BAB I PENDAHULUAN. saat itu dikenal dengan Sumatera Timur tanah kekuasaan raja-raja Melayu.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. saat itu dikenal dengan Sumatera Timur tanah kekuasaan raja-raja Melayu."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sumatera Utara memiliki catatan sejarah yang besar, salah satunya yakni datangnya orang Jawa di Sumatera pada masa kolonial Belanda. Sumatera Utara saat itu dikenal dengan Sumatera Timur tanah kekuasaan raja-raja Melayu. Daerah yang merupakan bagian Sumatera Timur yakni: tanah Deli (kawasan Medan), Langkat, Deli Serdang, Batubara, Asahan, sampai Labuhan Batu. Sumatera Timur dikenal dengan daerah perkebunan tembakau dan karet, pembukaan onderafdeling (perkebunan besar) tahun oleh Belanda mengawali datangnya pekerja kuli kontrak murah dari pulau Jawa di tanah Sumatera. Gelombang kedatangan kuli dari Jawa terus berlangsung dan semakin banyak didatangkan, dan di Sumatera mereka disebar di beberapa daerah yang menjadi konsentrasi perkebunan kekuasaan Belanda. Salah satu daerah di Sumatera yang menjadi kawasan perkebunan adalah Asahan, pada tanggal 22 September tahun 1865 kesultanan Asahan berhasil dikuasai Belanda, sejak saat itu kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Belanda sampai pada dibukanya kawasan perkebunan di tanah Asahan. Pekerja kuli Jawa bekerja sebagai buruh kasar perkebunan, cerita-cerita menyedihkan tentang kehidupan mereka bekerja di perkebunan sudah menjadi hal yang biasa didengar termasuk ketika penjajahan Jepang, kondisi para pekerja buruh tidak jauh berbeda bahkan semakin sengsara dengan adanya sistem kerja negara penjajah tersebut. Banyak dari mereka yang melarikan diri dari

2 perkebunan untuk kembali ke Jawa, tetapi ada juga yang akhirnya tertangkap oleh polisi kebun dan mendapat siksaan. Bagi mereka yang takut untuk melarikan diri memilih untuk bertahan dengan mematuhi sistem kerja yang diberlakukan baik oleh pemerintah kolonial maupun pada masa pemerintahan Jepang. Nasib pekerja kuli dari Jawa ini tidak mengalami perubahan diperantauaan. Rasa ikatan senasib dan sepenanggungan antara para pekeraja kuli dari Jawa ini menimbulkan hubungan persaudaraan diantara mereka untuk sama-sama bertahan dan bahu membahu hidup diperantauan. Dulur tunggal sekapal merupakan istilah bagi hubungan persaudaraan yang dibangun atas dasar persamaan nasib para buruh kontrak Jawa di Asahan. Pekerja kuli dari Jawa ini datang ke Sumatera juga membawa serta kebudayaan yang dimilikinya sebagai bentuk identitas diri mereka sebagai orang Jawa yang berasal dari tanah Jawa. Kebudayaan yang sering di pertunjukan adalah kesenian seperti tarian. Ludruk, Jarana, nembang dan sebagainya, kebudayaan serupa kesenian ini dimaksudkan untuk mengobati kerinduan mereka akan kampung halaman serta menghibur diri selama diperantauan. Demikian juga halnya dengan adat istiadat yang mereka miliki senantiasa untuk bisa diterapkan dalam kehidupan mereka diperantauan. Untuk mengeksistensikan kebudayaan yang dibawah ini cara adaptasi dengan penduduk lokal 2 Asahan merupakan strategi utama agar kebudayaan Jawa yang mereka miliki dapat diterima. Saat ini kebudayaan Jawa dan Orang Jawa di Asahan menjadi bukti dari sejarah tersebut. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Asahan 2 Penduduk lokal Asahan pada masa kesultanan Abdul Jalil tahun 1630 hingga pada saat kekuasaan pemerintahan Asahan dipegang oleh Belanda adalah suku bangsa Melayu dan sebagian di wilayah Bandar Pasir Mandoge yang berbatasan dengan Pematang Siantar adalah suku bangsa Batak.(

3 tahun 2010, tercatat bahwa jumlah penduduk suku Jawa di Asahan kini mencapai 59,41 %, suku Batak 29,40 %, suku Melayu 5,19 % sedangkan sisanya 6,00 % adalah suku Minang, Banjar, Aceh dan lainnya. Mereka yang suku Jawa sebagian besar banyak tinggal di desa-desa, perkebunan dan pinggiran kota dan sebagian kecil lainnya tinggal di kota. Matapencaharian mereka pun beragam mulai dari petani, karyawan perkebunan, buruh pabrik, pedagang, pekerja rumahtangga, pegawai pemerintah, pegawai swasta dan sebagainya. Mereka yang bersuku Jawa ini tidak ingin disebut sebagai generasi kuli, penyebutan tersebut dianggap menyakitkan dan melukai perasaan mereka, meskipun ada yang sebagian memang berasal dari generasi pekerja kuli namun mereka lebih senang bila disebut sebagai Pujakesuma (putra Jawa kelahiran Sumatera). Kehidupan masyarakat Jawa di Asahan juga tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara-upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, mulai dari dalam kandungan sampai kematian. Upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup ini masih banyak dilakukan masyarakat Jawa yang tinggal di perkebunan dan di desa-desa, seperti salah satunya Desa Rawang di Kecamatan Rawang Panca Arga, kehidupan sebagian besar penduduknya yang berprofesi sebagai petani sangat berpengaruh besar terhadap masih dilestarikannya seremonial-seremonial yang berkaitan dengan siklus daur hidup tersebut. Intensitas menggelar kegiatan seperti hajatan dan slametan tidak jarang ditemukan di pedesaan. Acara hajatan dan slametan yang dilangsungkan biasanya mulai dari lingkup kecil-kecilan yang hanya melibatkan kerabat dan tetangga dekat sampai yang berukuran besar yang melibatkan hampir seluruh warga desa, handai taulan,

4 dan kerabat jauh. Dalam batas-batas kemampuan ekonominya, warga Desa Rawang lebih memilih untuk menyelenggarakan acara yang menurut mereka paling penting seraya untuk mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai yang mereka anut. Diantara banyaknya tradisi dan upacara yang ada pada masyarakat Jawa, warga di Desa Rawang lebih mengutamakan acara yang berkaitan dengan ritus hidup seperti: tingkeban, spasaran, sunatan (khitanan), mantenan (pernikahan) dan kematian. Melibatkan peran serta dari keluarga, tetangga, kerabat, dan masyarakat desa dalam penyelenggaraan acara hajatan dan slametan berlangsung secara tersirat menimbulkan implikasi keterikatan sosial diantara mereka misalnya; datang memenuhi undangan pernikahan atau slametan, tindakan tersebut menimbulkan keterikatan sosial berupa kewajiban untuk saling tolong-menolong dan bekerjasama seperti dalam kegiatan sumbang-menyumbang hajatan. Kegiatan sumbang menyumbang ini sudah menjadi pemandangan yang biasa dilihat saat hajatan dan slametan, hingga sampai sekarang pun menjadi bagian tradisi yang tidak bisa dipisahkan dari acara tersebut. Oleh masyarakat Jawa di Desa Rawang kegiatan sumbang menyumbang tersebut dikenal dengan tradisi nyumbang. Tradisi nyumbang dalam masyarakat Jawa di Desa Rawang juga disebut bestelan. Tradisi nyumbang atau bestelan ini memiliki pengertian yang sama yaitu rangkaian kegiatan dari prilaku masyarakat Jawa yang memberikan bantuan baik dalam bentuk materil (uang, sembako dan barang) maupun non- materil (tenaga dan jasa) kepada tetangga atau kerabat yang membutuhkan. Tujuan dari nyumbang atau bestelan ini adalah membantu meringankan beban keluarga yang memiliki hajatan atau slametan. Dalam pengaplikasiannya dimasyarakat ternyata

5 nyumbang dan bestelan memiliki cakupan tersendiri, dimana nyumbang bisa sangat luas penerapannya seperti; bisa dilakukan dalam acara yang berkaitan dengan siklus daur hidup seperti hajatan dan slametan juga dalam kegiatan seharihari. Sedangkan bestelan dikenal masyarakat hanya untuk kegiatan menghadiri undangan di saat hajatan dan slametan saja. Bentuk pemberian dari nyumbang dan bestelan juga berbeda, kalau nyumbang bentuk pemberiannya bisa berupa materil dan non materil sedangkan untuk bestelan hanya terbatas pada materil saja. Tradisi nyumbang berasal dari akar kebudayaan masyarakat Jawa yang bersifat guyub (kolektif) serta mementingkan kebersamaan ketimbang sifat individual ( urip-urip deweh ). Hakekat tradisi ini adalah meringankan beban dan menjaga solidaritas antar sesama warga masyarakat. Pada perjalanannya tradisi nyumbang dahulu dan sekarang pastinya mengalami banyak perkembangan serta perubahan didalam masyarakat Desa Rawang, era 80 an misalnya tradisi nyumbang di desa ini bukan hanya terlihat di dalam seremonial siklus daur hidup saja namun dalam kehidupan sehari-hari juga terlihat seperti mendirikan rumah warga, menggarap sawah dan ladang. Bentuk bantuan yang diberikan umumnya masih berupa tenaga, jasa serta barang kebutuhan yang diperlukan, hal tersebut juga berlaku dalam acara hajatan serta slametan. Bantuan yang diberikan dianggap sebagai wujud tolong-menolong dan gotong-royong atas keperdulian antar sesama. Karena indikasinya hanya bersifat untuk membantu dan kerja sukarela maka resiproistas diantara merekapun tidak mengikat secara sosial maupun ekonomi secara ketat. Seperti pemberian bantuan berupa barang ataupun tenaga terhadap tetangga atau kerabat yang kemudian hanya dibalas dengan ucapan terimakasih saja.

6 Tetapi biar bagaimanapun dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam hubungan-hubungan sosialnya, orang Jawa memiliki batasan tersendiri yakni introsfeksi diri dalam pergaulan yang ditunjukan dengan sikap isin (malu), sungkan (segan), tau diri dan toleran, inilah yang menjadi moral dalam kehidupan orang Jawa. Walaupun tadinya bentuk pertolongan hanya dilandasi oleh keperdulian dan kerja sukarela semata, namun pada penerapannya senantiasa akan dibalas kembali oleh orang yang menerima bantuan tersebut, meskipun terkadang tidak sama pengembaliannya tetapi semua tindakan tersebut sebisa mungkin akan dibalas sama dan ini senantiasa diingat oleh yang menerima bantuan ataupun yang memberi bantuan. Saat ini tradisi nyumbang telah mengalami banyak perkembangan, masyarakat Desa Rawang sekarang mengenal tradisi nyumbang hanya dalam seremonial siklus daur hidup saja. Tradisi nyumbang yang paling mencolok sekali terlihat pada saat hajatan pernikahan dan sunatan, kedua hajatan ini dianggap sebagai moment yang ditunggu-tunggu dan penting untuk dirayakan oleh sebuah keluarga. Dalam menggelar hajatan pernikahan dan sunatan biasanya tidak tanggung-tanggung sebuah keluarga untuk menyiapkan segala sesuatunya, sampai-sampai ada yang rela berhutang demi untuk menggelar hajatan ini. Berbeda halnya dengan acara slametan yang hanya diselenggarakan secara sederhana dan tidak banyak membutuhkan persiapan layaknya sebuah hajatan besar. Kegiatan menggelar hajatan seperti ini dimasyarakat Desa Rawang relatif tinggi apalagi jika memasuki bulan-bulan tertentu, pemilihan hari baik melalui jasa seorang paranormal sudah banyak ditinggalkan, masyarakat lebih memilih

7 untuk mengandalkan penanggalan secara rasional tentunya sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga. Ditengah masyarakat yang notabenya hidup sebagai petani kegiatan hajatan seperti pernikahan dan sunatan ini sangat banyak ditemui bahkan yang tadinya acara slametan yang identik dengan kesederhanaan dalam pelaksanaanya, kini banyak dijumpai ditengah masyarakat Desa Rawang menjadi acara yang meriah seperti acara hajatan pernikahan terkecuali acara slametan untuk tingkepan dan kematian yang masih dilakukan secara sederhana. Bagi sebagian besar warga Desa Rawang terkadang hal seperti ini menjadi beban sosial dan ekonomi terutama bagi mereka yang penghasilannya serba berkecukupan. Jika intensitas hajatan di desa banyak maka mau tidak mau mereka harus membuat anggaran tambahan untuk kegiatan sumbang menyumbang di desanya. Meskipun memiliki esensi hubungan timbal balik (resiprositas) 3 di antara orang-orang yang terlibat dalam sebuah hajatan dan selamatan ini, namun tetap saja masih sering terjadi pengikarang serta ketidak setaraan pengembalian diantara kerjasama resiprositas tersebut. Hubungan timbal balik ini bisa berlangsung lama bahkan terus diwariskan kegenerasi selanjutnya sampai terlunasi apa yang sudah diterimanya. Peralihan bentuk nyumbang dalam hajatan yang lebih berorientasi pada nilai uang terkadang menjadikan seseorang berbuat curang dalam kerjasama resiprositas. Berbagai permasalah yang dimunculkan tradisi nyumbang dalam hajatan ini tidak lantas menjadikan tradisi ini hilang atau ditinggalkan justru saat ini hajatan dan kegiatan sumbang menyumbang semakin marak terlihat ditengah masyarakat Desa Rawang, masyarakat di desa ini seperti

8 memiliki ketergantungan terhadap keberadaan tradisi nyumbang dalam hajatan sampai-sampai tradisi tersebut menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat pertanian di Desa Rawang. Fenomena tradisi nyumbang saat ini semakin menarik untuk dikaji lebih lanjut apalagi untuk menjelaskan lebih dalam lagi kerjasama resiprositas antara mereka yang terlibat. Selain itu mencari penjelasan mengapa tradisi ini masih dipertahankan sampai saat ini juga sangat penting, padahal disatu sisi kerap menjadi masalah tersendiri. Dan masih banyak lagi yang akan di jelaskan dalam penelitian ini terkait resiprositas tradisi nyumbang di Desa Rawang tersebut Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini terkait dengan gambaran tradisi nyumbang yang ada dalam siklus daur hidup masyarakat Jawa di Desa Rawang adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran tradisi nyumbang dalam siklus daur hidup masyarakat Jawa di Desa Rawang, terutama dalam hajatan pernikahan dan khitanan! 2. Mengapa tradisi nyumbang ini masih dipertahankan oleh masyarakat Desa Rawang? Strategi seperti apa yang digunakan masyarakat untuk mempertahankan tradisi ini! 3. Resiprositas seperti apa dan kerjasama resiprositas yang bagaimana yang dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam tradisi nyumbang tersebut! 3 Sjafri Sairin, Pujo Semedi, Bambang Hudayana, Pengantar Antropologi Ekonomi (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), hal.38

9 1.3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Desa Rawang Pasar IV, Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten Asahan. Lokasi ini di pilih karena beberapa hal termasuk diantaranya yaitu letak wilayah desa yang strategis, kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya yang unik juga merupakan salah satu perkampungan suku Jawa yang ada di Kabupaten Asahan. Selain itu pemilihan ini dikaitkan berdasarkan fenomena yang ada di desa tersebut terkait dengan tradisi nyumbang yang akan diteliti Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tradisi nyumbang yang ada, melihat kerjasama resiprositasnya, menjelaskan berbagai lingkup persoalan dan permasalahan yang muncul serta menjelaskan kemungkinan adanya solusi dalam menghadapi persoalan terkait dengan tradisi nyumbang ini. Selain itu juga untuk melihat strategi dari warga di Desa Rawang dalam mempertahankan tradisi nyumbang Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini sendiri diharapkan secara akademis dapat menambah wawasan keilmuan terutama dalam melihat realita dan permasalahan di tengah masyarakat untuk dijadikan sebagai kajian dan pembelajaran. Dalam hal ini tentu saja akan menambah khasana keilmuan terutama antropologi dalam kaitan dengan judul penelitian ini. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukanmasukan positif terhadap masyarakat yang terkait dalam menanggapi tradisi

10 nyumbang itu secara arif dan positif serta agar nantinya tradisi ini kedepannya dapat dilestarikan sesuai dengan hakekat tradisi nyumbang yang sebenarnya tanpa harus menimbulkan permasalahan dan persoalan yang baru Tinjauan Pustaka Kebudayaan menurut Ruth Benedict merupakan pola-pola pemikiran serta tindakan tertentu yang terungkap dalam aktivitas, sehingga pada hakekatnya kebudayaan itu adalah way of life, cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula pada suatu bangsa. Sedangkan menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sitem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1986: 180). Manusia dan kebudayaan memiliki keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan. J.J. Honigmann (Koentjaraningrat, 1986: ) membedakan adanya tiga wujud kebudayaan yaitu (1) ide, gagasan, nilai, peraturan dan sebagainya, (2) berupa kompleks aktivitas serta tindakan berpola manusia dalam masyarakat dan (3) benda-benda hasil karya manusia. Tradisi juga merupakan bagian dari kebudayaan yang dimaknai sebagai kebiasaan, dalam pengertian yang sederhana bahwa tradisi adalah sesuatu yang dilakukan sejak lama dan merupakan bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau religi yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi sendiri yakni adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi secara lisan maupun tulisan dan diwujudkan dalam suatu aktivitas atau kegiatan. Salah satu yang merupakan gambaran tradisi yang demikian adalah tradisi nyumbang.

11 Tradisi nyumbang merupakan kebudayaan yang termasuk dalam wujud aktivitas serta tindakan berpola dari semua tingkah-laku yang ada dalam masyarakat Desa Rawang terutama aktivitas dalam menggelar hajatan dan slametan. Pada wujud kedua (sistem sosial) ini serangkaian aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lainnya dari waktu ke waktu berjalan menurut pola-pola tertentu dalam adat tata kelakuan masyarakat. Sistem sosial ini bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita, bisa diobservasi, dilihat, difoto dan didokumentasikan. Kegiatan nyumbang yang dilakukan masyarakat dalam membantu meringankan beban orang yang memiliki hajatan tetaplah bagus dilestarikan sebagai bagian ikatan kekerabatan atau emosi sosial yang representatif dan benarbenar mencerminkan jiwa dalam masyarakat Jawa. Namun apabila tradisi itu sendiri kerap menimbulkan permasalahan dalam masyarakat maka perlu adanya pertimbangan lagi untuk mempertahankan tradisi yang demikian. Seperti yang dikatakan Franz Magnis Suseno (1983) bahwa perspektif hidup didalam bingkai etika Jawa harus terwujud dalam pola rutinitasnya lebih mengutamakan sisi moralitas yang luhur, berbudi dan tidak menghancurkan antar sesama maupun diri sendiri. Hal ini dalam artian bahwa didalam setiap aktivitas yang dilakukan jangan sampai membebani orang lain dan diri sendiri apalagi sampai menimbulkan permasalahan didalam lingkungan masyarakat. Tradisi nyumbang dalam daur hidup masyarakat Jawa Desa Rawang, baik yang diselenggarakan dalam bentuk hajatan maupun slametan, juga diharapkan mengutamakan sisi moralitas yang berbudi dan tidak merugikan. Dengan kata lain bahwa tradisi nyumbang yang ada haruslah di ikuti dengan resiprositas yang

12 seimbang. Bagi mereka yang diundang dan terlibat dalam acara hajatan ataupun selamatan ini diharapkan dapat memenuhi kewajibannya yaitu salah satunya memenuhi undangan pesta. Memenuhi undangan merupakan suatu kewajiban sosial, ini dikarenakan adanya pengharapan pemberian dari mereka yang datang. Sedangkan bagi yang menerima (pemilik hajat) juga ada keharusan untuk membalas kembali atas apa yang diterimanya tersebut. Marcel Mauss (Suparlan 1992: xviii) mengatakan bahwa pada dasarnya tidak ada pemberian yang cuma-cuma. Segala bentuk pemberian selalu dibarengi dengan suatu pemberian kembali atau imbalan 4. Dengan demikian maka yang ada bukan hanya pemberian yang dilakukan oleh seorang kepada lainnya, tetapi suatu tukar-menukar yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok yang saling memberi dan mengimbangi. Malinowski juga menjelaskan bahwa semua bentuk transaksi yang berada dalam satu garis hubungan yang berkesinambungan di mana disatu kutub pemberian ini bercorak murni, tanpa tuntunan imbalan dan di kutub lainnya bercorak pemberian yang harus diimbali 5, maksudnya adalah bahwa bentuk nyumbang bisa saja diberikan secara cuma-cuma dalam artian seorang pemberi tidak mengharapkan adanya balasan/imbalan dari orang yang telah diberinya, sedangkan di sisi lainnnya terdapat bentuk nyumbang yang harus diimbali sehingga pemberian tersebut bersifat pamri (adanya pengharapan balasan kembali) dan ada timbal baliknya (resiprositas). Sistem menyumbang yang menimbulkan kewajiban untuk membalas ini merupakan suatu prinsip dari kehidupan masyarakat kecil, yang oleh Malinowski disebut principle of reciprocity, atau prinsip timbal balik antara yang memberi dan menerima. 4 Marcel Mauss, The Gift, Form and Functions of Exchange in Archaic Societies, terj. Parsudi Suparlan. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hal. xviii

13 Sistem pertukaran memunculkan rasa pengharapan adanya pengembalian ataupun pertukaran yang sama nilainya (resiprokal). Dimana rasa timbal balik (resiprokal) ini sangat besar dan ini difasilitasi oleh bentuk simetri institusional. Hubungan simetri ini adalah hubungan sosial, dengan masing-masing pihak menempatkan diri dalam kedudukan dan peranan yang sama ketika proses pertukaran berlangsung, contohnya adalah seorang petani mengundang tetangganya, untuk ikut kenduri selamatan atas kelahiran anaknya. Pada waktu yang lain kepala desa mengundang juga untuk peristiwa yang serupa. Dalam aktivitas tersebut mereka tidak menempatkan diri pada kedudukan sosial yang berbeda, mereka sejajar sebagai warga kelompok keagamaan, meskipun sebagai warga desa mereka memiliki derajat kekayaan dan prestise sosial yang berbedabeda. Menurut Polanyi peristiwa tersebut menunjukkan adanya posisi sosial yang sama, pada suatu saat menjadi pengundang dan yang diundang 6. Dalton menjelaskan bahwa resiprositas merupakan pola pertukaran sosialekonomi. Dalam pertukaran tersebut, individu memberikan dan menerima pemberian barang atau jasa karena kewajiban sosial 7. Melalui resiprositas orang tidak hanya mendapatkan barang tetapi dapat memenuhi kebutuhan sosial yaitu penghargaan baik ketika berperan sebagai pemberi ataupun penerima. Hubungan personel diantara individu atau kelompok juga merupakan syarat terjadinya aktivitas resiprositas. Pola hubungan ini terutama terjadi di dalam komunitas kecil dimana anggota-anggotanya menempati lapangan hidup yang sama seperti kehidupan petani di pedesaan, dalam komunitas kecil itu kontrol sosial sangat kuat dan hubungan-hubungan sosial yang intensif mendorong orang untuk berbuat 5 Ibid. 6 Sjafri Sairin, Pujo Semedi, Bambang Hudayana, Op.Cit., hal 43

14 dalam mematuhi adat kebiasaan. Pentingnya syarat adanya hubungan personal bagi aktivitas resiprositas adalah berkaitan dengan motif-motif dari orang melakukan resiprositas. Menurut Sahlins (Sairin 2002: 48), ada tiga macam resiprositas, yaitu: resiprositas umum (generalized reciprocity), resiprositas sebanding (balanced reciprocity) dan resiprositas negative (negative reciprocity) 8. Dalam resiprositas umum individu dan kelompok yang saling memberikan barang dan jasa kepada individu atau kelompok lain tidak menentukan batas waktu pengembalian, tidak ada hukum yang mengontrol seseorang untuk memberi dan mengembalikan pemberian yang ada, hanya kepercayaan dan moral dari mereka yang bekerjasama. Resiprositas sebanding dilakukan apabila barang dan jasa yang dipertukarkan harus mempunyai nilai yang sebanding, dalam pertukaran ini ada tuntutan kapan harus memberi, menerima, dan mengembalikan. Ciri resiprositas sebanding ini ditunjukkan oleh adanya norma-norma atau aturan-aturan serta sanksi-sanksi sosial untuk mengontrol individu-individu dalam melakukan transaksi. Ciri lainnya yakni adanya putusan untuk melakukan kerjasama resiprositas berada ditangan masing-masing individu. Mereka yang terlibat dalam kerja sama resiprositas tidak mau ada yang dirugikan. Resiprositas negativ merupakan resiprositas yang dikatakan sudah terpengaruh oleh sistem ekonomi uang atau pasar, dimana bentuk pertukaran tradisional digantikan dengan bentuk pertukaran modern serta munculnya dualisme pertukaran. Berkembangnya uang sebagai alat tukar menjadikan barang dan jasa kehilangan nilai simbolik yang luas serta menjadi beragam maknanya. 7 Ibid., hal 42 8 Ibid., hal 48

15 Hal ini karena uang dapat berfungsi memberikan nilai standar obyektif terhadap barang dan jasa yang dipertukarkan. Inilah yang disebut negatif, karena dapat menghilangkan suatu tatanan pertukaran yang telah ada. Tingkat gotong royong pun sekarang semakin berkurang karena kegiatan masyarakat yang semakin money oriented membuat nilai-nilai keikhlasan untuk saling membantu pun berkurang. Tradisi nyumbang yang ada dalam masyarakat Jawa di Desa Rawang juga tidak bisa terlepas dari adanya resiprositas. Hanya saja sejauh ini resiprositas yang ada seringkali mengalami perubahan, hal ini dikarenakan niatan untuk menggelar hajatan atau melakukan kerjasama resiprositas setiap individu dalam masyarakat kerap dipersepsikan berbeda. Jadi resiprositas yang seharusnya berjalan seimbang bisa saja berubah kearah negative kalau niatan seseorang melakukan hajatan itu hanya untuk meraup keuntungan semata Metode Penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Melalui metode ini akan dideskripsikan secara gamblang tradisi nyumbang pada masyarakat Desa Rawang, untuk dapat mengambarkan atau mendeskripsikan secara baik tradisi ini. Oleh karena itu diperlukan adanya teknik pengumpulan data sebagai pendukung penelitian, terutama dalam menggali informasi sebanyak mungkin di lapangan sehingga didapat data yang diinginkan (harapkan) Data Primer Data primer merupakan data utama yang diperoleh melalui observasi dan wawancara, berikut ini keterangan dari data utama tersebut:

16 a. Observasi Observasi merupakan metode yang dipakai dalam penelitian ini. Observasi dilakukan untuk mengamati serangkaian kegiatan masyarakat maupun individu baik berupa tingkah laku, aktivitas, hubungan sosial dan lain sebagainya guna mendukung penelitian serta disesuaikan dengan data yang diinginkan. Dalam observasi ini peneliti bisa mengamati secara langsung kegiatan yang sedang dilakukan warga desa di sana, terutama ketika sedang ada hajatan atau selamatan, dari sini peneliti bisa mengikuti dan mengamati apa yang sedang dilakukan oleh warga dalam hal tersebut. Kemudian jika di desa tidak ada ditemukan acara seperti hajatan ataupun selamatan saat dilapangan, peneliti melakukan observasi seputar kegiatan dan aktivitas warga dalam kesehariannya. b. Wawancara Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (depth interview) 9 dan dilakukan dengan bantuan pedoman wawancara (interview guide). Wawancara mendalam difokuskan kepada pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah, serta pertanyaan yang lainnya baik yang sudah dipersiapkan (bukan dalam bentuk kuesioner) ataupun pertanyaan yang dikembangkan dari wawancara di lapangan. Wawancara sambil lalu juga digunakan dalam penelitian ini, pertanyaan yang diajukan tidak terstruktur 9 Wawancara Mendalam (depth Interview) yaitu penelitian kualitatif biasanya lebih sering menggunakan wawancara mendalam ketimbang wawancara terstruktur (menggunakan kuesioner) dalam proses pengumpulan data lapangan. Wawancara mendalam biasanya dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) sebagai panduan yaitu, berisi seperangkat pertanyaan terbuka sesuai dengan aspek-aspek yang ingin didapatkan informasinya (Lubis, 2007).

17 sebagaimana wawancara mendalam. Informasi yang diperoleh berkaitan dengan wawasan dan pengetahuan yang informan 10 ketahui dari tradisi nyumbang. c. Menentukan Informan Informan dalam penelitian ini terbagi atas 3 (tiga) bagian yaitu: informan pangkal, informan kunci dan informan biasa. Informan pangkal dalam penelitian adalah orang yang pertamakalinya ditemui peneliti yang memiliki pengetahuan tentang desa dan masyarakatnya, dan dari informan ini lah nantinya peneliti diarahkan langsung ke masyarakat serta diarahkan kepada orang yang memang mengetahui lebih banyak pengetahuan tentang kehidupan desanya. Bapak Ruslin selaku KADES Desa Rawang adalah informan pangkal pertama dalam penelitian ini, dari beliau saya dipertemukan dengan bapak Ramlan KADUS Desa Rawang Pasar IV, bapak KADUS inilah yang kemudian membantu peneliti menemui warga masyarakat di Desa Rawang Pasar IV, terutama warga desa yang pernah dan akan melangsungkan hajatan dalam waktu dekat. Dari sinilah kemudian peneliti mencari warga yang bisa dijadikan sebagai informan kunci. Informan kunci dalam penelitian ini sebelumnya telah dikategorikan berdasarkan beberapa kriteria diantaranya; keluarga Jawa, sudah lama menetap didesa, memiliki pengetahuan luas tentang tradisi nyumbang dalam daur hidupnya, memiliki pengalaman melangsungkan hajatan/slametan baik yang sudah lama maupun yang baru berlangsung, berusia ± 40 tahun. Sedangkan informan biasa dalam penelitian ini adalah warga Desa Rawang yang peneliti temui untuk memberikan informasi seputar pengetahuannya yang berkaitan dengan tradisi nyumbang. 10 Informan yang dimaksud dalam wawancara sambil lalu ini adalah informan biasa yang ditemui

18 Data Skunder Data skunder merupakan data pendukung yang bisa diperoleh dari bacaan, tulisan, literatur, media, perpustakaan, kearsipan dan lain sebagainya. Data skunder sangat penting dalam memberikan penyempurnaan hasil observasi dan wawancara, data ini bisa didapat dari hasil penelitian orang lain dan referensi berbagai sumber yang relefan seperti jurnal, surat kabar, bulletin, artikel, bukubuku dan media elektronik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, Analisis data dimulai dari mengumpulkan data-data yang diperoleh dari lapangan baik dari observasi, wawancara dan dokumentasi, analisis ini juga meliputi data-data atau informasi yang diperoleh dari media massa, buku dan lain sebagainya yang kiranya dapat mendukung hasil penelitian. Data-data yang sudah ada dikelompokkan sesuai dengan kategori yang ditentukan sehingga dengan demikian akan memudahkan peneliti untuk menyajikan data yang ada dalam bentuk informasi yang disusun dalam bentuk standart penyusunan karya ilmiah sebagai bentuk hasil sebuah kesimpulan akhir penelitian yakni dalam bentuk laporan. dilapangan yakni warga desa setempat yang memiliki pengetahuan seputar kegiatan tradisi nyumbang.

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kehidupan masyarakat Jawa di Dusun Jatirejo tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, dimana dalam siklus daur hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi yang berkaitan dengan peristiwa kelahiran, kematian dan perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi masyarakat Jawa berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa pulau-pulau besar, yang salah satunya adalah Pulau Jawa yang merupakan pulau besar yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI Konsep Aktor (ekonomi) Titik tolak analisis ekonomi adalah individu Individu adalah makhluk yang rasional, senantiasa menghitung dan membuat pilihan yang dapat memperbesar

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan.

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia dan memiliki penduduk dengan beraneka ragam suku. Suku Batak merupakan salah satu suku yang dapat ditemui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilestarikan agar tidak hilang. Dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan tercermin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilestarikan agar tidak hilang. Dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan tercermin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan hal yang berharga sehingga perlu dijaga dan dilestarikan agar tidak hilang. Dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan tercermin dalam berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa anak-anak, remaja, nikah, masa tua, dan mati (Koenthjaraningrat, 1977: 89). Masa pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lampau dimana kawasan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Sumatera Timur

BAB I PENDAHULUAN. lampau dimana kawasan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Sumatera Timur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara adalah suatu kawasan yang banyak menyimpan bentukbentuk kesenian tradisional Melayu. Hal ini berkaitan dengan sejarah masa lampau dimana kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari Sabang sampai Merauke terdapat suku dan ragam tradisi, seperti tradisi yang ada pada suku

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA (Studi Kasus pada Kegiatan Sambatan di Desa Sendangrejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu sebagai seorang individu dan mahluk sosial. Sebagai seorang individu manusia mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan banyak suku dan budaya yang berbeda menjadikan Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu sistem yang membentuk tatanan kehidupan dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh individu dengan individu lainnya atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki aneka corak budaya yang beraneka ragam. Kekayaan budaya tersebut tumbuh karena banyaknya

Lebih terperinci

SKRIPSI DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA (S-1) ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK. Disusun Oleh :

SKRIPSI DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA (S-1) ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK. Disusun Oleh : RESIPROSITAS TRADISI NYUMBANG (Kajian Antropologi Tentang Strategi Mempertahankan Eksistensi Tradisi Nyumbang Hajatan Pada Masyarakat Jawa Di Desa Rawang Pasar IV, Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pantun dalam Dendang lahir secara adat di suku Serawai. Isi dan makna nilai-nilai keetnisan suku Serawai berkembang berdasarkan pola pikir yang disepakati

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar yang terdapat di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar yang terdapat di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar yang terdapat di Indonesia, Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik ) tahun 2010 kota ini memiliki luas 26. 510 hektar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arsitektur sebagai produk dari kebudayaan, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya proses perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya, beribadah, dan dilatarbelakangi oleh lingkungan budaya di mana ia hidup. Budaya memiliki norma-norma

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki

BAB 5 RINGKASAN. Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki BAB 5 RINGKASAN Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi yang bernama Koentjaraningrat (1990:180) mengatakan bahwa, kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, yaitu samudra

Lebih terperinci

MASYARAKAT RITA RAHMAWATI

MASYARAKAT RITA RAHMAWATI MASYARAKAT RITA RAHMAWATI KEHIDUPAN KOLEKTIF HEWAN Kehidupan kolektif bukan hanya terjadi pada makhluk manusia saja, tetapi juga terjadi pada jenis makhluk lain. Misalnya: berbagai jenis protozoa hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang. Sejak dulu berkesenian sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, secara turun temurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya. Menurut Koenrtjaraningrat (1996:186), wujud kebudayaan dibedakan

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya. Menurut Koenrtjaraningrat (1996:186), wujud kebudayaan dibedakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan tradisi, baik kebudayaan yang bersifat tradisional ataupun modern. Setiap daerah memiliki tradisi yang bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa pulau, daerah di Indonesia tersebar dari sabang sampai merauke.

BAB I PENDAHULUAN. beberapa pulau, daerah di Indonesia tersebar dari sabang sampai merauke. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan berbagai macam sumber daya alam serta keberagaman suku dan budaya. Sebagai negara dengan beberapa pulau, daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya.

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beribu ribu pulau, dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya. Keberagaman budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Indonesia merupakan masyarakat yang plural dan multikultural.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini didiami oleh beberapa kelompok etnis yaitu Etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beraneka ragam Suku. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beraneka ragam Suku. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beraneka ragam Suku. Salah satunya adalah Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara merupakan Provinsi yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun

I. PENDAHULUAN. seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Jawa adalah salah satu suku di Indonesia yang banyak memiliki keunikan seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun perhubungan-perhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan bahkan ribuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera merupakan pulau keenam terbesar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kebudayaan dan Kesenian. 1. Kebudayaan sebagai proses pembangunan Koentjaraningrat dalam Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan mendeskripsikan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya cara berfikir masyarakat pada masa sekarang ini. Ternyata tak jarang juga dapat menyebabkan berubahnya pola pikir masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia secara kodrati, dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia secara kodrati, dan sekaligus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia secara kodrati, dan sekaligus sebagai salah satu unsur pokok dalam pembangunan manusia Indonesia dalam kehidupan berbangsa,

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N B A B I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar belakang masalah. Masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang saling berinteraksi satu sama lain, oleh karenanya dalam suatu masyarakat terdapat kelompok-kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju pribadi yang mandiri untuk membangun dirinya sendiri maupun masyarakatnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istiadat dari suatu masyarakat etnik, seperti dalam istiadat masyarakat etnik Melayu. Dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. istiadat dari suatu masyarakat etnik, seperti dalam istiadat masyarakat etnik Melayu. Dalam hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra lisan atau disebut juga sastra tradisi yang wujudnya sebagai bagian dari istiadat dari suatu masyarakat etnik, seperti dalam istiadat masyarakat etnik

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Dalam upacara perkawinan masyarakat Jawa, penyumbang adalah orangorang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Dalam upacara perkawinan masyarakat Jawa, penyumbang adalah orangorang BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Dalam upacara perkawinan masyarakat Jawa, penyumbang adalah orangorang yang diundang baik secara lisan ataupun tertulis oleh pemangku hajat. Kedatangan penyumbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniati, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan tidak akan tercipta jika tidak ada manusia yang melestarikanya, karena manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian diciptakan oleh masyarakat sebagai wujud dari jati dirinya. Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang beragam, sehingga melahirkan identitas yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki warisan budaya yang tak ternilai harganya.kata budaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat manusia dan kebudayaan yang dihasilkannya adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan kebudayaan adalah hasil dari karya manusia. Kebudayaan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri yang satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan baik secara jasmani maupun rohani dimana kita lahir secara turun-temurun, membawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan buruh anak makin banyak diperhatikan berbagai pihak, baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena buruh

Lebih terperinci

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Subang merupakan salah satu daerah yang kaya akan ragam kesenian tradisional. Subang dikenal dengan kesenian Sisingaan yang menjadi ikon kota Subang. Kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, sebagai milik bersama, yang isinya mengenai berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat merupakan organisme hidup karena masyarakat selalu mengalami pertumbuhan, saling mempengaruhi satu sama lain dan setiap sistem mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki ciri khas dengan berbagai macam bentuk keberagaman. Keberagaman tersebut terlihat dari adanya perbedaan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat memiliki kebudayaan. Kebudayaan merupakan salah satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh sebab itu kebudayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama bagi pengambil kebijakan pembangunan. Laut hanya dijadikan sarana lalu

I. PENDAHULUAN. utama bagi pengambil kebijakan pembangunan. Laut hanya dijadikan sarana lalu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paradigma pembangunan kelautan pada masa sekarang membawa pandangan baru bagi pelaksana pembangunan. Pada masa lalu, laut belum menjadi perhatian utama bagi pengambil

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu

Bab 5. Ringkasan. Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu Bab 5 Ringkasan Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu bermartabat luhur, mampu menentukan nasib sendiri, dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri. Pandangan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam.

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau Sumatera, berbatasan dengan Aceh disebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau disebelah selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan masyarakat. Keberagaman tersebut mendominasi masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan masyarakat. Keberagaman tersebut mendominasi masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat di Indonesia sangat beragam, mulai dari keberagaman suku, ras, agama, pekerjaan, jenis kelamin, dan warna kulit, hal tersebut tidak menjadi

Lebih terperinci

TRADISI BECEKAN. (Studi Kasus Pada Masyarakat Jawa Di Desa Bandung Rejo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo) ABSTRAK

TRADISI BECEKAN. (Studi Kasus Pada Masyarakat Jawa Di Desa Bandung Rejo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo) ABSTRAK 1 TRADISI BECEKAN (Studi Kasus Pada Masyarakat Jawa Di Desa Bandung Rejo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo) ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tradisi Becekan yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang terbagi secara adil dan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang terbagi secara adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup bangsa dalam mencapai sebesar-besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lain menunjukan ciri khas dari daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lain menunjukan ciri khas dari daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki keragaman etnis dan budaya. Keragaman budaya tersebut menjadi kekayaan bangsa Indonesia dan perlu dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa serta budaya. Keanekaragaman kebudayaan ini berasal dari kebudayaan-kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki makna sesuatu yang beragam, sesuatu yang memilik banyak perbedaan begitupun dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang memiliki beberapa kabupaten dengan berbagai macam suku. Salah satu suku yang terdapat di Sumatera

Lebih terperinci

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung unsur-unsur irama, melodi, dan tempo. Disamping itu, musik juga merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial) karena interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci