Bab II Gambaran Umum Kota Makassar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Gambaran Umum Kota Makassar"

Transkripsi

1 Bab II Gambaran Umum 2.1 Aspek Geografi dan Demografi merupakan salah satu pemerintahan kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi, sebagaimana yang tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor menjadi ibukota Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965, (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 94), dan kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965 Daerah Tingkat II Kotapraja Makassar diubah menjadi Daerah Tingkat II Kotamadya Makassar. yang pada tanggal 31 Agustus 1971 berubah nama menjadi Ujung Pandang, wilayahnya dimekarkan dari 21 km2 menjadi 175,77 km2 dengan mengadopsi sebagian wilayah kabupaten lain yaitu Gowa, Maros, dan Pangkajene Kepulauan, hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tentang Perubahan batas-batas daerah Kotamadya Makassar dan Kabupaten Gowa, Maros dan Pangkajene dan Kepulauan, lingkup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Pada perkembangan, nama dikembalikan lagi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 tentang Perubahan Nama Kotamadya Ujung Pandang menjadi, hal ini atas keinginan masyarakat yang didukung DPRD Tk. II Ujung Pandang saat itu, serta masukan dari kalangan budayawan, seniman, sejarawan, pemerhati hukum dan pelaku bisnis. Hingga Tahun 2013 telah berusia 406 tahun sesuai Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2000 yang menetapkan hari jadi tanggal 9 Nopember 1607, terus berbenah diri menjadi sebuah Kota Dunia yang berperan tidak hanya sebagai pusat perdagangan dan jasa tetapi juga sebagai pusat kegiatan industri, pusat kegiatan pemerintahan, pusat kegiatan edu-entertainment, pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan, simpul jasa angkutan barang dan penumpang baik darat, laut maupun udara Karakteristik Wilayah Luas dan batas wilayah administrasi Luas Wilayah tercatat 175,77 km persegi, dengan batas-batas wilayah administratif sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Maros Sebelah Selatan : Kabupaten Gowa Sebelah Timur : Kabupaten Gowa dan Maros Sebelah Barat : Selat Makassar Secara administratif terbagi atas 14 Kecamatan dan 143 Kelurahan. Bagian utara kota terdiri atas Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Tallo, dan Kecamatan Ujung Tanah. Di bagian selatan terdiri atas Kecamatan Tamalate dan Kecamatan Rappocini. Di bagian Timur terbagi atas Kecamatan Manggala dan Kecamatan Panakkukang. Bagian barat adalah Kecamatan Wajo, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Makassar, Kecamatan Mamajang, dan Kecamatan Mariso. Rincian luas masing-masing kecamatan, diperbandingkan dengan persentase luas wilayah sebagai berikut : GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 7

2 Tabel 2.1. Luas Wilayah dan Persentase terhadap Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Tahun 2013 Kode Wil Kecamatan Luas Area (km 2 Persentase Terhadap ) Luas 010 Mariso 1,82 1, Mamajang 2,25 1, Tamalate 20,21 11, Rappocini 9,23 5, Makassar 2,52 1, Ujung Pandang 2,63 1, Wajo 1,99 1, Bontoala 2,10 1, Ujung Tanah 5,94 3, Tallo 5,83 3, Panakukang 17,05 9, Manggala 24,14 13, Biringkanaya 48,22 27, Tamalanrea 31,84 18, ,00 Sumber : RTRW Secara administratif, 14 Kecamatan dan 143 Kelurahan di dapat dilihat pada gambar berikut ini : Gambar 2.1 Peta Administrasi Sumber : RTRW Selain memiliki wilayah daratan, juga memiliki wilayah kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis pantai. Pulau ini merupakan gugusan pulau-pulau karang sebanyak 12 pulau, bagian dari gugusan pulau-pulau sangkarang, atau disebut juga pulaupulau pabbiring, atau lebih dikenal dengan nama Kepulauan Spermonde. Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Lanjukang (terjauh), Pulau Langkai, Pulau Lumu-Lumu, Pulau Bonetambung, Pulau GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 8

3 Kodingareng Lompo, Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi, Pulau Kodingareng Keke, Pulau Samalona, Pulau Lae-Lae, Pulau Lae-Lae Kecil (gusung) dan Pulau Kayangan (terdekat). Wilayah Kepulauan dapat dilihat pada gambar berikut ini : Gambar 2.2 Peta Sebaran Pulau-Pulau Sumber : RTRW Letak dan Kondisi Geografis yang merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan terletak di Pantai Barat pulau Sulawesi berada dalam titik koordinat ,18" sampai dengan '31,03" BT dan 5 00' 30,18" sampai dengan ,49" LS. Sesuai dengan karakteristik fisik dan perkembangannya, berikut ini deskripsi wilayah tiap kecamatan yaitu : 1. Kecamatan Biringkanaya Kecamatan Biringkanaya merupakan kecamatan terluas diantara kecamatan-kecamatan lain yang ada di, luasnya 48,22 km 2 atau sekitar 27,43% dari luas keseluruhan Kota Makassar dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Maros. Topografi wilayah kecamatan ini mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian elevasi 1-19 m di atas permukaan laut. Potensi sumberdaya alam yang ada di kecamatan ini antara lain di sektor pertanian dan perikanan. Berdasarkan data BPS (2013), di subsektor pertanian, luas lahan peruntukannya sebagai lahan sawah yakni 657 ha dan lahan tegalan 284 ha. Subsektor perikanan darat, luas lahan peruntukan sebagai tambak 479 ha dengan produksi 149,80 ton. Secara umum, Pantai Kecamatan Biringkanaya sebagian besar merupakan pantai berlumpur dan bervegetasi mangrove serta merupakan pantai yang landai. Hanya sebagian kecil pantai ini tergolong cadas. Dilihat dari segi stabilitas pantai, maka pantai ini dapat dikatakan relatif GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 9

4 stabil dan tenang, namun cenderung maju ke arah laut akibat sedimentasi dari Sungai Mandai. Di samping itu juga tampak adanya gejala abrasi sepanjang sekitar 30 m di perkampungan nelayan Kelurahan Untia. 2. Kecamatan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea adalah Kecamatan terluas kedua sesudah Kecamatan Biringkanaya, dengan luas 31,84 km 2. Jumlah penduduk jiwa. Topografi wilayah kecamatan dimulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian elevasi 1-22 m di atas permukaan laut. Penggunaan lahan di kecamatan ini sangat bervariasi mulai permukiman, perkantoran, pertokoan hingga gedung pendidikan. Salah satunya adalah Universitas sebagai universitas terbesar di Kawasan Indonesia Timur. Ke arah selatan kecamatan ini mengalir Sungai Tallo sehingga masyarakat yang bermukim di sekitar tepi sungai memiliki tambak. Selain di tepi Sungai Tallo, kawasan tambak juga ditemukan di sisi utara kecamatan yang berbatasan langsung dengan laut. Pantai Kecamatan Tamalanrea merupakan pantai yang berbatasan dengan laut dan bagian muara Sungai Tallo. Sebagian besar tipe pantai di lokasi ini merupakan pantai berlumpur dan bervegetasi mangrove serta merupakan pantai yang landai. Namun demikian terdapat pula pantai cadas di sebelah selatan Lantebung (Kelurahan ParangLoe). Dilihat dari segi stabilitas pantai, maka pantai ini dapat dikatakan relatif stabil dan tenang, sekalipun juga tampak adanya gejala abrasi dalam skala kecil sepanjang sekitar 20 meter di Lantebung (Kelurahan Bira). Potensi sumberdaya alam yang masih dapat ditemukan di kecamatan ini adalah tambak. Secara keseluruhan luas lahan tambak di Kecamatan Tamalanrea yaitu 588 ha, dengan produksi perikanan darat (tambak) yaitu 190,10 ton. 3. Kecamatan Manggala Kecamatan Manggala merupakan salah satu kecamatan di yang tidak berbatasan langsung dengan laut. Luas wilayah sebesar 24,14 km2 atau sekitar 13,73% dari luas keseluruhan wilayah dengan kepadatan penduduk jiwa/km2. Topografi wilayah kecamatan ini berelief dataran rendah hingga dataran tinggi, dengan elevasi 2-22 m di atas permukaan laut. Penggunaan lahan untuk pertanian sawah dan tegalan/kebun merupakan yang terluas dibandingkan kecamatan lain yakni 827 ha dan 411 ha dengan potensi produksi 4774,90 ton dan 1360,84 ton. Di sektor perikanan darat memiliki potensi yang kecil. Tahun 2008 produksinya hanya sekitar 59,10 ton atau senilai rupiah. Meskipun di sub sektor perikanan kecil, namun di sektor peternakan kecamatan ini memiliki populasi ternak besar dan kecil dalam jumlah yang sangat besar. Untuk populasi ternak besar (sapi dan kerbau) 1352 ekor sedangkan untuk populasi ternak kecil (kambing) ekor. 4. Kecamatan Tamalate Berdasarkan data BPS menunjukkan bahwa konsentrasi penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Tamalate yang tersebar pada 10 kelurahan, dengan jumlah penduduk terbesar yakni jiwa atau 12,14% dari jumlah keseluruhan penduduk. Luas wilayah kecamatan ini 20,21 km 2 sehingga kepadatan penduduk berkisar jiwa/km 2. Topografi wilayah kecamatan ini termasuk dalam kategori dataran rendah dengan elevasi ketinggian 1-6 meter di atas permukaan laut dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Gowa. Persentase penggunaan lahan pertanian terhadap luas wilayah kecamatan terdiri atas 27,07% lahan sawah dan 5,70% tegalan/kebun dengan produksi padi sebesar 3936,32 ton dan tegalan/kebun sebesar 83,85 ton. Di sektor pertambangan, bahan galian C terutama pasir, batu dan sirtu terdapat di Kelurahan Mallengkeri. Kecamatan Tamalate mempunyai pantai terpanjang diantara kecamatan-kecamatan yang mempunyai pantai di, yaitu sepanjang sekitar 10 km (panjang pantai sekitar 35 km). Dengan panjang GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 10

5 pantai 31,25% dari panjang pantai, mampu menyumbangkan ton di sektor perikanan laut dan armada kapal tangkap berjumlah 248 buah. Pada umumnya pantai di kecamatan ini bertipe pantai berpasir dengan lebar pantai sekitar meter serta kelandaiannya 3%. Secara umum pantai ini dapat dikatakan relatif stabil sekalipun cenderung maju ke arah laut akibat sedimentasi pasir halus dari Sungai Jeneberang maupun dari arah selatan. Dengan kondisi pantai tersebut, maka sebagian besar pantai ini digunakan sebagai areal pariwisata pantai. 5. Kecamatan Panakkukang Kecamatan Panakukang merupakan kecamatan yang terletak ditengah-tengah Kota Makassar dan merupakan pusat pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayah 17,05 km 2 atau sekitar 9,70% dari luas keseluruhan wilayah, dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2. Topografi wilayahnya memiliki elevasi 1-13 m di atas permukaan laut. Potensi penggunaan lahan di sektor pertanian sangat kecil hanya sekitar 16 ha dan potensi perikanan darat tidak ada. Penggunaan lahan di kecamatan ini lebih diarahkan pada perkantoran dan pemukiman. Saat ini kondisi jalan utama di Kecamatan Panakkukang telah mengalami pelebaran jalan pada bahu jalan selebar meter. 6. Kecamatan Rappocini Penggunaan lahan di kecamatan ini hampir seluruhnya diperuntukkan sebagai kawasan pemukiman. Luas wilayahnya 9,23 km 2 atau sekitar 5,25% dari luas keseluruhan Kota Makassar. Topografi wilayahnya dataran rendah dengan elevasi 2-6 m di atas permukaan laut sehingga peruntukan lahan di kecamatan ini dominan pemukiman. Persentase penggunaan lahan sebagai kawasan pemukiman sangat besar hampir 65% sedangkan penggunaan lahan di sektor pertanian sebagai lahan sawah hanya seluas 20 ha (17 ha luas lahan panen). 7. Kecamatan Ujung Tanah Kecamatan Ujung Tanah merupakan kecamatan yang memiliki 5 pulau dengan potensi perikanan laut yang sangat besar yakni ton. Luas wilayahnya 5,94 km 2 atau 3,38% dari luas keseluruhan, dengan jumlah penduduk jiwa serta kepadatan penduduk jiwa/km 2. Kondisi sosial masyarakat di kecamatan ini terdiri atas dua kelompok, yakni masyarakat perkotaan dan masyarakat nelayan termasuk masyarakat yang mendiami pulau-pulau di kecamatan ini. Selain potensi perikanan yang sangat besar, potensi pariwisata bawah air menjadi andalan di Kecamatan Ujung Tanah dengan 5 pulau yang menyajikan keindahan bawah laut yang kaya akan keragaman hayatinya sebagai suatu poin menarik bagi para wisatawan. Di sisi lain guna menjaga kestabilan pantai di Kecamatan Ujung Tanah, sebagian besar sudah mengalami pengerasan dengan tembok yang berfungsi sebagai pelindung pantai. Hal ini mengingat pantai tersebut mempunyai nilai penting karena perairan pantainya dimanfaatkan untuk pangkalan pendaratan ikan (TPI Paotere), pelabuhan dan docking kapal TNI AL, Pelabuhan Pertamina Instalasi Makassar dan Bogasari. Kecamatan ini berada pada wilayah pesisir bagian utara. 8. Kecamatan Tallo Berdasarkan data BPS (2013), Kecamatan Tallo merupakan yang memiliki jumlah kelurahan terbanyak (15 kelurahan), dengan luas wilayahnya 5,83 km 2 atau 3,32% dari luas keseluruhan wilayah. Topografi wilayahnya merupakan dataran rendah dengan elevasi 1-3 m di atas permukaan laut. Potensi penggunaan lahan yang dimiliki terdiri dari sektor pertanian yakni hanya 25 ha (lahan sawah dan tegalan/kebun) dan sektor perikanan darat (tambak) 293 ha. Total produksi pertanian tahun 2008 sebesar 49,15 ton sedangkan di subsektor perikanan 2.585,90 ton. Potensi bencana di Kecamatan Tallo berupa banjir, karena kecamatan ini merupakan Daerah Aliran Sungai Tallo yang berpotensi terjadinya luapan Sungai Tallo ke pemukiman sekitarnya. Potensi pencemaran dan pendangkalan pada muara Sungai Tallo sebagi akibat limbah buangan industri yang tidak terkontrol pada anak-anak GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 11

6 Sungai Tallo. Pantai Kecamatan Tallo merupakan pantai yang berbatasan dengan laut dan bagian muara Sungai Tallo. Sebagian besar tipe pantai di lokasi ini merupakan pantai berlumpur dan vegetasi mangrove-nya sangat minim serta merupakan pantai yang landai. Pada bagian barat pantai kecamatan ini sudah ada kegiatan reklamasi pantai sekitar sepanjang 200 m sebagai lahan kegiatan industri pengolahan kayu. Dilihat dari segi stabilitas pantai, maka pantai ini dapat dikatakan relatif stabil dan tenang, sekalipun cenderung maju ke arah laut memperpanjang Tanjung Tallo akibat sedimentasi di muara Sungai Tallo. Ditinjau dari pemanfaatannya maka pantai ini sebagian dimanfaatkan untuk kegiatan industri galangan kapal dan pemukiman pantai (pinggir muara Sungai Tallo) dan pantai paling barat Kelurahan Tallo. 9. Kecamatan Mamajang Luas wilayah Kecamatan Mamajang adalah 2,25 km 2 atau 1,28% luas keseluruhan wilayah Kota Makassar dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2. Topografi wilayah yang merupakan dataran rendah dengan elevasi 1 5 m di atas permukaan laut yang memungkinkan pengembangan lahan kecamatan sebagai kawasan pemukiman. Kecamatan Mamajang merupakan salah satu kecamatan yang memiliki laju infiltrasi tinggi sehingga potensi ancaman banjir sangat kecil. 10. Kecamatan Ujung Pandang Kecamatan Ujung Pandang merupakan kecamatan yang dijadikan sebagai tempat area publik karena adanya Pantai Losari yang menjadi ikon. Luas wilayahnya 2,63 km 2 atau 1,50% dari luas keseluruhan wilayah. Kecamatan Ujung Pandang memiliki jumlah penduduk terendah yakni jiwa (2,28%) dengan kepadatan penduduk berkisar jiwa/km 2. Ancaman terhadap bahaya abrasi sangatlah besar sehingga diperlukan bangunan pemecah ombak di depan pantai. Oleh karena itu, Pantai Kecamatan Ujung Pandang umumnya juga sudah mengalami pengerasan dengan tembok pematang pantai, khususnya pada Daerah Rekreasi Pantai Losari dan sekitarnya. Hanya sebagian lokasi di sebelah utara pantai kecamatan ini merupakan komplek perhotelan (Pantai Gerbang Makassar Hotel dan Makassar Golden Hotel) serta dermaga penyeberangan Kayu Bangkoa ke Pulau Lae-lae, Pulau Kayangan dan pulau-pulau lainnya di wilayah. Selain itu, Kecamatan Ujung Pandang juga berpotensi terhadap pencemaran air laut dan air tanah karena penggunaan lahan yang lebih diarahkan pada pembangunan hotel. Selain itu juga restoran merupakan usaha paling besar memberikan kontribusi terhadap pencemaran air di kecamatan ini. 11. Kecamatan Makassar Kecamatan Makassar merupakan kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan terbesar yakni jiwa/km 2, jumlah penduduk jiwa dengan luas wilayah 2,52 km 2 atau 1,43% dari keseluruhan luas wilayah. Penggunaan lahan di Kecamatan Makassar lebih diperuntukkan bagi kawasan pemukiman, pertokoan dan perkantoran. Kecamatan ini sangat minim dan bahkan tidak memiliki potensi sumber daya alam baik di sektor pertanian maupun perikanan (tambak). 12. Kecamatan Bontoala Luas wilayah Kecamatan Bontoala adalah 2,10 km 2 atau 1,19% dari keseluruhan luas Kota Makassar yang terdiri atas 12 kelurahan. Kecamatan Bontoala termasuk dalam kategori kecamatan terpadat (urutan ke-3) yakni jiwa/km 2 dan jumlah penduduk jiwa. Topografi di kecamatan ini dataran rendah dengan elevasi 1-4 m di atas permukaan laut, sebagian daerah di kecamatan ini berpotensi banjir utamanya daerah yang dialiri anak Sungai Tallo. Penggunaan lahan di kecamatan ini lebih diperuntukkan sebagai pemukiman, sehingga kecamatan ini tidak memiliki potensi sumber daya alam baik di sektor pertanian maupun perikanan. GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 12

7 13. Kecamatan Wajo Salah satu kecamatan yang terletak di pesisir barat dan wilayah pantainya merupakan kompleks Pelabuhan Soekarno-Hatta (Pelabuhan Umum dan Peti Kemas), dengan luas wilayah 1,99 km atau 1,13% dari luas keseluruhan wilayah Kota. Jumlah penduduk di Kecamatan Wajo jiwa dengan kepadatan jiwa/km2. Secara topografi, kecamatan ini termasuk dalam kategori dataran rendah dengan elevasi 1-4 m di atas permukaan laut sehingga berpotensi terjadi abrasi. Oleh karena itu, Pantai Kecamatan Wajo umumnya sudah mengalami pengerasan dengan tembok pematang sebagai pelindung pantai. 14. Kecamatan Mariso Kecamatan Mariso merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah yang paling kecil yakni hanya 1,04% dari luas wilayah atau sekitar 1,82km 2, dengan tingkat kepadatan sebesar jiwa/km2. Potensi sumber daya alam di Kecamatan ini yaitu subsektor perikanan laut. Kecamatan mampu menghasilkan ton hasil laut atau rupiah. Penggunaan lahan di kecamatan ini sebagian besar diperuntukkan pada pemukiman, pertokoan, dan perkantoran. Untuk potensi bencana alam di kecamatan ini berupa abrasi pantai. Oleh karena itu pantai di Kecamatan Mariso pada umumnya sudah mengalami pengerasan dengan tembok pematang pantai, karena sebagian besar pantai di kecamatan ini merupakan daerah pangkalan pendaratan ikan (TPI Rajawali) dan permukiman pantai Topografi Topografi wilayah memiliki ciri-ciri sebagai berikut : tanah relatif datar, bergelombang, berbukit dan berada pada ketinggian 0 25 m di atas permukaan laut dengan tingkat kemiringan lereng berada pada kemiringan 0-15%. Sementara itu, dilihat dari klasifikasi kelerengannya, menunjukkan bahwa kemiringan 0-2%=85%; 2-3%=10%; 3-15%=5%. Hal ini memungkinkan berpotensi pada pengembangan permukiman, perdagangan, jasa, industri, rekreasi, pelabuhan laut, dan fasilitas penunjang lainnya Geologi Wilayah terbagi dalam berbagai morfologi bentuk lahan. Satuan-satuan morfologi bentuk lahan yang terdapat di dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Satuan morfologi dataran aluvial pantai; dan b. Satuan morfologi perbukitan bergelombang. Kedua satuan morfologi diatas dikontrol oleh batuan, struktur, dan formasi geologi yang ada di wilayah dan sekitarnya. Secara geologis terbentuk dari batuan hasil letusan gunung api dan endapan dari angkutan sedimen Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo. Sedangkan struktur batuan yang terdapat di kota ini dapat dilihat dari batuan hasil letusan gunung api dan endapan aluvial pantai dan sungai. Struktur batuan ini penyebarannya dapat dilihat sampai ke wilayah Bulurokeng, Daya, dan Biringkanaya. Selain itu, terdapat juga tiga jenis batuan lainnya seperti breksi dan konglomerat yang merupakan batuan berkomponen kasar dari jenis batuan beku, andesit, basaltik, batu apung, dan gamping Hidrologi memiliki garis pantai sepanjang 32 km dengan kondisi hidrologi Kota Makassar dipengaruhi oleh 2 (dua) sungai besar yang bermuara di pantai sebelah barat kota. Sungai Jene berang yang bermuara di sebelah selatan dan Sungai Tallo yang bermuara di sebelah utara. Sungai Je neberang misalnya, mengalir melintasi wilayah Kabupaten Gowa dan bermuara di bagian Selatan merupakan sungai dengan kapasitas sedang (debit air 1-2 m 3 /detik). Sedangkan Sungai Tallo dan Pampang yang bermuara di bagian Utara Makassar adalah sungai GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 13

8 dengan kapasitas rendah berdebit kira-kira hanya mencapai 0-5 m 3 /detik di musim kemarau. Selain itu, dipengaruhi juga oleh sistem hidrologi saluran perkotaan, yakni kanal-kanal yang hulunya di dalam kota dan bermuara di laut Klimatologi termasuk daerah yang beriklim sedang hingga tropis. Suhu udara rata-rata dalam 10 tahun terakhir berkisar antara 24,5 C sampai 28,9 C dengan intensitas curah hujan yang bervariasi. Intensitas curah hujan tertinggi berlangsung antara bulan November hingga Februari. Tingginya intensitas curah hujan menyebabkan timbulnya genangan air di sejumlah wilayah kota ini. Selain itu, kurangnya daerah resapan dan drainase yang tidak berfungsi dengan baik memicu timbulnya bencana banjir Penggunaan Lahan Secara umum, konteks pola ruang mencakup Wilayah yang memiliki 14 (empat belas) kecamatan dimana didalamnya mencakup kawasan lindung dan kawasan budidaya. A. Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2009 tentang pedoman penyusunan rencana tata ruang wilayah, secara substansial penetapan kawasan lindung mengakomodasi kawasan-kawasan berikut : a) Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya bertujuan untuk memperbaiki dan menjaga iklim mikro, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kawasan, dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Kawasan lindung yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya mencakup kawasan resapan air. Daerah resapan air di berada di kawasan Lakkang dan sekitarnya di Kecamatan Tallo serta danau Balang Tonjong dan sekitarnya di Kecamatan Panakkukang yang selama ini menjadi kawasan prioritasnya. Berikut daerah resapan air dan lokasi resapan air di Tabel 2.2 Daerah Resapan Air (Ha) Berdasarkan Jenisnya, 2009 Total Luasan Sumber : RTRW Danau Rawa Sungai 84, , , Tabel 2.3 Lokasi Resapan Air Di No. Kelurahan Luas (km 2 ) 1. Kelurahan Bangkala 0, Kelurahan Batua 0, Kelurahan Manggala 0, Kelurahan Tamangapa 3, Total Luasan 4, Sumber : RTRW GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 14

9 b) Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan perlindungan setempat bertujuan untuk melindungi keberlangsungan sumber air baku, ekosistem daratan, keseimbangan lingkungan kawasan, menciptakan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat, serta meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih. Kawasan perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, dan kawasan sempadan danau atau waduk. Kawasan perlindungan setempat dalam wilayah diuraikan sebagai berikut : Kawasan sempadan pantai merupakan daerah tepian pantai yang membentang sepanjang kurang lebih 42 (empat puluh dua) kilometer dari kawasan pesisir bagian utara kota hingga ke kawasan pesisir bagian barat dan selatan. Secara fungsi, bagian dari kawasan sempadan pantai di adalah kawasan hutan mangrove yang lokasinya berada di wilayah pesisir laut bagian utara (Pantai Untia) dan merupakan habitat alami hutan bakau yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan. Berikut perincian lokasi dan luasan kawasan sempadan pantai di : Tabel 2.4 Lokasi dan Luasan Kawasan Sempadan Pantai Di (km 2 ) No Kelurahan Luas (km 2 ) 1. Kelurahan Barombong 0, Kelurahan Barrang Caddi 0, Kelurahan Barrang Lompo 0, Kelurahan Bira 0, Kelurahan Bulogading 0, Kelurahan Butung 0, Kelurahan Cambaya 0, Kelurahan Ende 0, Kelurahan Gusung 0, Kelurahan Kaluku Bodoa 0, Kelurahan Kodingareng 0, Kelurahan Lae-Lae 0, Kelurahan Losari 0, Kelurahan Maccini Sombala 0, Kelurahan Maloku 0, Kelurahan Mampu 0, Kelurahan Melayu Baru 0, Kelurahan Panambungan 0, Kelurahan Parangloe 0, Kelurahan Pattunuang 0, Kelurahan Tallo 0, Kelurahan Tamalabba 0, Kelurahan Tanjung Merdeka 0, Kelurahan Totaka 0, Kelurahan Ujung Tanah 0, Kelurahan Untia 0, TOTAL LUASAN 3, Sumber : RTRW GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 15

10 Sempadan sungai merupakan kawasan sepanjang kiri kanan sungai yang memiliki fungsi utama melindungi sungai dari gangguan yang dapat merusak kondisi sungai dan kelestariannya yang ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar kaki tanggul pada sungai dalam kawasan perkotaan dan 5 (lima) meter di sebelah luar kaki tanggul pada sungai di luar kawasan perkotaan. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 Tahun 1990 tentang pengelolaan Kawasan Lindung, sempadan sungai ditetapkan pada kawasan yang sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter dikiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman. Selanjutnya, dalam arah rencana penetapannya sepanjang koridor Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo merupakan kawasan sempadan sungai di Makassar. Tabel 2.5 Lokasi dan Luasan Kawasan Sempadan Sungai No. Kelurahan Luas (km 2 ) No. Kelurahan Luas (km 2 ) 1. Kel. Antang 0, Kel. Mappala 0, Kel. Bajimapakasunggu 0, Kel. Maradekaya 0, Kel. Bala Parang 0, Kel. Maradekaya Utara 0, Kel. Balangbaru 0, Kel. Maricaya Baru 0, Kel. Bangkala 0, Kel. Maricaya Selatan 0, Kel. Banta-bantaeng 0, Kel. Mario 0, Kel. Bara Baraya 0, Kel. Mariso 0, Kel. Bara Baraya Selatan 0, Kel. Matoanging 0, Kel. Bara Baraya Timur 0, Kel. Pa'baeng baeng 0, Kel. Barana 0, Kel. Pa'batang 0, Kel. Baraya 0, Kel. Paccerakkang 0, Kel. Barombong 0, Kel. Pai 0, Kel. Batua 0, Kel. Pampang 0, Kel. Bira 0, Kel. Panaikang 0, Kel. Bontolebang 0, Kel. Panambungan 0, Kel. Bontorannu 0, Kel. Pandang 0, Kel. Borong 0, Kel. Pannampu 0, Kel. Buloa 0, Kel. Parang 0, Kel. Bulurokeng 0, Kel. Parangloe 0, Kel. Bunga Eja Baru 0, Kel. Parangtambung 0, Kel. Bungaya 0, Kel. Paropo 0, Kel. Daya 0, Kel. Pattingalloang 0, Kel. Gunung Sari 0, Kel. Rappocini 0, Kel. Gusung 0, Kel. Rappokalling 0, Kel. Jongaya 0, Kel. Sambungjawa 0, Kel. Kaluku Bodoa 0, Kel. Sinri Jala 0, Kel. Kapasa 0, Kel. Sudiang 0, Kel. Karampuang 0, Kel. Sudiang Raya 0, Kel. Karunrung 0, Kel. Tallo 0, Kel. Karuwisi 0, Kel. Tamalanrea 0, Kel. Kassi-kassi 0, Kel. Tamalanrea Indah 0, Kel. Kunjungmae 0, Kel. Tamalanrea Jaya 0, Kel. Lakkang 0, Kel. Tamamaung 0, Kel. Layang 0, Kel. Tamarunang 0, Kel. Lembo 0, Kel. Tanjung Merdeka 0, Kel. Lette 0, Kel. Tello Baru 0, GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 16

11 No. Kelurahan Luas (km 2 ) No. Kelurahan Luas (km 2 ) 37. Kel. Maccini Gusung 0, Kel. Tidung 0, Kel. Maccini Sombala 0, Kel. Timongan Lompoa 0, Kel. Mamajang Dalam 0, Kel. Tompo Balang 0, Kel. Mandala 0, Kel. Totaka 0, Kel. Mangasa 0, Kel. Untia 0, Kel. Manggala 0, Kel. Walawalaya 0, TOTAL LUASAN 2, Sumber : RTRW Kawasan sempadan danau atau Waduk ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter yang berada pada kawasan permukiman, dan kawasan riset dan pendidikan. Pada kawasan riset dan pendidikan ditetapkan di Danau Universitas Hasanuddin (UNHAS) di Kecamatan Tamalanrea dan pada kawasan permukiman ditetapkan di Danau Balang Tonjong di Kecamatan Manggala. Umumnya danau di kota Makassar juga difungsikan sebagai area/kawasan resapan air. c) Ruang Terbuka Hijau Kota Ruang terbuka hijau yang disebut juga sebagai kawasan hijau di dibagi berdasarkan bobot kealamiannya yaitu kawasan hijau lindung dan binaan. Kawasan Hijau Lindung adalah bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas. Sementara Kawasan Hijau Binaan adalah bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota yang dapat didukung fasilitas sesuai keperluan untuk fungsi penghijauan tersebut. Rencana pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) disesuaikan amanat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Ruang Terbuka Hijau (RTH) dikelompokkan kedalam beberapa jenis berdasarkan tipologinya, yakni dari segi fisik, fungsi, struktur, dan kepemilikan. Berdasarkan kepemilikan ruang terbuka hijau terbagai atas ruang terbuka hijau privat dan ruang terbuka hijau publik. Untuk ruang terbuka hijau privat merupakan RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Sedangkan ruang terbuka hijau publik merupakan RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan masyarakat secara umum. Kondisi eksisting ruang terbuka hijau saat ini masih jauh dari yang ditetapkan oleh pemerintah dari alokasi total ruang terbuka hijau yang mencapai 30%. Untuk luasan RTH eksisting Kota Makassar dapat dilihat dalam tabel berikut ini : GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 17

12 No Kecamatan Luas (Ha) Hutan Kota Tabel 2.6 Kondisi Eksisting Ruang Terbuka Hijau Ketersediaan RTH Eksisting (Ha) Jalur Hijau Lapanga n Taman Pemaka man Bakau Sempadan Jumlah RTH Eksisting (Ha) Persentase thd luas wilayah kota (Ha) 1. Biringkanaya ,9306 8, , , , , ,52 1,24 2. Bontoala 210 0,4521 4,6963 1,1620 6,31 0,03 3. Makassar 252 2,6342 0,2935 3,8700 1,8758 8,67 0,05 4. Mamajang 225 0,1474 0,2597 1,7398 4,4404 6,59 0,04 5. Manggala ,7922 2, ,0512 4, ,35 0,33 6. Mariso 182 0,5438 1,9251 5,0202 2,0393 9,53 0,05 7. Panakkukang ,9466 8, ,7499 9,54 13, ,50 0,36 8. Rappocini 923 9,3156 3,8255 3,0930 1, ,48 0,10 9. Tallo 583 4,3992 3,9216 7, , , ,85 2, Tamalanrea , ,1707 9,8345 7,3920 5, , , ,10 0, Tamalate ,7581 6, ,2939 2,3399 6, , ,71 1, Ujng Pandang 263 2,9813 8,4631 4, ,89 0, Ujung Tanah 594 4,2440 3,1506 1,55 0,3145 9,26 0, Wajo 199 1,1607 0,0157 0,7288 0,0320 1,94 0,01 Total ,52 18,45 119,18 53,78 65, ,7 6,25 Sumber : RTRW Sesuai arahan dari undang-undang penataan ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 yang mengalokasikan luasan RTH sebesar 30% dengan alokasi persentase untuk RTH publik 20% dan RTH privat 10%, maka pengembangan RTH didorong untuk memenuhi luasan minimal tersebut. Konsep pengembangan luas Ruang Terbuka Hijau Kota Makassar dilakukan dengan membagi wilayah kota kedalam 3 kawasan dengan alokasi persentase RTH publik dan RTH privat pada masing-masing kawasan, yaitu : a. Kawasan kota yang sudah terbangun, arahan pengembangan RTH publik minimal 10% dari luas kawasan dan RTH privat minimal 20% dari luas kawasan; b. Kawasan kota yang belum terbangun arahan pengembangan RTH publik minimal 20% dari luas kawasan dan RTH privat minimal 20% dari luas kawasan; dan c. Kawasan reklamasi arahan pengembangan RTH publik minimal 30% dari luas kawasan dan RTH privat minimal 20% dari luas kawasan. GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 18

13 Gambar 2.3 Peta Ruang Terbuka Hijau Sumber : RTRW d) Kawasan Cagar Budaya Kawasan cagar budaya bertujuan untuk melestarikan dan melindungi kenakeragaman dan/atau keunikan alam serta situs-situs purbakala sebagai peninggalan budaya. Kawasan Cagar Budaya di tersebar di beberapa bagian kota Makassar. Kawasan Cagar Budaya merupakan kawasan yang terdapat bangunan atau situs-situs purbakala sebagai peninggalan budaya di kota dan patut dijaga kelestariannya. Kawasan cagar budaya ditetapkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai hasil budi daya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan sejarah. Pemanfaatan dan pengelolaan ruang kawasan cagar budaya, meliputi pelestarian budaya, hasil budaya atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi dan khusus untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kehidupan. Cagar budaya di meliputi lingkungan bangunan non gedung dan lingkungan bangunan gedung serta halamannya yang perlu dijaga kelestariannya. Cagar budaya yang ditetapkan dalam wilayah antara lain: a. Benteng Fort Rotterdam yang berada di Kecamatan Ujungpandang; b. Benteng Somba Opu di Kecamatan Tamalate; c. Makam raja-raja Tallo di Kecamatan Tallo; dan d. Bangunan Masjid Raya yang terletak di Kecamatan Bontoala. B. Kawasan Budidaya Kawasan adalah wilayah yang dilihat dari fungsi utamanya. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan Budidaya meliputi : GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 19

14 a. Kawasan Perumahan Dari rencana pengembangan kawasan permukiman dalam Tata Ruang, arahan pengembangannya dikelompokkan dalam kategori pengembangan kawasan permukiman yang berkepadatan tinggi, sedang, dan rendah. Kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi meliputi : Kecamatan Bontoala, Kecamatan Makassar, Kecamatan Mamajang, Sebagian Kecamatan Mariso, sebagian Kecamatan Panakkukang, sebagian Kecamatan Rappocini, sebagian Kecamatan Tallo, sebagian Kecamatan Tamalate, Kecamatan Ujung Pandang, sebagian Kecamatan Ujung Tanah, dan Kecamatan Wajo. Kawasan perumahan dengan kepadatan sedang meliputi : sebagian Kecamatan Biringkanaya, sebagian Kecamatan Manggala, sebagian Kecamatan Mariso, sebagian Kecamatan Panakkukang, sebagian Kecamatan Rappocini, sebagian Kecamatan Tallo, sebagian Kecamatan Tamalanrea, sebagian Kecamatan Tamalate dan sebagian Kecamatan Ujung Tanah. Kawasan perumahan dengan kepadatan rendah meliputi : sebagian Kecamatan Biringkanaya, sebagian Kecamatan Manggala, sebagian Kecamatan Panakkukang, sebagian Kecamatan Tallo, sebagian Kecamatan Tamalanrea, sebagian Kecamatan Tamalate, sebagian Kecamatan Ujung Pandang dan aebagian Kecamatan Ujung Tanah. b. Kawasan Perdagangan dan Jasa Kawasan perdagangan dan jasa bertujuan untuk menyediakan ruang bagi pengembangan sektor ekonomi melalui lapangan usaha perdagangan dan jasa. Kawasan perdagangan dan jasa terdiri atas : pasar tradisional (pasar tradisional skala pelayanan kota dan pasar tradisional skala pelayanan lingkungan), pusat perbelanjaan dan toko modern, rencana pengembangan pusat perbelanjaan dan toko modern ditetapkan pada Kawasan Bisnis Global di Kecamatan Mariso. c. Perkantoran Kawasan perkantoran meliputi : kawasan perkantoran pemerintahan (tingkat provinsi tingkat kota, tingkat kecamatan dan/atau kelurahan, pemerintahan pusat) dan perkantoran swasta. d. Kawasan Industri Kawasan peruntukan industri meliputi : kawasan peruntukan industri besar yang terdapat di Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea, kawasan peruntukan industri sedang, kawasan peruntukan industri kecil yang terdapat di Kecamatan Ujung pandang. e. Kawasan Peruntukan Pergudangan Kawasan peruntukan pergudangan terdapat di Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea. Adapun rencana pengembangan kawasan pergudangan terdiri atas : kawasan pergudangan pada kawasan pelabuhan, kawasan pergudangan pada kawasan bandar udara, kawasan pergudangan pada kawasan maritime. f. Kawasan Pariwisata Kawasan Pariwisata meliputi : kawasan Pariwisata Budaya (benteng Fort Rotterdam, benteng Somba Opu, makam Raja-Raja Tallo, makam Pangeran Diponegoro, Monumen Korban Jiwa, Monumen Emmy Saelan, Museum Kota, GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 20

15 Masjid Raya, Gereja Katedral, Klenteng Ibu Agung Bahari, dan kawasan China Town), Kawasan Pariwisata Alam (pantai Losari, pantai Akkarena, pulau Kayangan, pulau Samalona, pulau Kodingareng Keke, pulau La jukang), Kawasan Pariwisata Buatan. Secara lengkap Pola Ruang dapat dilihat pada gambar berikut ini : Gambar 2.4 Peta Pola Ruang Sumber : RTRW Potensi Pengembangan Wilayah Secara struktur ruang, sistem perkotaan RTRW disusun berdasarkan klasifikasi menurut sistem pusat pelayanannya sebagai berikut : a. Pusat Pelayanan Kota (PPK), untuk melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional dalam aglomerasi fasilitas pelayanan tingkat kota dan/atau regional. PPK terdiri atas 3 (tiga) PPK meliputi : PPK I berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan provinsi, pusat kegiatan pemerintahan kota, pusat kegiatan budaya, dan pusat perdagangan dan jasa, PPK II berfungsi sebagai pusat kegiatan bisnis skala internasional, nasional, dan regional, PPK III berfungsi sebagai Pusat kegiatan maritim dengan skala internasional, nasional, dan regional di Kawasan Maritim Terpadu. b. Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub PPK), untuk melayani sub wilayah kota dalam pelayanan internal wilayah. Sub pusat pelayanan kota merupakan pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani sub wilayah kota. Terdapat 9 (Sembilan) sub pusat pelayanan kota dalam wilayah, yaitu : Sub PPK I berfungsi sebagai pusat kegiatan perumahan yang berkepadatan tinggi dan sedang dengan skala pelayanan tingkat kota; Sub PPK II berfungsi sebagai pusat kegiatan penelitian dan pendidikan dengan skala pelayanan tingkat nasional dan regional; GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 21

16 Sub PPK III berfungsi sebagai pusat kegiatan kebandaraan dengan skala pelayanan internasional dan nasional; Sub PPK IV berfungsi sebagai pusat kegiatan industri di Kawasan Industri Terpadu dengan skala pelayanan tingkat internasional, nasional, dan regional; Sub PPK V berfungsi sebagai pusat kegiatan pergudangan di Kawasan Pergudangan Terpadu dengan skala pelayanan tingkat regional; Sub PPK VI berfungsi sebagai pusat kegiatan kepelabuhanan di Kawasan Pelabuhan Terpadu dengan skala pelayanan tingkat nasional dan internasional; Sub PPK VII berfungsi sebagai pusat kegiatan bisnis pariwisata di Kawasan Bisnis Pariwisata Terpadu dengan skala pelayanan tingkat internasional, nasional, dan regional; Sub PPK VIII berfungsi sebagai pusat kegiatan Budaya di Kawasan Budaya Terpadu dengan skala pelayanan tingkat kota; Sub PPK IX berfungsi sebagai pusat kegiatan olahraga di Kawasan Olahraga Terpadu dengan skala pelayanan tingkat internasional, nasional, dan regional. c. Pusat Lingkungan (PL), untuk melayani bagian wilayah kota dalam skala lingkungan. Pusat kegiatan lingkungan merupakan penghubung dari pusat kegiatan lokal. Zona ini menjadi nodes yang berperan dalam kawasan local sprawl di sekitarnya yang didasarkan pada radius pelayanan yang efektif dan efisien. Pusat lingkungan meliputi kawasan-kawasan fungsional yang berperan penting terhadap kerangka struktur ruang kota. Pusat Lingkungan (PL) yang berada dalam struktur ruang yaitu ditetapkan di: Kawasan Perumahan Bumi Tamalanrea Permai dan sekitarnya di Kecamatan Tamalanrea; Kawasan Antang dan sekitarnya di Kecamatan Manggala; dan Kawasan Gunung Sari dan sekitarnya di Kecamatan Rappocini. Adapun rencana Struktur Ruang dapat dilihat pada gambar berikut ini : Gambar 2.5 Peta Struktur Ruang Sumber : RTRW GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 22

17 Wilayah Rawan Bencana Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, definisi bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Ancaman bencana di dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu : Bencana yang disebabkan oleh Faktor Alam dan Faktor Non Alam. Ancaman bencana yang disebabkan oleh faktor alam terdiri dari : gempa bumi, tsunami, banjir, gelombang ekstrim dan abrasi, resiko cuaca ekstrim, epidemi dan wabah. Ancaman Bencana yang disebabkan Faktor Non Alam yaitu Kebakaran Gedung dan Pemukiman, dan Epidemi dan Wabah Penyakit, Konflik Sosial. a. Banjir Berdasarkan topografinya, kota Makassar dikategorikan sebagai dataran landai dengan ketinggian mencapai 1-22 m dpl. Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya banjir atau luapan air yang juga didukung oleh sistem drainase kota yang belum optimal. Kawasan yang sering mengalami banjir terkonsentrasi di daerah dengan elevasi 1-4 m dpl serta pada daerah dengan sistem drainase yang tidak memadai. Selain itu juga sangat dipengaruhi oleh proses sungai yang bersumber dari sungai utama yang melewati kota ini, yaitu Sungai Tallo, Sungai Pampang dan Sungai Jene berang. Kondisi morfologi ini berperan penting dan sekaligus menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya banjir di kota Makassar. Daerah-daerah yang menjadi langganan banjir pada umumnya merupakan daerah rendah, yang terletak di sepanjang daerah aliran Sungai Tello dan daerah aliran Sungai Jenneberang serta sepanjang Sungai Pampang. Pada tahun 2013 banjir dan genangan terjadi pada 8 kecamatan (Tamalanrea, Manggala, Bringkanaya, Panakukang, Rappocini, Ujung Pandang, Wajo dan Ujung Tanah) dengan jumlah korban sebanyak , dengan kerusakan bangunan sebanyak unit dengan perkiraan kerugian kurang lebih sebesar 11,7 milyar. Daerah banjir selanjutnya adalah daerah-daerah hulu atau bagian tengah dari suatu daerah layanan, seperti kawasan Antang, Minasa Upa, sekitar Pelabuhan dan sekitar Jalan Tol. Berdasarkan peta terdampak banjir di atas, terlihat wilayah banjir berdasarkan ketinggian genangannya. Ketinggian banjir tertinggi berada di Kelurahan Antang, Kecamatan Manggala sekitar 300 cm, dimana sebagian besar wilayah terdampaknya hanya di bantaran sungai Tallo dengan penggunaan lahan berupa sawah. Wilayah yang sering terdampak bencana banjir dapat dilihat pada tabel dan peta di bahwa ini : Tabel 2.7 Genangan Air/Banjir yang terjadi Periode Tahun Kecamatan Terdampak Jumlah Kerusakan Bangunan Kerugian (Rp.Juta) KK Jiwa Sumber: BPBD GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 23

18 Gambar 2.6 Peta Wilayah Terdampak Banjir Sumber: BPBD, 2013 b. Abrasi Abrasi merupakan proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Kawasan rawan abrasi pada wilayah berada di sepanjang kawasan pesisir kota yang terbentang mulai dari bagian Utara hingga Barat kota sepanjang kurang lebih 42 (empat puluh dua) kilometer di sebagian Kecamatan Tamalate, sebagian Kecamatan Mariso, sebagian Kecamatan Ujung Pandang, sebagian Kecamatan Wajo, sebagian Kecamatan Ujung Tanah, sebagian Kecamatan Tallo, sebagian Kecamatan Tamalanrea, dan sebagian Kecamatan Biringkanaya. c. Gempa Bumi dan Tsunami Berdasarkan hasil Simulasi WinITDB (version 5.11) terlihat bahwa Wilayah aman dari ancaman gempa, sehingga sangat prospektus untuk pengembangan kota yang lebih baik. Daerah rawan gempa yang terdekat berada di sebelah barat kawasan (Teluk Mandar) dengan jarak cukup jauh yaitu ±250 km dan pusat gempa berkisar pada kedalaman km. Berdasarkan hasil Simulasi WinITDB terlihat bahwa wilayah perkotaan Makassar cukup aman dari ancaman tsunami, tetapi harus tetap mempertimbangkan kemungkinan adanya GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 24

19 ancaman gelombang kiriman dari pusat kejadian. Kawasan rawan tsunami di terletak di sepanjang kawasan pesisir kota yang terbentang mulai dari bagian Utara hingga Barat kota sepanjang 42 km yaitu pada daerah pesisir Kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso bagian barat, daerah pesisir Kecamatan wajo, daerah pesisir bagian utara Kecamatan Ujung Tanah, bagian utara Kecamatan tallo, bagian utara dan tengah Kecamatan Panaikang, bagian selatan Kecamatan Makassar, bagian timur Kecamatan mamajang, bagian timur Kecamatan Rappocini, bagian barat Kecamatan Tamalanrea, dan bagian utara Kecamatan Biringkanaya. Untuk melihat pengaruh terjadinya Tsunami terhadap dapat dilihat pada simulasi pergerakan gelombang akibat tsunami, seperti dibawah: Gambar 2.7 Peta Sebaran Titik Tsunami di Pulau Sulawesi Sumber: RTRW d. Gelombang Pasang/Kenaikan Muka Air Laut Kenaikan muka air laut yang tinggi telah terjadi di beberapa daerah dan pulau di Indonesia, seperti hilangnya salah satu pulau di Maluku, dan di Pulau Bonetambung Makassar yang telah terjadi perubahan garis pantai mengakibatkan air masuk hingga daratan pulau. Untuk daerah pesisir Makassar, ancaman terbesar berada di Pantai Selatan yaitu Tanjung Bunga dan Pantai Akkarena. Kawasan rawan kenaikan muka air laut (sea level rise) berada pada daerah pesisir Kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso bagian barat, daerah pesisir Kecamatan Wajo, daerah pesisir bagian utara Kecamatan Ujung Tanah, bagian utara Kecamatan Tallo, bagian Utara dan Tengah Kecamatan Panaikang, bagian Selatan Kecamatan Makassar, bagian Timur Kecamatan Mamajang, bagian Timur Kecamatan Rappocini, bagian Barat Kecamatan Tamalanrea, dan bagian Utara Kecamatan Biiringkanaya. Dalam analisis ilmuwan dunia melalui forum UNFCC, bahwa dalam 100 tahun ke depan kenaikan muka air laut setinggi 110 cm sebagai akibat peningkatan suhu global sebesar 6 o C, yang akan mengancam pulau dan daerah pesisir yang dapat merendam daratan hingga batas ketinggian di atas muka air laut rata-rata. Untuk daerah Makassar dengan ketinggian muka air laut rata-rata saat ini dalam kisaran 157 cm, maka dalam prediksi 100 tahun kedepan, tinggi muka air laut rata rata meningkat hingga 267 cm, yang mengakibatkann ancaman terhadap GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 25

20 daerah relief rendah dan ketinggian diatas permukaan air laut di bawah 2,5 meter. Adapun kawasan yang terancam bencana kenaikan air laut dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 2.8 Peta Ancaman Kenaikan Muka Air Laut Sumber: RTRW e. Bencana Longsor Bencana tanah longsor yang terjadi di kaki gunung Bawakaraeng tahun 2004 lalu masih menyisakan permasalahan dan ancaman yang perlu mendapatkan perhatian serius. Ancaman itu berupa endapan sedimentasi yang saat ini terus bertambah di kawasan Bendungan Bili- Bili. Jika semakin menebal, sedimentasi tersebut dapat menjebol Waduk Bili-Bili yang menyebabkan banjir besar hingga ke. Gunung Bawakaraeng memiliki tingkat longsor potensial sekitar 115 juta meter kubik. Dari volume potensial longsor tersebut, 22 juta meter kubik termasuk dalam kategori level satu atau patut diwaspadai. Sewaktu-waktu bisa saja runtuh, terutama dimusim hujan. Bendungan Bili-bili di Kabupaten Gowa, saat ini menampung 60 juta m 3 material longsor dari 300 juta meter kubik potensi longsor Gunung Bawakaraeng. Selain ancaman banjir, peristiwa longsornya waduk Bili-Bili ini juga mempengaruhi pasokan air bersih ke 3 wilayah, Makassar, Gowa dan daerah lainnya. Berikut juga, ancamannya akan mengarah pada pasokan energi listrik. Adapun kawasan yang terancam bencana longsor dapat dilihat pada gambar berikut : GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 26

21 Gambar 2.9 Area Limpahan Waduk Bili-Bili jika terjadi bencana Sumber: RTRW Demografi kini berkembang tidak lagi sekedar gateway namun diposisikan sebagai ruang keluarga (living room) di Kawasan Timur Indonesia. Sebagai kota metropolitan, Makassar tumbuh dengan ditunjang berbagai potensi, yang salah satunya adalah jumlah penduduk. Hal ini dapat dilihat pada table berikut ini : Tabel 2.8 Jumlah Penduduk Dirinci Menurut Kecamatan Kecamatan Populasi Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk Mariso ,59 Mamajang ,35 Tamalate ,89 Rappocini ,81 Makassar ,25 Ujung Pandang ,94 Wajo ,76 Bontoala ,88 Ujung Tanah ,21 Tallo ,10 Panakkukang ,94 Manggala ,24 Biringkanaya ,88 Tamalanrea ,14 Makassar ,78 Sumber : BPS / Makassar Dalam Angka 2013/INKESRA 2014 GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 27

22 Berdasarkan data tersebut jumlah penduduk terbesar yang dirinci menurut Kecamatan terdapat di Kecamatan Tamalate sejumlah jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,48 sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Ujung Pandang sejumlah dengan laju pertumbuhan (0,73). Tabel 2.9 Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Kade Kepadatan Kecamatan Persentasi Wilayah Penduduk 10 Mariso 4,17 30, Mamajang 4,40 26, Tamalate 12,76 8, Rappocini 11,28 16, Makassar 6,10 32, Ujung Pandang 2,01 10, Wajo 2,19 14, Bontoala 4,05 26, Ujung Tanah 3,49 7, Tallo 10,03 23, Panakkukang 10,56 8, Manggala 8,74 4, Biringkanaya 12,52 3, Tamalanrea 7,70 3, Makassar 100 7,693 Sumber : BPS / Makassar Dalam Angka 2013 Berdasarkan tabel 2.7, persentase penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Biringkanaya yaitu sebesar 12,52% dengan tingkat kepadatan penduduk 3,512 sementara kepadatan penduduk terbesar di Kecamatan Makassar dengan persentase penduduk 6,10%. Hal ini memberi gambaran bahwa distribusi penduduk yang terjadi di tidak merata, dimana luas wilayah tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduk, dalam artian bahwa luas wilayah yang besar tidak harus mempunyai jumlah penduduk yang besar demikian pula sebaliknya luas wilayah yang kecil tidak harus mempunyai jumlah penduduk yang kecil. GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 28

23 Gambar 2.10 Peta Kepadatan Penduduk Sumber : RTRW 2.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat Aspek kesejahteraan masyarakat disini terdiri dari kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, serta seni budaya dan olahraga, dimana Pembangunan yang dilaksanakan secara bekelanjutan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil akan mendorong peningkatan kemampuan faktor-faktor produksi untuk memproduksi barang dan jasa sehingga dapat memacu berkembangnya perekonomian dalam skala yang lebih besar dan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan penduduk Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan ekonomi diindikasikan dengan melihat indikator pertumbuhan PDRB, laju inflasi, dan PDRB perkapita. Peningkatan perekonomian suatu wilayah dapat dilihat dari besarnya pertumbuhan ekonomi wilyah tersebut, yaitu dengan adanya kenaikan statistik pendapatan regional pada periode tertentu atau yang disebut dengan produk domestik regional bruto (PDRB). Ketersediaan data PDRB secara berkala menjadi penting karena bermanfaat sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi wilayah, berguna dalam rangka perencanaan, pemantauan pelaksanaan serta evaluasi pembangunan. Laju pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator makro yang menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi, yang digunakan untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Untuk mengukur besarnya laju pertumbuhan tersebut dihitung dari Pertumbuhan PDRB. PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang biasa diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Sedang PDRN per kapita merupakan gambaran GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 29

24 pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk sebagai keikutsertaannya dalam proses produksi. Kedua indikator tersebut biasanya digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah a. Pertumbuhan PDRB Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan di suatu wilayah atau daerah dalam jangka waktu tertentu biasanya satu tahun. Terdapat 2 (dua) jenis penilaian produk domestik regional bruto (PDRB) dibedakan dalam dua jenis penilaian yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Penyajian PDRB atas dasar harga konstan mengalami perubahan mendasar sebagai konsekuensi logis berubahnya tahun dasar yang digunakan. Angka yang ditunjukkan oleh PDRB merupakan penjumlahan seluruh pendapatan yang diperoleh perekonomian suatu daerah yang dikelompokkan dalam 9 sektor ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku adalah jumlah nilai barang dan jasa (komoditi) atau pendapatan, atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. PDRB atas dasar harga konstan adalah nilai barang dan jasa (komoditi), pendapatan, atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga tetap (konstan) tahun Struktur perekonomian pada suatu wilayah digambarkan oleh besarnya peranan masing-masing sektor ekonomi dalam menciptakan total PDRB. Perekonomian suatu wilayah dapat dikatakan cukup mapan salah satu cirinya adalah apabila struktur ekonomi suatu wilayah disominasi sektor tersier. Semakin besar peranan sektor tersier dalam pembentukan PDRB suatu wilayah, menunjukkan bahwa wilayah tersebut semakin mapan ekonominya. Struktur perekonomian dalam pembentukan total PDRB dapat dilihat pada grafik dan tabel berikut ini : Tabel 2.10 PDRB berdasarkan harga berlaku Dan harga konstan (Juta Rupiah) Tahun KETERANGAN PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ( Juta Rupiah ) 2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah ) Sumber : BPS Tahun , , ,66 Gambar ,000 PDRB atas dasar harga konstan dan Harga Berlaku ,000 50,000 40,000 30,000 31,263 37,007 42,894 50,233 58,544 20,000 10,000 14,798 16,252 17,750 19,510 21,349 Sumber : BPS Kota Makassar Tahun PDRB atas dasar Harga Berlaku PDRB Atas Dasar Harga Konstan GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 30

25 Tingkat kemajuan dan kesejahteraan penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh besar kecilnya nilai PDRB perkapita yang diciptakan. Namun angka PDRB perkapita bukanlah suatu angka riil yang dinikmati oleh penduduk wilayah tersebut. Kontribusi nilai PDRB perkapita terhadap kesejahteraan penduduk dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah kepemilikan faktor produksi serta kesenjangan pendapatan antara yang berpendapatan tinggi dan yang berpendapatan rendah. Kemajuan pembangunan ekonomi yang dicapai dalam kurun waktu tahun Kota Makassar mendorong meningkatnya nilai PDRB yang diciptakan. Pada tahun 2009 angka PDRB atas dasar Harga Berlaku mencapai Rp ,- dan nilai PDRB berdasarkan Harga Konstan Rp ,-. Pada tahun 2013 nilai PDRB telah mencapai Rp ,- atas dasar Harga Berlaku dan Rp ,- atas dasar Harga Konstan. Kontribusi terbesar nilai PDRB diberikan oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang untuk tahun 2013 sebesar Rp , ,- atau 29,60%. Bila dilihat pada tingkat Provinsi, pada tahun 2013 memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 36,88%. Hal ini menunjukkan besarnya konstribusi terhadap perekonomian Sulawesi Selatan. PDRB Kota Makassar yang terbesar ditunjang oleh sektor (tersier) jasa, yang menunjukkan bahwa Makassar sudah semakin mapan ekonominya. Nilai dan kontribusi sektor terhadap PDRB dapat dilihat pada tabel 9 dan tabel 10 berikut ini. Tabel 2.11 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2009 s.d 2013 Atas Dasar Harga Berlaku menurut lapangan usaha Di N0 SEKTOR Rp (Juta) % Rp (Juta) % Rp (Juta) % Rp (Juta) % 1 Pertanian ,77 0, ,27 0, ,67 0, ,00 0,55 2 Pertambangan dan 2.430,86 0, ,79 0, ,13 0, ,00 - Penggalian 3 Industri Pengolahan ,63 19, ,13 18, ,23 17, ,00 17,51 4 Listik, Gas dan Air Bersih ,23 1, ,21 1, ,56 1, ,00 1,72 5 Bangunan ,37 7, ,04 7, ,63 7, ,00 7,62 6 Perdagangan, Hotel dan ,18 29, ,14 29, ,54 29, ,00 29,60 Restoran 7 Angkutan dan ,06 14, ,16 14, ,99 15, ,00 15,73 Komunikasi 8 Keuangan, Sewa dan Jasa ,09 10, ,19 10, ,67 11, ,00 11,61 Perusahaan 9 Jasa-Jasa ,75 16, ,88 16, ,15 16, ,00 15,67 T o t a l ,94 100, ,81 100, ,57 100, ,00 100,01 Sumber Data : BPS, 2013 GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 31

26 Tabel 2.12 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2009 s.d 2013 Atas Dasar Harga Konstan menurut lapangan usaha Di No SEKTOR Rp (Juta) % Rp (Juta) % Rp (Juta) % Rp(Juta) % 1 Pertanian ,94 0, ,16 0, ,67 0, ,45 0,49 2 Pertambangan dan 1.134,69 0,01 874,29-639,64-537,3 0,0025 Penggalian 3 Industri Pengolahan ,60 20, ,60 19, ,27 18, ,07 18,42 4 Listik, Gas dan Air Bersih ,50 1, ,64 1, ,48 1, ,82 1,91 5 Bangunan ,77 8, ,96 8, ,50 8, ,6 8,43 6 Perdagangan, Hotel dan ,65 29, ,74 30, ,82 29, ,38 29,85 Restoran 7 Angkutan dan Komunikasi ,94 17, ,37 17, ,29 18, ,15 18,91 8 Keuangan, Sewa dan Jasa ,40 11, ,20 11, ,23 12, ,31 13,02 Perusahaan 9 Jasa-Jasa ,74 10, ,01 10, ,49 9, ,8 8,96 T o t a l ,23 100, ,97 100, ,39 99, ,88 99,99 Sumber Data : BPS, 2013 b. Laju Inflasi Perekonomian suatu wilayah juga dapat dilihat dari laju inflasi di wilayah tersebut. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu, hal ini bila berlebihan dapat berdampak penurunan daya beli masyarakat. Angka inflasi dalam kurun berkisar antara 3,24 persen sampai 6,24 persen. Inflasi tertinggi terjadi di tahun 2010 dan 2013 yaitu sebesat 6,82 persen dan 6,24 persen. Inflasi ditahun ini terhitung tinggi karena dipicu oleh kelompok pengeluaran Tranportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan dimana ada kebijakan pemerintah untuk menaikan harga harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Analisis inflasi mulai tahun dapat dilihat pada tabel 10 dibawah ini. Uraian Tabel 2.13 Nilai Inflasi Rata-Rata Tahun 2009 s.d 2013 Tahun Rata-rata Inflasi (%) 3,24 6,82 2,87 4,57 6,24 4,75 Sumber Data : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 32

27 Gambar 2.12 Grafik Inflasi Rata-Rata Sumber Data : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan Inflasi (%) c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita PDRB per kapita atas harga berlaku berguna untuk menunjukkan nilai PDRB per-kepala atau satu orang penduduk. Sedangkan PDRB per kapita atas harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi perkapita penduduk suatu daerah. PDRB per kapita dihitung berdasarkan pendapatan regional netto atas dasar biaya faktor dibagi dengan jumlah penduduk regional pertengahan tahun. PDRB perkapita dalam kurun waktu lima tahun mengalami peningkatan yang cukup sinifikan dimana tahun 2009 sebesar 24,6 juta perkapita meninkat menjadi 42,9 juta perkapita tahun 2013 atau meningkat sebesar 74,4 persen. Ini berarti setiap tahun rata-rata PDRB perkapita meningkat sekitar 14,9 persen setiap tahunnya. Hasil penghitungan PDRB perkapita disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 2.14 PDRB Per-Kapita Tahun 2009 s.d 2013 Uraian Nilai PDRB (Rp) Jumlah Penduduk (jiwa) , , , , , PDRB perkapita (Rp/jiwa) Sumber : BPS GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 33

28 Gambar 2.13 Grafik Perkembangan PDRB Perkapita ,019,698 42,199, ,103, ,630,409 Sumber : BPS Kota Makassar, ,571, ,000,000 20,000,000 30,000,000 40,000,000 50,000,000 d. Indeks Gini/Koefisien Gini Tingkat pemerataan distribusi pendapatan sering diukur dengan koefisien gini. Koefisien gini adalah ukuran ketidakseimbangan atau ketimpangan yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Koefisien gini merupakan suatu ukuran kemerataan yang dihitung dengan membandingkan luas antara diagonal dan kurva lorenz (daerah A) dibagi dengan luas segitiga di bawah diagonal. Gini rasio Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008 adalah sebesar 0,36 menurun menjadi 0,41 di tahun Penurunan Gini Rasio ini menunjukan semakin melebarnya kesenjangan diantara masyarakat, termasuk juga kesenjangan pendapatan di. Tugas berat pemerintah daerah agar kedepan Gini Rasio ini dapat ditekan, sehingga kesenjangan dimasyarakat menjadi lebih baik Fokus Kesejahteraan Sosial Pendidikan Pembangunan manusia sebagai insan dan sumberdaya pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dilakukan pada seluruh siklus hidup manusia yaitu sejak dalam kandungan hingga lanjut usia. Upaya tersebut dilandasi oleh pertimbangan bahwa kualitas manusia yang baik ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangannya sejak dalam kandungan, pembangunan manusia yang baik merupakan kunci bagi tercapainya kemakmuran bangsa. Selama periode tahun berbagai program yang telah dilaksanakan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ditandai dengan meningkatnya derajat kesehatan masyarakat dan taraf pendidikan penduduk yang meningkat secara bertahap. Gambaran capaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan atas fokus kesejahteraan sosial dilakukan terhadap indikator Angka Melek Huruf (AMH), Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Pendidikan yang Ditamatkan, Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Kelangsungan Hidup Bayi, Angka Usia Harapan Hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan dan rasio penduduk yang bekerja. a. Angka Melek Huruf (AMH) Peningkatan kualitas sumber daya manusia ditandai oleh semakin meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia yang dapat terlihat dari tiga indikator utama, yaitu kesehatan, pendidikan GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 34

29 dan daya beli. Dalam indikator pendidikan dapat diukur dari Angka Melek Huruf penduduk dewasa serta Rata-rata Lama Sekolah. Analisa atas data sebaran Rata-rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf menunjukan bahwa ketersediaan sarana prasarana, aksesibilitas dan kondisi sosial ekonomi berpengaruh pada peningkatan Rata-rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf. Peningkatan yang cukup signifikan AMH dan RLS terjadi di wilayah perkotaan sementara kondisi di wilayah pinggiran kota akibat berbagai sebab mengalami perlambatan. Perkembangan Angka Melek Huruf di periode tahun mengalami peningkatan setiap tahunnya. Angka Melek Huruf pada tahun 2009 adalah sebesar 96,6 meningkat sebesar 0,74 % jika dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 97,34 %. NO 1 2 URAIAN Jumlah penduduk usia diatas 15 Tahun yang bisa membaca dan menulis Jumlah penduduk usia 15 Tahun keatas Tabel 2.15 Perkembangan Angka Melek Huruf Tahun TAHUN Angka Melek Huruf 96,6 96,66 96,72 97,16 97,34 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 Gambar 2.14 Grafik Perkembangan Angka Melek Huruf Sumber : Dinas Pendidikan Kota Makassar, GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 35

30 NO KECAMATAN Tabel 2.16 Angka Melek Huruf Tahun 2013 menurut kecamatan Jumlah penduduk usia diatas 15 Tahun yang bisa membaca dan menulis Jumlah penduduk usia 15 Tahun keatas Angka Melek Huruf 1 Kec. Biringkanaya ,93 2 Kec. Bontoala ,78 3 Kec. Mamajang ,89 4 Kec. Makassar ,99 5 Kec. Manggala ,82 6 Kec. Mariso ,91 7 Kec. Rappocini ,85 8 Kec. Tallo ,30 9 Kec. Tamalate ,81 10 Kec. Tamalanrea ,28 11 Kec. Panakkukang ,60 12 Kec. Ujung Pandang ,55 13 Kec. Ujung Tanah ,59 14 Kec. Wajo ,78 JUMLAH ,16 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 b. Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tingginya kontribusi indeks pendidikan dipengaruhi oleh dua komponen yaitu Rata-rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf dimana setiap tahunnya menunjukan peningkatan. Ratarata Lama Sekolah penduduk setiap tahunnya menunjukan kenaikan. Hal ini dapat dilihat bahwa Rata-rata Lama Sekolah pada tahun 2009 sebesar 10,6 dan pada tahun 2013 naik menjadi 10,86. Artinya bahwa pada tahun 2013 rata-rata penduduk baru memiliki jumlah tahun bersekolah hampir 11 tahun atau telah menyelesaikan pendidikan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai kelas 2 SMA. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada tabel berikut. Tabel 2.17 Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun No. Indikator Tahun Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 10,60 10,82 10,85 10,86 10,88 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 36

31 Gambar 2.15 Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun Sumber : Dinas Pendidikan Kota Makassar, c. Angka Partisipasi Murni (APM) Angka Partisipasi Murni di untuk setiap jenjang pendidikan mengalami peningkatan setiap tahunnya, kecuali pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 0,08% dari tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk menuntaskan program Wajib Belajar pendidikan dasar 9 tahun dan menuju rintisan program wajib belajar 12 tahun. Gambaran mengenai APM di dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.18 Angka Partisipasi Murni Jenjang SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Tahun NO Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1. jumlah siswa kelompok usia 7-12 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SD/MI jumlah penduduk kelompok usia tahun 1.3. APM SD/MI 98,32 98,69 98,90 99,06 99,41 2 SMP/MTs jumlah siswa kelompok usia tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SMP/MTs jumlah penduduk kelompok usia tahun 2.3. APM SMP/MTs 93,04 94,91 95,16 96,15 97,15 3 SMA/MA/SMK jumlah siswa kelompok usia tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SMA/MA/SMK jumlah penduduk kelompok usia tahun 3.3. APM SMA/MA/SMK 76,94 77,18 79,89 81,09 83,26 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 37

32 Gambar 2.16 Grafik Angka Partisipasi Musrni Jenjang SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Tahun APM SD/MI APM SMP/MTs APM SMA/MA/SMK Sumber : Dinas Pendidikan Kota Makassar, NO KECAMATAN Tabel 2.19 Angka Partisipasi Murni Tahun 2013 menurut Kecamatan SD / MI SMP / MTs SMA/MA/SMK JUMLAH MURID USIA 7-12 TAHUN JUMLAH PENDUD UK USIA 7-12 TAHUN APM JUMLAH MURID USIA TAHUN JUMLAH PENDUD UK USIA TAHUN APM JUMLAH PENDUD UK USIA APM TAHUN ,75 1 Kec. Biringkanaya , ,25 2 Kec. Bontoala , , ,85 3 Kec. Mamajang , , ,89 4 Kec. Makassar , , ,87 5 Kec. Manggala , , ,85 6 Kec. Mariso , , ,45 7 Kec. Rappocini , , ,85 8 Kec. Tallo , , ,92 9 Kec. Tamalate , , ,75 10 Kec. Tamalanrea , , ,85 11 Kec. Panakkukang , , ,75 12 Kec. Ujung Pandang , , ,45 13 Kec. Ujung Tanah , , ,55 14 Kec. Wajo , , ,65 JUMLAH , , ,26 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 Berdasarkan data-data tersebut menunjukan sudah menuntaskan Program Wajib Belajar 9 Tahun, mengingat sesuai ketentuan Kementerian Pendidikan Nasional bahwa Kabupaten/Kota yang telah mencapai APM minimal 85 % dinyatakan telah menuntaskan Program Wajib Belajar 9 Tahun dimana Untuk SMP/MTs-nya telah mencapai 97,255. GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 38

33 d. Angka Partisipasi Kasar (APK) Selain Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Partisipasi Kasar (APK) sering digunakan untuk menunjukan berapa besar anak usia menurut tingkat pendidikan tertentu berada dalam lingkup pendidikan dan penyerapan dunia pendidikan formal terhadap penduduk usia sekolah. APK di untuk setiap jenjang pendidikan tiap tahunnya mengalami fluktuasi. Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk semua jenjang pendidikan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. APK SD/MI pada tahun 2013 adalah sebesar persen, meningkat angkanya dari tahun 2009 yang sebesar 106,76 persen. APK jenjang pendidikan SMP/MTs pada tahun 2009 sebesar persen, mengalami peningkatan menjadi 108,67 persen ditahun Sementara itu, APK untuk jenjang SMA/SMK/MA pada tahun 2009 sebesar 79,26 persen, meningkat di tahun 2013 menjadi 87,46 persen. Memperhatikan Angka Partisipasi Kasar (APK) pada semua jenjang pendidikan SD/MI dan SMP/MTs yang melebihi angka 100 % menunjukan bahwa terjadi pergeseran usia anak-anak para perserta didik. APK ini juga menunjukan bahwa banyak anak-anak dari Kabupaten daerah hinterland yang bersekolah di Kota Makassar. Perkembangan APK sebagaimana terlihat pada tabel berikut dan grafik dibawah ini. Tabel Angka Partisipasi Kasar (APK) siswa SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA di Tahun N0 Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1. jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan SD/MI jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun APK SD/MI 106,76 109,05 111,83 113,43 114,22 2 SMP/MTs 2.1. jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan SMP/MTs jumlah penduduk kelompok usia tahun APK SMP/MTs 98,98 102,05 105,00 108,04 108,67 3 SMA/MA/SMK 3.1. jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan SMA/MA/SMK jumlah penduduk kelompok usia tahun APK SMA/MA/SMK 79,26 81,07 83,91 86,18 87,46 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 39

34 Gambar 2.17 APK SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK APK SD/MI APK SMP/MTs APK SMA/MA/SMK Sumber: Dinas Pendidikan Kota Makassar, Tabel 2.21 Angka Partisipasi Kasar menurut kecamatan Tahun 2013 SD / MI SMP / MTs SMA/SMK/MA N0 Kecamatan Jumlah Murid SD Sederajat Jumlah Penduduk Usia 7-12 Tahun APK Jumlah Murid SMP Sederajat Jumlah Penduduk Usia Tahun APK Jumlah Murid SMA Sederajat Jumlah Penduduk Usia Tahun APK 1 Kec. Biringkanaya , , ,75 2 Kec. Bontoala , , ,85 3 Kec. Mamajang , , ,89 4 Kec. Makassar , , ,87 5 Kec. Manggala , , ,85 6 Kec. Mariso , , ,65 7 Kec. Rappocini , , ,75 8 Kec. Tallo , , ,82 9 Kec. Tamalate , , ,85 10 Kec. Tamalanrea , , ,75 11 Kec. Panakkukang , , ,55 12 Kec. Ujung Pandang , , ,52 13 Kec. Ujung Tanah , , ,75 14 Kec. Wajo , , ,75 JUMLAH , , ,46 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 e. Angka Pendidikan yang ditamatkan (APT) APT adalah menyelesaikan pelajaran pada kelas atau tingkat terakhir suatu jenjang sekolah di sekolah negeri maupun swasta dengan mendapatkan surat tanda tamat belajar/ijazah. APT bermanfaat untuk menunjukkan pencapaian pembangunan pendidikan di suatu daerah, juga GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 40

35 berguna untuk melakukan perencanaan penawaran tenaga kerja, terutama untuk melihat kualifikasi pendidikan angkatan kerja di suatu wilayah. APT merupakan persentase jumlah penduduk, baik yang masih sekolah ataupun tidak sekolah lagi, menurut pendidikan tertinggi yang telah ditamatkan. APT yag tertinggi adalah jenjang pendidikan Menengah Atas, yang dapat diinterprestasikan bahwa sebagian besar penduduk hanya tamat SMA. Selanjutnya, data APT dapat disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2.22 Perkembangan Angka Pendidikan Yang Ditamatkan(APT) Tahun 2009 s.d 2013 NO APT SD 18,43 16,22 21,32 18,87 19,22 2. SMP 17,00 15,66 16,86 17,63 17,97 3. SMA 34,74 37,52 29,47 33,69 34,15 4. Perguruan Tinggi 14,13 16,64 14,72 16,55 - Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 Gambar 2.18 Angka Pendidikan Yanng Ditamatkan (APT) SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK Tahun Sumber : Dinas Pendidikan Kota Makassar, Perguruan Tinggi SMA SMP SD Kesehatan a. Angka Kelangsungan Hidup Bayi (AKHB) Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Angka kematian bayi (AKB) menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat, yang berguna untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Angka kelangsungan hidup bayi (AKHB) adalah probabilitas bayi hidup sampai dengan usia 1 tahun. Angka kelangsungan hidup bayi = (1-angka kematian bayi). AKB dihitung dengan jumlah kematian bayi usia dibawah 1 tahun dalam kurun waktu setahun per kelahiran hidup pada tahun yang sama. Angka kematian bayi kota makassar tahun 2013 menurun dibanding dari tahun Dengan kata lain untuk, Angka Kelahiran Hidup Bayi tahun 2012 sebesar 996/1000 kelahiran menurun menjadi 993/1000 kelahiran ditahun Angka ini sebetulnya sudah jauh lebih rendah dibandingkan target MDGs 2015 yang sebesar 23/1000 kelahiran, GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 41

36 namun angka ini harus kembali ditingkatkan sehingga AKB kembali bisa ditekan. Berikut AKHB, disajikan dalam tabel ini : Kecamatan Tabel 2.23 Angka kelangsungan hidup bayi (AKHB) menurut kecamatan Tahun 2013 Jmlh kematian bayi usia dibawah 1 tahun Jumlah Kelahiran Hidup AKB AKHB Mariso ,86 15, Mamajang ,88 11, Tamalate ,47 4, Rappocini ,77 4, Makassar ,64 12, Ujung Pandang ,18 2, Wajo ,48 5, Bontoala ,59 9, Ujung Tanah ,51 10, Tallo ,84 6, Panakukang ,25 6, Manggala ,70 5, Biringkanaya ,85 3, Tamalanrea ,25 5, ,38 6, Sumber : Dinas Kesehatan, 2013 a. Angka Usia Harapan Hidup (UHH) Angka usia harapan hidup pada waktu lahir adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. Angka harapan hidup saat lahir adalah rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. Angka harapan hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka harapan hidup terus meningkat dan dalam kurun waktu 4 tahun meningkat sebesar 1,57%, dari tahun Angka Harapan Hidup yang terhitung untuk kota Makassar, disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 2.24 Angka Harapan Hidup Uraian Angka Usia Harapan 72,9 73,2 73,59 73,82 74,05 78,2 Hidup Sumber : Dinas Kesehatan, 2013 GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 42

37 Gambar 2.19 Angka Usia Harapan Hidup Tahun Sumber : Dinas Kesehatan, b. Persentase Balita Gizi Buruk Persentase balita gizi buruk adalah persentase balita dalam kondisi gizi buruk terhadap jumlah balita. Keadaan tubuh anak atau bayi dilihat dari berat badan menurut umur. Klasifikasi status gizi dibuat berdasarkan standar WHO. WHO (1999) mengelompokkan wilayah yaitu kecamatan untuk kota berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok dari seluruh jumlah balita, yaitu : a) rendah = di bawah 10 % b) sedang = % c) tinggi = % d) sangat tinggi = 30 % Sebagai salah satu indikator kesejahteraan sosial, prevelensi balita gizi buruk di Kota Makassar terus mengalami penurunan. Pada tahun 2009, prevelensi balita gizi buruk sebesar 3,24% menurun menjadi 2,2% ditahun 2013, yang berarti dalam kurun waktu 5 tahun prevelensi balita gizi menurun sebesar 47,3%. Dalam standar WHO, Makassar masuk dalam katagori rendah. Persentase balita gizi buruk kota makassar tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.25 Persentase Balita Gizi Buruk Tahun No Uraian Jumlah Balita Gizi Buruk Jumlah Balita Persentase Balita Gizi 3 3,24 3,07 2,82 2,77 2,20 Buruk (1/2 X 100%) Sumber : Dinas Kesehatan GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 43

38 Gambar Persentase Balita Gizi Buruk Tahun Sumber : Dinas Kesehatan Kota Makassar, Kemiskinan a. Persentase penduduk di atas garis kemiskinan Persentase penduduk diatas garis kemiskinan dihitung dengan menggunakan formula (100 - angka kemiskinan). Angka kemiskinan adalah persentase penduduk yang masuk kategori miskin terhadap jumlah penduduk. Penduduk miskin dihitung berdasarkan garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh individu untuk hidup layak. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index (HCI), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk miskin tahun 2011 sebanyak Kepala Keluarga atau 6,24% dari jumlah Kepala Keluaraga di, menurun menjadi KK ditahun 2012 atau angka kemiskinan menurun sekitar 3,61% sepanjang Tabel 2.26 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tahun Jumlah Penduduk Miskin Garis P1 P2 Penduduk Jumlah (KK) % Kemiskinan ,24 0,75 0, ,72 0, Sumber : TKPK, 2013 b. Kesempatan Kerja (Rasio penduduk yang bekerja) Salah satu indikator yang biasa digunakan untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat adalah laju pertumbuhan angkatan kerja yang terserap pada lapangan pekerjaan. Tingginya angkatan kerja di suatu daerah secara langsung dapat menggerakan perekonomian daerah tersebut. Hal sebaliknya, dapat mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan kesejahteraan sosial. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat apakah benar-benar digerakan oleh GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 44

39 produksi yang melibatkan tenaga kerja daerah atau karena pengaruh faktor lain. Banyaknya penduduk yang bekerja akan berdampak pada peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan penduduk sangat menentukan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak (peningkatan kemampuan daya beli). Rasio penduduk yeng berkerja adalah perbandingan jumlah penduduk yang berkerja terhadap angkatan kerja. Rasio penduduk yang bekerja tahu 2013 adalah 495,638 orang dibagi , yang berarti rasionya sebesar 0,9. Dengandemikian dapat disimpulkan bahwa 90% dari angkatan berja memperoleh kesempatan kerja, sedangkan selebihnya 10%-nya masih mencari kerja atau penganguan. Tabel berikut menunjukan rasio penduduk yang berkerja dengan mencari kerja di tahun Tabel 2.27 Rasio Penduduk yang Bekerja dengan Angkatan Kerja Tahun 2013 Angkatan Kerja Golongan umur Mencari Jumlah Bekerja Pekerjaan Jumlah Sumber : Dinas Tenaga Kerja, 2013 c. Krimilitas (Angka kriminalitas yang tertangani) Keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas merupakan salah satu prioritas untuk mewujudkan stabilitas penyelenggaraan pemerintahan terutama di daerah. Pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik apabila pemerintah dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat, menjaga ketertiban dalam pergaulan masyarakat, serta menanggulangi kriminalitas sehingga kuantitas dan kualitas kriminalitas dapat diminimalisir. Angka kriminalitas yang tertangani adalah penanganan kriminal oleh aparat penegak hukum (polisi/kejaksaan). Angka kriminalitas yang ditangani merupakan jumlah tindak kriminal yang ditangani selama 1 tahun terhadap penduduk. Angka kriminalitas kota makassar tahun 2013 sebanyak kasus dan yang tertangani adalah sebanyak 694 kasus atau sekitar 35%. Kasus kriminal yang banyak adalah pencurian kendaraan bermotor yaitu kasus. Secara total, angka kriminalitas di tahun 2013 menurun dari tahun 2012 yaitu dari kasus menjadi kasus. Angka kriminalitas tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut ini : GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 45

40 Tabel 2.28 Angka Kriminalitas Tahun Kasus Kejadian Tertangani Kejadian Tertangani Pembunuhan Penganiayaan Berat Penculikan Pencurian dengan Kekerasan Pencurian dengan Pemberatan Pencurian Ranmor Pencurian Kawat Telepon Pemerkosaan Pembakaran Senpi/Handak Pemerasan Penyelundupan Kejahatan Terhadap - - Kepala Negara - - J u m l a h Sumber : Polrestabes Makassar Seni Budaya dan Olahraga Analisis kinerja atas seni budaya dan olahraga dilakukan terhadap beberapa indikator-indikator diantaranya : jumlah grup kesenian, jumlah klub olahraga, dan jumlah gedung olahraga. Penyusunan tabel hasil analisis capaian indikator seni budaya dan olahraga dengan merujuk tata cara pengolahan sumber data dan informasi kondisi umum daerah. Jumlah klub olahraga di pada tahun 2012 sebanyak 71 klub meningkat menjadi 137 klub di tahun Klub olahraga terbanyak terdapat di Kecamatan Panakukkang dan Ujung Pandang yang berjumlah 16 klub, dan yang paling sedikit di Kecamatan Manggala yaitu 5 klub. Jumlah klub olahraga yang ada di dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.29 Jumlah Klub Olahraga Tahun Menurut Kecamatan No Kecamatan Jumlah klub olahraga Kecamatan Bontoala Kecamatan Mamajang Kecamatan Mariso Kecamatan Tamalate Kecamatan Rappocini Kecamatan Makassar Kecamatan Ujung Pandang Kecamatan Wajo Kecamatan Ujung Tanah Kecamatan Tallo Kecamatan Panakkukang Kecamatan Manggala Kecamatan Biringkanaya Kecamatan Tamalanrea 1 8 J u m l a h Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga, 2013 GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 46

41 Tabel 2.30 Jumlah Fasilitas Olahraga Tahun 2013 Menurut Kecamatan No Kecamatan Sepak Bulu Sepak Tennis Bola Volly Tenis Meja Bola Tangkis Takraw Lapangan 1 Kec Bontoala Kec Mamajang Kec Mariso Kec Tamalate Kec Rappocini Kec Makassar Kec Ujung Pandang Kec Wajo Kec Ujung Tanah Kec Tallo Kec Panakkukang Kec Manggala Kec Biringkanaya Kec Tamalanrea J u m l a h Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga, Aspek Pelayanan Umum Fokus Layanan Urusan Wajib Analisis kinerja atas layanan urusan wajib dilakukan terhadap indikator-indikator kinerja penyelenggaraan urusan wajib pemerintahan daerah, yaitu bidang urusan pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang, perencanaan pembangunan, perhubungan, lingkungan hidup, pertanahan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaanperempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, ketenagakerjaan, koperasi dan usaha kecil menengah, penanaman modal, kebudayaan, kepemudaan dan olah raga, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian, ketahanan pangan, pemberdayaan masyarakat dan desa, statistik, kearsipan, komunikasi dan informatika dan perpustakaan. Terkait dengan keluarnya regulasi tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang harus dimasukkan dalam indikator kinerja capaian daerah maka, RPJMD akan memasukkan indikator SPM ke dalam rencana capaian outcome program dalam penyelenggaraan pelayanan dasar di. Sampai tahun 2013 kementerian yang sudah menetapkan SPM sebagai berikut: 1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di Kabupaten/ Kota. 2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 Tahun 2008 tentang SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 317/MENKES/SK/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. 3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/ 2010 tentang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. 4. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22/Permen/M/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 16 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan SPM Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 47

42 5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.81 Tahun 2011 tentang SPM Bidang Perhubungan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian SPM Bidang Perhubungan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. 6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2008 tentang SPM Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008 tentang SPM Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. 7. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2009 tentang SPM Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Penghapusan Eksploitasi Seksual pada Anak dan Remaja di Kabupaten/Kota, dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2010 tentang SPM Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. 8. Peraturan Kepala BKKBN Nomor 55/HK-010/B5 Tahun 2010 tentang SPM Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota 9. Peraturan Menteri Sosial Nomor 129/HUK/2008 tentang SPM Bidang Sosial daerah Provinsi, Kabupaten/kota dan Keputusan Menteri Sosial Nomor 80/HUK/ 2010 tentang Panduan Perencanaan Pembiayaan Pencapaian SPM Bidang Sosial Daerah Provinsi dan daerah Kabupaten/Kota. 10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.04/MEN/IV/2011 tentang Perubahan Atas Lampiran Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER 15/MEN/X/2010 tentang SPM Bidang Ketenagakerjaan. 11. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2011 tentang SPM Bidang Penanaman Modal Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 10 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Penanaman Modal Provinsi dan Kabupaten/Kota. 12. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.106/HK.501/MKP/2010 tentang SPM Bidang Kesenian. 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2012 tentang Penyempurnaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008 tentang SPM Lingkup Kementerian Dalam Negeri. 14. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 22/Per/M.KOMINFO/12/2010 tentang SPM bidang Komunikasi dan Informatika di Kabupaten/Kota. 15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/PERMENTAN/OT.140/12/2010 tentang SPM Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota Pendidikan Sektor pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menentukan tingkat kualitas sumber daya manusia yang diharapkan yaitu yang mampu melakukan inovasi, kreatifitas serta memiliki karakter dan budi pekerti yang luhur. Gambaran umum kondisi daerah terkait dengan urusan pendidikan salah satunya dapat dilihat dari indikator kinerja sebagai berikut : a. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Salah satu indikator kemajuan pendidikan suatu daerah adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang dihitung berdasarkan jumlah murid kelompok usia pendidikan yang masih menempuh pendidikan dasar per jumlah penduduk usia pendidikan dasar. APS Kota Makassar terus mengalami peningkatan pada semua jenjang pendidikan. APS jenjang pendidikan dasar meningkat sebesar 3,94%, SMP/MTs meningkat sebesar 4,42% dan GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 48

43 SMA/SMK/MA meningkat sebesar 11,1%. Dari semua jenjang pendidikan, kenaikan tertinggi dicapai oleh jenjang pendidikan menengah atas. Berikut secara lengkap disajikan data mengenai Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Kota Makassar per jenjang pendidikan tahun Tabel 2.31 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun 2009 s.d 2013 No. Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1. jumlah murid usia 7-12 thn jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun APS SD/MI 95,64 98,00 98,90 99,06 99,41 2 SMP/MTs 2.1. jumlah murid usia thn jumlah penduduk kelompok usia tahun APS SMP/MTs 93,04 94,91 95,17 96,15 97,15 3 SMA/SMK/MA 3.1. jumlah murid usia thn JUMLAH PENDUDUK KELOMPOK USIA TAHUN APS SMA/SMK/MA 74,94 77,18 79,89 81,09 83,26 Sumber : Dinas Pendidkan, 2013 Gambar 2.21 Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah Kota Makassar Tahun Sumber : Dinas Pendidkan Kota Makassar, APS SD/MI APS SMP/MTs APS SMA/SMK/MA b. Rasio Sekolah/Penduduk Usia Sekolah Rasio ketersediaan sekolah adalah jumlah sekolah berdasarkan tingkat pendidikan per jumlah penduduk usia pendidikan. Rasio ini mengindikasikan kemampuan untuk menampung semua penduduk usia pendidikan. Selama kurun waktu , kemampuan penyediaan sekolah untuk penduduk usia sekoalh relatif mendatar. Rasio ketersedian sekolah untuk pendidikan dasar, tahun 2013 ratarata setiap sekolah menampung 282 orang penduduk usia 7-12 tahun atau penduduk GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 49

44 dilayani oleh 35,5 sekolah. Sedangkan untuk jenjang pendidikan Menengah Pertama, tahun 2013 rasionya 1 : 342 siswa atau untuk penduduk usia tahun dilayani oleh 29 sekolah. Untuk jenjang Menengah Atas rasionya 1 sekolah menampung 359 siswa, atau untuk penduduk usia tahun dilayani oleh 28 gedung sekolah. Grafik Rasio Sekolah/Murid ini relatif datar dapat disebabkan oleh karena menurunnya pertumbuhan penduduk, sehingga penduduk usia sekolah menurun jumlahnya sedangkan gedung sekolah bertambah. Tabel 2.32 Rasio Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah Tahun No Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1. jumlah gedung sekolah jumlah penduduk 1.2. kelompok usia Tahun 1.3. R a s i o 287,0 282,3 278,7 279,3 281,9 2 SMP/MTs 2.1. jumlah gedung sekolah jumlah penduduk kelompok usia Tahun 2.3. R a s i o 332,0 347,9 349,9 340,6 342,0 3 SMA/SMK/MA 2.1. jumlah gedung sekolah jumlah penduduk kelompok usia Tahun R a s i o 351,9 357,6 360,6 362,2 359,3 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 Gambar 2.22 Grafik Rasio Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah Tahun 2009 s.d Sumber : Dinas Pendidkan Kota Makassar, SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 50

45 No kecamatan Jumlah gedung Sekolah Tabel 2.33 Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah Tahun 2013 Menurut kecamatan SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA jumlah penduduk usia 7-12 Rasio 1 : x Jumlah gedung sekolah jumlah penduduk usia Rasio 1 : x Jumlah gedung Sekolah jumlah penduduk usia (3/4) (6/7) (9/10) 1 Kec.Biringkanaya Kec.Bontoala kec.mamajang Kec.Makassar Kec.Manggala Kec.Mariso Kec.Rappocini Kec.Tallo Kec.Tamalate Kec.Tamalanrea Kec.Panakukang Kec.Ujung Pandang Kec.Ujung Tanah Kec.Wajo Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 Rasio 1 : x c. Rasio Guru/Murid Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru berdasarkan jenjang pendidikan per jumlah murid berdasarkan jenjang pendidikan. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar juga mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu pembelajaran. Rasio guru/murid di mengalami fluktuasi dimana tahun 2013 rasio guru/murid untuk jenjang pendidikan SD/MI adalah 219 guru per murid atau 45,7 murid untuk setiap guru. Sedangkan untuk SMP/MTs rasionya adalah 242 guru per murid atau sekitar 41 murid untuk 1 orang guru. Untuk SMA/SMK/MA rasio guru/murid adalah 316 orang guru untuk murid atau seorang guru mendidik 31 orang murid. Berikut adalah gambaran secara lengkap mengenai kondisi ketersediaan guru/murid di per jenjang pendidikan selama kurun waktu tahun GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 51

46 Tabel Rasio Guru dan Murid Tahun 2009 s/d 2013 No Jenjang Tahun Pendidikan SD/MI 1.1. Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio 224,09 220,03 215,63 217,76 218,91 2 SMP/MTs 2.1. Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio 262,09 255,42 245,75 243,70 241,83 3 SMA/SMK/MA 3.1 Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio 339,32 336,16 331,77 322,28 316,27 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 d. Persentase Kondisi Gedung Sekolah Kondisi Baik Ketersediaan gedung sekolah yang baik merupakan salah satu indikator dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di. Kondisi gedung sekolah jenjang pendidikan dasar yang dalam kondisi baik selama 5 tahun mengalami peningkatan sebanyak 11 unit untuk gedung SD, 23 unit untuk SMP/MTs dan SMA/SMK/MA sebanyak 14 unit. Berikut adalah gambaran mengenai kondisi ruang kelas baik di per jenjang pendidikan selama kurun waktu tahun Tabel 2.35 Kondisi Ruang Kelas Baik Berdasarkan Jenjang Pendidikan Di Tahun No Jenjang Pendidikan Tahun SD/MI 1.1 Jumlah gedung sekolah Jumlah gedung sekolah kondisi baik Persentase (%) SMP/MTs 2.1 Jumlah gedung sekolah Jumlah gedung sekolah kondisi baik Persentase (%) SMA/SMK/MA 3.1 Jumlah gedung sekolah Jumlah gedung sekolah kondisi baik Persentase (%) Sumber : Dinas Pendidikan, Tahun 2013 e. Persentase Kondisi Ruang Kelas Kondisi Baik Kondisi Ruang Kelas dalam kondisi baik dikota makassar di tahun 2013 adalah sebesar 76% untuk tingkat SD/MI, 94% untuk SMP/MTs dan 94% untuk SMA/SMK/MA. Hal ini menunjukan bahwa kondisi ruang kelas di sudah baik untuk menunjang GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 52

47 proses belajar dan mengajar yang efektif dan efisien. Selengkapnya data kondisi ruang kelas di disajikan pada tabel berikut : Tabel 2.36 Kondisi Ruang Kelas Baik Berdasarkan Jenjang Pendidikan Di Tahun No. Jenjang Pendidikan Tahun SD/MI 1.1 Jumlah ruang kelas kondisi baik Jumlah ruang kelas kondisi rusak Jumlah seluruh ruang kelas % ruang kelas kondisi baik 79,77 76,66 75,35 75,09 75,90 1,5 % ruang kelas kondisi rusak 20,23 23,34 24,65 24,91 24,10 2. SMP/MTs 2.1 Jumlah ruang kelas kondisi baik Jumlah ruang kelas kondisi rusak Jumlah seluruh ruang kelas % ruang kelas kondisi baik 77,13 88,94 84,81 85,33 94, % ruang kelas kondisi rusak 22,87 11,06 15,19 14,67 13,85 3. SMA/SMK/MA 3.1 Jumlah ruang kelas kondisi baik Jumlah ruang kelas kondisi rusak Jumlah seluruh ruang kelas % ruang kelas kondisi baik 88,07 91,43 93,40 93,64 94, % ruang kelas kondisi rusak 11,93 8,57 6,60 6,36 5,88 Sumber : Dinas Pendidikan, Tahun 2013 f. Persentase Siswa Jenjang Pendidikan Usia Dini (PAUD) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)/Taman Kanak-Kanak adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal. Berikut adalah gambaran mengenai kondisi capaian PAUD/TK di selama kurun waktu tahun Tabel 2.37 Persentase Siswa Jenjang PAUD Tahun Di Tahun No. Uraian Jumlah siswa TK/RA Jumlah anak usia 4-6 tahun Sumber : Dinas Pendidikan, Tahun 2013 g. Angka Putus Sekolah Angka Putus Sekolah mencerminkan anak-anak usia sekolah yang sudah tidak bersekoah lagi atau tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu. Hal ini sering digunakan sebagai salah satu indikator berhasil/tidaknya pembangunan bidang pendidikan di suatu daerah. Data yang ada menunjukan bahwa jumlah siswa putus sekolah di mengalami penurunan setiap tahunnya. Data tahun 2013 menujukan angka pustus sekolah di GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 53

48 Makassar untuk tingkat SD/MI sebesar 0,001%, SMP/MTs sebesar 0,001% dan SMA/SMK/MA juga sebesar 0,001%. Untuk mengetahui gambaran lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Angka Putus Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan Di Tahun No. Jenjang Pendidikan T a h u n SD/MI 2,96 2,77 0, SMP/MTs 7,92 7,61 4, SMA/SMK/MA 39,32 3,8,64 38, Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 h. Angka Kelulusan Angka kelulusan sebagai salah satu indikator yang mencerminkan keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah. Semakin baik proses belajar mengajar, seyogyanya persentase angka kelulusan semakin baik pula, dimana seyogyanya mendekati 100%. Angka kelulusan SD pada 4 tahun terakhir mencapai angka 100 persen. Untuk tingkat SMP/MTs, angka kelulusan siswa berfluktuatif, mulai dari 97,1 persen di tahun 2009 menurun di tahun 2013 menjadi 95,1 persen. Begitu juga dengan jenjang pendidikan menengah atas, angka kelulusan terendah terjadi pada tahun 2010 yang hanya mencapai 87,8 persen. Tabel 2.39 Angka Kelulusan (AL) Tahun 2009 s.d 2013 No. Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1. Jumlah lulusan SD/MI Jumlah siswa tingkat tertinggi pada jenjang SD/MI tahun ajaran sebelumnya 1.3. P e r s e n t a s e (%) 99,6 100,0 100,0 100,0 100,0 2 SMP/MTs 2.1. Jumlah lulusan SMP/MTs Jumlah siswa tingkat tertinggi pada jenjang SMP/MTs tahun ajaran sebelumnya 2.3. P e r s e n t a s e (%) 97,1 99,4 99,8 99,5 95,1 3 SMA/MA/SMK 3.1. Jumlah lulusan SMA/MA/SMK Jumlah siswa tingkat tertinggi pada jenjang SMA/MA/SMK tahun ajaran sebelumnya 3.3. P e r s e n t a s e (%) 96,7 87,8 99,7 94,5 95,9 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 54

49 Gambar 2.23 Angka Kelulusan (AL) Tahun 2009 s.d 2013 Sumber : Dinas Pendidikan Kota Makassar, SD/MI (%) SMP/MTs (%) SMA/SMK/MA (%) i. Angka Melanjutkan Angka melanjutakn (AM) adalah persentase jumlah lulusan pada setiap jenjang pendidikan yang melanjutkan ke jenjang berikutnya. AM berguna untuk melihat apakah penduduk usia sekolah menyelesaikan pendidikanya dengan melanjutkan pedidikan ke jejang lebih tinggi atau tidak. Idealnya adalah semua lulusan melanjutkan pendidikannya ke jenjang berikutnya. AM Kota Makassar sepanjang selalu melampaui angka 100%, yang berarti jumlah siswa/siswi yang melanjutkan sekolahnya lebih tinggi dari pada siswa yang lulus. Hal ini dimungkinkan karena banyak siswa/siswi dari luar daerah yang melanjutkan pendidikan di Makassar. Ini juga dapat berarti bahwa kualitas pendidikan di dipandang lebih baik dari pada daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan, sehingga dipilih menjadi destinasi untuk bersekolah. Tabel 2.40 Angka Melanjutkan (AM) dari SD/MI ke SMP/MTs dan SMP/MTs ke SMA/SMK/MA Tahun 2009 s.d 2013 No. Angka Melanjutkan Jumlah siswa baru tingkat I pada jenjang SMP/MTs Jumlah lulusan pada jenjang SD/MI tahun ajaran sebelumnya P e r s e n t a s e (%) 105,04 104,90 104,64 105,62 100,35 3. Jumlah siswa baru tingkat I pada jenjang SMA/SMK/MA Jumlah lulusan pada jenjang SMP/MTs tahun ajaran sebelumnya P e r s e n t a s e (%) 106,99 104,80 107,33 104,92 104,47 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 55

50 Gambar 2.24 Angka Melanjutkan SD/MI ke SMP/MTs dan SMP/MTs ke SMA/SMK/MA Tahun 2009 s.d Sumber : Dinas Pendidikan Kota Makassar, 2013 Angka melanjutkan SD/MI ke SMP/MTs Angka melanjutkan SMP/MTs ke SMA/SMK/MA j. Guru yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen mensyaratkan bahwa guru wajib memiliki latar belakang akademis strata satu (S 1) atau diploma empat (D IV). Tahun 2013 guru jenjang pendidikan dasar di yang sudah berkualifikasi S 1/D-IV di tahun 2009 sebanyak orang meningkat pada tahun 2013 sebanyak orang atau meningkat 14,65 persen dalam kurun 5 tahun. Untuk guru jenjang pendidikan menengah pertama dalam kurun 5 tahun jumlahnya meningkat dari orang menjadi orang atau meningkat 24,6%, dan untuk jenjang pendidikan menengah atas jumlahnya meingkat sebesar 8%. Pada akhir tahun 2013, guru yang belum memenuhi kualifikasis 1/D-IV untuk SD/MI sebanyak 777 orang, SMP/MTs sebanyak 223 orang dan SMA/SMK/MA sebanyak 111 orang. Sesuai Undangundang Guru dan Dosen, yang belum berkualifikasi S 1/D-IV ini harus sudah dituntaskan paling lanbat akhir Melihat tren perkembangan kualifikasi guru yang landai maka hal ini perlu mendapat perhatian Pemerintah agar upaya perbaikan dunia pendidikan-dengan meningkatkan kompetensi para pendidik-dapat tercapai. Berikut data guru kota makassar yang berkualifikasi S 1/D-IV tahun Tabel 2.41 Guru yang berkualifikasi S1/D IV SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Tahun 2009 s.d 2013 No SD/MI 1.1 Jumlah guru berijazah kualifikasi S1/D IV Jumlah Guru jenjang SD/MI P e r s e n t a s e (%) 69,00 72,00 73,50 76,20 79,11 2 SMP/MTs 2.1 Jumlah guru berijazah kualifikasi S1/D IV Jumlah Guru jenjang SMP/MTs P e r s e n t a s e (%) 71,31 72,84 75,23 78,88 88,85 3 SMA/SMK/MA 3.1 Jumlah guru berijazah kualifikasi S1/D IV Jumlah Guru jenjang SMA/SMK/MA P e r s e n t a s e (%) 88,25 89,75 91,25 93,25 95,35 Sumber : Dinas Pendidikan, 2013 GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 56

51 Gambar 2.25 Guru yang berkualifikasi S1/D-IV untuk SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Tahun 2009 s.d Sumber : Dinas Pendidikan Kota Makassar, SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA Kesehatan a. Rasio Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) per satuan balita. Pemeliharaan kesehatan ibu dan anak sejak usia dini merupakan suatu strategi dalam upaya pemenuhan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi peningkatan status kesehatan dan gizi yang baik, lingkungan yang sehat dan aman, pengembangan psikososial/emosi, kemampuan berbahasa dan pengembangan kemampuan kognitif (daya pikir dan daya cipta) serta perlindungan anak. Strategi pelayanan kesehatan dasar masyarakat dengan fokus pada ibu dan anak seperti itu dapat dilakukan di Posyandu. Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Jumlah Posyandu di pada tahun 2013 sebanyak 979 buah dan jumlah Balita sebanyak , yang mengalami penurunan dari jumlah balita tahun 2012 yang sebanyak jiwa. Dengan demikian rasio Poyandu terhadap Balita mencapai 1 : 13,35. Tabel berikut menggambarkan rasio Posyandu terhadap balita di periode tahun Tabel 2.42 Jumlah Posyandu dan Balita Tahun 2009 s.d 2013 No Uraian Jumlah posyandu Jumlah balita R a s i o 2,90 1,52 9,57 10,14 13,35 Sumber : Dinas Kesehatan, 2013 GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 57

Muatan Rencana Tata Ruang Wilayah. Profil Singkat Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar

Muatan Rencana Tata Ruang Wilayah. Profil Singkat Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar Muatan Rencana Tata Ruang Wilayah 7 Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Tujuan Penataan Ruang Berdasarkan visi dan misi pembangunan Kota Makassar, maka tujuan penataan ruang wilayah kota Makassar adalah untuk

Lebih terperinci

BAGIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SEKRETARIAT DAERAH KOTA MAKASSAR Jalan Jenderal Achmad Yani No. 2 Makassar

BAGIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SEKRETARIAT DAERAH KOTA MAKASSAR Jalan Jenderal Achmad Yani No. 2 Makassar PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOM OR 3 TAHUN 2015 TE NTANG PE M BE NTUKAN KE CAM ATAN KE PUL AUAN SANGKAR R AN G ( L EMBARAN DAERAH K OTA MAK ASSAR NOMOR 3 TAHU N 20 15 ) BAGIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAGIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SEKRETARIAT DAERAH KOTA MAKASSAR Jalan Jenderal Achmad Yani No. 2 Makassar

BAGIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SEKRETARIAT DAERAH KOTA MAKASSAR Jalan Jenderal Achmad Yani No. 2 Makassar PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOM OR 2 TAHUN 2015 TE NTANG PE M BE NTUKAN KE L URAHAN M INASA UPA, KE L URAHAN BONTO DURI, KE L URAHAN BIRING ROM ANG, KE L URAHAN BITOW A, KE L URAHAN L AIKANG, KE L URAHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR TAHUN 0 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 131 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN JEJARING KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS RUMAH SAKIT UMUM DAN PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KOTA MAKASSAR

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KOTA MAKASSAR PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KOTA MAKASSAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAKASSAR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geografis dan Demografis Kota Makassar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geografis dan Demografis Kota Makassar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Makassar 4.1.1 Geografis dan Demografis Kota Makassar Secara geografis Kota Makassar terletak di Pesisir Pantai Barat bagian selatan Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

PROFIL KAWASAN PRIORITAS

PROFIL KAWASAN PRIORITAS Bagian Ketiga PROFIL KAWASAN PRIORITAS A. GAMBARAN UMUM KOTA MAKASSAR 1. Geografi dan Administrasi Kota Makassar Kota Makassar sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan terletak pada daerah dataran rendah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN 2012-2032 I. UMUM Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

KENAIKAN MUKA LAUT AKIBAT PEMANASAN GLOBAL DAN ASPEK PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA MAKASSAR

KENAIKAN MUKA LAUT AKIBAT PEMANASAN GLOBAL DAN ASPEK PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA MAKASSAR J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 89-96 Jakarta, Juni 2009 ISSN 1441-318X KENAIKAN MUKA LAUT AKIBAT PEMANASAN GLOBAL DAN ASPEK PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA MAKASSAR Iwan G. Tejakusuma 1) dan Hermawan P 2)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 42 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Makassar terletak di pesisir barat Provinsi Sulawesi Selatan pada koordinat 119 18 30.18 sampai 119 32 31.03 BT dan 5 00 30.18 sampai 5 14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

ALIANSI SELAMATKAN PESISIR TOLAK ALOKASI RUANG REKLAMASI DALAM RANPERDA RTRW KOTA MAKASSAR

ALIANSI SELAMATKAN PESISIR TOLAK ALOKASI RUANG REKLAMASI DALAM RANPERDA RTRW KOTA MAKASSAR ALIANSI SELAMATKAN PESISIR TOLAK ALOKASI RUANG REKLAMASI DALAM RANPERDA RTRW KOTA MAKASSAR 2011-2031 LBH Makassar, WALHI Sulsel, KontraS Sulawesi, Blue Forest, Solidaritas Perempuan Angingmammiri, ACC

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara maritim dimana sebagian besar wilayahnya terdiri dari wilayah perairan kurang lebih 70,8 % dari luas permukaan bumi yang luasnya

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa ruang selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

V. ANALISIS BESARAN SISTEM PENTARIFAN

V. ANALISIS BESARAN SISTEM PENTARIFAN V. ANALISIS BESARAN SISTEM PENTARIFAN 6.1. Produksi Pergerakan Penduduk Produksi pergerakan penduduk dapat dianalisis berdasarkan besarnya biaya pokok dan biaya produksi dalam menghasilkan satu satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci