BAB II 2 KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II 2 KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sistem Produksi Produksi dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan atau menciptakan nilai suatu benda [1]. Dalam kegiatan produksi diperlukan masukan berupa faktor-faktor produksi sehingga menghasilkan suatu keluaran berupa produk. Produksi sebagai suatu sistem ditunjukkan pada gambar 2-1. Gambar 2-1 Pengertian Umum Sistem Produksi [1] Tugas utama pengelolaan produksi yaitu menaikkan nilai tambah produksi setinggi mungkin. Hal tersebut dicapai dengan membuat produk sesuai fungsinya, dalam waktu produksi secepat mungkin, dan dengan ongkos produksi serendah mungkin. Untuk menghadapi tantangan berproduksi saat ini yaitu, kebutuhan produk yang semakin beragam dengan volume produksi semakin sedikit dan metode produksi harus ekonomis, efisien, mempunyai tingkat kehandalan tinggi, maka dibutuhkan optimasi dalam mengendalikan seluruh elemen produksi, sehingga bermacam-macam produk tersebut dapat diproduksi secara ekonomis dan efisien. Elemen-elemen produksi yang dimaksud meliputi: 1. Peralatan produksi, yang meliputi mesin produksi, perkakas potong dan perkakas bantu (jig & fixture). 2. Manusia/operator. 3. Material/benda kerja termasuk produk yang dihasilkan. 4. Informasi produksi, meliputi perencanaan proses, desain produk/gambar teknik, perencanaan operasi, kontrol operasi, manajemen produksi, manajemen kualitas dan operasi pengerjaan. Elemen-elemen produksi tersebut perlu dilihat sebagai satu kesatuan agar optimasi sistem secara keseluruhan dapat dilakukan. Hal inilah yang mendasari 5

2 munculnya konsep sistem produksi (production system, manufacturing system). Sistem produksi diartikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari peralatan pemroses dan manusia/operator, proses atau operasi produksi, benda kerja/produk yang diproses dan informasi tentang produksi. Seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, tuntutan pasar akan produk pun semakin bervariasi. Industri manufaktur saat ini bersifat produksi job shop. Kondisi ini menuntut perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur untuk dapat memproduksi produk dengan variasi yang banyak namun jumlahnya sedikit dengan harga yang murah dan tanpa mengesampingkan faktor kualitas dan waktu produksi. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan suatu integrasi yang baik antara proses produksi dengan informasi produksi. 2.2 Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri Seiring perkembangan teknologi setiap perusahaan dituntut untuk dapat membenahi diri agar dapat bersaing di dalam pasar global. Maka dari itu perusahaan memerlukan suatu sistem yang maju dan fleksibel dimana dapat mengantisipasi perubahan-perubahan yang tidak diramalkan sebelumnya. Sistem produksi yang maju memiliki ciri utama yaitu pengintegrasian yang erat antara sistem informasi dan pengendalian proses produksi. Karakteristik yang harus dipenuhi oleh sistem produksi yang maju dan fleksibel ini adalah [1]: 1. Sistem harus dapat mengantisipasi dengan cepat terhadap perubahan pasar, perubahan produk dan perbaikan desain produk. 2. Sistem harus dapat memberikan respon terhadap adanya gangguan seperti kerusakan peralatan produksi, interupsi oleh pekerjaan berprioritas tinggi dan keterlambatan proses produksi. 3. Agar dapat memberikan respon seketika itu juga terhadap adanya gangguan. Sistem harus merupakan integrasi keseluruhan sub sistem yang ada. Database yang mendukung setiap fungsi tujuan harus didistribusikan, tetapi harus tetap mempunyai konsistensi. Seluruh pertukaran dan pemrosesan data bagi setiap tujuan harus dilakukan secara real time. 4. Sistem harus dapat memberikan respon terhadap adanya gangguan seperti kerusakan peralatan produksi, interupsi oleh pekerjaan berprioritas tinggi dan keterlambatan proses produksi. 6

3 5. Agar dapat memberikan respon seketika itu juga terhadap adanya gangguan. Sistem harus merupakan integrasi keseluruhan sub sistem yang ada. Database yang mendukung setiap fungsi tujuan harus didistribusikan, tetapi harus tetap mempunyai konsistensi. Seluruh pertukaran dan pemrosesan data bagi setiap tujuan harus dilakukan secara real time. 6. Perluasan sistem (penambahan dan peningkatan fungsi sistem) harus dapat dilakukan dan dikelola dengan mudah. 7. Perangkat lunak sistem harus dapat diintegrasikan dengan mudah, dikembangkan dengan mudah dan setiap bagian dapat dapat digunakan kembali dengan mudah. Salah satu sistem produksi yang dikembangkan untuk memenuhi kriteria tersebut adalah Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri (SPTM). SPTM merupakan suatu sistem produksi dimana elemen-elemen produksinya merupakan elemen yang bersifat mandiri. Perencanaan dan pengendalian produksinya dilakukan secara terdistribusi oleh masing-masing elemen produksi mandiri. SPTM ini mampu menghindari terjadinya konflik di antara elemen produksi mandirinya karena terdapat koordinasi antar elemen produksi mandiri tersebut. Konsep SPTM dikembangkan berdasarkan tiruan terhadap tingkah laku makhluk hidup yang cenderung selalu bersifat dinamis dan memiiki kemampuan adaptasi yang cepat terhadap perubahan di lingkungannya. Penerapannya dalam sistem manufaktur memiliki tujuan agar sistem manufaktur dapat memenuhi tuntutan, antara lain [1]: 1. Fleksibel (mampu beradaptasi terhadap perubahan) 2. Stabil terhadap gangguan 3. Efisien dalam penggunaan sumber yang ada 4. Respon cepat terhadap perubahan yang terjadi (agile) Konsep dasar SPTM dapat dinyatakan [1]: 1. Pemberian otonomi pada elemen produksi Setiap elemen produksi diberi otonomi untuk melakukan fungsi: a. Monitoring: untuk mengetahui status dirinya. 7

4 b. Pengambilan keputusan: untuk menentukan proses produksi yang paling sesuai dilakukan berdasarkan kriteria yang dimiliki status dirinya. c. Pengendalian: untuk mengendalikan dirinya dalam melakukan operasi produksi. d. Komunikasi: untuk meminta atau memberikan informasi kepada elemen produksi lainnya tentang status dan hasil pengambilan keputusan. 2. Pendistribusian tugas pada elemen produksi Penyelesaian masalah yang dihadapi oleh sistem produksi dilakukan secara terdistribusi oleh elemen-elemen produksi yang masing-masing mempunyai otonom seperti yang dijelaskan dalam butir (1). Oleh karena SPTM merupakan sistem yang terdistribusi, maka tidak terdapat pusat pengendali yang secara langsung mengendalikan aktivitas elemen produksi. Masing-masing elemen produksi akan mendukung penyelesaian masalah produksi yang ada sesuai dengan kemampuannya. 3. Pengkoordinasian hasil pengambilan keputusan Setiap elemen produksi dapat melakukan pengambilan keputusan secara mandiri. Untuk menghindari adanya konflik dan menciptakan hubungan yang harmonis di antara elemen produksi, dibutuhkan mekanisme negosiasi untuk pengkoordinasian hasil pengambilan keputusan oleh masing-masing elemen produksi. Pada sistem produksi yang mempunyai peralatan produksi dengan tingkat otomasi tinggi, setiap peralatan produksi yang ada dilengkapi dengan pengendali (komputer) yang dapat melakukan perhitungan dan pengambilan keputusan yang diperlukan bagi pengendalian produksi itu sendiri. Agar konsep SPTM dapat dijalankan, maka diperlukan pemodelan obyek riil elemen produksi menjadi obyek virtual di komputer. Obyek virtual tersebut dapat diberi sifat-sifat yang sesuai dengan elemen produksi nyata sehingga aktivitas produksi dapat berjalan seperti yang diharapkan sesuai dengan konsep SPTM. Model yang diinginkan oleh konsep SPTM adalah model yang memiliki kedekatan sifat dengan obyek riil sesuai dengan fungsi yang dikembangkan. 8

5 Metode pemodelan yang sesuai dengan model yang diinginkan tersebut adalah metode pemodelan berorientasi obyek. Pemodelan Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri dapat dilihat pada gambar 2-2 berikut: Gambar 2-2 Pemodelan SPTM [1] 2.3 Proses Pemesinan Proses pemesinan atau proses pemotongan logam dengan menggunakan pahat (perkakas-potong) pada mesin perkakas merupakan salah satu jenis proses pembuatan komponen mesin atau peralatan lainnya yang paling sering kita temukan di bengkel reparasi kecil maupun di industri peralatan besar. Pada dasarnya setiap proses pemesinan seharusnya direncanakan dengan baik dengan memperhitungkan segala faktor yang mempengaruhinya. Hal ini merupakan tugas dari Bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi untuk [2] : Membaca dan menganalisis gambar teknik untuk menentukan jenis proses yang diperlukan, memilih mesin perkakas yang sesuai serta menentukan garis besar urutan pekerjaan. Menentukan jenis pahat serta alat pemegang ataupun alat bantu dalam setiap urutan pekerjaan. Menetapkan langkah terinci dengan memilih berbagai variabel proses yang cocok sehingga produk (komponen mesin) dapat dihasilkan sesuai dengan gambar teknik dengan cara yang optimum sesuai dengan obyektif proses. 9

6 Memperkirakan ongkos proses pemesinan berdasarkan waktu pemesinan yang direncanakan beserta data ongkos (ongkos pahat dan ongkos operasi mesin beserta pendukungnya). Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik suatu produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis proses pemesinan harus dipilih sebagai suatu proses atau urutan proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran obyektif ditentukan dan pahat harus membuang sebagian material benda kerja sampai ukuran obyektif tersebut dicapai. Selain itu, setelah berbagai aspek teknologi ditinjau, kecepatan pembuangan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai dengan yang dikehendaki. Pekerjaan seperti ini akan ditemui dalam setiap perencanaan proses pemesinan. Untuk itu perlu dipahami lima elemen dasar proses pemesinan yaitu [2] : 1. Kecepatan potong (cutting speed) ; v (m/min), 2. Kecepatan makan (feeding speed) ; v f (m/min), 3. Kedalaman potong (depth of cut) ; a (min), 4. Waktu pemotongan (cutting time) ; t c (min), dan 5. Kecepatan penghasilan geram (MRR) ; Z (cm 3 /min) 2.4 Mesin Bubut Mesin bubut adalah salah satu mesin perkakas yang banyak digunakan di industri pemesinan. Mesin bubut dapat melakukan beberapa proses pemesinan. Proses - proses yang biasanya dilakukan pada mesin bubut adalah [2] : 1. Bubut silindrik luar (turning) 2. Bubut muka (facing) Gambar 2-3 Proses Turning [3] Gambar 2-4 Proses Facing [3] 10

7 3. Bubut alur luar (external grooving) Gambar 2-5 Proses External Grooving [3] 4. Bubut alur dalam (internal grooving) 5. Pemotongan (cutting) Gambar 2-6 Proses Internal Grooving [3] 6. Membuat lubang (drilling) Gambar 2-7 Proses Cutting [3] 7. Meluaskan lubang (boring) Gambar 2-8 Proses Drilling [3] Gambar 2-9 Proses Boring [3] 8. Bubut ulir luar (external threading) Gambar 2-10 Proses External Threading [3] 9. Bubut ulir dalam (internal threading) Gambar 2-11 Proses Internal Threading [3] 11

8 Gambar 2-12 Mesin Bubut Konvensional [4] Benda kerja dipegang oleh pencekam yang dipasang diujung poros utama (spindle). Dengan mengatur lengan pengatur, yang terdapat, pada kepala diam, putaran poros utama (n) dipilih. Harga putaran poros utama umumnya dibuat bertingkat, dengan aturan yang telah distandarkan, misalnya 630, 710, 800, 900, 1000, 1250, 1400, 1600, 1800, dan 2000 rpm. Pahat dipasangkan pada dudukan pahat dan kedalaman potong (a) diatur dengan menggeserkan peluncur silang melalui roda pemutar (skala pada pemutar) menunjukkan selisih harga diameter, dengan demikian kedalaman gerak translasi bersama-sama dengan kereta dan gerak makannya diatur dengan lengan pengatur pada rumah roda gigi. Gerak makan (f) yang tersedia pada mesin bubut bermacam-macam dan menurut tingkatan yang telah distandarkan, misalnya: 0.1, 0.112, 0.125, 0.14,. (mm/(r)). Kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut, Benda kerja : d o = diameter mula; mm, d m l t = diameter akhir; mm, = panjang pemesinan; mm, Pahat : κ r = sudut potong utama; o, r ε = radius ujung; mm Mesin bubut : a = kedalaman potong; mm, = (d o - d m )/2... (2.1) 12

9 f = gerak makan; mm/(r); n = putaran poros utama (benda kerja); (r)/min. Elemen dasar proses-proses bubut dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut, 1. Kecepatan potong (v): π don v= ; m/min (2.2) Kecepatan makan (v f ): v = f n ; mm/min... f (2.3) 3. Waktu pemotongan (t c ): t l t c = ; m v f min Kecepatan penghasilan geram (Z): Z = f a v ; cm 3 /min (2.4) (2.5) Gambar 2-13 Elemen Dasar Proses Bubut [3] 2.5 Material Pahat dan Material Benda Kerja Untuk suatu jenis pekerjaan pemesinan yang tertentu diperlukann pahat dari suatu jenis material yang cocok. Proses pembentukan geram dengan cara pemesinan berlangsung, atau mempertemukan dua jenis material. Untuk menjamin kelangsungann proses ini maka jelas perlu diperlukan material pahat yang lebih unggul daripada material benda kerja. Material pahat dikelompokkan dalam 4 jenis yaitu Karbida, Keramik, Nitrida Boron, dan Intan. Jenis karbida dan keramik dirinci lagi menurut elemen utamanya atau jenis lapisannya. Untuk mempermudah pemilihan jenis material pahat, khusus untuk pahat karbida yang disemen (Cemented Carbides) maka ISO mengeluarkan suatu standar klasifikasi pahat karbida berdasarkan jenis pemakaiannya. 13

10 Setiap pabrik pembuat material pahat biasanya mengeluarkan klasifikasi pemakaian dan pada petunjuknya selalu mencantumkan kode spesifik yang mereka anut beserta penyesuaiannya dengan standar ISO. Dua pahat dari pabrik pembuat yang berbeda dapat dikelompokkan dalam satu kelas yang sama tetapi belum tentu mempunyai keandalan yang sama. Berikut adalah contoh klasifikasi material pahat yang dibuat oleh Sandvik Coromant. Pertama-tama material benda kerja diklasifikasikan terlebih dahulu. Material benda kerja dan material pahat diklasifikasikan menjadi 6 menurut standar ISO yaitu, kode huruf P untuk baja, kode huruf M untuk stainless steel, kode huruf K untuk besi tuang, kode huruf N untuk non-ferrous metals, kode huruf S untuk heat resistant dan super alloys, dan kode huruf H untuk hardened materials. Tabel 2-1 Klasifikasi Material Benda Kerja untuk Standar ISO P [3] Setelah benda kerja diklasifikasikan, maka berikutnya adalah menentukan grade material pahat berdasarkan standar ISO yang sesuai untuk melakukan pemesinan terhadap klasifikasi material benda kerja. Berikut adalah contoh grade material pahat Sandvik Coromant untuk proses general turning. 14

11 Gambar 2-14 Grade Material Pahat ISO P Sandvik Coromant [3] 2.6 Sistem Kelengkapan Perkakas Potong (Tooling System) Suatu mesin perkakas memerlukan beragam pahat baik jenis maupun ukurannya untuk menjamin fleksibilitas dan produktivitas mesin perkakas yang bersangkutan. Semakin beragam jenis pahat yang ada pada suatu mesin, semakin bervariasi kemampuan mesin perkakas tersebut. Hal ini memerlukan kemampuan atau fungsi untuk pemilihan sistem pemerkakasan atau sistem kelengkapan perkakas yang sesuai. Salah satu caranya adalah dengan memilihi sistem kelengkapan perkakas yang cocok dengan ciri-ciri sebagai berikut [2] : 1. Adanya kesesuaian antara pemegang pahat dengan mesin perkakas sejenis, sehingga suatu pemegang pahat dapat dipakai oleh beberapa mesin perkakas. 2. Adanya keluwesan (flexibility) yang cukup memadai tanpa terlalu mengorbankan kesederhanaan pengelolaan perkakas (rancangan/ desain yang cukup sederhana/simpel). 3. Kekakuan pemegang pahat tetap terjamin meskipun sesungguhnya pahat tersebut dirakit dari beberapa modul/adaptor (untuk tujuan keluwesan di atas). 4. Adanya beberapa jenis (tidak semuanya) pemegang pahat yang dapat diatur jarak mata potongnya terhadap satua atau beberapa garis referensi. 5. Harga sistem kelengkapan perkakas yang tidak terlalu tinggi dengan kecepatan dan kemudahan untuk memperolehnya. Berikut adalah contoh sistem pemerkakasan modular untuk mesin bubut konvensional jenis turret yang diperkenalkan oleh Sandvik Coromant: 15

12 Gambar 2-15 Modular Tooling System [3] Gambar 2-16 Modular Tooling System Sandvik Coromant [3] 16

13 Berdasarkan gambar diatas, maka komponen-komponen sistem kelengkapan perkakas terdiri dari 4 komponen utama yaitu: clamping unit, extension/reduction, adaptor, dan cutting unit. Namun, suatu tool set bisa saja hanya terdiri dari clamping unit, extension/reduction, dan cutting unit atau clamping unit, adaptor, dan cutting unit atau clamping unit dan cutting unit saja. Gambar 2-17 Clamping Unit [3] Gambar 2-18 Extension dan Reduction [3] Gambar 2-19 Adaptor [3] 17

14 Suatu cutting unit dapat terdiri dari pahat dengan sisipan ataupun pahat tanpa sisipan. Pahat dengan sisipan hampir dapat melakukan semua proses yang dapat dilakukan oleh mesin bubut. Namun pahat tanpa sisipan pun saat ini masih dipakai biasanya untuk proses drilling. Kodifikasi sisipan pahat dan pemegang sisipan pahat saat ini telah distandarkan oleh ISO, namun setiap pabrik pembuat pahat mempunyai kodifikasi tersendiri. Berikut adalah contoh kodifikasi sisipan dan pemegang sisipan pahat Sandvik Coromant serta contoh cutting unit untuk proses general turning. Gambar 2-20 Contoh Turning Cutting Unit Sandvik Coromant [3] Gambar 2-21 Kodifikasi Sisipan Pahat untuk Proses Turning [3] 18

15 Gambar 2-22 Kodifikasi Pemegang Sisipan Pahat untuk Proses Turning [3] 19

16 2.7 Gaya, Daya, dan Efisiensi Pemotongan Besarnya gaya dan daya pemotongan merupakan informasi yang amat diperlukan dalam perencanaan mesin perkakas, karena hal ini merupakan titik tolak setiap perhitungan dan analisis perencanaan bagi setiap jenis mesin perkakas. Demikian pula halnya dalam perencanaan proses pemesinan, dimana gaya dan daya pemotongan akan merupakan faktor kendala (constraint) yang perlu diperhitungkan. Gaya pemotongan yang bereaksi pada pahat dan benda kerja, yang selanjutnya diteruskan pada bagian-bagian tertentu mesin perkakas, akan mengakibatkan lenturan. Daya pemotongan juga diperlukan untuk memperkirakan kebutuhan energi dan juga ongkos produksi. Dengan menetapkan dan mengubah beberapa variabel proses pemotongan (geometri pahat, v, a, dan f) maka dapat dicari suatu korelasi antara gaya pemotongan dengan variabel proses pemotongan tersebut (rumus empirik gaya pemotongan). Cara yang sama dapat digunakan bagi kombinasi pahat dengan benda kerja yang lain serta beberapa jenis proses pemesinan sehingga dapat diperoleh data pemesinan (machining data) yang amat diperlukan baik untuk perencanaan mesin perkakas maupun bagi perencanaan proses pemesinan. Rumus empirik gaya potong dapat diperkirakan bentuknya sebagai berikut [2] : dimana, F y =F v = gaya potong; N, Fy = Fv = ks A... (2.6) k s = gaya potong spesifik (spesific cutting force); N/mm 2, A=a.f = penampang geram sebelum terpotong dimana, N c v Sedangkan daya pemotongan (N c ) dapat dicari dengan rumus berikut: N c Fv v =... (2.7) = daya pemotongan, kw = kecepatan pemotongan, m/min Berbeda dengan proses bubut lainnya, proses membuat lubang (drilling) menggunakan rumus korelasi sebagai berikut [3] : 20

17 M t D f ksfz a a = 1... (2.8) 2000 D dimana, M t D f k 0.4 sfz = ks0.4 f z sinκ r = momen puntir; Nm = diameter pahat gurdi; mm = gerak makan; mm/r (2.9) k sfz = gaya potong spesifik untuk gerak makan per gigi; N/mm 2 a = kedalaman potong, umumnya = D/2; mm f z = gerak makan per gigi; mm/z k s0.4 = gaya potong spesifik untuk f z = 0.4; N/mm 2 κ r dimana, N c D f = sudut potong utama Sedangkan daya pemotongan dapat dicari dengan persamaan berikut ini [3] : N c D f ksfz v =... (2.10) = daya pemotongan, kw = diameter pahat gurdi; mm = gerak makan; mm/r k sfz = gaya potong spesifik untuk gerak makan per gigi; N/mm 2 v = kecepatan pemotongan, m/min Karakteristik daya mesin perkakas dapat dinilai berdasarkan efisiensi mekanis (η m ), yaitu [2] : dimana, N mr N mn N mr η m =... (2.11) Nmn = daya tersedia, kw = daya nominal mesin, kw Sementara, efisiensi pemesinan (η c ) dapat didefinisikan sebagai berikut [2] : N c η c =... (2.12) N mr 21

18 2.8 Ongkos Pemakaian Mesin Perkakas Ongkos pemakaian mesin perkakas persatuan waktu proses dapat digunakan untuk menghitung ongkos produksi yang rinci (misalnya harga pokok produksi sebuah single part). Untuk suatu workshop yang melakukan proses pemesinan, ongkos pemakaian perkakas dapat merupakan gabungan dari ongkos tetap dan ongkos variabel, yang selanjutnya dapat dikelompokkan sebagai berikut [5] : 1. Ongkos tetap mesin, merupakan beban yang dipikul perusahaan atas kepemilikan suatu mesin atau alat produksi. 2. Ongkos langsung, merupakan komponen ongkos yang muncul akibat pemakaian mesin untuk berproduksi. 3. Ongkos tak langsung, adalah semua ongkos yang diperlukan untuk berusaha, yang tidak langsung dikaitkan dengan suatu mesin dan dibebankan kepada setiap mesin dengan cara pembagian tertentu. Suatu ongkos dipertimbangkan menjadi komponen ongkos mesin apabila memenuhi pertimbangan-pertimbangan [6] : 1. Komponen ongkos tersebut berhubungan dengan kepemilikan mesin perkakas. Yang termasuk di dalamnya antara lain beban penyusutan mesin, bunga pinjaman, pajak, asuransi, dan sebagainya. 2. Komponen ongkos tersebut timbul karena beroperasinya mesin perkakas. 3. Komponen ongkos tersebut merupakan pendukung beroperasinya mesin perkakas. 4. Komponen ongkos tersebut merupakan kompensasi atas nilai tambah yang diberikan oleh proses pemesinan kepada poduk. Kemampuan mesin untuk memberikan nilai tambah kepada produk ditentukan oleh jenis dan kualitas mesin tersebut. Mesin-mesin yang berkemampuan tinggi biasanya berharga mahal. Kualitas mesin dijaga dengan memberikan perawatan yang baik terhadap mesin tersebut. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka komponen ongkos yang membentuk ongkos pemakaian mesin perkakas adalah [6] : 1. Ongkos tetap atas kepemilikan mesin 2. Ongkos langsung, terdiri atas: 22

19 - Ongkos daya - Ongkos bahan habis - Ongkos perawatan yang terdiri dari ongkos suku cadang dan perawatan rutin. 3. Ongkos tidak langsung, terdiri atas ongkos tetap kepemilikan aset selain mesin produksi dan beban lain-lain seperti pembayaran-pembayaran dan utilitas yang dipakai (air, gas, dan lain-lain). Setiap mesin menerima beban ongkos tak langsung sebesar prosentase tertentu dari ongkos tak langsung total. Faktor yang digunakan untuk menentukan prosentase adalah machine hour mesin tertentu dibagi dengan jumlah machine hour semua mesin dalam jangka waktu tertentu, misalnya seminggu atau sebulan. Kesemua komponen-komponen ongkos diatas membentuk ongkos operasi mesin dalam satuan waktu (menit) [1]. dimana, c m c d c bh c main c fix c b K p dimana, cm = cd + cbh + cmain + K p c fix+ K p cb... (2.13) = ongkos operasi mesin (Rp/min) = ongkos daya (Rp/min) = ongkos bahan habis (Rp/min) = ongkos pemeliharaan mesin (Rp/min) = ongkos tetap kepemilikan mesin (Rp/min) = ongkos beban dari unit produksi (Rp/min) = konstanta pembagi = (jumlah kumulatif waktu operasi pemesinan)/ (jumlah total waktu operasi pemesinan seluruh mesin perkakas) Ongkos daya dapat dihitung dengan: Pm c = W E 60 P d tot up mt... (2.14) P m P mt W tot E up = daya nominal total mesin perkakas (kw) = jumlah daya nominal seluruh mesin perkakas (kw) = Jumlah daya listrik terpasang di Workshop (kw) = unit harga listrik (Rp/kWh) 23

20 dimana, c sp c pm Ongkos pemeliharaan dapat dihitung dengan: cmain = csp + c pm... (2.15) = ongkos suku cadang (Rp/min) = ongkos perawatan rutin (Rp/min) Ongkos suku cadang dihitung dengan: dimana, E sp T sp c sp Esp = 60 T sp = harga pembelian suku cadang (Rp) = umur suku cadang (jam) Ongkos perawatan rutin dihitung dengan: dimana, E pm T pm K m dimana, C o y c pm Epm = K T m... (2.16) pm = biaya perawatan (Rp) = periode pemberlakuan perawatan (bulan)... (2.17) = jumlah menit kerja workshop dalam sebulan (min/bulan) Ongkos tetap atas kepemilikan mesin dihitung dengan: c fix ( y+ 1) 1 co + I pti y y 2 =... (2.18) J = harga pembelian mesin (Rp) = umur mesin (tahun) I pti = besarnya bunga, pajak, dan asuransi yang dikenakan pada mesin (%) J = jumlah menit kerja perusahaan dalam setahun (menit) Dengan mengetahui ongkos operasi mesin per menit, maka ongkos pemesinan dapat dihitung dengan [2] : dimana, C m Cm = cm tc... (2.19) = ongkos pemesinan; Rp/produk 24

21 c m t c = ongkos operasi mesin; Rp/min = waktu pemesinan; min/produk 2.9 Optimisasi Proses Pemesinan Berdasarkan gambar teknik suatu produk/komponen mesin beserta bentuk dan ukuran bahan yang ada, maka dapat direncanakan langkah pengerjaan dengan urutan yang paling baik (logik). Kondisi pemotongan (v, f, a) ditentukan untuk memenuhi tujuan yaitu menghasilkan komponen sesuai dengan toleransi yang diminta dengan kecepatan pembentukan geram setinggi mungkin dengan memperhatikan berbagai faktor kendala (constraint) pada sistem pemotongan yang dimaksud (pahat, benda kerja, mesin). Pada dasarnya dalam setiap proses pemesinan ada tiga variabel proses yang perlu ditetapkan harganya yaitu kedalaman potong a, gerak makan f, dan kecepatan potong v, untuk menghasilkan produk sesuai dengan geometri dan toleransi yang diminta. Sesuai dengan urutan proses yang direncanakan, jelas perlu ditentukan terlebih dahulu jenis mesin perkakas dan pahatnya (material pahat disesuaikan dengan kondisi proses yang direncanakan). Kemudian ketiga variabel proses di atas harus dipilih supaya kecepatan penghasilan geram setinggi mungkin. Kecepatan penghasilan geram yang tinggi dapat dicapai dengan menaikkan ketiga variabel proses tersebut dengan urutan sebagai berikut: a, kedalaman potong, kemudian, f, gerak makan, lalu v, kecepatan potong. Kedalaman potong (sebesar mungkin) ditentukan terlebih dahulu, dengan memperhatikan dimensi bahan dan dimensi produk (dimensi akhir) dan dimensi mata potong pahat, sehingga langkah pemotongan sependek mungkin (mungkin diperlukan langkah akhir yang berupa penghalusan). Gerak makan ditentukan sebesar mungkin, tergantung pada gaya pemotongan maksimum yang diijinkan serta tingkat kehalusan permukaan yang diminta (tidak selalu harus halus). Dan terakhir kecepatan potong harus ditentukan supaya daya pemotongan (N c ) tidak melebihi daya tersedia (N mn ). Proses pemesinan harus direncanakan sebaik mungkin supaya kondisi pemotongan optimum teoritik dipenuhi/didekati. Perencanaan proses sebaiknya mengikuti prosedur tertentu (pertahap) seperti yang akan dibahas berikut. Pembubutan dilakukan secara berurutan sesuai dengan dimensi bahan (raw- 25

22 material) dan geometri akhir (produk). Sedapat mungkin posisi benda kerja tidak diubah atau diambil dari pencekamnya (jaw-chuck pada spindel mesin bubut). Hal ini dimaksudkan untuk menjaga ketelitian geometri produk (kesamaan sumbu beberapa elemen geometrinya). Kemudian berbagai jenis pahat digunakan sesuai dengan urutan proses. Untuk setiap langkah pemotongan, kondisi pemotongan direncanakan menurut prosedur berikut [2] : Tahap 1, Pemilihan jenis dan geometri pahat Pahat dipilih sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Material pahat ditentukan berdasarkan material benda kerja dan kondisi pemotongan (pengasaran, adanya beban kejut, penghalusan). Bagi pahat Karbida dipilih jenis P, M, atau K dengan kode angka 10, 20, atau 30, atau yang lain seperti yang tersedia di bagian perkakas (Tools Crib). Dimensi mata potong harus disesuaikan dengan penampang geram yang direncanakan, demikian pula dimensi badan pahatnya. Tahap 2, Penentuan kedalaman potong a, dan gerak makan f Supaya proses pembentukan geram berlangsung dengan baik maka rasio kerampingan geram, δ, ditentukan sebagai berikut, untuk kedalaman potong a 2, maka 3 δ 8, sedangkan a > 2, maka 5 δ 20. Kedalaman potong ditentukan berdasarkan dimensi bahan relatif terhadap dimensi akhir. Ditinjau dari kemudahan pengumpulan dan pembuangan geram dari mesin perkakas, maka bentuk geram yang berupa serpihan lebih diinginkan. Oleh sebab itu, dipilih harga rasio kerampingan tersebut sebagai berikut: δ = 20, batas atas, δ = 5, harga terbaik, δ = 2, batas bawah. Pada langkah pengasaran (roughing) kedalaman potong diusahakan sebesar mungkin (a >2 mm), dalam hal ini sebagai kendala adalah panjang mata potong dan gaya pemotongan. Sementara itu untuk proses penghalusan (finishing) biasanya (a 2 mm). Umumnya pabrik pembuat pahat memberikan rekomendasi kedalaman potong maksimum yang diperbolehkan. Sementara itu, gerak makan ditentukan berdasarkan jenis proses, yaitu pengasaran atau penghalusan. Pada proses pengasaran, gerak makan dipilih 26

23 sebesar mungkin dan yang menjadi kendala adalah rasio kerampingan geram serta gaya pemotongan. Pada proses penghalusan, gerak makan bersama-sama dengan radius ujung pahat menentukan tingkat kehalusan permukaan. Gerak makan pada proses pengasaran (roughing) dapat ditentukan dengan rumus berikut: a f = 2 δ sin κ... (2.20) dimana, f = gerak makan, mm/r a = kedalaman potong, mm κ r δ r = sudut potong utama pahat = rasio kerampingan geram Sedangkan gerak makan pada proses penghalusan (finishing) dapat ditentukan dengan rumus berikut: f 8 Rt rε =... (2.21) C r dimana, f = gerak makan; mm/r R t = parameter kekasaran (peak to valey height); µm r ε = radius ujung pahat, mm (0,4; 0,8; 1,2; 1,6; 2,4) C r = konstanta dipengaruhi oleh kekakuan sistem pemotongan (benda kerja, pahat). = 2000; untuk sistem yang kaku = 2300; untuk sistem yang sedang = 3000; untuk sistem yang lemah Apabila gerak makan telah ditentukan maka harganya disesuaikan dengan tingkatan gerak makan yang ada pada mesin bubut. Gerak makan terpilih pun, harus ditinjau pula menurut gerak makan yang direkomendasikan oleh pabrik pembuat pahat. Berikut adalah harga ekuivalen dari R t, apabila tanda pada gambar teknik mencantumkan parameter kekasaran: 27

24 Tabel 2-2 Ekuivalensi Beberapa Parameter Kekasaran Permukaan [2] Tingkat kekasaran, ISO number Mean roughness index R a ; µm R z ; µm Peak to Valey Height R t ; µm Keterangan N12 50,0 163,0 120,0 Sangat kasar N11 25,0 84,0 63,0 N10 12,5 44,0 32,0 Kasar N9 6,3 23,0 18,0 N8 3,2 12,0 10,0 Normal N7 1,6 6,2 6,0 N6 0,8 3,2 3,0 N5 0,4 1,7 1,6 Halus N4 0,2 0,9 0,9 N3 0,1 0,4 0,5 Sangat halus Tahap 3, Penentuan Kecepatan Potong Umumnya pabrik pembuat pahat memberikan rekomendasi kecepatan potong yang optimum berdasarkan gerak makan terpilih. Berikut adalah contoh data pemesinan rekomendasi gerak makan dan kecepatan potong, berdasarkan material pahat dan material benda kerja oleh Sandvik Coromant untuk proses general turning [3]. Data ini berlaku untuk material benda kerja yang sesuai dengan tabel 2-1 dan material pahat pada gambar Data kecepatan potong ini akan memberikan umur pahat selama 15 menit. 28

25 Tabel 2-3 Data Pemesinan untuk Material ISO P dan Proses Turning [3] Apabila kecepatan potong telah ditentukan maka, putaran spindel dapat dihitung dengan: 1000 v n=... (2.22) π d dimana, n v d = putaran spindel, rpm = kecepatan pemotongan, m/min = diameter benda kerja, mm Kemudian putaran spindel dapat dipilih sesuai dengan tingkat putaran yang dimiliki oleh mesin bubut. Apabila putaran spindel telah terpilih, maka daya pemesinan perlu diperiksa dengan persamaan (2.7), (2.10), (2.11), dan (2.12). Kemudian waktu pemesinan dapat dihitung dengan persamaan (2.4) dan ongkos pemesinan dapat dihitung dengan persamaan (2.19). Berikut adalah gambaran umum prosedur penentuan kondisi pemesinan optimum: 29

26 Gambar 2-23 Prosedur Penentuan Kondisi Pemesinan Optimum [2] Dengan geometrinya yang khusus suatu ulir dibubut dengan menggunakan pahat bentuk yang mempunyai geometri yang serupa dengan ulirnya. Dalam hal ini gerak makan harus disesuaikan dengan pits ulir yang bersangkutan. 30

27 Pembubutan dilaksanakan secara bertahap dengan kedalaman potong harus diatur sedemikian rupa sehingga ketelitian geometri ulir dapat dicapai. Tabel berikut ini merupakan rumus-rumus ekuivalen parameter dalam proses membubut ulir: Tabel 2-4 Rumus Ekuivalen Parameter Proses Bubut Ulir [2] Elemen (parameter) Ulir Luar Ulir Dalam Kedalaman potong mula; a 1 = Kedalalaman potong berikut; a i = Kedalalaman potong ekuivalen; a eq,i = Lebar geram ekuivalen; b eq,i = (kedalaman potong, a) Tebal geram ekuivalen; h eq,i = (gerak makan, f) Diameter yang dicapai; d,i = Pada urutan terakhir; d,n = dimana, p = pits ulir 0 (5 / 8 p sin 60 ) n 0 (5 / 8 p sin 60 ) a1 i a1 2 0 a1+ p sin a eq, i sin a1+ p sin 60 8 i 0 a eq, i sin 60 ( ) a i a ( i ) a i a i d = D = diameter mayor ulirluar /dalam d 1 =D 1 = diameter minor ulir luar/dalam n = jumlah urutan pemotongan 2.10 Pemodelan Berorientasi Obyek d 2 a1 i 2 0 D1 + 2a1 i+ p sin 60 8 d 2a1 n= d D1 + 2a1 n+ p sin 60 = D 8 Model adalah suatu representasi atau perwakilan masalah dalam bentuk yang lebih sederhana dan mudah dikerjakan [1]. Semakin banyak variabel yang terlibat dalam model, maka model yang dibentuk akan semakin dekat dengan keadaan sebenarnya. Namun penyelesaian masalah pada model akan semakin sulit. Oleh karena itu, model yang baik adalah model yang mencakup variabel yang diperlukan dan menunjukkan penyelesaian yang sederhana. n 31

28 Pemodelan berorientasi obyek adalah suatu metoda pemodelan yang berusaha membuat model obyek secara natural sesuai dengan sifat sebenarnya. Sistem pada orientasi obyek disusun oleh sekumpulan obyek yang merupakan tempat yang berisi struktur data dan sekumpuan metoda yang dibutuhkan untuk memproses data. Metoda pemodelan berorientasi obyek memiliki ciri-ciri penting sebagai berikut [7] : 1. Pola pikir yang alami Pola pikir yang alami timbul dengan mengkategorikan obyek-obyek tersebut berdasarkan kebiasaan atau perilaku. 2. Dapat dipakai kembali Obyek yang telah ada dapat dibangun untuk suatu sistem sehingga hal yang telah ada dapat dimanfaatkan kembali. Dengan demikian akan menghasilkan penghematan biaya dan waktu pengembangan sistem, serta dapat meningkatkan keandalan sistem. 3. Kemudahan dalam membuat model dengan kompleksitas tinggi Kompleksitas obyek yang digunakan dapat terus meningkat karena obyek dibangun dari obyek yang lain. 4. Perancangan dan modifikasi mudah Kelas-kelas dalam pemodelan berorientasi obyek memiliki atribut masingmasing yang memudahkan untuk melakukan perancangan ataupun modifikasi. Kelebihan metoda pemodelan berorientasi obyek dibandingkan dengan metoda lainnya sebagai berikut [7] : 1. Kelas-kelas obyek dirancang untuk dapat digunakan kembali dalam berbagai sistem. 2. Kelas yang digunakan menjadi semakin stabil. 3. Memiliki sifat encapsulation yang dapat menyembunyikan detail obyek, sehingga kelas obyek yang kompleks mudah untuk digunakan. 4. Perancangan yang relatif lebih cepat. 5. Pemrograman yang lebih mudah. 32

29 6. Hasil yang diperoleh mendekati kenyataan karena batas antara analisis, perancangan mapun implementasinya tidak jauh berbeda melainkan langsung diterjemahkan. 7. Dapat diterapkan pada berbagai sistem, baik untuk sistem informasi maupun untuk sistem yang belum menggunakan orientasi obyek. 8. Mudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Pada pemrograman berorientasi obyek atau Object Oriented Programming (OOP), kode pemrograman dan data disatukan sebagai suatu obyek yang tidak dapat dipisahkan. Ide OOP yaitu bahwa setiap obyek akan mengelola sendiri setiap data dan fungsi yang dimilikinya. Hal-hal yang dapat dilakukan obyek meliputi empat fungsi berikut [8] : 1. Penerimaan pesan, yang dilakukan menggunakan metoda yang dimiliki. 2. Pemrosesan data yang ada dalam dirinya sendiri. 3. Pengiriman pesan ke obyek lain atau dirinya sendiri. 4. Pengiriman obyek sebagai balasan pesan yang diterima. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemrograman berorientasi obyek yaitu: 1. Obyek (Objects) Obyek merupakan suatu kotak hitam berisi kode pemrograman dan data yang dapat: a. Menerima pesan (message) dari obyek lain. b. Mengirimkan pesan (message) yang berupa pesan/pertanyaan kepada obyek lain atau jawaban ke obyek lain yang telah mengirimkan pesan. Pesan dapat dianggap sebagai pemanggilan prosedur atau metoda operasi. Obyek pengirim pesan menyebutkan operasi mana yang dikehendaki, bukan bagaimana obyek penerima pesan bekerja. Data yang ada dalam obyek penerima pesan hanya dapat diubah oleh fungsi atau prosedur yang dimiliki obyek itu sendiri. 2. Kelas (Classes) Kelas merupakan kumpulan obyek yang memiliki struktur dan perilaku yang serupa. Sebuah obyek yaitu contoh (instance) dari sebuah kelas. 33

30 Dalam mendefinisikan kelas baru ada dua hal penting yang perlu diperhatikan : a. Atribut Adalah tempat menyimpan data atau informasi. Atribut mempunyai nilai tunggal atau beberapa nilai yang digabungkan menjadi satu kelompok, misalnya nama jalan, nomor rumah, kota, dan kode pos dikelompokkan menjadi satu atribut address. b. Metoda Adalah pesan yang dimengerti oleh obyek yang menjabarkan proses pengolahan data yang ada dalam sistem. Alat yang dipergunakan untuk menjabarkan metoda contohnya: bagan alir (flow chart), tabel keputusan, dan lain-lain. 3. Pesan (message) Merupakan suatu bentuk komunikasi antar obyek. Obyek penerima pesan akan mengerti pesan yang diterima apabila pesan tersebut telah didefinisikan terlebih dahulu sebagai interface yang dimilikinya. 4. Penyembunyian (encapsulation) Adalah suatu prinsip penyembunyian informasi tentang nilai atribut dan layanan yang dimiliki sebuah obyek terhadap obyek yang lain. Ide yang mendasari prinsip ini yaitu bahwa setiap obyek akan mengelola tiap data dan fungsi yang dimilikinya sendiri. 5. Pewarisan (inheritance) Sub kelas mempunyai sifat turunan dari kelas induknya karena mewarisi segala atribut dan metoda kelas induk. Kelas induk sering disebut sebagai parent class atau super class dan merupakan generalisasi dari kelas-kelas turunannya. 6. Polimorfisme (polymorphism) Yaitu operasi yang sama dapat bersifat/dilakukan berbeda pada kelas yang berbeda pula. 7. Struktur Adalah bentuk ekspresi untuk menyederhanakan model masalah yang kompleks melalui suatu hubungan. 34

31 2.11 Java dan MySQL Java memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan bahasa pemrograman lainnya. Ada beberapa aspek yang akan dibahas, antara lain : 1. Java bersifat sederhana dan relatif mudah Java dimodelkan sebagian dari bahasa C++, namun dengan memperbaiki beberapa karakteristik C++, seperti mengurangi kompleksitas beberapa fitur, penambahan fungsionalitas, serta penghilangan beberapa aspek pemicu ketidakstabilan system pada C Java berorientasi pada objek (Object Oriented) Java adalah bahasa pemrograman yang berorientasi objek (OOP), bukan seperti Pascal, Basic, atau C yang berbasis prosedural. Dalam memecahkan masalah, Java membagi program menjadi objek-objek, kemudian memodelkan sifat dan tingkah laku masing-masing. Selanjutnya, Java menetukan dan mengatur interaksi antara objek yang satu dengan lainnya. 3. Java bersifat terdistribusi Pada dekade awal perkembangan PC (Personal Computer), computer hanya bersifat sebagai workstation tunggal, tidak terhubung satu sama lain. Saat ini, system komputerisasi cenderung terdistribusi, mulai dari workstation client, server, database server, web server, proxy server, dan sebagainya. 4. Java bersifat Multiplatform Dewasa ini kita mengenal banyak platform Operating System, mulai dari Windows, Apple, berbagai varian UNIX dan Linux, dan sebagainya. Pada umumnya, program yang dibuat dan di-compile di suatu platform hanya bisa dijalankan di platform tersebut, yakni dapat di- terjemahkan oleh Java Interpreter pada berbagai sistem operasi. 5. Java bersifat MultiThread Thread adalah proses yang dapat dikerjakan oleh program dalam suatu waktu. Java bersifat Multithreaded, artinya dapat mengerjakan beberapa proses dalam waktu yang hampir bersamaan. 35

32 MySQL merupakan salah satu database yang paling digemari dengan alasan bahwa program ini merupakan database yang sangat kuat dan cukup stabil untuk digunakan sebagai media penyimpanan data [9]. Hal lain yang merupakan salah satu alasan kenapa memilih distro ini adalah karena MySQL merupakan software database yang bersifat free (gratis) karena MySQL dilisensi dibawah GNU General Public License. Sebagai sebuah database server yang mampu untuk memanajemen database dengan baik, MySQL terhitung merupakan database yang paling banyak digunakan dibanding database lainnya. Selain MySQL masih terdapat beberapa jenis database server lainnya yang juga memiliki kemampuan yang tidak biasa, database itu adalah Oracle dan PostgreSQL. Pada distro database ini, MySQL juga memiliki query yang telah distandarkan ANSI/ISO yaitu menggunakan bahasa SQL sebagai bahasa permintaannya, hal tersebut juga telah dimiliki oleh bentuk-bentuk database server lainnya seperti Oracle, PostgreSQL, MSSQL, dan SQL Server. Kemampuan lain yang dimiliki MySQL adalah mampu mendukung Relational Database Management System (RDBMS), sehingga dengan kemampuan ini MySQL akan mampu menangani data-data perusahaan yang berukuran sangat besar hingga berukuran gigabyte. MySQL pun dapat dikoneksikan dengan mudah ke Java melalui JDBC driver maupun JDBC-ODBC driver [10]. 36

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PEMODELAN MESIN BUBUT CERDAS TUGAS SARJANA Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung Oleh Lindung P. Manik 13103019 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III 3 PEMODELAN SISTEM

BAB III 3 PEMODELAN SISTEM BAB III 3 PEMODELAN SISTEM Adapun kecerdasan-kecerdasan utama yang diinginkan wajib dimiliki oleh model mesin bubut cerdas ini adalah: 1. Memiliki fungsi pengelolaan data pendukung seperti penambahan,

Lebih terperinci

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C 1 Azwinur, 2 Taufiq 1 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan Km.280 Buketrata Lhokseumawe.

Lebih terperinci

BAB IV 4 STUDI KASUS

BAB IV 4 STUDI KASUS BAB IV 4 STUDI KASUS Model mesin bubut cerdas yang dikembangkan pada tugas akhir ini merupakan suatu model yang akan digunakan pada perusahaan manufaktur bertipe jobshop. Oleh karena itu, pada bab ini

Lebih terperinci

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin, SNTTM-VI, 2007 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris Muhammad

Lebih terperinci

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan BAB li TEORI DASAR Pada bab ini dijelaskan mengenai konsep dasar perancangan, teori dasar pemesinan, mesin bubut, komponen komponen utama mesin dan eretan (carriage). 2.1 Konsep Dasar Perancangan Perancangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Proses Produksi Proses produksi adalah tahap-tahap yang harus dilewati dalam memproduksi barang atau jasa. Ada proses produksi membutuhkan waktu yang lama, misalnya

Lebih terperinci

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd. PROSES PEMBUBUTAN LOGAM PARYANTO, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin (komponen) berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tuntutan Sistem Produksi Maju

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tuntutan Sistem Produksi Maju Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Tuntutan Sistem Produksi Maju Perkembangan teknologi dan kebudayaan manusia menuntut perubahan sistem produksi dalam dunia manufaktur. Kebutuhan produk yang semakin

Lebih terperinci

STEMAN 2012 ISBN : 978-979-17047-4-8 PEMODELAN SISTEM PENGHITUNGAN TARIF MESIN PRODUKSI DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN LANGSUNG DAN TAK LANGSUNG Hendri Van Hoten 1, Yatna Yuwana Martawirya 2, Sri Raharno

Lebih terperinci

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 Hasrin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan 3.1.1 Benda Kerja Benda kerja yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja AISI 4340 yang telah dilakukan proses pengerasan (hardening process). Pengerasan dilakukan

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur.

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur. Bab II Teori Dasar Proses freis adalah proses penghasilan geram yang menggunakan pahat bermata potong jamak (multipoint cutter) yang berotasi. Pada proses freis terdapat kombinasi gerak potong (cutting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi telah merubah industri manufaktur menjadi sebuah industri yang harus dapat berkembang dan bersaing secara global. Pada dasarnya seluruh elemen dalam

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN Denny Wiyono Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Polnep Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Agung Premono 1, a *, Triyono 1, R. Ramadhani 2, N. E. Fitriyanto 2 1 Dosen, Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 Yuni Hermawan Jurusan Teknik Mesin -Fakultas Teknik - Universitas Jember Email: yunikaka@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN POTONG, KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA MESIN BUBUT

PENGARUH KEDALAMAN POTONG, KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA MESIN BUBUT PENGARUH KEDALAMAN POTONG, KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA MESIN BUBUT Waris Wibowo & Prasetya Sigit S. Staf Pengajar Akademi Maritim Yogyakarta ( AMY ) ABSTRAK Gaya pemotongan digunakan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flow Chart Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Mulai Studi Literatur Perencanaan dan Desain Perhitungan Penentuan dan Pembelian Komponen Proses Pengerjaan Proses Perakitan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING Simulasi untuk Memprediksi Pengaruh... Muhammad Yusuf, M. Sayuti SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING Muhammad Yusuf 1)

Lebih terperinci

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut BAB II MESIN BUBUT A. Prinsip Kerja Mesin Bubut Mesin bubut merupakan salah satu mesin konvensional yang umum dijumpai di industri pemesinan. Mesin bubut (gambar 2.1) mempunyai gerak utama benda kerja

Lebih terperinci

Analisa Perhitungan Waktu dan Biaya Produksi pada Proses Drilling

Analisa Perhitungan Waktu dan Biaya Produksi pada Proses Drilling LJTMU: Vol. 02, No. 02, Oktober 2015, (01-06) ISSN Print : 2356-3222 ISSN Online : 2407-3555 http://ejournal-fst-unc.com/index.php/ljtmu Analisa Perhitungan Waktu dan Biaya Produksi pada Proses Drilling

Lebih terperinci

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) BIDANG KOMPETENSI 1. KELOMPOK DASAR / FOUNDATION 2. KELOMPOK INTI 3. PERAKITAN (ASSEMBLY) 4. PENGECORAN DAN PEMBUATAN CETAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini persaingan di dalam dunia industri semakin ketat. Hal ini ditandai dengan terciptanya globalisasi pasar yang mengakibatkan munculnya pertumbuhan industri

Lebih terperinci

BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING)

BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING) BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING) 101 Proses gurdi adalah proses pemesinan yang paling sederhana diantara proses pemesinan yang lain. Biasanya di bengkel atau workshop proses ini dinamakan proses bor, walaupun

Lebih terperinci

9 perawatan terlebih dahulu. Ini bertujuan agar proses perawatan berjalan sesuai rencana. 3.2 Pengertian Proses Produksi Proses produksi terdiri dari

9 perawatan terlebih dahulu. Ini bertujuan agar proses perawatan berjalan sesuai rencana. 3.2 Pengertian Proses Produksi Proses produksi terdiri dari 8 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Pendahuluan Pada saat sekarang ini, perkambangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah sangat pesat. Sehingga membutuhkan tenaga ahli untuk dapat menggunakan alat-alat teknologi

Lebih terperinci

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses pemesinan freis (milling) adalah penyayatan benda kerja menggunakan alat dengan mata potong jamak yang berputar. proses potong Mesin

Lebih terperinci

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Proses gurdi adalah proses pemesinan yang paling sederhana diantara

Lebih terperinci

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Produksi. 2.2 Pengelasan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Produksi. 2.2 Pengelasan BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Produksi Pada perancangan suatu kontruksi hendaknya mempunyai suatu konsep perencanaan. Konsep perencanaan ini akan membahas dasar-dasar teori yang akan

Lebih terperinci

PENGARUH SUDUT ORIENTASI ANTARA PAHAT DAN BENDA KERJA TERHADAP BATAS STABILITAS CHATTER PADA PROSES BUBUT ARAH PUTARAN COUNTER CLOCKWISE

PENGARUH SUDUT ORIENTASI ANTARA PAHAT DAN BENDA KERJA TERHADAP BATAS STABILITAS CHATTER PADA PROSES BUBUT ARAH PUTARAN COUNTER CLOCKWISE PENGARUH SUDUT ORIENTASI ANTARA PAHAT DAN BENDA KERJA TERHADAP BATAS STABILITAS CHATTER PADA PROSES BUBUT ARAH PUTARAN COUNTER CLOCKWISE Oleh Agus Susanto Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ing. Ir. Suhardjono,

Lebih terperinci

Gatot Setyono 1. 1Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Gatot Setyono 1. 1Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya JHP17 Jurnal Hasil Penelitian LPPM Untag Surabaya Pebruari 2016, Vol. 01, No. 01, hal 61-70 OPTIMASI PEMESINAN PEMBUATAN VARIASI TUTUP KATUB SUSPENSI UDARA HONDA GL MAX 125cc DI MESIN TURNING CNC TU-2A

Lebih terperinci

PENERAPAN PENILAIAN KEKASARAN PERMUKAAN (SURFACE ROUGHNESS ASSESSMENT) BERBASIS VISI PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA S45C

PENERAPAN PENILAIAN KEKASARAN PERMUKAAN (SURFACE ROUGHNESS ASSESSMENT) BERBASIS VISI PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA S45C PENERAPAN PENILAIAN KEKASARAN PERMUKAAN (SURFACE ROUGHNESS ASSESSMENT) BERBASIS VISI PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA S45C Yanuar Burhanuddin, Suryadiwansa Harun, Evans Afriant N., Tomy D.A. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool

Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool Sally Cahyati 1,a, Triyono, 2,b M Sjahrul Annas 3,c, A.Sumpena 4,d 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING)

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING) BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING) 66 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar. Proses penyayatan dengan gigi potong yang banyak yang

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya produktivitas dan kualitas dari produk yang dihasilkan merupakan tantangan bagi industri permesinan masa kini seiring dengan meningkatnya pengetahuan

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA PARAMETER PROSES TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN HASIL PEMESINAN GERINDA RATA PADA BAJA AISI 1070 DAN HSS

PENGARUH BEBERAPA PARAMETER PROSES TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN HASIL PEMESINAN GERINDA RATA PADA BAJA AISI 1070 DAN HSS PENGARUH BEBERAPA PARAMETER PROSES TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN HASIL PEMESINAN GERINDA RATA PADA BAJA AISI 1070 DAN HSS Dr.-Ing Agus Sutanto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi, banyak material yang semakin sulit untuk dikerjakan dengan proses pemesinan konvensional. Selain tuntutan terhadap kualitas

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT KOMPLEKS Ulir, Tirus, Eksentrik dan Benda Panjang

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT KOMPLEKS Ulir, Tirus, Eksentrik dan Benda Panjang Kegiatan Belajar MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT KOMPLEKS Ulir, Tirus, Eksentrik dan Benda Panjang Dwi Rahdiyanta FT-UNY Membubut Komplek : Ulir, Tirus, Eksentrik, dan Membubut Benda a. Tujuan

Lebih terperinci

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness Oegik Soegihardjo Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan

Lebih terperinci

Mesin Perkakas Konvensional

Mesin Perkakas Konvensional Proses manufaktur khusus digunakan untuk memotong benda kerja yang keras yang tidak mudah dipotong dengan metode tradisional atau konvensional. Dengan demikian, bahwa dalam melakukan memotong bahan ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi pemesinan saat ini telah berkembang sangat pesat, bermula pada tahun 1940-an dimana pembuatan produk benda masih menggunakan mesin perkakas konvensional

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Sistem Produksi

BAB II TEORI DASAR 2.1 Sistem Produksi BAB II TEORI DASAR 2.1 Sistem Produksi Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, banyak faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar perusahaan dapat terus bertahan bahkan semakin berkembang. Hal yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan zaman, untuk mengoptimalkan nilai efisiensi terhadap suatu produk maka dimulailah suatu pengembangan terhadap material, dan para ahli mulai

Lebih terperinci

Toleransi& Implementasinya

Toleransi& Implementasinya Toleransi& Implementasinya Daftar Isi 1. Toleransi Linier... 3 a) Suaian-suaian (Fits)... 6 b) Jenis jenis Suaian... 6 c) Toleransi Khusus dan Toleransi Umum... 6 1) Toleransi Khusus... 6 2) Toleransi

Lebih terperinci

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT 1 BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT PENGERTIAN Membubut adalah proses pembentukan benda kerja dengan mennggunakan mesin bubut. Mesin bubut adalah perkakas untuk membentuk benda kerja dengan gerak utama berputar.

Lebih terperinci

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) Proses permesinan (machining) : Proses pembuatan ( manufacture) dimana perkakas potong ( cutting tool) digunakan untuk membentuk material dari bentuk dasar menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Pemesinan Untuk membuat suatu alat atau produk dengan bahan dasar logam haruslah di lakukan dengan memotong bahan dasarnya. Proses pemotongan ini dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

Bab IV Data Pengujian

Bab IV Data Pengujian Bab IV Data Pengujian 4.1 Data Benda Kerja Dalam pengujian ini, benda kerja yang digunakan adalah Alumunium 2024. Komposisi dari unsur penyusunnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Komposisi unsur

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN No : 339C /UN /TU.00.00/2015

SURAT KETERANGAN No : 339C /UN /TU.00.00/2015 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN Kampus Bukit Jimbaran Telp/Faks: 0361-703321, Email: mesin@me.unud.ac.id SURAT KETERANGAN No :

Lebih terperinci

BAB VI MESIN FRIS DAN PEMOTONG FRIS

BAB VI MESIN FRIS DAN PEMOTONG FRIS BAB VI MESIN FRIS DAN PEMOTONG FRIS Mesin fris melepaskan logam ketika benda kerja dihantarkan terhadap suatu pemotong berputar seperti terlihat pada gambar 2. Gambar 2. Operasi fris sederhana. Pemotong

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS

ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS Rakian Trisno Valentino Febriyano 1), Agung Sutrisno ), Rudy Poeng 3)

Lebih terperinci

Mesin Milling CNC 8.1. Proses Pemotongan pada Mesin Milling

Mesin Milling CNC 8.1. Proses Pemotongan pada Mesin Milling Mesin Milling CNC Pada prinsipnya, cara kerja mesin CNC ini adalah benda kerja dipotong oleh sebuah pahat yang berputar dan kontrol gerakannya diatur oleh komputer melalui program yang disebut G-Code.

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 IBNU MAHARDI ZAHTIAR 2106 100 069 Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 Multi Fixture Analisa dan Perancangan

Lebih terperinci

MODIFIKASI MESIN BUBUT DENGAN PENAMBAHAN ALAT BANTU CEKAM UNTUK MEMBUAT KOMPONEN YANG MEMBUTUHKAN PROSES FREIS

MODIFIKASI MESIN BUBUT DENGAN PENAMBAHAN ALAT BANTU CEKAM UNTUK MEMBUAT KOMPONEN YANG MEMBUTUHKAN PROSES FREIS MODIFIKASI MESIN BUBUT DENGAN PENAMBAHAN ALAT BANTU CEKAM UNTUK MEMBUAT KOMPONEN YANG MEMBUTUHKAN PROSES FREIS Muhammad Yanis, Qmarul Hadi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl.Raya

Lebih terperinci

BAHASA PEMROGRAMAN. Merupakan prosedur/tata cara penulisan program.

BAHASA PEMROGRAMAN. Merupakan prosedur/tata cara penulisan program. BAHASA PEMROGRAMAN PROGRAM Kata, ekspresi, pernyataan atau kombinasinya yang disusun dan dirangkai menjadi satu kesatuan prosedur yang berupa urutan langkah untuk menyelesaikan masalah yang diimplementasikan

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN MAKAN PADA GERAKAN INTERPOLASI LINIER DALAM PROSES PEMESINAN MILLING CNC

PENGARUH KECEPATAN MAKAN PADA GERAKAN INTERPOLASI LINIER DALAM PROSES PEMESINAN MILLING CNC PENGARUH KECEPATAN MAKAN PADA GERAKAN INTERPOLASI LINIER DALAM PROSES PEMESINAN MILLING CNC Rosehan 1 ), Triyono 2 ), Ruby Sumardi 3 ) Abstrak Teknologi CNC sudah banyak digunakan operasi manufaktur. CNC

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PROSES PENGERJAAN KOMPONEN PROTOTYPE V PISTON MAGNETIK

BAB 3 PERANCANGAN PROSES PENGERJAAN KOMPONEN PROTOTYPE V PISTON MAGNETIK BAB 3 PERANCANGAN PROSES PENGERJAAN KOMPONEN PROTOTYPE V PISTON MAGNETIK 3.1 Perancangan dan Tahap-tahap Perancangan Perancangan adalah tahap terpenting dari seluruh proses pembuat alat. Tahap pertama

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT Pengoperasian Mesin Bubut Dwi Rahdiyanta FT-UNY Kegiatan Belajar Pengoperasian Mesin Bubut a. Tujuan Pembelajaran. 1.) Siswa dapat memahami pengoperasian mesin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan sistem informasi

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan sistem informasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan, dan pemanipulasian data. Sistem itu digunakan

Lebih terperinci

PROSES PERMESINAN. (Part 2) Learning Outcomes. Outline Materi. Prosman Pengebor horisontal JENIS MESIN GURDI

PROSES PERMESINAN. (Part 2) Learning Outcomes. Outline Materi. Prosman Pengebor horisontal JENIS MESIN GURDI Prosman - 04 Learning Outcomes PROSES PERMESINAN Mahasiswa dapat menerangkan prinsip kerja mesin bor dan gurdi PROSES PERMESINAN (Part 2) Outline Materi Proses Pemesinan dengan Mesin Bor dan Gurdi Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia robotika yang semakin meningkat, bentuk desain dan fungsi robot pun semakin bervariasi. Pada umumnya komponen rangka dan

Lebih terperinci

B. Sentot Wijanarka, Teknik Pemesinan Dasar, BAB 2

B. Sentot Wijanarka, Teknik Pemesinan Dasar, BAB 2 BAB 2 PROSES BUBUT(TURNING) Tujuan : Setelah mempelajari materi ajar ini mahasiswa memilikim kompetensi: 1. Dapat merencanakan proses pemesinan pembuatan poros lurus dengan menggunakan mesin bubut 2. Dapat

Lebih terperinci

METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK

METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK 1 DAFTAR ISI Hal 1. Karakteristik Geometri 1 2. Toleransi dan Suaian 2 3. Cara Penulisan Toleransi Ukuran/Dimensi 5 4. Toleransi Standar dan Penyimpangan Fundamental 7

Lebih terperinci

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY Sobron Yamin Lubis & Agustinus Christian Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara

Lebih terperinci

MAKALAH MESIN BUBUT DAN MESIN GURDI

MAKALAH MESIN BUBUT DAN MESIN GURDI MAKALAH MESIN BUBUT DAN MESIN GURDI Oleh : Fajar Herlambang 11320006.p UNIVERSITAS IBA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN 2013 BAB I MESIN BUBUT Gambar 1. Mesin bubut Mesin Bubut adalah suatu Mesin perkakas

Lebih terperinci

PROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur)

PROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur) MATERI PPM MATERI BIMBINGAN TEKNIS SERTIFIKASI KEAHLIAN KEJURUAN BAGI GURU SMK PROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur) Oleh: Dr. Dwi Rahdiyanta, M.Pd. Dosen Jurusan PT. Mesin FT-UNY 1. Proses membubut

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER POTONG TERHADAP DIAMETER PITS ULIR METRIK

PENGARUH PARAMETER POTONG TERHADAP DIAMETER PITS ULIR METRIK PENGARUH PARAMETER POTONG TERHADAP DIAMETER PITS ULIR METRIK Sunarto Teknik Mesin Politeknik Bengkalis Jl. Batin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau sunarto@polbeng.ac.id Abstrak Ulir metrik adalah salah satu

Lebih terperinci

STUDY TENTANG CUTTING FORCE MESIN BUBUT, PENGARUH RAKE ANGLE DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP TENAGA YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMOTONGAN

STUDY TENTANG CUTTING FORCE MESIN BUBUT, PENGARUH RAKE ANGLE DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP TENAGA YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMOTONGAN LAPORAN TUGAS AKHIR STUDY TENTANG CUTTING FORCE MESIN BUBUT, PENGARUH RAKE ANGLE DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP TENAGA YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMOTONGAN Laporan Tugas Akhir ini Disusun Sebagai Syarat

Lebih terperinci

Proses Frais. Metal Cutting Process. Sutopo Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Proses Frais. Metal Cutting Process. Sutopo Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Proses Frais Metal Cutting Process Sutopo Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Cutting tools review questions: Penentuan parameter pemotongan manakah yang paling mempengaruhi keausan alat potong?

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Proses Pengelasan.

BAB II DASAR TEORI 2.1 Proses Pengelasan. digilib.uns.ac.id 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Proses Pengelasan. 2.1.1 Pengertian pengelasan Pengelasan adalah suatu sambungan yang permanen yang mana berasal dari peleburan dan dua bagian yang digabungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Berbagai proses pemesinan dilakukan guna mengubah bahan baku

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Berbagai proses pemesinan dilakukan guna mengubah bahan baku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi seperti saat ini, persaingan-persaingan dalam pembuatan suatu produk menjadi semakin meningkat. Berbagai proses

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI P =...(2.1)

BAB II DASAR TEORI P =...(2.1) 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Motor adalah suatu komponen utama dari sebuah kontruksi permesinan yang berfungsi sebagai penggerak. Gerakan yang dihasilkan oleh motor adalah sebuah putaran poros. Komponen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Kedataran Meja Menggunakan Spirit Level Dengan Posisi Horizontal Dan Vertikal. Dari pengujian kedataran meja mesin freis dengan menggunakan Spirit Level

Lebih terperinci

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed ISBN 978-979-3541-50-1 IRWNS 2015 Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed Badruzzaman a, Dedi Suwandi b a Jurusan Teknik Mesin,Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

BAB II. KAJIAN PUSTAKA BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. MYSQL MySQL merupakan sistem basis dataopen source paling populer. MySQL adalah sebuah implementasi dari sistem manajemen basis data relasional (Relational Database Management

Lebih terperinci

Perancangan Peralatan Bantu Pembuatan Roda Gigi Lurus dan Roda Gigi Payung Guna Meningkatkan Fungsi Mesin Bubut

Perancangan Peralatan Bantu Pembuatan Roda Gigi Lurus dan Roda Gigi Payung Guna Meningkatkan Fungsi Mesin Bubut Performa (2006) Vol. 5, No.2: 11-20 Perancangan Peralatan Bantu Pembuatan Roda Gigi Lurus dan Roda Gigi Payung Guna Meningkatkan Fungsi Mesin Bubut Andi Susilo, Muhamad Iksan, Subono Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

Gambar I. 1 Mesin Bubut

Gambar I. 1 Mesin Bubut BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kata manufaktur berasal dari bahasa latin manus dan factus yang berarti dibuat dengan tangan. Kata manufacture muncul pertama kali tahun 1576, dan kata manufacturing muncul

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL Muhammad Sabil 1, Ilyas Yusuf 2, Sumardi 2, 1 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan. Selain itu juga kita dapat menentukan komponen komponen mana yang

BAB III METODOLOGI. Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan. Selain itu juga kita dapat menentukan komponen komponen mana yang BAB III METODOLOGI 3.1 Pembongkaran Mesin Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan mengganti atau memperbaiki komponen yang mengalami kerusakan. Adapun tahapannya adalah membongkar mesin

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Baja tulangan beton polos (Lit 2 diunduh 21 Maret 2014)

Gambar 2.1 Baja tulangan beton polos (Lit 2 diunduh 21 Maret 2014) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Tulangan Beton Baja tulangan beton adalah baja yang berbentuk batang berpenampang lingkaran yang digunakan untuk penulangan beton,yang diproduksi dari bahan baku billet

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan TUGAS AKHIR Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN BAB II PEMESINAN BUBUT B. SENTOT WIJANARKA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB 2 PROSES BUBUT(TURNING)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mesin Press Mesin press adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk membentuk dan memotong suatu bahan atau material dengan cara penekanan. Proses kerja daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses produksi pembuatan suatu produk manufaktur yang ada didunia hampir seluruhnya memerlukan proses pemesinan. Contoh produk yang memerlukan proses pemesinan adalah

Lebih terperinci

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA 3.1 Mesin Bubut Mesin bubut adalah mesin yang dibuat dari logam, gunanya untuk membentuk benda kerja dengan cara menyayat, gerakan utamanya adalah

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN BAB III PEMESINAN FRAIS B. SENTOT WIJANARKA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB 3 PROSES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Untuk mengurangi biaya produksi, peningkatan efisiensi proses manufaktur suatu produk sangat berpengaruh, terutama dengan menurunkan waktu proses manufakturnya. Dalam

Lebih terperinci

28 Gambar 4.1 Perancangan Produk 4.3. Proses Pemilihan Pahat dan Perhitungan Langkah selanjutnya adalah memilih jenis pahat yang akan digunakan. Karen

28 Gambar 4.1 Perancangan Produk 4.3. Proses Pemilihan Pahat dan Perhitungan Langkah selanjutnya adalah memilih jenis pahat yang akan digunakan. Karen 27 BAB IV SOP PENGOPERASIAN MESIN BUBUT KONVENSIONAL UNTUK MEMBUBUT PERMUKAAN 4.1. Ukuran Benda Kerja Sebelum melakukan proses pembubutan, langkah awal yang perlu dilakukan oleh seorang operator adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 HASIL SOFTWARE Tampilan untuk program konversi khusus untuk kasus general_revolution dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 4.1 Tampilan program konversi Pada jendela

Lebih terperinci

TI-2121: Proses Manufaktur

TI-2121: Proses Manufaktur TI-2121: Proses Manufaktur Operasi Pemesinan & Mesin Perkakas Laboratorium Sistem Produksi www.lspitb.org 2003 1. Hasil Pembelajaran Umum: Memberikan mahasiswa pengetahuan yang komprehensif tentang dasar-dasar

Lebih terperinci

PROSES GURDI (DRILLING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT. Mesin FT UNY

PROSES GURDI (DRILLING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT. Mesin FT UNY PROSES GURDI (DRILLING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT. Mesin FT UNY Proses gurdi dimaksudkan sebagai proses pembuatan lubang bulat dengan menggunakan mata bor (twist drill). Sedangkan proses bor (boring) adalah

Lebih terperinci

Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi

Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi Bidang Teknik Mesin Yogyakarta, 10 November 2012 Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi Hendro Prassetiyo, Rispianda, Irvan Rinaldi Ramdhan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Bab V Analisis Data. Tabel 5.1. Tabel ANOM untuk MRR

Bab V Analisis Data. Tabel 5.1. Tabel ANOM untuk MRR Bab V Analisis Data Penelitian yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini adalah pengoptimalan proses end milling dengan menggunakan metoda Taguchi. Dalam metoda Taguchi terdapat 2 cara analisis untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. pemesinan. Berikut merupakan gambar kerja dari komponen yang dibuat: Gambar 1. Ukuran Poros Pencacah

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. pemesinan. Berikut merupakan gambar kerja dari komponen yang dibuat: Gambar 1. Ukuran Poros Pencacah BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Identifikasi Gambar Kerja Gambar kerja merupakan alat komunikasi bagi orang manufaktur. Dengan melihat gambar kerja, operator dapat memahami apa yang diinginkan perancang

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT. Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah:

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT. Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah: BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT 4.1 Perhitungan Rencana Pemilihan Motor 4.1.1 Data motor Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah: Merek Model Volt Putaran Daya : Multi Pro :

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam pembangunan suatu sistem informasi, terdapat dua kelompok

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam pembangunan suatu sistem informasi, terdapat dua kelompok 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Dalam pembangunan suatu sistem informasi, terdapat dua kelompok dalam pendekatan mendefinisikan system, yaitu yang menekankan pada prosedurnya dan yang

Lebih terperinci