BAB II TINJAUAN PUSTAKA. posterior dari dinding trakea dan bronkus utama. Dari ganglia ini serabut saraf
|
|
- Ari Sudirman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Neuroanatomi Saluran Napas Secara dominan persarafan dari otot polos saluran napas dimediasi oleh serat-serat parasimpatik yang dibawa oleh nervus vagus. Nervus vagus membawa serabut saraf preganglionik dari nukleus vagal di medulla ke ganglia di saluran napas. Ganglion parasimpatik ini diselingi secara tidak beraturan sepanjang aspek posterior dari dinding trakea dan bronkus utama. Dari ganglia ini serabut saraf postganglionik yang pendek lewat untuk mempersarafi otot polos saluran napas, sirkulasi bronkus dan asinus glandular. Penelitian histologis menunjukkan tidak adanya serabut eferen postganglionik di bawah tingkat bronkus terminalis dan secara fungsional tidak menemukan suatu efek dari perangsangan vagus di bronkiolus respiratorius dan alveoli. 12 Asetilkolin bekerja di reseptor muskarinik dan nikotinik. Lima reseptor muskarinik yang berbeda (M1-M5) diurutkan secara genetik. Reseptor muskarinik M1-M5 ini juga dapat diidentifikasi berdasarkan perbedaan afinitas ikatan antara antagonis yang berbeda. Penelitian secara autoradiografik memperlihatkan reseptor muskarinik M1 dan M2 sepanjang gabungan serabut saraf dan di dalam ganglion kolinergik. Sel-sel otot polos saluran napas mengekspresikan reseptor muskarinik M2 dan M3, dimana reseptor muskarinik M3 memediasi kontraksi otot polos. 12 5
2 2.2. Fisiologi Nervus Vagus Gambar 2.1. Susunan spesifik organ dari sistem saraf autonom. 14 Nervus vagus (nervus kranialis X) memiliki komponen autonomik yang luas, yang dimulai dari nucleus ambiguus dan nucleus motorius dorsalis di medula. Diperkirakan bahwa output vagus mencapai 75% dari keseluruhan 6
3 aktivitas parasimpatis. Akson-akson preganglion yang panjang berjalan sepanjang batang nervus vagus ke ganglion di jantung dan paru-paru, sampai ke pleksus intrinsik dari saluran cerna. 14 Nervus vagus kanan mensuplai akson ke SA node di jantung, dan nervus vagus kiri mensuplai AV node. Aktivasi vagal memperlambat denyut jantung dan menurunkan kekuatan kontraksi. Eferen nervus vagus ke paru-paru mengontrol otot polos yang mengkonstriksi bronkiolus dan juga mengatur kerja dari sel sekresi. Output vagal terhadap esofagus dan lambung mengatur motilitas dan mempengaruhi fungsi sekresi dari lambung. Asetilkolin (Ach) dan vasoactive intestinal polypeptide (VIP) adalah transmiter di neuron postsinap. Ada juga inervasi vagus terhadap ginjal, hati, limpa, dan pankreas, tapi pengaturannya terhadap organ-organ ini sepenuhnya belum dapat dijelaskan. 14 Kontrol lokal yang paling penting terhadap pelepasan asetilkolin yang berlebihan dari saraf kolinergik postganglionik dilakukan oleh asetilkolin itu sendiri. Asetilkolin bekerja pada penghambatan reseptor muskarinik M2 yang terletak sebelum sambungan dari saraf postganglionik membatasi pelepasan asetilkolin yang lebih banyak (gambar 3). Jadi reseptor ini berperan sebagai autoreseptor. 12 7
4 Gambar 2.2. Asetilkolin bekerja pada penghambatan reseptor muskarinik M2 yang terletak sebelum sambungan dari saraf postganglionik membatasi pelepasan asetilkolin yang lebih banyak. 12 Respon fisiologi terhadap bronkoskopi termasuk hipertensi, takikardi, meningkatnya cardiac output, laringospasme, bronkospasme, dan muntahmuntah. Perubahan hemodinamik dan pernapasan ini bisa ditoleransi oleh individu yang sehat, tetapi dapat mencetuskan iskemia miokard atau membahayakan pernapasan pada individu lain. Untuk pelaksanaan bronkoskopi yang aman dan efektif dan tindakan di saluran napas lainnya, spesialis paru harus dapat melakukan anestesi yang adekuat di saluran napas atas dengan anestesi lokal, dan memberikan sedasi tingkat sedang (pasien sadar) secara aman. 3 8
5 2.3. Bronkoskopi Bronkoskopi berfungsi sebagai prosedur diagnostik dan terapi berbagai penyakit dan kelainan saluran napas. Indikasi tindakan diagnostik pada bronkoskopi antara lain pada keadaan: 14 Batuk Batuk darah Mengi dan stridor Gambaran foto toraks yang abnormal. Pemeriksaan Bronchoalveolar Lavage (BAL) : - Infeksi paru. - Penyakit paru difus (bukan infeksi). Pembesaran kelenjar limfe atau massa pada rongga toraks. Karsinoma bronkus. - Ada bukti sitologi atau masih tersangka. - Penentuan derajat karsinoma bronkus. - Follow up karsinoma bronkus. Karsinoma metastasis. Tumor esofagus dan mediastinum. Benda asing pada saluran napas. Striktur dan stenosis pada saluran napas. Cedera akibat zat kimia dan panas pada saluran napas. Trauma dada. Kelumpuhan pita suara dan suara serak. Kelumpuhan diafragma. 9
6 Efusi pleura. Pneumotoraks yang menetap. Miscellaneous. - Sangkaan fistel trakeoesofagus atau bronkoesofagus. - Fistel bronkopleura. - Bronkografi. - Memastikan pemasangan pipa endotrakeal. - Memastikan pipa endotrakeal terpasang dengan baik pada kasuskasus trauma. - Pemeriksaan paska operasi trakea, trakeobronkial atau penyambungan bronkus. Indikasi tindakan bronkoskopi terapeutik adalah pada keadaan: 14 Dahak yang tertahan, gumpalan mukus. Benda asing pada saluran pernapasan. Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi. Laser therapy. Brachytherapy. Pemasangan sten trakeobronkial. Melebarkan bronkus. Laser. Dilatasi dengan menggunakan balon. Abses paru. Kista pada mediastinum. Kista pada bronkus. 10
7 Pneumotoraks. Fistel bronkopleura. Miscellaneous. - Injeksi intralesi. - Pemasangan pipa endotrakeal. - Kistik fibrosis. - Asma. - Trauma dada. - Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis). Beberapa prosedur rutin seperti bronchoalveolar lavage (BAL), bilasan bronkus, dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab penyakit-penyakit infeksi saluran napas dan paru, juga dapat mendeteksi penyakit lainnya yang bukan disebabkan infeksi mikroorganisme. Sikatan bronkus dan biopsi jaringan pada daerah lesi di saluran napas dapat menentukan diagnosis dari kelainan di saluran napas tersebut. 14 Panduan yang dikeluarkan oleh American Thoracic Society (ATS) tahun 1987 menyatakan ada empat kontraindikasi absolut untuk tindakan BSOL, yaitu: operator yang tidak berpengalaman, 2. kurangnya fasilitas yang memadai, 3. tidak ada informed consent, 4. ketidakmampuan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat. Kontraindikasi penting lainnya didasarkan atas pemikiran akan memberi resiko tinggi terhadap pasien selama tindakan BSOL, yaitu: 11 11
8 1. hipoksemia berat yang sulit diatasi, 2. diatesis perdarahan yang berat yang tidak dapat dikoreksi sebelum prosedur, 3. malignant cardiac arrhythmias. Kondisi medis lain yang juga meningkatkan resiko selama BSOL dan dimasukkan ke dalam kontraindikasi relatif, yaitu: pasien yang kurang kooperatif, 2. riwayat infark miokard atau unstable angina, 3. insufisiensi atau gagal napas, 4. uremia, 5. asma tidak stabil, 6. aritmia jantung tidak stabil, 7. debil atau malnutrisi Komplikasi Bronkoskopi Meskipun BSOL adalah suatu tindakan yang relatif aman, tetap ada sejumlah komplikasi potensial termasuk masalah di saluran napas (seperti masalah-masalah yang diakibatkan dari iritasi saluran napas yaitu laringospasme, meningkatnya resistensi saluran napas, eksaserbasi dari penyakit obstruktif saluran napas, dan obstruksi secara fisik). Bisa juga berupa masalah mekanis seperti epistaksis, hemoptisis atau pneumotoraks. Komplikasi bisa menjadi sangat penting karena berpengaruh langsung secara hemodinamik seperti aritmia jantung, termasuk bradikardi atau fenomena lain yang dimediasi vagal (refleks vagus), takiaritmia, atau henti jantung. Bronkoskop dapat menimbulkan 12
9 komplikasi baik terhadap operator maupun pasien melalui paparan terhadap infeksi. Kontaminasi silang dari spesimen atau bronkoskop juga terjadi. 15 Kematian jarang terjadi, dimana angka kematian yang dilaporkan dari penelitian-penelitian 0% - 0,04%. 8 Penelitian yang dilakukan oleh Credle et al tahun 1974 melaporkan bahwa angka kematian dari tindakan BSOL adalah 0,01% dan komplikasi mayor 0,08%. Sementara penelitian Suratt et al tahun 1976 mendapatkan angka kematian 0,02% dan komplikasi mayor 0,3% dari kasus. Sedangkan penelitian Pue dan Pacht tahun 1995 dari 4000 kasus, termasuk 2000 tindakan BAL dan 173 biopsi transbronkial, menunjukkan tidak ada kematian dengan komplikasi mayor 0,5% dan komplikasi minor 0,8%. 15 Tabel 2.1. Komplikasi yang potensial dari BSOL 16,17 I. Premedikasi - Depresi pernapasan - Hipotensi atau sinkop - Hipereksitasi II. Anestesi lokal - Laringospasme - Bronkospasme - Kejang - Henti jantung paru III. Bronkoskopi - Refleks vasovagal - Bronkospasme - Laringospame - Hipoksemia - Aritmia jantung - Hipotensi - Demam - Pneumonia IV. Prosedur sikatan atau biopsi - Pneumotoraks - Perdarahan 13
10 2.5. Penanganan dan Pencegahan Refleks Vagus Refleks vasovagal dapat dihambat dengan pemberian 1 mg atropin intra muskular. 18 Bila refleks vasovagal terjadi saat prosedur tindakan, maka penanganannya adalah menghentikan prosedur secepatnya, tetapi dari pengalaman mengindikasikan bahwa aktifitas vasovagal dapat ditekan seketika dengan efedrin dan atropin. 19 Gordon AG melaporkan penanganan refleks vagal adalah dengan pemberian: Atropin 0,5 mg intra vena. 2. Oksigen 4-6 liter/ menit melalui endotrakeal tube. 3. Adrenalin 0,5-1,0 ml (1: ) secara perlahan intra vena. 4. Resusitasi jantung pulmoner. Zat antikolinergik seperti atropin dan glikopirolat memang telah digunakan secara umum sebagai premedikasi untuk bronkoskopi. Tujuannya adalah untuk mengurangi sekret bronkus dan menekan aktivitas yang berlebihan dari vagus (episode vasovagal), meskipun kebanyakan dari penggunaan obat ini berdasarkan atas praktik anastesi tradisional untuk tindakan bronkoskopi kaku (rigid bronchoscopy). Dengan BSOL hanya ada sedikit keuntungan dari pemberian sedasi untuk menenangkan pasien saat bronkoskopi. Pada penelitian lain pasien yang diberi premedikasi atropin membutuhkan dosis analgesik lidokain yang lebih sedikit, kendati tidak ada keuntungan lain yang nyata. Premedikasi dengan zat antikolinergik juga bisa melemahkan konstriksi bronkus yang disebabkan oleh anestesi lokal. Hal ini menjadi nilai yang potensial pada pasien asma yang menjalani bronkoskopi. Atropin dapat menimbulkan takikardi 14
11 dan menjadi pro-arrhytmogenic, dengan efek samping pandangan kabur, mempresipitasi glaukoma dan mulut kering. 6 Atropin dan glikopirolat adalah zat antikolinergik yang bekerja antagonis terhadap aktivitas yang mirip muskarinik (muscarine-like activity) dari asetilkolin dengan aksi terapeutik terutama berasal dari inhibisi otot polos dan kelenjar yang dipersarafi oleh serabut saraf kolinergik postganglion. Karena efeknya terhadap otot polos bronkus, kelenjar saliva dan bronkus, obat-obat ini menyebabkan dilatasi bronkus dan menghambat produksi sekret nasofaring/orofaring dan bronkus. Secara teoritis manfaat dari pemberian obat-obat ini sebelum bronkoskopi termasuk mengurangi sekret untuk mendapatkan pemeriksaan yang lebih baik di tracheobronchial tree dan perlindungan terhadap reaksi vasovagal dan bronkospasme. 7 Beberapa penelitian menilai efek antisialagogik dari atropin dan mendapatkan bahwa tidak ada pengurangan sekret bronkus yang bermakna secara klinis. Pada penelitian yang paling besar, double-blind, menggunakan kontrolplasebo, menilai efek atropin dan glikopirolat pada bronkoskopi, 1000 pasien diacak untuk mendapatkan premedikasi atropin 0,01mg/kg, glikopirolat 0,005 mg/kg, atau garam fisiologis secara intramuskular. Glikopirolat, tidak untuk atropin, berhubungan dengan pengurangan sekret saluran napas berdasarkan pengamatan operator bronkoskopi. Dan tidak ada obat yang signifikan berhubungan dengan pengurangan batuk, kenyamanan pasien, desaturasi oksigen, ataupun lama prosedur. Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah secara signifikan lebih besar pada pemberian zat antikolinergik dibanding plasebo. 4,5,7 15
12 2.6. Farmakodinamik dan Farmakokinetik Atropin Gambar 2.3. Struktur kimia atropin 21 Atropin adalah prototipe antimuskarinik. Rumus kimia: (8-methyl-8- azabicyclo[3.2.1]oct-3-yl) 3-hydroxy-2-phenylpropanoate. Atropin terutama ditemukan pada Atropa belladonna dan Datura stramonium. 21 Hambatan oleh atropin bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tapi hambatannya jauh lebih kuat terhadap yang eksogen. Efeknya lebih kuat di perifer yaitu terhadap jantung, usus dan otot bronkos. Pada dosis kecil (sekitar 0,25 mg) atropin hanya menekan sekresi air liur, mukus bronkus dan keringat, belum jelas mempengaruhi jantung. Pada dosis yang lebih besar (0,5-1,0 mg) baru terlihat dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan nervus vagus sehingga terlihat takikardi. Diperlukan dosis yang lebih besar lagi untuk menghambat peristaltik usus dan sekresi kelenjar di lambung. Penghambatan pada reseptor muskarinik ini mirip denervasi serabut paskaganglion kolinergik dan pada keadaan ini biasanya efek adrenergik menjadi lebih nyata. 21 Dalam dosis 0,5 mg (untuk orang Indonesia mungkin ± 0,3 mg) atropin merangsang nervus vagus sehingga frekuensi denyut jantung berkurang. 16
13 Perangsangan respirasi terjadi sebagai akibat dilatasi, tetapi dalam hal depresi respirasi oleh sebab tertentu, atropin tidak berguna merangsang respirasi. Bahkan pada dosis yang besar sekali atropin menyebabkan depresi pernapasan, eksitasi, disorientasi, delirium, halusinasi dan perangsangan lebih jelas di pusat-pusat yang lebih tinggi. Lebih lanjut terjadi depresi dan paralisis medula oblongata. 21 Pengaruh atropin terhadap jantung bersifat bifasik. Dengan dosis 0,25-0,5 mg yang biasa digunakan, frekuensi jantung berkurang, mungkin disebabkan oleh perangsangan pusat vagus. Bradikardi biasanya tidak nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah atau curah jantung. Pada dosis lebih dari 2 mg, yang biasanya hanya digunakan pada keracunan insektisida organofosfat, terjadi hambatan nervus vagus sehingga terjadi takikardi. Atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung, tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin atau ester kolin yang lain. Atropin tidak berefek terhadap sirkulasi darah bila diberikan sendiri, karena pembuluh darah tidak dipersarafi parasimpatik. Dilatasi kapiler pada bagian muka dan leher terjadi pada dosis toksik (atropine flush). Vasodilatasi ini merupakan kompensasi kulit untuk melepaskan panas dari naiknya suhu kulit akibat penghentian evaporasi. 21 Tonus bronkus sangat dipengaruhi oleh sistem parasimpatis melalui reseptor M3 demikian juga sekresi kelenjar submukosanya. Penggunaannya pada premedikasi anestesia dimaksudkan untuk mengurangi sekresi lendir jalan napas sehingga mengurangi resiko aspirasi pada saat pemulihan. Sementara itu, sebagai bronkodilator atropin tidak berguna dan jauh lebih lemah daripada epinefrin atau aminofilin
14 Efek pemberian atropin terhadap mata menyebabkan midriasis dan siklopegia dengan dosis lebih besar dari 1 mg. Karena bersifat menghambat peristaltik lambung dan usus, atropin juga disebut antispasmodik. Saluran kemih dipengaruhi atropin dalam dosis besar (kira-kira 5 mg). Efek antispasmodik pada saluran empedu, tidak cukup kuat untuk menghilangkan kolik yang disebabkan oleh batu saluran empedu. Kelenjar eksokrin yang paling jelas dipengaruhi oleh atropin adalah kelenjar liur dalam mulut serta bronkus. 21 Atropin mudah diserap di semua tempat kecuali di kulit. Dari sirkulasi darah, atropin cepat memasuki jaringan dan separuhnya mengalami hidrolisis enzimatik di hepar. Sebagian diekskresi melalui ginjal dalam bentuk asal. Waktu paruh atropin sekitar 4 jam. 21 Indikasi atropin sebagai premedikasi anestesia berguna untuk mengurangi sekresi lendir jalan napas pada anestesia, terutama anestesia inhalasi dengan gas yang merangsang. Kelenjar yang sekresinya dihambat secara baik oleh antikolinergik adalah kelenjar keringat dan kelenjar ludah. Atropin kadangkadang berguna untuk menghambat nervus vagus pada bradikardi atau sinkop akibat refleks sinus karotis yang hiperaktif. Beberapa jenis blok AV yang disertai dengan hiperaktivitas vagus dapat diperbaiki dengan atropin. 21 Efek samping samping atropin hampir semuanya merupakan efek farmakodinamiknya, seperti mulut kering, gangguan miksi, meteorisme, sindrom demensia, retensi urin, dan memburuknya penglihatan pada pasien glaukoma. Muka merah setelah pemberian atropin bukan reaksi alergi melainkan akibat kompensasi pembuluh darah di wajah
15 Diagnosis keracunan atropin tidak akan meleset, asal saja kemungkinan keracunan ini diingat pada tiap keadaan toksik dengan gejala sentral ditambah midriasis, kulit merah dan kering, serta takikardi. Teoritis diagnosis dapat ditegakkan bila sesudah suntikan 10 mg metakolin, terlihat efek kolinergik yaitu salivasi, berkeringat, lakrimasi dan lain-lain, tapi hal ini jarang dilakukan. Antidotum yang dianjurkan ialah fisostigmin. Fisostigmin salisilat 2-4 mg subkutan dapat mengatasi semua gejala susunan saraf pusat serta menghilangkan efek anhidrosis. Dapat juga diberikan 1-2 mg subkutan setiap 2 jam, sampai pasien dapat mengenal lingkungannya
16 2.7. Kerangka Konsep -Sekret dahak -Refleks vagus (-) -Bronkokonstriksi (-) Premedikasi dengan atropin Diazepam Codein Indikasi Bronkoskopi: 1. Diagnostik. 2. Terapeutik. 3. Pre operatif BRONKOSKOPI Komplikasi bronkoskopi: - Refleks vagus - Bronkospasme - Laringospame - Hipoksemia - Aritmia jantung - Hipotensi - Demam - Pneumonia KETERANGAN: variabel yang diteliti Gambar 2.4. Kerangka konsep variabel yang tidak diteliti 2.8. Hipotesis Tidak ada perbedaan dalam mengurangi sekret dahak selama tindakan bronkoskopi berlangsung antara premedikasi dengan atropin dan tanpa atropin. 20
ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
ANTAGONIS KOLINERGIK Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Antagonis kolinergik disebut juga obat peng hambat kolinergik atau obat antikolinergik. Yang paling bermanfaat
Lebih terperinciPETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM
PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,
Lebih terperinciOBAT-OBAT PARASIMPATIS (PARASIMPATOMIMETIK) Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
OBAT-OBAT PARASIMPATIS (PARASIMPATOMIMETIK) Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS 1 Pembagian sistem syaraf Sistem syaraf dibedakan atas 2 bagian : 1. Sistem Syaraf Pusat (SSP). 2. Sistem
Lebih terperinciATROPIN OLEH: KELOMPOK V
ATROPIN OLEH: KELOMPOK V ATROPIN ATROPIN 0,25 MG/ML INJEKSI GOLONGAN : K KANDUNGAN : Atropine sulfat DOSIS : 250-1000 µg secara subkutan. KEMASAN : Injeksi 0,25 mg/ml x 30 ampul @1 ml SEDIAAN : ampul inj.im/iv/sk
Lebih terperinciOBAT YANG BEKERJA PADA SUSUNAN SARAF OTONOM DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI RMIK-FIKES
OBAT YANG BEKERJA PADA SUSUNAN SARAF OTONOM DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI RMIK-FIKES KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan pengertian tentang Obat-obat`yang bekerja
Lebih terperinciSistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal
Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem
Lebih terperinciSISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014
SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 PENGERTIAN SISTEM SARAF Merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh Merupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat
Lebih terperinciPremedikasi Atropin Tidak Mengurangi Sekret Dahak Selama Tindakan Bronkoskopi
Premedikasi Atropin Tidak Mengurangi Sekret Dahak Selama Tindakan Bronkoskopi Juliana Maria Ulfah, Noni Novisari Soeroso, Pantas Hasibuan, Putri Chairani Eyanoer Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi,
Lebih terperinciAnatomi dan Fisiologi saluran pernafasan. 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1
Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1 Anatomi Sistem Pernafasan Manusia 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 2 Sistem pernafasan atas 1/9/2009 Zullies
Lebih terperinciPENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI
PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM
FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal
Lebih terperinciOBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.
OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai negara agraris. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi
Lebih terperinciDr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI
Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang
Lebih terperinciFungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.
Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari
Lebih terperinciAtropin dtemukan terutama pada Atropa belladonna dan Datura stramonium.
ATROPIN Merupakan penghambat reseptor muskarinik atau anti muskarinik. Kelompok obat ini bekerja pada reseptor muskarinik pada afinitas yang berbedauntuk berbagai subtype reseptor muskarinik. Oleh karena
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat
Lebih terperinciFarmakoterapi Sistem Pencernaan dan. Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR
Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan Pernafasan Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR Tujuan Manfaat Mata kuliah terkait Pokok bahasan Pustaka acuan pokok Sistem Pembelajaran
Lebih terperinciANATOMI DAN FISIOLOGI
ANATOMI DAN FISIOLOGI Yoedhi S Fakar ANATOMI Ilmu yang mempelajari Susunan dan Bentuk Tubuh FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari alat atau jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akses ke saluran napas pada pasien telah dilakukan sejak jaman
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BRONKOSKOPI 2.1.1. SEJARAH BRONKOSKOPI Akses ke saluran napas pada pasien telah dilakukan sejak jaman Hipocrates 460-370 sebelum masehi, dengan menggunakan bahan berupa pipa
Lebih terperinciSistem Saraf pada Manusia
Sistem Saraf pada Manusia Apa yang dimaksud dengn sistem saraf? Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh
Lebih terperinciSISTEM SARAF & INDRA PADA MANUSIA
SISTEM SARAF & INDRA PADA MANUSIA Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Sistem Saraf Manusia ; neuron Sistem saraf PENGATUR fungsi tubuh
Lebih terperinciINSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )
1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit
Lebih terperinciPATOGENESIS PENYAKIT ASMA
PATOGENESIS PENYAKIT ASMA Pendekatan terapi yang rasional terhadap penyakit asma adalah tergantung dari pengetahuan mengenai patogenesis penyakit asma Asma adalah penyakit yang diperantarai oleh ikatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan
Lebih terperinciPENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan
PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringospasme dan batuk merupakan komplikasi setelah ekstubasi pada pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan menutupnya glottis secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok
Lebih terperinciAsma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.
A S M A DEFINISI Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu. Asma dimanifestasikan dengan
Lebih terperinciGambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan
EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral
Lebih terperinciTESIS PERBANDINGAN PEMBERIAN SULFAS ATROPIN DAN TANPA SULFAS ATROPIN DALAM MENGURANGI SEKRET DAHAK SELAMA TINDAKAN BRONKOSKOPI DI RUMAH SAKIT UMUM
TESIS PERBANDINGAN PEMBERIAN SULFAS ATROPIN DAN TANPA SULFAS ATROPIN DALAM MENGURANGI SEKRET DAHAK SELAMA TINDAKAN BRONKOSKOPI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN JULIANA MARIA ULFAH NIM: 117107001
Lebih terperinciMahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung
Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan
Lebih terperinciCara Kerja Sistem Saraf Simpatik dan Parasimpatik loading...
Cara Kerja Sistem Saraf Simpatik dan Parasimpatik loading... Saraf simpatik dan parasimpatik termasuk ke dalam sistem saraf tak sadar. Saraf simpatik berpangkal pada sumsum tulang belakang (medula spinalis)
Lebih terperinciFakultas Kedokteran Universitas Jember 2015
PRAKTIKUM FARMAKOLOGI OBAT MIOTIKUM DAN MIDRIATIKUM ILMU PENYAKIT MATA LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Latifatu Choirunisa NIM 132010101013 Cahya Kusumawardani NIM 132010101030 Ngurah Agung Reza Satria Nugraha
Lebih terperinciSistem saraf. Kurnia Eka Wijayanti
Sistem saraf Kurnia Eka Wijayanti Sistem saraf SSP SST Otak Medula spinalis Saraf somatik Saraf Otonom Batang otak Otak kecil Otak besar Diencephalon Mesencephalon Pons Varolii Medulla Oblongata Saraf
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,
Lebih terperinciREGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons.
REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. Organisasi pusat pernapasan Daerah ini dibagi menjadi
Lebih terperinciKesetimbangan asam basa tubuh
Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan
Lebih terperinciObat2 Sistem Saraf Otonom. I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt
Obat2 Sistem Saraf Otonom I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt Pendahuluan Sistem Saraf Manusia Sistem Saraf Pusat (SSP) Sistem Saraf Tepi (perifer) Otak Medula Spinalis SS Somatik SS Otonum Simpatis Parasimpatis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI
BAB I PENDAHULUAN Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi : status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status epileptikus dengan kejang
Lebih terperincimekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.
B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gagal Jantung Kongestif 1.1 Defenisi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak
Lebih terperinciBAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF)
BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) Standar Kompetensi : Sistem koordinasi meliputi sistem saraf, alat indera dan endokrin mengendalikan aktivitas berbagai bagian tubuh. Sistem saraf yang meliputi saraf
Lebih terperinciSistem Ekskresi Manusia
Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu
Lebih terperinciSOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN
SOP ECHOCARDIOGRAPHY N O A B C FASE PRA INTERAKSI TINDAKAN 1. Membaca dokumentasi keperawatan. 2. Menyiapkan alat-alat : alat echocardiography, gel, tissu. 3. Mencuci tangan. FASE ORIENTASI 1. Memberikan
Lebih terperinci5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg
dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keracunan Kronik Pestisida Organofosfat. lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keracunan Kronik Pestisida Organofosfat Pestisida dapat didefinisikan sebagai semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan
Lebih terperinciMengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1
Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks
Lebih terperinciPenyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio
Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. setempat menyebutnya dengan nama lain, di Aceh masyarakat mengenalnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Belimbing wuluh merupakan tanaman yang termasuk dari keluarga Oxalidaceae. Tanaman ini dapat hidup di daerah rendah sampai dengan ketinggian sekitar 500 meter
Lebih terperinciOrgan yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru
Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) A. Masalah Keperawatan Gangguan kebutuhan suhu tubuh (Hipertermi) B. Pengertian Hipertermi adalah peningkatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai
Lebih terperinciASIDOSIS RESPIRATORIK
ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon
Lebih terperinciSEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI
SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT
MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner
Lebih terperinciPENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya
MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan
Lebih terperinciDika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati
Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Siti Sarifah Sonia Mahdalena Ranny Dwi H Novita Sari CANTIK Wardah Afipah Mitha Nur
Lebih terperinciJenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.
JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT
PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas
Lebih terperinciSURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN
RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1
Lebih terperinciKadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang
Kanker Paru DEFINISI Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru. Kanker
Lebih terperinciBantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan dan relatif sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan 100-150 juta
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan
BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance
Lebih terperinciLATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA. Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat
LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA A. Pengertian 1. Batuk efektif Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak
Lebih terperinciEMBOLI AIR KETUBAN. Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba sewaktu atau beberapa waktu sesudah persalinan.
EMBOLI AIR KETUBAN A. Pengertian Emboli air ketuban adalah terdapatnya air ketuban dalam aliran darah ibu (Maclean,2003:25). Emboli air ketuban merupakan komplikasi tidak dapat diduga,sangat berbahaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4
SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4 1. Pasang yang tepat antara alat ekskresi dan zat yang dikeluarkan adalah... Hati menghasilkan hormon Paru-paru mengeluarkan uap air
Lebih terperinciSistem Saraf Tepi (perifer)
SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf
Lebih terperinciA. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen
A. Pengertian Oksigen Oksigen adalah suatu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel secara normal yang diperoleh dengan cara menghirup
Lebih terperinciSMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan
JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.
Lebih terperinciBANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bronkoskopi merupakan tindakan medis yang bertujuan untuk melakukan visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai prosedur diagnostik
Lebih terperinciFISIOLOGI PEMBULUH DARAH DAN PENGATURAN TEKANAN DARAH
FISIOLOGI PEMBULUH DARAH DAN PENGATURAN TEKANAN DARAH ARTERI Membawa darah dari jantung ke seluruh jaringan tubuh Katup (-) Arteriol : arteri terkecil Anastomosis : persatuan cabang cabang arteri END ARTERI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anestesi adalah tahapan yang sangat penting pada prosedur pembedahan. Prosedur awal pembedahan harus didahului dengan pemberian anestesi karena pembedahan
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya
BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1. Hematologi Darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang
Lebih terperinciNEONATUS BERESIKO TINGGI
NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN DEFINISI REFLEKS BATUK
PENDAHULUAN Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Tentu saja bila batuk itu berlebihan, ia akan menjadi amat
Lebih terperinciSISTEM SARAF. Sel Saraf
SISTEM SARAF Sel Saraf Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistemn ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang
BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 1. LIDOKAIN Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi
Lebih terperinciFARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL
Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH
Lebih terperinciHUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt
HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks yang timbul akibat kelainan struktur dan atau fungsi jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel kiri dalam mengisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian
Lebih terperinciMENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL
MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang
Lebih terperinciSTRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner
Pengertian Kardiovaskuler Sistem Kardiovaskuler yaitu sistem peredaran darah di dalam tubuh. Sistem Kardiovaskuler terdiri dari darah,jantung dan pembuluh darah. Jantung terletak di dalam mediastinum di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.
Lebih terperinci5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea
1. Terjadinya inspirasi pada proses pernapasan manusia adalah karena diafragma.... a. melengkung, tulang rusuk dan dada terangkat b. melengkung, tulang rusuk dan dada turun c. mendatar, tulang rusuk dan
Lebih terperinci