TIDAK RAHASIA ESSENTIAL FACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TIDAK RAHASIA ESSENTIAL FACT"

Transkripsi

1 ESSENTIAL FACT A. PENDAHULUAN A.1. Latar Belakang 1. Pada tanggal 15 Januari 2014, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan dari PT. Gunung Garuda (selanjutnya disebut Pemohon ) untuk melakukan penyelidikan Tindakan Pengamanan Perdagangan (TPP) akibat terjadinya lonjakan jumlah impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya (selanjutnya disebut Barang Yang Diselidiki ), yang menimbulkan dampak kerugian serius atau ancaman kerugian serius bagi industri Pemohon yang memproduksi Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan Barang Yang Diselidiki. 2. Pemohon mengajukan permohonan untuk melakukan penyelidikan TPP terhadap Barang Yang Diselidiki, atas dasar melonjaknya impor barang tersebut secara signifikan ke Indonesia yang menyebabkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius bagi Industri Dalam Negeri (IDN). Barang yang diajukan untuk diselidiki adalah I dan H Section dari baja paduan lainnya yang secara langsung bersaing dengan barang yang diproduksi oleh Pemohon yaitu I dan H Section dari besi atau baja bukan paduan. Dengan demikian Barang Yang Diselidiki adalah I dan H Section dari baja paduan yang memiliki kandungan atau unsur kimia dalam persentase tertentu yang diatur dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia tahun 2012 (BTKI 2012). Unsur kimia dimaksud antara lain adalah boron, kromium, dan mangan, dimana I dan H Section dapat dikategorikan sebagai baja paduan apabila kandungan boron dalam baja sebesar minimum 0,0008%, atau kandungan kromium sebesar minimum 0,3%, atau kandungan mangan sebesar minimum 1,65%. 3. Barang Yang Diselidiki tersebut dapat menggantikan barang yang diproduksi di dalam negeri karena kegunaannya sama dengan barang yang diproduksi di dalam negeri dan bersaing di pasar yang sama. Selain itu, bentuk fisik, karakteristik, jenis, dan kualitas Barang Yang Diselidiki adalah sama dengan 1

2 barang yang diproduksi dalam negeri. Hal yang membedakan kedua barang tersebut adalah kandungan unsur kimia didalamnya seperti yang disebutkan di atas, sehingga kedua barang tersebut memiliki nomor pos tarif yang berbeda. 4. Setelah melakukan analisa terhadap bukti-bukti yang disampaikan dalam permohonan, KPPI menemukan adanya bukti awal yang cukup untuk memulai penyelidikan, yaitu: a. terjadinya lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki; b. terjadinya kerugian serius yang dialami Pemohon; dan c. adanya hubungan sebab-akibat akibat terjadinya lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki dengan kerugian serius yang dialami Pemohon. 5. Berdasarkan analisa jawaban kuesioner dan verifikasi yang dilakukan oleh KPPI, disusun laporan data utama (essential facts) hasil penyelidikan yang akan menjadi dasar keputusan akhir KPPI terhadap penyelidikan TPP atas impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya yang termasuk dalam Nomor HS dan sesuai dengan BTKI A.2. Pengumuman dan Notifikasi 6. Pada tanggal 12 Februari 2014, KPPI melakukan inisiasi penyelidikan dan mengumumkan mengenai dimulainya penyelidikan melalui surat kabar Koran Bisnis Indonesia, dan website Kementerian Perdagangan. 7. Pada tanggal yang sama, KPPI menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang dimulainya penyelidikan kepada pihak-pihak terkait dan menyampaikan Notifikasi Article 12.1(a) kepada Committee on Safeguards di WTO perihal dimulainya penyelidikan atas lonjakan jumlah impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya ke Indonesia yang merugikan Pemohon. Notifikasi Article 12.1(a) dimaksud disirkulasi oleh WTO pada tanggal 13 Februari 2014 dengan nomor dokumen G/SG/N/6/IDN/25 (Lampiran 1). 2

3 8. Pada tanggal 24 Februari 2014, Pemerintah Republik Indonesia melalui PTRI di Jenewa menyampaikan corrigendum notifikasi Article 12.1(a) kepada Committee on Safeguards di WTO perihal revisi dari kesalahan penulisan uraian Barang Yang Diselidiki pada notifikasi Article 12.1(a). Corrigendum notifikasi Article 12.1(a) dimaksud disirkulasi oleh WTO pada tanggal 26 Februari 2014 dengan nomor dokumen G/SG/N/6/IDN/25/Corr.1 (Lampiran 2). 9. Pada tanggal 12 Maret 2014, KPPI menyampaikan suplemen notifikasi Article 12.1(a) kepada Committee on Safeguards di WTO perihal penyelenggaraan dengar pendapat untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak terkait untuk menyampaikan tanggapannya atas dimulainya penyelidikan ini, yang akan dilakukan pada tanggal 21 Maret Suplemen notifikasi Article 12.1(a) dimaksud disirkulasi oleh WTO pada tanggal 12 Maret 2014 dengan nomor dokumen G/SG/N/6/IDN/25/Suppl.1 (Lampiran 3). A.3. Identitas Pemohon 10. PT. Gunung Garuda Alamat : Jl. Imam Bonjol 4, Warung Bongkok, Sukadanau, Cikarang Barat, Bekasi 17520, West-Java - Indonesia Telp./Faks. : Ext / Website : : pjl11@grdsteel.com A.4. Barang yang Diproduksi oleh Pemohon 11. Pemohon memproduksi I Section dari besi atau baja bukan paduan yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstruksi, dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, yang termasuk dalam Nomor HS dan H Section dari besi atau baja bukan paduan yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstruksi, dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, yang termasuk dalam Nomor HS Barang yang diproduksi Pemohon merupakan Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan 3

4 Barang Yang Diselidiki hal ini dapat terlihat dari bentuknya yang secara fisik sama dan juga digunakan untuk konstruksi sebagaimana diuraikan dalam Bab B.1. Perbedaan antara barang yang diproduksi Pemohon dengan Barang Yang Diselidiki adalah barang yang diproduksi oleh Pemohon merupakan I dan H Section dari besi atau baja bukan paduan, sedangkan Barang Yang Diselidiki adalah I dan H Section dari baja paduan yang memiliki kandungan atau unsur kimia dalam persentase tertentu antara lain adalah boron, kromium, dan mangan, dengan kandungan boron dalam baja sebesar minimum 0,0008%, atau kandungan kromium sebesar minimum 0,3%, atau kandungan mangan sebesar minimum 1,65%. 12. Pemohon juga memproduksi barang lain yaitu billet, bloom, beam blank, dan angle hot-rolled. A.5. Proporsi Produksi Pemohon 13. Di Indonesia hanya ada 2 produsen Baja Section yaitu PT. Gunung Garuda dan PT. Krakatau Wajatama. Total produksi Pemohon pada tahun 2013 adalah sebesar 91% dari total produksi nasional yang memproduksi Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan Barang Yang Diselidiki, sehingga Pemohon telah memenuhi persyaratan untuk mewakili IDN. (Tabel 1) Tabel 1: Produksi Nasional I dan H Section Satuan: % No Industri Dalam Negeri Pemohon Non-Pemohon Total Produksi Nasional Sumber: Pemohon, Non-Pemohon, dan diolah. A.6. Periode Penyelidikan 14. Periode Penyelidikan adalah dari tahun 2010 sampai dengan tahun

5 A.7. Pihak Yang Berkepentingan 15. Pihak Yang Berkepentingan yang memberikan tanggapan dan/atau mengikuti Dengar Pendapat adalah sebagai berikut: a. Industri Dalam Negeri Pemohon. 1) PT. Gunung Garuda. b. Industri Dalam Negeri Lainnya. 1) PT. Krakatau Wajatama. c. Asosiasi Terkait Industri Dalam Negeri: 1) Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA); dan 2) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI). d. Negara Eksportir. 1) Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang diwakilkan Rizhao Steel Group Co.,Ltd. e. Asosiasi Eksportir. 1) China Iron and Steel Association (CISA). f. Importir: 1) PT. Sarana Steel; 2) PT. Cakung Prima Steel; 3) PT. Mitra Logam Pratama; 4) PT. Inti Roda Makmur; 5) PT. Anugerah Steel; 6) PT. Adi Sakti Steel; dan 7) PT.Citramas Heavy Industries; 8) CL PT.Chong Lik; 9) PT. Trifosa Mulia; dan 10) B&S Sunli / Liewu China. g. Instansi Terkait: 1) Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian RI; dan 2) Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI. 5

6 A.8. Prosedur 16. Pada tanggal 15 Januari 2014, KPPI menerima permohonan dari PT. Gunung Garuda yang menyatakan mengalami kerugian serius akibat terjadinya lonjakan jumlah impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya yang merupakan Barang Yang Secara Langsung Bersaing di pasar dalam negeri. Setelah melakukan analisa bukti awal terhadap kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh Pemohon akibat lonjakan jumlah impor barang dimaksud, KPPI memutuskan untuk menerima permohonan tersebut. 17. Pada tanggal 12 Februari 2014, sesuai dengan Pasal 73, Peraturan Pemerintah Nomor tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan (PP 34/2011), KPPI menetapkan untuk memulai penyelidikan TPP atas terjadinya lonjakan jumlah impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya yang mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius pada Pemohon. 18. Pada tanggal yang sama, sesuai dengan Article 12.1(a) WTO Agreement on Safeguards KPPI melakukan Pengumuman dan Notifikasi kepada Committee on Safeguards di WTO dan mengirimkan Kuesioner kepada Pemohon. Kuesioner yang berbeda juga disampaikan kepada para importir yang diketahui. 19. Untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyampaikan tanggapan dan pendapat atas dimulainya penyelidikan TPP terhadap impor barang I dan H Section dari baja paduan lainnya, sesuai Article 3.1 WTO Agreement on Safeguards KPPI menyelenggarakan Dengar Pendapat pada tanggal 21 Maret Pemberitahuan mengenai diselenggarakannya Dengar Pendapat ini disampaikan baik melalui surat kepada pihak-pihak yang berkepentingan maupun melalui website Kementerian Perdagangan, serta melalui Committee on Safeguards di WTO. 6

7 B. PENYELIDIKAN B.1. Penentuan Barang Yang Secara Langsung Bersaing B.1.1. Uraian Barang 20. Barang yang diproduksi Pemohon adalah I Section dari besi atau baja bukan paduan yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstruksi, dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, yang termasuk dalam Nomor HS ; dan H Section dari besi atau baja bukan paduan yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstruksi, dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, yang termasuk dalam Nomor HS Barang Yang Diselidiki adalah I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya, yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS ; dan I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya, yang dikerjakan lebih lanjut selain dicanai dingin, yang termasuk dalam Nomor HS B.1.2. Bahan Baku 22. Barang yang diproduksi oleh Pemohon dan Barang Yang Diselidiki menggunakan bahan baku yang relatif sama yaitu Billet, Bloom, dan Beam Blank, dibuat dari Scrap besi. Namun, untuk Barang yang Diselidiki ditambahkan kandungan atau unsur kimia dalam persentase tertentu yang diatur dalam BTKI Kandungan tersebut antara lain adalah boron, kromium, dan mangan. B.1.3. Proses Produksi 23. Proses produksi Pemohon dimulai dari proses Scrap Charging, Electric Arc Furnace dan Continuous Casting Machine, untuk merubah scrap menjadi bloom dan beam blank sesuai dengan grade yang diinginkan. Kemudian bloom dan beam blank tersebut dipanaskan melalui proses working beam 7

8 furnace, untuk selanjutnya di-rolling agar daktil dari hasil pemanasan sebelumnya dapat dihilangkan. Tahap selanjutnya adalah memasukkan ke dalam hot saw untuk meratakan ujung-ujung dari hasil rolling tersebut dan melakukan universal roughing dan edger stand serta universal finishing stand untuk me-rolling bloom dan beam blank untuk mendapatkan bentuk produk yang diinginkan. Kemudian, terhadap produk tersebut dilakukan pemotongan sesuai dengan ukuran dengan panjang/tinggi yang dinginkan, dan setelah dilakukan pemotongan maka tahapan selanjutnya adalah proses cooling bed untuk mendinginkan produk tersebut. Proses terakhir adalah meluruskan produk tersebut melalui straightening machine agar sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam standar, untuk kemudian diperiksa di bagian quality control. 24. Proses produksi Barang Yang Diselidiki pada dasarnya menggunakan metode yang sama dengan proses produksi Pemohon seperti yang telah diuraikan pada recital 23. B.1.4. Standarisasi Produk 25. Standar kualitas barang yang dihasilkan oleh Pemohon sudah sesuai dengan standar yang berlaku, yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar internasional Japan International Standard (JIS), yaitu: JIS G3101 SS Standar kualitas Barang Yang Diselidiki pada umumnya menggunakan standar yang sama dengan barang yang diproduksi oleh Pemohon. Namun, apabila Barang Yang Diselidiki terdapat unsur tambahan kandungan Boron (B) atau Kromium (Cr), maka standar Barang Yang Diselidiki menjadi JIS G3101 SS400B atau JIS G3101 SS400Cr. B.1.5. Kegunaan 27. Baik Barang Yang Diproduksi Pemohon maupun Barang Yang Diselidiki memiliki kegunaan yang sama yaitu untuk konstruksi sipil seperti High dan Low Risk Buildings, Comercial Buildings, Industrial Buildings, Jembatan dan 8

9 Tower. Penggunaan Barang Yang Diselidiki tersebut dapat menggantikan barang yang diproduksi Pemohon karena bersaing di pasar yang sama. B.1.6. Penentuan Barang Yang Diselidiki sebagai Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan Barang Yang Diproduksi Pemohon 28. Merujuk B.1.1 sampai B.1.5 maka Barang Yang Diselidiki adalah I dan H Section dari baja paduan lainnya yang directly competitive dengan barang yang diproduksi Pemohon. 29. Setelah dilakukan pendalaman terhadap Barang Yang Diselidiki, dan mempertimbangkan tanggapan dari Pihak Yang Berkepentingan, maka KPPI melakukan penajaman terhadap uraian barang yang diselidiki menjadi: a. I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya, yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS ; dan b. I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya, selain dari I Section dan H Section dari baja paduan lainnya yang dicanai dingin, dan selain dari I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS Barang yang diselidiki tidak mencakup: a. Angle dari baja paduan lainnya, yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS ; b. Angle dari baja paduan lainnya, selain dari angle dari baja paduan lainnya yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS ; 9

10 c. Shape dari baja paduan lainnya, yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS ; d. Shape dari baja paduan lainnya, selain dari shape dari baja paduan lainnya yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS ; e. I dan H Section dari baja paduan lainnya, selain dari I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm dan section lainnya, dari baja paduan lainnya, yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS ; dan f. I dan H Section dari baja paduan lainnya, yang dicanai dingin dan selain dari I Section dengan tinggi atau lebar 100 mm sampai dengan 600 mm, dan H Section dengan tinggi 100 mm sampai dengan 350 mm, dari baja paduan lainnya yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi, yang termasuk dalam Nomor HS B.2. Klasifikasi Uraian Barang dan Pos Tarif Barang Yang Diselidiki 31. Klasifikasi Uraian Barang berdasarkan BTKI 2012 Tabel 2. Uraian Barang Berdasarkan BTKI 2012 Nomor HS. Uraian Angle, shape dan section dari baja paduan lainnya, yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi. Angle, shape dan section dari baja paduan lainnya, selain dari angle, shape dan section dari baja paduan lainnya yang tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas atau diekstrusi. Sumber: BTKI

11 32. Klasifikasi Tarif Bea Masuk untuk Barang Yang Diselidiki Tabel 3. Pos Tarif Barang Yang Diselidiki Berdasarkan BTKI 2012 Satuan: Persentase (%) Nomor HS TARIF dan MFN 7,5 7,5 7,5 7,5 AC-FTA AK-FTA 7,5 7,5 7,5 7,5 ATIGA IJEPA 7,5 7,5 7,5 7,5 Sumber: Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Kementerian Keuangan RI Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa, pada tahun tarif bea masuk MFN untuk Barang Yang Diselidiki adalah sebesar 7,5%, untuk AC-FTA sebesar 0%, AK-FTA sebesar 7,5%, ATIGA sebesar 0%, dan IJEPA sebesar 7,5%. B.3. Impor B.3.1. Impor Absolut Tabel 4: Impor Absolut HS dan Uraian Jumlah (Ton) Perubahan (%) Tren (%) 175 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) dan diolah. 33. Sebagaimana terlihat dalam Tabel 4, jumlah impor Barang Yang Diselidiki mengalami lonjakan secara absolut selama periode penyelidikan, dengan tren peningkatan sebesar 175%. Lonjakan jumlah impor tersebut secara signifikan terjadi pada tahun 2011, yaitu sebesar 412%, dari ton ditahun 2010 menjadi ton ditahun Pada tahun-tahun selanjutnya juga terjadi lonjakan jumlah impor yang signifikan yaitu sebesar 235% dan 14% secara berturut-turut. 11

12 B.3.2. Impor Relatif Tabel 5: Impor Relatif Barang Yang Diselidiki Uraian Satuan Volume Impor Ton Produksi Nasional Indeks Impor Relatif terhadap Produksi Nasional Indeks Tren Impor Relatif (%) 160 Sumber: BPS, Pemohon, dan diolah. 34. Sebagaimana terlihat dalam Tabel 5, jumlah impor Barang Yang Diselidiki mengalami lonjakan secara relatif selama periode penyelidikan, dengan tren peningkatan sebesar 160%. Lonjakan jumlah impor tersebut secara signifikan terjadi pada tahun 2013, yaitu menjadi sebesar poin indeks, dari sebesar 100 poin indeks pada tahun B.3.3. Pangsa Pasar Negara Asal Impor Utama Tabel 6: Pangsa Pasar Negara Asal Impor Utama Satuan: % Negara Pangsa Impor 2010 Pangsa Impor 2013 Republik Rakyat Tiongkok (RRT) 59,78 96,62 Singapura 36,55 0,96 Jumlah 96,33 97,58 Sumber: BPS dan diolah. 35. Berdasarkan Tabel 6 di atas, total pangsa pasar kedua negara asal impor utama pada tahun 2010 adalah sebesar 96,33% dan pada tahun 2013 pangsa pasar tersebut masih meningkat yaitu sebesar 2,48 poin menjadi 97,58%. Peningkatan pangsa terbesar adalah berasal dari RRT yang meningkat secara signifikan dari 59,78% menjadi 96,62%. Sebaliknya, pangsa pasar impor Singapura mengalami penurunan dari sebesar 36,55% menjadi 0,96%. 12

13 B.3.4. Pangsa Pasar Negara Asal Impor Lainnya Tabel 7: Pangsa Pasar Negara Asal Impor Lainnya Satuan: % Negara Pangsa Impor 2010 Pangsa Impor 2013 Korea Selatan 0,33 1,56 Malaysia 0,76 0,43 Hongkong - 0,20 Taiwan 1,77 0,12 Jepang 0,25 0,05 Inggris 0,09 0,03 Turki 0,18 0,02 Thailand 0,09 0,01 Jumlah 3,47 2,42 Sumber: BPS dan diolah. 36. Pada tahun 2010, pangsa pasar impor dari negara lainnya adalah sebesar 3,47%, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 2,42% atau turun sebesar 1,05 poin. B.4. Perkembangan Tidak Terduga 37. Industri baja memainkan peranan penting di dunia, dimana produk hasil baja digunakan bagi banyak industri yang berkontribusi langsung kepada pembangunan. Beberapa pengguna langsung material baja adalah konstruksi, manufaktur, infrastruktur, oil & gas, industri galangan kapal dan lainnya. Adapun 5 negara penghasil baja terbesar dunia yang tercatat pada World Steel Association adalah seperti terlihat dalam tabel 8 di bawah ini. 13

14 Tabel 8: Produksi 5 Negara Penghasil Baja Terbesar di Dunia Satuan: Ribu Ton No. Negara RRT Jepang Amerika Serikat India Rusia Produksi Dunia Sumber: World Steel in Figures , World Steel Association. 38. Pada tabel 8 di atas diketahui bahwa RRT merupakan produsen baja terbesar dunia dengan volume produksi sebesar 779 Juta Ton di tahun Sementara itu, produsen terbesar kedua yaitu Jepang dengan volume produksinya sebesar 110,6 Juta Ton. Melihat perkembangan produksi dunia dengan RRT merupakan produsen baja terbesar dengan tren yang terus meningkat sebesar 6,42%, maka RRT sangat berpotensi untuk tetap menjadi negara pemasok baja terbesar dunia dengan produksi yang terus meningkat. Tabel 9: Persediaan Baja RRT Sumber: My Steel; BNP Paribas. 14

15 Tabel 10: Kapasitas Produksi, Utilisasi Kapasitas dan Konsumsi Baja RRT Sumber: My Steel; BNP Paribas 39. Tingginya volume produksi baja RRT juga diiringi dengan meningkatnya persediaan baja, meningkatnya kapasitas produksi, dan menurunnya utilisasi kapasitas di negara tersebut seperti yang terlihat pada Tabel 9 dan 10 diatas. Hal ini mengakibatkan RRT mencari pasar di luar negeri untuk mengurangi persediaan baja di dalam negeri. 40. Disaat yang bersamaan, pada tahun negara pengimpor baja section terbesar mengalami pergeseran. Importasi baja section yang semula didominasi oleh beberapa negara di benua Amerika dan Eropa beralih ke beberapa negara di benua Asia yang salah satunya adalah Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada perubahan posisi negara pengimpor baja section terbesar dimana pada tahun 2010 Indonesia masih berada di posisi ke-8, dan pada tahun 2013 Indonesia sudah menempati peringkat pertama sebagai importir terbesar baja section. Tabel 11: Negara Pengimpor Baja Section 15

16 (HS ) Terbesar 2010 dan 2013 Sumber: Trade Map. 41. Konsumsi nasional Indonesia untuk baja section yang mengalami peningkatan cukup signifikan ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang cukup tinggi dan stabil, sehingga menyebabkan meningkatnya konsumsi di sektor konstruksi. 42. Adanya peningkatan kapasitas produksi dan produksi yang sangat tinggi di RRT, namun tidak sebanding dengan peningkatan kebutuhan baja RRT menyebabkan RRT perlu mencari pasar ke luar negeri antara lain ke Indonesia, sehingga terjadi peningkatan ekspor ke Indonesia dalam jumlah yang besar, dimana hal ini tidak dapat diduga sebelumnya, menyebabkan terjadinya lonjakan volume impor baja section di Indonesia sebagaimana terlihat dalam Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12: Volume Impor Indonesia dari Dunia dan dari RRT, dan Pangsa Impor dari RRT untuk HS dan No. Deskripsi Satuan Volume Impor Indonesia dari Dunia Ton Volume impor Indonesia dari RRT Ton Pangsa Impor dari RRT % 59,8 60,2 94,7 96,6 Sumber: BPS. 16

17 B.5. Kinerja Pemohon Tabel 13: Konsumsi Nasional, Volume Impor, dan Pangsa Pasar No. Uraian Satuan Konsumsi Nasional Indeks Volume Impor Ton Pangsa Pasar Pemohon Indeks (12) 4. Pangsa Pasar Non-Pemohon Indeks (26) 5. Pangsa Pasar Impor Indeks Tren (%) Sumber: BPS, Pemohon, dan diolah. 43. Selama periode penyelidikan, konsumsi nasional I dan H Section mengalami tren peningkatan sebesar 20%. Peningkatan konsumsi nasional tersebut secara signifikan terjadi pada tahun 2012, yaitu sebesar 45 poin indeks walaupun pada tahun 2013 mengalami sedikit penurunan sebesar 2 poin indeks jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dilain pihak, impor Barang Yang Diselidiki mengalami peningkatan dengan tren sebesar 175% selama periode penyelidikan, yang berarti peningkatan impor Barang Yang Diselidiki jauh lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan konsumsi nasional. Dalam periode yang sama pangsa pasar impor I dan H Section meningkat dengan tren sebesar 31%, sedangkan pangsa pasar Pemohon mengalami penurunan dengan tren sebesar 12%, demikan juga pangsa pasar non-pemohon mengalami penurunan dengan tren sebesar 26%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi nasional tidak dapat dimanfaatkan oleh IDN untuk meningkatkan penjualannya. Tabel 14: Produksi, Penjualan Domestik, dan Pangsa Pasar Pemohon Satuan: Indeks Tren No. Uraian (%) 1. Konsumsi Nasional Produksi Penjualan Domestik Pangsa Pasar Pemohon (12) Sumber: Hasil verifikasi. 17

18 44. Sebagaimana terlihat pada Tabel 14, peningkatan produksi selama periode penyelidikan dilakukan sejalan dengan upaya Pemohon untuk meningkatkan penjualan domestik dikarenakan adanya peningkatan konsumsi nasional. Dalam periode yang sama, penjualan domestik mengalami peningkatan dengan tren sebesar 6%, namun pangsa pasar Pemohon justru mengalami penurunan dengan tren sebesar 12%. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsumsi nasional lebih banyak diisi oleh barang impor. Tabel 15: Laba/Rugi Uraian Satuan: Indeks Laba/Rugi (100) (383) Sumber: Hasil verifikasi. 45. Sebagaimana terlihat pada Tabel 15, Pemohon mengalami kerugian terbesar yang terjadi pada tahun 2013 yaitu (383) poin indeks, karena Pemohon terpaksa menjual dibawah biaya produksi agar dapat bersaing dengan harga impor. Tabel 16: Harga Jual Pemohon, Biaya Produksi Dan Harga Jual Impor No. Uraian Satuan: Indeks Tren (%) 1. Harga Jual Pemohon Biaya Produksi Harga Jual Impor (6) Sumber: Hasil verifikasi. 46. Berdasarkan Tabel 16, selama periode penyelidikan harga jual Pemohon terus mengalami peningkatan dengan tren sebesar 3% dikarenakan adanya peningkatan biaya produksi dengan tren sebesar 4%. Di saat yang bersamaan, harga jual impor mengalami penurunan dengan tren sebesar 6%. Walaupun harga jual Pemohon lebih tinggi dari harga jual impor tahun 2013, 18

19 namun Pemohon terpaksa menjual barangnya dibawah biaya produksi karena adanya tekanan harga impor yang jauh lebih murah. Tabel 17: Tenaga Kerja, Produktivitas, dan Produktivitas Yang Diharapkan No. Uraian Satuan: Indeks Tren (%) 1. Tenaga Kerja Produktivitas Produktivitas yang Diharapkan Sumber: Hasil verifikasi. 47. Akibat adanya kerugian yang sangat besar di tahun 2013 tersebut, Pemohon melakukan efisiensi dengan cara mengurangi jumlah tenaga kerja sebesar 36 poin indeks dari tahun sebelumnya sebagaimana terlihat pada Tabel 17. Pengurangan tenaga kerja di tahun 2013 ini menyebabkan peningkatan produktivitas sebesar 18 poin indeks dari 100 poin indeks di tahun 2012 menjadi 118 poin indeks di tahun 2013, namun angka produktivitas di tahun 2013 ini masih jauh dari angka target produktivitas yang diharapkan yaitu sebesar 153 poin indeks. Tabel 18: Persediaan, Produksi, dan Pangsa Pasar No. Uraian Satuan: Indeks Tren (%) 1. Persediaan Produksi Pangsa Pasar Pemohon (12) 4. Pangsa Pasar Impor Sumber: Hasil verifikasi. 48. Sebagaimana terlihat pada Tabel 18, persediaan Pemohon mengalami tren peningkatan sebesar 36% selama periode penyelidikan. Meningkatnya persediaan tersebut sebagai akibat dari hasil proses produksi yang tidak 19

20 dapat terjual seluruhnya, akibat tergerusnya pangsa pasar Pemohon oleh pangsa pasar impor. Tabel 19: Kapasitas Terpasang, Utilisasi Kapasitas, Target Utilisasi Kapasitas No. Uraian Satuan: Indeks Tren (%) 1. Kapasitas Terpasang Target Produksi Produksi Utilisasi Kapasitas Sumber: Hasil verifikasi. 49. Sebagaimana terlihat pada Tabel 19, selama periode penyelidikan tidak ada penambahan kapasitas terpasang yang dilakukan oleh Pemohon. Produksi selama 2010 sampai 2012 mengalami peningkatan, namun pada tahun 2013 menurun sebesar 18 poin indeks jika dibandingkan tahun sebelumnya. Target produksi yang ditetapkan Pemohon tidak pernah dapat dicapai kecuali pada tahun Hal ini disebabkan karena biaya produksi pada tahun tersebut mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2012 target produksi dapat dilampaui karena terjadi penurunan biaya produksi. Di lain pihak, harga jual impor selama tahun periode penyelidikan mengalami penurunan dengan tren sebesar 6%, bahkan pada tahun 2012 dan 2013 harga jual impor berada dibawah biaya produksi, sehingga pada tahun 2013 Pemohon terpaksa melakukan penyesuaian harga dengan menjual dibawah biaya produksi yang pada akhirnya menyebabkan kerugian. Apabila dilihat secara keseluruhan, produksi Pemohon mengalami peningkatan dengan tren sebesar 8%, namun demikian peningkatan tersebut masih tidak dapat memenuhi target produksinya kecuali pada tahun

21 B.6. Dampak Harga B.6.1. Price Undercutting No Tabel 20: Price Undercutting Satuan: Indeks Uraian Harga Impor Harga Jual Pemohon Price Undercutting 14 (6) (23) (9) Sumber: BPS, Pemohon, dan diolah. 50. Pada tahun harga jual impor selalu berada di bawah harga jual Pemohon. Walaupun harga impor terus mengalami penurunan yang cukup signifikan dari tahun 2010 hingga 2013 dengan tren sebesar 6%, namun harga impor masih berada jauh di bawah harga jual Pemohon, kecuali pada tahun Selama periode terjadi Price Undercutting yang cukup besar dan yang terbesar terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar (23) indeks poin dan pada tahun 2013 terjadi Price Undercutting sebesar (9) indeks poin. B.6.2. Price Depression Tabel 21: Price Depression Satuan: Indeks No Uraian Harga Jual Pemohon Price Depression 17 1 (8) Sumber: Pemohon, dan diolah. 51. Pada tahun 2013 harga Pemohon mengalami tekanan dari harga impor sehingga harga jualnya menurun sebesar 8 poin indeks, sehingga dapat disimpulkan bahwa Pemohon mengalami Price Depression pada tahun tersebut. 21

22 B.7. Faktor Lain 52. Selain faktor-faktor kerugian diatas, KPPI juga menganalisa apakah ada faktor lain yang menyebabkan kerugian Pemohon selain oleh lonjakan impor, yaitu sebagai berikut: a. Dampak penjualan ekspor Dari hasil verifikasi terhadap Pemohon diketahui bahwa Pemohon juga melakukan penjualan ekspor selama periode tahun , sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 22: Penjualan Domestik, dan Penjualan Ekspor Satuan: % No. Uraian Penjualan Domestik Penjualan Ekspor Total Penjualan Sumber: Hasil verifikasi. Dari tabel tersebut terlihat bahwa meskipun penjualan ekspor menurun selama periode tahun , disaat yang sama penjualan domestik juga menurun, namun pangsa penjualan ekspor Pemohon tidak besar, hanya sekitar 1% dari total penjualan selama tahun tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kerugian yang dialami Pemohon pada tahun 2013 bukan disebabkan oleh menurunnya penjualan ekspor, oleh karena peran ekspor yang kecil. b. Dampak Persaingan dengan IDN Non-Pemohon Tabel 23: Pangsa Impor, Pangsa Pemohon, Pangsa Non-Pemohon Satuan: Indeks No. Uraian Pangsa Impor Paduan dan Non Paduan Pangsa Pemohon Pangsa Non-Pemohon Sumber: BPS, Pemohon, Non-Pemohon, dan diolah. 22

23 Dari Tabel 23 di atas, terlihat jelas bahwa Pangsa Pemohon dan Non- Pemohon keduanya mengalami penurunan, sedangkan pangsa impor terus mengalami peningkatan selama periode penyelidikan. Tergerusnya pangsa IDN (Pemohon dan Non-Pemohon) oleh pangsa impor ini membuktikan bahwa tidak ada persaingan antara Pemohon dengan Non- Pemohon. c. Kualitas Pemohon memproduksi Barang Yang Secara Langsung Bersaing dengan Barang Yang Diselidiki sesuai dengan standar yang berlaku, yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Japan International Standard (JIS). Dengan demikian, produk dalam negeri dapat dikatakan mampu bersaing dengan produk impor dalam segi kualitas, karena sudah sesuai dengan standar yang diakui secara nasional dan internasional. 53. Dari hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada faktor lain yang menyebabkan kerugian serius Pemohon selain dari melonjaknya impor Barang Yang Diselidiki. C. HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT 54. Berdasarkan penjelasan pada B.3 sampai dengan B.6, tebukti bahwa terjadinya lonjakan impor mengakibatkan kerugian serius bagi Pemohon: a. Berdasarkan penjelasan pada B.3, telah terbukti adanya lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki baik secara absolut maupun relatif selama periode penyelidikan. b. Selama periode penyelidikan terjadi peningkatan konsumsi nasional, namun peningkatan tersebut tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh Pemohon karena terjadinya lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki. c. Sebagai dampak dari adanya lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki menyebabkan menurunnya penjualan domestik yang mengakibatkan produksi juga mengalami penurunan dan peningkatan persediaan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan pangsa Pemohon terhadap konsumsi nasional. 23

24 d. Penurunan penjualan domestik dan penurunan pangsa Pemohon menyebabkan Pemohon mengalami kerugian finansial yang cukup signifikan di tahun 2013 sehingga memaksa Pemohon untuk mengurangi jumlah tenaga kerjanya sebagaimana telah diuraikan pada B.6. e. Terjadi Price Undercutting dan Price Depression yang dialami oleh Pemohon sebagai akibat terjadinya lonjakan volume impor Barang Yang Diselidiki. 55. Sehubungan dengan recital 54 dan bab B.7 di atas, KPPI membuktikan bahwa lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki merupakan penyebab utama kerugian serius yang dialami oleh Pemohon dan bukan diakibatkan oleh faktor lain. 24

LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN ATAS IMPORTASI PRODUK I & H SECTION DARI BESI ATAU BAJA PADUAN LAINNYA DENGAN NOMOR HS

LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN ATAS IMPORTASI PRODUK I & H SECTION DARI BESI ATAU BAJA PADUAN LAINNYA DENGAN NOMOR HS A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan 1. Pada tanggal 12 Februari 2014, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) melakukan inisiasi penyelidikan Tindakan Pengamanan

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING I DAN H SECTION

PERMOHONAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING I DAN H SECTION PERMOHONAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING I DAN H SECTION (PETISI VERSI TIDAK RAHASIA) DISAMPAIKAN OLEH PT. GUNUNG GARUDA 1 A. UMUM 1. Latar Belakang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD)

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN ATAS IMPORTASI PRODUK CANAI LANTAIAN DARI BESI ATAU BAJA BUKAN PADUAN DENGAN NOMOR HS

LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN ATAS IMPORTASI PRODUK CANAI LANTAIAN DARI BESI ATAU BAJA BUKAN PADUAN DENGAN NOMOR HS A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan 1. Pada tanggal 12 Desember 2012, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan dari PT. NS BlueScope Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No1398, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Impor Produk Canai PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK011/2013 TENTANG PENGENAAN

Lebih terperinci

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No.5, Jakarta Indonesia

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No.5, Jakarta Indonesia A. PENDAHULUAN Laporan ini memuat hasil peninjauan midterm sebagaimana diatur dalam Article 7.4 WTO Agreement on Safeguards (AoS) dan Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 34 2011 (PP34/2011) yang menjadi

Lebih terperinci

2016, No dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.011/2013 dan berlaku sampai dengan tanggal 1 April 2016; c. bahwa berdasarkan ketentua

2016, No dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.011/2013 dan berlaku sampai dengan tanggal 1 April 2016; c. bahwa berdasarkan ketentua No. 488, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. HRP. Bea Masuk. Anti Dumping. Tiongkok, Singapura, dan Ukraina. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50/PMK.010/2016 TENTANG PENGENAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI BAJA PADUAN LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

195/PMK.011/2010 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR H SECTION DAN I SECTION DARI NEGARA

195/PMK.011/2010 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR H SECTION DAN I SECTION DARI NEGARA 195/PMK.011/2010 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR H SECTION DAN I SECTION DARI NEGARA Contributed by Administrator Tuesday, 23 November 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK H SECTION DAN I SECTION DARI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PMK.010/2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PMK.010/2015 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.969, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Bea Masuk Anti Dumping. Impor. Canai Lantaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 23/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR HOT ROLLED COIL DARI NEGARA REPUBLIK KOREA DAN MALAYSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI)

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) L LAPORAN DATA UTAMA (ESSENTIAL FACT) HASIL PENYELIDIKAN (SAFEGUARDS) TERHADAP IMPOR APORAN DATA UTAMA (ESSENTIAL FACT) HASIL PENYELIDIKAN (SAFEGUARDS) STEEL WIRE ROD, TERHADAP DENGAN NOMOR IMPORHARMONIZED

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.64, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk Anti Dumping. Impor. Canai Lantaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.011/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

2 Anti Dumping Terhadap Impor Produk Canai Lantaian Dari Besi Atau Baja Bukan Paduan Dari Negara Jepang, Republik Korea, Taiwan, Republik Rakyat Tiong

2 Anti Dumping Terhadap Impor Produk Canai Lantaian Dari Besi Atau Baja Bukan Paduan Dari Negara Jepang, Republik Korea, Taiwan, Republik Rakyat Tiong No.1948, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk. Anti Dumping. Impor. Produk Canai Lantaian. Besi. Baja. Pengenaan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.001/2014

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 2010 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN *34762 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 34 TAHUN 1996 (34/1996) Tanggal: 4 JUNI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 978, 2013 KEMENKEU. Bea Masuk. Impor. Canai Lantaian. Pengenaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137.1/PMK.011/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 133, 2002 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.011/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.011/2013 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CASING DAN TUBING

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Desember 2014, neraca perdagangan Thailand

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.916, 2014 Perindustrian. Impor Baja Panduan. Pertimbangan Teknis. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-IND/PER/7/2014 TENTANG PERTIMBANGAN TEKNIS

Lebih terperinci

(KPPI) Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI)

(KPPI) Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) L LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN APORAN DATA UTAMA (ESSENTIAL FACT) TERHADAP IMPOR PRODUK HASIL PENYELIDIKAN (SAFEGUARDS) KERTAS DAN KERTAS KARTON DILAPISI, TIDAK TERMASUK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003 TENTANG TATA CARA DAN PERYSARATAN PERMOHONAN PENYELIDIKAN ATAS PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 23/PMK. 011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR I-IOT ROLLED COIL DARI NEGARA REPUBLIK KOREA DAN MALAYSIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Motivasi Indonesia Menerapkan Kebijakan Anti Dumping terhadap Impor Baja Cold Rolled Coil (CRC) Jepang Tahun 2013

Motivasi Indonesia Menerapkan Kebijakan Anti Dumping terhadap Impor Baja Cold Rolled Coil (CRC) Jepang Tahun 2013 Motivasi Indonesia Menerapkan Kebijakan Anti Dumping terhadap Impor Baja Cold Rolled Coil (CRC) Jepang Tahun 2013 DIAH DINI WATI & YUSNARIDA EKA NIZMI Universitas Riau Abstract The focus of this research

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011 RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 20 DIREKTORAT PERDAGANGAN, INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 20 Perkembangan Ekspor Nilai ekspor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PIPA BAJA SALURAN AIR DENGAN ATAU TANPA LAPISAN SENG SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH PT NS BLUESCOPE INDONESIA PT SUNRISE STEEL

DISAMPAIKAN OLEH PT NS BLUESCOPE INDONESIA PT SUNRISE STEEL PERMOHONAN PENGENAAN PERPANJANGAN PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAI LANTAIAN DARI BESI ATAU BAJA BUKAN PADUAN (TIDAK RAHASIA) DISAMPAIKAN OLEH PT NS BLUESCOPE INDONESIA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen liberalisasi perdagangan dalam kerangka

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 533/KMK.01/1999 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 533/KMK.01/1999 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 533/KMK.01/1999 TENTANG PENCABUTAN PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK CANAI LANTAIAN DARI BAJA BUKAN PADUAN DICANAI PANAS, TIDAK

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET No. 26/05/61/Th. XVIII, 4 Mei A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$48,87 JUTA Nilai ekspor Kalimantan Barat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI JALAN JENDERAL A. YANI JAKARTA-13230 KOTAK POS 108 JAKARTA-10002 TELEPON (021) 4890308; FAKSIMILE (021) 4890871; SITUS www.beacukai.go.id

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia

Presiden Republik Indonesia PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR ls0!pmk.oll/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI BESI ATAU BAJA BUKAN PADUAN TIDAK DALAM GULUNGAN DARI NEGARA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK SPIN DRAWN YARN (SDY) DARI

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id KADI dan KPPI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Penyelidikan. Antidumping. Imbalan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/M-DAG/PER/12/2012

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah No. 54/09/72/Th.XX, 15 September 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SULAWESI TENGAH Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah Selama Agustus 2017, Nilai

Lebih terperinci

Ketika cakar Sang Naga kian kuat mencengkeram

Ketika cakar Sang Naga kian kuat mencengkeram Ketika cakar Sang Naga kian kuat mencengkeram Contributed by Administrator Tuesday, 26 January 2010 Pusat Peraturan Pajak Online Bisnis Indonesia, 26 Januari 2010 Pemberian fasilitas pajak ekspor merupakan

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 DUMPING

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH No. 05/01/72/Th.XX, 16 Januari 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH Selama Desember 2016, Nilai Ekspor US$ 200,01 Juta dan Impor US$ 190,26 Juta Selama Desember 2016, total ekspor senilai

Lebih terperinci

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Ekspor Nonmigas 21 Mencapai Rekor Tertinggi Jakarta,

Lebih terperinci

SALINANN TENTANG TUHAN. dan peralatan

SALINANN TENTANG TUHAN. dan peralatan MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINANN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55/PMK. 011/2013 TENTANG BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN GUNA PEMBUATAN KOMPONEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dihindari, karena setiap negara yang melakukan praktek di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dihindari, karena setiap negara yang melakukan praktek di dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pasar dunia yang cenderung terbuka dan bebas hambatan adalah fenomena yang tidak dapat dihindari, karena setiap negara yang melakukan praktek di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan baja yang masih terus tumbuh didukung oleh pembangunan sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual Growth Rate/CAGR (2003 2012)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI No. 18/04/61/Th. XX, 3 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$79,38 JUTA Nilai ekspor

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010 SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH No. 21/04/72/Th. XVIII, 01 April 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH Selama Februari 2015, Nilai Ekspor US$ 6,18 Juta dan Impor US$ 21,25 Juta Selama Februari 2015, total ekspor senilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER No.68/11/32/Th.XVII, 16 November A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR OKTOBER MENCAPAI US$2,23 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2015 No. 02/04/Th. VI, 1 April 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2015 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Februari 2015 tercatat US$ 49,26 juta atau mengalami peningkatan sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH No. 16/03/72/Th. XVIII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH Selama Januari 2015, Nilai Ekspor US$ 1,27 Juta dan Impor US$ 1,86 Juta Selama Januari 2015, total ekspor senilai US$

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET No. 22/05/61/Th. XX, 2 Mei A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR MARET MENCAPAI US$97,79 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Baja Tulangan Beton. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/M-IND/PER/ 2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, Oktober 2017

Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, Oktober 2017 No. 70/12/72/Th.XX, 15 Desember 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI TENGAH Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, Oktober 2017 Selama Oktober 2017, Nilai Ekspor US$ 285,57 Juta dan Impor

Lebih terperinci

Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, September 2017

Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, September 2017 No. 58/10/72/Th.XX, 16 Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI TENGAH Perkembangan Ekspor dan Impor Sulawesi Tengah, September 2017 Selama September 2017, Nilai Ekspor US$ 237,50 Juta dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KOMPOR GAS TEKANAN RENDAH JENIS DUA DAN TIGA TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK SECARA WAJIB DENGAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Peresmian Pabrik Pelapisan Pipa Dan Laboratorium Services PT. Bakrie Pipe Industries.

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Peresmian Pabrik Pelapisan Pipa Dan Laboratorium Services PT. Bakrie Pipe Industries. SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Peresmian Pabrik Pelapisan Pipa Dan Laboratorium Services PT. Bakrie Pipe Industries 21 Mei 2015 Yang Saya Hormati: 1. Walikota Bekasi; 2. CEO dan Direksi PT. Bakrie

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER No. 67/12/61/Th. XIX, 1 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR OKTOBER MENCAPAI US$84,85 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER 2016 No. 04/01/32/Th.XIX, 03 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER 2016 MENCAPAI USD

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER No. 60/11/61/Th. XVIII, 2 November A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER MENCAPAI US$45,13 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL No. 31/06/61/Th. XX, 2 Juni A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR APRIL MENCAPAI US$99,57 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2015 No. 15/2/61/Th. XVIII, 16 Februari 2015 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI 2015 MENCAPAI US$39,66 JUTA Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI No. 22/04/61/Th. XVIII, 1 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$34,77 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2014 111 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. No. 07/02/61/Th. XVIII, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER MENCAPAI US$47,53 JUTA Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017 No. 14/03/61/Th. XX, 1 Maret 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR JANUARI 2017 MENCAPAI US$87,48

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI No. 53/07/61/Th. XIX, 1 Juli A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI MENCAPAI US$36,70 JUTA Nilai ekspor Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER No. 02/01/61/Th. XIX, 4 Januari 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$25,38 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI No. 43/08/61/Th. XVIII, 3 Agustus A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MENCAPAI US$53,35 JUTA Nilai ekspor Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat No. 56/10/32/Th. XIX, 2 Oktober 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat Agustus 2017 Ekspor Agustus 2017

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 No. 02/11/Th. VI, 2 November 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan 2015 tercatat US$ 0,84 juta atau mengalami penurunan sebesar 92,68

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER No. 07/02/61/Th. XIX, 1 Februari 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER MENCAPAI US$ 42,54 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN, REPUBLIK INDONESIA SALINAN TENTANG MEALDISH (LACQUERED DENGAN. Bea Masuk. dumping

MENTERI KEUANGAN, REPUBLIK INDONESIA SALINAN TENTANG MEALDISH (LACQUERED DENGAN. Bea Masuk. dumping MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.011/2010 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR ALUMINIUM MEALDISH (LACQUERED TRAY WITH OR WITHOUT

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER No. 02/01/61/Th. XX, 3 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$72,12 JUTA

Lebih terperinci

2 Perdagangan, yaitu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap impor produk steel wire rod; d. bahwa dalam rangka menindaklanjuti hasil penyeli

2 Perdagangan, yaitu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap impor produk steel wire rod; d. bahwa dalam rangka menindaklanjuti hasil penyeli BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1184, 2015 KEMENKEU. Steel Wire Rod. Impor Produk. Pengamanan. Bea Masuk. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155/PMK.010/2015 TENTANG PENGENAAN BEA

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERIPERINDUSTRIAN

SAMBUTAN MENTERIPERINDUSTRIAN SAMBUTAN MENTERIPERINDUSTRIAN PADA PEMBUKAAN PAMERAN PRODUK INDUSTRI MATERIAL DASAR LOGAM DENGAN TEMA PROMOSI KEMAMPUAN INDUSTRI MATERIAL DASAR LOGAM HILIR Di Plasa Pameran Industri, Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2015 No. 02/02/Th. VII, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2015 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan 2015 tercatat US$ 30,04 juta atau mengalami peningkatan sebesar

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Jalan Jenderal A. Yani By Pass Telepon 4890308 Jakarta 13230 Faksimili 4897544 Kotak Pos 108 Jakarta 10002 Website www.beacukai.go.id

Lebih terperinci

2013, No bejana tekan dan tangki dari logam, serta pembuatan mesin pertanian dan kehutanan telah memenuhi kriteria penilaian dan ketentuan baran

2013, No bejana tekan dan tangki dari logam, serta pembuatan mesin pertanian dan kehutanan telah memenuhi kriteria penilaian dan ketentuan baran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.395, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Bea Masuk. Ditanggung Pemerintah. Komponen dan Peralatan. Industri Berat. Pertanian. Kehutanan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER No.72/12/32/Th.XVII, 15 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$2,03 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2016 No. 25/05/36/Th.X, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET NAIK 13,14 PERSEN MENJADI US$757,66 JUTA Nilai ekspor Banten pada Maret naik 13,14 persen dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH No. 14/03/72/Th.XIX, 01 Maret 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH Selama Januari 2016, Nilai Ekspor US$ 78,90 Juta dan Impor US$ 3,51 Juta Selama Januari 2016, total ekspor senilai US$ 78,90

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS KEBIJAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PRODUK BESI BAJA NASIONAL

LAPORAN ANALISIS KEBIJAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PRODUK BESI BAJA NASIONAL LAPORAN ANALISIS KEBIJAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PRODUK BESI BAJA NASIONAL PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2015 No.08/02/36/Th. X, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER NAIK 0,11 PERSEN MENJADI US$733,66 JUTA Nilai ekspor Banten pada naik 0,11 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI No. 50/09/61/Th. XIX, 1 September A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI MENCAPAI US$29,00 JUTA Nilai ekspor Kalimantan Barat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2017 No. 24/05/36/Th.XI, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET NAIK 9,30 PERSEN MENJADI US$995,96 JUTA Nilai ekspor Banten pada Maret naik 9,30 persen dibanding

Lebih terperinci

2 d. bahwa hasil pembahasan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional telah memutuskan untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa kuota terha

2 d. bahwa hasil pembahasan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional telah memutuskan untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa kuota terha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2014 KEMENDAG. Kuota. Pengamanan. Impor Tepung Gandum. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/4/2014 TENTANG KETENTUAN PENGENAAN KUOTA

Lebih terperinci