BAB 1 PENDAHULUAN. Musik dangdut seringkali diidentikan dengan irama yang mendayu-dayu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Musik dangdut seringkali diidentikan dengan irama yang mendayu-dayu"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik dangdut seringkali diidentikan dengan irama yang mendayu-dayu dan sarat dengan lirik yang lara dan nestapa disebut-sebut sebagai musik yang paling populer di Indonesia. Sejak kepopulerannya naik pada tahun 1970-an, irama tersebut kini dapat ditemui pada hampir setiap tempat. Mulai dari ganggang sempit di perkotaan ke hingar-bingar klub malam; dari panggung hajatan pernikahan di desa-desa, hingga ke panggung kampanye partai politik; dari iringan penjual gethuk, hingga ke dalam kontes idola di televisi nasional. Pandangan yang lahir terkait dengan musik dangdut pun bermacam-macam, dari musik rakyat atau lebih parah dianggap kampungan sampai sempat diwacanakan sebagai musik nasional Indonesia 1. Membicarakan musik dangdut bukanlah membicarakan suatu entitas yang tunggal. Stilistika dan karakteristik irama yang unik mendudukkannya sebagai salah satu genre yang penting dalam kajian budaya pop. Sebagai produk kultural budaya pop ia sangat lekat dengan praktik komodifikasi. Musik dangdut mengalami perkembangan baik secara irama maupun secara tematik. Perkembangan tersebut kemudian dapat ditilik melalui beragamnya jenis musik (genre) yang bervariasi di dalam langgamnya. Ditambah lagi jika merunut pada kelahirannya yang merupakan percampuran dari irama melayu, gambus (Arab), 1 Pada tahun 1990-an musik dangdut sempat diwacanakan sebagai musik nasional. Pernyataan beberapa pejabat penting dalam pemerintahan turut melambungkan citra musik dangdut. beberapa orkes dangdut dari daerah Jawa banyak melakukan tur keliling nusantara, hingga ke Papua untuk mempopulerkan irama dangdut. Lihat Weintraub, Andrew (2010) Dangdut Stories, A Social and Musical History of Indonesia s Most Popular Music. New York: Oxford University Press.

2 dan India, pantasnya ia diposisikan sebagai sebuah produk budaya yang hibrid. Dari sekian banyaknya variasi jenis musik yang hadir dalam tubuh musik dangdut, adalah irama Dangdut Pantura atau yang kemudian disebut Dangdut Koplo yang kemudian menjadi varian irama dangdut yang paling menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Sangat penting memandang genre musik yang spesifik di dalam penelitian ini, karena dapat mengungkap suatu kesatuan teks, kosa kata, dan cara tutur tertentu. Kemunculan dangdut koplo ke permukaan ditandai oleh hadirnya Inul dan seluruh kontroversinya dimediasi pada tahun Fenomena ini menghadirkan perdebatan sengit terkait wacana moralitas dan kepatutan di Indonesia. Goyangan yang ditampilkan oleh Inul yang menyerupai gerak bor telah mengusik sebagian golongan yang mengusung pandangan fundamentalisme dalam Islam. Tidak terkecuali institusi yang seolah memiliki otoritas untuk mana yang halal dan mana yang haram, yaitu Majelis Ulama Indonesia. Rhoma Irama pun muncul dalam barisan yang menolak Inul. Dengan predikatnya sebagai Raja Dangdut dan kemunculannya pada bulan April 2003 sebagai ketua PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia), Rhoma membuat pernyataan yang melarang Inul (dan beberapa pedangdut lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan Inul) untuk membawakan lagu-lagu ciptaan anggota PAMMI, otomatis hal ini membuat posisi Inul semakin tergencet (Heryanto (ed), 2012:27). Tidak berhenti di situ, pada bulan Maret 2014 dalam Konferensi Nasional PAMMI yang ke-3, Rhoma Irama kembali membuat pernyataan terkait dangdut koplo. Kali ini menyoal genre atau jenis musik, ia menyatakan bahwa musik dangdut koplo berbeda dengan musik dangdut. Dangdut ya dangdut, koplo ya koplo, jangan menyebut dangdut 2

3 koplo 2. Pelarangan ini tidak hanya lahir dari institusi dangdut seperti PAMMI saja, tercatat bahwa KPID Jawa Tengah menerbitkan larangan terhadap lembaga penyiaran setempat untuk menyiarkan lima lagu yang bernuansa pornografi yang kental 3. Pelarangan macam ini pun tidak hanya terjadi pada lembaga penyiaran salah satu daerah saja, setelah KPID Jateng, disusul oleh lembaga yang sama di daerah Nusa Tenggara Barat, Riau, dan terakhir Jawa Barat 4. Mengapa kemunculan Dangdut Koplo dianggap berbahaya dan harus dilarang? Pelarangan yang pernah dilakukan oleh PAMMI dan institusi pemerintahan tersebut mengarah pada tubuh (goyangan), irama dan teks lagu. Ketiga hal itu dikerangkai dalam wacana besar terkait moralitas. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa ada kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dan harus dipatuhi dalam menghadirkan irama sekaligus tema-tema yang diangkat dalam sebuah lagu dangdut. Jika melenceng dari kaidah tersebut maka akan ada otoritas yang meluruskan, menertibkan, bahkan membredelnya. Hal ini kemudian mendorong penulis untuk melihat lebih lanjut pada pola produksi dan distribusi yang dianut oleh pemusik dangdut koplo. Dalam memproduksi bentuk hiburan dan lagu, sebagian besar kelompok dangdut koplo menitikberatkan pada pertunjukan panggung. Hal ini berdampak pada dua aspek produksi yang dipraktikkan oleh orkes musik dangdut koplo. Pada pertunjukan panggungnya, orkes dangdut ini lebih banyak menyanyikan kembali lagu-lagu dangdut yang sudah ada. Meskipun tidak bisa bisa dibilang bahwa orkes dangdut koplo tidak 2 Dikutip dari sumber: gdut. Diakses pada tanggal 20 Mei 2017, pukul wib. 3 Dikutip dari sumber: Diakses pada tanggal 20 Mei 2017, pukul wib. 4 Dikutip dari sumber: Dicekal-Kemudian-/index.php. Diakses pada tanggal 20 Mei 2017, pukul wib. 3

4 pernah sama sekali memproduksi lagu ciptaan mereka sendiri, akan tetapi selama ini proses membawakan lagu yang sudah ada merupakan cara yang dominan dalam kerangka produksi hiburan dalam kelompok musik dangdut koplo. Untuk itulah kemudian Rhoma Irama melarang para penyanyi dangdut koplo untuk tidak membawakan lagu yang diciptakan oleh anggota PAMMI, karena melihat praktik yang terjadi dalam produksi musik dangdut koplo. Aspek yang kedua yang hadir dari penitikberatan pada pertunjukan panggung, adalah proses rekaman di studio serta rilisan album menjadi prioritas nomor sekian. Bahkan, saking mereka tidak terlalu repot memikirkan hal tersebut, posisi produksi dan penggandaan rilisan album fisik seringkali ditangani oleh pihak lain yang tidak memiliki koridor langsung yang terkait dengan orkes dangdut tersebut. Misalnya, jasa dokumentasi tempat di mana diadakannya panggung hiburan tersebutlah yang kemudian merekam seluruh pertunjukan tersebut. Jasa dokumentasi tersebut disewa oleh empunya acara dan bukan merupakan bagian yang terintegrasi dengan orkes dangdut tersebut. Jasa penggandaan dapat dilakukan sekaligus oleh penyedia jasa perekaman video panggung tersebut, tetapi bisa juga dilemparkan pada pihak ketiga yang secara khusus disewa untuk menggandakan video dokumentasi acara hiburan tersebut. Setelah proses penggandaan lalu rilisan tersebut dapat disebarkan melalui pedagang VCD dangdut yang melapak di pinggir jalan atau di beberapa tempat hiburan rakyat. Semua biaya dokumentasi dan penggandaan tersebut ditangani oleh pemilik acara sehingga keuntungannya pun kemudian dipegang oleh pemilik acara. 4

5 Hal ini berkebalikan dengan yang dilakukan oleh kelompok atau penyanyi dangdut/pop pada industri musik arus utama. Industri musik arus utama berdiri di bawah payung label rekaman. Mereka telah menerapkan standar pola produksi dan distribusi, serta menyediakan infrastruktur untuk menyokong berjalannya industri tersebut. Dalam sebuah proses rekaman, ada yang berperan sebagai produser rekaman, dia memiliki otoritas hingga menentukan standar jenis dan bentuk lagu apa yang nantinya akan diproduksi. Pertimbangannya tentu saja banyak dalam wilayah niaga, apakah lagu tersebut akan laku atau tidak di pasaran. Selanjutnya, penyanyi atau grup tentu saja harus menulis lagu sesuai dengan pertimbangan tersebut, menandatangani kontrak dengan batasan periode dan kesepakatan tertentu lalu merekamnya hingga nanti wujud akhirnya adalah sebuah album musik. Bentuk rilisannya pun berbeda, dalam kasus ini kebanyakan grup musik pada periode 2000-an menggunakan format rilisan yang berbentuk CD, bukan VCD seperti yang dilakukan pada praktik musik dangdut koplo. Label dalam hal ini memiliki fungsi sebagai penyokong ekonomi, membiayai produksi rekaman, dan mengedarkan rilisan setelahnya pada jejaring toko rilisan musik yang bersedia menampung produksi mereka. Baru setelah itu grup musik atau penyanyi melakukan penampilan panggung, penampilan panggung dalam hal ini dilakukan dalam kerangka sebagai bagian promosi penjualan album mereka. Karakteristik ini telah menunjukkan perbedaan yang mendasar dengan praktik yang dilakukan pada praktik musik dangdut koplo yang pola produksinya bertumpu dan bermula dari pertunjukan panggung. Dari sini dapat dilihat bahwa pada industri musik arus utama, kekuasaan terpusat pada kepemilikan modal yaitu label rekaman. Infrastruktur pendukung 5

6 distribusinya terletak pada toko-toko musik yang ditunjuk, memiliki aturan dan legalitas yang jelas. Hal ini berpengaruh kepada praktik konsumsi dan pemaknaannya, sekaligus dengan lingkup persebarannya. Dalam hal ini, artis atau penyanyi menempati struktur paling bawah dalam rantai makanan ini, sekaligus yang pergerakannya paling terbatas. Sedangkan pada praktik musik dangdut koplo, keuntungan yang didapat lebih bersifat tersebar dan tidak terpusat pada satu stake holder. Pemilik acara mengadakan hajatan dan mengundang orkes dangdut. Pertunjunkan musik dangdut kebanyakan bersifat gratis dan dihelat di lapangan terbuka. Pemilik acara mengundang dan membayar orkes dangdut untuk tampil, kemudian jasa dokumentasi dan pengganda VCD berdiri pada posisi yang lain, dia terikat dengan kesepakatan dengan pemilik acara pada suatu peristiwa yang spesifik. Hak milik dan izin penggandaan dipegang oleh pemilik acara, dari sanalah kemudian pemilik acara mendapatkan keuntungannya. Jasa dokumentasi mendapat bayaran atas kerjanya yang spesifik begitu juga orkes dangdut. Pada wilayah persebarannya, penjual VCD lapak yang sering juga disebut penjual VCD bajakan bekerja secara sporadis dan menyebarkan VCD musik dangdut dengan harga yang relatif lebih murah. Hal ini membuat persebaran musik dangdut koplo menjadi makin masif. Hal ini menyiratkan bahwa persoalan aturan menyangkut hak cipta dalam praktik persebaran musik dangdut koplo terkesan sedikit longgar. Sementara di sisi lain, pada bulan Oktober tahun 2015, terjadi pemusnahan massal CD dan VCD bajakan di halaman studio rekaman Lokananta, Solo. Acara tersebut dihadiri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, perwakilan Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) Solo, musisi Sam Bimbo, Rhoma Irama, dan Kepolisian. Pada 6

7 praktiknya, meskipun ribuan CD dan VCD tersebut telah digilas masyarakat tetap saja memungut dan memilih kembali VCD dan CD yang kondisinya masih baik 5. Pada kesempatan tersebut Rhoma mengeluh bagaimana pembajakan kemudian membuat dirinya kesulitan ekonomi dalam memproduksi album: Satu lagu pun saya tidak bisa memproduksi. Untuk memproduksi sebuah CD, biayanya tidak sedikit, bisa ratusan juta rupiah sampai miliaran rupiah. Ironisnya, baru satu hari promosi di TV, besoknya sudah ramai keluar album bajakan saya. Jangankan untung, balik modal saja tidak 6. Dari hal ini muncul satu lagi wacana dalam peristiwa dan susunan pernyataan di atas, yaitu wacana ilegalitas. Hal yang jauh lebih penting dari pola produksi dari masing-masing (dangdut arus utama dan dangdut koplo) adalah praktik konsumsinya yang memiliki kecenderungan yang sama antara satu dengan yang lain. Kehadiran penjual lapak bajakan membuat semua produk rilisan musik dan film menjadi menjangkau langsung dengan harga yang lebih murah. Dalam hal ini, musik dangdut koplo bukan satu-satunya produk yang dijual di lapak penjual VCD. Produk-produk seperti film, musik dangdut arus utama, bahkan musik pop arus utama Indonesia banyak tersedia di lapak-lapak penjual VCD. Kangen Band muncul ke permukaan karena peran peredaran VCD bajakannya, begitu juga dengan Inul. Keuntungan yang didapat dari VCD bajakan tidak secara langsung berimbas pada perolehan keuntungan penjual, tapi lebih kepada ruang promosi. Dengan ruang promosi yang semakin meluas dan masif, tawaran untuk tampil di panggung langsung semakin banyak. Ditambah lagi dengan perkembangan media 5 Diambil dari sumber: Diakses pada tanggal 20 Mei 2017, pukul wib. 6 Ibid. 7

8 seperti Youtube, variasi pola konsumsi menjadi semakin beragam sekaligus seragam. Artinya sangat jarang sekali konsumen musik yang kini membeli rilisan kaset atau CD asli resmi dari pemusik. Praktik unduh dan unggah musik banyak ditemui dalam konsumsi musik masa kini membuat konsumen dapat menempati dua fungsi sebagai produser dan konsumer. Latar produksi dan distribusi memang berbeda, tapi cara konsumsi kemudian malah justru mengarah ke satu bentuk. Meskipun masih dalam satu rumpun musik dangdut, dangdut arus utama biasa juga disebut dangdut murni/piur, dangdut klasik, dangdut melayu, dan dangdut biasa/pop 7 dan dangdut koplo seringkali duduk berseberangan. Dari hal tersebut pun dapat terlihat ketimpangan relasi kuasa di antara keduanya. Di mana dangdut arus utama menempati posisi yang lebih dominan dalam hal populariras di media nasional ketimbang dangdut koplo. Dengan menelusuri persoalan ini secara lebih lanjut, kiranya akan dapat terbaca bagaimana kekuasaan bekerja melalui wacana-wacana yang dihadirkan oleh masing-masing. Selanjutnya akan dapat terdeskripsikan bagaimana taktik dan teknik bekerjanya kekuasaan dalam industri musik populer, baik sebagai kuasa maupun sebagai anti-kuasa. B. Rumusan masalah 1. Bagaimana representasi dan relasi dalam musik dangdut dihadirkan melalui teks-teks pemberitaan yang memuat komentar Rhoma Irama terkait Inul dan dangdut koplo? 7 Dangdut etnik, dibedakannya dari dangdut murni (dangdut piur), dan dangdut biasa, yang, ironisnya, berbasis musik film India dan berwarna India. Menurut Ukat (pencipta lagu dangdut), penekanan pada ciri-ciri musikal kedaerahan Indonesia, dan bukan India, mengokohkan status dangdut sebagai musik nusantara. (Weintraub, 2010:234). 8

9 2. Bagaimana Rhoma Irama menghadirkan wacana identitas musikal, moralitas, dan legalitas musik dangdut koplomelalui lagu dan praktik bermusiknya? 3. Bagaimana konteks sosio-kultural musik dangdut koplo menghadirkan kontra wacana atas kekuasaan yang dihadirkan dangdut arus utama (Rhoma Irama)? C. Tujuan Penelitian Praktik musik dangdut koplo atau dangdut pantura dalam wilayah kajian musik populer sangat menarik. Pada satu sisi, produk budaya dalam wilayah budaya populer seringkali dianggap sebagai semata-mata produk yang remehtemeh, tidak serius, sampah, aib dan lain sebagainya. Selain itu, dalam kerangka pandangan Adorno dalam artikel On Popular Music dijelaskan bagaimana musik populer berdampak pada kehidupan manusia, khususnya jika dihadaphadapkan dengan musik seni tinggi, serta bagaimana lekatnya ia dengan komodifikasi. Akan tetapi dengan pandangan yang demikian, apakah kemudian tidak dapat dibaca suatu wacana yang emansipatoris, jika tidak bisa dibilang revolusioner seperti apa yang terjadi dalam praktik musik dangdut koplo. Dalam wilayah produksi irama, teks syair, produksi rilisan musik, pemanggungan, serta pada distribusinya kiranya dapat dibaca sebagai sebuah teks yang menyusun wacana, sebuah strategi dan siasat bertahan hidup dalam lautan komodifikasi, sebagai sebuah negosiasi. Dari sana pula dapat dibaca bagaimana kekuasaan bekerja dalam industri musik populer di Indonesia, bagaimana satu pihak menyusun wacana untuk menjadi dominan, dan menekan pihak lain 9

10 (exercising power). Penulis akan membaca dan mendokumentasi pernyataanpernyataan tersebut dari praktik musik dangdut koplo yang menyusun wacana tersebut. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan kajian wacana kritis seputar praktik musik dangdut koplo dan musik populer. 2. Memberikan sumbangan akademis tentang penggunaan analisis wacana kritis dalam membaca musik dangdut koplo. 3. Memberikan sumbangan akademis dalam melihat bagaimana dangdut koplo diposisikan dalam kajian musik populer. E. Batasan Penelitian Penelitian ini hendak mendeskripsikan bagaimana kekuasaan bekerja pada suatu diskursus dengan menelusuri prosedur-prosedur, praktik-praktik, institusi dan aparatus yang terlibat dalam produksi wacana dan pengetahuan. Pelarangan dan pembedaan irama dangdut dengan dangdut koplo yang dilakukan oleh Rhoma Irama, ormas Islam, dan beberapa institusi pemerintah dapat dibaca sebagai salah satu bukti dari beroperasinya kekuasaan. Data-data dikumpulkan dari pernyataan-pernyataan yang pernah tercatat. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat berasal dari kajian akademis sebelum penelitian ini dilakukan, peristiwa atau fenomena yang terjadi di masyarakat, arsip-arsip pemberitaan di media massa, dan teks-teks lagu dangdut. Data 10

11 pendukung akan dilengkapi dari wawancara pada pihak-pihak terkait. Penulis akan berfokus dalam produksi wacana terkait dangdut koplo. F. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori F.1 Tinjauan Pustaka Kajian dalam penelitian ini mencoba untuk membahas praktik produksi wacana dan relasi kekuasaan dengan musik dangdut koplo di Indonesia. Penulis menggunakan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, teks-teks pemberitaan, dan arsip-arsip sejarah sebagai sumber data utama, kemudian menyusun mendokumentasikan wacana-wacana yang hadir di sana untuk kemudian dibaca sebagai suatu wacana yang lebih fokus. Pada perkembangan musik dangdut dan pemaknaannya, penulis mengacu kepada penelitian yang telah dilakukan oleh G. R Lono Lastoro Simatupang (1996), serta melengkapinya dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Andrew Weintraub (2010) yang memotret secara lebih mendalam dan meluas tentang musik dangdut sebagai musik paling populer di Indonesia. Dalam kedua penelitian tersebut, penulis menggunakan data-data yang tersedia untuk memahami genealogi musik dangdut; perkembangan, dan pemaknaannya. Dalam penelitian Weintraub yang bisa dikatakan lebih baru dan lebih luas daripada penelitian yang dilakukan oleh Lono, wacana terkait dangdut koplo masih dibahas sebagai bagian kecil dari perkembangan musik dangdut secara umum. Di dalamnya, dijelaskan genealogi musik dangdut koplo sebagai kecenderungan yang muncul pasca reformasi dan geliat musik popular yang bernafas kedaerahan. Hal lain yaitu, keterkaitan antara musik dangdut dan partai politik, atau kegiatan 11

12 politik praktis sebagai sebuah hiburan dalam kampanye juga turut dibahas sebagai penarik massa. Penelitian terkait hubungan musik dangdut dan partai politik ini pun ditelusuri oleh Aris Setyawan (2014) sebagai sebuah pola relasi yang transaksional. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Weintraub, kajian tentang tubuh perempuan dan gerakan juga dielaborasi lebih mendalam. Esai akademis yang dikerjakan oleh Ariel Heryanto dalam buku Budaya Populer Indonesia; Mencairnya Identitas Pasca Orde Baru (2012) memberikan landasan bagaimana menyikapi kontroversi Inul dan Rhoma Irama telah menghadirkan sebuah wacana pertarungan wacana antara arus utama dan arus pinggir, serta bagaimana satu pihak melakukan praktik mekanisme kekuasaan. Hal tersebut memberikan pandangan bahwa penting mencatat hal tersebut, juga melihat bagaimana polemik di lingkup wilayah sosial terdampak atas wacana tersebut. Seperti diketahui, pada masa itu, perdebatan tersebut telah mempengaruhi mencuatnya pandangan yang menganggap pentingnya diberlakukan undang-undang anti pornografi. Temuan yang dipaparkan oleh Ariel Heryanto akan dibawa lebih lanjut untuk melihat apakah praktik tersebut juga terjadi pada teks lagu dan praktik produksi atau penampilan panggung dangdut koplo sebagi suatu strategi khusus dari musik dangdut koplo yang di dalamnya kemudian dapat dibaca kontra wacana yang dilakukan oleh dangdut koplo. Penelitian yang dikerjakan oleh Faruk dan Aprinus Salam memberikan sumbangan penting dalam melihat perseteruan Rhoma Irama dengan Inul. Dalam buku yang diterbitkan dengan judul Hanya Inul, data-data dari media cetak, televisi, dan internet dihadirkan untuk menajamkan argumentasi dan analisis pembahasan. Kerangka pembacaan semiotika media dilakukan dalam penelitian 12

13 ini dan juga bagaimana proses mediatisasi berpengaruh besar dalam fenomena ini. Akan tetapi penelitian ini lebih berat memfokuskan diri pada aspek Inul dan Rhoma dalam sebuah periode tertentu, sehingga penelitian yang dilakukan oleh penulis kiranya masih relevan untuk dilakukan lagi dengan penambahan beberapa aspek lain seperti identitas musikal dan legalitas. Penelitian yang dilakukan oleh Michael H.B Radityo (2013) memberi sumbangan bagaimana salah satu unsur musikal dan performatif dalam pertunjukan dangdut koplo memberi warna dan kekhasan tersendiri. Senggakan dalam penelitian tersebut dikupas dengan cara pandang kajian seni pertunjukan untuk melihat esensi kehadirannya dalam sebuah pertunjukan dangdut koplo di panggung langsung. Penelitian tersebut kemudian membuat penulis meneruskan pelacakan atas unsur musik tersebut dalam pertunjukan dangdut koplo di televisi, yang mana terdapat beberapa penyesuaian di sana. Penyesuaian tersebut kemudian dibaca dengan lebih kritis di dalam penelitian ini sebagai sebuah praktik pendisiplinan. Penelitian Timoteus Anggawan Kusno (2012) terkait proses produksi VCD dangdut lokal di kota Pati memberikan gambaran skema tentang praktik produksi dan distribusi yang spesial yang nyaris tidak dimiliki oleh industri musik manapun. Keterlibatan pihak pembuat acara, jasa dokumetasi acara, makelar penjual VCD, jasa penggandaan VCD, serta penjual lapak VCD membuat suatu jejaring rantai produksi dan distribusi yang sangat menarik. Hal ini membuat penulis membingkainya menjadi sebuah kemampuan orang-orang untuk membangun sebuah infastruktur dari ketiadaaan, sebagai sebuah siasat bertahan 13

14 hidup dan moda negosiasi untuk tidak sepenuhnya tunduk pada sistem komodifikasi kapitalisme. Melandaskan pada penelitian-penelitian inilah kemudian penulis menarik bentangan waktu yang lebih jauh hingga pada masa terkini, bagaimana ada ketidaksinambungan dalam penerimaan media arus utama terhadap Inul serta irama dangdut koplo; cara pandang yang berbeda, pemosisian yang berubah. Penelitian ini juga berusaha mencatat wacana yang terdapat dalam teks irama dan syair dalam dangdut koplo, serta mengembangkan praktik produksinya bukan melulu pada soal teknis, tetapi juga memindai bagaimana produksi lagu yang terjadi di dalam pementasan dangdut koplo, ketika banyak dari orkes melayu dangdut koplo membawakan ulang lagu yang sebelumnya telah dikenal maka wacana apa yang dapat terbaca dari sana. Betapapun, lengkap dan padatnya kedua penelitian yang dilakukan oleh Lono Simatupang dan Andrew Weintraub, dan telah menjadi pondasi awal dari penelitian ini, peneliti menilai bahwa keduanya masih melihat bagaimana dangdut dalam suatu kesatuan besar, yang belum secara spesifik mengakaji relasi kuasa di dalam aliran musik dangdut itu sendiri. Dalam hal ini, penelitian ini dapat menawarkan suatu sudut pandang yang lebih spesifik dari kedua penelitian tersebut. F.2 Landasan Teori F.2.1 Menyoal Musik Populer Kehadiran budaya populer seringkali dikaitkan sebagai lawan kata dari kebudayaan tinggi, adiluhung. Di mana budaya dianggap sebagai puncak peradaban manusia, terutama yang berkuasa. Sementara, budaya populer memiliki 14

15 kecenderungan untuk melihat cara hidup masyarakat biasa; kepercayaankepercayaan dan praktik-praktik, serta objek-objek melalui mana semua hal itu diorganisasikan, yang dibagi bersama-sama di kalangan masyarakat (Mukerji dan Schudson, 1991:3). Termasuk di dalamnya adalah musik, sebagaimana diketahui kini banyak dijumpai istilah musik populer. Apa yang kemudian dapat dilakukan untuk memindai pengertian musik populer adalah dengan sederhana membandingkannya dengan musik serius; musik klasik, musik seriosa dan sebagainya. Di sisi lain, istilah populer dapat dikaitkan dengan keterkenalan, bisa juga dikaitkan dengan kerakyatan (populi), dan hubungannya dengan niaga (komodifikasi budaya). Analisis historis sangat memungkinkan untuk mencapai pengertian musik populer, baik secara musikologis ataupun sosiologis. Tetapi alih-alih melandaskan pada proses pembentukannya, menarik juga untuk melihat bagaimana musik popular kini dimaknai dan digunakan. Hal ini kiranya dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai praktik-praktik dan pemaknaan dari musik pop dewasa ini. Hasil yang dapat diraih dengan mencoba mendefinisikan musik populer dengan membandingkannya dengan musik serius ialah unsur standardisasi. Dijelaskan oleh Theodor Adorno dalam tulisannya yang berjudul On Popular Music yang terbit pada tahun 1941 bahwa seluruh struktur dalam musik populer telah distandardisasi, bahkan pada musik yang diniatkan untuk menghindari standardisasi pada akhirnya ia akan terjebak pada standardisasi tersebut, dengan membentuk standardisasi yang baru. Bentuk yang paling kentara adalah pada formasi struktur lagunya yang mana pada bagian chorusnya biasanya terdiri dari 32 bar. Lebih lanjut, Adorno menjelaskan tentang pola-pola imitasi 15

16 dari lagu yang telah lahir sebelumnya. Dengan mengambil unsur utama, mengulangnya, menghadirkan kembali struktur utama dari sebuah lagu yang terkenal atau menjadi hits sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar lagu tersebut dapat menjadi hits pula. Proses ini disebut plugging, dan ia adalah pelengkap yang sempurna dari sistem standardisasi. Praktik seperti ini sudah terjadi di Indonesia bahkan sejak tahun 1970-an. Persisnya ketika grup musik Tranada menjalani proses rekaman yang pertama, produser musik di Purnama Record pada saat itu menyarankan agar mereka mengikuti selera konsumen. Mereka dituntut untuk mengikuti apa yang sedang ramai dan laku di pasaran pada saat itu, yang berarti membuat lagu yang komersil. Komersil dalam hal ini berarti menggunakan lirik yang mudah diterima dan diingat masyarakat, dan dengan irama yang menyerupai lagu-lagu yang sedang populer saat itu 8. Hal ini pun terjadi pada grup musik D Lloyd yang kemudian menyanyikan lagu-lagu berirama melayu, dengan pertimbangan yang sama; karena irama tersebut sedang laku saat itu 9. Bahkan hingga penyanyi Rock Indonesia tahun 1970-an, Ucok dari grup musik AKA yang terkanal dengan kegarangannya di atas panggung, pun memiliki album melayu, hingga pop jawa. Semua hal tersebut dilakukan karena pertimbangan ekonomi, bahwa penghasilannya dari panggung rock tidak mencukupi kebutuhan hidupnya 10. Pola-pola seperti ini terus menerus dilakukan dengan dukungan untuk laku di pasaran. Jadi, logika yang mendasari praktik tersebut adalah tidak lain merupakan logika niaga; jual-beli; untung rugi. Hal ini menjelaskan bagaimana kemudian musik popular berpraktik dalam wilayah produksi dan distribusi, 8 Aktuil, No. 133, Aktuil, No. 214, 7 Februari Aktuil, No. 175, September

17 artinya ada kekuasaan produser yang kemudian membiayai proses produksi sebuah kelompok musik atau penyanyi, lalu mendistribusikannya dengan jejaring yang mereka miliki. Pemusik dalam hal ini merupakan pekerja dan lagu menjadi sekadar produk atau komoditas. Logika seperti ini nyaris terjadi di setiap produk budaya populer, bukan hanya musik tapi juga terjadi di sinetron (film televisi), dan lainnya, untuk itulah kemudian pertimbangan kualitas menjadi dikesampingkan. Hal tersebut mengakibatkan produk-produk budaya populer seringkali dianggap sebagai budaya massa, yang artinya budaya yang remeh, rendahan, dangkal, seragam, dan dibuat-buat (Strinati, 1995:21). Pandangan tersebut juga berlaku pada musik dangdut di Indonesia, bagaimana musik dangdut dalam tema, elemen, dan unsur musiknya kemudian dilekatkan dengan suatu kelas sosial tertentu, yaitu kelas bawah. Pernyataan ini pun kemudian mendukung bagaimana pandangan Adorno tentang musik populer dan kaitannya dengan konsumsi musik populer oleh orang-orang yang telah lelah bekerja dengan rutinitas yang sama setiap harinya. Masuk dengan formulasi musik yang telah terstandardisasi, lalu mengulang pola-pola kesuksesan lagu hits sebelumnya (plugging), akibatnya adalah perubahan dari kebiasaan mendengarkan (listening habits) dari orang-orang yang turut terbentuk seturut dengan proses ini. Perubahan kebiasaan mendengar ini paling banyak ditemui praktik bekerjanya pada orang-orang yang memiliki tekanan dalam kehidupannya. Tekanan ekonomi, sosial, dan politik. Musik populer, dalam hal ini dangdut hadir sebagai sebuah penghiburan. Sebagai sebuah relaksasi yang tidak menuntut usaha dan konsentrasi dalam mengkonsumsinya. Musik-musik populer tidak 17

18 membutuhkan konsentrasi dan usaha yang terlalu besar dari pendengarnya, karena dengan skema standardisasi dan plugging, pendengar akan menjumpai perasaan bahwa ia pernah mendengar lagu seperti itu sebelumnya, yang kemudian pada akhirnya akan ia terima sebagai sebuah lagu yang enak dan ia sukai, karena memang lagu tersebut mengandung satu unsur kebaruan pada taraf tertentu, sekaligus mengulang dari formulasi dari lagu yang telah sukses sebelumnya. Lebih jauh tentang pendengar, Adorno menjelaskan tentang dua tipe pendengar, the rhythmically obedient" dan "emotional type. Secara sederhana, kedua tipe tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tipe the rhythmically obedient pendengar akan patuh terhadap ritme musik yang dihadirkan, misalnya pada pendengar musik rock, metal dan bahkan dangdut. Ritme pada ketiga contoh tersebut sangat kuat mempengaruhi pendengarnya hingga merasuk dan direspon pada tataran ketubuhan dari pendengarnya yang diwujudkan pada jingkrakjingkrak, headbang, bahkan sampai joged. Sedang pada tipe emotional type, pendengar acapkali terbawa oleh suasana yang dihadirkan oleh irama musik (yang bukan perkusif) dan teks syair atau tema lagunya, sehingga dapat membuat pendengar sedih atau teringat pada hal-hal terkait ingatan personal dalam dirinya. Dalam hal ini Adorno menekankan bahwa budaya populer bersifat manipulatif karena tujuan utama adalah agar dibeli, sehingga proses yang terjadi dalam produksinya kemudian menghadirkan standardisasi, dan repetisi. Selain itu, produk musik populer juga tidak mensyaratkan untuk baik secara bentuk dan kualitas, ataupun memperkaya batin pendegarnya. Namun pandangan tersebut tidak serta merta ditelan mentah-mentah dalam penelitian ini. Dengan menghadap-hadapkan musik klasik dan musik populer 18

19 Adorno memiliki watak elitis dan kritik yang dikemukakannya lebih berat kepada persoalan bentuk ketimbang isi. Sementara pandangan pemikir cultural studies dirasa baik untuk diaplikasi dalam mengkerangkai pandangan tentang musik populer sebagai produk dari kebudayaan pop dalam penelitian ini. Pandangan yang berfokus pada masalah konsumsi berpendapat bahwa meskipun produksi musik pop, film, televisi, dan pakaian ada di tangan perusahaan kapitalis, tetapi produksi makna selalu terjadi pada ranah konsumsi oleh orang yang merupakan produsen makna yang aktif (Barker, 2013:48). Fiske menguatkan pandangan tersebut dengan berpendapat dan dikutip dalam buku yang ditulis oleh Chris Barker, bahwa kebudayaan pop meskipun diproduksi besar-besaran oleh kapitalis, tetapi ia lebih memfokuskan perhatiannya kepada taktik populer di mana kekuatan-kekuatan (dominasi) ini ditangani, dihindari dan dipertahankan. Vitalitas dan kreativitas mengarah pada kemungkinan perubahan sosial dan dorongan untuk terjadinya perubahan sosial (Fiske, 1989: 8 dalam Barker, 2013: 49). Lebih lanjut, Fiske berpendapat bahwa meskipun telah dibarengi dengan promosi yang bersar-besaran, 80 sampai 90 persen produk budaya populer tetap saja menemui kegagalan. Artinya, industri kebudayaan harus bekerja keras agar produknya dikonsumsi dan konsumen bukanlah orang yang dungu, melainkan secara aktif melakukan pemilahan dan memproduksi makna (Barker, 2013: 49). Kebudayaan pop adalah arena konsensus dan resistensi. Dalam hal ini, pandangan terkait musik populer menurut Adorno yang telah terstandardisasi dan selalu menggunakan teknik pluging dalam praktiknya untuk meraih pendengar memang tidak dapat dimungkiri. Dari sana kemudian akan ditelusuri bagaimana proses tersebut juga berlaku dalam perkembangan 19

20 musik dangdut. Akan tetapi pola konsumsi yang terjadi dalam praktiknya pun tidak dapat dilewatkan karena di sanalah akan terbaca bagaimana perselisihan anatar keduanya berlangsung, untuk kemudian lebih lanjut mendeskripsikan bagaimana kekuasaan bekerja di dalamnya. F.2.2 Kuasa Wacana dalam Musik Dangdut Penelitian ini hendak mendeskripsikan bagaimana kekuasaan bekerja pada suatu diskursus, dengan menelusuri prosedur-prosedur, praktik-praktik dalam produksi wacana dan pengetahuan. Pelarangan dan pembedaan irama dangdut dengan dangdut koplo yang dilakukan oleh Rhoma Irama, Ormas Islam, dan beberapa institusi pemerintah dapat dibaca sebagai salah satu bukti dari beroperasinya kekuasaan. Kekuasaan dalam penelitian ini dimaknai dengan cara pandang Foucault, yang dalam hal ini memiliki ciri-ciri bahwa kekuasaan tidak dapat dilokalisir, ia merupakan sebuah tatanan disiplin dan dihubungkan dengan jaringan, memberi struktur kegiatan-kegiatan, tidak represif tetapi produktif, serta melekat pada kehendak untuk mengetahui (Haryatmoko, 2016:15). Kekuasaan dalam hal ini tidak dipahami dalam kerangka yang tunggal dan sentral yang menindas, atau sebagai sebuah sistem hukum kedaulatan. Tetapi dalam dalam hubungan yang sekaligus banyak, tersebar, dan selalu bergerak. Kekuasaan selalu melahirkan anti-kuasa atau perlawanan yang lahir justru dari dalam kekuasaan itu sendiri, bukan dari luar (2016:13). Tujuan dari memahami bentuk-bentuk aktual perlawanan ini bukanlah untuk menyerang institusi kekuasaan, tetapi untuk mendeskripsikan teknik tertentu dari kekuasaan yang 20

21 mengelompokkan orang ke dalam ketegori-kategori tertentu, kemudian mengatur atau memaksanya untuk mematuhi norma-norma kebenaran tertentu. Pemisahan kategori yang dilakukan oleh Rhoma Irama dalam penelitian ini dapat dibaca sebagai sebuah praktik diskursif yang membuat dangdut koplo dianggap berbeda dari irama dangdut. Dengan memainkan isu yang kemudian menghadirkan wacana terkait moralitas dalam gerak tubuh dan teks, serta wacana ilegalitas dalam praktik produksi dan distribusi yang dilakukan oleh dangdut koplo. Wacana dalam hal ini merujuk pada apa yang diungkapkan oleh Michel Foucault, yaitu sistem pengetahuan yang memberi informasi tentang teknologi sosial dan teknologi memerintah, yang merupakan bentuk kekuasaan dalam masyarakat modern (Haryatmoko, 2016: 3). Wacana dipahami dalam bentuk aturan-aturan, norma-norma, atau praktik-praktik yang menghasilkan masalahmasalah bermakna, dan diatur sesuai dengan periode sejarah (Haryatmoko, 2016: 66). Lebih lanjut, wacana adalah praksis sosial dalam bentuk interaksi simbolis yang bisa terungkap dalam pembicaraan, tulisan, kial, gambar, diagram, film, atau musik (Fairclough, 2010:233; Bloor dan Thomas, 2007:1-2). Konteks historis dianggap perlu dihadirkan dalam penelitian ini, sejalan dengan argumentasi Foucault bahwa bahasa berkembang dan membentuk makna pada kondisi material dan historis yang spesifik. Pernyataan-pernyataan yang muncul pada kondisi historis yang khas akan dipadukan dan ditata untuk melihat bagaimana bidang pengetahuan atau objek spesifik dibentuk dan didefinisikan untuk melihat bagaimana rezim kebenaran dibentuk, untuk kemudian dibongkar. Dalam hal ini, konsep diskursus mengacu pada produksi pengetahuan melalui bahasa yang memberikan makna kepada objek material dan praksis sosial, 21

22 meskipun objek material dan praktik sosial berada di luar bahasa, tapi ia diberi makana atau ditampilkan oleh bahasa dan kemudian dibentuk secara diskursif. Diskursus mengontruksi, mendefinisikan, dan menghasilkan objek pengetahuan dengan cara-cara yang masuk akal sambil mengesampingkan bentuk penalaran lain sebagai cara yang tidak masuk akal (Barker, 2004: 83). Praktik yang dilakukan oleh oleh rezim dangdut arus utama kemudian juga dapat dikerangkai sebagai suatu praktik pendisiplinan. Disiplin dalam hal ini tidak dipahami sebagai suatu praktik yang identik dengan institusi atau aparat. Disiplin dipahami sebagai sebuah teknologi untuk menormalisasi kehidupan masyarakat adalah suatu tipe kekuasaan. Di dalamnya terdiri atas sarana, teknik, prosedur, tingkat-tingkat penerapan, sasaran-sasaran tertentu (Haryatmoko, 2016: 15). Bagi Foucault kekuasaan tidak dimaknai sebagai hubungan subyektif searah, ia merupakan strategi kompleks dalam suatu masyarakat dengan perlengkapan, manuver, teknik, dan mekanisme tertentu. Diskursus atau wacana dalam penelitian ini dapat hadir dalam bentuk teks maupun dalam bentuk praktik sosial. Kekuasaan dalam hal ini tidak dipahami sebagai suatu hak istimewa yang dimiliki seseorang atau suatu institusi negara, ia ada di mana-mana menyebar dalam hubungan-hubungan masyarakat (2016: 15). Oleh sebab itulah, praktik kekuasaan yang tersebar ini kemudian berpengaruh terhadap perumusan permasalahan dalam penelitian ini, bahwa yang akan dilihat bukan saja praktik kekuasaan yang dilakukan oleh rezim dangdut arus utama, melainkan juga dengan praktik kuasa perlawanan yang dihadirkan oleh dangdut koplo. 22

23 G. Metodologi Penelitian Penelitian ini hendak mendeskripsikan bagaimana kekuasaan bekerja dalam ranah musik populer, khususnya musik dangdut. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian Analisis Wacana Kritis (AWK). AWK dianggap sebagai penerapan analisis kritis terhadap bahasa yang terinspirasi Marxisme ketika menyoroti aspek-aspek budaya dalam kehidupan sosial, yaitu ketika dominasi dan eksploitasi dipertahankan melalui budaya dan ideologi (Wetherel, 2001: ). Penggunaan analisis ini disebut kritis karena menganalisis apa yang tidak beres dalam masyarakat (ketidakadilan, ketidaksetaraan, diskriminasi, ketidakbebasan) dengan mencari sumber dan sebabnya serta bentuk-bentuk perlawanan yang mungkin (Fairclough, 2010: 243). Wacana menurut Michel Foucault merupakan sistem pengetahuan yang memberi informasi tentang teknologi memerintah yang merupakan bentuk kekuasaan masyarakat modern. Norman Fairclough mendapat inspirasi dari Foucault tentang hubungan pengetahuan, kekuasaan, dan kebenaran dalam wacana. Wacana dilihat sebagai bahasa dalam prakis sosial. Wacana menyediakan bahasauntuk membuat pernyataan tentang topik khusus pada periode tertentu (Haryatmoko, 2016: 3). Analisis ini juga menggunakan pendekatan multidisiplin karena beragamnya aspek objek pengamatan di dalamnya. Analisis wacana kritis memiliki beberapa perbedaan dengan analisis wacana (objektif). Jika dalam analisis wacana (objektif) ada kecenderungan untuk mengambil jarak, hubungan dengan teks objektif, dan tidak melibatkan diri atau mengambil posisi, maka pada analisis wacana kritis peneliti mengambil posisi atau keberpihakan dan 23

24 membongkar atau mendemistifikasi bentuk-bentuk dominasi melalui analisis wacana. Dalam hal ini analisis dan landasan teoritis menjadi penting karena berperan untuk mengkritisi ketidakadilan yang terjadi dalam suatu fenomena sosial (Haryatmoko, 2016: 13). Penelitian ini secara spesifik menggunakan model analisis wacana kritis Norman Fairclough. Analisis wacana kritis merupakan suatu perspektif, suatu pengambilan posisi atau sikap di dalam disiplin studi wacana yang melibatkan berbagai disiplin ilmu: analisis wacana, psikologi, sejarah, ilmu-ilmu sosial, dan linguistik. Pelibatan berbagai disiplin ilmu tersebut dapat membantu menganalisis, membuat deskripsi, dan memberi kerangka teori yang berperan untuk mengkritisi ketidakadilan atau diskriminasi. Studi wacana kritis juga hendak mendemistifikasi ideologi dan kepentingan yang dibekukan di dalam wacana (Haryatmoko, 2016: 77). Model penelitian studi wacana kritis menururt Fairclough memiliki empat langkah dalam metodenya (Fairclough, 2010: 235). Pertama, berfokus pada ketidakberesan sosial dalam aspek semiotiknya. Kedua, mengidentifikasi hambatan-hambatan untuk menangani ketidakberesan sosial itu. Ketiga, mempertimbangkan apakah tatanan sosial itu membutuhkan ketidak beresan sosial tersebut. Keempat, mengidentifikasi cara-cara yang mungkin untuk mengatasi hambatan-hambatan itu. Penjelasan dari keempat langkah tersebut adalah, pertama, ketidakberesan sosial dipahami sebagai aspek-aspek sistem sosial, bentuk dan tatanan yang merugikan atau merusak kesejahteraan yang dapat diperbaiki meski melaluiperubahan radikal dari sitem. Ketidakberesan sosial itu 24

25 meliputi kemiskinan, ketidaksetaraan, diskriminasi, kurangnya kebebasan, atau rasisme (Haryatmoko, 2016: 20). Kedua, pendekatan terhadap ketidakberesan sosial ditempuh dengan cara tidak langsung, yaitu dengan menanyakan bagaimana kehidupan sosial diorganisir dan distruktur sehingga mencegahnya dari upaya menanganinya. Hal ini membutuhkan analisis tatanan sosial dan satu titik masuk ke analisis semiotik. Ada tiga tahap yang harus ditempuh pada bagian yang kedua ini, pertama analisis hubungan dialektik antara semiosis dan unsur-unsur sosial lainnya: tatanan wacana dan unsur-unsur praktik sosial lain, antara teks dan unsur-unsur kejadian. Kedua, seleksi teks dan memfokuskan pada analisis teks tersebut serta mengelompokkannya sesuai dengan tujuannya untuk membentuk objek penelitian. Ketiga, melakukan analisis teks, baik analisis interdiskursif, analisis linguistik dan semiotik. Selanjutnya langkah yang ketiga, adalah mempertanyakan apakah ketidakberesan sosial melekat pada tatanan sosial, apakah dapat ditangani dalam sistem tersebut, atau hanya bisa ditangani jika diubah? Hal ini terkait dengan masalah ideologi; wacana selalu ideologis jika digunakan untuk mendukung hubungan kekuasaan dan dominasi tertentu. Langkah yang keempat adalah identifiksi kemungkinan-kemungkinan dalam proses sosial yang ada untuk mengatasi hambatan-hambatan menangani ketidakberesan sosial (Haryatmoko, 2016: 21). Pada dasarnya, Fairclough menerangkan bahwa metode analisis wacana kritis yang digunakannya memuat tiga dimensi analisis, yaitu analisis teks, analisis praktik diskursif pada teks (produksi, distribusi, dan konsumsi teks, serta interpretasi atas teks), dan analisis praktik sosial; yaitu analisis sosial dari even 25

26 diskursif dalam kerangka kondisi sosial dan efeknya dalam beberapa level yang berbeda (Fairclough, 1992: 56). Secara spesifik Fairclough menjelaskan metodenya sebagai Textual Oriented Discourse Analysis(TODA). Fairclough menerangkan bahwa metode analisisnya memiliki pengaruh dari pendekatan atas wacana yang dilakukan oleh Michel Foucault. Meskipun demikian dalam penerapannya, TODA secara khusus menyertakan analisis teks secara linguistik ke dalam metodenya, sedangkan Foucault tidak terlalu mementingkan analisis tersebut (1992: 56). Perbedaan tersebut menjadi kekhasan tersendiri bagi analisis wacana yang dikemukakan oleh Fairclough, dengan demikian pendekatan TODA dapat menjangkau lebih dalam kerja analisis wacana kritis. Social Practice Text Discursive Practice Gambar 1. Skema konsep tiga dimensi Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough. G.1 Penerapan Studi Wacana Kritis Dalam penerapan studi analisis wacana dalam penelitian ini, langkahlangkah analisis yangtelah dipaparkan akan diperdalam lagi dalam kaitannya untuk diturunkan dalam penerapannya dalam penelitian ini. 26

27 Wacana sebagai praksis sosial mengarahkan fokusnya untuk menganalisis institusi, organisasi, relasi kelompok, struktur, proses sosial-politik untuk dipelajari pada tingkat wacana, komunikasi, dan interaksi. Dengan memperhitungkan hal tersebut, menurut Fairclough analisis wacana kritis harus memperhatikan tiga dimensinya, yaitu teks, praktik diskursif, dan praksis sosial. Dimensi teks adalah semua yang mengacu pada wicara, tulisan, grafik dan kombinasinya. Dimensi praktik diskursif adalah semua produksi dan konsumsi teks. Fokusnya diarahkan pada cara produsen teks mengambil wacana dengan memerhatikan bagaimana hubungan kekuasaan dimainkan. Dimensi ketiga, praksis sosial biasanya tertanam dalam tujuan, jaringan, dan praksis budaya yang luas. pemahaman ini berada pada wilayah pemahaman intertekstual, peristiwa sosial di mana akan terlihat bahwa teks dibentuk oleh dan membentuk praksis sosial (Haryatmoko, 2016: 23). Dalam hal ini, peneliti hendak melakukan analisis terkait bagaimana bekerjanya kekuasaan dalam musik dangdut. Utamanya adalah asumsi dasar bahwa di dalam ranah musik populer, khususnya musik dangdut, terjadi suatu produksi wacana yang bermaksud untuk meminggirkan pihak lain, atau terjadi suatu ketidakberesan sosial di sana. Sekaligus, melihat bagaimana pihak yang terpinggirkan itu mampu melakukan perlawanan dan tidak tunduk diam. Lebih lanjut, dalam penelitian ini dihadapkan wacana musik dangdut arus utama yang telah muncul dan lebih dahulu secara historis, juga telah melekat dengan konteks sosial masyarakat dengan dangdut koplo, yang dalam kenyataannya memperoleh perhatian yang cukup luas dari masyarakat umum, terutama jika dilihat dari konsumsinya. 27

28 Ada tiga sumber awal teks yang dijadikan landasan untuk melakukan penelitian ini. Pertama, teks pemberitaan media yang memuat perrnyataan Rhoma Irama yang mengecam goyangan Inul dan melarang Inul membawakan lagu-lagu ciptaan artis PAMMI. Kedua, teks pemberitaan media yang memuat pernyataan Rhoma Irama yang menyatakan pembedaan jenis aliran musik (genre) bahwa dangdut koplo bukanlah dangdut. Pembedaan ini selanjutnya dapat dilihat sebagi praktik pengkategorisasian, sekaligus identifikasi, mana yang termasuk dalam kelompoknya dan mana yang tidak. Dalam hal ini dapat terbaca adanya proses peminggiran terhadap suatu kelompok tersebut. Ketiga, adalah teks pemberitaan tentang pemusnahan VCD bajakan yang kemudian menghadirkan wacana ilegalitas. Setiap teks yang dihadirkan akan identifikasi sebagai ketidakberesan sosial. Terjadi pelarangan, diskriminasi dan penggambaran sebuah hubungan kekuasaan. Sederhananya, teks yang dihadirkan oleh Rhoma Irama memunculkan wacana pembedaan identitas musikal, moralitas, dan ilegalitas terhadap praktik musik yang dilakukan oleh dangdut koplo. Melalui pernyataan-pernyataan yang dikutip dan dibingkai oleh media, Rhoma memberlakukan pembatasan, pendefinisian, hingga pelarangan. Teks yang dihadirkan oleh Rhoma dalam penelitian ini akan diidentifikasi sebagai langkah pertama dan langkah kedua dari analisis wacana kritis Fairclough, yaitu ketidakberesan sosial dalam aspek semiotiknya dan identifikasi hambatan-hambatan dalam menangani ketidakberesan sosial tersebut. Selanjutnya, pada bagian analisis terkait dangdut koplo akan dihadirkan pembacaan gaya irama irama koplo, teks syair lagu dari dangdut koplo, dan proses 28

29 produksi dan distribusi rilisan musik dangdut koplo. Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi apakah tatanan sosial membutuhkan ketidakberesan sosial dan mengidentifikasi cara-cara yang mungkin untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dalam hal ini, teks dan konteks yang melekat pada praktik dan pemaknaan musik dangdut koplo dikembangkan dan dikaitkan dengan hambatanhambatan yang dihadirkan oleh Rhoma yang mewakili industri asrus utama dapat diuji, ditantang, dan ditolak. Baik di dalam kelompok sosial, atau gerakan politik yang terorganisir, atau secara lebih informal oleh masyarakat di dalam keseharian hidup, pekerjaan, sosial, dan keluarga. G.2 Analisis Data Penelitian ini bertumpu pada teks-teks pernyataan yang terekam dalam arsip sejarah musik populer Indonesia dan teks penelitian akademis musik dangdut yang telah dilakukan sebelumnya. Teks-teks tersebut kemudian dipetakan ulang untuk dibaca praktik dan pemaknaannya atas musik dangdut. Dalam beberapa teks berita tercatat beberapa penggunaan kata yang melarang Inul untuk melakukan ekspresinya selaku artis/penyanyi. Teks tersebut akan dihadirkan sesuai dengan topik yang akan diangkat pada penelitian ini. Teks yang dihadirkan terutama yang paling besar mengungkapkan; (1) membedakan dangdut dengan dangdut koplo (pembedaan identitas musikal), (2) pelarangan Rhoma terhadap goyang Inul (Moralitas), dan (3) pelarangan membawakan lagu Rhoma oleh Inul dan penyanyi dangdut koplo lain dan pemusnahan VCD dangdut bajakan (ilegalitas). Teks-teks tersebut akan dianlisis secara tekstual pada penggunaan kata dan aspek bahasa lainnya, kemudian diinterprestasi sesuai 29

30 dengan konteks yang melingkupinya, serta aspek sejarah atas produsen teks tersebut, lalu dilihat pada analisis sosial atau praksis sosio-budayanya. Pada penelitian ini, tahapan tersebut merupakan identifikasi ketidakberesan sosial, yang mencakup ketidaksetaraan, diskriminasi, dan kurangnya kebebasan. Selanjutnya masih pada teks-teks yang hadir dari Rhoma Irama, kemudian dianalisis hubungan-hubungan dialektik antara semiosis dan unsur-unsur sosial lainnya, termasuk juga analisis interdiskursif. Untuk itu, dalam analisis di bagian ini peneliti menghadirkan bagaimana konteks historis yang terbangun dalam praktik pembangunan identitas musikal (irama) Rhoma Irama dan musik dangdut arus utama, syair lagu dan pernyataan Rhoma yang mengandung wacana moralitas, serta praktik produksi dan distribusi pada industri musik dangdut arus utama. Teks tersebut dihadirkan untuk memberikan konteks bagaimana formasi diskursif berubah dari masa lalu hingga masa sekarang. Selanjutnya, teks dan praktik musik dangdut koplo akan dihadirkan sebagai pembanding. Hal ini sekaligus berfungsi sebagi cara-cara yang mungkin dilakukan untuk mengatasi ketidakberesan sosial dan praktik kekuasaan yang dilakukan oleh Rhoma Irama dan industri musik dangdut arus utama. Praktik dan pemaknaan atas bentuk irama yang dihadirkan oleh dangdut koplo akan dihadirkan sebagai kontra wacana atas wacana identitas musikal yang dihadirkan Rhoma. Selanjutnya, praktik goyangan dan moralitas dalam teks syair lagu dangdut koplo juga turut dihadirkan untuk didialektikan dengan wacana moralitas yang dihadirkan oleh Rhoma, dan terakhir deskripsi tentang alur produksi dan distribusi dangdut koplo akan dihadirkan untuk dibaca sebagai sebuah praksis sosial yang saling terhubung dari beragam kegiatan (ekonomi, politik, dan 30

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai suku bangsa dan budaya yang beraneka ragam. Budaya maupun kesenian di setiap daerah tentunya berbeda beda.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

]BAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai dan kebanggaan tersediri. Mereka tidak segan-segan merubah

]BAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai dan kebanggaan tersediri. Mereka tidak segan-segan merubah ]BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Musik dan fans merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Keberadaannya bagai dua sisi mata uang yang jika salah satunya hilang maka sisi yang lain tidak berarti. Bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dangdut merupakan musik asli Indonesia yang memiliki banyak peminat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dangdut merupakan musik asli Indonesia yang memiliki banyak peminat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dangdut merupakan musik asli Indonesia yang memiliki banyak peminat. Musik dangdut banyak dipengaruhi oleh musik melayu. Namun biasanya penikmat musik dangdut diidentikkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rizki Hidayatullah Nur Hikmat, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rizki Hidayatullah Nur Hikmat, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa menempati posisi penting dalam kehidupan manusia. Karena dalam aktivitas sehari-hari, hampir dipastikan manusia menggunakan bahasa sebagai media komunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah I.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Media Televisi merupakan media massa yang sangat akrab dengan masyarakat umum. Oleh sebab itu pula, televisi menjadi media yang memiliki penetrasi yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan telinga kita atau mengkomunikasikan perasaan atau suasana hati. Musik mempunyai ritme, melodi,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN & SARAN. penelitian ini. Pertama, bagaimana praktik pembajakan digital dalam budaya

BAB V KESIMPULAN & SARAN. penelitian ini. Pertama, bagaimana praktik pembajakan digital dalam budaya BAB V KESIMPULAN & SARAN Seperti dipaparkan di bagian awal, ada tiga rumusan masalah dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana praktik pembajakan digital dalam budaya mengopi video di warnet? Kedua, bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bermacam jenis musik berada di dalam kehidupan. masyarakat sebagaimana dapat kita alami bahwa musik selalu

I. PENDAHULUAN. Bermacam jenis musik berada di dalam kehidupan. masyarakat sebagaimana dapat kita alami bahwa musik selalu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bermacam jenis musik berada di dalam kehidupan masyarakat sebagaimana dapat kita alami bahwa musik selalu hadir menawarkan setiap bentuknya untuk dinikmati sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Budaya atau kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa. Identitas ini yang membedakan kebiasaan, sifat, dan karya-karya seni yang dihasilkan. Indonesia memiliki berbagai

Lebih terperinci

( Word to PDF Converter - Unregistered ) BAB I PENDAHULUAN

( Word to PDF Converter - Unregistered )  BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan sosial dan kultural di Indonesia saat ini adalah mengenai pemanfaatan waktu senggang, waktu santai, dan waktu luang. Ketika industrialisasi mulai mendominasi

Lebih terperinci

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang untuk mengaktualisasi diri dan idenya dengan leluasa. Penanaman

BAB I PENDAHULUAN. semua orang untuk mengaktualisasi diri dan idenya dengan leluasa. Penanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan ruang kreativitas yang terbuka luas, tidak terbatas sebagai produk industri media dan hiburan. Film dokumenter memberikan kesempatan bagi semua orang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. perlindungan dan tuntunan dari pihak laki-laki, bahkan dalam lirik lagu tersebut

BAB IV PENUTUP. perlindungan dan tuntunan dari pihak laki-laki, bahkan dalam lirik lagu tersebut BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Bedasarkan penelitian yang sudah dilakukan menggunakan analisis wacana kritis model Norman Fairclough terhadap tiga buah lagu karya Ahmad Dhani yang berjudul Dua Sejoli, Selir

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita olahraga merupakan salah satu berita yang sering dihadirkan oleh media untuk menarik jumlah pembaca. Salah satu berita olahraga yang paling diminati masyarakat

Lebih terperinci

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa saat ini tidak bisa lepas oleh kehidupan manusia dan telah menjadi konsumsi sehari-hari. Televisi bagian dari media massa elektronik telah mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai macam informasi. Media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan analisis dan bahasan terhadap suatu persoalan penelitian, ada berbagai alternatif metode penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan penelitian. Oleh sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Deddy Mulyana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Deddy Mulyana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Deddy Mulyana mengutip pernyataan Tubbs dan Moss yang mendefinisikan komunikasi sebagai proses penciptaan makna

Lebih terperinci

menyaksikan pertunjukan musik tersebut secara langsung atau live.

menyaksikan pertunjukan musik tersebut secara langsung atau live. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Dunia entertainment memiliki pasar yang sangat luas dimana pasar hiburan ini memiliki daya tarik yang tidak terbatas karena memiliki sifat yang universal. Musik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye politik juga terus berkembang. Mulai dari media cetak, seperti: poster, stiker, dan baliho. Media

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. waktu). Tetapi, ternyata terdapat hal lain yang membuat gig itu menjadi sebuah

BAB V KESIMPULAN. waktu). Tetapi, ternyata terdapat hal lain yang membuat gig itu menjadi sebuah 125 BAB V KESIMPULAN Pada mulanya saya hanya memahami gig sebagai sebuah pertunjukan musik independen yang berskala kecil dan diadakan pada satu malam saja (sekali waktu). Tetapi, ternyata terdapat hal

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada

BAB I PENDAHULUAN. Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada beberapa warung internet (warnet) di Yogyakarta. Beberapa warnet seolah beralih fungsi dari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalin hubungan dengan dunia luar, hal ini berarti bahwa fungsi utama

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalin hubungan dengan dunia luar, hal ini berarti bahwa fungsi utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan wahana komunikasi yang paling efektif bagi manusia dalam menjalin hubungan dengan dunia luar, hal ini berarti bahwa fungsi utama bahasa adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi konsumsi yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efek Rumah Kaca adalah nama sebuah band indie pop yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Efek Rumah Kaca adalah nama sebuah band indie pop yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Efek Rumah Kaca adalah nama sebuah band indie pop yang cukup terkenal dengan lirik-lirik lagunya yang kritis atas fenomena sosial yang terjadi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, istilah politik pada konteks ini berarti kekuasaan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, istilah politik pada konteks ini berarti kekuasaan. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah ekologi politik secara etimologis berasal dari dua kata, yaitu ekologi dan politik. Ekologi di sini difokuskan pada konteks sumberdaya alam. Artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai Bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai Bahasa Negara sangat strategis dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Sebagai salah satu pilar pendukung

Lebih terperinci

GAMBARAN MASYARAKAT KELAS SOSIAL BAWAH PADA VIDEO KLIP GRUP BAND D BAGINDAS YANG BERJUDUL C.I.N.T.A, EMPAT MATA, DAN APA YANG TERJADI

GAMBARAN MASYARAKAT KELAS SOSIAL BAWAH PADA VIDEO KLIP GRUP BAND D BAGINDAS YANG BERJUDUL C.I.N.T.A, EMPAT MATA, DAN APA YANG TERJADI GAMBARAN MASYARAKAT KELAS SOSIAL BAWAH PADA VIDEO KLIP GRUP BAND D BAGINDAS YANG BERJUDUL C.I.N.T.A, EMPAT MATA, DAN APA YANG TERJADI Oleh: Novi Seliyana (070915066) ABSTRAK Penelitian Gambaran Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan lagi menjadi isu baru di Indonesia. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun 2010. Dikutip dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengungkapkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Pendekatan kualitatif ini

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten 99 BAB IV KESIMPULAN Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten Lima Puluh Koto, diestimasi sebagai hiburan alternatif musik

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Struktur dan Teori Kekuasaan melalui tahapan metode etnografi pada Konsep

BAB V PENUTUP. Struktur dan Teori Kekuasaan melalui tahapan metode etnografi pada Konsep 106 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan Teori Agen dan Struktur dan Teori Kekuasaan melalui tahapan metode etnografi pada Konsep Arena dan Stuktur, penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Punk lahir di Inggris pada pada akhir 70an sebagai budaya tandingan dari budaya mainstream pada zamannya. Dipicu sebuah perasaan yang menjadi rahasia umum dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program televisi adalah segala hal yang ditampilkan melalui media televisi untuk memenuhi kebutuhan penonton.program atau acara yang disajikan adalah salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan 7 sub bab antara lain latar belakang penelitian yang menjelaskan mengapa mengangkat tema JFC, Identitas Kota Jember dan diskursus masyarakat jaringan. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Campursari karya Manthous dapat hidup menjadi musik. industri karena adanya kreativitas dari Manthous sebagai pencipta

BAB V KESIMPULAN. Campursari karya Manthous dapat hidup menjadi musik. industri karena adanya kreativitas dari Manthous sebagai pencipta BAB V KESIMPULAN Campursari karya Manthous dapat hidup menjadi musik industri karena adanya kreativitas dari Manthous sebagai pencipta produk dan kreativitas dari penyelenggara produk atau produser. Kreativitas

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Artinya, hampir semua kajian sosial selalu melibatkan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Artinya, hampir semua kajian sosial selalu melibatkan komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hampir semua studi tantang manusia dan kehidupan, selalu berhubungan dengan komunikasi. Komunikasi memang selalu ada pada setiap kegiatan manusia. Banyak ahli yang membahas

Lebih terperinci

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI Analisis Semiotika John Fiske pada Tayangan TVC Tri Always On versi Perempuan SKRIPSI Diajukan sebagai Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Film adalah salah satu bentuk media komunikasi dengan cakupan massa yang luas. Biasanya, film digunakan sebagai sarana hiburan yang cukup digemari masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan. (berkomunikasi), saling belajar dari orang lain, dan saling memahami orang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan. (berkomunikasi), saling belajar dari orang lain, dan saling memahami orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling belajar dari orang lain, dan saling memahami orang lain. Melalui bahasa, seseorang akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk penerima pesan dengan maksud tertentu. Everett M. Rogers berpendapat,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk penerima pesan dengan maksud tertentu. Everett M. Rogers berpendapat, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial, manusia selalu berinteraksi dan melakukan komunikasi antar sesama. Dalam proses komunikasi manusia menuangkan pesan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi BAB VI KESIMPULAN Kajian media dan gaya hidup tampak bahwa pengaruh media sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi masyarakat tidak lain merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film merupakan sebuah media yang dapat digunakan sebagai sarana hiburan. Selain itu, film juga berfungsi sebagai sebuah proses sejarah atau proses budaya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pop melayu adalah salah satu genre musik asal Indonesia. Genre musik

BAB I PENDAHULUAN. Pop melayu adalah salah satu genre musik asal Indonesia. Genre musik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lagu merupakan salah satu media yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia, diantaranya dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran manusia. Dalam musik terdapat lirik lagu dan alunan musik yang harmonis, dapat membawa seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oxford University, 1997), Dieter Mack, Apresiasi Musik Musik Populer (Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama,

BAB I PENDAHULUAN. Oxford University, 1997), Dieter Mack, Apresiasi Musik Musik Populer (Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu elemen yang tidak bisa dilepaskan dalam keseharian. Musik juga memberi ketenangan ketika seseorang sedang mengalami permasalahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB III PENERAPAN TEKNIK KETIPUNG PADA LAGU SAYANG ARANSEMEN GILAS OBB... 44 A. Teknik Bermain Ketipung... 44 1. Posisi Ketipung... 44 2. Teknik Menabuh Ketipung...

Lebih terperinci

BAB I. bereksplorasi dengan bunyi, namun didalamnya juga termasuk mendengarkannya

BAB I. bereksplorasi dengan bunyi, namun didalamnya juga termasuk mendengarkannya BAB I I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan bermusik tidak hanya perkara menciptakan suatu komposisi dan bereksplorasi dengan bunyi, namun didalamnya juga termasuk mendengarkannya sebagai bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan mempunyai kesenian sendiri-sendiri berdasarkan ciri khas dari

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan mempunyai kesenian sendiri-sendiri berdasarkan ciri khas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya dengan berbagai suku, bahasa, dan adat istiadat. Salah satunya adalah seni. Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan negara-negara lain di dunia, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara major label atau indie label. Di Indonesia sendiri musik indie menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara major label atau indie label. Di Indonesia sendiri musik indie menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini industri musik di Indonesia berkembang dengan sangat pesat, baik secara major label atau indie label. Di Indonesia sendiri musik indie menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu konflik kemanusiaan yang berujung kepada perang atau tindak

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu konflik kemanusiaan yang berujung kepada perang atau tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu-isu konflik kemanusiaan yang berujung kepada perang atau tindak kekerasan tidak hanya terjadi di zaman dulu. Di era zaman modern seperti sekarang, isu-isu perang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Akar tradisi melekat di kehidupan masyarakat sangat

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Akar tradisi melekat di kehidupan masyarakat sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal dengan bangsa yang mempunyai kekayaan tradisi dan budaya. Kekhasan serta kekayaan bangsa dalam tradisi dan budaya yang dimiliki, bukti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang. Komunikasi tidak saja dilakukan antar personal, tetapi dapat pula

BAB I PENDAHULUAN. seseorang. Komunikasi tidak saja dilakukan antar personal, tetapi dapat pula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan hal terpenting dalam menunjukkan keberadaan seseorang. Komunikasi tidak saja dilakukan antar personal, tetapi dapat pula melibatkan sekian banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencipta musik tersebut. Musik adalah suara yang disusun sedemikian rupa

BAB I PENDAHULUAN. pencipta musik tersebut. Musik adalah suara yang disusun sedemikian rupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik tidak hanya sebagai penghibur, namun kini musik juga telah dijadikan sebagai alat penyampaian pesan tertentu dari sang pemusik atau pencipta musik tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada prinsipnya merupakan alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, merupakan makhuk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Musik juga menjadi warna tersendiri yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Musik juga menjadi warna tersendiri yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Musik adalah salah satu bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam elemen kehidupan masyarakat. Musik juga menjadi warna tersendiri yang dapat menghipnotis, membawa

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN RISET MEDIA DAN KHALAYAK TINGKAT KETERTARIKAN MASYARAKAT INDONESIA TERHADAP SUATU GENRE MUSIK (BEAT TV)

PROPOSAL PENELITIAN RISET MEDIA DAN KHALAYAK TINGKAT KETERTARIKAN MASYARAKAT INDONESIA TERHADAP SUATU GENRE MUSIK (BEAT TV) PROPOSAL PENELITIAN RISET MEDIA DAN KHALAYAK TINGKAT KETERTARIKAN MASYARAKAT INDONESIA TERHADAP SUATU GENRE MUSIK (BEAT TV) DISUSUN OLEH: ANDREW ALEXIS. N TUBAGUS ADITYA NUGRAHA Universitas Al Azhar Indonesia

Lebih terperinci

MUSIK POPULER. Untuk Kelas VIII. Kesenian Nusantara. Penulis: Mauly Purba Ben M. Pasaribu

MUSIK POPULER. Untuk Kelas VIII. Kesenian Nusantara. Penulis: Mauly Purba Ben M. Pasaribu Buku Pelajaran Kesenian Nusantara MUSIK POPULER Untuk Kelas VIII Penulis: Mauly Purba Ben M. Pasaribu Kontributor: Philip Yampolsky Esther L. Siagian Jabatin Bangun ii MUSIK POPULER MUSIK POPULER Buku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Komunukasi adalah suatu topik yang amat sering diperbincangkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Komunukasi adalah suatu topik yang amat sering diperbincangkan, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunukasi adalah suatu topik yang amat sering diperbincangkan, bukan hanya dikalangan ilmuwan komunikasi, melainkan dikalangan awam, sehingga kata komunikasi itu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii ABSTRAKSI... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah. 1 1.2.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. mengambil posisi di ranah perbukuan Indonesia pasca-orde Baru. Praktik

BAB IV PENUTUP. mengambil posisi di ranah perbukuan Indonesia pasca-orde Baru. Praktik BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Generasi 90an merupakan karya yang membuat Marchella masuk dan mengambil posisi di ranah perbukuan Indonesia pasca-orde Baru. Praktik Marchella sebagai penulis, yakni meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pada umumnya para remaja sekarang senang berbelanja tertutama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pada umumnya para remaja sekarang senang berbelanja tertutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada umumnya para remaja sekarang senang berbelanja tertutama pada mahasiswa, semakin berkembangnya social media maka banyak yang membuka usaha di social media contohnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif,

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya disebabkan oleh kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, fleksibel dan mudah dipahami sebagian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai politik di Provinsi Lampung terhadap wacana pemilihan gubernur oleh DPRD Provinsi, sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Media massa (media cetak, media elektronik dan media bentuk baru)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Media massa (media cetak, media elektronik dan media bentuk baru) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Media massa (media cetak, media elektronik dan media bentuk baru) sangat berperan penting dalam terjadinya proses komunikasi massa dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai 286 BAB VI PENUTUP A. Simpulan Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai lembaga yang mengalami proses interaksi sosial, baik secara pribadi maupun kolektif, tetap saja dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian  Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, media massa merupakan tempat penyalur aspirasi atau pikiran masyarakat yang berfungsi untuk memberikan informasi dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jazz, blues, rock, dan lain sebagainya. Diantara sekian banyak aliran musik

BAB I PENDAHULUAN. jazz, blues, rock, dan lain sebagainya. Diantara sekian banyak aliran musik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terdapat keberagaman jenis aliran musik yang ada didunia, seperti pop, jazz, blues, rock, dan lain sebagainya. Diantara sekian banyak aliran musik tersebut salah satunya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Analisis melalu komponen-komponen visual yang ditemukan pada karakter sticker LINE messenger Chocolatos pada tataran denotatif dan konotatif telah selesai dijelaskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pertelevisian di Indonesia saat ini sangatlah pesat, salah satu buktinya adalah banyak stasiun televisi yang bermunculan. Stasiun televisi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN KOMUNITAS PUNK DI SALATIGA DENGAN LATAR BELAKANG SEJARAH

BAB VI HUBUNGAN KOMUNITAS PUNK DI SALATIGA DENGAN LATAR BELAKANG SEJARAH BAB VI HUBUNGAN KOMUNITAS PUNK DI SALATIGA DENGAN LATAR BELAKANG SEJARAH Gambaran tentang keberadaan komunitas punk di Salatiga pada bab v telah sedikit memberikan gambaran tentang hubungan komunitas punk

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia dibayar. Di Eropa tempat duduk seperti ini biasanya dihuni petinggi klub, pejabat, atau konglomerat sementara suporter biasa duduk di tempat biasa. Ada pula semacam anggapan yang berlaku bahwa suporter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metal yaitu Seringai sebagai bahan untuk penelitian. Kebanyakan lirik pada

BAB I PENDAHULUAN. metal yaitu Seringai sebagai bahan untuk penelitian. Kebanyakan lirik pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peneliti mengambil lirik lagu dari sebuah grup band yang beraliran rock / metal yaitu Seringai sebagai bahan untuk penelitian. Kebanyakan lirik pada Seringai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Buku merupakan jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan yang dikuasai dengan menuliskannya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh 180 BAB V PENUTUP Penelitian Pertarungan Tanda dalam Desain Kemasan Usaha Kecil dan Menengah ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Praktik dan Modal Usaha Kecil Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama pada penelitian ini memaparkan hal-hal mendasar berkenaan

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama pada penelitian ini memaparkan hal-hal mendasar berkenaan BAB I PENDAHULUAN Bab pertama pada penelitian ini memaparkan hal-hal mendasar berkenaan dengan dilakukannya penelitian ini. Bagian ini meliputi, latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penontonnya apa yang disebut Simulated Experiece, yaitu pengalaman yang

BAB 1 PENDAHULUAN. penontonnya apa yang disebut Simulated Experiece, yaitu pengalaman yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Televisi merupakan media yang dapat memberikan kepada khalayak penontonnya apa yang disebut Simulated Experiece, yaitu pengalaman yang didapat ketika melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern ini, perkembangan jaman yang semakin maju membawa kita untuk masuk ke dalam kehidupan yang tak lepas dari teknologi. Keberadaan teknologi yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan maupun di pedesaan. Eksisnya pasar tradisional di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan maupun di pedesaan. Eksisnya pasar tradisional di tengah-tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar tradisional merupakan salah satu institusi ekonomi yang penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terlihat dari tetap eksisnya pasar tradisional baik di perkotaan

Lebih terperinci