SINKRONISASI KEBIJAKAN SATU PETA TERKAIT IGT STATUS BATAS WILAYAH, RTRW, KAWASAN HUTAN, DAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINKRONISASI KEBIJAKAN SATU PETA TERKAIT IGT STATUS BATAS WILAYAH, RTRW, KAWASAN HUTAN, DAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP)"

Transkripsi

1 SINKRONISASI KEBIJAKAN SATU PETA TERKAIT IGT STATUS BATAS WILAYAH, RTRW, KAWASAN HUTAN, DAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP) KEBIJAKAN SATU PETA ASISTEN DEPUTI TATA RUANG DAN KAWASAN STRATEGIS EKONOMI KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Desember

2 Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2016 memandatkan penyelesaian Integrasi di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2019 PERPRES NO. 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT KETELITIAN PETA SKALA (Diundangkan pada tanggal 4 Februari 2016) TUJUAN KEBIJAKAN SATU PETA 1 REFERENSI STANDAR BASIS DATA GEOPORTAL TARGET PENCAPAIAN MANFAAT KEBIJAKAN SATU PETA Sebagai acuan untuk: Acuan perbaikan Data Spasial Akurasi Perencanaan Tata Ruang Akurasi dalam Penyusunan Kebijakan dan Pengambilan Keputusan KEGIATAN UTAMA KEBIJAKAN SATU PETA PETA TEMATIK PRODUK SATU IGT KOMPILASI 2. INTEGRASI 3. SINKRONISASI KEMENTERIAN LEMBAGA STRATEGI KOMUNIKASI PROVINSI 2

3 Kegiatan Kompilasi, Integrasi, dan Sinkronisasi KOMPILASI INTEGRASI SINKRONISASI 85 IGT K/L/D Isu teknis pemetaan Tumpang Ketidaksesuaian RBI IGT Tumpang IGT IGT A IGT B Database Sekretariat IGT C IGD Peta Rupabumi Indonesia (RBI Overlay IGT ke atas IGD dan perbaikan IGT agar IGD Superimpose, analisis tumpang antar IGT yang telah terintegrasi, dan penyelesaian konflik tumpang Keluaran : 85 Peta tematik eksisting dari masing-masing K/L/D Keluaran : IGT yang telah sesuai (terintegrasi) IGD Keluaran : Penyelesaian konflik tumpang dan penyelarasan IGT sesuai kesepakatan 4

4 Tugas Satuan Tugas 2 berdasarkan Perpres No. 9 Tahun 2016 Pasal 7 (5) 1. Melakukan Sinkronisasi antar data IGT di Kelompok Data IGT Status, 2. Melakukan Sinkronisasi antar data IGT di Kelompok Data IGT Perencanaan Ruang, 3. Melakukan sinkronisasi antar data IGT di Kelompok Data IGT Potensi, 4. Melakukan sinkronisasi antar kelompok data IGT, 5. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait sinkronisasi IGT, 6. Membuat rumusan penyelesaian konflik antar data IGT, 7. Mendukung kegiatan koordinasi teknis antara Tim KSP K/L, Pokja, dan Pemerintah Daerah. Mekanisme Kegiatan Desk Study Survey Lapangan Seminar/FGD Rapat

5 Urutan Penyelesaian Alur Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih Akhir - Hak-hak atas Tanah (HGU, HGB, HPL) - Perijinan (Izin Lokasi, Penetapan Lokasi, IUP, Trans) - (KEK, KI, KPBPB) - Izin (IUPHHK, HTR, KHDTK) - Perda Tanah Ulayat LAYER 2 : Peta Tatakan LAYER 4 : Peta Lainnya - Jaringan Jalan - Utilitas - Pertanian - Data Spasial Lainnya LAYER 3 : Peta Status Perizinan - Penunjukan / Penetapan - Perda RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota LAYER 1 : Peta Dasar Awal - Batas Wilayah Administratif Definitif (Permendagri) - Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI): - Batas Wilayah Administratif Indikatif, dan Garis Pantai - Tutupan Lahan/CSRT 1, Toponimi 1, Bangunan 1, Fasum 1, Garis Kontour 1, Transportasi (Jalan) 1, dan Sungai 1 5

6 Penyelarasan Peta Tatakan Alur Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih diawali pada Peta Tatakan LANGKAH 1: IDENTIFIKASI & PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH PETA BATAS, KAWASAN HUTAN, DAN PERDA RTRW PETA RTRW A PETA KAWASAN HUTAN A PETA BATAS A PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH PETA RTRW F Keterangan: PETA BATAS A : Peta Batas Wilayah hasil integrasi PETA HUTAN A : Peta hasil integrasi PETA RTRW A : Peta Perda RTRW hasil integrasi PETA RTRW F : Peta Perda RTRW yang telah selaras (tersinkronisasi) Peta Batas Wilayah dan Peta LANGKAH 2: IDENTIFIKASI & PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH PETA RTRW DENGAN PETA STATUS PETA STATUS PETA RTRW F PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH Keterangan: PETA RTRW F : Peta Perda RTRW yang telah selaras (tersinkronisasi) Peta Batas Wilayah dan Peta PETA STATUS : Peta-peta Status Perizinan hasil integrasi PETA FINAL : Peta hasil sinkronisasi PETA peta Status Perizinan FINAL 4

7 ILUSTRASI PENYELESAIAN PERMASALAHAN TUMPANG TINDIH Contoh Kasus 2: Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan SIMULASI OVERLAY IGT DI KABUPATEN BALANGAN, KALIMANTAN SELATAN Batas ILUSTRASI ILUSTRASI HASIL HASIL SINKRONISASI SINKRONISASI Penunjukan Penetapan RTRW RTRW FINAL IUP CONTOH CONTOH REKOMENDASI REKOMENDASI PERBAIKAN* PERBAIKAN* IUP Logam Penyesuaian pola Kadaluarsa ruangdihapus hutan RTRW agar Penetapan Batas Administrasi Kabupaten sudah Batas wilayah, hutan lindung, dan Penunjukan sudah sesuai Tumpang penetapan hutan Tumpang Balangan IUP Batas Administrasi Kabupaten Bontang sudah definitif Definitif RTRW Kabupaten Balangan sudah selaras. Penetapan RTRW Lindung PERMASALAHAN PERMASALAHAN Tumpang IUP Logam di atas Lindung RTRW Perbedaan pola ruang hutan pada RTRW Kabupaten Kabupaten Balangan. Balangan hutan penetapan. Lindung ditunjuk 2009 dan ditetapkan Perda RTRW terlebih dahulu (2013) IUP Logam yangditerbitkan tumpang diterbitkan 2009 dan berakhir dibandingkan SKdinyatakan Penetapankadaluarsa (2014) IUP Logam dan perlu dihapuskan. *Hanya *Hanya merupakan merupakan ilustrasi. ilustrasi. Hasil Hasil rekomendasi rekomendasi akan akan disampaikan disampaikan setelah setelah melalui melalui beberapa beberapa tahapan tahapan :: Analisis Analisis kronologis kronologis Analisis Analisis regulasi regulasi Analisis Analisis precedence precedence (penyelesaian (penyelesaian isu isu serupa) serupa) Analisis Analisis hasil hasil survey survey lapangan lapangan Hal 16

8 Penyiapan : Matriks Tumpang Tindih Sebagai bagian dari penyiapan Sinkronisasi, telah dikembangkan Matriks Tumpang Tindih yang memetakan ketentuan tumpang antar peta-peta tematik berdasarkan yang ada. Matriks ini berfungsi sebagai acuan awal untuk mengidentifikasi isu tumpang antar peta tematik. Pengembangan Matriks Tumpang Tindih dilakukan cara: analisis yuridis konsultasi walidata. status status status status status status s tatus status status status status IGT Kementerian Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi K eterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referens i Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan 1 Peta Penetapan Kaw asan (hasil Tata Batas), minimal pada skala Overlap antara peta penetapan merupakan kesalahan topologis. Overlap antara Peta Penetapan merupakan kesalahan topologis. Harus tum pang. Semua IUPHHK harus berada dalam hutan produksi sesuai Peta Penetapan hutan catatan : areal IUPHHK dapat berada pada hutan sesuai penunjukkan namun belum ditetapkan/ditata batas Pasal 2 ayat (1) PermenLHK No. P.9/MenLHK- II/2015 Pasal 1 ayat (1), pasal 2 ayat (2) Permenhut No. P.43/menhut- II/2013. HTR ditetapkan pada hutan produksi Pasal 27 ayat (1) a: Selain ditetapkan pada Produksi, bisa juga ditetapkan pada wilayah tertentu dalam KPH Pasal 27 Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setje n/kum.1/10/2016. KHDTK harus berada di hutan, kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Pasal 56 ayat (1) PP No. 12 Tahun Hany a dapat dilak ukan Pinjam Pakai pada Produksi dan/atau Lindung, luas maksimal 10% dari Total Luas Produksi/Lindung dalam sebuah Kab/Kota. Pasal 3 ayat (1) Pasal 4 ayat (2) b Pasal 5 ayat (1) Pasal 10 ayat (2) s/d ayat (6) & Pasal 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setje n/kum.1/6/2016. Hanya dapat dilakuk an Pinjam Pakai pada Produks i dan/atau Lindung, luas maksimal 10% daro total luas hutan Produksi/Lindung dalam sebuah Kab/Kota. Pasal 3 ayat (1) Pasal 4 ayat (2) b Pasal 5 ayat (1) Pasal 10 ayat (2) s/d ayat (6) & Pasal 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setje n/k um.1/6/2016 tumpang. HGU dapat diberikan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. Pasal 4 ayat (2) PP No.40 Tahun 1996 Pasal 11 ayat (1) PP No.16 Tahun 2004 HPl harus berada di luar hutan atau di APL. Pasal 68 Permenag No.9 Pasal 6 PMA No.9 Tahun 1965 tum pang. HGB dapat diberikan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. Pasal 11 ayat (1) PP No.16 Tahun 2004 Pasal 34 ayat (2) Permen Agraria No.9 Izin Lokasi dapat dipergunakan apabila hutan sudah dilepas statusnya dan telah diterbitkan izin dari pejabat yang berwenang, yaitu Menteri terkait. Permen ATR/BPN 5/2015 Pasal 50 UU. No.41 tumpang tind ih. Dilakukan pelepasan hutan ketentuan perundangundangan untuk menjadi lokasi Pasal 19 Ayat 2 PP No. 3 tumpan g. Dilakukan pelepas an hutan ketentuan perundangundangan untuk menjadi Pasal 19 Ayat 2 PP No. 3 Boleh tu mpang, sejauh RTRWN baik itu untuk fungsi lindung maupun fungsi budidaya Pasal 52 & 63 PP No.26 Tahun 2008 sejauh RTRW Provinsi. UU. No.26/ tind ih sejauh RTRW Kabupaten. UU. No.26/ Boleh tumpan g ketentuan: peruntukan peta RPJMN, dalam buku 1 RPJMN disebutkan mengenai rencana pengembangan melalui percepatan penyelesaian tata batas dan pengukuhan hutan - Perpres No. 2 Tahun 2015 Penetapan ] - Buku 1 RPJMN ketentuan: tersebut sesuai peruntukannya pada RKP ketentuan berada di hutan atau penutupan lahan hutan yang tertera di peta penutup lahan. Infiormasi dari Walidata tin dih sejauh RTR KSN Apabila berada di dalam lindung ketentuan KSN Metropolitan, KAPET, non KAPET, KSN Lindung- Taman Nasional, dan Rawan Bencana Walidata peta Perpres RTR KSN (ATR) Pedoman Penyusunan RTR KSN dalam Permen PU 15/PRT/M/2012 Boleh tump ang tind ih, selama wilayah petahanan berada pada hutan dan untuk daerah latihan dan instalasi militer. UU No. 26 Tahun Penjelasan Pasal 33 dan 34 PP No 68, apabila kegiatan mendukung dan menjaga fungsi daerah latihan militer dan instalasi militer seperti budidaya hutan produksi atau hutan tanaman rakyat Penjelasan Pasal 33 dan 34 PP No 68, apabila umum. tumpang Penetapan Tata Batas] Pasal 16 (4) Permen KP No 34 UU No. 26 Tahun, apabila umum. tumpang Penetapan Tata Batas] Pasal 17 ayat (2) Permen KP No 34 UU No. 26 Tahun tu mpang UU No.26/ 2 Peta Izin Pemanfaatan Kaw asan (IUPHHK-HA, IUP HHK-HT & IUP HHK-RE ), minimal pada skala Areal yang dimohon adalah KHP tidak dibebani Izin/Hak Overlap antara peta Izin Pemanfaatan merupakan kesalahan topologis Pasal 2 ayat (1) PermenLHK No. P.9/MenLHK- II/2015 Tidak diperbolehkan terdapat tumpang dalam izin Pasal 27 Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setje n/kum.1/10/2016 Pasal 2 ayat (1) PermenLHK No. P.9/MenLHK- II/2015 Pasal 2 Permenhut No. P.55/Menhut- II/2011 KHDTK dapat ditetapkan setelah hutan yang dimaksud dik eluarkan dari Areal Kerja yang telah dibebani izin hutan. Pasal 56 ayat (3) PP no. 12 Tahun 2010 Pasal 2 ayat (1) PermenLHK No. P.9/MenLHK- II/2015. Hany a dapat dilak ukan pinjam pakai pada areal IUPHHK-HA atau IUPHHK-HTI ketentuan: luasan maksimal 10% dari luas areal efektif, IUPHHK-HA & IUPHHK-HT Pasal 10 & 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setje n/kum.1/6/2016 Hanya dapat dilakuan pinjam pakai pada seluruh areal IUPHHK. Pasal 10 & 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setje n/k um.1/6/2016 tumpang. HGU dapat diberikan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. Pasal 4 ayat (2) PP No.40 Tahun 1996 Pasal 11 ayat (1) PP No.16 Tahun 2004 Pasal 4 Permen Agraria No.9 HPl harus berada di luar hutan atau di APL. Pasal 68 Permenag No.9 Pasal 6 PMA No.9 Tahun 1965 tum pang. HGB dapat diberikan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. Pasal 11 ayat (1) PP No.16 Tahun 2004 Pasal 4 Permen Agraria No.9 Izin Lokasi dapat dipergunakan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Permen ATR/BPN 5/2015 UU No.26 Tahun tumpang tind ih. Dilakukan pelepasan hutan ketentuan perundangundangan untuk menjadi lokasi Pasal 19 Ayat 2 PP No. 3 tumpan g. Dilakukan pelepas an hutan ketentuan perundangundangan untuk menjadi Pasal 19 Ayat 2 PP No. 3 Boleh tu mpang sejauh RTRWN. UU No.26 Tahun IUPHHK ] sejauh RTRW Provinsi. UU. No.26/ tind ih sejauh RTRW Kabupaten. UU. No.26/ Boleh tumpan g ketentuan: peruntukan peta RPJMN, dalam buku 1 RPJMN disebutkan mengenai sasaran peningkatan produksi kayu melalui IUPHHK - Perpres No. 2 Tahun 2015 IUPPHK ] - Buku 1 RPJMN ketentuan: tersebut sesuai peruntukannya pada RKP ketentuan berada di hutan produksi, produksi terbatas, dan produksi yang dapat dik onversi atau penutupan lahan hutan lahan kering yang tertera di peta penutup lahan. Walidata tin dih sejauh RTR KSN Apabila berada di dalam lindung hutan produksi ketentuan KSN Metropolitan. Walidata peta Perpres RTR KSN (ATR) Pedoman Penyusunan RTR KSN dalam Permen PU 15/PRT/M/2012 Boleh tump ang tind ih, selama wilayah petahanan berada pada hutan dan untuk daerah latihan dan instalasi militer. UU No. 26 Tahun Penjelasan Pasal 33 dan 34 PP No 68, apabila kegiatan mendukung dan menjaga fungsi daerah latihan militer dan instalasi militer dan daerah penyimpanan barang eksplosif dan berbahaya lainnya. Penjelasan Pasal 33, 34, dan 36 PP No 68, apabila umum. tumpang Izin Pemanfaatan ] Pasal 16 (4) Permen KP No 34 UU No. 26 Tahun, apabila umum hutan produksi terbatas, tetap dan yang dapat dikonversi. tumpang Izin Pemanfaatan ] Pasal 17 ayat (2) Permen KP No 34 UU No. 26 Tahun tu mpang UU No.26/ 3 Peta Tanaman Rakyat (HTR), minimal pada skala Overlap antara peta Tanaman Rakyat merupakan kesalahan topologis HTR Pasal 2 ayat (1) Permenhut Nomor P.55/Menhut- II/2011 KHDTK dapat ditetapkan setelah yang dimaksud dik eluarkan dari Areal Kerja yang telah dibebani izin hutan. Pasal 56 ayat (3) PP No. 12 Tahun 2010 Pasal 27 Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setje n/kum.1/10/2016 IUP Pertambangan dikec ualikan pada hutan yang dicadangkan HTR. Pasal 27 Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setje n/kum.1/10/2016 Pasal 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setje n/kum.1/6/2016. Kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi dapat dilakuk an pada areal HTR Pasal 12 ayat (2) Permen LHK P.50/Menlhk/Setje n/k um.1/6/2016 tumpang. HGU dapat diberikan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. Pasal 4 ayat (2) PP No.40 Tahun 1996 Pasal 11 ayat (1) PP No.16 Tahun 2004 Pasal 27 Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setje n/kum.1/10/2016 HPl harus berada di luar hutan atau di APL. Pasal 68 Permenag No.9 Pasal 6 PMA No.9 Tahun 1965 tum pang. HGB dapat diberikan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. Pasal 11 ayat (1) PP No.16 Tahun 2004 Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setje n/kum.1/10/2016 Izin Lokasi dapat dipergunakan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Permen ATR/BPN 5/2015 Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setje n/kum.1/10/2016 tumpang tind ih. Dilakukan pelepasan hutan ketentuan perundangundangan untuk menjadi lokasi Pasal 19 Ayat 2 PP No. 3. Masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan. Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna. Persebaran ] tumpan g HTR ] Boleh Tump ang Tindih: UU Nomor 41 tentang Kehutanan (Pasal 70), Permenhut Nomor P 23/MENHUT- II/ (Pasal 4) (tidak relevan) tumpang : Pasal 19 ayat (2) PP No. 3 Tahun 2014 Pasal 6 ayat (1) Permen LHK No. P.83/Menlhk/Setje n/kum.1/10/2016 Boleh tu mpang ketentuan: peruntukan pola ruang RT RWN pada hutan produksi UU No.26 Tahun HTR ] ketentuan: peruntukan pola ruang RTRW Provinsi pada hutan produksi UU. No.26/ tind ih sejauh RTRW Kabupaten. UU. No.26/ Boleh tumpan g ketentuan: peruntukan peta RPJMN, dalam Buku 1 RPJMN dibahas mengenai rencana pemulihan kesehatan DAS melalui pengemangan Tanaman Rakyat (HTR) - Perpres No. 2 Tahun 2015 HTR ] - Buku 1 RPJMN ketentuan: peruntukan peta RPJMN Perpres No. 2/2015 SK.KaBIG No.54 tahun 2015 (Irrelevant) tin dih sejauh RTR KSN UU No. 26 Tahun Walidata peta Perpres RTR KSN (ATR) Boleh tump ang tind ih, selama wilayah petahanan berada pada hutan dan untuk daerah latihan dan instalasi militer. UU. No. 26/, pola ruang budidaya hutan harus tumpang hutan Penjelasan Pasal 33 dan 34 PP No 68, apabila kegiatan mendukung dan menjaga fungsi daerah latihan militer dan instalasi militer dan daerah penyimpanan barang eksplosif dan berbahaya lainnya. Penjelasan Pasal 33, 34, dan 36 PP No 68, apabila umum. tumpang T anaman Rakyat] Pasal 16 (4) Permen KP No 34 Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setje n/kum.1/10/2016, apabila telah diterbitkan Izin Lokasi dan Iz in Pengelolaan kepada Masyarakat Lokal dan Mas yarakat Tradisional untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu HTR merupakan hutan tanaman pada hutan produksi (hutan produksi merupakan bagian ruang pada RZWP3K). tumpang Tanaman - Pas al 20 ayat (1) UU No 1 Tahun Pas al 17 ayat (2) Permen KP No 34 Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setje n/kum.1/10/2016 tu mpang Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setje n/kum.1/10/ Peta Tujuan Khusus, minimal pada skala Ov erlap antara peta Dengan Tujuan Khusus merupakan kesalahan topologis Walidata Walidata, ketentuan: Hanya pada KHDTK fungsi pokok sebagai Produksi dan Lindung ( kriteria dan jenis pertambangan yang sesuai) Pasal 3, Pasal 4 ayat (2) b, Pasal 5 ayat (1) Permen LHK P.50/Menlhk/Setje n/k um.1/6/2016 tumpang. HGU dapat diberikan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. Pasal 4 ayat (2) PP No.40 Tahun 1996 Pasal 11 ayat (1) PP No.16 Tahun 2004 untuk memperoleh hak pengelolaan, k awasan hutan harus dilepas terlebih dahulu s tatusnya oleh instansi yang berwenang. Hak Pengelolaan ], KHDTK dapat ditetapkan pada tanah yang dibebani hak pengelolaan oleh BUMN k etentuan tidak mengubah fungsi pokok hutan. [Walidata Peta KHDTK ] tumpang : Pasal 68 Permenag No.9 Pasal 4 Permen Agraria No.9 : Pasal 56 ayat (2) PP No.12 Tahun 2010 tum pang. HGB dapat diberikan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. Pasal 11 ayat (1) PP No.16 Tahun 2004 Izin Lokasi dapat dipergunakan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Permen ATR/BPN No.5 Tahun 2015 tumpang tind ih. Dilakukan pelepasan hutan ketentuan perundangundangan untuk menjadi lokasi Pasal 19 Ayat 2 PP No. 3 tumpan g. Dilakukan pelepas an hutan ketentuan perundangundangan untuk menjadi Pasal 19 Ayat 2 PP No. 3 Boleh tu mpang ketentuan: peruntukan pola ruang RT RWN UU No.26 Tahun KHDTK ] ketentuan: peruntukan pola ruang RTRW Provinsi UU. No 26/ tind ih sejauh RTRW Kabupaten. UU. No.26/ Boleh tumpan g ketentuan bahwa pertambangan berada sesuai arahan di Rencana Pembangunan Jangka Menengah UU. No.26 Tahun ketentuan: tersebut sesuai peruntukannya pada RKP Dengan Tujuan Khusus tin dih sejauh RTR KSN UU No. 26 Tahun Walidata peta Perpres RTR KSN (ATR) tumpang tin dih KHDTK] P enjelasan Pasal 33 PP No 68 T ahun 2014 (pengecualian untuk hutan di wilayah pertahanan adalah hutan produksi dan HTR) tumpang Tujuan Khusus] Penjelasan Pasal 33 PP No 68 (pengecualian untuk hutan di wilayah pertahanan adalah hutan produksi dan HTR), apabila umum. tumpang Dengan Tujuan Khusus] Pasal 16 (4) Permen KP No 34 Informasi walidata Peta Dengan Tujuan Khusus, apabila umum. tumpang Penetapan KHDTK] Pasal 17 (2) Permen KP No 34 Informasi walidata Peta Dengan Tujuan Khusus tu mpang Kawas an Dengan Tujuan Khusus 5 Peta Izin Usaha Pertambangan skala ketentuan satu WIUP bisa terdapat beberapa IUP diberikan untuk jenis mineral yang berbeda Note: Perlu dipertimbangkan mengenai sinkronisasi antara WUP RTRW Pasal 40 UU No. 4 Tahun 2009 Pasal 6 ayat (5) PP No. 23 Tahun 2010 memiliki PPLB (Perjanjian Penggunaan Lahan Bersama) yang diterbitkan SKK Migas Wilayah Kerja Migas * disertakan link nline.com/berita/ba ca/lt511e635d4093 f/perlu-koordinasiatasi-tumpang-kp-lahanproduksi om/read/ /436/587241/skkmigas-pemprovamankan-wilayahkerja tumpang. Apabila HGU sudah terbit terlebih dahulu dan IUP masih eksplorasi. Apabila HGU sudah terbit dan IUP sudah eksploitasi, mak a keduanya boleh tumpang, ketentuan menggunakan PPLB (Perjanjian Penggunaan Lahan Bersama) atau Surat Persetujuan dari ESDM/Pemda. SE Kepala BPN-RI 5/SE/VI/2014. HPL sesuai proposal y ang diajukan oleh pemohon HPl dan dimanfaatkan oleh pihak ke-3. Permenag No.9 Pasal 6 PMA No.9 Tahun 1965 Pasal 136, 137 UU No. 4 Tahun 2009 ketentuan pemilik HGB sama penerima IUP. PP no. 40/1996 PP no. 16/2004 Pasal 100 ayat (2) PP No.23 Tahun 2010 ketentuan IUP terbit setelah Izin Lokasi terbit. Apabila Izin Lokasi terbit setelah IUP terbit maka perlu ada persetujuan penggunaan lahan dari pemegang IUP. Pasal 11 Permen ATR/BPN 5/2015 Surat Edaran Nomor 5/SE/VI/2014 Nomor 5j tumpang tind ih. Pasal 24 UU No.15 Tahun Kegiatan usaha primer di meliputi usaha di bidang pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Pasal 110 Ayat 2 PP No. 3 Tahun 2014 Boleh tu mpang ketentuan merupakan bagian dari peruntukan pertambangan di dalam budidaya RTRWN, untuk pertambangan dalam hutan lindung, boleh diajukan IUP cara izin pinjam pakai, luasan maksimal 10% dari luas efektif setiap izin hutan - Pasal 63 PP No.26 Tahun Pasal 10 & 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setje n/kum.1/6/2016 ketentuan merupakan bagian dari peruntukan pertambangan di dalam budidaya RTRWP, untuk pertambangan dalam hutan lindung, boleh diajukan IUP cara izin pinjam pak ai, luasan maksimal 10% dari luas efektif setiap izin hutan Lampiran V Rencana Pola Ruang RTRWP dalam Permen PU No.15/PRT/M/2009 tind ih, ketentuan bahwa pertambangan berada sesuai arahan di Rencana Tata Ruang tersebut walidata Boleh tumpan g ketentuan bahwa pertambangan berada sesuai ketentuan peruntukan, dalam Buku 1 RPJMN dibahas mengenai rencana peningkatan tambang nasional Buku 1 RP JMN ketentuan bahwa pertambangan berada sesuai arahan pada RKP Walidata, ketentuan berada di penutupan lahan pertambangan atau APL. Analis is Tusk tin dih, ketentuan KSN non KAPET Pedoman Penyusunan RTR KSN dalam Permen PU 15/PRT/M/2012 tumpang tin dih A nalisis Tusk tumpang, apabila pengalokasian dan ruang ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kec il (sebagai bagian dari umum) Pasal 20 ayat (1) Permen KP No. 23/2016, apabila pengalokasian dan ruang ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (sebagai bagian dari umum) Pasal 20 ayat (1) Permen KP No. 23/2016 tin dih, apabila arahan pengalokasian dan ruang ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (s ebagai bagian dari umum) Rencana Tata Ruang Laut Nasional 6 Peta Wilayah Ker ja Migas skala tumpang Wilayah Kerja Migas tumpang. Catatan: apabila tidak sesuai diadakan penyelesaian penggunaan tanah pemegang hak atau ada rekomendasi dari ESDM/Pemda Pasal 62 PP No.35 Tahun 2004 Pasal 4 ayat (3) PP No.40 Tahun 1996 Pasal 34 ayat (1) UU No.22 Tahun HPl proposal yang diajukan oleh pemohon HPl dan dimanfaatkan oleh pihak ke-3. Permenag No.9 Pasal 6 PMA No.9 Tahun 1965 tum pang. PP no. 40/1996 PP no. 16/2004 tumpang tind ih. Pasal 24 UU No.15 Tahun 1997 tumpan g. Persebaran Boleh tu mpang sejauh RTRWN. Walidata peta PP RTRWN (ATR) ketentuan merupakan bagian dari peruntukan pertambangan migas di dalam budidaya RTRWP Lampiran V Rencana Pola Ruang RTRWP dalam Permen PU No.15/PRT/M/2009 tind ih, ketentuan bahwa pertambangan berada sesuai arahan di Rencana Tata Ruang tersebut walidata Boleh tumpan g ketentuan sesuai peruntukan, dalam Buku 1 RPJMN dibahas mengenai rencana peningkatan produksi dan migas Buku 1 RP JMN ketentuan bahwa pertambangan migas berada arahan di Rencana Tata Ruang tersebut Walidata, ketentuan berada di penutupan lahan pertambangan minyak dan gas atau APL. Analis is Tusk tin dih. Pertambangan migas merupakan termasuk strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi Pasal 5 ayat (5) (penjelasan) UU No. 26 Tahun Boleh tump ang tind ih, untuk daerah latihan militer dan ketentuan kegiatan usaha Migas telah memperoleh izin Penjelasan Pasal 33 PP No 68 T ahun 2014 Pasal 33 ayat 3 UU No. 22 Tahun 2001 ketentuan kegiatan usaha Migas telah memperoleh izin Pasal 33 ayat 3 UU No. 22 Tahun 2001, apabila pengalokasian dan ruang ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kec il (sebagai bagian dari umum) Pasal 20 ayat (1) Permen KP No. 23/2016, apabila pengalokasian dan ruang ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (sebagai bagian dari umum) Pasal 20 ayat (1) Permen KP No. 23/2016 Pasal 20 tin dih, apabila arahan pengalokasian dan ruang ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (s ebagai bagian dari umum) Rencana Tata Ruang Laut Nasional 7 Peta Hak G una Usaha, minimal pada skala Pasal 4 ayat (3) PP No.40 Tahun 1996 HGU harus berada di atas tanah negara bebas, k alau tidak sesuai maka harus ada pelepasan (misalnya dari masyarakat atau k awasan hutan) atau di-enclave. Pasal 4 ayat (3) PP No.40 Tahun 1996 Pasal 4 ayat (2) PMNA/KaBPN No.9 tum pang. HGU harus berada di atas tanah negara bebas, kalau tidak sesuai maka harus ada pelepasan (misalnya dari masyarakat atau hutan) atau di-enclave. Pasal 4 ayat (3) PP No.40 Tahun 1996 ketentuan: atas nama sama antara pemegang Izin Lokasi dan HGU, HGU harus di dalam Izin Lokasi. Pasal 9 ayat (2) Permen Agraria No. 5 Tahun 2015 tumpang tind ih, hak guna usaha diberikan atas tanah negara, dalam kasus lokasi transmigrasi di atas tanah negara dan dilekati oleh sesuatu hak atas tanah, maka hak tersebut harus diganti terlebih dahulu Pasal 19 ay at (1) PP No.3 Tahun 2014 tumpan g Persebaran Boleh tu mpang ketentuan: HG U berada di peruntukan perkebunan dan pertanian. UU No.26 Tahun HGU ] ketentuan: HGU berada di k awasan peruntukan perkebunan dan pertanian. UU 26/ tind ih, ketentuan: HGU berada di peruntukan perkebunan dan pertanian. UU 26/ Boleh tumpan g ketentuan: HGU berada di peruntukan perkebunan dan pertanian. Dalam Buku 1 RPJMN juga dibahas mengenai identifikasi tanah hak yang termasuk di dalamnya yaitu HGU - UU No.26 Tahun - Buku 1 RPJMN ketentuan: HGU berada di peruntukan perkebunan dan pertanian dan arahan RKP UU No.26 Tahun ketentuan: HGU berada di kebun sejenis, kebun campuran, ilalang/padang/se mak atau lahan kosong. Analis is Tusk tin dih, ketentuan: HGU berada di peruntukan perkebunan dan pertanian. ketentuan KSN Metropolitan UU 26/ Pedoman Penyusunan RTR KSN dalam Permen PU 15/PRT/M/2012 Boleh tump ang tind ih, untuk pangkalan militer. P enjelasan Pasal 32 PP No 68 T ahun 2014, kecuali sudah dikuasai militer, seperti di basis militer, dan gudang amunisi. Apabila kegiatan pertanian, perkebunan, atau perikanan tidak menimbulkan bahaya bagi operasional mobilitas pasukan kepentingan pertahanan angkatan darat dan udara. Penjelasan Pasal 32 PP No 68 tumpang, HGU hanya untuk perkebunan dan pertanian. Hak Guna Usaha], apabila umum. UU 27/ PP No. 40/1996 Pasal 16 (4) Permen KP No 34 tumpang, HGU hanya untuk perkebunan dan pertanian. Hak Guna Us aha], apabila umum. UU 27/ PP No. 40/1996 Pasal 17 (2) Permen KP No 34 tu mpang, HGU hanya untuk perkebunan dan pertanian. Pasal 14 PP No. 40/ Peta Hak Pengelolaan, minimal pada skala Permenag No.9 Pasal 6 PMA No.9 Tahun 1965 ketentuan adanya perjanjian penggunaan tanah dari pemegang HPl. Apabila HGB murni terbit lebih dahulu dari HPl, HGB ini harus dilepaskan atau di-enclave. Pasal 21 PP No.40 Tahun 1996 Pasal 22 ayat (2) PP No.40 Tahun 1996 Pasal 4 ayat (2) Permenag No.9 ketentuan: HPl yang akan diusahakan oleh pihak ke-3 harus ada Izin Lokasinya Pasal 69 Permenag No.9 PMNA/KBPN No.1 Tahun 2010 Harus tumpan g. Terhadap tanah untuk lokasi transmigrasi dilakukan permohonan hak pengelolaan Pasal PP No. 3 (Pasal 19) Permenag 9 Pasal 6 PMA 9 Tahun Terhadap tanah untuk transmigrasi dilakukan permohonan hak pengelolaan Pasal PP No. 3 (Pasal 19) Permenag 9 Pasal 6 PMA 9 Tahun 1965 Boleh tu mpang ketentuan: HP l berada di peruntukan yang pengusahaan HPl. - UU No.26 Tahun - Permenag No.9 - Pasal 6 PMA No.9 Tahun 1965 HPL ] ketentuan: HPl berada di k awasan peruntukan yang pengusahaan HPl. - UU No.26 Tahun - Permenag No.9 - Pasal 5 dan 6 PMA No.9 Tahun 1965 tind ih, ketentuan: HPl berada di peruntukan yang pengusahaan HPl. - UU No.26 Tahun - Permenag No.9 T ahun Pasal 5 dan 6 PMA No.9 Tahun 1965 Boleh tumpan g ketentuan: HPl berada di peruntukan yang pengusahaan HPl. - UU No.26 Tahun - Permenag No.9 - Pasal 5 dan 6 PMA No.9 Tahun 1965 ketentuan: HPl berada di peruntukan yang pengus ahaan HPl. - UU No.26 Tahun - Permenag No.9 - Pasal 5 dan 6 PMA No.9 Tahun 1965 (pasal ini hanya membahas mengenai kewenangan pemegang HPl) HPL ] ketentuan: HPl berada pada tutupan lahan yang pengusahaan HPl. Analis is Tusk tin dih, ketentuan: HPl berada di peruntukan yang pengusahaan HPl. UU 26/ Permenag 9/1999 PMA 9/1965 Pasal 69 Permen Agraria No 9 (pasal ini hanya menjelaskan mengenai lampiran dokumen permohonan HPl) Boleh tump ang tind ih, kecuali sudah dikuasai militer, seperti di basis militer, dan gudang amunisi. UU 26/, kecuali sudah dikuasai militer, seperti di basis militer, dan gudang amunisi. UU 26/ ketentuan: HPl pulau kecil diberikan kepada Pemprov, reklamasi dan tanah timbul kepada Pemkab/kot atau Kementerian KKP. Apabila sesuai pengalokasian dan ruang ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kec il Pasal 20 Permen KP No. 23/2016, apabila pengalokasian dan ruang ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (sebagai bagian dari umum) Pasal 20 Permen KP No. 23/2016 Pasal 20 [Disebutkan mengenai umum akan tetapi untuk RZWP3K secara umum] tin dih, apabila arahan pengalokasian dan ruang ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (s ebagai bagian dari umum) Rencana Tata Ruang Laut Nasional 9 Peta Hak G una Bangunan, minimal pada skala tum pang. Pasal 4 ayat (3) PP No.40 Tahun 1996 (pasal ini tentang HGU bukan HGB) ketentuan: atas nama sama antara pemegang Izin Lokasi dan HGB, HGB harus di dalam Izin Lokasi. Apabila tidak sesuai, maka dilakukan peralihan hak (jual-beli) atau dilepas menjadi tanah negara terlebih dahulu. Pasal 7 ayat (2) Permen Agraria No.2 Tahun 1993 Pasal 9 ayat (2) Permen Agraria No.5 Tahun 2015 tumpang tind ih. Tanah hak perorangan atau tanah Hak badan hukum yang akan diperuntukan bagi transmigrasi didahului pelepasan hak. Pada lokasi transmigrasi diberikan HPL dan hak milik untuk lahan usaha., HGB bisa diberikan di atas tanah HPL, HPL sendiri merupakan hak pengelolaan yang berada di lokasi transmigrasi Pasal 21 P P No. 3 Pasal 21 PP No. 40 Tahun 1996 Baca juga: nline.com/berita/ba ca/hol15833/ketera ngan-ahli--tidakada-tumpang-hpl--hgb dan Pasal 1 PP No. 40 Tahun 1996 yang menjelaskan mengenai HGB merupakan hak atas tanah dan HPL merupakan hak menguasai tumpan g. Pada lokasi transmigrasi diberikan HPl / Pemda., HG B bisa diberikan di atas tanah HPL, HPL sendiri merupakan hak pengelolaan yang berada di transmigrasi Persebaran Pasal 21 PP No. 40 T ahun 1996 Boleh tu mpang ketentuan: HG B berada di luar hutan. UU No.26 Tahun Pasal 21 PP No.40 Tahun 1996 PP No.16 Tahun 2004 HGB ] ketentuan: HGB berada pada tanahtanah yang disebutkan pada pasal 21 pp no.40 tahun 1996 dan berada di luar hutan Hak Guna Bangunan] UU No.26 Tahun Pasal 21 PP No.40 Tahun 1996 PP No.16 Tahun 2004 tind ih, ketentuan: HGB berada pada tanahtanah yang disebutkan pada pasal 21 pp no.40 tahun 1996 dan berada di luar hutan UU No.26 Tahun Pasal 21 PP No.40 Tahun 1996 PP No.16 Tahun 2004 Boleh tumpan g ketentuan: HGB berada pada tanahtanah yang disebutkan pada pasal 21 pp no.40 tahun 1996 dan berada di luar hutan Hak Guna Bangunan] UU No.26 Tahun Pasal 21 PP No.40 Tahun 1996 PP No.16 Tahun 2004 ketentuan: HGB berada pada tanahtanah y ang disebutkan pada pasal 21 pp no.40 tahun 1996 dan berada di luar hutan UU No.26 Tahun Pasal 21 P P No.40 Tahun 1996 PP No.16 Tahun 2004 ketentuan tutupan untuk pemukiman, perumahan, industri, kebun, tanah kos ong, padang/ilalang. PP No.40 Tahun 1996 PP No.16 Tahun 2004 tin dih, ketentuan: HGB berada di luar hutan. UU 26/ PP 40/1996 PP 16/2004 Pasal 34 Permen Agraria No 9 (pasal ini hanya menjelaskan mengenai lampiran dokumen permohonan HG B) Boleh tump ang tind ih, kecuali sudah dikuasai militer, seperti di basis militer, dan gudang amunisi. UU 26/ PP 40/1996 PP 16/2004, kecuali sudah dikuasai militer, seperti di basis militer, dan gudang amunisi. UU 26/, tapi terbatas penguasaan pulau secara keseluruhan, kepentingan umum karena pantai merupakan akses publik, dan sempadan pantai. Perlu koordinas i Pemda atau Pertimbangan Teknis untuk HGB besar. HGB bisa deiberikan pada tanah negara, tahan hak pengelolaan, dan tanah hak milik UU 27/ PP 40/1996 Pasal 21, tapi terbatas penguas aan pulau secara keseluruhan, kepentingan umum karena pantai merupakan akses publik, dan sempadan pantai. Perlu koordinasi Pemda atau Pertimbangan Teknis untuk HG B besar. HGB bisa deiberikan pada tanah negara, tahan hak pengelolaan, dan tanah hak milik UU 27/ Pasal 21 PP 40/1996 tin dih, tapi terbatas penguasaan pulau secara keseluruhan, kepentingan umum karena pantai merupakan akses publik, dan sempadan pantai. Perlu koordinasi Pemda atau Pertimbangan Teknis untuk HGB besar. HGB bisa deiberikan pada tanah negara, tahan hak pengelolaan, dan tanah hak milik UU 27/ Pasal 21 PP 40/ Peta Izin Lokasi, minimal pada skala tumpang Lampiran II Huruf A PerKa BPN 2/2011 Pasal 12 Permen ATR/BPN No.5 Tahun 2015 tumpang tind ih. PP 142/2015 PerKa BPN 2/2011 Permen ATR/BPN 5/2015 Pasal 2 (pasal ini tidak menyebutkan lokasi transmigrasi) Penjelasan Pasal 23 PP No.3 Tahun 2014 PP No.3 Tahun 2014 BAB III Penyediaan Tanah dan Pelayanan Pertanahan tumpan g. Persebaran Penjelasan Pasal 23 PP No.3 Tahun 2014 PP 142/2015 PerKa BPN 2/2011 Permen ATR/BPN 5/2015 Pasal 2 (pasal ini tidak menyebutkan lokasi transmigrasi) Boleh tu mpang ketentuan: Izin Lokasi berada di peruntukan yang tata ruang. - Pasal 19c Permenag No.9 - Pasal 3 Permen Agraria No 5 Tahun 2015 ketentuan: Izin Lokasi berada di peruntukan yang tata ruang. - Pasal 19c Permenag No.9 - Pasal 3 Permen Agraria No 5 Tahun 2015 tind ih, ketentuan: Iz in Lokasi berada di peruntukan yang tata ruang. - Pasal 19c Permenag No.9 T ahun Pasal 3 Permen Agraria No 5 T ahun 2015 Boleh tumpan g ketentuan: Izin Lokasi berada di peruntukan yang tata ruang. - Pasal 19c Permenag No.9 - Pasal 3 Permen Agraria No 5 Tahun Pasal 12 Permen ATR/BPN No.5 Tahun 2015 ketentuan: Izin Lokasi berada di peruntukan yang tata ruang. - Pasal 19c Permenag No.9 - Pasal 3 Permen Agraria No 5 Tahun Pasal 12 Permen ATR/BPN No.5 Tahun 2015 ketentuan: HGU berada di kebun sejenis, kebun campuran, ilalang/padang/se mak atau lahan kosong. Analis is Tusk tin dih, ketentuan: Izin Lokasi berada di peruntukan yang tata ruang. UU 26/ Permenag 9/1999 PMA 9/1965 Boleh tump ang tind ih, kecuali sudah dikuasai militer, seperti di basis militer, dan gudang amunisi. UU 26/ PP 40/1996 PP 16/2004, kecuali sudah dikuasai militer, seperti di basis militer, dan gudang amunisi. UU 26/ PP 40/1996 PP 16/2004, tapi terbatas penguasaan pulau secara keseluruhan, kepentingan umum karena pantai merupakan akses publik, dan sempadan pantai. Perlu koordinas i Pemda atau Pertimbangan Teknis. - Pasal 16 Permen KKP No 49 Tahun Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU No.1, apabila pengalokasian dan ruang ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (sebagai bagian dari umum) - Pas al 20 Permen KP No. 23/2016 [Disebutkan mengenai umum akan tetapi untuk RZWP3K secara umum] - Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU No.1 tin dih, apabila arahan pengalokasian dan ruang ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (s ebagai bagian dari umum) Rencana Tata Ruang Laut Nasional 16 Peta Persebaran Lokasi skala pada dasarnya lokasi transmigrasi harus bebas dari segala macam tumpang /peruntukan (Clear&Clean), akan tetapi harus RTRW dan tanah transmigrasi yg diperoleh diberikan Hak Pengelolaan untuk selanjutnya tanah yg tumpang tind ih. PP No.3 Tahun 2014 BAB III Penyediaan Tanah dan Pelayanan Pertanahan. Lokasi transmigrasi ses uai rencana perwujudan transmigrasi Pasal 7 ayat (2) P P No. 3. Pembangunan transmigrasi dilaksanakan berbasis yang memiliki keterkaitan sekitarnya membentuk suatu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah. - Pasal 1 dan Pasal 34 (4) PP No.3 - Penjelasan UU No.29 Tahun Pasal 1 Poin 6 UU No.29 Tahun 2009, dalam hal belum terdapat rencana tata ruang Perdesaan, Rencana disusun mengacu rencana tata ruang wilayah dan rencana rincinya Pasal 34 PP No.3 tind ih, dalam hal belum terdapat rencana tata ruang Perdesaan, Rencana K awasan disusun mengacu rencana tata ruang wilayah dan rencana rincinya Pasal 34 PP No.3 T ahun 2014 Boleh tumpan g ketentuan sesuai peruntukan, dalam Buku 1 RPJMN disebutkan mengenai pembangunan dan pengembangan transmigrasi - Persebaran Lokasi - Buku 1 RPJMN Pers ebaran Lokasi Transmigras i Persebaran Lokasi Trans migrasi tin dih, ketentuan KSN Metropolitan Persebaran Pedoman Penyusunan RTR KSN dalam Permen PU 15/PRT/M/2012 Pasal 6 PP No. 3 tumpang tin dih Persebaran ], kecuali berlokasi di daerah latihan militer dan memenuhi syaratsyarat tertentu seperti syarat jarak keamanan P enjelasan Pasal 33 PP No 68 T ahun 2014 P P No.3 Tahun 2014 BAB III P enyediaan Tanah dan Pelayanan P ertanahan tumpang Persebaran ], kecuali berlokasi di daerah latihan militer dan memenuhi syaratsyarat tertentu seperti syarat jarak keamanan Penjelasan Pasal 33 PP No 68 PP No.3 Tahun 2014 BAB III Penyediaan Tanah dan Pelayanan Pertanahan Persebaran Lokasi Persebaran Lokasi tin dih Persebaran Lokasi 17 Peta Persebaran Kaw asan skala tumpan g. Overlap antara peta merupakan kesalahan topologis. Pembangunan transmigrasi sesuai tata ruang wilayah. dapat ditetapkan sebagai strategis nasional, strategis provinsi, atau strategis kabupaten/kota. - Penjelasan UU No.29 Tahun Pasal 1 Poin 5 UU No.29 Tahun Pasal 6 PP No.3 Harus tum pang. Pembangunan transmigrasi sesuai tata ruang wilayah. dapat ditetapkan sebagai strategis nasional, strategis provinsi, atau strategis kabupaten/kota. - Pasal 1 Poin 5 UU No.29 Tahun Pasal 34 PP No.3 tind ih. Pembangunan transmigrasi sesuai tata ruang wilayah. dapat ditetapkan sebagai strategis nasional, strategis provinsi, atau strategis kabupaten/kota. - Pasal 1 Poin 5 UU No.29 Tahun Pasal 34 PP No.3 T ahun RKP Tahun 2016 merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun , Pasal 2 Perpres No.60 Tahun 2015 (referensi ini tidak menyebutk an mengenai hubungan RPJMN dan ). RKP Tahun 2016 merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun , Pasal 2 Perpres No.60 Tahun 2015 (referensi ini tidak menyebutkan mengenai hubungan RKP dan K awasan Transmigras i) tumpang apabila berada di luar penutupan lahan transmigras i Analis is Tusk tin dih, Pembangunan transmigrasi sesuai tata ruang wilayah. dapat ditetapkan sebagai strategis nasional, s trategis provinsi, atau s trategis kabupaten/kota. UU No. 29 Tahun 2009 (Penjelasan) Pasal 6 PP No. 3 tumpang tin dih Persebaran ], kecuali berlokasi di daerah latihan militer dan memenuhi syaratsyarat tertentu seperti syarat jarak keamanan P enjelasan Pasal 33 PP No 68 T ahun 2014 tumpang Persebaran ], kecuali berlokasi di daerah latihan militer dan memenuhi syaratsyarat tertentu seperti syarat jarak keamanan Penjelasan Pasal 33 PP No 68 Persebaran Persebaran tin dih Persebaran Kawas an 18 Peta PP RTRWN skala 1: , untuk peta antara pola ruang maupun antara struktur ruang harus sama, sedangkan untuk peta pola ruang dan struktur ruang yang tumpang harus dilihat ketentuan masingmasing pola maupun struktur ruang. Harus tum pang, penyusunan RTRWP harus mengacu kepada RTRWN Pasal 22 UU No.26 Tahun tind ih, penyusunan RTRWKab harus mengacu kepada RTRWP dan RTRWN Pasal 25 UU No.26 T ahun, RTRWN merupakan pedoman untuk penyusunan RPJMN - Pasal 3 PP No.26 Tahun Pasal 20 Ayat 2 UU No.26 Tahun PP RTRWN merupakan peta penunjang dalam Peta RKP berdasarkan catatan Klikik Fasilitasi Integrasi Walidata pada Klinik Fasilitasi Integrasi pada tanggal 25 Nov ember 2016 apabila tidak mengganggu yang ditetapkan RTRWN Analis is Tusk tin dih, RT RWN merupakan pedoman untuk penataan ruang s trategis nasional Pasal 3 PP No.26 Tahun 2008 Boleh tump ang tind ih, wilayah pertahanan merupakan salah satu wilayah dalam Strategis Nasional yang tertuang dalam RTRWN P asal 75 PP No.26 T ahun 2008, wilayah pertahanan merupakan salah satu wilayah dalam Strategis Nasional yang tertuang dalam RTRWN Pasal 75 PP No.26 Tahun 2008, karena RZWP3K mengacu kepada RTRWN Pasal 17 ayat (1) Permen KP No.23/2016 Harus tu mpang, karena RZWP3K mengacu kepada RTRWN Pasal 17 ayat (1) Permen KP No.23/2016 tin dih. 19 Peta Perda RTRW Provinsi skala 1: tum pang, antara satu peta RTRWP peta RTRWP lainnya tidak boleh tumpang tind ih, penyusunan RTRWKab harus mengacu kepada RTRWP dan RTRWN Pasal 25 UU No.26 T ahun Harus timpang, RTRWP akan menjadi pedoman penyusunan RPJMD, sedangkan RPJMD akan mengacu pada RPJMN Pasal Pasal 23 ayat 2 UU No.26 Tahun Perda RTRW Provinsi merupakan peta penunjang dalam Peta RKP berdasarkan catatan Klikik Fasilitasi Integrasi Walidata pada Klinik Fasilitasi Integrasi pada tanggal 25 Nov ember 2016 apabila tidak mengganggu yang ditetapkan RTRWP Analis is Tusk tin dih, KSP di dalam RTRWP dapat berhimpitan strategis nasional, namun harus memiliki kepentingan/kekhu susan yang berbeda serta harus ada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi yang jelas Rencana Pola Ruang RTRWP dalam Permen PU No.15/PRT/M/2009 Boleh tump ang tind ih, wilayah pertahanan merupakan salah satu wilayah dalam Strategis Provinsi yang tertuang dalam RTRWP Rencana Pola Ruang RTRWP dalam Permen PU No.15/PRT/M/2009, wilayah pertahanan merupakan salah satu wilayah dalam Strategis Provinsi yang tertuang dalam RTRWP Rencana P ola Ruang RTRWP dalam Permen PU No.15/PRT/M/2009, karena RZWP3K mengacu kepada RTRWN yang diacu RTRW Provinsi Pasal 17 ayat (2) Permen KP No.23/2016 Harus tu mpang, karena RZWP3K mengacu kepada RTRWN yang diacu RTRW Provinsi Pasal 17 ayat (2) Permen KP No.23/2016 tin dih. 20 Peta Perda RTRW Kabupaten skala dan Perda RTRW Kota skala 1: tum pang tin dih Harus timpang, RTRWK akan menjadi pedoman penyusunan RPJMD, sedangkan RPJMD akan mengacu pada RPJMN Pasal 25 Ayat 2 UU No.26 Tahun Peta Perda RTRW Kabupaten merupakan peta penunjang dalam Peta RKP berdasarkan catatan Klikik Fasilitasi Integrasi Walidata pada Klinik Fasilitasi Integrasi pada tanggal 25 Nov ember 2016 apabila tidak mengganggu yang ditetapkan RTRWK Analis is Tusk tin dih, starategis Kab/Kota di dalam RTRWKab/Kota mencantumkan deliniasi strategis nasional (bila ada) Rencana Pola Ruang RTRWKab dalam Permen PU No.16/PRT/M/2009 dan Rencana Pola Ruang RTRWK dalam Permen PU No.17/PRT/M/2009 Boleh tump ang tind ih, wilayah pertahanan merupakan salah satu wilayah dalam Strategis Kabupaten/Kota yang tertuang dalam RTRWKab/RTRW K Rencana Pola Ruang RTRWKab dalam Permen PU No.16/PRT/M/2009 dan Rencana Pola Ruang RTRWK dalam Permen PU No.17/PRT/M/2009, wilayah pertahanan merupakan salah satu wilayah dalam Strategis Kabupaten/Kota yang tertuang dalam RTRWKab/RTRW K Rencana P ola Ruang RTRWKab dalam Permen PU No.16/PRT/M/2009 dan Rencana Pola Ruang RTRWK dalam Permen PU No.17/PRT/M/2009, karena RZWP3K mengacu kepada RTRWN yang diacu RTRW Kab/kota Pasal 17 ayat (2) Permen KP No.23/2016 Harus tu mpang, karena RZWP3K mengacu kepada RTRWN yang diacu RTRW Kab/kota Pasal 17 ayat (2) Permen KP No.23/2016 tin dih. 21 Peta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional skala 1: , RPJMN berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah dalam menyusun RKP Pasal 2 Ayat 3 Perpres No.2 Tahun 2015 apabila tidak mengganggu yang ditetapkan RPJMN Analis is Tusk tin dih, ketentuan sesuai peruntukan, dalam Buku 2 RPJMN disebutkan mengenai rencana pengembangan s trategis nasional yang terdiri dari KEK, KAPET, KPBPB Buku 2 RPJMN Boleh tump ang tind ih, ketentuan sesuai peruntukan, dalam Buk u 2 RPJMN disebutkan mengenai rencana pengembangan pertahanan dan keamanan B uku 2 RPJMN ketentuan sesuai peruntukan, dalam Buku 2 RPJMN disebutkan mengenai rencana pengembangan pertahanan dan keamanan Buku 2 RPJMN ketentuan sesuai peruntukan, dalam buku 2 RP JMN disebutkan mengenai tata ruang yang salah satunya membahas tentang RZWP3K Buku 2 RPJMN ketentuan sesuai peruntukan, dalam buku 2 RPJMN disebutkan mengenai tata ruang yang salah satunya membahas tentang RZWP3K Buku 2 RPJMN tin dih, ketentuan sesuai peruntukan, dalam buku 1 RPJMN disebutkan mengenai peningkatan kualitas pelaksanaan penataan laut yang salah satunya yaitu RTR Laut Nasional Buku 1 RPJMN Peta RKP skala 1: Selama peruntukan lokasinya dalam Peta Penutup Lahan sesuai yang tertera dalam RKP Analis is Tusk tin dih. Peta Perpres RT R KSN merupakan peta penunjang dalam Peta RKP berdasarkan catatan Klikik Fasilitasi Integrasi Walidata pada Klinik Fasilitasi Integrasi pada tanggal 25 November 2016 Boleh tump ang tind ih, selama peruntukan lokasinya dalam RKP menjaga atau mendukung kegiatan wilayah pertahanan PP No. 68 Tahun 2014 Penjelasan P asal 33,34,dan 36, selama peruntukan lokasinya dalam RKP menjaga atau mendukung kegiatan wilayah pertahanan PP No. 68 Tahun 2014 Penjelasan Pasal 33,34,dan 36 Pemda dalam menyusun RZWP3K harus mengacu pada RTRWN, dan RTRWN merupakan pendukung dari RKP Pasal 17 ayat (1) Permen KP No.23/2016 Pemda dalam menyusun RZWP3K harus mengacu pada RTRWN, dan RTRWN merupakan pendukung dari RKP Pasal 17 ayat (1) Permen KP No.23/2016 tin dih, selama peruntukan lokasinya dalam RKP sejalan Rencana Tata Ruang Laut Nasional 23 Peta Penutup Lahan skala tumpang Analis is Tusk tin dih Boleh tump ang tind ih, selama Wilayah Pertahanan berada di wilayah cakupan Peta Punutup Lahan A nalisis Tusk, selama Wilayah Pertahanan berada di wilayah cakupan Peta Punutup Lahan, selama RZWP3K sesuai wilayah cakupan Peta Punutup Lahan, s elama RZWP3K sesuai wilayah cakupan Peta Punutup Lahan tin dih, selama Rencana T ata Ruang Laut sesuai wilayah cakupan Peta Punutup Lahan 24 Peta Perpres RTR KSN skala tu mpang. Walidata peta Perpres RTR KSN (ATR) tind ih, untuk Wilayah Pertahanan P edoman P enyusunan RTR K SN dalam P ermen PU 15/PRT/M/2012 (Tipologi KSN), untuk Wilayah Pertahanan Pedoman Penyusunan RTR KSN dalam Permen PU 15/PRT/M/2012 (Tipologi KSN), untuk Penyusunan RZWP3K yang terdiri dari Strategis Nasional Tertentu (KSNT). - Pedoman Penyusunan RTR KSN dalam Permen PU 15/PRT/M/ Pasal 18 ayat (4) Permen KP No.23 Tahun 2016 Harus tu mpang, untuk Penyusunan RZWP3K yang terdiri dari Strategis Nasional Tertentu (KSNT). - Pedoman Penyusunan RTR KSN dalam Permen PU 15/PRT/M/ Pas al 18 ayat (4) Permen KP No.23 Tahun 2016 tin dih, karena laut merupakan s trategis nasional. Pasal 1 Poin 13 Permen KP No. 23 Tahun Peta Wilayah Pertahanan skala 1: tumpang tin dih. A nalisis Tusk RZWP3K terdiri dari penetapan prioritas kawas an laut untuk tujuan konservasi, sosial budaya, ekonomi, transportasi laut, industri strategis, pertahanan dan keamanan (akan tetapi wilayah pertahanan harus menyesuaikan ruang) Pasal 18 ayat (4) Permen KP No.23/2016 [Rencana Bagian mengikuti Ketentuan umum RZWP3K] RZWP3K terdiri dari penetapan prioritas laut untuk tujuan konservasi, sosial budaya, ekonomi, transportasi laut, industri strategis, pertahanan dan keamanan (akan tetapi wilayah pertahanan harus menyesuaikan ruang) Pasal 18 ayat (4) Permen KP No.23/2016 [Renc ana Bagian mengikuti Ketentuan umum RZWP3K] tin dih Rencana Tata Ruang Laut Nasional ijin Menteri Pasal 24 ayat (2) PP No. 68 Tahun Peta Rinci Wilayah Pertahanan skala RZWP3K terdiri dari penetapan prioritas kawas an laut untuk tujuan konservasi, sosial budaya, ekonomi, transportasi laut, industri strategis, pertahanan dan keamanan (akan Pasal 18 ayat (4) Permen KP No.23/2016 [Rencana Bagian mengikuti Ketentuan umum RZWP3K] RZWP3K terdiri dari penetapan prioritas laut untuk tujuan konservasi, sosial budaya, ekonomi, transportasi laut, industri strategis, pertahanan dan keamanan (akan Pasal 18 ayat (4) Permen KP No.23/2016 [Renc ana Bagian mengikuti Ketentuan umum RZWP3K] tin dih Rencana Tata Ruang Laut Nasional 27 a. Peta RZWP3K Provinsi skala 1: tin dih, karena RZWP3K mengacu kepada Rencana Tata Ruang Laut Nasional Pasal 17 ayat (1) Permen KP No 23 Tahun b. Peta Bagian RZWP3K skala tin dih, karena RZWP3K mengacu kepada Rencana Tata Ruang Laut Nasional Pasal 17 ayat (1) Permen KP No 23 Tahun c. Peta Rencana Tata Ruang Laut Nasional skala 1: tu mpang. 30 Peta Lokasi Pelabuhan perikanan skala 31 a. Peta Sebaran Pelabuhan Umum skala 32 b. Peta Sebaran Pelabuhan Penyeberangan skala 33 c. Peta Sebaran Terminal Khusus skala 34 d. Peta Sebaran Bandara skala 35 e. Peta Sebaran Jaringan Rel dan Stasiun KA skala 36 a. Peta jaringan listrik skala 37 b. Peta sebaran lokasi gardu Induk skala 38 c. Peta lokasi Pembangkit Listrik skala 39 d. Peta sebaran Pembangkit Listrik skala 40 e. Peta Jar ingan Pipa Migas skala 41 f. Peta Jaringan Serat Optik, skala 42 a. Peta Jalan Nasional, Jalan Tol, Jalan Provinsi, dan Jalan Kabupaten skala Peta Hak Guna Bangunan, minimal p ada skala Peta Izin Lokasi, minimal pada skala Peta Penetapan (hasil Tata Batas), minimal pada skala Peta Izin Pemanfaatan (IUPHHK-HA, IUPHHK-HT & IUPHHK- RE), minimal pada skala Peta Tanaman Rakyat (HTR), minimal pada skala Peta Tujuan Khusus, minimal pada skala Peta Izin Usaha Pertambangan skala Peta Wilayah Kerja Migas skala Peta Hak Guna Usaha, minimal pada skala Peta Hak Pengelolaan, minimal pada skala Peta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional skala 1: Peta RKP skala 1: Peta Penutup Lahan skala Peta Perpres RTR KSN skala Peta Wilayah Pertahanan skala 1: Peta Rinci Wilayah Pertahanan skala Peta Persebaran Lokasi skala Peta Persebaran skala Peta PP RTRWN skala 1: Peta Perda RTRW Provinsi skala 1: Peta Perda RTRW Kabupaten skala dan Perda RTRW Kota skala 1: c. Peta Sebar an Term inal Khusus skala d. Peta Sebaran Band ara skala e. Peta Sebaran Jaringan Rel dan Stasiun KA skala a. Peta jaringan listrik skala b. P eta sebaran lokasi gardu Induk skala c. Peta lokasi Pembangkit Listrik skala a. Peta RZWP3K Provinsi skala 1: b. Peta Bagian RZWP3K skala c. Peta Rencana Tata Ruang Laut Nasional skala 1: Peta Lokasi Pelabuhan p erikanan skala a. Peta Sebaran Pelabuhan Umum skala b. P eta Sebaran Pelabuhan Pen yeberangan skala d. Peta sebaran Pembangkit Listrik skala e. Peta Jaringan Pipa Migas skala f. Peta Jaringan Serat Optik, skala IGT Kementerian Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi 1 Peta Penetapan (hasil Tata Batas), minimal pada skala Harus Semua IUPHHK harus berada dalam hutan produksi sesuai Peta Penetapan hutan catatan : areal IUPHHK dapat berada pada hutan sesuai penunjukkan namun belum ditetapkan/ditata batas Pasal 2 ayat (1) PermenLHK No. P.9/MenLHK- II/2015 Pasal 1 ayat (1), pasal 2 ayat (2) Permenhut No. P.43/menhut- II/2013. Hanya dapat dilakukan Pinjam Pakai pada Produksi dan/atau Lindung, luas maksimal 10% dari Total Luas Produksi/Lindung dalam sebuah Kab/Kota. Pasal 3 ayat (1) Pasal 4 ayat (2) b Pasal 5 ayat (1) Pasal 10 ayat (2) s/d ayat (6) & Pasal 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setje n/kum.1/6/2016 tumpang. HGU dapat diberikan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. Pasal 4 ayat (2) PP No.40 Tahun 1996 Pasal 11 ayat (1) PP No.16 Tahun 2004 tumpang. Dilakukan pelepasan hutan sesuai ketentuan perundangundangan untuk menjadi lokasi Pasal 19 Ayat 2 PP No. 3 Tahun 2014 Peta Persebaran Lokasi skala Peta Izin Pemanfaatan (IUPHHK-HA, IUPHHK-HT & IUPHHK-RE), minimal pada skala Peta Izin Usaha Pertambangan skala Peta Hak Guna Usaha, minimal pada skala Cuplikan Matriks Tumpang Tindih yang berisi ketentuan tumpang antara peta tematik serta acuan regulasinya IGT Kementerian Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi 1 Peta Penetapan (hasil Tata Batas), minimal pada skala, sejauh RTRWN baik itu untuk fungsi lindung maupun fungsi budidaya Pasal 52 & 63 PP No.26 Tahun 2008 sejauh RTRW Provinsi. UU. No.26/ sejauh RTRW Kabupaten. UU. No.26/ 2 Peta Izin Pemanfaatan (IUPHHK-HA, IUPHHK-HT & IUPHHK-RE ), minimal pada skala sejauh RTRWN. UU No.26 Tahun IUPHHK ] sejauh RTRW Provinsi. UU. No.26/ sejauh RTRW Kabupaten. UU. No.26/ Peta PP RTRWN skala 1: Peta Perda RTRW Provinsi skala 1: Peta Perda RTRW Kabupaten skala dan Perda RTRW Kota skala 1: status status IGT Kementerian Keterangan Referensi Keterangan Referensi 1 Peta Penetapan (hasil Tata Batas), minimal pada skala. Hanya dapat dilakukan Pinjam Pakai pada Produksi dan/atau Lindung, luas maksimal 10% dari Total Luas Produksi/Lindung dalam sebuah Kab/Kota. Pasal 3 ayat (1) Pasal 4 ayat (2) b Pasal 5 ayat (1) Pasal 10 ayat (2) s/d ayat (6) & Pasal 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setje n/kum.1/6/2016. Hanya dapat dilakukan Pinjam Pakai pada Produksi dan/atau Lindung, luas maksimal 10% daro total luas hutan Produksi/Lindung dalam sebuah Kab/Kota. Pasal 3 ayat (1) Pasal 4 ayat (2) b Pasal 5 ayat (1) Pasal 10 ayat (2) s/d ayat (6) & Pasal 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setje n/kum.1/6/2016 Peta Izin Usaha Pertambangan skala Peta Wilayah Kerja Migas skala 6 5 Cuplikan Matriks Tumpang Tindih Peta Perizinan Tambang Peta Penetapan Cuplikan Matriks Tumpang Tindih Peta RTRW Peta Penetapan ID-IGT Nama Peta Keterangan Referensi Rekomendasi tindak lanjut ketidaksesuaian Keterangan Referensi Rekomendasi tindak lanjut ketidaksesuaian Keterangan Referensi Rekomendasi tindak lanjut ketidaksesuaian 18 Peta PP RTRWN skala 1: (Penanggungjawab: Kementerian ATR/BPN). Dengan ketentuan: Batas pada RTRWN harus peta batas administrasi provinsi. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UU 26/, pengklasifikasian tata ruang dilakukan berdasarkan sistem, fungsi utama, wilayah administratif, kegiatan, dan nilai strategis. Hal ini menandakan potensi tumpang pada Peta Perda RTRW Provinsi dan Peta Perda RTRW Kab/Kota juga diperkenankan, sepanjang batas RTRW mengacu kepada peta batas administrasi. Pasal 4, 5 ayat (3), 19-21, 32 ayat (5) UU 26/; PP 8/2013; PP 13/2017 jo. PP 26/2008; Permendagri 76/2012. Perlu dilakukan penyesuaian terhadap batas pada PP RTRWN ketika memasuki proses revisi; Diperlukan adanya sinergitas dalam penggunaan satuan ukur.. Dengan ketentuan: Batas pada RTRWN harus peta batas administrasi kabupaten/kota. Pasal 4, 5 ayat (3), 34 UU 26/; PP 8/2013; PP 13/2017 jo. PP 26/2008; Permendagri 76/2012. Perlu dilakukan penyesuaian terhadap batas pada PP RTRWN ketika memasuki proses revisi.. Dengan ketentuan: Batas pada RTRWN harus peta batas administrasi desa. Pasal UU 26/; UU 6/2014; PP 8/2013; PP 13/2017 jo. PP 26/2008; Permendagri 76/2012; Permendagri 45/2016 Perlu dilakukan penyesuaian terhadap batas pada PP RTRWN ketika memasuki proses revisi. 19 Peta Perda RTRW Provinsi skala 1: (Penanggungjawab: Kementerian ATR/BPN). Dengan ketentuan: Batas pada RTRW Provinsi harus peta batas administrasi provinsi. Pasal 4, 5 ayat (3), UU 26/; PP 8/2013; PP 13/2017 jo. PP 26/2008; Permendagri 76/2012. Perlu dilakukan penyesuaian terhadap batas pada Perda RTRW Provinsi ketika memasuki proses revisi.. Dengan ketentuan: Batas pada RTRW Provinsi harus sesuai peta batas administrasi Kabupaten/Kota. Pasal 4, 5 ayat (3), 34 UU 26/; PP 8/2013; PP 13/2017 jo. PP 26/2008; Permendagri 76/2012. Perlu dilakukan penyesuaian terhadap batas pada Perda RTRW Provinsi ketika memasuki proses revisi.. Dengan ketentuan: Batas pada RTRW Provinsi harus sesuai peta batas administrasi desa. Pasal UU 26/; UU 6/2014; PP 8/2013; PP 13/2017 jo. PP 26/2008; Permendagri 76/2012; Permendagri 45/2016 Perlu dilakukan penyesuaian terhadap batas pada Perda RTRW Provinsi ketika memasuki proses revisi. 20 Peta Perda RTRW Kabupaten skala dan Perda RTRW Kota skala 1: (Penanggungjawab: Kementerian ATR/BPN). Dengan ketentuan: Batas pada RTRW Kabupaten/Kota harus sesuai peta batas administrasi provinsi. Pasal 4, 5 ayat (3), UU 26/; PP 8/2013; PP 13/2017 jo. PP 26/2008; Permendagri 76/2012. Perlu dilakukan penyesuaian terhadap batas pada Perda RTRW Kabupaten/Kota ketika memasuki proses revisi.. Dengan ketentuan: Batas pada RTRW Kabupaten/Kota harus peta batas administrasi Kabupaten/Kota. Pasal 4, 5 ayat (3), UU 26/; PP 8/2013; PP 13/2017 jo. PP 26/2008; Permendagri 76/2012. Perlu dilakukan penyesuaian terhadap batas pada Perda RTRW Kabupaten/Kota ketika memasuki proses revisi.. Dengan ketentuan: Batas pada RTRW Kabupaten/Kota harus peta batas administrasi desa. Pasal UU 26/; UU 6/2014; PP 8/2013; PP 13/2017 jo. PP 26/2008; Permendagri 76/2012; Permendagri 45/2016 Perlu dilakukan penyesuaian terhadap batas pada Perda RTRW Kabupaten/Kota ketika memasuki proses revisi. Peta Batas Administrasi Provinsi skala (Penanggungjawab: Kemendagri) 75 Peta Batas Administrasi Kabupaten/Kota skala (Penanggungjawab: Kemendagri) 76 Peta Batas Administrasi Desa/kelurahan skala 1: (Penanggungjawab: Kemendagri) 77 Cuplikan Matriks Tumpang Tindih Peta RTRW Peta Batas Administrasi Ilustrasi Matriks Tumpang Tindih untuk 85 x 85 peta tematik

9 Indikasi Kondisi Tumpang Tindih antar Peta Tematik Ilustrasi Kondisi Tumpang Tindih Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan di Pulau Kalimantan Ilustrasi Kondisi Tumpang Tindih Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan di Provinsi Kalimantan Timur Izin Usaha Pertambangan (IUP) Luas Total IUP Luas tumpang IUP Kaw. Total IUP ,19 Ha ,50 Ha a. Izin Operasi Produksi ,73 Ha ,01 Ha Sumber b. Izin : Eksplorasi Sekretariat Tim Percepatan Kebijakan ,46 Satu Peta, Ha ,50 Ha Kws Eksplorasi Eksploitasi Produksi Total Luas (Ha) HPK 37,723 21,480 59,203 HP 1,261, ,146 1,805,048 HPT 757, , ,403 HL 77,000 15,189 92,189 KSA/KPA 89,788 2,033 91,821 Total Luas (Ha) 2,224, ,572 2,918,664

10 Contoh Hasil Analisis Kondisi Peta Tatakan di Provinsi Kalimantan Timur Ketidaksesuaian RTRW Provinsi Batas Administrasi Ketidaksesuaian Batas Administrasi Ketidaksesuaian RTRW 10

11 Contoh Hasil Analisis Kondisi Peta Tatakan di Provinsi Kalimantan Timur Ketidaksesuaian RTRW Provinsi Batas Administrasi Ketidaksesuaian Batas Administrasi Ketidaksesuaian RTRW 11

12 Contoh hasil analisis kondisi Peta Tatakan di Provinsi Kalimantan Timur Ketidaksesuaian RTRW Provinsi Batas Administrasi SEBELUM INTEGRASI SETELAH INTEGRASI Jumlah Segmen Perda RTRW Luas Wilayah INFORMASI 13 segmen batas provinsi (4 definitif, 9 indikatif) 14 segmen batas kabupaten (5 definitif, 9 indikatif) Perda No. 01 Tahun 2016 tentang RTRW Provinsi Kalimantan Timur Tahun ± 12,911, ha IDENTIFIKASI ISU Keterangan Batas Administrasi Definitif Batas Administrasi Indikatif Peruntukan ruang yang melebihi batas administrasi (overshoot): ± 114, ha (Batas definitif: 0,70 ha dan Batas indikatif: ,45 ha) Adanya wilayah yang non peruntukan ruang (gap): ± 159, ha (Batas definitif: 3,25 ha dan Batas indikatif: ,65 ha)

13 Alur Penyelesaian Permasalahan Perda RTRW Batas Administrasi Analisis daya dukung lingkungan (dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan) oleh serta pertimbangan teknis Rekomendasi Penyesuaian Identifikasi overlap/gap pada Pola Ruang RTRW akibat penyesuaian Batas Administrasi Batas definitif? Ya RTRW sedang revisi? Ya 1 Penyesuaian RTRW Batas Administrasi dalam proses Revisi 1 pengaturan implikasi pada perizinan Tidak Tidak Luas perubahan Ya batas signifikan 2? Ya 2 Usulan percepatan proses revisi RTRW untuk penyesuaian Batas Administrasi penyelarasan perundangundangan dan pengaturan implikasi pada perizinan 1 Terhadap segmen batas yang masih indikatif pada waktu revisi RTRW, diharuskan untuk berkoordinasi wilayah yang berbatasan dalam menentukan peruntukan pola ruang. 2 Diperlukan adanya penentuan threshold untuk menilai signifikasi luasan perubahan batas 3 Pertimbangan urgensi dapat berupa adanya konflik pada perbatasan, maupun terkait sumber kekayaan alam pada perbatasan Tidak Terdapat urgensi Ya lainnya 3? Tidak Ya 3 Menunggu proses revisi untuk penyesuaian Batas Administrasi pengaturan implikasi pada perizinan; dapat berupa moratorium atau proses perizinan yang mengacu pada Rencana Tata Ruang di tingkat yang lebih tinggi (azas komplementer) Tindak lanjut: Diperlukan penajaman kriteria untuk penilaian signifikansi dan urgensi kondisi Diperlukan kajian tipologi kewenangan penerbitan izin Diperlukan pembahasan lebih lanjut terkait alternatif percepatan penyesuaian RTRW Batas Administrasi, serta perlakuan terhadap izin-izin eksisting

14 Alur Penyelesaian Permasalahan Perda RTRW Batas Administrasi Pengaturan Implikasi Pada Perizinan Analisis daya dukung lingkungan (dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan) serta pertimbangan teknis Rekomendasi Penyesuaian Identifikasi overlap/gap pada Pola Ruang RTRW akibat penyesuaian Batas Administrasi Batas definitif? Ya RTRW sedang revisi? Ya 1 Penyesuaian RTRW Batas Administrasi dalam proses Revisi pengaturan implikasi pada perizinan Waktu Waktu penyesuaian penyesuaian batas batas administrasi administrasi pada pada RTRW RTRW Perlakuan terhadap izin yang sedang dimohonkan di perbatasan yang perlu penyesuaian Perlakuan terhadap izin eksisting di perbatasan yang perlu penyesuaian Rekomendasi Rekomendasi Pelaksanaan Pelaksanaan Penyesuaian Penyesuaian RTRW RTRW Batas Batas Administrasi Administrasi Segera Segera dilakukan, sebagai sebagai bagian bagian dari dari proses proses revisi revisi yang yang sedang sedang berlangsung berlangsung 1. Pemberlakuan moratorium pemberian izin izin hingga hingga proses proses revisi revisi selesai, selesai, untuk untuk menghindari menghindari isu isu tumpang tumpang waktu di waktu yang yang akan akan datang datang 2. Proses penerbitan izin izin dilakukan dilakukan oleh oleh pemerintah pemerintah pada pada tingkat tingkat yang yang lebih lebih tinggi tinggi (perlu (perlu dilakukan dilakukan tipologi tipologi kewenangan kewenangan pemberi pemberi perizinan) perizinan) Apabila pola ruang yang baru, perlu ditinjau langkah penyesuaian terkait terkait perubahan batas batas administrasi. Langkah penyesuaian dapat berupa penerbitan kembali izin yang eksisting perubahan batas administrasi. Apabila tidak pola ruang yang baru, perlu dilakukan analisis regulasi, yurisprudensi, serta serta kronologi kronologi untuk untuk menentukan menentukan penyelesaian permasalahan. Berdasarkan analisis tersebut, berikut beberapa potensi penyelesian permasalahan. Apabila penerbitan izin peruntukan pola ruang yang berlaku pada saat itu, alternatif langkah penyelesaian permasalahan dapat berupa: Izin dibiarkan hingga masa berlaku habis, tanpa perpanjangan, atau atau Izin dibatalkan, memberikan realokasi atau atau kompensasi yang yang layak kepada pemegang izin izin Apabila penerbitan izin ditemukan tidak peruntukan produk yang berlaku pada saat itu, untuk izin yang diterbitkan tidak melalui prosedur yang benar, izin batal demi hukum untuk izin yang diterbitkan melalui prosedur yang benar namun terbukti tidak peruntukan pola ruang yang berlaku saat itu, izin dibatalkan oleh Pemerintah atau Pemerintah daerah, dan dan dapat dimintakan penggantian yang yang layak layak kepada kepada instansi instansi pemberi pemberi izin. izin.

15 Contoh Hasil Analisis Kondisi Peta Tatakan di Provinsi Kalimantan Timur Ketidaksesuaian RTRW Provinsi Batas Administrasi Ketidaksesuaian Batas Administrasi Ketidaksesuaian RTRW 15

16 Contoh hasil analisis kondisi Peta Tatakan di Provinsi Kalimantan Timur Ketidaksesuaian Batas Administrasi dan Batas Administrasi Jumlah Segmen SK Luas INFORMASI 13 segmen batas provinsi (4 definitif, 9 indikatif) 14 segmen batas kabupaten (5 definitif, 9 indikatif) SK No.718/Menhut- II/2014, Kws di Provinsi Kaltim ( kaltara) ± ha ( Kaltara) PENYELESAIAN mengikuti batas adminsitrasi yang ditetapkan Kemendagri. Perubahan/pergeseran batas administrasi tidak berimplikasi pada perlunya perubahan hutan, sejauh tidak ada perubahan fungsi hutan. IDENTIFIKASI ISU Perbedaan Batas Indikatifk Keterangan Batas Administrasi Definitif Batas Administrasi Indikatif Perbedaan Batas Definitif Belum di Integrasikan Batas Wilayah

17 Contoh Hasil Analisis Kondisi Peta Tatakan di Provinsi Kalimantan Timur Ketidaksesuaian RTRW Provinsi Batas Administrasi Ketidaksesuaian Batas Administrasi Ketidaksesuaian RTRW 17

18 Contoh hasil analisis kondisi Peta Tatakan di Provinsi Kalimantan Timur Ketidaksesuaian RTRW (1/2) IDENTIFIKASI ISU Produksi Terbatas seluas ±20.672,68 ha (SK Penunjukan No 529/Menhut-II/2012) pola ruang sebagai Lindung pada RTRW (2016) - kabupaten MahakamUlu Legenda Batas Administrasi Legenda pada RTRW ( Lindung, KSA/KPA, dan Produksi) Legenda Batas Administrasi Legenda Ketidaksesuaian RTRW pada ( Lindung danrtrw Budidaya) Batas Administrasi Administrasi Batas ( Lindung, KSA/KPA, dan Produksi) pada pada RTRW RTRW Areal Penggunaan Lain Ketidaksesuaian ( Lindung, Lindung,RTRW KSA/KPA, dan Produksi) Produksi) ( KSA/KPA, dan ( Lindung dan Budidaya) KonservasiRTRW Ketidaksesuaian RTRW Ketidaksesuaian Penunjukan ( Lindung dan Budidaya) ( Lindung dan Budidaya) Areal Lain Penggunaan Lindung ArealKonservasi Penggunaan Lain Lain Areal Penggunaan Produksi Lindung Konservasi Konservasi Skala 1: Produksi Lindung Lindung Produksi Produksi

19 Contoh hasil analisis kondisi Peta Tatakan di Provinsi Kalimantan Timur Ketidaksesuaian RTRW (2/2) Pola Ruang RTRWP HPK HP HPT HL KSA/KPA ,615 Lindung Cagar Alam Dan Cagar Alam Laut ,675 Lindung 73 4,939 29,274 6,957,205 6,320 Lindung Lainnya 37 Suaka Alam 3,077 2,321 4,562 2,047 1,582,837 Suaka Alam Laut Dan Perairan Lainnya 0 6 1,553 Suaka Alam, Pelestarian Alam, Dan Cagar Budaya ,710,417 Suaka Margasatwa Dan Suaka Margasatwa Laut 11,013 Taman Raya ,356 Taman Nasional Dan Taman Nasional Laut ,472 1,161,385 Taman Wisata Alam Dan Taman Wisata Alam Laut 31,847 Budidaya Produksi Terbatas 689 7,861 10,531,903 5,481 4,169 Produksi Tetap 79,560 10,696,862 27,161 2, Produksi Yang Dapat Dikonversi 2,608,635 3, ,537 3,817 Budidaya 8,395 10, ,399 Danau 1,016 Pariwisata Perikanan 28 6, Perkebunan 17,412 54,345 13,062 2,996 1,517 Permukiman Pertambangan 13 Pertanian Peruntukan Industri Peruntukan Lainnya 20 Peruntukan Pertambangan 1 Sungai 511 5,048 3,032 2,588 1,508 Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Bawahannya 4 Pertanian Hortikultura 1 2, Pertanian Pangan Lahan Basah 2 0 5,914 Pertanian Pangan Lahan Kering Tubuh Air 19,377 15,955 9,977 4,913 8,254 Zona Ekonomi Eksklusif 8 1,107 2, Tumpang Tindih Pola Ruang Lindung di RTRW Provinsi Fungsi Produksi 2. Tumpang Tindih Pola Ruang Budidaya di RTRW Provinsi Fungsi Lindung dan Konservasi 3. Perbedaan Pola Ruang RTRW Provinsi pada fungsi yang sama *Diluar holding zone/outline

20 Terdapat indikasi kebutuhan harmonisasi terkait kesesuaian RTRW UU No. 41/1999 tentang Kehutanan Pasal 15 ayat 2 UU No. 41 tentang Kehutanan Pengukuhan hutan dilakukan memperhatikan rencana tata ruang wilayah. diakomodasi RTRW PP No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Pasal 31 ayat 2 PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Perubahan peruntukan dan fungsi hutan serta penggunaan hutan selanjutnya diintegrasikan dalam perubahan rencana tata ruang wilayah. diakomodasi RTRW

21 Pemanfaatan Produk PKSP dalam menentukan rekomendasi penyesuaian RTRW dan : Analisis daya dukung lingkungan Dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan, dapat dirumuskan rekomendasi penyelesaian permasalahan RTRW PERENCANAAN KAWASAN PERMUKIMAN ILUSTRASI Berdasarkan hasil analisis daya dukung lingkungan, lahan kriteria berikut cocok untuk dijadikan sebagai permukiman. Kemiringan lereng : 0 40% Posisi jalur patahan : tidak ada pengaruh / ada pengaruh Koefisien kembang kerut tanah : 0,001 0,9 Kematangan gambut : tidak ada/ringan PERENCANAAN KAWASAN PERTANIAN Berdasarkan hasil analisis daya dukung lingkungan, lahan kriteria berikut cocok untuk dijadikan sebagai pertanian lahan basah. Temperatur : o C Curah hujan/tahun : >800 mm Drainase tanah : sedang / baik / terhambat Kematangan gambut : saprik / hemik Ketebalan gambut : cm ph tanah : 5,5 8,5 Batuan permukaan : 0 40 % Kemiringan lereng : <15 Peta tematik (IGT) sebagai bahan pertimbangan IGT Morfologi Sistem Lahan IGT Hari Hujan dan Curah Hujan IGT Potensi Energi Matahari IGT Lahan Gambut IGT Geologi

22 Alur Penyelesaian Permasalahan Isu Tumpang Tindih berdasarkan Permintaan Pemerintah Daerah dan Kementerian/Lembaga

23 Keluaran Alur Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah dan K/L Analisis Kesiapan Peta Tatakan dan Analisis Regulasi Dasar Penentuan Tumpang Tindih IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PRIORITISASI PERMASALAHAN ANALISIS PERMASALAHAN PENYELESAIAN PERMASALAHAN Kementerian/Lembaga dan/atau Pemerintah Daerah melakukan identifikasi isu tumpang dan menyampaikan permohonan fasilitasi penyelesaian permasalahan kepada Tim PKSP Prioritisasi permasalahan dilakukan berdasarkan penilaian urgensi dan dampak permasalahan 1. Pengumpulan dan uji tuntas data dukung 2. Analisis Hukum 3. Analisis daya dukung & rekomendasi teknis 1. Implementasi langkah debottlenecking 2. Pemantauan implementasi keputusan Kumpulan hasil identifikasi isu tumpang Isu tumpang prioritas Rekomendasi penyelesaian permasalahan Keputusan dan penyesuaian dokumen terkait

24 Keluaran Alur Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih: Identifikasi Permasalahan IDENTIFIKASI PERMASALAHAN Contoh penyampaian isu tumpang dari Pemerintah Daerah: Gubernur Kaltim menyampaikan identifikasi isu tumpang di wilayahnya kepada Tim PKSP melalui teleconference pada Rakornas tanggal 26 Oktober Kementerian/Lembaga dan/atau Pemerintah Daerah melakukan identifikasi isu tumpang dan menyampaikan permohonan fasilitasi penyelesaian permasalahan kepada Tim PKSP Contoh ilustrasi tumpang yang dilaporkan Pemprov Kaltim antara IUP Konservasi IDENTIFIKASI ISU IUP EKSPLORASI PKP2B (2011) diterbitkan di Konservasi (SK Penetapan di ) Lokasi : Kutai Timur Luas tumpang : ± 88, ha Keterangan IUP Jenis : PKP2B Eksplorasi Batubara No. SK : 598.K/30/DJB/2011 Tanggal Izin Diberikan : 27 Februari 2011 Tanggal Izin Berakhir : N/A Keterangan Fungsi : Taman Nasional No. SK Penunjukan : 718/Menhut-II/2014 No. SK Penetapan : SK.4194/Menhut-VII/KUH/2014 Nama Penetapan : TN Kutai Kumpulan hasil identifikasi isu tumpang Produksi Lindung Legenda Batas Administrasi Provinsi Tumpang Tindih IUP Batubara Areal Penggunaan Lain Lindung Dari ± 88, ha IUP Eksplorasi pada Taman Nasional di Provinsi Kalimantan Timur, seluruhnya merupakan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang diterbitkan oleh Menteri, dan sebagian besar berada di hutan yang telah ditetapkan. Produksi Konservasi

25 Keluaran Alur Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih: Analisis Kesiapan Peta Tatakan dan Analisis Regulasi Dasar (1/2) Analisis Kesiapan Peta Tatakan dan Analisis Regulasi Dasar Penentuan Tumpang Tindih PRIORITISASI PERMASALAHAN Prioritisasi permasalahan dilakukan berdasarkan penilaian urgensi dan dampak permasalahan Analisis kesiapan peta tatakan dilakukan meninjau beberapa aspek terkait peta tatakan antara lain: Jumlah segmen batas definitif dan indikatif di wilayah terkait Usia Perda RTRW terkait dan status pelaksanaan Peninjauan Kembali atau Revisi RTRW Analisis regulasi dasar penentuan tumpang dilakukan mengidentifikasi ketentuan tumpang antar peta-peta tematik berdasarkan yang ada Ilustrasi contoh hasil analisis regulasi dasar dalam bentuk matriks tumpang, yang mendokumentasikan ketentuan tumpang antar peta, yang dapat berupa: 1. ; 2. syarat tertentu; atau 3. Peta Penetapan (hasil Tata Batas), minimal pada skala Peta Izin Pemanfaatan (IUPHHK-HA, IUPHHK-HT & IUPHHK-RE ), minimal pada skala 5 Peta Izin Usaha Pertambangan skala Keterangan Referensi Keterangan Referensi Keterangan Referensi. Pasal 3 ayat (1). Pasal 3 ayat (1) tumpang Pasal 4 ayat (2) PP Pasal 4 ayat (2) b Pasal 4 ayat (2) b. No.40 Tahun 1996 Pasal 5 ayat (1) Pasal 5 ayat (1) Pasal 11 ayat (1) Pasal 10 ayat (2) s/d Pasal 10 ayat (2) s/d HGU dapat diberikan PP No.16 Tahun ayat (6) & Pasal 12 ayat (6) & Pasal 12 apabila hutan 2004 Permen LHK Permen LHK sudah dilepas statusnya. P.50/Menlhk/Setjen/ P.50/Menlhk/Setjen/ Kum.1/6/2016 Kum.1/6/2016 Hanya dapat dilakukan Pinjam Pakai pada Produksi dan/atau Lindung, luas maksimal 10% dari Total Luas Produksi/Lindung dalam sebuah Kab/Kota.. Hanya dapat dilakukan pinjam pakai pada areal IUPHHK-HA atau IUPHHK-HTI ketentuan: luasan maksimal 10% dari luas areal efektif, IUPHHK-HA & IUPHHK- HT Pasal 10 & 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setjen/ Kum.1/6/ Peta Wilayah Kerja Migas skala Peta Hak Guna Usaha, minimal pada skala Hanya dapat dilakukan Pinjam Pakai pada Produksi dan/atau Lindung, luas maksimal 10% daro total luas hutan Produksi/Lindung dalam sebuah Kab/Kota. Hanya dapat dilakuan pinjam pakai pada seluruh areal IUPHHK. Pasal 10 & 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setjen/ Kum.1/6/2016 Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. tumpang. HGU dapat diberikan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. Pasal 4 ayat (2) PP No.40 Tahun 1996 Pasal 11 ayat (1) PP No.16 Tahun 2004 Pasal 4 Permen Agraria No.9 Tahun 1999 Isu tumpang prioritas Peta Tanaman Rakyat (HTR), minimal pada skala tumpang. IUP Pertambangan dikecualikan pada hutan yang dicadangkan HTR. Pasal 27 Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setjen/ Kum.1/10/2016 Pasal 12 Permen LHK P.50/Menlhk/Setjen/ Kum.1/6/2016. Kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi dapat dilakukan pada areal HTR Pasal 12 ayat (2) Permen LHK P.50/Menlhk/Setjen/ Kum.1/6/2016 tumpang. HGU dapat diberikan apabila hutan sudah dilepas statusnya. Catatan: Tindak lanjut penyesuaian dapat dilakukan misal melalui kebijakan Reforma Agraria. Pasal 4 ayat (2) PP No.40 Tahun 1996 Pasal 11 ayat (1) PP No.16 Tahun 2004 Pasal 27 Permenlhk No. P.83/Menlhk/Setjen/ Kum.1/10/2016

26 Keluaran Alur Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih: Analisis Kesiapan Peta Tatakan dan Analisis Regulasi Dasar (2/2) Ilustrasi contoh hasil analisis regulasi dasar dalam bentuk pengembangan panduan identifikasi isu tumpang antar peta hutan dan Peta Izin Usaha Pertambangan (IUP) Analisis Kesiapan Peta Tatakan dan Analisis Regulasi Dasar Penentuan Tumpang Tindih Identifikasi Isu Tumpang Tindih IUP pada Identifikasi tumpang Konservasi Lindung Produksi PRIORITISASI PERMASALAHAN Prioritisasi permasalahan dilakukan berdasarkan penilaian urgensi dan dampak permasalahan Isu Tumpang Tindih Konservasi: 1. Suaka Alam: Cagar Alam dan Suaka Margasatwa; 2. Pelestarian Alam: Taman Nasional, Taman Raya dan Taman Wisata Alam; 3. Taman Buru PP No. 44/2004 Pasal 24 Ada IPPKH? Ya Penambangan Bawah Tanah? Tidak Izin pada Kepres 41/2004? Tidak Isu Tumpang Tindih Tidak Ya Ya Bukan Isu Bukan Isu Izin Diciutkan Tidak Ada IPPKH? q IUPHHK-RE/HTR? q IUPHHK PHPL Baik? q Daerah penyangga yang berbatasan langsung Konservasi sejauh 500 m? q Ditetapkan sebagai lindung pada areal IUPHHK? q Telah mendapat persetujuan Menteri/merupakan proyek strategis kerjasama antar Pemerintah? q Perpanjangan/penambahan areal IPPKH yang telah ada? q IPPKH kegiatan eksplorasi sebelum Permen 50/2016? q Jalan angkut tambang? q Tidak mengganggu kelestarian dan kelanjutan usaha Pemanfaatan Hasil Kayu 1? Ya Ya Tidak Tidak Ya Bukan Isu Bukan Isu Isu tumpang prioritas 1) Berdasarkan hasil penilaian oleh Tim yang dikoordinasikan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi KLHK Sumber: Permen LHK No 50/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Isu Tumpang Tindih Hal 11

27 Keluaran Rendah Urgensi Sedang Tinggi Alur Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih: Prioritisasi Permasalahan Tumpang Tindih Ilustrasi Prioritisasi Permasalahan Tumpang Tindih berdasarkan penilaian urgensi dan dampak permasalahan Analisis Kesiapan Peta Tatakan dan Analisis Regulasi Dasar Penentuan Tumpang Tindih PRIORITISASI PERMASALAHAN Prioritisasi permasalahan dilakukan berdasarkan penilaian urgensi dan dampak permasalahan Kriteria Penilaian Urgensi: Sumber daya alam yang bernilai strategis Potensi konflik Arahan strategis Presiden/Pemeringah Kriteria Penilaian Dampak Permasalahan: Luasan tumpang Dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan Dampak Rendah Sedang Tinggi Isu tumpang prioritas Tindak lanjut: Dapat dilakukan penajaman atau penyesuaian kriteria untuk penilaian urgensi dan dampak permasalahan untuk menentukan prioritisasi permasalahan tumpang

28 Keluaran Alur Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih: Analisis Permasalahan Tumpang Tindih ANALISIS PERMASALAHAN Analisis hukum permasalahan tumpang dilakukan mempertimbangkan aspek: Regulasi Analisis regulasi menjadi prioritas dalam penyelesaian masalah. Melalui analisis regulasi, dilakukan penelaahan terhadap acuan regulasi untuk penyelesaian permasalahan. Yurisprudensi Analisis yurisprudensi menelaah keputusan-keputusan terdahulu atas permasalahan yang relevan dan dapat dijadikan acuan. Kronologi Analisis kronologi mempertimbangkan penyelesaian permasalahan berdasarkan kronologis permasalahan tumpang antar muatan peta tematik. 1. Pengumpulan dan uji tuntas data dukung 2. Analisis Hukum 3. Analisis daya dukung & rekomendasi teknis Contoh pengembangan hasil analisis pengembangan panduan penyelesaian tumpang IUP pada Alur Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih IUP pada Isu Tumpang Tindih IUP diterbitkan sebelum SK Alternatif langkah penyelesaian permasalahan dapat berupa: Izin dibiarkan hingga masa berlaku habis, tanpa memperbolehkan adanya perpanjangan, atau Izin disesuaikan, antara lain pengurusan IPPKH Catatan: Untuk melengkapi analisis, perlu dilakukan pengecekan lapangan dan pemeriksaan terhadap prosedur yang dilaksanakan dan dokumen persyaratan (Studi Kelayakan, AMDAL) IUP diterbitkan setelah SK Alternatif rekomendasi: Izin batal demi hukum/penyelesaian melalui jalur hukum Izin diciutkan Rekomendasi penyelesaian permasalahan Hal 13

29 Keluaran Alur Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih: Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih Proses Penyelesaian Permasalahan Ilustrasi PENYELESAIAN PERMASALAHAN 1. Implementasi langkah debottlenecking 2. Pemantauan implementasi keputusan Keputusan dan penyesuaian dokumen terkait IMPLEMENTASI LANGKAH DEBOTTLENECKING Implementasi langkah Debottlenecking mencakup: Koordinasi penyelesaian permasalahan K/L dan Pemda; serta Pengambilan keputusan PEMANTAUAN IMPLEMENTASI KEPUTUSAN Contoh: Hasil Keputusan Rapat Debottlenecking Pengadaan Tanah untuk Proyek Infrastruktur Prioritas Menjalankan upaya debottlenecking berdasarkan langkah yang telah dipilih Berkoordinasi para pemangku kepentingan untuk menjalankan langkah debottlenecking, seperti penyelenggaraan rapat penyelesaian isu strategis Melakukan penyesuaian dan penyempurnaan langkah debottlenecking berdasarkan perkembangan penyelesaian isu

30 Keluaran Alur Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih: Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih PENYELESAIAN PERMASALAHAN Proses Penyelesaian Permasalahan IMPLEMENTASI LANGKAH DEBOTTLENECKING Ilustrasi Melakukan pemantauan terhadap penyesuaian peta tematik dan produk terkait lainnya melalui platform Sistem Pemantauan Kantor Staf Presiden untuk dinilai realisasinya secara berkala 1. Implementasi langkah debottlenecking 2. Pemantauan implementasi keputusan PEMANTAUAN IMPLEMENTASI KEPUTUSAN Implementasi langkah Debottlenecking mencakup penyesuaian shapefile dan dokumen legal (jika diperlukan) hasil keputusan penyelesaian permasalahan Keputusan dan penyesuaian dokumen terkait Mengambil langkah solutif secepatnya bila terdapat hambatan pada progres implementasi atau penyesuaian peta tematik dan produk terkait Mendokumentasikan seluruh analisis dan proses debottlenecking sebagai pembelajaran untuk masa mendatang

HASIL PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA 2016 DAN RENCANA AKSI KEBIJAKAN SATU PETA 2017

HASIL PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA 2016 DAN RENCANA AKSI KEBIJAKAN SATU PETA 2017 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN HASIL PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA 2016 DAN RENCANA AKSI KEBIJAKAN SATU PETA 2017 SEKRETARIAT TIM PKSP-2017 HASIL PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA TAHUN 2016

Lebih terperinci

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK Lien Rosalina KEPALA PUSAT PEMETAAN & INTEGRASI TEMATIK BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Workshop One Data GHG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SATU PETA DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN SATU PETA DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN SATU PETA DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN IKLIM PUSAT PEMETAAN INTEGRASI TEMATIK Badan Informasi Geospasial Workshop Nasional Menterjemahkan Transparency Framework Persetujuan Paris

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SATU PETA. Pelaksanaan Percepatan Kebijakan Satu Peta. Rapat Koordinasi Nasional. Jakarta, 27 April 2016

KEBIJAKAN SATU PETA. Pelaksanaan Percepatan Kebijakan Satu Peta. Rapat Koordinasi Nasional. Jakarta, 27 April 2016 KEBIJAKAN SATU PETA Pelaksanaan Percepatan Kebijakan Satu Peta Rapat Koordinasi Nasional Jakarta, 27 April 2016 Pentingnya Kebijakan Satu Peta TUJUAN 1 MANFAAT STANDAR REFERENSI BASIS DATA GEO-PORTAL SEBAGAIDACUANDUNTUK:

Lebih terperinci

Rakornas IG, Jakarta, 27 April 2016

Rakornas IG, Jakarta, 27 April 2016 KEBIJAKAN SATU P ETA (Perpres No. 9/2016) - Teknis Implementasi Renaksi Kebijakan Satu Peta - RKP Tahun 2017 UNTUK 19 K/L Rakornas IG, Jakarta, 27 April 2016 BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Ruang Lingkup Kebijakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN SOLUSI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UNTUK KEGIATAN NON KEHUTANAN Disampaikan oleh : Kementerian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TEKNIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA

KEBIJAKAN TEKNIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA KEBIJAKAN TEKNIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA NURWADJEDI Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Selaku Wakil Sekretaris 2 Tim Nasional Percepatan Kebijakan Satu Peta Rakortek Pokja IGT Tahap I,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja. Tenaga Pendukung Teknis Analis Hukum Bidang Penataan Ruang

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja. Tenaga Pendukung Teknis Analis Hukum Bidang Penataan Ruang KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Kerangka Acuan Kerja Tenaga Pendukung Teknis Analis Hukum Bidang Penataan Ruang TAHUN ANGGARAN 2018 1 I. LATAR BELAKANG Pentingnya aspek kewilayahan dalam pembangunan

Lebih terperinci

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SATU PETA. Program Implementasi Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta

KEBIJAKAN SATU PETA. Program Implementasi Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta KEBIJAKAN SATU PETA Program Implementasi Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Jakarta, 7 April 06 Ringkasan Konsep Kebijakan

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu-

REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu- ASISTEN DEPUTI URUSAN PENATAAN RUANG DAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL Jakarta, 12 Februari 2014 Pengembangan

Lebih terperinci

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Dr,Ir. Subandono Diposaptono, MEng Direktur Perencanaan Ruang Laut Hp. 081585659073 Disampaikan Pada : FGD Reklamasi FB ITB Bandung, 28

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Disampaikan oleh: TJAHJO KUMOLO

KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Disampaikan oleh: TJAHJO KUMOLO Disampaikan oleh: TJAHJO KUMOLO Hotel Grand Sahid Jaya - Jakarta, 11 Maret 2016 ABSOLUT 1. PERTAHANAN 2. KEAMANAN 3. AGAMA 4. YUSTISI 5. POLITIK LUAR NEGERI 6. MONETER & FISKAL 1. PENDIDIKAN 2. KESEHATAN

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT KETELITIAN PETA SKALA 1:50.000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN DISAMPAIKAN OLEH PROF. DR. BUDI MULYANTO, MSc DEPUTI BIDANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEMENTERIAN AGRARIA, TATA

Lebih terperinci

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Penataan Ruang Komisi Pemberantasan Korupsi - Jakarta, 13 Desember 2012 Outline I. Isu

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN FERRY INDARTO, ST DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR Malang, 24 Oktober 2017 DEFINISI KLHS : RANGKAIAN ANALISIS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Latar Belakang Dasar Hukum Pengertian Peran BIG dalam Penyusunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.28, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Satu Peta. Tingkat Ketelitian. Kebijakan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU

Lebih terperinci

Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan

Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan PUSAT: Membuat norma-norma, standar, prosedur, monev, supervisi, fasilitasi, dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas Nasional

Lebih terperinci

Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN

Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Dalam Acara Rapat Kerja Nasional Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional Tahun 2015 Jakarta, 5 November 2015 INTEGRASI TATA RUANG DAN NAWACITA meningkatkan

Lebih terperinci

BAHAN INFORMASI RENCANA TATA RUANG SEBAGAI MATRA SPASIAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAN ISU-ISU STRATEGIS PENATAAN RUANG

BAHAN INFORMASI RENCANA TATA RUANG SEBAGAI MATRA SPASIAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAN ISU-ISU STRATEGIS PENATAAN RUANG RENCANA TATA RUANG SEBAGAI MATRA SPASIAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAN ISU-ISU STRATEGIS PENATAAN RUANG BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM PADA RAKERNAS BKPRN Jakarta, 7 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA Kab. Kutai Timur)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT KETELITIAN PETA SKALA 1:50.000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Peran Peta Partisipatif dalam Perencanaan Tata Ruang

Peran Peta Partisipatif dalam Perencanaan Tata Ruang Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Peran Peta Partisipatif dalam Perencanaan Tata Ruang Oleh: Oswar Muadzin Mungkasa Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN

Lebih terperinci

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan I. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN

DUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN DUKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.429, 2016 KEMEN-LHK. Jaringan Informasi Geospasial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.28/Menlhk/Setjen/KUM.1/2/2016

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan pada acara : Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Jakarta, 22

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 oleh Eko Budi Kurniawan Kasubdit Pengembangan Perkotaan Direktorat Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang disampaikan dalam

Lebih terperinci

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Bersama Menata Indonesia yang Lebih Baik Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS Priyadi Kardono Kepala Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta 10710 Telp: +62 21 345 6714; Fax: +62 21 345 6817 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TENAGA PENDUKUNG

Lebih terperinci

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK Disampaikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan Badan Pemeriksa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI KAWASAN

Lebih terperinci

EXSPOSE PENGELOLAAN PERTAMBANGAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG

EXSPOSE PENGELOLAAN PERTAMBANGAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG EXSPOSE PENGELOLAAN PERTAMBANGAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG DISAMPAIKAN PADA ACARA MONITORING DAN EVALUASI KORSUPWAS KPK DAN DITJEN MINERBA PEMDA PROVINSI DAN KAB/KOTA GUBERNUR LAMPUNG

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta 10710 Telp: +62 21 345 6714; Fax: +62 21 345 6817 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TENAGA PENDUKUNG

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1873, 2016 KEMEN-ATR/BPN. RTRW. KSP. KSK. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37

Lebih terperinci

PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA

PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA 1. 1. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mencantumkan tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.966, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Penetapan Perda tentang RTRWP dan RTRWK. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) dan Kawasan Strategis () Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU 31 Januari 2012 Badan Outline : 1. Amanat UU RTR dalam Sistem

Lebih terperinci

PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK)

PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK) PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK) Disampaikan oleh : Dr. H. Sjofjan Bakar, MSc Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Pada Acara

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR OUTLINE: 1. 2. 3. 4. Isu-isu di Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur Kronologis Kebijakan Penataan Ruang Konsep Penataan Ruang Konsep substansi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 15/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 15/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 15/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta 10710 Telp: +62 21 345 6714; Fax: +62 21 345 6817 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TENAGA PENDUKUNG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang No.1160, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Reklamasi. Wilayah Pesisir. Pulau- Pulau Kecil. Perizinan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci

EVALUASI DAN CAPAIAN ATAS KOORDINASI DAN SUPERVISI SEKTOR KEHUTANAN DAN REFORMASI KEBIJAKAN

EVALUASI DAN CAPAIAN ATAS KOORDINASI DAN SUPERVISI SEKTOR KEHUTANAN DAN REFORMASI KEBIJAKAN EVALUASI DAN CAPAIAN ATAS KOORDINASI DAN SUPERVISI SEKTOR KEHUTANAN DAN REFORMASI KEBIJAKAN Oleh : Ketua TIM GNPSDA Kemen LHK Disampaikan Pada : Indonesia Anti Corruption Forum (IACF) V dan Konferansi

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta 10710 Telp: +62 21 345 6714; Fax: +62 21 345 6817 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TENAGA PENDUKUNG

Lebih terperinci

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah

Lebih terperinci

TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG

TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG 1 RUANG LINGKUP HGU SUBYEK HGU JANGKA WAKTU HGU PENGGUNAAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba No.661, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamb

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1184, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN SPASIAL DALAM RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN SPASIAL DALAM RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN SPASIAL DALAM RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH O l e h : M e n t e ri A g r a r i a d a n Ta t a R u a n g

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Jakarta, Juni 2012 KATA PENGANTAR Buku ini merupakan penerbitan lanjutan dari Buku Statistik Bidang Planologi Kehutanan tahun sebelumnya yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

CATATAN : - Peraturan Daerah ini memiliki 7 halaman penjelasan. - Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan 25 Februari 2015.

CATATAN : - Peraturan Daerah ini memiliki 7 halaman penjelasan. - Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan 25 Februari 2015. PENGELOLAAN SAMPAH PERDA KAB. KETAPANG NO. 1. LD. SETDA KAB. KETAPANG: 24 HLM. PERATURAN DAERAH KAB. KETAPANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH : - Pengelolaan sampah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu

Lebih terperinci

Peraturan Perundangan. Pasal 33 ayat 3 UUD Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

Peraturan Perundangan. Pasal 33 ayat 3 UUD Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung LAMPIRAN 129 130 Lampiran 1. Peraturan Perundanga Undangan Aspek Hak Kepemilikan Terhadap Kawasan HLGD Pemantapan dan Penetapan Peraturan Perundangan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 Pasal 4 UU 41/1999 Tentang

Lebih terperinci

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERIZINAN REKLAMASI DI

Lebih terperinci

MODUL 2: PENGENALAN DASAR-DASAR RENCANA RINCI KABUPATEN

MODUL 2: PENGENALAN DASAR-DASAR RENCANA RINCI KABUPATEN 0 1 2 3 5 8 11 DAFTAR ISTILAH PENDAHULUAN KEDUDUKAN RENCANA RINCI MANFAAT DAN FUNGSI RENCANA RINCI BENTUK ALTERNATIF RENCANA RINCI TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS MODUL 2 DESKRIPSI SINGKAT Bentuk alternatif

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018 RINGKASAN EKSEKUTIF Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018 Percepatan Penyelenggaraan Informasi Geospasial untuk Mendukung Prioritas Pembangunan Nasional Berkelanjutan Jakarta, 21 Maret

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA TIM NASIONAL REHABILITASI DAN REVITALISASI KAWASAN PLG DI KALIMANTAN TENGAH NOMOR : KEP-42/M.EKON/08/2007 TENTANG TIM PENDUKUNG DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS BAB 5 PENETAPAN Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya di prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAN MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN INPRES NO

PEDOMAN PELAKSANAN MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN INPRES NO PEDOMAN PELAKSANAN MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN INPRES NO. 6 TAHUN 2013 TENTANG PENUNDAAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT DI DAERAH 1 PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

PLENO RAKORNAS INFORMASI GEOSPASIAL TAHUN 2018 KELOMPOK KERJA 2 EVALUASI DAN RENCANA KERJA K/L DALAM PEMENUHAN PERPRES 9/2016

PLENO RAKORNAS INFORMASI GEOSPASIAL TAHUN 2018 KELOMPOK KERJA 2 EVALUASI DAN RENCANA KERJA K/L DALAM PEMENUHAN PERPRES 9/2016 PLENO RAKORNAS INFORMASI GEOSPASIAL TAHUN 2018 KELOMPOK KERJA 2 EVALUASI DAN RENCANA KERJA K/L DALAM PEMENUHAN PERPRES 9/2016 Jakarta, 21 Maret 2018 LATAR BELAKANG Peraturan Presiden Nomor 94 tahun 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029 BAB V RENCANA KAWASAN STRATEGIS PROVINSI 5.1. Lokasi dan Jenis Kawasan Strategis Provinsi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) memuat penetapan Kawasan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom No.1513, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Audit Tata Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

Kriteria, Prinsip Dasar dan Mekanisme Perizinan Dalam Pelaksanaan Reklamasi Wilayah Perairan

Kriteria, Prinsip Dasar dan Mekanisme Perizinan Dalam Pelaksanaan Reklamasi Wilayah Perairan Kriteria, Prinsip Dasar dan Mekanisme Perizinan Dalam Pelaksanaan Reklamasi Wilayah Perairan KEWENANGAN DAN PERYARATAN REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL MENURUT PERPRES 122 TAHUN 2012,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta 10710 Telp: +62 21 345 6714; Fax: +62 21 345 6817 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TENAGA PENDUKUNG TEKNIS BIDANG MANAJEMEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMANTAUAN

Lebih terperinci

2 Ruang Wilayah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang menjadi pedoman dalam pemanfaa

2 Ruang Wilayah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang menjadi pedoman dalam pemanfaa TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 140) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

Status Data RBI Skala 1: dan 1: Tahun Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial KEBIJAKAN SATU PETA

Status Data RBI Skala 1: dan 1: Tahun Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial KEBIJAKAN SATU PETA Status Data RBI Skala 1:50.000 dan 1:25.000 Tahun 2017 Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial KEBIJAKAN SATU PETA Landasan Hukum Undang Undang RI Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi

Lebih terperinci

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha LUAS WILAYAH : 107.932,71 Km2 LUAS DARATAN 86.411,90 Km2 LAUTAN 21.478,81 Km2 GARIS PANTAI 2.078,15 Km2 KAWASAN DARATAN KAB. ROKAN HULU 16 KEC,153 KEL, 543.857 Pddk, 722.977,68 Ha KAB. KAMPAR 21 KEC,245

Lebih terperinci

ALTERNATIF KAWASAN HUTAN SUMUT DAN KAITAN DENGAN ROADMAP SUMATERA. Oleh: Eka Rianta Sitepu(APTRSU)

ALTERNATIF KAWASAN HUTAN SUMUT DAN KAITAN DENGAN ROADMAP SUMATERA. Oleh: Eka Rianta Sitepu(APTRSU) ALTERNATIF KAWASAN HUTAN SUMUT DAN KAITAN DENGAN ROADMAP SUMATERA Oleh: Eka Rianta Sitepu(APTRSU) PROSES REVISI TATA RUANG PROPINSI SUMATERA UTARA 1. Proses Revisi Kawasan Hutan Dimulai dengan adanya berbagai

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH (Memperkuat KPH dalam Pengelolaan Hutan Lestari untuk Pembangunan Nasional / daerah

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci