ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA"

Transkripsi

1 TESIS ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA I KETUT GUNA ARTA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2 TESIS ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA I KETUT GUNA ARTA NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

3 ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Teknik Mesin Program Pascasarjana Universitas Udayana I KETUT GUNA ARTA NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

4 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 04 JULI 2014 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma NIP Dr. Eng. Made Sucipta, ST. MT. NIP Mengetahui Ketua Program Magister Teknik Mesin Program Pascasarjana Universitas Udayana, DirekturProgram Pascasarjana Universitas Udayana, Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP Prof.Dr.Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusum NIP

5 Tesis Ini Telah diuji pada Tanggal 04 Juli 2014 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK RektorUniversitas Udayana, Nomor: 2069/UN14.4/HK/2014, Tanggal 02 Juli 2014 Ketua : Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma Anggota 1. : Dr. Eng. Made Sucipta, ST. MT. 2. Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, MT. Ph.D 3. Dr. Ir. I Wayan Bandem Adnyana, M.Erg 4. I Made Widiyarta, ST. MSc.Ph.D 12

6 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT NAMA : I KETUT GUNA ARTA NIM : PROGRAM STUDI : PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL TESIS : ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Denpasar, 07 Juli 2014 Yang membuat pernyataan (I Ketut Guna Arta) 13

7 UCAPAN TERIMAKASIH Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma, ketua Program Magister Teknik Mesin dan sebagai pembimbing I yang dengan penuh kesabaran memberikan semangat, bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti Program Magister dan khususnya dalam proses penyelesaian tesis ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Eng. Made Sucipta, ST. MT. selaku pembimbing II yang memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian studi pada Program Magister Teknik Mesin serta dalam penyelesaian tesis. Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr.dr.Ketut Suastika,Sp.PD.KEMD., atas kesempatan dan pemberian fasilitas kepada penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp. S (K)., atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi karyasiswa Program Magister pada Program Magister Teknik Mesin Universitas Udayana. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Teknik Uniersitas Udayana yaitu Prof. Ir. I Wayan Redana, MASc. Ph.D., atas ijin yang diberikan untuk penulis dapat mengikuti pendidikan Program Magister. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, MT. Ph.D,, Dr. Ir. I Wayan Bandem Adnyana, M.Erg dan I Made Widiyarta, ST. MSc.Ph.D., yang memberikan masukan, saran dan koreksi dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pemerintah Indonesia c.q, Menteri Pendidikan Nasional. 14

8 Pada kesempatan yang berbahagia ini pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada para guru yang telah membimbing penulis mulai dari Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi. Ucapan terima kasih yang tak ternilai penulis sampaikan untuk keluarga penulis yaitu bapak I Made Darma yang menjadi panutan dan pendorong semangat penulis sampai penulis bisa menempuh jenjang pendidikan Magister, ibu Ni Wayan Riti yang dengan sabar dan penuh kasih sayang merawat dan membesarkan penulis dan senantiasa berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada istri tercinta Komang Sri Wahyuni, SE., yang dengan penuh kesabaran merawat anak-anak dan memberikan semangat kepada penulis untuk bisa menyelesaikan pendidikan program Magister, anak anak penulis Ni Putu Devia Nalini dan Ni Made Callia Cetta Indira sebagai pemacu semangat penulis untuk bisa menyelesaikan pendidikan formal sampai jenjang S2, kakak I Komang Sudiarta, ST. MT., yang terus memberikan semangat untuk penulis bisa menyelesaikan pendidikan Program Magister ini dan kedua mertua yaitu bapak Nengah Sabda Negara dan Ibu Ni Wayan Ari yang selalu memberikan dorongan semangat dan pemikiran positif serta rekan-rekan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang sudah ikut memberikan semangat dan membantu penulis dalam penyelesaian pendidikan Program Magister dan penyelesaian tesis ini. Tidak ada yang bisa penulis ucapkan selain terima kasih kepada semua pihak dan semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan rahmat-nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian pendidikan Program Magister dan tesis ini. Denpasar, 07 Juli 2014 Penulis 15

9 ABSTRAK ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA Energi surya merupakan sumber energi yang tidak pernah habis, sehingga menjadi potensi sumber energi untuk berbagai kebutuhan. Manfaat terbesar dari pemanfaatan energi surya adalah karena energi ini berkelanjutan dan bebas dari polusi. Salah satu pemanfaatan energi surya adalah sistem pengering. Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sampai batas yang diinginkan sehingga dapat memperpanjang daya simpan. Sistem pegeringan sudah dikenal luas dari jaman dulu terutama pengeringan terbuka. Menyadari pentingnya proses pengeringan terhadap produk untuk keperluan penyimpanan dalam waktu lama, maka dikembangkan alat pengering daging energi surya. Alat pengering daging energi surya dianalisa menggunakan pemodelan simulasi CFD untuk mengetahui proses pengeringan yang terjadi di dalam alat pengering tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk memperoleh sistem pengering daging energi surya yang optimal. Salah satu manfaat penggunaan simulasi menggunakan CFD adalah ukuran alat dapat dimodifikasi sedemikian rupa tanpa memerlukan biaya yang besar. Proses simulasi dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembentukan geometri dari alat pengering, meshing geometri yang sudah terbentuk, penentuan kondisi batas dan analisa menggunakan software Fluent. Penelitian dilakukan dalam dua hari. Besaranbesaran yang dipakai dalam analisa pada Fluent diperoleh melalui hasil perhitungan dengan mengacu pada pengukuran temperatur udara yang masuk pada inlet alat pengering. Hasil dari simulasi dituangkan ke dalam bentuk gambar dan grafik. Dari hasil pengukuran dan perhitungan, diperoleh berat daging keseluruhan yang dikeringkan adalah 25kg dan massa akhir daging setelah dikeringkan adalah 7,1kg dengan penurunan kadar air sebesar 17,9kg. Untuk mengeringkan daging sampai mencapai massa akhir 7,1kg dibutuhkan waktu 9,178 jam. Dalam melakukan analisa menggunakan simulasi CFD, ketelitian dalam pembentukan geometri awal sangat menentukan hasil simulasi. Agar hasil simulasi yang diperoleh dapat lebih dipertanggung jawabkan, perlu dilakukan penelitian secara eksperimental untuk membandingkan hasil yang diperoleh melalui simulasi. Kata kunci: Energi surya, Sistem pengering, simulasi, CFD. 16

10 ABSTRACT NUMERICAL ANALYSIS SYSTEM OF DRYING MEAT USING SOLAR ENERGY DRYER Solar energy is the energy source that never runs out, thus becoming a potential source of energy for a variety of needs. The greatest benefit from the utilization of solar energy because this energy is continuous and free from pollution. One of the utilization of solar energy is drying system. Drying is a preservation method by reducing the moisture content of the material to the desired boundary so as to extend the shelf life. Drying system is well known from earlier times, especially drying open. Recognizing the importance of the process of drying the product for storage purposes for a long time, then the meat drier developed solar energy. Drier meat solar energy is analyzed using CFD simulation modeling to determine the drying process that occurs in the drier. The purpose of this study is to obtain a system for meat dryer optimal solar energy. One of the benefits of using simulation using CFD is the size of the tool can be modified in such a manner without the need for a large fee. Process simulation is done in several stages, the formation of the dryer geometry, meshing the geometry that has been formed, the determination of boundary conditions and analysis using FLUENT software. The study was conducted in two days. Quantities used in the analysis of the results obtained through the FLUENT calculation by reference to the measurement of the incoming air temperature at the inlet of the dryer. The results of the simulation poured into the form of images and graphics. From the results of measurements and calculations, 0verall weight of the dried meat is 25kg. Based on calculations, the final mass of meat after drying is 7.1 kg with a reduced water content of 17.9 kg. To dry the meat until it reaches a final mass of 7.1 kg it takes hours. In conducting the analysis using CFD simulations, accuracy in the formation of the initial geometry will determine the simulation results. In order for the simulation results obtained can be held responsible, necessary to study experimentally to compare the results obtained through simulations. Keywords: Solar energy, dryer system, simulation, CFD. 17

11 RINGKASAN Energi surya merupakan sumber energi yang tidak pernah habis, sehingga menjadi potensi sumber energi untuk berbagai kebutuhan. Manfaat terbesar dari pemanfaatan energi surya adalah karena energi ini berkelanjutan dan bebas dari polusi. Salah satu pemanfaatan energi surya adalah sistem pengering. Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sampai batas yang diinginkan sehingga dapat memperpanjang daya simpan. Sistem pegeringan sudah dikenal luas dari jaman dulu terutama pengeringan terbuka. Untuk dapat mengurangi efek negatif dari sistem pengeringan terbuka seperti kerusakan bahan akibat kotoran, cuaca dan gangguan binatang maka dikembangkan sistem pengeringan energi surya tertutup. Menyadari pentingnya proses pengeringan terhadap produk untuk keperluan penyimpanan dalam waktu lama, maka dikembangkan alat pengering daging energi surya. Alat pengering daging energi surya dianalisa menggunakan pemodelan simulasi CFD untuk mengetahui proses pengeringan yang terjadi di dalam alat pengering tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk memperoleh sistem pengering daging energi surya yang optimal menggunakan simulasi CFD. Salah satu manfaat penggunaan simulasi menggunakan CFD adalah ukuran alat dapat dimodifikasi sedemikian rupa tanpa memerlukan biaya yang besar sehingga kita dapat dengan mudah merubah parameter baik dimensi alat maupul besarnya energi yang akan digunakan dalam proses pengeringan. Proses simulasi dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembentukan geometri dari alat pengering, meshing geometri yang sudah terbentuk, penentuan kondisi batas dan analisa menggunakan software Fluent. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap dimana untuk pengukuran temperatur pada inlet dilakukan selama dua hari yaitu pada tanggal 15mei 2014 dan tanggal 16 mei 2014 untuk enam waktu penelitian setiap harinya agar dapat menganalisa sistem pengeringan lebih dalam. Data yang diperoleh melalui pengukuran kemudian diolah melalui perhitungan-perhitungan dan besaran yang diperoleh melalui hasil perhitungan dipakai dalam analisa pada Fluent. Hasil dari simulasi menggunakan CFD dituangkan ke dalam bentuk gambar dan grafik. Dari hasil pengukuran dan perhitungan, diperoleh temperatur udara masuk pada inlet tertinggi adalah 305K pada pukul penelitian hari I dan terrendah adalah 301K pada pukul penelitian hari II. Data tersebut kemudian diolah dengan memasukkan harga radiasi pada setiap dinding dari alat pengering dengan mengacu pada besaran sudut-sudut datang matahari terhadap alat pengering karena alat pengering daging ini diletakkan menghadap ke utara. Berat daging keseluruhan yang dikeringkan adalah 25kg dan daging diiris tipis-tipis dengan disusun segarais dimana ukuran tiap irisan daging adalah 6cmx6cmx0,5cm dengan berat daging per irisan adalah 40 gram. Berdasarkan perhitungan, massa akhir daging setelah dikeringkan adalah 7,1kg dengan penurunan kadar air sebesar 17,9kg. Kadar air dalam daging sapi adalah 75%wb dan dikeringkan sampai kadar air 12%wb. Untuk 18

12 mengeringkan daging sampai mencapai massa akhir 7,1kg dibutuhkan waktu 9,178 jam. Dalam melakukan analisa menggunakan simulasi CFD, ketelitian dalam pembentukan geometri awal sangat menentukan hasil simulasi. Penentuan setiap volume dalam gambar haruslah teliti agar hasil yang diperoleh menjadi benar. Agar hasil simulasi yang diperoleh dapat lebih dipertanggung jawabkan, perlu dilakukan penelitian secara eksperimental untuk membandingkan hasil yang diperoleh melalui simulasi. 19

13 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMAKASIH... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix RINGKASAN... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR ARTI LAMBANG... xix DAFTAR ARTI SINGKATAN... xxii BABIPENDAHULUAN Latar belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BABII KAJIAN PUSTAKA Daging Dendeng Teori Pengeringan Pengering Energi Surya Kolektor Surya Konstanta Surya Dasar-Dasar Perpindahan Kalor Beban Kalor Ruang Pengering Computational Fluid Dynamic (CFD) Penelitian Sistem Pengering Energi Surya BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis Penelitian

14 BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Pembentukan geometri Meshing geometri alat pengering Menentukan kondisi batas dan kontinum Pre-processor Solver Post-processor Diagram Alir Penelitian Tempat dan Jadwal Penelitian Tempat penelitian Jadwal penelitian BAB V HASIL PENELITIAN Pengukuran Temperatur Udara Pengukuran Kecepatan Udara Perhitungan Data Perhitungan sudut zenith Perhitungan sudut azimuth Perhitungan ketinggian matahari Perhitungan perolehan kalor melalui dinding Radiasi matahari langsung mengenai dinding Radiasi matahari tak langsung Radiasi matahari total Perolehan kalor radiasi yang masuk ke dalam ruang pengering melalui dinding Perhitungan energi pengeringan Perhitungan penurunan kadar air dalam daging sapi Data Hasil Simulasi Pola distribusi udara pengering dengan temperatur 301K Pola distribusi udara pengering dengan temperatur udara masuk 305K BAB VI PEMBAHASAN Suhu Udara Pengering Perbandingan sudut zenith Perbandingan sudut azimuth Perbandingan sudut ketinggian matahari Perbandingan radiasi matahari langsung

15 bidang vertikal Dinding alat pengering yang menghadap ke barat Dinding alat pengering yang menghadap ke timur Dinding alat pengering yang menghadap ke utara Perbandingan radiasi matahari langsung pada bidang normal dan horisontal Radiasi matahari langsung bidang normal Radiasi matahari langsung bidang horisontal Perbandingan radiasi tak langsung Radiasi tak langsung dari atmosfer Radiasi tak langsung dari tanah Radiasi tak langsung total Radiasi matahari total Radiasi matahari total bidang timur Radiasi matahari total bidang utara Radiasi matahari total bidang barat Radiasi matahari total bidang selatan Perolehan kalor radiasi Distribusi Suhu Udara Pengering Temperatur udara masuk 301K pada inlet Temperatur udara masuk 305K pada inlet Plot grafik x-y suhu daging setelah pengeringan BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP PENULIS

16 DAFTAR TABEL Halaman 2.1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Regulasi BPOM-RI tentang batas maksimum cemara mikroba dan kimia dendeng sapi Kegiatan Penelitian Data hasil pengukuran Dimensi Alat Pengering Daging Data hasil perhitungan sudut zenith Data hasil perhitungan sudut azimuth Data hasil perhitungan sudut ketinggian matahari Data hasil perhitungan besarnya radiasi matahari langsung bidang vertikal untuk dinding yang menghadap ke barat Data perhitungan radiasi matahari langsung pada bidang normal dan horisontal Hasil perhitungan radiasi tak langsung Radiasi total dinding pengering menghadap ke timur Radiasi total dinding pengering menghadap ke utara Radiasi total dinding pengering menghadap ke barat Radiasi total dinding pengering menghadap ke selatan Perolehan kalor radiasi melalui dinding

17 DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Tent type solar dryer Solar room dryer Penentuan sudut zenithθz dan sudut azimuthθa Hubungan parameter sudut matahari terhadap permukaan bidang Radiasi matahari langsung dan tak langsung Radiasi sorotan pada permukaan miring Alat Pengering surya Tampak atas skematik alat pengering surya Tampak samping skematik alat pengering energi surya Geometri alat pengering dengan menggunakan Gambit Meshing alat pengering Diagram alir penelitian Thermocuple Anemometer Posisi alat pengering daging terhadap matahari Bentuk grid alat pengering energi surya Kontur suhu udara pengering dengan suhu 301K dan kecepatan udara pada inlet 0,6 m/s pukul penelitian hari I Grafik suhu udara pengering pada setiap bidang alat pengering dengan temperatur udara masuk 301K dan 0,6 m/s pada inlet untuk penelitianhari I pukul Pola aliran udara pengering pada alat pengering dengan suhu udara masuk 301K dan kecepatan 0,6 m/s pada inlet untuk penelitian hari I 24

18 pukul Kontur suhu bidang alat pengering yang dipotong searah sumbu z pada penelitian hari I pukul dengan kecepatan udara pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 301K Kontur suhu daging pada penelitian hari I pukul dengan kecepatan udara pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 301K Kontur suhu udara pengering dengan temperatur udara pada saluran masuk 305K dan kecepatan 0,6 m/s untuk penelitian hari I pukul Grafik plot x=1, y=0 kontur suhu udara pengering pada semua bidang alat pengering dengan temperatur udara pada saluran masuk 305K dan kecepatan 0,6 m/s untuk penelitian hari I pukul Pola aliran udara pengering pada alat pengering daging pada penelitian hari I pukul dengan temperatur udara masuk 305K dan kecepatan 0,6 m/s Kontur suhu udara pengering pada bidang alat pengering yang dipotong searah sumbu z pada penelitian hari I pukul dengan kecepatan udara masuk pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 305K Kontur suhu daging pada penelitian hari I pukul dengan suhu udara masuk pada inlet 305K dan kecepatan 0,6 m/s Grafik hubungan sudut zenith terhadap waktu Grafik sudut azimuth surya terhadap waktu Grafik perbandingan sudut ketinggian matahari terhadap waktu Grafik perbandingan radiasi langsung vertikal bidang barat terhadap waktu Grafik perbandingan radiasi langsung vertikal bidang timur terhadap waktu Grafik perbandingan radiasi langsung vertikal bidang utara terhadap waktu

19 6.7 Grafik perbandingan radiasi langsung bidang normal terhadap waktu Grafik perbandingan radiasi langsung bidang horisontal terhadap waktu Grafik perbandingan radiasi tak langsung dari atmosfer terhadap waktu grafik perbandingan radiasi tak langsung dari tanah terhadap waktu Grafik perbandingan radiasi tak langsung total terhadap waktu Grafik radiasi matahari total bidang timur terhadap waktu Grafik radiasi matahari total bidang utara terhadap waktu Grafik radiasi matahari total bidang barat terhadap waktu Grafik radiasi matahari total bidang selatan terhadap waktu Grafik perolehan kalor radiasi melalui dinding terhadap waktu Kontur suhu udara pengering pada penelitian hari I pukul bila ditinjau dari plot potongan koordinat bidang searah sumbu z Kontur suhu ruang pengering daging pada penelitian hari I pukul dengan kecepatan saluran masuk udara pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 301Kdaging dengan temperatur awal 301K Kontur suhu udara pengering dengan potongan bidang koordinat searah sumbu z untuk penelitian hari I pada pukul Kontur suhu pada daging di ruang pengering pada penelitian hari I pada pukul dengan kecepatan udara masuk inlet 0,6 m/s dan temperatur 305K Grafik sebaran suhu pada daging untuk penelitian hari I pukul dengan temperatur udara masuk pada inlet 301K dan kecepatan 0,6 m/s dimana temperatur awal daging 301K Grafik suhu daging sapi setelah proses pengeringan pada penelitian hari I pukul dengan temperatur awal daging 301K dan temperatur udara masuk pada inlet alat pengering 305K pada 26

20 kecepatan 0,6 m/s DAFTAR ARTI LAMBANG ρ = Densitas fluida, kg/m3 µ = Viskositas fluida, N.det/m2 ϕa = Panas radiasi yang diserap kolektor (W) τ = Transmisivitas bahan penutup α = Absorbsivitas pelat penyerap kolektor ρ = refleksivitas ϕ rs = panas radiasi yang diterima, (W) Ac Ir = luas permukaan kolektor, ( m2 ) = intensitas radiasi matahari, ( Wm ) 2 ϕ 1 = panas yang terbuang ke udara lingkungan, (W) U l = koofesien transfer panas keseluruhan, T a = temperatur plat penyerap, (K) T o = temperatur udara lingkungan, (K) = efisiensi kolektor surya (%) qu= panas yang berguna I = total energi surya m = mass flow rate (kg/s) cp = kapasitas panas jenis fluida (J/(kg. C) Tc,out = temperatur fluida keluar kolektor ( C) Tc,in = temperatur fluida masuk kolektor ( C) Ac = luas permukaan total kolektor, 27 W m2 K ( )

21 t = total waktu, Lt = panas laten penguapan Es = Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari ( W ) Ts = temperatur permukaan = 5672 K π ds2 = luas permukaan (m2) ø =sudut lintang matahari (m2) = sudut datang berkas sinar (angle of incident ) θz = sudut zenith h = sudut ketinggian matahari ω = sudut jam (hour of angle) θa = sudut azimuth surya δ = deklinasi qkond = Laju perpindahan panas konduksi, (W) k = Konduktivitas thermal, (W/m.K) A = Luas penampang tegak lurus pada aliran panas, (m2) dx,dt = Gradien temperatur dalam arah aliran panas qc = Laju perpindahan panas konveksi, (W) A = Luas permukaan perpindahan panas, (m2) h = Koefesien perpindahan panas konveksi, (W/m2.K) Tf = Temperatur fluida, (K) Tw = Temperatur dinding, (K) qr = Laju perpindahan kalor radiasi, (W) = Emisivitas benda, = Konstanta Stefan-Boltzznann, 5,67 x 10-8 W/(m2.K4) T4 = Perpindahan temperatur, (K) Q = beban kalor (W) K = koefisien konduksi = 0,2 (W/m2K) Ts Ta = beda temperatur luar dan dalam ruang pengering (K) In = radiasi matahari langsung pada bidang tegak lurus arah datangnya radiasi Kcal/m2jam) 28

22 Iv = radiasi matahari langsung pada bidang vertikal (Kcal/m2jam). Ih = radiasi matahari langsung pada bidang horisontal (Kcal/m2jam) Iβ = radiasi matahari langsung pada bidang vertikal pada posisi membentuk sudut samping β dari arah datangnya radiasi (Kcal/m2jam) P = phermeabilitas atmosferik h = ketinggian matahari = sudut antara datangnya matahari dan dinding Ira = radiasi tak langsung dari atmosfer C = koefisien radiasi tak langsung dari angkasa Fsa = faktor sudut permukaan ke atmosfer I rg = radiasi tak langsung dari tanah Ih = radiasi langsung pada bidang horisontal Fsg = faktor sudut tanah ke permukaan dinding pengering Qjr = perolehan kalor radiasi oleh dinding (Kcal/jam) IT = jumlah radiasi matahari yang diterima dinding (Kcal/m2.jam) ε = transmisivitas bahan dinding 29

23 DAFTAR ARTI SINGKATAN FAO = Food and Agriculture Organization SNI = Standar Nasional Indonesia IPB = Institut Pertanian Bogor ERK = Efek Rumah Kaca CFD = Computational Fluid Dynamic RH = Relative Humidity GAMBIT = Geometri and Mesh Building Intelligent Toolkit BPOM-RI = Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik indonesia 30

24 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi surya merupakan sumber energi yang tidak pernah habis, sehingga menjadi potensi sumber energi untuk berbagai kebutuhan. Menipisnya ketersediaan cadangan energi minyak bumi memberi peluang sekaligus tantangan untuk dapat memanfaatkan energi surya dengan berbagai bentuk pilihan teknologi dari yang sederhana dan murah hingga teknologi tinggi yang memerlukan modal besar. Tidak seperti bahan bakar fosil, energi surya adalah sumber energi bersih yang tidak akan mencemari planet kita. Manfaat terbesar dari pemanfaatan energi surya adalah karena energi ini berkelanjutan dan bebas dari polusi. Energi berkelanjutan berarti kita dapat memastikan bahwa kita tetap bisa memenuhi kebutuhan energi kita dan menjamin keselamatan planet ini untuk generasi mendatang. Penggunaan energi surya akan mengurangi kebutuhan energi tak terbarukan, menciptakan lapangan kerja dan merangsang pertumbuhan ekonomi. 31

25 Salah satu pemanfaatan energi surya adalah sistem pengering. Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sampai batas yang diinginkan sehingga dapat memperpanjang daya simpan. Biasanya proses pengeringan merupakan suatu proses akhir dari suatu deretan operasi proses dan setelah pengeringan, bahan siap untuk disimpan atau dijual. Sistem pegeringan sudah dikenal luas dari jaman dulu terutama pengeringan terbuka. Untuk dapat mengurangi akibat negatif dari sistem pengeringan terbuka seperti kerusakan akibat kotoran dan gangguan dari binatang maka dikembangkan sistem pengeringan tertutup dengan tetap menggunakan energi surya sebagai sumber energinya. Teknologi pengeringan berkembang sangat pesat sekarang ini. Kemajuan ini telah banyak memberikan kemudahan dalam proses pengeringan. Dalam perkembangan teknologi, telah dikembangkan alat pengering rumput laut dengan kapasitas 25 kg dengan menggunakan panas sinar matahari sebagai sumber energi utamanya, (Suryana,2012). Menyadari pentingnya proses pengeringan terhadap produk untuk keperluan penyimpanan dalam waktu lama, kami akan menggunakan alat tersebut untuk dapat digunakan mengeringkan daging. Daging akan dikeringkan dengan diiris - iris tipis sehingga mempunyai dimensi 6 cm x 6 cm x 0,5 cm dengan berat 40 gram untuk setiap irisan daging. Proses selanjutnya adalah menganalisa alat tersebut dengan menggunakan pemodelan simulasi CFD untuk mengetahui pola aliran udara pengering di dalam alat tersebut sehingga akan diketahui proses pengeringan yang terjadi di dalam alat pengering tersebut. Ide dasar dari 32

26 sistem pengering ini adalah mengintegrasikan fungsi penyerap panas (kolektor surya) dalam ruang pengering. Gelombang pendek dari sinar matahari masuk melalui dinding-dinding transparan pada bangunan sistem pengering dan selanjutnya diserap oleh kolektor surya serta komponen-komponen lain di dalam sistem pengering. Hal tersebut akan menyebabkan meningkatnya suhu udara di dalam ruang pengering. Udara panas tersebut kemudian digunakan sebagai media pengering untuk memanaskan dan menguapkan kandungan air yang terdapat pada daging sapi. Daging merupakan salah satu bahan makanan hewani yang sangat disukai oleh berbagai kelompok usia. Daging merupakan sumber asam amino essensial dan mineral. Komposisi kimia daging sapi terdiri dari air 75%, protein 19%, lemak 2.5%, nitrogen terlarut non protein 1.65%, dan bahanbahan anorganik 0.65%, (Badan Standarisasi Nasional,SNI ). Daging memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga merupakan salah satu bahan makanan yang cepat busuk. Untuk dapat memperpanjang daya pakai dan umur simpan dari daging tersebut, maka daging tersebut dikeringkan. Setelah dikeringkan, daging kering atau yang sering disebut dendeng tetap memiliki kandungan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat yang merupakan sumber kalori. Seiring perkembangan jaman, kami bermaksud untuk membuat daging tersebut lebih berdaya guna dan tidak cepat busuk sehingga bisa digunakan dalam waktu yang relatif lebih lama dari daging segar. Agar dapat dibuat suatu alat pengering yang sesuai dengan kebutuhan, diperlukan suatu perencanaan yang matang dalam mendesain alat tersebut. 33

27 Untuk dapat menekan biaya desain dan biaya produksi dari pembuatan alat pengering, salah satu cara yang digunakan adalah dengan menggunakan simulasi komputer. Simulasi komputer yang digunakan untuk memprediksi pola aliran udara pengering di dalam alat pengering adalah Computational Fluid Dynamic (CFD). Pemanfaatan simulasi komputer ini diharapkan mampu untuk menghasilkan alat pengering yang sesuai dengan kebutuhan melalui hasil analisa CFD. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam menganalisa alat pengering daging yaitu : 1. Bagaimana pola aliran udara di dalam alat pengering tersebut apabila daging yang akan dikeringkan disusun segaris dalam ruang pengering sehingga nantinya proses pengeringan daging yang terjadi dapat diketahui. 2. Dengan diketahuinya pola aliran udara di dalam ruang pengering, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengeringkan daging tersebut. 1.3 Batasan Masalah Agar dalam penulisan karya tulis ini dapat lebih terarah dan mencapai sasaran yang diinginkan, maka permasalahan akan dibatasi sebagai berikut : 34

28 1. Sistem pengering yang dianalisa adalah sistem pengering dengan menggunakan energi surya dan menggunakan daging sapi sebagai bahan yang dikeringkan. 2. Hanya menganalisa udara panas yang masuk ke dalam ruang pengering. 3. Program simulasi CFD yang digunakan adalah Fluent dan software Gambit untuk menganalisa pola aliran udara dan distribusi suhu udara pengering di dalam sistem pengering. 4. Model aliran di dalam alat pengering dianggap laminer. 5. Udara lingkungan dianggap konstan (300C). 6. Kecepatan udara masuk kolektor diasumsikan konstan 0,6 m/dt. 1.4 Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa sistem pengering daging untuk mengetahui pola aliran udara dan distribusi suhu udara pengering yang melalui barisan daging yang tersusun segaris dengan menggunakan pemodelan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamic) sehingga dapat dihasilkan daging kering yang sesuai dengan spesifikasi persyaratan mutu dendeng yang dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional tahun Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat dihasilkan suatu desain sistem pengering daging yang optimal dengan melakukan pemodelan 35

29 simulasi menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamic) sehingga kegagalan biaya pembuatan alat secara manual dan kerugian waktu pembuatan alat dapat ditekan. Dengan menggunakan pemodelan simulasi CFD, kita dapat dengan mudah mengubah parameter dari alat pengering daging untuk memperoleh hasil pengeringan yang lebih baik. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Daging Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang sangat bermanfaat bagi manusia terutama sebagai sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada hewan potong, ph daging sesudah disembelih berkisar antara Daging adalah bahan pangan yang sangat dibutuhkan 36

30 tubuh karena daging mengandung banyak gizi dan dalam daging mengandung protein yang tinggi serta kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Protein berfungsi untuk memperbaiki dan membantu pertumbuhan struktur jaringan-jaringan aktif yang ada di dalam tubuh. Kandungan nutrisi utama daging adalah protein, lemak, abu dan air. Protein merupakan komponen terbesar dari daging. Komposisi kimia daging adalah air (75%), protein (19%), lemak 2.5%, nitrogen terlarut non protein 1.65%, dan bahanbahan anorganik 0.65%, (Badan Standarisasi Nasional, SNI ). Daging didefinisikan sebagai semua jaringan tubuh hewan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan dan semua produk yang diproses atau dihasilkan dari jaringan hewan yang telah dipotong. Daging merupakan produk pangan yang mempunyai nilai gizi dan nilai ekonomi yang tinggi, akan tetapi daging mempunyai umur simpan yang tidak lama sehingga sering mengalami kerusakan atau kebusukan pada saat penyimpanan meskipun pada kondisi vakum di dalam chiller. Salah satu penyebab pembusukan tersebut adalah karena adanya kontaminasi bakteri. Kandungan nutrisi yang tinggi pada daging menyebabkan daging mudah rusak akibat adanya aktivitas mikroorganisme. Secara fisik, kriteria atau ciri-ciri daging yang baik adalah berwarna merah segar, berbau aromatis, memiliki konsistensi yang kenyal dan bila ditekan tidak terlalu banyak mengeluarkan cairan. Daging yang tidak sehat bila dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit bagi manusia, untuk itu perlu diketahui berbagai jenis dan kriteria daging yang sehat dan baik. Secara umum daging yang sehat dan baik adalah daging yang berasal dari ternak yang 37

31 sehat, disembelih di tempat pemotongan resmi, diangkut dengan kendaraan khusus dan dijual di supermarket atau di los daging pasar yang bersih. Agar daging dapat memiliki daya simpan yang lebih lama, ada beberapa cara pengawetan daging yang sering dilakukan yaitu dengan pembekuan dan pendinginan daging serta pengawetan daging dengan cara pemanasan dan pengeringan. Pendinginan dan pembekuan merupakan suatu proses untuk memperpanjang masa simpan dari daging yang kini umum dilakukan dalam rumah tangga. Pendinginan dapat dilakukan dengan menggunakan es yang diletakkan di sekitar daging dalam ruangan yang kedap udara. Seiring perkembangan teknologi, pendinginan banyak dilakukan dalam refrigerator. Bila ingin menyimpan daging lebih lama, daging dapat dibekukan dalam freezer. Pendinginan terjadi pada suhu 0 C sampai 5 C. Daging yang didinginkan harus sudah diolah dalam waktu 3 sampai 4 hari sejak pembelian. Pembekuan merupakan cara sempurna untuk mengawetkan daging. Pembekuan dapat mempertahankan kwalitas dan nilai gizi daging dalam jangka waktu tertentu. Pembekuan biasanya dilakukan pada suhu -12 C sampai dengan suhu -28 C. Proses pembekuan ini dilakukan dengan meletakkan daging pada pendingin sehingga daging menjadi beku. Metode pemanasan daging dilakukan pada suhu sedang yaitu dalam suhu 57 C sampai 75 C atau dapat juga dengan pemanasan dalam suhu tinggi di atas 100 C. Masa simpan daging yang diawetkan dengan metode ini berlangsung selama 1 sampai 2 hari. Pemanasan sedang bertujuan untuk membunuh atau membuat mikroorganisme perusak tidak berfungsi. Apabila proses pemanasan dilakukan pada suhu terlalu tinggi atau melebihi suhu tersebut di atas, maka akan menyebabkan nilai gizi daging berkurang. 0 Metode pengawetan daging dengan pengeringan dilakukan dengan menggunakan udara panas. Cara ini tidak dianjurkan untuk daging mentah atau potongan daging masak dengan ukuran yang cukup besar. Produk olahan daging yang diawetkan menggunakan cara ini adalah dendeng. Masa simpan dendeng bisa mencapai 6 bulan. Pengeringan dilakukan dalam suhu di atas 60 C sehingga menyebabkan daya serap air pada daging kering menjadi berkurang dan proses pembusukan pada daging dapat dikurangi. 2.2 Dendeng 38

32 Dendeng adalah produk olahan yang dibuat dari daging sapi, ayam, babi atau kambing, tetapi yang paling banyak dijumpai di pasar-pasar di Indonesia adalah dendeng sapi. Definisi dendeng sapi menurut Standar Nasional Indonesia adalah produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging sapi segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng sapi dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu dendeng sapi irisan dan dendeng sapi giling. Dendeng merupakan salah satu produk daging kering yang memiliki masa simpan lebih dari 6 bulan dengan kadar air 15% sampai 20% dan ph 4,5-5,1. Warna dendeng yang coklat kehitaman disebabkan oleh reaksi selama proses pemanasan dalam sistem pengering. Akibat proses pengolahan tersebut, nilai kalori dalam daging meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan daging merah. Daging mengalami peningkatan kadar protein dan karbohidrat (per berat basah) sejalan dengan menurunnya kandungan air dan peningkatan kadar kalsium, fosfor, serta zat besi. Tabel 2.1 berikut menunjukkan klasifikasi mutu dendeng : Tabel 2.1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Persyaratan Mutu I Mutu II Khas dendeng Khas dendeng No Jenis Uji 1 Warna dan bau 2 3 sapi Kadar air (bobot-/bobot) Maks 12 % Kadar protein (bobot/bobot Min 30 % sapi Maks 12 % Min 25 % 4 kering) Abu tak Maks 1 % larut dalam asam Maks 1 % (bobot/bobot kering) 5 6 Benda asing (bobot-bobot kering) Kapang dan serangga Maks 1 % Tidak nampak Maks 1 % Tidak Nampak Sumber : Dewan Standardisasi Nasional (1992) Berdasarkan regulasi pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM-RI) Nomor HK tentang penetapan batas maksimum cemara mikroba dan kimia dalam makanan menyebutkan seperti yang terlihat dalam tabel 2.2 berikut : 39

33 Tabel 2.2 regulasi BPOM-RI tentang batas maksimum cemara mikroba dan kimia dendeng sapi Dendeng sapi, daging asap yang diolah dengan panas Jenis cemara mikroba Batas maksimum ALT (30oC, 72 jam) 1x105 koloni/g APM Escherichia coli < 3/g Salmonella sp negatif/25g Staphylococcus aureus 1x102 koloni/g Bacillus cereus 1x103 koloni/g Sumber : peraturan kepala BPOM-RI Nomor HK Teori Pengeringan Pengeringan adalah suatu proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas (Taib G, dkk, 1987). Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan dasar pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan secara termal sampai ke tingkat tertentu sehingga kerusakan akibat mikroba dan reaksi kimia dapat diminimalisasi untuk dapat tetap menjaga kwalitas produk kering dari bahan tersebut. Proses pengeringan merupakan suatu proses akhir dari suatu deretan operasi proses dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan atau dijual. Berdasarkan atas proses kontak antara media pengering dengan bahan yang akan dikeringkan, pengeringan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 40

34 1. Pengeringan langsung (direct drying) Pada proses ini bahan yang dikeringkan berhubungan langsung dengan udara yang dipanaskan. 2. Pengeringan tidak langsung (indirect drying) Udara panas berhubungan dengan bahan yang dikeringkan melalui perantara, umumnya berupa dinding-dinding atau tempat meletakkan bahan. Bahan akan kontak dengan panas secara konduksi. Pada saat suatu bahan dikeringkan, terjadi dua proses secara bersamaan yaitu perpindahan energi panas dari lingkungan untuk menguapkan air pada permukaan bahan dan perpindahan massa di dalam bahan akibat penguapan pada proses pertama. 2.4 Pengering Energi Surya Indonesia mempunyai potensi sumber energi surya antara 4,8 kwh/m 2 sampai 5,2 kwh/m2 per hari. Sumber energi surya merupakan bagian dari sumber energi terbarukan yang sifatnya bersih dan pada saat penggunaannya tidak menghasilkan emisi. Dalam perkembangannya, energi surya digunakan sebagai sumber energi pada sistem pengering. Sebuah pengering surya adalah unit tertutup yang bertujuan untuk menjaga makanan agar terhindar dari kerusakan yang diakibatkan oleh burung, serangga, dan curah hujan yang tak terduga. Berdasarkan jenis energi yang digunakan, pengering surya dapat diklasifikasikan menjadi tiga (Baker & Christopher GJ, 1997) yaitu : 1. Solar Natural Dryer, adalah pengering surya alami tanpa menggunakan bantuan peralatan luar untuk mengalirkan fluida kerja. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah (a) Cabinet dryers, (b) Tent type dryers, (c) Shelf type dryers. 41

35 Gambar 2.1 Tent type solar dryer. Sumber. (Baker & Christopher GJ, 1997) 2. Semi Artifical Solar Dryer, adalah pengering surya dengan metode konveksi paksa, memanfaatkan bantuan peralatan luar untuk mengalirkan fluida kerja. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah a. Solar tunnel dryers, b. Green house-type solar dryers, c. Solar room dryers. Gambar 2.2 Solar room dryer. Sumber (Baker & Christopher GJ, 1997) 3. Solar-Assisted Artificial Dryer, adalah pengering surya yang memanfaatkan lebih dari satu sumber energi dan sumber energi lain hanya bersifat sebagai energi pembantu. Pengering surya terdiri dari dua bagian penting yaitu kolektor surya dan ruang pengering. Keduanya merupakan konstruksi sederhana dan dapat dibangun dengan menggunakan bahan-bahan lokal yang tersedia seperti kayu, 42

36 batu bata, pelat logam dan lembaran plastik transparan. Metode pengeringan surya didasarkan pada pengalaman jangka panjang dan terus digunakan di seluruh dunia untuk tanaman kering, biji, daging, ikan, dan produk pertanian lainnya. 2.5 Kolektor Surya Kolektor surya merupakan piranti utama dalam sistem surya termal yang berfungsi mengumpulkan dan menyerap radiasi sinar matahari dan mengkonversinya menjadi energi panas. Sinar matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, dan panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk dimanfaatkan pada berbagai aplikasi yang membutuhkan panas. Untuk mengeringkan suatu produk pertanian, dibutuhkan energi yang sangat besar. Sebagian besar petani melakukan penjemuran di bawah teriknya sinar matahari. Temperatur lingkungan adalah sekitar 33 C, sedangkan temperatur pengeringan untuk komoditi pertanian berkisar C. Jika kita menggunakan udara pemanas bertemperatur lingkungan atau lebih rendah dari temperatur pengeringan, dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mengeringkan suatu produk. Agar temperatur lingkungan dapat meningkat, panas dikumpulkan dalam suatu kolektor surya dan dihembuskan ke dalam bahan yang akan dikeringkan. Kolektor surya pada umumnya memiliki komponen-komponen utama (Duffie John A.,dan William A.Beckman,1991) yaitu: 1. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan. 2. Absorber, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari. 3. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja. 4. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari absorber menuju lingkungan. 5. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor. Besarnya energi yang dapat diserap oleh kolektor bergantung pada sifat absorbsivitas bahan kolektor. Berikut ditunjukkan besarnya energi radiasi matahari yang dapat diserap oleh kolektor : 43

37 ϕa = τα I r A c (2.1) Dimana : ϕ a = panas radiasi yang diserap kolektor, (W) τ = transmisivitas bahan penutup, (0 τ 1 ) α ρ = absorbsivitas plat penyerap kolektor, (0 α 1 ), atau ρ = refleksivitas, (0 ρ 1 ) α =1 Besarnya energi radiasi matahari yang diterima kolektor adalah sebagai ϕ rs = A c I r berikut : (2.2) Dimana : ϕ rs = panas radiasi yang diterima, (W) Ac Ir = luas permukaan kolektor, ( m2 ) = intensitas radiasi matahari, ( Wm ) 2 Tidak semua energi panas yang masuk dapat dipakai seluruhnya karena ada faktor kerugian panas pada kolektor termal. Kerugian panas ini terjadi pada bagian atas kolektor yang disebut kerugian panas bagian atas dan pada bagian bawah kolektor yang disebut kerugian panas bagian bawah. Jumlah dari kedua kerugian panas tersebut merupakan kerugian panas total. Kerugian panas tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut, ϕ1 = A c U l ( T a T o ) (2.3) Dimana : ϕ 1 = panas yang terbuang ke lingkungan, (W) U l = koefisien transfer panas keseluruhan, 44 ( mwk ) 2

38 T a = temperatur plat penyerap, (K) T o = temperatur udara lingkungan, (K) Untuk mendapatkan efisiensi kolektor surya yang semakin besar, kolektor surya harus dapat memanfaatkan energi radiasi matahari yang lebih besar yang dapat dimanfaatkan oleh kolektor untuk memanaskan udara pengering. Besarnya efisiensi dari kolektor surya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut, qu / A I (2.4) Dimana : = efisiensi kolektor surya (%) qu= panas berguna kolektor (W) A = luas permukaan (m2) I = total energi surya ( Wm ) 2 Atau, ηc c, T c, out T = x 100% m. C p (2.5) Dimana : ηc = efisiensi kolektor surya, (%) m = mass flow rate (kg/s) cp = kapasitas panas jenis fluida (J/(kg. C) Tc,out = temperatur fluida keluar kolektor ( C) Tc,in = temperatur fluida masuk kolektor ( C) 45

39 Qr = panas radiasi (W) Luas permukaan total dari kolektor ini terkait dengan efisiensi keseluruhan dari total sistem pengering : ηp = M w Lt I r Ac t (2.6) Dimana: Ac : luas permukaan total kolektor (m2) t : total waktu (s) Lt : Ir : Intensitas radiasi matahari panas laten penguapan (W) W m2 ( ) 2.6 Konstanta Surya Matahari memancarkan suatu spektrum radiasi yang kontinyu. Dalam pembahasan ini, matahari dianggap sebagai sebuah benda hitam, sebuah radiator sempurna pada temperatur 5762 K. Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari, Es, adalah sama dengan hasil perkalian konstanta Stefan boltzman σ, pangkat empat temperatur absolute Ts4 dan luas permukaan π x ds2. Es = σ x π x ds2 x Ts4 (2.7) Dimana : Es = Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari ( W ) σ = 5,67x 10-8 W/ m2. K4 Ts = temperatur permukaan = 5672 K 46

40 π ds2 = luas permukaan matahari (m2) Pada radiasi ke semua arah, energi yang diradiasikan mencapai luas permukaan bola dengan matahari sebagai titik tengahnya. Jari jari R adalah sama dengan jarak rata rata antara matahari dan bumi. Luas permukaan bola adalah sama dengan 4 π R2, dan fluks radiasi pada satu satuan luas dari permukaan bola tersebut yang dinamakan iradiansi, menjadi : 2 4 d s Ts 2 G = σ 4R (W/ m2 ) (2.8) Dengan garis tengah matahari 1,39 x 109 m, temperatur permukaan matahari 5762 K, dan jarak rata rata antara matahari dan bumi sebesar 1,5 x m, maka fluks radiasi persatuan luas dalam arah tegak lurus pada radiasi tepat diluar atmosfer bumi adalah : 5,67 x10 8 W G = x(1,39 x109 ) 2 m 2 x(5,762 x103 ) 4 K 4 m2 K 4 4 x(1,5 x1011 ) 2 m 2 (2.9) = 1353 W/m2 dimana harga G ini disebut juga konstanta surya, Gsc. Untuk mengetahui energi radiasi yang jatuh pada permukaan bumi dibutuhkan beberapa parameter letak kedudukan dan posisi matahari. Hal ini sangat diperlukan untuk dapat mengkonversikan harga fluks berkas yang diterima dari arah matahari menjadi hubungan harga ekivalen ke arah normal permukaan. Berikut ini adalah beberapa definisi yang digunakan, antara lain : 1. ø =sudut lintang, sudut lokasi suatu tempat di permukaan bumi terhadap khatulistiwa, dimana arah utara selatan, - 90 ø 90 dengan utara bernilai positif. 47

41 2. = sudut datang berkas sinar (angle of incident ), sudut yang dibentuk antara radiasi langsung pada suatu permukaan dengan garis normal permukaan tersebut. 3. θz = sudut zenith, sudut antara radiasi langsung dengan garis normal bidang horisontal. Sudut zenith θz diperlihatkan sebagai sudut antara zenith z, atau garis lurus vertikal dan garis pandang ke matahari. 4. Sudut azimuth θa juga diperlihatkan sebagai sudut antara garis yang mengarah ke utara dan proyeksi garis pandang ke matahari pada bidang horizontal ke arah timur dianggap positif. Sudut zenith dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : Cosθz = sin δ sin ø + cosδcos ø cosω (2.10) h ω Gambar 2.3 Penentuan sudut-sudut arah datang sinar matahari 5. h = sudut ketinggian matahari, yaitu sudut antara radiasi langsung matahari dengan bidang horisontal. 6. ω = sudut jam (hour of angle), sudut antara bidang yang dimaksud dengan horisontal, berharga nol pada saat jam waktu surya, setiap jam setara dengan 15o ke arah pagi negatif dan ke arah sore positif. 48

42 7. δ = deklinasi, posisi angular pada matahari dibidang khatulistiwa pada saat jam waktu matahari. Hubungan antara masing-masing ditunjukkan dalam gambar berikut: parameter sudut matahari tersebut Gambar 2.4 Hubungan parameter sudut matahari terhadap permukaan bidang 2.7 Dasar-Dasar Perpindahan Kalor Definisi dari perpindahan kalor adalah berpindahnya energi dari suatu bidang ke bidang lainnya sebagai akibat adanya perbedaan suhu di antara kedua bidang tersebut. Secara umum perpindahan kalor dapat dikategorikan dalam tiga cara yang berbeda yaitu : 1. Perpindahan panas konduksi Perpindahan panas konduksi adalah suatu proses pertukaran panas dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi menuju daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam satu media (padat, cair dan gas), atau antara media-media yang berlainan yang bersinggungan secara lansung. Untuk menghitung laju aliran secara konduksi dapat dijabarkan dalam suatu 49

43 persamaan yang dinyatakan dengan hukum Fourier, (Wiranto Arismunandar,1985):yaitu : dt qkond ka dx (2.11) Dimana : qkond : Laju perpindahan panas konduksi, (W) k : Konduktivitas thermal, (W/m.K) A : Luas penampang tegak lurus pada aliran panas, (m2) dx,dt : Gradien temperatur dalam arah aliran panas Dalam aliran panas konduksi, perubahan energi terjadi karena hubungan molekul secara lansung tanpa adanya perpindahan molekul-molekul yang cukup besar. 2. Perpindahan panas konveksi Perpindahan panas konveksi adalah suatu proses perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat dengan fluida yang mengalir disekitarnya, dengan menggunakan media penghantar berupa fluida (cair/gas). Perpindahan panas secara konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan panas antara permukaan benda padat dan cair atau gas. Panas secara konveksi menurut cara pergerakannya dibagi dua bagian yaitu : 1. Konveksi alamiah (natural convection) terjadi apabila gerakan pencampuran berlansung semata-mata akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradien massa jenis. 50

44 2. Konveksi paksa (forced convection) terjadi apabila gerakan pencampuran di sebabkan oleh suatu alat dari luar seperti pompa atau kipas. Pada umumnya, perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dengan suatu fluida dapat dihitung dengan suatu persamaan, yaitu : qc ha Tw T f (2.12) (Sumber Holman, J.P Perpindahan Panas, hal. 11) Dimana : qc : Laju perpindahan panas konveksi, (W) A : Luas permukaan perpindahan panas, (m2) h : Koefesien perpindahan panas konveksi, (W/m2.K) Tf : Temperatur fluida, (K) Tw : Temperatur dinding, (K) 3. Perpindahan Panas Radiasi Perpindahan Panas Radiasi adalah proses dimana panas mengalir dari benda bersuhu tinggi menuju ke suatu benda yang bersuhu lebih rendah apabila benda-benda tersebut terpisah dalam ruangan atau terdapat ruang hampa di antara benda-benda tersebut. Untuk menghitung laju pancaran radiasi pada suatu permukaan dapat digunakan persamaan sebagai berikut : qr AT 4 (2.13) (Sumber Holman, J.P Perpindahan Panas, hal 11) Dimana : qr : Laju perpindahan kalor radiasi, (W) 51

45 : Emisivitas benda, : Konstanta Stefan-Boltzznann, 5,67 x 10-8 W/(m2.K4) T4 : Perpindahan temperatur, (K) A : Luas permukaan bidang, (m2) Pada kenyataannya, permukaan bukan merupakan pemancar atau pun penyerap yang sempurna dari radiasi termal. Permukaan tersebut ditandai oleh fraksi-fraksi dari jumlah ideal yang dipancarkan (, emisivitas) dan diserap (α, absorbsivitas). Perpindahan panas yang terjadi dalam sebuah kolektor surya adalah perpindahan panas radiasi dari plat penyerap ke plat penutup kaca. Hubungan untuk plat paralel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut, σa ( T 41 T 24 ) q= ε1 ε2 (2.14) 2.8 Beban Kalor Ruang Pengering Perpindahan kalor ruang pengering dipengaruhi oleh beberapa hal seperti jenis bahan yang digunakan dan faktor-faktor iklim. Perhitungan dari beban kalor ruang pengering bertujuan untuk memperkirakan perolehan energi radiasi matahari melalui dinding pengering. Secara umum beban kalor ruang pengering dihasilkan melalui beberapa cara yaitu sebagai berikut : a. Beban kalor transmisi Beban kalor yang dihasilkan secara transmisi thermal yang terjadi bila ada perbedaan temperatur antara kedua sisi dinding pengering. Besarnya beban kalor yang dihasilkan melalui transmisi thermal adalah dihitung dengan menggunakan persamaan : T. A Q= Rtot = K.A ( Ts Ta ) (2.15) 52

46 Dimana : Q = beban kalor (W) K = koefisien konduksi = 0,2 (W/m2K) A = luas permukaan ( m2 ) Ts Ta = beda temperatur luar dan dalam ruang pengering (K) b. Beban kalor radiasi Beban kalor melalui radiasi disebabkan oleh penjalaran energi matahari melalui dinding pengering yang tembus pandang atau penyerapan oleh dinding pengering yang tidak tembus cahaya. Radiasi matahari dapat digolongkan dalam radiasi matahari langsung dan radiasi matahari tidak langsung seperti terlihat pada Gambar (2.5). Jumlah kedua jenis radiasi tersebut diberi nama radiasi matahari total. Gambar 2.5 Radiasi matahari langsung dan tak langsung Sesuai dengan kedudukan permukaan bidang terhadap arah datangnya radiasi, maka radiasi matahari langsung adalah : In = 1164.Pcosec h (2.16) Iv =1164. Pcosec h.cos h (2.17) 53

47 Ih = 1164.Pcosec h sin h (2.18) Iβ = 1164.Pcosec h cos h cos β (2.19) Dimana: In = radiasi matahari langsung pada bidang tegak lurus arah datangnya radiasi (Kcal/m 2jam) Iv = radiasi matahari langsung pada bidang vertikal (Kcal/m2jam). Ih = radiasi matahari langsung pada bidang horisontal (Kcal/m2jam) Iβ = radiasi matahari langsung pada bidang vertikal pada posisi membentuk sudut samping β dari arah datangnya radiasi (Kcal/m2jam) 1164 = konstanta intensitas radiasi matahari di angkasa P = permeabilitas atmosferik = 0,6 0,75 pada hari yang cerah h = ketinggian matahari (m) = sudut antara datangnya matahari dan dinding Gambar 2.6 Radiasi sorotan pada permukaan miring Besarnya radiasi tak langsung dari atmosfer untuk kondisi udara yang cerah adalah Ira = C. In.Fsa (2.20) Dimana : Ira = radiasi tak langsung dari atmosfer C = koefisien radiasi tak langsung dari angkasa In = radiasi matahari langsung pada bidang normal 54

48 Fsa = faktor sudut permukaan ke atmosfer Besarnya pantulan radiasi dari tanah adalah 20% dari radiasi matahari langsung yang diterima tanah. Hal tersebut dapat dihitung dengan persamaan: I rg = Ih. 0,2. Fsg (2.21) Dimana : I rg = radiasi tak langsung dari tanah Ih = radiasi langsung pada bidang horisontal. Fsg = faktor sudut tanah ke permukaan dinding pengering Besarnya faktor sudut permukaan ke atmosfer Fsa adalah: Fsa = ( 1- cos ) / 2 (2.22) Dimana : = besarnya sudut antara permukaan dinding pengering ke bidang horizontal Besarnya faktor sudut dari tanah ke dinding pengering Fsg adalah: Fsg = 1-Fsa (2.23) Jumlah radiasi tak langsung dari atmosfer dan radiasi tak langsung dari tanah adalah besarnya radiasi matahari tak langsung total. Perolehan kalor melalui dinding pengering diperoleh dengan menjumlahkan radiasi langsung dan tak langsung dikalikan dengan faktor transmisi bahan dinding seperti persamaan berikut : Qjr = IT x ε (2.24) Dimana: Qjr = perolehan kalor radiasi oleh dinding (Kcal/jam) IT = jumlah radiasi matahari yang diterima dinding (Kcal/m2.jam) ε = transmisivitas bahan dinding 2.9 Computational Fluid Dynamics (CFD) 55

49 Computational Fluid Dynamics atau CFD merupakan suatu analisa sistem yang meliputi aliran fluida, perpindahan panas dan fenomena-fenomena lain seperti reaksi kimia yang menggunakan simulasi berbasis komputer. CFD telah dikenal sejak 1960-an dan pada awalnya digunakan untuk mendesain mesin jet dan pesawat terbang. Dalam perkembangannya, CFD digunakan untuk mendesain mesin pembakaran internal, tabung pembakaran dalam turbin gas dan tungku, kendaran bermotor dan aliran udara di sekitar bodi mobil. Dengan menggunakan CFD dapat dibuat suatu virtual prototype dari sebuah sistem atau alat yang ingin dianalisa dengan menerapkan kondisi nyata di lapangan. Software CFD memberikan data-data, gambar-gambar atau kurvakurva yang menunjukkan prediksi dari performansi keandalan sistem yang didesain. Hasil analisa CFD sering berupa prediksi kualitatif meski terkadang kuantitatif tergantung dari persoalan dan data yang di-input. CFD terdiri dari tiga komponen utama yaitu : pre-processor, solver dan post-processor. Preprocessor merupakan input yang diberikan berupa bentuk geometri, pembentukan grid (mesh), penentuan sifat termofisik dan kondisi batas. Solver adalah pemecahan model aliran fluida menggunakan analisis numerik dengan metode beda hingga, elemen hingga, spectral, atau volume hingga yang merupakan pengembangan dari formulasi beda hingga secara khusus. Postprocessor meliputi pengolahan hasil visualisasi dari solver berupa penampilan kecepatan dan suhu fluida dua atau tiga dimensi dalam bentuk vektor, kontur dan bayangan dengan warna tertentu. (Versteeg, malalasekera, 1995). Dalam simulasi pola aliran udara, udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran, suhu dan kecepatan dalam persamaan diferensial, dalam koordinat cartesian dan dipecahkan menggunakan teknik CFD yang didasarkan pada analisis numerik dengan metode volume hingga. Simulasi berfungsi untuk melihat penyebaran panas berdasarkan distribusi suhu dan aliran udara di dalam ruang pengering Penelitian Sistem Pengering Energi Surya Untuk mengganti metode penjemuran produk di ruangan terbuka yang sarat akan resiko, diperkenalkan metode pengeringan dengan menerapkan pengering energi surya. Sistem pengering dengan energi surya memanfaatkan energi surya sebagai sumber panasnya dengan menambahkan kolektor surya pada bagian dalam alat pengering. Kolektor surya ini berfungsi sebagai penyerap panas sinar matahari dan panas yang diterima akan didistribusikan di dalam alat pengering untuk mengeringkan produk. Ide dasar dari sistem pengering ini adalah mengintegrasikan fungsi penyerap panas (kolektor surya) 56

50 dalam ruang pengering. Sistem pengering dengan menggunakan energi surya telah banyak diaplikasikan untuk mengeringkan berbagai produk pertanian. Dyah Wulandani (2005) dalam penelitiannya yang berjudul kajian distribusi suhu, RH dan aliran udara pengering untuk optimasi disain pengering efek rumah kaca (ERK), menunjukkan bahwa dengan menggunakan pemodelan simulasi CFD dapat diketahui lokasi komponen-komponen utama dalam pengering ERK sehingga diperoleh desain pengering ERK yang optimum baik dari segi teknis maupun secara ekonomis sehingga diperoleh output penelitian berupa desain pengering yang optimum yang dapat dimanfaatkan oleh para petani untuk proses pengeringan produk hasil pertanian. Ekadewi A. Handoyo, dkk, meneliti tentang disain dan pengujian sistem pengering ikan bertenaga surya. Lamanya pengawetan ikan menjadi salah satu alasan dilakukannya penelitian ini. Sistem pengering yang dirancang untuk kapasitas 15kg mempunyai komponen: kolektor surya plat datar, ruang pengering dan fan untuk mengalirkan udara melalui semua komponen tersebut. Untuk mengeringkan 15 kg ikan dari kadar air 60%wb menjadi 25%wb diperlukan kolektor surya seluas 1,2 m x 19 m dengan udara pengering sebanyak 640 m3/jam dan tekanan statis fan = 120 Pa. Dari pengujian yang dilakukan pada model yang berkapasitas 250 gram, diperoleh bahwa pengeringan di musim hujan menghasilkan penurunan kadar air ikan dari 60%wb menjadi 38%wb setelah dikeringkan selama 6 jam. Temuan lain adalah bahwa temperatur plat kolektor plat datar pada musim hujan hanya mencapai 540C. Emmy Darmawati, dkk, meneliti tentang kajian suhu dan aliran udara dalam kemasan berventilasi menggunakan teknik Computational Fluid Dynamic (CFD). Teknik Computational Fluid Dynamic (CFD) dimanfaatkan untuk menggambarkan perubahan suhu dan aliran udara dalam kemasan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe ventilasi terhadap pola perubahan suhu dan aliran udara dalam kemasan menggunakan teknik CFD. Penelitian dilakukan untuk tiga tipe ventilasi yaitu oval, lingkaran dan campuran pada kondisi suhu kamar dan suhu cold storage (7-5 0C). Secara 57

51 umum, hasil simulasi CFD dan pengukuran langsung menggambarkan bahwa suhu rata-rata dalam kemasan lebih tinggi dari suhu lingkungan baik untuk kondisi suhu ruang maupun suhu cold storage. Pola perubahan suhu di dalam kemasan untuk ventilasi lingkaran lebih menyebar dibanding dengan ventilasi oval dan campuran, terutama pada kondisi ruang. Adanya aliran udara bebas disekitar kemasan menjadi faktor mempercepatan penyebaran suhu luar menuju dinding dalam kemasan. Pada kondisi ruang cold storage, penyebaran suhu pada kemasan berventilasi oval lebih baik dibanding dengan ventilasi lingkaran, yang ditunjukkan oleh suhu di dalam kemasan yang lebih rendah. Letak lubang yang menyebar di keempat dinding kemasan pada ventilasi tipe oval memberikan efek perubahan suhu lebih baik dibanding tipe ventilasi lingkaran yang lubang ventilasinya hanya ada di kedua sisi kemasan. Suryana (2012), meneliti sistem pengering rumput laut jenis Eucheuma Sp kapasitas 25 kg. judul penelitian adalah analisis pengeringan rumput laut menggunakan pengering surya dengan kolektor plat bergelombang. Kandungan kadar air adalah parameter utama proses pengeringan menjadi target utama dalam proses ini. Kandungan kadar air rumput laut jenis Eucheuma Sp. adalah sebesar 94,31% sebelum mendapat perlakuan proses pengeringan. Mula mula udara lingkungan memasuki ruang kolektor dengan suhu rata rata sebesar 30,14 C pada hari pertama dan 30,9 C pada hari kedua. Setelah kolektor memperoleh pancaran radiasi matahari dan mengkonversi energi tersebut menjadi energi kalor, temperatur udara meningkat setelah melewati ruang kolektor menjadi rata rata sebesar 44,29 C dan 47 C masing-masing pada hari pertama dan kedua. Udara pengering menerima energi kalor dari plat penyerap akibat adanya gradient temperatur antara plat dan udara pengering. Pada udara pengering keluar ruang pengering, memiliki temperatur yang lebih rendah dibandingkan temperatur udara keluar kolektor, namun masih lebih tinggi daripada temperatur udara lingkungan. Hal ini disebabkan oleh energi kalor yang terkandung pada udara pengering yang memasuki ruang pengering diserap 58

52 oleh rumput laut untuk proses penguapan. Besarnya temperatur udara keluar ruang pengering rata-rata sebesar 37 C dan 39,4 C, masing-masing untuk hari pertama dan kedua. Kemampuan maksimal penyerapan dan pelepasan energi kalor pada udara pengering terjadi sampai terjadinya kesetimbangan termal antara udara dengan rumput laut dan antara udara dengan plat kolektor surya. Udara memasuki ruang kolektor dengan rata-rata energi sebesar 20,28 kj/dt pada pengujian hari pertama dan 20,27 kj/dt pada hari kedua, selanjutnya udara menyerap energi pada kolektor rata-rata sebesar 0,95 kj/dt pada hari pertama dan 1,03 kj/dt pada hari kedua. Energi ini diperoleh dari energi radiasi matahari yang dipancarkan ke permukaan kolektor yang besarnya ratarata adalah sebesar 2,79 kj/dt pada hari pertama dan 3,14 kj/dt pada hari kedua. Serapan energi oleh udara pengering di dalam kolektor menyebabkan peningkatan energi pada udara pengering tersebut, sehingga energi udara pengering yang keluar kolektor rata-rata menjadi 21,23 kj/dt pada hari pertama dan 21,33 kj/dt pada hari kedua. Selanjutnya udara pengering memasuki ruang pengering dan kontak dengan rumput laut. Energi yang terkandung dalam udara pengering digunakan untuk proses pengeringan sehingga terjadi penurunan energi pada udara pengering yang keluar ruang pengering menjadi rata-rata sebesar 20,73 kj/dt pada hari pertama dan 20,84 kj/dt pada hari kedua. energi untuk proses pengeringan selain diperoleh dari energi keluar kolektor, juga diperoleh dari energi radiasi yang transmisikan ke dalam ruang pengering. Besarnya energi ini lebih besar jika dibandingkan energi radiasi pada kolektor, ini dikarenakan luasan permukaan ruang pengering yang lebih luas. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 59

53 3.1 Kerangka Berpikir Sistem pengering energi surya menggunakan kolektor surya untuk meningkatkan suhu udara di dalam alat pengering. Peningkatan suhu di dalam alat pengering sangat diperlukan untuk dapat mengeringkan produk (daging). Sistem pengering daging tradisional dengan penjemuran di bawah sinar matahari dalam ruangan terbuka memiliki resiko yang sangat tinggi dari kerusakan akibat kotoran dan kontaminasi dengan serangga. Rancang bangun sistem pengering diperlukan untuk mendapatkan performansi pengeringan yang sesuai untuk pengeringan daging. Sistem pengering rumput laut yang sudah ada (Suryana,2012) akan digunakan untuk mengeringkan daging. Daging akan diletakkan dalam ruang pengering dengan disusun segaris dan dianalisa dengan simulasi menggunakan program CFD (Computational Fluid Dynamic) untuk dapat mengetahui pola aliran udara pengering di dalam alat pengering.. Hasil dari simulasi inilah yang akan dijadikan sebagai acuan untuk menentukan sebuah sistem pengering daging energi surya. 3.2 Konsep Sistem pengeringan daging energi surya menggunakan energi surya sebagai sumber energi utamanya. Ketersediaan energi surya yang berlimpah menjadi salah satu alasan dikembangkannya sistem pengering daging tersebut ditengah semakin menipisnya cadangan energi yang berasal dari bahan bakar fosil. Pemodelan dengan menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamic) dari sistem pengering daging energi surya dapat digunakan sebagai parameter untuk rancang bangun sebuah sistem pengering. Fleksibilitas untuk mengubah 60

54 parameter desain tanpa biaya yang banyak dan waktu yang singkat merupakan salah satu kelebihan dari penggunaan pemodelan dengan simulasi CFD. Simulasi dengan menggunakan CFD mampu memberikan informasi yang komprehensip tentang medan aliran dan dapat menjangkau sampai di daerah pengukuran yang sulit dijangkau oleh metode eksperimental. Sistem ini juga dapat menunjukkan kepekaan yang lebih sensitif untuk skala mikroskopis. Agar suatu sistem pengering daging dapat berfungsi optimal, diperlukan suatu perencanaan yang matang dalam mendesain alat pengering. Banyak penelitian telah dilakukan berkaitan dengan analisa sistem pengering dengan menggunakan energi surya. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan tersebut, masalah umum yang dihadapi adalah distribusi aliran panas di dalam ruang pengering belum merata, sehingga kadar air dari produk yang dikeringkan tidak merata. Permasalahan tersebut akan diupayakan dalam penelitian kali ini dengan melakukan pemodelan simulasi dengan software Gambit dan Fluent. Posisi daging yang diletakkan segaris pada ruang pengering akan menentukan arah dan pola aliran udara di dalam alat pengering. Pemecahan analisis aliran udara dengan menggunakan analisa CFD menggunakan analisis numerik yaitu kontrol volume sebagai elemen dari integrasi persamaan-persamaan yang terdiri dari persamaan keseimbangan massa, momentum dan energi (Versteeg, dan Malalasekera, 1995). Dengan demikian penyelesaian persamaan untuk benda 2 dimensi dan 3 dimensi lebih cepat dan dapat dilakukan secara simultan. 3.3 Hipotesis Penelitian 61

55 Akan dibuat suatu desain sistem pengering daging energi surya yang optimal dengan menggunakan pemodelan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamic). Dengan menggunakan simulasi CFD inilah akan diketahui pola aliran udara pengering dan distribusi udara pengering di dalam alat pengering dengan susunan penempatan daging segaris. Hal ini sangat mempengaruhi proses pengeringan yang terjadi pada daging sehingga waktu pengeringan daging dapat lebih cepat dan kwalitas daging kering yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu dendeng menurut Dewan Standarisasi Nasional tahun BAB IV METODE PENELITIAN 62

56 4.1 Rancangan Penelitian Pengeringan merupakan suatu operasi rumit yang memerlukan keseimbangan antara ketiga parameter yaitu suhu, kecepatan aliran dan RH udara pengering. Kadar air merupakan salah satu parameter mutu yang harus diperhatikan dalam mengeringkan produk. Untuk dapat mempertahankan kadar air di dalam produk agar tetap merata, maka distribusi aliran panas di dalam alat pengering diupayakan tetap merata. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh sistem pengering daging energi surya yang optimal. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, digunakan pemodelan simulasi dengan menggunakan software Fluent 6.3 dan Gambit dalam menganalisa pola aliran udara, suhu dan kelembaban udara relatif (RH) di dalam alat pengering. Penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam menentukan desain produkproduk pertanian untuk skala kecil maupun besar karena dalam perencanaan, ukuran alat dapat dimodifikasi sedemikian rupa tanpa memerlukan biaya yang besar. Sebagai langkah awal akan ditentukan bentuk dan besaran atau dimensi dari alat pengering yang ditunjukkan pada gambar berikut : 63

57 Saluran udara keluar Ruang pengering Kolektor surya Saluran udara masuk Gambar 4.1 Alat pengering surya 360cm 200cm 200cm 160cm Gambar 4.2. Tampak atas skematik alat pengering surya 64

58 10cm 180cm 200cm Gambar 4.3 Tampak samping skematik alat pengering energi surya 4.2 Pembentukan geometri Dengan menggunakan software Gambit akan dibuat geometri dari alat pengering. Pembentukan geometri dengan Gambit secara garis besar dapat dilakukan dengan dua teknik (Firman Tuakia) yaitu : 1. Bottom-up Pembentukan goemetri yang dilakukan dengan pembuatan entity yang paling dasar yaitu dari membuat titik, kemudian dari kumpulan titik menjadi garis, kumpulan garis menjadi bidang dan kemudian dirubah menjadi volume. Untuk mendukung metode ini, Gambit menyediakan beberapa tool pada setiap menu entity. 65

59 2. Top-down Metode top-down adalah pembuatan geometri yang dimulai dari pembuatan entity yang paling tinggi yaitu dari pembuatan volume atau bidang sesuai dengan bentuk dasar yang telah disediakan oleh Gambit (face/volume primitives). Bentuk dasar yang ada pada Gambit yaitu bujur sangkar, lingkaran, elips, kubus, silinder, bola dan lain-lain. Berikut akan ditampilkan bentuk geometri dari alat pengering daging yang dibuat dengan menggunakan Gambit seperti terlihat pada gambar 4.4 Y X Z Gambar 4.4 Geometri alat pengering dengan menggunakan Gambit 4.3 Meshing goemetri alat pengering Setelah membuat geometri pada Gambit, langkah selanjutnya adalah melakukan pembagian obyek menjadi bagian yang lebih kecil atau meshing. Ukuran meshing pada suatu obyek akan mempengaruhi ketelitian analisa CFD 66

60 yang akan dilakukan. Konsep pembuatan mesh pada Gambit hampir sama dengan konsep pembuatan geometri. Pada proses meshing, juga terdapat metode bottom-up dan top-down. Pada metode bottom-up, mesh dibuat dari entity geometri yang paling rendah yaitu garis, bidang dan terakhir adalah volume. Pada metode top-down, mesh dibuat langsung pada entity yang paling tinggi yaitu bidang atau volume. Ukuran mesh pada metode top-down dibuat seragam pada semua bagian obyek sehingga tidak cocok digunakan untuk kasus yang mempunyai obyek dengan bentuk yang rumit dan memerlukan ukuran mesh yang berbeda pada tiap bagian demi mengurangi jumlah mesh. Gambar 4.5 dibawah menunjukkan proses meshing alat pengering. Gambar 4.5 Meshing alat pengering 4.4 Menentukan kondisi batas dan kontinum Untuk mendefinisikan suatu kasus pada sebuah geometri, kita harus memasukkan informasi pada variabel aliran pada domain kasus tersebut antara 67

61 lain fluks massa, momentum, energi dan lain-lain. Informasi tersebut dimasukkan dalam kondisi batas (boundary condition). Penentuan kondisi batas meliputi beberapa hal : 1. Mengidentifikasi lokasi kondisi batas seperti sisi masuk (inlet), sisi keluar (outlet), dinding (wall) dan lain-lain. 2. Memasukkan informasi atau data pada batas yang telah ditentukan. Data yang diperlukan pada batas tergantung dari tipe kondisi batas dan model fisik yang dipakai (turbulensi, persamaan energi, multi fase dan lain-lain). Data yang diperlukan dalam kondisi batas merupakan data yang sudah kita ketahui atau data yang dapat diasumsikan. Input data yang salah pada kondisi batas akan sangat berpengaruh pada hasil simulasi Pre-processor Pre-processor merupakan input masalah aliran ke dalam program CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan operator dan transformasi input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Di dalam pre-processor terdapat beberapa hal yang dilakukan : 1. Mendefinisikan daerah yang ditentukan, perhitungan domain 2. Pembentukan grid pada setiap domain ke dalam bentuk yang lebih kecil berupa grid/mesh yang tidak saling tumpang tindih pada elemen atau volume kontrol 3. Pemilihan pemodelan fisik yang dibutuhkan. 4. Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa jenis, panas jenis dan sebagainya). 5. Menentukan kondisi batas yang sesuai yang merupakan batas domain. 68

62 Pemecahan masalah aliran didefinisikan pada titik (nodal) di dalam tiga sel. Secara umum, semakin besar jumlah sel maka ketelitian hasil pemecahan akan semakin baik. Mesh optimal tidak selalu seragam, semakin halus pada bagian yang memiliki variasi yang cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak perubahan Solver Proses solver menggunakan metode volume hingga yang dikembangkan dari metode beda hingga khusus. Algoritma numerik dari metode ini terdiri dari beberapa tahap : 1. Aproksimasi variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan fungsi sederhana. 2. Diskretisasi dengan mensubstitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran dan manipulasi matematis berikutnya. 3. Penyelesaian persamaan aljabar. Algoritma numerik digambarkan sebagai diagram alir metode SIMPLEC. Persamaan atur aliran fluida menyatakan hukum kekekalan fisika dalam bentuk matematis yang terdiri dari persamaan-persamaan massa fluida kekal, laju perubahan momentum dan laju perubahan energi Post-processor Pada post-processor ditampilkan seluruh hasil yang dilakukan pada tahap sebelumnya yang meliputi : 1. Tampilan geometrid dan grid 69

63 2. Plot vector 3. Plot permukaan 3Dimensi 4. Pergerakan partikel 5. Manipulasi pandangan 6. Output berwarna Untuk menampilkan hasil iterasi dapat menggunakan perintah : Display Contour digunakan untuk melihat kontur tekanan dan temperatur. Display-Vektor digunakan untuk melihat vector kecepatan pada aliran. Display-Pathline digunakan untuk melihat lintasan aliran fluida. 4.5 Diagram Alir Penelitian Berikut akan ditampilkan diagram alir dari penelitian yang akan dilakukan seperti ditunjukkan pada gambar 4.6 berikut : Start Studi awal karakteristik sistem pengering daging dengan energi surya Pembentukan geometri pada Gambit Proses Meshing A A 70 Studi literature Text book, Jurnal

64 Penentuan kondisi batas (input, output, wall) Save dan export file Input data pada Fluent Proses iterasi N (Convergence) Y Plot kontur, vektor kecepatan aliran udara dan temperatur udara pengering End Gambar 4.6 Diagram alir penelitian 4.6 Tempat dan Jadwal Penelitian Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Denpasar untuk pengukuran temperatur awal dari alat pengering dan pengolahan data dengan simulasi CFD dilakukan di Laboratorium Komputer Universitas Udayana Jadwal penelitian Jadwal penelitian dapat ditunjukkan pada table 4.2 berikut Tabel 4.2 Kegiatan Penelitian 71

65 Bulan pada tahun 2013/2014 No Kegiatan Studi pustaka 2 Identifikasi Variabel dan Parameter 3 Persiapan bahan 4 Seminar Proposal 5 Seminar Hasil Penelitian 6 Seminar Tesis BAB V

66 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisa simulasi CFD (Computational Fluid Dynamic) melalui beberapa tahapan yaitu preprocessor, solver dan post-processor. Penelitian dilakukan berdasarkan datadata awal yang digunakan dalam simulasi yang diperoleh melalaui proses pengukuran dan perhitungan pada alat pengering. Berdasarkan proses pengukuran yang dilakukan pada alat pengering daging yang dilakukan pada tanggal 15 dan 16 mei 2014 bertempat di kota Denpasar dengan 8 ols, 115oBT diperoleh data-data sebagai berikut seperti ditunjukkan dalam tabel 5.1 dan tabel 5.2 Tabel 5.1 Data hasil pengukuran Hr Waktu C, Ts T ( C) I II ( C) V (m/dt ) , , , , , , , , ,9 31 0, ,7 31 0,6 73

67 ,9 32 0, , , ,6 Tabel 5.2 Dimensi Alat Pengering Daging Simbo Deskripsi l A Luas penampang saluran masuk Panjang Lebar (m) (m) 1,9 0,05 Nilai 0,095m 2 kolektor Ac Luas penampang kolektor Ad Luas ruang pengering ( air ) Kandungan air dalam daging sapi Tdaging 1,8 1,8 3,2 m m2 75% air 280C Temperatur daging sapi Berdasarkan data-data di atas, diambil dua data yang menunjukkan temperatur tertinggi udara masuk ruang kolektor surya dan temperatur terrrendah udara memasuki ruang kolektor surya yaitu pada pukul WITA pada hari I dengan temperatur udara masuk 28 C dan pada pukul WITA pada hari I dengan temperatur udara masuk 32 C yang akan digunakan dalam simulasi. 5.1 Pengukuran Temperatur Udara Proses pengukuran temperatur udara dilakukan untuk mengetahui temperatur udara baik yang masuk ke ruang kolektor surya maupun temperatur 74

68 udara di sekitar alat pengering daging dengan menggunakan Thermocuple seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.1. Gambar 5.1 Thermocuple 5.2 Pengukuran Kecepatan Udara Untuk mengetahui kecepatan aliran udara yang masuk ke dalam ruang kolektor surya digunakan anemometer. Alat ini akan menunjukkan besarnya kecepatan alir udara yang memasuki ruang kolektor surya pada alat pengering daging seperti yang ditunjukkan dalam gambar 5.2. Gambar 5.2 Anemometer 5.3 Perhitungan Data 75

69 Berikut akan ditunjukkan posisi peletakan alat pengering daging terhadap matahari seperti ditunjukkan pada gambar 5.3. Alat pengering daging diletakkan menghadap ke utara sehingga memungkinkan kolektor surya memperoleh sinar matahari sepanjang hari. Gambar 5.3 Posisi alat pengering daging terhadap matahari Untuk mengetahui besarnya energi surya yang diterima pada setiap bagian pada alat pengering daging maka akan dilakukan perhitungan-perhitungan berikut: Perhitungan sudut zenith Secara teoritis, sudut zenith dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 76

70 Data perhitungan: Waktu : 10:30 Wita Ø = 8o = -22,5o n = 135o δ = 18,8o (dari tabel Duffie John A.,dan William A.Beckman,1991) atau dengan menggunakan persamaan : δ = sin 284 n 360 x 365 Sehingga besarnya sudut zenith adalah: Cos θz = sin 18,8 sin 8o + cos 18,8 cos 8o cos -22,5o Cos θz =0,91 θz = cos-1 0,91 =24,36o Dari contoh perhitungan di atas dapat dibuat suatu tabel hasil perhitungan sudut zenith berdasarkan waktu pengukuran temperatur udara masuk ruang kolektor surya seperti ditunjukkan dalam tabel

71 Tabel 5.3 Data hasil perhitungan sudut zenith HARI Waktu(Wita) δ(o) n (o) Cos θz (o) θz(o) I II ,8-22,5 0,91 24, ,8-7,5 0,97 13, ,8 7,5 0,97 13, ,8 22,5 0,91 24, ,8 37,5 0,79 37, ,8 52,5 0, ,8 67,5 0,4 66, ,5 0,91 24, ,5 0,97 13, ,5 0,97 13, ,5 0,91 24, ,5 0,79 37, ,5 0,62 52, ,5 0,4 66, Perhitungan sudut azimuth Secara teori sudut azimuth dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: Data perhitungan : 78

72 Waktu : 10:30 Wita Ø = 8o n = 135 δ =18,8o θz =24,36o = -22,5o n = 135o Sehingga besarnya sudut azimuth menjadi: sin 18,8 o sin 8 o cos 24,36 o cos 8 o sin 24,36 o Cos θa = = 0,4 θa = 61,41o Dari semua perhitungan sudut azimuth yang telah dilakukan dapat dibuat suatu tabel hasil perhitungan seperti yang ditunjukkan dalam tabel 5.4 berikut : Tabel 5.4 Data hasil perhitungan sudut azimuth HAR Waktu(Wita) n δ(o) (o) θ Z (o ) Cos θa(o) θa(o) ,8-22,5 24,36 0,48 61,4 I I ,8-7,5 13,02 0,19 78, ,8 7,5 13,02 0,19 78, ,8 22, ,36 0,48 61,4

73 ,8 37,5 37,95 0,35 69, ,8 52,5 52 0,3 72, ,8 67,5 66,2 0,29 72, ,5 24,44 0,49 60,9 6 II ,5 13,2 0,84 32, ,5 13,2 0,84 32, ,5 24,44 0,49 60, ,5 37,99 0,35 69, ,5 52,02 0,31 72, ,5 66,2 0,3 72, Perhitungan ketinggian matahari Besarnya sudut ketinggian matahari dapat diketahui dengan melakukan perhitungan menggunakan persamaan. Untuk mengetahui sudut ketinggian dari matahari dilakukan perhitungan menggunakan persamaan berikut: Data : Waktu : 10:30 Wita θz =24,36o Sehingga besarnya sudut ketinggian matahari adalah: 80

74 h = 90o 24,36o =65,64o Dari contoh perhitungan sudut ketinggian matahari di atas, dengan cara yang sama dengan perhitungan menggunakan persamaan di atas maka dapat diperoleh besarnya sudut ketinggian matahari untuk setiap waktu penelitian dan dapat dibuatkan tabel besarnya sudut ketinggian matahari berdasarkan sudut zenith masing masing waktu seperti terlihat dalam tabel 5.5 : Tabel 5.5 Data hasil perhitungan sudut ketinggian matahari HARI I Waktu(Wita) n δ(o) (o) θz (o) h(o) ,8-22,5 24,36 65, ,8-7,5 13,02 76, ,8 7,5 13,02 76, , ,5 24,36 65,6

75 ,8 37,5 37,95 52, ,8 52, ,8 67,5 66,2 23, ,5 24,44 65, ,5 13,2 76, ,5 13,2 76, ,5 24,44 65,5 II ,5 37,99 52, ,5 52,02 37, ,5 66,2 23, Perhitungan perolehan kalor melalui dinding Radiasi matahari langsung mengenai dinding Radiasi matahari langsung mengenai dinding terbagi menjadi radiasi matahari langsung pada bidang vertikal dengan membentuk sudut (I ), radiasi matahari langsung pada bidang normal (I n) dan radiasi matahari langsung pada bidang horizontal (Ih) 82

76 Posisi matahari terhadap alat pengering dapat dihtung dengan menggunakan data-data sebagai berikut : Waktu 10:30 Wita Ketinggian matahari (h) : 65,64o Sudut azimuth ( A) : 61,41o Sudut zenith ( Z) : 24,36o permeabilitas atmosferik : 0,6 1. Menghitung radiasi matahari langsung pada bidang vertikal dengan membentuk sudut (I ) Untuk dinding yang menghadap ke utara, dengan = A = 61,41o Iβ= 1164x 0,6cosec65,64 x cos65,64o x cos61,41o = 131,139 Kcal/m2jam = ,737 W/m2 Untuk dinding yang menghadap ke timur, dengan = 90o- A = 28,59o Iβ= 1164x 0,6cosec65,64 x cos65,64o x cos28,59o = 240,625 Kcal/m2jam = ,45 W/m2 Untuk dinding yang menghadap ke barat memperoleh radiasi matahari langsung setelah pukul 12:00 Wita dengan = A = 78,84o Iβ= 1164x 0,6cosec76,98 x cos76,98o x cos78,84o = 30,046 Kcal/m2jam = ,536 W/m2 83

77 Untuk dinding yang menghadap ke selatan tidak pernah mendapat radiasi matahari langsung karena posisi matahari terhadap alat pengering condong ke utara. Dari perhitungan radiasi matahari langsung pada bidang vertikal yang telah dilakukan terhadap masing masing sisi pada alat pengering, dapat dibuat suatu tabel perhitungan radiasi seperti ditunjukkan dalam tabel 5.6. Tabel 5.6 Data hasil perhitungan besarnya radiasi matahari langsung bidang vertikal untuk dinding yang menghadap ke barat. HAR Waktu I (Wita) I II A(o) h(o) I utara I timur I barat Kcal/m2jam Kcal/m2jam Kcal/m2jam ,41 65,64 131, , ,84 76,98 30, , ,84 76,98 30, , ,41 65,64 131, , ,58 52,05 130, , , , , ,92 23,8 88, , ,96 65,56 133, , ,8 76,8 132,208 83, ,8 76,8 132, , ,96 65,56 133, , ,26 52,01 132, , ,1 37,98 122, , ,7 23,8 89, , Menghitung radiasi matahari langsung pada bidang normal (In) 84

78 In = 1164 x 0,6cosec65,64 = 664,39 Kcal/m2jam = ,93 W/m2 3. Menghitung radiasi matahari langsung pada bidang horizontal (Ih) Ih = 1164 x 0,6cosec65,64 x sin65,64o = 605,241 Kcal/m2jam = ,067 W/m2 Untuk perhitungan pada setiap waktu penelitian dituangkan ke dalam tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7 Data perhitungan radiasi matahari langsung pada bidang normal dan horisontal HAR Waktu I (Wita) h(o) In Ih (Kcal/m2jam Kcal/m2jam ) I II ,64 664,39 605, ,98 689, , ,98 689, , ,64 664,39 605, ,05 608, , , , ,8 328, , ,56 664, , ,8 688, , ,8 688, , ,56 664, ,643 85

79 ,01 608, , ,98 507, , ,8 328, , Radiasi matahari tak langsung Radiasi matahari tak langsung terdiri dari radiasi matahari tak langsung dari atmosphere (Ira) dan radiasi matahari tak langsung dari tanah (Irg). 1. Menghitung faktor sudut permukaan ke atmosphere (Fsa) Dinding vertikal membentuk sudut =90o terhadap bidang horizontal, sehingga persamaannya menjadi : Fsa = ( 1- cos90o)/2 = 0,5 2. Menghitung faktor sudut tanah ke permukaan pengering (Fsg) Fsg = 1 0,5 = 0,5 3. Menghitung radiasi tak langsung dari atmosphere (Ira), dengan memasukkan harga koefisien radiasi tak langsung dari angkasa(c) = 0,134 (pada bulan mei) sebagai berikut: Ira = 0,134 x 664,39 x 0,5 = 44,51Kcal/m2jam = ,76 W/m2 86

80 4. Menghitung radiasi tak langsung dari tanah (Irg) adalah sebagai berikut: Irg = 605,241 x 0,2 x 0,5 = 60,52 Kcal/m2jam = ,3 W/m2 5. Menghitung radiasi tak langsung total (Irt) Radiasi tak langsung total yang diterima oleh seluruh sisi dinding alat pengering pada pukul 10:30 Wita adalah sama yaitu sebesar: Irt = Ira + Irg = 44, ,52 = 105,03 Kcal/m2jam = ,6 W/m2 Hasil perhitungan-perhitungan radiasi tak langsung dapat dibuat kedalam tabel 5.8. Tabel 5.8 Hasil perhitungan radiasi tak langsung HAR Waktu I (Wita) In Ih (Kcal/m2jam Kcal/m2jam Irg Irt (Kcal/m2jam (Kcal/m2jam) (Kcal/m2jam) ) ) I Ira ,39 605,241 44,514 60, , , ,335 46,166 67, , , ,335 46,166 67, , ,39 605,241 44,514 60, , , ,223 40,803 48,022 88, , ,574 34,016 31,257 65, , ,463 21,993 13,246 35,239 87

81 II , ,643 44,498 60, , , ,587 46,149 67, , , ,587 46,149 67, , , ,643 44,498 60, , , ,792 40,788 47,979 88, , ,318 34,004 31,231 65, , ,463 21,993 13,246 35, Radiasi matahari total Radiasi matahari total yang diterima oleh setiap sisi dinding alat pengering dapat dihitung Sehingga besarnya radiasi matahari total yang diterima oleh masing-masing sisi dinding adalah sebagai berikut: 1. Dinding yang menghadap timur IT = , ,03 IT = ,86 Kcal/m2jam = ,65 W/m2 Dari contoh perhitungan di atas dapat dibuatkan tabel perolehan radiasi total untuk dinding pengering yang menghadap ke timur seperti ditunjukkan dalam tabel 5.9. Tabel 5.9 Radiasi total dinding pengering menghadap ke timur HARI Waktu Irt I timur (Wita) (Kcal/m2jam (Kcal/m2jam ) ) 88 IT timur (Kcal/m2jam)

82 I II , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,207 83, , , , , , , , , , , , Dinding yang menghadap ke utara IT = 131, ,03 = 236,169 Kcal/m2jam = ,37 W/m2 Dari contoh perhitungan di atas dapat dibuatkan tabel perolehan radiasi total untuk dinding pengering yang menghadap ke utara seperti ditunjukkan dalam tabel Tabel 5.10 Radiasi total dinding pengering menghadap ke utara HARI Waktu Irt (Wita) (Kcal/m2ja I utara 89 IT utara

83 (Kcal/m2jam) m) I II (Kcal/m2jam) , , , ,299 30, , ,299 30, , , , , , , , , , , ,239 88,21 123, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,239 89, , Dinding yang menghadap ke barat Karena pada pukul 10:30 Wita dinding yang menghadap ke barat tidak terkena radiasi matahari langsung maka besarnya radiasi matahari total yang diterima oleh dinding yang menghadap ke barat pada saat ini adalah : IT = ,03 = 105,03Kcal/m2jam = ,6 W/m2 90

84 Dari contoh perhitungan di atas dapat dibuatkan tabel perolehan radiasi total untuk dinding pengering yang menghadap ke barat seperti ditunjukkan dalam tabel Tabel 5.11 Radiasi total dinding pengering menghadap ke barat HARI Waktu Irt I barat ITbarat (Wita) (Kcal/m2jam) (Kcal/m2jam (Kcal/m2jam) ) I II , , , , ,299 30, , , , , , , , , , , ,239 88,21 123, , , , , , , , , , , , , , , , , ,239 89, , Dinding yang menghadap ke selatan 91

85 Dinding yang menghadap ke selatan tidak akan pernah terkena radiasi matahari langsung sehingga besarnya radiasi matahari total yang diterima oleh dinding yang menghadap ke selatan pada pukul 10:30 Wita adalah : IT = ,03 = 105,03 Kcal/m2jam = ,6 W/m2 Dari contoh perhitungan di atas dapat dibuatkan tabel perolehan radiasi total untuk dinding pengering yang menghadap ke selatan yaitu : Tabel 5.12 Radiasi total dinding pengering menghadap ke selatan HARI I II Waktu Irt I selatan (Wita) (Kcal/m2jam (Kcal/m2jam ) ) ITselatan (Kcal/m2jam) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,235 92

86 , ,239 Perolehan kalor radiasi yang masuk ke dalam ruang pengering melalui dinding Perolehan kalor radiasi yang masuk ke dalam ruang pengering melalui dinding (Qjr) dapat dihitung dengan persamaan berikut dengan memasukkan harga transmisivitas acrylic (ε) = 0,93 sebagai berikut: Qjr = (236, , , ,038 ) x 0,8 = 736,482Kcal/m2.jam 736,482 x 4186, = J/m2det = 856,528 J/m2det = 0,856 kwatt/m2 Dari perhitungan yang dilakukan seperti contoh perhitungan di atas untuk setiap waktu penelitian, diperoleh hasil perhitungan seperti yang dituangkan ke dalam tabel

87 Tabel 5.13 Perolehan kalor radiasi melalui dinding HAR Waktu I (Wita) I II IT timur IT utara ITbarat (Kcal/m2jam (Kcal/m2jam ) ) (Kcal/m2jam ) ITselatan (Kcal/m2jam) Qjr (KWatt/m2) , , , ,038 0, ,6 143, , ,299 0, , , , ,299 0, , , , ,038 0, , , ,494 88,825 0, , , ,577 65,273 0, , , ,449 35,239 0, , , , ,962 0, , , , ,207 0, , , , ,207 0, , , , ,964 0, , , ,466 88,767 0, , , ,189 65,235 0, , , ,551 35,239 0, Perhitungan energi pengeringan Perhitungan penurunan kadar air dalam daging sapi 94

88 Setelah dikeringkan, daging dengan massa awal 25 kg berkurang massanya pada saat mencapai kadar air 12%wb. Besarnya pengurangan massa air pada daging dapat diselesaikan dengan perhitungan berikut : Data perhitungan mb = 25 kg mi = 75% wb mf = 12% wb Sehingga massa daging sapi yang akan dikeringkan adalah sebesar 25(75% 12%) mw = (100% 12%) mw = 17,9 Kg jadi massa akhir daging sapi setelah proses pengeringan adalah 7,1 kg Perhitungan waktu pengeringan Untuk mengeringkan daging sampai mencapai kadar air 12%wb dari massa awal 25 kg dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: Data perhitungan mb = 25 kg Tb = 28oC 95

89 Td = 48oC Cpdaging = 0,452 LH = 455 Sehingga perhitungannya menjadi mb x Cp x T + mb x LH = 25000g x 0,452 x (48 28) g x455 = x100 = 35111,47 = ,485 detik = 9,178 jam 5.4 Data Hasil Simulasi Pengolahan data dilakukan dengan memvariasikan temperatur udara masuk ruang kolektor yaitu 28 C dan 32 C. Variasi temperatur ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan pola aliran udara dan distribusi suhu udara pengering di dalam alat pengering dengan susunan penempatan daging segaris. Variasi temperatur udara masuk yaitu 28 C dan 32 C dipilih karena merupakan temperatur tertinggi dan terrendah yang diperoleh melalui proses pengukuran temperatur udara masuk ruang kolektor surya pada alat pengering daging. Sistem pengeringan daging ini murni menggunakan tenaga surya dimana aliran udara yang masuk ke dalam alat pengering tidak menggunakan bantuan alat sehingga merupakan sistem aliran konveksi alamiah. Masing-masing 96

90 analisa yang dilakukan pada kedua temperatur udara yang bebeda ini akan ditampilkan dalam bentuk grafik, vector dan kontur. Pergerakan udara pengering ditunjukkan dengan perbedaan warna dimana semakin ke atas dalam gambar menunjukkan suhu udara pengering semakin tinggi dan semakin ke bawah menunjukkan temperatur udara pengering semakin rendah. Berikut akan ditampilkan bentuk grid dari sistem pengering daging energi surya seperti diperlihatkan dalam gambar 5.4. outlet inlet Gambar 5.4 bentuk grid alat pengering daging energi surya Pola distribusi udara pengering dengan temperatur 301K Gambar 5.5 menunjukkan hasil simulasi distribusi suhu udara pengering dengan temperatur udara masuk kolektor 301K. Seperti diperlihatkan pada gambar 5.5, aliran udara masuk dengan suhu 301K akan semakin meningkat suhunya seiring dengan pergerakan udara masuk ke dalam ruang pengering karena adanya kolektor surya dan radiasi sinar matahari dari masing-masing bidang pada alat pengering. Peningkatan suhu udara pengering ini sangat diperlukan untuk proses pengeringan daging. 97

91 Gambar 5.5 Kontur suhu udara pengering dengan suhu 301K dan kecepatan udara pada inlet 0,6m/s pukul penelitian hari I Gambar 5.6 menunjukkan plot grafik x=1 dan y=o kontur suhu udara pengering pada setiap bidang alat pengering dengan temperatur udara masuk 301K dan kecepatan 0,6 m/s pada inlet pada penelitian hari I pukul Wita 98

92 Gambar 5.6 Grafik suhu udara pengering pada setiap bidang alat pengering dengan temperatur udara masuk 301K dan 0,6m/s pada inlet untuk penelitian hari I pukul Gambar 5.7 menunjukkan pola aliran udara pengering di dalam alat pengering daging dengan kecepatan aliran udara masuk 0,6 m/s dengan suhu 301K pada inlet untuk penelitian pada hari I pukul Wita seperti diperlihatkan dalam gambar berikut. Gambar 5.7 Pola aliran udara pengering pada alat pengering dengan suhu udara masuk 301K dan kecepatan 0,6m/s pada inlet untuk penelitian hari I pukul Gambar 5.8 menunjukkan kontur suhu udara pengering apabila dipotong searah sumbu z pada bidang koordinat x=0; y=0; z=0, x=0; y=0; z=1, x=0; y=0; z=1,5, x=0; y=0; z=2, untuk mengetahui perbedaan temperatur udara pengering pada masing masing bidang koordinat alat pengering dengan 99

93 temperatur udara masuk 301K dan kecepatan 0,6 m/s pada inlet yang dilakukan pada penelitian hari I pukul Wita. Bidang potongan x=0, y=0, z=0 Bidang potongan x=0, y=0, z=1 Bidang potongan x=0, y=0, z=2 Bidang potongan x=0, y=0, z=1,5 Gambar 5.8 Kontur suhu bidang alat pengering yang dipotong searah sumbu z pada penelitian hari I pukul dengan kecepatan udara pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 301K Untuk menunjukkan kontur suhu daging setelah proses pengeringan pada penelitian hari I pukul dengan kecepatan udara pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 301K, dapat dilihat pada gambar 5.9 berikut. 100

94 Gambar 5.9 Kontur suhu daging pada penelitian hari I pukul dengan kecepatan udara pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 301K Pola distribusi udara pengering dengan temperatur udara masuk 305K Gambar 5.10 menunjukkan hasil simulasi distribusi suhu udara pengering pada alat pengering daging yang dilakukan pada penelitian hari I pukul Wita dengan temperatur udara masuk 305K dan kecepatan 0,6 m/s pada inlet. Gambar 5.10 Kontur suhu udara pengering dengan temperatur udara pada saluran masuk 305K dan kecepatan 0,6 m/s untuk penelitian hari I pukul

95 Gambar 5.11 berikut menunjukkan plot grafik x=1, y=0 kontur suhu udara pengering pada semua bidang alat pengering daging yang dilakukan pada penelitian hari I pukul dengan temperatur udara masuk pada inlet 305K dan kecepatan 0,6 m/s. Gambar 5.11 Grafik plot x=1, y=0 kontur suhu udara pengering pada semua bidang alat pengering dengan temperatur udara pada saluran masuk 305K dan kecepatan 0,6 m/s untuk penelitian hari I pukul Pola aliran udara pengering di dalam alat pengering daging dengan temperatur udara masuk pada inlet 305K dengan kecepatan aliran udara masuk 0,6 m/s yang dilakukan pada penelitian hari I pukul diperlihatkan dalam gambar 5.12 berikut. 102

96 Gambar 5.12 Pola aliran udara pengering pada alat pengering daging pada penelitian hari I pukul dengan temperatur udara masuk 305K dan kecepatan 0,6 m/s Gambar 5.13 menunjukkan kontur suhu udara pengering yang dilakukan pada peneltian hari I pukul apabila dipotong searah sumbu z pada bidang koordinat x=0; y=0; z=0, x=0; y=0; z=1, x=0; y=0; z=1,5, x=0; y=0; z=2, untuk mengetahui perbedaan temperatur udara pengering pada masing masing bidang koordinat alat pengering dengan temperatur udara masuk 305K dan kecepatan 0,6 m/s pada inlet. 103

97 Koordinat bidang x=0,y=0, z=0 Koordinat bidang x=0,y=0, z=1 Koordinat bidang x=0,y=0, z=1,5 Koordinat bidang x=0,y=0, z=2 Gambar 5.13 Kontur suhu udara pengering pada bidang alat pengering yang dipotong searah sumbu z pada penelitian hari I pukul dengan kecepatan udara masuk pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 305K Untuk mengetahui temperatur pada daging, dapat dilihat pada gambar 5.14 yang menunjukkan kontur suhu dari daging setelah proses pengeringan yang dilakukan pada penelitian hari I pukul dimana temperatur udara masuk pada inlet adalah 305K dan kecepatan 0,6 m/s. 104

98 Gambar 5.14 Kontur suhu daging pada penelitian hari I pukul dengan suhu udara masuk pada inlet 305K dan kecepatan 0,6 m/s BAB VI 105

99 PEMBAHASAN 6.1 Suhu Udara Pengering Dalam penelitian ini dilakukan analisa terhadap daging sapi dengan memanfaatkan energi surya sebagai energi pengeringan. Untuk mencapai kadar air 12% dari kadar air mula mula 75%, daging dengan dimensi 6 x 6 x 0,5 cm dengan berat 40 gram untuk setiap irisan daging disusun segaris memenuhi ruang pengering pada alat pengering daging dengan jarak masingmasing daging dibuat 2 cm. Temperatur udara masuk pada saluran masuk alat pengering diasumsikan 301K dan 305K pada kecepatan 0,6 m/s. Dari hasil simulasi yang dilakukan, terlihat perbedaan pada pola aliran udara pengering dari masing-masing temperatur udara yang masuk ke dalam alat pengering daging. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan pada temperatur udara masuk pada inlet dan besaran radiasi yang diperoleh masingmasing bidang pada alat pengering. Untuk mengetahui besarnya radiasi pada masing-masing bidang alat pengering dilakukan melalui perhitungan terhadap sudut datang radiasi pada permukaan yang dituangkan ke dalam grafik Perbandingan sudut zenith Dari perhitungan yang telah dilakukan terhadap sudut zenith, diperoleh hasil sudut terbesar adalah 66,2o yang dicapai pada pukul Wita pada penelitian hari I dan II dan sudut terkecil adalah 13,02 o yang dicapai pada pukul Wita dan Wita pada penelitian hari I. Seperti ditunjukkan dalam gambar grafik 6.1, sudut zenith sangat dipengaruhi oleh sudut deklinasi 106

100 (δ) dimana sudut zenith akan berbanding lurus dengan sudut deklinasi dan radiasi yang diterima oleh masing masing dinding pada alat pengering. Hubungan sudut zenith terhadap waktu sudut Zenith (o) Gambar 6.1 Grafik hubungan sudut zenith terhadap waktu Perbandingan sudut azimuth Sudut azimuth surya adalah pergeseran anguler proyeksi radiasi langsung pada bidang datar terhadap arah utara. Gambar grafik 6.2 berikut menunjukkan perbandingan sudut azimuth pada hari I dan hari II penelitian. Sudut azimuth pada hari I cenderung lebih besar karena sudut deklinasinya lebih kecil dibandingkan penelitian pada hari II. Sudut azimuth surya pada penelitan ini hasilnya berbanding terbalik dengan sudut deklinasi dan besarnya radiasi matahari yang diterima pada dinding alat pengering. Sudut azimuth terbesar adalah 78,84o dicapai pada pukul dan pada penelitian hari I. Hal ini disebabkan karena sudut jam (hour of angle) yang dicapai pada waktu ini memiliki sudut terkecil terhadap jam sebagai titik nol. Sudut azimuth terkecil adalah 32,8o yang dicapai pada pukul dan pada penelitian hari II. 107

101 Hubungan sudut azimuth terhadap waktu Sudut Azimuth (o) Gambar 6.2 Grafik hubungan sudut azimuth surya terhadap waktu Perbandingan sudut ketinggian matahari Sudut ketinggian matahari adalah sudut antara radiasi langsung matahari dengan bidang horisontal. Besarnya sudut ketinggian matahari sangat bergantung kepada sudut azimuth yang diterima alat pengering dimana semakin besar sudut azimuth maka sudut ketinggian matahari akan semakin kecil. Gambar 6.3 adalah grafik perbandingan sudut ketinggian matahari yang diterima alat pengering daging pada penelitian hari I dan penelitian hari II. Besar sudut ketinggian matahari pada penelitian hari I pada waktu penelitian yang sama cenderung lebih besar karena sudut deklinasinya lebih kecil dimana sudut ketinggian matahari terbesar pada 76,98o dicapai pada pukul dan pada penelitian hari I dan sudut ketinggian matahari terkecil adalah 23,38 dicapai pada pukul pada penelitian hari I dan hari II. 108

102 Hubungan sudut ketinggian matahari terhadap waktu Sudut ketinggian matahari (o) Gambar 6.3 Grafik perbandingan sudut ketinggian matahari terhadap waktu Perbandingan radiasi matahari langsung bidang vertikal Radiasi matahari langsung pada bidang vertikal yang diterima oleh masing-masing dinding pada alat pengering berbeda-beda besarnya. Untuk mengetahui besarnya radiasi yang diterima untuk masing-masing dinding pada alat pengering maka dilakukan perhitungan-perhitungan. Berikut akan ditampilkan berupa grafik hasil perhitungan terhadap radiasi matahari langsung pada bidang vertikal yang diterima oleh setiap bagian pada dinding alat pengering daging sesuai waktu penelitian Dinding alat pengering yang menghadap ke barat Untuk dinding alat pengering daging yang menghadap ke barat, radiasi matahari langsung yang diterima adalah setelah pukul karena pada saat ini matahari sudah condong ke barat. Untuk waktu Sebelum pukul 12.00, radiasi matahari langsung tidak diterima oleh dinding alat pengering yang 109

103 menghadap ke barat. Radiasi matahari langsung terbesar yang diperoleh adalah 133,387 Kcal/m2jam yang dicapai pada pukul pada penelitian hari II. Besarnya radiasi matahari langsung yang diterima oleh dinding alat pengering yang menghadap ke barat akan cenderung semakin menurun seiring semakin senjanya waktu penelitian. Besarnya penurunan tersebut sudah diketahui melalui perhitungan dan dapat digambarkan melalui gambar grafik 6.4 berikut. Hubungan radiasi langsung vertikal pada dinding menghadap ke barat terhadap waktu Radiasi bidang barat(kcal/m2jam) 50 0 Gambar 6.4 Grafik perbandingan radiasi langsung vertikal bidang barat terhadap waktu Dinding alat pengering yang menghadap ke timur 110

104 Untuk dinding alat pengering daging yang menghadap ke timur, radiasi matahari langsung diterima pada waktu sebelum pukul karena pada waktu ini matahari masih condong ke timur. Besarnya radiasi yang diterima oleh dinding alat pengering yang menghadap ke timur terbesar adalah 240,625 Kcal/m2jam pada pukul pada penelitian hari I dan terkecil adalah 83,906 Kcal/m2jam pada pukul penelitian hari II. Hal tersebut dapat dibaca melalui gambar grafik 6.5 berikut. Hubungan radiasi langsung vertikal pada dinding menghadap ke timur terhadap waktu Radiasi langsung timur ( Kcal/m2jam) Gambar 6.5 Grafik Perbandingan radiasi langsung vertikal bidang timur terhadap waktu Dinding alat pengering yang menghadap ke utara Untuk dinding alat pengering yang menghadap ke utara mendapatkan radiasi matahari langsung di sepanjang hari karena posisi alat pengering yang menghadap ke utara. Radiasi terbesar yang diperoleh adalah 133,387 Kcal/m2jam dicapai pada pukul dan untuk penelitian hari II 111

105 sedangkan radiasi matahari langsung vertikal terkecil yang diterima dinding alat pengering adalah 30,046 Kcal/m2jam pada pukul dan untuk penelitian hari I. Grafik perolehan radiasi matahari langsung untuk dinding yang menghadap ke utara dapat dilihat dalam gambar grafik 6.6 berikut. Hubungan radiasi langsung vertikal pada dinding menghadap ke utara terhadap waktu Radiasi langsung utara (Kcal/m2jam) 50 0 Gambar 6.6 Grafik Perbandingan radiasi langsung vertikal bidang utara terhadap waktu Perbandingan radiasi matahari langsung pada bidang normal dan horisontal Radiasi matahari pada bidang normal dan horisontal sangat mempengaruhi besarnya radiasi total yang diterima masing-masing dinding pada alat pengering daging. Besarnya perolehan radiasi langsung pada bidang normal dan horisontal untuk masing-masing dinding pada alat pengering diperoleh melalui perhitungan-perhitungan dan selanjutnya dituangkan ke 112

106 dalam grafik untuk mempermudah pembacaan melalui pola yang terbentuk dalam grafik dari hasil perhitungan yang telah dilakukan Radiasi matahari langsung bidang normal Radiasi matahari langsung pada bidang normal yang diterima masingmasing bidang pada alat pengering daging berbeda-beda pada setiap waktu penelitian. Untuk perolehan radiasi matahari langsung bidang normal terbesar diperoleh pada pukul dan pukul untuk penelitian hari I dengan perolehan 689,049 Kcal/m2jam. Radiasi matahari langsung bidang normal terkecil diperoleh pada pukul untuk penelitian hari I dan penelitian pada hari II dengan perolehan radiasi sebesar 328,249 Kcal/m2jam. Grafik yang ditunjukkan dalam gambar 6.7 cenderung menurun pada kedua waktu penelitian. Hal ini disebabkan karena sudut ketinggian matahari dari penelitian awal pukul sampai penelitian akhir pukul 16,30 cenderung menurun kecuali pada pukul dan yang mencapai sudut ketinggian matahari tertinggi. 113

107 Hubungan radiasi matahari langsung pada bidang normal terhadap waktu Radiasi normal(kcal/m2jam) Gambar 6.7 Grafik Perbandingan radiasi langsung bidang normal terhadap waktu Radiasi matahari langsung bidang horisontal Pada bidang horisontal, alat pengering menerima radiasi matahari langsung pada setiap bagian. Besarnya perolehan radiasi langsung horisontal tersebut berbeda-beda tergantung waktu penelitian yang dipakai sebagai acuan dalam perhitungan. Radiasi matahari langsung bidang horisontal terbesar dicapai pada pukul dan pukul untuk penelitian pada hari I dan penelitian pada hari II yaitu 671,335 Kcal/m2jam. Sedangkan untuk perolehan radiasi matahari langsung bidang horisontal terkecil dicapai pada pukul yaitu penelitian pada hari I dan hari II sebesar 132,463 Kcal/m 2jam. Kurva yang terbentuk pada grafik cenderung menurun seiring semakin senjanya waktu penelitian. Hal tersebut sangat jelas disebabkan oleh sudut ketinggian matahari yang dicapai pada masing-masing waktu penelitian terutama pada 114

108 saat matahari sore lebih kecil bila dibandingkan dengan sudut ketinggian matahari sesaat menjelang dan sesudah pukul karena pukul merupakan titik nol perhitungan sudut ketinggian matahari. Sudut ketinggian matahari ini dipakai sebagai parameter dalam perhitungan untuk menentukan perolehan radiasi matahari langsung yang diterima oleh setiap bagian pada alat pengering daging. Hubungan radiasi matahari langsung pada bidang horisontal terhadap waktu Radiasi horisontal (Kcal/m2jam) 1,600 1,400 1,200 1, Gambar 6.8 Grafik Perbandingan radiasi langsung bidang horisontal terhadap waktu Perbandingan radiasi tak langsung Faktor radiasi tak langsung juga memberikan kontribusi terhadap perolehan radiasi pada dinding alat pengering. Besarnya radiasi tak langsung yang diterima alat pengering diperoleh melalui perhitungan yang sudah dilakukan dan terbagi menjadi radiasi tak langsung dari atmosfer, radiasi tak langsung dari tanah dan radiasi tak langsung total 115

109 Radiasi tak langsung dari atmosfer Besarnya radiasi tak langsung dari atmosfer diperoleh melalui perhitungan dengan mengalikan besarnya radiasi langsung bidang normal terhadap harga koefisien radiasi tak langsung dari atmosfer pada bulan mei dan faktor sudut tanah ke permukaan pengering. Kurva yang terbentuk pada grafik menunjukkan besarnya radiasi tak langsung dari atmosfer dari waktu ke waktu cenderung menurun dan berbanding lurus dengan harga radiasi matahari langsung pada bidang normal. Hubungan radiasi matahari tak langsung dari atmosfer terhadap waktu Radiasi tak langsung dari atmosfer 50 (Kcal/m2jam) Gambar 6.9 Grafik Perbandingan radiasi tak langsung dari atmosfer terhadap waktu Radiasi tak langsung dari tanah Radiasi tak langsung dari tanah yang diterima alat pengering daging dapat diketahui besarnya dengan perhitungan menggunakan radiasi matahari langsung bidang horisontal dikalikan dengan faktor pantulan radiasi dari tanah yang besarnya 20% dari radiasi matahari langsung yang diterima tanah dan 116

110 dikalikan dengan faktor sudut tanah ke permukaan dinding pengering. Radiasi tak langsung dari tanah yang diterima alat pengering terbesar adalah 67,133 Kcal/m2jam pukul dan pukul pada penelitian hari I. Kurva yang dibentuk dalam grafik cenderung menurun seiring semakin sorenya hari karena perolehan radiasi matahari tak langsung dari tanah besarnya berbanding lurus dengan radiasi matahari langsung bidang horisontal. Hubungan radiasi matahari tak langsung dari tanah terhadap waktu Radiasi tak langsung dari tanah (Kcal/m2jam) 160, , , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0 Gambar 6.10 Grafik Perbandingan radiasi tak langsung dari tanah terhadap waktu Radiasi tak langsung total Dengan diperolehnya harga radiasi matahari tak langsung dari atmosfer dan radiasi matahari tak langsung dari tanah, maka dapat diketahui besarnya radiasi tak langsung total yang diterima alat pengering daging melalui perhitungan. Besarnya radiasi matahari tak langsung total dapat dilihat dalam gambar grafik Kurva yang terbentuk dalam grafik cenderung berbanding 117

111 lurus dengan kurva yang terbentuk pada radiasi matahari tak langsung dari atmosfer dan radiasi matahari tak langsung dari tanah. Hubungan radiasi matahari tak langsung total terhadap waktu Radiasi tak langsung total (Kcal/m2jam) 0 Gambar 6.11 Grafik Perbandingan radiasi tak langsung total terhadap waktu Radiasi matahari total Untuk dapat mengetahui besarnya energi pengeringan yang akan digunakan untuk mengeringkan daging, maka kita harus mengetahui sumber energi yang akan digunakan untuk mengeringkan produk kita (daging). Matahari sebagi satu-satunya energi yang digunakan dalam sistem pengeringan daging ini memancarkan radiasi yang besarnya sangat tergantung pada cuaca dan waktu. Dari pemaparan di atas tentang perolehan radiasi matahari yang diterima oleh alat pengering pada masing-masing bagian yang sangat tergantung kepada letak penempatan alat pengering terhadap matahari 118

112 maka dapat diketahui besarnya radiasi total yang diterima pada masing-masing bagian pada alat pengering daging Radiasi matahari total bidang timur Radiasi matahari total yang diterima pada bidang alat pengering bagian timur besarnya dapat diketahui melalui perhitungan-perhitungan yang sudah dilakukan. Nilai yang ditunjukkan pada gambar grafik 6.12 adalah nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan perolehan radiasi matahari untuk dinding alat pengering daging pada sisi alat pengering yang menghadap ke timur. Radiasi matahari total yang diterima oleh sisi pada alat pengering daging yang menghadap ke timur cenderung lebih tinggi Sebelum pukul Hal ini disebabkan karena pada saat Sebelum pukul 12.00, matahari condong ke timur sehingga sisi alat pengering yang menghadap ke timur terkena radiasi dari sinar matahari langsung. Untuk waktu setelah pukl 12.00, besarnya radiasi matahari total yang diterima cenderung menurun seiring semakin sorenya waktu penelitian. 119

113 Hubungan radiasi matahari total bidang timur terhadap waktu Radiasi matahari total utara (Kcal/m2jam) Gambar 6.12 Grafik Radiasi matahari total bidang timur terhadap waktu Radiasi matahari total bidang utara Untuk bidang alat pengering yang menghadap ke utara, besarnya radiasi total yang diterima lebih merata karena sepanjang waktu penelitian sisi alat pengering yang menghadap ke utara terkena sinar matahari dari pagi sampai sore. Besarnya radiasi matahari yang diterima oleh sisi alat pengering daging yang menghadap ke utara berbeda-beda tergantung dari waktu penelitian. Gambar grafik 6.13 menunjukkan besarnya radiasi matahari total yang diterima pada setiap waktu penelitian dan pencapaian radiasi tertinggi adalah pada pukul dan penelitian hari II yaitu sebesar 245,415 Kcal/m2jam. Grafik pada penelitian hari I lebih fluktuatif dibandingkan penelitian pada hari II. Ini disebabkan karena pada penelitian hari I yaitu pada pukul dan pukul sudut azimuth untuk bidang yang menghadap ke utara adalah tertinggi sehingga sudut ketinggian matahari menjadi kecil. 120

114 Hubungan radiasi matahari total bidang utara terhadap waktu Radiasi total utara (Kcal/m2jam) Gambar 6.13 Grafik Radiasi matahari total bidang utara terhadap waktu Radiasi matahari total bidang barat Radiasi matahari untuk dinding alat pengering yang menghadap ke barat baru diterima setelah matahari berada condong ke barat atau setelah pukul Radiasi matahari total bidang barat besarnya dapat dihitung seperti yang telah dilakukan dan diperoleh hasil seperti yang ditunjukkan dalam gambar grafik Radiasi matahari total bidang barat relatif sama pada penelitian hari I dan penelitian hari II. Radiasi matahari total untuk bidang barat terbesar dicapai pada pukul sebesar 245,415 Kcal/m2jam penelitian hari II dan radiasi terkecil dicapai pada pukul dengan nilai 105,038 Kcal/m2jam penelitian hari I. 121

115 Hubungan radiasi matahari total bidang barat terhadap waktu Radiasi total barat (Kcal/m2jam) Gambar 6.14 Grafik Radiasi matahari total bidang barat terhadap waktu Radiasi matahari total bidang selatan Dinding alat pengering yang menghadap ke selatan tidak pernah mendapatkan radiasi sinar matahari langsung. Untuk mengetahui besarnya radiasi matahari total yang diperoleh pada dinding alat pengering yang menghadap ke selatan, maka dilakukan perhitungan-perhitungan. Besarnya radiasi matahari total yang diterima alat pengering pada bidang yang menghadap ke selatan adalah sama dengan besarnya radiasi matahari tak langsung total sehingga grafik yang terbentuk adalah sama dengan grafik radiasi matahari tak langsung total. 122

116 Hubungan radiasi matahari total bidang selatan terhadap waktu Radiasi total selatan (Kcal/m2jam) 50 0 Gambar 6.15 Grafik Radiasi matahari total bidang selatan terhadap waktu Perolehan kalor radiasi Untuk dapat mengeringkan daging, diperlukan suatu energi kalor untuk dapat menguapkan kandungan air pada daging dengan besaran tertentu sehingga dicapai kadar air pada daging yang sesuai dengan keinginan. Perolehan energi kalor pada sistem pengeringan daging ini diperoleh melalui radiasi sinar matahari. Besarnya perolehan kalor pada alat pengering daging melalui radiasi sinar matahari dapat dihitung sehingga diperoleh hasil seperti yang dituangkan ke dalam gambar grafik 6.16 untuk setiap waktu penelitian. Perolehan kalor radiasi melalui dinding relatif cenderung menurun seiring semakin sorenya waktu penelitian. Hal ini disebabkan karena perolehan radiasi total untuk setiap dinding pada alat pengering rata- rata menurun pada setiap waktu penelitian seiring semakin sorenya waktu penelitian. 123

117 Hubungan perolehan kalor radiasi melalui dinding terhadap waktu kalor radiasi (Kwatt/m2) Gambar 6.16 Grafik Perolehan kalor radiasi melalui dinding terhadap waktu 6.2 Distribusi Suhu Udara Pengering Dengan memvariasikan temperatur udara masuk pada inlet dan melakukan perhitungan terhadap besarnya radiasi matahari yang diterima masing-masing dinding pada alat pengering maka diperoleh hasil simulasi untuk masing-masing kecepatan udara masuk yaitu 301K dan 305K Temperatur udara masuk 301K pada inlet Daging dengan temperatur awal 301K dengan dimensi 6cm x 6cm x 0,5cm diletakkan pada ruang pengering dengan posisi penempatan segaris. Temperatur udara masuk melalui inlet pada alat pengering adalah 301K dengan kecepatan 0,6 m/s. Alat pengering daging memperolehan radiasi pada masing-masing bidang alat pengering. Dengan melakukan analisa pada penelitian hari I pukul menggunakan simulai CFD diperoleh hasil bahwa temperatur udara pengering pada ruang pengering bervariasi yaitu 124

118 tertinggi 312K dan terrendah adalah 308. Untuk mengetahui sebaran suhu udara pengering di dalam alat pengering, maka dilakukan plot terhadap bidang alat pengering searah sumbu z. Gambar 6.17 berikut menunjukkan plot potongan bidang alat pengering searah sumbu z untuk empat bidang koordinat yang berbeda yaitu pada x=0; y=0; z=0, x=0; y=0; z=1, x=0; y=0; z=1,5, x=0; y=0; z=2. Gambar 6.17 Kontur suhu udara pengering pada penelitian hari I pukul bila ditinjau dari plot potongan koordinat bidang searah sumbu z Temperatur daging pada ruang pengering setelah proses pengeringan berkisar 307K sampai 311K untuk penelitian pada hari I pukul Pada saluran keluar ruang pengering, temperatur yang dicapai adalah berkisar 307K dan 308K. Berikut akan ditunjukkan distribusi suhu pada daging setelah proses pengeringan pada ruang pengering seperti ditunjukkan pada gambar

119 Gambar 6.18 Kontur suhu ruang pengering daging pada penelitian hari I pukul dengan kecepatan saluran masuk udara pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 301Kdaging dengan temperatur awal 301K Temperatur udara masuk 305K pada inlet Dengan temperatur awal daging 301K yang disusun segaris pada alat pengering, proses pengeringan yang terjadi dianalisa menggunakan simulasi CFD. Temperatur udara masuk pada inlet adalah 305K dengan kecepatan 0,6 m/s. Suhu udara pada alat pengering meningkat karena adanya kolektor surya dan perolehan kalor radiasi pada masing-masing bidang alat pengering. Dari analisa yang dilakukan pada penelitian hari I pukul menggunakan simulasi komputer, diperoleh hasil yaitu suhu udara pengering bervariasi berkisar 310K sampai 315K. untuk melihat variasi temperatur udara pengering pada alat pengering, dapat ditampilkan seperti gambar 6.19 dengan melakukan plot potongan bidang koordinat pada alat pengering. Potongan dilakukan 126

120 searah sumbu z yaitu pada bidang koordinat x=0; y=0; z=0, x=0; y=0; z=1, x=0; y=0; z=1,5, x=0; y=0; z=2. Gambar 6.19 Kontur suhu udara pengering dengan potongan bidang koordinat searah sumbu z untuk penelitian hari I pada pukul Dari hasil simulasi yang dilakukan pada daging dengan temperatur awal 301K yang disusun segaris pada ruang pengering untuk penelitian hari I pukul dimana temperatur udara masuk pada inlet adalah 305K dengan kecepatan 0,6 m/s diperoleh temperatur daging pada ruang pengering adalah 309K sampai 313K. Suhu udara pada saluran keluar alat pengering berkisar 310K. Berikut ditunjukkan seperti gambar 6.20 kontur suhu pada ruang pengering di dalam alat pengering daging. 127

121 Gambar 6.20 Kontur suhu pada daging di ruang pengering pada penelitian hari I pada pukul dengan kecepatan udara masuk inlet 0,6 m/s dan temperatur 305K Plot grafik x-y suhu daging setelah pengeringan Pada setiap bagian dari alat pengering memiliki temperatur yang berbedabeda baik untuk penelitian pada hari I pukul maupun pada penelitian hari I pukul Untuk mengetahui perbedaan temperatur pada kedua waktu penelitian yang berbeda pada masing-masing bagian dari sistem pengering daging dapat dilihat melalui contoh grafik suhu daging setelah proses pengeringan. Temperatur awal daging sapi yaitu 301K meningkat menjadi 307K sampai 311K untuk penelitian hari I pukul dengan temperatur udara masuk pada inlet alat pengering adalah 301K dengan kecepatan 0,6 m/s. Grafik sebaran suhu daging tersebut dapat dilihat dalam gambar 6.21 berikut: 128

122 Gambar 6.21 Grafik sebaran suhu pada daging untuk penelitian hari I pukul dengan temperatur udara masuk pada inlet 301K dan kecepatan 0,6 m/s dimana temperatur awal daging 301K Temperatur daging sapi pada penelitian hari I pukul dengan temperatur udara masuk pada inlet alat pengering 305K dan kecepatan 0,6 m/s menunjukkan bahwa suhu daging setelah proses pengeringan meningkat menjadi berkisar antara 309K sampai 313K dengan temperatur awal daging sebelum proses pengeringan adalah 301K. Berikut akan ditunjukkan dalam gambar grafik sebaran suhu daging setelah mengalami proses pengeringan seperti pada gambar

123 Gambar 6.22 Grafik suhu daging sapi setelah proses pengeringan pada penelitian hari I pukul dengan temperatur awal daging 301K dan temperatur udara masuk pada inlet alat pengering 305K pada kecepatan 0,6 m/s 130

124 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan data dan simulasi yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : 1. Temperatur awal pada inlet sangat mempengaruhi hasil akhir dari proses pengeringan daging yang terjadi bila dianalisa dengan simulasi. Temperatur awal pada inlet berbanding lurus dengan proses pengeringan yang terjadi. Semakin besar temperatur pada inlet, maka temperatur yang dihasilkan untuk proses pengeringan daging di dalam ruang pengering akan semakin besar pula. 2. Dengan melakukan perhitungan terhadap proses pengeringan yang terjadi, diperoleh waktu untuk mengeringkan daging seberat 25kg dengan susunan penempatan segaris pada alat pengering adalah 9,178 jam. 7.2 Saran Penelitian dengan menggunakan simulasi adalah merupakan suatu proses alogaritma logika. Proses simulasi merupakan suatu proses yang sangat kompleks karena dalam penelitian menggunakan simulasi ini kita merancang suatu sistem berdasarkan alogaritma logika tersebut sehingga besaran dalam 131

125 inputan pada simulasi sangat berpengaruh terhadap hasil simulasi yang diperoleh. Terdapat beberapa saran yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Perlu dilakukan analisa terhadap variasi temperatur udara masuk pada inlet sehingga dihasilkan variasi perbedaan temperatur pada sistem pengeringan daging. 2. Perlu dilakukan variasi terhadap posisi penempatan daging pada alat pengering sehingga distribusi udara pengering pada alat pengering dapat diketahui. 132

126 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, K.,1993. System Optimization in Solar Drying, The 5 th International Energy Conference, ENERGEX,93. Seoul October Baker, M.D., Christopher G.J., Ranken, R.C., Kill Food Industries Manual, 24th Edition. Duffie, John and William Beckman. John Wiley & Sons, Inc., 1991Solar Engineering of Thermal Processes. New York:. InnoFire Wood. "Burning of Wood. Dyah, W Analisis Pengeringan Pada Alat Pengering Kopi (coffea Sp.) Efek Rumah Kaca Berenergi Surya. Tesis. Program Studi Keteknikan Pertanian. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Ekadewi A. Handoyo, Philip Kristanto, Suryanty Alwi. Disai dan Pengujian Sistem Pengering Ikan Bertenaga Surya. Firman Tuakia. Dasar-Dasar CFD Menggunakan Fluent. Informatika. FAO 2007 ISBN The State Of The World s Animal Genetic Resources for Food and Agriculture. Holman, J.P Heat Transfer. Fifth Edition. McGraw-Hill, Kogakhusa, Ltd., Tokyo. Husniah Rubiana Thamrin Akib, Penetapan Batas Maksimum Cemara Mikroba dan Kimia Dalam Makanan. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Kamaruddin, A., Tamrin, F. Wenur. dan Dyah W Optimisasi dalam Perencanaan Alat Pengering Hasil Pertanian dengan Energi Surya. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing I. Ditjen DIKTI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IPB. Bogor. Matthew G. Green, Dishna Schwarz. (GTZ-GATE), August Solar Drying Technology for Food Preservation. Available from: 133

127 Mursalim Uji Performansi Sistem Pengering Energi Surya dan Tungku Batubara dengan Bangunan Tembus Cahaya sebagai Pembangkit Panas untuk Pengeringan Panili. FATETA IPB Bogor. Nelman, L.O Pengeringan Kakau dengan Energi Surya Menggunakan Rak Pengering dengan Kolektor Tipe Efek Rumah Kaca. Thesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Sukarmanto Uji Penampilan SIstem Efek Rumah Kaca untuk Pengeringan Alkali Treated Cottonii (ATC) Chips dari Rumput Laut. Skripsi FATETA IPB. Bogor. Suhdi Ade, Candra., Pengeringan Kayu Bayur dengan Alat Pengering Greenhouse Berpenyarap Panas Plat Hitam dan Menggunakan Batu Bara sebagai Suplemen Energi. Desertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Suryana, Analisis Pengering Rumput Laut Menggunakan Pengering Surya Dengan Kolektor Pelat Bergelombang. Skripsi Teknik Mesin Universitas Udayana. Denpasar. Standarisasi Nasional Indonesia., SNI : Dendeng Sapi. Dewan Standarisasi Nasional. DSN. Taib G, dkk Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. Madyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Tirtisastro, Samsuri Analisa Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Menggunakan Pengering Energi Ganda. Desertasi. Program Studi Keteknikan Pertanian. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Tekno Pangan dan agroindustri, Volume 1 Nomer 4. Pembuatan Dendeng. Versteeg. H.K. and W. Malalasekera An Introduction to Computational FluidDynamics The Finite Volume Method. Longman Sc and Technical. Malaysia 134

128 RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama : I KETUT GUNA ARTA Tempat/tgl. Lahir : Tabanan, 11 Oktober 1979 Agama : Hindu Kewarganegaraan : Indonesia Alamat : Br. Taman Sari Pandak gede-tabanan Tlp./ HP : (0361) / ketut.gunaarta@yahoo.com Riwayat Pendidikan SD NO 22 DANGIN PURI SMPN 5 DENPASAR STM Rekayasa Denpasar S1 Teknik Mesin Unud S2 Magister Teknik Mesin Unud Tahun 1986 Tahun 1992 Tahun 1992 Tahun 1995 Tahun 1995 Tahun 1998 Tahun 2000 Tahun 2006 Tahun 2011 Tahun 2014 Ijazah Ijazah Ijazah Ijazah Ijazah Riwayat Penelitian dan Publikasi Skripsi : Pengaruh Penggunaan SASS (Secondary Air Supply System) Terhadap Emisi Gas Buang dan Konsumsi Bahan Bakar Mesin 4 Tak 125cc KNEP III Tahun 2012 Analisa Numerik Sistem Pengering Daging Dengan Menggunakan Energi Surya Logic Jurnal Rancang Bangun Dan Teknologi Tahun 2014 Analisa Numerik Sistem Pengeringan Daging Dengan Menggunakan Alat Pengering Energi Surya Tesis : Analisa Numerik Sistem Pengeringan Daging Dengan Menggunakan Alat Pengering Energi Surya 135

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Pengeringan Dari sejak dahulu pengeringan sudah dikenal sebagai salah satu metode untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA

ANALISIS NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA JURNAL LOGIC. VOL. 14. NO. 2. JULI 2014 112 ANALISIS NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA I Ketut Guna Arta Program Studi Teknik Mesin Program Pascasarjana-Universitas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Kondisi ini memberi peluang dan tantangan dalam usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

ANALISA CFD SISTEM PENGERING IKAN TUNA DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI SURYA

ANALISA CFD SISTEM PENGERING IKAN TUNA DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI SURYA TESIS ANALISA CFD SISTEM PENGERING IKAN TUNA DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI SURYA I NYOMAN BUDIARTHANA NIM 1091961007 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PERANGKAT LUNAK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) DALAM MENGANALISIS SISTEM PENGERING IKAN TUNA BERTENAGA SURYA

PENGGUNAAN PERANGKAT LUNAK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) DALAM MENGANALISIS SISTEM PENGERING IKAN TUNA BERTENAGA SURYA JURNAL LOGIC. VOL. 15. NO. 3. NOPEMBER 2015 137 PENGGUNAAN PERANGKAT LUNAK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) DALAM MENGANALISIS SISTEM PENGERING IKAN TUNA BERTENAGA SURYA I Nyoman Budiarthana 1), I G.

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN VARIASI SIRIP BERLUBANG

SKRIPSI ANALISIS PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN VARIASI SIRIP BERLUBANG SKRIPSI ANALISIS PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN VARIASI SIRIP BERLUBANG Oleh : I Nyoman Gigih Predana Putra 1004305047 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 ANALISIS

Lebih terperinci

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED Author Guidance : Agus Junianto : Ketut Astawa, ST., MT Ir. Nengah Suarnadwipa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja Ketut Astawa1, Nengah Suarnadwipa2, Widya Putra3 1.2,3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISA PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT BERGELOMBANG UNTUK PENGERING BUNGA KAMBOJA DENGAN EMPAT SISI KOLEKTOR. Oleh :

SKRIPSI ANALISA PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT BERGELOMBANG UNTUK PENGERING BUNGA KAMBOJA DENGAN EMPAT SISI KOLEKTOR. Oleh : SKRIPSI ANALISA PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT BERGELOMBANG UNTUK PENGERING BUNGA KAMBOJA DENGAN EMPAT SISI KOLEKTOR Oleh : I NYOMAN WIDYA PUTRA YASA NIM : 0919351019 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 5 No.1. April 2011 (98-102) Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap Made Sucipta, Ketut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR...xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 4 No.1. April 2010 (7-15) Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap I Gst.Ketut Sukadana, Made Sucipta & I Made Dhanu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP RANCANG BANGUN ALAT PENGERING IKAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT GELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN CYCLONE UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS ALIRAN UDARA PENGERINGAN Lingga Ruhmanto Asmoro NRP. 2109030047 Dosen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii SURAT PERNYATAAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi Sumber : (maslatip.com)

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi Sumber : (maslatip.com) 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer) adalah proses berpindahnya energi kalor atau panas (heat) karena adanya perbedaan temperatur. Dimana, energi kalor akan berpindah

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

ANALISA PERAWATAN PADA KOMPONEN KRITIS MESIN PEMBERSIH BOTOL 5 GALLON PT. X DENGAN MENGGUNAKAN METODE RCM ( RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE )

ANALISA PERAWATAN PADA KOMPONEN KRITIS MESIN PEMBERSIH BOTOL 5 GALLON PT. X DENGAN MENGGUNAKAN METODE RCM ( RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE ) TESIS ANALISA PERAWATAN PADA KOMPONEN KRITIS MESIN PEMBERSIH BOTOL 5 GALLON PT. X DENGAN MENGGUNAKAN METODE RCM ( RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE ) IDA BAGUS GDE ARDHIKAYANA NIM : 1291961001 PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL

ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL ANALISA PERFORMASI KOLEKTOR SURYA TERKONSENTRASI DENGAN VARIASI JUMLAH PIPA ABSORBER BERBENTUK SPIRAL Oleh Dosen Pembimbing : I Gusti Ngurah Agung Aryadinata : Dr. Eng. Made Sucipta, S.T, M.T : Ketut Astawa,

Lebih terperinci

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 4 No.2. Oktober 2010 (88-92) Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip Made Sucipta, I Made Suardamana, Ketut Astawa Jurusan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 KAJIAN NUMERIK DAN EKSPERIMENTAL PROSES PERPINDAHAN PANAS DAN PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ARY SANTONY NIM. 090401003

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU TANAM KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN NERACA AIR DI DAERAH KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG

PENENTUAN WAKTU TANAM KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN NERACA AIR DI DAERAH KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG TESIS PENENTUAN WAKTU TANAM KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN NERACA AIR DI DAERAH KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG ERLINA PANCA HANDAYANINGSIH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ELWINSYAH SITOMPUL

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) B-30 Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca Indriyati Fanani Putri, Ridho Hantoro,

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER TUGAS AKHIR PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER (Determining the Rate of Drying Corn on the Rotary Dryer) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi

Lebih terperinci

STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA5154 UNTUK APLIKASI TEKNOLOGI SEMI SOLID CASTING

STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA5154 UNTUK APLIKASI TEKNOLOGI SEMI SOLID CASTING STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA5154 UNTUK APLIKASI TEKNOLOGI SEMI SOLID CASTING Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Teknik Mesin Program Pasca

Lebih terperinci

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON Caturwati NK, Agung S, Chandra Dwi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jend. Sudirman

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT Gian Karlos Rhamadiafran Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN ISSN 2302-0245 pp. 1-7 KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN Muhammad Zulfri 1, Ahmad Syuhada 2, Hamdani 3 1) Magister Teknik Mesin Pascasarjana Universyitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Azridjal Aziz Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PENGERING PADI ENERGI SURYA DENGAN VARIASI TINGGI CEROBONG

PENGERING PADI ENERGI SURYA DENGAN VARIASI TINGGI CEROBONG PENGERING PADI ENERGI SURYA DENGAN VARIASI TINGGI CEROBONG TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajad sarjana S-1 Diajukan oleh : P. Susilo Hadi NIM : 852146 Kepada PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI

DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI TESIS DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI NI PUTU VIVIN NOPIANTARI NIM. 1191261003 PROGRAM MAGISTER PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA THERMAL ROOFING MENGGUNAKAN VARIASI MATERIAL ATAP DAN WARNA MATERIAL ATAP PADA SUDUT 45 KE ARAH TIMUR

TUGAS AKHIR ANALISA THERMAL ROOFING MENGGUNAKAN VARIASI MATERIAL ATAP DAN WARNA MATERIAL ATAP PADA SUDUT 45 KE ARAH TIMUR TUGAS AKHIR ANALISA THERMAL ROOFING MENGGUNAKAN VARIASI MATERIAL ATAP DAN WARNA MATERIAL ATAP PADA SUDUT 45 KE ARAH TIMUR Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder Ketut Astawa, I Ketut Gede Wirawan, I Made Budiana Putra Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana, Bali-Indonesia

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP PRISMA SEGITIGA

PEMBUATAN ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP PRISMA SEGITIGA Pembuatan Alat Pengering Surya PEMBUATAN ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP PRISMA SEGITIGA Salomo 1, M. Ginting 2, R. Akbar 3 ABSTRAK Telah dibuat alat pengering

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER Oleh: Zainul Hasan 1, Erika Rani 2 ABSTRAK: Konversi energi adalah proses perubahan energi. Alat konversi energi

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi viii x xii

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN AKIBAT PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA PADA ALAT PENUKAR KALOR JENIS RADIATOR FLAT TUBE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN KACANG HIJAU PADA ROTARY DRYER

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN KACANG HIJAU PADA ROTARY DRYER TUGAS AKHIR PENENTUAN LAJU PENGERINGAN KACANG HIJAU PADA ROTARY DRYER (determining the rate of drying green beans on the rotary dryer) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada

Lebih terperinci

Disusun untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Terapan (D-IV)Teknik Energi pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Disusun untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Terapan (D-IV)Teknik Energi pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya RANCANG BANGUN ALAT PENGERING SURYA TEKNOLOGI DUAL (Uji Kinerja Alat Pengering Surya Teknologi Fotovoltaik Termal Ditinjau Dari Konsumsi Energi Spesifik Pada Pengeringan Kerupuk) Disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup Edo Wirapraja, Bambang

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS

RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ANDRE J D MANURUNG NIM. 110421054 PROGRAM

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

Analisa performansi kolektor surya pelat bergelombang dengan variasi kecepatan udara

Analisa performansi kolektor surya pelat bergelombang dengan variasi kecepatan udara Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol. No., Juli 2016 (1 6) Analisa performansi kolektor surya pelat bergelombang dengan variasi kecepatan udara I Kadek Danu Wiranugraha, Hendra Wijaksana dan Ketut

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10) RANCANG BANGUN DAN KAJI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA PENGERING SURYA TERINTEGRASI DENGAN TUNGKU BIOMASSA UNTUK MENGERINGKAN HASIL-HASIL PERTANIAN Muhammad Yahya Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) G-184

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) G-184 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-184 Analisa Kinerja Termal Solar Apparatus Panel pada Alat Destilasi Air Payau dengan Sistem Evaporasi Uap Tenaga Matahari

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1. Perbedaan Suhu dan Panas Panas umumnya diukur dalam satuan joule (J) atau dalam satuan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik AHMAD QURTHUBI ASHSHIDDIEQY

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

SKRIPSI SIMULASI ALIRAN FLUIDA YANG MELEWATI KATUP TEKAN BERBENTUK PLAT DATAR PADA POMPA HIDRAM DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM FLUENT

SKRIPSI SIMULASI ALIRAN FLUIDA YANG MELEWATI KATUP TEKAN BERBENTUK PLAT DATAR PADA POMPA HIDRAM DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM FLUENT SKRIPSI SIMULASI ALIRAN FLUIDA YANG MELEWATI KATUP TEKAN BERBENTUK PLAT DATAR PADA POMPA HIDRAM DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM FLUENT Oleh : I KOMANG GEDE MANIK PRASASTA NIM : 0904305022 JURUSAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH) TURBO Vol. 6 No. 1. 2017 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis Energi Unit Total Exist

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang   Jenis Energi Unit Total Exist 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari, misalnya dalam bidang industri, dan rumah tangga. Saat ini di Indonesia pada umumnya masih menggunakan

Lebih terperinci

Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System

Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. XI No.1 Mei 2011 Preparasi pengukuran suhu kolektor surya dan fluida kerja dengan Datapaq Easytrack2 System Handjoko Permana a, Hadi Nasbey a a Staf Pengajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN LIMA SIRIP BERDIAMETER SAMA YANG DISUSUN SECARA EJAJAR. : I Wayan Sudiantara ABSTRAK

ANALISA PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN LIMA SIRIP BERDIAMETER SAMA YANG DISUSUN SECARA EJAJAR. : I Wayan Sudiantara ABSTRAK ANALISA PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT DATAR DENGAN LIMA SIRIP BERDIAMETER SAMA YANG DISUSUN SECARA EJAJAR Oleh Dosen Pembimbing : I Wayan Sudiantara : Ketut Astawa, ST.,MT. : I Gusti Ngurah Putu Tenaya,

Lebih terperinci

PENGENALAN AKSARA BALI MENGGUNAKAN METODE ZONING DAN KNN

PENGENALAN AKSARA BALI MENGGUNAKAN METODE ZONING DAN KNN TESIS PENGENALAN AKSARA BALI MENGGUNAKAN METODE ZONING DAN KNN I WAYAN AGUS SURYA DARMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS PENGENALAN AKSARA BALI MENGGUNAKAN METODE ZONING DAN

Lebih terperinci

PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING TENAGA SURYA DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERSIRIP DAN PRODUK YANG DIKERINGKAN CABAI MERAH

PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING TENAGA SURYA DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERSIRIP DAN PRODUK YANG DIKERINGKAN CABAI MERAH PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING TENAGA SURYA DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERSIRIP DAN PRODUK YANG DIKERINGKAN CABAI MERAH SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS KOLEKTOR SURYA TIPE TABUNG PLAT DATAR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS KOLEKTOR SURYA TIPE TABUNG PLAT DATAR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD SIMULASI PERPINDAHAN PANAS KOLEKTOR SURYA TIPE TABUNG PLAT DATAR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD IIS WIDIYANTO NIM: 41312110073 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA BAB IV HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA Data hasil pengukuran temperatur pada alat pemanas air dengan menggabungkan ke-8 buah kolektor plat datar dengan 2 buah kolektor parabolic dengan judul Analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR

ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR TUGAS AKHIR ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan metode pengawetan alami yang sudah dilakukan dari zaman nenek moyang. Pengeringan tradisional dilakukan dengan memanfaatkan cahaya matahari untuk

Lebih terperinci

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur. KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN BURNER KETEL UAP PIPA API BERBAHAN BAKAR OLI BEKAS. Oleh : Maramad Saputra Nara

SKRIPSI PERANCANGAN BURNER KETEL UAP PIPA API BERBAHAN BAKAR OLI BEKAS. Oleh : Maramad Saputra Nara SKRIPSI PERANCANGAN BURNER KETEL UAP PIPA API BERBAHAN BAKAR OLI BEKAS Oleh : Maramad Saputra Nara 0804305003 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2012 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci