Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC)"

Transkripsi

1 Prosiding Komunikasi Stakeholder tentang Penanganan Perubahan Iklim Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia Jakarta, 11 Desember 2012 Pusat Standardisasi dan Lingkungan, Sekretariat Jenderal Kementerian Kehutanan

2

3 Prosiding Komunikasi Stakeholder tentang Penanganan Perubahan Iklim Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia Jakarta, 11 Desember 2012 Pusat Standardisasi dan Lingkungan, Sekretariat Jenderal Kementerian Kehutanan

4 Prosiding Komunikasi Stakeholder tentang Penanganan Perubahan Iklim Hasil Cop-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia Penyusun: Tim Bidang Perubahan Iklim Pusat Standardisasi dan Lingkungan 1. Novia Widyaningtyas, S.Hut, M.Sc 2. Ir. Andi Andriadi, MM 3. Radian Bagiyono, S.Hut., M.For 4. Haryo Pambudi, S.Hut, M.Sc 5. Dinik Indrihastuti, S.Hut 6. Windyo Laksono, S.Hut 7. Erna Rosita, S.Hut 8. Andreas Rahutomo, S.Hut. Editor: Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang menggunakan isi maupun memperbanyak Prosiding ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopy, cetak, mikrofilm, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau non-komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut: Pusat Standardisasi dan Lingkungan (2012). Komunikasi Stakeholder tentang Penanganan Perubahan Iklim Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia Design Sampul dan Lay-out: Bintoro, S.Kom ISBN: Diterbitkan oleh: Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kementerian Kehutanan Jl. Gatot Subroto, Gd. Manggala Wanabakti Blok VII Lt. 8 Jakarta, 10270, Indonesia. Telp/Fax: pustanling@yahoo.com pustanling@dephut.go.id ii

5 Kata Pengantar Negosiasi perubahan iklim di level internasional telah melahirkan berbagai kesepakatan yang berimplikasi pada berbagai sektor, termasuk kehutanan. Dengan kontribusi sektor kehutanan yang besar pada tingkat emisi nasional dan porsi yang sama untuk potensi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, hasil keputusan COP merupakan acuan penting bagi Indonesia dalam melakukan upaya penanganan perubahan iklim. Dalam rangka mengkomunikasikan hasil COP-18 yang terkait dengan kehutanan, Pusat Standardisasi dan Lingkungan - Kementerian Kehutanan menyelenggarakan workshop Komunikasi Stakeholder Penanganan Perubahan Iklim dengan tema Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia pada tanggal 11 Desember 2012 di Jakarta. Atas terselenggaranya workshop dan tersusunnya prosiding ini, kami mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah memberikan kontribusinya. Semoga prosiding ini bermanfaat. Jakarta, Desember 2012 Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan, Dr.Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia iii

6

7 Daftar Isi Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Singkatan dan Istilah... vii 1. PENDAHULUAN PEMBUKAAN PRESENTASI DAN DISKUSI Isu Kehutanan: Mandat Durban dan Capaian COP-18 Doha Apa Pengaruh Doha Climate Gateway terhadap Perkembangan Pasar Karbon di Indonesia? Ad-Hoc Working Group on Durban Platform (ADP): Kehutanan dalam Kerangka Kerja Pasca Workstream Workstream Doha Climate Gateway: Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto Doha Climate Gateway dan Isu Terkait Pendanaan KESIMPULAN Lampiran Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia v

8

9 Daftar Singkatan dan Istilah AAUs : Assigned Amount Units A/R-CDM : Afforestation/Reforestation Clean Development Mechanism ADP : Adhoc Working Group on the Durban Platform APHI : Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia AWG DPEA : Adhoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Actions AWG-KP : Adhoc Working Group on Further Commitments for Annex I Parties under the Kyoto Protocol AWG-LCA : Adhoc Working Group on Longterm Cooperative Actions BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BAU : Business as Usual BSN : Badan Standardisasi Nasional BUR : Biennial Update Report CBDR : Common but Differentiated Responsibilities CCS : Carbon Capture and Storage CDM : Clean Development Mechanism CER : Certified Emission Reductions CGE : Consultative Group of Experts CMP : Conference of the Parties Serving as the Meeting of the Parties CPEIRs : Climate Public Expenditure and Institutional Reviews DA : Demonstration Activities DNPI : Dewan Nasional Perubahan Iklim ETS : Emission Trading Scheme EU : European Union FCPF : Forest Carbon Partnership Facility FVA : Framework on Various Approaches GCF : Green Climate Fund GRK : Gas Rumah Kaca IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change ISO : International Organization for Standardization KAN : Komite Akreditasi Nasional KP : Kyoto Protocol Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia vii

10 LSM LTF LULUCF MRV NAMAs NAMACs NFMS NGO NMM RAD-GRK RAN-GRK RC REDD+ REL/RL SBI SBSTA SCF SIS SKN SNI SRAP STRADA STRANAS UKP-PPI UNCBD UNCCD UNFCCC UN-REDD+ : Lembaga Swadaya Masyarakat : Long-term Finance : Land Use, Land Use Change, and Forestry : Monitoring, Reporting, and Verification : Nationally Appropriate Mitigation Actions : Nationally Appropriate Mitigation Actions and Commitments : National Forest Monitoring System : Non Governmental Organization : New Market Mechanism : Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca : Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca : Respective Capabilities : Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, Role of Conservation, Sustainable Management of Forest and Enhancementof Forest Carbon Stocks : Reference Emission Level/ Reference Level : Subsidiary Body for Implementation : Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice : Standing Committee on Finance : Sistem Informasi Safeguards : Skema Karbon Nusantara : Standar Nasional Indonesia : Strategi dan Rencana Aksi Provinsi : Strategi Daerah : Strategi Nasional : Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim : United Nations Convention on Biological Diversity : United Nations Convention to Combat Desertification : United Nations Framework Convention on Climate Change : United Nations Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation viii Daftar Singkatan dan Istilah

11 PENDAHULUAN 1 Isu perubahan iklim merupakan masalah global, baik di negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang diakibatkan oleh kegiatan manusia merupakan salah satu penyebab utama perubahan iklim. UNFCCC merupakan forum internasional untuk membahas berbagai permasalahan di seputar isu tersebut. Dalam pertemuan internasional selama dekade terakhir, kehutanan menjadi sektor yang masuk dalam agenda penting. Hal ini karena dalam konteks perubahan iklim, hutan dapat berperan baik sebagai sumber emisi GRK yang dapat meningkatkan pemanasan global maupun sebagai penyerap GRK di atmosfer sehingga berkontribusi dalam upaya menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca dimaksud. Dengan peran tersebut, hutan dapat berkontribusi pada mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Salah satu aktivitas mitigasi di sektor kehutanan yang saat ini merupakan agenda utama baik pada proses negosiasi UNFCCC maupun di dalam negeri yaitu pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, peran konservasi, pengelolaan hutan secara berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan (reducing emissions from deforestation and forest degradation, role of conservation, sustainable management of forest and enhancing forest carbon stocks) atau dikenal dengan REDD+. Pada tahun 2009 pemerintah Indonesia menyatakan komitmen untuk menurunkan emisi GRK % dari tingkat Business as Usual (BAU) pada tahun 2020, yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK. Berdasar Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tersebut, sektor kehutanan mendapat porsi terbesar dalam target penurunan emisi GRK nasional (0,672 Gton CO 2 e (26%) Gton CO 2 e (41%) dari BAU tahun 2020). Pada tanggal 26 November s/d 7 Desember 2012 telah diselenggarakan United Nations Climate Change Conference 2012 (COP-18 dan CMP-8) di Doha Qatar. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 1

12 Perkembangan hasil negosiasi di tingkat internasional ini penting diikuti, antara lain untuk mengetahui implikasinya terhadap Indonesia khususnya yang terkait dengan kehutanan. Selain itu informasi yang diperoleh dari perkembangan negosiasi internasional tersebut juga penting bagi kita untuk menarik pembelajaran serta memperoleh masukan bagi perbaikan/penyempurnaan penanganan perubahan iklim sektor kehutanan di Indonesia. 2 PENDAHULUAN

13 PEMBUKAAN Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan 2 Oleh: Dr. Ir. Hadi Daryanto, D.E.A. Sejak Indonesia menyatakan komitmennya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% sampai dengan 41% pada tahun 2020 dari tingkat Business as Usual yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011, nampak jelas bahwa sektor kehutanan memiliki kontribusi yang terbesar dalam memenuhi komitmen tersebut. Di tingkat internasional, peran sektor kehutanan di bawah UNFCCC semakin dominan melalui agenda REDD+. Pada tanggal 26 November sampai dengan 7 Desember 2012 telah diselenggarakan United Nations Climate Change Conference 2012 (COP- 18 dan CMP-8) di Doha Qatar. Perkembangan hasil negosiasi di tingkat internasional ini tentunya penting untuk terus diikuti, antara lain untuk mengetahui implikasinya terhadap Indonesia khususnya yang terkait dengan peran sektor kehutanan dalam penanganan perubahan iklim. Hal lain yang dapat ditarik dari hasil-hasil yang diperoleh dari kesepakatan Doha adalah untuk menentukan tindak lanjut atau internalisasi kesepakatan internasional yang dibuat dalam penanganan perubahan iklim sektor kehutanan. Sebaliknya hasil tindak lanjut dan pembelajaran di tingkat nasional merupakan bahan negosiasi di COP berikutnya. Perubahan iklim adalah isu pembangunan, berimplikasi politis, ekonomi, sosial, bahkan dalam aspek tertentu menyangkut aspek sovereignty (kedaulatan) suatu negara. Apa yang dicapai di suatu sektor dalam negosiasi tidak terlepas dari sektor-sektor lain yang terkait. Karena itu sangatlah penting untuk mengkaji hasil negosiasi/keputusan COP di semua bidang terkait dan melihat apa implikasinya bagi sektor kehutanan Indonesia. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 3

14

15 PRESENTASI DAN DISKUSI Isu Kehutanan: Mandat Durban dan Capaian COP- 18 Doha Oleh: Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc. (Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan) Secara umum kontribusi sektor LULUCF terhadap total emisi global tidak lebih dari 20%. Namun demikian, untuk Indonesia sektor tersebut memiliki kontribusi besar dalam emisi GRK. Maka, negosiasi terkait LULUCF dan termasuk di dalamnya REDD+ merupakan salah satu agenda prioritas Indonesia dalam negosiasi UNFCCC. Adapun agenda sektor kehutanan dalam COP 18 adalah sebagai berikut: 1. Isu REDD+ di bawah SBSTA yang membahas aspek teknis dan metodologi. 2. Isu REDD+ di bawah AWG-LCA yang membahas policy khususnya financing. 3. Isu LULUCF di bawah SBSTA dan Kyoto Protocol. 4. Implikasi implementasi beberapa Keputusan CMP. 7 (khususnya tentang LULUCF) Terdapat beberapa tugas yang perlu diselesaikan mulai dari COP 16 di Cancun sampai dengan COP 18 di Doha. Pada COP 18, SBSTA-37 memfokuskan bahasan pada isu NFMS dan MRV, dengan demikian isu drivers of deforestasi dan degradasi hutan, guidance untuk safeguards, dan technical assessment untuk REL belum sempat dibahas. Di lain pihak, AWG - LCA menindaklanjuti kesepakatan Durban (Dec. 2/CP. 17) tentang source of finance (Paragraf 65), pendekatan pasar (Paragraf 66), dan pendekatan non-pasar (Paragraf 67). Baseline yang digunakan terhadap capaian negosiasi pada COP 18 di Doha adalah mandat dari COP 17 Durban dan tugas dari COP 16 Cancun yang belum terselesaikan. Berdasarkan baseline tersebut dapat disimpulkan bahwa pada COP 18 di Doha isu NFMS dan MRV belum dapat disepakati sehingga tidak terdapat keputusan terkait dua isu tersebut. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 5

16 Adapun penyebab tidak adanya keputusan terkait NFMS dan MRV adalah adanya tuntutan balance antara persyaratan untuk REDD+ country dan dukungan pendanaan dari negara maju. Selain itu terdapat beberapa negara yang menginginkan agar proses MRV yang digunakan sesuai dengan NAMAs, namun demikian ada pula negara yang tidak setuju. Dengan demikian SBSTA menyimpulkan bahwa negosiasi akan dilanjutkan pada UNFCCC Intersession 2013 di Bonn dan COP 19 di Warsawa, melanjutkan keputusan Durban dan Cancun sesuai dengan mandat COP 18 Doha. Sebagai bahan negosiasi lebih lanjut, terdapat beberapa elemen NFMS yang dirumuskan oleh SBSTA yang sebenarnya merupakan penegasan dari keputusan COP sebelumnya. Adapun beberapa elemen baru antara lain bahwa NFMS harus dapat menyediakan data dan informasi yang dapat digunakan untuk MRV. Kemudian NFMS dibangun berdasarkan sistem yang sudah ada, memungkinkan assessment terhadap tipe hutan yang berbeda termasuk hutan alam, fleksibel dan memungkinkan adanya improvement, serta merefleksikan pendekatan bertahap dalam implementasi REDD+. Selain itu bila memungkinkan, NFMS dapat menyediakan informasi untuk SIS-REDD+ terutama isu displacement of emission dan permanence. Selain NFMS terdapat pula elemen MRV yang dapat digunakan sebagai bekal negosiasi berikutnya. Meskipun sebagian besar masih berupa penegasan dari keputusan sebelumnya, terdapat beberapa isu baru, yaitu terkait penyampaian informasi tentang kinerja REDD+ (apakah harus melalui BUR atau tidak) yang sampai sekarang masih menjadi perdebatan di UNFCCC. Selain itu terdapat beberapa undangan submisi terkait Technical Assessment terhadap REL/RL serta opsi bagi parties untuk memasukkan aspek multi-fungsi hutan dalam NFMS agar dapat dihitung untuk memperoleh pendanaan. Pada ruang negosiasi lain, yaitu AWG-LCA yang membahas aspek policy dan financing REDD+, dielaborasi 3 isu utama, yaitu sumber financing, mekanisme pasar untuk result based action dan non pasar untuk Joint Mitigation and Adaptation Mechanism, serta multi fungsi hutan. Berdasarkan hasil negosiasi, parties sepakat untuk melaksanakan work programme on result based finance 2013 termasuk in-session workshops. Yang menjadi sorotan penting bagi Indonesia adalah paragraf 65 pada keputusan COP 17 di Durban tentang berbagai sumber pendanaan baik public, private, bilateral, multilateral, dan sebagainya. 6 PRESENTASI DAN DISKUSI

17 Dengan diakomodirnya pembahasan pada paragraf tersebut akan berdampak positif pada paragraf 28 dan 29 pada keputusan COP Doha yang membahas tentang upaya dan pendanaan work programme on result based finance Progress negosiasi di tingkat global sangat mempengaruhi progress implementasi di tingkat nasional dan sub nasional. Secara umum terdapat 3 tahapan implementasi REDD+, yaitu fase I yang berupa readiness, fase II yang merupakan peralihan dan ditandai dengan implementasi Stranas/RAN, serta fase III yang merupakan full implementation di mana terdapat result based actions yang harus di-mrv secara penuh. Indonesia sendiri secara overall saat ini sedang berada pada peralihan antara fase I ke II dan sedang dalam proses mempersiapkan perangkat teknis dan legal yang diperlukan, seperti STRANAS, REL/RL, NFMS MRV, dan SIS REDD+. Dengan ditundanya pengambilan keputusan aspek metodologi di UNFCCC COP 18 Doha telah memberi ruang bagi Indonesia untuk me-review progress di tingkat nasional sebagai bekal untuk negosiasi pada COP berikutnya. Di lain pihak pada aspek policy keputusan Doha merupakan progress dari Cancun dan Durban, meskipun terkesan tidak secepat yang diharapkan terutama oleh kalangan pengusaha. Namun demikian, perlu dipahami bahwa REDD+ tidaklah identik dengan perdagangan karbon yang terkesan dapat seketika menghasilkan uang. Pada kenyataannya hingga saat ini belum terbentuk mekanisme pasar untuk REDD+ di bawah UNFCCC, hanya terdapat beberapa mekanisme voluntary yang dalam menyikapinya harus berhati-hati agar tidak terugikan. Adapun pendanaan yang ada saat ini masih berfokus pada capacity building, penyiapan baseline data, dan lain-lain, bila ada pembayaran umumnya masih berupa input based payment. Pada dasarnya jika dilihat dari scope kegiatan, REDD+ tidaklah berbeda dengan kegiatan kehutanan yang sudah dikenal oleh para rimbawan selama ini. Hal tersebut dapat dilihat dari enabling conditions untuk REDD+ yang sebenarnya sejalan dengan kebijakan penguatan tata kelola kehutanan di Indonesia. Maka dari itu REDD+ seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai momentum dalam mencapai target dari upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam perbaikan tata kelola hutan serta menggalang dukungan dari berbagai sektor yang selama ini menjadi trade off bagi sektor kehutanan. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 7

18 Upaya tersebut seakan mendapat angin segar karena di tingkat global Indonesia termasuk sedikit dari sejumlah negara yang memiliki readiness yang tinggi. Namun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa terdapat sejumlah tantangan yang masih harus diatasi bersama baik dari aspek kebijakan, seperti linking antara negosiasi di tingkat global dengan kebijakan nasional sub nasional dan antar sektor terkait, serta dari aspek metodologis yang terkait dengan konsistensi metodologi antara nasional dengan sub nasional, serta data yang digunakan. 3.2 Apa Pengaruh Doha Climate Gateway terhadap Perkembangan Pasar Karbon di Indonesia? Oleh: Dicky Edwin Hindarto (Koordinator Divisi Mekanisme Perdagangan Karbon Dewan Nasional Perubahan Iklim) Indonesia sudah banyak menerapkan pengembangan pasar karbon dengan total 241 Proyek, dan 209 di antaranya sudah mendapatkan Letter of Approval (LOA). Namun demikian dari sektor kehutanan sampai saat ini hanya terdapat 1 proyek A/R-CDM yang berlokasi di Provinsi NAD dan Sumatera Utara. Pasar karbon dalam lingkup REDD+ akan sangat tergantung dari pola pembiayaan REDD+ itu sendiri, yaitu dapat berupa pasar maupun non pasar. Untuk mekanisme pasar, pembiayaan REDD+ sendiri sebenarnya berpeluang untuk tidak hanya masuk di pasar karbon, namun terdapat wacana untuk membentuk pasar lainnya (air ataupun biodiversitas). Selain melalui mekanisme pasar, REDD+ juga dapat dibiayai dengan anggaran pemerintah, investasi swasta, ataupun foreign direct investment. Pada COP 18 di Doha, isu pasar karbon dirundingkan pada 5 dari total 7 wadah negosiasi, yaitu: 1. CMP yang merundingkan governance untuk CDM, terutama untuk lebih meningkatkan efisiensi dari CDM. 2. SBSTA yang merundingkan sektor LULUCF pada CDM dan Carbon Capture and Storage (CCS) trans-boundary untuk CDM. 3. SBI yang merundingkan masalah appeals process untuk CDM. 8 PRESENTASI DAN DISKUSI

19 4. AWG-KP yang merundingkan masalah boleh atau tidaknya negara non KP atau yang tidak mempunyai pledges dalam KP menggunakan CDM dalam memenuhi target pengurangan emisinya. 5. AWG-LCA merundingkan masalah pembentukan Framework on Various Approaches dan New Market Mechanism. Materi perundingan lain yang terkait dengan pasar karbon adalah Protokol Kyoto, khususnya untuk masalah komitmen pengurangan emisi, serta Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs) dan Nationally Appropriate Mitigation Actions under the Commitments (NAMACs). Selain itu isu pasar karbon juga dinegosiasikan di perundingan REDD+ di AWG-LCA. Perundingan pasar karbon di Protokol Kyoto menghasilkan keputusan bahwa negara/parties yang tidak berkomitmen dalam Protokol Kyoto periode 2, yaitu Jepang, Kanada, Selandia Baru, dan Rusia, tidak berhak menggunakan komponen CDM dalam memenuhi target pengurangan emisinya. Implikasi dari keputusan tersebut adalah Indonesia tidak dapat lagi menjual Certified Emission Reductions (CER) kepada negara-negara tersebut. Dalam perundingan di AWG-LCA dihasilkan term baru, yaitu Framework on Various Approaches (FVA), yang merupakan bagian besar dari pengurangan emisi yang terencana dan terstruktur. Dalam FVA capaian pengurangan emisi dinilai sebagai transfer of unit antar negara yang dapat berada dalam mekanisme market maupun non market. Dalam pelaksanaannya nanti, FVA akan sepenuhnya berada di bawah kewenangan COP. Isu terkait New Market Mechanism (NMM) juga dirundingkan dalam AWG-LCA di COP 18 Doha, meskipun detail bahasannya baru akan dilakukan pada COP 19 di Warsawa. NMM pada dasarnya merupakan komplemen dari skema CDM yang dianggap terlalu sulit untuk diterapkan. NMM dapat dilakukan baik melalui pendekatan sektoral maupun project based. Secara sederhana NAMAs, FVA, dan NMM berada dalam sebuah konstelasi skema. NMM merupakan bagian dari FVA dan jika unit penurunan emisi FVA yang sudah terstandardisasi digunakan sebagai bagian dari investasi maka skema yang berlaku akan tetap FVA, namun jika unit penurunan emisi tersebut diperjualbelikan maka skema yang berlaku adalah NMM. NAMAs yang sudah ditetapkan, akan masuk ke dalam skema FVA jika unit penurunan emisinya ditransfer ke negara lain, namun jika diperjualbelikan maka akan masuk dalam skema NMM. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 9

20 Posisi REDD+ sendiri berada di antara FVA dan NMM, karena REDD+ dapat di-investasikan dan dapat pula dipasarkan. Dampak dari penolakan ratifikasi Protokol Kyoto periode 2 oleh beberapa negara adalah menurunnya perkembangan CDM di Indonesia karena kurangnya permintaan mengingat pasar yang ada untuk 3 tahun ke depan hanyalah negara EU. Meskipun demikian, jenis perdagangan dan pasar karbon lain akan tetap dikembangkan oleh banyak pihak guna mengidentifikasi alternatif pembiayaan pengurangan emisi, termasuk pasar karbon domestik dalam Skema Karbon Nusantara (SKN). Pengembangan SKN tidak akan terlepas dari skema perdagangan emisi global, yang terdiri dari berbagai skema/ets dan semuanya saling terkait satu dan lainnya. Adapun tujuan dari pengembangan SKN adalah: 6. Sebagai alternatif pembiayaan berbasis pasar untuk kegiatan mitigasi domestik. 7. Sebagai katalis untuk pasar karbon atau pasar jenis lainnya. 8. Untuk menjaga momentum pengembangan pasar karbon di Indonesia. 9. Untuk menjaga agar integritas lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan usaha mitigasi perubahan iklim. 10. Meningkatkan kapasitas nasional dalam perhitungan emisi GRK. 11. Menjadi insentif finansial, terutama untuk pengembang kecil dan berbasis masyarakat. SKN akan menjamin bahwa pengurangan emisi yang terjadi akan tetap menjaga integritas lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dengan adanya sertifikasi bagi pengurangan emisi. Sampai sekarang kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka penyiapan SKN antara lain pengembangan metodologi, panduan, dan tools serta perencanaan sistem sertifikasi. Ke depan akan dilakukan juga pengembangan pilot project SKN. Sistem MRV yang akan digunakan akan berbasis ISO dan yang bekerjasama dengan BSN, KAN, dan lembaga penelitian. Dalam prakteknya selama ini terdapat mekanisme pasar voluntary untuk perdagangan karbon, termasuk pada sektor kehutanan. Pasar voluntary biasanya berfungsi sebagai branding bagi perusahaan swasta yang bermaksud melaksanakan program-program pro lingkungan, salah satunya dengan penanaman hutan yang berujung pada pembelian carbon credit. 10 PRESENTASI DAN DISKUSI

21 Pasar tersebut tidak berada di bawah mekanisme UNFCCC, sehingga harga jual karbon yang dihasilkan tergantung pada hasil tawar-menawar harga antara perusahaan dengan penyedia karbon hutan. Adanya pasar karbon voluntary tersebut tidak terlepas dari dampak melemahnya perekonomian negara-negara maju, terutama Uni Eropa, yang merupakan pangsa pasar karbon. Melemahnya perekonomian negara maju berimbas pada berkurangnya demand terhadap pasar mandatory di bawah UNFCCC dan memberikan peluang bagi berkembangnya pasar karbon voluntary. 3.3 Ad-Hoc Working Group on Durban Platform (ADP): Kehutanan dalam Kerangka Kerja Pasca 2020 Oleh: Eka Melisa (Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim) Alasan utama dibentuknya ADP adalah tidak cukupnya upaya yang dilakukan melalui KP, LCA, dan lainnya dalam menangani perubahan iklim, oleh karena itu diperlukan kerjasama global dari semua negara. Selain itu di Durban juga disadari bahwa akan terjadi significant gap dari jumlah agregat penurunan emisi hingga tahun 2020 dengan jumlah penurunan emisi yang diperlukan untuk menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 2 o C dari masa sebelum revolusi industri. Selain itu terdapat juga kesadaran akan pentingnya memperkuat rejim multilateral di bawah Konvensi untuk memenuhi tujuan utama dari Konvensi. Agar ADP dapat berjalan, syarat pertama yang harus dilakukan adalah memberhentikan masa kerja dari AWG-LCA dan AWG-KP di Doha. Kedua platform tersebut harus dapat melahirkan keputusan yang dapat diimplementasi oleh ADP yang juga berfungsi sebagai penerus dari AWG-KP dan AWG-LCA. Selain itu perlu dibangun kerangka legal di bawah konvensi yang akan diaplikasikan ke semua negara. Dalam melaksanakan ADP, parties juga perlu menyepakati rencana kerja untuk meningkatkan ambisi dari upaya mitigasi dengan mengeksplorasi opsiopsi yang didasarkan atas upaya-upaya maksimal yang paling mungkin dilakukan oleh setiap negara (the highest possible mitigation efforts). Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 11

22 Dalam implementasinya ADP akan menempuh jalur/workstreams, yaitu: Workstream 1 Proses untuk membangun sebuah protokol, instrumen legal lainnya atau kesepakatan berkekuatan hukum di bawah Konvensi yang dapat diterapkan di semua negara (applicable to all) (O.P. 2-6) Workstream 2 Proses untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi opsi-opsi bagi aksiaksi yang dapat mengurangi kesenjangan/gap melalui upaya mitigasi yang paling memungkinkan bagi semua negara (O.P. 7-8). Pembahasan ambisi dari ADP tidak hanya meliputi unsur-unsur penurunan emisi tapi keseluruhan building blocks dari Bali Action Plan. Dalam penentuan ambisi tersebut, ADP harus didasarkan pada pembahasan kedua AWG lainnya, khususnya terkait target penurunan emisi negara maju dan kontribusi sukarela negara berkembang dengan dukungan masyarakat internasional. Peningkatan level ambisi juga harus diukur melalui langkah nyata lewat upaya-upaya mitigasi dan adaptasi yang didukung mekanisme pendanaan, pengembangan dan alih teknologi serta perangkat/instrumen untuk mendorong aksi adaptasi serta mitigasi. Selain itu dalam menerjemahkan applicable to all di bawah ADP harus tetap didasarkan pada prinsip-prinsip Konvensi, khususnya Common but Differentiated Responsibilities (CBDR), climate equity, dan respective capabilities (RC). Adapun hasil yang dicapai di Doha terkait ADP antara lain: 1. In-sessions roundtable discussions and workshops menghasilkan submisi atas aksi, inisiatif dan opsi untuk mengurangi kesenjangan ambisi sebelum tanggal 1 Maret 2013, dengan fokus: Mitigation and Adaptation benefit, termasuk ketahanan satu negara atas dampak perubahan iklim (resilience to the impacts of climate change), hambatan yang dapat terjadi dan cara-cara untuk menanggulanginya, serta insentif yang dapat dieksplorasi untuk meningkatkan aksi, pendanaan, teknologi dan pengembangan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan aksiaksi tersebut. 12 PRESENTASI DAN DISKUSI

23 2. Sejumlah workshop yang akan ditentukan fokusnya berdasarkan submisi, termasuk identifikasi katalis yang dapat digunakan untuk implementasi inisiatif dan aksi dimaksud sehingga dapat mengurangi laju emisi gas rumah kaca dengan cepat, efektif biaya tapi tetap berbasis kesetaraan. 3. Sekretariat UNFCCC akan menyiapkan technical paper berbasis masukan pada submisi, dan akan menerbitkan rancangan pertamanya sebelum pertemuan SBI/SBSTA di tengah tahun Kehutanan sendiri merupakan salah satu sektor utama yang akan dibahas dalam workstream 2. Masukan sektor kehutanan bagi Submisi ADP workstream 2 yang harus dimasukkan sebelum 1 Maret 2012 yaitu aksi, inisiatif dan opsi serta hambatan dan usulan upaya penanggulangan. Selain itu juga diperlukan rancangan presentasi sektor kehutanan pada workshop atau roundtable discussion terkait. Masukan kepada agenda workstream 1 yaitu bagaimana menurunkan perimbangan atas potensi mitigasi, akses terhadap adaptasi, serta perangkat implementasi (pendanaan, teknologi dan pengembangan kapasitas). 3.4 Doha Climate Gateway: Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto Oleh: Moekti H. Soejachmoen (Asisten Khusus UKP-PPI) Agenda utama dari pertemuan COP 18 di Doha adalah menyelesaikan mandat dari COP 17/CMP 17 di Durban pada tahun Perundingan COP 18 dibagi dalam 7 wadah paralel, yaitu COP, CMP, (keduanya merupakan otoritas tertinggi di bawah UNFCCC dan Protokol Kyoto), SBSTA, SBI (membahas tentang hal teknis terkait detail implementasi), AWG-KP (membahas keberlanjutan implementasi Protokol Kyoto), AWG-LCA (bertugas menyelesaikan mandat dari Bali Action Plan), dan ADP (dibentuk di Durban dengan tujuan menyusun strategi penanganan perubahan iklim sesudah tahun 2020). COP 18 di Doha menghasilkan sebuah paket kebijakan yaitu Doha Climate Gateway yang merupakan keputusan yang disampaikan oleh presiden COP untuk dapat diterima dan diadopsi oleh negara pihak. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 13

24 Dalam Doha Climate Gateway terdapat keputusan terkait Protokol Kyoto setelah tahun 2012, yaitu amandemen pasal 3.9 tentang pelaksanaan Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto. Keputusan tersebut sangat signifikan karena sampai saat ini Protokol Kyoto merupakan satusatunya payung hukum dalam implementasi penanganan perubahan iklim, sehingga pelaksanaan komitmen kedua Protokol Kyoto akan mencegah terjadinya kekosongan komitmen penanganan perubahan iklim berdasarkan komitmen pertama Protokol Kyoto yang sudah berakhir pada tahun Keputusan lain terkait Protokol Kyoto adalah tentang implikasi implementasi metodologi dalam Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto yang melanjutkan keputusan COP 17 di Durban. Keputusan COP 18 terkait dengan AWG-KP adalah berakhirnya masa kerja AWG-KP. Dengan demikian, diputuskan juga terkait implementasi efektif Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto (KP-CP2) selama 8 tahun terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013 hingga 31 Desember Berdasarkan komitmen I Protokol Kyoto target penurunan emisi negara maju secara kumulatif adalah sebesar 5% dari tingkat emisi di tahun 1990, kemudian diputuskan bahwa target penurunan emisi pada Komitmen II Protokol Kyoto sebesar 25-40% sampai tahun Akan tetapi, sampai saat ini baru tercapai 18% penurunan emisi, oleh karena itu pada tahun 2014 akan diadakan proses review untuk meningkatkan target penurunan emisi GRK. Keputusan lain dalam AWG-KP di COP 18 adalah terkait mekanisme fleksibilitas yang akan terus berlanjut tanpa adanya kesenjangan antara Protokol Kyoto Komitmen I dan II. Terdapat juga keputusan terkait pembatasan pemanfaatan surplus Assigned Amount Units (AAUs) yang hanya dapat digunakan untuk pemenuhan komitmen domestik dan tidak dapat diperjualbelikan. Adapun surplus AAUs sendiri merupakan kelebihan capaian penurunan emisi terhadap target yang ditetapkan oleh negara maju. Keputusan COP 18 memberikan implikasi bagi sektor kehutanan di negara maju dan berkembang. Bagi negara maju yang tergabung dalam Annex B CP2, sektor land use land use change and forestry (LULUCF) akan diperhitungkan seperti dalam Periode Protokol Kyoto Komitmen Pertama, termasuk opsi mengenai natural disturbances, harvested wood products, dan lain-lain. Di lain pihak bagi negara berkembang seperti Indonesia sektor LULUCF masih berada dalam bingkai Clean Development Mechanisms untuk aforestasi dan reforestasi (A/R CDM). 14 PRESENTASI DAN DISKUSI

25 Mekanisme REDD+ masih belum dapat dipastikan akan berada di bawah CDM atau berdiri sendiri, namun negosiasi masih terbuka di bawah SBSTA. Isu REDD+ di bawah UNFCCC yang sangat erat kaitannya dengan sektor kehutanan telah menarik perhatian konvensi PBB lain seperti UNCBD dan UNCCD yang juga berkaitan erat dengan hutan. Hal ini merupakan peluang bagi UNCBD dan UNCCD untuk memanfaatkan progress yang telah diperoleh sektor kehutanan di bawah UNFCCC untuk mencapai tujuan di tiap kovensi. Hal lain yang menjadi pembahasan dalam isu REDD+ adalah terkait carbon pool pada produk kayu, yang sampai saat ini masih dalam pembahasan terkait kepemilikan terhadap karbon yang terkandung dalam produk tersebut. 3.5 Doha Climate Gateway dan Isu Terkait Pendanaan Oleh: Suzanty Sitorus (Sekretaris Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim) COP 18 di Doha menghasilkan beberapa keputusan yang terkait dengan pendanaan, yaitu pendanaan jangka panjang, Standing Committee on Finance, Green Climate Fund yang dibentuk pada COP 16 Cancun dan mulai beroperasi tahun 2012, Adaptation Fund, Pendanaan dan REDD+, dan lain-lain yang meliputi review mekanisme finansial serta MRV of finance. Terkait dengan pendanaan jangka panjang, pada COP 15 di Kopenhagen, negara maju berkomitmen untuk memobilisasi dana sebesar US $ 100 Milyar yang didistribusikan secara bertahap untuk upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim hingga tahun 2020 dengan pelaporan aksi mitigasi oleh negara berkembang yang transparan. Namun demikian, terdapat risiko terjadinya financing gap akibat belum jelasnya tanggal pengoperasian dan nominal dari fast start finance. Oleh karena itu pada COP 18 di Doha dibuat sebuah sistem bernama midterm financing dalam periode 3 tahun, yaitu Dalam midterm financing tidak disebutkan secara kuantitatif jumlah dana yang akan diberikan, melainkan hanya secara kualitatif yaitu setidaknya pada tingkat rata-rata tahunan seperti yang disediakan pada periode fast start finance atau setidaknya sekitar US $ 10 milyar/tahun. Dalam COP 18 disepakati juga perpanjangan masa kerja Work Programme on Long-term Finance selama 1 tahun yang difokuskan pada pathways untuk mencapai target Long-term Finance, selain itu terdapat pula nominal pledges dari Jerman, Inggris, Perancis, Denmark, Swedia, dan Komisi EU untuk periode 2015 sebesar US $ 6 Milyar. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 15

26 Pada COP 19 di Warsawa negara maju diminta untuk menyampaikan kepada COP terkait informasi mengenai strategi dan pendekatan untuk memobilisasi Long-term Finance. Terkait dengan adaptasi, dana multilateral yang berasal dari dana publik sebagian besar akan disalurkan melalui Green Climate Fund (GCF). Keputusan lainnya pada COP 18 adalah terkait Standing Committee on Finance (SCF) yang mulai tahun 2013 menyelenggarakan forum pendanaan untuk meningkatkan komunikasi di antara para pelaku pendanaan perubahan iklim dari pemerintah dan swasta dengan melibatkan berbagai pihak dari masyarakat sipil, organisasi internasional dan peneliti. Selain itu SCF juga bertugas untuk memberikan rekomendasi kepada COP terkait guidance kepada operating entities bagi mekanisme pendanaan (Global Environment Facility dan Green Climate Fund). Dalam melaksanakan assessment dan overview dua tahunan pertama mengenai aliran pendanaan, SCF akan mempertimbangkan cara-cara untuk memperkuat metodologi untuk pelaporan pendanaan perubahan iklim. SCF juga memiliki mandat untuk melakukan MRV terhadap pendanaan yang menjadi isu penting karena perlunya tracing terhadap pendanaan yang telah diberikan. Terkait dengan GCF yang baru beroperasi pada tahun 2012, pada COP 18 di Doha dihasilkan beberapa kesepakatan, yaitu GCF mengembangkan no-objection procedure yang akan dilakukan oleh national designated authorities untuk menjamin arahan dari pihak negara berkembang, memastikan alokasi yang seimbang antara dana adaptasi dan mitigasi, menggalang dana dan mengembangkan kebijakan serta prosedur untuk proses replenishment awal agar GCF segera dapat beroperasi secara penuh, membentuk Sekretariat Independen yang berlokasi di Kota Songdo- Korea Selatan, menyeleksi trustee GCF melalui proses seleksi yang terbuka, transparan dan kompetitif, serta memulai proses kolaborasi dengan Komite Adaptasi dan Komite Teknologi Eksekutif dan entitas tematik lain untuk meningkatkan koordinasi. Pada COP-18 disepakati juga bahwa review ke-5 mekanisme finansial akan dimulai dan dilaporkan hasilnya pada COP 20 di tahun Negara maju juga harus menyusun common tabular format for UNFCCC biennial reporting guidelines for developed country Parties termasuk juga untuk pelaporan pendanaan yang disediakan oleh negara maju. 16 PRESENTASI DAN DISKUSI

27 Negara maju kemudian menyampaikan informasi kepada Sekretariat UNFCCC pada bulan Mei 2014 mengenai metodologi dan sistem yang digunakan untuk mengukur dan melacak pendanaan perubahan iklim yang telah dilakukan. Selain itu di tahun 2012 diselenggarakan work programme on long-term finance (LTF) untuk memperjelas pelaksanaan komitmen di bawah LTF sebesar US $ 100 Milyar hingga tahun 2020 yang berasal dari sektor publik, swasta, bilateral, multilateral dan sumber alternatif lainnya. Terkait isu REDD+, lahir kesepakatan yang memutuskan adanya penyelenggaraan work programme on results-based finance di tahun 2013 yang bertujuan untuk berkontribusi terhadap tahap kesiapan dalam implementasi REDD+ yang sedang berjalan. Result based finance sendiri dapat berasal dari mekanisme market maupun non market, sebagai contoh adalah LOI (Letter of Intent) antara Republik Indonesia dengan Norwegia yang bukan merupakan mekanisme pasar karena pendanaan dari Norwegia berasal dari dana publik. Selain result based finance, pendanaan berupa input juga merupakan hal yang penting, seperti capacity building dan pengembangan kelembagaan yang dapat mendukung implementasi REDD+. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 17

28

29 KESIMPULAN 4 1. REDD+ tidak identik dengan perdagangan karbon tetapi merupakan isu kehutanan dalam tatanan dunia yang berubah. 2. Hingga saat ini belum terbentuk mekanisme pasar untuk REDD+ di bawah UNFCCC. Pendanaan yang ada saat ini masih berfokus pada capacity building dan lain-lain, serta beberapa input-based payment. Namun demikian, tetap perlu berupaya menuju kesiapan implementasi REDD+ termasuk in the absence of carbon trading. 3. Pasar karbon dalam lingkup REDD+ akan sangat tergantung pada pola pembiayaan REDD+ itu sendiri, yaitu dapat berupa pasar maupun non pasar. 4. Di tengah penolakan ratifikasi periode ke-2 dari Protokol Kyoto oleh beberapa negara maju, Indonesia tetap berkomitmen untuk mengembangkan pasar karbon dengan dibentuknya pasar karbon domestik dalam Skema Karbon Nusantara (SKN). 5. Dengan berakhirnya masa kerja AWG-KP dan AWG-LCA di COP 18 Doha dan digantikan dengan ADP, diharapkan upaya penanganan perubahan iklim global dapat lebih efektif dalam mencapai target penurunan emisi. 6. Lahirnya kesepakatan pada COP 18 yang memutuskan adanya penyelenggaraan work programme on results-based finance di tahun 2013 diharapkan dapat berkontribusi terhadap tahap kesiapan dalam implementasi REDD+. 7. Hasil perundingan COP 18 di Doha merupakan progress dari perundingan sebelumnya dan akan terus mengalami penyempurnaan dalam COP berikutnya. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 19

30

31 Lampiran Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 21

32

33 A. Agenda Waktu Kegiatan Registrasi dan morning coffee Panitia PEMBUKAAN Penanggung Jawab/ Pembicara/Moderator Sambutan dan Arahan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan SESI PRESENTASI DAN DISKUSI Perkembangan hasil negosiasi dari COP-18 Doha dan implikasinya bagi Indonesia : Moderator : Bp. Iwan Wibisono (Satgas REDD+) Isu kehutanan dengan fokus REDD+ Ibu Nur Masripatin (Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan, Kementerian Kehutanan) Apa Pengaruh Doha Climate Gateway terhadap Perkembangan Pasar Karbon di Indonesia? Bp. Dicky Edwin Hindarto (Koordinator Divisi Mekanisme Perdagangan Karbon, DNPI) Ad-Hoc Working Group on Durban Platform (ADP): Kehutanan dalam Kerangka Kerja Pasca Doha Climate Gateway : Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto Doha Climate Gateway dan Isu Terkait Pendanaan Ibu Eka Melisa (Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim) Ibu Moekti H. Soejachmoen (Staf Khusus Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim) Ibu Suzanty Sitorus (Sekretaris Pokja Pendanaan, DNPI) DISKUSI Penutupan Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kementerian Kehutanan Makan siang bersama Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 23

34

35 B. Bahan Presentasi 1. Isu Kehutanan: Mandat Durban dan Capaian COP-18 Doha Oleh: Dr.Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan ISU KEHUTANAN : MANDAT DURBAN DAN CAPAIAN COP-18 DOHA N U R M A S R I P A T I N K E P A L A P U S A T S T A N D A R D I S A S I D A N L I N G K U N G A N J A K A R T A, 1 1 D E S E M B E R Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 25

36 OUTLINE UMUM : KEHUTANAN DALAM AGENDA COP-18 MANDAT COP-18 FOKUS REDD + : HASIL COP-18 PROGRES DI TINGKAT NASIONAL MEMAKNAI HASIL COP MELIHAT MANFAAT REDD+ PENUTUP KEHUTANAN DALAM AGENDA COP-18 REDD+ di bawah SBSTA REDD+ di bawah AWG-LCA LULUCF di bawah SBSTA dan KP Implikasi implementasi beberapa Keputusan CMP. 7 (khususnya tentang LULUCF) 26 Isu Kehutanan: Mandat Durban dan Capaian COP-18 Doha

37 MANDAT COP-18 : REDD+ SBSTA-37 : 1. Menyelesaikan modalities NFMS dan MRV dengan target output draft keputusan COP-18, 2. Melanjutkan pembahasan tentang penyebab deforestasi dan degradasi hutan, termasuk aspek sosial-ekonomi negara berkembang, 3. Menyepakati waktu penyampaian pertama dan frekuensi penyampaian selanjutnya ringkasan informasi pelaksanaan safeguards (dari Cancun agreement) dan perlu/tidaknya guidance tambahan terkait SIS-REDD+ dan melaporkan progresnya pada COP Menyiapkan guidance technical assessment terhadap usulan REL/RL mulai SBSTA-37 dan melaporkan progresnya pada COP-18. AWG-LCA 15-2 : Menindak-lanjuti kesepakatan Durban (Dec. 2/CP. 17) tentang source of finance (para 65), pendekatan pasar (Para 66), dan pendekatan non-pasar (para 67), MANDAT COP-18 (LANJUTAN) LULUCF di bawah Articles 3.3 dan 3.4 dan CDM Implikasi Keputusan CMP. 7 terkait LULUCF : To explore more comprehensive accounting of anthropogenic emissions by sources and removals by sinks from LULUCF, including through a more inclusive activity-based approach or a land-based approach report to CMP-9 To consider and, as appropriate, develop and recommend modalities and procedures for possible additional LULUCF activities under the CDM draft decision for CMP-9 To consider and, as appropriate, develop and recommend modalities and procedures for alternative approaches to addressing the risk of nonpermanence under the CDM draft decision pada CMP-9 To develop and recommend modalities and procedures for applying the concept of additionality draft decision pada CMP- 9 Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 27

38 HASIL COP-18 : ASPEK TEKNIS METODOLOGIS REDD+ (di bawah SBSTA) COP-18 hanya dapat membahas NMFS dan MRV,, Tidak dapat menghasilkan Keputusan COP-18 tentang NFMS dan MRV karena isu terkait : keseimbangan antara persyaratan teknis-metodologis REDD+ dan jaminan dukungan dari negara maju (pendanaan, capacity building, technology transfer & development). MRV process (antara negara yang mengikuti proses MRV NAMAs dan memilih terbuka opsi lain) SBSTA Conclucions : melanjutkan negosiasi sesuai mandat COP-18 (lanjutan dari Keputusan Durban dan Cancun) dengan target : Menyelesaikan modalities NFMS dan MRV pada SBSTA-39 untuk diputuskan oleh COP-19, memulai proses di SBST-38 guna menyepakati waktu penyampaian ringkasan informasi pelaksanaan safeguards REDD+ (7 safeguards dari Cancun agreement) dan frekuensiserta pertimbangan perlu/tidaknya guidance tambahan untuk penyampaian ringkasan informasi dimaksud, dengan target waktu penyelesaian pada SBSTA-39; Meneruskan pembahasan tentang drivers deforestasi dan degradasi hutan sesuai amanah COP-16, Mendorong negara pihak (Parties) untuk berbagi informasi dan pembelajaran tentang penanganan deforestasi dan degradasi hutan di web platform UNFCCC. HASIL COP-18 : ASPEK TEKNIS- METODOLOGIS REDD+ (di bawah SBSTA) : elements NFMS untuk negosiasi lebih lanjut Lima paragraf, sebagian merupakan pengulangan/penegasan keputusan COP sebelumnya, Elemen baru (3 paragraf) : NFMS menyediakan data dan informasi yang dapat digunakan untuk MRV, NFFMS : (a) dibangun berdasar sistem yang sudah ada, (b) memungkinkan assessment terhadap tipe hutan yang berbeda termasuk hutan alam, (c) fleksibel dan memungkinkan untuk improvement, dan (d) mereflesikan pendekatan bertahap dalam implementasi REDD+. NFMS, bila memungkinkan, menyediakan informasi untuk SIS-REDD+ 28 Isu Kehutanan: Mandat Durban dan Capaian COP-18 Doha

39 HASIL COP-18 : ASPEK TEKNIS METODOLOGIS REDD+ (di bawah SBSTA) : elements MRV untuk negosiasi lebih lanjut 15 paragraf, hampir separuhnya merupakan pengulangan/penegasan Keputusan sebelumnya, Isu baru : Penyampaian informasi tentang hasil /kinerja REDD+ melalui BUR, yang dinilai melalui ICA (International Consultations and Analysis) VS verifikasi dan modalities untuk verifikasi resultbased actions, Submisi tentang : Technical Assessment (TA) terhadap REL/RL dan proses dari TA dan In-session workshop tentang hasil submisi dimaksud, Submisi tentang isu terkait Co-benefits, Opsi bagi parties untuk memasukkan aspek multi-fungsi hutan dalam NFMS. HASIL COP-18 : ASPEK POLICY/FINANCING REDD+ (DI BAWAH AWG-LCA) Sebagai bagian dari BAP package (Agrred outcome-bali Action Plan), Sesuai mandat Durban (elaborasi dari mandat Cancun), 3 isu utama (sumber, pendekatan pasar untuk result-based actions, pendekatan non-pasar untuk JAM dan multi-fungsi hutan) dinegosiasikan, Sepakat untuk melaksanakan work-progamme on result-based finance 2013 termasuk 2 in- session workshops, Presiden COP menunjuk 2 Co-Chairs masing-masing mewakili negara berkembang dan negara maju untuk memimpin pelaksanaan work-programme, Co-Chairs mengkoordinasikan programme of works tersebut dengan kegiatan di bawah SBSTA, Joint SBSTA-SBI pada sesi ke-38 untuk membahas institusi (existing dan potensi institusi baru) Undangan submisi dari parties terkait institusi beserta fungsi dll, SBSTA-38 mempertimbangkan bagaimana pendekatan non-pasar dapat dibangun untuk JAM dll dan Inisiasi isu metodologi oleh SBSTA-38 untuk non-carbon benefits. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 29

40 HASIL COP-18 : ASPEK POLICY/FINANCING REDD+ (DI BAWAH AWG-LCA) (lanjutan) Para penting (elaborasi dari Keputusan Durban) : Para 28. Decides that the aim of the work programme is to contribute to the ongoing efforts to scale up and improve the effectiveness of finance for the activities referred to in decision 1/CP.16, paragraph 70, taking into account decision 2/CP.17, paragraphs 66 and 67; Para 29. Also decides that the work programme will address options to achieve this objective, taking into account a wide variety of sources as referred to in decision 2/CP.17, paragraph 65, including: (a) Ways and means to transfer payments for results-based actions; (b) Ways to incentivize non-carbon benefits; (c) Ways to improve the coordination of results-based finance; PROGRES REDD+ DI TINGKAT NASIONAL 30 Isu Kehutanan: Mandat Durban dan Capaian COP-18 Doha

41 TAHAPAN IMPLEMENTASI REDD+ (KEPUTUSAN COP-16) Penyusunan STRANAS/RAN, perumusan kebijakan dan perangkatnya, pengembangan kapasitas Catatan : negara pihak (Parties) dapat memilih tahapan sesuai dengan kondisi nasional, kapasitas dan tingkat dukungan yang diperoleh Result-based actions yang harus diukur/monitor, dilaporkan, diverifikasi secara penuh PHASE I PHASE II PHASE III Posisi indonesia saat ini Implementasi STRANAS/RAN, kebijakan beserta perangkat penilainya, pengembangan kapasitas, transfer dan pengembangan teknologi, result-based demonstration activities, LINGKUP KEGIATAN REDD+ DAN PERANGKAT YANG DIPERLUKAN Lingkup kegiatan berdasar Keputusan COP dan contoh kegiatan di Indonesia: 1. Pengurangan emisi dari deforestasi (mengurangi konversi ); 2. Pengurangan emisi dari degradasi hutan (perbaikan Pengelolaan hutan) 3. Konservasi stok Carbon (mencegah emisi) 4. Pengelolaan Hutan Lestari 5. Peningkatan stok carbon (restorasi, reforestasi dll) Persyaratan REDD+ berdasarkan Keputusan COP-16 : 1. STRANAS [Idn. plus SRAP dan RAK bila diperlukan] 2. REL/RL 3. NFMS MRV 4. SIS-REDD+ Penanganan penyebab DD Penanganan isu tenurial, tata kelola (governance), gender, safeguards, pelibatan para pihak, masyarakat adat dan masyarakat lokal. Catatan : Tahapan final dan dalam proses. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 31

42 ASPEK TEKNIS-METODOLOGIS : MEMAKNAI HASIL COP Masih terdapat pending issues yang menyangkut modalities NFMS dan MRV, Kedua aspek ini menuntut penyelesaian (ada keputusan COP) untuk membuat REDD+ operasional (setidaknya masuk result-based actions & result-based support) memberikan ruang bagi Indonesia untuk mereview progres yang dicapai dan memiliki basis lebih kuat dalam negosiasi di COP berikutnya, Untuk Pending issues lainnya : guidance untuk TA-REL/RL, informasi terkait SIS-REDD+, drivers DD, Co-benefits, JAM submisi, workshop, dan menarik pembelajaran dari practices, proses stakeholders, penyiapan perangkat REDD+, dan hasil riset, untuk penyiapan bahan negosiasi di SBSTA dan COP berikutnya. Keterkaitan dengan isu lain misal : MRV NAMAs, BUR, Various approaches, dll ASPEK POLICY (FINANCING REDD+) Keputusan Doha merupakan progres dari Cancun dan Durban, Isu : mejaga balance antara persyaratan teknis-metodologis dan enabling environments VS provision of supports dari negara maju, Keterkaitan dengan isu lain : various approaches, NAMAs, Governing Bodies dalam financing di bawah UNFCCC dll CATATAN PENUTUP REDD+ dilihat dari scope kegiatannya adalah kegiatan kehutanan yang sudah dikenal oleh para rimbawan selama ini, Enabling conditions yang harus disiapkan untuk implementasi REDD+ sejalan dengan kebijakan penguatan tata-kelola kehutanan, seharusnya dapat digunakan untuk memperkuat upaya yang ada terutama dalam peningkatan efektivitasnya, Di tingkat global, Indonesia termasuk sedikit dari negara yang teratas dari sisi level of rediness untuk implementasi REDD+, Namun demikian, sejumlah tantangan masih harus diatasi bersama baik dari aspek kebijakan, maupun teknis-metodologis : Dari aspek kebijakan terutama terkait linking negosiasi kebijakan nasional dan antar sektor terkait - dan daerah, Dari aspek teknis-metodologis terkait dengan konsistensi metodologi antara nasional dan sub-nasional (daerah). 32 Isu Kehutanan: Mandat Durban dan Capaian COP-18 Doha

43 MELIHAT MANFAAT REDD+ REDD+ (semula RED - REDD) telah diperkenalkan atau ditangkap dengan cara yang salah di Indonesia ada carbon ada uang/pembayaran. Banyak yang berpandangan REDD+ adalah sama dengan CDM ( project-based dengan langsung masuk ke mekanisme pasar dengan off set mechanism di bawah Kyoto Protocol), REDD+ sesuai konsep awal adalah nasional approach, meskipun Parties dapat melaksanakan di level subnational (case Indonesia : dapat propinsi, kabupaten, tingkat tapak) diperlukan adanya konsistensi antara pendekatan, metodologi dll antara pusat dan daerah displacement of emission antar subnasional adalah tanggung jawab nasional, REDD+ dilaksanakan bertahap sesuai kemampuan dan kesiapan masing-masing negara serta kebijakan nasionalnya pasar carbon hasil REDD+ di bawah UNFCCC belum ada karena mekanisme dan modalities untuk pengukuran hasilnya masih dalam proses negosiasi di COP, Daerah atau manajemen unit yang akan masuk dalam perdagangan carbon yang lazim disebut voluntary carbon market, perlu memahami aturan baik di pihak pembeli dan di dalam negeri, terlebih Indonesia juga memiliki komitmen penurunan emisi %, Peluang pendanaan yang ada saat ini yang sebagian besar merupakan pendanaan untuk readiness dan transisi (beberapa project didesain untuk result-based payment) harus difokuskan untuk meningkatkan kapasitas, penyiapan perangkat REDD+ dan penciptaan enabling environment yang akan menjadi penentu keberhasilan REDD+ pada phase full implementation yang secara keseluruhan akan berkontribusi terhadap perbaikan tata-kelola kehutanan dan land-based sector lainnya. TERIMA KASIH passion & integrity nurmasripatin@ymail.com Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 33

44 2. Apa Pengaruh Doha Climate Gateway terhadap Perkembangan Pasar Karbon di Indonesia? Oleh: Dicky Edwin Hindarto (Koordinator Divisi Mekanisme Perdagangan Karbon Dewan Nasional Perubahan Iklim) Apa pengaruh Doha Climate Gateway terhadap perkembangan pasar karbon di Indonesia? Dicky Edwin Hindarto Koordinator Divisi Mekanisme Perdagangan Karbon Dewan Nasional Perubahan Iklim Dewan Nasional Perubahan Iklim 34 Apa Pengaruh Doha Climate Gateway terhadap Perkembangan Pasar Karbon di Indonesia?

45 Struktur Presentasi 1. Kondisi pasar karbon sebelum COP Hasil keputusan COP 18 dalam paket Doha Climate Gateway 3. Bagaimana pengaruhnya bagi Indonesia? 4. Bagaimana rencana pengembangan pasar karbon Indonesia ke depan? Dewan Nasional Perubahan Iklim 2 Kondisi terkini pasar karbon di Indonesia Indonesia menganut pendekatan pembiayaan berdasar pasar dan non pasar untuk melakukan mitigasi perubahan iklim. Pengalaman Indonesia cukup panjang dalam penurunan emisi menggunakan pendekatan pasar, tapi sangat terbatas di kehutanan. CDM Indonesia sudah mengeluarkan LoA 209 dari sudah terdaftar di CDM-EB, proyek methane avoidance adalah yang terbanyak (39 proyek), tapi CERs terbesesar didapat dari geothermal. 26 proyek sudah issued CERs dengan total volume 5.71 juta ton CERs. Pasar Karbon Sukarela (Voluntary) 9 proyek sudah dilakukan, dan sudah tercipta 1,85 juta ton VER. Indonesia hanya punya 1 proyek untuk AR-CDM dan 1 proyek yang sudah teregistrasi untuk REDD+ di VCS. Dewan Nasional Perubahan Iklim 3 Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 35

46 Apa hubungannya antara pasar karbon dan REDD+? Akan sangat tergantung dari pola pembiayaan REDD+ itu sendiri. Proyek REDD+ dan proyek kehutanan lainnya, termasuk AR, dapat menggunakan pembiayaan dari pasar maupun non pasar. Model pembiayaan REDD+ berbasis mekanisme pasar budget pemerintah investasi swasta FDI pasar karbon pasar lainnya pemerintah pusat dan daerah public private partnership dan murni swasta investasi dari pemerintah dan swasta asing Dewan Nasional Perubahan Iklim 4 Dimana pasar karbon di COP 18 dirundingkan? 1. CMP merundingkan governance untuk CDM, terutama untuk lebih meningkatkan efisiensi dari CDM. 2. SBSTA merundingkan LULUCF on CDM dan CCS transboundary untuk CDM. 3. SBI merundingkan masalah appeals process untuk CDM. 4. KP merundingkan masalah boleh tidaknya negara non KP atau yang tidak mempunyai pledges dalam KP menggunakan CDM dalam memenuhi target pengurangan emisinya. 5. LCA merundingkan masalah pembentukan Framework on Various Approaches dan New Market Mechanism. Materi perundingan lain yang terkait dengan pasar karbon Kyoto Protocol, khususnya untuk masalah komitmen pengurangan emisi (NUMBERS) NAMAc dan NAMAs, Sectoral Approaches, dan REDD+ di LCA Dewan Nasional Perubahan Iklim 5 36 Apa Pengaruh Doha Climate Gateway terhadap Perkembangan Pasar Karbon di Indonesia?

47 Dan bagaimana keputusannya di KP? 12.Clarifies that, for the second commitment period, starting from 1 January 2013, Parties not included in Annex I continue to be able to participate in ongoing project activities under Article 12 of the Kyoto Protocol and in any project activities to be registered after 31 December 2012 in accordance with the provisions of the annex to decision 3/CMP.1; 13.Clarifies also that for the purposes of the second commitment period, from 1 January 2013 onwards, a Party included in Annex I may continue to participate in ongoing project activities under Article 12 and in any project activities to be registered after 31 December 2012, but only a Party with a quantified emission limitation and reduction commitment inscribed in the third column of Annex B as contained in annex I to this decision shall be eligible to transfer and acquire certified emission reductions (CERs) in accordance with decision 3/CMP.1 and with paragraph 15 below; Implikasinya, Indonesia tidak bisa lagi menjual CERs nya kepada Jepang, Kanada, New Zealand, dan Rusia, serta harus menjual semua CERs nya ke European Union dan atau Australia. Dewan Nasional Perubahan Iklim 6 Bagaimana Framework on Various Approaches (FVA) di LCA? 41. Acknowledges that Parties, individually or jointly, may develop and implement various approaches, including opportunities for using markets and non-markets, to enhance the cost-effectiveness of, and to promote, mitigation actions, bearing in mind different circumstances of developed and developing countries; 42. Re-emphasizes that, as set out in decision 2/CP.17, paragraph 79, all such approaches must meet standards that deliver real, permanent, additional and verified mitigation outcomes, avoid double counting of effort and achieve a net decrease and/or avoidance of greenhouse gas emissions; 44. Requests the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice to conduct a work programme to elaborate a framework for such approaches, drawing on the work of the Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention on this matter, including the relevant workshop reports and technical paper, and experience of existing mechanisms, with a view to recommending a draft decision to the Conference of the Parties for adoption at its nineteenth session; 45. Considers that any such framework will be developed under the authority and guidance of the Conference of the Parties; Terminologi FVA akan menjadi hal baru yang harus dipahami!!! Dewan Nasional Perubahan Iklim 7 Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 37

48 Bagaimana New Market Mechanism (NMM) di LCA? 51. Also requests that the work programme consider possible elements of the mechanism referred to in paragraph 50 above, for example the following: (a) Its operation under the guidance and authority of the Conference of the Parties; (b) The voluntary participation of Parties in the mechanism; (c) Standards that deliver real, permanent, additional, and verified mitigation outcomes, avoid double counting of effort and achieve a net decrease and/or avoidance of greenhouse gas emissions; (d) Requirements for the accurate measurement, reporting and verification of emission reductions, emission removals and/or avoided emissions; (e) Means to stimulate mitigation across broad segments of the economy, which are defined by the participating Parties and may be on a sectoral and/or project-specific Basis; (f) Criteria, including the application of conservative methods, for the establishment, approval and periodic adjustment of ambitious reference levels (crediting thresholds and/or trading caps) and for the periodic issuance of units based on mitigation below a crediting threshold or based on a trading cap; (g) Criteria for the accurate and consistent recording and tracking of units; (h) Supplementarity; (i) A share of proceeds to cover administrative expenses and assist developing country Parties that are particularly vulnerable to the adverse effects of climate change to meet the costs of adaptation; (j) The promotion of sustainable development; (k) The facilitation of the effective participation of private and public entities; (l) The facilitation of the prompt start of the mechanism; NMM akan menjadi mekanisme baru untuk pasar!!! Dewan Nasional Perubahan Iklim 8 NAMAs, FVA, NMM, dan dimana REDD+? NAMAs FVA NMM REDD+ The NMM represents a UNFCCCrun market mechanism much like the mechanisms under the Kyoto Protocol, with agreed modalities and procedures that would apply to all participating UNFCCC Parties, and with units representing mitigation outcomes being certified and issued by the UNFCCC or outside UNFCCC. JCM NEW KP Market FVA: The term of various approaches is broad and allencompassing. Any approach that has the purpose of enhancing the cost-effectiveness of, or promoting, mitigation actions, would appear to be included within the scope of this term. These approaches can be domestic or international. These approaches can also be market-based in nature or nonmarket- based in nature. The FVA appears to contemplate a system for enabling the recognition under the UNFCCC of units from mechanisms that are operated and administered outside the UNFCCC. The scope of the FVA extends to market-based mechanisms as well as nonmarket- based mechanisms Dewan Nasional Perubahan Iklim 9 38 Apa Pengaruh Doha Climate Gateway terhadap Perkembangan Pasar Karbon di Indonesia?

49 Apa kemudian ANTISIPASI kita? CDM di Indonesia akan sangat melambat pertumbuhannya karena kurangnya permintaan, begitu juga untuk VCS. Jenis perdagangan dan pasar karbon lain akan tetap dikembangkan oleh banyak pihak guna alternatif pembiayaan pengurangan emisi, termasuk pasar karbon domestik. Perlu tetap dikembangkan pembiayaan berbasis pasar di Indonesia. Bagaimana dengan posisi sektor kehutanan dan beberapa sektor nasional lain untuk pembiayaan berbasis pasar? Secara domestik, Indonesia tengah mengembangkan Skema Karbon Nusantara/SKN untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan berbasis pasar. Pasar karbon sukarela domestik Mekanisme lain (pasar dan nonpasar) Skema Karbon Nusantara Dewan Nasional Perubahan Iklim 10 Status mitigasi GRK berbasis pasar diluar perundingan Dewan Nasional Perubahan Iklim 11 Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 39

50 Linking antar pasar karbon Dewan Nasional Perubahan Iklim 12 Rancangan pengembangan pasar karbon Indonesia International Carbon Markets Link via offset mechanism Direct link with other domestic market mechanism International Crediting Mechanism DOMESTIC MARKET MECHANISM based on voluntary market system (e.g. Emissions trading scheme or sectoral trading) Indonesia is preparing standard, policies, and market instrument. CARBON CREDIT SUPPLIER Indonesia produces carbon credit for mandatory and voluntary based market system for international market. REGIONAL AND BILATERAL MARKET based on regional and bilateral agreement and domestic emission reduction policies (e.g. NAMA or sectoral crediting) Dewan Nasional Perubahan Iklim Apa Pengaruh Doha Climate Gateway terhadap Perkembangan Pasar Karbon di Indonesia?

51 Dan kami kembangkan Skema Karbon Nusantara Mengapa? Sebagai alternatif pembiayaan berbasis pasar untuk kegiatan mitigasi domestik. Sebagai katalis untuk pasar karbon atau pasar jenis lainnya. Untuk menjaga momentum pengembangan pasar karbon di Indonesia. Untuk menjaga agar integritas lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dilakukan mitigasi GRK. Meningkatkan kapasitas nasional dalam perhitungan emisi GRK. Bisa menjadi insentif finansial, terutama untuk pengembang kecil dan berbasis masyarakat. Skema Karbon Nusantara akan memastikan agar pengurangan emisi yang terjadi akan tetap menjaga integritas lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dengan melalui skema sertifikasi untuk pengurangan emisi Dewan Nasional Perubahan Iklim 14 Apa yang sudah disiapkan dalam Skema Karbon Nusantara? Pengembangan metodologi (6), panduan (2), tools, dan perencanaan sistem sertifikasi. Rencana pengembangan pilot proyek. Website berisi informasi terkini untuk pengembangan SKN. Pengembangan sistem MRV berbasis ISO dan bekerja sama dengan BSN, KAN, dan lembaga penilai. Pelatihan untuk verifikasi dan validasi sudah dilakukan. Peningkatan pemahaman akan pembiayaan berbasis pasar, khususnya pasar karbon domestik, antar instansi pemerintah dan swasta. Kelembagaan dan organisasi saat ini tengah disusun. Rencana pengembangan pilot proyek: Mangrove Reforestation and Coastal Green-belt Protection di Propinsi Aceh dan Sumatera Utara Developer: Yagasu Foundation Potential ER: 25 tco2/ha/y (perhitungan konservatif) Dewan Nasional Perubahan Iklim 15 Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 41

52 Skema Karbon Nusantara Check this out: skn.dnpi.go.id Dewan Nasional Perubahan Iklim 16 Terima kasih Thank you Dewan Nasional Perubahan Iklim 42 Apa Pengaruh Doha Climate Gateway terhadap Perkembangan Pasar Karbon di Indonesia?

53 3. Ad-Hoc Working Group on Durban Platform (ADP): Kehutanan dalam Kerangka Kerja Pasca 2020 Oleh: Eka Melisa (Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim) AD-HOC WORKING GROUP ON DURBAN PLATFORM (ADP) : KEHUTANAN DALAM KERANGKA KERJA PASKA 2020 Eka Melisa Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Jakarta, 11 Desember 2012 Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 43

54 Mengenal ADP (1) Dec. 1/CP.17 MENGAPA: 1. Menyadari pentingnya kerjasama yang paling optimal dari semua negara dalam menghindai ancaman perubahan iklim, khususnya melalui upaya penurunan emisi (PP.1) 2. Memahami sepenuhnya adanya significant gap dari jumlah aggregat dari target penurunan emisi negara-negara di tahun 2020 dan jumlah ynag dibutuhkan untuk dapat menjaga kenaikan temperatur rata-rata dunia tidak melebihi 2 atau 1.5 derajat diatas pre-industrial level. (PP.2) 3. Menyadari pentingnya untuk memperkuat rejim multilateral di bawah Konvensi untuk memenuhi tujuan utama (ultimate objective) dari Konvensi Mengenal ADP (2) Dec. 1/CP.17 BAGAIMANA: 1. Menyelesaikan elemen-elemen Bali Action Plan melalui keputusankeputusan COP 16, COP 17 dn COP 18; serta terminasi AWG-LCA di COP 18 di Doha (O.P.1) 2. Menyepakati proses dalam ADP untuk membangun satu kerangka legal dibawah Konvensi yang akan diaplikasikan ke semua Negara (O.P.2) dengan meningkatkan level dari ambisi sesuai dengan informasi dari, antara lain, AR5, review, dan hasil dari badan badan subsider lainnya (O.P.6) 3. Menyepakati bahwa rencana kerja ADP perlu diselesaikan pada semester pertama di tahun 2012, termasuk diantaranya isu-isu terkait building blocks dari BAP. (O.P.5) 4. Menyepakati rencana kerja untuk meningkatkan ambisi dari upaya mitigasi dengan mengeksplorasi opsi-opsi yang didasarkan atas upaya-upaya maksimal yang paling mungkin dilakukan setiap negara (the highest possible mitigation efforts) (O.P. 7) dimulai dengan workshop yang berdasarkan submisi negara (O.P.8) 44 Ad-Hoc Working Group on Durban Platform (ADP): Kehutanan dalam Kerangka Kerja Pasca 2020

55 JALUR KERJA ADP IPCC AR5 AWG-LCA Workstream 1: Proses untuk membangun sebuah protokol, instrumen legal lainnya atau kesepakatan berkekuatan hukum di bawah Konvensi yang dapat diterapkan di Semua Negara (applicable to all) (O.P. 2-6) Other SBs Review Rencana Kerja ADP Workstream 2: Proses untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi opsi-opsi bagi aksiaksi yang dapat mengurangi kesenjangan gap melalui upaya mitigasi yang paling memungkinkan bagi Semua Negara (O.P. 7-8) Further Workstreams Unfinished matters, if any POSISI DELRI Pembahasan ambisi dari ADP tidak hanya meliputi unsur-unsur penurunan emisi tapi keseluruhan building blocks dari Bali Action Plan. Dalam penentuan ambisi tersebut, ADP harus didasarkan pada pembahasan kedua AWG lainnya, khususnya terkait target penurunan emisi negara maju dan kontribusi sukarela negara berkembang dengan dkungan masyarakat internasional. Peningkatan level ambisi harus diukur melalui langkah nyata lewat upayaupaya mitigasi dan adaptasi yang didukung mekanisme pendanaan, pengembangan dan alih teknologi serta perangkat/instrumen untuk mendorong aksi adaptasi serta mitigasi. ADP dalam menerjemahkan applicable to all harus tetap didasarkan prinsipprinsip Konvensi, khususnya Common but Differentiated Responsibilities (CBDR), climate equity, dan respective capabilities (RC). Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 45

56 TARGET DELRI Workstream 1 Co-Chairs mengeluarkan rencana kerja yang komprehensif, termasuk langkah-langkah di tahun 2013 yang dituangkan dalam laporan atau keputusan ADP 1. Workstream 2: Keputusan yang mengelaborasi tujuan dari kerja ADP untuk menghitung ambition gap dan menyusun langkah-langkah awal di tahun 2013 untuk mempromosikan upaya-upaya yang dapat memperkecil gap tersebut. Time Frame: Sesi tambahan dan submisi di awal tahun 2013,mulai diskusi teks di akhir tahun agar tahun 2014 sudah mulai negosiasi. HASIL ADP DECISION : ADVANCING THE DURBAN PLATFORM Noting the decision _/CP.18 of AWG-LCA and _/CMP 8 of AWG-KP Guided by principles of convention (common but differentiated responsibilities, equity, and respective capabilities) Planning of action in 2013, including all building blocks of Bali Action Plan. CONCLUSION : PLANNING OF WORK Additional Session on Spring (29 April 3 May) 2013 and/or Fall (9-13 September) 2013 In-session roundtable and workshop based on submission on workstream 1 and 2 on all building blocks by 1 March 2013 Start negotiating text by 2014, concludes by end of 2015 the latest In their submission on actions, initiatives and options, Parties can submit ideas on both mitigation and adaptation benefits as well as means of implementations. 46 Ad-Hoc Working Group on Durban Platform (ADP): Kehutanan dalam Kerangka Kerja Pasca 2020

57 DOHA CLIMATE GATEWAY 2) Time table for the 2015 global climate change agreement and increasing ambition before 2020 Governments have agreed to speedily work toward a universal climate change agreement covering all countries from 2020, to be adopted by 2015, and to find ways to scale up efforts before 2020 beyond the existing pledges to curb emissions so that the world can stay below the agreed maximum 2 degrees Celsius temperature rise. A significant number of meetings and workshops are to be held in 2013 to prepare the new agreement and to explore further ways to raise ambition. Governments have agreed to submit to the UN Climate Change Secretariat, by 1 March 2013, information, views and proposals on actions, initiatives and options to enhance ambition. Elements of a negotiating text are to be available no later than the end of 2014, so that a draft negotiating text is available before May In Doha, the UN Secretary General Ban Ki-moon announced he would convene world leaders in 2014 to mobilize the political will to help ensure the 2015 deadline is met. AGENDA 2013: WORKSTREAM 2 In-sessions roundtable discussions and workshops Submisi atas aksi, inisiatif dan opso untuk mengurangi kesenjangan ambisi sebelum tanggal 1 Maret 2013, dengan fokus: Mitigation and Adaptation benefit, termasuk ketahanan satu negara atas dampak perubahan iklim (resilience to the impacts of climate change) Hambatan yang dapat terjadi dan cara-cara untuk menanggulanginya, serta insentif yang dapat dieksplorasi untuk meningkatkan aksi Pendanaan, Teknologi dan Pengembangan Kapasitas untuk mendukung pelaksanaan aksi-aksi tersebut Sejumlah workshops yang akan ditentukan fokusnya berdasarkan submisi, termasuk identifikasi katalis yang dapat digunakan untuk implementasi inisiatif dan aksi dimaksud sehingga dapat mengurangi laju emisi gas rumah kaca dengan cepat, efektif biaya tapi tetap berbasis kesetaraan Sekretariat UNFCCC akan menyiapkan technical paper berbasis masukan pada submisi, dan akan menerbitkan rancangan pertamanya sebelum pertemuan SBI/SBSTA di tengah tahun 2013 Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 47

58 KEHUTANAN Merupakan salah satu sektor utama yang akan dibahas dalam workstream 2. Masukan bagi Submisi ADP workstream 2 yang harus dimasukkan sebelum 1 Maret 2012 : aksi, inisiatif dan ops serta hambatan dan usulan upaya penanggulangan. Rancangan presentasi sektor kehutanan pada workshop atau roundtable discussion terkait. Masukan kepada agenda workstream 1: bagaimana menurunkan perimbangan atas potensi mitigasi, akses terhadap adaptasi, serta perangkat implementasi (pendanaan, teknologi dan pengembangan kapasitas. TERMA KASIH 48 Ad-Hoc Working Group on Durban Platform (ADP): Kehutanan dalam Kerangka Kerja Pasca 2020

59 4. Doha Climate Gateway: Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto Oleh: Moekti H. Soejachmoen (Asisten Khusus UKP-PPI) Doha Climate Gateway Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto Moekti H. Soejachmoen Asisten Khusus UKP PPI Jakarta, 11 Desember 2012 Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 49

60 COP18/CMP8 Doha Menyelesaikan mandat dari COP17/CMP7 26 November 8 Desember 2012 Dilaksanakan dalam 7 (tujuh) wadah secara paralel: COP18; CMP8 SBSTA 37 2; SBI 37 2 AWG KP 17 2 AWG LCA 15 2 ADP 1 2 Doha Climate Gateway Keputusan terkait Protokol Kyoto pasca 2012: Amandemen Pasal 3.9 pelaksanaan Periode Komitmen Kedua Implikasi dari implementasi meodologi dalam Periode Komitmen Kedua Keputusan lain terkait implementasi Periode Komitmen Pertama 50 Doha Climate Gateway: Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto

61 Hasil terkait AWG KP... (1) Berakhirnya masa kerja AWG KP Implementasi efektif Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto (KP CP2) per 1 Januari 2013 selama 8 tahun hingga 31 Desember 2020 Target penurunan emisi GRK: 25 40% terhadap 1990, namun saat ini baru sekitar 18% Akan ada proses review untuk meningkatkan target penurunan emisi GRK (di tahun 2014) Hasil terkait AWG KP... (2) Implementasi mekanisme fleksibilitas akan berlanjut tanpa kesenjangan antara CP1 & CP2 Pembatasan pemanfaatan surplus assign amount units (AAUs) hanya untuk pemenuhan komitmen domestik dan tidak dapat diperjualbelikan mendapat tentangan keras dari Rusia, Belarusia dan Ukraina Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 51

62 Legalitas Amandemen KP Adopsi dan ratifikasi dari amandemen dilaksanakan sesuai dengan Pasal 20 dan Pasal 21 dari Protokol Kyoto Negara yang dapat melakukan provisional application diminta untuk melakukannya segera Bagi negara yang tidak dapat melakukan provisional application diminta untuk mengimplementasikan aturan main KP sesuai kondisi dan sistem legal di negara ybs Implikasi Sektor Kehutanan Bagi negara maju yang Annex B CP2, sektor land use land use change and forestry (LULUCF) akan diperhitungkan seperti dalam Periode Komitmen Pertama, termasuk opsi mengenai natural disturbances, harvested wood products, dll. Bagi negara berkembang seperti Indonesia clean development mechanisms untuk aforestasi dan reforestasi (A/R CDM) 52 Doha Climate Gateway: Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto

63 Terima Kasih Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 53

64 5. Doha Climate Gateway dan Isu Terkait Pendanaan Oleh: Suzanty Sitorus (Sekretaris Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim) Doha Climate Gateway dan Isu Terkait Pendanaan Suzanty Sitorus Sekretaris Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Stakeholde r Review Status Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan di Indonesia Jakarta, 11 Desember Doha Climate Gateway dan Isu Terkait Pendanaan

65 Keputusan utama terkait pendanaan Pendanaan jangka panjang Standing Committee on Finance Green Climate Fund Adaptation Fund Lain lain: Review ke 5 mekanisme finansial MRV of finance Pendanaan dan REDD+ Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 55

66 Pendanaan jangka panjang Qualitative reassurance. Negara maju menekankan kembali komitmen untuk melanjutkan dukungan pendanaan iklim kepada negara berkembang, dengan memobilisasi USD100 milyar untuk adaptasi dan mitigasi hingga Mid term financing hanya kerangka waktu, tanpa angka konkrit. Negara maju didorong untuk meningkatkan upaya untuk menyediakan pendanaan antara setidaknya pada tingkat rata rata tahunan seperti yang disediakan pada periode fast start finance (= setidaknya USD10 milyar/tahun). Work programme on long term finance diperpanjang 1 tahun dan difokuskan pada pathways untuk mencapai target LTF. Pledges yang dibuat di Doha dari Jerman, Inggris, Perancis, Denmark, Swedia dan Komisi EU untuk periode hingga 2015 sebesar USD6 milyar. Pendanaan jangka panjang Negara maju lain diminta untuk mengumumkan pledges mereka bila kondisi keuangan memungkinkan. Dana multilateral untuk adaptasi sebagian besar akan disalurkan melalui GCF. Negara maju diminta untuk menyalurkan dana adaptasi dari sumber dana publik. Pada COP19 negara maju diminta untuk menyampaikan kepada COP informasi mengenai strategi dan pendekatan untuk memobilisasi LTF. 56 Doha Climate Gateway dan Isu Terkait Pendanaan

67 Standing Committee on Finance Mulai 2013 SCF menyelenggarakan forum pendanaan untuk meningkatkan komunikasi di antara para pelaku pendanaan PI dari pemerintah, swasta, dan akan melibatkan pihak pihak dari masyarakat sipil, organisasi internasional dan think tank. Mulai 2013 SCF memberikan rekomendasi kepada COP terkait guidance kepada operating entities mekanisme pendanaan (Global Environment Facility dan Green Climate Fund) Menyiapkan guidelines untuk review ke 5 mekanisme finansial Mengembangkan arrangements antara COP dan Green Climate Fund, bekerjasama dengan Board GCF Dalam melaksanakan assessment dan overview dua tahunan pertama mengenai aliran pendanaan, SCF akan mempertimbangkan cara cara untuk memperkuat metodologi untuk pelaporan pendanaan perubahan iklim Green Climate Fund Menyetujui keputusan Board GCF memilih Songdo, Korea Selatan sebagai tuan rumah GCF. Board GCF diminta untuk: Mengembangkan no objection procedure yang akan dilakukan oleh national designated authorities untuk menjamin arahan dari Pihak negara berkembang; Memastikan alokasi yang seimbang antara adaptasi dan mitigasi Menggalang dana dan mengembangkan kebijakan dan prosedur untuk proses replenishment awal agar GCF segera dapat operasional secara penuh. Membentuk Sekretariat Independen di Songdo secepatnya. Menyeleksi trustee GCF melalui proses seleksi yang terbuka, transparan dan kompetitif Memulai proses kolaborasi dengan Komite Adaptasi dan Komite Teknologi Eksekutif dan entitas tematik lain untuk meningkatkan koordinasi. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 57

68 Adaptation Fund AF mengalami krisis dana Total dana: USD144,2 juta, termasuk USD31,4 juta yang diperkirakan diterima dari monetisasi CER pada tahun 2012 Negara maju diminta untuk memberikan kontribusi karena ketidakpastian dari harga CER Interim arrangements diperpanjang Interim Secretariat oleh GEF hingga 2014 Interim Trustee oleh World Bank hingga 2015 Telah memberikan akreditasi kepada 14 NIE (national implementing entities) SBI ke 38 pada pertengahan 2013 akan menginisiasi review kedua AF COP18/CMP8 juga menyepakati Review ke 5 mekanisme finansial dimulai dan akan dilaporkan hasilnya pada COP 20 (2014) Common tabular format for UNFCCC biennial reporting guidelines for developed country Parties termasuk untuk pelaporan pendanaan yang disediakan negara maju. Negara maju menyampaikan informasi kepada Sekretariat UNFCCC pada Mei 2014 mengenai metodologi dan sistem yang digunakan untuk mengukur dan melacak pendanaan perubahan iklim 58 Doha Climate Gateway dan Isu Terkait Pendanaan

69 Provision of public financial support: summary information in 20XX 3 Year Allocation channels Domestic currency USD Total contributions through multilateral channels Core/general Climate specific Core/general Climate specific Mitigation Adaptation Crosscutting Others Mitigation Adaptation Crosscutting Others Multilateral climate change funds Other multilateral climate change funds Multilateral financial institutions, including regional development banks Specialized United Nations bodies Total contributions through bilateral, regional and other channels Total Common tabular format for UNFCCC biennial reporting guidelines for developed country Parties Keterkaitan keputusan keputusan REDD+ dan pendanaan REDD+ Memutuskan penyelenggaraan work programme on resultsbased finance di tahun 2013 dengan tujuan berkontribusi terhadap proses yang ada untuk meningkatkan skala pendanaan, dengan fokus: Ways and means to transfer payments for results based actions; Ways to incentivize non carbon benefits; Ways to improve the coordination of results based finance; Pendanaan: Tahun 2012 diselenggarakan work programme on long term finance untuk memperjelas mengenai pelaksanaan komitmen LTF, termasuk sumber sumbernya. Tahun 2013 WP LTF akan fokus pada pathways untuk memenuhi meningkatkan skala LTF. Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 59

70 Teks mengenai work programme REDD+ results based finance The aim of the work programme is to contribute to the ongoing efforts to scale up and improve the effectiveness of finance for REDD+ activities The work programme will address options to achieve this objective, taking into account a wide variety of sources as referred to in decision 2/CP.17, paragraph 65, including: a) Ways and means to transfer payments for results based actions; b) Ways to incentivize non carbon benefits; c) Ways to improve the coordination of results based finance; Long term finance Decides to extend the work programme on long term finance for one year to the end of 2013, with the aim of informing developed country Parties in their efforts to identify pathways for mobilizing the scaling up of climate finance to USD 100 billion per year by 2020 from public, private and alternative sources in the context of meaningful mitigation actions and transparency on implementation, and informing Parties in enhancing their enabling environments and policy frameworks to facilitate the mobilisation and effective deployment of climate finance in developing countries Isu yang perlu dicermati Dana yang akan digunakan sama: pendanaan jangka panjang (LTF) USD100 milyar sampai Penggunaan istilah sources : Paragraf 99 1/CP.16: sumber LTF adalah publik dan swasta, bilateral dan multilateral, termasuk sumber sumber alternatif Bilateral dan multilateral lebih tepat dikategorikan sebagai mekanisme penyaluran Alternative sources: baru diidentifikasi dan didiskusikan tantangan dan peluangnya pada WP LTF 2012, namun belum ditetapkan. Bahan untuk diskusi work programme REDD+ Pembelajaran dari fast start finance tersedia dari beberapa Parties, lembaga riset, dan organisasi internasional, tapi tidak ada yang resmi dari UNFCCC meski sudah dibahas di WP LTF Permintaan negara berkembang agar ada laporan sintesis mengenai pembelajaran FSF ditolak oleh negara maju pada sidang COP Doha Climate Gateway dan Isu Terkait Pendanaan

71 Terima kasih Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 61

72 C. Daftar Peserta No. Nama Instansi 1 A. Ngaloken Gintings HKTI 2 Abdul Wahid Situmorang UNDP 3 Adi Usman FKKM 4 Adrianto Gunawan SMF 5 Agus Kastanya UNPATTI 6 Andi Andriadi Pustanling 7 Andreas Rahutomo Pustanling 8 Arus Mujijat PT. Arara Abadi 9 Bambang Kementerian Pertanian 10 Bambang Dit. KKBHL 11 Bambang Adji PHKA 12 Bambang Winarto UNEJ 13 Barbara Lang GIZ 14 Darni Subari Fakultas Kehutanan UNLAM 15 Deddy Hadriyanto UNMUL 16 Dicky Edwin Hindarto DNPI 17 Didi BUK 18 Didi M. AUSAID 19 Dinik Indrihastuti Pustanling 20 Djadjuk Wijono PHKA 21 Doddy Sukadri DNPI 22 Duratma Momo Dishut Prov. Kalimantan Timur 23 Edy JICA 24 Eka Melissa SKPPI 25 Erna Rosita Pustanling 26 Fachruddin M. UNAS 27 Farah Sofa UK Climate Change Unit 28 Gun Mardiatmoko UNPATTI 62 Daftar Peserta

73 No. Nama Instansi 29 Haris Surono Sinar Mas Forestry 30 Haryo Pambudi Pustanling 31 Hayani Suprahman BTN Berbak 32 Hayu Wibawa LEI 33 Irsyal Yasman APHI 34 Irvan Conservation International 35 Ismatul Hakim Puspijak 36 Iwan Wibisono Satgas REDD+ 37 Jani Anis Dishut Prov. Maluku 38 Januar Ferry Irawan UNEJ 39 Jeni Pareira PT. Wana Hijau Nusantara 40 Joko Sutrisno PJLKKHL 41 Kusworo FFI 42 Laksmi Banowati UNREDD 43 Lana Sari PJLKKHL 44 Lasmini BUK 45 Lisken Situmorang Kemitraan 46 Machfudh UNREDD 47 Moekti H. Soejachmoen UKP-PPI 48 Mudjianto S. Inspektorat Jenderal Kemhut 49 Muhammad Farid DNPI 50 Mu'min Pustanling 51 Nahardi Dishut Prov. Sulawesi Tengah 52 Nanang APHI 53 Nawawi 54 Nefretari Sari Pusat KLN 55 Noeroso Kementerian Keuangan 56 Novia Widyaningtyas Pustanling 57 Nur Amalia Pelangi 58 Nur Masripatin Pustanling Hasil COP-18 Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia 63

74 No. Nama Instansi 59 Prima Yudhistira Kementerian Keuangan 60 Putra Agung ICRAF 61 Putro Budi H. Pustanling 62 Radian Bagiyono Pustanling 63 Rositadevy Dishut Prov. Sumatera Selatan 64 San Afri Awang SAM Kementerian Kehutanan 65 Shintia D. Arwida CER-Indonesia 66 Sri Murniningtyas Pusat KLN 67 Sukeksi Setjen 68 Sulistya Ekawati Puspijak 69 Tri Mainy Pustanling 70 Tri Retiyanto Dishut Kab. Musi Rawas 71 Ulfah Yanissea Bappenas 72 Wahjudi Wardojo TNC 73 Waluyo Biro Perencanaan 74 Windyo Laksono Setjen 75 Yani Saloh SKPPI 64 Daftar Peserta

75

76 Prosiding Komunikasi Stakeholder Tentang Penanganan Perubahan Iklim Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Implikasinya terhadap Penanganan Perubahan Iklim Bidang Kehutanan Indonesia CENTRE FOR STANDARDIZATION AND ENVIRONMENT (Standardization, Environment, and Climate Change) PUSAT STANDARDISASI DAN LINGKUNGAN (Standardisasi, Lingkungan dan Perubahan Iklim) Gedung Manggala Wanabakti Jalan Gatot Subroto Blok VII Lt 8 Jakarta Telp/Fax: pustanling@dephut.go.id; pustanling@yahoo.com Website:

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3 Kantor UKP-PPI/DNPI Alur Perundingan 19th session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP19) 9th

Lebih terperinci

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Proses UNFCCC terkait pendanaan, 2013 ADP 2-1 Bonn 29 Apr-3 Mei Intersessional Bonn 3-14

Lebih terperinci

Overview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha?

Overview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha? Overview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha? Tazwin Hanif Deputy Director for Sustainable Development. Ministry of Foreign Affairs Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN)

Lebih terperinci

Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012

Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012 Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012 Dua ad-hoc working groups, AWG-KP dan AWG-LCA, akan diakhiri di Doha AWG-LCA: diakhiri dengan agreed outcome untuk isu

Lebih terperinci

Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN. Pekerjaan Rumah Indonesia

Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN. Pekerjaan Rumah Indonesia Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN Pekerjaan Rumah Indonesia oleh: Liana Bratasida lianab125@yahoo.com Jakarta, 22 Maret 2012 Negosiasi Internasional Menjelang 2012 Struktur Organisasi UNFCCC

Lebih terperinci

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban COP 17 di Durban akan menjadi titik balik proses negosiasi PBB untuk perubahan iklim. Para pemimpin dunia dapat meneruskan capaian yang telah dihasilkan

Lebih terperinci

Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus

Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus Doddy S. Sukadri Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Disampaikan dalam rangka PELATIHAN MEKANISME PEMBAYARAN REDD PLUS Hotel Grand USSU, Cisarua, 21 Desember

Lebih terperinci

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM OUTLINE ISU PENDANAAN REDD+ PROGRESS PENDANAAN REDD+ di INDONESIA

Lebih terperinci

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak

Lebih terperinci

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Pokok Bahasan Tentang Konvensi Struktur Konvensi Peluang dukungan dan dana Tentang Protokol Kyoto Elemen & Komitmen Protokol Kyoto

Lebih terperinci

Kebijakan Pelaksanaan REDD

Kebijakan Pelaksanaan REDD Kebijakan Pelaksanaan REDD Konferensi Nasional terhadap Pekerjaan Hijau Diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta Hotel Borobudur, 16 Desember 2010 1 Kehutanan REDD bukan satu-satunya

Lebih terperinci

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima No.161, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Perangkat REDD+. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung

Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung Dicky Edwin Hindarto Koordinator Divisi Mekanisme Perdagangan Karbon Sosialisasi Skema Penilaian Kesesuaian Greenhouse Gases

Lebih terperinci

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

Pendanaan utk Mitigasi Sektor Kehutanan dan Kesiapan Pasar REDD+ di Indonesia

Pendanaan utk Mitigasi Sektor Kehutanan dan Kesiapan Pasar REDD+ di Indonesia Pendanaan utk Mitigasi Sektor Kehutanan dan Kesiapan Pasar REDD+ di Indonesia Ismid Hadad Dewan Nasional Perubahan Iklim Presentasi untuk Workshop Kementerian Kehutanan tentang Pendanaan dan Mekanisme

Lebih terperinci

PEMBAGIAN MANFAAT REDD+ DI KAWASAN HUTAN

PEMBAGIAN MANFAAT REDD+ DI KAWASAN HUTAN PEMBAGIAN MANFAAT REDD+ DI KAWASAN HUTAN Muhammad Zahrul Muttaqin P3SEKPI, BLI KLHK Jakarta, 28 November 2017 Pendahuluan REDD+ sebagai positif insentif REDD+ sebagai sebuah program nasional yang dilaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA Dr. Etti Ginoga Kepala Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan BADAN LITBANG

Lebih terperinci

STRATEGI READINESS REDD INDONESIA ( )

STRATEGI READINESS REDD INDONESIA ( ) MINISTRY OF FORESTRY STRATEGI READINESS REDD INDONESIA (2009-2012) POKJA Perubahan Iklim Departemen Kehutanan Disampaikan pada acara Konsultasi Publik, Jakarta, 14 September 2009 MINISTRY OF FORESTRY PENGANTAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja

Lebih terperinci

COP 17/CMP 7 DIBUKA OLEH

COP 17/CMP 7 DIBUKA OLEH COP 17/CMP 7 DIBUKA OLEH sambutan dari Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Christiana Figueres, Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, dan pidato pembukaan oleh Menteri Lingkungan Afrika Selatan, Nkoana-Mashabane

Lebih terperinci

Tata ruang Indonesia

Tata ruang Indonesia Tata ruang Indonesia Luas 190,994,685 Ha Hutan Produksi Kawasan Non-hutan Hutan Produksi Terbatas Hutan konservasi Hutan dilindungi Sumber: Statistik Kehutanan Indonesia 2008, Departemen Kehutanan Indonesia

Lebih terperinci

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia JCM Indonesia Secretariat Data suhu bulanan global Suhu rata-rata global meningkat drastic dan hamper mencapai 1.5 O Celcius dibanding dengan jaman

Lebih terperinci

KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA

KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA Ir. Emma Rachmawaty, M.Sc Direktur Mitigasi Perubahan Iklim Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+ MENTERI KEHUTANAN LETTER OF INTENT (LOI) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH NORWEGIA TENTANG KERJASAMA PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI KEHUTANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PERDAGANGAN SERTIFIKAT PENURUNAN EMISI KARBON HUTAN INDONESIA ATAU INDONESIA CERTIFIED EMISSION REDUCTION

Lebih terperinci

Prosiding Pertemuan dalam rangka. Awareness Raising. Penanganan Perubahan Iklim. Penanganan. Bidang Kehutanan di Indonesia

Prosiding Pertemuan dalam rangka. Awareness Raising. Penanganan Perubahan Iklim. Penanganan. Bidang Kehutanan di Indonesia Prosiding Pertemuan dalam rangka Awareness Raising Penanganan Perubahan Iklim Penanganan Bidang Kehutanan di Indonesia Pusat Standardisasi dan Lingkungan, Sekretariat Jenderal Kementerian Kehutanan Jakarta,

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai Para Peserta) Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Disampaikan ik dalam Diskusi

Lebih terperinci

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI KONTRIBUSI NON-PARTY STAKEHOLDERS (NPS) DI KALIMANTAN TIMUR DALAM PEMENUHAN NDC FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI Niken Sakuntaladewi (niken_sakuntaladewi@yahoo.co.uk) Pusat Litbang Sosial,

Lebih terperinci

REDDI : FCPF-Readiness Plan/Readiness Preparation

REDDI : FCPF-Readiness Plan/Readiness Preparation DEPARTEMEN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA REDDI : FCPF-Readiness Plan/Readiness Preparation Proposal Jakarta, 14 September 2009 MINISTRY OF FORESTRY PENGERTIAN REDD (Reducing Emissions from Deforestation

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun

Lebih terperinci

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016 Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016 OUTLINE 1. PERUBAHAN IKLIM DAN DAMPAKNYA 2. PARIS CLIMATE AGREEMENT: PENANDATANGANAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta meningkatkan suhu global. Kegiatan yang menyumbang emisi gas rumah kaca dapat berasal dari pembakaran

Lebih terperinci

MRV dalam skema JCM. Sekretariat JCM Indonesia

MRV dalam skema JCM. Sekretariat JCM Indonesia MRV dalam skema JCM Sekretariat JCM Indonesia 1 Memahami MRV Garis besar konsep MRV dalam skema mitigasi perubahan iklim M R V Measurement / Pengukuran Reporting / Pelaporan Verification / Verifikasi Registri

Lebih terperinci

Implementasi Mekanisme REDD+

Implementasi Mekanisme REDD+ DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEMENTERIAN KEHUTANAN UN-REDD PROGRAMME INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEMENTERIAN KEHUTANAN UN-REDD Programme Indonesia Sekretariat: Gedung Manggala Wanabakti Ruang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK

MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Januari 2017 MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK PERSETUJUAN PARIS DALAM KONTEKS NASIONAL Dr. Ir.

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam skenario BAU (Business As Usual) perdagangan karbon di indonesia, Kalimantan Tengah akan menjadi kontributor signifikan emisi gas rumah kaca di Indonesia

Lebih terperinci

Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG

Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG Draft 10 November 1 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/200930 /Menhut- II/20092009 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI

Lebih terperinci

BRIEF Volume 10 No. 05 Tahun 2016

BRIEF Volume 10 No. 05 Tahun 2016 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 10 No. 05 Tahun

Lebih terperinci

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ambon, 3 Juni 2016 PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA disampaikan dalam WORKSHOP AHLI PERUBAHAN IKLIM REGIONAL MALUKU DAN MALUKU UTARA PENINGKATAN KAPASITAS AHLI DALAM PENANGANAN PEMANASAN

Lebih terperinci

National Planning Workshop

National Planning Workshop Strategi Nasional Untuk Meningkatkan Kapasitas SDM Dalam Menghadapi Perubahan Iklim National Planning Workshop Doddy S. Sukadri Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Jakarta, 9 Oktober 2012 Outline Landasan

Lebih terperinci

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN. Jakarta, 26 Januari 2017

DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN. Jakarta, 26 Januari 2017 DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN Workshop Nasional "Menterjemahkan Transparency Framework Persetujuan Paris dalam Konteks Nasional" Jakarta, 26 Januari 2017 ISU STRATEGIS ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.

Lebih terperinci

Peran Pendanaan Perubahan Iklim di dalam Pendanaan untuk Pembangunan dan Dampaknya bagi Indonesia

Peran Pendanaan Perubahan Iklim di dalam Pendanaan untuk Pembangunan dan Dampaknya bagi Indonesia Peran Pendanaan Perubahan Iklim di dalam Pendanaan untuk Pembangunan dan Dampaknya bagi Indonesia Henriette Imelda Institute for Essential Services Reform Kehati, 27 April 2015 Pendanaan Perubahan Iklim

Lebih terperinci

Kemitraan untuk REDD+ : Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil MEMAHAMI KONSEP REDD : ADDITIONALITY, LEAKAGE & PERMANENCE

Kemitraan untuk REDD+ : Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil MEMAHAMI KONSEP REDD : ADDITIONALITY, LEAKAGE & PERMANENCE Kemitraan untuk REDD+ : Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil MEMAHAMI KONSEP REDD : ADDITIONALITY, LEAKAGE & PERMANENCE Muhammad Ridwan 17 Maret 2010 Bahan disarikan dari beberapa tulisan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI PEMERINTAH DAERAH UNTUK PELAKSANAAN REDD

PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI PEMERINTAH DAERAH UNTUK PELAKSANAAN REDD Draft 18 Maret 2009 LAMPIRAN 1 PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI PEMERINTAH DAERAH UNTUK PELAKSANAAN REDD Untuk pemberian rekomendasi pelaksanaan REDD, Pemerintah Daerah terlebih dahulu melakukan penilaian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

MEKANISME PERDAGANGAN KARBON: PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA

MEKANISME PERDAGANGAN KARBON: PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA MEKANISME PERDAGANGAN KARBON: PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA Dadang Setiawan DISAMPAIKAN DALAM DIALOG PUBLIK & DEKLARASI BINA LINGKUNGAN HIDUP ANINDO Jakarta, 6 Oktober 2013 ISI PRESENTASI Perubahan iklim

Lebih terperinci

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME Konservasi dan Perubahan Iklim Manado, 28.05.2015 Pipin Permadi GIZ FORCLIME www.forclime.org Perubahan Iklim Perubahan iklim merupakan suatu keadaan dimana pola iklim dunia berubah secara drastis dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN REDUCING EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION, ROLE

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan G20 di Pittsburg pada bulan September 2009, telah mencanangkan bahwa pada tahun 2020 Indonesia akan menurunkan emisi Gas

Lebih terperinci

Peran Partisipan Proyek dalam JCM. Sekretariat JCM Indonesia

Peran Partisipan Proyek dalam JCM. Sekretariat JCM Indonesia Peran dalam JCM Sekretariat JCM Indonesia Konsep dasar JCM Jepang Digunakan untuk membantu memenuhi target penurunan emisi Jepang Teknologi, investasi, pendanaan dan pembangunan kapasitas Sistem pelaporan,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan

Lebih terperinci

Mendorong Kesiapan Implementasi REDD+ di Indonesia

Mendorong Kesiapan Implementasi REDD+ di Indonesia Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim ISSN: 2085-787X Volume 10 No. 5 Tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional

Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional Translating Transparency Framework of Paris Agreement to National Context Dipresentasikan oleh Belinda A Margono Pada acara

Lebih terperinci

Perkembangan Pendanaan REDD+

Perkembangan Pendanaan REDD+ Outline Perkembangan REDD+ Mekanisme pendanaan REDD+ Mengapa trust fund? Dasar hukum trust fund Jenis-jenis trust fund Indonesia Climate Change Trust Fund Penutup Rp Perkembangan Pendanaan REDD+ Pendanaan

Lebih terperinci

Bogor, November 2012 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Dr. Ir Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc

Bogor, November 2012 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Dr. Ir Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas tersusunnya Prosiding Workshop MRV dalam rangka REDD+ di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Prosiding ini merupakan hasil dari workshop dengan judul yang sama yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi

Lebih terperinci

Sonya Dewi Meine van Noordwijk. Gelar Teknologi 2009 Badan Litbang Kehutanan Jakarta, 19 November 2009

Sonya Dewi Meine van Noordwijk. Gelar Teknologi 2009 Badan Litbang Kehutanan Jakarta, 19 November 2009 Penghitungan Karbon Nasional sub-nasional dan Mitigasi Perubahan klim Sonya Dewi Meine van Noordwijk Gelar Teknologi 2009 Badan Litbang Kehutanan Jakarta, 19 November 2009 Outline Penghitungan karbon pada

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERKEMBANGAN SKEMA REDD+ DI INDONESIA

BAB II DESKRIPSI PERKEMBANGAN SKEMA REDD+ DI INDONESIA BAB II DESKRIPSI PERKEMBANGAN SKEMA REDD+ DI INDONESIA 2.1 Munculnya REDD Sebagai Mekanisme Global Peurbahan iklim global menjadi perdebatan panjang pasca tahun 1970, bersamaan dengan itu, isu lingkungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

Topik A4 Lahan gambut dan perjanjian internasional. Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai perjanjian internasional, termasuk lahan gambut.

Topik A4 Lahan gambut dan perjanjian internasional. Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai perjanjian internasional, termasuk lahan gambut. Topik A4 Lahan gambut dan perjanjian internasional. Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai perjanjian internasional, termasuk lahan gambut. Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai perjanjian internasional

Lebih terperinci

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.

Lebih terperinci

Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim

Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari 2018 Agenda Presentasi RPP Perubahan Iklim sebagai Instrumen Pelaksana UU 16/2016 Good Governance dalam RPP Perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa

Lebih terperinci

MENUJU PERDAGANGAN KARBON DARI KEGIATAN DA REDD+: PEMBELAJARAN DARI DA REDD+ DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI INDONESIA ITTO PD 519/08 REV.

MENUJU PERDAGANGAN KARBON DARI KEGIATAN DA REDD+: PEMBELAJARAN DARI DA REDD+ DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI INDONESIA ITTO PD 519/08 REV. MENUJU PERDAGANGAN KARBON DARI KEGIATAN DA REDD+: PEMBELAJARAN DARI DA REDD+ DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI INDONESIA ITTO PD 519/08 REV.1 (F) ARI WIBOWO ariwibowo61@yahoo.com KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN

Lebih terperinci

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan ISSN : 2085-787X Volume 5 No. 2 Tahun 2011 Transfer Fiskal antara Pemerintah

Lebih terperinci

SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI. Koordinator DEDEN DJAENUDIN

SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI. Koordinator DEDEN DJAENUDIN SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI Koordinator DEDEN DJAENUDIN TARGET OUTPUT RPI 2010-2014 SINTESA OUTPUT 1: OUTPUT 2: OUTPUT 3: OUTPUT 4: OUTPUT 5: Sosial

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB)

PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB) LAMPIRAN 3 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2004 TANGGAL : 5 Oktober 2004 PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB) Dokumen Rancangan

Lebih terperinci

REDD+ NUR MASRIPATIN KEPALA PUSAT STANDARDISASI DAN LINGKUNGAN (Standardisasi, Lingkungan, Perubahan Iklim)

REDD+ NUR MASRIPATIN KEPALA PUSAT STANDARDISASI DAN LINGKUNGAN (Standardisasi, Lingkungan, Perubahan Iklim) REDD+ PERKEMBANGAN DALAM NEGOSIASI GLOBAL NUR MASRIPATIN KEPALA PUSAT STANDARDISASI DAN LINGKUNGAN (Standardisasi, Lingkungan, Perubahan Iklim) Pelatihan Mekanisme PembayaranREDD+ PUSPIJAK, Cisarua, 21

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Prof. Dr. Singgih Riphat Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan PENYUMBANG EMISI CO 2 TERBESAR DI DUNIA Indonesia menempati urutan ke 16 dari 25 negara penyumbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro,

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan isu global yang mulai menjadi topik perbincangan dunia sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brasil,

Lebih terperinci

Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs)

Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs) Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs) Toferry P. Soetikno Direktur Pembangunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri 2015 Outline Pentingnya SDGs Proses dan

Lebih terperinci

SELAMAT TAHUN BARU 2011

SELAMAT TAHUN BARU 2011 SELAMAT TAHUN BARU 2011 TIM PENGARAH (National Program Executive Boad - PEB) STRUKTUR ORGANISASI REDD+ PROGRAMME INDONESIA NATIONAL PROJECT MANAGER (NPM) Laksmi Banowati STRUKTUR ORGANISASI PMU REDD+ PROGRAMME

Lebih terperinci

Pertemuan Koordinasi GCF

Pertemuan Koordinasi GCF Didanai oleh Uni Eropa Pertemuan Koordinasi GCF Bali, 23-25 Juni 2014 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan pelopor global dalam hal komitmen negara berkembang untuk melakukan aksi mitigasi secara nasional

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Implementasi MRV REDD+

Strategi dan Rencana Implementasi MRV REDD+ Strategi dan Rencana Implementasi MRV Workshop Sistem MRV Sumatera Barat Padang, 13-14 September 2012 0 Topik bahasan I II Rasionalisasi Sistem MRV III Roadmap MRV IV Lembaga MRV 1 1 9/24/2012 Mandat Pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Emisi global per sektornya

Emisi global per sektornya Adaptasi Perubahan Iklim sebagai Langkah Mendesak dan Prioritas Ari Mochamad Sekretaris Kelompok Kerja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Disampaikan pada acara FGD tentang Kajian Peraturan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG KEHUTANAN TAHUN ANGGARAN 2015 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PTT (51) Bidang Kehutanan I. Pendahuluan Asisten

Lebih terperinci

PARADIGMA HOLISTIK-KONTEKSTUAL UNTUK KEBIJAKAN MENGHADAPI ISU GLOBAL

PARADIGMA HOLISTIK-KONTEKSTUAL UNTUK KEBIJAKAN MENGHADAPI ISU GLOBAL PARADIGMA HOLISTIK-KONTEKSTUAL UNTUK KEBIJAKAN MENGHADAPI ISU GLOBAL (Refleksi MP3EI dan RAN GRK Untuk Menghadapi Batas-Batas Pertumbuhan) Mahawan Karuniasa PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

PENYIAPAN REGULASI: DISTRIBUSI TANGGUNGJAWAB DAN INSENTIF REDD+

PENYIAPAN REGULASI: DISTRIBUSI TANGGUNGJAWAB DAN INSENTIF REDD+ PENYIAPAN REGULASI: DISTRIBUSI TANGGUNGJAWAB DAN INSENTIF REDD+ Prof. Dr. Singgih Riphat Ketua Tim Manajemen Iklim Kementerian Keuangan Jakarta, 28 April 2011 APA ITU REDD+? Mekanismepenurunanemisisektorkehutanan,

Lebih terperinci

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *) Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim oleh: Erna Witoelar *) Pemanasan Bumi & Perubahan Iklim: tidak baru & sudah jadi kenyataan Kesadaran, pengetahuan & peringatan

Lebih terperinci

APA ITU REDD? NUR MASRIPATIN

APA ITU REDD? NUR MASRIPATIN 8 Januari APA ITU REDD? 2007 REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries/ Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara berkembang). REDDI

Lebih terperinci

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Oleh: Dr. Dolly Priatna Yayasan Belantara Seminar Nasional Perubahan Iklim Mengembangkan Program Pendidikan Konservasi dan Lingkungan Hidup Bagi Para Pihak

Lebih terperinci

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP Laporan No.: Nama Proyek Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor Lingkungan dan Pedesaan ID

Lebih terperinci

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gas Rumah Kaca (GRK) adalah jenis gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan secara alami, yang jika terakumulasi di atmosfer akan mengakibatkan suhu bumi semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci