TESIS. Oleh JUFRIHADI /MKLI L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS. Oleh JUFRIHADI /MKLI L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009"

Transkripsi

1 EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH 3 Br) UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS DI KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN DI PELABUHAN TANJUNG PINANG TAHUN 2009 TESIS Oleh JUFRIHADI /MKLI S E K O L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH 3 Br) UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS DI KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN DI PELABUHAN TANJUNG PINANG TAHUN 2009 TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri pada Sekolah Pasacasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh JUFRIHADI /MKLI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : : : : EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH3Br) UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS DI KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN DI PELABUHAN TANJUNG PINANG TAHUN 2009 Jufrihadi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Menyetujui Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS) Ketua (Ir. Indra Chahaya S. M.Si) Anggota Ketua Program Studi Direktur (Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc) Tanggal lulus: 06 April 2009

4 Telah diuji pada Tanggal : 06 April 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya S, M.Si 2. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS 3. dr. Surya Dharma, MPH

5 PERNYATAAN EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH 3 Br) UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS DI KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN DI PELABUHAN TANJUNG PINANG TAHUN 2009 TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Medan, April 2009 JUFRIHADI /MKLI

6 ABSTRAK Salah satu dari ratusan penyakit zoonosis adalah penyakit pes yang disebabkan oleh pinjal tikus. Oleh sebab itu pemerintah melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit pes, agar tidak terjadi wabah di Indonesia. Dalam upaya mengatasi penyakit pes tersebut perlu adanya pemberantasan tikus di wilayah pelabuhan khususnya di kapal. Salah satu cara pemberantasan tikus di kapal dilakukan sistim fumigasi dengan bahan fumigan CH 3 Br. Fumigan CH 3 Br adalah gas yang komulatif lebih berat dari udara dengan titik didih 3,6 ºC, mempunyai penetrasi yang cukup besar dan sangat mudah menguap dapat mematikan hama khususnya tikus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efektifitas fumigan CH3Br terhadap pemberantasan tikus di kapal dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan pada dosis yang tepat di Pelabuhan Tanjung Pinang. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomize Design), dengan percobaan Faktorial dan uji Anova (Analysis of Variance) apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) pada taraf nyata 5 %. Subyek penelitian adalah semua kelompok perlakuan tikus yang ditangkap menggunakan perangkap tikus hidup dengan jumlah 240 ekor tikus. Hasil temuan penelitian adalah adalah fumigasi sistim manual pada dosis 4 gram/m³, dengan tingkat efektifitas kematian 100 % tikus mati dan membutuhkan waktu selama 6 jam dengan titik aman 8 jam untuk pemberantasan tikus di kapal. Dari hasil penelitian ini disarankan kepada pihak Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang sebagai pengawas fumigasi dan Badan Usaha Swasta Vekto Bahtera Samudera sebagai pihak pelaksana dapat dijadikan kebijakan dasar pelaksanaan pemberantasan tikus di kapal. Kata Kunci: Fumigan CH 3 Br, Sistim Manual dan Sistim Penguapan.

7 ABSTRACT One of hundreds of zoonosis diseases is pest caused by flea of rat. To prevent the incident of pest plague in Indonesia, the government has taken a preventive action by terminating the rats living in seaport area especially those living on ship. One of the ways of terminating the rats is by conducting system of fumigation using fumigant CH 3 Br in the form of cumulative gas which is heavier than air with its boiling point 3,6ºC and adequately big penetration, easily evaporating, and able to kill the past especially rat. The pupose of this study is to analyze the level of fumigant CH 3 Br effectiveness in terminating rats living on ships using manual and evaporation system at an accurate dosage in the seaport of Tanjung Pinang. The subject of study was 240 living rats caught by using mouse-traps. The rats were studied through the Completely Randomized Design Method with Factorial and Anova (Analysis of Variance) test. If the result was significantly different. It was tested again through Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) at the level of confidence of 5 %. The result of study shows that the manual system of fumigation at the dosage of 4 gram/m³ with death effectiveness level of 100 % dead rat needs hours with 8 hour for safety point to teminate the rats living on ships. It is suggested that the Health Office of Tanjung Pinang Seaport as the fumigation supervisor and Vekto Bahtera Samudera as a company which implements the fumigation can use the result of this study as a basic policy of the implementation of terminating the rats living on ships. Keywords: Fumigant CH 3 Br, Manual System, Evaporation System.

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan rahmat atas kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: Efektifitas Fumigan Metil Bromida (CH 3 Br) untuk Pemberantasan Tikus di Kapal dengan Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Tahun Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan maupun doa berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Dr. Irnawati Marsaulina, MS, Ketua Program Studi Magister MKLI dan juga sebagai Komisi Pembanding dalam penulisan tesis ini. 3. Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS, sebagai Ketua Komisi Pembimbing penulisan tesis. 4. Ir. Indra Chahaya S. M.Si, sebagai Anggota Komisi Pembimbing tesis. 5. dr. Surya Dharma, MPH, sebagai Anggota Komisi Pembanding dalam penulisan tesis. 6. Ditjen PP & PL Depkes R.I telah memberi izin tugas belajar dan Pusrengun-SDM Kesehatan yang mensponsori penulis dalam menyelesaikan studi di Program SPs- USU.

9 7. Ibunda di Bireuen serta ayahanda di Padang yang telah banyak memberikan motivasi kepada pembimbing. 8. Istriku tercinta Corina Tane dan anakku tersayang Vanisa Meifari yang telah banyak berkorban baik materil maupun moril secara ikhlas memberi semangat, harapan dan doa tanpa putus asa, sekaligus sebagai motivator utama penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini. 9. Rekan-rekan mahasiswa MKLI angkatan II tahun 2007/2008, serta rekan-rekan di Sarmin 41, terima kasih buat kalian semua yang telah mendukung penulis. 10. Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Tanjung Pinang dan Ketua Pest Kontrol Vekto Bahtera Samudra khususnya divisi fumigasi yaitu Iwan, Kusna dan Indra Tarigan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritikan, saran dan masukan dari berbagai pihak demi perbaikan tesis ini. Medan, April 2009 Penulis, Jufrihadi

10 RIWAYAT HIDUP Nama Jenis Kelamin : Jufrihadi : Laki-laki Tempat/Tanggal Lahir : Bireuen, 30 Maret 1969 Agama Alamat : Islam : Perum. Griya Bestari Permai Blok. J/19 Bintan Center Telp : (Batu. 9) Tanjung Pinang Kepri RIWAYAT PENDIDIKAN 1. SD Negeri 2 Jeumpa tahun SMP Negeri 1 Bireuen tahun SMA Negeri 2 Bireuen tahun SPPH Banda Aceh tahun AKL Kabanjahe tahun FKM-USU tahun Program Magister MKLI SPs-USU tahun RIWAYAT PEKERJAAN 1. Staf Sanitasi KKP Tanjung Pinang tahun Staf PRL KKP Tanjung Pinang tahun 2004 s/d sekarang

11 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii RIWAYAT HIDUP... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Jenis-jenis Tikus Upaya Pengendalian Tikus Pemberantasan Tikus di Kapal Kelebihan dan Kelemahan Fumigasi Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Tikus, Manusia dan Lingkungan Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi dan Pelaksanaan Fumigasi Kerangka Konsep Hipotesis Penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Metode Pengumpulan Data Definisi Operasional Metode Pengukuran Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan Data... 38

12 3.9 Analisis Data BAB 4 HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Efektifitas Fumigan CH 3 Br terhadap Kematian Tikus Uji Coba dengan Sistim Manual Uji Coba dengan Sistim Penguapan Analisis Statistik Suhu Ruangan Penelitian Kelembaban Udara Ruangan Penelitian Waktu BAB 5 PEMBAHASAN Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Kematian Tikus Suhu dan Kelembaban Ruangan Penelitian Waktu Fumigasi BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 60

13 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 2.1. Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi Definisi Operasional, Alat Ukur, Cara Ukur dan Skala Tabel Rancangan Penelitian Tabel Sidik Ragam Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Manual Dosis 2 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Manual Dosis 4 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Penguapan Dosis 2 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Penguapan Dosis 4 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang Rata-rata Kematian Tikus Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 2 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 4 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 6 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 8 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang... 51

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 1. Skema Pemberantasan Tikus di Kapal Kerangka Konsep Penelitian Peta Kota Tanjung Pinang... 43

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Tabel Rancangan Penelitian Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 2 jam Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 4 jam Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 6 jam Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 8 jam Spesifikasi fumigan CH 3 Br Foto Kegiatan Penelitian Surat Izin Penelitian Surat Selesai Penelitian... 77

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari ratusan penyakit zoonosis adalah penyakit pes yang disebabkan oleh pinjal tikus. Oleh sebab itu pemerintah melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit pes, agar tidak terjadi wabah di Indonesia (Depkes RI, 2003). Sesuai Kepmenkes RI Nomor 356/Menkes/SK/IV/2008, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai unit pelaksana teknis di bidang pengendalian dan pencegahan penyakit menular dalam lingkungan Depkes RI, mempunyai tugas pokok melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit potensial wabah melalui kapal laut dan pesawat udara, KKP juga melaksanakan tugas pemeliharaan sanitasi lingkungan pelabuhan serta pelayanan kesehatan terbatas. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam program pemberantasan tikus dikapal dan pesawat yang dilakukan dengan fumigasi. Upaya tersebut menjadikan Indonesia dapat bebas dari penyakit pes, mengingat di negara Afrika seperti Kongo, Madagaskar, Malawi, Mozambique, Namibia, Tanzania, Uganda, Zambia, Zimbabwe, dan negara-negara Amerika Latin antara lain Bolivia, Brazil, Ekuador, dan Peru. Di negara Asia Tenggara, Vietnam masih merupakan daerah endemis pes.

17 Dalam kurun waktu di Vietnam dilaporkan terjadi ribuan kasus pes diperkotaan dan pedesaan. Pada tahun 1994, dilaporkan terjadi out break Pneumonic Plague di Surat, negara bagian Gujarat India (Depkes RI, 2003). Sedangkan di Indonesia pes masuk pertama kali pada tahun 1910 melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemudian tahun 1916 melalui Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, tahun 1923 melalui Pelabuhan Cirebon. Korban yang diakibatkan karena penyakit pes dari tahun 1910 sampai dengan tahun 1960 tercatat orang, dengan angka kematian tertinggi yaitu orang. Pada saat itu pemerintah di bawah Depkes RI melakukan kampanye dan pemberantasan tikus, baik secara fisik, kimia maupun biologi untuk mengendalikan penyakit pes, supaya tidak meluas keseluruh nusantara (Depkes RI, 2003). Sejak terjadinya wabah pes pada tahun 1987 di Kecamatan Nangkojajar Kabupaten Pasuruan yang menewaskan 21 orang, kemudian pada tahun 1997 di Pasuruan kembali terjadi KLB penyakit pes. Sedangkan daerah endemik pes di Indonesia saat ini adalah Boyolali dan Sleman Yogyakarta (Depkes RI, 2000). Pelabuhan laut maupun udara merupakan pintu masuk yang strategis bagi penularan pes, dengan meningkatnya arus transportasi maka upaya-upaya pengamatan bukan saja dilaksanakan di daerah fokus tetapi usaha-usaha pengamatan harus tetap dilaksanakan di daerah pelabuhan guna mencegah masuknya pes dari negara lain (WHO, 2005). Banyak kapal yang masuk dan singgah di pelabuhan, memudahkan masuknya penyakit karantina dan potensial wabah lainnya, dengan demikian pengawasan

18 terhadap masuk keluarnya kapal harus ditingkatkan karena merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah (Depkes RI, 2006). Permasalahan yang sering timbul terhadap sanitasi kapal adalah masalah kehidupan vektor yaitu, tikus. Pemberantasan tikus di kapal bertujuan untuk mengurangi populasi tikus, karena tikus sangat cepat berkembang biak dengan habitat yang sangat mendukung, seperti adanya makanan yang cukup (Manual KKP, 2004), karena seekor tikus betina dalam 1 periode dapat melahirkan 80 ekor anak tikus (Suyanto, 2007). Salah satu cara untuk mengendalikan tikus di kapal adalah dengan fumigasi. Di Indonesia fumigasi masih dilakukan oleh Badan Usaha Swasta dan di bawah pengawasan KKP (Depkes RI, 1990). WHO merekomendasikan fumigasi dengan menggunakan bahan fumigan yaitu, sulfur oksida (SO2) dan Hydrogen Cyanida (HCN). Di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal PPM & PLP Depkes, R.I Nomor 716- I/PD EI tanggal 19 Nopember 1990 tentang bahan fumigan yang digunakan untuk fumigasi dalam rangka pemberantasan tikus di kapal, adalah Hydrogen Cyanida (HCN) dan Methyl Bromide (CH 3 Br). Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/12/2007, pada Pasal 1 ayat 1 melarang impor dan pemakaian CH 3 Br di Indonesia untuk semua kegiatan fumigasi. Pelarangan tersebut dikecualikan untuk kegiatan karantina khususnya perkapalan, sesuai dengan Pasal 2 (dua) ayat 1 (satu). Pada saat ini pelaksanaan fumigasi di Tanjung Pinang digunakan dengan 2 sistim yaitu, sistim manual dan sistim penguapan, dengan bahan fumigan CH 3 Br.

19 Tetapi dalam pelaksanaannya perlu dilakukan uji efektifitas penggunaan fumigan CH 3 Br pada kedua sistim tersebut, untuk pemberantasan tikus. Karena sampai saat ini belum pernah dilakukan uji efektifitas terhadap dosis yang standar pada kedua sistim tersebut Perumusan Masalah Berdasarkan masalah dalam penelitian ini, adalah belum diketahui sistim yang paling efektif dalam pelaksanaan fumigasi dengan bahan CH3Br untuk pemberantasan tikus di kapal Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat efektifitas dosis fumigan CH3Br untuk pemberantasan tikus di kapal dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tingkat keefektifan fumigasi sistim manual yang efektif dengan CH3Br pada dosis yang tepat. 2. Untuk mengetahui tingkat keefektifan fumigasi sistim penguapan yang efektif dengan CH3Br pada dosis yang tepat.

20 1.4. Manfaat Penelitian Sub. Dit Karantina Kesehatan Ditjen PP dan PL Depkes R.I Sebagai informasi baru mengenai sistim yang lebih efektif dan dosis yang digunakan dalam program pemberantasan tikus di kapal Institusi Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang Sebagai dasar dalam pengawasan fumigasi kapal di wilayah kerja KKP Tanjung Pinang dalam cegah tangkal penyakit menular dari dalam dan luar negeri khususnya pes Pelaksana (Badan Usaha Swasta) Dapat digunakan sebagai pedoman dasar sistim yang dipakai dengan bahan fumigan CH3Br dengan dosis yang tepat dalam pemberantasan tikus di kapal Ilmu Pengetahuan Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan informasi tentang sistim yang lebih efektif yang mungkin dapat dikembangkan peneliti selanjutnya.

21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tikus Tikus termasuk rodent, yaitu mamalia yang sangat merugikan, mengganggu kehidupan serta kesejahteraan manusia. Tikus dapat menimbulkan berbagai penyakit, salah satunya penyakit pes yang merupakan penyakit karantina dan dapat menimbulkan wabah khususnya di wilayah pelabuhan, baik pelabuhan domestik maupun pelabuhan internasional, berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) dalam IHR (International Health Regulations) tahun Karakteristik Tikus Tikus merupakan binatang malam, di mana pada siang hari gerakannya lamban. Tikus lebih suka pada tempat-tempat yang sempit dan membuat jalan di sepanjang garis anatara dinding dan lantai, sifat penting dari tikus adalah melakukan migrasi ke tempat yang banyak makanan dan terlindung (Depkes RI, 2006) Siklus Hidup Tikus Tikus mencapai usia kematangan seksual setelah 4 bulan, kegiatan seksual dan reproduksi akan berlanjut. Untuk semua jenis tikus rumah, rata-rata seekor betina

22 dapat beranak 3 sampai 6 kali dalam satu tahun. Kegiatan tikus akan meningkat mulai berumur 2 bulan sampai 9 bulan. Rata-rata umur tikus lebih dari 12 bulan Penginderaan Tikus Tikus memiliki indera pendengar yang cermat dan penglihatan cukup baik, sehingga mampu melihat ditempat yang gelap, mendengar suara dan mencium bau makanan tertentu dan menolak bau yang lainnya, sedangkan indera pengecap tidak baik tetapi mampu mengecap perbedaan berbagai jenis makanan (Iskandar, A, 1995) Tanda-tanda Kehidupan Tikus Untuk pemberantasan tikus khususnya di kapal, harus diketahui ada tidaknya tanda-tanda kehidupan tikus, dengan dideteksi beberapa cara, yang paling umum adalah adanya kerusakan barang, kabel atau alat pada kapal. Tanda-tanda berikut merupakan penilaian adanya kehidupan tikus, yaitu: 1. Gnawing (bekas gigitan), 2. Dropping (kotoran tikus), 3. Runways (jalan tikus), 4. Foot print (bekas telapak kaki), 5. Borrow (lubang tikus), 6. Tanda-tanda lain: adanya bau tikus, bekas urine, suara tikus, jejak tikus, tempat persembunyian tikus dan bangkai tikus (Depkes RI, 2004). Selain tanda-tanda tersebut di atas, perlu analisa yang mendalam karena tanda-tanda tersebut mempunyai spesifikasi dan sangat menentukan ada tidaknya

23 kehidupan tikus di kapal, seperti kotoran tikus yang baru dan kotoran tikus yang lama (Depkes RI, 2003) Jenis-jenis Tikus Pada umumnya masyarakat telah mengenal tikus sebagai binatang perusak dan pembawa penyakit. Menurut Iskandar, A (1995), di Indonesia ada beberapa jenis tikus yang dikenal oleh masyarakat, yaitu: 1. Rattus norvegicus - Tikus ini suka bersarang dan menggali lubang pada saluran air kotor atau dibawah pondasi bangunan sekitar pelabuhan. - Bentuk tubuh gemuk dengan berat antara gram. - Panjang badan sampai dengan 240 mm. - Warna bagian atas gelap dan bagian bawah pucat. 2. Rattus-ratus diarrdi - Jenis tikus ini hidup di rumah-rumah dan bangunan dengan membuat sarang diatas atap, tikus ini lebih dikenal sebagai tikus rumah. - Bentuk tubuh langsing dengan berat antara gram. - Panjang badan mm. - Warna tubuh sawo matang keabu-abuan.

24 3. Mus mucculus - Mus mucculus suka bersarang ditumpukan kertas dalam gudang, rumah dan bangunan lainnya. Jenis tikus ini lebih sering mencari makan di dalam rumah dan bangunan. - Bentuk tubuh kecil dengan berat hanya sampai 21 gram. - Warna tubuh seluruhnya sawo matang dengan panjang badan mm. 4. Rattus exulans - Jenis tikus yang hidup dan bersarang di ladang/kebun yang belum diolah atau setelah masa panen. - Bentuk tubuh langsing dengan berat badan antara gram. - Panjang badan sampai dengan 135 mm. - Warna tubuh bagian atas sawo matang dan bagian bawah berwarna keabuabuan. 5. Bandikota banglansis - Tikus ini habitatnya lebih banyak dijumpai di sawah yang bertebing. - Bentuk tubuh besar dengan berat sampai dengan 500 gram. - Panjang badan sampai dengan 200 mm. - Warna keabu-abuan bagian atas dan bawah perut. 6. Rattus frugiyorus - Tikus Rattus frugiyorus adalah jenis tikus yang hidup di atas pohon buahbuahan dan kelapa sawit.

25 - Tubuh bagian atas berwarna coklat dan bagian bawah berwarna putih kekuning-kuningan. - Panjang badan mm Pengaruh Tikus terhadap Kesehatan Salah satu pengaruh tikus terhadap kesehatan adalah sebagai pembawa penyakit pes, merupakan penyakit yang disebabkan oleh pinjal tikus dan dapat ditularkan kepada manusia, pes juga dikenal sebagai penyakit sampar ini adalah penyakit yang sangat fatal dengan gejala bakteriaemia, demam yang tinggi, shock, penurunan tekanan darah, nadi cepat dan tidak teratur, gangguan mental, kelemahan, gelisah dan koma (tidak sadar). Penyebab penyakit ini adalah oleh bakteri yersinia pestis (Depkes RI, 2003) Upaya Pengendalian Tikus Pengendalian Secara Fisik Pengendalian tikus secara fisik untuk mempertahankan populasi tikus pada tingkat serendah-rendahnya, yang meliputi: Perbaikan sanitasi lingkungan seperti, penyimpanan sampah, pengumpulan sampah, pembuangan sampah yang saniter membuat bangunan kedap tikus, penyimpanan barang yang masih berguna pada tempat yang terang, menukar posisi meubeler secara berkala dan membuat bangunan selalu dalam keadaan bersih dan memasang perangkap tikus (Iskandar, A, 1995).

26 Pengendalian Secara Kimia Upaya pengendalian tikus secara kimia dilakukan dengan peracunan yang menggunakan umpan, peracunan biasanya secara lambat maupun peracunan secara cepat dengan racun seperti: red squill, warfarin, pivel fumarin dan dipachinone (Iskandar, A, dkk, 1995). Sedangkan untuk pemberantasan tikus pada bangunan dan ruang tertutup, menggunakan bahan kimia khusus yaitu fumigan. Fumigan adalah suatu kelompok khusus sederhana, merupakan senyawa yang mudah menguap dan berada dalam bentuk gas pada temperatur lebih besar, digunakan untuk membasmi vektor penular penyakit (Kusnoputranto, H, 2000). Saat ini jenis fumigan yang banyak digunakan adalah jenis fumigan CH 3 Br untuk pemberantasan vektor khususnya tikus di kapal (Depkes RI, 1990) Pengendalian Secara Biologi Pengendalian tikus secara biologi dengan memelihara hewan sebagai predator seperti kucing, cerpelai dan ular. Di Indonesia pada umumnya memelihara kucing sebagai pengendalian secara biologi, tetapi dalam hal ini, kucing tidak dapat mengatasi masalah populasi tikus, karena kucing dapat membawa penyakit setelah memangsa tikus (Iskandar, A, 1995) Perkiraan Jumlah Tikus Jumlah kehidupan tikus dapat diperkirakan, bila ditemukan 1 ekor tikus yang hidup sama dengan 20 ekor tikus yang ada. Tetapi perkiraan ini dapat lebih efektif lagi setelah dilakukan pengamatan yang khusus, seperti yang biasa dilakukan oleh petugas di KKP dalam pemeriksaan sanitasi kapal yaitu, ditemukan tanda-tanda

27 kehidupan tikus dengan cara: menghitung tumpukan kotoran (excreta) dengan perbandingan 1 tumpukan kotoran sama dengan 1 ekor tikus (Depkes RI, 2003) Pemberantasan Tikus di Kapal Pelaksanaan pemberantasan tikus di kapal selalu dikaitkan dengan penerbitan surat hapus tikus atau surat bebas hapus tikus pada Kantor Kesehatan Pelabuhan yaitu, SSCC (Ship Sanitary Certificate Control) dan SSCEC (Ship Sanitary Certificate Exemption Control). Bila hasil dari pemeriksaan tersebut ditemukan adanya kehidupan vektor khususnya tikus, maka dilakukan pemberantasan dengan cara fumigasi. Pada umumnya di Indonesia fumigasi menggunakan fumigan metil bromida (CH 3 Br) untuk pemberantasan tikus di kapal (Depkes RI, 2007). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada skema berikut ini:

28 Kedatangan Kapal Pemeriksaan Sanitasi Kapal Pemeriksaan Dokumen Kesehatan (SSCC/SSCEC) Positif Tikus Fumigasi (Fumigan CH 3 B dan HCN) Kapal Bebas Tikus dan Penerbitan SSCC Gambar 1. Skema Pemberantasan Tikus di Kapal Fumigasi Fumigasi adalah pengendalian hama dengan jalan memasukkan atau melepaskan fumigan kedalam ruangan tertutup/kedap udara selama beberapa waktu yang diperlukan dengan dosis dan konsentrasi tertentu, dapat mematikan hama di gudang, bangunan, pesawat udara dan kapal laut (Siswanto, H, 2003) Fumigan CH 3 Br Fumigan CH 3 Br yang masih diizinkan pemakaiannya mempunyai sifat-sifat fisik sebagai berikut: 1. Nama kimia : Methyl Bromide (CH 3 Br)

29 2. Bau (odour) : Tidak berbau pada konsentrasi rendah, Kecuali ditambah chloropicrin. 3. Titik didih : 3,6 ºC. 4. Titik beku : - 93 ºC. 5. Berat molekul : 94,94 6. Berat jenis : a. Gas (udara=1) : 3,27/0 ºC b. Cairan : 1,732/0 ºC 7. Tidak mudah terbakar 8. Daya larut dalam air : 1,34/100 ml pada 25 ºC. 9. Toksisitas : Lambat dan komulatif. 10. Sifat fisik lainnya : a. Penetrasi kuat dapat melarutkan bahan-bahan organik khususnya karet. b. Gas murni tidak korosif dengan metal. c. Cairan bereaksi dengan alumunium. d. Bereaksi dengan barang-barang dari kulit dan wool. e. Bereaksi dengan photographic chemical Gas CH 3 Br ini lebih berat dari udara sehingga ketika pelepasan gas pada saat dilakukan fumigasi kapal, gas berkumpul di bawah ruangan. CH 3 Br mempunyai kapasitas penetrasi yang cukup besar, cepat menembus kulit, mata dan saluran

30 pernafasan. Jika kulit bersinggungan dengan benda-benda yang terkontaminasi dengan fumigan cair dapat menyebabkan dermatitis akut (Depkes RI, 1990) Keuntungan Pemakaian Fumigan CH 3 Br Menurut Depkes RI tahun 1990, dalam rangka fumigasi kapal, harus dilihat keuntungan dan kerugian pemakaian bahan fumigan. Keuntungan pemakaian fumigan CH 3 Br adalah sebahai berikut: 1. Relatif lebih aman bagi fumigator karena gas kurang toksik dan membutuhkan waktu lama pemaparan pada fumigator. 2. Gas agak berbau sehingga mudah dideteksi. 3. Bila terjadi kebocoran, gas tidak cepat menyebar keluar. 4. Fumigator lebih nyaman dan konsentrasi penuh terhadap pelaksanaan fumigasi tetapi tetap memperhatikan keselamatan. 5. Biaya relatif lebih murah karena biaya fumigan yang terjangkau dan mudah didapat Kerugian Pemakaian Fumigan CH 3 Br 1. Pelaksanaan fumigasi membutuhkan waktu lama. 2. Membutuhkan peralatan yang banyak. 3. Risiko terjadinya kecelakaan pada fumigator saat penggasan. 4. Kemasan bahan fumigan yang berat/besar. 5. Dapat merusak barang-barang dan peralatan di kapal antara lain: karet, busa, bahan-bahan dari kulit, wool, garam beryodium, deterjen dan baking soda dan tidak ada anti dotum.

31 2.5. Kelebihan dan Kelemahan Fumigasi Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan Pada prinsipnya fumigasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi di Indonesia sistim fumigasi banyak dilakukan dengan sistim manual dan penguapan. Dalam pelaksanaan kedua sistim tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahannya, adapaun kelebihan dan kelemahannya adalah sebagai berikut (Ministry of Health Canada, 1995): Kelebihan Menggunakan Sistim Manual 1. Tidak membutuhkan waktu lama. 2. Tidak membutuhkan peralatan yang banyak. 3. Dapat dilakukan dalam ruang sempit. 4. Biaya yang relatif kecil Kelemahan Menggunakan Sistim Manual 1. Tenaga yang dibutuhkan lebih banyak. 2. Resiko terjadinya keracunan dan kecelakaan bagi fumigator tinggi. 3. Efek terjadinya kerusakan barang di kapal khususnya radio komunikasi dan elektronik Kelebihan Menggunakan Sistim Penguapan 1. Resiko keracunan dan kecelakaan bagi fumigator relatif kecil. 2. Tidak menimbulkan kerusakan barang di kapal. 3. Efek pencemaran ke lingkungan berkurang. 4. Tenaga fumigator yang dibutuhkan lebih sedikit.

32 Kelemahan Pemakaian Sistim Penguapan 1. Membutuhkan waktu lama. 2. Membutuhkan peralatan yang banyak. 3. Biaya relatif tinggi. 4. Tidak dapat dilakukan dalam ruang yang sempit Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Tikus, Manusia dan Lingkungan Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Tikus Menurut SK Ditjen PPM & PLP Depkes R.I Nomor 716 Tahun 1990, dalam pelaksanaan fumigasi kapal dengan fumigan HCN dan CH 3 Br harus diperhitungkan bahan dosis yang digunakan dengan masa kontak (exposure). Pada keadaan tertentu seperti tingginya infestasi tikus, kontruksi kapal yang memungkinkan banyak tempat bersarang bagi tikus, adanya bahan-bahan material dalam ruangan kapal, maka dosis harus ditentukan dan disesuaikan agar pengaruh fumigan terhadap tikus lebih efektif dan tepat sasaran sehingga dapat mematikan tikus Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Manusia Pengaruh CH 3 Br terhadap manusia dapat terserap melalui kulit, bila kulit kontak dengan CH 3 Br dalam bentuk cair dapat menimbulkan gelembung pada kulit seperti luka bakar. Sepatu ataupun pakaian yang tidak terkena ataupun yang terkena fumigan harus segera diganti dan segera membilas diri dengan air yang mengalir (Depkes RI, 1990).

33 Sedangkan tanda-tanda keracunan CH 3 Br biasanya agak lambat yaitu antara setengah jam sampai dengan satu jam setelah pemaparan dengan fumigan tersebut. Adapun tanda-tanda keracunan oleh CH 3 Br, yaitu: 1. Lelah dan lemah yang luar biasa disertai dengan perasaan mengantuk. 2. Mata berkunang-kunang, pandangan nanar. 3. Sakit kepala, pusing, mual, muntah dan sakit perut. 4. Iritasi pada mata dan iritasi saluran nafas. 5. Tremor (gemetaran). 6. Otot bergerak-gerak. 7. Kejang epileptik, oedema paru dengan batuk disertai sputum berbusa. 8. Koma, kegagalan respirasi dan dapat mengakibatkan kematian. Menurut Hoyle dan Roowe, yang dikutip oleh Ginting (2002) bahwa manusia tidak dapat terus menerus kontak dengan CH 3 Br pada dosis lebih dari 20 ppm, kontak dengan CH 3 Br selama beberapa jam pada ppm menyebabkan keadaan gawat dan dapat menyebabkan kematian. Ini merupakan treshold limit selama 8 jam tiap hari, kontak hanya diperbolehkan sekali dalam seminggu dengan batas toleransi yaitu: 1. 7 jam pada 100 ppm jam pada 200 ppm menit pada ppm. Bila terdapat 5 mg CH 3 Br dalam darah adalah merupakan suatu indikasi bahwa telah terpapar CH 3 Br dan untuk tindakan bila terjadi kontak dengan kulit

34 adalah melakukan pembilasan dengan air mengalir secara berulang-ulang agar tidak menimbulkan luka dan penggelembungan pada kulit korban. Hal ini untuk antisipasi sebelum dilakukan pertolongan di rumah sakit (Depkes RI, 1990) Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Lingkungan Pemakaian CH 3 Br yang berlebihan akan membawa dampak terhadap lingkungan karena CH 3 Br adalah gas yang komulatif lebih berat dari udara dengan titik didih 3,6 ºC, mempunyai penetrasi yang cukup besar dan sangat mudah menguap (Depkes RI, 1990). Bila fumigan CH 3 Br dilepas ke udara akan bereaksi dengan ozon (O3) sehingga dapat mengakibatkan penipisan lapisan ozon, karena lapisan ozon berfungsi melindungi kehidupan di bumi dari radiasi sinar ultra violet Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi dan Pelaksanaan Fumigasi Sebelum pelaksanaan fumigasi kapal terlebih dahulu dilakukan perhitungan besar ruangan kapal yang akan difumigasi, baik pengukuran secara langsung maupun penghitungan secara umum dengan memakai tabel yang standar, sehingga diketahui berapa banyak bahan fumigan yang dibutuhkan. Dengan mengetahui banyaknya fumigan yang diperlukan dapat dihindari bahaya dari efek fumigan yang ditimbulkan (Depkes RI, 1990).

35 Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi Untuk mengetahui besarnya ruangan pada kapal yang akan difumigasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1. Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi Jenis Kapal Persentase (%) Keterangan Kapal Penumpang 65 Kapal Tanker 9 16 Kapal Kargo 65 Kapal Tunda (Tug Boat) 90 Kapal Suplay 17 Kapal Navigasi Kapal Perang (KRI) 90 Kapal Keruk Kapal Daerah Terjangkit 100 Sumber: Katutu, 1996 Perhitungan berdasarkan dari isi kotor kapal (Brutto/m 3 ) Berdasarkan tabel di atas, pelaksanaan fumigasi kapal dapat ditentukan jumlah atau dosis fumigan yang akan digunakan, hal ini untuk menghindari ketidakefektifan fumigan yang dipakai Pelaksanaan Fumigasi Kapal Dalam petunjuk teknis pelaksanaan fumigasi kapal harus dari tahapan dasar kegiatan fumigasi, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yaitu: Tahap persiapan peralatan dan tenaga Tahap pelaksanaan fumigasi kapal dimulai dengan persiapan tenaga, bahan dan alat yang diperlukan, yaitu:

36 1. Badan Usaha Swasta (BUS) Membuat rencana kerja pelaksana fumigasi dengan KKP untuk perhitungan besar kapal (volume m³) yang akan difumigasi, jumlah fumigan dan sistim yang akan digunakan serta menentukan jumlah fumigator, helper, pengawas, medis dengan supervisor. 2. Pemeriksaan terhadap peralatan, seperti P3K, bahan fumigan dan peralatan Alat Pelindung Diri Tahap persiapan di kapal Sebelum dilakukan fumigasi, perlu dilakukan pemeriksaan kompartemen di kapal yang meliputi: 1. Pemeriksaan terhadap barang-barang dan bahan makanan di kapal, semua bahan tersebut termasuk hewan piaraan harus dikeluarkan di tempat yang tidak terjangkau oleh gas yang dipakai dalam fumigasi. 2. Pengawas, supervisor dan nakhoda/perwira kapal melakukan pemeriksaan keseluruh ruangan yang akan difumigasi, sementara petugas penempel mulai menutup ventilasi dan ruangan kapal yang mempunyai lubang udara, dengan menggunakan plastik dan lakban. Kemudian nakhoda memerintahkan perwira jaga untuk menaikkan bendera VE (Victor Eco) dan tanda bahaya yang ditempel atau dilekatkan pada dinding kapal atau tempat yang strategis yang mudah dilihat. 3. Memberikan surat pernyataan yang harus ditanda tangani oleh nakhoda/ perwira jaga bahwa kapal dalam keadaan aman dan tidak ada satu orangpun yang berada di kapal.

37 4. Penempatan alat-alat, bahan fumigasi di dalam kapal. 5. Melakukan black out (mesin kapal dimatikan) dan menempatkan penjaga di kapal, supaya tidak seorangpun bisa naik ke kapal Tahap pelaksanaan fumigasi Bila semua tahap persiapan telah dilakukan, maka dimulai tahap pelaksanaan fumigasi sebagai berikut: 1. Fumigator dengan APD lengkap (masker, canester, sarung tangan, sepatu safety dan pakaian kerja anti zat kimia) mulai melaksanakan pelepasan gas, dimulai dari ruangan yang paling dalam/bawah dan bergerak dengan cepat kebagian atas agar terhindar dari paparan gas. Bila menggunakan CH 3 Br yang dikemas dalam tabung, menggunakan sistem penguapan menggunakan selang yang disemprot, bila menggunakan sistem manual diletakkan dalam wadah (ember) anti chemical. 2. Selama masa exposure harus diawasi orang-orang di sekitar kapal agar tidak mendekat ke wilayah fumigasi Tahap pembebasan gas Sebelum memasuki tahap pembebasan gas harus harus diketahui kapal benarbenar steril dari jangkauan orang di sekitar, kecuali petugas fumigator yang akan membebaskan gas, yang dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pengawas, supervisor dan fumigator melakukan pembebasan gas dengan menggunakan APD, melalui tahapan sebagai berikut:

38 a. Pembukaan ventilasi, jendela, pintu, cerobong asap dan ruangan lainnya pada bagian luar kapal. b. Dalam waktu antara menit, supervisor membiarkan keadaan kapal terbuka. c. Supervisor dan fumigator kembali masuk keruangan kapal membuka ventilasi dan ruangan lainnya yang berada dalam bagian kapal. Kemudian kapal dibiarkan selama 30 menit untuk menunggu gas dalam keadaan stabil. 2. Bila ruangan sudah dalam keadaan stabil, supervisor meminta kepada nakhoda/perwira jaga untuk memerintahkan petugas bagian elektrik menghidupkan mesin dan blower kapal untuk pengaliran udara dengan menggunakan APD. 3. Setelah mesin dihidupkan selama 1 jam, pengawas dan supervisor dengan memakai APD melakukan pengukuran konsentrasi gas, menggunakan gas detektor di bawah 100 ppm. 4. Bila konsentrasi gas telah stabil, supervisor, pengawas dan nakhoda kapal membuat surat pernyataan, bahwa kapal sudah bebas dari gas dan memerintahkan nakhoda kapal menurunkan bendera VE bahwa kapal sudah dalam keadaan aman, kemudian petugas fumigasi melakukan pencarian tikus yang mati, membersihkan ruangan kapal yang ditempel. 5. Tikus yang didapat, dihitung dan kemudian dikumpulkan untuk identifikasi jenis tikus.

39 ari 6. Pengawas dan supervisor membuat surat pernyataan serah terima kapal kepada nakhoda dan menghitung biaya yang dikeluarkan oleh pihak kapal kepada pelaksana fumigasi (BUS). 7. Pengawas membuat laporan hasil fumigasi kepada kepala KKP. 8. Melakukan evaluasi hasil fumigasi 2.8. Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN Fumigan CH 3 Br 2. Sistim Manual - Dosis 2 gram / m³ - Dosis 4 gram / m³ - Dosis 6 gram / m³ Efektifitas Fumigan CH 3 Br Terhadap Kematian Tikus Fumigan CH 3 Br 1. Sistim Penguapan - Dosis 2 gram / m³ - Dosis 4 gram / m³ - Dosis 6 gram / m³ - Suhu - Kelembaban - Waktu Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

40 2.9. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah 1. Ada perbedaan jumlah kematian tikus setelah difumigasi dengan fumigan CH 3 Br menggunakan sistim manual berdasarkan dosis yang dipakai. 2. Ada perbedaan jumlah kematian tikus setelah difumigasi dengan fumigan CH 3 Br menggunakan sistim penguapan berdasarkan dosis yang dipakai.

41 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Metode penelitan yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomize Design), dengan percobaan Faktorial dan uji Anova (Analysis of Variance) apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) pada taraf nyata 5 % (G.D, Steel Robert, 1995). Penelitian ini untuk mengukur efektifitas Metil Bromida (CH 3 Br) yang menggunakan sistim manual dan sistim penguapan pada fumigasi kapal terhadap kematian tikus pada dosis yang telah ditentukan. Subyek penelitian adalah semua kelompok perlakuan tikus yang ditangkap menggunakan perangkap tikus hidup Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan Riau, dengan pertimbangan bahwa wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang banyak disinggahi kapal laut, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dan juga tingginya frekuensi kapal yang difumigasi setiap bulannya di wilayah kerja tersebut.

42 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dalam waktu 6 bulan, dari Oktober 2008 sampai dengan April 2009, dimulai dari penelusuran pustaka, persiapan proposal, pelaksanaan seminar proposal, melaksanakan penelitian, melakukan pengolahan data, analisa data, penyusunan hasil penelitian, seminar hasil penelitian dan ujian komprehensif Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua kelompok perlakuan yaitu: tikus yang ditangkap dengan menggunakan perangkap tikus hidup. Sampel adalah tikus yang ditangkap sebanyak 240 ekor, di mana dimasukkan sebanyak 20 ekor tikus di setiap ruangan dengan 2 perlakuan untuk masing-masing sistim dan 3 kali ulangan setiap dosis yang dipakai Metode Pengumpulan Data Data Primer Data diperoleh dari uji efektifitas fumigan CH 3 Br dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan untuk pemberantasan tikus di Pelabuhan Tanjung Pinang, dengan beberapa kali uji coba dan 3 kali ulangan pada kedua sistim tersebut Data Sekunder Data diperoleh dari laporan Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang sebagai pengawas fumigasi dan Badan Usaha Swasta Vekto Bahtera Samudera sebagai pelaksana fumigasi di Tanjung Pinang.

43 3.5. Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional, Alat Ukur, Cara Ukur dan Skala Variabel Methyl Bromide (CH3Br) Definisi Operasional Gas yang komulatif lebih berat dari udara dengan titik didih 3,6 ºC, mempunyai penetrasi yang cukup besar dan sangat mudah menguap dapat mematikan hama. Alat Ukur Cara Ukur Skala Timbangan digital Menimbang Rasio Sistim Manual Sistim Fumigasi yang menggunakan metode manual melalui tabung ke media. Timbangan digital Menimbang Rasio Sistim Penguapan Sistim Fumigasi yang menggunakan metode penguapan dari tabung melalui selang keruangan Timbangan digital Menimbang Rasio Efektifitas Fumigan CH 3 Br Terhadap Kematian Tikus Akibat diberi perlakuan dosis yang tepat dengan tingkat kematian tikus 100 % Observasi Penghitungan Rasio Suhu Keadaan udara di ruangan Thermometer Pengukuran Interval Kelembaban Kadar air di udara Hygrometer Max-min Pengukuran Interval Waktu Masa yang ditentukan dalam uji coba terhadap dosis yang dipakai. Jam digital Penghitungan Rasio

44 3.6. Metode Pengukuran Pengukuran pada efektifitas fumigan CH3Br dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan di wilayah Tanjung Pinang yang meliputi: 1. A = cara aplikasi CH 3 Br A1 = Sistim Manual A2 = Sistim Penguapan 2. B = dosis CH 3 Br B1 = dosis 2 gram/m³ B2 = dosis 4 gram/m³ B3 = dosis 6 gram/m³ Dari percobaan masing-masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel rancangan penelitian berikut ini: Tabel 3.2. Tabel Rancangan Penelitian Perlakuan Sistim Fumigasi (A) Dosis (B) Manual (A1) Penguapan (A2) B1 2 gram A1 B1 A2 B1 B2 4 gram A1 B2 A2 B2 B3 6 gram A1 B3 A2 B3 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan dengan 3 (tiga) kali ulangan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan.

45 3.7. Teknik Pengumpulan Data Pemasangan Perangkap Tikus 1. Pemasangan perangkap dilakukan di wilayah pelabuhan khususnya gudang, kantor dan bangunan lainnya. 2. Perangkap yang berisi tikus dikumpulkan dan dibawa ke lokasi penelitian, dengan jumlah yang telah ditentukan. Bila jumlah tikus belum mencukupi maka dilakukan pemasangan kembali Alat dan Bahan Fumigan CH3Br 1. Alat dan Bahan - Masker - Canester - Sarung tangan - Wear pack - Senter - P3K - Sepatu kerja - Gas detektor CH3Br - Kunci pembuka - Tabung kimia - Tabung penguapan (boiler evaporation) - Gas elpiji - Selang kimia

46 - Ember kimia - Timbangan digital - Fumigan CH3Br - Plastik dan lakban - Thermometer dan Hygrometer max-min Metode Kerja Menggunakan Sistim Manual Percobaan pertama dengan dosis 2 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan ke dalam ruangan dan asisten fumigator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri menimbang fumigan melalui selang kimia kedalam tabung kimia yang telah disiapkan dengan dosis 100 gram sebagai uji coba pertama. Kemudian fumigator dan asisten fumigator keluar dari ruangan dan menempel kembali pintu keluar.

47 5. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 6. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan Percobaan ke 2 (dua) dengan dosis 4 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan Fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri menimbang fumigan melalui selang kimia kedalam tabung kimia yang telah disiapkan dengan dosis 200 gram sebagai uji coba ke 2 (dua). Kemudian fumigator dan asisten fumigator keluar dari ruangan dan menempel kembali pintu keluar.

48 5. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 6. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan Percobaan ke 3 (tiga) dengan dosis 6 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri menimbang fumigan melalui selang kimia kedalam tabung kimia yang telah disiapkan dengan dosis 300 gram sebagai uji coba ke 3 (tiga). Kemudian fumigator dan asisten fumigator keluar dari ruangan dan menempel kembali pintu keluar.

49 5. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 6. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan Percobaan Menggunakan Sistim Penguapan Percobaan pertama dengan dosis 2 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan asisten fumiator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri, menyiapkan tabung penguapan yang diisi dengan air bersih sebanyak 20 liter. Bila air telah mendidih, fumigator menimbang fumigan dengan dosis 100 gram melalui selang kimia dan dialirkan kedalam tabung penguapan yang telah disiapkan.

50 5. Dari tabung penguapan dialirkan selang kedalam ruangan sebagai uji coba pertama. Kemudian fumigator dan asisten fumigator menempel ruangan terakhir. 6. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 7. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan Percobaan ke dua dengan dosis 4 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik. Hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan asisten fumiator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri, menyiapkan tabung penguapan yang diisi dengan air bersih sebanyak 20 liter. Bila air telah mendidih, fumigator menimbang fumigan

51 5. Dari tabung penguapan dialirkan selang kedalam ruangan sebagai uji coba kedua. Kemudian fumigator dan asisten fumigator menempel ruangan terakhir. 6. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 7. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan Percobaan ketiga dengan dosis 6 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan asisten fumigator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi.

52 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri, menyiapkan tabung penguapan yang diisi dengan air bersih sebanyak 20 liter. Bila air telah mendidih, fumigator menimbang fumigan dengan dosis 300 gram melalui selang kimia dan dialirkan kedalam tabung penguapan yang telah disiapkan. 5. Dari tabung penguapan dialirkan selang kedalam kapal sebagai uji coba ketiga. Kemudian fumigator dan asisten fumigator menempel ruangan terakhir. 6. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 7. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan. Percobaan dilakukan dengan 3 kali ulangan setiap dosis yang digunakan. Setelah semua percobaan dengan sistim manual dan sistim penguapan dilakukan, semua data dikumpulkan dan dicatat secara berurutan kemudian diisi dalam tabel rancangan penelitian.

53 3.8. Teknik Pengolahan Data Data yang sudah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer dan dianalisis, pengolahan data yang mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Editing, data yang diolah dirapikan, diseragamkan sehingga terlihat jelas sifatsifat yang dimiliki data tersebut. 2. Tabulasi, data yang dikelompokkan sesuai dengan sifat yang dimiliki dan dipindahkan kedalam suatu tabel dan disesuaikan dengan tujuan kemudian dianalisis secara deskriptif. 3. Coding, yaitu untuk memudahkan proses entri data tiap jawaban diberi kode dan skor. 4. Entri, data diperoleh dientri ke dalam sistem komputerisasi. 5. Penyajian data/laporan Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian, diolah dan dianalisa menggunakan statistik uji Anova dengan menggunakan tabel F untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan efektifitas fumigan CH3Br dengan dosis yang telah ditentukan terhadap kematian tikus di kapal dengan tingkat kemaknaan 0,05, kemudian dimasukkan pada table sidik ragam dalam rancangan acak lengkap. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

54 Jika ada perbedaan dilanjutkan dengan uji DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) untuk mengetahui berapa konsentrasi yang paling tepat terhadap kematian tikus di kapal dimasukkan pada tabel sidik ragam dalam rancangan acak lengkap (RAL). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.3. Tabel Sidik Ragam Sumber db JK KT F Faktor A a - b JKA KTA F (A) Faktor B b - 1 JKB KTB F (B) Interaksi AxB (a - 1) (b - 1) JKAB KTAB F (AB) Sisa ab (r - 1) JKS KTS - Total abr - 1 JKT - - Sebelum dimasukkan kedalam tabel sidik ragam, dilakukan pengolahan data dengan uji anova menggunakan rumus sebagai berikut: 1. (Faktor Koreksi (FK) FK = Tij²/k.t 2. Jumlah Kuadrat Total (JKT) JKT = (Yij²) FK db = k.t-1 3. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) JKP = Tpi²/t - FK dbp = k Jumlah Kuadrat Acak (JKA) JKA = JKT JKP

55 5. Kuadrat Total Perlakuan (KTP) KTP = JKA/dbp 6. Kuadrat Total Acak (KTA) KTA = KTP/dba 7. F hitung F hitung = KTP/KTA 8. Bila berbeda nyata dilanjutkan dengan DNMRT SY = KTA/t DNMRT = P.SY 9. Keterangan FK JKT JKP JKA KTP KTA SY P K T dbp = Faktor Koreksi = Jumlah Kuadrat Total = J umlah Kuadrat Perlakuan = Jumlah Kuadrat Acak = Kuadrat Total Perlakuan = Kuadrat Total Acak = Kuadrat standar rata-rata deviasi = Jumlah kuadrat nyata duncan = Konsentrasi = Ulangan = Derajat Bebas Perlakuan

56 dba = Derajat BebasAcak DNMRT = Beda Jarak Nyata Duncan

57 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang terdiri dari: Kota Tanjung Pinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Lingga. Secara keseluruhan wilayah Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari 5 kabupaten dan 2 kota, 42 kecamatan serta 256 kelurahan/desa dengan jumlah pulau besar dan pulau kecil, di mana 40% belum bernama dan berpenduduk, adapun luas wilayahnya secara keseluruhan sebesar km 2. Kota Tanjung Pinang yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau dan sekaligus sebagai ibukota provinsi yang mempunyai kedudukan cukup strategis baik segi ekonomi, pertahanan, keamanan maupun sosial budaya, Kota Tanjung Pinang terletak di Pulau Bintan, tepatnya di bagian selatan pulau tersebut dengan menghadap kearah Barat Daya pada ,62 LU dan ,40 BT ,9 BT. Adapun batas wilayah administrasi adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Bintan. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Galang. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bintan Timur.

58 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Karas, Kecamatan Galang Kota Batam. Luas wilayah Kota Tanjung Pinang keseluruhan adalah 239,5 Km², yang terdiri dari atas daratan dengan luas 131,54 Km² dan lautan dengan luas 107,96 Km², sehingga dikategorikan menjadi dua kategori wilayah yaitu Tanjung Pinang Daratan dan Tanjung Pinang Lautan. Kota Tanjung Pinang secara administrasi dibagi menjadi 4 (empat) kecamatan, 18 (delapan belas) kelurahan, sedangkan Kantor Kesehatan Pelabuhan terletak di Kota Tanjung Pinang yang terdiri dari 10 wilayah kerja yang merupakan pelabuhan umum dan pelabuhan khusus. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 3. Peta Kota Tanjung Pinang

ditujukan terhadap faktor risiko lingkungan di kapal untuk memutuskan mata kapal antara lain dapur, ruang penyediaan makanan, palka, gudang, kamar

ditujukan terhadap faktor risiko lingkungan di kapal untuk memutuskan mata kapal antara lain dapur, ruang penyediaan makanan, palka, gudang, kamar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kapal merupakan alat transportasi lintas laut yang biasanya digunakan manusia untuk menyeberang dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Tak hanya manusia yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. Pes termasuk penyakit karantina internasional. Di Indonesia penyakit ini kemungkinan timbul

Lebih terperinci

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT)

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT) LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT) OLEH AGUS SAMSUDRAJAT S J 410040028 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Health Regulation 2005 (IHR), World Health Organization

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Health Regulation 2005 (IHR), World Health Organization BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Health Regulation 2005 (IHR), World Health Organization (WHO) merekomendasikan kepada negara peserta antuk melakukan tidakan terhadap bagasi, kargo,

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN

HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN Tugas Terstruktur I Disusun Oleh: Bogi Diyansah 0810480131 AGROEKOTEKNOLOGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2O11 Pertanyaan dan jawaban 1. Ambang fumigasi Ambang fumigasi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dijadikan tempat berkembang penyakit dan vector penular penyakit.

BAB 1 PENDAHULUAN. dijadikan tempat berkembang penyakit dan vector penular penyakit. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan merupakan salah satu aset penting suatu daerah yang berfungsi sebagai tempat berlabuhnya kapal sekaligus sebagai tempat untuk melakukan kegiatan bongkar muat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit pes terdapat pada hewan rodent dan dapat menularkan ke manusia melalui gigitan pinjal. Penyakit ini merupakan penyakit yang terdaftar dalam karantina nasional,

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI KAPAL DENGAN KEBERADAAN TIKUS PADA KAPAL YANG BERLABUH DI PELABUHAN TRISAKTI BANJARMASIN

HUBUNGAN SANITASI KAPAL DENGAN KEBERADAAN TIKUS PADA KAPAL YANG BERLABUH DI PELABUHAN TRISAKTI BANJARMASIN HUBUNGAN SANITASI KAPAL DENGAN KEBERADAAN TIKUS PADA KAPAL YANG BERLABUH DI PELABUHAN TRISAKTI BANJARMASIN rhayati, Yohanes Joko, M. Irfa i Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kesehatan Lingkungan Jl.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3 1 dari 7 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) Tanggal terbit Ditetapkan, Direktur RS. Dedy Jaya Brebes PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN PROSEDUR dr. Irma Yurita 1. Identifikasi bahaya B3 (Bahan Berbahaya dan

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis NEUTRALIZER 25 05 Januari 2015 1. Pengantar NEUTRALIZER 25 adalah produk yang berbentuk bubuk (powder), produk ini secara khusus diformulasikan sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR FUMIGASI

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR FUMIGASI LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR FUMIGASI OLEH AGUS SAMSUDRAJAT J 410040028 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 WAKTU DAN TEMPAT - Selasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Peraturan Kesehatan Internasional/International Health Regulation (IHR) tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Peraturan Kesehatan Internasional/International Health Regulation (IHR) tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini pelabuhan tidak hanya berfungsi sebagai pintu keluar masuk barang, lebih dari itu sudah merupakan sebagai sentra industri, pusat perdagangan dan pariwisata

Lebih terperinci

HIGIENE SANITASI RUMAH MAKAN PERSINGGAHAN BUS LINTAS SUMATERA DI RANTAU SELATAN KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN Skripsi. Oleh

HIGIENE SANITASI RUMAH MAKAN PERSINGGAHAN BUS LINTAS SUMATERA DI RANTAU SELATAN KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN Skripsi. Oleh HIGIENE SANITASI RUMAH MAKAN PERSINGGAHAN BUS LINTAS SUMATERA DI RANTAU SELATAN KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN 2007 Skripsi Oleh FAHRUDDIN NIM : 031000204 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Imidacloprid 10% Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kimida 10 WP Nama Kimia : (E)-1-(6-chloro-3-pyridylmethyl)-N-nitroimidazolidin-2-

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis RUST PREVENTIVE OIL 05 Januari 2015 1. Pengantar RUST PREVENTIVE OIL adalah bahan kimia yang diformulasikan khusus sebagai anti karat yang bersifat mudah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.865, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Sanitasi Kapal. Sertifikat. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKAT SANITASI KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Fipronil 50 g/l : Ken-Pronil 50 SC : 5-amino-1-(2, 6-dichloro-4-(trifluoromethyl)phenyl)-4-

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis PAINT REMOVER 40 05 Januari 2015 1. Pengantar PAINT REMOVER 40 adalah bahan kimia yang bersifat asam yang sangat efektif untuk menghilangkan cat 2. Penggunaan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1057, 2016 KEMHAN. Dampak Bahaya Bahan Kimia. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN DAMPAK BAHAYA

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Lambda-cyhalothrin 25 g/l : Taekwando 25 EC : (S)-α-cyano-3-phenoxybenzyl

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Glyphosate Isopropylammonium 490 g/l : Kenfosat 490 SL : N-(fosfonometil)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade belakangan ini dilaporkan bahwa telah terjadi penipisan lapisan ozon di Antartika dan fenomena penipisan lapisan ozon ini tampaknya semakin meluas akibat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia secara berencana, komprehensif, terpadu, terarah dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun tujuan dari

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH ROKOK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedes aegypty

PEMANFAATAN LIMBAH ROKOK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedes aegypty PEMANFAATAN LIMBAH ROKOK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedes aegypty Suprapto Abstrak Penyakit demam berdarah dangue adalah salah satu penyakit yang paling menonjol di Indonesia yang disebarkan oleh gigitan

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis DERUSTER 250 N 05 Januari 2015 1. Pengantar DERUSTER 250 N adalah pembersih metal dan penghilang karat bersifat asam yang mengandung phosphoric acid-solvent-detergent

Lebih terperinci

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat

Lebih terperinci

AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan ( ) Widya Fiqra ( ) Yulia Endah Permata ( )

AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan ( ) Widya Fiqra ( ) Yulia Endah Permata ( ) AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan (121411048) Widya Fiqra (121411061) Yulia Endah Permata (121411062) Pengertian Reaksi Terhadap Zat Lain AlCl₃ Kegunaan dan Manfaat MSDS Proses Pembuatan KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil

Lebih terperinci

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax.

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax. Jl. Raya Merak Km. 7 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Telp. (0254) 570-42, Fax. (0254) 57-458 0 April 2007 7 November 204 PAGE OF 6 BAGIAN- : IDENTIFIKASI PERUSAHAAN DAN PRODUK KIMIA Nama produk Kimia :

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Glufosinate ammonium 150 g/l Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kenbast 150 SL Nama Kimia : ammonium 4-(hydroxyl(methyl)

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui

Lebih terperinci

Tips Mencegah LPG Meledak

Tips Mencegah LPG Meledak Tips Mencegah LPG Meledak Beberapa rekan pernah menyampaikan tips tips mencegah peledakan LPG di rumah tangga. Saya hanya mencoba mengingatkan kembali akan pentingnya kewaspadaan pengelolaan LPG di rumah

Lebih terperinci

PEDOMAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN AKIBAT KECELAKAAN B3 DAN LIMBAH B3

PEDOMAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN AKIBAT KECELAKAAN B3 DAN LIMBAH B3 PEDOMAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN AKIBAT KECELAKAAN B3 DAN LIMBAH B3 Disampaikan pada tanggal 23 November 2017 DIREKTORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3 DIRJEN PENGELOLAAN SAMPAH,

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo Material Safety Data Sheet Resin Pinus Oleo Bagian 1: Produk Kimia dan Identifikasi Perusahaan Nama Produk : Resin Pinus Oleo Sinonim : Pinus Resin Turpentin Identifikasi Perusahaan : Tradeasia International

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN HAPUS TIKUS KAPAL DI PELABUHAN, HAPUS SERANGGA KAPAL DI PELABUHAN, DAN HAPUS SERANGGA PESAWAT DI BANDAR UDARA

PEDOMAN PENYELENGGARAAN HAPUS TIKUS KAPAL DI PELABUHAN, HAPUS SERANGGA KAPAL DI PELABUHAN, DAN HAPUS SERANGGA PESAWAT DI BANDAR UDARA 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN TINDAKAN HAPUS TIKUS DAN HAPUS SERANGGA PADA ALAT ANGKUT DI PELABUHAN, BANDAR UDARA, DAN POS LINTAS BATAS DARAT PEDOMAN

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS EKSTRAK KULIT DUKU ( Lansiumdomesticum) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI DALAM MEMBUNUH NYAMUK Aedesspp TAHUN 2014 SKRIPSI OLEH :

EFEKTIFITAS EKSTRAK KULIT DUKU ( Lansiumdomesticum) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI DALAM MEMBUNUH NYAMUK Aedesspp TAHUN 2014 SKRIPSI OLEH : EFEKTIFITAS EKSTRAK KULIT DUKU ( Lansiumdomesticum) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI DALAM MEMBUNUH NYAMUK Aedesspp TAHUN 2014 SKRIPSI OLEH : IKA JUNI A.GINTING NIM. 101000188 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.665, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Hapus Tikus. Hapus Serangga. Alat Angkut. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis PRECOAT 5 Juni 2015 1. Pengantar PRECOAT adalah bahan kimia hexavalent yang tidak mengandung chromate diformulasikan khusus untuk permukaan alumunium,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

PENGARUH SANITASI DAN MANAJEMEN KAPAL TERHADAP KEPEMILIKAN SERTIFIKAT SANITASI KAPAL PADA PELABUHAN LHOKSEUMAWE. Oleh /IKM

PENGARUH SANITASI DAN MANAJEMEN KAPAL TERHADAP KEPEMILIKAN SERTIFIKAT SANITASI KAPAL PADA PELABUHAN LHOKSEUMAWE. Oleh /IKM PENGARUH SANITASI DAN MANAJEMEN KAPAL TERHADAP KEPEMILIKAN SERTIFIKAT SANITASI KAPAL PADA PELABUHAN LHOKSEUMAWE TESIS Oleh S AIFULLAH 087031012/IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

BAB I KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

BAB I KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB I KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

IQBAL OCTARI PURBA /IKM PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2014 TESIS OLEH IQBAL OCTARI

Lebih terperinci

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR 62 PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR A. Data Umum 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : a.

Lebih terperinci

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax.

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax. Jl. Raya Merak Km. 7 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Telp. (0254) 570-42, Fax. (0254) 57-458 0 April 2007 7 November 204 PAGE OF 6 BAGIAN- : IDENTIFIKASI PERUSAHAAN DAN PRODUK KIMIA Nama produk Kimia :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS INSEKTISIDA TERHADAP KERENTANAN VEKTOR NYAMUK ANOPHELES spp DI KOTA BATAM TAHUN 2010 T E S I S. Oleh AGUS JAMALUDIN /IKM

PENGARUH JENIS INSEKTISIDA TERHADAP KERENTANAN VEKTOR NYAMUK ANOPHELES spp DI KOTA BATAM TAHUN 2010 T E S I S. Oleh AGUS JAMALUDIN /IKM PENGARUH JENIS INSEKTISIDA TERHADAP KERENTANAN VEKTOR NYAMUK ANOPHELES spp DI KOTA BATAM TAHUN 2010 T E S I S Oleh AGUS JAMALUDIN 087031002/IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL 105 LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL (Berdasarkan International Health Regulation (2005) : Handbook for Inspection of Ships and Issuance of Ship Sanitation Certificates) 1. Nama Kapal : 2. Jenis

Lebih terperinci

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA Penjelasan gambar Zat aktif + pencampur Pestisida Sebagian besar pestisida digunakan di pertanian,perkebunan tetapi bisa digunakan di rumah tangga Kegunaan : - Mencegah

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis Mn 201 05 Januari 2015 1. Pengantar Proses treatment metal dengan menggunakan MANGANESE PHOSPHATE 201 (Mn-201) memberikan lapisan kristal yang menyelubungi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian berupa buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasi kebutuhan tersebut

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA BUNGUS BULAN APRIL TAHUN 2017

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA BUNGUS BULAN APRIL TAHUN 2017 LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA BUNGUS BULAN APRIL TAHUN 2017 I. Pendahuluan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Padang sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruangan yang bersih adalah ruangan yang sehat. Dari kalimat tersebut dapat dijelaskan bahwa sebuah ruangan perlu dijaga kebersihannya dari debu, sampah, dan bahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih

Lebih terperinci

Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang. pemerintah, swasta, dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh

Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang. pemerintah, swasta, dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang mempunyai tempat, sarana dan kegiatan tetap yang diselenggarakan oleh badan pemerintah, swasta, dan atau

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : 2,4-D Dimethyl ammonium 865 g/l : Ken-Amine 865 SL : 2, 4-dichlorophenoxy

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida Rumah Sehat edited by Ratna Farida Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Alpha-Cypermethrin 100 g/l Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Ken-Fas 100 EC Nama Kimia : (S)-α-cyano-3-phenoxy

Lebih terperinci

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia, di satu pihak akan memberikan keuntungan, tetapi di pihak

Lebih terperinci

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan PESTISIDA 1. Pengertian Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida yang dimaksud dengan Pestisida adalah sebagai berikut: Semua zat kimia

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 1. Cara aman membawa alat gelas adalah dengan... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 Satu tangan Dua tangan Dua jari Lima jari Kunci Jawaban : B Alat-alat

Lebih terperinci

Lembaran Data Keselamatan Bahan

Lembaran Data Keselamatan Bahan Lembaran Data Keselamatan Bahan Halaman: 1/6 1. Zat/bahan olahan dan nama perusahaan Loxanol PL 5825 Penggunaan: Bahan kimia digunakan di sintesa dan atau formulasi di industri Perusahaan: PT BASF Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Identifikasi Potensi Bahaya Identifikasi bahaya yang dilakukan mengenai jenis potensi bahaya, risiko bahaya, dan pengendalian yang dilakukan. Setelah identifikasi bahaya dilakukan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen Leptospira, yang ditularkan secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia,

Lebih terperinci

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging) BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS Kemampuan Fisik 1. Menggali (digging) Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

Paparan Pestisida. Dan Keselamatan Kerja

Paparan Pestisida. Dan Keselamatan Kerja Paparan Pestisida Peranan CropLife Indonesia Dalam Meminimalkan Pemalsuan Pestisida Dan Keselamatan Kerja CROPLIFE INDONESIA - vegimpact Deddy Djuniadi Executive Director CropLife Indonesia 19 Juni 2012

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis ZINC PHOSPHATE 5 Juni 2015 1. Pengantar Zinc Phosphate adalah bahan kimia yang di formulasikan untuk merawat/melapisi permukaan besi dan/atau berlapis

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan ikan segar. Menurut Handajani (1994) (dalam Sari, 2011), ikan asin lebih menguntungkan dalam hal kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan ikan segar. Menurut Handajani (1994) (dalam Sari, 2011), ikan asin lebih menguntungkan dalam hal kesehatan. 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu dan teknologi maka berkembang pula peralatan-peralatan mekanis yang dapat mempercepat dan memperbaiki mutu produknya. Produkproduk perikanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam percobaan ini mengunakan metoda spektrometri yang pengukuran secara kuantitatif. Namun percobaan ini tidak jauh berbeda dengan percobaan sebelumnya karena percobaan

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet MAXFORCE Forte Gel0,05 20X(4X30GR) BOX 4 Nopember 2012

Material Safety Data Sheet MAXFORCE Forte Gel0,05 20X(4X30GR) BOX 4 Nopember 2012 1. Identifikasi produk dan perusahaan Nama Produk: Maxforce Forte Gel0,05 Alamat Perusahaan: Environmental Science Division Mid Plaza I lt. 14 Jl. Jend. Sudirman Kav.10-11, Jakarta 10220 P.O. Box 2507

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini, baik proses fumigasi maupun pengolahan data penelitian dilakukan di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut molekul. Setiap tetes air yang terkandung di dalamnya bermilyar-milyar

BAB I PENDAHULUAN. disebut molekul. Setiap tetes air yang terkandung di dalamnya bermilyar-milyar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah zat di alam yang dalam kondisi normal di atas permukaan bumi ini berbentuk cair, akan membeku pada suhu di bawah nol derajat celcius dan mendidih pada suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Jumlah penderita maupun luas daerah penyebarannya semakin bertambah

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Menimbang : MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan

Lebih terperinci

Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 4.

Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 4. Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semburan lumpur panas yang terletak di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur adalah salah satu dari akibat ekplorasi di bidang perminyakan

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh :

UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh : UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SKRIPSI Oleh : NURUL AINI 090302080 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYAPERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sumber daya manusia adalah asset yang sangat berharga dimana harus terus dijaga dan diperdayakan. Pemberdayaan dan perhatian terhadap sumber daya manusia yang tinggi

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN LAMPIRAN 1 84 Universitas Kristen Maranatha 85 Universitas Kristen Maranatha 86 Universitas Kristen Maranatha 87 Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 2 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar (asasi) manusia dan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan adalah demam berdarah dengue (DBD). World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam sektor pekerjaan menjadi salah satu fokus utama dari strategi pembangunan Indonesia. Pada Februari 2014 tercatat jumlah penduduk yang bekerja mengalami

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci