11. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "11. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 11. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Hutan Rawa Gambut 1. Pengertian dan batasan Istilah gambut berasal dari daerah Kalimantan Selatan untuk menunjukkan pada timbunan bahan organik yang menempati suatu luasan tertentu (Poerwowidodo, 1991). Menurut sistem klasifikasi taksonomi tanah (USDA, 1975), tanah gambut termasuk ke dalam ordo histosol, yaitu tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (tekstur pasir) atau lebih dari 30% (tekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm atau lebih. Dalam sistem ini, ordo histosol dibagi menjadi 4 sub ordo berdasarkan bahan asal dan tingkat perombakannya yaitu folist, hemist, fibrist dan saprist. Radjagukguk (1988), menyatakan bahwa gambut mempunyai dua makna yaitu gambut sebagai materi organik dan sebagai bahan organik. Sebagai materi organik gambut merupakan surnber energi, media perkecambahan biji dan pupuk organik. Sedangkan sebagai bahan organik gambut cenderung sumber terbentuknya tanah organik. Berdasarkan kualitasnya gambut dibedakan atas gambut subur (eutrophic), gambut sedang (mesotrophic) dan gambut miskin hara (oligotrophic) (Driessen, 1978). Menurut Suhardjo (1993), kualitas tanah gambut tersebut sangat ditentukan oleh jenis vegetasi yang menghasilkan bahan organik pembentuk tanah gambut, bahan mineral yang ada dibawahnya, faktor lingkungan tempat terbentuknya tanah gambut dan proses pembentukan tanahnya.

2 Pusat Penelitian Tanah (1981), membagi tanah gambut dalam dua golongan, yaitu gambut pantai dan gambut pedalaman. Gambut pantai adalah gambut yang dipengaruhi oleh, luapan air laut sedangkan gambut yang tidak dipengaruhi oleh luapan air laut disebut gambut pedalaman. Umumnya gambut pedalaman meiupakan gambut yang miskin hara, bereaksi masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi dan bulk density rendah. Menurut Soepardi (1983), keadaan ini tidak menunjang laju dan kemudahan ketersediaan hara yang memadai bagi tanaman, termasuk unsur K, Ca dan Mg. Sedangkan menurut Andriesse (1988), rendahnya ketersediaan hara pada tanah gambut karena terdapat dalam bentuk kompleks dengan asam organik. 2. Pembentukan dan penyebaran Hutan rawa gambut merupakan tipe hutan formasi klimatis (climatic, formation), yaitu hutan yang pembentukan vegetasinya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim seperti temperatur, kelembaban, intensitas callaya dan angin. Umumnya terdapat pada daerah yang mempunyai tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih (Direktorat Jendral Kehutanan, 1976). Menurut Istomo (1994), istilah hutan rawa ini muncul karena antara hutan rawa dan hutan gambut umumnya berdekatan, dan seringkali tidak ada batasan yang jelas antar keduanya. Poenvowidodo (1991), menyatakan bahwa rangkaian tipe-tipe hutan rawa gambut yang ada saat ini merupakan hasil suksesi yang memakan waktu yang cukup lama. Suksesi hutan rawa gambut diperkirakan berasal dari timbunan payau yang kemudian berangsur-angsur menjadi tumbuhan hutan rawa gambut.

3 Daerah penyebaran tipe hutan rawa gambut di Indonesia terdapat di dekat pantai timur Sumatera dan merupakan jalur panjang dari utara ke selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan ditemukan mulai d& bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke selatan dan ke timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir sungai Barito. Disarnping itu juga terdapat hutan rawa yang luas di bagian selatan Ir'ian Jaya (Direktorat Jendral Kehutanan, 1976). ' Menurut Hardjowigeno (1989), luas gambut Indonesia ini diperkirakan mencapai 27 juta ha. 3. Vegetasi Pola penyebaran vegetasi termasuk salah satu aspek yang penting dari ekologi dan merupakan sifat dasar dari suatu organisme. Pola penyebaran vegetasi ini sangat ditentukan oleh faktor lingkungan (Ludwig dan Reynold, 1988). Menurut Soerianegara dan Irawan (1985), faktor lingkungan seperti jenis, sifat dan keadaan tanah yang berbeda selain mempengaruhi penyebaran tumbuhan, juga menyebabkw terjadinya vegetasi yang berlainan serta, mempengaruhi kesuburan dan produktivitas hutan. Driessen dan Rochimah (1976), menyatakan bahwa perbedaan jenis garnbut (ombrogen dan topogen) menyebabkan terjadinya perbedaan vegetasi. Disebutkan pula bahwa perubahan vegetasi berkolerasi dengan sifat fisik rawa gambut dan merupakan petunjuk penting dalam penilaian tanah rawa gambut. Menurut Whitten et al. (1988), karena permukaan ombrogen berbentuk kubah dan satu-satunya input hara berasal dari air hujan, maka terjadi kecenderungan penurunan kandungan unsur hara terutama fosfat dan kalium di daerah dome. Kecenderungan ini tercermin dari kondisi vegetasi di daerah dome yang

4 mengalami penurunan tinggi tajuk, penurunan total biomass per satuan luas, peningkatan ketebalan daun sebagai akibat adaptasi tumbuhan terhadap tanah miskin hara, penurunan diameter pohon untuk jenis tertentu dan ditemukan jenis tanaman yang merupakan indikator tanah miskin hara misalnya Nephenthes spp. Hutan rawa gambut biasanya mempunyai beberapa lapisan tajuk dan selalu hijau. Jenis-jenis pohon yang banyak terdapat pada hutan rawa gambut adalah Alstorzia sp, Tristania sp, Eugenia sp, Cratoxylon arborescens, Tretamerista glabi-a, Dactylocladus stenostacys, Diospyros sp dan Myristica sp. Khusus di Kalimantan dan beberapa daerah di Sumatera Selatan pada hutan rawa gambut ini banyak terdapat Gonystylus bancailus (Direktorat Jendral Kehutanan, 1976). B. Kebakaran Hutan 1. Pengertian dan batasan Menurut US Forest Service (1956 dalam Brown dan Davis 1973), kebakaran hutan didefinisikan sebagai suatu proses pembakaran yang menyebar secara bebas yang mengkonsumsi bahan bakar hutan seperti serasah, rumput, humus, ranting kayu mati, tiang, gulma, semak, dedaunan serta pohon segar. Dengan demikian ciri utama kebakaran hutan adalah sifatnya yang tidak tertekan dan menyebar bebas pee burning). Menurut Brown dan Davis (1973), proses kebakaran merupakan proses kebalikan dari proses fotosintesis. Jika pada proses fotosintesis energi terpusat secara perlahan-lahan, sebaliknya pada proses pembakaran energi dilepas dengan - cepat. Proses fotosintesis: C02 + H20 + Energi matahari (CsHtoOs),, + 0 2

5 - Proses pembakaran: (C6HloOs)n "Kindling" temperatur C02 + Hz0 + Energi panas Kebakaran hutan hanya terjadi apabila terdapat tiga unsur yaitu bahan bakar, oksigen dan sumber api. Clar dan Chatten (1954) menyatakan bahwa ketiga unsur tersebut disebut sebagai segitiga api. Bahan bakar Oksigen Panas Gambar 2. Konsep segitiga api (Clar dan Chatten, 1954) Menurut Wright dan Bailey (1 982), kebakaran hutan memberikan 3 sifat yaitu: a. Menghabiskan kayu di hutan dalam waktu singkat di samping bahan-bahan lain yang mudah terbakar. b. Menghasilkan energi yang berbentuk panas atau temperatur yang tinggi hingga dapat membunuh vegetasi, binatang, mempengaruhi tanah hutan dan mikroklimat tanah. c. Abu sisa pembakaran akan memberikan pengaruh kimia pada tanah hutan. Haygreen dan Bowyer (1989), menyatakan bahwa proses kebakaran diawali dengan terjadinya penguraian komponen-komponen dari kayu jika kayu dipanaskan kira-kira 1 OO C. Uap air akan keluar bersama dengan karbon dioksida dan sejumlah karbon monoksida. Kayu berangsur-angsur akan rusak atau. mengalami pirolisis yaitu pemanasan tanpa adanya oksigen. Pirolisis bertambah cepat pada suhu C. Pada suhu ini keluar gas-gas yang dapat menyala bila

6 bersentuhan dengan oksigen. Pembakaran akan terus berlangsung selama kayu dapat mempertahankan pada suhu yang tinggi. Selanjutnya de Bano et al. (1998), memisahkan proses kebakaran tersebut ke dalam beberapa fase yaitu: a. Fase pra penyalaan (pre-ignition) Bahan bakar mulai terpanaskan, kering dan mengalami pirolisis, yaitu pelepasan uap air, COz dan gas-gas yang mudah terbakar termasuk methana, methanol dan propana. Untuk terjadinya pirolisis dibutuhkan radiasi dan konveksi yang dapat mengubah panas terhadap permukaan bahan bakar, sedangkan transfer panas ke dalam bahan bakar terjadi melalui konduksi. Dalam proses pirolisis ini reaksi berubah dari eksotermik (memerlukan panas) menj adi endotermik (melepaskan panas). b. Fase penyalaan (fzamming) Laju pirolisis meningkat dan mempercepat oksidasi dari gas-gas yang dapat terbakar. Gas-gas ini akan naik ke permukaan, bercarnpur dengan oksigen dan. terjadi pembakaran yang terlihat dalam bentuk nyala pada saat suhu mencapai C. Penyalaan merupakan awal terjadinya pembakaran dimana bahan bakar yang mudah terbakar meningkat tetapi kemudian menurun menjadi arang. c. Fase pembaraan (smolderirzg) Terdapat dua zona yang merupakan karakteristik dari zona ini, yaitu (1) zona pirolisis dengan berkembangnya hasil-hasi pembakaran dan (2) zona arang dengan pelepasan hasil pembakaran yang tidak terlihat. Laju pembakaran mulai menurun karena bahan bakar tidak mampu mensuplai gas-gas yang

7 mudah terbakar dalam konsentrasi yang cukup. Selanjutnya suhu dan panas yang dilepaskan mulai menurun sehingga gas-gas lebih banyak terkondensasi dalam bentuk asap. d. Fase pemijaran (glowing) Merupakan fase akhir proses smoldering, dimana pada fase ini sebagian besar gas-gas yang mudah menguap hilang dan oksigen mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang mulai menjadi arang. Hasil dari fase ini adalah CO, COs dan abu sisa pembakaran. e. Fase pemadaman (extinction) Kebakaran mulai berhenti karena tidak ada bahan bakar yang bisa dikonsumsi. 2. Tipe kebakaran hutan Berdasarkan cara menjalarnya api dan posisi api dari tanah (Brown dan Davis, 1973) membedakan kebakaran hutan menjadi 3 tipe yaitu: a. Kebakaran bawah (ground fire) Merupakan kebakaran yang terjadi pada bahan organik di bawah permukaan serasah, pada umumnya berupa gambut dan humus. Kebakaran dalam bentuk ini tidak menampakkan nyala api sehingga sulit untuk dideteksi. b. Kebakaran permukaan (surface fire) Merupakan kebakaran yang terjadi pada permukaan tanah. Api membakar serasah, semak-semak dan anakan pohon yang tingginya kurang dari 1,2 m. c. Kebakaran tajuk (crown fire) Merupakan kebakaran yang terjadi pada tajuk-tajuk pohon. Api berawal dari serasah (kebakaran permukaan), kemudian merambat dari tajuk pohon ke

8 tajuk pohon lainnya. Kebakaran seperti ini sulit dikendalikan karena api menjalar sangat cepat searah dengan angin. 3. Penyebab kebakaran hutan Kebakaran hutan disebabkan oleh dua penyebab utama yaitu manusia (karena kesengajaan dan kelalaian) dan peristiwa alam yang dapat menimbulkan kebakaran hutan. Pada umumnya peristiwa alam yang dapat menimbulkan kebakaran hutan secara langsung adalah letusan gunung berapi dan petir, tetapi ha1 ini sangat jarang terjadi untuk wilayah tropika. Menurut Schindler (1998), sebagian besar kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia (99%) disebabkan oleh manusia. Chandler et al. (1983), menyatakan bahwa secara alami kebakaran hutan dipengaruhi ole11 beberapa faktor alami yang saling berkaitan seperti iklim (kemarau yang panjang, petir dan daya alam lainnya), jenis tanaman (seperti tanaman pinus yang mengandung resin), tipe vegetasi (seperti hutan alam, hutan monokultur dan padang ilalang) dan bahan-bahan sisa vegetasi (seperti serasah, humus dan ranting). Kebakaran hutan biasanya berkaitan erat dengan kegiatan yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kegiatan menyiapkan lahan untuk berladang dengan cara membakar, longging yang menggunakan peralatan mekanis atau tungku api dan penggembalaan ternak dengan cara membakar alangalang yang sudah tua agar berguna kembali (Fuller, 1991). Penyebab kebakaran yang sering terjadi umurnnya disebabkan oleh faktor yang saling berkaitan yaitu alam dan menusia. Menurut Saharjo (1999), penyebab kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998, selain difasilitasi oleh

9 gangguan alam yaitu adanya El Nino juga disebabkan oleh faktor manusia sepel-ti pembukaan areal hutan untuk perkebunan, minirnnya peralatan dan pengetahuan tentang kebakaran, serta lemahnya penerapan hukum dan kebijakan pengalihan / fungsi lahan. C. Perilaku Api De Bano et al. (1998), mendefinisikan perilaku api sebagai suatu respon atau kebiasaan api yang terjadi sebagai hasil reaksi dengan lingkungan seperti bahan bakar, iklim, kondisi lokal, cuaca dan topografi. Perilaku api ini bersifat tidak tetap tetapi berubah sesuai dengan waktu dan ruang atau kondisi keduanya dalam hubungaimya dengan komponen lingkungan tersebut. Komponen bahan bakar berubah sangat cepat pada waktu dan ruang dalam suatu rangkaian kebakaran, iklim setempat, juga berubah menurut waktu dan tempat. Topografi tidak berubah menurut waktu tetapi berubah menurut ruang. Selanjutnya menwut Chandler et al. (1983), perilaku api dapat diprediksi dengan dua cara yaitu fire danger rating dan fire behavior forecast. Suatu estimasi tentang antisipasi tingkat bahaya kebakaran yang terkait erat dengan tipe bahan b&ar dan topografi pada areal yang relatif luas dalam waktu tertentu biasanya pada saat siang hari disebut Fire danger rating. Data yang diperoleh dari Fire danger rating ini penting dalam upaya pencegahan bahaya kebakaran. Sedangkan suatu estimasi atau ramalan terhadap tingkat penyebaran api pada daerah tertentu yang diduga akan terjadi kebakaran hutan baik secara terkendali maupun tidak pada periode waktu yang akan datang disebut fire behavior forecast. Pengetahuan ini sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pemadarnan api ' secara terkendali.

10 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku api yaitu ketersediaan bahan bakar, temperatur dan kelembaban udara, komposisi bahan bakar, angin dan topografi. Makin banyak tersedia bahan bakar makin besar intensitas kebakaran, bahan bakar yang lembab akan lebih lama terbakar dibanding bahan bakar yang kering. Komposisi bahan bakar juga mempengaruhi intensitas kebakaran. Minyak dan resin meningkatkan reaksi panas dan intensitas kebakaran sedangkan konsentrasi mineral dapat menurunlan flammabilitas. Angin akan meningkatkan ketersediaan oksigen, menyatukan panas dan menghasilkan bbspot.fire". Terakhir adalah pengaruh topografi terhadap intensitas kebakaran. Kebakaran yang dimulai dari bagian atas pada suatu daerah yang miring akan menjalar lebih lambat sedangkan kebakaran yang dimulai dari bawah akan menjalar dengan cepat karena udara hangat muncul dan memanasi bahan bakar yang berada di atasnya (Ecological Society of America, 2002). D. Karakteristik Bahan Bakar 1. Tipe dan sifat bahan bakar Menurut Brown dan Davis (1973) dan Chandler et al. (1983), secara garis besar bahan bakar diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu: (1) bahan bakar bawah terdiri atas "duffj, akar dan gambut yang terletak di dalarn tanah dan telah terakumulasi selama beberapa tahun (2) bahan bakar permukaan terdiri atas serasah, ranting, kulit kayu, dan cabang kayu yang semuanya belum terurai. Selain itu juga termasuk rumput, tumbuhan bawah, anakan dan semai (3) bahan bakar tajuk terdiri atas bahan bakar baik hidup atau mati yang berada di atas dan menutupi kanopi hutan serta menyebar dari tanah dengan tinggi 1,2 m. Umumnya

11 adalah bahan bakar hidup yang mempunyai kelembaban yang tinggi sehingga sulit untuk terbakar kecuali dalam periode yang lama. Wright dan Bailey (1982) menyatakan bahwa jenis bahan bakar yang terdapat di hutan terdiri atas: pohon, semak dan anakan, tumbuhan penutup tanah, serasah dan lapisan humus yang belum hancur, cabang pohon dan pohon berdiri yang mati, serta sisa tebangan. Selanjutnya dijelaskan bahwa hutan murni dari jenis konifer yang banyak mengandung resin lebih mudah menyala dibanding hutan mumi dari jenis daun lebar. Semak dan anakan, tumbuhan penutup tanah, serta serasah, merupakan bahan bakar halus yang sangat mudah menyala. Demikian pula dengan cabang yang mati dan sisa tebangan adalah bahan bakar potensial, dan mudah menyala, sehingga dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kebakaran dalam areal yang luas. Menurut Clar dan Chatten (1954), hal-ha1 penting dari bahan bakar yang dapat mempengaruhi kebakaran adalah: a. Ukuran bahan bakar Bahan bakar halus biasanya mudah kering tetapi juga mudah menyerap air, karena cepat kering apabila terbakar cepat meluas namun cepat padam pula. Sedangkan bahan bakar kasar memiliki kadar air yang stabil sehingga sulit terbakar, tetapi bila sudah terbakar akan mengalami penyalaan yang lama. b. Susunan bahan bakar Pada bahan bakar bertingkat atau berkesinambungan ke atas akan memungkinkan api mencapai tajuk dalam waktu yang singkat. Sedangkan bahan bakar yang menyebar secara horizontal akan mempercepat kebakaran.

12 c. Volume bahan bakar Volume bahan bakar (potensi) akan menentukan besarnya api yang timbulkan, temperatur yang tinggi dan kebakaran yang sulit dipadamkan. d. Jenis bahan bakar Tumbuhan berdaun jarum umumnya lebih mudah terbakar dibanding tumbuhan jenis daun lebar karena lebih banyak mengandung resin yang merupakan zat ekstraktif yang mudah terbakar. e. Kerapatan bahan bakar Kerapatan bahan bakar berhubungan dengan jarak antar partikel yang akan mempengaruhi persediaan udara dan perpindahan panas. Kayu akan terbakar dengan baik bila kerapatannya tinggi dan berhenti bila kerapatannya rendah. Sebaliknya rumput akan terbakar dengan baik bila kerapatannya rendah dan berhenti bila kerapatannya tinggi. f. Kadar air balian bakar Bahan bakar yang banyak mengandung air akan sulit terbakar karena dibutuhkan energi yang besar untuk memanaskan untul mencapai titik awal pembakaran. 2. Flammabilitas Komposisi bahan bakar memegang peranan yang penting dalam kebakaran. Kandungan senyawa kimia dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas kebakaran. Menurut Whelan (1995), kandungan minyak dan resin akan meningkatkan pembakaran karena dapat meningkatkan reaksi panas yang dihasilkan sebab mengandung energi yang lebih besar. Sebaliknya kandungan mineral pada kayu dan daun yang relatif tinggi dapat menurunkan flamrnabilitas.

13 Flarnmabilitas adalah kemudahan bahan bakar untuk menyala sehubungan dengan kandungan senyawa inorganik yang sifatnya dapat menghambat laju penyalaan. Dari hasil penyelidikan disebutkan bahwa kandungan abu bebas silika berkolerasi positif dengan flammabilitas dibanding dengan total abu (Philpot, 1970). Telah ada bukti bahwa fosfat juga bertanggung jawab terhadap penekanan flammabilitas (Nicholas, 1987). Abu bebas silika dan fosfat mempengaruhi proses pembakaran dengan cara membentuk suatu katalisator tertentu pada awal reaksi pirolisis dari selulosa sehingga menyebabkan tejadinya peningkatan produksi arang dan menurunkan dalam pembentukan ter yang merupakan senyawa penting untuk terbentuknya nyala (Chandler et al., 1983). Mutch dan Philpot (1970), menyatakan bahwa selama pirolisis dari suatu tumbuhan akan dihasilkan gas volatil (mudah menguap) yang mendukung terhadap pembakaran. Berdasarkan hasil penelitian disebutkan bahwa selarna pirolisis, selulosa berhubungan dengan unsur inorganik yang diperkirakan dapat mempengaruhi flammabilitas (biasanya disebut dengan mineral atau kandungan - bebas abu). Karena abu bebas silika ditemukan sebagai penghambat dalam pirolisis, maka jumlah silika dapat ditentukan dengan metode standar, yaitu dapat diambil dari total abu pada proses pengabuan. Kenaikan kandungan abu dapat menyebabkan penurunan rata-rata maksimum gas yang menguap, meningkatkan residu pembakaran dan pirolisis akan aktif pada suhu yang rendah. E. Manajemen Asap Asap merupakan salah satu akibat yang ditimbulkan dari kejadian kebakaran hutan. Ribuan senyawa dihasilkan selama reaksi eksotermik dari suatu kebakaran yang selanjutnya dilepaskan ke atmosfir. Ukuran yang biasa digunakan

14 untuk menduga jumlah asap yang dihasilkan selama kebakaran dan dampaknya terhadap kualitas udara adalah dengan emision rate (laju emisi). Besarnya emision rate ditentukan oleh ketersediaan bahan bakar, laju pembakaran dan faktor emisi (Chandler et al., 1983). Levine et al. (1995), menyatakan bahwa biomass burning, termasuk pembakaran vegetasi hutan di dunia, padang rumput dan pembukaan lahan untuk pertanian mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap gas-gas aktif di udara. Menurut Leenhout (1998), gas-gas emisi dari biomass burning seperti karbon monoksida, karbon dioksida, methana, bahan partikel, nitrogen oksida, hidrokarbon dan unsur-unsur karbon dapat mempengaruhi kimia atmosfir dan iklim regional ataupun global. Beberapa dari gas-gas emisi seperti karbon monoksida, bahan partikel dan nitrogen oksida diklasifikasikan sebagai bahan pencemar yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Sementara itu bahan partikel yang memiliki ukuran lebih kecil dari 2,5 mikron, karbon organik, hidrokarbon dan einisi karbon inorganik dapat mempertebal asap yang dapat menyebabkan pengurangan jarak pandang, mempengaruhi keindahan dan mempengaruhi ekonomi pariwisata. Karbon dioksida, karbon monoksida dan methana merupakan penyebab,gas rumah kaca yang berpotensi meningkatkan radiasi panas, akan tetapi bahan partikel bertindak sebagai penghalang radiasi yang dapat menyebabkan temperatur menjadi rendah. Selama musim kemarau bioinass burning merupakan sumber elnisi gas pada troposfer di daerah tropik (Kondo, 2000). Goldammer (1997) menyatakan bahwa musim kemarau ditandai dengan jumlah presipitasi yang kurang dari 100 mmltahun dan dalarn waktu dua minggu atau lebih tidak ada hujan. Kondisi ini

15 menyebabkan penurunan kadar air dan vegetasi mengalami stress yang hebat, sehingga mudah untuk terbakar. Demikian pula dengan gambut, berkurangnya presipitasi dan penurunan muka air tanah dapat menyebabkan kekeringan sedalam 1-2 m. Levine et al. (1999) menyatakan bahwa total rasio emisi bahan partikel (Total Particulat Matter) yang dilepaskan ke atmosfir saat kebakaran pada daerah gambut lebih besar dibanding hutan tropik. Untuk menghindari terjadinya kebakaran yang banyak menimbulkan asap perlu adanya suatu manajemen asap. Menurut Goldammer (1997) upaya ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: (1) melakukan teknik pembakaran yang tepat seperti ring$re (2) membuat rencana pembakaran terkendali yang meliputi pemahaman terhadap fisik dan biologi bahan bakar, manajemen lahan dan sumber. daya alam, faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku api dan dampak yang ditimbulkan (3) penggunaan teknologi yang tepat. Selain itu juga perlu dibentuk organisasi manajemen kebakaran yang menyangkut persyaratan teknik seperti personal dan inftrastruktur serta yang tidak kalah pentingnya adalah penerapan. undang-undang dan kebijakan politik.

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. Hal itu terjadi karena dampak dari kebakaran hutan tersebut bukan hanya dirasakan ole11 Indonesia saja

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan. Kebakaran hutan dan lahan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan. Kebakaran hutan dan lahan TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran Hutan Pengertian Kebakaran hutan berbeda dengan kebakaran lahan. Kebakaran hutan yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan adalah kebakaran

Lebih terperinci

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

BAB VII KEBAKARAN HUTAN BAB VII KEBAKARAN HUTAN Api merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Kebakaran hutan secara umum didefinisikan sebagai kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Kebakaran Hutan Menurut sejarahnya, kebakaran hutan terutama hutan tropika basah ( tropical rain forest ) di Indonesia telah diketahui terjadi sejak abad ke-18. kebakaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan 2.1.1. Definisi Kebakaran Hutan Kebakaran hutan merupakan kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat antara oksigen, sumber penyulutan, dan bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nino telah melanda sebagian belahan bumi, termasuk diantaranya Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA. Nino telah melanda sebagian belahan bumi, termasuk diantaranya Indonesia. TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran Hutan Musim kemarau dan kekeringan yang panjang sebagai akibat dari badai El Nino telah melanda sebagian belahan bumi, termasuk diantaranya Indonesia. Badai El Nino yang kering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran hutan dan Lahan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan oleh Brown dan Davis (1973) dalam Syaufina (2008) didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

IRA TASKIRAWATI. E Pengaruh Kadar Air Bahan Bakar hutan

IRA TASKIRAWATI. E Pengaruh Kadar Air Bahan Bakar hutan IRA TASKIRAWATI. E 01495064. Pengaruh Kadar Air Bahan Bakar hutan Terhadap Timbulnya Asap pada Proses Pembakaran (Sknln Lnborntoriunl). Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. F. Gunarwan Suratmo, MF sebagai Dosen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008). 3 TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali di

Lebih terperinci

111. METODE PENELITIAN

111. METODE PENELITIAN 111. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2001 hingga Juli 2002 berlokasi di lahan gambut milik masyarakat Desa Pelalawan, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH A.Pembentukan Tanah Pada mulanya, permukaan bumi tidaklah berupa tanah seperti sekarang ini. Permukaan bumi di awal terbentuknya hanyalah berupa batuan-batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan

Lebih terperinci

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

PROSES-PROSES DAN LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEBAKARAN BIOMASA

PROSES-PROSES DAN LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEBAKARAN BIOMASA KARYA TULIS PROSES-PROSES DAN LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEBAKARAN BIOMASA OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 0 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Sumber energi yang digunakan masih mengandalkan pada energi fosil yang merupakan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efisiensi Pembakaran Efisiensi pembakaran menunjukkan sampai sejauh mana suatu bahan dapat terbakar dalam satuan persen. Bila pembakaran tidak sempurna, sebagian dari hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kebakaran Hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Kebakaran Hutan TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran Hutan Kebakaran hutan adalah kejadian alam yang mempakan suatu proses reaksi secara cepat dari oksigen dengan unsur-unsur lain yang ditandai dengan panas, cahaya serta biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebakaran Hutan 1. Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi yang terjadi di kawasan hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

INDONESIA DIJULUKI NEGARA RING OF FIRE KARENA DIKELILINGI GUNUNG BERAPI YANG AKTIF. MEMILIKI BANYAK DEPOSIT MINERAL UNTUK MEMPERTAHANKAN KESUBURAN

INDONESIA DIJULUKI NEGARA RING OF FIRE KARENA DIKELILINGI GUNUNG BERAPI YANG AKTIF. MEMILIKI BANYAK DEPOSIT MINERAL UNTUK MEMPERTAHANKAN KESUBURAN SUMBERDAYA PENGERTIAN SUMBER DAYA MERUPAKAN UNSUR LINGKUNGAN HIDUP YANG TERDIRI DARI SUMBERDAYA MANUSIA, SUMBERDAYA HAYATI, SUMBERDAYA NON HAYATI DAN SUMBERDAYA BUATAN. (UU RI NOMOR 4 TAHUN 1982) SEHINGGA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan KTK yang tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini memunyai

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 1. Penanaman pohon bakau di pinggir pantai berguna untuk mencegah.. Abrasi Erosi Banjir Tanah longsor Jawaban a Sudah

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat namun belum sebanding dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah dan Pemanasan Global Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menyiapkan tempat persemaian, memberantas gulma, memperbaikai

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT Pendahuluan Dewasa ini lahan gambut merupakan lahan alternatif yang digunakan sebagai media untuk melakukan aktivitas di bidang pertanian. Mengingat lahan pertanian

Lebih terperinci