BAB I PENDAHULUAN. disadari keberadaan hukum adat lama-lama akan pudar dan justru lebih menimbulkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. disadari keberadaan hukum adat lama-lama akan pudar dan justru lebih menimbulkan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makin berkembangnya situasi yang dinamis dalam kehidupan masyarakat adat di Indonesia juga akan mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh pemerintah, tanpa disadari keberadaan hukum adat lama-lama akan pudar dan justru lebih menimbulkan problematik serta akan mengancam disintegrasi bangsa. Pemerintah dalam menyikapi fenomena yang ada terkadang juga di benturkan oleh problem yuridis dan sosiologi jika akan memberikan kebijakan terkait pemberlakuan hukum adat di daerah. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, adat telah menjadi bagian dari sistem politik pemerintahan Hindia Belanda dalam melancarkan imperialismenya melalui kebijakan hukum adat.pada masa Kerajaan Aceh hingga awal kemerdekaan, dan juga akhir-akhir ini kecuali Era Orde Baru di gampong-gampong dan juga dikemukiman memiliki sistem musyawarah penyelesaian sengketa. Pada masa Sultan Iskandar Muda, perkara-perkara kecil biasanya diselesaikan oleh keuciek (kepala desa) dengan tengku meunasah (kiai yang memimpin Masjid di desa) yang dibantu oleh tuha peut.tanpa vonis, maksudnya, tanpa kalah menang persengketaan itu diselesaikan secara damai yang disebut denganhukum peujroh (hukum kebaikan) sehingga dari aspek historis, sejak dahulu kala gampong telah memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara-perkara kecil, pencurian kecil, perkelahian, perkara-perkara sipil yang kecil-kecil yang nilai perkaranya tidaklebih dari 100 ringgit dan lain-lain.

2 Meskipun dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975 berusaha menghilangkan fungsi mukim dan gampong/kute (desa) tersebut di Aceh masih tetap diakui dan berjalan. Hukum adat di Aceh masih tetap memegang peran dalam kehidupan masyarakat.beberapa Undang-Undang yang lahir pasca reformasi, semakin membuka peluang bagi otonomi yang lebih besar bagi daerah, antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, khusus bagi aceh terdapat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Aceh dengan nama Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Setelah reformasi terjadi amandemen terhadap UUD 1945, salah satu pengaturan penting yang mendapat tempat dalam perubahan tersebut adalah mengenai pemerintahan di daerah. Dalam Undang-UndangNomor 18 Tahun 2001 Pasal 18 N disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi,kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah (Pemda). Pemda mengatur sendiri urusan rumah tangga menurut azaz otonomi dan perbantuan.pemda menjalankan otonomi seluas luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. DalamUndang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 18 Bdisebutkan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya

3 sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam Undang-Undang. Berbagai Undang-Undang tersebut telah memberikan kebebasan dan kewenangan yang besar kepada Aceh dalam melakukan pengelolaan kekayaan alam dan juga kebebasan menjalankan sistem pemerintahannya menurut karakteristiknya.khusus mengenai sistem pemerintahan yang demikian sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari bagaimana pengelolaannya. Harus diingat bahwa aturan yang bagus jika tidak dilaksanakan tidak akan berarti apa-apa. Setelah bergulirnya reformasi di Indonesia, melahirkan pola pemerintahan yang tidak lagi tersentralisasi.setiap daerah memiliki kebijakan tersendiri untuk mengatur daerahnya yang sering disebut desentralisasi. Dalam pemerintahan masyarakat di Aceh salah satu kebijakan yang diatur oleh daerahnya sendiri adalah tentang kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri dari beberapa kute yang mempunyai batas wilayah tertentu dipimpin oleh Imeum Mukim yang berkedudukan langsung di kecamatan atau lain sesuai daerahnya.dalam Undang- Undang Nomor. 11 Tahun 2016 pasal 98 juga dituliskan bahwa ada beberapa lembaga adat dan Imeum Mukim menduduki urutan kedua setelah Majelis Adat Aceh dan diperkuat dengan dibuatnya Qanun Aceh Nomor 10 Tahun Dalam masyarakat Aceh pada umumnya, mukim sudah mendarah daging, turun temurun dan mengakar dalam sosial budaya pada masyarakat sepanjang abad lamanya.keberadaan mukim dalam sepanjang sejarahnya telah memberikan

4 sumbangan yang berharga terhadap keberlangsungan masyarakat Aceh dalam berbagai perkembangan dan kemajuan. Masyarakat Aceh sebagian besar mencari dan mendapatkan keadilan melaluipemecahan masalah secara tradisional (adat).namun dari banyak penelitian yang telahdilakukan termasuk penelitian dari UNDP menunjukkan bahwa anggota masyarakatseringkali tidak menyadari bagaimana pertikaian itu diselesaikan menurut adat. Berdasarkan catatan sejarah, Mukim telah ada di dalam tata pemerintahan Kerajaan Aceh pada zaman kekuasaan Iskandar Muda tahun Lombard (2006: ) menguraikan bahwa terdapat pembagian wilayah di negeri Aceh yang dinamakan Groot Atjeh yang terdiri dari empat kaum, tiga sagi yang kemudian dibagi lagi atas mukim dan sebagainya.pada prinsipnya, Sultan Iskandar Muda menggabungkan kampung-kampung yang diatur sebagai sebuah federasi hingga istilah penggabungan kampung tersebut dikenal sebagai mukim dan sagi.namun, sistem pemerintahan yang ada belum diatur secara rigid dan tertib karena Sultan Iskandar Muda lebih mengandalkan para pengawas dan gubernurnya yang setia untuk mengawal dan mengelola pemanfaatan sumber daya alam oleh rakyat Aceh. Sifat-sifatdasar adat yaitu: mengalir, lisan dan tidak terstruktur dikaitkandengan perkembangan hukum di Aceh dan berlakuknya sistem hukum formal(pengadilan negeri dab mahkamah syariah) menyebabkan timbulnya berbagaipengertian baik mengenai lembaga adat maupun prosedur umum dari

5 prosespenyelesaian perselisihan secara adat. Kondisi ini diperparah oleh terjadinya bergeseran,kevakuman dan hilangnya kepemimpinan adat yang disebabkan oleh konflik panjangyang terjadi di Aceh. Dalam setiap permasalahan yang ada di Aceh diselesaikan terlebih dahulu secara adat sebelum penyelesaian secara hukum, karena menurut kepercayaan masyarakat Aceh yang tidak tertulis bahwa adat merupakan landasan dasar dalam setiap hal dan dipercaya mampu menyelesaikan setiap permasalahan. Penyelesaian masalah dengan adat tidak menghentikan proses hukum apabila hal itu terkait tindak pidana namun dapat mengurangi beban hukum yang diterima oleh pelaku tindak pidana. Tidak jarang terjadi konflik masyarakat dikemukiman ladang lemisik Kecamatan Lawe Alas Aceh Tenggara dan merupakan tanggung jawab Imeum Mukim untuk menyelesaiaknnya.oleh sebab itu seluruh desa membutuhkan seseorang yang adil dalam penyelesaian hukum.di Aceh sendiri penyelesaian masalah antar desa diserahkan kepada Imeum Mukim.Imeum Mukim bertanggungjawab untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.karena Imeum Mukim adalah masyarakat adat yang bertugas untuk mengawasi, menjaga dan menjalankan segala hal yang berhubungan dengan adat yang melalui tahapan pemilihan. Dalam hal penyelesaian masalah antar kute ini dihadiri oleh kedua belah pihak Kepala Kute (kepala desa), Badan Permusyawaratan Kute (BPK) dan mukim itu sendiri sebagai pemimpin tertinggi dalam permusyawarah atau mufakat tersebut.setelah didapati kesepakatan dari seluruh pihak maka dituangkan dalam

6 kesepakatan yang ditanda tangani oleh kepala kute dari kedua belah pihak, BPK dan Mukim. Musyawarah dan mufakat dijadikan wadah dalam menyelesaiakan masalah didaerah Aceh karena dipercaya dapat memperbaiki hubungan yang renggang akibat permasalahan yang timbul serta dapat mengurangi perpecahan karena musyawarah ini merujuk pada kesepakatan kedua belah pihak dan dijembatani oleh mukim, kepala kutedari kedua belah pihak serta BPK tiap-tiap kutetersebut. Mukim tidak hanya berfungsi sebagai pemecah masalah dalam musyawarah,tetapijuga sebagai Lembaga adat yang bertugas langsung di bawah kecamatan untuk melindungi Kute. Keberadaan mukim sangatlah diperlukan didalam masyarakat dikarenakan Imeum Mukim telah dipercaya sejak kerajaan Sultan Iskandar Muda yang memangku adat dan mengelola beberapa kute serta berperan sebagai yang mengimplementasikan setiap kebijakan dan peraturan adat agar tetap berjalan dan terjaga demi keberlangsungan adat Aceh itu sendiri. Dengan dijadikannya Imeum Mukim sebagai seseorang yang dipercaya untuk menangani permasalahan antar kutemembuat penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut, karena hanya di Aceh yang terdapat Imeum Mukim yang membawahi beberapa kuteuntuk ditangani sebagai penyelenggara pemerintah yang juga berada di bawah kecamatan. Juga konflik yang terjadi pada antar kute menjadi tanggung jawab Imeum Mukim dan harus diselesaikan melalui adat terlebihdahulu, sehingga penulis meneliti dengan judul Peran Imam Mukim Dalam Menyelesaikan Konflik

7 Masyarakat di Kemukiman Ladang Lemisik Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran Imeum Mukim dalam menyelesaikan konflik masyarakat pada kemukiman Ladang Lemisik Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kedudukan Mukim dalam administrasi pemerintahan. 2. Untuk mengetahuibagaimana peran Imeum Mukim dalam menyelesaikan konflik masyarakat. 3. Untuk mengetahui tingkat efektivitas penyelesaian konflik masyarakat yang ditangani oleh Mukim. 4. Untuk mengetahui respon masyarakat dengan adanya Imeum Mukim. D. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan dan manfaat dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Secara subjektif, sebagai suatu sarana melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam

8 bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasinya yang di peroleh dari Ilmu Administrasi Negara. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik secara umum dan Ilmu Administrasi Negara secara khusus dalam dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang menggunakannya. 3. Secara praktis, bagi Mukim Ladang Lemisik, penelitian ini diharapkan mampu member sumbangsih pemikiran informasi dan saran. E. Kerangka Teori Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun,1989:37). Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variable pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto,2000:92). Teori dapat digunakan sebagai landasan atau dasar berpikir dalam memecahkan atau menyelesaikan suatu masalah dimana teori dapan membantu peneliti sebagai bahan referensi atau pendukung, oleh karena itu kerangka teori diharapkan dapat memberikan dukungan pemahaman untuk peneliti dalam memahami masalah yang sedang di teliti.

9 1. Pengertian Peran Peran merupakan kemampuan seseorang dalam memposisikan diri sesuai ruang dan waktu serta dapat memahami apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Oleh sebab itu seorang Kepala Desa harus tahu dan mampu memainkan perannya sebagai seorang pemimpin didesanya. Seperti kutipan dari defenisi Peran merupakan perilaku yang di tuntut untuk memenuhi harapan dari apa yang di perankannya. Konsep tentang peran (role) menurut Komaruddin (1994:768) dalam buku Ensiklopedia manajemen mengungkapkan sebagai berikut: a. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen. b. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status. c. Bagian dari suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata. d. Fungsi yang diharapkan atau menjadi karakteristik yang ada padanya. e. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa peranan merupakan penilaian sejauhmana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan 2 (dua) variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat. Adapun makna dari kata peran dapat dijelaskan lewat beberapa cara.pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula dipinjam dari keluarga drama atau teater yang hidup subur pada jaman yunani

10 kuno (Romawi).Dalam arti ini, peran menunjukkan pada karakteristik yang disandang untuk dibawakan oleh seseorang aktor dalam sebuah pentas drama. Kedua, suatu penjelasan yang menunjukkan pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakteristik (posisi) dalam struktur sosial. Ketiga, suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional menyebutkan bahwa peran seseorang aktor adalah suatu batasan yang dirancang oleh aktor lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam satu penampilan/unjuk peran (role performance).pada dasarnya ada dua paham yang dipergunakan dalam mengkaji teori peran yakni paham strukturisasi dan paham interaksionis.paham strukturisasi lebih mengaitkan antara peran-peran sebagai unit kultural, serta mengacu ke perangkat hak dan kewajiban yang secara normatif telah direncanakan oleh sistem budaya. Menurut Beck,William dan Rawlin (1986: 293), pengertian peran adalah cara individu memandang dirinya secara utuh meliputi fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Sementara itu menurut Alvin L.Bertrand seperti dikutip oleh Soleman B. Taneko menyebutkan bahwayang dimaksud dengan peran adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang memangku status atau kedudukan tertentu (Soleman B. Taneko,1986:23). Pendapat tersebut senada dengan yang dikatakan Margono Slamet (1985:15) yang mendefinisikan peranan sebagai sesuatu perilaku yang dilaksanakan oleh seorang yang menempati suatu posisi dalam

11 masyarakat.sedangkan Astrid S. Susanto (1979:94) menyatakan bahwa peranan adalah dinamisasi dari statis ataupun penggunaan dari pihak dan kewajiban atau disebut subyektif. Dalam kamus bahasa Inggris, peranan (role) dimaknai sebagai tugas atau pemberian tugas kepada seseorang atau sekumpulan orang. Peranan dapat dikatakan sebagai pelaksanaan dari fungsi-fungsi oleh struktur-struktur tertentu, peranan ini tergantung juga pada posisi dan kedudukan struktur itu dan harapan lingkungan sekitar terhadap struktur tersebut.peranan juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi serta kemampuan dari aktor tersebut (Banyu dan Yani, 2005:31). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peranan adalah suatu pola sikap, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang yang berdasarkan posisinya dimasyarakat.sementara posisi tersebut merupakan identifikasi dari status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial dan merupakan perwujudan dan aktualisasi diri.peranan juga diartikan serangkaian perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu dalam kelompok sosial. 2. Imeum Mukim a. Pengertian Imeum Mukim Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 13, yang dimaksud dengan Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri atas gabungan

12 beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah Kecamatan/Sagoe Cut atau nama lain yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau nama lain. Melanjutkan Undang-Undang di atas maka dikeluarkan Undang- Undang yang secara khusus membahas tentang Pemerintahan Aceh pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, Berdasarkan Undang-Undang diatas, maka dikeluarkan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2003 yang mencantumkan kembali Mukim didalam struktur pemerintahan kemudian diteruskan dengan Qanun Aceh Tenggara Nomor 02 Tahun Pada Qanun Aceh Tenggara No. 2 Tahun 2014 Pasal 1 menjelaskan bahwa pengertian Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dibawah Kecamatan yang terdiri atas beberapa kute yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim dan berkedudukan langsung di Kecamatan. Imeum Mukim adalah kepala pemerintahan Mukim berkedudukan sebagai institusi Pemerintahan adat dibawah Kecamatan yang membawahi gabungan atau federasi dari beberapa kute dalam struktur kemukiman setempat untuk menyelenggarakan pemerintahan mukim dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan kehidupan berdemokrasi dalam wilayah kemukiman, melestarikan adat serta adat istiadat setempat yang sesuai dengan syariat Islam, melindungi fungsi ekologi dan sumber daya alam sesuai dengan kesadaran, aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam desa yang tergabung dalam struktur kemukiman.

13 Berdasarkan Qanun diatas, Pemerintahan Mukim dilaksanakan oleh tiga unsur. Pertama, unsur adat yang diwakili oleh Imeum Mukim. Kedua, unsur agama yang diwakili oleh Imeum Masjid, ketiga, unsur dewan yang diwakili oleh Tuha Lapan. Meskipun ketiga unsur itu dipilah kewenangannya, namun dalam pengambilan keputusan diperlukan adanya persetujuan bersama. Pelaksanaan putusan dipresentasikan Imeum Mukim sehingga putusan yang diambil merupakan keputusan yang kuat karena merupakan keputusan semua unsur pimpinan yang mewakili masyarakat. Sebab itu pula dapat diperkirakan didukung oleh semua unsur yang ada dalam masyarakat. Imeum Mukim adalah orang yang dipercaya untuk memimpin suatu Mukim yang membawahibeberapakutemelaluitahappemilihan yang menghadirkankepalakute sertatokohadat dan orang yang dituakan. b. Kedudukan Mukim Di dalam lembaga adat sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Pasal 98 tentang Pemerintah Aceh mempunyai susunan sebagai berikut : 1) Majelis Adat Aceh Majelis Adat Aceh (MAA) mempunyai tugas pokok dan fungsi yaitu membina dan mengembangkan lembaga-lembaga Adat Aceh, melestarikan nilai-nilai adat yang berlandaskan Syariat Islam 2) Imeum Mukim atau nama lain

14 Imeum Mukim bertindak sebagai Kepala Pemerintahan Mukim, yang membawahi federasi dari beberapa gampong. 3) Imeum Chik atau nama lain Imeum Chik atau nama lain adalah imeum masjid pada tingkat mukim orang yang memimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di mukim yang berkaitan dengan bidang agama Islam dan pelaksanaan syari at Islam. 4) Keuchik atau nama lain Keuchik atau nama lainmerupakan kepala persekutuan masyarakat adat gampong yang bertugas menyelenggarakan pemerintahan gampong, melestarikan adat istiadat dan hukum adat, serta menjaga keamanan, kerukunan, ketentraman dan ketertiban masyarakat. 5) Tuha Peut Gampong atau nama lain Tuha Peut Mukim atau nama lain adalah alat kelengkapan mukim yang berfungsi memberi pertimbangan kepada imeum muk. 6) Tuha Lapan atau nama lain Tuha Lapan memiliki fungsi dan tugas menginventarisir semua potensi gampong berupa berupa sumber daya alam (SDA) yang dapat dimanfaatkan baik sebagai subjek maupun sebagai objek pembangunan masyarakat gampong 7) Imeum Meunasah atau nama lain

15 Imeum Meunasah atau nama lain adalah orang yang memimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di gampong yang berkenaan dengan bidang agama Islam, pelaksanaan dan penegakan syari at Islam 8) Keujreun Blang atau nama lain Keujreun Blang merupakan ketua adat yang membantu pimpinan gampong dalam urusan pengaturan irigasi untuk pertanian dan sengketa sawah. 9) Panglima Laot atau nama lain Panglima laot atau nama lain adalah orang yang memimpin dan mengatur adat istiadat di bidang pesisir dan kelautan. 10) Pawang Glee atau nama lain Pawang Glee dan/atau Pawang Uteun atau nama lain adalah orang yang memimpin dan mengatur adat-istiadat yang berkenaan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hutan. 11) Peutua Seuneubok atau nama lain Peutua Seuneubok atau nama lain adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat tentang pembukaan dan penggunaan lahan untuk perladangan/perkebunan. 12) Haria Peukan atau nama lain Haria Peukan atau nama lain adalah orang yang mengatur ketentuan adat tentang tata pasar, ketertiban, keamanan, dan kebersihan pasar serta melaksanakan tugas-tugas perbantuan.

16 13) Syahbandar atau nama lain Syahbandar adalah pejabat adat yang mengatur urusan kepelabuhanan, tambatan kapal/ perahu, lalu lintas angkutan laut, sungai dan danau. Kedudukan Imeum Mukim berdasarkan undang-undang di atas berada di bawah Majelis Adat Aceh sedangkan pada perangkat pemerintahan daerah Kabupaten/Kota Mukim berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat (12) mengatakan bahwa Mukim berkedudukan di bawah Kecamatan. Bagan kedudukan Pemerintahan Mukim berdasarkan Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat (12) adalah : Bupati DPRD Dinas Daerah Camat Sekretaris Daerah Sekretaris DPRD Imeum Mukim Kepala Kute Gambar 1.1 Bagan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota Di Aceh

17 Bagan kedudukan Pemerintahan Kabupaten/Kota berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah : Dinas Daerah Bupati Wakil Bupati Kecamatan Kecamatan Kecamatan Sekretaris Daerah DPRD Sekretaris DPRD Kelurahan Kelurahan Kelurahan / Desa Gambar 1.2 Struktur Pemerintahan Kabupaten / Kota c. Fungsi Imeum Mukim Fungsi Imeum Mukim berdasarkan kedudukannya sebagai salah satu lembaga adat daerah di Aceh dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Pasal 98 Ayat (1) dan (2) tentang Pemerintahan Aceh adat berfungsi dan berperan sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota di bidang keamanan, ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat. Serta memiliki tugas yaitu menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan secara adat selaku salah satu

18 lembaga adat, dan pada Ayat 4 menyebutkan mengenai tugas, kewajiban serta fungsi imeum mukim diatur pada qanun kabupaten/kota. Adapun penjelasan mengenai fungsi Imeum Mukim lebih lanjut berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Tenggara No.2 Tahun 2014 pasal 3 dan 4 Qanun tersebut Mukim mempunyai fungsi meliputi: 1) Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan adat, asa desentralisasi maupun asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintah lainnya yang berada dilingkungannya. 2) Menyelengarakan pemilu kute 3) Pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan berdemokrasi secara berkeadilan dan inklusif mukim. 4) Pembinaan dan peningkatan kualitas pelaksanaan Syari at Islam, kehidupan beragama, kerukunan hidup beragama dan antar umat beragama. 5) Pembinaan dan fasilitasi kemasyarakatan di bidang pendidikan, peradatan, sosial budaya, perlindungan hak-hak dasar, ketentraman dan ketertiban masyaraka kemukiman. 6) Penyelesaian persengketaan adat mukim 7) Pengawasan pembangunan, fungsi ekologi dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Hal diatas menunjukkan regulasi serta pembagian tugas yang diserah kan Camat kepada Mukim serta yang menjadi tanggung jawab Imeum Mukim dalam pelaksanaan tugas selama masa jabatannya dan menjadi pedoman dalam bekerja.

19 d. Hak dan Wewenang Imeum Mukim Menurut Qanun Kabupaten Aceh Tenggara Nomor 02 Tahun 2014 Pasal 5: 1) Kewenangan Mukim meliputi: a. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Mukim dan ketentuan adat serta adat istiadat; b. Kewenangan yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan; c. Kewenangan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan belum menjadi/belum dilakasanakan oleh pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan; d. Kewenangan pelaksanaan tugas pembantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kecamatan;dan e. Kewenangan melakukan pengawasan pembangunan, fungsi ekologi dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). 2) Tugas pembantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d disertai dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan. 3) Mukim berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan. 4) Pembangunan dalam wilayah Kemukiman harus mendapat persetujuan/rekomendasi Imeum Mukim setempat.

20 5) Setiap transaksi peralihan hak yang terjadi dalam wilayah Kemukiman harus mengetahui Imam Mukim. e. Mukim Sebagai Pemerintahan Resmi Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditegaskan bahwa hirarkhi peraturan Perundangundangan Republik Indonesia, adalah : 1. Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 3. Peraturan Pemerintah; 4. Peraturan Presiden, dan 5. Peraturan daerah (atau qanun) Keberadaan Pemerintahan Mukim sekarang telah diatur secara cukup jelas dan tegas dalam Undang-Undang dan Qanun.Yaitu di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pada Bab XV dengan judul Mukim dan Gampong.Dan sebagai penjabaran atau peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut telah pula diundangkan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim. Bahkan di dalam Pasal 3 Qanun tersebut dinyatakan bahwa Mukim mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan peningkatan pelaksanaan Syari at Islam. Dengan telah dinyatakannya mukim sebagai penyelenggara pemerintahan apalagi dengan cara cukup eksplisit dalam peraturan Perundang-Undangan (UU dan Qanun), maka

21 keberadaannya telah mendapat pengakuan dan pengukuhannya dalam hukum positif Indonesia. Dengan demikian, keberadaannya tidak saja hanya diakui dalam tataran sosial budaya masyarakat Aceh, tetapi juga telah diadopsi kedalam tataran juridis formal. f. Mukim sebagai penyelesai Konflik Yang dimaksud dengan Mukim sebagai penyelesai konflik adalah tugas ataupun kewajiban yang diemban oleh Imeum Mukimberdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Tenggara No.2 Tahun 2014 Mukim menururt fungsi sebagai penyelesai sengketa didalam masyarakat dan sebagai tokoh utama dalam pembuat keputusan dalam menyelesaian konflik yang terjadi. Dalam hal ini Imeum Mukim memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat karena setiap kata dan uncapan yang disampaikan Mukim didepan masyarakat menjadi pedoman didalam kehidupan sosial masyarakat tersebut, dalam menjalankan fungsinya ketika menyelesaikan konflik di masyarakat Imeum Mukim membuat keputusan dibantu oleh beberapa elemen sesuai Qanun Kabupaten Aceh Tenggara No.2 Tahun 2014 Pasal 31 yaitu terdiri dari: 1. Unsur Ulama Kute 2. Tokoh masyarakat termasuk pemuda dan perempuan 3. Pemuka adat 4. Cerdik pandai/cendikiawan Seluruh elemen diatas merupakan bagian dalam penyelesaian konflik yang terjadi dimasyarakat hal ini berfungsi untuk mengambil jalan tengah yang disetujui seluruh pihak dan agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan serta agar tidak

22 mencederai adat istiadat yang ada, namun yang memiliki peran penting tetaplah Imeum Mukim. g. Mekanisme Penyelesaian Masalah Berdasarkan Adat Dalam menyelesaiakan masalah berdasarkan adat sesuai Qanun Kabupaten Aceh Tenggara No. 2 Tahun 2014 Pasal 14 tentang Mukim melalui tahapan: 1) penyelesaian persengketaan Adat Mukim dipimpin oleh Imeum Mukim dan dibantu oleh Sekretaris Mukim bersama seluruh anggotasimetuwe. 2) proses penyelesaian persengketaan adat dilakukan atas asal usul Imeum Mukim guna menyelesaiakan perkara-perkara yang berkaitan persoalan adat dan adat istiadat. 3) penyelesaian persengketaan Adat Mukimberfungsi sebagai mekanise untuk memelihara dan mengembangkan adat, menyelenggarakan perdamaian adat, menyelesaikan dan memberikan putusan-putusan adat terhadap perselisihanperselisihan dan pelanggaran adat berdasarkan prinsip-prinsip pembuktian secara adat sesuai dengann peraturan perundang-undangan yang berlaku serta melaksanakan putusan-putusan penyelesaian persengketaan adat yang bersangkutan. 4) penyelesaian persengketaan adat di tingkat kemukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diselesaiakan terlebih dahulu oleh imeum mukim sebelum diselesaiakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5) putusan-putusan adat dari penyelesaian persengketaan adat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) bersifat final dan menjadi pedoman bagi para pengulu

23 dalam menjalankan pemerintahan kute sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 3. Konflik a. PengertianKonflik Menurut Soerjono Soekanto, konflik sosial adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan Menurut teori konflik, masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang di tandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsurunsurnya. Teori konflik melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial. Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa kekerasaan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat (Fisher, 2001:4). Dalam setiap kelompok sosial selalu ada benih-benih pertentangan antara individudan individu, kelompok dan kelompok, individu atau kelompok dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk non fisik. Tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik, kekerasaan dan tidak berbentuk kekerasaan. Konflik berasal dari kata kerja Latin, yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai

24 suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Dalam teori hubungan masyarakat. Fisher menyebutkan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, serta tidak adanya saling percaya dalam masyarakat yang melahirkan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Selain itu, penyebab konflik dalam masyarakat juga dapat disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Dalam teori kebutuhan manusia, Fisher mengatakan bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik), mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihargai. Hoult (1969) sebagaiman dikutip Wiradi (2000) menyebutkan bahwa konflik sebagai situasi proses interaksi antara dua (atau lebih) orang atau kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas objek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, seperti air dan perairan, tanaman, tambang dan juga udara yang berada di atas tanah yang bersangkutan. Konflik yang terjadi dapat berupa konflik vertikal, yaitu antar pemerintah, masyarakat dan swasta, antar pemerintah pusat, pemerintah kota dan desa serta konflik horizontal yaitu konflik antar masyarakat. Menurut teori konflik, unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat cenderung bersifat dinamis atau seringkali mengalami perubahan. Setiap elemenelemen yang terdapat pada masyarakat dianggap mempunyai potensi

25 terhadap disintegrasi sosial. Menurut teori ini keteraturan yang terdapat dalam masyarakat hanyalah karena ada tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari golongan yang berkuasa. Adanya perbedaan peran dan status di dalam masyarakat menyebabkan adanya golongan penguasa dan yang dikuasi. Distribusi kekuasaan dan wewenang yang tidak merata menjadi faktor terjadinya konflik sosial secara sistematis (Ritzer, 2002:26). Dahrendrof membedakan golongan yang terlibat konflik atastiga tipe kelompok, yaitu kelompok semu (Quasi Group) atau sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama atau merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. kelompok yang kedua adalah kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas, mempunyai struktur, organisasi program, tujuan, serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan ini lah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik (Dahrendrof, 1959: 180). Dari berbagai jenis kelompok kepentingan inilah muncul kelompok konflik atau kelompok yang terlibat dalam konflik kelompok aktual. Konflik yang terjadi menyebabkan perubahan perubahan dalam masyarakat. segera setelah kelompok konflik muncul, kelompok tersebut akan melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam struktur sosial. Bila konflik itu hebat, perubahan yang terjadi adalah perubahan yang radikal, bila

26 konflik itu disertai dengan tindakan kekerasan, akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba (Ritzer, 2002:156). Secara akademis, konflik tidak harus berarti kekerasan. Konflik juga bisa berupa kompetisi untuk perebutan sumber daya alam yang yang ketersediaanya terbatas (Pratikono, dkk,2004:29). Konflik muncul ketika individu saling berhadapan dan bertentangan dengan kepentingan, tujuandan nilai yang di pegang oleh masing-masing individu. Demikian juga halnya pada masyarakat di kemukiman ladang lemisik.secara teoritis, konflik yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakan kedalam dua bentuk, yaitu konflik sosial vertikal dan horizontal. Konflik sosial vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat dan Negara dan dapat dikatakan konflik laten, sebab benih-benih konflik sudah ada dan telah terpendam pada masa sebelumnya. Konflik sosial horizontal disebabkan karena konflik antar etnis, suku, golongan, agama atau antar kelompok masyarakat yang dilatar belakangi oleh kecemburuan sosial yang memang sudah terbentuk dan eksis sejak masa kolonial. Pola konflik dibagi kedalam tiga bentuk yaitu pertama, konflik laten sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara efektif. Kedua, konflik terbuka adalah konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai macam efeknya. Dan yang ketiga adalah, konflik di permukaan memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena

27 kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi (Fisher,2001:6). Untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat, tentu kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab suatu konfik itu dapat terjadi. Dalam pandangan sosiologis, masyarakat itu selalu dalam perubahan dan setiap elemen dalam masyarakat selalu memberikan sumbangan bagi terjadinya konflik. Collins mengatakan bahwa konflik berakar pada masalah individual karena akar teoritisnya lebih pada fenomenologis. Menurut Collins, konflik sebagai fokus berdasarkan landasan yang realistik dan konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial. Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah karena ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan manusia,seperti aspek sosial, ekonomi, dan kekuasaan. Konflik dapat juga terjadi karena adanya mobilisasi sosial yang memupuk keinginan yang sama. Menurut perspektif sosiologi (Soekanto, 2002:98), konflik di dalam masyarakat terjadi karena pribadi maupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan badaniah, emosi, unsurunsur kebudayaan, pola perilaku dengan pihak lain. Konflik atau pertentangan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/ atau kekerasan. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan

28 budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antar kelompok dengan individu, misalnya konflik antar kelompok. Faktor terjadinya konflik juga dapat disebabkan karena perubahanperubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.tahapan Konflik Fisher, dkk menyebutkan ada beberapa alat bantu unntuk menganalisissituasi konflik, salah satunya adalah penahapan konflik. Konflik berubah setiap saat, melalui tahap aktivitas, intensitas,ketegangan dan kekerasan yang berbeda (Fisher,2001:19-20). Tahap-tahap ini adalah: 1. Pra-Konflik Merupakan periode dimana terdapat suatu ketidaksesuain sasaran diantara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik.konflik tersembunyi dari pandangan umum, meskipun salah satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadi konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan diantara beberapa pihak dan/ atau keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain. 2. Konfrontasi Pada saat ini konflik menjadi semakin terbuka.jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya.

29 3. Krisis Ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan/ kekerasan terjadi paling hebat.dalam konflik skala besar, ini merupakan periode perang, ketika orang-orang dari kedua pihak terbunuh.komunikasi normal diantara dua pihak kemungkinan putus, pernyataan-pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak lainnya. 4. Akibat Kedua pihak mungkin setuju bernegosiasi dengan atau tanpa perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga yang lebih berkuasa mungkin akan memaksa kedua pihak untuk menghentikan pertikaian. 5. Pasca-Konflik Akhirnya situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah lebih normal diantara kedua pihak. Namun jika isu-isu dan masalahmasalah yang timbul karena sasran mereka saling bertentangan tidak diatasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi prakonflik. b. Pola Konflik Pola konflik dibagi kedalam tiga bentuk; pertama, konflik latent sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat kepermukaan sehingga dapat ditangani secara

30 efektif.kedua, konflik terbuka adalah konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai macam efeknya. Ketiga, konflik dipermukaan memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi ( Fisher, 2001:6). c. Dampak Konflik Sosial Konflik sosial memiliki dampak yang bersifat positif dan negatif. Adapun dampak positif dari konflik sosial adalah sebagai berikut: 1. Konflik dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan yang masih belum tuntas. 2. Adanya konflik menimbulkan penyesuaian kembali norma-norma dan nilainilai yang berlaku dalam masyarakat. 3. Konflik dapat meningkatkan solidaritas diantara angota kelompok. 4. Konflik dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap individu atau kelompok. 5. Konflik dapat memunculkan kompromi baru. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh konflik sosial adalah sebagai berikut: 1. Konflik dapat menimbulkan keretakan hubungan antara individu dan kelompok.

31 2. Konflik menyebabkan rusaknya berbagai harta benda dan jatuhnya korban jiwa. 3. Konflik menyebabkan adanya perubahan kepribadian. 4. Konflik menyebabkan dominasi kelompok pemenang. 4. Pengertian Desa (Kute) Desa adalah kesatuan hukum yang memiliki batasan-batasan wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Landasa pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonimi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat desa.(undang-undang Nomor 32 Tahun 2004) sedangkan menurut Pasal 1 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor.72 Tahun 2005 tentang Desa, dinyatakan bahwa kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan msayarakat setempat, berdasarakan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pengertian desa adalah wadah kebersamaan masyarakat setempat dalam mengelola kepentingan bersama. Menurut R.Birtanto (1968:95), desa adalah suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis sosial ekonomis, politis, dan kultural yang terdapat disitu dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain.

32 Menurut P.J. Bouman (1971:19), desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal, kebanyak yang termasuk di dalamnya hidup dari pertanian, perikanan, dan sebagainya usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan dan kaidah-kaidah sosial. Menurut I. Nyouman Beratha (1982:27), desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat hokum berdasarkan susunan asli adalah suatu badan hukum dan adalah pula badan pemerintah yang merupakan bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang melingkupinya. Menurut R.H Unang Soenardjo (1984:11), desa dalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya; memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat, baik karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan keamanan; memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama; memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. 5. Peradilan Adat Aceh Dalam aturan daerah (qanun) yang berlaku di Aceh, telah mengatur tentang mekanisme penyelesaian yang dianggap dapat membawa keadilan bagi masyarakat melalui peran serta masyarakat, seperti Qanun Nomor 5 tahun 2003 tentang

33 Pemerintahan Gampong dan Qanun No.3 tahun 2004 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh, serta Qanun No. 10 tahun 2008 tentang Lembaga Adat, dimana memposisikan Geuchik, Tuha Peut, Imuem Meunasah, dan Mukim sebagai penyelenggara Peradilan Adat. Lebih detail lagi bentuk aturan (qanun) di Aceh juga mengatur secara eksplisit tentang mekanisme Peradilan Adat di Provinsi Aceh. Di dalam Qanun 9 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat Istiadat, dalam Pasal 13 ayat (1) mengatur ada 18 kasus/perselisihan yang dilimpahkan penyelesaiannya melalui Peradilan Adat di Aceh, meliputi : a) Perselisihan dalam rumah tangga b) Sengketa antara keluarga terkait dengan Faraidh c) Perselisihan antar warga d) Khawat/Meuseum e) Perselisihan tentang Hak Milik f) Pencurian dalam keluarga g) Perselisihan harta sehareukat h) Pencurian ringan i) Pencurian ternak peliharaan j) Pelanggaran Adat tentang ternak, pertanian, dan hutan k) Persengketaan di laut l) Persengketaan di pasar m) Penganiayaan ringan

34 n) Pembakaran hutan dalam skala kecil o) Pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik p) Pencemaran likungan q) Ancam mengancam r) Perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat istidat. Tahapan dalam mekanisme penyelesaian terbagi menjadi; pertama melalui tingkat gampong di pimpin Geuchik Gampong, Kedua; melalui tingkatan mukim dimana putusan di tingkat mukim merupakan putusan bersifat akhir dan mengikat. Dalam hal penyelesaian ini institusi penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan) harus serius serta tidak mengintervensi selama proses penyelesaian melalui hukum adat dan pengadilan adat berlangsung. Praktek menerapkan Peradilan Adat berlandaskan kekuatan hukum.dalam beberapa Undang-Undang resmi ditegaskan, bahwa penguatan hukum adat dan peradilan adat harus dimulai dari gampong dan mukim. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 : No Regulasi/Peraturan Isi/Subtansi 1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (1) dan (2) (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang. (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan

35 2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesai yang diatur dalam Undang-Undang. Pasal 3 ayat (1) dan (2) menegaskan: Keistimewaan merupakan pengakuan dan bangsa Indonesia yang diberikan kepada daerah karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki masyarakat yang diperlihara secara turun temurun sebagai landasan spiritual, moral dan kemanusiaan. Penyelenggaraan Keistimewaan meliputi: Penyelenggaraan kehidupan beragama; Penyelenggaraan kehidupan adat; Penyelenggaraan pendidikan; dan Peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah. 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh, Bab XIII tentang lembaga adat 4. Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintah Mukim dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Pasal 6 menegaskan: Daerah dapat menetapkan berbagai kebijakan dalam upaya pemberdayaan, pelestarian, dan pengembangan adat serta lembaga adat di wilayah yang dijiwai dan sesuai dengan syariat Islam. Penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan secara adat ditempuh melalui Lembaga Adat (Pasal 98, Ayat(2)) Memberikan wewenang kepada mukim untuk: 1. Memutuskan dan atau menetapkan hukum 2. Memelihara dan mengembangkan adat 3. Menyelenggarakan perdamaian adat 4. Menyelesaikan dan memberikan

36 5. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat. keputusankeputusan adat terhadap perselisihanperselisihan dan pelanggaran adat 5. Memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut adat 1. Menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan adat dan istiadat Dalam Qanun ini diatur beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Peradilan Adat, antara lain: 1. Aparat penegak hukum memberikan kesempatan agar sengketa/perselisihan diselesaikan terlebih dahulu secara adat di gampong atau nama lainnya. 2. Penyelesaian secara adat meliputi penyelesaian secara adat di gampong atau nama lainnya, penyelesaian secara adat di mukim dan penyelesaian adat di laut Dalam qanun ini disebutkan bahwa lembaga adat berfungsi sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat dan penyelesaian masalahmasalah sosial kemasyarakatan. Dalam menjalankan fungsinya tersebut maka lembaga adat berwenang: 1. Menjaga keamanan, ketentraman, kerukuanan dan ketertiban masyarakat. 2. Membantu pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan; 3. Mengembangkan dan mendorong partisipasi masyarakat; 4. Menjaga eksistensi nilai-nilai adat

37 dan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan syariat Islam; 5. Menerapkan ketentuan adat; 6. Menyelesaikan masalah sosial masyarakat; 7. Mendamaikan sengketan yang timbul dalam masyarakat; dan 8. Menegakkan hukum adat. 6. Kesepakatan bersama Kesepakatan bersama tentang Penitipan Peran Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) ke dalam Tuha Peuet Gampong/Sarak Opat/Majelis Duduk Setikar Kampong atau nama lain, yaitu antara Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Aceh dan Gubernur Aceh,Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Ketua Mejelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Ketua Mejelis Adat Aceh (MAA), Rektor IAIN Ar-Raniri, Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ketua KomiteNasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh, tertanggal 2 Maret Keputusan Bersama Gubernur Aceh, Kepala Kepolisian Daerah Aceh dan Ketua Majelis Adat Aceh tentang Peneyelenggaraan Peradilan Adat dan Mukim atau nama lain di Aceh tertanggal 20 Desember 2011 Butir Satu : Sengketa/perselisihan yang terjadi di tingkat gampong dan mukim yang bersifat ringan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, pasal 14, dan pasal 15 Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat wajib diselesaikan terlebih dahulu melalui Peradilan Adat Gampong dan Mukim atau nama lain di Aceh. Butir Dua : Aparat Kepolisian

38 memberi kesempatan agar setiap sengketa/perselisihan sebagaimana dimaksud dicantum dalam KESATU untuk diselesaikan terlebih dahulu melalui Peradilan Adat Gampong dan Mukim atau nama lain di Aceh. Butir Ketiga : Semua pihak wajib menghormati penyelenggaraan Peradilan Adat Gampong dan Mukim atau nama lain di Aceh. Butir Keempat : Penyelenggaraan Peradilan Adat Gampong dan Mukim atau nama lain di Aceh dalam memberikan keputusan dilarang menjatuhkan sanksi badan, seperti pidana penjara, memandikan dengan air kotor, mencukur rambut, menggunting pakaian dan bentukbentuk lain yang bertentangan dengan nilai-nilai Islami Tanggung jawab/akuntabilitas Non Diskriminasi Terpercaya/Amanah Kesetaraan di Depan Hukum Mufakat dan Terbukaan Untuk Umum Asas Asas Dalam Peradilan Adat Jujur dan Kompetensi Ikhlas dan Sukarela Praduga Tidak Bersalah Keberagaman dan Keadilan Penyelesaian Damai dan Kerukunan Cepat dan Terjangkau Tabel 1.1 Sumber pedoman peradilan adat Aceh

39 a. Badan Penyelenggara Peradilan Adat Di Aceh Pada umumnya penyelenggaraan Peradilan Adat dilakukan oleh Lembaga Kute dan Mukim. Hal yang sama berlaku untuk seluruh Aceh. Hanya saja, dibeberapa daerah tertentu mereka menggunakan istilah lain. Namun, fungsinya tetap sama, yaitu sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau perkara adat. Kita dapat melihat bagaimana struktur peran penyelenggaraan peradilan adat tersebut pada Tingkat Mukim dapat digambarkan sebagai berikut pada Gambar 1.3 : SEKRETARIS MUKIM sebagai Panitera MAJELIS ADAT MUKIM SEBAGAI ANGGOTA PENGULU KUTE SEBAGAI ANGGOTA IMEUM MUKIM SEBAGAI KETUA SIDANG TUHA PEUT/BPK SEBAGAI ANGGOTA SIMETUWE,ULA MA,CENDIKIAW AN,TOKOH ADAT LAINNYA SEBAGAI ANNGOTA Gambar 1.3 Struktur Peradilan Adat Tingkat Mukim

40 Badan perlengkapan peradilan adat ditingkat Mukim dan mekanisme kerjanya hampir sama dengan tingkat Kute. Kasus yang diselesaikan pada peradilan adat tingkat Mukim : 1. Kasus yang terjadi antar kute yang berada dalam juridiksi mukim 2. Kasus yang tidak bisa diselesaikan ditingkat kute kewenangan mukim untuk penyelenggarakan peradilan adat juga diperintahkan oleh Qanun No.4 tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim dalam Provinsi Aceh, yang menegaskan bahwa : 1. Lembaga mukim berwenang untuk memutuskan dan atau menetapkan hukum dalam hal adanya persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan hukum adat (pasal 4, E) ; 2. Majelis adat mukim berfungsi sebagai badan yang memelihara dan mengembangkan adat, menyelenggarakan perdamaian adat, menyelesaikan dan memberikan keputusan-keputusan adat terhadap perselisihan-perselisihan dan pelanggaran adat, memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut adat [pasal 12, ayat (2)]. Khususnya yang menyangkut dengan kasus yang diteruskan ketingkat mukim, Qanun 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong dalam Provinsi Aceh menegaskan bahwa : Pihak-pihak yang keberatan terhadap keputusan perdamaian sebagai mana dimaksud pada pasal 12, ayat (2) dapat meneruskannya kepada Imeum mukim

41 dalam keputusan Imeum mukim bersifat akhir dan meningkat (pasal 12 ayat 3) Peradilan Adat Tingkat Mukim merupakan upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan dalam jurisdiksi adat. Perkara-perkara atau sengketa-sengketa yang tidak dapat diselesaikan pada tingkat mukim, akan diselesaikan oleh lembaga peradilan Negara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku seperti gambar skema di bawah ini Gambar 1.2: Peradilan Adat Mukim Tiada penyelesaian dan/atau perkara pidana berat Lembaga Peradilan Negara Gambar 1.4 Tingkatan Penyelesaian Perkara Maka dari gambar skema di atas itu terlihatlah bagaimana tingkatan yang dilakukan untuk proses penyelesaian sengketa yang terjadi setelah perkara di serahkan dari gampong ke tingkat mukim dan di bawa ke tingkat selanjutnya apabila tidak dapat diselesaikan dimukim. Maka tata letak sidang peradilan adat gampong penetapan tempat duduknya dapat terlihat dari gambar yang dibuat seperti di bawah ini Gambar 1.5 :

42 Gambar 1.5 Posisi Perangkat dalam Persidangan Gampong Keterangan Bagan: Bagan 1 warna Merah alur Penyelesaian Perkara Pertama Bagan II Warna Biru alur Penyelesaian Perkara Kedua (tidak Selesai ) Bagan II Warna Orenge alur Penyelesaian Perkara Ketiga (banding) Keterangan : Diolah dari data LSM People Crisis Center F.Defenisi Konsep Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahakan pemahaman dan

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa lembaga adat yang berkembang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pranata adat merupakan jiwa masyarakat adat yang masih hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pranata adat merupakan jiwa masyarakat adat yang masih hidup dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pranata adat merupakan jiwa masyarakat adat yang masih hidup dan berkembang di Aceh, pranata tersebut mewajibkan pelaksanaan dan singkronisasi penerapan hukum adat

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa Adat

Lebih terperinci

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM -1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konflik 2.1.1. Pengertian Menurut Soerjono Soekanto, konflik sosial adalah suatu proses social dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pemerintahan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH,

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH, QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : a. BUPATI ACEH TENGAH, bahwa dengan diakuinya keistimewaan Aceh

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN KAMPUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN KAMPUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN KAMPUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BENER MERIAH Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Kampung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHIDUPAN ADAT

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHIDUPAN ADAT PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHIDUPAN ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH SELATAN

QANUN KABUPATEN ACEH SELATAN QANUN KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA BUPATI ACEH SELATAN, Menimbang : a. bahwa dengan diakuinya keistimewaan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. perjalanan kehidupan umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. perjalanan kehidupan umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karateristik yang beragam. Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata

Lebih terperinci

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG DALAM KOTA LANGSA DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA,

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG DALAM KOTA LANGSA DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA, QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG DALAM KOTA LANGSA DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA, Menimbang : a. bahwa Tuha Peuet Gampong yang merupakan lembaga permusyawaratan

Lebih terperinci

IMUEM GAMPONG DALAM PEMBANGUNAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT ACEH. Taufiq

IMUEM GAMPONG DALAM PEMBANGUNAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT ACEH. Taufiq Imuem Gampong Dalam Pembangunan Sosio Ekonomi Masyarakat 98 IMUEM GAMPONG DALAM PEMBANGUNAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT ACEH Taufiq Abstract Salah satu masalah utama dalam masyarakat adalah persoalan ekonomi.

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA LANGSA QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA LANGSA, Menimbang : a. bahwa dengan diakuinya Keistimewaan Aceh

Lebih terperinci

TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA/KONFLIK PERKARA SECARA ADAT

TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA/KONFLIK PERKARA SECARA ADAT TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA/KONFLIK PERKARA SECARA ADAT Menurut Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008, Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat Oleh : Yuliannova Chaniago Kelompok P16 KKN Periode 10 Universitas

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP Menimbang:

Lebih terperinci

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG -1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH UTARA Menimbang : a. bahwa dengan diakuinya keistimewaan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM OTONOMI KHUSUS (The Existence of Customary Law in Special Autonomy) ABSTRACT

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM OTONOMI KHUSUS (The Existence of Customary Law in Special Autonomy) ABSTRACT KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM OTONOMI KHUSUS (The Existence of Customary Law in Special Autonomy) Oleh : Darmawan ) ABSTRACT Kata Kunci : Kedudukan Hukum Adat, Otonomi Khusus Berdasarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG

KABUPATEN ACEH UTARA QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG 1 KABUPATEN ACEH UTARA QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA BUPATI ACEH UTARA, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009 QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR Menimbang Mengingat BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KABUPATEN ATAU KOTA DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERADILAN ADAT DI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa pemberian Otonomi

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH PROVINSI NANGGROE ACEI I DARUSSALAM BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH Menimbang : a. bahwa Qanun ini dibentuk dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

QANUN KOTA SABANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG,

QANUN KOTA SABANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. QANUN KOTA SABANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, bahwa dengan diakuinya keistimewaan Aceh sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Tahun

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN IMEUM MEUNASAH DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN IMEUM MEUNASAH DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN IMEUM MEUNASAH DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E 11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN IMUM MUKIM DI ACEH

QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN IMUM MUKIM DI ACEH QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN IMUM MUKIM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang: a. bahwa imum mukim

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN PIDIE JAYA

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN PIDIE JAYA QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN PIDIE JAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 10 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. BUPATI BOGOR, bahwa sebagai

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GAYO LUES

PEMERINTAH KABUPATEN GAYO LUES PEMERINTAH KABUPATEN GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN KAMPUNG DALAM KABUPATEN GAYO LUES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI GAYO

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR: 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM DI KECAMATAN KOTA SIGLI KABUPATEN PIDIE

PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR: 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM DI KECAMATAN KOTA SIGLI KABUPATEN PIDIE 1 SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR: 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM DI KECAMATAN KOTA SIGLI KABUPATEN PIDIE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN KOTA KUALASIMPANG DAN PEMBENTUKAN KAMPUNG KOTA KUALASIMPANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangan terhadap hubungan hukum antara manusia dengan tanah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tangan terhadap hubungan hukum antara manusia dengan tanah di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Hukum Adat (selanjutnya disebut MHA) di Indonesia merupakan kesatuan kemasyarakatan yang berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan bermasyarakat.

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI TORAJA

Lebih terperinci

QANUN KOTA SABANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG,

QANUN KOTA SABANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, QANUN KOTA SABANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menegaskan

Lebih terperinci

Majalah. Juli-Desember

Majalah. Juli-Desember Majalah Juli-Desember 2011 Kegiatan Mediasi Lembaga Adat dalam Menyelesaikan Sengketa M.Hum. Oleh: Teuku Ahmad Yani, S.H., (Staf (Staf Pengajar Pengajar Fakultas Fakultas Hukum Hukum Universitas Universitas

Lebih terperinci

BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang : a bahwa mukim merupakan kesatuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA KERJASAMA KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASIR Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2003

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2003 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PEMERINTAHAN KECAMATAN DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH BESAR NOMOR : 04 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI ACEH BESAR NOMOR : 04 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI ACEH BESAR NOMOR : 04 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA BUPATI ACEH BESAR Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pemerataan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat yang tercakup atas aspek-aspek

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN BIREUEN BUPATI BIREUEN

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN BIREUEN BUPATI BIREUEN QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN BIREUEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KELEMBAGAAN MASYARAKAT ADAT LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KELEMBAGAAN MASYARAKAT ADAT LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KELEMBAGAAN MASYARAKAT ADAT LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa adat istiadat dan Lembaga Adat

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN TEMPAT IBADAH

-1- QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN TEMPAT IBADAH -1- QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN TEMPAT IBADAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG QANUN ACEH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 85 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 3 TAHUN : 2005 SERI : D NOMOR : 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 3 TAHUN : 2005 SERI : D NOMOR : 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 3 TAHUN : 2005 SERI : D NOMOR : 3 QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KECAMATAN DALAM KABUPATEN

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG N0M0R 13 TAHUN 2005 SERI D ==================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMBAURAN KEBANGSAAN DI DAERAH GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : WALIKOTA BANJAR, a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 21 TAHUN 2006 T E N T A N G PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG QANUN ACEH NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR : 01 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa batas desa

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH PROVINSI NANGGROE ACEH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci