BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok"

Transkripsi

1 BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS 1. Syarat Sahnya Jual-Beli Tanah Hak Milik Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Argaria, LNRI Tahun 1960 No TLNRI No diundangkan pada tanggal 24 September Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). UUPA melaksanakan ketentuan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana telah di sebutkan dalam Pasal 2 Ayat (1) UUPA, yaitu Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 Ayat 3 Undang- Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Perkataan dikuasai dalam Pasal 2 Ayat (1) UUPA, bukanlah berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengartian yang memberi wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasan seluruh rakyat indonesia untuk pada tingkatan tertinggi: 15 a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa. 15 Urip Santoso II, Op.Cit., h. 288

2 b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Ketentuan mengenai hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik diri sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Dari ketentuan Pasal 4 Ayat (1) UUPA menunjukkan bahwa dasar terjadinya hak atas permukaan bumi atau hak atas tanah adalah berasal dari hak menguasai dari negara, yang dapat diberikan kepada perseorangan (secara individual) baik negara indonesia (WNI) maupun orang asing yang berkedudukan di indonesia, orang-orang secara bersama-sama (kolektif), badan hukum privat maupun badan hukum publik. Menurut Soedikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan hak atas tanah adalah hak untuk memberikan wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Kata Menggunakan dalam hak atas tanah mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan (non-pertanian), sedangkan kata mengambil manfaat dalam hak atas tanah mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk

3 kepentingan pertanian, perikanan, perternakan, dan perkebunan. 16 Atas dasar ketentuan Pasal 4 Ayat (2) UUPA, kepada pemegang atas tanah diberikan kewenangan untuk menggunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batasbatas menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi. Ketentuan tentang Hak Milik diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 27 UUPA, Hak Guna Usaha diatur dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 34 UUPA, Hak Guna bangunan diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 40 UUPA, Hak Pakai diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 UUPA, Hak Sewa untuk pembangunan diatur dalam Pasal 44 sampai Pasal 45 UUPA, Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan diatur dalam Pasal 46 UUPA, dan hak atas tanah yang bersifat sementara di atur dalam Pasal 53 UUPA. Ketentuan-ketentuan Hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA hanya garis besarnya, sehingga masih harus diatur dengan peraturan pelaksanaan. Pasal 50 Ayat (1) UUPA memerintahkan ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Milik akan diatur dengan undang-undang yang mengatur tentang Hak Milik sampai saat ini belum dibuat. Pasal 50 Ayat (2) UUPA memerintahkan ketentuan lebih lanjut untuk menguasai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Sewa untuk Bangunan lebih lanjut akan diatur dengan peraturan perundangan. Peraturan yang dimaksudkan oleh Pasal 50 Ayat (2) UUPA 16 Ibid, h. 290

4 adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas tanah, dan sedangkan Hak Sewa Untuk Bangunan belum dibuat peraturan pelaksanaannya. Peralihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memindahkan, sedangkan hak berarti benar. Jadi peralihan hak atas tanah adalah memindahkan atau beralihnya penguasaan tanah yang semula milik sekelompok masyarakat ke masyarakat lainnya. Peralihan tersebut dapat dilakukan dengan cara menukar/memindahkan tanah. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasan secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Pengertian lain tentang peralihan hak atas tanah, sebagaimana yang dikutip oleh Erene Eka Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau beberapa bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain untuk selamalamanya (dalam hal ini subjek hukumnya memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah) Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, (Jakarta: Universitas Trisakti), 2005, cet I, h. 56

5 Perbuatan hukum dapat diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum yang menimbulkan akibat hukum. Menurut CST Kansil, bahwa Segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetujuan dinamakan perbuatan hukum. 18 Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya semula dan menjadi hak pihak lain. Sejak berlakunya UUPA, peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan Hak Milik. Menurut Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, ditegaskan bahwa: Peralihan hak atas tanah dan Hak Milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan data perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 18 CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) 1986, h.119

6 Ada hal penting yang perlu diperhatikan di dalam jual-beli tanah supaya sah dimata hukum, diantaranya: a. Materiil b. Formal Penjual dan pembeli adalah subjek dari jual beli (syarat materiil), hal pertama yang harus diperhatikan ialah calon penjual berhak atau tidak menjual tanah tersebut, karena yang paling berhak menjual sebidang tanah ialah pemilik yang sah dari hak atas tanah tersebut. Hak atas tanah banyak macamnya, untuk memudahkan maka pemegang hak itu kita sebut pemilik walaupun sebenarnya sebutan pemilik hanya untuk pemegang hak untuk tanah Hak Milik. Jual-beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi hukum. Artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual-beli. dalam hal ini kepentingan pembeli sangat dirugikan, sebab ia sudah membayar harga tanah tersebut sedangkan hak atas tanah tersebut tidak pernah beralih kepadanya, walaupun ia telah menguasai tanah tersebut. sedangkan untuk syarat formaldalam pendaftaran jual beli, tukar menukar, hibah, dan pemasukan Di dalam perusahaan harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 37 (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, peralihan hak atas tanah dan Hak Milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah dan pemasukan modal dalam perusahaan serta perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta

7 yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 19 Istilah jual beli dimuat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertanahan, yaitu Pasal 26 Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi : (1) jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan Hak Milik serta pengawasan diatur dengan peraturan pemerintah. (2) Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan Hak Milik kepada orang asing, kepada warga negara yang di samping kewarganegaraan indonesia-nya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh pemerintah termaksud dalam Pasal 21 Ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanah jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hakhak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat di tuntut kembali. 20 Jual beli yang dimaksudkan di sini adalah jual beli hak atas tanah, Dalam praktik disebut jual beli tanah. Secara yuridis, yang diperjual belikan adalah hak atas 19 Urip Santoso.(Selanjutnya disebut Urip Santoso III), Perolehan Hak Atas Tanah, (Surabaya : PT Revka Petra Media) 2011, h Urip Santoso II, Op.Cit., h

8 tanahnya bukan tanahnya. Memang benar bahwa tujuan membeli hak atas tanah adalah supaya pembeli dapat secara sah menguasai dan mengggunakan tanah. Dalam perkembangannya, yang diperjualbelikan tidak hanya hak atas tanah, tetapi juga Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Istilah jual beli disebut dalam peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pertanahan, Yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, Undang-Undang No. 15 Tahun 1985, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993, Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005, dan Kepmen Agraria/Kepala BPN No. 21 Tahun Namun, demikian di dalam peraturan perundang-undangan tersebut tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan jual beli. 21 Untuk memahami pengertian jual beli dapat dilihat dari dasar pembentukan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (Hukum Agraria Nasional), yaitu didasarkan atas hukum adat, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 5-nya, yaitu: Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. 21 Ibid, h

9 Dalam hukum adat tentang tanah dikenal tiga macam adol (jual) yaitu: 22 a. Adol Plas (jual lepas) Pada adol plas (jual lepas), pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk selama-lamanya kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan antara pemilik tanah dengan pihak lain (pembeli). b. Adol Gadai (jual gadai) Pada adol gadai (jual gadai), pemilik tanah pertanian (pemberi gadai) menyerahkan tanahnya untuk digarap kepada pihak lain (pemegang gadai) dengan menerima sejumlah uang dari pihak lain (pemegang gadai) sebagai uang gadai dan tanah dapat kebali kepada pemiliknya apabila pemilik tanah menebus uang gadai. c. Adol Tahunan (jual Tahunan) Pada adol Tahunan (jual Tahunan), pemilik tanah pertanian menyerahkan tanahnya untuk digarap dalam beberapa kali masa panen kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan antara pemilik tanah dan pembeli. Setelah beberapa kali masa panen sesuai kesepakatan kedua belah pihak, tanah pertanian diserahkan kembali oleh pembeli kepada pemilik tanah. Berkenaan dengan pengertian jual beli tanah, Boedi Harsono,menyatakan bahwa pengertian jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan Hak 22 Loc. Cit

10 Milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga pembeli menyerahkan harganya kepada penjual. Jual beli yang mengakibatkan beralihnya hak tanah atas tanah dari penjual kepada pembeli itu termasuk dalam hukum agraria atau hukum tanah. Pengertian jual beli tanah menurut Boedi Harsono, ruang lingkup objeknya terbatas hanya pada Hak Milik atas tanah. Dalam hukum positif, hak atas tanah yang dapat menjadi objek jual beli tidak hanya terbatas hanya pada Hak Milik. Namun, juga Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, maupun Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. 23 Sebagai perbandingan, berikut ini diuraikan tentang jual beli tanah menurut Burgerlijik Wetboek (BW). Pengertian jual beli dimuat dalam Pasal 1457-nya, yaitu suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah di perjanjikan. Selanjutnya, dalam Pasal 1458-nya dinyatakan bahwa jual beli dianggap telah terjadi antara kedua pihak, seketika setelah orang-orang ini mencai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya. Meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Sejak diundangkannya UUPA pada tanggal 24 September 1960 yang menghapus dualisme hukum tanah di Indonesia, pengertian jual beli tanah tidak sama lagi dengan jual beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1457 dan Pasal 1458 BW. UUPA menciptakan unifikasi di bidang hukum tanah yang didasarkan pada hukum 23 Ibid, h. 360

11 adat. Oleh karena itu meskipun UUPA tidak mengatur secara khusus mengenai jual beli, dapat dipahami pengertian jual beli tanah dalam Hukum Tanah Nasional adalah jual beli tanah dalam pengertian hukum adat mengingat Hukum Tanah Nasional yang berlaku adalah hukum adat. Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli Hak Milik atas tanah. Dalam Pasal-Pasal lainnya tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar menukar, dan hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam UUPA hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli. Terkait dengan pengertian dialihkan tersebut di atas, Urip Santoso membedakan antara pengertian beralih dengan dialihkan yaitu sebagai berikut : a. Beralih artinya berpindahnya hak atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. Dengan meninggalnya pemilik tanah, maka hak atas tanah secara hukum berpindah kepada ahli warisnya sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai sebyek hak atas tanah tersebut b. Dialihkan /pemindahan hak artinya berpindahnya hak atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum.

12 Contoh perbuatan hukum yaitu jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan (pemasukan) dalam modal perusahaan, lelang. 24 Hal senada juga dinyatakan oleh John Salindeho, yang mengatakan bahwa beralihnya suatu hak dapat terjadi bukan karena suatu perbuatan hukum, melainkan sebagai suatu peristiwa hukum atau akibat hukum. Di sini tidak ada unsur sengaja di dalam hubungan dengan suatu perbuatan. Misalnya seorang yang meninggal dunia, maka sebagai peristiwa hukum almarhum meninggalkan warisan yang tanpa suatu perbuatan hukum, mengakibatkan haknya beralih atas suatu bidang tanah kepada ahli warisnya. Berbeda dengan beralihnya suatu hak, maka dengan dialihkan hak menunjukkan adanya kesengajaan suatu pihak melakukan suatu perbuatan hukum untuk mengalihkan/memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain. Perbuatan hukum yang mengakibatkan dialihkannya hak atas tanah dapat berupa jual beli, hibah, tukar menukar dan sebagainya, terkecuali peralihan hak karena warisan tanpa wasiat (ab intestato). 25 Pengertian jual beli menurut hukum adat adalah suatu perbuatan pemindahan hak, yang sifatnya kontan, riil dan terang. Sifat kontan berarti bahwa penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan pada saat yang sama. Sifat riil berarti bahwa dengan mengucapkan kata-kata dengan mulut saja belumlah terjadi jual beli. Jual beli dianggap terjadi dengan penulisan kontrak jual beli di muka Kepala kampung serta 24 Urip Santoso I, Op.Cit., h John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, (Jakarta: Sinar Grafika), 1987, h. 35.

13 penerimaan harga oleh penjual, meskipun tanah yang bersangkutan masih berada dalam penguasaan penjual. Sifat terang dipenuhi pada umumnya pada saat dilakukannya jual beli itu disaksikan oleh Kepala kampung, karena Kepala kampung dianggap orang yang mengetahui hukum dan kehadirannya mewakili warga masyarakat desa tersebut. Sekarang sifat riil dan sifat terang berarti jual beli itu dilakukan menurut peraturan tertulis yang berlaku. Menurut Maria S. W. Sumardjono, yang dimaksud dengan tunai/kontan adalah penyerahan hak oleh penjual dilakukan bersamaan dengan pembayaran oleh pembeli seketika itu juga hak sudah beralih. Harga yang dibayarkan itu tidak harus lunas, selisih harga dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual yang termasuk dalam lingkup hukum utang piutang. Sifat riil berarti bahwa kehendak yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan nyata, misalnya dengan telah diterimanya uang oleh penjual, dan dibuatnya perjanjian di hadapan kepala desa. Perbuatan hukum jual beli tanah disebut terang kalau dilakukan di hadapan kepala desa untuk memastikan bahwa perbuatan itu tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku. 26 Selanjutnya menurut John Salindeho, jual beli tanah menurut jiwa hukum adat itu adalah: a. Hukum adat tidak mengenal pembagian bahkan pengertian obligatoir dan atau zakelijk (kebendaan) seperti Hukum Barat. 26 Maria S. W Sumardjono, Aspek Teoritis Peralihan Hak Atas Tanah Menurut UUPA, Majalah Mimbar Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, No. 18/X/93, Yogyakarta, 1993, h. 11.

14 b. Suatu jual beli pada hakekatnya bukan persetujuan belaka yang berada antara dua pihak (penjual dan pembeli), tetapi suatu penyerahan barang oleh penjual kepada pembeli dengan tujuan/maksud memindahkan hak di antara kedua belah pihak. c. Kalau tidak dibayar kontan, bukan jual beli, tetapi suatu hutang piutang. d. Para ahli hukum adat menegaskan bahwa sifat jual beli lebih bersifat mengalami sendiri secara nyata, terang dan tunai (kontant, concreet, belevend en participarent denken). Dalam masyarakat hukum adat, jual beli tanah dilaksanakan secara terang dan tunai. Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut benar-benar dilaksanakan di hadapan Kepala Adat atau Kepala Desa atau sekarang harus di hadapan PPAT yang berwenang. Tunai berarti adanya dua perbuatan yang dilaksanakan secara bersamaan, yaitu pemindahan hak atas tanah yang menjadi objek jual beli dari penjual kepada pembeli dan pembayaran harga dari pembeli kepada penjual terjadi serentak dan secara bersamaan. Menurut Boedi Harsono, dalam hukum adat, jual beli tanah bukan perbuatan hukum seperti apa yang disebut perjanjian obligatoir. Jual beli tanah dalam hukum adat merupakan perbuatan hukum pemindahan hak dengan pembayaran kontan. Artinya, harga yang disetujui bersama dibayar penuh atau dianggap dibayar penuh pada saat dilakukannya jual beli yang bersangkutan. Dalam hukum adat tidak ada pengertian penyerahan yuridis sebagai pemenuhan kewajiban penjual, karena justru apa yang disebut jual beli tanah itu adalah penyerahan hak atas tanah yang dijual

15 kepada pembeli yang pada saat yang sama membayar kepada penjual harga yang telah disetujui bersama. Maka jual beli tanah menurut pengertian hukum adat ini pengaturannnya termasuk dalam Hukum Tanah Nasional. Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang terbuka, lembaga jual beli tanah sebagaimana terkandung dalam UUPA, mengalami modernisasi dan penyesuaian, tanpa mengubah hakikatnya sebagai perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah dengan sifat dan cirinya yang kontan, riil dan terang, prinsip ini kemudian juga diangkat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan dibuatnya akta jual beli tanah oleh PPAT, pada saat itu juga hak sudah beralih dari penjual kepada pembeli. 27 Tanah yang menjadi objek dari jual-beli apabila sudah terjadi transaksi jualbeli maka secara otomatis menjadi hak dari pembeli, permasalahan akan muncul apakah pembeli tersebut berhak atau tidak terhadap hak atas tanah yang dibelinya. Misalnya saja Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer tidak boleh menjadi subjek hukum Hak Milik karena kedua Badan Hukum tersebut diluar klasifikasi Badan- Badan Hukum yang berhak mempunyai Hak Milik Atas tanah sesuai yang telah diatur Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun Begitu halnya dengan Warga Negara Asing yang tidak berhak terhadap Hak Milik atas tanah, karena Hak 27 Diakses Tanggal 2 Januari 2015.

16 Milik atas tanah menurut Pasal 21 UUPA hanya untuk Warga Negara Indonesia, Badan-Badan Hukum yang sudah ditetapkan pemerintah. Objek jual-beli hak atas tanah yang akan dijual, Di dalam praktek disebut jualbeli tanah. Secara hukum yang benar ialah jual-beli hak atas tanah, yang dijual adalah hak atas tanahnya bukan tanah itu sendiri. Karena yang dijual adalah hak atas tanah, maka kita harus mengetahui hak apa yang menjadi objek itu, Hak Milik, Hak Guna Usahadan Hak Guna Bangunan jelas dinyatakan oleh UUPA dapat dialihkan atau dipindahkan, akan tetapi ada peraturan perundang-undangan yang membatasinya. Jual-beli hak atas tanah, batas-batas tanah tersebut harus diketahui supaya tidak terjadi keragu-raguan dan nantinya tidak menimbulkan sengketa. Untuk tanah yang sudah bersertipikat, batas-batas tanah, luas, panjang dan lebarnya sudah ada disurat ukur atau gambar lokasi tanah, sedangkan untuk tanh yang yang belum bersertipikat, maka batas-batas tanah tersebut dijelaskan oleh penjual kepada pembeli. Jual-beli terhadap tanah diatur Di dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu Undang- Undang Nomor 5 Tahun Keabsahan Jual-Beli Tanah Hak Milik Oleh Perseroan Terbatas Yang Diatasnamakan Seseorang Dalam pengertian Hukum Adat, jual beli tanah adalah merupakan suatu perbuatan hukum, yang mana pihak penjual menyerahkan tanah yang dijualnya kepada pembeli untuk selama-lamanya, pada waktu pembeli membayar harga (walaupun baru sebagian) tanah tersebut kepada penjual sejak itu Hak Atas Tanah telah beralih dari penjual kepada pembeli. Dengan kata lain bahwa sejak saat itu

17 pembeli telah mendapat Hak Milik atas tanah tersebut. Jadi jual beli menurut Hukum Adat tidak lain adalah suatu perbuatan pemindahan hak antara penjual kepada pembeli. Maka biasa dikatakan bahwa jual beli menurut Hukum Adat itu bersifat tunai (kontan) dan nyata (kongkrit). Jual-beli tanah, khususnya untuk tanah yang memiliki sertipikat Hak Milik harus memenuhi syarat objektif (tanah) dan syarat subjektif (para pihak), karena dengan terpenuhinya dua syarat tersebut, maka jual-beli tanah yang dilakukan oleh para pihak bisa sah di mata hukum dan nantinya tidak ada masalah yang akan timbul di kemudian hari. Terkait dengan pembelian tanah Hak Milik yang dilakukan oleh Perseoran Terbatas dengan diatasnamakan orang lain yang bertujuan supaya harga jual tanah tersebut tidak turun seiring dengan berjalannya waktu karena terjadinya penurunan hak terhadap tanah tersebut, seperti yang kita ketahuai bahwa hak atas tanah selain Hak Milik memiliki jangka waktu yang sudah ditentukan oleh Undang- Undang, sehingga harga dari tanah selain Hak Milik sangat bergantung dengan sisa waktu hak atas tanah tersebut. Perbuatan Perseroan tersebut tidak dibenarkan dimata hukum, karena dalam hal ini Perseroan Terbatas tidak menjadi subjek Hak Milik sesuai yang sudah diatur Di dalam Undang-Undang Pokok Agraria, dimana subjek Hak Milik atas tanah hanya Warga Negara Indonesia dan Badan-Badan Hukum yang sudah ditentukan oleh pemerintah, maka secara tidak langsung Perseroan Terbatas tersebut sudah melanggar ketentutan yang diatur di dalm Undang-Undang Pokok Agraria, oleh karena itu jual-beli hak atas tanah mengandung unsure penyelundupan

18 hukum, sehingga jual beli tersebut batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada jual beli hak atas tanah. Setelah jual-beli, tentu saja tanah atau hak atas tanah tersebut akan menjadi hak pembeli. Persoalannya ialah, apakah pembeli boleh menjadi subjek hak atas tanah yang dibeli itu. Perseroan terbatas tidak boleh menjadi subjek Hak Milik atas tanah, dengan begitu Perseroan Terbatas tersebut tidak boleh membeli tanah yang berstatus Hak Milik, begitu juga dengan Perseroan Komanditer (CV) tidak boleh menjadi subjek hak atas tanah, maka CV tidak boleh membeli tanah. Terkait dengan kasus jual beli tanah Hak Milik tersebut, maka dalam hal ini Perseroan Terbatas sudah melanggar syarat materiil dalam syarat sahnya jual-beli tanah, serta melanggar syarat objektif dalam sahnya suatu perjanjian yakni tentang suatu sebab yang diperbolehkan sehingga jual-beli atas tanah Hak Milik tersebut menjadi batal demi hukum yang artinya sejak semula jual-beli atas tanah Hak Milik tersebut dianggap tidak pernah ada. Karena apabila Perseroan Terbatas ingin memiliki atau membeli tanah yang berstatus Hak Milik, maka tanah tersebut sebelumnya dilakukan pelepasan hak oleh pemilik tanah supaya nantinya hak atas tanah yang sudah dilepaskan tersebut menjadi tanah Negara sehingga bisa diajukan permohonan hak oleh Perseroan Terbatas yang ingin membeli tanah tersebut. Biasanya sebelum masuk ke Kantor Pertanahan Pembeli akan mengikat Penjual dengan Perikatan karena tanah yang akan dibeli tidak bisa langsung di balik nama kepada Perseroan Terbatas dan itu memerlukan waktu sehingga untuk menjaga kepentingan Perseroan Terbatas maka dibuatlah Perikatan Jual Beli beserta Kuasa

19 Menjual. Namun harus diingat bahwa ketika Haknya sudah dilepaskan maka secara yuridis perikatan dan kuasa itu otomatis tidak berlaku lagi karena status tanahnya menjadi tanah negara. Antisipasinya adalah proses permohonan haknya langsung dikerjakan tanpa menunggu waktu terlalu lama agar tanah tersebut dapat dimiliki oleh Perseroan Terbatas yang membeli tanah tersebut. Senada dengan hal tersebut, Di dalam yurispudensi Mahkamah Agung Tanggal 25 September Tahun 1980 Nomor 147K/Sip/1979. Di dalam perkara Liem Swie Tjhoen melawan Bintoro Sumargo, dalam hal ini Mahkamah Agung memutuskan bahwa jual-beli tanah tersebut tidak sah dan batal demi hukum, karena mengandung sebab yang dilarang oleh Undang-Undang yakni ingin menyelundupkan ketentuan Di dalam Pasal 9 jo Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria, karena dalam jual beli tersebut terjadi pembelian pura-pura (jual-beli tanah yang diatasnamakan).

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH 1. Jual Beli Hak Atas Tanah Jual beli tanah sebagai suatu lembaga hukum, tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan,

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

JUAL-BELI TANAH HAK MILIK YANG BERTANDA BUKTI PETUK PAJAK BUMI (KUTIPAN LETTER C)

JUAL-BELI TANAH HAK MILIK YANG BERTANDA BUKTI PETUK PAJAK BUMI (KUTIPAN LETTER C) PERSPEKTIF Volume XVII No. 2 Tahun 2012 Edisi Mei JUAL-BELI TANAH HAK MILIK YANG BERTANDA BUKTI PETUK PAJAK BUMI (KUTIPAN LETTER C) Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan sebagai ukuran bagi berlaku atau tidaknya peraturan-peraturan

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH 186 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local

Lebih terperinci

PEROLEHAN TANAH OLEH PEMERINTAH DAERAH YANG BERASAL DARI TANAH HAK MILIK

PEROLEHAN TANAH OLEH PEMERINTAH DAERAH YANG BERASAL DARI TANAH HAK MILIK PEROLEHAN TANAH OLEH PEMERINTAH DAERAH YANG BERASAL DARI TANAH HAK MILIK Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com ABSTRAK Pemerintah Daerah memerlukan tanah

Lebih terperinci

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI 214 MIMBAR HUKUM Volume 27, Nomor 2, Juli 2015, Halaman 214-225 PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI Urip Santoso * Departemen Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL Urip Santoso (Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jln. Darmawangsa Dalam selatan Surabaya) Abstract: Government is a side or party

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local government

Lebih terperinci

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Kebutuhan pokok dalam istilah lainnya disebut kebutuhan primer. Kebutuhan primer terdiri dari sandang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraria, sehingga tanah merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerja Praktik merupakan suatu proses penerapan disiplin ilmu yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja praktik dilaksanakan. Dalam kerja praktik

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK

HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK Agus Sekarmadji Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Email: agussekarmadji_unair@yahoo.com Abstract Land Law in Indonesia does not clearly specify the political

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah 13 BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang

Lebih terperinci

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku sistem dualisme hukum agraria yang membingungkan, dimana dalam satu waktu yang bersamaan berlaku dua perangkat hukum yang positif

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang

Lebih terperinci

RINGKASAN TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S-2 Program Studi Magister Kenotariatan. Oleh : JUMIN B4B

RINGKASAN TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S-2 Program Studi Magister Kenotariatan. Oleh : JUMIN B4B PERALIHAN PENGUASAAN TANAH NEGARA SECARA DI BAWAH TANGAN DAN PROSES PEROLEHAN HAKNYA DI KANTOR PERTANAHAN JAKARTA UTARA (Studi Kasus di Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja Jakarta Utara) RINGKASAN TESIS

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017 JUAL BELI TANAH YANG BELUM BERSERTIFIKAT DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh: Mardalin Gomes 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PENGATURAN HUKUM TENTANG PENDAFTARAN TANAH MENJADI HAK MILIK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh: Syendy A. Korompis 2 Dosen Pembimbing: Atie Olii, SH, MH; Godlieb N. Mamahit, SH, MH

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH AKIBAT HIBAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Cry Tendean 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA. Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA. Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hak

Lebih terperinci

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I A. LATAR BELAKANG BAB I A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan sebidang tanah baik digunakan untuk membangun rumah maupun dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal didirikannya Republik Indonesia, yang menjadi tujuan utama pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolut dan vital, artinya kehidupan manusia dipengaruhi dan ditentukan oleh eksistensi tanah. Kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI OTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO. 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Reynaldi A. Dilapanga 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

Pengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN 1 KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN BANGUNAN YANG DIMILIKI OLEH PIHAK LAIN Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Tanah adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan yang sangat penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 EKSISTENSI SURAT KUASA TERHADAP PERALIHAN HAK ATAS TANAH DITINJAU DARI KUHPERDATA 1 Oleh : Steviyanti Veronica Mongdong 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia, antara lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas kehidupan manusia dan tempat

Lebih terperinci

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47 BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH A. Jual Beli Tanah 1. Jual Beli Tanah Menurut KUHPerdata Jual beli menurut KUHPerdata adalah suatu perjanjian bertimbal balik dimana pihak yang satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Agraria a. Pengertian Hukum Agraria Keberadaan Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya,

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NO. 765 MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NO. 765 MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009 27 BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NO. 765 MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009 A. Hak Penguasaan Atas Tanah Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang penting, sebab sebagian besar dari kehidupan manusia tergantung pada tanah. Tanah berfungsi sebagai tempat

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING MAKALAH Oleh : Hukum Agraria Dosen : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pengertian konteks agraria, tanah berarti permukaan bumi paling luar berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan mengatur tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah merupakan modal bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh : Farrell Gian Kumampung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya,

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya, belum mendapatkan perlindungan hukum yang sepenuhnya atas sertifikat yang dimilikinya karena sewaktu-waktu masih dapat diganggu oleh pihak lain. Meskipun sertifikat telah diterbitkan, pemegang hak atas

Lebih terperinci

KETIDAKHADIRAN SESEORANG DALAM JUAL BELI DAN BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DALAM PEWARISAN (Studi Kasus Perdata No. 1142/Pdt.P/2012/P.N.

KETIDAKHADIRAN SESEORANG DALAM JUAL BELI DAN BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DALAM PEWARISAN (Studi Kasus Perdata No. 1142/Pdt.P/2012/P.N. KETIDAKHADIRAN SESEORANG DALAM JUAL BELI DAN BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DALAM PEWARISAN (Studi Kasus Perdata No. 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra) Oleh : Fitria Handayani Hayu Utami Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia 10 BAB 2 SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN NOMOR 00609/JEMBATAN BESI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG KUAT ( TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 40 K/PDT/2009 ) 2. Landasan Teori Umum 2.1. Pendaftaran

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus 1 BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Hal ini menyebabkan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu kehidupan masyarakat Indonesia yang tata kehidupannya masih bercorak agraris dan sebagian besar

Lebih terperinci

Oleh : Ni Putu Dian Putri Pertiwi Darmayanti Ni Nyoman Sukerti I Wayan Novy Purwanto. Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum Udayana

Oleh : Ni Putu Dian Putri Pertiwi Darmayanti Ni Nyoman Sukerti I Wayan Novy Purwanto. Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum Udayana AKIBAT HUKUM JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH KEPADA ORANG ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA Oleh : Ni Putu Dian Putri Pertiwi Darmayanti Ni Nyoman

Lebih terperinci

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan 1 A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE Mohammad Anis Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat indah membuat investor asing berbondong-bondong ingin berinvestasi di

BAB I PENDAHULUAN. sangat indah membuat investor asing berbondong-bondong ingin berinvestasi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan tanah saat ini sangat meningkat karena tanah tidak hanya digunakan sebagai tempat hunian tetapi juga digunakan sebagai tempat untuk membuka usaha. Banyaknya

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA 1 Oleh : Suci Ananda Badu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA D. Dasar Hukum Hak Pengelolaan Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Dalam

Lebih terperinci

BAB III SIFAT AKTA PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB III SIFAT AKTA PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH BAB III SIFAT AKTA PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH 1. Jenis Akta Pemindahan Hak Atas Tanah Yang Dibuat Oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam rangka mencapai kepastian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya tersedia. Salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga manusia akan meninggalkan dunia ini tanpa membawa suatu apapun juga. Dia lahir ke dunia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017 KEPASTIAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI BERDASARKAN PP NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh : Giovanni Rondonuwu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah.

Lebih terperinci

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA Mira Novana Ardani miranovana@yahoo.com ABSTRAK Orang asing yang berkedudukan di Indonesia memerlukan tanah yang akan dijadikan tempat tinggal mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk, yaitu : 1. Hak-hak atas tanah yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II PERANAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN ADANYA KUASA MUTLAK

BAB II PERANAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN ADANYA KUASA MUTLAK BAB II PERANAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN ADANYA KUASA MUTLAK A. Latar Belakang Timbulnya Peralihan Hak Atas Tanah Sebagaimana dengan timbulnya suatu Peralihan Hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia bahkan sampai meninggalpun manusia masih membutuhkan tanah. Kebutuhan manusia terhadap tanah dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia adalah negara yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014. PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN 1 Oleh: Chindy F. Lamia 2

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014. PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN 1 Oleh: Chindy F. Lamia 2 PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN 1 Oleh: Chindy F. Lamia 2 A B S T R A K Hak milik atas tanah sebagai salah satu jenis hak milik, sangat penting bagi negara, bangsa, dan rakyat Indonesia sebagai masyarakat

Lebih terperinci

Upik Hamidah. Abstrak

Upik Hamidah. Abstrak Pembaharuan Standar Prosedure Operasi Pengaturan (SOP) Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Milik Atas Tanah Karena Hibah Wasiat Berdasarkan Alat Bukti Peralihan Hak Upik Hamidah Dosen Bagian Hukum Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah ialah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan,

Lebih terperinci