BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akses ke saluran napas pada pasien telah dilakukan sejak jaman

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akses ke saluran napas pada pasien telah dilakukan sejak jaman"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BRONKOSKOPI SEJARAH BRONKOSKOPI Akses ke saluran napas pada pasien telah dilakukan sejak jaman Hipocrates sebelum masehi, dengan menggunakan bahan berupa pipa ke dalam laring pada pasien dengan adanya riwayat tesedak. Avicenna dari Bukhara, sekitar tahun 1000 masehi, menggunakan pipa berbahan perak untuk tujuan yang sama. 19,20,21 Pada akhir abad ke-19, ada tiga penemuan penting menyebabkan perkembangan dari bronkoskopi kaku yaitu perkembangan teknik anastesi lokal, penemuan listrik sebagai sumber cahaya dan pengembangan instrumen untuk pemeriksaan pencernaan bagian atas dan saluran pernapasan. Gustav Killian seorang Otolaryngologist dari University of Freiburg Jerman, mengkombinasikan teknik-teknik ini dan menerapkan metode baru ini untuk manusia pertama kalinya pada tahun Dengan kokain yang digunakan sebagai anastesi lokal, Killian dengan bronkoskopi kakunya berhasil mengeluarkan benda asing dari bronkus utama kanan pada seorang pasien yang teraspirasi tulang kedalam saluran pernapasannya. 22,23 Sejak saat itu Killian terus berusaha meningkatkan instrumentasi dan teknologi yang dapat digunakan sebagai alat untuk diagnosis dan terapi pada saluran pernapasan. Killian juga terus mengembangkan bundel serat optik yang digunakan untuk pencahayaan, optik untuk fotografi dan vidio dokumentasi. 20,23

2 Pada akhir abad ke-19, Chevalier Jackson, mengembangkan bronkoskopi kaku dengan menambah okular langsung, tabung penghisap dan sumber pencahayaan di ujung distalnya. Ia juga mengembangkan dan menekankan pentingnya protokol prosedur keselamatan selama tindakan yang dilakukan dan teknik ini masih digunakan sampai sekarang. Setelah itu Shigeto Ikeda memperkenalkan BSOL pada tahun 1966 dan tersebar secara luas di pusat-pusat pelayanan kesehatan. 20, JENIS BRONKOSKOPI Bronskoskopi merupakan prosedur tindakan pemeriksaan kedalam saluran pernapasan dengan menggunakan alat bronkoskop. Bronkoskop dapat dimasukkan ke saluran pernapasan melalui hidung atau mulut ataupun melalui lubang trakeostomi. Saat ini dikenal ada 2 macam alat bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur. 22,23,25 Gambar 2.1. Bronkoskopi kaku. 25

3 Gambar 2.2. Bronkoskop Serat Optik Lentur (BSOL) INDIKASI BRONKOSKOPI Tujuan melakukan prosedur bronkoskopi adalah untuk pemeriksaan bronkus dan cabang-cabangnya dengan tujuan diagnostik maupun pengobatan. 26,27 Prosedur bronkoskopi secara rutin dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainankelainan endobronkial. 28 Indikasi tindakan bronkoskopi dengan menggunakan bronkoskopi kaku adalah: Mengatasi dan penanganan batuk darah masif. 2. Mengeluarkan benda asing dari saluran pernapasan. 3. Penanganan stenosis saluran napas. 4. Penanganan sumbatan saluran napas akibat neoplasma. 5. Pemasangan stent bronkus. 6. Laser bronchoscopy. Indikasi tindakan diagnostik pada bronkoskopi antara lain pada keadaan: 23 Batuk Batuk darah Mengi dan stridor Gambaran foto toraks yang abnormal.

4 Pemeriksaan Bronchoalveolar Lavage (BAL) : - Infeksi paru. - Penyakit paru difus (bukan infeksi). Pembesaran kelenjar limf atau massa pada rongga toraks. Karsinoma bronkus. - Ada bukti sitologi atau masih tersangka. - Penentuan derajat karsinoma bronkus. - Follow up karsinoma bronkus. Karsinoma metastasis. Tumor esophagus dan mediastinum. Benda asing pada saluran napas. Striktur dan stenosis pada saluran napas. Cedera akibat zat kimia dan panas pada saluran napas. Trauma dada. Kelumpuhan pita suara dan suara serak. Kelumpuhan diafragma. Efusi pleura. Pneumotoraks yang menetap. Miscellaneous. - Sangkaan fistel trakeoesopagus atau bronkoesopagus. - Fistel bronkopleura. - Bronkografi. - Memastikan pemasangan pipa endotrakeal.

5 - Memastikan pipa endotrakeal terpasang dengan baik pada kasuskasus trauma. - Pemeriksaan paska operasi trakea, trakeobronkial atau penyambungan bronkus. Indikasi tindakan bronkoskopi terapeutik adalah pada keadaan: 23 Dahak yang tertahan, gumpalan mukus. Benda asing pada saluran pernapasan. Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi. Laser therapy. Brachytherapy. Pemasangan stent pada trakeobronkial. Melebarkan bronkus. Laser. Dilatasi dengan menggunakan balon. Abses paru. Kista pada mediastinum. Kista pada bronkus. Pneumotoraks. Fistel bronkopleura. Miscellaneous. Injeksi intralesi. Pemasangan pipa endotrakeal. Kistik fibrosis. Asma.

6 Trauma dada. Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis). Beberapa prosedur rutin seperti bronchoalveolar lavage (BAL), bilasan bronkus, dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab penyakit-penyakit infeksi saluran napas dan paru juga dapat mendeteksi penyakit lainnya yang bukan disebabkan infeksi mikroorganisme. Sikatan bronkus dan biopsi jaringan pada daerah lesi di saluran napas dapat menentukan diagnosis dari kelainan di saluran napas tersebut. 28 Berkat teknologi yang semakin berkembang, beberapa teknik pencitraan saat ini dapat dilakukan melalui bronkoskopi. Fluorescence bronchoscopy dan Endobronchial bronchoscopy ultrasonography dapat membantu menentukan tempat yang tepat untuk melakukan pengambilan sampel jaringan untuk diagnostik. Di unit-unit perawatan intensif, 50%-75% dari prosedur bronkoskopi yang dilakukan merupakan bronkoskopi dengan tujuan terapeutik. Membersihkan saluran napas dari sekret yang kental dan menghilangkan bekuan darah di saluran napas merupakan tindakan terapeutik yang sering dikerjakan pada pasien-pasien yang dirawat diruang perawatan intensif. 28 Bronkoskopi dengan tujuan diagnostik dan terapeutik dapat dilakukan secara bersamaan. Beberapa tindakan intervensi endobronkial separti laser terapi, pemasangan stent endobronkial, phototherapy, cryotherapy, reseksi lesi endobronkial, thermoplasty, dan pemasangan valve endobronkial merupakan tindakan yang memerlukan diagnostik yang tepat sebelum melaksanakannya. 28,29 Penggunaan balon dilatasi dan pemasangan stent pada saluran napas juga bermanfaat untuk mengatasi sumbatan jalan napas. 27 Bronkoskopi diagnostik

7 memegang peranan yang penting dalam pendiagnosaan kelainan-kelainan endobronkial yang selanjutnya dapat dilakukan prosedur terapeutik endobronkial dengan bronkoskopi sesuai kebutuhan dan tindakan intervensi yang dibutuhkan. 28,29 Brutinel dkk, melaporkan peningkatan survival rate pada pasien dengan penyumbatan saluran napas akibat keganasan yang dilakukan prosedur laser photoresection. Endobronchial elektosurgery dengan menggunakan argon plasma koagulasi dapat digunakan untuk debulking tumor trakeobronkial. Coulter dkk melaporkan keberhasilan endobronchial elektrosurgery sekitar 86% pada kasus endobronkial polipoid dengan menggunakan anastesi lokal. 19 Pada pasien yang dirawat diruang perawatan intensif yang mengalami atelektasis akibat penyumbatan saluran napas oleh gumpalan mukus, BSOL dapat digunakan sebagai alat diagnostik maupun terapeutik. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan BSOL dapat mengatasi atelektasis yang disebabkan gumpalan mukus dan perbaikan secara radiologis pada 88% kasus KONTRAINDIKASI DAN KOMPLIKASI Kontraindikasi tindakan bronkoskopi yaitu kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut antara lain: 23 Pasien kurang kooperatif. Keterampilan operator kurang. Fasilitas yang tidak memadai. Angina yang tidak stabil. Aritmia yang tidak terkontrol.

8 Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen. Yang termasuk kontraindikasi relatif yaitu: 23 Hiperkarbia berat. Bulla emfisema berat. Asma berat. Gangguan koagulopati yang serius. Obstruksi trakea. High positive end-expiratory pressure. Berbagai komplikasi yang dapat terjadi saat tindakan bronkoskopi yaitu: 22,23 Kesulitan melakukan intubasi. Cedera pada trakea dan bronkus. Perdarahan. Spasmus pada bronkus dan laring. Aritmia : Sinus takikardia. Aritmia yang serius. Aritmia yang mengancam jiwa. Henti jantung. Pneumotoraks. Emfisema mediastinum. Prosedur bronkoskopi yang dilakukan seperti, penggunaan laser photoresection, endobronchial elektrosurgery, brachytherapi, cryotherapy, dan photodinamic therapy serta prosedur lainnya dapat menimbulkan komplikasi mulai dari reaksi inflamasi saluran napas, perdarahan maupun perforasi saluran napas yang dapat menyebabkan pneumotoraks ataupun pneumomediastinitis. 27

9 Langendijk dkk menyatakan bahwa endobronchial brachytherapy dengan dosis > 10 Gy dapat menimbulkan perdarahan dan pada 6-8% kasus menyebabkan fistel antara saluran napas ke rongga toraks. 28 Pada pasien yang dilakukan biopsi transbronkial risiko terjadinya perdarahan dan pneumotoraks akan meningkat 5-7%. Pneumotoraks dapat terdeteksi 1 jam setelah tindakan biopsi dilakukan. 29 Komplikasi juga dapat terjadi karena tindakan yang dilakukan pada bronkoskopi dan dapat terjadi sesudah tindakan bronkoskopi atau disebut sebagai sekuele. Umumnya sekuele terjadi akibat tindakan tambahan pada saat bronkoskopi. Sekuele dapat berupa jaringan parut yang dapat timbul setelah tindakan biopsi. 30 Jin dkk mengemukakan dari 73 pasien yang dilakukan prosedur bronkoskopi diagnostik, 30 orang mengalami spasme saluran napas, 28 orang hemoptisis, 4 orang pneumotoraks dan 11 orang mengalami aritmia. 31 Sedangkan pasien yang dilakukan prosedur bronkoskopi terapeutik, dari 79 pasien, 38 orang mengalami spasme saluran napas, 13 orang aritmia, 9 orang hemoptisis, 8 orang terjadi sumbatan saluran napas, 5 orang mengalami esofagotrakeal fistel, 3 orang trejadi perforasi trakea dan 3 orang meninggal dunia PERSIAPAN SEBELUM BRONKOSKOPI Sebelum prosedur bronkoskopi dilakukan, harus dipersiapkan beberapa persiapan yang penting meliputi persiapan terhadap penderita termasuk pemberian premedikasi sebelum tindakan bronkoskopi dan persiapan peralatan pendukung yang dibutuhkan untuk bronkoskopi. 32 Pengelolaan penderita yang akan dilakukan bronkoskopi adalah sangat penting dan membutuhkan pendekatan multidisiplin serta komunikasi yang baik. Evaluasi sebelum tindakan bronkoskopi mencakup

10 indikasi untuk prosedur bronkoskopi, tindakan yang akan dilakukan, risiko tindakan yang dapat terjadi pada pasien dan persetujuan dari pihak pasien terhadap prosedur tindakan yang akan dilakukan terhadapnya. 23 Beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan terhadap pasien sebagai persiapan sebelum dilakukan prosedur bronkoskopi antara lain pemeriksaan faal hemostasis, foto toraks, pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), analisa gas darah, elektrolit dan spirometri. Evaluasi kardiovaskuler terutama dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner yang akan dilakukan tindakan bronkoskopi, karena penyakit ini dapat meningkatkan risiko pada saat tindakan bronkoskopi berlangsung. 7,33 Mengetahui riwayat penyakit pasien secara akurat dengan memperhatikan adanya faktor risiko adalah hal yang sangat membantu untuk menyusun rencana prosedur tindakan yang akan dilakukan saat bronkoskopi berlangsung. 23 Beberapa pemeriksaan darah rutin yang dilakukan pada pasien yang akan dilakukan bronkoskopi meliputi hitung darah lengkap, parameter koagulasi terutama pada pasien yang mendapat terapi antikoagulan dan pasien dengan perdarahan aktif atau pada pasien yang dicurigai adanya gangguan perdarahan secara klinis, penyakit hati, disfungsi ginjal, malabsorpsi dan gangguan kekurangan gizi atau gangguan koagulasi lainnya. 23,32 Persiapan yang harus dilakukan terhadap pasien adalah: Memperoleh informasi tentang riwayat penyakit sebelumnya, penyakit sekarang, kondisi fisik dan mental pasien serta riwayat reaksi alergi terhadap obat yang akan digunakan untuk tindakan bronkoskopi.

11 2. Memberitahukan kepada pasien tentang tahapan pelaksanaan prosedur tindakan yang akan dilakukan mulai dari persiapan bronkoskopi sampai setelah tindakan bronkoskopi, termasuk: Puasa sebagai persiapan sebelum bronkoskopi. Tindakan anastesi yang akan dilakukan dan yang akan dirasakan pasien setelah dilakukan anastesi. Puasa setelah menjalani tindakan bronkoskopi. 3. Menandatangani pernyataan persetujuan tindakan medik untuk prosedur yang akan dilakukan. 4. Mengevaluasi kondisi pasien sebelum bronkoskopi dilakukan dan mengelompokkan pasien berdasarkan kondisi fisiknya. American Association of Anesthesiologists (ASA) membuat klasifikasi sebagai berikut: ASA I ASA II ASA III : Pasien dengan kondisi fisik normal. : Pasien dengan penyakit sistemik ringan. : Pasien dengan penyakit sistemik yang berat dengan keterbatasan aktifitas. ASA IV : Pasien dengan penyakit yang tergantung dengan obat-obatan agar dapat bertahan. ASA V : Pasien dengan kondisi yang gawat dengan prediksi tidak akan bertahan hidup dalam 24 jam dengan atau tanpa tindakan bronkoskopi. 5. Puasa sebelum tindakan bronkoskopi. Puasa dilakukan sekitar 8 jam untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung.

12 Selain itu persiapan lain yang harus dilakukan, antara lain: 7,32 Persiapan fasilitas penunjang : Ruangan : Broncoscopy suite Ruangan persiapan, ruangan tindakan, ruangan pemulihan, ruangan desinfeksi alat. Bronkoskopi : Kelengkapan televisi, vidio, foto. Kelengkapan alat diagnostik dan terapi. Sarana penunjang: Oksigen, mesin penghisap lendir (suction). Alat pemantau EKG, oksimeter Nebulizer Alat- alat Resusitasi Jet ventilation Pemberian obat premedikasi harus disesuaikan untuk kebutuhan individu. Umumnya anti sedatif ringan diberikan 30 menit sebelum prosedur bronkoskopi dilakukan. Pemberian obat premedikasi bertujuan untuk: Mengurangi kecemasan pada saat tindakan bronkoskopi. 2. Mengeringkan saluran napas. 3. Mencegah terjadinya refleks vagal. Obat-obat yang sering digunakan untuk premedikasi adalah: 32 Obat obat sedatif: Midazolam (7.5 mg peroral) Lorazepam (1 2 mg peroral) Temazepam (15 30 mg peroral) Diazepam (5 10 mg peroral)

13 Antikolinergik: Atropine (0.5 mg im, 1.0 mg peroral) Glycopyrrolate ( mg intramuskular) Scopolamine (0.3 mg intramuskular) Pada pasien yang sedang mengkonsumsi obat anti hipertensi, obat anti diabetes dan obat-abatan saluran napas harus tetap diberikan. 32 Hipoksemia dapat terjadi pada saat tindakan bronkoskopi. Hal ini harus diantisipasi dengan pengelolaan oksigen tambahan pada pasien. Pasien dengan hipoksemia yang sudah ada sebelumnya akan membutuhkan oksigen tambahan. 23 British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan beberapa hal yang harus diperhatikan untuk keselamatan pasien: 8 1. Sebelum bronkoskopi. Memberikan informasi secara lisan dan tertulis kepada pasien tentang prosedur yang akan dilakukan. Pemeriksaan spirometri harus dilakukan pada pasien dengan penyakit paru obstruksi. Pemberian suplementasi oksigen dan atau sedasi intravena dapat menyebabkan peningkatan kadar CO 2 arteri oleh karena itu pemberian sedasi harus dihindari pada penderita yang terjadi peningkatan kadar CO 2 arteri pra-bronkoskopi dan suplementasi oksigen dipertimbangkan dengan sangat berhati-hati. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum bronkoskopi untuk yang memiliki katup jantung prostesis atau dengan riwayat endokarditis.

14 Pada penderita dengan riwayat infark miokard, bronkoskopi harus dihindari minimal 6 minggu setelah riwayat serangan terakhir. Penderita asma harus diberi bronkodilator sebelum tindakan bronkoskopi dilakukan. Pemeriksaan trombosit dan fungsi pembekuan darah harus rutin dilakukan pada pasien dengan riwayat perdarahan. Jika diperkirakan bahwa spesimen biopsi mungkin diperlukan pada bronkoskopi, antikoagulan oral harus dihentikan setidaknya 3 hari sebelum bronkoskopi atau penderita dapat diberi vitamin K. Jumlah trombosit, waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial harus diperiksa sebelum melakukan biopsi transbronkial. Tidak makan minimal 4 jam dan tidak minum air minimal 2 jam sebelum tindakan bronkoskopi. Akses intravena harus terpasang sebelum tindakan bronkoskopi dilakukan. Penggunaan sedasi harus diberikan setelah mendapat persetujuan dari pasien. Atropin tidak secara rutin diperlukan sebelum bronkoskopi. 2. Saat bronkoskopi Pasien harus dipantau dengan oksimetri. Suplementasi oksigen harus diberikan untuk mencapai saturasi oksigen minimal 90% dan untuk mengurangi risiko aritmia selama prosedur berlangsung dan selama masa pemulihan setelah tindakan selesai dilakukan.

15 Dosis total lidokain harus dibatasi sampai 8,2 mg/kg berat badan pada orang dewasa. Jika scope bronkoskopi dimasukkan melalui hidung maka sebaiknya diberikan lidokain gel 2% untuk anastesi mukosa hidung. Dosis sedatif dapat ditambah untuk mencapai sedasi yang memadai. Harus dibantu minimal dua orang asisten bronkoskopi. Pemantauan EKG harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat penyakit jantung dan mereka yang dalam keadaan hipoksia meskipun telah diberi suplementasi oksigen. Tersedia peralatan resusitasi. 3. Setelah bronkoskopi Suplementasi oksigen setelah tindakan bronkoskopi diperlukan pada beberapa pasien dengan penurunan fungsi paru-paru dan pasien yang mendapat sedasi. Jika dilakukan biopsi transbronkial maka harus dilakukan pemeriksaan foto toraks minimal 1 jam setelah tindakan selesai dilakukan untuk mendeteksi komplikasi terjadinya pneumotoraks. Pasien yang dilakukan tindakan biopsi transbronkial harus diberi tahu secara lisan dan tertulis tentang kemungkinan terjadinya pneumotoraks.

16 Pasien yang mendapat sedasi diberi tahukan secara lisan dan tertulis untuk tidak mengoperasikan kenderaan selama minimal 24 jam setelah tindakan dilakukan. Beritahukan kepada pasien yang mendapat sedasi, pasien usia tua, pasien yang dilakukan tindakan biopsi tranbronkial harus diawasi dalam 24 jam setelah tindakan dilakukan. Setelah seluruh persiapan dilakukan maka pelaksanaan prosedur BSOL dapat dilakukan oleh seorang ahli bronkoskopi. Menurut ACCP, seorang ahli bronkoskopi adalah seorang yang telah berlatih melaksanakan prosedur BSOL dimana telah melaksanakan minimal 100 kali prosedur BSOL dan untuk menjaga keahliannya harus terus melaksanakan prosedur BSOL setidaknya 25 kali pertahunnya. 7 Pelaksanaan prosedur BSOL yang direkomendasikan ACCP adalah pasien dipersiapkan dan harus berpuasa minimal 4 jam sebelum prosedur dilaksanakan. Akses intravena terpasang baik dan pasien diberi anastesi lokal. Setalah itu pasien dapat diposisikan terlentang. Operator dapat memilih tempat masuknya bronkoskop dapat melalui hidung atau melalui mulut. Jika menggunakan hidung sebagai pintu masuk bronkoskop maka anastesi topikal harus mencakup rongga hidung bagian dalam dan faring. Jika menggunakan mulut sebagai pintu masuk bronkoskop maka harus meletakkan alat pelindung bronkoskop agar terhindar dari gigitan pasien. Segera setelah bronkoskop di instilasikan maka dilakukan pemeriksaan dan penilaian dari mulai orofaring dan pita suara. Pembiusan topikal tambahan di daerah ini dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Bronkoskop selanjutnya melewati pita suara dan menuju ke saluran napas yang lebih distal. Penilaian dan

17 pemeriksaan saluran napas dilakukan dan anastesi topikal dapat ditambahkan sesuai kebutuhan. Prosedur diagnostik atau terapeutik dapat dilakukan secara bersamaan sesuai kebutuhan ANASTESI LOKAL PADA BRONKOSKOPI Anastesi saluran napas harus dilakukan sebelum tindakan bronkoskopi dilakukan. 10,34,35 Bronkoskopi kaku dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum. Selain itu, anastesi umum juga dilakukan pada penderita yang akan dilakukan BSOL dengan prosedur tindakan diagnostik dan terapi yang memerlukan waktu yang panjang, pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi dan pada pasien anak-anak. 19 Tindakan ini harus dilakukan oleh seorang Bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi. 22,36 BSOL telah digunakan di lebih dari 95% dari semua prosedur bronkoskopi dan telah menjadi modalitas dalam diagnostik maupun terapi. 23 BSOL digunakan secara luas karena mudah dilakukan, memiliki komplikasi yang lebih ringan, lebih nyaman dan lebih aman, dapat menggunakan anestesi lokal dan dapat menjangkau ke percabangan bronkus yang lebih distal. 10,34,35,36,37,38 Dalam pelaksanaan bronkoskopi pertama kali, Killian telah menggunakan kokain sebagai zat anastesi lokal. Saat ini beberapa obat anastesi lokal telah banyak digunakan antara lain lidokain, tetrakain, benzokain dan kokain. Obat anastesi yang paling umum digunakan adalah lidokain. 2,10,34,35,39 Obat anastesi lokal memblok saraf-saraf pada saluran pernapasan dan menghilangkan sensasi sepanjang jalan saraf yang dipersarafinya. Saluran pernapasan dipersarafi oleh percabangan nervus kranialis yang keluar dari

18 vertebra torakalis ke V, IX dan X yang memberi sensasi ke saluran pernapasan. Sedangkan mukosa nasal di persarafi oleh pleksus sfenopalatina yang terdiri dari percabangan nervus maksillaris dan nervus trigeminalis. Serat saraf ini berjalan di bawah mukosa sepanjang dinding lateral nares posterior ke turbinate tengah. Sensasi pada 2/3 anterior lidah ditimbulkan oleh percabangan serabut saraf yang berasal dari nervus kranialis ke-v dan 1/3 posterior lidah dan mukosa faring menuju ke pita suara dipersarafi oleh saraf glossofaringeus melalui pleksus faring. Sedangkan pita suara, trakea dan bronkus dipersarafi oleh nervus laringeus superior dan nervus laringeus recurrent yang merupakan percabangan dari nervus vagus. 10 Cara melakukan tindakan anastesi lokal dapat diberikan dengan cara spray/semprotan, nebulisasi, injeksi transkrikoid atau injeksi transtrakea, atau spray/semprotan langsung melalui bronkoskop atau disebut juga cara spray as you go. Kumur lidokain dapat diberikan sebelum melakukan tindakan anastesi secara spray/semprotan. Hal ini bertujuan untuk melakukan pembiusan pada daerah mulut dan daerah posterior lidah. 2,32,39,40 Chung dkk menyatakan bahwa kombinasi lidokain kumur dan lidokain yang diberikan ke lidah bagian posterior memberikan anastesi yang efektif untuk faring, laring dan trakea pada pasien yang dilakukan intubasi dengan serat optik. 41 Dalam teknik spray/semprotan lidokain, pasien di posisikan duduk, mulut dan faring secara berurutan di semprotkan dengan obat anastesi. Obat anastesi disemprotkan dengan sebuah alat berbentuk tabung melengkung yang berfungsi sebagai penyemprot obat anastesi lidokain 0,5 sampai 1 ml perkali semprotan dengan urutan penyemprotan mulai dari pangkal lidah (untuk memblokir pangkal

19 saraf laring), epiglottis, pita suara, dan trakea. Kanula diposisikan dengan sebuah cermin laring tidak langsung sebagai pemandu yang dihangatkan terlebih dahulu. Semprotan diberikan sampai pasien batuk. 6 Pemberian secara semprotan membutuhkan pengalaman tersendiri sebab cara semprotan dengan memegang lidah pasien harus dilakukan selembut mungkin untuk menghindari rasa sakit akibat pegangan yang terlalu kuat. Oleh karena itu pegangan lidah dapat dilakukan oleh pasien sendiri dan jika kurang memadai maka operator/asisten dapat memegangnya secara hati-hati. 4,6,7,8 Penyebaran zat anastesi didaerah lidah dan pangkal lidah tergantung pada arah semprotan yang dilakukan. Pengalaman operator menentukan sebaran semprotan dan keberhasilan tindakan anastesi. Semprotan harus merata mulai daerah pangkal lidah dari kanan ke kiri serta kearah pita suara dan trakea bagian proksimal dibawah pita suara. 4,6,10,11 A B Gambar 2.3: A) Penyemprotan rongga mulut dan faring. Pasien dan operator dalam posisi tegak dan lidah pasien dijulurkan secara maksimal. B) Operator melakukan penyemprotan kearah lebih dalam dengan bantuan kaca laring. Pasien atau asisten operator memegang ujung lidah pasien agar tetap terjulur keluar. 6 Anastesi lokal untuk nasofaring dan laring dapat juga dilakukan dengan cara nebulisasi. Umumnya digunakan lidokain 4% sebanyak 4 ml dengan alat

20 nebul melalui face mask atau mouthface. 40 Nebulizer lazimnya digunakan sebagai alat untuk terapi inhalasi dengan tujuan pengobatan, namun dengan perkembangannya, nebulizer juga digunakan sebagai alat untuk memasukkan berbagai zat aktif untuk kepentingan medis. Nebulizer merupakan alat yang relatif murah dibandingkan alat terapi inhalasi lainnya. 42,43 Sediaan zat yang digunakan umumnya berbentuk larutan yang mengandung zat aktif. Nebulizer dapat mengubah partikel zat aktif menjadi partikel yang berukuran sangat kecil sekitar 5 µm, dapat menghantarkan partikel zat aktif sampai ke alveolus serta mudah dihirup dengan bernapas biasa. 43 Dengan nebulizer pasien hanya bernapas biasa sambil menghirup uap nebul yang mengandung obat anastesi. Obat dapat mencapai sasaran sampai kesaluran napas yang kecil sehingga dosis yang diberikan dapat lebih rendah dibandingkan cara pemberian lainnya serta menurunkan resiko terjadinya efek samping yang tidak dinginkan. 43,44 Beberapa keuntungan penggunaan nebulizer antara lain : 44 Zat aktif yang diberikan dapat langsung ketempat sasaran yaitu saluran napas dan paru sehingga dosis zat aktif yang dibutuhkan lebih kecil jika dibandingkan dengan pemberian zat aktif melalui cara lainnya. Dosis yang rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik sehingga efek samping sistemik menjadi lebih minimal. Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru berlangsung dengan cepat, sehingga efek yang diharapkan akan lebih cepat dibandingkan pada cara pemberian lainnya seperti subkutan atau oral. Udara yang dihirup melalui nebulizer mengandung air yang dapat mengencerkan sekret bronkus dan membantu sekresinya.

21 Berger dkk, Stolz dkk, Sethi dkk telah meneliti penggunaan nebulisasi lidokain yang berhubungan dengan kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL. Mereka menggunakan lidokain 4% secara nebulisasi sebanyak 4 ml selama 5 sampai 10 menit untuk menganastesi saluran napas. 2,14,45 A B Gambar 2.4: A) Mouthpiece nebulizer; B) Facemask nebulizer. 36 Jika anastesi kurang memadai dapat ditambahkan anastesi lokal melalui bronkoskop secara spray as you go. 6 Teknik Pembiusan secara spray as you go dilakukan melalui semprotan langsung ke saluran napas melalui bronkoskop. Saat penyemprotan dilakukan, aliran oksigen harus tetap diberikan untuk membantu mempertahankan oksigenasi pasien. Jumlah total obat anastesi yang telah diberikan harus diketahui dan tidak melebihi dosis yang direkomendasikan agar terhindar dari efek samping dan komplikasi yang dapat terjadi akibat obat anastesi. 6,46 British Thoracic Society merekomendasikan dosis lidokain sebagai anastesi lokal untuk saluran napas tidak melebihi 8,2 mg / kg berat badan. 8 Penilaian keberhasilan anastesi lokal saluran napas pada BSOL dapat di kelompokkan sebagai berikut: 45 Sangat baik : Saat bronkoskop melewati pita suara tidak terjadi batuk dan tidak ada kesulitan melewati pita suara serta tidak ada kesulitan

22 melakukan memanipulasi untuk pelaksanaan prosedur. Jika terjadi batuk saat pengambilan bahan pemeriksaan dari endobronkial, akan mereda dalam beberapa detik. Baik : Tidak ada kesulitan melewati pita suara, terjadi batuk yang ringan saat bronkoskop melewati di daerah trakea dan bronkus. Batuk selama pengambilan bahan pemeriksaan dari endobronkial dapat berlangsung beberapa saat namun tidak mengganggu penyelesaian prosedur dan tidak perlu penundaan atau perubahan dalam cara pengambilan bahan. Sedang : Tidak ada kesulitan melewati pita suara, tapi sering batuk sepanjang pelaksanaan prosedur. Terkadang perlu penundaan beberapa saat ketika menuju ke tahap/prosedur selanjutnya, tapi pengambilan bahan pemeriksaan masih dapat dilakukan. Buruk : Bronkoskop sulit melewati pita suara. Terjadi batuk yang parah sehingga menyulitkan pengambilan bahan pemeriksaan dari endobronkial dan prosedur harus dihentikan. 2.4 LIDOKAIN Lidokain adalah obat anestesi lokal golongan ester. Lidokain disintetik sebagai obat anestesi lokal golongan amida oleh Lofgren pada tahun Lidokain merupakan obat anastesi lokal dengan mula kerja cepat dan efektif serta memiliki efektifitas tinggi sebagai obat anti aritmia. Karena alasan ini, lidokain dijadikan obat standar terhadap obat anestesi lokal. 47,48,49 Obat anestesi lokal terdiri dari lipofilik dan hidrofilik secara terpisah dihubungkan oleh rantai

23 hidrokarbon. Perbedaan penting antara golongan ester dan golongan amida adalah rantai penghubung antara lipofilik dan hidrofiliknya. 47,50 Lidokain terdiri dari gugus lipofilik (biasanya merupakan suatu cincin aromatik) yang dihubungkan suatu rantai perantara (dari gugus amida) dengan suatu gugus yang mudah terionisasi (amine tersier). Zat anestesi merupakan basa lemah yang umumnya tersedia dalam bentuk garam agar lebih mudah larut dan stabil. 47,48,51 Gambar 2.5. Struktur kimia lidokain. 48 Lidokain dapat diserap melalui selaput lendir, menghasilkan konsentrasi serum puncak yang hampir setinggi ketika dosis ekivalen diberikan intravena. 37 Pada pemberian intravena mula kerja dapat dicapai dalam waktu detik. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 menit dengan waktu paruh menit. Lidokain dimetabolisme dihati menjadi monoethylglcinexcylidide melalui oksidative dealkylation, kemudian dihidrolisis menjadi xylidide. Monoethylglcinexcylidide mempunyai aktivitas sekitar 80% dari lidokain sebagai antiaritmia sedangkan xylidide hanya mempunyai aktifitas antiaritmia 10%. Xylidide dieksresi dalam urin sekitar 75% dalam bentuk 4-hydroxy-2,6- dimethylaniline. 50% lidokain dalam plasma terikat oleh albumin. 37,47,48,50

24 Pada keadaan tidak teraktivasi atau dalam keadaan istirahat saluran Na + akan tertutup, sedangkan pada saat teraktivasi akan terbuka dan terjadilah potensial aksi. Ikatan yang selektif terhadap molekul anastesi lokal pada bagian dalam saluran Na + saat terjadi pembukaan saluran Na + akan menghambat terjadinya depolarisasi dan menghambat potensial aksi. konfigurasi ini mencegah penyebaran konduksi impuls saraf. Hal ini diartikan bahwa ikatan obat anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada bagian sebelah dalam saluran Na + akan mempertahankan saluran ini dalam keadaan tidak teraktivasi. 47,48,49,50 Apabila terjadi aktivasi saluran Na + pada membran saraf akan terjadi penyebaran konduksi impuls saraf dan sensasi yang dirasakan oleh pasien akan tergantung besarnya rangsangan yang diterima oleh membran saraf tersebut. Sensasi dapat dirasakan pasien dari yang paling ringan sampai yang terberat berupa sensasi yang mengganggu dan perasaan sakit. 37,47,51 Pemberian lidokain yang diinstilasikan melalui bronkoskop ke saluran napas akan cepat terserap ke dalam sirkulasi. Menurut Minman dkk, penyerapan lidokain pada mukosa saluran napas berhubungan dengan berapa besar dosis lidokain yang diberikan dan kadar lidokain yang terserap ke dalam sirkulasi. 52 Lidokain terserap 15-60% dari dosis total yang diberikan jika digunakan untuk anastesi lokal saluran napas. 45 Kadar lidokain yang tinggi didalam plasma dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Wu dkk melaporkan bahwa pada seorang dengan gangguan penurunan daya tahan tubuh dan dengan gagal ginjal kronis, lidokain dapat menimbulkan kejang jika diberikan dengan dosis sampai mg. Hari dkk juga melaporkan bahwa lidokain dapat menimbulkan efek samping berupa kejang dan serangan kardiovaskuler pada

25 wanita 19 tahun dengan gangguan fungsi paru-paru. Bronkospasme juga dilaporkan dapat terjadi pada pasien yang mendapat nebulisasi lidokain 4% dengan adanya riwayat penyakit asma. 53 Efek samping yang dapat jika kadar lidokain dalam plasma > 5ug/ml. Gejala-gejala yang dapat timbul antara lain adalah spasme saluran napas, sangat mengantuk, hiperaktif, tinnitus, vertigo, mual, muntah, kejang dan dapat terjadi gangguan kesadaran. 15,52,53 Beberapa pilihan teknik pemberian lidokain ke saluran napas telah dilakukan untuk mengurangi besarnya dosis yang diberikan agar dapat terhindar dari efek yang tidak diinginkan. Cara pemberian anastesi dengan lidokain secara nebulisasi dapat menganastesi dari mulut sampai kesaluran pernapasan. Cara ini ditoleransi dengan baik dan berhubungan dengan kadar lidokain dalam plasma lebih rendah dibandingkan jika diberikan secara langsung ke dalam saluran napas. Namun, pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemberian lidokain secara nebulisasi tidak dapat menurunkan jumlah tambahan lidokain yang dibutuhkan oleh pemberian secara langsung ke saluran napas. 2,9,10 Foster dan Hurewitz menunjukkan bahwa pemberian nebulisasi lidokain dapat mengurangi kebutuhan tambahan anestesi lokal yang diberikan kesaluran napas melalui bronkoskop secara spray as you go. Demikian juga Gjonaj dkk melaporkan bahwa 50% dari pasien yang menerima nebulisasi lidokain tidak memerlukan tambahan lidokain PENILAIAN KENYAMANAN PASIEN Kenyamanan penderita yang dilakukan prosedur BSOL adalah sangat penting, sebab akan mempengaruhi keberhasilan prosedur yang dilakukan dan

26 secara langsung mempengaruhi keseluruhan hasil yang akan dicapai. Instilasi bronkoskop itu sendiri dapat menyebabkan terjadinya sensasi yang tidak menyenangkan di tempat yang dilalui bronkoskop, batuk dan perasaan takut. 38 Untuk itu diperlukan tindakan-tindakan yang dapat meminimalkan keadaan tersebut. Premedikasi yang baik dan penggunaan obat-obat anastesi diharapkan dapat mengurangi rasa takut dan menghilangkan sensasi-sensasi yang tidak menyenangkan saat instilasi bronkoskop berlangsung. 15,32,54 Kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL dapat dinilai dengan sensasi yang dirasakan pasien saat instilasi bronkoskop berlangsung, frekuensi batuk dan tersedak yang terjadi saat istilasi bronkoskop. Kemudahan prosedur yang dirasakan oleh operator yang telah berpengalaman dapat juga digunakan sebagai penanda bahwa pasien tersebut merasa nyaman atas prosedur yang dilakukan. 2,5,9,16,17,18,38,54 Beberapa skala telah dirancang sebagai metode untuk mengukur perasaan yang mengganggu/tidak menyenangkan dan secara luas telah digunakan di berbagai penelitian dan di dalam praktek klinisi sehari-hari. Nyeri adalah sensasi yang menggangu dan tidak menyenangkan yang merupakan fenomena kompleks multidimensi dan penilaian nyeri dibuat untuk membantu klinisi untuk menanganinya di dalam praktek klinis sehari-hari. 54 Beberapa metode yang umum digunakan untuk menilai intensitas sensasi yang tidak menyenangkan antara lain Verbal Rating Scale (VRS), Numerical Rating Scale (NRS) dan Visual Analogue Scale (VAS). VRS adalah alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk menggambarkan tingkat intensitas sensasi yang berbeda, dari tidak merasakan sensasi sampai sensasi yang sangat mengganggu. VRS biasanya menggunakan sistim skor dengan memberikan

27 angka pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat intensitas sensasi yang dirasakan. VRS menggunakan 5 skor skala penilaian, yaitu: 54,55 Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 : tidak ada sensasi : sedikit tidak menyenangkan : tidak menyenangkan : sangat tidak menyenangkan : sama sekali tidak menyenangkan. Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat dalam VRS, kemudian digunakan untuk memberikan skor untuk intensitas sensasi yang dirasakan oleh pasien. VRS ini mempunyai keterbatasan didalam penggunaannya. Beberapa keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang cocok untuk tingkat intensitas sensasi yang dirasakannya dan ketidakmampuan pasien yang buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan. 54 Numeral Rating Scale (NRS) adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai sensasi sesuai dengan tingkatan intensitas yang dirasakannya pada skala numerik dari 0 10 atau Angka 0 berarti sensasi ditoleransi dengan baik dan 10 atau 100 berarti sensasi yang sangat tidak menyenangkan. 38,54,55,56 Gambar 2.6. Numerical Rating Scale. 54

28 Skala nyeri numerik dapat dikombinasikan dengan gambar wajah dan dapat lebih berguna pada pasien yang sulit berkomunikasi. Pasien diminta untuk menunjuk ke gambar ekspresi wajah mulai dari wajah tersenyum sampai gambar wajah yang sangat tidak senang yang mengekspresikan nyeri yang tak tertahankan. 53,56 Gambar 2.7. Face Pain Rating Scale. 56 Visual Analogue Scale (VAS) adalah garis horizontal dengan label 0 (tidak terasa sensasi) di satu ujung dan 10 (sensasi sangat tidak menyenangkan) di ujung lainnya. Pasien diminta untuk menandai pada garis horizontal sesuai dengan tingkat intensitas sensasi yang dirasakannya. Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberikan pasien dan dicatat sebagai skor tingkat intensitas sensasi pada pasien tersebut. 38,54,56 Penggunaan VAS memiliki kesalahan sekitar 20 mm. 58 Skala VAS dapat dikategorikan menjadi 5 tingkatan skala ketidaknyamanan yaitu: 14 Skala 1 : 0-2 cm Tidak terasa sensasi tidak menyenangkan (Not unpleasant) Skala 2 : 2-4 cm Tidak nyaman (Uncomfortable) Skala 3 : 4-6 cm Tidak menyenangkan (Unpleasant) Skala 4 : 6-8 cm Sangat tidak menyenangkan (Most unpleasant) Skala 5 : 8-10 cm Sensasi yang tidak tertahankan (Intolarable)

29 Ludington dan Dexter menyarankan penggunaan VAS skor sebagai data rasio karena 0 mm merupakan benar nol (menunjukkan tidak adanya sensasi yang mengganggu). Mereka menyatakan bahwa VAS skor memiliki sifat skala linear dimana perbedaan antara setiap kenaikan sensasi yang dirasakan adalah sama. Dengan demikian, sensasi yang dirasakan pada VAS skor 60 mm menunjukkan dua kali dari skor VAS 30 mm, dan perbedaan sensasi yang dirasakan antara skor VAS dari 30 mm dan 40 mm akan sama besarnya dengan perbedaan antara skor VAS dari 70 mm dan 80 mm. 57,58 Gambar 2.8. Visual Analogue Scale (VAS). 56 VAS lebih sensitif terhadap pengukuran intensitas sensasi yang dirasakan dari pada skala pengukuran lainnya seperti pada VRS dimana responnya lebih terbatas. VAS juga lebih sensitif dibanding skala numerik maupun skala numerik bergambar karena dengan VAS, tingkat intensitas sensasi yang dirasakan dapat lebih terukur secara tepat. 54,57 VAS adalah metode sederhana, efisien dan minimal intruktif yang dapat dipercaya. Pada beberapa pasien mungkin dapat terjadi kesulitan dalam merespon grafik VAS. Penjelasan yang baik dari dokter atau petugas kesehatan tentang penilaian VAS ini dapat membantu pasien untuk menunjukkan tingkat intensitas sensasi yang dirasaknnya pada grafik VAS sehingga pengukuran skor VAS dapat menjadi acuan yang objektif terhadap sensasi yang dirasakan penderita. 54,55,56

30 Jumlah batuk dihitung mulai dari bronkoskop di instilasikan sampai prosedur selesai dilakukan dan diklasifikasikan menurut skala keparahan batuk: 14,18 Skala 1: Tidak ada batuk Skala 2 : Batuk sedikit yaitu jumlah batuk kurang dari 2 kali Skala 3: Batuk sedang yaitu jumlah batuk antara 3 sampai 5 kali Skala 4: Batuk yang banyak yaitu jumlah batuk lebih dari 5 kali. Beberapa penelitian telah menggunakan nilai VAS ini sebagai acuan penilaian intensitas sensasi saat prosedur bronkoskopi. 9,17,55 Sethi, Tarneja dkk menggunakan nilai VAS dan jumlah batuk untuk menilai kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL dengan membandingkan tiga cara pemberian anastesi saluran napas. Sampel terbagi atas 3 kelompok, kelompok I pasien yang di anastesi dengan lidokain 4% sebanyak 4 ml dengan injeksi melalui trakeal, kelompok II pasien dengan menggunakan teknik spray as you go dan kelompok III pasien yang dilakukan nebulisasi lidokain 20 menit sebelum pelaksanaan bronkoskopi. Hasil menunjukkan bahwa pada kelompok II mempunyai nilai VAS yang lebih baik dan jumlah refleks batuk yang lebih sedikit dibandingkan kelompok lainnya. 14 Menurut Cullen dkk, pada pasien yang akan dilakukan pemasangan pipa nasogastrik akan lebih nyaman jika sebelumnya diberi nebulisasi lidokain 10% sebanyak 4 ml dimana rata-rata nilai VAS-nya 37,7 mm dan pada kelompok plasebo 59,3 mm. 59 Demikian juga Zainuddin dkk mengemukakan bahwa pemberian spray/semprotan lidokain pada mukosa hidung dan pemberian gel lidokain pada mukosa hidung memiliki toleransi kenyamanan

31 yang sama pada pasien yang dilakukan prosedur BSOL yang dimasukkan melalui hidung KERANGKA KONSEP PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bronkoskopi merupakan tindakan medis yang bertujuan untuk melakukan visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai prosedur diagnostik

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD Sebelum melakukan percobaan, praktikan menonton video tentang suction orofaringeal dan perawatan WSD. Station 1:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. posterior dari dinding trakea dan bronkus utama. Dari ganglia ini serabut saraf

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. posterior dari dinding trakea dan bronkus utama. Dari ganglia ini serabut saraf BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Neuroanatomi Saluran Napas Secara dominan persarafan dari otot polos saluran napas dimediasi oleh serat-serat parasimpatik yang dibawa oleh nervus vagus. Nervus vagus membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang tenggorokan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang tenggorokan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang tenggorokan dan scopos yang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi adalah pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten Pendahuluan Endotracheal Tube (ETT) adalah sejenis alat yang digunakan di dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Airway Management Menurut ATLS (Advance Trauma Life Support) (2008), Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. LAPORAN KASUS RUMAH SAKIT UMUM YARSI II.1. Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). II.2. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

Premedikasi Atropin Tidak Mengurangi Sekret Dahak Selama Tindakan Bronkoskopi

Premedikasi Atropin Tidak Mengurangi Sekret Dahak Selama Tindakan Bronkoskopi Premedikasi Atropin Tidak Mengurangi Sekret Dahak Selama Tindakan Bronkoskopi Juliana Maria Ulfah, Noni Novisari Soeroso, Pantas Hasibuan, Putri Chairani Eyanoer Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi,

Lebih terperinci

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Bronkitis pada Anak 1. Pengertian Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan

Lebih terperinci

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen A. Pengertian Oksigen Oksigen adalah suatu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel secara normal yang diperoleh dengan cara menghirup

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

RONTGEN Rontgen sinar X

RONTGEN Rontgen sinar X RONTGEN Penemuan sinar X berawal dari penemuan Rontgen. Sewaktu bekerja dengan tabung sinar katoda pada tahun 1895, W. Rontgen menemukan bahwa sinar dari tabung dapat menembus bahan yang tak tembus cahaya

Lebih terperinci

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan gold standard untuk penanganan jalan nafas. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien yang mengalami penyumbatan jalan

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kolonoskopi saat ini merupakan salah satu alat diagnostik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kolonoskopi saat ini merupakan salah satu alat diagnostik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolonoskopi saat ini merupakan salah satu alat diagnostik dan teraupetik yang sangat penting untuk menangani pasien-pasien dengan penyakit saluran pencernaan bagian

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2 Sistem Respirasi Manusia Sistem Respirasi Manusia Isilah bernapas, seringkali diarikan dengan respirasi, walaupun secara hariah sebenarnya kedua isilah tersebut berbeda. Pernapasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker paru merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN SOP ECHOCARDIOGRAPHY N O A B C FASE PRA INTERAKSI TINDAKAN 1. Membaca dokumentasi keperawatan. 2. Menyiapkan alat-alat : alat echocardiography, gel, tissu. 3. Mencuci tangan. FASE ORIENTASI 1. Memberikan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian Pengertian Suction adalah : Tindakan menghisap lendir melalui hidung dan atau mulut. Kebijakan : Sebagai acuan penatalaksanaan tindakan penghisapan lendir, mengeluarkan lendir, melonggarkan jalan nafas.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB

Lebih terperinci

Saat. penyakit paling. atau. COPD/ Indonesia 1

Saat. penyakit paling. atau. COPD/ Indonesia 1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik Saat ini belum ada obat untuk mengobati Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK/COPD Chronic Obstructive Pulmonary Disease) dann penyakit ini akan memburuk secara berkalaa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Siti Sarifah Sonia Mahdalena Ranny Dwi H Novita Sari CANTIK Wardah Afipah Mitha Nur

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

Anestesi Persiapan Pra Bedah

Anestesi Persiapan Pra Bedah Anestesi Persiapan Pra Bedah Persiapan Diri Anestetis Perawat anestesi harus sehat fisik dan psikis, memiliki pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai serta memiliki kemauan yang kuat untuk meningkatkan

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal

Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal Penghisapan orofaringeal atau nasofaringeal digunakan bila klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan mengeluarkan atau menelan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi

Lebih terperinci

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya .1 PRINSIP PENGOBATAN

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma? Glaukoma Glaukoma dikenal sebagai "Pencuri Penglihatan" karena tidak ada gejala yang jelas pada tahap awal terjadinya penyakit ini. Penyakit ini mencuri penglihatan Anda secara diam-diam sebelum Anda menyadarinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur

Lebih terperinci

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat

Lebih terperinci

Kesetimbangan asam basa tubuh

Kesetimbangan asam basa tubuh Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan

Lebih terperinci

THE AIM OF ANAESTHESIA IS SAFETY THE SAFETY IS AN ACCIDENT PREVENTION, AN ACCIDENT PREVENTION BEGINS WITH A METICULOUS (GOOD) PREOPERATIVE EVALUATION

THE AIM OF ANAESTHESIA IS SAFETY THE SAFETY IS AN ACCIDENT PREVENTION, AN ACCIDENT PREVENTION BEGINS WITH A METICULOUS (GOOD) PREOPERATIVE EVALUATION Pemeriksaan pra bedah (pre operative evaluation) THE AIM OF ANAESTHESIA IS SAFETY THE SAFETY IS AN ACCIDENT PREVENTION, AN ACCIDENT PREVENTION BEGINS WITH A METICULOUS (GOOD) PREOPERATIVE EVALUATION Dr.

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan mencegah keadaan bertambah buruk, cacat tubuh bahkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. tujuan mencegah keadaan bertambah buruk, cacat tubuh bahkan kematian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertolongan pertama merupakan suatu tindakan pertolongan ataupun bentuk perawatan yang diberikan secara cepat dan tepat terhadap seorang korban dengan tujuan mencegah

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN EMBOLI CAIRAN KETUBAN DEFINISI Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung scr cepat pd wanita dlm proses persalinan atau segera stlh melahirkan sbg

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan MAKALAH BATUK EFEKTIF 1. Batuk Efektif 1.1 Pengertian Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan dahak secara maksimal.

Lebih terperinci

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP)

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) PENDAHULUAN Pemeriksaan penunjang dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Perhatikan gambar berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Bagian yang ditunjukan nomor 2 dan 4 adalah... Bronkiolus dan alveolus Bronkus danalveolus Bronkus

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memulihkan fungsi fisik secara optimal(journal The American Physical

BAB 1 PENDAHULUAN. memulihkan fungsi fisik secara optimal(journal The American Physical BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisioterapi merupakan sebuah profesi yang dinamis dengan dasar teori dan aplikasi klinik yang luas untuk memelihara, mengembangkan, dan memulihkan fungsi fisik secara

Lebih terperinci

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Susunan Peneliti Peneliti a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring b. Pangkat/Gol/NIP : --------------- c. Jabatan Fungsional : ----- d. Fakultas : Kedokteran e. Perguruan Tinggi : Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial merupakan konstributor penting pada morbiditas dan mortalitas.

Lebih terperinci

Karakteristik Hasil Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta

Karakteristik Hasil Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta Karakteristik Hasil Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta Agung Setiadi, Ana Rima, Jatu Aphridasari, Yusup Subagyo Sutanto Departemen Pulmonologi

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

ATROPIN OLEH: KELOMPOK V

ATROPIN OLEH: KELOMPOK V ATROPIN OLEH: KELOMPOK V ATROPIN ATROPIN 0,25 MG/ML INJEKSI GOLONGAN : K KANDUNGAN : Atropine sulfat DOSIS : 250-1000 µg secara subkutan. KEMASAN : Injeksi 0,25 mg/ml x 30 ampul @1 ml SEDIAAN : ampul inj.im/iv/sk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, 1 BAB 1 A. Latar Belakang PENDAHULUAN Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, PPOK, ISPA, dan lain-lain. WHO melaporkan bahwa 0,5% dari penduduk dunia terserang Penyakit

Lebih terperinci

ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3

ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3 ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3 Pendahulan Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang Kanker Paru DEFINISI Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru. Kanker

Lebih terperinci

Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia dan Eklampsia Preeklampsia dan Eklampsia P2KS PROPINSI SUMATERA UTARA 1 Tujuan Membahas praktek terbaik untuk mendiagnosis dan menatalaksana hipertensi, pre-eklampsia dan eklampsia Menjelaskan strategi untuk mengendalikan

Lebih terperinci

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian dilakukan sampai jumlah sampel terpenuhi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014).

BAB I PENDAHULUAN. dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cemas adalah fenomena dimana seseorang merasa tegang, takut dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014). Kecemasan dental adalah masalah

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk melakukan pembedahan diperlukan tindakan anestesi yang dapat berupa anestesi umum atau regional. Masing masing teknik anestesi ini mempunyai keuntungan dan kerugian.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI TB PARU Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I Lampiran Surat Keputusan Direktur RSPP No. Kpts /B00000/2013-S0 Tanggal 01 Juli 2013 PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA 2 0 1 3 BAB I 0 DEFINISI Beberapa definisi Resusitasi Jantung

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam Garis Besar Haluan Negara, dinyatakan bahwa pola dasar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam Garis Besar Haluan Negara, dinyatakan bahwa pola dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Garis Besar Haluan Negara, dinyatakan bahwa pola dasar Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA. Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat

LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA. Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA A. Pengertian 1. Batuk efektif Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajemen jalan napas merupakan salah satu keterampilan yang paling penting yang harus dimiliki ahli anestesi. Ketidakmampuan menjaga jalan napas dapat menimbulkan kondisi

Lebih terperinci