BAB 3 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian intervensi analitik komparatif prospektif.
|
|
- Djaja Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian intervensi analitik komparatif prospektif Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan dalam kurun waktu Oktober Januari Populasi Penelitian dan Sampel Penelitian Populasi target penelitian ini adalah pasien-pasien dengan agitasi pada psikosis, sedangkan populasi terjangkau adalah pasien-pasien yang datang ke UGD RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan dalam kurun waktu Oktober 2015 Januari Sampel penelitian didapatkan dengan cara non-probability random sampling tipe consecutive sampling Kriteria Inklusi dan Ekslusi Kriteria inklusi: 1. Individu dengan agitasi pada psikosis akut 2. Usia kurang dari 40 tahun 3. Tidak minum obat antipsikotika atau obat apapun dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. 4. Tidak menderita malnutrisi, dipastikan dengan nilai indeks masa tubuh (IMT) di atas 18, Untuk kelompok yang merokok, merupakan perokok aktif dengan jumlah rokok yang dikonsumsi melebihi 20 batang setiap harinya. 6. Bersedia untuk ikut dalam penelitian Kriteria ekslusi: 1. Tidak memiliki caregiver atau individu adalah sebatangkara. 2. Memiliki gangguan medis umum misalnya riwayat gangguan hati, ginjal dan termasuk kehamilan.
2 3.5. Besar Sampel Besar sampel minimal yang dibutuhkan untuk mendeteksi perbedaan rerata penurunan skor OASS diantara dua kelompok dengan tingkat kepercayaan 95% dan batas kemaknaan dua sisi 0,05, digunakan rumus 25,26 berikut: n 1 = n 2 = 2 Z + Z β 2 Sg 2 (X 1 X 2 ) 2 n1 : Besar sampel kelompok yang merokok n2 : Besar sampel kelompok yang tidak merokok Zα : 1,96 Zβ : 1,28 Sg : Standar deviasi gabungan X 1 -X 2 : Perbedaan rerata diantara dua kelompok yang dianggap bermakna Standar deviasi gabungan (Sg) adalah standar deviasi gabungan dari kelompok yang dibandingkan. Standar deviasi gabungan ini diperoleh 26 dengan rumus sebagai berikut. (Sg) 2 = [S 1 2 x(n 1 1) + S 2 2 x(n 2 1)] n 1 + n 2 2 S1 : standar deviasi kelompok yang merokok dari penelitian sebelumnya. S2 : standar deviasi kelompok yang tidak merokok dari penelitian sebelumnya n1 : Besar sampel kelompok yang merokok dari penelitian sebelumnya n2 : Besar sampel kelompok yang tidak merokok dari penelitian sebelumnya Penelitian ini merupakan penelitian yang sampai sejauh pencaharian literatur yang dilakukan merupakan penelitian pertama yang meneliti perbedaan farmakodinamika obat haloperidol antara individu yang merokok dengan yang tidak merokok. Oleh sebab itu, untuk menghitung besar standar deviasi gabungan, dilakukan penelitian pendahuluan
3 dengan merekrut 10 individu yang merokok dan 10 individu yang tidak merokok, dan dilakukan prosedur penelitian, dengan hasil seperti terlihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Pengukuran Skor OASS Studi Pendahuluan Skor OASS Merokok (ẋ+sd) n=10 Tidak Merokok (ẋ+sd) n-10 Menit Ke-0 Menit Ke-30 Menit Ke-60 Menit Ke ,00 + 8,18 37,46 + 6,29 26,91 + 7,78 14,52 + 5,26 44, ,57 33,48 + 7,55 20,64 + 5,69 11,19 + 2,76 Berdasarkan dari data Tabel 3.1. dapat dihitung standar gabungan untuk setiap menit pemeriksaan dan besar sampel untuk setiap kelompok. (Tabel 3.2) Tabel 3.2. Perhitungan Besar Sampel Standar Deviasi Gabungan (Sg) 2 = [S 1 2 x(n 1 1) + S 2 2 x(n 2 1)] n 1 + n 2 2 Menit ke-30 Menit Ke-60 Menit Ke-120 6,95 6,82 5,83 Besar Sampel n 1 = n 2 = 2 Z + Z β 2 Sg 2 (X 1 X 2 ) Dari Tabel 3.2. dapat disimpulkan bahwa untuk mendeteksi perbedaan rerata 4 skor OASS antara kelompok yang merokok dengan yang tidak merokok dibutuhkan besar sampel minimal 52 orang untuk setiap kelompok Cara Kerja Penelitian Pelaksanaan penelitian ini meliputi persiapan, pengambilan data, pengolahan data, penyusunan hasil penelitian, analisis hasil penelitian, dan penyusunan akhir hasil penelitian. Tahapan persiapan meliputi pengurusan ijin penelitian dari tempat penelitian dan komite etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pengambilan data didahului dengan skrining menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi, dengan pengecualian skrining terhadap status merokok atau tidak ditanyakan pada akhir tahapan, hal ini bertujuan untuk
4 menghilangkan bias yang dapat timbul pada saat pengukuran OASS. Individu yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eklusi dimintai persetujuan keluarga untuk mengikuti penelitian. Tahapan berikutnya adalah pengukuran skor OASS (menit ke-0). Kemudian individu tersebut disuntikkan haloperidol intra-muskular 5mg dan kemudian dilakukan seklusi, Penggunaan restraint hanya dilakukan pada individu yang menunjukkan agresivitas. Pengukuran skor OASS kedua pada menit ke-30, ke-60, ke-90 dan pada menit ke-120. Setelah setiap pengukuran, apabila skor OASS tidak berkurang >50% dari skor OASS menit ke-0, diberikan suntikan haloperidol intra-muskular 5mg. Selama 2 jam observasi, individu yang menerima suntikan haloperidol tidak dibenarkan mengkonsumsi obat lain dan tidak diperbolehkan merokok. Efek samping sindrom ekstra-piramidal haloperidol diperiksa dengan melakukan prosedur baku deteksi sindrom ekstra-piramidal, pada setiap pengukuran OASS. Apabila ditemukan efek samping sindrom ekstra-piramidal, individu tersebut diberikan suntikan difenhidramin intra-muskular 10mg. (Gambar 3.1.) Gambar 3.1. Cara Kerja Penelitian
5 Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16.0 untuk uji hipotesis, GraphPad Prism versi 7.0 untuk hubungan dosis respon, dan Microsoft excel 2010 untuk grafik. Data setiap tahapan pengukuran dihitung reratanya, kemudian dibandingkan antara dua kelompok. Uji hipotesa yang digunakan adalah uji t-independen apabila memenuhi persyaratan uji, dan alternatifnya apabila tidak memenuhi. Hasil penelitian disusun berdasarkan pengolahan data dan disusun dengan terlebih dahulu menampilkan hasil pengolahan data secara univariat dan dilanjutkan dengan bivariat. Hasil penelitian juga disusun berdasarkan tujuan penelitian seperti telah disebutkan pada Bab 1. Variabel dengan skala numerik akan disajikan dalam bentuk rerata dan simpangan baku untuk data yang berdistribusi normal, sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal akan disajilkan dalam bentuk median, minimum dan maksimal. Variabel dengan skala kategori akan disajikan dalam bentuk frekuensi dan proporsi dalam persen. Hasil penelitian kemudian dianalisa dengan melihat setiap kesimpulan statistik yang ada, dan membandingkannya dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Teori yang mendasari sebelumnya juga mendadi dasar analisa hasil penelitian. Keseluruhan hasil analisa hasil penlitian dituangkan dalam pembahasan hasil peneltian. Penyusunan hasil akhir penelitian merupakan penyusunan simpulan dan saran. Simpulan merupakan jawaban dari tujuan penelitian, sedangkan saran merupakan hal-hal yang dapat dipertimbangkan sebagai solusi dari permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian ini Definisi Operasional Tabel 3.3. Definisi Operasional No. Butir Pemeriks Definisi Operasional Alat Ukur Skala Pengukur aan 1 Agitasi pada psikosis akut peningkatan aktifitas verbal dan motorik yang kacau dan tidak bertujuan Overt Agitation Severity Scale (OASS) Versi Bahasa Indonesia an Numerik
6 Tabel 3.3. Lanjutan 2 Tinggi Badan Ukuran dalam meter yang diukur dalam keadaan berdiri tegak, dari tempat menapak sampai batas atas 3 Berat Badan 4 Tingkat pendidika n 5 Indeks Masa Tubuh kepala. Ukuran dalam kilogram yang diukur dengan keadaan berdiri menggunakan pakaian yang ada. Jenjang pendidikan normal formal terdiri dari sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi Merupakan perhitungan baku Berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter 6 Usia Usia subjek yang dihitung sejak tanggal lahir sampai dengan waktu penelitian yang dinyatakan dalam tahun. Usia dibatasi menjadi kurang dari 40 tahun, dikarenakan pada rentang usia kurang dari 40 tahun, telah dilaporkan tidak memengaruhi bersihan indiator CYP. 7 Lama Sakit Rentang dalam tahun sejak subjek menderita gangguan jiwa 8 Awitan Usia saat pasien terindikasi menderita gangguan jiwa, ditandai dengan usaha mencari pertolongan 9 Jenis Jenis kelamin subjek yang dibedakan Kelamin 10 Jumlah Rokok atas perempuan dan laki-laki Jumlah rokok yang dikonsumsi subjek penelitian Meteran Tinggi Badan (meter) Timbangan Berat badan. Wawancara Timbangan Berat Badan dan tinggi badan Wawancara Auto/alloanamnes is Wawancara Auto/alloanamnes is Wawancara Auto/alloanamnes is Observasi Wawancara Auto/alloanamnes is Lebih besar dari 20 batang/hari atau kurang dari 20 batang/hari Numerik Numerik Kategori Numerik Numerik Numerik Numerik Kategori Kategori
7 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di UGD RS Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara probability consecutive sampling. Sebanyak seratus empat subjek penelitian, masing-masing lima puluh dua subjek untuk kelompok yang tidak merokok dan merokok Karakteristik Sampel dan Data Dasar Variabel Uji Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari Tabel 4.1., rerata usia subjek adalah 33,56 (5,63) tahun untuk kelompok yang tidak merokok dan 30,38 (5,86) tahun untuk kelompok merokok. Indeks masa tubuh pada kelompok tidak merokok adalah 25,89 (4,81) dan untuk kelompok merokok 23,99 (4,99). Pada kelompok tidak merokok, jenis kelamin terbanyak adalah perempuan sebanyak 48 orang (92,3%), dan pada kelompok merokok yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 42 orang (80,8%). Skor OASS pada saat masuk UGD atau pada menit ke-0 untuk kelompok tidak merokok adalah 40,10 (9,55) dan 35,77 (9,82) untuk kelompok merokok. Pada kelompok tidak merokok sebanyak 28 (53,8%) subjek menerima suntikan haloperidol 5 mg, sedangkan sebanyak 24 (46,2%) subjek menerima suntikan haloperidol 10 mg. Pada kelompok merokok sebanyak 23 (44,3%) subjek menerima suntikan haloperidol 5 mg, sedangkan 29 (55,8%) subjek menerima haloperidol 10 mg. Dari hasil uji komparatif antar variabel karakteristik subjek penelitian, disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan usia dan indeks masa tubuh antara kelompok yang merokok dengan yang tidak merokok. Sebaliknya disimpulkan terdapat perbedaan pada skor awal OASS antara kelompok yang merokok dengan yang tidak merokok. Demikian juga pada frekuensi pasien yang menerima suntikan haloperidol 5mg atau 10 mg, disimpulkan tidak ada perbedaan frekuensi antara kelompok merokok dan yang tidak merokok. Sebaliknya terdapat perbedaan frekuensi jenis
8 kelamin yang bermakna antara kelompok yang merokok dengan yang tidak merokok. Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian Variabel Tidak Merokok Merokok n=52 n=52 nilai p Usia 33,56+5,63 * 30,38+5,86 ** 0,058 ^ Indeks Masa Tubuh 25,89+4,8 *** 23,99+4,99 **** 0,051 ^ Skor OASS Menit Ke-0 5) ) ,025 ^^ Jenis Kelamin Perempuan 48 (92,3%) 10 (19,2%) 0,001 ^^^ Laki-Laki 4 (7,7%) 42 (80,8%) Suntikan Haloperidol I.M. Total 5 Mg Total 10 Mg 28 (53,8%) 24 (46,2%) 23 (44,2%) 29 (55,8%) 0,327 ^^^ Hasil uji normalitas data dengan uji kolmogorov-smirnov *) p= 0,081; **) p= 0,023; ***) p= 0,001; ****) p= 0,002; 5) p=0,200; 6) p=0,200; ^) Uji Mann-Whitney; ^^) Uji t-independen; ^^^) Uji chi-square 4.2. Efikasi Efikasi haloperidol pada individu yang menerima suntikan haloperidol intramuskular total 5 mg Pada subjek yang menerima suntikan haloperidol intramuskular total 5 mg, pada kelompok yang tidak merokok didapatkan bahwa setelah 120 menit, gejala-gejala agitasi menghilang dengan rerata skor OASS pada pemeriksaan menit ke-120 adalah 0,04 (0,19) (Gambar 4.1. dan Tabel 4.2.). Sedangkan, pada kelompok yang merokok didapatkan bahwa setelah 120 menit, gejala-gejala agitasi menghilang dengan rerata skor OASS pada pemeriksaan menit ke-120 adalah 1,78 (1,04) (Gambar 4.1. dan Tabel 4.2.). Skor OASS Tidak Merokok Merokok Menit Ke-0 Menit Ke-30 Menit Ke-60 Menit Ke-90 Menit Ke-120 Waktu Pemeriksaan Gambar 4.1. Penurunan Skor OASS pada Subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 5 mg
9 Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa rerata skor OASS pada pemeriksaan menit ke-30 untuk kelompok yang tidak merokok turun dari rerata skor OASS pada awal pemeriksaan menjadi 15,82 (2,98), atau turun sebesar 60,49%. Pada menit ke-60 turun menjadi 7,25 (2,10) atau turun sebesar 81,89% dari skor OASS awal. Pada menit ke-90 turun menjadi 2,25 (1,24) atau turun sebesar 94,38% dari skor OASS awal. Dan, pada menit ke-120 turun menjadi 0,04 (0,19) atau turun sebesar 99,90% dari skor awal. Dari Tabel 4.2. juga dapat dilihat bahwa rerata skor OASS pada pemeriksaan menit ke-30 untuk kelompok yang merokok turun dari rerata skor OASS pada awal pemeriksaan menjadi 14,35 (4,32), atau turun sebesar 60,61%. Pada menit ke-60 turun menjadi 7,65 (2,81) atau turun sebesar 79,01% dari skor OASS awal. Pada menit ke-90 turun menjadi 3,73 (1,51) atau turun sebesar 89,76% dari skor OASS awal. Dan, pada menit ke-120 turun menjadi 1,78 (1,04) atau turun sebesar 95,11% dari skor awal. Tabel 4.2. Skor OASS Berdasarkan Waktu Pemeriksaan pada Subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 5 mg Waktu Pemeriksaan Tidak Merokok Merokok n=28 ( +SB) n=23 ( +SB) nilai p ## Menit ke-0 Menit ke-30 Menit ke-60 Menit ke-90 Menit ke , ,71 15,82 + 3,98* 7,25 + 2,10*** 2,25 + 1,24^ 0,04 + 0,19^^^ 36,43 + 9,15 14,35 + 4,32** 7,65 + 2,81**** 3,74 + 1,51^^ 1,78 + 1,04^^^^ 0,098 0,878 0,001 0,001 Hasil uji normalitas data menggunakan uji shapiro-wilk *) p=0,229; **) p=0,046; ***) p=0,381; ***) p=0,005; ^) p=0,045; ^^) p=0,014; ^^^) p=0,001; ^^^^) p=0,006; ##) uji Mann-Whitney Sebelum melakukan perbandingan antara skor OASS setiap waktu pemeriksaan antara kelompok yang tidak merokok dan merokok, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Dengan menggunakan uji shapiro-wilk, diperoleh kesimpulan bahwa data skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-30 skor OASS untuk kelompok yang tidak merokok berdistribusi normal (p=0,229), sedangkan untuk kelompok yang merokok tidak berdistribusi normal (p=0,046). Data skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-60, skor OASS untuk kelompok yang tidak merokok berdistribusi normal (p=0,381), sedangkan untuk kelompok yang merokok tidak berdistribusi normal (p=0,005). Data skor OASS pada waktu
10 pemeriksaan menit ke-90, skor OASS untuk kelompok yang tidak merokok tidak berdistribusi normal (p=0,045), sedangkan untuk kelompok yang merokok tidak berdistribusi normal (p=0,014). Data skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-120, skor OASS untuk kelompok yang tidak merokok tidak berdistribusi normal (p=0,001), sedangkan untuk kelompok yang merokok tidak berdistribusi normal (p=0,006). Dengan demikian, untuk menguji apakah terdapat perbedaan skor OASS untuk setiap waktu pemeriksaan antara kelompok yang tidak merokok dan merokok digunakan uji hipotesa Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan skor OASS pada pemeriksaan menit ke- 30 (p=0,098) dan ke-60 (0,878) antara kelompok yang tidak merokok dan merokok. Sebaliknya, terdapat perbedaan skor OASS pada pemeriksaan menit ke-90 (p=0,001) dan ke-120 (p=0,001) antara kelompok yang tidak merokok dan merokok. 100% 100% Persentase Besar Respon 50% Tidak Merokok Persentase Besar Respon 50% Merokok 0% 0% 22,77 24, Menit Pemeriksaan Menit Pemeriksaan Gambar 4.2. Grafik Hubungan Dosis Respon Pengobatan pada Subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 5 mg Terdapat hubungan dosis-respon monotonik pada subjek yang menerima suntikan haloperidol intramuskular total 5 mg pada kelompok yang tidak merokok. Respon 50% atau penurunan gejala agitasi sebesar setengah dari awal yang diukur dengan OASS pada kelompok yang tidak
11 merokok dicapai dalam 22,77 menit (IK95% 21,21-24,18; p=0,001) (Gambar 4.2. kiri dan Tabel 4.3.). Tabel 4.3. Hubungan Dosis Respon Suntikan Haloperidol Intramuskular untuk Mencapai 50% Efek Respon pada Subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 5 mg Tidak Merokok n=28 Merokok n=23 Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Mencapai 50% Efek Respon 22,77 24,94 Interval Kepercayaan 95% 21,21 24,18 23,93 25,90 P 0,001 0,001 Terdapat hubungan dosis-respon monotonik pada subjek yang menerima suntikan haloperidol intramuskular total 5 mg pada kelompok yang merokok. Respon 50% atau penurunan gejala agitasi sebesar setengah dari awal yang diukur dengan OASS pada kelompok yang merokok dicapai dalam 24,94 menit (IK95% 23,93-25,90; p=0,001) (Gambar 4.2. kanan dan Tabel 4.3.). 0 Menit Ke-30 Menit Ke-60* Menit Ke-90* Menit Ke Tidak Merokok Merokok Gambar 4.3. Perbandingan Besar Perubahan Skor OASS pada Setiap Waktu Pemeriksaan antara Kelompok Individu yang Tidak Merokok dan Merokok pada Subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 5 mg Besarnya penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-30 dihitung dari skor OASS awal subjek yang menerima suntikan haloperidol total 5mg pada kelompok yang tidak merokok adalah sebesar 24,21 (7,29). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-60 dihitung dari skor
12 OASS awal adalah sebesar 8,57 (2,27). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-90 dihitung dari skor OASS awal adalah sebesar 5,00 (1,36). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-120 dihitung dari skor OASS awal adalah sebesar 2,21 (1,20) (Gambar 4.3. dan Tabel 4.4.). Besarnya penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-30 dihitung dari skor OASS awal subjek yang menerima suntikan haloperidol total 5mg pada kelompok yang merokok adalah sebesar 22,09 (5,88). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-60 dihitung dari skor OASS awal adalah sebesar 6,70 (2,10). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-90 dihitung dari skor OASS awal adalah sebesar 3,91 (1,47). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-120 dihitung dari skor OASS awal adalah sebesar 1,96 (1,11) (Gambar 4.3. dan Tabel 4.4.). Tabel 4.4. Perbandingan Besar Perubahan Skor OASS antara Kelompok Individu yang Tidak Merokok dan Merokok pada subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 5 mg Tidak Merokok Merokok Waktu Pemeriksaan Nilai p Menit ke-30 Menit ke-60 Menit ke-90 Menit ke 120 n=28 ( +SB) -24,21 + 7,29 * -8,57 + 2,27 *** -5,00 + 1,36 ^ -2,21 + 1,20 ^^^ n=23 ( +SB) -22,09 + 5,88 ** -6,70 + 2,10 **** -3,91 + 1,47 ^^ -1,96 + 1,11 ^^^^ 0,254 0,004 0,003 0,391 Hasil uji normalitas data menggunakan uji shapiro-wilk *) p=0,258; **) p=0,990; ***) p=0,240; ***) p=0,153; ^) p=0,53; ^^) p=0,001; ^^^) p=0,050; ^^^^) p=0,001; #) uji t-tidak berpasangan; ##) uji Mann-Whitney Sebelum melakukan perbandingan besarnya penurunan skor OASS setiap waktu pemeriksaan antara kelompok yang tidak merokok dan merokok, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Dengan menggunakan uji shapiro-wilk, diperoleh kesimpulan bahwa data penurunan skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-30 skor OASS dihitung dari skor OASS awal untuk kelompok yang tidak merokok berdistribusi normal (p=0,258), sedangkan untuk kelompok yang merokok berdistribusi normal (p=0,990). Data penurunan skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-60 dihitung dari skor awal untuk kelompok yang tidak merokok berdistribusi normal (p=0,240), sedangkan untuk kelompok yang merokok berdistribusi normal (p=0,153). Data penurunan skor OASS # # ## ##
13 pada waktu pemeriksaan menit ke-90 dihitung dari skor awal untuk kelompok yang tidak merokok berdistribusi normal (p=0,530), sedangkan untuk kelompok yang merokok tidak berdistribusi normal (p=0,001). Data penurunan skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-90 dihitung dari skor awal pada waktu pemeriksaan menit ke-120, skor OASS untuk kelompok yang tidak merokok tidak berdistribusi normal (p=0,050), sedangkan untuk kelompok merokok tidak berdistribusi normal (p=0,001). Dengan demikian, untuk menguji apakah terdapat perbedaan penurunan skor OASS untuk setiap waktu pemeriksaan antara kelompok yang tidak merokok dan merokok digunakan uji t tidak berpasangan untuk penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-30 dan 60, sedangkan uji Mann- Whitney digunakan untuk pemeriksaan menit ke-90 dan 120. Hasil uji t- tidak berpasangan, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan penurunan skor OASS pada pemeriksaan menit ke-30 (p=0,254). Terdapat perbedaan yang bermakna pada pemeriksaan menit ke-60 (p=,0,004) dan ke-90 (p=0,001). Pada pemeriksaan menit ke-120, ditemukan tidak terdapat perbedaan bermakna (p= ke-60 (0,878) antara kelompok yang tidak merokok dan merokok Efikasi haloperidol pada individu yang menerima suntikan haloperidol intramuskular total 10mg Pada subjek yang menerima suntikan haloperidol intramuskular total 10 mg, pada kelompok yang tidak merokok didapatkan bahwa setelah 120 menit, gejala-gejala agitasi menghilang dengan rerata skor OASS pada pemeriksaan menit ke-120 adalah 0,25 (0,53) (Gambar 4.4. dan Tabel 4.5.). Sedangkan, pada kelompok yang merokok didapatkan bahwa setelah 120 menit, gejala-gejala agitasi menghilang dengan rerata skor OASS pada pemeriksaan menit ke-120 adalah 2,90 (1,66) (Gambar 4.4. dan Tabel 4.5.). Dari Tabel 4.5. dapat dilihat bahwa rerata skor OASS pada pemeriksaan menit ke-30 untuk kelompok yang tidak merokok turun dari rerata skor OASS pada awal pemeriksaan menjadi 26,29 (5,23), atau turun sebesar 34,55%. Pada menit ke-60 turun menjadi 12,58 (2,98) atau
14 turun sebesar 68,68% dari skor OASS awal. Pada menit ke-90 turun menjadi 4,12 (1,73) atau turun sebesar 89,74% dari skor OASS awal. Dan, pada menit ke-120 turun menjadi 0,25 (0,53) atau turun sebesar 99,38% dari skor awal. Skor OASS Tidak Merokok Merokok Menit Ke-0 Menit Ke-30 Menit Ke-60 Menit Ke-90 Menit Ke-120 Waktu Pemeriksaan Gambar 4.4. Penurunan Skor OASS pada Subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 10 mg Dari Tabel 4.5. juga dapat dilihat bahwa rerata skor OASS pada pemeriksaan menit ke-30 untuk kelompok yang merokok turun dari rerata skor OASS pada awal pemeriksaan menjadi 22,76 (4,32), atau turun sebesar 35,41%. Pada menit ke-60 turun menjadi 12,34 (4,34) atau turun sebesar 64,98% dari skor OASS awal. Pada menit ke-90 turun menjadi 5,86 (2,55) atau turun sebesar 83,37% dari skor OASS awal. Dan, pada menit ke-120 turun menjadi 2,90 (1,66) atau turun sebesar 91,77% dari skor awal. Tabel 4.5. Skor OASS Berdasarkan Waktu Pemeriksaan pada Subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 10 mg Waktu Pemeriksaan Tidak Merokok Merokok n=24 ( +SB) n=29 ( +SB) nilai p Menit ke-0 Menit ke-30 Menit ke-60 Menit ke-90 Menit ke ,17 + 8,20 26,29 + 5,23* 12,58 + 2,98*** 4,12 + 1,73^ 0,25 + 0,53^^^ 35, ,46 22,76 + 7,64** 12,34 + 4,34**** 5,86 + 2,55^^ 2,90 + 1,66^^^^ # 0,060 # 0,814 ## 0,003 ## 0,001 Hasil uji normalitas data menggunakan uji shapiro-wilk *) p=0,462; **) p=0,103; ***) p=0,165; ***) p=0,054; ^) p=0,023; ^^) p=0,001; ^^^) p=0,001; ^^^^) p=0,001; #) uji t-tidak berpasangan; ##) uji Mann-Whitney Sebelum melakukan perbandingan antara skor OASS setiap waktu pemeriksaan antara kelompok yang tidak merokok dan merokok,
15 terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Dengan menggunakan uji shapiro-wilk, diperoleh kesimpulan bahwa data skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-30 skor OASS untuk kelompok yang tidak merokok berdistribusi normal (p=0,060), sedangkan untuk kelompok yang merokok berdistribusi normal (p=0,103). Data skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-60, skor OASS untuk kelompok yang tidak merokok berdistribusi normal (p=0,165), sedangkan untuk kelompok yang merokok tidak berdistribusi normal (p=0,054). Data skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-90, skor OASS untuk kelompok yang tidak merokok tidak berdistribusi normal (p=0,023), sedangkan untuk kelompok yang merokok tidak berdistribusi normal (p=0,001). Data skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-120, skor OASS untuk kelompok yang tidak merokok tidak berdistribusi normal (p=0,001), sedangkan untuk kelompok yang merokok tidak berdistribusi normal (p=0,006). Dengan demikian, untuk menguji apakah terdapat perbedaan skor OASS untuk setiap waktu pemeriksaan antara kelompok yang tidak merokok dan merokok digunakan uji t-tidak berpasangan untuk membandingkan skor OASS pemeriksaan menit ke 30 dan ke-60, dan uji Mann-Whitney untuk membandingkan skor OASS pemeriksaan menit ke 90 dan ke-120. Hasil uji t-tidak berpasangan, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan skor OASS pada pemeriksaan menit ke-30 (p=0,060) dan ke-60 (0,814) antara kelompok yang tidak merokok dan merokok. Sebaliknya, terdapat perbedaan bermakna skor OASS pada pemeriksaan menit ke-90
16 (p=0,001) dan ke-120 (p=0,001) antara kelompok yang tidak merokok dan merokok. 100% 100% Persentase Besar Respon 50% Tidak Merokok Persentase Besar Respon 50% Merokok 0% 0% 37,36 40, Menit Pemeriksaan Menit Pemeriksaan Gambar 4.5. Grafik Hubungan Dosis Respon Pengobatan pada Subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 10 mg Terdapat hubungan dosis-respon monotonik pada subjek yang menerima suntikan haloperidol intramuskular total 10 mg pada kelompok yang tidak merokok. Respon 50% atau penurunan gejala agitasi sebesar setengah dari awal yang diukur dengan OASS pada kelompok yang tidak merokok dicapai dalam 37,36 menit (IK95% 35,92-38,81; p=0,001) (Gambar 4.5. kiri dan Tabel 4.6.). Tabel 4.6. Hubungan Dosis Respon Suntikan Haloperidol Intramuskular untuk Mencapai 50% Efek Respon pada Subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 10 mg Tidak Merokok n=24 Merokok n=29 Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Mencapai 50% Efek Respon 37,36 40,32 Interval Kepercayaan 95% 35,92 38,81 38,84 41,82 P 0,001 0,001 Terdapat hubungan dosis-respon monotonik pada subjek yang menerima suntikan haloperidol intramuskular total 10 mg pada kelompok yang tidak merokok. Respon 50% atau penurunan gejala agitasi sebesar
17 setengah dari awal yang diukur dengan OASS pada kelompok yang tidak merokok dicapai dalam 40,32 menit (IK95% 38,84-41,82; p=0,001) (Gambar 4.5. kanan dan Tabel 4.6.). 0 Menit Ke-30 Menit Ke-60* Menit Ke-90* Menit Ke-120* Tidak Merokok Merokok Gambar 4.6. Perbandingan Besar Perubahan Skor OASS pada Setiap Waktu Pemeriksaan antara Kelompok Individu yang Tidak Merokok dan Merokok pada Subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 10 mg Besarnya penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-30 dihitung dari skor OASS awal subjek yang menerima suntikan haloperidol total 10mg pada kelompok yang tidak merokok adalah sebesar 13,88 (5,27). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-60 dihitung dari skor OASS awal adalah sebesar 13,71 (3,22). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-90 dihitung dari skor OASS awal adalah sebesar 8,46 (5,27). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-120 dihitung dari skor OASS awal adalah sebesar 3,88 (1,45) (Gambar 4.6. dan Tabel 4.7.). Besarnya penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-30 dihitung dari skor OASS awal subjek yang menerima suntikan haloperidol total 10mg pada kelompok yang merokok adalah sebesar 12,48 (4,79 ). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-60 dihitung dari skor OASS awal adalah sebesar 10,41 (4,04). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-90 dihitung dari skor OASS awal adalah sebesar 6,48 (2,46). Penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-120 dihitung dari skor OASS awal adalah sebesar 2,97 (1,99) (Gambar 4.6. dan Tabel 4.7.).
18 Tabel 4.7. Perbandingan Besar Perubahan Skor OASS antara Kelompok Individu yang Tidak Merokok dan Merokok pada subjek yang Menerima Suntikan Haloperidol Intramuskular 10 mg Tidak Merokok Merokok Waktu Pemeriksaan Nilai p Menit ke-30 Menit ke-60 Menit ke-90 Menit ke 120 n=24 (ẋ+sb) -13,88 + 5,27* -13,71 + 3,22*** -8,46 + 5,27^ -3,88 + 1,45^^^ n=29 (ẋ+sb) -12,48 + 4,79** -10,41 + 4,04**** -6,48 + 2,46^^ -2,97 + 1,99^^^^ ## ## # ## 0,262 0,003 0,002 0,026 Hasil uji normalitas data menggunakan uji shapiro-wilk *) p=0,213; **) p=0,019; ***) p=0,481; ***) p=0,009; ^) p=0,376; ^^) p=0,055; ^^^) p=0,017; ^^^^) p=0,002; #) uji t-tidak berpasangan; ##) uji Mann-Whitney Sebelum melakukan perbandingan besarnya penurunan skor OASS setiap waktu pemeriksaan antara kelompok yang tidak merokok dan merokok, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Dengan menggunakan uji shapiro-wilk, diperoleh kesimpulan bahwa data penurunan skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-30 skor OASS dihitung dari skor OASS awal untuk kelompok yang tidak merokok berdistribusi normal (p=0,213), sedangkan untuk kelompok yang merokok tidak berdistribusi normal (p=0,019). Data penurunan skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-60 dihitung dari skor awal untuk kelompok yang tidak merokok berdistribusi normal (p=0,481), sedangkan untuk kelompok yang merokok tidak berdistribusi normal (p=0,009). Data penurunan skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-90 dihitung dari skor awal untuk kelompok yang tidak merokok berdistribusi normal (p=0,376), sedangkan untuk kelompok yang merokok berdistribusi normal (p=0,055). Data penurunan skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke- 90 dihitung dari skor awal pada waktu pemeriksaan menit ke-120, skor OASS untuk kelompok yang tidak merokok tidak berdistribusi normal (p=0,017), sedangkan untuk kelompok merokok tidak berdistribusi normal (p=0,002). Dengan demikian, untuk menguji apakah terdapat perbedaan penurunan skor OASS untuk setiap waktu pemeriksaan antara kelompok yang tidak merokok dan merokok digunakan uji t tidak berpasangan untuk penurunan skor OASS pemeriksaan menit ke-90, sedangkan uji Mann- Whitney digunakan untuk pemeriksaan menit ke-30, ke-60 dan 120. Hasil uji t-tidak berpasangan, ditemukan bahwa terdapat perbedaan penurunan skor OASS pada pemeriksaan menit ke-90 (p=0,002). Hasil uji Mann-
19 Whitney, terdapat perbedaan yang bermakna pada pemeriksaan menit ke- 60 (p=,0,003) dan ke-120 (p=0,026). Sedangkan pada pemeriksaan menit ke-30, ditemukan tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,262) antara kelompok yang tidak merokok dan merokok Keamanan Proporsi Timbulnya Efek Samping Haloperidol Sebanyak 5 subjek penelitian atau sebesar 4,8% melaporkan sindrom ekstra piramidal (Tabel 4.10.). Sindrom ekstra-piramidal ini diukur dengan menggunakan instrumen Simpson-Angus. Subjek penelitian yang melaporkan sindrom ekstra-piramidal ini diberikan suntikan difenhidramin 10mg intra muskular. Tabel 4.8. Kejadian Sindrom Ekstrapiramidal Tidak Merokok Merokok Tidak Ya Tidak Ya Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Dosis Haloperidol 5 Mg 10 Mg Tabel menunjukkan sindrom ektrapiramidal timbul terutama pada individu yang menerima suntikan haloperidol 5mg (4 subjek). 3 subjek laki-laki menunjukkan sidrom ekstra-piramidal dan 2 subjek perempuan. Tabel 4.9. Risiko Kejadian Sindrom Ekstrapiramidal Prediktor EPS (-) EPS (+) OR P Jenis Laki-Laki 55 3 Kelamin Perempuan ,833 1,000*) Suntikan 5 Mg 47 4 Haloperidol 10 Mg ,226 0,201*) Merokok Tidak 49 3 Ya ,653 1,000*) *) Uji Fischer Tabel menunjukkan bahwa laki laki cenderung menunjukkan sindrom ektrapiramidal sebesar 0,833 kali lebih kecil dibandingkan dengan perempuan. Suntikan haloperidol 5 mg cenderung menyebabkan sindrom
20 ekstrapiramidal sebanyak 0,226 kali lebih kecil dibandingkan dengan suntikan 10 mg haloperidol, dan tidak merokok cenderung menyebabkan sindrom ektrapiramidal sebanyak 0,653 kali lebih kecil dibandingkan dengan yang merokok. Keseluruhan risiko dengan tingkat kemaknaan lebih besar dari 0,05.
21 BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian ini mendemonstrasikan hubungan dosis-respon untuk dosis suntikan haloperidol dengan waktu pemberian suntikan haloperidol terhadap upaya meredakan agitasi. Pengukuran dilakukan pada menit ke- 0, ke-30, ke-60, ke-90 dan menit ke-120. Efikasi haloperidol 5 mg dan 10 mg tampak berbeda bermakna pada kelompok yang tidak merokok dibandingkan dengan yang merokok. Agitasi diukur menggunakan instrumen OASS versi Bahasa Indonesia. Pada penelitian ini juga ditunjukkan bahwa instrumen OASS dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Instrumen OASS telah ditunjukkan memiliki validitas dan reliabilitas yang baik untuk mengukur agitasi. Perbedaan pada data dasar yaitu jenis kelamin antara kelompok yang merokok dan tidak merokok telah diperkirakan sebelumnya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa 84,1 % dari lelaki dengan gangguan jiwa berat adalah perokok dan 52,8% dari perempuan dengan gangguan jiwa berat adalah perokok. Hal ini lima kali lebih tinggi dari jumlah perokok pada populasi umum. Pengaruh jenis kelamin pada metabolisme obat masih menjadi belum memberikan kesimpulan yang jelas akan perbedaannya. Parameter berat badan, tinggi badan, luas permukaan tubuh, total air dalam tubuh dan air ekstra/intra seluler memang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan berbeda pada saat kehamilan. Dari tinjauan yang ada haloperidol tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin dikarenakan haloperidol yang terikat dengan protein. Obat-obatan yang sering digunakan untuk penanganan gangguan jiwa lain yang dipengaruhi oleh jenis kelamin diantaranya klozapin, olanzapin, litium, selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan asam valproat. Obat-obatan ini telah dibuktikan lebih tinggi konsentrasi plasmanya pada perempuan dibandingkan dengan lakilaki
22 Seperti telah diutarakan pada bab sebelumnya, farmakokinetika mempelajari proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat dari dalam tubuh atau ilmu yang mempelajari pengaruh tubuh terhadap obat. Distribusi obat sendiri dipengaruhi oleh profil farmakokinetika obat, dalam hal ini apakah obat tersebut berikatan dengan protein, lemak atau dengan air. Haloperidol sendiri sangat berikatan dengan protein. Sehingga keadaan yang dapat memberikan perbedaan terhadap protein dalam tubuh akan memberikan bias pada hasil penelitian ini. Markofski dan Volpi menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan metabolisme protein pada individu yang memiliki indeks masa tubuh yang sama dan status kesehatan yang sama. 30 Faktor jenis kelamin akan memengaruhi farmakokinetika dan farmakodinamika obat pada populasi khusus seperti pada kehamilan. Pada penelitian ini kehamilan merupakan kriteria eksklusi sampel, sehingga keseluruhan sampel penelitian tidak dalam keadaan hamil. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin tidak memengaruhi penarikan kesimpulan penelitian ini. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa haloperidol masih merupakan preparat yang cukup efektif untuk mengatasi kasus agitasi di unit gawat darurat psikiatri. Efektif dikarenakan penelitian ini membuktikan bahwa dalam waktu 120 menit, gejala agitasi keseluruhan subjek penelitian dapat diatasi. Penelitian lain yang membandingkan haloperidol dengan olanzapin juga menemukan bahwa suntikan haloperidol intramuskular meredakan gejala-gejala agitasi dalam waktu 24 jam. Walaupun haloperidol disimpulkan inferior terhadap olanzapin. Efek samping haloperidol yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak 5 subjek penelitian atau 4,8% dari keseluruhan penelitian. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sindrom ekstra-piramidal ditemukan sebanyak sekitar 20% 32 (akatisia) dari keseluruhan pengguna haloperidol. Sindrom ekstra-piramidal akibat penggunaan antipsikotika merupakan gangguan yang lazim ditemukan. Akatisia, distonia, dan diskinesia tardiv, dan parkinsonisme. Akatisia sebagai salah satu 31
23 diagnosis yang paling sering muncul pada sindrom ekstrapiramidal ini, memiliki prevalensi antara 5%-50%. Akatisia memiliki komponen subjektif dan objektif. Pasien akan menderita akibat perasaan tidak tenang akibat kesulitan pasien untuk mempertahankan posisi diam otot. Insidensinya bervariasi bergantung pada jenis dan dosis antipsikotika. 33 haloperidol sendiri merupakan obat antipsikotika generasi pertama yang secara konsisten memiliki risiko menimbulkan sindrom ekstrapiramidal dibandingkan dengan antipsikotika generasi terbaru. 34 Selain jenis dan dosis, akatisia lebih cenderung terjadi orang tua dan wanita, memiliki riwayat trauma kepala, demensia, dan gangguan mood. Penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan, merokok, dan dosis haloperidol lebih besar akan berisiko untuk menjadi sindrom ektrapiramidal. Batas kemaknaan yang tidak dapat dilampaui untuk pengambilan kesimpulan bermakna, kemungkinan disebabkan bahwa desain penelitian dan perhitungan besar sampel pada penelitian ini hanya untuk menjawab hipotesa apakah terdapat perbedaan respon pengobatan haloperidol antara yang tidak merokok dan merokok, dan bukan ditujukan untuk pencaharian prevalensi timbulnya efek samping haloperidol yaitu sindrom ekstrapiramidal. Penelitian yang dilakukan oleh Thomson, Kulkarni, dan Sergejew pada 25 orang perempuan dengan psikotik menemukan bahwa perempuan memiliki risiko lebih besar untuk menimbulkan gejala ekstrapiramidal dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian ini menemukan bahwa kadar estrogen dalam darah pada perempuan yang menunjukkan gejala ekstrapiramidal lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang tidak menunjukkan gejala ekstrapiramidal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa konsentrasi estrogen akan berpengaruh pada dinamika dpamin pada jaras mesolimbik dan mesostriatum. Cost-Effectiveness merupakan terminologi ekonomi, yang berarti efektifitas yang didapat dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapat efektifitas tersebut. Efektifitas juga dipengaruhi oleh efek samping yang didapat. Cost-Effectiveness haloperidol telah dibandingkan 36 35
24 dengan olanzapin dan aripiprazol untuk penanganan agitasi, dan telah disimpulkan bahwa haloperidol masih dapat diunggulkan dari olanzapin dan aripiprazol. 37 Hal yang perlu diingat adalah aspek cost merupakan pertimbangan terakhir bagi seorang klinisi dalam pemilihan preparat antipsikotika. Aspek gejala, profil efek samping obat dan aspek lainnya merupakan pertimbangan yang lebih diutamakan. Penelitian ini menunjukkan bahwa haloperidol memiliki aktifitas antagonis reseptor. Gejala-gejala agitasi dan psikosis dihipotesiskan sebagai akibat dari peningkatan aktivitas dopamin, dan haloperidol sejak pertama kali telah diamati menurunkan hiperaktifitas dopamin ini. Penurunan aktifitas dopamin oleh haloperidol telah ditunjukkan memenuhi hubungan dosis respon, dimana respon pengobatan akan dipengaruhi oleh dosis haloperidol yang diberikan. Hubungan dosis-respon yang ditunjukkan pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa respon pengobatan dipengaruhi oleh dosis yang diberikan. Dosis suntikan haloperidol 10 mg berbeda bermakna respon pengobatannya dibandingkan dengan suntikan haloperidol 5 mg. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis berhubungan dengan okupansi reseptor dopamin oleh haloperidol. Semakin meningkat dosis haloperidol akan semakin meningkatkan okupansi reseptor dopamin. Respon pengobatan dapat dicapai apabila tingkat okupansi reseptor dopamin tidak melebih dari 80%. Okupansi reseptor dopamin yang melebihi 80% tidak akan meningkatkan respon pengobatan melainkan meningkatkan kejadian efek samping haloperidol. Reddy dan kawan-kawan menemukan bahwa konsentrasi haloperidol dalam darah minimum 2,7ng/mL akan menghasilkan respon pengobatan 30%. Konsentrasi minimum tersebut akan dicapai dengan pemberian haloperidol 5,6mg per hari. Dengan dosis tersebut okupansi reseptor dopamin akan mencapai 67%. 16 Konsentrasi haloperidol di otak berpengaruh pada langsung pada respon pengobatan seperti telah di bahas di atas. Perbedaan respon pengobatan pada penelitian tampak pada pencapaian respon pengobatan 38 16
25 50%. Pada individu merokok respon pengobatan 50% berbeda dengan individu yang tidak merokok. Hal ini menjelaskan bahwa konsentrasi haloperidol pada tempat kerjanya berbeda antara individu yang merokok dan yang tidak merokok pada waktu yang sama. Dikarenakan perbedaan antara kedua kelompok pada penelitian ini adalah perilaku merokok, maka diyakini bahwa perbedaan tersebut diakibatkan oleh perilaku merokok. Aspek absorbsi tidak berpengaruh pada penelitian ini dikarenakan preparat injeksi yang digunakan pada penelitian ini. Pemberian intra-muskular memintas jalur metabolisme haloperidol di hati yang dikenal sebagai organ xenobiotik primer. Faktor usia dan indeks masa tubuh juga telah ditunjukkan tidak berbeda antara dua kelompok, sehingga diyakini bahwa faktor yang membedakan dua kelompok ini adalah perilaku merokok. Komponen asap rokok telah dilaporkan menginduksi berbagai isoenzim sitokrom P450 (CYP), yang memegang peranan penting pada metabolisme obat. PAH dari asap rokok merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap induksi berbagai isoenzim ini, terutama CYP1A1, CYP1A2 dan CYP2E1. 4,5 Kebanyakan obat akan mengalami biotransformasi via reaksi metabolisme fase I dan fase II di hati. Isoenzim CYP terlibat pada metabolisme fase I, yang merupakan proses oksidasi yang memetabolisasi substansi eksogen dan endogen menjadi komponen yang lebih hidrofilik untuk dieliminasi. Terinduksinya isoenzim CYP ini akan menyebabkan obat tereliminasi dengan cepat. Isoenzim CYP1A1/1A2 terhitung berkisar 13-17% dari total keseluruhan isoenzim hati. Isoenzim ini terutama ditemukan di hati, akan tetapi ditemukan juga di otak, paru-paru dan plasenta ibu yang merokok. Mekanisme induksi dari isoenzim CYP yang disebabkan oleh komponen asap rokok (hidrokarbon aromatik) melibatkan ikatan hidrokarbon pada reseptor intraseluler spesifik (Ah-Aryl Hydrocarbon Receptor). Kompleks hidrokarbon-ah-reseptor ini kemudian bermigrasi ke dalam inti sel dan berinteraksi dengan ARE (Ah-responsive element), yang menyebabkan peningkatan mrna dari aktivasi transkripsional gen CYP. 5,17
26 mrna ini mengarahkan pembentukan asam amino menjadi protein dalam retikulum endoplasma. Kemudian, dengan penambahan haem pada protein, produksi CYP akhirnya lengkap. Selain meningkatkan produksi CYP, diyakini pula bahwa degradasi CYP sendiri dihambat oleh hidrokarbon aromatik ini. 5 Sejauh pencaharian referensi sampai saat ini, penelitian ini adalah penelitian pertama yang dilakukan. Penelitian sebelumnya dilakukan dengan meneliti haloperidol dan merokok dari pemeriksaan konsentrasi haloperidol dalam darah. Penelitian ini mendukung hasil yang ditunjukkan oleh Jann dkk 7 dan Miller dkk 8, yaitu terdapat perbedaan haloperidol yang bermakna kelompok merokok dan tidak merokok, akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Jann dkk dan Miller dkk ini hanya mendukung dari aspek farmakokinetika saja. Jann dkk dan Miller dkk dalam penelitiannya hanya meneliti konsentrasi haloperidol dalam darah dan bersihan ginjal haloperidol yang diukur dari konsentrasi haloperidol dalam urin. Jann dkk dan Miller dkk tidak meneliti respon pengobatan haloperidol, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian tersebut hanya meneliti interaksi merokok dan haloperidol dari aspek farmakokinetika saja. Penelitian Jann dkk dan Miller dkk ditambah dengan hasil penelitian saat ini telah dapat menyimpulkan bahwa terdapat interaksi antara merokok dan haloperidol, dan interaksi ini telah dibuktikan baik dari aspek farmakokinetika berdasarkan penelitian Jann dkk dan Miller dkk dan dari aspek farmakodinamika berdasarkan hasil penelitian ini. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, desain penelitian yang tidak menggunakan kontrol. Kelompok kontrol adalah kelompok individu yang menunjukkan agitasi dan tidak merokok dan tidak mendapatkan terapi antipsikotika. Penerapan desain dengan kontrol menjadikan penelitian dengan tiga kelompok, yaitu kelompok merokok, kelompok tidak merokok, dan kelompok tidak merokok tanpa pengobatan. Desain dengan kontrol sebenarnya akan memberikan gambaran yang lebih jelas antara individu yang menerima haloperidol dengan yang tidak menerima haloperidol. Desain dengan kontrol atau plasebo tidak 7,8
27 memungkinkan dilakukan dikarenakan prosedur tatalaksana di RS Prof. dr. M. Ildrem Medan yang mengharuskan reduksi gejala agitasi pada psikosis dengan cepat dikarenakan dapat bereskalasi menjadi agresivitas dan membahayakan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan. Kedua, efek samping pada penelitian ini hanya berfokus pada sindrom ekstra-piramidal. Seperti telah diketahui salah satu efek samping haloperidol adalah perpanjangan gelombang QT. Hal ini sebenarnya dapat dilakukan apabila tersedianya alat EKG di unit gawat darurat RS Prof. dr. M. Ildrem Medan.
28 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan 1. Rerata penurunan skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-30, ke-60, ke-90 dan ke-120 adalah -16,73, -8,77, -5,35, dan -2,52 untuk kelompok yang merokok. 2. Rerata penurunan skor OASS pada waktu pemeriksaan menit ke-30, ke-60, ke-90 dan ke-120 adalah -19,44, -10,94, -6,60, dan -2,98 untuk kelompok yang tidak merokok. 3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai penurunan skor OASS sebesar 50% dari skor OASS menit ke-0 adalah 22,77 menit untuk suntikan haloperidol 5 mg pada kelompok yang tidak merokok dan 24,94 menit untuk kelompok yang merokok. 4. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai respon sebesar 50% apabila subjek tidak berespon pada suntikan pertama adalah 37,6 menit untuk kelompok yang tidak merokok dan 40,32 menit untuk kelompok yang merokok. 5. Sebanyak 4,8% subjek penelitian melaporkan efek samping sindrom ekstra-piramidal. 6. Terdapat perbedaan efek pemberian haloperidol yang bermakna pada penanganan agitasi pada psikosis akut antara individu yang merokok dengan yang tidak merokok Saran 1. Peningkatan upaya stop merokok pada orang dengan gangguan jiwa akan memberikan dampak positif bagi penatalaksanaan gangguan jiwa. 2. Setiap pasien psikosis dengan agitasi yang menerima suntikan haloperidol intramuskular diwajibkan untuk menghentikan kebiasaan merokok.
29 3. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan desain yang khusus menggunakan tiga kelompok yaitu plasebo atau kelompok daftar tunggu. 4. Penelitian ini dapat dilanjutkan dan berfokus pada tingkat gen khususnya yang berkaitan dengan isoenzim CYP1A1 dan CYP1A2.
BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) agitasi didefinisikan sebagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di RSUD RAA Soewondo Pati dan dilakukan. pada 1Maret 2016 sampai dengan bulan 1 April 2016.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis
49 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Kejadian TBC Usia Produktif Kepadatan Hunian Riwayat Imunisasi BCG Sikap Pencegahan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
36 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Gizi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di area
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit psikiatrik yang luas.
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit psikiatrik yang luas. Agitasi sering dijumpai di pelayanan gawat darurat psikiatri sebagai
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Geriatri. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Kota Surakarta.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat non-eksperimental dengan rancangan penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. B. Lokasi Penelitian
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu Geriatri dan Ilmu Kesehatan Jiwa. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain penelitian Cross Sectional, dimana data antara variabel independen dan dependen akan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
14 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian mengenai Identifikasi Permasalahan Dosis dan Terapi Obat pada Pasien Anak Demam Berdarah Dengue (DBD) Rawat Inap Pengguna Askes
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Bedah. 3.1.2 Ruang Lingkup Waktu
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya ilmu Obstetri Ginekologi dan ilmu Fisiologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
24 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Fisiologi dan ilmu penyakit dalam 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian RW X, Kelurahan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, Semarang pada bulan Januari
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak
III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak berpasangan yang menggambarkan perbedaan kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus tipe
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik-komparatif,
38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik-komparatif, yakni mempelajari perbandingan variabel-variabel dengan menggunakan pendekatan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Fisiologi dan Kedokteran Olahraga. rancangan one group pre- and post-test design.
19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Fisiologi dan Kedokteran Olahraga. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana
39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang bersamaan.
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Universitas Diponegoro Tembalang dan Lapangan Basket Pleburan, Semarang.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Fisiologi dan Ilmu Kedokteran Olahraga. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. control untuk menganalisis hipertensi dengan kejadian presbiakusis yang
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Jenis penelitian dengan desain observational analitik dengan metode case control untuk menganalisis hipertensi dengan kejadian presbiakusis yang dilakukan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional.
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional. Polusi Udara + ISPA
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian usia (geriatri). Penelitian ini mencakup disiplin ilmu penyakit dalam sub bagian lanjut 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik observasional yaitu penelitian diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi bagaimana dan mengapa
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini mencakup Fisiologi dan Ilmu Kedokteran
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup Fisiologi dan Ilmu Kedokteran Olahraga. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan pendekatan
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan pendekatan Cross Sectional, dimana data yang menyangkut variabel bebas adalah suku bangsa dan variabel
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rancangan penelitian case control, yaitu untuk mempelajari
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan survei analitik dengan menggunakan rancangan penelitian case control, yaitu untuk mempelajari dinamika pengaruh antara
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik numerik
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik numerik (kategorik-numerik) tidak berpasangan dengan pendekatan cross sectional yang pengamatannya
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup tempat : RSIA. Hermina Pandanaran Semarang. Indonesia.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup Anak. Disiplin ilmu yang digunakan dalam ini adalah Ilmu Kesehatan 4.2 Tempat dan waktu Ruang lingkup tempat : RSIA. Hermina Pandanaran Semarang Indonesia. Ruang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bersifat analitik, karena penelitian ini akan mengaitkan aspek
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Gerontologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. Olah Raga, Fisiologi Respirasi, dan Fisiologi Kardiovaskuler.
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu Fisiologi khususnya Fisiologi Olah Raga, Fisiologi Respirasi, dan Fisiologi Kardiovaskuler. 4.2 Tempat dan Waktu
Lebih terperinci1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP
NOMOR SOP : TANGGAL : PEMBUATAN TANGGAL REVISI : REVISI YANG KE : TANGGAL EFEKTIF : Dinas Kesehatan Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai PUSKESMAS TANAH TINGGI DISAHKAN OLEH : KEPALA PUSKESMAS TANAH TINGGI
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya Respirologi, Alergi dan Imunologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan Cross Sectional, dimana data antara variabel independen dan dependen akan dikumpulkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Arief, 2008).
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross-sectional, variabel bebas dan variabel terikat diobservasi hanya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk dalam lingkup Ilmu Kesehatan Anak, khususnya
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. eksperimental dengan rancangan pre-post test with control group design yang
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimental dengan rancangan pre-post test with control group design yang menggunakan 2 kelompok,
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang dari
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,
31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Anestesiologi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di instalasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. eksperimental quasi dengan desain pre post test. Pasien pencabutan gigi di RSGM UMY. { } N = Jumlah subyek yang diperlukan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan eksperimental quasi dengan desain pre post test. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. pasien penyakit ginjal kronik ini mencakup ilmu penyakit dalam.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mengenai hubungan lama hemodialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik ini mencakup ilmu penyakit dalam. 3.2 Tempat
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di kelompok pengrajin batik tulis
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu Anestesiologi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukaninstalasi Bedah Sentral
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. Kampung Batik Semarang 16. Pengumpulan data dilakukan pada Maret 2015
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada kelompok pengrajin batik
Lebih terperinciMETODE. Desain, Waktu dan Tempat
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disusun berdasarkan rangkuman tinjauan teori yang ada, khususnya mengenai hubungan antara satu faktor risiko dengan faktor risiko lain yang berpengaruh terhadap
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
28 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah: Variabel
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan kohort retrospektif B. Tempat dan Waku Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Imunologi.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Imunologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Instalasi Rawat
Lebih terperinciBAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.
28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian pulmonologi Ilmu
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Fisiologi dan Farmakologi-Toksikologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan
43 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan pendekatan Cross Sectional, dimana data antara variabel independen dan dependen akan dikumpulkan
Lebih terperinciBAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi
29 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Jumlah Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi Semarang, didapatkan 44 penderita rinitis alergi
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.
36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu Gizi.
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu Gizi. 3.2 Tempat dan Waktu Tempat: SMA Negeri 9 Semarang Waktu: April - Mei 2016 3.3 Jenis dan Rancangan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6
BAB 4 HASIL 4.1. Data Umum Pada data umum akan ditampilkan data usia, lama menjalani hemodialisis, dan jenis kelamin pasien. Data tersebut ditampilkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Data Demogragis dan Lama
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Waktu: Waktu penelitian dilaksanakan pada Maret-Juli 2013.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat: Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Penelitian ini berlangsung bulan Maret-Juni 2014.
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup tempat Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. 4.1. Ruang
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain
49 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menggali apakah terdapat perbedaan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
35 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak, khusunya Endokrinologi dan Pediatri Sosial. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. observasi data variabel independen dan variabel dependen hanya satu kali
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional, yaitu penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Pelayanan Kesehatan Peran PMO : - Pengetahuan - Sikap - Perilaku Kesembuhan Penderita TB Paru Gambar 3.1 Kerangka Konsep B. Hipotesis 1. Terdapat hubungan pengetahuan
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian pada bab sebelumnya, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Tingkat Pengetahuan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di kelompok pengrajin batik
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat observasi analitik non-eksperimental dengan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat observasi analitik non-eksperimental dengan metode pendekatan cross sectional. Cross sectional adalah suatu penelitian yang dilakukan
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Anestesiologi, Ilmu Patologi Klinik 4.1.2 Ruang lingkup tempat Penelitian ini
Lebih terperinciPenelitian ini merupakan penelitian observasional belah lintang ( ) dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang. bersamaan. 3.2.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional belah lintang ( bersamaan. ) dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang 3.2. H0A0 H0A1 H1A0 N H1A1 H2A0 H2A1 H3A0 H3A1 Keterangan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 15 Agustus 20 Oktober 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis
BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL. Selama penelitian diambil sampel sebanyak 50 pasien
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia dan Geriatri.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia dan Geriatri. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Unit Rehabilitasi
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang ilmu Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi. 4.1.2 Ruang
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. khususnya sub bidang geriatri dan ilmu manajemen rumah sakit. Kariadi Semarang, Jawa Tengah. sampai jumlah sampel terpenuhi.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang ilmu penyakit dalam, khususnya sub bidang geriatri dan ilmu manajemen rumah sakit. 4.2 Tempat dan waktu
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Disiplin Ilmu yang terkait penelitian ini adalah ilmu kedokteran jiwa
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Disiplin Ilmu yang terkait penelitian ini adalah ilmu kedokteran jiwa 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitan ini telah dilakukan di Rukun Warga
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel independen Latihan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencangkup bidang Ilmu Kedokteran Jiwa. Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah.
29 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencangkup bidang Ilmu Kedokteran Jiwa 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan
Lebih terperinciEfektiitas Terapi Musik Klasik Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Ibu Bersalin Seksio Sesarea Di RSUD dr.pirngadi Medan
Efektiitas Terapi Musik Klasik Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Ibu Bersalin Seksio Sesarea Di RSUD dr.pirngadi Medan Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan eksplanatory reseach dimana menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN. diambil dari para wanita akseptor kontrasepsi oral kombinasi dan injeksi
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan Jebres Surakarta dari tanggal 26 Oktober sampai dengan 7 November 2015. Data diambil dari para
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak khususnya bidang nutrisi,
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak khususnya bidang nutrisi, penyakit metabolik dan perinatologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analitik dengan
III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan cross sectional, dengan data yang menyangkut variabel bebas dan variabel
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik, dengan desain cross-sectional. Penelitian dengan pendekatan cross-sectional bertujuan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat analitik prospektif dengan time series design. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan pendekatan
54 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan pendekatan Analitik Observasional, dimana data antara variabel independen dan dependen
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Reumatologi. Penelitian ini dilakukan di poliklinik Penyakit Dalam sub bagian
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Reumatologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di poliklinik Penyakit Dalam sub bagian Reumatologi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. data sekaligus pada satu saat (Notoatmodjo, 2011). Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Kelurahan Kecamatan Tanjung
32 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik-komparatif dengan pendekatan Cross Sectional, dimana obyek penelitian hanya diobservasi sekali dan pengukuran dilakukan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Bidang disiplin ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Kedokteran Jiwa. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di TPA/PAUD dan TK di wilayah kota Semarang pada
32 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Anak. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di TPA/PAUD
Lebih terperinciBAB IV MEDOTE PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi).
BAB IV MEDOTE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi). 4.2 Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di SMF Neurologi RSUP
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi
43 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi sampel adalah pasien HIV dengan terapi ARV >6 bulan. Penelitian
Lebih terperinci