar pulley pada poros specimen (d 1 = d 2 = 125,924 mm), maka torsi pada poros specimen (M 2 ) adalah besar torsi pada motor (M 1 ) dikalikan dengan efisiensi transmisi sabuk (η = 94% - 96%), sehingga torsi pada poros specimen M 2 = M 1 x η. Dari perkalian ini diperoleh torsi pada poros specimen (M 2 = 2,3 Nm). Untuk menganalisa beban tekan pada poros specimen (F N ) dapat menggunakan aturan-aturan mengenai keseimbangan serta gesekan, sehingga diperoleh persamaan untuk beban tekan pada poros specimen seperti berikut: F N = 2.M 2 μ s.d s (4.15) Karena kemampuan baca pada load cell hanya 50 N (pembacaan load cell dalam satuan gram, maksimum pembacaan sampai dengan 5000 gram) seperti yang telah disampaikan dalam sub bab 4.1.1, maka torsi pada poros specimen yang digunakan (M 2 = 667 Nmm). Selain itu pemberian beban pada poros specimen juga harus mempertimbangkan beberapa kondisi seperti koefisien gesek statis (μ s ) pada permukaan kontak dari kedua specimen, defleksi yang akan terjadi pada poros specimen (δ). Dengan mempertimbangkan kodisi tersebut maka beban makasimal dibatasi sampai dengan 5 kg (F N = 50 N). Diameter specimen (d s ) yang dapat diuji pada rancangan tersebut berkisar antara 35 mm sampai 100 mm, sehingga koefisen gesek statis pada beban maksimal untuk diameter specimen 100 mm adalah 0,26 (μ s

83 65 = 0,26), sedangkan koefisien gesek statis pada beban maksimal untuk diameter specimen 35 mm adalah 0,76 (μ s = 0,76). Untuk koefisien gesek statis lebih besar dari jangkauan tersebut dapat divariasikan ukuran beban atau diameter specimen. c. Analisa beban pengereman. Pada saat pengujian roda gigi, kondisi poros disebelah kanan dalam keadaan bebas artinya sumber gerakan berasal dari poros sebelah kiri. Pada kondisi ini, torsi pada poros sebelah kanan (M 3 ) dapat dianalisa dengan menggunakan gambar 4.6 berikut ini. Gambar 4.6 Analisa torsi pada poros sebelah kanan (M 3 ). Dalam kondisi statis maka torsi pada poros sebelah kanan (M 3 ) dapat dianalisa dengan cara sebagai berikut: M 3 = F G. r B F G = M 3. (pers. 1). r B M 2 = F G. r A (pers. 2). Dengan memasukan persamaan (1) ke persamaan (2) untuk nilai F G, maka torsi pada poros sebelah kiri (M 2 ) menjadi M 2 = r A r B. M 3, sehingga torsi pada poros sebelah kanan (M 3 ) adalah: M 3 = r B r A. M 2. (4.16) Pada kondisi torsi maksimal pada poros sebelah kiri (M 2 = 667 Nmm), jika diameter specimen sebelah kiri maksimal 100 mm (r A = 50 mm)

84 66 dan diameter specimen sebelah kanan minimal 35 mm (r B = 17,5 mm), maka torsi minimal pada poros sebelah kanan M 3 = 233,45 Nmm. Pada kondisi torsi maksimal pada poros sebelah kiri (M 2 = 667 Nmm), jika diameter specimen sebelah kiri minimal 35 mm (r A = 17,5 mm) dan diameter specimen sebelah kanan maksimal 100 mm (r B = 50 mm), maka torsi maksimal pada poros sebelah kanan M 3 = 1905,7 Nmm. Dalam kondisi ini beban pengereman (F) dapat dianalisa melalui gambar 4.7 dan 4.8 berikut ini. Gambar 4.8 Analisa beban pengereman (F). Gambar 4.7 Konstruksi mekanisme pengereman. Dengan menggunakan hukum keseimbangan maka beban pengereman dapat dianalisa dengan cara sebagai berikut: ΣMA = 0 N. b + μ. N. a F. c = 0 N (b + μ a) = F. c F.c N = (pers. 1). b+ μ a M 3 = μ. N. r... (pers. 2). dengan memasukan persamaan (1) ke persamaan (2) untuk nilai N, maka torsi pada poros sebelah kanan (M 3 ) adalah M 3 = μ.r.f.c b+ μ.a. Dari persamaan ini beban pengereman (F) dapat didefenisikan sebagai berikut: F = M 3 b+ μ a μ.r.c. (4.17)

85 67 Untuk variabel a, b, c, dan r adalah dimensi dari mekanisme pengereman dan nilainya secara berturut-turut adalah 15 mm, 67 mm, 450 mm dan 22 mm. Sedangkan μ adalah koefisien gesek statis. Koefisien gesek statis antara baja dan asbes berkisar antara 0,3 0,6 (Yefri, Universitas Darma Persada). Pada perancangan mekanisme rem, arah putaran poros specimen (drum rem) dibuat searah dengan putaran jarum jam, sehingga untuk menghitung gaya normal (N) atau F N yaitu gaya yang menekan drum rem dapat menggunakan persamaan kesetimbangan di atas, dimana μ.n adalah gaya gesek (F G ) yang nilainya setara dengan 2. M 3, sehingga gaya yang menekan drum rem adalah seperti berikut: F N = F.c 2aM 3 2r b.. (4.18) Dengan mempertimbangkan berat lengan rem adalah 1,17 kg, maka nilai F N harus ditambahkan dengan berat lengan rem. Sedangkan nilai F dibatasi hingga 2 kg untuk menghindari kelebihan beban pada load cell Analisa tegangan dan defleksi pada poros specimen Issue yang terkandung dalam engineering design meliputi material properties, load distribution, component geometry, simple, tractable analytical model of the component we are to synthesise (Andrew, John, 1999). Pada rancangan ini, beban terkonsentrasi pada poros specimen, sehingga pemilihan material poros specimen harus mampu menahan beban yang bekerja padanya. Beban yang bekerja pada poros specimen tersebut seperti yang ditunjukan dalam gambar 4.9 berikut ini.

86 68 Gambar 4.9 Beban yang bekerja pada poros specimen sebelah kiri. Bagian yang menjadi fokus dalam gambar 4.9 ini adalah daerah ujung dari poros specimen (di tumpuan B), karena pada bagian ini akan dipasang specimen uji dan mendapatkan beban tekan F N, Baban tekan ini berfungsi menekan specimen pada saat kontak dengan pasangannya ketika sedang melakukan pengujian dalam kondisi rolling sliding. Kondisi ini diharapkan dapat menghasilkan perubahan nilai kekasaran permukaan mulai dari kondisi awal sampai kondisi steady state. Untuk mendapatkan kondisi seperti ini maka pada daerah ini diharapkan defleksi sekecil mungkin. Sedangkan pada ujung yang lain (di tumpuan A) diharapkan material poros mampu menahan beban tarik dari timing belt (F = 61,38 N) ketika motor sedang berputar. Untuk meyakinkan bahwa poros specimen mampu menahan baban yang bekerja padanya, maka dilakukan analisa kekuatan poros berdasarkan prinsip-prinsip yang digunakan oleh Ferdinand P. Beer, dkk sebagai berikut: a. Analisa tegangan pada poros. Analisa diawali dari ujung poros specimen (di tumpuan B) seperti yang diperlihatkan dalam gambar 4.10 berikut ini.

87 69 Gambar 4.10 Beban pada poros di tumpuan B. Gaya yang bekerja pada tumpuan B ini adalah gaya akibat beban tekan (F N = 50 N) dan gaya akibat torsi (M 2 = 667 Nmm). Beban tekan F N ini akan mengakibatkan tegangan geser yang memotong luas daerah poros dalam arah sumbu Z dan nilainya dapat ditentukan dengan persamaan τ FN = 4.F N 3.A π.d2, sedangkan luas daerah poros A =. Dari kedua persamaan ini diperoleh tegangan geser akibat gaya F N adalah τ FN = 4 0,212 N mm 2. Selain itu beban tekan F N ini akan mengakibatkan torsi pada sumbu Y (M y ), yang nilainya dapat dihitung dengan persamaan M y = F N. l, dari persamaan ini diperoleh M y = 1000 Nmm. Akibat torsi tersebut akan menghasilkan tegangan normal dalam arah sumbu X, yang nilainya dapat ditentukan dengan persamaan ς nx = M y.32. Dari π.d 3 persamaan tersebut diperoleh nilai untuk tegangan normal akibat torsi N M y adalah ς nx = 1,273. mm 2 Akibat putaran poros specimen maka akan terjadi torsi (M 2 sebesar 667 Nmm), torsi ini akan menimbulkan tegangan geser pada poros yang nilainya dapat dihitung dengan persamaan τ M2 = M 2.16 π.d3, tegangan geser ini terjadi dalam arah sumbu Y dan nilainya adalah τ M2 = 0,425 N mm 2. Tegangan geser yang terjadi dalam arah sumbu Z dan tegangan geser yang terjadi dalam arah sumbu Y akan menghasilkan sebuah tegangan yaitu tegangan YZ, yang nilainya dapat dihitung dengan persamaan

88 70 τ yz = τ FN 2 + τ M2 2. Dari persamaan tersebut diperoleh tegangan geser YZ adalah τ yz = 0,475 N mm 2. Secara keseluruhan tegangan geser maksimal (τ max ) yang terjadi pada tumpuan B dapat dihitung dengan persamaan τ max = ς 1 ς 2, dimana σ 1 2 dan σ 2 adalah tegangan normal yang nilainya dapat ditentukan dengan persamaan ς 1,2 = ς nx 2 diperoleh ς 1 = 1,431 ± ς nx τyz 2. Dari persamaan tersebut N mm 2 dan ς 2 = 0,158 tegangan geser maksimal τ max = 0,795 b. Analisa defleksi pada poros specimen. N mm 2. N mm 2, sehingga diperoleh Defleksi pada poros specimen akibat gaya F N dapat dihitung dengan persamaan δ max = 4.F N.l 3. Dari dimensi yang ada diperoleh defleksi 3E π r 4 maksimal pada poros adalah δ max = x 10-5 mm atau 0,081 μm. Jika diperhitungkan dengan nilai kekakuan material maka defleksi pada poros dapat dihitung dengan persamaan δ 1 = F AE, dari persamaan ini diperoleh nilai deflesi sebesar 0,015 μm. Untuk kondisi cantilever seperti pada gambar 4.10, defleksi yang diijinkan adalah 1,6 mm per metre of span, ( sehingga defleksi yang terjadi adalah 1,6 x 0,02 = 0,032 mm = 32 μm > 0,081 μm dengan demikian poros dianggap mampu menahan beban defleksi. Sedangkan defleksi pada poros yang disebabkan oleh beban torsi dapat dihitung dengan persamaan θ = M 2.l G.J l dimana J adalah polar second moment of area yang dapat ditentukan dengan persamaan J = π.d4 32, dan G adalah modulus geser (shear modulus), untuk baja nilainya 80 x 10 3 N/mm 2 sehingga persamaan defleksi untuk beban torsi menjadi θ = 32.M 2.l G.π.d 4 dari persamaan ini diperoleh defleksi akibat beban torsi (M 2) adalah 3,335 x10-5 rad atau sama dengan (1,9 x 10-3 ) derajat. Pada umumnya defleksi pada poros akibat beban torsi yang diijinkan adalah

89 71 3 o per metre, sehingga pada kondisi ini poros dianggap mampu menahan beban torsi karena 0,02 m x 3 o = 0,06 o, defleksi 0,06 o > (1,9 x 10-3 ) o Analisa kekuatan poros specimen Yang dimaksud dengan kekuatan adalah kemampuan poros untuk menahan seluruh beban yang bekerja padanya. Kemampuan tersebut harus memenuhi persyaratan-persyaratan seperti harus mampu menahan beban geser atau yang dikenal dengan maximum sear stress failure predictor (MSFP), harus mampu menahan beban normal atau yang dikenal dengan maximum principal stress failure predictor (MPFP), dan faktor-faktor lain seperti faktor keamanan dan defleksi. Dengan mempertimbangkan seluruh hal tersebut dan beban yang bekerja pada poros, maka material poros yang digunakan dalam rancangan ini adalah S45C dari JIS G4051:1979. Material ini memiliki mechanical properties seperti tensile strength (σ u 600 MPa) dan yield strength (σ y 355 MPa) (John, 2004). Dengan menggunakan material tersebut, maka kekuatan poros dapat diprediksi sebagai berikut. a. Prediksi kekuatan akibat beban geser makasimum atau MSFP (τ max ). Tegangan geser maksimum yang diijinkan harus lebih kecil atau sama dengan tegangan geser orisinil dari material (τ allowble τ o ). Dari hasil perhitungan tegangan geser maksimal yang terjadi pada poros (τ max = N 0,795 mm 2), sedangkan tegangan geser orisinil dapat dihitung dengan persamaan τ o = ς y. Dari persamaan ini diperoleh tegangan geser 3 orisinil (τ o = 205 N/mm 2 ). Hasil perhitungan ini menunjukan bahwa poros sangat aman menahan beban geser. b. Prediksi faktor keamanan dalam rancangan (F k ). Faktor keamanan memberikan sebuah kenyamanan dalam sebuah rancangan, faktor keamanan mungkin digunakan untuk mereduksi principal stress yang terjadi pada material yang digunakan atau yang dikenal dengan stress factor of safety. Namun para engineers biasanya memprediksi faktor keamanan terhadap sebuah rancangan selalu ditinjau dari lingkup yang lebih luas. Andrew Samuel dan John Weir

90 72 memprediksi faktor keamanan ini seperti yang ditunjukan dalam tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Estimasi faktor keamanan (Andrew, John, 1999). Factor Relevance to the design Range of values Consequence of failure F o Seriousness of failure 1-1,4 Uncertainties Associated with load estimates l 1 Magnitude of the load 1-1,6 l 2 Rate of load aplication (shock loading?) 1,2-3 l 3 Load sharing between elements of the component 1-1,6 Material and modelling related uncertainties S 1 Variations in material properties 1-1,6 S 2 Manufacturing uncertainties 1-1,6 S 3 Environmental and operational uncertainties (temperature, corrosion) 1-1,6 S 4 Effects of stress concentrations (analytical value) can be high S 5 Reliability of mathematical model 1-1,6 Design factor of safety (F k ) = F o x l 1 x l 2 x l 3 x S 1 x S 2 x S 3 x S 4 x S 5 c. Prediksi kekuatan akibat beban normal MPFP (σ max ). Pada material yang ulet (ductile material) syarat aman ini dapat dilihat dari tegan geser yang terjadi, yaitu (τ allowble τ o ), sedangkan pada material yang getas (brittle material) syarat aman ini dilihat dari maximum principal stress, yaitu ς max ς u. Untuk kasus ini, jika F k menggunakan syarat tersebut maka pada maximum principal stress (ς nx = 1,273 N mm 2 ), tensile strength (σ u = 600 MPa) dan variabel faktor keamanan ditetapkan dalam kondisi maksimum (F k = 211,4), sehingga kondisinya menjadi 1, MPa. Hasil perhitungan ini 211,4 menunjukan bahwa poros sangat aman untuk menahan beban.

91 Pengujian hasil rancangan Hasil rancangan seperti yang diperlihatkan dalam gambar 4.12 harus diuji untuk mengetahui secara pasti bahwa hasil rancangan dapat berfungsi secara baik sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pengujian hasil rancangan dimaksud untuk mengetahui koefisien gesek kinetik (μ k ) akibat kontak mekanik dua specimen dibawa pengaruh pembebanan. Langkah-langkah pengujian seperti yang ditunjukan dalam diagram alir berikut ini: Mulai Persiapan bahan dan peralatan Pengukuran kekasaran awal (Rai) Variasi putaran Variasi beban Kering/basah Pengujian Pengukuran Ra Gaya gesek (N) Analisa data Verifikasi Grafik / Koefisien gesek Grafik koefisien gesek Selesai Gambar 4.11 Diagram alir pengujian Persiapan alat uji Alat uji yang digunakan adalah disc/gear test machine hasil rancangan, dengan spesifikasi sebagai berikut:

92 74 Ukuran mesin: 970 mm x 400 mm x 800 mm (Panjang x Lebar x Tinggi). Konsumsi arus (I): 25 Amper (3 phasa). Catu daya 380 V 50 Hz. Torsi: 0,667 Nm. Diameter benda uji: 35 mm 100 mm (disc maupun gear). Beban tekan pada disc 5 kg. Beban pada lengan rem 2 kg Jumlah putaran maksimal 2800 rpm. Slip rasio 0 % sampai 200 %. Kemampuan baca load cell sampai dengan 5000 gram. Gambar 4.12 Hasil rancangan disc/gear test machine. Selain spesifikasi mesin, pengambilan data terintegrasi dengan komputer dengan menggunakan program LabVIEW untuk mengetahui harga koefisien gesek kinetik (μ k ), begitu juga dengan nilai kekasaran permukaan (Ra) pengambilan data mengunakan alat pengukur kekasaran permukaan Hand-held Roughness Tester TR200 seperti yang ditampilkan dalam gambar 4.13, juga terintegrasi dengan komputer dengan menggunakan program TimeSurf for TR200 V1.4. Spesifikasi alat ukur kekasaran permukaan tersebut adalah sebagai berikut: Measurement range: 160 μm Stylus tip radius: 2 μm. Stylus tip material: Diamond. Measuring force: 4 mn (0.4 gf). Stylus tip angle: 90 o. Maximum drive range: 17.5 mm. Accuracy: Less than or equal to ± 10 %.

93 75 Tabel 4.3 Komposisi Kimia (%) dan Nilai Kekerasan Beberapa Material. Unsur (%) Kekerasan (Kg/mm 2 ) 23,83 HRB 75,17 HRB Al 105,2 HRB Si Cu 99,17 HRB Fe Mn Ni Zn Sn Sb C P Cr Mo V W 99,67 0,59 0,005 0, ,142 0, ,79 0,23 0,223 0,27 Balance Balance 0,03 0,02 1,585 0, ,116 0,157 0,01 37,2 0,01 0,09 0,01 0,474 0,468 0,1 0,003 0,135 1,151 0,015 0,244 0,01 0,0084 0,1 0,03 0,016 0,011 0,005 0,005 0,003 0,003 Material Co Nb Ti Mg S Aluminium Kuningan 0,0062 Baja (S45C) 0,015 Gear (Bahan UKM)

94 76 Gambar 4.13 Hand-held Roughness Tester TR Persiapan bahan Bahan uji (specimen) terdiri dari disc dan roda gigi, disc terbuat dari kuningan, aluminium dan baja (S45C), sedangkan roda gigi terdiri dari roda gigi asli sepeda motor Honda dan roda gigi Honda buatan UKM. Adapu komposisi kimia dari material yang digunakan sebagai specimen seperti yang ditampilkan dalam tabel 4.3 di atas. Sementara itu dimensi dari masing-masing specimen ditampilkan dalam gambar 4.14 untuk bahan baja, kuningan dan aluminium, sedangkan untuk dimensi roda gigi adalah sebagai berikut, modul (m = 1,5 mm), jumlah gigi (Z = 29 gigi) dan diameter pitch (Dp = 43,5 mm). Gambar 4.14 Benda uji berbentuk disc Pelaksanaan pengujian Pengujian dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Membersihkan specimen dari kotoran. b. Memasang specimen pada poros. c. Mengatur jumlah putaran masing-masing poros specimen. d. Mengatur arah putaran poros specimen sesuai dengan pengujian yang diinginkan.

95 77 e. Mengatur kedudukan alat ukur kekasaran permukaan. f. Mengukur kekasaran awal permukaan specimen. g. Mengatur beban yang akan digunakan pada pengujian. h. Menentukan lama waktu pengujian. i. Melaksanakan pengujian Hasil-hasil pengujian Hasil pengujian difokuskan pada apakah mesin dapat menghasilkan koefisien gesek kinetik (μ k ) akibat perubahan gaya gesek (F G ) sesuai dengan kebutuhan para peneliti. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam bentuk grafik koefisien gesek terhadap waktu Pengujian roda gigi produk AHM Koefisien gesek pada saat running-in roda gigi produk AHM (Astra Honda Motor) dengan jumlah putaran 600 rpm dan beban 10 kg ditunjukan pada gambar 4.15 di bawah ini. Gafik tersebut memperlihatkan bahwa koefisien gesek mulamula (µ o ) sebesar 0,21, kemudian naik secara perlahan sampai tercapai keadaan steady state pada 40 menit dengan koefisien gesek steady state (µ ss ) sebesar 0,41. Koefisien Gesek [-] 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 µ ss =0,41 µ o =0, µ o =koefisien gesek mula-mula Waktu [menit] µ ss =koefisien gesek steady state Gambar 4.15 Koefisien gesek pada saat running-in roda gigi produk AHM pada 600 rpm.

96 78 Koefisien gesek pada saat running-in roda gigi produk AHM dengan jumlah putaran 1200 rpm dan beban 10 kg ditunjukan pada gambar 4.16 di bawah ini. Grafik tersebut memperlihatkan bahwa koefisien gesek mula-mula (µ o ) sebesar 0,42, naik secara perlahan sampai puncaknya (µ max = 0,55) pada sekitar 5 menit kemudian secara perlahan menurun sampai tercapai keadaan steady state pada 15 menit dengan koefisien gesek steady state (µ ss ) sebesar 0,42. Kedua grafik tersebut memperlihatkan bahwa pada rpm rendah (600 rpm) trend grafik cenderung naik kemudian stedy state pada menit ke 40, sedangkan pada putaran tinggi (1200 rpm) trend grafik cenderung naik sampai puncaknya pada sekitar 5 menit kemudian turun dan mencapai keadaan stedy state hanya dalam jangka waktu 15 menit. Koefisien Gesek [-] 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 µ o =0,42 µ max =0,55 µ ss =0,42 0, µ o =koefisien gesek mula-mula Waktu [menit] µ max =koefisien gesek maksimal µ ss =koefisien gesek steady state Gambar 4.16 Koefisien gesek pada saat running-in roda gigi produk AHM pada 1200 rpm Pengujian disc Koefisien gesek pada saat running-in disc dari material baja dengan kekerasan 105,2 HRB (66 HRA), kekasaran permukaan awal (Rai = 0,741 μm) diukur pada disc yang permukaannya rata, slip rasio = 100 % dan beban 4 kg serta kondisi kedua permukaan kontak diberi pelumas Prima XP 20W40 ditunjukan pada gambar 4.17 di bawah ini.

97 79 Gambar 4.17 Grafik koefisien gesek pada saat running-in baja-baja. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa perubahan koefisien gesek pada awal gerakan menunjukan penurunan yang sangat drastis yaitu mulai dari 0,952 sampai 0,454 dalam jangka waktu 10 menit, setelah itu penurunan nilai koefisien gesek tidak terlihat drastis lagi sampai pada menit ke 52. Selanjutnya nilai koefisien gesek menjadi steady state mulai dari menit ke 52 sampai menit ke 60. Perubahan topografi permukaan specimen pada saat running-in terjadi pada puncak asperiti ditunjukan pada gambar 4.18 berikut ini. Gambar 4.18 Perubahan topografi permukaan selama waktu running-in pada pasangan specimen baja dengan baja.

98 80 Gambar 4.18 menunjukan topografi permukaan pada awal sebelum spesimen diputar dan terjadi perubahan setelah spesimen diputar sekian waktu, perubahan topografi tersebut terlihat beberapa puncak asperiti terpangkas dan berubah bentuk. Daerah kontak akan bertambah banyak seiring dengan meningkatnya jumlah asperiti yang saling kontak. Pada gambar yang diperbesar dapat dilihat bebebrapa permukaan sudah mulai berhimpitan hal ini menandakan kondisi steady state sudah mulai tercapai. Perubahan yang tidak terlalu besar diakibatkan karena adanya pelumas yang melapisi permukaan bidang yang saling kontak sehingga kedua bidang kontak tidak langsung bersinggungan dan pada akhirnya proses keausan yang terjadi dapat diminimalkan. Topografi tersebut merupakan hasil pengukuran pada specimen setelah running-in, panjang pengukuran adalah 0,5 mm seperti yang diperlihatkan dalam gambar 4.19 berikut. Gambar 4.19 Panjang pengukuran Ra pada specimen disc.

99 Bab 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Rancang bangun alat uji running-in untuk sistem kontak disc dan roda gigi telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil rancangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hasil rancangan memperlihatkan bahwa mesin dapat digunakan untuk menguji specimen disc maupun gear dengan ukuran diameter minimal 35 mm dan maksimal 100 mm pada putaran yang dapat divariasikan mulai dari nol sampai dengan 2800 rpm. 2. Pada pengujian disc maupun gear dapat divariasikan beban tekan sampai dengan 5 kg, beban torsi pada lengan rem sampai dengan 2 kg, putaran dan dalam kondisi kering maupun menggunakan pelumas untuk mendapatkan performa dari kedua kondisi pengujian tersebut terutama terhadap perubahan gaya gesek. 3. Hasil data yang ditampilkan dari pengujian adalah gaya gesek (F G ) dan koefisien gesek kineti (μ k = 0,952). 5.2 Saran Untuk memperbaiki dan menyempurnahkan hasil rancangan dimasa yang akan datang, maka ada beberapa saran yang perlu untuk ditindak lanjuti sebagai berikut: 1. Saat mengambil data kekasaran permukaan, alat ukur kekasaran permukaan harus tetap terpasang pada mesin tribometer melalui alat pengatur pada posisi yang tetap agar memperoleh harga yang valid. 2. Perancangan mekanisme beban harus menghindari gaya hambatan untuk memastikan bahwa beban yang digunakan secara sempurnah menekan specimen, untuk hal ini sebaiknya mekanismenya menggunakan linear bearing hasil pabrikan. 81

100 82 3. Penempatan load cell sebaiknya dilakukan secara vertikal untuk menghindari beban penyeimbang tambahan (perhatikan lampiran F). 4. Menempatkan laod cell secara vertikal ini memungkinkan torsi akibat putaran motor dapat dikontrol dalam dua arah (motor dapat berputar dalam dua arah, searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam).

101 83 Daftar Pustaka Akbarzadeh S., Khonsari M.M., (2011), Experimental and theoretical investigation of running-in, Tribology International, 44, pp Albano L.D., (1999), Engineering design, Mechanical Engineering Handbook, ed Nam P. Suh, Massachusetts Institute of Technology, Boca Roton: CRC Press LLC. Amarnath M., Sujatha C., Swarnamani S., (2009), Experimental studies on the effects of reduction in gear tooth stiffness and lubricant film thickness in a spur geared system, Tribology International 42, pp Andrew S., John W., (1999), Introduction to Engineering Design, Elsevier Science & Technology Books, ISBN: , Melbourne. Aslantas K., Tasgetiren S., (2004), A study of spur gear pitting formation and life prediction, Wear 257, pp Becker Associates, (2000), Quality Function Deployment, ( diakses tanggal 25 Juli 2012). Beer F.P., Johnston E.R.JR., Dewolf J.T., (2006), Mechanics of Materials 4 nd, McGraw-Hill Companies, ISBN in Singapore. Blau P.J., (1989), Friction and Wear Transition of Materials, Noyes, Park Ridge, NJ. Cheng H.S., (1992), Friction, Lubrication and Wear Technology, 18 nd, ASM Handbook, The Materials Information Company. Dhanasekaran S., Gnanamoorthy R., (2008), Gear tooth wear in sintered spur gears under dry running conditions, Wear 265, pp Ding Y., Rieger N.F., (2003), Spalling formation mechanism for gears, Wear 254, pp Gates Mectrol, A Tomkins Company, (2006). Timing Belt Theory, Goryacheva I.G., (1998), Contak Mechanics in Tribology, Institute for Problems in mechanics Russian academy of Sciences, Moscow, Russia. Gresham R.M., Totten G.E., (2009), Lubrication and Maintenance of Industrial Machinery, Socirty of Tribologists and Lubrication Engineers, Boca Raton London New York. Hargreaves D.J., Planitz A., (2009), Assessing the energy efficiency of gear oils via the FZG test machine, Tribology International 42, pp Harsokoesoemo D.H., (2004), Pengantar PerancanganTeknik, 2 nd, Departemen Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung. Machine design & Mechanical Engineering, (diakses tanggal 21 Januari 2013).

102 84 ISO Standards Handbook 12, (1991), Technical Drawings, 2 nd, ISBN Jamari, (2006), Running-in of Rolling Contacts, PhD Thesis, University of Twente, Enschede, The Netherlands. John E.B., (2004), Handbook of Comparative World Steel Standards, 3 nd, ASTM DS67B, USA. Johnson K.L., (1985), Contact Mechanics, Cambridge University, London New York. Kanavalli B., (2006), Application of user defined subroutine UMESHMOTION in ABAQUS for simulating dry rolling/sliding wear, Master s Thesis, Royal Institute of Technology (KTH), Stockholm, Sweden. Kato K., Adachi K., (2001), Modern Trobology Handbook, 1 nd, ed Bhushan Bharat, Departement of Mechanical Engineering The Ohio State University, Columbus, Ohio. Kraghelsky V., Dobychun M.N., Combolov V.S., (1982), Friction and Wear Calculation Methods, Pergamon Press, Oxford. Lansdown A.R., (2004), Standard Handbook of Machine Design Director, Swansea Tribology Centre University College of Swansea, United Kingdom. Larsen J., (1992), Friction, Lubrication and Wear Technology, 18 nd, ASM Handbook, The Materials Information Company. Ludema K.C., (1992), Friction, Lubrication and Wear Technology, 18 nd, ASM Handbook, The Materials Information Company. Majundar A., Bhushan B., (1999), Hadbook of Micro/Nano Tribology, 2 nd, The Mechanics and Materials Science Series, ed Bhushan Bharat, Departement of Mechanical Engineering The Ohio State University, Columbus, Ohio. Maki J., Aho K., (1981), Development of a running-in procedure for a locomotive diesel engine, in The Running-In Process in Tribology, eds. Dowson D., Taylor C. M., Godet M., Berthe D., Butterworths, London, Nuruzzaman D.M., Nakajima A., Mawatari T., (2009), Experimental investigation on roling-sliding contact properties of wc cermet coatings, Journal of science and technology, 4 nd, issue 1, Daffodil International University. Popov V.L., (2009), Contact Mechanics and Friction, Berlin University of Technology, Institute of Mechanics, Germany. Seyyed K., (2005), Engineering design process, in Mechanical Engineering from MIT and is currently a professor of engineering at Diablo valley college in Pleasant Hill, California.

103 85 Stachowiak G.W., (2006), Wear-Materials, Mechanisms and Practice, John Wiley & Sons Ltd, The Atrium, Southheren Gate, Chichester, West Sussex, PO19 8SQ, England. Stachowiak G.W., Batchelor A.W., (2005), Engineering Tribology, 3 nd, Elsevier Butterworth-Heinemann, Linacre House, Jordan Hill, Oxford X2 8DP, UK, USA. Stolarski T.A., (1990), Tribology in Machine Design, Butterworth-Heinemann, Oxford Auckland Boston Johannesburg Melbourne New Delhi. Wang W., Wong P.L., Zhang Z., (2000), Experimental study of the real time change in surface roughness during running-in for PEHL contacts, Wear 244, pp Wright N.A., Kukureka S.N., (2001), Wear testing and measurement techniques for polymer composite gears, Wear 251, pp Two Disc Machine, (diakses tanggal 25 Desember 2011).

104 86 Daftar Publikasi Ilmiah Londa, P., Hidayat, T., Supriyana, N., Jamari, dan Widyanto, S. A., (2013), Rancang Bangun Alat Uji Running-in untuk Sistem Kontak Two-Disc, Jurnal Rotasi Teknik Mesin, FT. Undip, Vol. 15, No. 2, April Hidayat, T., Londa, P., Supriyana, N., Jamari, dan Setiawan, J.D., (2013), Analisa Running-in Roda Gigi Transmisi Produk Usaha Kecil Menengah, Jurnal Rotasi Teknik Mesin, FT. Undip, Vol. 15, No. 2, April Supriyana, N., Hidayat, T., Londa, P., Jamari, dan Nugroho, S., (2013), Kaji Eksperimental Running-in pada Kontak Rolling-Sliding Pasangan Material Aluminium dengan Baja S45C, Jurnal Rotasi Teknik Mesin, FT. Undip, Vol. 15, No. 2, April 2013.

105 87 Lampiran

106 88 Lampiran A.

107 89 Lampiran B.

108 90 Lampiran C.

109 91 Lampiran D. Dokumen untuk pembuatan produk yang terdiri dari: 1. Susunan unit poros sebelah kiri, dari lembaran 1/1 sampai dengan lembaran 1/ Susunan unit poros sebelah kanan, dari lembaran 2/1 sampai dengan lembaran 2/ Susunan dudukan TR200, dari lembaran 3/1 sampai dengan 3/6. 4. Susunan mekanisme rem, dari lembaran 4/1 sampai dengan 4/5.

110 92 Lampiran E. Diagram Kelistrikan Disc/Gear test Machine. Arus Sumber Keterangan: a. Kontaktor. b. Magnetic Contactor Bimetal (MCB). c. Variable Frequency Drive (VFD/Inverter). d. Motor listrik 3 phasa. e. Relay. f. Tombol ON/OFF. g. Lampu indicator. h. Saklar pemutus. k. Power sapplay (Arus DC). m. Input/Output boart. h 1 h2 c 1 c 2 Pengatur Rpm f h 3 Data ke Unit PC Display pada mesin

RANCANG BANGUN ALAT UJI RUNNING-IN UNTUK SISTEM KONTAK TWO-DISC

RANCANG BANGUN ALAT UJI RUNNING-IN UNTUK SISTEM KONTAK TWO-DISC Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi RANCANG BANGUN ALAT UJI RUNNING-IN UNTUK SISTEM KONTAK TWO-DISC *Petrus Londa, Taufiq Hidayat, Nana Supriyana, Jamari, Sri Nugroho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Ilmu mekanika kontak merupakan bagian dari ilmu tribologi yang membahas mengenai deformasi dan tegangan dua benda yang bersinggungan satu sama lain. Kontak yang terjadi

Lebih terperinci

FENOMENA RUNNING-IN RODA GIGI TRANSMISI KE-2 SEPEDA MOTOR HONDA SUPRA X

FENOMENA RUNNING-IN RODA GIGI TRANSMISI KE-2 SEPEDA MOTOR HONDA SUPRA X FENOMENA RUNNING-IN RODA GIGI TRANSMISI KE-2 SEPEDA MOTOR HONDA SUPRA X Taufiq Hidayat Dosen Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin Universitas Muria Kudus Email: ophiqhd@gmail.com ABSTRAK Roda gigi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : TUGAS AKHIR Perancangan Multi Spindel Drill 4 Collet Dengan PCD 90mm - 150mm Untuk Pembuatan Lubang Berdiameter Maksimum 10 mm Dengan Metode VDI 2221 Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor yang mempengaruhi umur pakai sebuah mesin adalah adanya gesekan satu sama lain yang terjadi bila komponen-komponen dalam permesinan saling kontak,

Lebih terperinci

ANALISA KEAUSAN CYLINDER BEARING MENGGUNAKAN TRIBOTESTER PIN-ON- DISC DENGAN VARIASI KONDISI PELUMAS

ANALISA KEAUSAN CYLINDER BEARING MENGGUNAKAN TRIBOTESTER PIN-ON- DISC DENGAN VARIASI KONDISI PELUMAS ANALISA KEAUSAN CYLINDER BEARING MENGGUNAKAN TRIBOTESTER PIN-ON- DISC DENGAN VARIASI KONDISI PELUMAS Darmanto 1, Wahid Nasruddin 2 dan Imam Syafa at 3 1,3 Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

ANALISA RUNNING-IN RODA GIGI TRANSMISI PRODUK USAHA KECIL MENENGAH

ANALISA RUNNING-IN RODA GIGI TRANSMISI PRODUK USAHA KECIL MENENGAH Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi ANALISA RUNNING-IN RODA GIGI TRANSMISI PRODUK USAHA KECIL MENENGAH *Taufiq Hidayat, Nana Supriyana, Petrus Londa, Jamari, Joga Dharma

Lebih terperinci

ANALISIS KEAUSAN DISC DENGAN MATERIAL BAJA St 70 MENGGUNAKAN ALAT TRIBOTESTER PIN-ON- DISC DENGAN VARIASI PELUMASAN

ANALISIS KEAUSAN DISC DENGAN MATERIAL BAJA St 70 MENGGUNAKAN ALAT TRIBOTESTER PIN-ON- DISC DENGAN VARIASI PELUMASAN i ANALISIS KEAUSAN DISC DENGAN MATERIAL BAJA St 70 MENGGUNAKAN ALAT TRIBOTESTER PIN-ON- DISC DENGAN VARIASI PELUMASAN Tugas Akhir Diajukan untuk memenuhi sebagai syarat Memperoleh gelar Sarjana Stara-1

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISA KARAKTERISTIK MINYAK PELUMAS PERTAMINA MEDITRAN SX SAE 15W-40 MENGGUNAKAN TRIBOMETER PIN-ON-RING TUGAS AKHIR MUHAMMAD KHAFIDH L2E 008 072 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

ANALISA POROS ALAT UJI KEAUSAN UNTUK SISTEM KONTAK TWO-DISC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA POROS ALAT UJI KEAUSAN UNTUK SISTEM KONTAK TWO-DISC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA SKRIPSI ANALISA POROS ALAT UJI KEAUSAN UNTUK SISTEM KONTAK TWO-DISC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA ANANG HADI SAPUTRO NIM. 201254007 DOSEN PEMBIMBING Taufiq Hidayat, ST., MT. Qomaruddin, ST.,

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA ANALISA PENGARUH GESEKAN PADA KONTAK SLIDING ANTAR SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

TUGAS SARJANA ANALISA PENGARUH GESEKAN PADA KONTAK SLIDING ANTAR SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA TUGAS SARJANA ANALISA PENGARUH GESEKAN PADA KONTAK SLIDING ANTAR SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Diajukan sebagai salah satu tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (S-1) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA. Disusun oleh: TOMY PRASOJO L2E

TUGAS SARJANA. Disusun oleh: TOMY PRASOJO L2E TUGAS SARJANA PERBANDINGAN DEFORMASI PLASTIS SAAT UNLOADING PADA KONTAKK ANTAR HEMISPHERES DENGANN VARIASI BEBAN DAN RADIUS MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Diajukan sebagai salah satu tugas dan syarat

Lebih terperinci

PERANCANGAN LIFT PENUMPANG KAPASITAS 1000Kg KECEPATAN 90M/Menit DAN TINGGI TOTAL 80M DENGAN SISTEM KONTROL VVVF

PERANCANGAN LIFT PENUMPANG KAPASITAS 1000Kg KECEPATAN 90M/Menit DAN TINGGI TOTAL 80M DENGAN SISTEM KONTROL VVVF TUGAS SARJANA PERANCANGAN LIFT PENUMPANG KAPASITAS 1000Kg KECEPATAN 90M/Menit DAN TINGGI TOTAL 80M DENGAN SISTEM KONTROL VVVF Diajukan Sebagai salah satu tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Strata

Lebih terperinci

ANALISA LAJU KEAUSAN KUNINGAN MENGGUNAKAN METODE KONTAK TWO DISK

ANALISA LAJU KEAUSAN KUNINGAN MENGGUNAKAN METODE KONTAK TWO DISK SKRIPSI ANALISA LAJU KEAUSAN KUNINGAN MENGGUNAKAN METODE KONTAK TWO DISK MUCHAMMAD NUR SUBECHAN NIM. 201254068 DOSEN PEMBIMBING TAUFIQ HIDAYAT, S.T., M.T. ROCHMAD WINARSO, S.T., M.T. TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN PENCACAH RUMPUT PAKAN TERNAK PROYEK AKHIR. Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

PERANCANGAN MESIN PENCACAH RUMPUT PAKAN TERNAK PROYEK AKHIR. Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta PERANCANGAN MESIN PENCACAH RUMPUT PAKAN TERNAK PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Oleh : Muhamad

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA STUDI PENGARUH KOEFISIEN GESEK PADA KONTAK SLIDING ANTARA SILINDER DENGAN FLAT MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA.

TUGAS SARJANA STUDI PENGARUH KOEFISIEN GESEK PADA KONTAK SLIDING ANTARA SILINDER DENGAN FLAT MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA. TUGAS SARJANA STUDI PENGARUH KOEFISIEN GESEK PADA KONTAK SLIDING ANTARA SILINDER DENGAN FLAT MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Diajukan guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Strata-1

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI PEMBEBANAN TERHADAP KEAUSAN FASE RUNNING-IN PADA SISTEM ROLLING SLIDING CONTACT

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI PEMBEBANAN TERHADAP KEAUSAN FASE RUNNING-IN PADA SISTEM ROLLING SLIDING CONTACT LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI PEMBEBANAN TERHADAP KEAUSAN FASE RUNNING-IN PADA SISTEM ROLLING SLIDING CONTACT Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dan Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Disusun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISA PENGARUH KEKASARAN PERMUKAAN DAN SLIP TERHADAP PERFORMANSI PELUMASAN PADA KONTAK SLIDING MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA TUGAS AKHIR RIFKI WIJAYA L2E 006 075 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gesekan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gesekan 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Gesekan Ketika dua benda saling bersinggungan satu dengan yang lainnya, apabila diamati pergerakannya seperti dilawan oleh suatu gaya. Fenomena ini adalah gesekan (friction); sedangkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN UJI TRIBOLOGI PIN-ON-DISC

PERANCANGAN MESIN UJI TRIBOLOGI PIN-ON-DISC D.8. Perancangan mesin uji tribologi pin-on-disc (Eko Armanto, dkk.) PERANCANGAN MESIN UJI TRIBOLOGI PIN-ON-DISC Eko Armanto *, Aan Burhanudin, Didi Dwi Krisnandi, Dian Prabowo, Ismoyo, Jamari Program

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL RUNNING-IN PADA KONTAK ROLLING-SLIDING PASANGAN MATERIAL ALUMINIUM DENGAN BAJA S45C

KAJI EKSPERIMENTAL RUNNING-IN PADA KONTAK ROLLING-SLIDING PASANGAN MATERIAL ALUMINIUM DENGAN BAJA S45C Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi KAJI EKSPERIMENTAL RUNNING-IN PADA KONTAK ROLLING-SLIDING PASANGAN MATERIAL ALUMINIUM DENGAN BAJA S45C *Nana Supriyana, Petrus Londa,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TRIBOMETER TIPE PIN ON DISK DAN STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TRIBOLOGI POLIMER POLIMER

RANCANG BANGUN TRIBOMETER TIPE PIN ON DISK DAN STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TRIBOLOGI POLIMER POLIMER RANCANG BANGUN TRIBOMETER TIPE PIN ON DISK DAN STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TRIBOLOGI POLIMER POLIMER Oleh : Tegar Prayogi 2102 100 073 Dosen Pembimbing : Ir. Yusuf Kaelani, MSc.E PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN TRIBOMETER

BAB III PROSES PERANCANGAN TRIBOMETER BAB III PROSES PERANCANGAN TRIBOMETER 3.1 Diagram Alir Dalam proses perancangan tribometer, ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan. Diagram alir (flow chart diagram) perancangan ditunjukkan seperti

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN ROUGH MAKER DIAMETER INTERNAL PIPA POLYPROPYLENE Ø 600

LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN ROUGH MAKER DIAMETER INTERNAL PIPA POLYPROPYLENE Ø 600 LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN ROUGH MAKER DIAMETER INTERNAL PIPA POLYPROPYLENE Ø 600 Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KEAUSAN PADA SISTEM KONTAK ROLLING-SLIDING MENGGUNAKAN FINITE ELEMENT METHOD

PERHITUNGAN KEAUSAN PADA SISTEM KONTAK ROLLING-SLIDING MENGGUNAKAN FINITE ELEMENT METHOD D.6. Perhitungan Keausan pada Sistem Kontak Rolling-Sliding PERHITUNGAN KEAUSAN PADA SISTEM KONTAK ROLLING-SLIDING MENGGUNAKAN FINITE ELEMENT METHOD Eko Saputra 1), Rifky Ismail 2), Muhammad Tauviqirrahman

Lebih terperinci

ANALISA KEAUSAN ALUMUNIUM MENGGUNAKAN MESIN TWO DISK TRIBOMETER

ANALISA KEAUSAN ALUMUNIUM MENGGUNAKAN MESIN TWO DISK TRIBOMETER SKRIPSI ANALISA KEAUSAN ALUMUNIUM MENGGUNAKAN MESIN TWO DISK TRIBOMETER AHMAD RIF AN NIM. 201254095 DOSEN PEMBIMBING Taufiq Hidayat, ST, MT Rochmad Winarso, ST, MT PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS KEGAGALAN SAFETY JOINT PADA PURIFIER KAPAL TUGAS AKHIR ABDUL HAMID L2E FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS KEGAGALAN SAFETY JOINT PADA PURIFIER KAPAL TUGAS AKHIR ABDUL HAMID L2E FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS KEGAGALAN SAFETY JOINT PADA PURIFIER KAPAL TUGAS AKHIR ABDUL HAMID L2E 308 001 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN SEMARANG DESEMBER 2012 i TUGAS AKHIR Diberikan kepada

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENIRIS MINYAK (SISTEM TRANSMISI )

RANCANG BANGUN MESIN PENIRIS MINYAK (SISTEM TRANSMISI ) RANCANG BANGUN MESIN PENIRIS MINYAK (SISTEM TRANSMISI ) PROYEK AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Oleh: MUHAMMAD HUSNAN EFENDI NIM I8613023 PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT/MESIN PENGEROL PIPA PROYEK AKHIR

PERANCANGAN ALAT/MESIN PENGEROL PIPA PROYEK AKHIR PERANCANGAN ALAT/MESIN PENGEROL PIPA PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Oleh : Ahmad Mustaqim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (a) (b) (c)

BAB I PENDAHULUAN. (a) (b) (c) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam semua aspek kehidupan, sering dijumpai bermacam bentuk contoh aplikasi tribology, seperti memegang, menyikat, gesekan antar komponen permesinan, gesekan antara

Lebih terperinci

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut :

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut : BAB III TEORI PERHITUNGAN 3.1 Data data umum Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tinggi 4 meter 2. Kapasitas 4500 orang/jam

Lebih terperinci

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik KURNIAWAN

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN

MESIN PEMINDAH BAHAN MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN DAN ANALISA PERHITUNGAN BEBAN ANGKAT MAKSIMUM PADA VARIASI JARAK LENGAN TOWER CRANE KAPASITAS ANGKAT 3,2 TON TINGGI ANGKAT 40 METER DAN RADIUS LENGAN 70 METER SKRIPSI Skripsi

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH BEBAN TERHADAP KOEFISIEN GESEK PADA SLIDING CONTACT FASE RUNNING-IN DENGAN TRIBOMETER PIN-ON-DISC

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH BEBAN TERHADAP KOEFISIEN GESEK PADA SLIDING CONTACT FASE RUNNING-IN DENGAN TRIBOMETER PIN-ON-DISC STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH BEBAN TERHADAP KOEFISIEN GESEK PADA SLIDING CONTACT FASE RUNNING-IN DENGAN TRIBOMETER PIN-ON-DISC Didi Dwi Krisnandi *), Aan Burhanudin, Eko Armanto, Dian Prabowo, Sulardjaka,

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH HARDENING TERHADAP LAJU KEAUSAN BAJA AISI 1045 MENGGUNAKAN METODE KONTAK TWO DISK ARIF SETIAWAN NIM

SKRIPSI PENGARUH HARDENING TERHADAP LAJU KEAUSAN BAJA AISI 1045 MENGGUNAKAN METODE KONTAK TWO DISK ARIF SETIAWAN NIM SKRIPSI PENGARUH HARDENING TERHADAP LAJU KEAUSAN BAJA AISI 1045 MENGGUNAKAN METODE KONTAK TWO DISK ARIF SETIAWAN NIM. 201254085 DOSEN PEMBIMBING TAUFIQ HIDAYAT, S.T., M.T. ROCHMAD WINARSO, S.T., M.T. TEKNIK

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA STUDI PERBANDINGAN BEBERAPA PRODUK CONNECTING ROD YANG ADA DI PASARAN DITINJAU DARI ASPEK METROLOGI

TUGAS SARJANA STUDI PERBANDINGAN BEBERAPA PRODUK CONNECTING ROD YANG ADA DI PASARAN DITINJAU DARI ASPEK METROLOGI TUGAS SARJANA STUDI PERBANDINGAN BEBERAPA PRODUK CONNECTING ROD YANG ADA DI PASARAN DITINJAU DARI ASPEK METROLOGI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Strata Satu (S-1) di Jurusan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA PEMODELAN KONTAK ELASTIS-PLASTIS ANTARA SEBUAH BOLA DENGAN SEBUAH PERMUKAAN KASAR (ROUGH SURFACE) MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

TUGAS SARJANA PEMODELAN KONTAK ELASTIS-PLASTIS ANTARA SEBUAH BOLA DENGAN SEBUAH PERMUKAAN KASAR (ROUGH SURFACE) MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA TUGAS SARJANA PEMODELAN KONTAK ELASTIS-PLASTIS ANTARA SEBUAH BOLA DENGAN SEBUAH PERMUKAAN KASAR (ROUGH SURFACE) MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Diajukan sebagai salah satu tugas dan syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM REM ANTI-LOCK BRAKE SYSTEM (ABS) DENGAN PENAMBAHAN KOMPONEN VIBRATOR SOLENOID

RANCANG BANGUN SISTEM REM ANTI-LOCK BRAKE SYSTEM (ABS) DENGAN PENAMBAHAN KOMPONEN VIBRATOR SOLENOID RANCANG BANGUN SISTEM REM ANTI-LOCK BRAKE SYSTEM (ABS) DENGAN PENAMBAHAN KOMPONEN VIBRATOR SOLENOID SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh: ZAKARIA NIM. I0410036

Lebih terperinci

ANALISA POROS ALAT UJI KEAUSAN UNTUK SISTEM KONTAKTWO- DISC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA POROS ALAT UJI KEAUSAN UNTUK SISTEM KONTAKTWO- DISC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA ANALISA POROS ALAT UJI KEAUSAN UNTUK SISTEM KONTAKTWO- DISC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Anang Hadi Saputro Program StudiTeknik Mesin, FakultasTeknik UniversitasMuria Kudus Email: ananghadisaputro7@gmail.com

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik STEVANUS SITUMORANG NIM

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik STEVANUS SITUMORANG NIM PERANCANGAN TROLLEY DAN SPREADER GANTRY CRANE KAPASITAS ANGKAT 40 TON TINGGI ANGKAT 41 METER YANG DIPAKAI DI PELABUHAN INDONESIA I CABANG BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL (BICT) SKRIPSI Skripsi

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN KAMPAS REM TERHADAP GETARAN SISTEM REM CAKRAM PADA BERBAGAI KONDISI PENGEREMAN

PENGARUH KETEBALAN KAMPAS REM TERHADAP GETARAN SISTEM REM CAKRAM PADA BERBAGAI KONDISI PENGEREMAN PENGARUH KETEBALAN KAMPAS REM TERHADAP GETARAN SISTEM REM CAKRAM PADA BERBAGAI KONDISI PENGEREMAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh : WAHYU UTOMO NIM.

Lebih terperinci

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN MEDAN TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (a) (b) (c)

BAB I PENDAHULUAN. (a) (b) (c) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia sangat bergantung pada peralatan mekanik, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan industri. Ketika peralatan mekanik

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PEMBUKA BALL BEARING DENGAN HYDRAULIC JACK 4 TON

TUGAS AKHIR PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PEMBUKA BALL BEARING DENGAN HYDRAULIC JACK 4 TON TUGAS AKHIR PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PEMBUKA BALL BEARING DENGAN HYDRAULIC JACK 4 TON Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENCEKAM BENDA KERJA SEMI-OTOMATIS MESIN PILIN

RANCANG BANGUN ALAT PENCEKAM BENDA KERJA SEMI-OTOMATIS MESIN PILIN TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN ALAT PENCEKAM BENDA KERJA SEMI-OTOMATIS MESIN PILIN Disusun Oleh: HARUN ARROSYID NIM : D200030217 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Maret

Lebih terperinci

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON OLEH : RAMCES SITORUS NIM : 070421006 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN KONTAK BERPELUMAS DAN PERHITUNGAN KEAUSAN

BAB III PEMODELAN KONTAK BERPELUMAS DAN PERHITUNGAN KEAUSAN 18 BAB III PEMODELAN KONTAK BERPELUMAS DAN PERHITUNGAN KEAUSAN 3.1 Pemodelan keausan Pelumasan dan keausan biasanya dibahas dan dipelajari secara terpisah. Meskipun demikian, pelumasan dan keausan dapat

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA CHRYSSE WIJAYA L2E604271

TUGAS SARJANA CHRYSSE WIJAYA L2E604271 TUGAS SARJANA PERBANDINGAN BESARNYA SUDUT SPRINGBACK PADA PROSES PENEKUKAN BERDASARKAN HASIL PENGUJIAN TEKUK, PERHITUNGAN TEORITIS DAN SIMULASI PROGRAM ANSYS 9.0 PADA STAINLESS STEEL Diajukan sebagai salah

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR MIKRO DAN BEBAN NORMAL TERHADAP SIFAT TRIBOLOGI BESI COR

PENGARUH STRUKTUR MIKRO DAN BEBAN NORMAL TERHADAP SIFAT TRIBOLOGI BESI COR PENGARUH STRUKTUR MIKRO DAN BEBAN NORMAL TERHADAP SIFAT TRIBOLOGI BESI COR SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh : NUGROHO FAJAR W NIM. I0407053 JURUSAN

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH BEBAN TERHADAP PERUBAHAN KOEFISIEN GESEK PADA ROLLING CONTACT DENGAN TRIBOMETER PIN- ON- DISC FASE RUNNING-IN

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH BEBAN TERHADAP PERUBAHAN KOEFISIEN GESEK PADA ROLLING CONTACT DENGAN TRIBOMETER PIN- ON- DISC FASE RUNNING-IN STUDI EKSPERIMEN PENGARUH BEBAN TERHADAP PERUBAHAN KOEFISIEN GESEK PADA ROLLING CONTACT DENGAN TRIBOMETER PIN- ON- DISC FASE RUNNING-IN Aan Burhanudin *), Didi Dwi Krisnandi, Eko Armanto, Dian Prabowo,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Perhitungan Sebelum mendesain mesin pemotong kerupuk hal utama yang harus diketahui adalah mencari tegangan geser kerupuk yang akan dipotong. Percobaan yang dilakukan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT UJI KUALITAS MINYAK PELUMAS DENGAN METODE GESESKAN

TUGAS SARJANA PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT UJI KUALITAS MINYAK PELUMAS DENGAN METODE GESESKAN TUGAS SARJANA PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT UJI KUALITAS MINYAK PELUMAS DENGAN METODE GESESKAN Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata Satu (S-1) Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN BAGIAN TRANSMISI MESIN KATROL ELEKTRIK (PULI DAN SABUK)

RANCANG BANGUN BAGIAN TRANSMISI MESIN KATROL ELEKTRIK (PULI DAN SABUK) RANCANG BANGUN BAGIAN TRANSMISI MESIN KATROL ELEKTRIK (PULI DAN SABUK) PROYEK AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Disusun oleh : LAKSANA RAHADIAN SETIADI NIM. I8612030

Lebih terperinci

BAB II RUNNING-IN PADA KONTAK ROLLING SLIDING

BAB II RUNNING-IN PADA KONTAK ROLLING SLIDING 6 BAB II RUNNING-IN PADA KONTAK ROLLING SLIDING 2.1 Pengertian running-in Ketika dua permukaan diberi pembebanan untuk pertama kalinya dan terjadi gerak relatif antar permukaan, terjadi perubahan kondisi

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis 4. 1 Perancangan Mekanisme Sistem Penggerak Arah Deklinasi Komponen penggerak yang dipilih yaitu ball, karena dapat mengkonversi gerakan putaran (rotasi) yang

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA BEBAN DAN UMUR BEARING PADA ROLL STAND TIGA ROUGHING MILL

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA BEBAN DAN UMUR BEARING PADA ROLL STAND TIGA ROUGHING MILL LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA BEBAN DAN UMUR BEARING PADA ROLL STAND TIGA ROUGHING MILL Diajukan Guna Memenuhi Syarata Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

Menentukan Regime Pelumasan Pada Ball Bearing Dengan Menggunakan Kurva Stribeck

Menentukan Regime Pelumasan Pada Ball Bearing Dengan Menggunakan Kurva Stribeck Jurnal METTEK Volume 3 No 1 (2017) pp 21 28 ISSN 2502-3829 ojs.unud.ac.id/index.php/mettek Menentukan Regime Pelumasan Pada Ball Bearing Dengan Menggunakan Kurva Stribeck Dedison Gasni 1)*, Syahrul Rahmat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH CRATER WEAR DAN FLANK WEAR PAHAT TUNGSTEN CARBIDE PADA GAYA MAKAN DAN GAYA POTONG PADA PEMBUBUTAN MATERIAL AL 2024-T4 TUGAS AKHIR GUNAWAN SETIAWAN KUSCAHYANTO L2E 007 039

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-108 Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction Muhammad Hasry dan Yusuf

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin spin coating adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan ke poros hollow melalui pulley dan v-belt untuk mendapatkan

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN

MESIN PEMINDAH BAHAN TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERENCANAAN LIFT UNTUK KEPERLUAN GEDUNG PERKANTORAN BERLANTAI SEPULUH Oleh : R O I M A N T A S. NIM : 030421007 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT OLEH: LILIK SULAIMANSYAH NIM : 020401007 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA MEKANISME SWING DEVICE PADA EXCAVATOR KEIHATSU 921 C

TUGAS AKHIR ANALISA MEKANISME SWING DEVICE PADA EXCAVATOR KEIHATSU 921 C TUGAS AKHIR ANALISA MEKANISME SWING DEVICE PADA EXCAVATOR KEIHATSU 921 C Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KEMUDI GOKAR LISTRIK

PERANCANGAN SISTEM KEMUDI GOKAR LISTRIK PERANCANGAN SISTEM KEMUDI GOKAR LISTRIK Judhistira Freily Mamahit 1), Stenly Tangkuman 2), Michael Rembet 3) Jurusan Teknik Mesin Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Sistem kemudi berfungsi untuk membelokan

Lebih terperinci

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //d //d //d //d PENGARUH

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER TUGAS SARJANA MESIN FLUIDA PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER OLEH NAMA : ERWIN JUNAISIR NIM : 020401047 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN ANALISA MESIN PENCACAH SAMPAH PLASTIK KAPASITAS

PERENCANAAN DAN ANALISA MESIN PENCACAH SAMPAH PLASTIK KAPASITAS TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN ANALISA MESIN PENCACAH SAMPAH PLASTIK KAPASITAS 25 kg/h MENGGUNAKAN METODE QFD HALAMAN JUDUL Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu

Lebih terperinci

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR 3.1 Data Perancangan Spesifikasi perencanaan belt conveyor. Kapasitas belt conveyor yang diinginkan = 25 ton / jam Lebar Belt = 800 mm Area cross-section

Lebih terperinci

BAB III PEMILIHAN TRANSMISI ATV DENGAN METODE PAHL AND BEITZ. produk yang kebutuhannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Setelah

BAB III PEMILIHAN TRANSMISI ATV DENGAN METODE PAHL AND BEITZ. produk yang kebutuhannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Setelah BAB III PEMILIHAN TRANSMISI ATV DENGAN METODE PAHL AND BEITZ 3.1 MetodePahldanBeitz Perancangan merupakan kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang kebutuhannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PENGANGKUT PRODUK BERTENAGA LISTRIK (ELECTRIC LOW LOADER) PT. BAKRIE BUILDING INDUSTRIES

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PENGANGKUT PRODUK BERTENAGA LISTRIK (ELECTRIC LOW LOADER) PT. BAKRIE BUILDING INDUSTRIES TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PENGANGKUT PRODUK BERTENAGA LISTRIK (ELECTRIC LOW LOADER) PT. BAKRIE BUILDING INDUSTRIES Diajukan untuk memenuhi salah satu Persyaratan dalam menyelesaikan Program Strata

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN TURBIN PELTON MINI BERTEKANAN 7 BAR DENGAN DIAMETER RODA TURBIN 68 MM DAN JUMLAH SUDU 12

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN TURBIN PELTON MINI BERTEKANAN 7 BAR DENGAN DIAMETER RODA TURBIN 68 MM DAN JUMLAH SUDU 12 RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN TURBIN PELTON MINI BERTEKANAN 7 BAR DENGAN DIAMETER RODA TURBIN 68 MM DAN JUMLAH SUDU 12 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik DONALD SUPRI

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction

Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1 Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction Muhammad Hasry, Yusuf Kaelani Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

STUDY PEMELIHARAAN SISTEM TURBIN UAP DENGAN KAPASITAS 1200 KW PUTARAN TURBIN 5294 RPM

STUDY PEMELIHARAAN SISTEM TURBIN UAP DENGAN KAPASITAS 1200 KW PUTARAN TURBIN 5294 RPM STUDY PEMELIHARAAN SISTEM TURBIN UAP DENGAN KAPASITAS 1200 KW PUTARAN TURBIN 5294 RPM DI PKS. SINARMAS SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik RAJA KUTANA

Lebih terperinci

ANALISIS KEAUSAN ALUMUNIUM MENGGUNAKAN TRIBOTESTER PIN-ON-DISC DENGAN VARIASI KONDISI PELUMAS

ANALISIS KEAUSAN ALUMUNIUM MENGGUNAKAN TRIBOTESTER PIN-ON-DISC DENGAN VARIASI KONDISI PELUMAS ANALISIS KEAUSAN ALUMUNIUM MENGGUNAKAN TRIBOTESTER PIN-ON-DISC DENGAN VARIASI KONDISI PELUMAS Darmanto*, Muhamad Thufik Ridwan, dan Imam Syafa at Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Wahid

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mesin Pan Granulator Mesin Pan Granulator adalah alat yang digunakan untuk membantu petani membuat pupuk berbentuk butiran butiran. Pupuk organik curah yang akan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil rancangan transporter tandan buah segar tipe trek kayu dapat dilihat pada Gambar 39. Transporter ini dioperasikan oleh satu orang operator dengan posisi duduk. Besar gaya

Lebih terperinci

30 Rosa, Firlya; Perhitungan Diameter Poros Penunjang Hub Pada Mobil Listrik Tarsius X3 Berdasarkan Analisa Tegangan Geser Dan Faktor Keamanan

30 Rosa, Firlya; Perhitungan Diameter Poros Penunjang Hub Pada Mobil Listrik Tarsius X3 Berdasarkan Analisa Tegangan Geser Dan Faktor Keamanan PERHITUNGAN DIAMETER POROS PENUNJANG HUB PADA MOBIL LISTRIK TARSIUS X3 BERDASARKAN ANALISA TEGANGAN GESER DAN FAKTOR KEAMANAN Firlya Rosa, S.S.T., M.T. Staff Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA KONTAK MULTIPLE ASPERITY-TO-ASPERITY MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA KONTAK MULTIPLE ASPERITY-TO-ASPERITY MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA KONTAK MULTIPLE ASPERITY-TO-ASPERITY MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dan Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Disusun oleh: TITI PANCA

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG UNTUK CAMPURAN PAKAN TERNAK SAPI KAPASITAS PRODUKSI 30 kg/jam

RANCANG BANGUN MESIN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG UNTUK CAMPURAN PAKAN TERNAK SAPI KAPASITAS PRODUKSI 30 kg/jam RANCANG BANGUN MESIN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG UNTUK CAMPURAN PAKAN TERNAK SAPI KAPASITAS PRODUKSI 30 kg/jam LAPORAN AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALAT UNTUK PEMUNTIR BESI KOTAK MENJADI SPIRAL SKRIPSI

PERENCANAAN ALAT UNTUK PEMUNTIR BESI KOTAK MENJADI SPIRAL SKRIPSI PERENCANAAN ALAT UNTUK PEMUNTIR BESI KOTAK MENJADI SPIRAL SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Jenjang Strata Satu (S1) Pada Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENYERUT WORTEL KAPASITAS 15 KG/JAM

RANCANG BANGUN MESIN PENYERUT WORTEL KAPASITAS 15 KG/JAM RANCANG BANGUN MESIN PENYERUT WORTEL KAPASITAS 15 KG/JAM LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III SPESIALISASI PERAWATAN DAN PERBAIKAN

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Konstanta Pegas dan Massa Roller CVT Terhadap Performa Honda Vario 150 cc

Pengaruh Variasi Konstanta Pegas dan Massa Roller CVT Terhadap Performa Honda Vario 150 cc E1 Pengaruh Variasi Konstanta Pegas dan Massa Roller CVT Terhadap Performa Honda Vario 150 cc Irvan Ilmy dan I Nyoman Sutantra Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan TUGAS AKHIR Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

DESAIN RANGKA ALAT PERAGA DRILLING DAN REAMING DENGAN SISTEM ELEKTRIK PNEUMATIK TUGAS AKHIR

DESAIN RANGKA ALAT PERAGA DRILLING DAN REAMING DENGAN SISTEM ELEKTRIK PNEUMATIK TUGAS AKHIR DESAIN RANGKA ALAT PERAGA DRILLING DAN REAMING DENGAN SISTEM ELEKTRIK PNEUMATIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Disusun oleh : RAHMAT BUDI WICAKSONO NIM.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah : BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam perancangan ini adalah metode penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM TRANSMISI PADA MESIN PENCACAH PLASTIK BEKAS KEMASAN

RANCANG BANGUN SISTEM TRANSMISI PADA MESIN PENCACAH PLASTIK BEKAS KEMASAN RANCANG BANGUN SISTEM TRANSMISI PADA MESIN PENCACAH PLASTIK BEKAS KEMASAN PROYEK AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Disusun oleh : RIDWAN YULIANTO I8109015 PROGRAM

Lebih terperinci

Tugas Akhir TM

Tugas Akhir TM Tugas Akhir TM 090340 REDESAIN PERENCANAAN SISTEM CONTINUOSLY VARIABLE TRANSMISSION (CVT) DAN PENGARUH BERAT ROLLER TERHADAP KINERJA PULLEY PADA SEPEDA MOTOR MATIC Program Studi D3 Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN

BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN Pada tahap perancangan mesin Fitting valve spindle pada bab sebelumnya telah dihasilkan rancangan yang sesuai dengan daftar kehendak. Yang dijabarkan menjadi beberapa varian

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PEMBUAT ES KRIM (BAGIAN SISTEM TRANSMISI) PROYEK AKHIR

RANCANG BANGUN MESIN PEMBUAT ES KRIM (BAGIAN SISTEM TRANSMISI) PROYEK AKHIR RANCANG BANGUN MESIN PEMBUAT ES KRIM (BAGIAN SISTEM TRANSMISI) PROYEK AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Disusun oleh: MUH ARIES SETYAWAN NIM. I8113022 PROGRAM DIPLOMA

Lebih terperinci

ANALISA KEAUSAN KAMPAS REM PADA DISC BRAKE DENGAN VARIASI KECEPATAN. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Wahid Hasyim 2

ANALISA KEAUSAN KAMPAS REM PADA DISC BRAKE DENGAN VARIASI KECEPATAN. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Wahid Hasyim 2 Analisa Keausan Kampas Rem (Ahmad Taufik, dkk) ANALISA KEAUSAN KAMPAS REM PADA DISC BRAKE DENGAN VARIASI KECEPATAN Ahmad Taufik 1*, Darmanto 2 dan Imam Syafa at 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Modifikasi Alat Penunjuk Titik Pusat Lubang Benda Kerja Dengan Berat Maksimal Kurang Dari 29 Kilogram Untuk Mesin CNC Miling Oleh : Mochamad Sholehuddin NRP. 2106 030 033 Program

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN PEMERAS BUBUR KEDELAI DENGAN SCREW PRESSSECARA KONTINYU UNTUK PROSES PEMBUATAN TAHU

PERANCANGAN MESIN PEMERAS BUBUR KEDELAI DENGAN SCREW PRESSSECARA KONTINYU UNTUK PROSES PEMBUATAN TAHU PERANCANGAN MESIN PEMERAS BUBUR KEDELAI DENGAN SCREW PRESSSECARA KONTINYU UNTUK PROSES PEMBUATAN TAHU PROYEK AKHIR Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai Derajat Ahli Madya Disusun Oleh :

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENGIRIS BAWANG ( TRANSMISI )

RANCANG BANGUN MESIN PENGIRIS BAWANG ( TRANSMISI ) RANCANG BANGUN MESIN PENGIRIS BAWANG ( TRANSMISI ) PROYEK AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Disusun Oleh : TRIANTO NIM I 8111039 PROGRAM DIPLOMA TIGA TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pemotong krupuk rambak kulit ini adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan kepulley 2 dan memutar pulley 3 dengan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin modifikasi camshaft ditunjukkan pada diagram alur pada Gambar 3.1: Mulai Pengamatan dan pengumpulan data Perencanaan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PEMBUAT MIE SKALA RUMAH TANGGA (PROSES PEMBUATAN) LAPORAN AKHIR

RANCANG BANGUN ALAT PEMBUAT MIE SKALA RUMAH TANGGA (PROSES PEMBUATAN) LAPORAN AKHIR RANCANG BANGUN ALAT PEMBUAT MIE SKALA RUMAH TANGGA (PROSES PEMBUATAN) LAPORAN AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS KEMBALI BELT CONVEYOR BARGE LOADING DENGAN KAPASITAS 1000 TON PER JAM

SKRIPSI ANALISIS KEMBALI BELT CONVEYOR BARGE LOADING DENGAN KAPASITAS 1000 TON PER JAM SKRIPSI ANALISIS KEMBALI BELT CONVEYOR BARGE LOADING DENGAN KAPASITAS 1000 TON PER JAM Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Noor

Lebih terperinci