PERMOHONAN PENYELIDIKAN INTERIM REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK
|
|
- Adi Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERMOHONAN PENYELIDIKAN INTERIM REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Untuk dan Atas Nama Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSYFI)
2 DAFTAR ISI BAGIAN A: Umum 1. Latar Belakang 2. Data Pemohon 3. Pemohon Merupakan Bagian dari Industri Dalam Negeri Indonesia 4. Barang yang Diduga Dumping 5. Negara dan Produsen/Eksportir Pengekspor 6. Importir yang Diketahui 7. Total Impor PSF yang Diduga Dumping BAGIAN B: Perhitungan Normal Value, Harga Ekspor, dan Marjin Dumping RRT BAGIAN C: Analisa Kerugian Material 1. Kerugian 2. Data Impor Negara yang Diduga Melakukan Dumping 3. Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon 4. Dampak Volume 5. Dampak Harga 5.1. Price Undercutting 5.2. Price Depression 5.3. Price Suppresion 6. Hubungan Kausal antara Dumping dan Kerugian 7. Faktor Lain Penyebab Kerugian pada Pemohon 7.1. Efisiensi dari Pemohon 7.2. Teknologi 7.3. Impor dari Negara Lain 7.4. Ekspor 8. Prospek dan Pandangan Kedepan
3 Daftar Tabel dan Grafik Tabel A3-1 Tabel A4-1 Tabel A7-1 : Prosentase Produksi Pemohon Terhadap Produksi Nasional : BMAD yang Masih Diberlakukan : Impor PSF yang Diduga Dumping Tabel C2-1 : Total Impor PSF HS Tabel C3-1 Tabel C4-1 Tabel C4-2 : Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon : Dampak Volume Relatif Terhadap Konsumsi Nasional : Dampak Volume Absolut Tabel C5-1.1 : Price Undercutting dengan Pemberlakuan BMAD Saat Ini Tabel C5-1.2 : Price Undercutting Apabila BMAD Tidak Dikenakan Tabel C5-2 : Price Depression Tabel C5-3 : Price Suppression Grafik A7-1 : Impor PSF yang Diduga Dumping Juli Juni 2014 Grafik A7-2 : Impor PSF yang Diduga Dumping Juli Juni 2014 Grafik C5-1.2 : Price Undercutting Apabila BMAD tidak dikenakan
4 BAGIAN A Umum 1. Latar Belakang Permohonan ini diajukan dengan tujuan agar pengenaan Bea Masuk Anti Dumping ( BMAD ) terhadap Polyester Staple Fiber ( PSF ) yang diimpor dari negara Republik Rakyat Tiongkok ( RRT ) dapat diubah. Pengenaan BMAD ini telah diputuskan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.011/2010 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping Terhadap Impor Polyester Staple Fiber dari Negara India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Taiwan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.011/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.011/2010 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti- Dumping Terhadap Impor Polyester Staple Fiber dari Negara India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Taiwan ( PMK Anti-Dumping PSF ). Pada faktanya, setelah PMK Anti-Dumping PSF diberlakukan, industri dalam negeri masih mengalami kerugian material, sebagaimana akan dijelaskan secara lebih terperinci dalam Permohonan ini. Impor PSF secara tidak adil dengan harga dumping tetap terjadi berulang kali dan masih mempengaruhi keuntungan dan perkembangan industri PSF dalam negeri Indonesia. Pengaruh atau akibat buruk pada pertumbuhan atau kinerja keuangan industri PSF dalam negeri Indonesia secara jelas semata-mata disebabkan oleh kompetisi yang tidak adil dan hilangnya pangsa pasar di dalam negeri Indonesia sebagai akibat dari berkelanjutannya impor dengan harga dumping PSF tersebut. Perlu dicatat pula bahwa industri PSF dalam negeri Indonesia adalah sangat efisien sesuai dengan kapasitas produksi terpasang dan mampu memenuhi seluruh kebutuhan di dalam negeri. Industri PSF dalam negeri Indonesia menyadari bahwa dalam dunia perdagangan global ini, mereka harus mampu berkompetisi dengan barangbarang impor. Namun demikian, berkompetisi dengan barang-barang impor tersebut harus dilakukan secara adil dan Permohonan ini bertujuan agar dapat diubahnya BMAD terhadap PSF sebagai kompensasi atas dilakukannya impor dengan harga dumping dari RRT. 2. Data Pemohon Permohonan ini diajukan oleh Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia ( APSYFI ) untuk dan atas nama industri PSF dalam negeri Indonesia. Anggota-anggota industri tersebut adalah: PT. Indonesia Toray Synthetics 1
5 PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. PT. Tifico Fiber Indonesia, Tbk. PT. Susilia Indah Synthetic Fibers Industries PT. Panasia Indosyntec, Tbk. PT. Polychem Indonesia, Tbk. PT. Kahatex Bertindak selaku Pemohon adalah PT. Indonesia Toray Synthetics, PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. dan PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. yang secara kolektif memproduksi lebih dari 25% dari seluruh produksi PSF dalam negeri dan didukung oleh industri PSF lainnya yang memproduksi lebih dari 25% dari seluruh produksi PSF dalam negeri Indonesia. Oleh karenanya, Pemohon telah memenuhi syarat dan memiliki kapasitas untuk mewakili industri dalam negeri. Mewakili APSYFI dan anggota-anggotanya adalah: Hanafiah Ponggawa & Partners HPRP Lawyers Wisma 46 Kota BNI, Lt. 41 dan 32 Jl. Jend. Sudirman Kav. 1 Jakarta Indonesia Telepon : Faksimili : U.P. :Harry T. Prabawa Joshua Satyagraha Timothy Joseph Inkiriwang Indria Prasastia Hapsari Arumdati harry.prabawa@hplaw.co.id joshua.satyagraha@hplaw.co.id timothy.inkiriwang@hplaw.co.id indria.prasastia@hplaw.co.id hapsari.arumdati@hplaw.co.id Alamat Pemohon: Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia Gedung Bank Exim Lantai 4 Jl. Tanjung Karang 3-4, Jakarta PT. Indonesia Toray Synthetics Summitmas Tower II Lantai 3 Jl. Jend. Sudirman Kav , Jakarta PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. The East, 35th Flr, Unit Jalan Lingkar, Mega Kuningan, Block E3.2, Kav 1 Jakarta 12950, Indonesia 2
6 PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. Graha Irama Lantai 17 Jl. HR. Rasuna Said Kav. XI No. 1-2, Jakarta Pemohon Merupakan Bagian dari Industri Dalam Negeri Indonesia Tabel di bawah ini menjelaskan produksi PSF pada tahun Hal mana secara jelas membuktikan bahwa Pemohon telah memenuhi ketentuan Pasal 5.4 WTO Anti-Dumping Agreement (Agreement on Implementation of Article VI of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994) dan Pasal 6.1.a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti-Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Pemohon memiliki kapasitas dan memenuhi syarat sebagai bagian dari industri PSF dalam negeri Indonesia sehubungan dengan Permohonan ini. Tabel A3-1 Prosentase Produksi Pemohon Terhadap Produksi Nasional Total Produksi Sat Juli Juni 2011 Juli Juni 2012 Kuantitas MT Juli Juli Juni Juni PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. MT PT. Indonesia Toray Synthetics MT PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. MT Total Pemohon MT Seluruh IDN MT Prosentase % 48% 48% 50% 51% Sumber: APSYFI 4. Barang yang Diduga Dumping Barang yang diduga diimpor dengan harga dumping dalam Permohonan ini adalah Polyester Staple Fiber dengan nomor HS bea masuk PSF hingga saat ini adalah sebesar 5% (lima persen) secara umum, 0% (nol persen) untuk negara ASEAN, dan 0% (nol persen) untuk RRT. Berdasarkan PMK Anti-Dumping PSF, BMAD yang diberlakukan saat ini untuk negara tertuduh adalah sebagai berikut: Tabel A4-1 3
7 No. Negara Asal BMAD yang Masih Diberlakukan Nama Eksportir/Produsen 1. RRT a. Zhangjiagang Chengxin Chemical Fiber Co. 0 Ltd. b. Jiangyin Hailun Chemical Fiber Co. Ltd. 0 c. Huvis Sichuan Corporation 0 d. Jinjiang Kwan Lee Da Hesne-Bonded Fabric 0 Co. Ltd. e. Nanyang Textile Co. Ltd. 0 BMAD (%) f. Eksportir/Produsen Lainnya 11,94 PSF adalah bahan baku utama yang digunakan oleh industri tekstil untuk memproduksi bahan baku spun yarn dan kain non-woven yang banyak digunakan untuk apparel dan household goods. PSF mempunyai kegunaan lain seperti sebagai filler dalam cushions, furniture dan carpet pile. PSF dibuat dari polimerisasi purified terepthalic acid (PTA) dan monoethylene glycol (MEG). Proses Produksi PSF adalah sebagaimana terlampir dalam Permohonan ini. PSF yang diproduksi oleh industri PSF dalam negeri adalah sejenis dengan yang diimpor dengan harga dumping dari RRT. 5. Negara dan Produsen/Eksportir Pengekspor PSF diekspor ke Indonesia dengan harga dumping dari RRT. Eksportir/Produsen yang Diketahui antara lain adalah: RRT Produsen/Eksportir : Zhangjiagang Chengxin Chemical Fiber Co. Ltd. Alamat : Room 1504, Yum Cong Mansion, Zhang Jiagang City, Jiangsu. Telepon : Fax : Produsen/Eksportir : Jiangyin Hailun Chemical Fiber Co. Ltd. Alamat : Changle Industrial Park, Zhoung Zhuang Town Jiangyin Telepon : Fax : Produsen/Eksportir : Huvis Sichuan Corporation Alamat : No. 137, Xianxia Rd., Shanghai, China , Xinmin Town, China,
8 Telepon : Produsen/Eksportir : Jinjiang Kwan Lee Da Hesne-Bonded Fabric Co. Ltd. Alamat : Shaohui, Longhu, Fujian, China, Telepon : Fax : Produsen/Eksportir : Nanyang Textile Co. Ltd. Alamat : Mazhen industrial Zone, Xiake Town, Jiangyin City, Jiangsu Province, China Telepon : Importir yang Diketahui Importir yang Diketahui antara lain adalah: Importir Alamat Telepon : Fax : : PT Bitratex Industries : Menara Kadin Indonesia 12th Floor Jalan H.R. Rasuna Said Blok X-5, Kav. 2&3 Jakarta 12950, Indonesia Importir : PT Apac Inti Corpora Alamat : Graha BIP Lantai 10, Jl. Jend Gatot Subroto Kav. 23, Jakarta Telepon` : Fax : Importir : PT World Yamatex Spinning Mills Alamat : Jl. Padasuka No. 47 A, Bandung Telepon : Importir : PT Mitra Saruta Indonesia Alamat : Ds. Wringinanom km 33 Kec. Wringinanom, Gresik, Jawa Timur Telepon : Fax : Importir : PT Hilon Indonesia Alamat : Jl. Putra Utama No.9 K.I. Pasar Kemis, Tangerang 1556 Telepon : Importir : PT Saehan Textiles Alamat : Gd. Surya Lt. 6, Jl. MH. Thamrin Kav. 9, Jakarta Importir : PT Bina Duta Perkasa 5
9 Alamat : Jl. Pahlawan No. 364, Leuwinutug, Citeureup, Bogor Telepon : Fax : Importir : PT Aurora World Indonesia Alamat : Jl. Tlajung Udik No. 88, Gunung Putri, Bogor Telepon : Fax : Total Impor PSF yang Diduga Dumping NEGARA Juli Juni 2005 Tabel A7-1 Impor PSF yang Diduga Dumping Juli Juni 2006 Juli Juni 2007 Juli Juni 2008 PERIODE Juli Juli Juni Juni Kuantitas MT Juli Juni 2011 Juli Juni 2012 Juli Juni 2013 Juli Juni 2014 RRT IMPOR DUMPING IMPOR LAINNYA TOTAL IMPOR Sumber: Data Biro Pusat Statistik Volume impor PSF telah memenuhi syarat dan PSF tersebut adalah sama dan berkompetisi secara langsung dengan PSF yang diproduksi di Indonesia oleh Pemohon. Sesuai dengan data pada Tabel A7-1 diatas, tren impor barang dumping pada periode investigasi pasca-diberlakukannya PMK Anti-Dumping PSF, yakni pada tahun Juli 2011/ Juni 2012, Juli 2012/ Juni 2013, dan Juli 2013/ Juni 2014 menunjukkan kenaikan signifikan impor dumping dari RRT sepanjang periode penyelidikan (Investigation Period/IP). Pada dasarnya impor dumping dari RRT tersebut meningkat sangat signifikan dari Juli 2011 sampai dengan Juni
10 Lebih lanjut, sebagaimana nampak jelas pada Grafik A7-2 dibawah ini, apabila dibandingkan dengan data impor pada masa sebelum diberlakukannya PMK Anti-Dumping PSF, sebenarnya volume impor PSF pada IP-2, IP-1 dan IP menunjukkan peningkatan signifikan. Hal ini patut diperhatikan, karena menunjukkan bahwa walaupun setelah PMK Anti- Dumping diberlakukan, impor dumping terus meningkat dan berkelanjutan yang menyebabkan persaingan perdagangan di dalam negeri tetap tidak adil atau unfair serta kerugian industri dalam negeri masih terjadi. Untuk memperjelas gambaran kenaikan impor dumping PSF tersebut, berikut kami sampaikan grafik dari volume impor PSF dari RRT pada tahun penyelidikan maupun data dari tahun sebelum penerapan BMAD. Grafik A7-1 Impor PSF yang Diduga Dumping Juli Juni 2014 Grafik A7-2 Impor PSF yang Diduga Dumping Juli Juni
11 Pada Grafik A7-2 di atas, garis merah putus-putus menunjukkan cut off antara periode sebelum dan sesudah pemberlakuan BMAD pada November Dalam grafik tersebut nampak bahwa pemberlakuan BMAD hanya mampu sedikit mengurangi impor PSF sampai dengan pertengahan Pada periode selanjutnya impor PSF kembali meningkat secara signifikan. BAGIAN B Perhitungan Normal Value, Harga Ekspor dan Marjin Dumping RRT a. Harga Domestik Eks Pabrik (Normal Value) Normal Value diperoleh dari sumber yang terpercaya dan bersifat rahasia berupa data penjualan domestik (eks-pabrik) di negara yang dituduh dumping, yaitu sebesar USD XXXX/kg. b. Harga Ekspor Eks Pabrik Harga ekspor CIF asal RRT berdasarkan data dari sumber yang dapat dipercaya dan bersifat rahasia, yaitu: Harga ekspor CIF Ocean Freight Insurance Inland Freight Harga Ekspor eks-pabrik USD XXXX/kg USD XXXX/kg USD XXXX/kg USD XXXX/kg USD XXXX/kg c. Marjin dumping Harga Domestik eks-pabrik USD XXXX/kg 8
12 Harga Ekspor eks-pabrik Marjin Dumping USD XXXX/kg USD XXXX/kg 34,36% Perhitungan di atas menunjukan bahwa telah terjadi dumping dari RRT sebesar USD XXXX/kg atau sebesar 34,36%. Besaran dumping ini didapat dari selisih Harga Domestik eks-pabrik dikurangi dengan Harga Ekspor ekspabrik. 1. Kerugian BAGIAN C Analisa Kerugian Material Impor dengan harga dumping untuk PSF yang berasal dari negara RRT terus berlangsung di pasar dalam negeri Indonesia, walaupun BMAD telah diberlakukan dengan PMK Anti-Dumping PSF pada November Impor dengan harga dumping PSF yang berasal dari RRT telah menyebabkan kerugian material yang berkelanjutan bagi Pemohon. Data penting yang dapat menunjukkan kerugian yang dialami Pemohon adalah menurunnya tingkat profit Pemohon secara drastis, bahkan sampai terjadi loss atau kerugian pada periode IP-1. Kerugian ini tidak hanya disebabkan menurunnya volume dan nilai penjualan sebagaimana terjadi pada IP, namun juga diakibatkan oleh adanya penurunan tingkat harga jual (price depression) yang bahkan menurun lebih tajam daripada penurunan harga pokok produksi yang bisa dicapai (price suppression). Selanjutnya, data-data akan membuktikan bahwa sebagai akibat adanya impor dumping, Pemohon tidak dapat meningkatkan harga jual dalam negerinya secara wajar dan Pemohon mengalami price suppression yang berkelanjutan. Penyebab utama ketidakmampuan Pemohon meningkatkan penjualan maupun harga jual di dalam negerinya secara wajar adalah adanya tekanan dari impor PSF dari RRT dengan harga dumping yang sangat tidak wajar. 9
13 2. Data Impor Negara yang Diduga melakukan Dumping Tabel C2-1 Total Impor PSF HS Import/MT Negara Juli Juni2012 (IP-2) Juli 2012-Juni 2013 (IP-1) Juli 2013-Juni 2014 (IP) MT % MT % MT % RRT Impor lainnya Total Impor 5 3 Sumber: Data Biro Pusat Statistik (BPS) Berdasarkan Tabel C2-1 di atas, terlihat jelas bahwa impor PSF selama periode penyelidikan mengalami kenaikan yang signifikan. Total impor dari RRT telah hampir manyamai total impor dari negara lainnya, yang berdasarkan data BPS terdiri dari 25 negara. Hal ini menunjukkan bahwa importasi dari negara yang dituduh dumping tersebut akan sangat mempengaruhi kondisi persaingan penjualan PSF di pasar dalam negeri Indonesia. 3. Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon Melihat fakta kerugian material bagi Pemohon di bawah ini maka Pemohon bersama ini memohon agar besaran marjin BMAD terhadap PSF yang diimpor dari RRT dapat diubah sesuai ketentuan Interim Review di Pasal 32 ayat (1) dari Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Tabel C3-1 Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon Satuan IP-2 IP-1 IP Deskripsi Juli Juni 2012 Juli Juni 2013 Juli 2013-Juni 2014 Penjualan Dalam MT Negeri Nilai Penjualan USD Dalam Negeri Tenaga Kerja Orang Produksi MT Utilisasi % Harga Jual Dalam USD per MT Negeri Profitabilitas %
14 Persediaan MT Kapasitas MT Terpasang Produktifitas MT/orang Return on % Investment Kemampuan Meningkatkan % Modal Pertumbuhan % negatif negatif negatif Investasi USD Keuntungan 100 (104) 23 USD (Kerugian) Upah USD Arus Kas USD Sumber: Data Keuangan Pemohon Berdasarkan Tabel C3-1 tersebut di atas, dampak negatif masuknya barang impor dumping dapat terlihat dari menurunnya penjualan Pemohon baik secara kuantitas maupun nilainya. Profitabilitas Pemohon juga terlihat sangat terpengaruh sehingga terlihat terus menurun, meskipun dalam kondisi pemanfaatan kapasitas yang optimal, mencapai XXX% bahkan lebih, dan produktifitas tenaga kerja yang meningkat. Penurunan profitabilitas dengan sendirinya menyebabkan penurunan pada ability to raise capital, dan pada akhirnya menurunkan tingkat investasi pemohon. Hal ini terjadi karena profit merupakan salah satu bagian dari sumber permodalan (capital) dan merupakan unsur penting untuk menunjang investasi. Profit merupakan sumber modal yang murah, karena tidak membebani perusahaan dengan bunga dan kewajiban kepada pihak ketiga. Selain itu, profit juga merupakan daya tarik bagi calon investor untuk ikut menanamkan modal pada perusahaan yang bersangkutan, karena dari adanya profit inilah maka investor berharap akan mendapatkan profit sharing atau deviden. Oleh karena itu, perolehan profit yang terus menurun bahkan mencapai loss atau kerugian merupakan kerugian serius atau injury yang harus segera diberikan penanganan memadai untuk memulihkannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa menurunnya profit, ability to raise capital dan investasi Pemohon pada akhirnya akan menghambat laju pertumbuhan atau growth perusahaan. Apabila kondisi ini berlanjut terus, maka dikhawatirkan akan menjadikan perusahaan tidak dapat bertahan hidup dan mengakibatkan efek yang lebih besar secara makro, yaitu pengurangan jumlah karyawan dan menambah angka pengangguran secara nasional yang akhirnya mengganggu perputaran roda perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Oleh karena itu, dalam hal ini Pemohon memohon dengan sangat peran serta dari pihak pemerintah dalam hal ini KADI, untuk menjalankan fungsinya melindungi kepentingan industri nasional dengan menanggulangi praktik importasi yang tidak sehat berupa praktek impor dengan harga dumping. 11
15 4. Dampak Volume Dampak dari peningkatan volume impor dapat dilihat dalam tabel-tabel sebagai berikut: Tabel C4-1 Dampak Volume Relatif Terhadap Konsumsi Nasional NEGARA RRT Juli Juni 2012 (IP-2) Juli Juni 2013 (IP-1) Juli Juni 2014 (IP) MT % MT % MT % IMPOR LAINNYA TOTAL IMPOR PENJUALAN PEMOHON PENJUALAN IDN LAINNYA KONSUMSI NASIONAL Tabel C4-1 tersebut di atas menunjukkan adanya konsumsi nasional yang meningkat pada IP-1, meskipun kemudian sedikit menurun pada IP. Namun patut dicermati bahwa meskipun terjadi penurunan pada IP, namun secara absolut tetap lebih tinggi daripada konsumsi nasional pada awal periode atau IP-2. Secara relatif terhadap konsumsi nasional, impor dari ketiga negara yang dituduh dumping bergerak naik dari 8,4% pada IP-2 menjadi 13% pada IP. Sedangkan Pemohon mengalami penurunan dari 50% pada IP-2 menjadi 47% pada IP. Total impor dari negara lainnya terlihat juga mengalami kenaikan prosentase, dari 10% pada IP-2 menjadi 12% pada IP. Namun perlu dicatat bahwa impor dari negara lainnya merupakan kumulasi dari 25 negara, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai telah memberi dampak serius bagi industri nasional. Oleh sebab itu, Pemohon menyimpulkan bahwa kenaikan impor dari ketiga negara yang dituduh dumping telah merebut konsumsi nasional secara tidak fair karena dilakukan dengan harga dumping sebagaimana akan kami jelaskan pada bagian lain Permohonan ini. Tabel C4-2 Dampak Volume Absolut NEGARA Juli Juni 2012 Juli Juni 2013 Juli Juni 2014 MT % MT % MT % 12
16 RRT IMPOR LAINNYA TOTAL IMPOR Berdasarkan tabel C4-2 di atas dapat terlihat bahwa impor dumping dari RRT mengalami kenaikan yang signifikan, yaitu dari prosentase 30% pada IP-2 menjadi 39% pada IP. Secara umum dapat dikatakan bahwa volume impor dari RRT mengalami kenaikan yang signifikan. Perlu dicatat bahwa kenaikan sebagaimana disebutkan sebelumnya adalah dalam kondisi pemberlakuan BMAD sejak bulan November Artinya, jika BMAD tidak dikenakan atau tidak dilanjutkan, sangat mungkin volume impor dumping RRT akan segera melonjak. Oleh sebab itu sangat wajar apabila Pemohon mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah dalam hal ini KADI, untuk dapat mengatasi hal tersebut dengan mengubah BMAD menjadi lebih besar untuk periode yang akan datang. 5. Dampak Harga 5.1 Price Undercutting NO K e t e Tabel C5-1.1 Price Undercutting dengan Pemberlakuan BMAD Saat Ini HARGA PEMOHON SATUAN 1. r a RRT USD/KG HARGA EKSPOR 1) XXXX XXXX XXXX XXXX XXXX XXXX n UNDERCUTTING XXXX XXXX XXXX g % -8% -2% N/A a n: Terkait dengan perhitungan harga ekspor RRT, Bea Masuk yang berlaku adalah sebagai berikut: Bea Masuk ACFTA adalah sebesar 0% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X% Perhitungan undercutting pada Tabel C5.1.1 di atas telah memasukkan faktor BMAD yang pada saat ini masih berlaku. Besaran THC dan inland freight serta profit merupakan besaran yang pada umumnya berlaku, berdasarkan informasi dari pelaku bisnis anggota APSYFI. Informasi tentang THC dan inland freight ini sifatnya adalah informasi umum yang 13 Juli Juni 2012 Periode Juli Juni 2013 Juli Juni 2014 USD/KG XXXX XXXX XXXX
17 mungkin sekali tidak sama persis dengan kondisi pada masing-masing eksporter atau negara. Namun demikian, Pemohon menganggap bahwa informasi ini valid karena diperoleh dari pelaku bisnis dalam komoditi yang sama. Fakta mengenai berapa sebenarnya besaran THC dan inland freight nantinya kami harapkan dapat diperoleh oleh KADI setelah melakukan proses investigasi pada masing-masing eksporter/negara yang dituduh. Sehubungan dengan akan berakhirnya masa pengenaan BMAD barang impor PSF tersebut, berikut ini kami sajikan perhitungan price undercutting dalam hal BMAD tersebut tidak diperpanjang pengenaannya dan tidak diubah menjadi lebih besar. Tabel C5-1.2 Price Undercutting Apabila BMAD Tidak Dikenakan HARGA PEMOHON SATUAN Juli Juni 2012 Periode Juli Juni 2013 Juli Juni 2014 USD/KG XXXX XXXX XXXX RRT USD/KG XXXX XXXX XXXX HARGA EKSPOR XXXX XXXX XXXX UNDERCUTTING XXXX XXXX XXXX % -18% -12% -9% Keterangan: Terkait dengan perhitungan harga ekspor RRT, Bea Masuk yang berlaku adalah sebagai berikut: Bea Masuk ACFTA adalah sebesar 0% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X% Tabel di atas menunjukkan telah terjadi price undercutting terjadi akibat impor PSF dari RRT sebesar 9%. Grafik berikut menunjukkan gambaran price undercutting tersebut: Grafik C5-1.2 Price Undercutting Apabila BMAD Tidak Dikenakan 14
18 Grafik di atas menunjukkan selama periode penyelidikan, telah terjadi price undercutting yang signifikan terhadap harga jual Pemohon oleh impor dumping dari RRT sebesar 9% apabila BMAD tidak dikenakan dan tidak diubah menjadi lebih besar. 5.2 Price Depression Tabel C5-2 Price Depression SATUAN Harga Pemohon Juli Juni 2012 Juli Juni 2013 Juli Juni 2014 USD/KG Indeks Berdasarkan Tabel C5-2 di atas, terlihat jelas bahwa harga jual Pemohon terdepresi secara signifikan hingga 6 poin indeks pada IP-1 jika dibandingkan dengan harga pada IP-2 dan kembali terdepresi sebesar 5 poin indeks pada IP. Grafik berikut menunjukkan gambaran price depression tersebut: Grafik C5-2 15
19 Price Depression 5.3 Price Suppression Tabel C5-3 Price Suppression Juli Juni 2012 Juli 2012-Juni 2013 Juli 2013-Juni 2014 Harga Jual USD/KG Harga Pokok Penjualan (HPP) Profit USD/KG N/A N/A XX Perhitungan price suppression pada Tabel C5-3 di atas tidak menggunakan Harga Pokok Produksi sebagai acuan, namun menggunakan Harga Pokok Penjualan. Hal ini menjadikan besaran price suppression kongruen dengan besaran profit/loss yang diperoleh Pemohon. Tabel C5-3 menunjukkan bahwa Pemohon mengalami price suppression yang sangat serius. Dalam kasus ini, meskipun HPP mengalami penurunan dari IP-2 ke IP, namun harga jual justru menurun lebih tajam dibandingkan penurunan HPP tersebut. Grafik berikut menunjukkan gambaran price suppression tersebut: 16
20 Grafik C5-3 Price Suppression 6. Hubungan Kausal antara Dumping dan Kerugian Volume impor dengan harga dumping meningkat dalam jumlah yang sangat signifikan dan terus berlangsung dari pertengahan tahun 2011 hingga pertengahan tahun Pangsa pasar PSF dengan harga dumping asal RRT meningkat terus di Indonesia dan telah menyebabkan penurunan pangsa pasar Pemohon. Impor dari RRT baik dengan berlakunya BMAD maupun tidak telah secara jelas memotong (undercut) harga jual dalam negeri Pemohon. Pemohon mengalami penurunan harga jual yang signifikan (price depression) dan mengalami tekanan harga akibat masuknya barang impor dengan harga dumping (price suppression). Pemohon telah dipaksa oleh adanya impor dengan harga dumping untuk mengambil kebijakan yang tidak menguntungkan yaitu menurunkan harga jual (price depression). Jika kebijakan price depression ini tidak dilakukan, sudah tentu Pemohon akan semakin banyak kehilangan pangsa pasar dan semakin besar kerugian yang terjadi. Pemohon juga telah dipaksa oleh adanya impor dengan harga dumping untuk memperkecil profit marjin bahkan hingga terjadi loss atau kerugian, artinya menjual dengan harga dibawah harga pokoknya. Kebijakan merugikan ini diambil dalam rangka menghindari kerugian yang lebih besar lagi berupa pengurangan penjualan secara besar-besaran atau bahkan terhentinya penjualan. Jika hal demikian terjadi maka stok barang jadi akan menumpuk digudang dan pada kondisi terburuk adalah penghentian produksi. 17
21 Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan merujuk kepada Pasal 3.2 WTO Anti- Dumping Agreement dan keputusan Panel WTO yang mensyaratkan salah satu dari efek harga perlu terjadi maka dapat kami sampaikan bahwa telah nyata terjadi price effects akibat adanya impor dumping dari ketiga negara yang dituduh. 7. Faktor Lain Penyebab Kerugian pada Pemohon Faktor lain yang mungkin dapat menyebabkan kerugian telah dipelajari dengan seksama. 7.1 Efisiensi dari Pemohon Berdasarkan analisis faktor injury dapat kita lihat bahwa capacity utilization selama 3 tahun penyelidikan adalah sangat baik yaitu, 100 poin indeks pada periode Juli 2011-Juni 2012, 111 poin indeks pada periode Juli 2012-Juni 2013 dan 107 poin indeks pada periode Juli Juni Selain itu, produktivitas tenaga kerja juga meningkat dari 100 poin indeks pada periode Juli 2011-Juni 2012, menjadi 103 poin indeks pada periode Juli 2012-Juni 2013 dan menjadi 103 poin indeks pada periode Juli 2013-Juni Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Pemohon telah bekerja secara efisien dalam proses produksinya. 7.2 Teknologi Teknologi yang dimiliki Pemohon dalam proses produksinya telah terbukti dapat memproduksi produk PSF dengan kualitas yang dapat diterima dengan baik oleh para konsumen di dalam maupun di luar negeri. 7.3 Impor dari Negara Lain Terhadap impor dari negara lain, Pemohon meyakini bahwa impor dari beberapa negara lain tersebut tidak terindikasi dilakukan secara dumping. 7.4 Ekspor Pasar ekspor bukan merupakan tujuan Pemohon didirikan di Indonesia. Ekspor yang dilakukan oleh Pemohon tidak signifikan dan dilakukan semata-mata karena tidak sehatnya kondisi pasar dalam negeri sebagai akibat dari masuknya produk impor dumping asal RRT. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa tidak ada faktor lain yang menyebabkan kerugian bagi Pemohon. Penyebab kerugian material Pemohon adalah sematamata karena impor PSF yang terus dilakukan dengan harga dumping dari RRT. 18
22 8. Prospek dan Pandangan ke Depan Industri PSF Pemohon di Indonesia adalah bermodal besar dengan tenaga kerja dalam jumlah yang sangat banyak dan Indonesia termasuk sebagai produsen utama PSF di dunia dengan presentase sebesar XXX% dibandingkan dengan produksi seluruh negara produsen PSF. Sebagai pertimbangan, produksi PSF RRT meningkat dari 10 juta MT di tahun 2005 menjadi 16 juta MT di tahun 2014 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 18 juta MT di tahun 2015 hingga 22 juta MT di tahun Fakta ini menunjukan bahwa RRT adalah produsen terbesar PSF di dunia dan apabila BMAD terhadap RRT tidak diteruskan keberlakuannya maka sudah dipastikan industri dalam negeri PSF Indonesia akan berhenti total dan tutup sebagai akibat praktik dagang yang dilakukan secara curang / unfair oleh eksportireksportir assal RRT. Industri dalam negeri PSF Indonesia sanggup bersaing dengan PSF asal RRT sepanjang mereka juga bersaing secara adil / fair dalam ekspornya ke pasar dalam negeri Indonesia. Selanjutnya, negara-negara seperti Amerika Serikat, Pakistan, Uni Eropa secara bergantian pernah memberlakukan pula BMAD bagi PSF asal RRT. Halmana membuktikan bahwa eksportir-eksportir PSF asal RRT telah melakukan praktik curang dalam kegiatan ekspornya. Investasi Pemohon dalam industri PSF bersifat jangka panjang. Apabila terhadap dumping ini tidak dilakukan perubahan besaran marjin bea masuk anti-dumping dan terhadap industri tidak diberikan kesempatan bersaing dengan adil dan wajar dengan impor maka keberadaan dan kelangsungan industri PSF di Indonesia akan sangat terancam. 1 Publikasi Petrokimia Internasional terpercaya 19
PERMOHONAN PENYELIDIKAN SUNSET REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI INDIA, REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK, DAN TAIWAN
PERMOHONAN PENYELIDIKAN SUNSET REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI INDIA, REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK, DAN TAIWAN Untuk dan Atas Nama Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia
Lebih terperinciJurnal Ilmu Pemerintahan, Volume: No: Tahun 2013 Halaman
Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume: No: Tahun 2013 Halaman http://www.fisipundip.ac.id PERAN KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA (KADI) MENANGANI PRAKTIK DUMPING PERDAGANGAN CHINA-INDONESIA Abstraksi : (Studi
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 196/PMK.11/21 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR POLYESTER STAPLE FIBER DARI NEGARA INDIA, REPUBLIK RAKYAT
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.666, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk. Impor. Anti Dumping. Polyester Staple Fiber. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73/PMK.010/2016 TENTANG PENGENAAN BEA
Lebih terperinciKOMITE ANTI-DUMPING INDONESIA
KOMITE ANTI-DUMPING INDONESIA Kuesioner Importir Penyelidikan Interim Review Atas Impor Produk Polyester Staple Fiber Yang Berasal Dari: Republik Rakyat Tiongkok Jawaban Dikirim ke : KETUA KOMITE ANTI
Lebih terperinciTidak Rahasia A. UMUM
A. UMUM Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) atas nama industri tekstil Indonesia dengan ini mengajukan Permohonan kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) untuk memperpanjang tindakan pengamanan
Lebih terperinciHUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping
BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 DUMPING
Lebih terperinciPERMOHONAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING I DAN H SECTION
PERMOHONAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING I DAN H SECTION (PETISI VERSI TIDAK RAHASIA) DISAMPAIKAN OLEH PT. GUNUNG GARUDA 1 A. UMUM 1. Latar Belakang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD)
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Wisma 46 Kota BNI lantai 20, Jalan Jend. Sudirman, Kav. 1, Jakarta.
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN IV.1.Sejarah Singkat Perusahaan IV.1.1.PT. Polychem Indonesia Tbk. PT. Polychem Indonesia Tbk (Perusahaan), didirikan dengan ak ta No.62 tanggal 25 April 1986. Perusahaan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 2010 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan perjanjian internasional yang berkenaan dengan masalah ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas dapat mengakibatkan implikasi positif dan negatif bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu periode tertentu. Dengan laba ini dapat digunakan perusahaan untuk tambahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba. Laba merupakan hasil yang menguntungkan atas usaha yang dilakukan perusahaan pada suatu
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.64, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk Anti Dumping. Impor. Canai Lantaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.011/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI
Lebih terperinciKEBIJAKAN INDONESIA MENERAPKAN BEA MASUK ANTI DUMPING (BMAD) TERHADAP IMPOR POLYESTER STAPLER FIBER (PSF) CINA TAHUN 2010 ABSTRAK
KEBIJAKAN INDONESIA MENERAPKAN BEA MASUK ANTI DUMPING (BMAD) TERHADAP IMPOR POLYESTER STAPLER FIBER (PSF) CINA TAHUN 2010 Nama Mahasiswa : Novaria Br Tinjak Pembimbing : Drs. Tri Joko Waluyo,M Email :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1298, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Penyelidikan. Antidumping. Imbalan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/M-DAG/PER/12/2012
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No1398, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Impor Produk Canai PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK011/2013 TENTANG PENGENAAN
Lebih terperinciPERMOHONAN PENYELIDIKAN ANTI-DUMPING ATAS POY YANG DIIMPOR DARI MALAYSIA, THAILAND, TAIWAN, REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (RRT), DAN REPUBLIK KOREA
PERMOHONAN PENYELIDIKAN ANTI-DUMPING ATAS POY YANG DIIMPOR DARI MALAYSIA, THAILAND, TAIWAN, REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (RRT), DAN REPUBLIK KOREA Untuk dan Atas Nama PT. Indorama Synthetics Tbk, PT. Indorama
Lebih terperinciPP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN *34762 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 34 TAHUN 1996 (34/1996) Tanggal: 4 JUNI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. para stakeholder. Adapun tujuan perusahaan antara lain untuk memperoleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam usaha untuk memenuhi kepentingan para stakeholder.
Lebih terperinciMENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN
MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK H SECTION DAN I SECTION DARI
Lebih terperinci2015 PENGARUH STRUKTUR MOD AL D AN PROFITABILITAS TERHAD AP HARGA SAHAM PERUSAHAAN SEKTOR ANEKA IND USTRI YANG TERD AFTAR D I BURSA EFEK IND ONESIA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan dan perkembangan industri manufaktur saat ini menyebabkan semakin pesatnya laju perekonomian dan meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan
114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan penyelidikan dumping terhadap perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciTIDAK RAHASIA ESSENTIAL FACT
ESSENTIAL FACT A. PENDAHULUAN A.1. Latar Belakang 1. Pada tanggal 15 Januari 2014, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan dari PT. Gunung Garuda (selanjutnya disebut Pemohon
Lebih terperinciPresiden Republik Indonesia
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003 TENTANG TATA CARA DAN PERYSARATAN PERMOHONAN PENYELIDIKAN ATAS PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN
Lebih terperinciKinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar
SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui
Lebih terperinciPERMOHONAN PENYELIDIKAN ANTI-DUMPING ATAS DTY YANG DIIMPOR DARI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (RRT), MALAYSIA, TAIWAN, INDIA DAN THAILAND
PERMOHONAN PENYELIDIKAN ANTI-DUMPING ATAS DTY YANG DIIMPOR DARI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (RRT), MALAYSIA, TAIWAN, INDIA DAN THAILAND Untuk dan Atas Nama PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. dan PT. Indorama Synthetics,
Lebih terperinciBAHAN KULIAH. Safeguard TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum
BAHAN KULIAH TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL Safeguard Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum Staf Pengajar Fakultas Hukum USU Jl. BungaAsoka Gg. AndalasNo. 1 AsamKumbang, Medan Cellphone : 081362260213, 77729765
Lebih terperinciANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form Turkish)
PENYELESAIAN PERKARA ANTIDUMPING DI INDONESIA (Dalam Kasus Impor Terigu Asal Turki Oleh Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form
Lebih terperinciMembantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak Adil dan Lonjakan Impor
RI N G K ASA N KEG IATA N MARET 20 22, 2017, JAKARTA TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak
Lebih terperinciPENGUMUMAN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PT MITRABAHTERA SEGARA SEJATI Tbk
PENGUMUMAN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PT MITRABAHTERA SEGARA SEJATI Tbk Keterbukaan Informasi ini ditujukan kepada Pemegang Saham Perseroan dalam rangka memenuhi Peraturan IX.E.2 Lampiran Keputusan
Lebih terperinci2016 PENGARUH EFISIENSI MODAL KERJA TERHADAP PROFITABILITAS PADA PERUSAHAAN TEKSTIL DAN GARMEN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Industri tekstil dan garmen merupakan salah satu jenis industri primer bagi masyarakat, karena industri tersebut menghasilkan kebutuhan sandang bagi kebutuhan
Lebih terperinciKomite Pengamanan Perdagangan Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No.5, Jakarta Indonesia
A. PENDAHULUAN Laporan ini memuat hasil peninjauan midterm sebagaimana diatur dalam Article 7.4 WTO Agreement on Safeguards (AoS) dan Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 34 2011 (PP34/2011) yang menjadi
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK PARTIALLY ORIENTED YARN (POY)
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG
BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Penelitian Pasar modal merupakan alternatif investasi yang semakin memasyarakat namun banyak hal yang harus diketahui oleh investor sebelum memutuskan untuk berinvestasi
Lebih terperinciKEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas semua kegiatan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi,
Lebih terperinciOverview Industri Tepung gandum/terigu Nasional Indonesia, APTINDO, Jakarta 11 Juli 2014
1 BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945, pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling utama, sehingga pemenuhannya menjadi hak asasi setiap anggota masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutang. Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi ini, pasar modal atau bursa merupakan pendanaan yang sangat penting. Perkembangan pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang
Lebih terperinciBab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5
Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor
Lebih terperinci(KPPI) Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI)
L LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN APORAN DATA UTAMA (ESSENTIAL FACT) TERHADAP IMPOR PRODUK HASIL PENYELIDIKAN (SAFEGUARDS) KERTAS DAN KERTAS KARTON DILAPISI, TIDAK TERMASUK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan internasional, kebutuhan suatu
Lebih terperinciPERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS
PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS Budi Nugroho Widyaiswara Muda Balai Diklat Keuangan Yogyakarta Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kata
Lebih terperinciTEXTILENews. Turki Akan Segera Menerapkan Bea Masuk Safeguard Sementara. Tahun II Nomor 10 Minggu ke-5 Maret 2011
TEXTILENews Tahun II Nomor 10 Minggu ke-5 Maret 2011 Turki Akan Segera Menerapkan Bea Masuk Safeguard Sementara Pemerintah Turki akan segera menerapkan Bea Masuk Safeguard Sementara (Provisonal Safeguard
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana
Lebih terperinciBAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA
BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA A. Ketentuan Anti Dumping dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 Secara struktur General Agreement on
Lebih terperinci3. Eksportir dan/atau eksportir produsen yang diketahui sesuai dalam permohonan adalah sebagai berikut:
A. PENDAHULUAN A.1. LATAR BELAKANG KADI melakukan penyelidikan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh PT. Asia Pacific Fibers Tbk., PT. Indorama Synthetic, Tbk., dan PT. Indorama Polyester Industries
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan
Lebih terperinciBab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1
Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut
Lebih terperinci2015, No Menteri Perdagangan Nomor: 639/M-DAG/ SD/8/2015 tanggal 12 Agustus 2015 dan Surat Menteri Perdagangan Nomor: 799/M-DAG/SD/ 9/2015 tan
No. 1843, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk. Anti Dumping. Impor. Bopet. Pengenaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 221/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK SPIN DRAWN YARN (SDY) DARI
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 06/02/31/Th. XIX, 1 Februari 2017 NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN DESEMBER MENCAPAI 715,18 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta
Lebih terperinci195/PMK.011/2010 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR H SECTION DAN I SECTION DARI NEGARA
195/PMK.011/2010 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR H SECTION DAN I SECTION DARI NEGARA Contributed by Administrator Tuesday, 23 November 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI
Lebih terperinci2. Ekspor Produk DKI Jakarta
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 28/06/31/Th. XVII, 1 Juni EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN APRIL MENCAPAI 1.022,66 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
Ekspor dan Impor DKI Jakarta No. 50/11/31/Th.XIX, 1 November EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan tember mencapai 4.479,47 juta dollar Amerika. Nilai ekspor produk-produk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2017
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL No. 31/06/61/Th. XX, 2 Juni A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR APRIL MENCAPAI US$99,57 JUTA Nilai ekspor Kalimantan
Lebih terperinciAnalisis Perkembangan Industri
JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh
Lebih terperinciFundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian -
Analisa Fundamental I. Fundamental Forex I.1 Faktor penggerak pasar Fundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian - kejadian yang secara langsung maupun
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2017
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI No. 41/08/61/Th. XX, 1 Agustus A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR JUNI MENCAPAI US$43,22 JUTA Nilai ekspor
Lebih terperinciKinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010
SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER No. 02/01/61/Th. XX, 3 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$72,12 JUTA
Lebih terperinciDUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh: Ni Wayan Ella Apryani Ayu Putu Laksmi Danyathi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 35/10/31/Th. XI, 1 Oktober NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JULI SEBESAR 641,62 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2017
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET No. 22/05/61/Th. XX, 2 Mei A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR MARET MENCAPAI US$97,79 JUTA Nilai ekspor Kalimantan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan global merupakan masalah besar bagi industri tekstil dan produk tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami masa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu texere
Lebih terperinciASURANSI JIWA GENERALI INDONESIA, DPLK AIA FINANCIAL, DPLK ASURANSI JIWA TUGU MANDIRI, DPLK ALLIANZ INDONESIA, DPLK
Berikut adalah daftar Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Menara Dynaplast Lt. 7 AIA FINANCIAL, DPLK Jl. MH. Thamrin No. 1 Lippo Karawaci Tangerang
Lebih terperinciBPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/05/31/Th. XVII, 4 Mei EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN MARET MENCAPAI 1.119,04 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 34/08/31/Th. XVII, 3 Agustus EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JUNI MENCAPAI 1.119,04 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi krisis ekonomi. Krisis ini telah menyebabkan merosotnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah berubah menjadi krisis ekonomi. Krisis ini telah menyebabkan merosotnya perekonomian
Lebih terperinciMEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:
KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017 No. 14/03/61/Th. XX, 1 Maret 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR JANUARI 2017 MENCAPAI US$87,48
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 25/06/31/Th. XVIII, 1 Juni NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN APRIL MENCAPAI 988,78 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika pada tanggal 1 I September 2001, tampaknya akan mengubah tatanan ekonomi dan pasar global yang dalam
Lebih terperinciDISAMPAIKAN OLEH PT NS BLUESCOPE INDONESIA PT SUNRISE STEEL
PERMOHONAN PENGENAAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAI LANTAIAN DARI BESI ATAU BAJA BUKAN PADUAN (TIDAK RAHASIA) DISAMPAIKAN OLEH PT NS BLUESCOPE INDONESIA
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA BARAT
BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER 2016 No. 04/01/32/Th.XIX, 03 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER 2016 MENCAPAI USD
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2017
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI No. 48/09/61/Th. XX, 4 September A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR JULI MENCAPAI US$50,13 JUTA Nilai ekspor
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Jalan Jenderal A. Yani By Pass Telepon 4890308 Jakarta 13230 Faksimili 4897544 Kotak Pos 108 Jakarta 10002 Website www.beacukai.go.id
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER No. 60/11/61/Th. XVIII, 2 November A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER MENCAPAI US$45,13 JUTA Nilai ekspor Kalimantan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2017
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI No. 18/04/61/Th. XX, 3 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$79,38 JUTA Nilai ekspor
Lebih terperinciEKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA
BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 16/04/31/Th. XIX, 3 April NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI NAIK 9,70 PERSEN DIBANDINGKAN BULAN SEBELUMNYA Nilai ekspor melalui DKI
Lebih terperinci