HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lahan Kritis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lahan Kritis"

Transkripsi

1 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lahan Kritis Kondisi lahan pada suatu wilayah menggambarkan keadaan bentuk lahan di wilayah tersebut. Indrapuri yang secara geografis berada di kaki pegunungan Bukit Barisan merupakan lahan-lahan terbuka yang umumnya didominasi oleh padang rumput dan semak belukar. Lahan-lahan ini merupakan lahan milik masyarakat yang digunakan sebagai lahan usahatani. Kondisi lahan terbuka yang diusahakan sebagai lahan usahatani di Kecamatan Indrapuri dapat dilihat pada Gambar 2. a. Kondisi lahan sebelum pembersihan b. Pembersihan lahan usaha tani Gambar 2. Kondisi lahan di Kecamatan Indrapuri Hasil pengamatan terhadap kriteria tingkat kekritisan lahan di Kecamatan Indrapuri berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan Direktorat RKT Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 Departemen Kehutanan tahun 1998 disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil pengamatan tingkat kekritisan lahan berdasarkan Kriteria Lokasi Pengamatan/Desa Direktorat RKT Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 Departemen Kehutanan tahun Produktivitas (30) Lereng (20) Kriteria (% Bobot) Erosi (15) Batu-batuan (5) Manajemen (30) Total Skor Tingkat Kekritisan Ds.Anuek Gle Kritis Ds.Reukih Dayah Kritis Ds.Krueng Lamkareung Kritis

2 31 Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat kekritisan lahan pada tiga lokasi pengamatan termasuk dalam kriteria kritis. Pada lokasi pengamatan Desa Aneuk Glee dan Desa Reukih Dayah kondisi lahan tergolong kritis (total skor 250), sedangkan untuk Desa Krueng Lam Kareung juga tergolong kritis (total skor 275). Indikator kekritisan tertinggi pada Desa Aneuk Glee dan Desa Reukih Dayah lebih dikarenakan kondisi lahan yang lebih terbuka dengan tingkat batuan yang lebih tinggi sehingga menyebabkan produktivitas yang rendah. Kondisi batuan pada lokasi pengamatan seperti terlihat pada Gambar 3. Gambar 3. Kondisi batuan pada lahan lokasi penelitian Berdasarkan hasil pengamatan di tiga lokasi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar lahan yang berada di Kecamatan Indrapuri umumnya berada dalam kondisi lahan kritis dan agak kritis. Kekritisan ini juga dipengaruhi oleh kurangnya vegetasi sebagai penutupan lahan sehingga lahan tersebut umumnya terbuka. Vegetasi yang dijumpai didominasi jenis aren (Arenga pinata), jamblang/juwet (Zyzygium cumini), cermai hutan (Phyllanthus emblica ), laban (Vitex pubescen), rumput-rumputan (Grass), serta tanaman semak (Bush). Sistem Agroforesti Pada Lahan Kritis Hasil wawancara dan pengamatan terhadap sistem agroforestri yang dilakukan pada lokasi penelitian, diperoleh bahwa pada saat awal melakukan kegiatan usahatani kondisi lahan umumnya merupakan semak belukar dan padang rumput. Kegiatan awal yang dilakukan oleh petani adalah pemagaran yang merupakan keharusan dikarenakan budaya masyarakat sekitar yang mengembalakan ternak kecil dan besar secara liar tanpa dikandangkan. Pembersihan lahan dilakukan pada musim panas dimana semak belukar ditebas dan dilakukan pembakaran. Pengolahan tanah biasanya hanya dilakukan pada

3 32 lahan bagian lembah yang dianggap lebih subur dibandingkan punggung bukit yang ditutupi oleh rumput. Pada awal musim penghujan yaitu pada bulan September, petani mulai melakukan penanaman tanaman palawija seperti cabai, terong, timun, dan lainnya. Punggung bukit dan lereng umumnya dilakukan penanaman tanaman tahunan dan tanaman berkayu. Tanaman pisang merupakan pilihan utama untuk ditanam, karena masyarakat menganggap dapat meningkatkan kelembaban tanah terutama pada musim kemarau. Selain itu tanaman pinang merupakan pilihan petani untuk ditanam pada bagian lereng bukit karena tanaman ini dapat bertahan pada tanah yang kesuburannya rendah. Jenis pohon yang mampu bertahan pada kondisi kritis umumnya ditanam pada punggung bukit seperti jati dan mahoni. Secara temporal kegiatan usahatani awalnya dimulai dengan menanam tanaman semusim atau palawija yang dipadukan dengan pohon jenis MPTs, seiring perjalanan waktu tanaman pohon terutama jenis MPTs terlihat lebih dominan di lokasi penelitian terutama di Desa Krueng Lam Kareung dan Desa Aneuk Glee dimana tujuan akhir dari kegiatan usahatani adalah berupa kebun campuran (sistem agroforestri). Berdasarkan komponen penyusunannya agroforestri pada lahan kritis yang teridentifikasi dilakukan oleh masyarakat di lokasi penelitian yaitu agrisilvikultur, silvopastura dan agrosilvopastura. Adapun ketiga bentuk sistem agroforestri tersebut akan dibahas lebih lanjut. Agrisilvikultur Lahan kritis secara fisik memiliki constrain atau komponen penghambat untuk melakukan kegiatan usahatani (misal; rendahnya tingkat kesuburan, ketersediaan air dll). Hal ini merupakan pertimbangan bagi petani di dalam melakukan kegiatan usahatani. Pertimbangan ini yang menyebabkan rendahnya keinginan petani dilokasi penelitian untuk memproduktifkan lahan-lahan yang mereka miliki, selain itu petani di lokasi penelitian umumnya juga memiliki lahan yang relatif lebih subur yaitu di sekitar desa dan rumah mereka, yang jaraknya lebih dekat dibandingkan lahan-lahan kritis yang mereka miliki. Kegiatan usahatani yang dilakukan dengan memadukan jenis tanaman berkayu atau berdaur panjang dengan jenis tanaman semusim (sistem agrisilvikultur) pada lahan kritis membutuhkan pertimbangan tersendiri bagi petani. Petani menyadari bahwa kesuburan lahan yang rendah merupakan faktor penghambat dalam melakukan kegiatan usaha tani terutama untuk tanaman

4 33 semusim. Menanam tanaman semusim tidak mungkin dilakukan secara terus menerus karena akan membutuhkan input yang tinggi terutama untuk pembelian pupuk, untuk itu petani umumnya menanam tanaman semusim hanya pada awal kegiatan membuka kebun, hal itu pun dilakukan hanya satu atau dua periode musim sambil melakukan pemeliharan terhadap tanaman tahunan dan tanaman berkayu. Berkebun merupakan pekerjaan sambilan yang dilakukan oleh petani, sedangkan pekerjaan usahatani utama adalah bersawah, hal ini dapat diketahui melalui wawancara terhadap responden di Desa Aneuk Glee dan Desa Krueng Lam Kareung dimana pekerjaan utama sebagian besar adalah petani yaitu bertanam padi sawah, sehingga umumnya waktu yang dilakukan untuk kegiatan berkebun hanya setengah hari. Jenis tanaman yang dipilih dalam kegiatan berkebun merupakan jenis tanaman yang tidak menyita waktu penuh, yaitu dengan menanam lahannya dengan jenis tanaman berkayu dan tanaman tahunan yang tidak membutuhkan banyak waktu dalam perawatannya. Adapun jenis tanaman dominan yang ditanam di dalam kebun berbentuk agrisilvikultur menurut landscape dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa pemilihan jenis tanaman berkayu non-mpts di dalam landscape lebih diarahkan pada bagian punggung bukit, dimana secara umum lahannya lebih terbuka dan didominasi oleh batuan (stone) sehingga tingkat kesuburan lahannya lebih rendah. Pengalaman petani di dalam pemilihan jenis mahoni dan jati memang sudah teruji lebih tahan untuk ditanam pada punggung bukit, ditandai dengan sudah banyaknya tanaman mahoni dan jati yang sudah besar dijumpai di sekitar lokasi penelitian. Selain itu jati dan mahoni merupakan jenis tanaman pioner yang secara fisiologis dapat beradaptasi pada lahan kritis. Penanaman dengan tanaman jenis non-mpts seperti jati dan mahoni lebih ditujukan untuk konservasi lahan. Pada punggung bukit apabila keadaan lahan sudah kondusif bagi tanaman lain dilakukan perpaduan dengan jenis tanaman MPTs, yang bertujuan sebagai pengganti apabila jenis-jenis tanaman berkayu seperti jati dan mahoni nantinya ditebang, sehingga dapat mengantisipasi lahan terbuka dan menjadi kritis lagi. Jenis tanaman MPTs seperti kemiri, mangga, rambutan dan pinang di dalam landscape ditanam pada bagian lereng dan lembah dimana tingkat

5 34 kesuburan tanahnya lebih baik daripada didaerah punggung bukit. Pemilihan jenis MPTs selain bertujuan untuk ekonomis juga untuk tujuan konservasi lahan. Tabel 6. Komponen penyusun kebun sistem agrisilvikultur menurut landscape No Komponen Penyusun Letak Tujuan Tanaman Berkayu Mahoni (Swietennia sp) Jati (Tectona grandis) Rambutan (Nephelium lappaceum) Pinang (Areca catechu) Nangka (Artocarpus integra) Punggung, lereng Punggung, lereng Lereng, lembah Lereng, lembah Punggung, lereng Konservasi Konservasi Ekonomi/konservasi Ekonomi/konservasi Ekonomi/konservasi Tanaman Tahunan Pisang (Musa Sp) Punggung, lereng Ekonomi Tanaman Semusim Jagung (Zea mays L) Lereng, lembah Ekonomi Cabai (Capsicum annum) Lereng, lembah Ekonomi Tanaman tahunan yang umum ditanam oleh petani di tiga desa lokasi penelitian yaitu pisang. Tanaman pisang dipilih karena dapat tumbuh dengan baik pada lahan kritis dan juga asumsi petani dapat lebih meningkatkan kelembaban tanah, selain itu tanaman pisang tidak begitu membutuhkan perawatan dan secara ekonomis pemasarannya lebih mudah. Tanaman semusim biasanya ditanam pada awal membuka kebun, dimana keadaan unsur hara pada lahan yang baru dibersihkan masih mencukupi untuk kegiatan penanaman tanaman semusim. Kegiatan ini tidak dapat dilakukan terus menerus karena unsur hara pada lahan sudah berkurang, sehingga membutuhkan input yang tinggi untuk pemupukan. Jenis tanaman semusim yang sering ditanam adalah jagung, cabai, terong dan timun. Penanaman tanaman semusim biasanya dilakukan pada bagian lembah, dimana tingkat kesuburan tanahnya lebih baik daripada daerah punggung dan lereng. Kebun berbentuk agrisilvikultur di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

6 35 Gambar. 4. Kebun berbentuk agrisilvikultur dilokasi penelitian. Silvopastura Kecamatan Indrapuri secara geografis memiliki potensi yang besar untuk lokasi pengembangan ternak dimana sumberdaya lahan yang luas sangat mendukung. Bentangan alam yang berbukit-bukit kecil dengan ditumbuhi rumput dan semak belukar merupakan kondisi yang cocok untuk pengembangan sektor peternakan. Luas lahan penggembalaan/padang rumput yang ada di Kecamatan Indrapuri seluas ha ditambah dengan lahan yang sementara tidak diusahakan berjumlah ha (BPS Kabupaten Aceh Besar, 2006). Pemanfaatan lahan berkelanjutan sendiri harus memperhatikan kaidahkaidah konservasi serta menguntungan secara ekonomi dan dapat diterima secara sosial tanpa merusak lingkungan. Pola integrasi ternak di dalam sistem agroforestri memiliki nilai lebih, disamping meningkatkan manfaat ekonomis juga menjamin keberlanjutan lahan dengan perlakuan konservasi.

7 36 Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Besar (2007), jenis ternak yang umumnya dipelihara oleh masyarakat Kecamatan Indrapuri adalah kambing dengan jumlah 700 ekor dan sapi potong dengan jumlah ekor jantan dan ekor betina. Sumberdaya lahan juga harus didukung dengan manajemen yang tepat dalam rangka optimalisasi produktivitas. Ditemui tiga sistem manajemen ternak yang diterapkan di lokasi penelitian yaitu : 1. Sistem tradisional; yaitu dengan melepaskan ternak pada pagi hari untuk mencari makanan sendiri dan mengandangkannya pada sore hari. Sistem ini dilakukan oleh sebagian besar petani di lokasi penelitian. Pada ternak sapi yang betina umumnya diterapkan sistem ini agar terjadinya perkawinan dan lebih cepat berkembang biak. 2. Sistem semi intensif; yaitu pemeliharaan ternak dengan cara pemeliharaan pada padang penggembalaan tertentu yang sudah dipagari, kemudian dikandangkan dan diberi pakan tambahan. 3. Sistem intensif yaitu pemeliharaan ternak dengan dikandangkan. Pada sistem ini kebutuhan pakan disediakan penuh. Pakan (rumput gajah) biasanya ditanam pada lahan tertentu kemudian dipotong untuk dijadikan pakan ternak. Biasanya sistem ini bertujuan untuk penggemukan sapi jantan. Lahan penggembalaan umumnya dipagari dengan pohon kuda-kuda (Spondias dulce) dan pohon gamal (Gliricidia sephium) yang merupakan komponen tanaman kehutanan yang dijadikan pakan bagi ternak. Selain itu penanaman tanaman berkayu pada lokasi-lokasi tertentu juga ditujukan untuk tempat ternak berteduh. Pakan ternak dari jenis rumput masih kurang dibudidayakan di lokasi penelitian karena masih berharap dari rumput liar yang tumbuh di padang penggembalaan, selain itu penanaman pakan seperti jenis rumput gajah (Elephant grass) membutuhkan input yang tinggi terutama untuk pemupukan. Bentuk silvopastura dilokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Agrosilvopastura Identifikasi terhadap sistem agrosilvopastura secara alami sangat mudah dilakukan dengan mengamati komponen yang berinteraksi didalamnya yaitu komponen tanaman berkayu dengan tanaman semusim dan juga komponen ternak pada unit manajemen yang sama dan dilakukan secara terencana.

8 37 Gambar. 5. Sistem silvopastura dilokasi penelitian Sistem agrosilvopastura yang sudah adopted dengan lokasi lahan yang kritis ditemui di lokasi penelitian, dimana umumnya sudah berbentuk kebun campuran dengan komponen tanaman berkayu dijumpai sudah besar dan sudah berumur lebih dari 15 tahun. Sementara itu pada daerah bagian lembah dari kebun digunakan untuk komponen tanaman semusim secara permanen. Komponen ternak yang menjadi pilihan adalah ternak sapi dan itik. Selanjutnya komponen jenis tanaman berkayu, tanaman tahunan, tanaman semusim dan ternak di dalam kebun berbentuk agrosilvopastura menurut landscape di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Pengaturan letak jenis komponen agrosilvopastura terlihat diatur sedemikian rupa sehingga masing-masing komponen dapat berinteraksi dengan baik dan meghindari interaksi negatif. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa tanaman berkayu biasanya ditanam di sekitar pagar, punggung dan lereng yang dipadukan dengan tanaman pisang sebagai tanaman tahunan. Sementara itu

9 38 untuk tujuan ekonomi dan konservasi, dilakukan penanaman rumput gajah untuk pakan ternak pada bagian lereng searah kontur. Tabel 7. Komponen penyusun kebun sistem agrosilvopastura menurut Landscape No Komponen Penyusun Letak Tujuan Tanaman Berkayu Mahoni (Swietennia sp) Jati (Tectona grandis) Kemiri (Aleuritas moluccana) Mangga (Mangifera indica) Nangka (Artocarpus integra) Rambutan (Nephelium lappaceum) Pinang (Areca catechu) Punggung, lereng Punggung, lereng Lereng Lereng Lereng Lereng, lembah Punggung, lereng Konservasi Konservasi Ekonomi/konservasi Ekonomi/konservasi Ekonomi/konservasi Ekonomi/konservasi Ekonomi/konservasi Tanaman Tahunan Pisang (Musa sp) Punggung, lereng Ekonomi Kakao (Theobroma cacao L) Lereng Ekonomi Tanaman Semusim Cabai (Capsicum annum) Lembah Ekonomi Terung (Solanum melongena) Lembah Ekonomi Tanaman Pakan Ternak Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Lereng, lembah Ekonomi/konservasi Ternak Sapi (Bos taurus sp) Punggung,lereng Ekonomi Itik (Anas plathyrhynchos) Lembah Ekonomi Pada bagian lembah diperuntukkan untuk tanaman-tanaman semusim sehingga terhindar dari persaingan dari tanaman berkayu dan tanaman tahunan. Penanaman tanaman semusim biasanya dilakukan secara kontinyu sesuai dengan waktu yang dimiliki petani. Jenis tanaman semusim sendiri biasanya dipilih dari jenis tanaman yang tidak begitu membutuhkan perawatan. Kandang ternak sapi sendiri biasanya ditempatkan pada bagian punggung dan lereng dari kebun sehingga kandang akan ternaungi oleh tanaman berkayu. Ternak sapi yang dipelihara dikebun biasanya berjumlah 1-3 ekor sesuai dengan kemampuan petani. Tujuan pemeliharaan sapi adalah untuk penggemukan sehingga petani lebih memilih sapi jantan. Pemeliharaan sapi dengan dikandangkan dan pakan diberikan secara intensif yang berasal dari kebun. Kandang ternak itik dibangun pada bagian lembah dari kebun, untuk itu

10 39 biasanya dibuat kolam-kolam atau sumur yang bertujuan ganda yaitu untuk kebutuhan ternak terhadap air juga untuk menyiram tanaman semusim. Komponen ternak di areal kebun memberikan interaksi mutualisme atau saling menguntungkan dimana pakan ternak diperoleh dari tanaman di dalam kebun dan kotoran ternak dijadikan pupuk organik untuk tanaman. Jenis tanaman yang biasa dijadikan pakan ternak sapi di kebun yaitu rumput, pohon pisang, pohon kuda-kuda dan pohon gamal yang biasanya dijadikan tanaman pagar. Bentuk agrosilvopastura di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Bentuk agrosilvopastura yang ada di lokasi penelitian Subsistem lahan Hasil wawancara dengan responden menunjukkan 90 % responden memiliki luas lahan lebih dari 1 ha dengan status hak milik. Lahan yang mereka miliki jaraknya antara 500 m s/d 1 Km dari perkampungan. Selain itu responden umumnya juga memiliki lahan lain, yaitu sawah yang menjadi matapencarian utama mereka. Topografi di lokasi kebun umumnya landai yaitu dengan tingkat kelerengan 8-15%. Tingkat kesuburan lahan pada kebun tergolong rendah,

11 40 ditandai dengan telah terjadi erosi berat dan banyaknya batuan diatas permukaan tanah. Sumber air di kebun sangat terbatas terutama pada musim panas dimana umumnya petani masih menggantungkan usahataninya dari hujan. Hanya 37 % responden yang memiliki sumur di kebun sementara 53 % berharap dari hujan. Constrain pada subsistem lahan adalah tingkat kesuburan lahan yang rendah, dan ketersedian air yang tidak mencukupi terutama pada musim panas. Subsistem tenaga kerja Pekerjaan utama responden di lokasi penelitian 60 % merupakan petani dan sisanya terbagi di sektor lain. Pekerjaan tani yang utama adalah bersawah dimana ketika musim bersawah petani umumnya meninggalkan aktivitas di kebun, setelah selesai panen di sawah baru petani memanfaatkan waktunya di kebun. Dari data 30 orang responden hanya 7 % yang bekerja full time di kebun sementara 93 % bekerja setengah hari di kebun. Selanjutnya didapati bahwa untuk meningkatkan produksi, resonden umumnya lebih menginginkan tenaga kerja daripada lahan, ini menunjukkan bahwa kurangnya tenaga kerja merupakan constrain untuk meningkatkan produktivitas. Kebun mendatangkan orang bekerja umumnya untuk keperluan pembersihan lahan, selain itu biasanya dikerjakan sendiri bila ada waktu luang. Pekerjaan utama laki-laki di kebun yaitu pada saat pembersihan lahan dan pemeliharaan, sementara pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan di kebun yaitu kegiatan pemanenan dan pasca panen. Subsistem dana Pengeluaran utama keluarga yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup hariannya, dimana saat ini harga sembako sangat menyulitkan kehidupan petani, terutama pasca tsunami dimana dengan banyaknya kehadiran NGOs ternyata membawa dampak tidak langsung terhadap mahalnya harga-harga bahan pokok. Selain itu kebutuhan untuk anak-anak sekolah juga menjadi perhatian dari responden. Pendapatan utama responden di lokasi penelitian yaitu dari bertani padi sawah, sedangkan penghasilan lain diperoleh dari kebun, jasa dan dagang. Dari wawancara yang dilakukan ternyata responden mempunyai penghasilan tergolong rendah dimana sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

12 41 hidupnya, hal ini merupakan faktor penghambat dalam meningkatkan produktifitas kebun. Di lokasi penelitian umumnya masyarakat memiliki ternak sapi yang biasanya ditujukan sebagai tabungan. Tabungan dalam bentuk ternak ini dipersiapkan untuk tujuan-tujuan tertentu misalnya untuk biaya menyekolahkan anak, pernikahan anak atau untuk kebutuhan hidup pada masa-masa sulit. Subsistem produksi makanan Produksi makanan utama responden yaitu bertanam padi sawah, dimana keluarga mengarahkan untuk menghasilkan kebutuhan pokok akan tetapi sering gagal melakukannya, hal ini disebabkan karena petani biasanya menjual hasil panen padinya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lainnya, sehingga tidak mencukupi lagi untuk kebutuhan hidupnya. Adapun strategi yang dilakukan petani untuk menutupi kekurangan terhadap makanan pokok yaitu dengan berkebun atau berternak. Adapun faktor penghambat dalam produksi makanan pokok yaitu besar input yang dikeluarkan terutama untuk pembelian pupuk yang semakin hari semakin tinggi, sementara harga jual hasil panen padi tidak mengalami peningkatan yang cukup berarti. Subsistem kebijakan pembangunan dan infrastruktur Melihat sumbangan sektor pertanian yang mendominasi sumbangan sektoral, maka dapat dipastikan bahwa pengembangan bidang pertanian merupakan hal utama yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Aceh Besar dimana arahan ditujukan kepada bidang tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan serta kehutanan (BAPPEDA Kabupaten Aceh Besar. 2006) Didukung sumberdaya lahan yang luas kemungkinan untuk pengembangan sektor pertanian masih sangat memungkinkan. Adapun program Kabupaten Aceh Besar tahun 2007 yang dituangkan di dalam program aksi bersama meliputi : 1. Peningkatan kelembagaan. 2. Pengembangan tanaman palawija dan holtikultura seluas Ha. 3. Program peningkatan ketahanan pangan. 4. Program pengembangan agribisnis.

13 42 5. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Petani, dengan kegiatan kredit usaha tani. 6. Pengembangan tanaman perkebunan dilaksanakan pada lahan lahan tidur, lahan alang alang dan lahan marginal lainnya yang tersebar pada beberapa kecamatan. Pemerintah Kabupaten Aceh Besar menyadari potensi yang dimiliki untuk pengembangan pertanian masih besar peluangnya terutama dalam hal memanfaatkan lahan-lahan yang selama ini belum dikelola dengan optimal. Data dari Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Besar didapati bahwa pemanfaatan lahan-lahan kritis di Kabupaten Aceh Besar ditujukan untuk kegiatan hutan rakyat pola block grant dengan luas 900 ha, dengan komposisi tanaman MPTs 40 % dan tanaman non-mpts 60 %. Program ini tentu saja ditujukan untuk mengurangi lahan kritis, meningkatkan produktifitas lahan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Dinas Perkebunan Aceh Besar memanfaatkan lahan-lahan kritis untuk kegiatan pengembangan kelapa sawit dimana target penanaman hingga tahun 2012 yaitu seluas ha. Penanaman sawit ini dilakukan pada lahan-lahan masyarakat yang selama ini diterlantarkan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura melakukan Pengembangan tanaman palawija dan holtikultura seluas ha, termasuk didalamnya lahan-lahan yang selama ini kurang produktif. Dinas Peternakan memanfaatkan lahan lahan kritis untuk pengembangan padang penggembalaan seluas ha dan kebun rumput seluas 599 ha. Dari data di atas dapat dilihat bahwa arahan kebijakan pemerintah yang mendukung untuk memanfaatkan lahan kritis dengan sistem agroforestri. Akan tetapi dibutuhkan singkronisasi dari berbagai stakeholder dalam pemanfaat lahan kritis ini dengan sistem agroforestri. Infrastruktur sangat mendukung dalam proses produksi, akan baik dan lancar produksi jika faktor pendukungnya juga baik. Peningkatan produktifitas lahan terutama kebun, dibutuhkan akses yang baik yaitu sarana jalan menuju ke kebun dan dari kebun ke pasar. Akses masyarakat ke kebun dan dari kebun ke pasar di lokasi penelitian tergolong baik, dimana dijumpai jalan-jalan pengerasan dan jalan setapak yang ditemui memudahkan akses masyarakat dalam melakukan kegiatan usaha tani. Selain itu pemasaran hasil kebun terutama jenis buah-buahan seperti mangga,

14 43 rambutan dan nangka sangat mudah pemasarannya karena Kecamatan Indrapuri memiliki sentra-sentra penjualan komuditas tersebut. Sarana jalan ke kebun dan pasar dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Sarana jalan ke kebun dan pasar Evaluasi Kesesuaian Lahan Agroforestri Karakteristik lahan di suatu wilayah dapat berfungsi sebagai indikator kondisi lahan di wilayah tersebut. Data sifat kimia dan biofisik tanah dari hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat (BALITANAK) Bogor (Lampiran 4.) dan dideskripsikan berdasarkan Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah (Balai Penelitian Tanah, 2004) digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan. Karakteristik lahan dan persyaratan karakteristik lahan untuk berbagai jenis komponen penyusun didalam sistem agroforestri, dapat dilihat pada Lampiran 6 kriteria kesesuaian lahan untuk sistem agrisilvikultur, Lampiran 7 kriteria kesesuaian lahan untuk sistem silvopastura, dan Lampiran 8 kriteria kesesuaian lahan untuk sistem agrosilvopastura. Evaluasi kesesuaian lahan di lokasi penelitian dilakukan dengan melakukan kecocokan antara kualitas dan karakteristik lahan dengan persyaratan penggunaan tertentu atau persyaratan tumbuh tanaman yang akan dikembangkan. Dalam rangka untuk keperluan analisis karakteristik lahan dilakukan pengambilan sampel tanah di tiga titik pengamatan yang sistem penggunaan lahannya berbentuk agrisilvikultur di Desa Aneuk Glee, hal ini dilakukan karena umumnya di Desa ini petani melakukan kegiatan berkebun dengan sistem agrisilvikultur. Pengambilan sampel tanah untuk penggunaan lahan sistem silvopastura di lakukan di Desa Reukih Dayah, dengan pertimbangan bahwa pada saat identifikasi penggunaan lahan dijumpai bahwa

15 44 pada umumnya di Desa tersebut lahan dimanfaatkan untuk kegiatan beternak sapi. Pengambilan sampel tanah dengan bentuk penggunaan lahan agrosilvopastural dilakukan di Desa Krueng Lam Kareung, dengan pertimbangan bahwa di Desa ini terdapat kebun berbentuk agrosilvopastura yang sudah adopted di Desa ini. Sampel tanah untuk masing-masing bentuk penggunaan lahan diambil di beberapa titik yang mewakili kemudian dikompositkan menjadi satu sampel tanah untuk masing-masing bentuk penggunaan lahan. Syarat-syarat tumbuh dari jenis-jenis tanaman yang umum dibudidayakan di lokasi penelitian menurut bentuk penggunaan lahan ditabulasi untuk keperluan evaluasi lahan. Persyaratan yang digunakan adalah persyaratan berdasarkan Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Djaenudin et al. 2003). Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk jenis tanaman yang penggunaan lahannya berbentuk agrisilvikultur pada Tabel 8. Komponen tanaman berkayu dan tanaman tahunan tingkat kesesuaiannya tergolong cukup sesuai (S2), dimana yang menjadi faktor pembatas untuk tanaman jenis jati (Tectona grandis) dan pisang (Musa sp) yaitu bahaya erosi dan penyiapan lahan karena banyaknya singkapan batu di permukaan tanah. Untuk pohon mahoni (Swietennia sp) faktor pembatas yaitu bahaya erosi. Pohon nangka (Artocarpus integra) dengan faktor bembatas yaitu retensi hara, bahaya erosi dan penyiapan lahan. Rambutan (Naphelium lappaceum) yang menjadi faktor pembatas yaitu ketersediaan air, retensi hara, bahaya erosi dan penyiapan lahan. Pinang (Areca catechu) yang menjadi faktor pembatas yaitu ketersedian air dan bahaya erosi. Faktor pembatas untuk tingkat S2 seperti retensi hara dapat diperbaiki dengan pemberian input pupuk, pengapuran, pengolahan tanah atau sebagainya yang biasanya dapat diatasi oleh petani. Tanaman jagung (Zea mays) dan cabai merah (Capsicum annum) tingkat kesesuaiannya tergolong S3 atau sesuai marjinal, dimana faktor pembatasnya yaitu ketersediaan air. Faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktifitasnya.

16 45 Tabel 8.Tingkat kesesuaian lahan berbagai jenis tanaman pada sistem agrisilvikultur Karakteristik Lahan Jenis Tanaman Jati Mahoni Nangka Rambutan Pinang Pisang Jagung Cabai merah Temperatur rerata (tc) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S2 S1 Ketersediaan air (wa) S1 S1 S1 S2 S2 S1 S3 S3 1. Curah hujan (mm) S1 S1 S1 S2 S2 S1 S3 S3 2. Kelembaban udara (%) 3. Lama masa kering (bulan) Ketersediaan Oksigen (oa) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Drainase S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Media perakaran (rc) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 1. Tekstur tanah S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 2. Bahan kasar (%) 3. Kedalaman efektif (cm) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Retensi hara (nr) S1 S1 S2 S2 S1 S2 S2 S2 1. KTK liat (cmol) S2 S2 S2 S2 S2 2. Kejenuhan basa (%) S1 S1 S1 S1 S1 3. ph H 2 O S1 S1 S1 S1 S1 S1 S2 S2 4. C - Organik (%) S2 S2 S1 S2 S1 S1 Tosisitas (xc) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Salinitas (ds/m) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Bahaya erosi (eh) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 1. Lereng (%) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 2.Bahaya erosi S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 Bahaya banjir (fh) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 1. Genangan S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Penyiapan lahan (lp) S2 S2 S2 S2 S2 S2 1. Batuan di permukaan (%) S2 S2 S2 S2 S2 S2 2.Singkapan batuan (%) S2 S2 S2 S2 S2 S2 Tingkat Kesesuaian lahan S2ehlp S2eh S2nrehlp S2wanrehlp S2waeh S2nrehlp S3wa S3wa

17 46 Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa komponen penyusun sistem silvopastura untuk tanaman berkayu tingkat kesesuaian lahan tergolong cukup sesuai (S2) dimana untuk jati yang menjadi faktor pembatas yaitu retensi hara, bahaya erosi dan penyiapan lahan. Ketiga faktor pembatas dapat diperbaiki dengan pengelolan lahan yang tepat yaitu penanaman searah kontur, pemupukan, pengapuran dan penyiapan lahan yang tepat pada daerah berbatu. Untuk tanaman mahoni yang menjadi faktor pembatas yaitu ketersediaan air, retensi hara dan bahaya erosi. Pada tanaman tahunan pisang tingkat kesesuai tergolong S2 dengan faktor pembatas yang cukup banyak yaitu media perakaran, retensi hara, toksisitas, bahaya erosi dan penyiapan lahan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk jenis tanaman pada sistem silvopastura dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Tingkat kesesuaian lahan berbagai jenis tanaman pada sistem silvopastura Jenis tanaman Karakteristik Lahan Rumput Jati Mahoni Pisang gajah Temperatur rerata (tc) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Ketersediaan air (wa) S1 S2 S1 S1 1. Curah hujan (mm) S1 S2 S1 S1 2. Kelembaban udara (%) S1 S1 3. Lama masa kering (bulan) S1 S1 S1 Ketersediaan Oksigen (oa) S1 S1 S1 S1 Drainase S1 S1 S1 S1 Media perakaran (rc) S1 S2 S2 1. Tekstur tanah S1 S1 S1 2. Bahan kasar (%) S2 S2 3. Kedalaman efektif (cm) S1 S1 S1 S1 Retensi hara (nr) S2 S2 S2 S3 1. KTK liat (cmol) S2 S2 2. Kejenuhan basa (%) S1 S1 3. ph H 2 O S2 S2 S2 S3 4. C - Organik (%) S1 S1 Tosisitas (xc) S1 S1 S2 S1 Salinitas (ds/m) S1 S1 S2 S1 Bahaya erosi (eh) S2 S2 S2 S2 1. Lereng (%) S2 S2 S2 S2 2.Bahaya erosi S2 S2 S2 S2 Bahaya banjir (fh) S1 S1 S1 S1 1. Genangan S1 S1 S1 S1 Penyiapan lahan (lp) S2 S2 S2 1. Batuan di permukaan (%) S2 S2 S2 2.Singkapan batuan (%) S2 S2 S2 Tingkat kesesuaian lahan S2nrehlp S2wanreh S2rcnrxcehlp S3nr

18 47 Bentuk penggunaan lahan silvopastura, tanaman utama yang diharapkan adalah dari rumput gajah, akan tetapi disini terlihat bahwa tanaman rumput gajah memiliki tingkat kesesuain lahan sesuai marjinal atau S3, dimana yang menjadi faktor pembatas yaitu retensi hara. Kesesuaian potensialnya dapat ditingkatkan menjadi cukup sesuai atau S2 dengan pemberian pupuk dan pengapuran, akan tetapi hal ini menjadi pertimbangan bagi petani karena akan meningkatkan input di dalam produksinya. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk jenis tanaman yang penggunaan lahannya berbentuk agrosilvopastura dapat dilihat pada Tabel 10. Komponen tanaman berkayu jati (Tectona grandis), mahoni (Swietennia sp), kemiri (Aleuritas moluccana), memiliki tingkat kesesuaian lahan tergolong S2 atau cukup sesuai, sedangkan mangga (Mangifera indica), nangka (Artocarpus integra), rambutan (Naphelium lappaceum), pinang (Areca catechu) tergolong tingkat S3 atau sesuai marjinal. Tanaman tahunan pisang (Musa sp), kakao (Theobroma cacao L) dan pakan ternak rumput gajah (Pennisetum purpureum), dengan tingkat kesesuaian tergolong sesuai marjinal S3. Pada Tabel 10 juga dapat dilihat bahwa faktor penghambat utama pada lahan berbentuk agrosilvopastura ini adalah media perakaran dan retensi hara, dimana untuk media perakaran terutama tekstur tanah tidak dapat diperbaiki, akan tetapi untuk retensi hara dapat diperbaiki dengan kegiatan pengapuran, penambahan organik dan pemupukan. Perbaikan terhadap faktor penghambat yang dapat diperbaiki akan menaikkan kesesuaiannya satu tingkat misalkan dari S3 sesuai marjinal menjadi S2 atau cukup sesuai.

19 48 Tabel 10.Tingkat kesesuaian lahan berbagai jenis tanaman pada sistem agrosilvopastura Jenis Tanaman Karakteristik Lahan Cabai Rumput Jati Mahoni Nangka Mangga Rambutan Kemiri Pinang Pisang Kakao merah Terung gajah Temperatur rerata (tc) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S2 S2 S1 S1 Ketersediaan air (wa) S1 S2 S1 S2 S2 S2 S2 S1 S2 S3 S3 S2 1. Curah hujan (mm) S1 S2 S1 S2 S2 S1 S2 S1 S1 S3 S3 S1 2. Kelembaban udara (%) S1 S1 S1 S1 S2 S1 S2 3. Lama masa kering (bulan) S1 S1 S2 S1 S2 Ketersediaan Oksigen (oa) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Drainase S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Media perakaran (rc) S3 S3 S3 S3 S2 S3 S3 S3 S3 S3 S2 1. Tekstur tanah S3 S3 S3 S3 S1 S3 S3 S3 S3 S3 S1 2. Bahan kasar (%) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 3. Kedalaman efektif (cm) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Retensi hara (nr) S1 S2 S3 S3 S3 S2 S2 S3 S3 S2 S3 S1 1. KTK liat (cmol) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 2. Kejenuhan basa (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 3. ph H 2O S2 S2 S2 S1 S2 S2 S1 S1 S3 S1 S1 S1 4. C - Organik (%) S3 S3 S3 S1 S2 S3 S3 S2 S3 S1 Tosisitas (xc) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Salinitas (ds/m) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Bahaya erosi (eh) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 1. Lereng (%) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 2.Bahaya erosi S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 Bahaya banjir (fh) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 1. Genangan S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Penyiapan lahan (lp) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 1. Batuan di permukaan (%) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 2.Singkapan batuan (%) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 Tingkat kesesuaian lahan S2rc S2wanreh S3rcnr S3rcnr S3rcnr S2warcnrehlp S3rc S3rcnr S3rcnr S3warc S3warcnr S2warcehlp

20 49 Analisis Finansial Sistem agroforestri menghasilkan bermacam-macam produk yang jangka waktu pemanenannya berbeda, di mana paling sedikit satu jenis produknya membutuhkan waktu pertumbuhan yang lebih dari satu tahun. Selain itu untuk melihat sejauh mana suatu usaha agroforestri memberikan keuntungan, maka analisis yang paling sesuai dipakai adalah analisis proyek yang berbasis finansial. Analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat. Melalui cara berpikir seperti itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya (Suharjito et al. 2003). Ukuran yang digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return (IRR). Tingkat suku bunga yang digunakan untuk analisis finansial ini adalah 8% sesuai dengan tingkat suku bunga Bank riil saat ini. Umur yang digunakan yaitu 20 tahun dengan asumsi bahwa untuk jenis-jenis tanaman MPTs umur ekonomisnya mulai terjadi penurunan dan tanaman non-mpts sudah dapat dilakukan pemanenan. Asumsiasumsi yang digunakan untuk analisis finansial terdapat pada Lampiran 9. Berdasarkan Analisis finansial berbagai sistem agroforestri pada Lampiran 10, Lampiran 11 dan Lampiran 12, diperoleh hasil analisis finansial terhadap sistem agroforestri di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil analisis finansial sistem agroforestri di Kecamatan Indrapuri. Kriteria Agrisilvikultur Silvopastura Agrosilvopastura Total Biaya/Cost Rp ,- Rp ,- Rp ,- Total Benefit Rp ,- Rp ,- Rp ,- Keuntungan Nominal Rp ,- Rp ,- Rp ,- Biaya terdiskon Rp ,- Rp ,- Rp ,- Benefit terdiskon Rp ,- Rp ,- Rp ,- NPV Rp ,- Rp ,- Rp ,- BCR IRR 31% 38% 46% NPV per ha per tahun Rp ,- Rp ,- Rp ,-

21 50 Berbagai bentuk penggunaan lahan di atas dapat dilihat bahwa total biaya yang paling besar dikeluarkan yaitu pada sistem silvopastura dikarenakan besarnya modal yang dikeluarkan untuk pembelian bakalan ternak sapi. Demikian juga dengan benefit atau manfaat yang diperoleh menunjukkan yang terbesar terjadi pada sistem silvopastura, akan tetapi keuntungan terbesar ditunjukkan oleh sistem agrosilvopastura demikian juga untuk nilai NPV tertinggi ditunjukkan oleh sistem agrosilvopastura dengan nilai BCR yaitu 2.7, dengan NPV per hektar pertahun yaitu Rp ,-. NPV per hektar pertahun menunjukkan bahwa sistem agrisilvikultur yang paling rendah yaitu Rp ,-, nilai ini tergolong rendah dibandingkan sistem yang lain, akan tetapi setimpal dengan waktu kerja yang diberikan oleh petani, dimana kebun merupakan pekerjaan sambilan sementara pertanian utama yaitu bertanam padi sawah. Untuk sistem silvopastura dengan NPV perhektar pertahun Rp ,-, walaupun dilakukan juga hanya sebagai pekerjaan sambilan nilainya lebih tinggi dari sistem agrisilvikultur, hal ini disebabkan oleh biaya/cost yang dikeluarkan lebih besar sehingga penghasilannya juga lebih besar, akan tetapi jika dibandingkan nilai BCR nya, sistem agrisilvikultur lebih baik dengan nilai 2.2 dibanding sistem silvopastura yang hanya 1.5. Sistem agrosilvopastura dengan nilai NPV per hektar pertahun Rp ,- lebih baik dibandingkan sistem lainya, ini juga ditunjukkan oleh nilai BCR nya mencapai 2.7, ini mengindikasikan bahwa biaya/cost yang rendah dapatkan hasil/benefit yang tinggi. Hasil analisis finansial sistem agroforestri di Kecamatan Indrapuri, diperoleh nilai IRR nilai discount rate (i), nilai NPV > 0 (positif), dan B/C Ratio 1 untuk semua bentuk penggunaan lahan. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa semua sistem agroforestri berdasarkan sistem penyusunnya baik itu berbentuk agrisilvikultur, silvopastura dan agrosilvopastura layak untuk dilaksanakan.

22 51 Pendapat Masyarakat Terhadap Sistem Agroforestri Karakteristik masyarakat Masyarakat desa yang menjadi responden dalam penelitian ini berasal dari tiga desa dalam Kecamatan Indrapuri yaitu Desa Aneuk Glee, Desa Reukih Dayah dan Desa Krueng Lam Kareung yang terdiri dari 26 orang laki-laki (87%) dan 4 perempuan (13%). Tingkat pendidikan responden pada umumnya sudah cukup baik. Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan responden yang merata dari tingkat SD (27%), SLTP (30%), SMU (37%) sedangkan yang sampai Perguruan Tinggi hanya berjumlah 2 orang (7%). Uraian tentang karakteristik masyarakat yang menjadi responden disajikan pada Tabel 12. Pekerjaan utama responden umumnya pada sektor pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mata pencaharian responden pada sektor pertanian sebesar 60 %, pedagang 7%, PNS 7% serta sektor lainnya sebesar 27%. Selain bermata pencaharian utama sebagai petani sebagian dari mereka juga mempunyai pekerjaan sampingan seperti berdagang atau jualan 13% dan jasa 13%. Hal ini mereka lakukan untuk menambah penghasilan keluarga sehingga mereka dapat menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan responden yang menjadikan usahatani sebagai pekerjaan sampingan sebesar 40%. Semua responden berasal dari suku Aceh dengan lama tinggal responden di lokasi penelitian <5 tahun sebanyak 13%, dengan range lama tinggal 5-10 th sebesar 27% dan > 10 th sebesar 60%, namun tidak semua sebagai penduduk asli melainkan warga Aceh dari wilayah lain yang kemudian tinggal dan menetap di lokasi tersebut.

23 52 Tabel 12. Karakteristik responden di Tiga Desa Kecamatan Indrapuri Aneuk Reukih Kr. Lam No. Karakteristik Kriteria Glee Dayah Kareung Total n % n % n % n % 1. Jenis kelamin L P Total Umur <35 Th Th Th Th >65 th Total Pendidikan SD SMP SMU PT Total Pekerjaan Petani utama Pedagang PNS Lainnya Total Pekerjaan Bertani sampingan Dagang (jualan) Jasa Tidak ada pekerjaan Total Pendapatan < > Total Lama tinggal <5 th th >10 th Total Pendapat masyarakat terhadap rehabilitasi lahan kritis dengan sistem agroforestri Pendapat masyarakat adalah pandangan mereka terhadap usahatani di lahan pertanian mereka. Pendapat masyarakat dapat diketahui dari keinginan dan pandangan mereka terhadap kegiatan usahatani mereka serta keinginan mereka untuk tetap berusaha pada sektor pertanian tersebut. Pendapat masyarakat terhadap rehabilitasin kritis dengan sistem agroforestri di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 13.

24 53 Masyarakat yang menjadi responden semuanya memiliki usahatani di desanya dan kesemua mereka menyatakan lahan usahataninya tergolong kritis. Tabel 13. Pendapat masyarakat terhadap rehabilitasi lahan kritis dengan sistem agroforestri di Tiga Desa Kecamatan Indrapuri No Pertanyaan Jawaban responden Aneuk Glee Reukih Dayah Kr. Lam Kareung Total n % n % n % n % Pendapat Terhadap Sistem Agroforestri 1. Apakah Saudara mengetahui mengenai lahan kritis a. Ya b. Tidak Apakah Saudara setuju adanya usaha rehabilitasi lahan kritis a.ya b. Tidak 3. Apakah saudara mengetahui tentang sistem agroforestri a.ya b. Tidak (kemudian diberi penjelasan) Apakah saudara setuju rehabilitasi lahan kritis dengan sistem agroforestri a.ya b. Tidak Apakah saudara pernah menerima penyuluhan mengenai rehabilitasi lahan kritis dengan sistem agroforestri a.ya b. Tidak Apakah saudara sudah menerapkan sistem agroforestri a.sudah b.belum Sistem agroforestri mana yang saudara lakukan/ inginkan a.menggabungkan tanaman berkayu dengan panenan b. Menggabungkan tanman berkayu dengan ternak c. Menggabungkan tanaman berkayu dengan panenan dan ternak d. Kebun campuran Hasil wawancara menunjukkan jumlah responden yang mengetahui mengenai lahan kritis sebanyak 25 orang (83%) dan sebanyak 20 orang atau (67%) tidak mengetahui mengenai sistem agroforestri dan setelah diberi penjelasan sebagian besar responden (97%) setuju rehabilitasi lahan kritis dengan sistem agroforestri.

25 54 Selanjutnya didapati sebagian besar responden sudah pernah menerapkan sistem agroforestri, hanya di Desa Reukih Dayah 4 orang (13%) yang belum menerapkan sistem agroforestri. Sistem agroforesti yang diterapkan persentasenya juga merata, baik itu sistem agrisilvikultur, sistem silvopastura dan agrosilvopastura. Selain dari kebijakan lokal yang memang sudah dari dulunya menerapkan sistem agroforestri di dukung dengan adanya upaya dari instansi terkait memberikan penyuluhan dan melakukan kegiatan agroforestri hampir setiap tahunnya di Kecamatan Indrapuri. Desain Agroforestri Pada Lahan Kritis Desain sistem agroforestri ditujukan untuk memperbaiki sistem yang ada dan memberi arahan terhadap penggunaan lahan untuk kegiatan usahatani, yaitu dengan cara mengkaji apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan performansi sistem dan sistem apa yang paling menjanjikan untuk dijadikan usahatani, untuk itu diperlukan berbagai pertimbangan yang diperoleh dari kegiatan prediagnosis dan diagnosis terhadap sistem yang ada, kemudian mencari permasalahan yang terjadi pada sistem untuk kemudian dilakukan intervensi terhadap sistem tersebut. Pada kegiatan prediaknostik telah dilakukan pengamatan dan analisis terhadap tapak atau kondisi lahan umum lokasi penelitian, dimana setelah dilakukan pembobotan ulang terhadap tingkat kekritisan lahan ditemukan bahwa pada lokasi penelitian umunya tergolong kritis. Kemudian pada identifikasi terhadap sistem agroforestri yang ada dilokasi penelitian ditemukan tiga bentuk sistem agroforestri berdasarkan komponen penyusunnya yaitu agrisilvikultur, silvopastura dan agrosilvopastura. Diagnosis terhadap lahan yang menjadi lokasi penelitian umumnya bergelombang dengan bukit-bukit kecil yang terhampar begitu luasnya di Kecamatan Indrapuri, ini memiliki potensi yang besar untuk pengembangannya. Lahan yang umumnya tergolong kritis memerlukan input teknologi di dalam pemanfaatannya baik itu untuk kehutanan, perkebunan, pertanian dan peternakan. Pemanfaatan lahan secara monokultur akan sulit dikembangkan pada daerah yang tingkat kesuburannya rendah, karena akan membutuhkan input yang tinggi di dalam pengelolaannya. Telah banyak studi kasus dan

26 55 penelitian yang menunjukkan bahwa sistem agroforestri sangat efektif diterapkan pada lahan-lahan kritis. Adopsi teknologi dalam kegiatan usaha tani perlu diketahui constrain spesifik yang ada di lokasi tersebut. Faktor penghambat itu sendiri ada yang dapat dimanipulasi atau diperbaiki dengan teknologi akan tetapi ada juga faktor penghambat yang sulit diperbaiki karena akan membutuhkan cost yang tinggi dan sulit diperbaiki oleh petani, untuk itu diperlukan bantuan dari pihak terkait untuk membantu petani di dalam pengelolaannya. Pada Tabel 14 menunjukkan constrain yang ada dilokasi penelitan dan teknologi yang memungkinkan untuk diadopsi di dalam kegiatan usaha tani. Tabel 14. Kendala dan alternatif input teknologi No Kendala Input Teknologi 1. Ketiadaan dana untuk modal Kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan lahan kritis dan bantuan kredit lunak. 2. Kesuburan tanah rendah Penanaman tanaman berkayu, pemupukan dan pemulsaan 3. Rendahnya serasah Pemupukan dan pemulsaan 4. Curah hujan musiman yang tidak Penanaman tanaman berkayu dan mencukupi pembuatan sumur atau kolam penampungan air 5. Banyaknya batuan Pengolahan tanah 6. Rendahnya mutu makanan ternak Penanaman rumput pakan ternak yang tahan terhadap kondisi lahan kritis Percampuran jenis tanaman yang mengkombinasikan tanaman berkayu, tanaman tahunan dan tanaman semusim ternyata memiliki dampak atau interaksi yang terjadi di dalam sistem ini. Interaksi itu sendiri ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan, untuk itu diperlukan manajemen yang baik agar interaksi negatif dapat dihindari sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Beberapa bentuk agroforestri yang sudah adopted dilokasi penelitian, menunjukkan bahwa dengan pengetahuan lokal petani telah mengaplikasikan sistem agroforestri dalam berkebun. Pemilihan jenis-jenis tanaman berkayu seperti jati dan mahoni menunjukkan bahwa kedua jenis ini sesuai dengan kondisi lahan yang kritis, selain itu pemilihan tanaman Multipurpose trees (MPTs) seperti pinang, rambutan, nangka, mangga, dan kemiri lebih disebabkan karena

27 56 harga jual yang bagus dan untuk pemasarannya juga mudah. Pemilihan jenis tanaman tahunan seperti pisang dikarenakan bahwa pisang selain memperoleh manfaat ekonomi yang relatif lebih cepat juga bertujuan untuk meningkatkan kelembaban tanah. Penanaman tanaman semusim dilakukan pada masa-masa tertentu, itupun hanya untuk kebutuhan sendiri dan pemilihan jenisnya lebih untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keberhasilan agroforestri berbasis pohon salah satunya didasarkan pada pemilihan jenis. Prinsip pemilihan jenis pohon dalam agroforestri adalah ketepatan antara lokasi pemapanan dengan karakteristik jenis terpilih serta nilai peruntukannya (Suryanto, 2005). Dari pengetahuan lokal masyarakat didalam pemilihan jenis, serta pengaturan tata letak, dipadu dengan hasil evaluasi lahan serta analisis finansial berbagai komponen yang terdapat dalam sistem agroforestri, ada beberapa rekomendasi yang dapat diberikan dalam pemanfaatan lahan-lahan kritis yang ada di Kecamatan Indarpuri khususnya dan Kabupaten Aceh Besar pada umumnya. Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan maka direkomendasikan jenis tanaman berkayu Non MPTs adalah jati dan mahoni karena tergolong cukup sesuai (S2), untuk tanaman MPTs seperti rambutan, nangka, mangga, pinang dan kemiri pada daerah tertentu tergolong sesuai marginal (S3), akan tetapi dengan pemberian pupuk dapat ditingkatkan menjadi cukup sesuai (S2). Demikian juga halnya untuk tanaman tahunan seperti pisang dan kakao dengan pemberian pupuk dapat ditingkatkan kesesuaiannya menjadi cukup sesuai (S2). Tanaman semusim umunya tergolong (S3) atau sesuai marginal, ini tentu saja membutuhkan input yang cukup tinggi untuk pemupukan. Hasil pengamatan dan wawancara didapati bahwa penanaman jenis tanaman menurut landscape seperti terlihat pada Gambar 8, dimana umumnya tanaman berkayu seperti jati dan mahoni akan lebih baik ditanam pada daerah punggung bukit, karena sifatnya yang pionir dan lebih adopted pada kondisi lahan yang ekstrim. Pada punggung bukit apabila keadaan lahan sudah kondusif bagi tanaman lain maka dilakukan perpaduan dengan jenis tanaman MPTs, yang bertujuan sebagai pengganti apabila jenis-jenis tanaman berkayu seperti jati dan mahoni nantinya ditebang, sehingga dapat mengantisipasi lahan terbuka dan menjadi kritis lagi.

28 57 Tanaman MPTs, tanaman tahunan dan pakan ternak lebih baik ditanam pada bagian lereng dan lembah, dengan asumsi bahwa tingkat kesuburannya lebih baik daripada di bagian punggung bukit. Perpaduan jenis tanaman sendiri harus diperhitungkan agar tidak terjadi interaksi negatif antara tanaman berkayu dan tanaman tahunan. Penanaman tanaman semusim dilakukan pada bagian lembah yang mendapat cukup matahari, karena umunya tanaman semusim membutuhkan matahari yang cukup banyak dalam pertumbuhannya. Penanaman di daerah lereng harus memperhatikan kaidah konservasi, yang didukung oleh bangunan konservasi seperti teras atau guludan dan penanaman dilakukan searah kontur untuk menghindari erosi. Pembuatan bangunan konservasi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat kelerengan lahan. Semakin tinggi tingkat kelerengan lahan maka semakin dibutuhkan bangunan konservasi. Selanjutnya diketahui bahwa air menjadi permasalahan tersendiri bagi petani, disarankan agar pada bagian lembah dari kebun dilakukan pembuatan sumur atau kolam penampungan air agar pada musim panas ketersedian air mencukupi untuk kebutuhan usahatani. Adapun desain agroforestri pada lahan kritis menurut landscape dapat dilihat pada Gambar 9. Desain pada Gambar 8 dan Gambar 9 ditujukan untuk lahan yang relatif bergelombang yang umum ada di lokasi penelitian. Dengan kondisi lahan yang berbeda antara di punggung, lereng dan lembah, tentu dibutuhkan pertimbangan dalam melakukan desain terutama mengenai perpaduan antar berbagai komponen. Pada lahan ini pengaturan jenis dilakukan dengan menempatkan jenis-jenis tanaman yang disesuaikan dengan kemampuannya untuk dapat tumbuh dengan baik. Pengelompokan dilakukan dengan menanam tanaman jenis berkayu non-mpts seperti jati dan mahoni di daerah punggung bukit, tanaman MPTs dan tahunan seperti nangka, rambutan, mangga, pisang, pinang dan coklat, ditanam pada bahagian lereng dan tanaman semusim pada bahagian lembah.

29 58 Non-MPTS:Jati,Mahoni Kandang sapi Tanaman MPTS, Tanaman Tahunan, Pakan ternak Tanaman Semusim Sumur/ Kolam penampungan air Gambar 8. Profil sistem agroforestri pada lahan kritis menurut landscape

30 Gambar 9. Desain agroforestri pada lahan kritis menurut landscape 59

DESAIN AGROFORESTRY PADA LAHAN KRITIS (STUDI KASUS DI KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR)

DESAIN AGROFORESTRY PADA LAHAN KRITIS (STUDI KASUS DI KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR) 53 DESAIN AGROFORESTRY PADA LAHAN KRITIS (STUDI KASUS DI KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR) Design of Agroforestry in Critical Land: Case Study in Indrapuri Subdistrict, Aceh Besar District Bukhari

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Kepala BB. Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian Topik bahasan : KONSEP DASAR EVALUASI LAHAN SYARAT TUMBUH CABAI & BAWANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa kesesuaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) LAMPIRAN Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Persyaratan Penggunaan/Karakteristik Lahan Temperatur (tc) Temperatur ratarata ( 0 C) 1618 14 16 Ketersediaan Air (wa)

Lebih terperinci

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No. 2 (2015) 038-042 http://www.perpustakaan politanipyk.ac.id. Kesesuaian Lahan Kopi, Sawit, Jagung, Kayu Manis, Kelapa, Tembakau, Kedelai, Kakao

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika dan Brazil. Di Brazil, tanaman ini tumbuh secara liar di tepi sungai. Klasifikasi dan pengenalan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.2 (2015) 001-004 http://www... Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal Endang

Lebih terperinci

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Fitriani et al.: Evaluasi Kuanlitatif dan Kuantitatif Pertanaman Jagung Vol. 4, No. 1: 93 98, Januari 2016 93 Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif dan Kuantitatif Pertanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Hairiah, dkk (2003) mendefinisikan agroforestri merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar 26 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar Desa Tulung Balak dengan luas 15 ha yang terletak pada wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung dapat menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, 12 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Maret 2017. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri, arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Sistem ini telah

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, karena sekitar 70% penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lahan adalah wilayah dipermukaan bumi, meliputi semua benda penyusun biosfer baik yang berada di atas maupun di bawahnya, yang bersifat tetap atau siklis (Mahi,

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 020-024 http://www.perpustakaan.politanipyk.ac.id Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh Moratuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1Tipe Penggunaan Lahan (Land Utilization Type) Salah satu tahapan sebelum melakukan proses evaluasi lahan adalah mendeskripsikan 11 atribut kunci tipe penggunaan lahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Fitriawati Sandri* Mahasiswi semester 6 Prodi. Manajemen Produksi Pertanian, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tutupan Lahan dan Vegetasi Terdapat 6 jenis tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang ada dalam Tabel 4. Arsyad (2010) mengelompokkan penggunaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah 40 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah Data iklim yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data keadaan wilayah penelitian. Kecamatan Imogiri memiliki satu tipe iklim di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik 6 kelompok tani di Kelurahan Tejosari Kecamatan Metro Timur Kota

Lebih terperinci

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1)

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1) Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1) Kelas kesesuaian (2) Kemiri (Aleuriteus Moluccana WILLD) (3) Durian (Durio zibethinus MURR) (4) Tanaman

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 038-042 http://www.perpustakaan politanipyk.ac.id. Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Adeha Suryani1

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA The Evaluation of Land Suitability Onion (Allium ascalonicum L.) in Muara Subdistrict

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna *

Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna * Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna * Mahasiswi semester 6 Prodi. Manajemen Produksi Pertanian, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan, Politeknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) ialah tumbuhan tropika dan subtropika dari

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) ialah tumbuhan tropika dan subtropika dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) ialah tumbuhan tropika dan subtropika dari famili Euphorbiaceae yang terkenal sebagai sumber utama karbohidrat dan daunnya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pasir Pantai Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim relief/topografi,

Lebih terperinci

ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO

ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO Kustamar Dosen Teknik Sipil (Teknik Sumber Daya Air) FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tipe Pemanfaatan Lahan Salah satu tahapan sebelum melakukan proses evaluasi lahan adalah mendeskripsikan 11 atribut kunci Tipe Pemanfaatan Lahan (TPL). Secara rinci diuaraikan

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Sebanyak 85% perdagangan kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Kelapa sawit dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS 2018 TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS Sudarto, Aditya Nugraha Putra & Yosi Andika Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan (PSISDL) 9/4/2018 TUGAS SURVEI TANAH

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola tanam agroforestri yang diterapkan petani di Desa Pesawaran Indah terdapat pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut Indra, dkk (2006)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia Lampiran 2. Struktur organisasi Kebun Helvetia STRUKTUR ORGANISASI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA MANAGER Kadis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian Pada tahun 2003 Desa Salilama dimekarkan menjadi tiga desa, dimana Salilama bagian selatan berdiri menjadi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman 41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komposisi Jenis Tanaman Agroforestri Komposisi tanaman yang menjadi penyusun kebun campuran ini terdiri dari tanaman pertanian (padi, kakao, kopi, cengkeh), tanaman kayu,

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI TOPIC KESESUIAN OF MANUSCRIPT LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2. No.2 (2015) 17-21 http:www... KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI Puspita Handayani

Lebih terperinci

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L var Kartika Ateng ) Di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L var Kartika Ateng ) Di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L var Kartika Ateng ) Di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara The Evaluation of Land Suitability coffea arabica (Coffea arabica

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian METODE PENELITIAN 36 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi dan RTRW), data-data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan tanaman tahunan khususnya kakao dan kelapa dalam di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya

Lebih terperinci

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No 338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No. 2337-6597 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN SAWAH BERIRIGASI DI DESA AIR HITAM KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATUBARA Frans Ferdinan 1*, Jamilah

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang 38 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani KESESUAIAN LAHAN Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani Ahmad Tohir 1, Hasnah Wita 1 1 Mahasiswi semester 3 Prodi. Tata Air Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sektor pertanian yang dikembangkan saat ini adalah intensifikasi

I. PENDAHULUAN. Salah satu sektor pertanian yang dikembangkan saat ini adalah intensifikasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor pertanian yang dikembangkan saat ini adalah intensifikasi hortikultura. Prioritas dari komoditas holtikultura tersebut adalah tanaman buah. Subsektor

Lebih terperinci

POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN Sophia Ratnawaty, Didiek A. Budianto, dan Jacob Nulik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Lindung Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur Latar Belakang 1. Kebutuhan konsumsi daging cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Gorontalo memiliki letak yang sangat strategis sebagai pusat akses lintas daerah karena posisinya berada di titik tengah wilayah

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU Ni Wayan Suryawardhani a, Atiek Iriany b, Aniek Iriany c, Agus Dwi Sulistyono d a. Department of Statistics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Brawijaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah KUALITAS LAHAN SUNARTO ISMUNANDAR Umum Perlu pertimbangan dalam keputusan penggunaan lahan terbaik Perlunya tahu kemampuan dan kesesuaian untuk penggunaan ttt Perlu tahu potensi dan kendala EL : pendugaan

Lebih terperinci

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Suplemen 5 SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Latar Belakang Sejak tahun 2008, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan telah menginisiasi program pengembangan ternak sapi yang

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci