PERMOHONAN PENYELIDIKAN SUNSET REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI INDIA, REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK, DAN TAIWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERMOHONAN PENYELIDIKAN SUNSET REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI INDIA, REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK, DAN TAIWAN"

Transkripsi

1 PERMOHONAN PENYELIDIKAN SUNSET REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI INDIA, REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK, DAN TAIWAN Untuk dan Atas Nama Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSYFI)

2 DAFTAR ISI BAGIAN A: Umum 1. Latar Belakang 2. Data Pemohon 3. Pemohon Merupakan Bagian dari Industri Dalam Negeri Indonesia 4. Barang yang Diduga Dumping 5. Negara dan Produsen/Eksportir Pengekspor 6. Importir yang Diketahui 7. Total Impor PSF yang Diduga Dumping BAGIAN B: Perhitungan Normal Value, Harga Ekspor, dan Marjin Dumping 1. India 2. RRT 3. Taiwan BAGIAN C: Analisa Kerugian Material 1. Kerugian 2. Data Impor Negara yang Diduga Melakukan Dumping 3. Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon 4. Dampak Volume 5. Dampak Harga 5.1 Price Undercutting 5.2 Price Depression 5.3 Price Suppression 6. Hubungan Kausal antara Dumping dan Kerugian 7. Faktor Lain Penyebab Kerugian pada Pemohon 7.1 Efisiensi dari Pemohon 7.2 Teknologi 7.3 Impor dari Negara Lain 7.4 Ekspor 8. Prospek dan Pandangan Kedepan - 2 -

3 Daftar Tabel Dan Grafik Tabel A3-1 : Prosentase Produksi Pemohon Terhadap Produksi Nasional Tabel A4-1 : BMAD yang Masih Diberlakukan Tabel A7-1 : Impor PSF yang Diduga Dumping Tabel C2-1 : Total Impor PSF HS Tabel C3-1 : Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon Tabel C4-1 : Dampak Volume Relatif Terhadap Konsumsi Nasional Tabel C4-2 : Dampak Volume Absolut Tabel C5-1.1 : Price Undercutting dengan pemberlakuan BMAD saat ini Tabel C5-1.2 : Price Undercutting Apabila BMAD tidak dikenakan Tabel C5-2 : Price Depression Tabel C5-3 : Price Suppression Grafik A7-1 : Impor PSF yang Diduga Dumping Juli Juni 2014 Grafik A7-2 : Impor PSF yang Diduga Dumping Juli Juni 2014 Grafik C5-1.2 : Price Undercutting Apabila BMAD tidak dikenakan - 3 -

4 BAGIAN A Umum 1. Latar Belakang Permohonan ini diajukan dengan tujuan agar diperpanjangnya pengenaan Bea Masuk Anti Dumping ( BMAD ) terhadap Polyester Staple Fiber ( PSF ) yang diimpor dari negara-negara India, Republik Rakyat Tiongkok ( RRT ), dan Taiwan. Pengenaan BMAD ini telah diputuskan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.011/2010 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping Terhadap Impor Polyester Staple Fiber dari Negara India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Taiwan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.011/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan 196/PMK.011/2010 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping Terhadap Impor Polyester Staple Fiber dari Negara India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Taiwan ( PMK Anti-Dumping PSF ). Pada faktanya, setelah PMK Anti-Dumping PSF diberlakukan, industri dalam negeri masih mengalami kerugian material, sebagaimana akan dijelaskan secara lebih terperinci dalam Permohonan ini. Impor PSF secara tidak adil dengan harga dumping tetap terjadi berulang kali dan masih mempengaruhi keuntungan dan perkembangan industri PSF dalam negeri Indonesia. Pengaruh atau akibat buruk pada pertumbuhan atau kinerja keuangan industri PSF dalam negeri Indonesia secara jelas semata-mata disebabkan oleh kompetisi yang tidak adil dan hilangnya pangsa pasar di dalam negeri Indonesia sebagai akibat dari berkelanjutannya impor dengan harga dumping PSF tersebut. Perlu dicatat pula bahwa industri PSF dalam negeri Indonesia adalah sangat efisien sesuai dengan kapasitas produksi terpasang dan mampu memenuhi seluruh kebutuhan di dalam negeri. Industri PSF dalam negeri Indonesia menyadari bahwa dalam dunia perdagangan global ini, mereka harus mampu berkompetisi dengan barang-barang impor. Namun demikian, berkompetisi dengan barang-barang impor tersebut harus dilakukan secara adil dan Permohonan ini bertujuan agar dapat dilanjutkannya keberlakuan Bea Masuk Anti-Dumping PSF sebagai kompensasi atas dilakukannya impor dengan harga dumping dari India, RRT, dan Taiwan. 2. Data Pemohon Permohonan ini diajukan oleh Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia ( APSYFI ) untuk dan atas nama industri PSF dalam negeri Indonesia. Anggotaanggota industri tersebut adalah: PT Indonesia Toray Synthetics PT Asia Pacific Fibers, Tbk. PT Indo-Rama Synthetics, Tbk

5 PT Tifico Fiber Indonesia, Tbk. PT Susilia Indah Synthetic Fibers Industries PT Panasia Indosyntec, Tbk. PT Polychem Indonesia, Tbk. PT Kahatex Bertindak selaku Pemohon adalah PT Indonesia Toray Synthetics, PT Asia Pacific Fibres, Tbk. dan PT Indo-Rama Synthetics, Tbk. yang secara kolektif memproduksi lebih dari 25% dari seluruh produksi PSF dalam negeri dan didukung oleh industri PSF lainnya yang memproduksi lebih dari 25% dari seluruh produksi PSF dalam negeri Indonesia. Oleh karenanya, Pemohon telah memenuhi syarat dan memiliki kapasitas untuk mewakili industri dalam negeri. Mewakili APSYFI dan anggota-anggotanya adalah: Hanafiah Ponggawa & Partners HPRP Lawyers Wisma 46 Kota BNI, Lt. 41 dan 32 Jl. Jend. Sudirman Kav. 1 Jakarta Indonesia Telepon: Faksimili: U.P.: Harry T. Prabawa Joshua Satyagraha Timothy Joseph Inkiriwang Indria Prasastia Hapsari Arumdati harry.prabawa@hplaw.co.id joshua.satyagraha@hplaw.co.id timothy.inkiriwang@hplaw.co.id indria.prasastia@hplaw.co.id hapsari.arumdati@hplaw.co.id Alamat Pemohon: Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia Gedung Bank Exim Lantai 4 Jl. Tanjung Karang 3-4, Jakarta PT. Indonesia Toray Synthetic Summitmas Tower II Lantai 3 Jl. Jend. Sudirman Kav , Jakarta PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. The East, 35th Flr, Unit Jalan Lingkar, Mega Kuningan, Block E3.2, Kav 1 Jakarta 12950, Indonesia PT. Indo-Rama Synthetic, Tbk. Graha Irama Lantai

6 Jl. HR. Rasuna Said Kav. XI No. 1-2, Jakarta Pemohon Merupakan Bagian dari Industri Dalam Negeri Indonesia Tabel di bawah ini menjelaskan produksi PSF pada tahun Hal mana secara jelas membuktikan bahwa Pemohon telah memenuhi ketentuan Pasal 5.4 WTO Anti-Dumping Agreement (Agreement on Implementation of Article VI of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994) dan Pasal 6.1.a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti- Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Pemohon memiliki kapasitas dan memenuhi syarat sebagai bagian dari industri PSF dalam negeri Indonesia sehubungan dengan Permohonan ini. Tabel A3-1 Prosentase Produksi Pemohon Terhadap Produksi Nasional Kuantitas MT Total Produksi Sat Juli Juni 2011 Juli Juni 2012 Juli Juni 2013 Juli Juni 2014 PT. Asia Pacific Fibers, Tbk MT PT. Indonesia Toray Synthetic MT PT. Indo-Rama Synthetic, Tbk MT Total Pemohon MT Seluruh IDN MT Prosentase % 48% 48% 50% 51% Sumber: APSYFI 4. Barang yang Diduga Dumping Barang yang diduga diimpor dengan harga dumping dalam Permohonan ini adalah Polyester Staple Fiber dengan nomor HS Bea masuk PSF hingga saat ini adalah sebesar 5% (lima persen) secara umum, 0% (nol persen) untuk negara ASEAN, dan 0% (nol persen) untuk RRT dan 5% (lima persen) untuk India. Berdasarkan PMK Anti-Dumping PSF, BMAD yang diberlakukan saat ini untuk negara-negara tertuduh adalah sebagai berikut: - 6 -

7 Tabel A4-1 BMAD yang Masih Diberlakukan No. Negara Asal Nama Eksportir/Produsen BMAD (%) 1. India a. Reliance Industries Limited 5,82 b. Ganesh Polytex Limited 16,67 c. Eksportir/Produsen Lainnya 16,67 2. RRT a. Zhangjiagang Chengxin Chemical 0 Fiber Co. Ltd. b. Jiangyin Hailun Chemical Fiber Co. 0 Ltd. c. Huvis Sichuan Corporation 0 d. Jinjiang Kwan Lee Da Hesne- 0 Bonded Fabric Co. Ltd. e. Nanyang Textile Co. Ltd. 0 f. Eksportir/Produsen Lainnya 11,94 3. Taiwan Seluruh Eksportir/Produsen 28,47 PSF adalah bahan baku utama yang digunakan oleh industri tekstil untuk memproduksi bahan baku spun yarn dan kain non-woven yang banyak digunakan untuk apparel dan household goods. PSF mempunyai kegunaan lain seperti sebagai filler dalam cushions, furniture dan carpet pile. PSF dibuat dari polimerisasi purified terepthalic acid (PTA) dan monoethylene glycol (MEG). Proses Produksi PSF adalah sebagaimana terlampir dalam Permohonan ini. PSF yang diproduksi oleh industri PSF dalam negeri adalah sejenis dengan yang diimpor dengan harga dumping dari RRT, India dan Taiwan. 5. Negara dan Produsen/Eksportir Pengekspor PSF diekspor ke Indonesia dengan harga dumping dari India, RRT, dan Taiwan. Eksportir/Produsen yang Diketahui antara lain adalah: INDIA Produsen/Eksportir : Reliance Industries Limited Alamat : Makers Chambers IV, Nariman Point, Mumbai , India Telepon : Produsen/Eksportir : Ganesh Polytex Limited Alamat : Raipur Rania Kalpi Rd., Kanpur Dehat , India Telepon : Fax :

8 RRT Produsen/Eksportir Alamat Telepon : Fax : TIDAK RAHASIA : Zhangjiagang Chengxin Chemical Fiber Co. Ltd. : Room 1504, Yum Cong Mansion, Zhang Jiagang City, Jiangsu. Produsen/Eksportir : Jiangyin Hailun Chemical Fiber Co. Ltd. Alamat : Changle Industrial Park, Zhoung Zhuang Town Jiangyin Telepon : Fax : Produsen/Eksportir : Huvis Sichuan Corporation Alamat : No. 137, Xianxia Rd., Shanghai, China , Xinmin Town, China, Telepon : Produsen/Eksportir : Jinjiang Kwan Lee Da Hesne-Bonded Fabric Co. Ltd. Alamat : Shaohui, Longhu, Fujian, China, Telepon : Fax : Produsen/Eksportir : Nanyang Textile Co. Ltd. Alamat : Mazhen industrial Zone, Xiake Town, Jiangyin City, Jiangsu Province, China Telepon : TAIWAN Produsen/Eksportir Alamat : Far Eastern Textile Ltd : 36F, Taipei Metro Tower, 207, Tun Hwa South Road, Sec. 2, Taipei, Taiwan Produsen/Eksportir Alamat Telepon : Fax : Produsen/Eksportir Alamat Telepon : Fax : : Tuntex Distinct Corp : 16 Fl, No. 90 Sec.1. Hsin-Tai 5th Road, Hsichih, Taipei, Taiwan : Chung Shing Textile Marketing Co., Ltd. : 7f-4, No. 89, Sec. 1, Chongyang Rd., Sanchong City, Taiwan 6. Importir yang Diketahui Importir yang Diketahui antara lain adalah: - 8 -

9 Importir Alamat Telepon : Fax : : PT Bitratex Industries : Menara Kadin Indonesia 12th Floor Jalan H.R. Rasuna Said Blok X-5, Kav. 2&3 Jakarta 12950, Indonesia TIDAK RAHASIA Importir : PT Apac Inti Corpora Alamat : Graha BIP Lantai 10, Jl. Jend Gatot Subroto Kav. 23, Jakarta Telepon` : Fax : Importir : PT World Yamatex Spinning Mills Alamat : Jl. Padasuka No. 47 A, Bandung Telepon : Importir Alamat Telepon : Fax : : PT Mitra Saruta Indonesia : Ds. Wringinanom km 33 Kec. Wringinanom, Gresik, Jawa Timur Importir : PT Hilon Indonesia Alamat : Jl. Putra Utama No.9 K.I. Pasar Kemis, Tangerang 1556 Telepon : Importir : PT Saehan Textiles Alamat : Gd. Surya Lt. 6, Jl. MH. Thamrin Kav. 9, Jakarta Importir : PT Bina Duta Perkasa Alamat : Jl. Pahlawan No. 364, Leuwinutug, Citeureup, Bogor Telepon : Fax : Importir : PT Aurora World Indonesia Alamat : Jl. Tlajung Udik No. 88, Gunung Putri, Bogor Telepon : Fax : Total Impor PSF yang Diduga Dumping Tabel A7-1 Impor PSF yang Diduga Dumping Kuantitas MT NEGARA PERIODE - 9 -

10 Juli Juni 2005 Juli Juni 2006 Juli Juni 2007 Juli Juni 2008 Juli Juni 2009 Juli Juni 2010 Juli Juni 2011 TIDAK RAHASIA Juli Juni 2012 Juli Juni 2013 Juli Juni 2014 REP.RAKYAT TIONGKOK *) TAIWAN INDIA IMPOR DUMPING IMPOR LAINNYA TOTAL IMPOR Sumber: Data Biro Pusat Statistik Volume impor PSF telah memenuhi syarat dan PSF tersebut adalah sama dan berkompetisi secara langsung dengan PSF yang diproduksi di Indonesia oleh Pemohon. Sesuai dengan data pada Tabel A7-1 diatas, tren impor barang dumping pada periode investigasi pasca-diberlakukannya PMK Anti-Dumping PSF, yakni pada tahun Juli 2011-Juni 2012, Juli Juni 2013, dan Juli 2013-Juni 2014 menunjukkan kenaikan signifikan impor dumping dari RRT sepanjang periode penyelidikan (Investigation Period/IP). Sedangkan impor dari India, meskipun sempat turun pada periode IP-1, namun kembali naik pada periode IP mendekati volume impor pada periode awal (IP-2). Tren kenaikan ini tentunya akan dapat berlanjut pada periode selanjutnya. Importasi dari Taiwan naik pada periode IP-1 meskipun kemudian sedikit menurun pada periode IP, namun volume tersebut tetap masih lebih tinggi dibandingkan dengan awal periode atau IP-2. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan importasi PSF dari Taiwan mengalami kenaikan. Pada dasarnya, secara kumulatif, impor dumping dari RRT, Taiwan dan India tersebut meningkat sangat signifikan dari Juli 2011 sampai dengan Juni Lebih lanjut, sebagaimana nampak jelas pada Grafik A7-2 dibawah ini, apabila dibandingkan dengan data impor pada masa sebelum diberlakukannya PMK Anti-Dumping PSF, sebenarnya volume impor PSF pada IP-2, IP-1 dan IP menunjukkan peningkatan signifikan. Hal ini patut diperhatikan, karena menunjukkan bahwa walaupun setelah PMK Anti- Dumping diberlakukan, impor dumping terus meningkat dan berkelanjutan yang menyebabkan persaingan perdagangan di dalam negeri tetap tidak adil atau unfair serta kerugian industri dalam negeri masih terjadi

11 Untuk memperjelas gambaran kenaikan impor dumping PSF tersebut, berikut kami sampaikan grafik dari volume impor PSF dari RRT, India dan Taiwan pada tahun penyelidikan maupun data dari tahun sebelum penerapan BMAD. Grafik A7-1 Impor PSF yang Diduga Dumping Juli Juni 2014 Grafik A7-2 Impor PSF yang Diduga Dumping Juli Juni

12 Pada Grafik A7-2 di atas, garis merah putus-putus menunjukkan cut off antara periode sebelum dan sesudah pemberlakuan BMAD pada November Dalam grafik tersebut nampak bahwa pemberlakuan BMAD hanya mampu sedikit mengurangi impor PSF sampai dengan pertengahan Pada periode selanjutnya impor PSF kembali menaik secara signifikan

13 BAGIAN B Perhitungan Normal Value, Harga Ekspor dan Marjin Dumping 1. India a. Harga Domestik Eks Pabrik (Normal Value) Normal Value diperoleh dari sumber yang terpercaya dan bersifat rahasia berupa data penjualan domestik (eks-pabrik) di negara yang dituduh dumping, yaitu sebesar. b. Harga Ekspor Eks Pabrik Harga ekspor CIF asal India berdasarkan data dari sumber yang dapat dipercaya, yaitu: Harga ekspor CIF Ocean Freight Insurance Inland Freight Harga Ekspor eks-pabrik c. Marjin dumping Harga Domestik eks-pabrik Harga Ekspor eks-pabrik Marjin Dumping 46,07% Perhitungan di atas menunjukan bahwa telah terjadi dumping dari India sebesar atau sebesar 46,07%. Besaran dumping ini didapat dari selisih Harga Domestik eks-pabrik dikurangi dengan Harga Ekspor ekspabrik. 2. RRT a. Harga Domestik Eks Pabrik (Normal Value)

14 Normal Value diperoleh dari sumber yang terpercaya dan bersifat rahasia berupa data penjualan domestik (eks-pabrik) di negara yang dituduh dumping, yaitu sebesar. b. Harga Ekspor Eks Pabrik Harga ekspor CIF asal RRT berdasarkan data dari sumber yang dapat dipercaya, yaitu: Harga ekspor CIF Ocean Freight Insurance Inland Freight Harga Ekspor eks-pabrik c. Marjin dumping Harga Domestik eks-pabrik Harga Ekspor eks-pabrik Marjin Dumping 34,36% Perhitungan di atas menunjukan bahwa telah terjadi dumping dari RRT sebesar atau sebesar 34,36%. Besaran dumping ini didapat dari selisih Harga Domestik eks-pabrik dikurangi dengan Harga Ekspor ekspabrik. 3. Taiwan a. Harga Domestik Eks Pabrik (Normal Value) Normal Value diperoleh dari sumber yang terpercaya dan bersifat rahasia berupa data penjualan domestik (eks-pabrik) di negara yang dituduh dumping, yaitu sebesar. b. Harga Ekspor Eks Pabrik Harga ekspor CIF asal Taiwan berdasarkan data dari sumber yang dapat dipercaya, yaitu:

15 Harga ekspor CIF Ocean Freight Insurance Inland Freight Harga Ekspor eks-pabrik c. Marjin dumping Harga Domestik eks-pabrik Harga Ekspor eks-pabrik Marjin Dumping 11,67% Perhitungan di atas menunjukan bahwa telah terjadi dumping dari Taiwan sebesar atau sebesar 11,67%. Besaran dumping ini didapat dari selisih Harga Domestik eks-pabrik dikurangi dengan Harga Ekspor ekspabrik

16 TIDAK RAHASIA

17 BAGIAN C Analisa Kerugian Material 1. Kerugian Impor dengan harga dumping untuk PSF yang berasal dari negara-negara India, RRT dan Taiwan terus berlangsung di pasar dalam negeri Indonesia, walaupun BMAD telah diberlakukan dengan PMK Anti-Dumping PSF pada November Impor dengan harga dumping PSF yang berasal dari India, RRT, dan Taiwan telah menyebabkan kerugian material yang berkelanjutan bagi Pemohon. Data penting yang dapat menunjukkan kerugian yang dialami Pemohon adalah menurunnya tingkat profit Pemohon secara drastis, bahkan sampai terjadi loss atau kerugian pada periode IP-1. Kerugian ini tidak hanya disebabkan menurunnya volume dan nilai penjualan sebagaimana terjadi pada IP, namun juga diakibatkan oleh adanya penurunan tingkat harga jual (price depression) yang bahkan menurun lebih tajam daripada penurunan harga pokok produksi yang bisa dicapai (price suppression). Selanjutnya, data-data akan membuktikan bahwa sebagai akibat adanya impor dumping, Pemohon tidak dapat meningkatkan harga jual dalam negerinya secara wajar dan Pemohon mengalami price suppression yang berkelanjutan. Penyebab utama ketidakmampuan Pemohon meningkatkan penjualan maupun harga jual di dalam negerinya secara wajar adalah adanya tekanan dari impor PSF dari India, RRT dan Taiwan dengan harga dumping yang sangat tidak wajar. 2. Data Impor Negara yang Diduga melakukan Dumping Tabel C2-1 Total Impor PSF HS Import/MT NEGARA INDIA RRT TAIWAN Juli 2011-Juni 2012 (IP-2) Juli 2012-Juni 2013 (IP-1) Juli 2013-Juni 2014 (IP) MT % MT % MT % TOTAL IMPOR DUMPING IMPOR LAINNYA TOTAL IMPOR

18 Sumber: Data Biro Pusat Statistik (BPS) TIDAK RAHASIA Berdasarkan Tabel C2-1 di atas, terlihat jelas bahwa impor PSF selama periode penyelidikan mengalami kenaikan yang signifikan. Total impor dari tiga negara yang dituduh dumping tersebut telah hampir manyamai total impor dari negara lainnya, yang berdasarkan data BPS terdiri dari 25 negara. Hal ini menunjukkan bahwa importasi dari ketiga negara yang dituduh dumping tersebut akan sangat mempengaruhi kondisi persaingan penjualan PSF di pasar dalam negeri Indonesia. 3. Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon Melihat fakta kerugian material bagi Pemohon di bawah ini maka Pemohon bersama ini memohon agar penerapan bea masuk anti-dumping PSF yang diimpor dari India, RRT dan Taiwan dilanjutkan dengan mengubah besaran marjin dumping khusus eksportir asar RRT sesuai ketentuan Sunset Review di Pasal 34 ayat (1) dari Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Tabel C3-1 Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon Deskripsi Satuan IP-2 IP-1 IP Juli Juni 2012 Juli Juni 2013 Juli 2013-Juni 2014 Penjualan Dalam Negeri MT Nilai Penjualan Dalam Negeri USD Tenaga Kerja Orang Produksi MT Utilisasi % Harga Jual Dalam Negeri USD per MT Profitabilitas % Persediaan MT Kapasitas Terpasang MT Produktifitas MT/orang Return on Investment % Kemampuan Meningkatkan % Modal Pertumbuhan % Negatif negatif negatif Investasi USD Keuntungan (Kerugian) USD 100 (104) 23 Upah USD Arus Kas USD Sumber: Data Keuangan Pemohon

19 Berdasarkan Tabel C3-1 tersebut di atas, dampak negatif masuknya barang impor dumping dapat terlihat dari menurunnya penjualan Pemohon baik secara kuantitas maupun nilainya. Profitabilitas Pemohon juga terlihat sangat terpengaruh sehingga terlihat terus menurun, meskipun dalam kondisi pemanfaatan kapasitas yang optimal, mencapai XXX% bahkan lebih, dan produktifitas tenaga kerja yang meningkat. Penurunan profitabilitas dengan sendirinya menyebabkan penurunan pada ability to raise capital, dan pada akhirnya menurunkan tingkat investasi pemohon. Hal ini terjadi karena profit merupakan salah satu bagian dari sumber permodalan (capital) dan merupakan unsur penting untuk menunjang investasi. Profit merupakan sumber modal yang murah, karena tidak membebani perusahaan dengan bunga dan kewajiban kepada pihak ketiga. Selain itu, profit juga merupakan daya tarik bagi calon investor untuk ikut menanamkan modal pada perusahaan yang bersangkutan, karena dari adanya profit inilah maka investor berharap akan mendapatkan profit sharing atau deviden. Oleh karena itu, perolehan profit yang terus menurun bahkan mencapai loss atau kerugian merupakan kerugian serius atau injury yang harus segera diberikan penanganan memadai untuk memulihkannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa menurunnya profit, ability to raise capital dan investasi Pemohon pada akhirnya akan menghambat laju pertumbuhan atau growth perusahaan. Apabila kondisi ini berlanjut terus, maka dikhawatirkan akan menjadikan perusahaan tidak dapat bertahan hidup dan mengakibatkan efek yang lebih besar secara makro, yaitu pengurangan jumlah karyawan dan menambah angka pengangguran secara nasional yang akhirnya mengganggu perputaran roda perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Oleh karena itu, dalam hal ini Pemohon memohon dengan sangat peran serta dari pihak pemerintah dalam hal ini KADI, untuk menjalankan fungsinya melindungi kepentingan industri nasional dengan menanggulangi praktik importasi yang tidak sehat berupa praktek impor dengan harga dumping. 4. Dampak Volume Dampak dari peningkatan volume impor dapat dilihat dalam tabel-tabel sebagai berikut: NEGARA INDIA Tabel C4-1 Dampak Volume Relatif Terhadap Konsumsi Nasional Juli 2011-Juni 2012 (IP-2) Juli 2012-Juni 2013 (IP-1) Juli 2013-Juni 2014 (IP) MT % MT % MT % CHINA TAIWAN

20 0,4 1 1 TOTAL IMPOR DUMPING 100 8, IMPOR LAINNYA TOTAL IMPOR PENJUALAN PEMOHON PENJUALAN IDN LAINNYA KONSUMSI NASIONAL Tabel C4-1 tersebut di atas menunjukkan adanya konsumsi nasional yang meningkat pada IP-1, meskipun kemudian sedikit menurun pada IP. Namun patut dicermati bahwa meskipun terjadi penurunan pada IP, namun secara absolute tetap lebih tinggi daripada konsumsi nasional pada awal periode atau IP-2. Secara relatif terhadap konsumsi nasional, impor dari ketiga negara yang dituduh dumping bergerak naik dari 8,4% pada IP-2 menjadi 13% pada IP. Sedangkan Pemohon mengalami penurunan dari 50% pada IP-2 menjadi 47% pada IP. Total impor dari negara lainnya terlihat juga mengalami kenaikan prosentase, dari 10% pada IP-2 menjadi 12% pada IP. Namun perlu dicatat bahwa impor dari negara lainnya merupakan kumulasi dari 25 negara, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai telah memberi dampak serius bagi industri nasional. Oleh sebab itu, Pemohon menyimpulkan bahwa kenaikan impor dari ketiga negara yang dituduh dumping telah merebut konsumsi nasional secara tidak fair karena dilakukan dengan harga dumping sebagaimana akan kami jelaskan pada bagian lain Permohonan ini. NEGARA INDIA CHINA Tabel C4-2 Dampak Volume Absolut Juli 2011-Juni 2012 Juli 2012-Juni 2013 Juli 2013-Juni 2014 MT % MT % MT % TAIWAN TOTAL IMPOR DUMPING IMPOR LAINNYA TOTAL IMPOR

21 Berdasarkan tabel C4-2 di atas dapat terlihat bahwa impor dumping dari RRT mengalami kenaikan yang signifikan, yaitu dari prosentase 30% pada IP-2 menjadi 39% pada IP. Importasi dari India juga mengalami kenaikan dari IP-1 ke IP yaitu dari 5% menjadi 8%. Sementara itu, impor dari Taiwan meskipun prosentasenya sedikit menurun dari IP-1 ke IP, namun secara absolut volume tersebut tetap lebih tinggi jika dibandingkan dengan awal periode penyelidikan (IP-2). Secara kumulatif, impor dari ketiga negara tersebut meningkat signifikan dari 44% pada IP-2 menjadi 49% pada IP. Secara umum dapat dikatakan bahwa volume impor dari masing-masing negara yang dituduh dumping maupun secara kumulatif, volume impor PSF mengalami kenaikan yang signifikan. Perlu dicatat bahwa kenaikan sebagaimana disebutkan sebelumnya adalah dalam kondisi pemberlakuan BMAD sejak bulan November Artinya, jika Bea Masuk Anti-Dumping tidak dikenakan atau tidak dilanjutkan, sangat mungkin volume impor dumping dari seluruh negara yang dituduh akan segera melonjak. Oleh sebab itu sangat wajar apabila Pemohon mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah dalam hal ini KADI, untuk dapat mengatasi hal tersebut dengan memperpanjang pengenaan BMAD untuk periode yang akan datang. 5. Dampak Harga 5.1 Price Undercutting Tabel C5-1.1 PRICE UNDERCUTTING DENGAN PEMBERLAKUAN BMAD SAAT INI Periode NO SATUAN Juli Juni 2012 Juli Juni 2013 Juli Juni 2014 HARGA PEMOHON USD/KG XXXX XXXX XXXX 1. RRT USD/KG XXXX XXXX XXXX HARGA EKSPOR 1) XXXX XXXX XXXX UNDERCUTTING XXXX XXXX XXXX % -8% -2% N/A 2. TAIWAN USD/KG XXXX XXXX XXXX HARGA EKSPOR 2) XXXX XXXX XXXX UNDERCUTTING XXXX XXXX XXXX % N/A N/A N/A 3. INDIA USD/KG 1,440 1,515 1,390 HARGA EKSPOR 3) XXXX XXXX XXXX UNDERCUTTING XXXX XXXX XXXX % N/A N/A N/A Keterangan: 1) RRT

22 Terkait dengan perhitungan harga ekspor RRT, Bea Masuk yang berlaku adalah sebagai berikut: Bea Masuk ACFTA adalah sebesar 0% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X% 2) Taiwan Terkait dengan perhitungan harga ekspor Taiwan, Bea Masuk yang berlaku adalah sebagai berikut: Bea Masuk MFN adalah sebesar 5% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X% 3) India Terkait dengan perhitungan harga ekspor India, Bea Masuk yang berlaku adalah sebagai berikut: Bea Masuk MFN adalah 5% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X% Perhitungan undercutting pada Tabel C5.1.1 di atas telah memasukkan faktor BMAD yang pada saat ini masih berlaku. Besaran THC dan inland freight serta profit merupakan besaran yang pada umumnya berlaku berdasarkan informasi dari pelaku bisnis anggota APSYFI. Informasi tentang THC dan inland freight ini sifatnya adalah informasi umum yang mungkin sekali tidak sama persis dengan kondisi pada masing-masing eksporter atau negara. Namun demikian, Pemohon menganggap bahwa informasi ini valid karena diperoleh dari pelaku bisnis dalam komoditi yang sama. Fakta mengenai berapa sebenarnya besaran THC dan inland freight nantinya kami harapkan dapat diperoleh oleh KADI setelah melakukan proses investigasi pada masing-masing eksporter/negara yang dituduh. Sehubungan dengan akan berakhirnya masa pengenaan BMAD barang impor PSF tersebut, berikut ini kami sajikan perhitungan price undercutting dalam hal BMAD tersebut tidak diperpanjang pengenaannya. NO Tabel C5-1.2 PRICE UNDERCUTTING APABILA BMAD TIDAK DIKENAKAN Periode SATUAN Juli Juli Juli Juni 2012 Juni 2013 Juni 2014 HARGA PEMOHON USD/KG XXXX XXXX XXXX 1. RRT USD/KG XXXX XXXX XXXX HARGA EKSPOR XXXX XXXX XXXX UNDERCUTTING XXXX XXXX XXXX % -18% -12% -9%

23 2. TAIWAN USD/KG XXXX XXXX XXXX HARGA EKSPOR XXXX XXXX XXXX UNDERCUTTING XXXX XXXX XXXX % N/A N/A N/A 3. INDIA USD/KG XXXX XXXX XXXX HARGA EKSPOR XXXX XXXX XXXX UNDERCUTTING XXXX XXXX XXXX % -7% N/A -7% Keterangan: 1) RRT Terkait dengan perhitungan harga ekspor RRT, Bea Masuk yang berlaku adalah sebagai berikut: Bea Masuk ACFTA adalah sebesar 0% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X% 2) Taiwan Terkait dengan perhitungan harga ekspor Taiwan, Bea Masuk yang berlaku adalah sebagai berikut: Bea Masuk MFN adalah sebesar 5% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X% 3) India Terkait dengan perhitungan harga ekspor India, Bea Masuk yang berlaku adalah sebagai berikut: Bea Masuk MFN adalah 5% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X% Tabel di atas menunjukkan bahwa price undercutting terjadi akibat impor PSF dari RRT dan India. Grafik berikut menunjukkan gambaran price undercutting tersebut: Grafik C5-1.2 PRICE UNDERCUTTING APABILA BMAD TIDAK DIKENAKAN

24 Tabel di atas menunjukkan selama periode penyelidikan, telah terjadi price undercutting yang signifikan terhadap harga jual Pemohon oleh impor dumping dari RRT dan India apabila BMAD tidak dikenakan. 5.2 Price Depression SATUAN Juli 2011-Juni 2012 Tabel C5-2 Price Depression Harga Pemohon Juli 2012-Juni Juli 2013-Juni USD/KG Indeks Berdasarkan Tabel C5-2 di atas, terlihat jelas bahwa harga jual Pemohon terdepresi secara signifikan hingga 6 poin indeks pada IP-1 jika dibandingkan dengan harga pada IP-2 dan kembali terdepresi sebesar 5 poin indeks pada IP. 5.3 Price Suppression Tabel C5-3 Price Suppression Juli Juli 2012-Juni Juli 2013-Juni

25 Juni Harga Jual USD/KG Harga Pokok Penjualan (HPP) Profit USD/KG N/A N/A XX Perhitungan price suppression pada Tabel C5-3 di atas tidak menggunakan Harga Pokok Produksi sebagai acuan, namun menggunakan Harga Pokok Penjualan. Hal ini menjadikan besaran price suppression kongruen dengan besaran profit/loss yang diperoleh Pemohon. Tabel C5-3 menunjukkan bahwa Pemohon mengalami Price Suppression yang sangat serius. Dalam kasus ini, meskipun HPP mengalami penurunan dari IP-2 ke IP, namun harga jual justru menurun lebih tajam dibandingkan penurunan HPP tersebut. 6. Hubungan Kausal antara Dumping dan Kerugian Volume impor dengan harga dumping meningkat dalam jumlah yang sangat signifikan dan terus berlangsung dari pertengahan tahun 2011 hingga pertengahan tahun Pangsa pasar PSF dengan harga dumping asal India, RRT dan Taiwan meningkat terus di Indonesia dan telah menyebabkan penurunan pangsa pasar Pemohon. Impor dari RRT baik dengan berlakunya BMAD maupun tidak telah secara jelas memotong (undercut) harga jual dalam negeri Pemohon. Pemohon mengalami penurunan harga jual yang signifikan (price depression) dan mengalami tekanan harga akibat masuknya barang impor dengan harga dumping (price suppression). Pemohon telah dipaksa oleh adanya impor dengan harga dumping untuk mengambil kebijakan yang tidak menguntungkan yaitu menurunkan harga jual (price depression). Jika kebijakan price depression ini tidak dilakukan, sudah tentu Pemohon akan semakin banyak kehilangan pangsa pasar dan semakin besar kerugian yang terjadi. Pemohon juga telah dipaksa oleh adanya impor dengan harga dumping untuk memperkecil profit marjin bahkan hingga terjadi loss atau kerugian, artinya menjual dengan harga dibawah harga pokoknya. Kebijakan merugikan ini diambil dalam rangka menghindari kerugian yang lebih besar lagi berupa pengurangan penjualan secara besar-besaran atau bahkan terhentinya penjualan. Jika hal demikian terjadi maka stok barang jadi akan menumpuk digudang dan pada kondisi terburuk adalah penghentian produksi

26 Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan merujuk kepada Pasal 3.2 WTO Anti- Dumping Agreement dan keputusan Panel WTO yang mensyaratkan salah satu dari efek harga perlu terjadi maka dapat kami sampaikan bahwa telah nyata terjadi price effects akibat adanya impor dumping dari ketiga negara yang dituduh. 7. Faktor Lain Penyebab Kerugian pada Pemohon Faktor lain yang mungkin dapat menyebabkan kerugian telah dipelajari dengan seksama. 7.1 Efisiensi dari Pemohon Berdasarkan analsis faktor injury dapat kita lihat bahwa capacity utilization selama 3 tahun penyelidikan adalah sangat baik yaitu, 100 poin indeks pada periode Juli 2011-Juni 2012, 96 poin indeks pada periode Juli 2012-Juni 2013 dan 99 poin indeks pada periode Juli 2013-Juni Selain itu, produktifitas tenaga kerja juga meningkat dari 100 poin indeks pada periode Juli 2011-Juni 2012, menjadi 130 poin indeks pada periode Juli 2012-Juni 2013 dan menjadi 104 poin indeks pada periode Juli 2013-Juni Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Pemohon telah bekerja secara efisien dalam proses produksinya. 7.2 Teknologi Teknologi yang dimiliki Pemohon dalam proses produksinya telah terbukti dapat memproduksi produk PSF dengan kualitas yang dapat diterima dengan baik oleh para konsumen di dalam maupun di luar negeri. 7.3 Impor dari Negara Lain Terhadap impor dari negara lain, Pemohon meyakini bahwa impor dari beberapa negara lain tersebut tidak terindikasi dilakukan secara dumping. 7.4 Ekspor Pasar ekspor bukan merupakan tujuan Pemohon didirikan di Indonesia. Ekspor yang dilakukan oleh Pemohon tidak signifikan dan dilakukan sematamata karena tidak sehatnya kondisi pasar dalam negeri sebagai akibat dari masuknya produk impor dumping asal RRT, India dan Taiwan. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa tidak ada faktor lain yang menyebabkan kerugian bagi Pemohon. Penyebab kerugian material Pemohon adalah semata-mata karena impor PSF yang terus dilakukan dengan harga dumping dari India, RRT dan Taiwan. 8. Prospek dan Pandangan ke Depan

27 Industri PSF Pemohon di Indonesia adalah bermodal besar dengan tenaga kerja dalam jumlah yang sangat banyak dan Indonesia termasuk sebagai produsen utama PSF di dunia dengan presentase sebesar XXX% dibandingkan dengan produksi seluruh negara produsen PSF. Sebagai pertimbangan, produksi PSF RRT meningkat dari 10 juta MT di tahun 2005 menjadi 16 juta MT di tahun 2014 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 18 juta MT di tahun 2015 hingga 22 juta MT di tahun Fakta ini menunjukan bahwa RRT adalah produsen terbesar PSF di dunia dan apabila BMAD terhadap RRT tidak diteruskan keberlakuannya maka sudah dipastikan industri dalam negeri PSF Indonesia akan berhenti total dan tutup sebagai akibat praktik dagang yang dilakukan secara curang / unfair oleh eksportir-eksportir asal RRT. Hal yang sama juga berlaku bagi India dan Taiwan karena India adalah produsen PSF terbesar kedua di dunia dengan presentase 7,1% sementara Taiwan produksi PSF-nya adalah 3,8% dari total produksi seluruh negara di dunia 2. Industri dalam negeri PSF Indonesia sanggup bersaing dengan PSF asal RRT, India dan Taiwan sepanjang mereka juga bersaing secara adil / fair dalam ekspornya ke pasar dalam negeri Indonesia. Selanjutnya, negara-negara seperti Amerika Serikat, Pakistan, Uni Eropa secara bergantian pernah memberlakukan pula BMAD bagi PSF asal RRT, India dan Taiwan. Halmana membuktikan bahwa eksportir-eksportir PSF asal ketiga negara tersebut telah melakukan praktik curang dalam kegiatan ekspornya. Investasi Pemohon dalam industri PSF bersifat jangka panjang. Apabila terhadap dumping ini tidak dilakukan perpanjangan pengenaan bea masuk anti-dumping dan terhadap industri tidak diberikan kesempatan bersaing dengan adil dan wajar dengan impor maka keberadaan dan kelangsungan industri PSF di Indonesia akan sangat terancam. 1 Publikasi Petrokimia Internasional Terpercaya 2 Publikasi Benang dan Fiber Internasional Terpercaya

PERMOHONAN PENYELIDIKAN INTERIM REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

PERMOHONAN PENYELIDIKAN INTERIM REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK PERMOHONAN PENYELIDIKAN INTERIM REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Untuk dan Atas Nama Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSYFI) DAFTAR

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 196/PMK.11/21 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR POLYESTER STAPLE FIBER DARI NEGARA INDIA, REPUBLIK RAKYAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.666, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk. Impor. Anti Dumping. Polyester Staple Fiber. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73/PMK.010/2016 TENTANG PENGENAAN BEA

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume: No: Tahun 2013 Halaman

Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume: No: Tahun 2013 Halaman Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume: No: Tahun 2013 Halaman http://www.fisipundip.ac.id PERAN KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA (KADI) MENANGANI PRAKTIK DUMPING PERDAGANGAN CHINA-INDONESIA Abstraksi : (Studi

Lebih terperinci

Tidak Rahasia A. UMUM

Tidak Rahasia A. UMUM A. UMUM Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) atas nama industri tekstil Indonesia dengan ini mengajukan Permohonan kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) untuk memperpanjang tindakan pengamanan

Lebih terperinci

KOMITE ANTI-DUMPING INDONESIA

KOMITE ANTI-DUMPING INDONESIA KOMITE ANTI-DUMPING INDONESIA Kuesioner Importir Penyelidikan Interim Review Atas Impor Produk Polyester Staple Fiber Yang Berasal Dari: Republik Rakyat Tiongkok Jawaban Dikirim ke : KETUA KOMITE ANTI

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 DUMPING

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Wisma 46 Kota BNI lantai 20, Jalan Jend. Sudirman, Kav. 1, Jakarta.

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Wisma 46 Kota BNI lantai 20, Jalan Jend. Sudirman, Kav. 1, Jakarta. BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN IV.1.Sejarah Singkat Perusahaan IV.1.1.PT. Polychem Indonesia Tbk. PT. Polychem Indonesia Tbk (Perusahaan), didirikan dengan ak ta No.62 tanggal 25 April 1986. Perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 2010 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING I DAN H SECTION

PERMOHONAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING I DAN H SECTION PERMOHONAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING I DAN H SECTION (PETISI VERSI TIDAK RAHASIA) DISAMPAIKAN OLEH PT. GUNUNG GARUDA 1 A. UMUM 1. Latar Belakang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDONESIA MENERAPKAN BEA MASUK ANTI DUMPING (BMAD) TERHADAP IMPOR POLYESTER STAPLER FIBER (PSF) CINA TAHUN 2010 ABSTRAK

KEBIJAKAN INDONESIA MENERAPKAN BEA MASUK ANTI DUMPING (BMAD) TERHADAP IMPOR POLYESTER STAPLER FIBER (PSF) CINA TAHUN 2010 ABSTRAK KEBIJAKAN INDONESIA MENERAPKAN BEA MASUK ANTI DUMPING (BMAD) TERHADAP IMPOR POLYESTER STAPLER FIBER (PSF) CINA TAHUN 2010 Nama Mahasiswa : Novaria Br Tinjak Pembimbing : Drs. Tri Joko Waluyo,M Email :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan perjanjian internasional yang berkenaan dengan masalah ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas dapat mengakibatkan implikasi positif dan negatif bagi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No1398, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Impor Produk Canai PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK011/2013 TENTANG PENGENAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.64, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk Anti Dumping. Impor. Canai Lantaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.011/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI

Lebih terperinci

PERMOHONAN PENYELIDIKAN ANTI-DUMPING ATAS POY YANG DIIMPOR DARI MALAYSIA, THAILAND, TAIWAN, REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (RRT), DAN REPUBLIK KOREA

PERMOHONAN PENYELIDIKAN ANTI-DUMPING ATAS POY YANG DIIMPOR DARI MALAYSIA, THAILAND, TAIWAN, REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (RRT), DAN REPUBLIK KOREA PERMOHONAN PENYELIDIKAN ANTI-DUMPING ATAS POY YANG DIIMPOR DARI MALAYSIA, THAILAND, TAIWAN, REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (RRT), DAN REPUBLIK KOREA Untuk dan Atas Nama PT. Indorama Synthetics Tbk, PT. Indorama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu periode tertentu. Dengan laba ini dapat digunakan perusahaan untuk tambahan

BAB I PENDAHULUAN. suatu periode tertentu. Dengan laba ini dapat digunakan perusahaan untuk tambahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba. Laba merupakan hasil yang menguntungkan atas usaha yang dilakukan perusahaan pada suatu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Penyelidikan. Antidumping. Imbalan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/M-DAG/PER/12/2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN *34762 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 34 TAHUN 1996 (34/1996) Tanggal: 4 JUNI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

PERMOHONAN PENYELIDIKAN ANTI-DUMPING ATAS DTY YANG DIIMPOR DARI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (RRT), MALAYSIA, TAIWAN, INDIA DAN THAILAND

PERMOHONAN PENYELIDIKAN ANTI-DUMPING ATAS DTY YANG DIIMPOR DARI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (RRT), MALAYSIA, TAIWAN, INDIA DAN THAILAND PERMOHONAN PENYELIDIKAN ANTI-DUMPING ATAS DTY YANG DIIMPOR DARI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (RRT), MALAYSIA, TAIWAN, INDIA DAN THAILAND Untuk dan Atas Nama PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. dan PT. Indorama Synthetics,

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK H SECTION DAN I SECTION DARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para stakeholder. Adapun tujuan perusahaan antara lain untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. para stakeholder. Adapun tujuan perusahaan antara lain untuk memperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam usaha untuk memenuhi kepentingan para stakeholder.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK PARTIALLY ORIENTED YARN (POY)

Lebih terperinci

3. Eksportir dan/atau eksportir produsen yang diketahui sesuai dalam permohonan adalah sebagai berikut:

3. Eksportir dan/atau eksportir produsen yang diketahui sesuai dalam permohonan adalah sebagai berikut: A. PENDAHULUAN A.1. LATAR BELAKANG KADI melakukan penyelidikan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh PT. Asia Pacific Fibers Tbk., PT. Indorama Synthetic, Tbk., dan PT. Indorama Polyester Industries

Lebih terperinci

TIDAK RAHASIA ESSENTIAL FACT

TIDAK RAHASIA ESSENTIAL FACT ESSENTIAL FACT A. PENDAHULUAN A.1. Latar Belakang 1. Pada tanggal 15 Januari 2014, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan dari PT. Gunung Garuda (selanjutnya disebut Pemohon

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan penyelidikan dumping terhadap perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia

Presiden Republik Indonesia PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003 TENTANG TATA CARA DAN PERYSARATAN PERMOHONAN PENYELIDIKAN ATAS PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK SPIN DRAWN YARN (SDY) DARI

Lebih terperinci

ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form Turkish)

ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form Turkish) PENYELESAIAN PERKARA ANTIDUMPING DI INDONESIA (Dalam Kasus Impor Terigu Asal Turki Oleh Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form

Lebih terperinci

2015 PENGARUH STRUKTUR MOD AL D AN PROFITABILITAS TERHAD AP HARGA SAHAM PERUSAHAAN SEKTOR ANEKA IND USTRI YANG TERD AFTAR D I BURSA EFEK IND ONESIA

2015 PENGARUH STRUKTUR MOD AL D AN PROFITABILITAS TERHAD AP HARGA SAHAM PERUSAHAAN SEKTOR ANEKA IND USTRI YANG TERD AFTAR D I BURSA EFEK IND ONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan dan perkembangan industri manufaktur saat ini menyebabkan semakin pesatnya laju perekonomian dan meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk.

Lebih terperinci

Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak Adil dan Lonjakan Impor

Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak Adil dan Lonjakan Impor RI N G K ASA N KEG IATA N MARET 20 22, 2017, JAKARTA TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH. Safeguard TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum

BAHAN KULIAH. Safeguard TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum BAHAN KULIAH TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL Safeguard Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum Staf Pengajar Fakultas Hukum USU Jl. BungaAsoka Gg. AndalasNo. 1 AsamKumbang, Medan Cellphone : 081362260213, 77729765

Lebih terperinci

Overview Industri Tepung gandum/terigu Nasional Indonesia, APTINDO, Jakarta 11 Juli 2014

Overview Industri Tepung gandum/terigu Nasional Indonesia, APTINDO, Jakarta 11 Juli 2014 1 BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945, pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling utama, sehingga pemenuhannya menjadi hak asasi setiap anggota masyarakat

Lebih terperinci

PENGUMUMAN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PT MITRABAHTERA SEGARA SEJATI Tbk

PENGUMUMAN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PT MITRABAHTERA SEGARA SEJATI Tbk PENGUMUMAN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PT MITRABAHTERA SEGARA SEJATI Tbk Keterbukaan Informasi ini ditujukan kepada Pemegang Saham Perseroan dalam rangka memenuhi Peraturan IX.E.2 Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

2016 PENGARUH EFISIENSI MODAL KERJA TERHADAP PROFITABILITAS PADA PERUSAHAAN TEKSTIL DAN GARMEN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

2016 PENGARUH EFISIENSI MODAL KERJA TERHADAP PROFITABILITAS PADA PERUSAHAAN TEKSTIL DAN GARMEN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Industri tekstil dan garmen merupakan salah satu jenis industri primer bagi masyarakat, karena industri tersebut menghasilkan kebutuhan sandang bagi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutang. Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. hutang. Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi ini, pasar modal atau bursa merupakan pendanaan yang sangat penting. Perkembangan pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang

Lebih terperinci

2015, No Menteri Perdagangan Nomor: 639/M-DAG/ SD/8/2015 tanggal 12 Agustus 2015 dan Surat Menteri Perdagangan Nomor: 799/M-DAG/SD/ 9/2015 tan

2015, No Menteri Perdagangan Nomor: 639/M-DAG/ SD/8/2015 tanggal 12 Agustus 2015 dan Surat Menteri Perdagangan Nomor: 799/M-DAG/SD/ 9/2015 tan No. 1843, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk. Anti Dumping. Impor. Bopet. Pengenaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 221/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK

Lebih terperinci

195/PMK.011/2010 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR H SECTION DAN I SECTION DARI NEGARA

195/PMK.011/2010 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR H SECTION DAN I SECTION DARI NEGARA 195/PMK.011/2010 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR H SECTION DAN I SECTION DARI NEGARA Contributed by Administrator Tuesday, 23 November 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No.5, Jakarta Indonesia

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No.5, Jakarta Indonesia A. PENDAHULUAN Laporan ini memuat hasil peninjauan midterm sebagaimana diatur dalam Article 7.4 WTO Agreement on Safeguards (AoS) dan Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 34 2011 (PP34/2011) yang menjadi

Lebih terperinci

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh: Ni Wayan Ella Apryani Ayu Putu Laksmi Danyathi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Jalan Jenderal A. Yani By Pass Telepon 4890308 Jakarta 13230 Faksimili 4897544 Kotak Pos 108 Jakarta 10002 Website www.beacukai.go.id

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH PT NS BLUESCOPE INDONESIA PT SUNRISE STEEL

DISAMPAIKAN OLEH PT NS BLUESCOPE INDONESIA PT SUNRISE STEEL PERMOHONAN PENGENAAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAI LANTAIAN DARI BESI ATAU BAJA BUKAN PADUAN (TIDAK RAHASIA) DISAMPAIKAN OLEH PT NS BLUESCOPE INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan internasional, kebutuhan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Penelitian Pasar modal merupakan alternatif investasi yang semakin memasyarakat namun banyak hal yang harus diketahui oleh investor sebelum memutuskan untuk berinvestasi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS

PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS Budi Nugroho Widyaiswara Muda Balai Diklat Keuangan Yogyakarta Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata

Lebih terperinci

(KPPI) Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI)

(KPPI) Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) L LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN APORAN DATA UTAMA (ESSENTIAL FACT) TERHADAP IMPOR PRODUK HASIL PENYELIDIKAN (SAFEGUARDS) KERTAS DAN KERTAS KARTON DILAPISI, TIDAK TERMASUK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

TEXTILENews. Turki Akan Segera Menerapkan Bea Masuk Safeguard Sementara. Tahun II Nomor 10 Minggu ke-5 Maret 2011

TEXTILENews. Turki Akan Segera Menerapkan Bea Masuk Safeguard Sementara. Tahun II Nomor 10 Minggu ke-5 Maret 2011 TEXTILENews Tahun II Nomor 10 Minggu ke-5 Maret 2011 Turki Akan Segera Menerapkan Bea Masuk Safeguard Sementara Pemerintah Turki akan segera menerapkan Bea Masuk Safeguard Sementara (Provisonal Safeguard

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas semua kegiatan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010 SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA

BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA A. Ketentuan Anti Dumping dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 Secara struktur General Agreement on

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER 2016 No. 04/01/32/Th.XIX, 03 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER 2016 MENCAPAI USD

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL No. 31/06/61/Th. XX, 2 Juni A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR APRIL MENCAPAI US$99,57 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 06/02/31/Th. XIX, 1 Februari 2017 NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN DESEMBER MENCAPAI 715,18 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

Fundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian -

Fundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian - Analisa Fundamental I. Fundamental Forex I.1 Faktor penggerak pasar Fundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian - kejadian yang secara langsung maupun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI No. 41/08/61/Th. XX, 1 Agustus A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR JUNI MENCAPAI US$43,22 JUTA Nilai ekspor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER No. 02/01/61/Th. XX, 3 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$72,12 JUTA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET No. 22/05/61/Th. XX, 2 Mei A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR MARET MENCAPAI US$97,79 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 No. 20/04/32/Th XIX, 3 April 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI 2017 MENCAPAI USD 2,21

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN, REPUBLIK INDONESIA SALINAN TENTANG MEALDISH (LACQUERED DENGAN. Bea Masuk. dumping

MENTERI KEUANGAN, REPUBLIK INDONESIA SALINAN TENTANG MEALDISH (LACQUERED DENGAN. Bea Masuk. dumping MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.011/2010 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR ALUMINIUM MEALDISH (LACQUERED TRAY WITH OR WITHOUT

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 35/10/31/Th. XI, 1 Oktober NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JULI SEBESAR 641,62 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika pada tanggal 1 I September 2001, tampaknya akan mengubah tatanan ekonomi dan pasar global yang dalam

Lebih terperinci

Meningkatnya Impor Barang Modal Dukung Industri dan Adanya Peningkatan Ekspor ke Pasar Nontradisional

Meningkatnya Impor Barang Modal Dukung Industri dan Adanya Peningkatan Ekspor ke Pasar Nontradisional SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Meningkatnya Impor Modal Dukung Industri dan Adanya Peningkatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 23/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR HOT ROLLED COIL DARI NEGARA REPUBLIK KOREA DAN MALAYSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 10/03/31/Th.XIII, 1 Maret 2011 NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN DESEMBER SEBESAR 838,64 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017 No. 14/03/61/Th. XX, 1 Maret 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR JANUARI 2017 MENCAPAI US$87,48

Lebih terperinci

ASURANSI JIWA GENERALI INDONESIA, DPLK AIA FINANCIAL, DPLK ASURANSI JIWA TUGU MANDIRI, DPLK ALLIANZ INDONESIA, DPLK

ASURANSI JIWA GENERALI INDONESIA, DPLK AIA FINANCIAL, DPLK ASURANSI JIWA TUGU MANDIRI, DPLK ALLIANZ INDONESIA, DPLK Berikut adalah daftar Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Menara Dynaplast Lt. 7 AIA FINANCIAL, DPLK Jl. MH. Thamrin No. 1 Lippo Karawaci Tangerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/05/31/Th. XVII, 4 Mei EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN MARET MENCAPAI 1.119,04 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan

Lebih terperinci

2. Ekspor Produk DKI Jakarta

2. Ekspor Produk DKI Jakarta BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 28/06/31/Th. XVII, 1 Juni EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN APRIL MENCAPAI 1.022,66 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan

Lebih terperinci

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Ekspor Nonmigas 21 Mencapai Rekor Tertinggi Jakarta,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER No. 60/11/61/Th. XVIII, 2 November A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER MENCAPAI US$45,13 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA Ekspor dan Impor DKI Jakarta No. 50/11/31/Th.XIX, 1 November EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan tember mencapai 4.479,47 juta dollar Amerika. Nilai ekspor produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI No. 18/04/61/Th. XX, 3 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$79,38 JUTA Nilai ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 26/07/31/Th.XIII, 1 Juli 2011 NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN APRIL 2011 SEBESAR 822,45 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas melalui

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI No. 48/09/61/Th. XX, 4 September A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR JULI MENCAPAI US$50,13 JUTA Nilai ekspor

Lebih terperinci

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PADA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA DAN TIGA NEGARA (CHINA, INDIA, DAN AUSTRALIA) TERHADAP KINERJA EKSPOR-IMPOR, OUTPUT NASIONAL DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA: ANALISIS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2014 111 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 59/11/61/Th. XVII, 3 November PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER MENCAPAI US$56,42 JUTA Nilai ekspor

Lebih terperinci