BAB 1 PENDAHULUAN. (DBD) merupakan jenis penyakit menular yang telah menjadi masalah kesehatan

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dangue Haemoragic Fever biasa disebut Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan jenis penyakit menular yang telah menjadi masalah kesehatan global termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit yang berbasis pada kesehatan lingkungan sebab penularannya sangat dipengaruhi oleh keberadaan vektor yaitu nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2013, diketahui bahwa jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak kasus dengan jumlah kematian 871 orang (Insidence Rate/Angka kesakitan = 45,85 per penduduk dan CFR / angka kematian = 0,77%). Kemudian, jika dilihat dari grafik angka kesakitan (IR) DBD selama kurun waktu ada peningkatan yang signifikan dari mulai tahun 2011 dengan IR 27,67 per penduduk, tahun 2012 sebesar 37,27 per penduduk dan tahun 2013 sebesar 45,85 per penduduk. Jika melihat angka kesakitan DBD menurut Provinsi Tahun 2013, diketahui bahwa terdapat 26 provinsi (78,8%) yang telah mencapai target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2013 untuk angka kesakitan DBD sebesar 52 per penduduk termasuk provinsi Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan tahun 2012 dimana hanya 22 provinsi (66,67%). 1

2 2 Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012, terlihat bahwa sejak tahun 2005 rata-rata insiden rate DBD per 100,000 relatif tinggi. Pada tahun 2012, jumlah kasus DBD tercatat 4,367 kasus dengan angka kesakitan (insiden rate) sebesar 33 per penduduk. Pada tahun 2013, jumlah kasus DBD yang tercatat 3223 kasus dengan angka kesakitan (insiden rate) sebesar 25 per penduduk. Dibandingkan dengan tahun 2010 dan 2011, angka ini mengalami penurunan yang tajam yaitu dari 72 per penduduk dan tahun / penduduk, namun masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2006 dan tahun-tahun sebelumnya yang memiliki angka kesakitan (insiden rate) dibawah 17.9 per penduduk. Dibandingkan dengan angka indikator keberhasilan program dalam menekan laju penyebaran DBD, yaitu Insidens Rate DBD adalah sebesar 5 per 100,000 penduduk, angka pencapaian Sumatera Utara sangat jauh diatas indikator tersebut. Berdasarkan data diatas diketahui bahwa jumlah kasus DBD mengalami penurunan secara terus menerus setiap tahunnya. Namun, jika dilihat dari indikator angka bebas jentik secara nasional sampai dengan tahun 2013 Indonesia secara keseluruhan belum mencapai target yaitu sebesar 95%. Pada tahun 2010 angka bebas jentik mencapai 80,2%, tahun 2011 mencapai 76,2%, tahun 2012 mencapai 79,3% dan pada tahun 2013 hanya mencapai 80,09%. (Profil kesehatan Indonesia, 2013). Dilihat dari profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012 diketahui bahwa persentase rumah/bangunan yang bebas jentik nyamuk Aedes Aegypti dari 33

3 3 Kabupaten/kota hanya 9% atau sekitar 3 kabupaten/kota yang telah mencapai indikator yaitu Kota Tapanuli Utara (100%), Tebing Tinggi (99,19%), dan Sibolga (97,87%), 91% lainnya atau sekitar 30 kabupaten/kota belum mencapai target termasuk kota Medan yang hanya memiliki 83,46%. Angka Bebas jentik merupakan salah satu indikator keberhasilan upaya pengendalian penyakit DBD. Walaupun jumlah kasus cenderung mengalami penurunan tetapi Angka bebas Jentik belum mencapai 95%, dan upaya pengendalian tidak terus dilakukan maka ada potensi untuk terjadinya ledakan kasus penyakit DBD atau Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD. Berdasarkan data yang dijelaskan diatas diketahui bahwa kota Medan sebagai ibu kota provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah yang memiliki angka kasus DBD yang cukup tinggi setiap tahunnya dan merupakan kota yang memiliki kasus tertinggi dari 33 Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2012). Data Dinas Kesehatan Kota Medan menunjukkan pada tahun 2010 wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Helvetia merupakan Puskesmas tertinggi yang mengalami kasus DBD dengan 262 kasus penyakit DBD. Tahun 2011 terdapat 159 kasus dan mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi 96 kasus. Tahun 2013 mengalami peningkatan kembali menjadi 101 kasus dengan 2 orang diantaranya meninggal dunia (CFR 2%) (Profil Dinas Kesehatan Kota Medan, 2014). Kecamatan Medan Helvetia merupakan salah satu dari 21 kecamatan yang berada di wilayah kota Medan dengan luas daerah mencapai Ha dengan

4 4 jumlah penduduk jiwa. Kecamatan Medan Helvetia terdiri dari tujuh kelurahan yaitu, kelurahan Cinta Damai, Sei Sikambing, Dwi Kora, Helvetia Timur, Helvetia Tengah, Helvetia, dan Tanjung Gusta. Pada tahun 2013 jumlah kasus DBD terbanyak berada di kelurahan Helvetia tengah dengan 41 kasus dan kelurahan Tanjung Gusta yang mencapai 34 kasus. Kelurahan Hevetia tengah terdiri dari 22 lingkungan dengan luas wilayah 150 Ha penduduk sebanyak jiwa. Kelurahan Tanjung Gusta terdiri dari 7 lingkungan dengan luas wilayah 220 ha dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa (Puskesmas Helvetia, 2014) Berbagai program telah dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi terjadinya peningkatan kasus DBD. Tidak sedikit biaya yang dihabiskan oleh pemerintah untuk melaksanakan program-program tersebut seperti program pengasapan (Fogging) yang bertujuan untuk membunuh nyamuk dewasa, program ini telah menghabiskan biaya 5 milyar per tahun (Baskoro, 2007 dalam Sayono, 2008). Selain itu pemerintah juga telah menggalakkan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3 M (menguras menutup mengubur). Kegiatan ini telah dilakukan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000 telah dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat lain yang sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar, menutup lubang lubang pada potongan bambu/pohon, menaburkan bubuk larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kassa, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan yang memadai ( Sitio, Anton. 2008).

5 5 Tidak hanya pemerintah pusat yang berupaya untuk menanggulangi penyakit DBD. Pemerintah kota medan melalui dinas kesehatan juga telah bersungguh sungguh melakukan berbagai upaya dalam menanggulangi munculnya kasus kasus DBD. Dinas Kesehatan kota Medan telah mengeluarkan surat himbauan untuk seluruh Puskesmas yang berada dikota Medan agar mengadakan berbagai penyuluhan tentang bahaya penyakit DBD dan cara pencegahannya serta pengendalian jentik nyamuk Aedes Aegypti melalui gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk yang rutin dilakukan setiap hari Jumat. Selain itu Pemberantasan Sarang Nyamuk secara kimia juga dilakukan melalui penyemprotan/fogging untuk membunuh nyamuk dewasa dan pemberian serbuk abate di rumah penduduk, sekolah, tempat tempat umum yang positif jentik, terutama jika ada laporan kasus. Tidak hanya itu, Puskesmas juga membagikan Abate secara gratis kepada masyarakat setiap hari jumat yang bertujuan untuk membunuh larva/jentik nyamuk di rumah masyarakat tidak terkecuali Puskesmas Helvetia. Namum demikian, upaya pemberantasan vektor DBD belum memperlihatkan hasil yang optimal, hal ini dapat dilihat dengan masih tingginya kasus DBD di Kota Medan khususnya kecamatan Helvetia dan masih rendahnya Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu < 95% dan nilai Container Index yang masih >5%. Nilai Container Index (CI) digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan PSN. Hal ini dikarenakan nyamuk Aedes Aegypti sangat senang berkembang biak di tempat penampungan air yang tidak berhubungan langsung dengan tanah (Container). Sehingga semakin banyak kontainer yang positif jentik maka nilai Container Index (CI) akan semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya.

6 6 Dalam upaya pengendlian nyamuk Aedes Aegypti keterlibatan masyarakat sangat penting sebagai upaya untuk mengendalikan nyamuk yang bersifat berkesinambungan (kusmawati, yuli. 2008). Dengan berbekal pengetahuan dan keterampilan dalam memberantas sarang nyamuk harapannya masyarakat dapat melakukan upaya pengendalian nyamuk secara mandiri. Namun masih banyak anggota masyarakat yang masih menggantungkan harapan bahkan menyalahkan pemerintah jika ada warga yang terkena penyakit DBD. Rendahnya perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain karena rendahnya pengetahuan tentang program pemberantasan sarang nyamuk dan penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue dan juga kemampuan untuk memantau kepadatan jentik nyamuk Aedes Aegypti di rumah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Karmila tahun 2009 di Kecamatan Medan Helvetia bahwa keluarga yang dapat menjaga sanitasi lingkungan rumahnya tidak terkena demam berdarah dan keluarga yang yang terkena demam berdarah akibat tidak menjaga kebersihan lingkungan rumahnya. Selain itu, keluarga yang terkena demam berdarah memiliki pengetahuan yang kurang mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dangue. Pengembangan metode dan media promosi kesehatan dalam manajemen pencegahan penyakit sudah banyak dilakukan. Akan tetapi pemberian informasi khusus pada pada msyarakat tentang pemberantasan sarang nyamuk masih sedikit dilakukan. Salah satu metode promosi kesehatan yang dapat dilakukan untuk

7 7 meningkatkan tidak hanya pengetahuan tetapi juga kemampuan dan keterampilan adalah dengan melakukan pelatihan. Pelatihan diharapkan mampu meningkatkan kualitas masyarakat sehingga dapat melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk lebih efektif dan efisien sesuai dengan ketentuan ketentuan yang ada. Melalui pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat diharapkan masyarakat mampu melakukan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya khususnya melalui upaya pemberantasan sarang nyamuk dalam upaya mencegah terjadinya Demam Berdarah Dengue. Namun seringkali program pelatihan yang telah dibuat tidak selalu mampu memberikan dampak yang optimal. Penelitian oleh Robert O. Brinkerhoff dalam Kirkpatrick (2013) menunjukkan bahwa hanya 15 persen dari apa yang dipelajari selama pelatihan akan diterapkan pada pekerjaan jika tidak diperkuat dan dipantau. Salah satu alasannya adalah hampir semua kegiatan dan program pelatihan tidak pernah memberikan perhatian yang konsisten untuk melakukan follow up pasca kegiatan training (post training monitoring). Akibatnya peserta training hanya mengenang keseruan kegiatan pelatihan dalam hitungan minggu (atau bahkan hari). Setelah tiga atau empat bulan, semuanya lama kelamaan akan hilang sehingga kegiatan pelatihan tersebut tidak dapat memberikan dampak positif. Kegiatan training betapapun bagus isi dan speakernya tidak akan pernah mampu mengubah perilaku dan kompetensi tanpa disertai dengan follow up yang sistematis dan konsisten. Kegiatannya dapat berupa pemberian coaching, pemberian motivasi dan sebagainya. Prinsip lain yang juga harus diperhatikan adalah proses

8 8 follow up training yang sistematis seperti diatas harus disertai dengan pengukuran dampaknya terhadap perubahan perilaku (Kirkpatrick, 2013). Oleh karena itu, agar pelaksanaan training dapat memberikan dampak yang positif selain memberikan proses pelatihan peneliti juga akan memberikan follow up berupa pemberian intervensi seperti pemberian pesan yang intens setiap hari yang bertujuan untuk mengingatakan para peserta mengenai materi materi yang diberikan pada saat pelatihan. Untuk mempermudah pemberian intervensi tersebut peneliti memanfaatkan kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi yaitu mobile phone atau telepon seluler dengan aplikasi short message services nya. Teknologi Mobile Phone telah banyak digunakan diseluruh dunia; pemanfaatnya tidak hanya untuk komunikasi interpersonal tetapi juga untuk pembangunan infrastruktur komunikasi dalam dunia industri, keuangan, pendidikan dan pemasaran serta untuk mempromosikan kesehatan dan mencegah penyakit (Lewis, 2010). Pada tahun 2002 hanya ada 1 miliyar pelanggan telepon seluler di seluruh dunia dan pada akhir tahun 2008, diperkirakan ada 4 miliar pelanggan telepon seluler di seluruh dunia. Hal ini jelas menunjukkan bahwa penggunaan Teknologi telepon seluler berkembang pesat (Lewis, 2010). Berdasarkan data yang dihimpun oleh Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) hingga akhir tahun 2011 penggunaan seluler di Indonesia penetrasinya kurang lebih dari 250 juta atau sebesar 110% dari jumlah penduduk Indonesia dan jumlah SMS yang terkirim pada tahun 2011 telah mencapai 260 miliar SMS. Banyaknya penggunaan telepon seluler

9 9 berpotensi sebagai media promosi kesehatan yang bermanfaat cukup besar bagi masyarakat (Herlina, Sri.,et al. 2013). Menurut Herlina (2013) pemanfaatan teks pesan singkat (Short Message Services) pada teknologi seluler sebagai media promosi kesehatan terbukti efektif sebagai pengingat dalam perawatan penderita tuberkolosis dan pengobatan HIV, sebagai upaya mengurangi morbiditas dan mortalitas tersebut. Selain itu, dari hasil penelitian tentang pemanfaatan fasilitas SMS telepon Seluler sebagai media promosi kesehatan ibu hamil di daerah terpencil di kabupaten Banjar terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang komplikasi dan asupan gizi selama hamil. Proyek lain di Amerika Serikat menggunakan pesan video melalui ponsel untuk memberikan sinetron model pencegahan HIV sebagai pesan untuk para wanita muda (Hughes JV dalam Lewis, 2010). Penggunaan telepon seluler yang mudah diakses dan gampang digunakan siapa saja menjadi pendukung dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Penelitian David tahun 2010 menyebutkan bahwa penggunaan media telepon dan SMS terbukti efektif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya stress atau tekanan psikososial pasca melahirkan pada wanita (David, Sara., et. al. 2010). Selain itu, penelitian heather cole-lewis and Trace Kershaw menyebutkan bahwa SMS atau pesan teks dapat digunakan sebagai alat intervensi dalam perubahan prilaku untuk manajemen pencegahan penyakit yang tidak terbatas pada usia, status minoritas dan kebangsaan (Lewis, 2010).

10 10 Penelitian yang dilakukan oleh Fjeldsoe BS, Marshall AL, Miller YD dalam Judy Gold (2010) menyimpulkan bahwa SMS dapat digunakan untuk mempromosikan perubahan perilaku dalam jangka pendek (satu tahun atau kurang) untuk beberapa perilaku seperti memotivasi kelompok remaja agar berhenti merokok, serta intervensi diet dan aktivitas fisik lainnya. Studi yang dilakukan oleh Fry JP, Neff RA dalam Lewis, (2010) menyatakan bahwa memberikan petunjuk dan pengingat dalam beberapa periode merupakan metode yang efektif untuk mendorong dan memperkuat terjadinya perubahan prilaku. Oleh karena itu, peningkatan komunikasi, akuntabilitas dan penguatan yang diberikan oleh pesan teks dapat meningkatakan kemungkinan mengingat perubahan yang harus dibuat. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk memberikan informasi dan keterampilan kepada masyarakat sehingga masyarakat mau dan mampu untuk melaksanakan pengendalian nyamuk Aedes Aegpty secara mandiri di lingkungan rumahnya melalui pemberian pelatihan dan pendampingan melalui Short Message Service (SMS) Reminder sebagai upaya pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue Perumusan Masalah Data Dinas Kota Medan menunjukkan pada tahun 2010 di Kecamatan Medan Helvetia terjadi 272 kasus penyakit DBD. Tahun 2011 terdapat 159 kasus dan mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi 96 kasus. Tahun 2013 mengalami peningkatan kembali menjadi 101 kasus dan 2 orang diantaranya meninggal dunia.

11 11 Keberhasilan Pengendalian nyamuk sangat berhubungan dengan partisipasi aktif dari masyarakat untuk melaksanakaan kegiatan PSN tersebut. Salah satu upayanya adalah dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat. Namun seringkali program pelatihan yang telah dibuat tidak selalu mampu memberikan dampak yang optimal. Oleh karena itu, agar pelaksanaan training dapat memberikan dampak yang positif selain memberikan proses pelatihan peneliti juga akan memberikan follow up seperti pemberian pesan yang intens setiap hari yang bertujuan untuk mengingatakan para peserta mengenai materi materi yang diberikan pada saat pelatihan melalui Short Message Services. Oleh karena itu, permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana pengaruh pemberian pelatihan dan pendampingan melalui Short Message Service (SMS) Reminder terhadap Perilaku Pengendalian Nyamuk Aedes Aegpty dalam Upaya Pencegehan Penyakit DBD di Kecamatan Medan Helvetia Medan Tahun Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian pelatihan dan pendampingan melalui Short Message Service (SMS) Reminder terhadap Perilaku Pengendalian Nyamuk Aedes Aegpty dalam Upaya Pencegehan Penyakit DBD di Kecamatan Medan Helvetia Medan Tahun Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

12 12 1. Ada perbedaan pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga dalam pengendalian nyamuk Aedes Aegypti pada kelompok satu dan kelompok dua sebelum dan setelah pelatihan. 2. Ada perbedaan pelaksanaan PSN nyamuk Aedes Aegypti pada kelompok satu dan kelompok dua sebelum dan setelah pelatihan 3. Ada perbedaan nilai Container Index (CI) nyamuk Aedes Aegypti pada kelompok satu dan kelompok dua sebelum dan setelah pelatihan 4. Ada perbedaan pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga dalam pengendalian nyamuk Aedes Aegypti antara menggunakan metode 1 (pelatihan dan pendampingan melalui SMS) dengan menggunakan metode 2 (pelatihan) 5. Ada perbedaan pelaksanaan PSN nyamuk Aedes Aegypti antara menggunakan metode 1 (pelatihan dan pendampingan melalui SMS) dengan menggunakan metode 2 (pelatihan) 6. Ada perbedaan nilai Container Index (CI) nyamuk Aedes Aegypti antara menggunakan metode 1 (pelatihan dan pendampingan melalui SMS) dengan menggunakan metode 2 (pelatihan) 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat ini adalah : 1. Dinas Kesehatan dan Puskesmas Helvetia

13 13 Sebagai masukan bagi dinas kesehatan kota Medan dan Puskesmas Helvetia dalam pembuatan program penanggulangan penyakit DBD dan peningkatan partisipasi masyarakat untuk pencegahan penyakit DBD. 2. Respoden Peningkatan pengetahuan, sikap serta keterampilan masyarakat untuk melakukan pencegahan dan penaggulangan penyakit DBD 3. Ilmu Pengetahuan Sebagai pengembangan konsep pemanfaatan promosi kesehatan dalam upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue