BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nyeri Definisi Nyeri Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah suatu sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu yang erat kaitannya dengan derajat kerusakan Jenis-jenis Nyeri Terdapat dua jenis rasa nyeri yaitu rasa nyeri lambat dan cepat. Rasa nyeri cepat dapat dirasakan 0,1 detik setelah stimulus nyeri dikenakan, manakala rasa nyeri lambat dirasakan hanya setelah 1 detik stimulus diberikan dan sensasinya terasa semakin meningkat setelah beberapa detik atau menit. Dalam erti kata lain, nyeri cepat juga bisa disebut sebagai nyeri tajam, nyeri akut dan nyeri listrik. Sensasi ini dapat dirasakan apabila kulit tertusuk jarum, dibelah pisau atau dibakar. Rasa nyeri lambat pula disebut dalam nama lain sebagai nyeri kronis, nyeri berdenyut dan lainlain. Rasa nyeri ini biasanya berhubung rapat dengan destruksi jaringan (kulit, jaringan dalam atau organ) dan bisa menyebabkan seseorang pasien itu menderita kesakitan dalam waktu jangka masa yang panjang (Guyton dan Hall, 2006) Kategori Reseptor Nyeri Reseptor nyeri (nosiseptor) merupakan tipe reseptor ujung saraf terbuka yang berada di pada kulit dan sebagian jaringan interna seperti periosteum, dinding arteri, permukaan persendian dan tentorium (Guyton dan Hall, 2006). Reseptor ini dapat dieksitasi oleh tiga jenis stimulus yaitu mekanik, termal (suhu), dan kimiawi yang secara tidak langsung membahagi tipe-tipe reseptor nyeri kepada tiga kategori mengikut stimulus masing-masing. Nosiseptor- nosiseptor berikut merupakan nosiseptor mekanikal, nosiseptor termal dan nosiseptor polimodal (Sherwood, 2007).

2 Nosiseptor mekanikal berespon terhadap kerusakan mekanikal seperti luka potong, tekanan atau cubitan, manakala nosiseptor termal berespon terhadap suhu yang ekstrim (terutama haba) dan nosiseptor polimodal pula berespon terhadap semua tipe rangsangan dari kerusakan jaringan seperti zat-zat kimiawi iritan yang dilepaskan dari jaringan yang telah rusak (Sherwood, 2007) Zat-zat Kimiawi yang Merangsang Nyeri Secara umumnya, nyeri tipe cepat dirangsang oleh stimulus tipe mekanik dan termal manakala nyeri tipe lambat pula dirangsang oleh ketiga-tiga stimulus tersebut (mekanik, suhu dan kimiawi). Terdapat beberapa jenis zat kimiawi yang mengeksitasi terjadinya sensasi nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin dan enzim proteolitik. Selain itu, ada juga zat yang disebut sebagai prostaglandin dan substansi P yang dapat meningkatkan sensitivitas nyeri tetapi tidak mengeksitasinya secara langsung (Guyton dan Hall, 2006). Menurut Sherwood (2007), semua tipe nosiseptor bisa disensitisasi oleh prostaglandin di mana prostaglandin meningkatkan respon reseptor terhadap stimulus noxious (artinya, nyeri lebih dirasakan dengan kehadiran prostaglandin). Prostaglandin merupakan suatu kelompok derivat asam lemak hasil pecahan dari dwilapisan lipid membran plasma yang bertindak sebaik sahaja dilepaskan. Ia dihasilkan dalam semua jaringan dari asam arakidonat yang berasal dari pecahan membran plasma yang dikonversi oleh enzim-enzim siklooksigenase (COX-1 dan COX-2). Prostaglandin kemudiannya akan bertindak pada hujung perifer nosiseptor untuk menurunkan ambang rasa nyeri.

3 2.2. Obat Anti Nyeri Definisi Obat dan Obat Anti Nyeri Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit atau gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan (Gunawan et al., 2008). Menurut kamus perubatan Oxford edisi 2007, obat anti nyeri bermaksud suatu obat yang meredakan rasa nyeri. Obat anti nyeri ringan (aspirin dan parasetamol) digunakan untuk meredakan nyeri kepala, nyeri gigi dan nyeri reumatik ringan manakala obat anti nyeri yang lebih poten (narkotika atau opioid) seperti morfin dan petidin hanya digunakan untuk meredakan nyeri berat memandangkan ia bisa menimbulkan gejala dependensi dan toleransi. Sesetengah analgesik termasuk aspirin, indometasin dan fenilbutazon bisa juga meredakan demam dan inflamasi serta digunakan dalam kondisi rematik Jenis- Jenis Obat Anti Nyeri Berdasarkan sifat farmakologisnya, obat anti nyeri (analgesika) dibagi kepada dua kelompok yaitu analgesika perifer dan analgesika narkotika. Analgesika perifer (non-narkotika) terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral manakala analgesika narkotika digunakan untuk meredakan rasa nyeri hebat misalnya pada pesakit kanker (Suleman, 2006). Obat-obat anti nyeri perifer terdiri dari analgesik antipiretik, analgesik antiinflamasi, dan obat gout. Untuk memudahkan penggunaannya di klinik sebagai analgesik maupun anti-inflamasi, obat-obat ini dapat dibagikan kepada tiga kelompok yaitu : a. Obat yang berefek analgesik dan anti-inflamasi lemah, contohnya parasetamol. b. Obat- obat yang berefek analgesik dan anti-inflamasi ringan sampai sedang, contohnya derivat asam propionat yaitu ibuprofen.

4 c. Obat yang berefek analgesik dan anti-inflamasi kuat, yaitu derivat asam salisilat (aspirin), derivat pirazolon (fenilbutazon, dipiron), derivat asam asetat (diklofenak), dan derivat oksikan (piroksikam). Hampir semua obat-obat ini bekerja di perifer dengan menghambat biosintesis prostaglandin (Suleman, 2006). Obat-obat nalgesika narkotika pula disebut juga sebagai opioida (mirip opiat). Obat ini merupakan zat yang bekerja terhadap reseptor opioid khas di sistem saraf pusat, sehingga persepsi nyeri dan respons emosional terhadap nyeri berubah atau dikurangi. Analgesika narkotika ini dapat bertindak pada empat macam reseptor dalam tubuh untuk menimbulkan efeknya yaitu reseptor mu, kappa, delta dan sigma (Suleman, 2006) Mekanisme Kerja Obat 1. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS) Hampir semua obat AINS mempunyai tiga jenis efek yang penting yaitu : a. Efek anti-inflamatori : memodifikasi reaksi inflamasi b. Efek analgesik : meredakan suatu rasa nyeri c. Efek antipiretik : menurunkan suhu badan yang meningkat Secara umumnya, semua efek-efek ini berhubungan dengan tindakan awal obat-obat tersebut yaitu penghambatan arakidonat siklooksigenase sekaligus menghambat sintesa prostaglandin dan tromboksan (Rang et al., 2003). Terdapat dua tipe enzim siklooksigenase yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang dihasilkan oleh kebanyakan jaringan termasuklah platlet darah (Rang et al., 2003). Enzim ini memainkan peranan penting dalam menjaga homeostasis jaringan tubuh khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. COX-2 pula diinduksi dalam sel-sel inflamatori sebaik sahaja diaktivasi. Dalam hal ini, stimulus inflamatoar seperti sitokin inflamatori primer yaitu interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor-α (TNF- α), endotoksin dan faktor

5 pertumbuhan (growth factors) yang dilepaskan menjadi sangat penting dalam aktivasi enzim tersebut.ternyata sekarang COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vaskular dan pada proses pembaikan jaringan. Tromboksan A 2, yang disentesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin yang disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek anti-proliferatif (Gunawan et al., 2008). a. Efek Antipiretik Suhu tubuh yang normal diregulasi oleh pusat suhu di hipotalamus dengan cara mengatur keseimbangan antara penggunaan dan penghasilan panas. Demam berlaku apabila terdapat suatu gangguan pada termostat hipotalamus ini yang kemudiannya dapat menyebabkan suhu set-point tubuh meningkat. Di sinilah peran OAINS dalam mengembalikan suhu tubuh seperti semula. Selepas set-point kembali normal, bermulalah mekanisme regulasi (seperti dilatasi pembuluh darah superfisial, berkeringat dan lain-lain) beroperasi untuk menurunkan suhu tubuh. Walaubagaimanapun, suhu tubuh yang normal tidak akan terpengaruh oleh OAINS (Rang et al., 2003). OAINS dikenali juga sebagai antipiretik karena kebolehannya dalam menginhibisi produksi prostaglandin di hipotalamus. Sewaktu terjadi reaksi inflamasi, endotoksin dari bakteri akan menyebabkan perlepasan pirogen interleukin-1 (IL-1) dari makrofag yang seterusnya akan menstimulasi penghasilan prostaglandin tipe-e (PGEs) di hipotalamus di mana hal ini akan menyebabkan peningkatan set-point suhu tubuh. Pada waktu ini, COX-2 mungkin memainkan peranan penting karena ia diinduksi oleh IL-1 dalam pembuluh darah di hipotalamus. Enzim COX-3 juga mungkin memainkan peranan penting dalam mekanisme demam. Namun, terdapat bukti yang mengatakan bahawa prostaglandin bukan satu-satunya mediator demam, maka oleh itu OAINS mungkin mempunyai efek antipiretik tambahan dalam mekanisme yang masih lagi belum diketahui (Rang et al., 2003).

6 b. Efek Analgesik OAINS terutamanya sangat efektif dalam meredakan rasa nyeri yang berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan karena ia menurunkan produksi prostaglandin yang mensensitisasikan nosiseptor kepada mediator-mediator inflamasi seperti bradikinin. Oleh itu, zat-zat ini efektif dalam menanggulangi artritis, bursitis, nyeri pada otot dan vaskuler, nyeri gigi, dismenorea, nyeri semasa postpartum dan nyeri akibat metastase kanker tulang (semua kondisi yang berhubungan dengan peningkatan sintesis prostaglandin). Jika dikombinasikan dengan opioid, gabungan tersebut bisa meredakan nyeri paska operasi. Kebolehan obat ini dalam meredakan nyeri kepala mungkin berkait rapat dengan menurunkan efek vasodilatasi oleh prostaglandin pada pembuluh darah di serebri. Terdapat juga bukti yang mengatakan bahawa ia mempunyai efek sentral yang bertindak terutamanya pada medulla spinalis (Rang et al., 2003). c. Efek Anti-inflamatori Terdapat berbagai mediator kimiawi yang menyebabkan reaksi inflamasi dan alergi. Setiap respon seperti vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, akumulasi sel dan lain-lain bisa ditimbulkan oleh berbagai mekanisme yang berlainan. Lebih-lebih lagi, mediator- mediator yang berlainan diperlukan untuk berlakunya setiap reaksi inflamasi dan alergi yang berbeda dan sesetengah mediator juga mempunyai interaksi yang kompleks dengan zat-zat lain misalnya nitrik oksida (NO) dalam jumlah yang sedikit akan menstimulasi aktivitas siklooksigenase, tetapi dalam jumlah yang banyak akan menghambatnya (Rang et al., 2003). OAINS menurunkan hampir semua komponen respon inflamasi dan reaksi imun di mana COX-2 memainkan peranannya seperti : 1. Vasodilatasi 2. Edema (oleh mekanisme tidak langsung: vasodilatasi membantu tindakan mediator inflamasi seperti histamin yang meningkatkan permeabilitas venul postkapiler) 3. Nyeri

7 Penghambat siklooksigenase tidak mempunyai efek terhadap proses (perembesan enzim lisosom, produksi oksigen radikal yang toksik) yang menyebabkan kerusakan jaringan pada kondisi inflamasi kronis seperti arteritis reumatoid, vaskulitis dan nefritis (Rang et al., 2003). Kesimpulannya, golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG 2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda (Gunawan et al., 2008) Efek Samping Obat Selain menimbulkan efek terapi yang sama, OAINS juga memiliki efek samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis prostaglandin. Secara umum, golongan obat ini berpotensi menyebabkan efek samping pada berbagai sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal, hati dan kulit. Efek samping terutama meningkat pada pasien usia lanjut karena paling sering membutuhkan OAINS dan umumnya membutuhkan banyak obat-obatan karena menderita berbagai penyakit. Hal ini juga bisa berlaku jika obat golongan ini digunakan pada jangka masa panjang (Gunawan et al., 2008). 1. Gangguan pada saluran cerna Gangguan pada gastrointestinal merupakan efek samping yang paling sering terjadi dari pemakaian obat ini yang disebabkan oleh hambatan dari enzim COX-1. Enzim COX-1 penting untuk sintesa prostaglandin yang normalnya menghambat sekresi asam dan sebagai pelindung mukosa lambung. Gejala-gejala gastrointestinal yang sering berlaku adalah dispepsia, diare (tetapi kadang-kadang bisa konstipasi), mual dan muntah dan pada sesetengah kasus bisa terjadi perdarahan lambung dan tukak peptik. Terdapat kajian yang mengatakan bahawa penggunaan agen COX-2 selektif bisa mengurangkan kerusakan mukosa lambung tetapi berpotensi menimbulkan perubahan terhadap sistem kardiovaskuler pada sesetengah pasien (Boers, 2001; Fitzgerald dan Partonto, 2001).

8 2. Efek samping pada ginjal Dosis terapeutik bagi OAINS pada individu yang sehat bisa menyebabkan sedikit gangguan pada faal ginjal, tetapi pada pasien yang tidak sehat bisa menyebabkan insufisiensi ginjal akut (masih reversibel untuk menghentikan kerja obat). Hal ini berlaku karena obat ini menghambat biosintesa dari prostanoid (PGE 2 dan prostaglandin I 2 (PGI 2, prostasiklin)) yang terlibat dalam pengaturan keseimbangan hemodinamik ginjal terutama sekali pada penyakit ginjal yang berhubungan dengan PGE 2. Penggunaan berlebihan OAINS secara habitual bertahun-tahun dihubungkan dengan terjadinya nefropati analgesik (Rang et al., 2003). 3. Efek samping pada kulit (reaksi inflamasi pada kulit) Reaksi pada kulit merupakan gejala kedua paling sering terjadi dari penggunaan obat ini, terutama asam mefenamik (frekuensi: 10-15%) dan sulindac (frekuensi:5-10%). Jenis-jenis reaksi pada kulit yang bisa dilihat adalah seperti ras ringan, urtikaria dan reaksi fotosensitifitas, hingga kejadian yang lebih fatal (jarang) (Rang et al., 2003). 4. Efek samping lain Efek-efek samping yang jarang berlaku termasuk gangguan pada sum-sum tulang dan penyakit hati (lebih cenderung terkena pada pasien yang mengalami gangguan hati). Kelebihan dosis parasetamol bisa menyebabkan gagal hati dan penggunaan aspirin pada pasien asma yang sensitif terhadap OAINS bisa menyebabkan asma lebih sering terjadi (Rang et al., 2003).

9 2.2.5 Obat-obat Anti Nyeri yang Dijual Bebas Untuk memudahkan penilaian tentang status obat-obatan yang dijual bebas, Food and Drug Administration (FDA) telah menetapkan beberapa kriteria yaitu : a. Obat-obatan tersebut harus mempunyai resiko efek samping yang rendah pada dosis terapeutik dan kurang berpotensi untuk disalahgunakan. b. Obat-obat ini hendaklah digunakan pada kondisi yang umum, benigna dan bisa didiagnosa sendiri bagi pengguna biasa. c. Produk tersebut haruslah dilabel dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pengguna biasa agar pengguna tahu tentang indikasi, kontraindikasi dan arahan penggunaan obat tersebut. Menurut American Pharmacists Association, terdapat tiga jenis analgetika yang bisa didapatkan tanpa resep dokter yaitu salisilat (termasuk aspirin dan natrium salisilat yang lebih jarang digunakan), derivat asam propionat (ibuprofen, naproksen, ketoprofen), dan aminofenol (asetaminofen). Salisilat dan derivat asam propionik dikenali juga sebagai obat anti inflamatori non-steroidal. Menurut Rang dkk, obat parasetamol (asetaminofen) juga merupakan obat anti inflamatori non-steroidal karena mempunyai efek antiinflamasi yang lemah. Oleh itu, haruslah diketahui tentang beberapa hal untuk menentukan obat analgetika mana yang sesuai dengan gejala yang dirasakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah : a. Tipe rasa nyeri (misalnya, asetaminofen tidak mempunyai efek anti-inflamasi, jadi tidak bisa digunakan dalam kasus inflamasi) b. Kontraindikasi (contohnya, aspirin tidak bisa diberikan kepada anak-anak di bawah usia 18 tahun karena beresiko untuk berlaku Sindroma Reye) c. Profil efek samping setiap obat

10 Aspek-aspek farmakologis obat-obat yang dijual bebas adalah seperti berikut : 1. Salisilat Obat ini mempunyai efek analgesika antipiretik dan anti-inflamasi kuat. Potensi efeknya menjadi standar perbandingan bagi obat analgesik lainnya. Efek analgesiknya lebih kecil dari kodein. Pada dosis tinggi (5-8 gr/hari) obat ini bersifat urikosurik. Obat ini mempengaruhi fungsi trombosit, memperpanjang waktu perdarahan dan menyebabkan hipoprotrombinemia. Absorbsinya baik melalui saluran cerna, sebagian kecil di lambung dan terbesar di usus halus. Biotransformasi salisilat terjadi di banyak jaringan terutama di mikrosoma dan mitokondria hati. Zat ini diekskresi dalam bentuk metabolitnya terutama melalui ginjal, sebagian kecil melalui keringat dan empedu (Suleman, 2006). Selain mempunyai efek analgesik dan antipiretik, obat (contohnya aspirin) ini juga mempunyai efek antiplatlet dengan menghambat siklooksigenase platlet secara irreversibel. Kesannya, ia dapat menurunkan insidens kejadian TIA (Transient Ischaemic Attack), angina yang tidak stabil, trombosis arteri koroner dengan infark miokard dan trombosis selepas coronary artery bypass grafting (Katzung, 2007). Antara efek samping yang bisa berlaku dari penggunaan obat ini adalah salisilisme dan keracunan salisilat (Rang et al., 2003). Salisilisme bisa berlaku dengan konsumsi salisilat secara berulang dan dengan dosis yang tinggi. Gejala-gejalanya merupakan tinnitus, vertigo, pendengaran menurun, dan kadang-kadang mual dan muntah (Rang et al., 2003). Keracunan salisilat pula berlaku jika diambil dalam dosis yang berlebihan. Pengambilannya dalam dosis yang besar menyebabkan perubahan keseimbangan asam-basa dan elektrolit manakala dalam dosis toksik bisa menyebabkan asidosis respiratori tidak terkompensasi dan asidosis metabolik. Perdarahan lambung yang berat dapat terjadi pada dosis besar dan pemberian kronik. Salisilat bersifat hepatotoksik, maka tidak dianjurkan untuk diberikan pada pasien dengan penyakit hati kronik. Zat ini juga dikatakan bisa mengakibatkan Sindrom Reye pada anak jika digunakan untuk infeksi varisela dan virus lainnya (Rang et al., 2003).

11 2. Parasetamol (asetaminofen) Parasetamol merupakan obat analgesik- antipiretik non-narkotik yang paling sering digunakan. Obat ini mempunyai sifat anti-inflamasi yang lemah dan dilaporkan sebagai penghambat selektif bagi enzim COX-3 yang masih lagi dalam penelitian (Chandrasekaran et al., 2002). Obat ini tidak mengiritasi lambung dan berefek lemah terhadap trombosit serta tidak berpengaruh terhadap waktu perdarahan maupun sekresi asam urat. Absorbsinya cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dapat dicapai dalam waktu 30 menit dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Distribusinya ke seluruh tubuh dan terikat dalam plasma setinggi 25%. Obat ini dimetabolisme di hepar pada mikrosoma hati. Sebagian besar (80%) zat ini dikonyugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil dengan asam sulfat. Obat ini dapat juga dihidroksilasi, hasil metabolitnya dapat menimbulkan methemoglobin dan hemolisis eritrosit. Ekskresinya melalui ginjal, sebahagian kecil (3%) sebagai parasetamol (Suleman, 2006). Dalam dosis terapeutik, efek samping jarang ditemukan walaupun respon alergi kulit kadang-kadang berlaku. Pengambilan secara regular dalam dosis yang tinggi secara berlama-lama dapat meningkatkan resiko kejadian kerusakan ginjal. Efek toksisitasnya dapat terjadi nekrosis hepar, nekrosis tubulus renalis, serta koma hipoglikemi dan hepatoksisitas dapat terjadi pada dosis tunggal 10g (Suleman, 2006). 3. Ibuprofen Obat ini mempunyai efek analgesik yang kekuatannya sama dengan aspirin, dan efek anti-inflamasinya adalah ringan sampai sedang. Zat ini mempunyai efek iritasi gaster yang lebih ringan dari aspirin. Obat ini berpengaruh terhadap trombosit dan memperpanjang waktu perdarahan (Suleman, 2006). 4. Asam Mefenamat Obat ini mempunyai efek analgesik antipiretik yang tidak jauh berbeda dengan aspirin dan mempunyai efek iritasi gastrointestinal yang lebih berat,

12 mempengaruhi trombosit, dan dapat menyebabkan anemia hemolitik. Asam mefenamat diabsorbsi secara lambat dari saluran pencernaan. Kadar puncak dalam plasma tercapai dalam 2-4 jam denagn waktu paruh sekitar 2-4 jam. Obat ini dimetabolisme di hepar dan kemudiannya diekskresikan sebagian besar melalui urin dan sebagian kecil (20%) melalui feses (Suleman, 2006) Pengetahuan (Knowledge) Menurut Bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) pula, perilaku manusia ini terbagi kepada tiga domain atau kawasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Namun dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran dalam hasil pendidikan kesehatan menjadi penegetahuan, sikap dan tindakan. Proses pembelajaran atau pengalaman ini dapat diperoleh melalui proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui panca indera manusia, misalnya melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif ini terdiri dari beberapa tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2007): a. Tahu (know) Tahu bermaksud mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Akan tetapi, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah karena tahu adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. b. Memahami (comprehension) Memahami berarti suatu kemampuan menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.

13 c. Aplikasi (application) Aplikasi berarti sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari dalam suatu kondisi atau situasi yang sebenar. d. Analisis (analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam komponen-komponen tapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitan antara satu sama lain. e. Sintesis (synthesis) Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain memformulasikan suatu yang baru dari formulasi-formulasi yang sedia ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini pula didasarkan pada kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria-kriteria yang sedia ada.

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi nyeri dan menimbulkan

Lebih terperinci

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes ANALGETIKA dr. Agung Biworo, M.Kes Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes Untuk mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan FK Unlam ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengembangan turunan asam salisilat dilakukan karena asam salisilat populer di masyarakat namun memiliki efek samping yang berbahaya. Dalam penggunaannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri menjadi masalah umum yang sering dikeluhkan masyarakat. Secara global, diperkirakan 1 dari 5 orang dewasa menderita nyeri dan 1 dari 10 orang dewasa didiagnosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya kemajuan di Indonesia saat ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku yang kemudian akan mengarah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktik dokter sehari-hari. Nyeri juga dapat diderita semua orang tanpa memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, perkembangan modifikasi molekul obat di dunia kefarmasian telah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh obat atau senyawa baru yang lebih

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN Demam dapat disebabkan gangguan pusat pengaturan suhu tubuh pada hipotalamus dari kerusakan atau ketidakmampuan untuk menghilangkan peningkatan produksi panas. Keadaan suhu tubuh di atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Analgetika adalah zat-zat yang memiliki efek mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu aspek yang penting dalam bidang medis, dan menjadi penyebab tersering yang mendorong seseorang untuk mencari pengobatan (Hartwig&Wilson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PEDAULUA 1.1 Latar Belakang Masalah yeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, subjektif dan manifestasi dari kerusakan jaringan atau gejala akan terjadinya kerusakan jaringan (Dipiro et

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Analgetika, didefinisikan menurut Purwanto dan Susilowati (2000) adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif untuk mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan perasaan bahwa dia pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah mekanisme protektif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Rasa nyeri merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindugi badan kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasa nyeri merupakan masalah yang umum terjadi di masyarakat dan salah satu penyebab paling sering pasien datang berobat ke dokter karena rasa nyeri mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masyarakat mencari upaya untuk menghilangkannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masyarakat mencari upaya untuk menghilangkannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Nyeri merupakan penyakit yang dialami oleh semua kalangan. Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri pada tingkatan tertentu. Rasa nyeri seringkali timbul

Lebih terperinci

5/7/2012. HM Bakhriansyah, MD., M.Sc., M.Med.Ed Bagian Farmakologi PSPD FK UNLAM

5/7/2012. HM Bakhriansyah, MD., M.Sc., M.Med.Ed Bagian Farmakologi PSPD FK UNLAM 5/7/2012 HM Bakhriansyah, MD., M.Sc., M.Med.Ed Bagian Farmakologi PSPD FK UNLAM 1 Analgetika NON STEROID ANTI-INFLAMATORY DRUGS (NSAIDs) Analgetik OPIOID Indikasi 2 5/7/2012 COX-1 COX-2 PGG2 & PGH2 PGE2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu gangguan yang sering dialami oleh banyak orang didunia. Sekitar 50 juta orang Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri (Dipiro et al.,2005).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radang (Inflamasi) adalah suatu mekanisme proteksi dari dalam tubuh terhadap gangguan luar atau infeksi (Wibowo & Gofir, 2001). Pada keadaan inflamasi jaringan

Lebih terperinci

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini, rasa sakit karena nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya baik dengan upaya farmakoterapi,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat saat ini sudah tidak pasif lagi dalam menanggapi situasi sakit maupun gangguan ringan kesehatannya. Mereka sudah tidak lagi segan minum obat pilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 Totok Hardiyanto, Sutaryono, Muchson Arrosyid INTISARI Reumatik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian

Lebih terperinci

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada penelitian farmakologi tentang efektivitas obat antinyeri parasetamol dan tramadol pada pasien sirkumsisi dengan sampel berjumlah 18 anak didapatkan

Lebih terperinci

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI Oleh: KENDRI SRI YULIATI K 100 060 193 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat,

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Obat anti inflamasi terbagi 2 : 1. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Kronis, bekerja di saraf perifer Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal Ex : Ibuprofen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering terjadi. Nyeri timbul jika terdapat rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik yang melampaui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang berfungsi untuk digunakan sebagai diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala

Lebih terperinci

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab salah satu gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya

Lebih terperinci

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi,

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta pola penyakit di dunia menyebabkan semakin perlunya pengembangan obat baru, di mana obat baru tersebut bertujuan untuk mengurangi rasa

Lebih terperinci

Menurut Hansch, penambahan gugus 4-tersier-butilbenzoil dapat mempengaruhi sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik suatu senyawa.

Menurut Hansch, penambahan gugus 4-tersier-butilbenzoil dapat mempengaruhi sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik suatu senyawa. BAB 1 PEDAHULUA Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Perkembangan ini terjadi di segala bidang, termasuk bidang farmasi. Hal ini tampak dengan munculnya berbagai produk obat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman herbal yang biasanya dijadikan sebagai menjadi tanaman hias. Tanaman patah tulang selain tanaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran bahwa telah terjadi kerusakan jaringan (Guyton dan Hall, 2000). Nyeri merupakan salah satu keluhan

Lebih terperinci

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat.

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat. BAB 1 PENDAHULUAN Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang timbul apabila jaringan mengalami kerusakan. Rasa nyeri sering disertai oleh respon emosional dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cedera pulpa dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Tanda inflamasi secara makroskopis diantaranya tumor (pembengkakan), rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Obat Nasional Kebijakan Obat Nasional bertujuan untuk meningkatkan keterjangkauan dan pemerataan obat sehingga, dapat meningkatkan taraf kesehatan masyarakat yang setinggi

Lebih terperinci

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai BAB 1 PENDAHULUAN Kemajuan penelitian beberapa tahun terakhir dalam bidang farmasi maupun kedokteran telah banyak menghasilkan obat baru dengan efek terapi yang lebih baik dan efek samping yang minimal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, berbagai penyakit menimbulkan rasa nyeri dan hal inilah yang seringkali dikeluhkan oleh seseorang ketika merasa sakit. Kemampuan untuk mendiagnosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Analgetik merupakan obat yang sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau dapat disebut pula sebagai obat penghalang rasa nyeri, misalnya sakit kepala, otot,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Secara umum nyeri dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, sebagian besar penyakit seringkali menimbulkan rasa nyeri. Walaupun nyeri ini sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi serta memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang

Lebih terperinci

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan BAB 1 PEDAULUA aat ini perkembangan obat sangat dibutuhkan oleh masyarakat. bat yang tersedia saat ini, terutama obat-obat analgesik sangat umum dan banyak digunakan. ebagian besar penyakit yang timbul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Terjadinya Inflamasi Inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringan ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan homeostasis tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan modalitas sensorik yang memperingatkan tentang suatu tanda trauma atau pun cedera yang terjadi dalam tubuh. Nyeri juga merupakan sensasi enteroceptive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Asam Asetilsalisilat (AAS) merupakan turunan dari asam salisilat yang ditemukan dari ekstraksi kulit pohon Willow Bark (Miller et al.,1978). AAS diperoleh dengan mereaksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat AINS merupakan suatu grup obat yang secara kimiawi tidak sama dalam hal aktivitas antipiretik, analgesik dan antiinflamasinya. Sediaan aspirin dalam bentuk konvensional

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEMAM 2.1.1. Definisi Demam adalah keadaan dimana temperatur rektal >38 0 C. Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) suhu normal rektal pada anak berumur kurang dari 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dengan efek analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik yang digunakan secara luas pada

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam adalah suhu tubuh di atas batas normal, yang dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman, pekerjaan semakin sibuk dan berat. Kadang beberapa aktivitas dari pekerjaan memberikan resiko seperti rematik dan nyeri. Nyeri adalah mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Rasa nyeri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat.

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Diperkirakan satu dari lima orang dewasa mengalami nyeri dan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran suhu tubuh merupakan salah satu cara yang umum dilakukan untuk mengetahui kesehatan seseorang. Peningkatan suhu tubuh di atas normal yang disebut demam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka a. Kardiovaskuler Penyakit kardiovaskular adalah penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Karena sistem kardiovaskular sangat vital, maka penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

3/23/2011 ANALGETIC DRUGS. [A `A Ut~{Ü tçáçt{? wüa `A^xá WxÑtÜàÅxÇà Éy Ñ{tÜÅtvÉÄÉzç YtvâÄàç Éy Åxw v Çx. Dr. HaMBa Farmakologi - Analgetik

3/23/2011 ANALGETIC DRUGS. [A `A Ut~{Ü tçáçt{? wüa `A^xá WxÑtÜàÅxÇà Éy Ñ{tÜÅtvÉÄÉzç YtvâÄàç Éy Åxw v Çx. Dr. HaMBa Farmakologi - Analgetik ANALGETIC DRUGS [A `A Ut~{Ü tçáçt{? wüa `A^xá WxÑtÜàÅxÇà Éy Ñ{tÜÅtvÉÄÉzç YtvâÄàç Éy Åxw v Çx 1 PENDAHULUAN Nyeri tanda salah satu komponen sistem fisiologisnya sedang mengalami gangguan. Nyeri terbagi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. OSTEOARTHRITIS 1. Definisi Osteoartritis disebut juga penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertrofi. Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, selain menimbulkan penderitaan, nyeri sebenarnya merupakan respon pertahanan. Menurut International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, parasetamol sebagai antipiretik dan analgesik telah digunakan secara luas karena tersedia sebagai golongan obat bebas dan harganya yang relatif murah.

Lebih terperinci