RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)"

Transkripsi

1 PPATK INTRAC RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN Jl. Ir. H. Juanda No. 35, Telp. : , , Fax. : , , Jakarta

2 INTEGRITAS TANGGUNG JAWAB PROFESIONALISME PPATK KERAHASIAAN KEMANDIRIAN

3 RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun

4 KATA PENGANTAR Dokumen Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (Renstra PPATK) merupakan dokumen perencanaan PPATK untuk masa kerja 5 (lima) tahun mendatang. Penyusunan Renstra PPATK Tahun ini didasarkan atas ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, bahwa Pimpinan Kementerian/Lembaga wajib melaksanakan penyiapan Rancangan Renstra-KL periode berikutnya untuk sektor yang menjadi tugas dan kewenangannya pada tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang sedang berjalan. Untuk menghasilkan dokumen perencanaan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan, Renstra PPATK Tahun ini disusun dengan memperhatikan tugas, fungsi dan wewenang seluruh unit organisasi di lingkungan PPATK, serta mempertimbangkan faktor lingkungan internal dan eksternal yang ada. Berkaitan dengan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, penyusunan Renstra PPATK Tahun ini merupakan langkah awal untuk melakukan pengukuran kinerja PPATK selama kurun waktu 5 (lima) tahun. Oleh karena itu, Renstra PPATK ini memuat visi, misi, tujuan, arah kebijakan dan strategi, serta seluruh program dan kegiatan yang akan dilaksanakan berikut indikator dan target kinerja yang akan dicapai PPATK selama tahun , beserta perkiraan kebutuhan anggarannya. Untuk selanjutnya, Renstra PPATK Tahun ini diharapkan dapat digunakan sebagai landasan dan pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja PPATK selama kurun waktu , serta pedoman dan alat pengendalian kinerja dalam pelaksanaan program dan kegiatan PPATK tahun Jakarta, Januari 2009 Kepala PPATK ttd YUNUS HUSEIN RENCANA STRATEGIS III

5 PERATURAN KEPALA NOMOR : PER-02/1.01/PPATK/01/10 TENTANG RENCANA STRATEGIS TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 19 ayat (2) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, setiap Kementerian/Lembaga wajib menyusun rencana strategis; b. bahwa Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun dipandang perlu untuk disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun ; IV

6 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4324) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 466); 8. Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 9. Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 10. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun ; 11. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra- KL) ; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG RENCANA STRATEGIS TAHUN RENCANA STRATEGIS V

7 Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. 2. Rencana Strategis PPATK yang selanjutnya disebut Renstra PPATK adalah dokumen perencanaan yang berisi visi, misi, tujuan, sasaran strategis, serta arah kebijakan dan strategi yang akan dilaksanakan oleh PPATK dari tahun 2010 sampai dengan 2014 yang disusun berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah nasional. 3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun , yang selanjutnya disebut dengan RPJM Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun Pasal 2 Penyusunan Renstra PPATK tahun dimaksudkan untuk: a. pencapaian tujuan dan target dalam RPJM Nasional; dan b. sebagai landasan dan pedoman dalam menyusun Rencana Kerja PPATK selama kurun waktu Pasal 3 Dalam menyusun rencana kerja, setiap direktorat di lingkungan PPATK harus berpedoman pada Renstra PPATK Tahun Pasal 4 Renstra PPATK tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 5 Pada saat Peraturan ini berlaku maka Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: KEP-52A/1.01/PPATK/12/06 tentang Rencana Strategis Tahun dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 6 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Januari 2010 KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, Ttd YUNUS HUSEIN VI

8 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor : PER-02 /1.01/PPATK/01/10 Tentang Rencana Strategis PPATK Tahun iii iv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. KONDISI UMUM Ancaman Pencucian Uang dalam Sistem Keuangan di Indonesia 1 2. Penanggulangan Pencucian Uang di Indonesia Arti Penting Keberadaan PPATK Pencapaian Program dan Kegiatan Periode Tahun Tujuan dan Dasar Hukum Penyusunan Renstra Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia PPATK... 7 B. POTENSI DAN PERMASALAHAN Kondisi Internal Faktor Kekuatan Faktor Kelemahan Kondisi Eksternal Faktor Peluang Faktor Tantangan BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN PPATK A. VISI PPATK B. MISI PPATK Meningkatkan Kualitas Pengaturan dan Kepatuhan Pihak Pelapor Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan Informasi dan Kualitas Hasil Analisis yang Berbasis Teknologi Informasi Meningkatkan Efektivitas Penyampaian dan Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Analisis, Pemberian Nasihat dan Bantuan hukum, serta Pemberian Rekomendasi kepada Pemerintah Meningkatkan Kerjasama Dalam dan Luar Negeri di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Teroris Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Internal untuk Mewujudkan Good Governance dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi secara Efektif dan Efisien VII

9 C. TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS PPATK Sasaran strategis tujuan pertama Sasaran strategis tujuan kedua Sasaran strategis tujuan ketiga Sasaran strategis tujuan keempat Sasaran strategis tujuan kelima BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL B. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PPATK Arah Kebijakan dan Strategi PPATK Program dan Kegiatan PPATK Tahun Indikator dan Target Kinerja PPATK Tahun BAB IV PENUTUP INDEKS LAMPIRAN 1. Target Pembangunan PPATK Tahun Kebutuhan Pendanaan Pembangunan PPATK Tahun RENCANA STRATEGIS VIII

10 BAB I PENDAHULUAN A. KONDISI UMUM 1. Ancaman Pencucian Uang dalam Sistem Keuangan di Indonesia Sistem keuangan di Indonesia rentan terhadap kegiatan pencucian uang. Sebagai negara berkembang, karakteristik sistem keuangan di Indonesia saat ini masih cenderung berdasarkan cash basis. Pola transaksi keuangan secara tunai dalam jumlah besar adalah hal yang masih biasa terjadi di Indonesia. Sesuai hasil kajian yang dilakukan oleh World Bank pada tahun 2006, sekitar 80% dari total USD 5,6 miliar aliran dana dari luar negeri yang masuk ke Indonesia diindikasikan menggunakan jalur informal ( Informal Channels)/ Alternative Remmitance Systems/ Underground Banking. Dengan karakteristik tersebut, sistem keuangan di Indonesia relatif rentan digunakan untuk proses pencucian uang dan pendanaan terorisme. Selain adanya karakteristik sistem keuangan Indonesia yang seperti itu, hal lain yang dapat mendorong terjadinya pencucian uang adalah wilayah Indonesia yang sangat luas dengan jumlah entry point wilayah perbatasan yang relatif banyak, dimana pengawasan di wilayah perbatasan ini relatif masih lemah. Dengan demikian proses cash smuggling dari hasil tindak pidana masih dapat terjadi melalui wilayah negara Indonesia. Selain itu, faktor lain yang menjadi pemicu pencucian uang di Indonesia adalah masih tingginya angka tindak pidana korupsi dan tindak pidana penjualan narkotika ( Drugs Trafficking). Kegiatan pencucian uang memiliki dampak buruk yang serius terhadap stabilitas sistem keuangan maupun perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Adanya ketidakstabilan sistem keuangan akan mengganggu stabilisasi sistem moneter negara Indonesia, mengingat sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, dan stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari kebijakan moneter. Adapun dampak pencucian uang terhadap stabilitas sistem keuangan dan perekonomian negara secara keseluruhan antara lain adalah sebagai berikut : a. Hilangnya pendapatan negara dari sektor perpajakan. Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menghindarkan kewajiban pembayaran pajak RENCANA STRATEGIS

11 sehingga hal ini secara langsung dapat mengurangi penerimaan negara. Secara tidak langsung, pencucian uang menimbulkan beban pajak yang tidak adil karena ditanggung oleh para pembayar pajak yang jujur. b. Timbulnya risiko likuiditas bagi Penyedia Jasa Keuangan (PJK) khususnya yang menyimpan dana-dana dari hasil tindak pidana. Para pelaku pencucian uang cenderung tidak akan lama dalam menempatkan dana dari hasil tindak pidananya di suatu PJK. Apabila PJK ini menerima penempatan dana dalam jumlah besar dan secara tiba-tiba dana tersebut ditarik maka hal ini dapat mengakibatkan masalah likuiditas yang tentunya bisa berdampak pada sistem keuangan negara. c. Timbulnya pola investasi yang kurang produktif. Para pelaku pencucian uang biasanya menginvestasikan dana dari hasil tindak pidana pada sektor sterile investments yang cenderung hanya memberikan sedikit nilai tambah pada pertumbuhan sistem perekonomian negara secara luas (kurang produktif) seperti real estate, barang seni, perhiasan atau barang mewah lainnya. d. Menurunkan reputasi dan kepercayaan pasar atas suatu negara. Dalam era globalisasi seperti yang terjadi saat ini, reputasi dan tingkat kepercayaan pasar atas suatu negara merupakan hal yang sangat penting untuk dijaga dalam rangka mendukung transaksi perdagangan internasional. Maraknya kegiatan pencucian uang di suatu negara sebagai akibat dari kurang ketatnya ketentuan serta penerapan hukum terkait dengan TPPU dapat menurunkan reputasi serta kepercayaan pasar atas negara tersebut. Apabila hal ini terjadi di Indonesia maka tentunya dapat mengakibatkan Indonesia terkucil dari komunitas keuangan dunia yang pada akhirnya dapat mengganggu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. e. Peningkatan gejolak pasar akibat hot money yang masuk dan keluar secara cepat. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi makro. Terlebih apabila Indonesia tidak memiliki cukup banyak instrumen moneter sehingga tidak mampu mensterilisasi dampak moneter pemasukan modal. f. Terjadinya kesalahan informasi bagi otoritas moneter. Keberadaan Informal Channels seperti Alternative Remmitance Systems/ Underground Banking yang dapat digunakan sebagai media pencucian uang di Indonesia dapat mengakibatkan transaksi keuangan yang dilakukan tidak tercatat dalam data statistik dan moneter. Hal ini tentunya dapat menyebabkan terjadinya kesalahan informasi bagi Policymakers dalam mengatur variabel-variabel makro ekonomi seperti suku bunga, inflasi dan nilai tukar. g. Selain itu, adanya kegiatan pencucian uang juga dapat mendorong para pelaku tindak pidana (korupsi, penjualan narkoba, illegal logging, dsb.) untuk terus memperluas kegiatan operasinya. Dengan demikian biaya penegakan hukum untuk mencegah dan memberantas tindak pidana semakin tinggi. Dengan kata lain, pencucian uang dapat menimbulkan biaya sosial ( social cost) yang tinggi bagi Pemerintah. 2

12 2. Penanggulangan Pencucian Uang di Indonesia a. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang merupakan sebuah kebutuhan yang sangat mendesak. Pencucian uang sebagai tindak kejahatan yang berdimensi internasional dan merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia, dapat menimbulkan dampak negatif yang sangat besar terhadap perekonomian suatu negara, sehingga mendorong negara-negara di dunia dan organisasi internasional untuk menaruh perhatian serius terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan praktik pencucian uang. Selain sangat merugikan masyarakat, pencucian uang juga sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional dan keuangan negara dengan meningkatnya berbagai bentuk kejahatan. Dalam hal ini, pencucian uang merupakan suatu kejahatan yang dapat menggerogoti sendi-sendi dan ketahanan ekonomi suatu negara. Dengan semakin terintegrasinya sistem keuangan Indonesia dengan sistem keuangan dunia, maka sistem keuangan Indonesia menjadi semakin rentan terhadap masuknya dana asing yang terkait dengan aktivitas melawan hukum ataupun keluarnya dana-dana dari dalam negeri yang diperoleh secara melawan hukum. Selain itu, maraknya kejahatan keuangan di Indonesia sebagai akibat penyalahgunaan kewenangan oleh para pemilik dunia usaha maupun oleh pelaku-pelaku ekonomi itu sendiri yang dilakukan secara sistematis dan tersembunyi mengakibatkan semakin sulit dideteksinya secara dini. Kondisi semacam ini secara langsung akan berdampak terhadap semakin maraknya modus-modus TPPU, yang pada akhirnya akan semakin mengganggu stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Sehubungan dengan adanya permasalahan tersebut, maka Pemerintah segera melakukan upaya-upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia, antara lain dengan meningkatkan efektivitas pengungkapan kejahatan keuangan terutama dalam hal penelusuran aliran dana ataupun harta kekayaan dalam kaitannya dengan TPPU dan pendanaan terorisme yang dilakukan oleh pelaku-pelaku kejahatan tersebut. Selain berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah saat ini, maka dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang semakin kompleks dan meningkat, hal yang juga sangat mendesak adalah diperlukannya perubahan atas UU TPPU yang diharapkan akan lebih dapat mendorong keberhasilan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. b. Dasar Hukum Penanggulangan TPPU di Indonesia Terdapat beberapa Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar kriminalisasi TPPU dan pendanaan terorisme. Pada tanggal 13 Oktober 2003, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 (UU TPPU). Setelah berlakunya UU TPPU tersebut, pada perkembangan berikutnya masing-masing regulator mengeluarkan ketentuan secara terpisah berkaitan dengan kewajiban penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (PMN), yang kemudian terdapat beberapa kali perubahan atas beberapa peraturan. RENCANA STRATEGIS

13 Hingga saat ini peraturan-peraturan yang terkait adalah tentang kewajiban penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme pada industri keuangan, dimana bagi perbankan tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/28/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum (APU & PPT). Khusus bagi Bank Perkreditan Rakyat berlaku PBI Nomor 5/23/PBI/2003 tanggal 23 Oktober Untuk ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah (PMN) yang berlaku untuk Lembaga Keuangan Non Bank adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003 tanggal 30 Januari Sedangkan ketentuan PMN yang dikeluarkan Bank Indonesia sebagai regulator pedagang valuta asing adalah PBI Nomor 6/1/PBI/2004 tanggal 6 Januari 2004, dan yang dikeluarkan oleh Bapepam-LK sebagai regulator Industri Pasar Modal adalah Peraturan Bapepam Nomor V.D.10 yang mewajibkan Perusahaan Efek, Pengelola Reksadana dan Bank Kustodian untuk melaksanakan PMN. 3. Arti Penting Keberadaan PPATK Keberadaan Financial Intelligence Unit (FIU) perlu dibangun di setiap negara untuk mencegah dan memberantas TPPU. Dalam rangka mengefektifkan strategi anti pencucian uang, diperlukan adanya dukungan dan koordinasi yang berkesinambungan dari semua pihak yang terkait, terutama dari sisi finansial dan penegakan hukum. Untuk menghubungkan kedua sisi yang berbeda area tersebut, diperlukan adanya satu central agency yang berfungsi untuk menerima, menganalisis semua informasi terkait keuangan dan menyampaikannya kepada penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Central agency ini kemudian memiliki nama generik yaitu FIU yang diharapkan ada di setiap negara. Egmont Group, sebuah organisasi internasional yang bergerak di bidang penanggulangan pencucian uang, menjadi forum FIU dari berbagai negara yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan kerjasama dan berbagi informasi yang berguna untuk mendeteksi dan memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme. Hasil kerja Egmont Group adalah kajian mengenai pentingnya pendirian FIU di setiap negara sebagai badan khusus untuk menangani pencegahan dan pemberantasan pencucian uang. Semakin banyak jumlah FIU semakin besar peluang untuk dapat mencegah dan memberantas pencucian uang secara efektif. Keberadaan PPATK merupakan salah satu upaya pemenuhan Standar Internasional. Secara umum, Financial Actions Task Force on Money Laundering (FATF) mengeluarkan rekomendasi yang ditujukan untuk semua industri keuangan dan institusi bisnis lain yang berpotensi digunakan sebagai sarana pencucian uang. Rekomendasi tersebut menetapkan kerangka dasar bagi upaya-upaya anti pencucian uang ( the basic framework for anti-money laundering efforts), yang dirancang untuk dapat diaplikasikan secara universal. Rekomendasi tersebut meliputi criminal justice system dan penegakan hukum ( law enforcement), sistem keuangan ( financial system) dan peraturannya, serta kerjasama internasional ( international cooperations). Salah satu upaya pemenuhan rekomendasi FATF tersebut adalah pembentukan PPATK yang merupakan suatu lembaga FIU permanen dan berfungsi sebagai focal point dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU. 4

14 Rekomendasi yang dikeluarkan oleh FATF tersebut pada saat ini telah diterima sebagai standar internasional, yang sekalipun disebut sebagai rekomendasi ( recommendations) tetapi setiap negara yang menjadi anggota FATF harus taat pada standar tersebut. Hanya dengan kerjasama internasional dan berpegang pada kesamaan standar yang berlaku secara internasional, maka upaya pencegahan dan pemberantasan praktik-praktik pencucian uang yang telah bersifat transnasional ( transnational crime) dan yang telah menjadi kegiatan kejahatan lintas batas negara ( cross border crime) akan dapat dilaksanakan secara lebih efektif. PPATK memegang peranan kunci dalam mekanisme pencegahan dan pemberantasan pencucian uang di Indonesia. UU TPPU mengamanatkan pembentukan PPATK sebagai badan khusus di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU. Tugas dan wewenang PPATK diatur secara jelas dalam UU TPPU tersebut dan Keppres Nomor 82 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dengan demikian, maka efektivitas pelaksanaan tugas dan wewenang PPATK sangat menentukan keberhasilan pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Oleh karena itu, independensi menjadi syarat penting bagi PPATK agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara lebih efektif sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia dapat berhasil dengan baik. 4. Pencapaian Program dan Kegiatan Periode Tahun Masuknya Indonesia ke dalam daftar Non Cooperative Countries and Territories (NCCTs) oleh FATF pada bulan Juni 2001 membawa dampak negatif bagi perkembangan ekonomi maupun tatanan pergaulan internasional. Untuk dapat keluar dari keterkucilan tersebut, maka langkah awal yang dilakukan Indonesia adalah penguatan kerangka hukum ( legal framework), peningkatan pengawasan di sektor keuangan khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penerapan PMN, penerapan UU TPPU, dan operasionalisasi PPATK sebagai lembaga FIU dan focal point dalam membangun rezim anti pencucian uang yang efektif, penegakan hukum, serta penguatan kerjasama antar lembaga domestik dan internasional. Sebagai upaya dalam meningkatkan kerjasama internasional, pada bulan Juni 2004 PPATK bergabung dalam Egmont Group, yaitu suatu organisasi informal dari FIU berbagai negara. Kerjasama dengan beberapa FIU negara lain terus ditingkatkan dengan melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU). Hingga saat ini, telah ditandatangani sebanyak 33 MoU antara PPATK dengan FIU negara lain. Dengan semakin meningkatnya jumlah MoU tersebut, maka PPATK akan lebih mudah dalam melakukan kerjasama internasional dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU antara lain melalui pertukaran informasi. Sedangkan hasil positif dari kerjasama internasional dan nasional yang telah terjalin sejak PPATK dibentuk hingga saat ini, serta hasil kerja keras PPATK selama ini, antara lain ditandai dengan adanya beberapa kemajuan yang signifikan sebagaimana dapat dilihat pada tabel perkembangan penerimaan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) tahun dibawah ini, yang menunjukkan bahwa LTKM yang disampaikan oleh PJK kepada PPATK terus mengalami peningkatan. RENCANA STRATEGIS

15 Tabel Perkembangan Penerimaan LTKM Berdasarkan tabel di atas, LTKM yang disampaikan PJK kepada PPATK tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hingga akhir tahun 2005, PPATK hanya menerima sebanyak LTKM atau rata-rata per bulan adalah 171 LTKM, yang disampaikan oleh 133 PJK. Sedangkan hingga akhir Desember 2009, jumlah LTKM yang diterima PPATK mencapai LTKM atau rata-rata per bulan adalah LTKM. Sedangkan jumlah pelapor yang menyampaikan LTKM kepada PPATK mencapai lebih dari 2 (dua) kali lipat, yaitu sebanyak 304 PJK. Grafik Perkembangan Jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Periode Grafik Perkem bangan Jum lah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Periode ,000 23,520 20,000 15,000 10,000 5,000-10,432 5,831 3,482 2,055 JUM LAH LTKM Hal yang sama juga terjadi pada Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT). Jumlah kumulatif LTKT yang disampaikan PJK kepada PPATK hingga akhir tahun 2008 mencapai sebanyak LTKT. Sedangkan hingga akhir Desember 2009, jumlah kumulatif LTKT yang diterima PPATK meningkat menjadi LTKT, atau mengalami kenaikan sebanyak LTKT dalam kurun waktu hanya 1 (satu) tahun. Sedangkan Laporan Pembawaan Uang Tunai (LPUT) keluar atau masuk wilayah pabean Indonesia di atas Rp100 juta atau ekuivalen dalam valuta asing yang telah disampaikan oleh Ditjen Bea dan Cukai kepada PPATK hingga akhir tahun 2008 mencapai LPUT, dan meningkat menjadi LPUT hingga akhir Desember

16 5. Tujuan dan Dasar Hukum Penyusunan Renstra Tugas dan wewenang PPATK diatur dalam pasal 26 dan pasal 27 UU TPPU, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden dan peraturan lainnya. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, PPATK berkewajiban menyusun rencana pembangunan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, berupa Renstra PPATK yang merupakan rencana pembangunan jangka menengah (5 tahun). Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006, Renstra PPATK harus disusun pada tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang sedang berjalan sesuai dengan sektor yang menjadi tugas dan kewenangannya. Oleh karena itu, sehubungan dengan akan berakhirnya RPJMN Tahun , maka perlu disusun Renstra PPATK Tahun , sebagai dokumen perencanaan PPATK untuk periode 5 (lima) tahun, yang merupakan penjabaran dari RPJMN Tahun Tujuan utama penyusunan Renstra PPATK Tahun adalah untuk : a. Menjadi dasar acuan penyusunan kebijakan PPATK; b. Menjadi pedoman penyusunan Rencana Kerja (Renja) PPATK; c. Menjadi pedoman bagi seluruh direktorat dalam pelaksanaan kegiatan tahunan untuk mencapai visi, misi dan tujuan PPATK; d. Menjadi pedoman dan alat pengendalian kinerja dalam pelaksanaan program dan kegiatan PPATK tahun Adapun dasar hukum penyusunan Renstra PPATK antara lain adalah : a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengatur bahwa setiap Kementerian/Lembaga (KL) wajib menyusun rencana pembangunan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, berupa Rencana Strategis (Renstra-KL) yang merupakan rencana pembangunan jangka menengah (5 tahun). b. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional mengatur bahwa Pimpinan KL wajib melaksanakan penyiapan Rancangan Renstra-KL periode berikutnya untuk sektor yang menjadi tugas dan kewenangannya pada tahun terakhir pelaksanaan RPJMN yang sedang berjalan. 6. Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia PPATK a. Kelembagaan PPATK Kelembagaan PPATK yang telah diatur dalam UU TPPU, Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan Keputusan Kepala PPATK Nomor: 3/3/KEP.PPATK/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan merupakan faktor penting dalam mendukung arah kebijakan dan strategi PPATK Tahun RENCANA STRATEGIS

17 1) Kedudukan PPATK a) PPATK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. b) PPATK dipimpin oleh seorang Kepala dan bertanggung jawab kepada Presiden. 2) Fungsi, Tugas dan Wewenang PPATK a) Fungsi PPATK Fungsi PPATK adalah vocal point dalam melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU). b) Tugas PPATK Dalam melaksanakan fungsinya, PPATK mempunyai tugas sebagai berikut : (1) mengumpulkan, menyimpan, meng-analisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh PPATK sesuai dengan UU TPPU; (2) memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh PJK; (3) membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan; (4) memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh PPATK sesuai dengan UU TPPU; (5) mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada PJK tentang kewajibannya yang ditentukan dalam UU TPPU atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan; (6) memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU; (7) melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi TPPU kepada Kepolisian dan Kejaksaan; (8) membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, DPR, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap PJK; (9) memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan sepanjang pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan UU TPPU. c) Wewenang PPATK Dalam melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai wewenang sebagai berikut : (1) meminta dan menerima laporan dari PJK; 8

18 (2) meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap TPPU yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum; (3) melakukan audit terhadap PJK mengenai kepatuhan kewajiban sesuai ketentuan UU TPPU dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan; (4) memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sesuai ketentuan UU TPPU. 3) Struktur Organisasi PPATK Berdasarkan Keputusan Kepala PPATK Nomor: 3/3/KEP. PPATK/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, susunan organisasi PPATK terdiri dari : a) Kepala; b) Wakil Kepala Bidang Riset, Analisis dan Kerjasama Antar Lembaga; c) Wakil Kepala Bidang Hukum dan Kepatuhan; d) Wakil Kepala Bidang Teknologi Informasi; e) Wakil Kepala Bidang Administrasi; Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, di lingkungan PPATK dapat dibentuk Kelompok Auditor Internal dan Kelompok Tenaga Ahli. Secara rinci susunan organisasi PPATK dapat disajikan dalam struktur organisasi sebagai berikut : Kepala PPATK Auditor Internal Tenaga Ahli Wakil Kepala Bidang Riset, Analisis, dan Kerja Sama Lemabaga Wakil Kepala Bidang Hukum dan Kepatuhan Wakil Kepala Bidang Teknologi Informasi Wakil Kepala Bidang Administrasi Direktorat Riset dan Analisis Direktorat Kerja Sama Lembaga Direktorat Hukum dan Regulasi Direktorat Pengawasan Kepatuhan Direktorat Operasi Sistem Direktorat Pengembangan Aplikasi Sistem Direktorat Sumber Daya Manusia Direktorat Keuangan Direktorat Umum Kelompok Riset Kelompok Analis Kelompok Kerjasama Dalam Negeri Kelompok Kerjasama Luar Negeri Kelompok Hukum Kelompok Regulasi Kelompok Pengawas Kepatuhan Kelompok Pengembang Apalikasi Sistem Kelompok Pengelolaan SDM Kelompok Pengelolaan Keuangan Kelompok Operasi dan Infrastruktur Kelompok System Expert Kelompok Perencanaan Strategis Kelompok Administrasi Umum Kelompok Pemeliharaan Kualitas Kelompok Hubungan Masyarakat RENCANA STRATEGIS

19 4) Nilai-nilai Organisasi PPATK Nilai-nilai organisasi PPATK tercermin dalam rumusan sebagai berikut : a) Integritas Integritas merupakan nilai yang menggambarkan kejujuran terhadap segala aspek dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya serta konsisten dengan etika dan nilai-nilai dasar organisasi, dapat dipercaya dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka melaksanakan fungsi dan tugas PPATK, dan meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan terhadap PPATK, tidak melakukan tindakan yang melawan hukum dan tercela, serta memberikan respek dan kontribusi terhadap tujuan yang telah ditetapkan sesuai etika dan perundang-undangan yang berlaku. b) Tanggung jawab Tanggung jawab terkait erat dengan amanah dan merupakan nilai yang menggambarkan pelaksanaan kewajibannya sesuai dengan kewenangan, peran, fungsi dan tugas sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan. Kepatuhan dan konsistensi pelaksanaan kegiatan sesuai dengan peraturan perundangundangan akan mendorong kesinambungan kegiatan, meningkatkan pengakuan dan kepercayaan pemangku kepentingan serta menghindarkan adanya penyalahgunaan wewenang. c) Profesionalisme Profesionalisme merupakan nilai yang mengutamakan kecakapan terhadap kompetensi baik di bidang pengetahuan, ketrampilan, pengalaman serta peningkatan diri yang berkelanjutan, memiliki dan melaksanakan komitmen, serta melaksanakan etika organisasi dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Profesionalisme menggambarkan kecakapan kompetensi pelaksanaan wewenang, tugas dan tanggung jawab serta secara berkesinambungan melakukan upaya peningkatan kemampuan diri maupun organisasi. Selain itu, profesionalisme juga mengutamakan kelayakan dan kepatutan seseorang dalam mengemban dan melaksanakan fungsi dan tugasnya. Kelayakan terkait erat dengan kematangan pribadi baik secara rasional maupun mental, kesesuaian kemahiran dan kompetensi yang dimiliki seseorang dengan fungsi, tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan serta reputasi. Sedangkan kepatutan terkait dengan moral dan etika. d) Kerahasiaan Kerahasiaan merupakan nilai yang mengutamakan kehati-hatian dan perlindungan terhadap informasi dan atau asset yang diperoleh dan/atau digunakan oleh Pimpinan dan pegawai PPATK dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugas intelijen keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap Pimpinan dan pegawai PPATK dilarang membocorkan informasi untuk digunakan dalam rangka memperoleh manfaat pribadi dan/atau untuk kepentingan pribadi dan atau pihak lain. 10

20 e) Kemandirian Kemandirian merupakan sikap dan tindakan yang menggambarkan independensi dan tidak memihak dalam menjalankan fungsi dan tugas PPATK serta penegakan hukum. Setiap Pimpinan dan pegawai PPATK dilarang berpartisipasi pada setiap kegiatan yang mempengaruhi kemandirian dan atau diasumsikan oleh pihak lain dapat mempengaruhi kemandirian. Setiap Pimpinan dan pegawai PPATK dilarang menerima dalam bentuk apapun yang mempengaruhi dan atau diasumsikan oleh pihak lain dapat mempengaruhi kemandirian. Setiap Pimpinan dan pegawai PPATK harus mengungkapkan fakta yang material terhadap pemangku kepentingan, dengan mengutamakan kerahasiaan, dan jika tidak diungkapkan akan mempengaruhi kemandirian PPATK. Setiap pihak tidak boleh melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK. Kepala dan Wakil Kepala PPATK wajib menolak setiap campur tangan dari pihak manapun dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Setiap pimpinan dan pegawai PPATK dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya harus bebas dari pengaruh kepentingan pribadi dan/atau pihak lain. b. Sumber Daya Manusia PPATK Kondisi Sumber Daya Manusia memiliki peranan penting dalam pelaksanaan program dan kegiatan PPATK. Sebagaimana rekomendasi nomor 30 dari FATF, bahwa negara-negara anggota FATF harus menyediakan Sumber Daya Manusia, sumber keuangan dan teknis yang memadai kepada FIU dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. 1) Status Kepegawaian PPATK Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 3 tahun 2004 tentang Sistem Kepegawaian PPATK, pegawai PPATK terdiri dari Pegawai Tetap, Pegawai yang Dipekerjakan, dan Pegawai Kontrak. a) Pegawai Tetap Pegawai Tetap PPATK adalah Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 Kepala PPATK telah ditetapkan sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian. Namun pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2009 ini sedang dalam proses sehingga sampai dengan saat ini PPATK belum memiliki Pegawai Tetap. b) Pegawai yang Dipekerjakan Pegawai yang Dipekerjakan pada PPATK adalah Pegawai Negeri dan Pegawai Non Pegawai Negeri atas permintaan Kepala PPATK berdasarkan pertimbangan kebutuhan organisasi PPATK. c) Pegawai Kontrak Pegawai Kontrak pada PPATK adalah Tenaga Ahli dan Tenaga Penunjang. RENCANA STRATEGIS

21 2) Kondisi Pegawai PPATK Jumlah pegawai PPATK sampai dengan tanggal 30 November 2009 adalah 224 orang, dengan rincian sebagaimana tabel berikut : Tabel Jumlah Pegawai PPATK Per 30 November 2009 B. POTENSI DAN PERMASALAHAN Penyusunan rencana strategis perlu memperhatikan kondisi lingkungan yang dimungkinkan akan berpengaruh terhadap pelaksanaan program dan kegiatan yang direncanakan. Oleh karena itu, dalam menyusun Renstra PPATK perlu dilakukan identifikasi terhadap seluruh potensi (kekuatan dan peluang) yang dimiliki PPATK, serta permasalahan (kelemahan dan ancaman) yang dihadapi PPATK, agar perumusan tujuan dan sasaran strategis dapat dilakukan secara lebih terarah. Kondisi internal : 1. Faktor kekuatan Faktor kekuatan yang dimiliki PPATK untuk mendukung pencapaian visi, antara lain : a. Adanya kewenangan Kepala PPATK sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian Pemerintah telah menerbitkan PP Nomor 63 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, yang memberikan kewenangan kepada Kepala PPATK 12

22 sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian. Dengan kewenangan ini, maka dimungkinkan PPATK memiliki Pegawai Tetap sebagaimana direkomendasikan oleh FATF, bahwa sebuah FIU seperti PPATK harus memiliki pegawai tetap. b. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai Saat ini PPATK telah memiliki pegawai yang mampu melaksanakan tugas dan fungsi PPATK secara baik dan profesional. Kualitas dan profesionalitas SDM PPATK telah memenuhi dan mampu menjawab tantangan ke depan serta mampu memenuhi standard best practices bagi pelaksanaan tugas dan kewenangan sebuah lembaga FIU baik dalam tingkat nasional maupun international. c. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai Sebagai salah satu bukti bahwa Pemerintah Indonesia mendukung keberadaan FIU dapat dilihat dari adanya ketersediaan fasilitas/sarana dan prasarana bagi kepentingan PPATK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana diamanatkan oleh UU TPPU. Sarana dan prasarana yang memadai sangat penting bagi PPATK mengingat sifat FIU yang membutuhkan pengamanan bagi keberadaan sarana dan prasarana yang dimilikinya secara independen, serta jaminan atas lancarnya pelaksanaan tugas dan kewenangannya. d. Adanya kewenangan yang dimiliki PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU UU TPPU mengamanatkan pembentukan badan yang khusus bertugas di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia yang disebut dengan PPATK. Sebagaimana tertuang dalam pasal 1 angka 10 UU TPPU, definisi PPATK adalah Lembaga Independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU. PPATK merupakan FIU Indonesia, yang tugas dan wewenangnya telah diatur secara jelas dalam UU TPPU dan peraturan terkait lainnya. e. Adanya dukungan kuat dari stakeholders Pencegahan dan pemberantasan TPPU mendapat dukungan kuat dari para stakeholders. Sejalan dengan semangat penanganan anti pencucian uang yang telah dilakukan secara terkoordinasi di antara instansi terkait, dalam rapat koordinasi Komite TPPU yang dipimpin oleh Menko Polhukam pada tanggal 25 Maret 2009, antara lain telah diputuskan bahwa PPATK selain sebagai focal point penanganan anti pencucian uang yang telah berjalan selama ini, juga ditunjuk sebagai focal point dalam penanganan anti pendanaan terorisme. f. Tersedianya Peraturan Perundang-Undangan yang terkait dengan TPPU Terkait dengan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU, hingga saat ini Indonesia telah memiliki beberapa peraturan perundangundangan yang dapat dikatakan telah sesuai dengan best practice dunia internasional. Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar kriminalisasi TPPU dan terkait dengan pendanaan terorisme, antara lain UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang RENCANA STRATEGIS

23 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 (UU TPPU). Saat ini Pemerintah telah mengajukan RUU TPPU ke DPR RI sebagai penyempurnaan dari UU TPPU yang ada. g. Kerjasama nasional dan internasional yang terus meningkat Kerjasama nasional dan internasional yang dilakukan PPATK terkait dengan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU menunjukkan peningkatan yang signifikan. Peningkatan kerjasama internasional salah satunya ditandai dengan telah ditandatanganinya 33 Memorandum of Understanding (MoU) antara PPATK dengan FIU negara lain. Sedangkan kerjasama dengan instansi di dalam negeri juga terus ditingkatkan, sehingga sampai dengan saat ini PPATK telah melakukan kerjasama dalam bentuk penandatanganan MoU dengan 30 instansi terkait. Pelaksanaan kerjasama baik dengan FIU negara lain maupun dengan instansi di dalam negeri tersebut adalah sesuai dengan amanat pasal 25 ayat (3) UU TPPU. h. Pelaksanaan audit kepatuhan yang efektif Dalam menjalankan salah satu kewenangan yang dimiliki PPATK sesuai dengan pasal 27 UU TPPU adalah melakukan audit kepatuhan terhadap PJK. Selama ini PPATK telah melakukan audit kepatuhan secara efektif, sehingga sampai dengan saat ini telah dilakukan audit kepatuhan terhadap lebih dari 111 PJK, meliputi bank, asuransi, lembaga pembiayaan, sekuritas dan pedagang valuta asing. Peningkatan jumlah PJK yang telah diaudit ini searah dengan meningkatnya data statistik mengenai pelaporan yang diterima PPATK. Kondisi ini dimungkinkan karena audit yang dilakukan PPATK merupakan audit kepatuhan terhadap PJK terkait dengan kewajibannya untuk menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan dalam UU TPPU. 2. Faktor kelemahan Kelemahan-kelemahan (weaknesses) yang dimiliki PPATK dalam upaya mewujudkan visi antara lain adalah : a. Belum terpenuhinya 40+9 Recommendations secara maksimal Penilaian FATF atas Perkembangan Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia dan pemenuhan 40+9 Recommendations menunjukkan indikasi kemajuan yang cukup baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Berdasarkan hasil sidang FATF di Cape Town, Afrika Selatan pada bulan Februari 2006, Indonesia telah dianggap memenuhi seluruh persyaratan yang tertuang dalam 6 (enam) rekomendasi FATF yang dikeluarkan pada Februari Hal ini dapat meningkatkan nama baik Pemerintah Indonesia, baik secara ekonomi maupun politik. Namun demikian, terhadap beberapa rekomendasi FATF yang dinilai belum dapat dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia perlu mendapat perhatian dari semua pihak terkait, karena hal ini dapat berakibat buruk terhadap citra Pemerintah Indonesia di forum internasional. 14

24 Pada bulan November 2007, tim dari Asia Pacific Group on Money Laundering (APG) telah melakukan evaluasi terhadap perkembangan rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di Indonesia sebagaimana terukur dalam tingkat kepatuhan dalam pemenuhan 40+9 Recommendation. Hasil evaluasi tersebut tertuang dalam MER yang diterbitkan pada bulan Juli 2008, yang menunjukkan bahwa walaupun Indonesia dinilai telah melakukan beberapa kemajuan dalam rezim anti pencucian uang, namun dalam hal tingkat kepatuhan relatif masih banyak hal yang harus diperbaiki dan dipenuhi terutama dalam area pencegahan pendanaan terorisme. Hasil yang tergambar dalam MER atas pemenuhan 40+9 Recommendation tersebut adalah sebagai berikut : Untuk Anti Money Laundering (AML) 40 Recommendation : 1) C ( Compliant) : 4 2) LC ( Largely Compliant) : 6 3) PC ( Partially Compliant) : 16 4) NC ( Not Compliant) : 13 5) NA( Not Available) : 1 Untuk Counter Financing Terorism (CFT) 9 Recommendation: 1) PC ( Partially Compliant) : 1 2) NC ( Not Compliant) : 8 b. Penggunaan Analytical Tools belum optimal Dalam pelaksanaan analisis transaksi keuangan, PPATK telah memiliki beberapa analytical tools yang menggunakan system TI yang berbasis pengolahan data. Namun saat ini belum semua tools yang dimiliki PPATK dapat dioptimalkan penggunaannya karena adanya beberapa kendala seperti kondisi struktur data, dan keterbatasan infrastruktur yang mampu mendukung pengoperasiannya. Untuk itu, perlu dibentuk tim khusus yang merupakan sinergi dari beberapa direktorat terkait, yang bertugas melakukan identifikasi terhadap semua masalah yang terkait dengan penggunaan analytical tools dan mencari solusi yang terbaik. c. Laporan analisis strategis yang masih bersifat terbatas Hasil analisis strategis pada dasarnya ditujukan bagi kepentingan penentuan arah kebijakan kelembagaan baik PPATK maupun stake holder lainnya dalam upaya pencegahan dan pembarantasan TPPU di Indonesia. Selama ini telah dilakukan dan dihasilkan laporan Analisis Strategis yang telah disampaikan kepada pihak terkait dan telah ditindaklanjuti dengan beberapa perubahan kebijakan yang diperlukan. Namun demikian, laporan analisis strategis tersebut masih bersifat terbatas karena keterbatasan jumlah sumber daya manusia dan dukungan teknologi. Untuk itu, telah dibentuk satu unit khusus yang akan menangani Analisis Strategis ini dengan didukung adanya pedoman riset yang telah disusun dengan harapan kualitas maupun kuantitas laporan analisis strategis akan semakin meningkat. RENCANA STRATEGIS

25 d. Riset terhadap tipologi TPPU yang belum komprehensif Selama ini secara periodik PPATK telah menghasilkan laporan tipologi TPPU semesteran yang informasinya berupa kasus-kasus yang telah disanitasi ( sanitized-case) yang diharapkan dapat berguna bagi internal PPATK sendiri maupun bagi PJK dalam meningkatkan kualitas LTKM yang disampaikan. Namun demikian, keterbatasan jumlah sumber daya manusia dan sumber data menjadikan proses riset terhadap tipologi TPPU menjadi belum komprehensif. Sumber data riset belum mencakup informasi mengenai tindak lanjut dari hasil analisis yang disampaikan kepada penegak hukum dan instansi lainnya karena memang belum adanya mekanisme formal permintaan feedback. e. Laporan data statistik yang masih pelu dilengkapi Data statistik merupakan salah satu media yang dapat digunakan sebagai pengukur efektivitas dan efisiensi kinerja selama ini, dan menjadi pedoman dalam menetapkan langkah perbaikan yang diperlukan. Selama ini, secara periodik PPATK telah menghasilkan laporan statistik bulanan yang mencakup perkembangan jumlah PJK yang telah menyampaikan LTKM, jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), Laporan Pembawaan Uang Tunai (LPUT) yang diterima dan Laporan Hasil Analisis (LHA) yang disampaikan ke penegak hukum beserta dugaan tindak pidananya. Namun demikian, masih terdapat informasi yang belum dapat disajikan dalam statistik sehingga dengan demikian masih perlu pengembangan lebih jauh khususnya dalam hal proses pengolahan data statistik agar data yang tersaji memiliki informasi yang komprehensif dan bermanfaat bagi para pengguna dan diharapkan kinerja proses analisis dimasa yang akan datang dapat terukur dengan lebih efisien dan efektif. f. Belum terintegrasinya database sebagai sumber informasi bagi kegiatan analisis Untuk meningkatkan relevansi antara informasi yang diberikan melalui hasil analisis kepada penegak hukum dan instansi lainnya dengan kebutuhan pengguna, seluruh sumber informasi yang memungkinkan untuk dapat diakses dan mendukung proses analisis harus dapat dikelola dengan baik. Keterbatasan database yang dimiliki PPATK saat ini perlu segera dilakukan langkah penyempurnaan agar tidak berdampak terhadap menurunnya kualitas hasil analisis. g. Belum optimalnya akses database kepada regulator atau instansi terkait lainnya Untuk menunjang pelaksanaan tugasnya, pada umumnya setiap instansi di Indonesia telah memiliki database. Selain untuk kepentingan tugas instansi bersangkutan, database suatu instansi dapat berguna pula untuk mendukung kepentingan pelaksanaan tugas instansi terkait lainnya. Demikian pula dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU, database yang dimiliki oleh instansi terkait akan sangat membantu pelaksanaan tugas instansi tertentu, seperti PPATK, Kepolisian RI, Kejaksaan RI, KPK, Departemen Dalam Negeri, 16

26 Departemen Keuangan, Departemen Hukum dan Ham dan instansi terkait lainnya. Oleh karena itu, PPATK dan lembaga-lembaga terkait telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) yang isinya antara lain mengatur perihal tukar menukar informasi, namun hingga saat ini PPATK belum dapat mengakses database yang dimiliki oleh regulator atau instansi terkait lainnya. Hal ini menjadi cerminan pula bahwa Nota Kesepahaman yang telah ditandatangani belum secara optimal dapat diimplementasikan. Kondisi Eksternal : 1. Faktor peluang Peluang-peluang (opportunities) yang tersedia bagi PPATK untuk menunjang upaya mewujudkan visi antara lain adalah : a. Meningkatnya kesadaran pihak pelapor Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa kesadaran pihak pelapor dalam memenuhi kewajibannya untuk menyampaikan laporan ke PPATK menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan kesadaran pihak pelapor tersebut dapat dilihat dari data statistik yang menunjukkan semakin meningkatnya jumlah LTKM dan LTKT yang disampaikan oleh PJK kepada PPATK. Kondisi semacam ini merupakan peluang bagi keberhasilan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia. b. Tersedianya RUU TPPU Dari aspek domestik, pelaksanaan rezim anti pencucian uang saat ini masih menghadapi beberapa permasalahan terkait dengan UU TPPU yang ada, antara lain keterbatasan dalam upaya pendeteksian TPPU, beragamnya penafsiran atas beberapa rumusan norma peraturan perundang-undangan yang dapat menimbulkan celah hukum, terbatasnya instrumen formal untuk melakukan pentrasiran dan penyitaan aset hasil kejahatan, serta terbatasnya kewenangan yang dimiliki oleh beberapa instansi terkait dalam penerapan UU TPPU. Naskah RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU telah disampaikan oleh Presiden ke DPR pada tanggal 10 Oktober c. Tersedianya RUU Perampasan Aset. RUU Perampasan Aset disusun untuk mengisi kekosongan dalam hal belum adanya UU yang mengatur secara komprehensif mengenai keseluruhan pelaksanaan penelusuran, penyitaan, pengembalian dan pengelolaan harta hasil kejahatan yang telah disita. Masalah penyitaan aset telah diatur dalam beberapa UU, seperti KUHAP, UU Korupsi, UU TPPU dan peraturan lainnya, namun hal tersebut masih belum dapat berjalan secara maksimal karena masih adanya benturan ketentuan, dan belum adanya aturan mengenai cara untuk pembuktian terbalik. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu UU beserta peraturan pelaksanaannya yang mengatur secara komprehensif mengenai keseluruhan pelaksanaan penelusuran, penyitaan, pengembalian dan pengelolaan harta hasil kejahatan yang telah disita. Hal ini bertujuan RENCANA STRATEGIS

27 agar harta kekayaan hasil kejahatan yang kembali ke negara dapat lebih maksimal dan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi perekonomian negara. d. Keanggotaan PPATK dalam forum internasional Sebagaimana diatur dalam UU TPPU dan Keppres Nomor 82 Tahun 2003 tentang pelaksanaan kewenangan dalam melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU, PPATK dapat melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait di dalam negeri dan dunia internasional. Kerjasama PPATK dengan instansi terkait di dalam negeri seperti pertukaran informasi, capacity building, dan hal-hal lain sehubungan dengan pelaksanaan rezim anti pencucian uang. APG on Money Laundering sebagai satu gugus kerja di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme di kawasan Asia Pasifik, dimana Indonesia adalah salah satu anggotanya dan Kepala PPATK pernah menjadi co-chair APG periode Sedangkan keanggotaan PPATK dalam Egmont Group pada bulan Juni 2004 diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam upaya peningkatan kerjasama dan intensitas pertukaran informasi antar anggota. e. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap TPPU Pengembangan rezim anti pencucian uang tidak terlepas dari peran serta masyarakat dan seluruh pihak terkait. Masyarakat perlu memahami dengan baik arti pentingnya upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia. Upaya membangun kesadaran seluruh masyarakat hanya dapat ditempuh dengan cara melaksanakan kampanye kepada publik secara terarah dan berkesinambungan. Kampanye publik dapat dilaksanakan antara lain dengan cara: 1) Meningkatkan intensitas sosialisasi; 2) Menjadikan topik TPPU sebagai materi pembelajaran pada pendidikan formal; 3) Melakukan pembelajaran kepada masyarakat lewat media massa. f. Dipergunakannya hasil analisis PPATK dalam rangka penegakan hukum TPPU dan tindak pidana lainnya Sebagaimana diatur dalam pasal 31 UU TPPU, bahwa dalam hal ditemukan adanya petunjuk atas dugaan telah ditemukannya transaksi mencurigakan, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak ditemukannya petunjuk tersebut, PPATK wajib menyerahkan hasil analisis kepada penyidik untuk ditindaklanjuti. Hingga saat ini terdapat sekitar 24 kasus TPPU yang telah diputus di pengadilan. Hal ini akan mengalami peningkatan dimasa-masa yang akan datang seiring dengan dipergunakannya hasil analisis PPATK bagi kepentingan penegakan hukum. g. Meningkatnyadukunganberbagaipihakdaridalamnegerimaupunluarnegeri Hingga saat ini PPATK dalam beberapa hal telah mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, baik dari dalam negeri maupun luar 18

28 negeri, khususnya terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK. Dukungan yang terus meningkat tersebut diharapkan mampu mendorong keberhasilan pencapaian kinerja PPATK, dan begitu juga PPATK diharapkan dapat berperan aktif dalam mendukung dan mendorong instansi lain baik di dalam maupun luar negeri terkait dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU. h. Komitmen Pemerintah dalam upaya pencegahan dan pemberantasantppu Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Pendanaan Terorisme yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Nomor : KEP- 343/MENKO/POLHUKAM/09/2009 merupakan kebijakan nasional yang dirumuskan oleh Pemerintah RI, yang digunakan sebagai arah kebijakan dan kerangka pengembangan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Hal ini menjadi bukti adanya komitmen yang kuat dari Pemerintah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. i. Perkembangan Teknologi Informasi Semakin terintegrasinya sistem keuangan Indonesia dengan sistem keuangan dunia menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang cukup potensial untuk target investasi maupun aliran dana-dana dari berbagai belahan dunia. Hal ini mengakibatkan sistem keuangan Indonesia menjadi sangat rentan terhadap masuknya dana asing ( capital inflow) yang terkait dengan aktivitas ilegal ataupun keluarnya dana-dana dari dalam negeri ( capital outflow) yang diperoleh secara ilegal. Kondisi tersebut perlu diantisipasi (preventive action) dengan pendeteksian secara dini melalui pemanfaatan kecanggihan teknologi informasi, guna mencegah timbulnya dampak buruk terhadap stabilitas sistem keuangan di Indonesia. 2. Faktor tantangan Tantangan atau ancaman ( threats) yang kemungkinan dapat menghambat terwujudnya visi PPATK, adalah : a. Semakin beragamnya tipologi/modus operandi TPPU Semakin terintegrasinya sistem keuangan Indonesia secara langsung berdampak terhadap semakin maraknya modus-modus TPPU. Selain itu, maraknya kejahatan keuangan di Indonesia sebagai akibat penyalahgunaan kewenangan oleh para pemilik dunia usaha maupun pelaku-pelaku ekonomi itu sendiri secara sistematis dan tersembunyi mengakibatkan sulit dideteksinya secara dini dalam rangka melakukan pencegahan segera sehingga dampak yang ditimbulkan dapat menjadi sangat besar dan membahayakan bagi sistem keuangan secara keseluruhan. b. Kecepatan dan kompleksitas transaksi keuangan Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang komunikasi telah menyebabkan terintegrasinya RENCANA STRATEGIS

29 sistem keuangan termasuk sistem perbankan yang menawarkan mekanisme lalu lintas dana antar negara yang dapat dilakukan dengan mudah dan dalam waktu yang sangat singkat. Keadaan ini selain mempunyai dampak positif, juga membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat yaitu dengan semakin meningkatnya tindak pidana yang berskala nasional maupun internasional, dengan memanfaatkan sistem keuangan termasuk sistem perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil tindak pidana ( money laundering). c. Potensi kebocoran kerahasiaan hasil analisis UU TPPU menjamin kerahasiaan penyusunan dan penyampaian LTKM yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik (anti-tipping off). Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku TPPU sehingga mengurangi efektivitas pencegahan dan pemberantasan TPPU. Namun demikian, tetap terbuka peluang adanya penyalahgunaan kewenangan dari pihak-pihak yang melakukan penanganan atas hal-hal yang seharusnya wajib dirahasiakan oleh yang bersangkutan. d. Potensi intervensi politik terhadap tindak lanjut hasil analisis PPATK Mengingat bahwa pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan PPATK dipandang cukup strategis dan dapat melibatkan berbagai pihak terkait, maka terdapat potensi yang besar bahwa pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK akan mendapatkan intervensi dari pihak lain, terutama terhadap tindak lanjut hasil analisis. Intervensi tersebut dapat berupa kebijakan atau tindakan dari pihak manapun yang mengakibatkan berkurangnya kebebasan PPATK untuk dapat melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangannya secara optimal. e. Belum adanya sistem identitas tunggal Hingga saat ini Indonesia belum menerapkan penggunaan suatu sistem identitas tunggal. Hal ini memungkinkan bagi masyarakat untuk mendapatkan kartu identitas penduduk secara mudah, sehingga memungkinkan terjadinya pemalsuan identitas serta penggunaannya bagi kepentingan tindak pidana. Beragamnya penggunaan identitas oleh masyarakat pengguna jasa keuangan dapat menimbulkan tidak adanya kesamaan penerapan PMN oleh masing-masing PJK serta menciptakan kesulitan pengenalan nasabah secara baik dan benar oleh pihak PJK. Kondisi seperti ini mengakibatkan sulitnya pelacakan identitas dan keberadaan pelaku tindak pidana dalam sistem keuangan, antara lain tindak pidana pencucian uang. f. Tingginya angka kriminalitas di Indonesia Tingginya tindak pidana di Indonesia dapat dilihat dari banyaknya jumlah kasus korupsi yang ditangani oleh Polri, yaitu sejak tahun 2002 hingga 2006 tercatat kerugian negara yang ditimbulkan sekitar Rp Transparency International menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup ke-10 dari 113 negara yang disurvei pada tahun 2003, dan 3 (tiga) besar terburuk pada tahun

30 Selain tindak pidana korupsi, tingginya tingkat illegal logging di Indonesia perlu mendapat perhatian serius. Data yang ada menunjukkan bahwa tingkat penebangan hutan di Indonesia adalah lebih dari 1,6 juta hektar per tahun. World Bank memperkirakan kerugian yang ditimbulkan akibat illegal logging mencapai US$10 miliar sampai US$15 miliar per tahun. Kejahatan peredaran gelap narkoba yang sejak lama diyakini memiliki kaitan erat dengan pencucian uang juga menunjukkan tingkat yang sangat tinggi di Indonesia. Badan Narkotika Nasional menyebutkan bahwa perputaran uang yang terdapat pada bisnis narkoba pada tahun 2002 mencapai Rp 300 triliun per tahun. Kondisi seperti ini sangat berpotensi meningkatkan timbulnya TPPU. g. Penegakan hukum yang belum memadai Penegakan hukum atas tindak pidana di Indonesia belum dapat dikatakan telah dilakukan secara maksimal. Masih terdapat banyak kasus pidana yang tidak mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya. Kriminalisasi pelaku tindak pidana pencucian uang belum dilakukan sepenuhnya terhadap pelaku-pelaku tindak pidana. Sehingga masih banyak pelaku tindak pidana yang tidak dijerat dengan UU TPPU oleh aparat penegak hukum. h. Transaksi antar negara dengan tidak mengenal batas wilayah negara Transaksi keuangan antar negara menjadi sesuatu yang bisa dan sangat mudah untuk dilakukan oleh siapapun juga. Transaksi demikian sangat berpotensi terhadap penyalahgunaan dan penyelewengan dimana pelaku kejahatan dapat melakukan transaksi melewati batas wilayah Negara tertentu khususnya Negara yang menganut pengawasan transaksi keuangan yang longgar atau tidak ketat. Kondisi semacam ini merupakan peluang bagi pelaku TPPU. RENCANA STRATEGIS

31 BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN PPATK A. VISI PPATK Berdasarkan kondisi umum, potensi dan permasalahan yang dihadapi sebagaimana dijelaskan dalam Bab I, maka PPATK sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan kewenangannya diharapkan dapat lebih berperan aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme untuk mendukung upaya penciptaan stabilitas sektor keuangan di Indonesia sebagaimana tertuang dalam RPJMN Oleh karena itu, PPATK telah merumuskan suatu visi tahun yang realistis untuk dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki, dengan harapan dapat memberikan tantangan dan motivasi bagi seluruh pegawai PPATK untuk mewujudkannya. Visi PPATK tahun adalah : Menjadi lembaga independen di bidang informasi keuangan yang berperan aktif dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme Maksud dari visi tersebut adalah bahwa PPATK diharapkan dapat menjadi lembaga independen sehingga dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya terbebas dari intervensi dan pengaruh dari pihak manapun. Semua pihak tidak boleh melakukan segala bentuk campur tangan yang mengakibatkan berkurangnya independensi PPATK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU dan pendanaan terorisme. Sebagai lembaga independen di bidang informasi keuangan, PPATK akan selalu berupaya untuk dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan informasi di bidang keuangan yang bersifat rahasia terkait dengan dugaan adanya TPPU dan pendanaan terorisme untuk kepentingan penegakan hukum. PPATK merupakan focal point dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia. Oleh karena itu, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangannya, PPATK akan berusaha untuk dapat lebih berperan aktif dalam berbagai kesempatan sehingga semua pihak terkait dapat lebih terdorong untuk memberikan dukungan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. 22

32 B. MISI PPATK Untuk mewujudkan pencapaian visi yang telah ditetapkan, maka PPATK telah merumuskan misi, yang merupakan rumusan upaya-upaya yang akan dilaksanakan selama tahun sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan kewenangannya, serta sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. PPATK memiliki misi yang terbagi dalam 5 (lima) area sebagai berikut : 1. Meningkatkan Kualitas Pengaturan dan Kepatuhan Pihak Pelapor. 2. Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan Informasi dan Kualitas Hasil Analisis yang Berbasis Teknologi Informasi. 3. Meningkatkan Efektivitas Penyampaian dan Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Analisis, Pemberian Nasihat dan Bantuan Hukum, serta Pemberian Rekomendasi kepada Pemerintah. 4. Meningkatkan Kerjasama Dalam dan Luar Negeri di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. 5. Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Internal untuk Mewujudkan Good Governance dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi secara Efektif dan Efisien. Adapun penjelasan setiap misi adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan Kualitas Pengaturan dan Kepatuhan Pihak Pelapor. Peran aktif PPATK dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme dilakukan melalui berbagai upaya sesuai dengan tugas dan kewenanganya, antara lain melalui peningkatkan kualitas pengaturan dan kepatuhan pihak pelapor. Upaya tersebut diwujudkan dalam berbagai kegiatan antara lain penerbitan dan penyempurnaan pedoman pelaporan, serta peningkatan efektivitas audit kepatuhan bagi PJK, dengan tujuan agar terus terjadi peningkatan pemahaman dan kesadaran bagi seluruh pihak pelapor berkenaan dengan kewajibannya untuk menyampaikan laporan ke PPATK. Kondisi seperti ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan bagi PJK terhadap para kriminal yang memanfaatkan sistem keuangan sebagai sarana pencucian uang, serta dapat meningkatkan jumlah dan kualitas laporan yang disampaikan ke PPATK, sehingga upaya pencegahan secara dini dan pemberantasan terhadap kemungkinan terjadinya TPPU dan pendanaan terorisme dalam transaksi keuangan di Indonesia dapat dilaksanakan secara lebih optimal. 2. Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan Informasi dan Kualitas Hasil Analisis yang Berbasis Teknologi Informasi. Keberhasilan peran aktif PPATK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme sangat tergantung pula pada tingkat kualitas Informasi Hasil Analisis (IHA) dan Laporan Hasil Analisis (LHA) yang dihasilkan. Oleh karena itu, PPATK berupaya untuk terus meningkatkan efektivitas pengelolaan informasi antara lain melalui penyempurnaan mekanisme penyampaian laporan ke PPATK, serta pengembangan sistem RENCANA STRATEGIS

33 teknologi informasi dan pengolahan data laporan transaksi keuangan secara lebih efektif dan efisien. Sedangkan upaya untuk meningkatkan kualitas hasil analisis dilakukan melalui berbagai kegiatan, antara lain pelaksanaan riset terhadap tipologi TPPU, peningkatan kemampuan tenaga riset dan analis, dan penyempurnaan pedoman riset dan analisis. Dengan semakin meningkatnya kualitas hasil analisis, diharapkan pihak-pihak yang membutuhkan dapat memanfaatkannya secara lebih optimal dalam kerangka pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. 3. Meningkatkan Efektivitas Penyampaian dan Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Analisis, Pemberian Nasihat dan Bantuan Hukum, serta Pemberian Rekomendasi kepada Pemerintah PPATK memiliki peranan yang sangat strategis dalam proses penegakan hukum di bidang TPPU dan pendanaan terorisme. Berdasarkan ketentuan UU TPPU, Keppres Nomor 82 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan Keputusan Kepala PPATK Nomor 3/3/KEP.PPATK/ 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, PPATK antara lain mempunyai tugas dan wewenang untuk menyampaikan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi TPPU kepada aparat penegak hukum, memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upayaupaya pencegahan dan pemberantasan TPPU, serta menyampaikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, DPR, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan kepada PJK. Efektivitas penyampaian dan pemantauan tindak lanjut laporan hasil analisis kepada aparat penegak hukum sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penyelesaian masalah TPPU dan pendanaan terorisme. Nasihat dan bantuan hukum dari PPATK masih diperlukan oleh aparat penegak hukum dalam penanganan TPPU. Oleh karena itu, PPATK akan terus berupaya untuk dapat meningkatkan efektivitas penyampaian laporan hasil analisis kepada aparat penegak hukum dan pemantauan atas tindaklanjutnya, meningkatkan kualitas dan efektivitas pemberian nasihat dan bantuan hukum, serta meningkatkan kualitas rekomendasi yang dapat diberikan kepada Pemerintah, sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme dapat berhasil dengan baik. 4. Meningkatkan Kerjasama Dalam dan Luar Negeri di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme diperlukan dukungan dan kerjasama semua pihak yang terkait. Dalam misi ini PPATK berharap dapat menjalin kerjasama yang lebih baik dengan instansi dalam negeri, dan memperkuat kerjasama internasional. Agar kerjasama dan koordinasi lintas sektoral dapat terwujud secara efektif dan efisien diperlukan suatu kerangka berpikir, orientasi dan pemahaman yang sama dalam penanganan TPPU. Sedangkan untuk meningkatkan kerjasama internasional, PPATK perlu menggalang dan memperkuat kerjasama dengan FIU negara-negara lain sehingga proses pertukaran informasi intelijen di bidang keuangan menjadi semakin mudah dan cepat, tanpa perlu mengorbankan aspek kerahasiaan dan kedaulatan negara. 24

34 5. Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Internal untuk Mewujudkan Good Governance dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi secara Efektif dan Efisien. Efektivitas pelaksanaan manajemen internal PPATK merupakan salah satu faktor penting keberhasilan pencapaian visi PPATK. Dengan ditetapkannya misi PPATK terkait dengan upaya untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan manajemen internal dengan memanfaatkan teknologi informasi secara efektif dan efisien, diharapkan dapat mewujudkan good governance dan clean government di lingkungan PPATK. Misi ini dilaksanakan melalui peningkatan kinerja pelayanan umum (internal dan eksternal), pengembangan sistem manajemen sumber daya manusia, pengembangan sistem manajemen keuangan, dan optimalisasi pelaksanaan pengawasan internal. Dengan demikian, maka tugas dan fungsi pelayanan dan pengelolaan sumber daya serta pengawasan terhadap pelaksanaannya dapat dilakukan secara lebih baik, yang pada akhirnya dapat mendukung keberhasilan pencapaian seluruh misi PPATK. C. TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS PPATK Sejalan dengan visi dan misi yang telah ditetapkan, maka PPATK telah menetapkan tujuan yang akan dicapai untuk tahun Tujuan-tujuan tersebut merupakan penjabaran dari visi dan misi, dan merupakan suatu kondisi yang ingin dicapai dengan kemampuan yang dimiliki PPATK. Agar lebih terarah, maka rumusan setiap tujuan disusun dengan memperhatikan kondisi umum, serta potensi dan permasalahan yang dihadapi PPATK saat ini. Dengan memperhatikan Faktor Kunci Keberhasilan (FKK) hasil analisis SWOT, maka terhadap visi dan misi PPATK yang telah ditetapkan, kemudian dirumuskan ke dalam bentuk yang lebih terarah dan operasional, yaitu tujuan dan sasaran strategis PPATK tahun , serta target kinerja sebagai ukuran pencapaian dari setiap tujuan dan sasaran strategis yang telah ditetapkan. Tujuan yang akan dicapai PPATK tahun adalah : 1. Mewujudkan peraturan yang berkualitas mengenai mekanisme pelaporan yang efektif dan efisien serta peningkatan kepatuhan dan kemampuan PJK dan Pihak Pelapor Lainnya dalam memenuhi kewajiban pelaporan ke PPATK. 2. Mewujudkan pengelolaan informasi yang efektif dan efisien dalam rangka menghasilkan analisis yang berkualitas. 3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas kerjasama antara PPATK dengan Aparat Penegak Hukum dan lembaga terkait lainnya baik dalam maupun luar negeri dalam rangka penguatan Rezim Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Indonesia. 4. Mewujudkan efektivitas penyampaian dan pemantauan tindak lanjut laporan hasil analisis kepada aparat penegak hukum, pemberian nasihat dan bantuan hukum, serta rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. 5. Mewujudkan good governance dalam pengelolaan sistem manajemen internal guna mendukung pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi PPATK. RENCANA STRATEGIS

35 Sasaran strategis dan target kinerja dari setiap tujuan adalah sebagai berikut 1. Sasaran strategis tujuan pertama : a. Tersedianya peraturan dan pedoman tentang kewajiban pelaporan bagi Penyedia Jasa Keuangan dan Pihak Pelapor Lainnya. Target kinerja : 1) Tersedianya peraturan/pedoman pelaporan bagi Penyedia Jasa Keuangan dan Pihak Pelapor Lainnya. 2) Disempurnakannya seluruh peraturan/ pedoman pelaporan yang telah ditetapkan. b. Meningkatnya jumlah pelaporan dari Penyedia Jasa Keuangan dan Pihak Pelapor Lainnya. Target kinerja : Peningkatan pihak pelapor yang mengirimkan LTKM, LTKT, dan LPUTLB. c. Meningkatnya kualitas pelaporan dari Penyedia Jasa Keuangan dan Pihak Pelapor Lainnya. Target kinerja : 1) Peningkatan kualitas LTKM, LTKT, dan LPUTLB sesuai pedoman yang diterbitkan oleh PPATK. 2) Menurunnya jumlah PJK dan Pihak Pelapor Lainnya yang melakukan kesalahan dalam pengisian laporan. 3) Terwujudnya sistem monitoring collection data yang berkualitas, akurat, dan sesuai dengan bussines process. d. Terciptanya sistem pengawasan aktif dan pasif terhadap pelaksanaan kewajiban pelaporan. Target kinerja : 1) Terlaksananya audit kepatuhan sesuai dengan jumlah yang direncanakan. 2) Terlaksananya audit kepatuhan berbasis risiko. 3) Terlaksananya tindaklanjut yang diberikan kepada Pihak Pelapor sesuai dengan jumlah yang direncanakan. 2. Sasaran strategis tujuan kedua : a. Terwujudnya sistem pengelolaan data yang baik dan aman sesuai dengan bussines process. Target kinerja : 1) Tersedianya sistem dan beroperasi secara aman, lancar untuk sistem aplikasi collection data yang memadai untuk semua jenis laporan. 2) Tersedianya sistem dan beroperasi secara aman, lancar untuk sistem data warehouse dan aplikasi data mining yang memadai. 26

36 3) Tersedianya sistem dan beroperasi secara aman, lancar untuk sistem aplikasi analytical tools untuk menghasilkan analisis yang berkualitas. 4) Tersedianya sistem dan beroperasi secara aman, lancar untuk sistem diseminasi data yang memadai. b. Terwujudnya hasil analisis yang berkualitas dan bermanfaat bagi penyidik dan instansi pengguna lainnya. Target kinerja : 1) Tersedianya pedoman analisis yang disempurnakan sesuai dengan best practice. 2) Tersedianya dukungan informasi dari berbagai sumber yang dimungkinkan untuk diakses dalam melakukan proses analisis. 3) Meningkatnya kuantitas dan kualitas analisis yang dihasilkan. 4) Meningkatnya relevansi antara informasi yang diberikan melalui hasil analisis dengan kebutuhan penegak hukum dan instansi lainnya. 5) Meningkatnya optimalisasi penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, ketepatan waktu dan kualitas hasil analisis. 6) Meningkatnya efektivitas atau sinergi antara proses/fungsi analisis dengan proses/fungsi supervisi. c. Terciptanya laporan analisis strategis, tipologi, dan statistik yang berkualitas. Target kinerja : 1) Tersedianya pedoman riset yang disempurnakan sesuai dengan best practice. 2) Tersedianya laporan analisis strategis dan tipologi yang berkualitas dan dapat mendukung proses analisis. 3) Meningkatnya kualitas statistik sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan. d. Terlaksananya fungsi penyelidikan TPPU. Target kinerja : 1) Tersusunnya pedoman penyelidikan TPPU. 2) Terlaksananya kegiatan audit investigatif untuk mendukung hasil analisis. 3. Sasaran strategis tujuan ketiga : a. Meningkatnya koordinasi dengan aparat penegak hukum dalam melakukan penanganan TPPU dan pendanaan terorisme. Target kinerja : 1) Peningkatan kuantitas dan kualitas hasil analisis yang disampaikan ke penyidik/penegak hukum. RENCANA STRATEGIS

37 2) Peningkatan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan aparat penegak hukum melalui pemberian nasihat dan bantuan hukum terkait TPPU dan pendanaan terorisme. 3) Peningkatan pemahaman aparat penegak hukum dalam menangani kasus TPPU dan pendanaan terorisme. 4) Peningkatan pemantauan tindak lanjut laporan hasil analisis dalam proses hukum. b. Meningkatnya efektivitas rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Target kinerja : 1) Dapat diaksesnya data dan informasi yang dikelola oleh lembaga terkait dalam rangka pemberian rekomendasi. 2) Peningkatan kualitas rekomendasi kepada pemerintah yang didasarkan atas hasil riset. 4. Sasaran strategis tujuan keempat : a. Peningkatan dan perluasan kerjasama antara PPATK dengan lembaga terkait dan organisasi relevan lainnya di dalam negeri. Target kinerja: 1) Optimalisasi peranan Komite TPPU, Tim Kerja Komite TPPU dan Tim Teknis Komite TPPU. 2) Meningkatnya kesepakatan kerjasama melalui penandatanganan nota kesepahaman antara PPATK dengan lembaga/organisasi terkait. 3) Terimplementasikannya kesepakatan yang diatur dalam nota kesepahaman antara PPATK dengan lembaga/ organisasi terkait. b. Peningkatan dan perluasan kerjasama antara PPATK dengan Financial Intelligence Unit (FIU) negara lain dan lembaga internasional terkait lainnya. Target kinerja : 1) Meningkatnya peran aktif PPATK di berbagai forum internasional dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. 2) Meningkatnya kesepakatan kerjasama dengan FIU negara lain melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU). c. Peningkatan pemanfaatan jejaring informasi PPATK oleh aparat penegak hukum dan instansi terkait lainnya baik dalam maupun luar negeri dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Target Kinerja: 1) Meningkatnya jumlah permintaan informasi dari lembaga terkait baik dalam maupun luar negeri yang dapat dipenuhi oleh PPATK. 28

38 2) Meningkatnya jumlah informasi dari lembaga terkait baik dalam maupun luar negeri yang dapat mendukung hasil analisis PPATK. 3) Meningkatnya dukungan PPATK melalui penyediaan informasi kepada aparat penegak hukum dalam penyelesaian kasus-kasus pencucian uang dan pendanaan terorisme dan yang menjadi perhatian masyarakat. 4) Terwujudnya efektivitas pemantauan tindak lanjut hasil analisis yang disampaikan PPATK kepada lembaga terkait di dalam dan luar negeri. 5) Tersedianya sistem penyampaian LHA ke penyidik secara elektronis dan aman. 5. Sasaran strategis tujuan kelima : a. Terwujudnya sistem perencanaan dan penganggaran, serta pelaksanaan perbendaharaan dan administrasi keuangan PPATK sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Target kinerja : 1) Terciptanya anggaran berbasis kinerja sesuai kebutuhan. 2) Tersusunnya dokumen perencanaan dan penganggaran sesuai ketentuan yang berlaku. 3) Terwujudnya pelaksanaan anggaran yang efektif, efisien, dan akuntabel. 4) Tersusunnya Laporan Keuangan PPATK sesuai ketentuan yang berlaku dan Standar Akuntansi Pemerintah. b. Terwujudnya sistem pengelolaan sarana dan prasarana kantor serta administrasi perkantoran yang efektif dan efisien guna menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi PPATK. Target kinerja : 1) Terselenggaranya pengelolaan administrasi perkantoran yang efektif dan efisien. 2) Terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana seluruh unit kerja secara tepat guna dan tepat waktu. 3) Terselenggaranya pemeliharaan sarana dan prasarana perkantoran. 4) Terselenggaranya dukungan layanan operasional perkantoran. c. Terwujudnya sistem pengelolaan sumber daya manusia PPATK yang berbasis meritokrasi sesuai ketentuan yang berlaku. Target kinerja : 1) Tersedianya aturan pengelolaan sumber daya manusia yang berbasis meritokrasi mencakup perencanaan, pengadaan, pembinaan, pengembangan, kesejahteraan, dan pemberhentian pegawai. RENCANA STRATEGIS

39 2) Terwujudnya pengelolaan sumber daya manusia yang berbasis meritokrasi mencakup perencanaan, pengadaan, pembinaan, pengembangan, kesejahteraan, dan pemberhentian pegawai. 3) Terwujudnya Sistem Informasi Sumber Daya Manusia yang lengkap dan akurat. d. Terwujudnya organisasi dan ketatalaksanaan PPATK yang efektif dan efisien. Target kinerja : 1) Tersusunnya Informasi Jabatan. 2) Terwujudnya struktur organisasi sesuai kebutuhan. 3) Terlaksananya penyempurnaan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang sesuai kebutuhan. 4) Tercapainya penerapan SPO secara konsisten. 5) Tersusunnya pedoman manajemen risiko dan kelangsungan organisasi PPATK. e. Terlaksananya pengawasan intern atas penyelenggaraan Tugas Pokok dan Fungsi PPATK. Target kinerja : 1) Tercapainya peningkatan efektivitas pengendalian pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi PPATK. 2) Tercapainya peningkatan efektivitas assurance manajemen risiko. 3) Tercapainya peningkatan efektivitas assurance penerapan governance. good 30

40 BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL Renstra PPATK tahun disusun sejalan dengan arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional bidang ekonomi, khususnya sektor keuangan, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Dalam RPJMN tahun ditetapkan bahwa salah satu prioritas dalam pembangunan bidang ekonomi adalah penciptaan stabilitas ekonomi yang kokoh. Penciptaan stabilitas ekonomi sangat bergantung pada beberapa faktor, antara lain kebijakan di sektor keuangan. Krisis ekonomi Indonesia tahun 1998 berawal dari krisis di sektor keuangan yang selanjutnya berdampak buruk pada seluruh bidang pembangunan. Krisis ekonomi dunia yang baru saja terjadi juga dipicu oleh krisis di sektor keuangan. Oleh karenanya, dalam RPJMN tahun , stabilitas sektor keuangan menjadi salah satu fokus utama dalam mendukung stabilitas ekonomi yang kokoh. Berdasarkan perkembangan terkini dan permasalahan yang dihadapi oleh sektor keuangan saat ini, maka arah pengembangan sektor keuangan dalam periode adalah peningkatan daya saing dan ketahanan sektor keuangan bagi pembiayaan pembangunan nasional. Oleh karena itu, strategi yang ditempuh untuk mencapai arah pembangunan tersebut di atas, antara lain adalah peningkatan ketahanan sektor keuangan melalui sistem keuangan yang sehat, mantap dan efisien, yang difokuskan pada : 1. Menjaga stabilitas ekonomi melalui pencegahan risiko sistemik pada sektor keuangan melalui: a. Memantapkan koordinasi kebijakan fiskal dan moneter; b. Mengimplementasikan Konsep Jaring Pengaman Sistem Keuangan; c. Meningkatkan koordinasi nasional dan kerjasama internasional dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan teroris melalui industri keuangan. 2. Memantapkan kinerja dan stabilitas industri jasa keuangan melalui: a. Menerapkan pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kredibiltas otoritas regulasi dan pengawasan jasa keuangan; RENCANA STRATEGIS

41 b. Melakukan perkuatan kualitas manajemen dan operasional lembaga jasa keuangan; c. Meningkatkan upaya-upaya perlindungan bagi konsumen lembaga jasa keuangan. B. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PPATK 1. Arah Kebijakan dan Strategi PPATK Sesuai dengan visi, misi, dan tujuan PPATK, bahwa dalam rangka mendukung upaya penciptaan stabilitas sektor keuangan di Indonesia diperlukan peningkatan peran aktif PPATK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme, maka arah kebijakan dan strategi yang akan dilakukan PPATK dalam periode adalah sebagai berikut : a. Arah kebijakan PPATK tahun : 1) Peningkatan kerjasama nasional dan internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. 2) Peningkatan pengawasan kepatuhan pihak pelapor. 3) Peningkatan peran serta pihak terkait dan masyarakat umum untuk mendukung pelaksanaan rezim anti pencucian uang. 4) Peningkatkan pemantauan tindaklanjut hasil analisis transaksi keuangan kepada pihak yang berwenang. 5) Penguatan kelembagaan melalui penataan organisasi, serta pemantapan tugas pokok, fungsi dan kewenangan PPATK. 6) Peningkatan kualitas hasil analisis transaksi keuangan. 7) Pengembangan sistem pengolahan data dan informasi. 8) Penguatan peraturan perundang-undangan terkait upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU. 9) Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi. 10) Peningkatan efektivitas pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. 11) Peningkatan sarana dan prasarana PPATK. 12) Peningkatan efektivitas penerapan good governance dan manajemen risiko. b. Strategi yang akan dilaksanakan : 1) Meningkatkan efektivitas tindak lanjut kerjasama nasional dan internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. 2) Meningkatkan pengaturan dan pengawasan kepatuhan PJK terkait dengan pemenuhan kewajibannya sebagai pihak pelapor. 32

42 3) Meningkatkan dan menyamakan pemahaman tentang pencucian uang di kalangan aparat penegak hukum, PJK, dan masyarakat umum. 4) Meningkatkan efektivitas penyampaian dan pemantauan terhadap tindaklanjut hasil analisis transaksi keuangan kepada pihak yang berwenang. 5) Mempercepat penyempurnaan organisasi dan ketatalaksanaan PPATK. 6) Mengembangkan riset dan kualitas hasil analisis transaksi keuangan terkait dugaan TPPU. 7) Menyempurnakan sistem pengolahan data dan informasi PPATK berbasis Teknologi Informasi. 8) Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan terkait upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU. 9) Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia PPATK. 10) Mengelola anggaran secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel. 11) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi PPATK. 12) Mengembangkan dan meningkatkan pengawasan penerapan good governance dan manajemen risiko di PPATK. 2. Program dan Kegiatan PPATK Tahun Sehubungan dengan arah kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan untuk tahun , PPATK telah menetapkan program-program yang akan dilaksanakan selama tahun , yaitu program utama (teknis) dan program pendukung (generik) sebagai berikut : a. Program Teknis Program Teknis merupakan program yang melingkupi kegiatan-kegiatan prioritas PPATK, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh direktorat teknis dalam rangka melaksanakan misi PPATK. PPATK hanya melaksanakan 1 (satu) Program Teknis. Nama Program Teknis : Program Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. Tujuan : Meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas pokok, fungsi, dan wewenang PPATK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. RENCANA STRATEGIS

43 Outcome : Meningkatnya partisipasi pihak-pihak terkait dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Program teknis ini akan dilaksanakan melalui 6 (enam) kegiatan yang merupakan kegiatan-kegiatan teknis dan prioritas. Agar program teknis ini dapat berjalan secara efektif dan efisien, maka perlu dilakukan koordinasi yang baik dalam perencanaan dan pelaksanaannya, serta perlu dilakukan evaluasi secara berkala terhadap penerapannya. 1) Kegiatan 1 Pengembangan riset dan analisis dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Riset dan Analis, dengan output yang diharapkan adalah sebagai berikut : a) Hasil riset (analisis strategis, tipologi, dan statistik) yang berkualitas dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. b) Hasil analisis yang berkualitas dan bermanfaat bagi penyidik dan instansi pengguna lainnya terkait pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. 2) Kegiatan 2 Pelaksanaan kerjasama nasional dan internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Kerjasama Antar Lembaga, dengan output yang diharapkan adalah sebagai berikut : a) Kerjasama dengan instansi dalam dan luar negeri sebagai upaya penguatan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. b) Peningkatan pemanfaatan jejaring informasi PPATK guna mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. 3) Kegiatan 3 Penelaahan dan penyusunan peraturan perundang-undangan serta pemberian pendapat dan bantuan hukum terkait TPPU dan pendanaan terorisme. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Hukum dan Regulasi, dengan output yang diharapkan adalah sebagai berikut : a) Pendapat dan bantuan hukum terkait TPPU dan pendanaan terorisme; b) Rancangan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksana terkait TPPU serta rancangan peraturan dan kebijakan internal PPATK; 34

44 c) Pemahaman Pihak Pelapor, Aparat Penegak Hukum, Akademisi, dan Masyarakat Umum terhadap Rezim Anti Pencucian Uang. 4) Kegiatan 4 Pengawasan kepatuhan terhadap pihak pelapor dalam menyampaikan kewajiban pelaporan ke PPATK. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Pengawasan Kepatuhan, dengan output yang diharapkan adalah : Kepatuhan Pihak Pelapor dalam memenuhi kewajiban penyampaian laporan ke PPATK. 5) Kegiatan 5 Pengembangan, pengelolaan dan pengendalian kualitas operasional, infrastruktur, layanan dan keamanan teknologi informasi PPATK. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Operasi Sistem, dengan output yang diharapkan adalah sebagai berikut : a) Rencana Teknologi dan Infrastruktur TI yang sejalan dengan tujuan dan rencana strategis PPATK. b) Operasional dan pelayanan TI PPATK yang handal untuk mendukung business process PPATK. c) Penjaminan Kualitas ( Quality Assurance) TI PPATK. d) Sistem Keamanan TI PPATK. 6) Kegiatan 6 Pengembangan dan pengelolaan sistem aplikasi dan database dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Pengembangan Aplikasi Sistem, dengan output yang diharapkan adalah sebagai berikut : a) Perencanaan aplikasi dan database untuk mendukung kegiatankegiatan unit kerja di PPATK. b) Terlaksananya pengembangan aplikasi sistem informasi yang efektif sesuai kebutuhan PPATK. C) Pemeliharaan aplikasi sistem dan pengelolaan database untuk menjamin kelancaran kegiatan pelaporan dan analisis transaksi keuangan pada unit-unit kerja di PPATK. b. Program Generik Program Generik adalah program pelayanan internal PPATK, yaitu kegiatankegiatan penunjang yang dilaksanakan oleh direktorat di lingkungan Wakil Kepala Bidang Administrasi dan Direktorat Audit Internal, yang bertujuan untuk menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi PPATK. PPATK melaksanakan 2 (dua) Program Generik, yaitu : RENCANA STRATEGIS

45 1) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis PPATK Lainnya. Outcome yang diharapkan dari program ini adalah : Terpenuhinya Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis PPATK yang berkualitas. Program ini akan dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan, yaitu : a) Pengelolaan sumber daya manusia, organisasi, dan ketatalaksanaan PPATK. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Sumber Daya Manusia, dengan output yang diharapkan adalah : Penataan organisasi, ketatalaksanaan, dan pengelolaan sumber daya manusia. b) Pengelolaan perencanaan dan penganggaran, perbendaharaan serta administrasi keuangan PPATK. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Keuangan, dengan output yang diharapkan adalah : Terlaksananya pengelolaan perencanaan dan penganggaran, perbendaharaan, serta sistem akuntansi dan pelaporan keuangan PPATK yang berkualitas dan akuntabel. c) Penyelenggaraan operasional perkantoran PPATK. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Umum, dengan output yang diharapkan adalah: (1) Pelayanan ketatausahaan, perlengkapan, dan kerumahtanggaan PPATK. (2) Kegiatan kehumasan dan dokumentasi PPATK. d) Pengawasan penerapan manajemen risiko, good governance, serta akuntabilitas aparatur dan kinerja PPATK. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Audit Internal, dengan output yang diharapkan adalah : Kegiatan pengawasan terhadap kinerja unit organisasi di lingkungan PPATK. 2) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK. Program ini bertujuan untuk meningkatkan sarana dan prasarana PPATK guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi PPATK. Outcome yang diharapkan dari Program ini adalah : Tersedianya Sarana dan Prasarana untuk mendukung pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi PPATK. 36

46 Program ini dilaksanakan melalui 1 (satu) kegiatan, yaitu : Pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana PPATK. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Umum, dengan output yang diharapkan adalah : Sarana dan Prasarana PPATK. 3. Indikator dan Target Kinerja PPATK Tahun Indikator dan target kinerja untuk setiap kegiatan yang akan dicapai PPATK pada tahun beserta perkiraan pendanaannya telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan II. RENCANA STRATEGIS

47 BAB IV PENUTUP Renstra PPATK Tahun merupakan dokumen perencanaan PPATK untuk periode 5 (lima) tahun, yang disusun selaras dengan RPJMN Tahun , dengan memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal yang terjadi dan diperkirakan akan berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan tugas pokok, fungsi, dan kewenangan PPATK. Dokumen Renstra PPATK tahun telah memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis dan target kinerja yang diharapkan dapat dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun, beserta arah kebijakan dan strategi yang dijabarkan ke dalam program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai rencana yang telah ditetapkan. Rencana program dan kegiatan tahun tersebut disusun dengan memperhatikan kondisi kelembagaan dan sumber daya yang dimiliki setiap unit organisasi di lingkungan PPATK, dengan harapan dapat mendukung secara optimal terhadap upaya pencapaian rencana yang telah ditetapkan. Penyusunan Renstra PPATK Tahun ini dimaksudkan antara lain agar dapat digunakan sebagai : a. dasar acuan penyusunan kebijakan PPATK; b. pedoman penyusunan Rencana Kerja (Renja) tahunan PPATK; c. pedoman bagi seluruh direktorat dalam pelaksanaan kegiatan tahunan untuk mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran strategis PPATK; d. pedoman dan alat pengendalian kinerja dalam pelaksanaan program dan kegiatan PPATK tahun Dengan tersusunnya Renstra PPATK Tahun ini, diharapkan PPATK dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya secara lebih baik dan terarah, sehingga dapat mewujudkan visi yang telah ditetapkan, serta mendorong tercapainya penerapan Good Governance di lingkungan PPATK, yang pada akhirnya dapat memaksimalkan peran PPATK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang pada gilirannya diharapkan dapat menjaga stabilitas sektor keuangan dalam rangka memperkokoh Ketahanan Ekonomi bangsa Indonesia. 38

48 INDEKS A Alternative Remmitance Systems, 1,2 aparat penegak hukum, 21, 27 APG, 15 Audit Internal, 9 audit investigatif, 27 audit kepatuhan, 14, 26 B Bapepam, 4 barang mewah, 2 barang seni, 2 beban pajak, 2 C capacity building, 18 capital inflow, 19 capital outflow, 19 cash smuggling, 1 central agency, 4 collection data, 26 cross-border crime, 5 D dana asing, 3 data mining, 26 data statistik, 16 data warehouse, 26 Depdagri, 16 Depkumham, 17 Depkeu, 17 DPR, 7, 17 drugs trafficking, 1 E Egmont Group, 4 F FATF,4,5,11 FIU, 4, 11, 13, 28 FKK, 25 Forty recommendations FATF, 14, 15 forum internasional. 14 fungsi, tugas dan wewenang PPATK, 8 G good governance, 25, 30, 32, 38 H harta hasil kejahatan, 17 hot money, 2 I IHA, 23 illegal logging, 2 inflasi dan nilai tukar, 2 information channels, 1,2 instrumen moneter, 2 integritas, 10 K kebijakan moneter, 1 kejahatan keuangan, 3 Kejaksaan RI, 16 kemandirian, 11 kepentingan pribadi, 11 Kepolisian RI, 16 kerahasiaan, 10 kerjasama internasional, 24, 31 ketahanan ekonomi, 3, 38 keuangan negara, 2 kondisi eksternal, 17 kondisi internal, 12 korupsi, 2 KPK, 16 kriminalisasi TPPU, 13 KUHAP, 17 L legal framework, 5 lembaga independen, 22 LHA, 23 LPUT, 6, 16, 26 LTKM, 5, 16, 26 LTKT, 6, 16, 26 M manajemen risiko, 32 melawan hukum, 3 Menko Polhukam, 13 RENCANA STRATEGIS

49 MER, 15 modus TPPU, 3 money laundering, 20 MoU, 5, 14 N NCCTs, 5 O otoritas moneter, 2 P PBI, 4 pegawai kontrak, 11 pegawai tetap, 11 pegawai yang dipekerjakan, 11 pelaku pencucian uang, 2 pembayar pajak, 2 pemberian informasi, 8 pembuktian terbalik, 17 pencegahan dan pemberantasan TPPU, 3 pencucian uang, 1 pendanaan terorisme, 1 pendanaan terorisme, 3, 22, 38 penegakan hukum, 2 penerimaan negara, 2 penjualan narkoba, 2 penyidik, 27 peraturan perundang-undangan, 10, 13 perekonomian indonesia, 1 pertumbuhan ekonomi, 2 PJK, 2, 6, 7, 16, 23 PMN, 3, 4, 20 policymakers, 2 PPATK, 4, 5, 7, 8, 9,11, 15, 18, 28, 29, 34, 37, 38 Presiden, 7, 17 program generik, 35 sistem moneter, 1 social cost, 2 SPO, 30 stabilitas sistem keuangan, 1, 3 stakeholders, 13 Standar Akuntansi Pemerintah, 29 sterile investments, 2 struktur organisasi PPATK, 9 suku bunga, 2 SWOT, 25 T tanggungjawab, 10 target konerja, 37 teknologi informasi, 19 tipologi TPPU, 16 TPPU, 1, 2, 13, transaksi keuangan, 1 transaksi perdagangan internasional, 2 Transparency International, 20 transnational crime, 5 U underground banking, 1,2 UU TPPU, 3, 5, 7, 8, 14, 17, 18, 21 V visi, misi dan tujuan PPATK, 7 W wilayah pabean, 6 Q quality assurance, 35 R real estate, 2 Renstra PPATK, 38 Renstra Strategis, 7 rezim anti pencucian uang, 5, 14, 25 RPJMN, 7, 22, 31, 38 RUU TPPU, 14, 17 S sasaran strategis, 38 SDM, 11, 13 sistem keuangan, 1, 19 sistem keuangan dunia, 3 40

50 TARGET PEMBANGUNAN TAHUN TARGET Lampiran 1 UNIT ORGANISASI RENCANA STRATEGIS

51 TARGET UNIT ORGANISASI 42

52 4. 5. TARGET UNIT ORGANISASI RENCANA STRATEGIS

53 6. TARGET UNIT ORGANISASI 44

54 1. TARGET UNIT ORGANISASI RENCANA STRATEGIS

55 2. TARGET UNIT ORGANISASI 46

56 3. 4. TARGET UNIT ORGANISASI RENCANA STRATEGIS

57 1. TARGET UNIT ORGANISASI 48

58 A KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN ALOKASI ANGGARAN Lampiran 2 RENCANA STRATEGIS

59 B. 1. ALOKASI ANGGARAN 50

60 ALOKASI ANGGARAN RENCANA STRATEGIS

61

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 47 RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM Pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia yang

Lebih terperinci

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia Modul E-Learning 1 PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Bagian Keempat. Pengaturan Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia Tujuan Modul bagian keempat yaitu Pengaturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1105, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Good Public Governance. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertukaran. Informasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertukaran. Informasi. No.549, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertukaran. Informasi. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR: PER - 09/1.01/PPATK/11/2009

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK Maupun Hasil 3.8 Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK Maupun

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 3 /PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 2011 INTEGRITAS TANGGUNG JAWAB PROFESIONALISME KERAHASIAAN KEMANDIRIAN LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2011 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan December 2011 PPATK Kata

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 3 /PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK I. UMUM Dengan semakin

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.806, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Informasi. Permintaan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-08/1.02/PPATK/05/2013

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM. Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.817, 2012 PPATK. Organisasi. Tata Kerja. PPATK. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-07/1.01/PPATK/08/12 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2010

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2010 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2010 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 2011 KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Puji dan syukur

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5406 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tindak pidana kejahatan dari hari ke hari semakin beragam. Tindak pidana kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

Lebih terperinci

PT Bank OCBC NISP, Tbk Anti Money Laundering & Counter Financing Terrorism KUTIPAN KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME

PT Bank OCBC NISP, Tbk Anti Money Laundering & Counter Financing Terrorism KUTIPAN KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PT Bank OCBC NISP, Tbk Anti Money Laundering & Counter Financing Terrorism KUTIPAN KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME I. PENGANTAR PT Bank OCBC NISP, Tbk ("Bank") adalah perusahaan

Lebih terperinci

Modul E-Learning 1. Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan:

Modul E-Learning 1. Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan: Modul E-Learning 1 PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Bagian Pertama. Pengenalan Pencucian Uang Tujuan Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan:

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Peranan hasil..., Ni Komang Wiska Ati Sukariyani, FH UI, 2010.

Peranan hasil..., Ni Komang Wiska Ati Sukariyani, FH UI, 2010. BAB IV PERANAN HASIL ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 4.1. Peranan Pusat Pelaporan dan Analisis

Lebih terperinci

V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK)

V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) Lampiran Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: P e d o m a n V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan

Lebih terperinci

REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA PENCUCIAN UANG? PENCUCIAN UANG Upaya untuk menyembunyikan/menyamarkan harta kekayaan dari hasil tindak pidana sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor sebagai Pihak Pelapor; dan 2. menyatakan advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan

2 lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor sebagai Pihak Pelapor; dan 2. menyatakan advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI HUKUM. Pidana. Pencucian Uang. Pihak Pelapor. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 148). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb No.1572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Piagam Pengawasan Intern. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB 7 PENUTUP. Universitas Indonesia 112

BAB 7 PENUTUP. Universitas Indonesia 112 BAB 7 PENUTUP 7.1. Kesimpulan Upaya Indonesia agar tetap berada di luar daftar NCCTs merupakan suatu kajian yang sangat menarik oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti berusaha menganalisa mengenai

Lebih terperinci

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA No.920, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Kenali Pengguna Jasa. Pergadaian. Penerapan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

Universitas Indonesia Peranan pusat..., Utami Triwidayati, FHUI, Mardjono Reksodiputro, Disampaikan pada diskusi penelitian Optimalisasi

Universitas Indonesia Peranan pusat..., Utami Triwidayati, FHUI, Mardjono Reksodiputro, Disampaikan pada diskusi penelitian Optimalisasi 65 BAB 4 PERANAN DAN HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN FUNGSI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 4.1. Peranan Pusat Pelaporan Dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 108, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME I. UMUM Sejalan dengan tujuan nasional Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa penyelenggara

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 20 /PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi yang diikuti dengan Tindak pidana pencucian uang

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi yang diikuti dengan Tindak pidana pencucian uang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi yang diikuti dengan Tindak pidana pencucian uang yang terjadi dewasa ini telah terjadi secara meluas di segala segi kehidupan birokrasi negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN KEPATUHAN DAN PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN KEPATUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya turut memelihara dan mendukung pencapaian stabilisasi nilai rupiah,

Lebih terperinci

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Irtama 2016 1 Irtama 2016 2 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan internal adalah

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. Daerah Pabean Indonesia. Uang Tunai. Instrumen Pembayaran Lain. Pembawaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 366). PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2...

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2... PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11 / 28 /PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM UMUM Dengan semakin maraknya tindak pidana

Lebih terperinci

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim No.1872, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PPATK. Penyedia Jasa Keuangan. Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi. Pencabutan. PERATURAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

Volume 19 Thn II/2011 BULLETIN STATISTIK PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. (Periode Sampai dengan Bulan September 2011)

Volume 19 Thn II/2011 BULLETIN STATISTIK PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. (Periode Sampai dengan Bulan September 2011) Volume 19 Thn II/2011 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN BULLETIN STATISTIK (Periode Sampai dengan Bulan September 2011) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Jakarta, Oktober 2011

Lebih terperinci

NILAI-NILAI DASAR PPATK

NILAI-NILAI DASAR PPATK NILAI-NILAI DASAR PPATK INTEGRITAS KERAHASIAAN TANGGUNG JAWAB KEMANDIRIAN PROFESIONAL KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Laporan Kinerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan

Lebih terperinci

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 2 - PEDOMAN STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T No. 339, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pencucian Uang. Asal Narkotika. Prekursor Narkotika. Penyelidikan. Penyidikan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELIDIKAN

Lebih terperinci

STRATEGI ASSET TRACING

STRATEGI ASSET TRACING STRATEGI ASSET TRACING STRATEGI PELACAKAN ASET 1. Menyusun kerangka kerja dan rencana investigasi 2. Menyusun profile atas terlapor/tersangka pelaku 3. Memperoleh data keuangan dan dokumen lainnya 4. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undang-undang,

Lebih terperinci

I. UMUM. Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi:

I. UMUM. Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi: PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM Perkembangan dan kemajuan ilmu

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Umum... 3 1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan... 3 1.2.1 Visi Fungsi Audit Internal...

Lebih terperinci

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SULAIMAN BAKRI / D ABSTRAK

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SULAIMAN BAKRI / D ABSTRAK PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SULAIMAN BAKRI / D 101 10 261 ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang kewenangan Pusat Pelaporan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-078.01-0/AG/2014 DS 1701-7126-6142-9885 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23

Lebih terperinci

BAGI PIHAK PELAPOR DAN PIHAK LAINNYA. Bagian Kedua, Pengenalan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa

BAGI PIHAK PELAPOR DAN PIHAK LAINNYA. Bagian Kedua, Pengenalan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Modul E-Learning 2 PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA DAN PELAPORAN BAGI PIHAK PELAPOR DAN PIHAK LAINNYA Bagian Kedua, Pengenalan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa 2.2 Pengenalan Prinsip Mengenali Pengguna

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI PENGGUNAAN UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI PENGGUNAAN UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI PENGGUNAAN UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

(Pasal 39 UU No. 8 Tahun 2010)

(Pasal 39 UU No. 8 Tahun 2010) (Pasal 39 UU No. 8 Tahun 2010) (Pasal 40 UU No. 8 Tahun 2010) a. Pencegahan dan pemberantasan TPPU; b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor;

Lebih terperinci

2 dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang Pengenaan Sa

2 dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang Pengenaan Sa BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1821, 2014 PPATK. Sanksi Administratif. Kewajiban Pelaporan. Pelanggaran. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER. 14 /1.02/PPATK/11/14

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN P T Darma Henwa Tbk PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN PT Darma Henwa Tbk DAFTAR ISI Kata Pengantar 3 BAB I PENGANTAR. 4 1. Mengenal Good Corporate Governance (GCG) 4 2.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAWAAN UANG TUNAI DAN/ATAU INSTRUMEN PEMBAYARAN LAIN KE DALAM ATAU KE LUAR DAERAH PABEAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. I. Landasan Hukum Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 tanggal 23 Desember

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Penukaran. Bukan Bank. Usaha. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5932) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN TENTANG PEDOMAN IDENTIFIKASI PRODUK, NASABAH, USAHA DAN NEGARA YANG BERISIKO TINGGI BAGI PENYEDIA JASA KEUANGAN

KEPUTUSAN TENTANG PEDOMAN IDENTIFIKASI PRODUK, NASABAH, USAHA DAN NEGARA YANG BERISIKO TINGGI BAGI PENYEDIA JASA KEUANGAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR: KEP-47/1.02./PPATK/06/2008 TENTANG PEDOMAN IDENTIFIKASI PRODUK, NASABAH, USAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.21, 2010 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Informasi Publik. Keterbukaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.21, 2010 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Informasi Publik. Keterbukaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.21, 2010 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Informasi Publik. Keterbukaan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : PER-

Lebih terperinci

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjut

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjut No.927, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Audit. Kepatuhan. Khusus. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang besar

Lebih terperinci

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2013 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.996, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Manajemen Risiko. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, No.960, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Identifikasi Transaksi. Jasa Keuangan. Mencurigakan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara

Lebih terperinci

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR NOMOR : MOU-418/K/D6/2007 : NK-06/1.02/PPATK/04/07 TENTANG KERJASAMA

Lebih terperinci

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Centre (INTRAC) memiliki kewenangan dalam membangun rezim pencucian

BAB IV PENUTUP. Centre (INTRAC) memiliki kewenangan dalam membangun rezim pencucian BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada penjelasan bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Dalam mencegah terjadinya tindak pidana pencucian, PPATK atau yang disebut sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA-078.01-0/2013 DS 5976-2607-1781-0807 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/11/PBI/2007 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/11/PBI/2007 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/11/PBI/2007 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya turut memelihara dan mendukung pencapaian stabilisasi nilai rupiah,

Lebih terperinci

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN Yth. Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.04/20.. TENTANG LAPORAN PENERAPAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.04/2015 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.04/2015 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.04/2015 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PERUBAHAN

LATAR BELAKANG PERUBAHAN PERATURAN BANK INDONESIA NO. 11/28/PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : 02/KB/I-VII.

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : 02/KB/I-VII. KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : 02/KB/I-VII.3/09/2006 NOMOR : NK-1/1.02/PPATK/09/06 TENTANG KERJASAMA DALAM

Lebih terperinci