BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. negara dengan polusi udara akibat pembakaran kayu, gas dan partikel berbahaya.
|
|
- Yuliana Irawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan global. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara umum terkait langsung dengan prevalensi merokok dan pada beberapa negara dengan polusi udara akibat pembakaran kayu, gas dan partikel berbahaya. Satu meta-analysis dari studi-studi yang dilaksanakan di 28 negara antara 1990 sampai 2004, menunjukkan bukti bahwa prevalensi PPOK adalah lebih tinggi pada perokok dan bekas perokok dibanding pada yang bukan perokok, pada mereka yang berusia diatas 40 tahun dibanding mereka yang dibawah 40 tahun, dan pada pria lebih banyak dibanding wanita. (GOLD, 2017; PDPI, 2010) GOLD memperkirakan PPOK sebagai penyebab kematian ke-6 pada tahun 1990, akan meningkat menjadi penyebab kematian ke-3 pada 2020 di seluruh dunia. Data yang ada menunjukkan bahwa morbiditas karena PPOK meningkat dengan usia dan lebih besar pada pria dibanding wanita. (GOLD 2017) PPOK merupakan penyebab ke-12 hilangnya Disability Adjusted Life Years (DALYs) pada tahun Diperkirakan pada tahun 2020, PPOK menduduki urutan kelima hilangnya DALYs. PPOK mengenai lebih dari 16 juta orang Amerika Serikat, lebih dari 2, juta orang di Italia, lebih dari 30 juta di seluruh dunia dan menyebabkan 2,74 juta kematian pada tahun Total biaya akibat keadaan ini lebih dari 30 juta milyar dolar di Amerika Serikat. Angka kesakitan secara klasik didasarkan pada jumlah kunjungan ke dokter, kunjungan ke ruang gawat darurat dan rawat inap. Kesakitan yang diakibatkan oleh PPOK
2 juga dipengaruhi oleh penyakit penyerta (komorbid) yang secara tidak langsung berhubungan dengan PPOK. (PDPI, 2010; GOLD, 2008; GOLD, 2001) Di Indonesia, PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Jumlah kasus PPOK memiliki kecenderungan untuk meningkat. Berdasarkan pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986, PPOK menduduki peringkat ke- sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut yaitu kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 1 tahun 60-70%), pertambahan penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 4 tahun pada 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an, industrialisasi, polusi udara di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan.. (GOLD, 2008; GOLD, 2001; SKRT, 1992) Definisi terbaru 2017 yang dikembangkan oleh Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) menekankan pengaruh eksaserbasi dan penyakit komorbid pada keparahan penyakit secara individual. Berbeda dengan definisi PPOK sebelumnya yang hanya lebih menekankan pada inflamasi kronik jalan napas dan pengaruhnya secara sistemik. Dengan demikian pendalaman tentang eksaserbasi pada PPOK menjadi sangat penting. (GOLD, 2017; PDPI, 2010) Revisi GOLD 2011 terdapat perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan publikasi sebelumnya. Perbedaan tersebut terutama didasari oleh 6
3 banyaknya publikasi penelitian tentang PPOK dengan skala besar selama 10 tahun terakhir. Perubahan paradigma pendekatan pengelolaan PPOK diharapkan dapat memberikan hasil maksimal berdasarkan hasil penelitian yang ada, sehingga lebih ilmiah dan berbasis bukti. (GOLD, 2017; PDPI, 2010) 2.2. Definisi PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, dengan ciri adanya hambatan aliran udara yang menetap (persisten) yang biasanya progresif dan disertai peningkatan respon inflamasi yang kronik pada paru dan saluran pernapasan terhadap gas atau partikel yang berbahaya (noxious). Eksaserbasi dan komorbid mengakibatkan keseluruhan keparahan pada penderita. Definisi yang baru ini tidak lagi menyebut hambatan aliran udara yang reversibel sebagian. (GOLD, 2017; PDPI, 2010) Sementara menurut ATS/ERS (American Thoracic Society/ Europen Respiratry Society) mendefinisikan PPOK sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi saluran napas yang umumnya bersifat progresif, berhubungan dengan bronkitis kronis atau emfisema, dan dapat disertai dengan hipereaktivitas dari saluran napas yang reversibel. PPOK adalah kelainan spesifik dengan perlambatan arus udara ekspirasi maksimal yang terjadi akibat kombinasi penyakit jalan napas dan emfisema, umumnya perjalanan penyakit kronik progresif dan irreversibel serta tidak menunjukan perubahan yang berarti dalam pengamatan beberapa bulan. (GOLD, 2008; GOLD, 2001) Secara umum eksaserbasi adalah perburukan gejala pernapasan yang akut. Menurut Anthonisen eksaserbasi meliputi meningkatnya sesak napas, volume dan purulensi sputum. Anthonisen dkk. mendefenisikan berbagai tipe 7
4 eksaserbasi. Tipe 1 jika mempunyai semua gejala yaitu peningkatan sesak napas, peningkatan volume dan purulensi sputum. Tipe 2 jika mempuyai 2 gejala dan Tipe 3 jika mempunyai 1 gejala diatas. (Anthonisen, 1987) 2.3. Patologi PPOK Perubahan perubahan patologik yang khas untuk PPOK ditemukan disaluran napas proksimal, saluran napas perifer, parenkim paru dan vaskular paru. Perubahan tersebut berupa inflamasi kronik dengan peningkatan jumlah selsel inflamasi di berbagai bagian paru yang menimbulkan kerusakan dan perubahan struktural akibat cedera dan perbaikan berulang. (Bestall, 1999; Donalson, 2002; Donal, 2006) Sel inflamasi pada saluran napas proksimal (trakea, bronkus diameter > 2 mm) yaitu terjadi peningkatan makrofag dan limfosit T CD8+ (sitotoksik), sedangkan neutrofil atau eosinofil sedikit. Perubahan yang terjadi yaitu peningkatan sel goblet, pembesaran kelenjar submukosa dan metaplasia sel epitel skuamosa. Saluran napas perifer (bronkiolus diameter < 2 mm), sel inflamasi yang berperan yaitu terjadi peningkatan makrofag, limfosit T (CD 8+> CD 4+), limfosit B, folikel limfoid, fibroblast, dan sedikit peningkatan netrofil dan eosinofil. (Bestall, 1999; Donalson, 2002; ATS, 2004) Pada Parenkim paru (bronkiolus pernapasan dan alveolus), sel inflamasi yang berperan yaitu terjadi peningkatan makrofag dan limfosit T (CD8+). Perubahan struktur yang terjadi yaitu kerusakan alveolus, apoptosis sel epitel dan endotel. Emfisema sentrilobular yaitu dilatasi dan kerusakan alveolus dan bronkiolus; paling sering terlihat pada perokok. Emfisema panasinar yaitu kerusakan alveolus dan bronkiolus; paling sering terlihat pada kekurangan alfa-1 8
5 antitripsin. Pembuluh darah paru, sel inflamasi yang berperan yaitu peningkatan makrofag dan limfosit. Perubahan struktur berupa penebalan intima, disfungsi sel endotel, penebalan otot polos (hipertensi pulmonal). (Donal, 2006; ATS, 2004; Bartolome, 2008) Eksaserbasi PPOK dihubungkan dengan peningkatan inflamasi sistemik saluran napas atas dan bawah, pada PPOK stabil ditemukan peningkatan CD8+, limfosit dan Makrofag pada mukosa bronkus dan peningkatan netrofil terutama PPOK berat. Meningkatnya inflamasi sistemik pada eksaserbasi berhubungan dengan infeksi virus dan bakteri. Respon inflamasi menimbulkan edema saluran napas,bronkospasme dan peningkatan produksi sputum, terjadi hambatan aliran napas dan hiperinflasi dinamik. (White, 2003) 2.4. Patogenesis PPOK Patogenesis PPOK sangat kompleks, yang disebabkan oleh inflamasi kronik akibat pajanan zat toksik, disregulasi oksidan dan anti oksidan, ketidakseimbangan protease dan antiprotease. Merokok adalah faktor risiko utama PPOK walaupun partikel nuxious inhalasi lain dan berbagai gas juga memberikan kontribusi. (GOLD, 2008; ATS, 2004; ERS, 2004; Patel AK, 2014) 9
6 Gambar 1. Patogenesis PPOK (GOLD, 2008; ATS, 2004) Pajanan gas beracun mengaktifkan makrofag alveolar dan sel epitel jalan napas dalam membentuk faktor kemotaktik, pelepasan faktor kemotaktik menginduksi mekanisme infiltrasi sel-sel hematopoetik pada paru yang dapat menimbulkan kerusakan struktur paru. Infiltrasi sel ini dapat menjadi sumber faktor kemotaktik yang baru dan memperpanjang reaksi inflamasi paru menjadi penyakit kronik dan progresif. Ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase serta ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan berperan dalam patologi PPOK. Proteinase menginduksi inflamasi paru, destruksi parenkim dan perubahan struktur paru. Kim & Kadel. menemukan peningkatan jumlah neutrofil yang nekrosis di jalan napas penderita PPOK dapat menyebabkan pelepasan elastase dan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan hipersekresi mukus. (Donalson, 2002; Donal, 2006; ATS, 2004) Respons epitel jalan napas terhadap pajanan gas atau asap rokok berupa peningkatan jumlah kemokin seperti IL-8, macrophage inflamatory protein-1 α (MIP1-α) dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1). Peningkatan jumlah 10
7 Limfosit T yang didominasi oleh CD8+ tidak hanya ditemukan pada jaringan paru tetapi juga pada kelenjar limfe paratrakeal. Sel sitotoksik CD8+ menyebabkan destruksi parenkim paru dengan melepaskan perforin dan granzymes. CD8+ pada pusat jalan napas merupakan sumber IL-4 dan IL-3 yang menyebabkan hipersekresi mukus pada penderita bronkitis kronik. (Bestall, 1999; Donal, 2006; ATS, 2004) Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silia yang pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran napas kecil dan air traping pada emfisema paru terjadi gangguan ventilasi/perfusi yang selanjutnya dapat terjadi hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini akhirnya berlanjut menjadi hipertensi pulmonal. (White, 2003; Fishman, 2002) 2.. Patofisiologi PPOK Telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologis yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala yang khas. Tingkat peradangan, fibrosis dan cairan eksudat di lumen saluran napas kecil berkorelasi dengan penurunan VEP 1 dan rasio VEP 1 /KVP..Penurunan VEP 1 merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi, sementara transfer gas menurun terjadi akibat kerusakan parenkim paru pada emfisema. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan yang terlihat sebagai sesak napas dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya sesak napas pada aktivitas. (ATS, 2004; Bartolome, 2008) 11
8 Inflamasi Penyakit saluran napas kecil - Inflamasi saluran napas - Airway remodeling Kerusakan parenkim - Hilangnya ikatan alveolus - Penurunan elastisitas Hambatan aliran udara Gambar 2. Mekanisme hambatan aliran udara pada PPOK (PDPI, 2010) Diagnosis Penderita dengan keluhan sesak napas, batuk kronis atau berdahak serta riwayat paparan faktor risiko perlu dicurigai menderita PPOK. Gejala utamanya adalah sesak napas, batuk, wheezing dan peningkatan produksi sputum. Gejala bisa tidak tampak sampai kira-kira 10 tahun sejak awal merokok. Pada penderita dini, pemeriksaan fisik umumnya tidak ditemukan kelainan, sedangkan pada inspeksi biasanya terdapat kelainan, berupa (GOLD, 2008; GOLD, 2001) 1. Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu). 2. Barrel chest (diameter anteroposterior dan transversal sebanding). 3. Penggunaan otot bantu napas. 4. Hipertrofi otot bantu napas.. Pelebaran sela iga. 6. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai. 12
9 Pada palpasi biasanya ditemukan fremitus melemah, sedangkan pada perkusi hipersonor dan letak diafragma rendah, auskultasi suara pernapasan vesikuler melemah, normal atau ekspirasi memanjang yang dapat disertai dengan ronkhi atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa. Diagnosis PPOK juga pada gambaran radiologis foto toraks penderita PPOK ditemukan salah satu gambaran berupa; diafragma mendatar, corakan bronkovaskular meningkat, hiperinflasi, sela iga melebar atau jantung pendulum. Diagnosis harus dikonfirmasi dengan spirometri. Nilai VEP 1 /KVP setelah pemberian bronkodilator < 0.70 menunjukkan adanya keterbatasan aliran udara persisten. (PDPI, 2010; GOLD, 2008; GOLD, 2001) Tabel 1. Klasifikasi Derajat obstruksi (VEP 1 ) pada PPOK dari Beberapa Panduan (Ivor 2002). ATS 199 ERS 199 BTS 1997 GOLD 2001 GOLD 2008 Derajat I 0 VEP 1 Derajat II 3 VEP 1 <0 Ringan 70 VEP 1 Sedang 0 VEP 1 <70 Ringan 60 VEP 1 <8 0 Sedang 40 VEP 1 <60 Derajat 0 (beresiko) Derajat I (Ringan) 80 VEP 1 Derajat IIa (Sedang) 0 VEP 1 <80 Derajat IIb 30 VEP1<0 Derajat I (Ringan) 80 VEP 1 Derajat II (Sedang) 0 VEP 1 <80 Derajat III (Berat) 30 VEP1<0 Derajat III VEP 1 < 3 Berat VEP 1 <0 Berat VEP 1 <40 Derajat III (Berat) VEP 1 <0 & gagal napas atau gagal jantung kanan atau VEP 1 <30 Derajat IV (Sangat berat) VEP 1 <0 & gagal napas atau gagal jantung kanan atau VEP 1 <30 13
10 2.6.1 Penilaian Spirometri Spirometri merupakan baku emas untuk mendiagnosis PPOK. Spirometri merupakan alat yang sangat penting dalam mendiagnosis dan mengetahui tingkat keparahan dari penderita PPOK. Pada pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP 1 ) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP). Nilai VEP 1 /KVP selalu kurang dari 70% nilai normal. VEP 1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Pemeriksaan VEP 1 dan rasio VEP 1 /KVP merupakan pemeriksaan yang standar, sederhana, dapat diulang dan akurat untuk menilai obstruksi saluran napas. (GOLD, 2008; ATS, 2004; ERS, 2004, Patel AK, 2014) Nilai dasar dari diagnosis PPOK dengan spirometri adalah perbandingan volume ekspirasi paksa detik pertama ( VEP 1 ) dengan kapasitas vital paksa (KVP) dibawah 0.70 ( VEP 1 / KVP < 0.70 ) dan beratnya PPOK dari nilai VEP 1 < 80, 0, atau 30% dari nilai prediksi. Tabel 2. Klasifikasi derajat hambatan aliran udara pada PPOK (berdasarkan VEP 1 paska bronkodilator) (GOLD 201). Pada pasien dengan VEP 1 / KVP < 0.70 GOLD 1: GOLD 2: GOLD 3: GOLD 4: Ringan Sedang Berat Sangat Berat VEP 1 80 % prediksi 0 % VEP 1 < 80 % prediksi 30 % VEP 1 < 0 % prediksi VEP 1 < 30 % prediksi Menurut penelitian Hurst dkk. pada tahun 2010 didapatkan eksaserbasi akan lebih sering terjadi dengan semakin meningkatnya tingkat obstruksi (VEP 1 ) pada PPOK, dengan angka eksaserbasi pada tahun pertama pengamatan adalah 14
11 22% pada pasien PPOK derajat 2, pada derajat 3 sebanyak 33%, dan pada derajat 4 sebanyak 47%. (Hurst, 2010) 2.7. Etiologi Penyebab utama eksaserbasi antara lain adalah infeksi bakteri dan virus, polusi udara, cuaca dingin dan ketidakteraturan penggunaan obat. Sampai saat ini infeksi bakteri adalah sebagai penyebab utama terjadinya 0% kasus eksaserbasi, terdapat peningkatan jumlah bakteri patogen pada saluran napas bawah selama eksaserbasi. Hubungan antara infeksi bakteri dan eksaserbasi PPOK didukung fakta bahwa ditemukan respon imun spesifik terhadap strain bakteri dan kenyataan bahwa eksaserbasi berhubungan dengan inflamasi yang menyebabkan peningkatan neutrofil, seperti yang tampak pada PPOK umumnya.(sethi, 2004; Sethi, 2006; White, 2003; Murphy, 200) Hisyam dkk. menemukan 82 isolat dari sampel sputum penderita PPOK eksaserbasi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan hampir semuanya sensitif terhadap sefotaksim. Jenis bakteri terbanyak dan sensitivitasnya terhadap sefotaksim adalah berturut-turut sebagai berikut: Klebsiella pneumonia (33%;96%), Streptococcus pneumonia (30%;91%), Pseudomonas aeruginosa (17%;71%), Enterrobacter (8%;71%), M. chatarralis (6%;100%), Staphylococcus epidermidis (6%;100%). (Hisyam, 2001) Boixeda dkk. di Barcelona tahun 2012 melaporkan bahwa dari 1 kasus yang isolasi patogen, 37 kasus eksaserbasi adalah disebabkan oleh bakteri. Yang paling umum adalah Pseudomonas aeruginosa diikuti oleh Haemophilus influenza, Moraxella chatarhalis, Echerichia coli, Streptococcus pneumonia. (Boixeda, 2012) 1
12 Tabel 3. (Sethi 2001) Pola kuman pada PPOK dari berbagai penelitian Studi JP JKP JIB Afegradkk % isolasi bakteri HI MC SP SA PA HP EB Arauettodkk Chodoshdkk Chodosh Chodoshdkk Detail tdk ada 6 Detail tdk ada Davis*dkk DeAbatedkk Habfedkk Langandkk Langandkk Detail tdk ada 27 Detail tdk ada Langan dkk Detail tdk ada Readdkk Shahdkk Wfcondkk JP: Jumlah Pasien, JKP: Jumlah kultur positif, JIB: Jumlah isolasi bakteri, HI: Haemophilus Influenzae, MC: Moraxella catarrhalis, SP : Streptococcus Pneumoniae, SA: Staphylococus aureus, PA: Pseudomonas aeruginosa, HP: Haemophilus parainfluenza, EB: Enterobacteriaceae Kolonisasi dan infeksi kronis pada saluran napas PPOK memicu kerusakan paru yang progresif yang dapat menyebabkan faal paru semakin memburuk. Selain hal itu tingginya frekuensi eksaserbasi juga akan mempercepat penurunan faal paru. Pada beberapa pasien PPOK yang diikuti selama 1 sampai 2 tahun, sebagian besar pasien PPOK mengalami perubahan pola kuman saat eksaserbasi seiring dengan penurunan faal paru. Beratnya derajat obstruksi pada PPOK dipikirkan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi jenis kuman yang ditemukan saat eksaserbasi. Hal ini diduga disebabkan turunnya daya pertahanan mukosa bronkus. (Eller, 1998) 16
13 Penelitian Eller dkk, menemukan bahwa saat eksaserbasi akut bakteri Pseudomonas Sp. dan Enterobacteriaceae lebih sering ditemukan pada pasien PPOK derajat 3 (VEP 1 pred < 3%), sedangkan Streptococcus pneumonia dan kuman Gram positif lainnya lebih sering ditemukan pada PPOK dengan faal paru yang masih baik. Terdapat hubungan bermakna antara turunnya faal paru dengan jenis bakteri yang ditemukan. (Eller, 1998) Miravitlles dkk, menemukan hubungan antara jenis kuman dan derajat obstruksi penurunan faal paru. Pseudomonas aeroginosa dan Haemophilus influenza secara bermakna ditemukan lebih banyak pada VEP 1 pred < 0% (obstruksi berat) sedangkan Streptococcus pneumonia secara bermakna ditemukan pada VEP1 pred > 0% (obstruksi sedang). (Miravitlles, 1999) 2.8. Pemeriksaan Mikrobiologi Beberapa istilah dibidang mikrobiologi dan hal-hal lain yang menyangkut pemeriksaan sampel pada penelitian ini, perlu untuk diketahui dan dipahami lebih lanjut, antara lain: Flora normal, bakteri patogen dan patogen oportunistik Analisis infeksi dan penyakit menyebabkan bakteri digolongkan menjadi bakteri patogen, patogen oportunistik, atau non patogen (flora normal). Beberapa spesies bakteri selalu dianggap patogen, dan keberadaannya merupakan hal yang abnormal; contohnya adalah Mycobacterium tuberculosis (tuberculosis) dan Yersinia pestis (penyakit pes). Spesies lain umumnya merupakan bagian dari flora normal pada manusia dan hewan, tetapi juga sering menyebabkan penyakit. Misalnya: Escerherichia coli merupakan flora normal gastrointestinal pada manusia normal tetapi juga sering menyebabkan infeksi saluran kemih, diare 17
14 pelancong, dan penyakit lain. Bakteri lain (misalnya : spesies Pseudomonas) hanya menyebabkan penyakit pada orang yang mengalami penekanan imun dan lemak, bakteri seperti ini merupakan patogen oportunistik. (Jawettz, 1997) Pembagian lain yang sering dipakai adalah bakteri potensial patogen (BPP) dan bakteri non-potensial patogen (BNP) adalah mikroorganisme yang dikenal sebagai agen yang menyebabkan infeksi saluran napas, baik flora gastrointestinal atau orofaring: batang gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa, Enterobacteriaceae dan Haemophilus Spp; kokus gram positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, dan kokus Gram negatif seperti Moraxella chatarhalis. BNP adalah mikroorganisme yang merupakan flora gastrointestinal atau orofaring yang biasanya tidak menyebabkan infeksi saluran napas pada pasien non-immunocompromised (Streptococcus viridians, Neisseria Spp, Corynebacterium Spp, Candida Spp, dll). (Cabello, 1997) Bahan sampel sputum Bahan pemeriksaan bakteriologi berupa sampel sputum yang representative merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam menetapkan diagnosis etiologi infeksi paru, penting sekali memperoleh bahan pemeriksaan bakteriologi yang representatif, mulai dari cara yang sederhana seperti sputum ekspektorasi, sampai metode yang invasif. Metode invasif pengambilan sputum untuk menghindari kontaminasi orofaring misalnya pengambilan secret melalui bronkoskopi, aspirasi transtrakeal dan aspirasi transtorakal. Cara invasif tersebut mempunyai ketepatan yang tinggi namun membutuhkan tenaga yang terampil, biaya mahal dan risiko tinggi. (Bartlett, 1994; Koneman, 2006). 18
15 Beberapa aturan umum yang diterapkan pada semua specimen handling mikrobiologi pada lower respiratory antara lain: a. jumlah bahan 3- ml. b. bahan harus representatif (mewakili proses infeksi); sputum purulen c. Kontaminasi bahan harus dihindari dengan hanya menggunakan peralatan steril dan tindakan-tindakan aseptik. d. Specimen harus dibawa ke laboratorium dan diperiksa secara cepat. Medium transport khusus mungkin membantu. e. Bahan diambil sebelum obat-obat antimikroba diberikan. Sebagian besar sputum ekspektorasi yang dipakai untuk menegakkan etiologi infeksi saluran pernapasan bagian bawah kualitasnya tidak sesuai untuk kultur. Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan kualitas sampel, antara lain dengan mempengaruhi pengolahan specimen termasuk dengan washing, straining dan flash freezing untuk memisahkan bahan purulen dan konstituen specimen lainnya. Metode ini rumit dan jarang dipakai. Cara lain dengan menilai kualitas sputum dengan pemeriksaan sitologi. Q-Probe Study merupakan suatu studi yang dilakukan pada 697 partisipan untuk menilai pemakaian criteria sitologi sebagai penyaring sputum sebelum diproses, merekomendasikan metode ini untuk diterapkan secara rutin dilaboratorium baik untuk memilih sampel yang baik untuk kultur maupun sebagai kriteria rejeksi terhadap sampel yang diterima. (Schifman, 1991) Kriteria sitologis yang sering dan telah dipakai selama bertahun-tahun dilaboratorium antara lain kriteria Bartlett dan Murray-Washington. Cara Bartlett dilakukan sebagai berikut: hapusan sputum diperiksa dibawah mikroskop dengan 19
16 pembesaran kecil (x10), jumlah sel polimorfonuklear (PMN) dean epitel skuamous dihitung tiap lapangan pandang pada 20 sampai 30 lapang pandang. Nilai positif diberikan bila terdapat sejumlah neutrofil untuk menggambarkan infeksi akut dan nilai negatif pada sel epitel yang menggambarkan kontaminasi orofaring (saliva). Skor total dihitung dari masing-masing skor berdasarkan pemeriksaan lapang pandang. Skor total >0 atau positif dianggap layak untuk kultur sedangkan skor 0 atau negatif menggambarkan terjadi inflamasi atau kontaminasi orofaring sehinggal spesimen tidak layak kultur. (Koneman, 2006) Tabel 4. Bartlett s grading system untuk penilaian kualitas sputum (Koneman, 2006) Jumlah dan jenis sel/ipk Skor Sel PMN < >2 Beserta mucus Epitel 10-2 >
17 2.9 Kerangka Konsep PPOK Penyebab Eksaserbasi - Bakteri - Virus - Polusi Udara Hal yang mempengaruhi - Indeks Brigman - Derajat Obstruksi - Usia - Komorbid Eksaserbasi Akut Gejala Klinis - Sesak napas - Dahak - Purulensi Pemeriksaan Laboratorium - Kultur - Serologi - Procalsitonin - leukosit Lama Rawatan 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara umum terkait
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. EPIDEMIOLOGI Saat ini penyakit paru obstruksi kronik (PPOK ) merupakan masalah kesehatan global. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Menurut GOLD 2007 PPOK adalah suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek ekstrapulmonal yang berperan pada beratnya penyakit. Komponen pulmonalnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru
Lebih terperinciPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DEFINISI PPOK Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab mortalitas terbesar kelima di dunia dan menunjukkan peningkatan jumlah kasus di negara maju dan
Lebih terperinciSuradi, Dian Utami W, Jatu Aviani
KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas
Lebih terperinciDEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus
PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyakit paru obstruktif kronik telah di bahas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/ SK/XI/2008 tentang pedoman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan aliran nafas yang persisten, bersifat progresif dan berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat
Lebih terperinciGambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik
Lebih terperinciPemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll
LAMPIRAN 1 Lembaran Pemeriksaan Penelitian Nama : Umur :...tahun Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telf : No RM : Jenis kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan :...cm Berat badan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Desain Penelitian ini adalah penelitian analitik yang akan mengobservasi hubungan antara distribusi frekuensi bakteri dengan derajat obstruksi (VEP 1 ) pada PPOK eksaserbasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan penyakit umum pada masyarakat yang di tandai dengan adanya peradangan pada saluran bronchial.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis dapat bersifat acute maupun chronic ( Manurung, 2008). Bronchitis adalah suatu peradangan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bronkitis Kronik 2.1.1. Definisi bronkitis kronik Terma bronkitis kronik diperkenalkan di negara Inggris pada awal abad ke-19 untuk mendiskripsi inflamasi mukosal bronkial yang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan terjadinya inflamasi disebabkan respon paru- paru terhadap partikel atau
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian PPOK Menurut Europan Respiratory Society (1995), PPOK adalah kondisi keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Kondisi ini berkaitan dengan terjadinya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya progresif
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang dikarenakan bukan hanya penyakit menular yang menjadi tanggungan negara tetapi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic obstructive pulmonary disease) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatanaliran udara di saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 2.1.1. Defenisi Penyakit Paru Obstruktif Kronif (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang
Lebih terperinciFakultas Kedokteran Universitas Lampung
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS DENGAN GEJALA PRE HIPERTENSI PADA PASIEN LAKI-LAKI LANJUT USIA Sutanto RP 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) 2.1.1 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau juga dikenali sebagai Chronic Obstructive
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik a. Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang bersifat menetap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit (PDPI,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru, dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini telah menjadi enam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek ekstraparu yang signifikan dan berpengaruh terhadap keparahan penderita. Menurut GOLD (Global
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian PPOK Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Merokok a. Definisi Rokok Berdasarkan PP No. 19 tahun 2003, diketahui bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus yang meliputi kretek dan rokok
Lebih terperinciABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA
ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA Siti A. Sarah M, 2011. Pembimbing I : dr.jahja Teguh Widjaja,Sp.P.,FCCP Pembimbing II: dr.sijani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati berupa hambatan aliran udara yang progresif, ditandai dengan inflamasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan
Lebih terperinciCURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam
CURRICULUM VITAE Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam Email: nurahmad_59@yahoo.co.id Jabatan: Ketua Divisi Pulmonologi Dept.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajanan debu kayu yang lama dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernafasan, pengaruh pajanan debu ini sering diabaikan sehingga dapat menimbulkan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah
BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah mengalami perubahan yang sangat besar. Saat ini orang cenderung memiliki gaya hidup
Lebih terperinciBronkitis Kronis dan Lingkaran yang tak Berujung Pangkal (Vicious Circle)
Bronkitis Kronis dan Lingkaran yang tak Berujung Pangkal (Vicious Circle) Dianiati Kusumo Sutoyo Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI SMF Paru RSUP Persahabatan, Jakarta. PENDAHULUAN
Lebih terperinciFaktor Risiko Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat memicu terjadi PPOK ini, yaitu: a. Kebiasaan merokok
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2.1.1. Definisi PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2008).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah namun
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN
LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN Nama : Umur : Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telepon : No RM : Jenis Kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan : cm Berat badan : kg Keluhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia masih menjadi penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas anak di seluruh dunia. Menurut data WHO, setiap tahunnya pneumonia menyebabkan kematian sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mempengaruhi 15 juta orang Amerika dan mengakibatkan kematian 160.000 jiwa pertahun, peringkat ke-empat sebagai penyebab kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diatasi, dikarakterisir dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diatasi, dikarakterisir
Lebih terperinciPrevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.
L/O/G/O Buku pedoman ASMA DEFINISI : Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.Boalemo 11,0% Riskesdas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pengertian PPOK
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2.1.1 Pengertian PPOK Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik karena adanya hambatan aliran udara di saluran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) menurut GOLD (Global
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) menurut GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) adalah penyakit paru kronik
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Definisi Asma menurut Global Initiative for Asthma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. PPOK adalah penyakit paru obstruksi kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik 2.1.1 Definisi PPOK adalah penyakit paru obstruksi kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
Lebih terperinciINFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT Pendahuluan Sejarah; Thn 1984 ISPA Ringan ISPA Sedang ISPA Berat Thn 1990 Titik berat PNEUMONIA BALITA Pneumonia Pneumonia Berat Bukan Pneumonia Di Indonesia Kematian bayi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KAPASITAS VITAL PAKSA DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS
HUBUNGAN ANTARA KAPASITAS VITAL PAKSA DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS NASKAH PUBLIKASI DISUSUN GUNA MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA FISIOTERAPI Disusun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990). Udara dapat dikelompokkan
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013
ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru-paru merupakan salah satu organ vital pada manusia yang berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran oksigen yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau Cronik Obstruktive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Kelainan Paru akibat Paparan Uap/Gas BBM Secara fisiologis sebelum masuk ke paru udara inspirasi sudah dibersihkan dari partikel debu dan asap yang memiliki diameter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Adanya kelainan struktural atau fungsional pada ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut sebagai gagal ginjal kronis (Tanto, et al, 2014). Di Amerika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) telah menjadi suatu keadaan yang membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012) mengatakan bahwa
Lebih terperinciBAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis yang invasif di Instalasi Perawatan Intensif merupakan salah satu faktor penting yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit progresif yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang masuk terjadi secara ireversibel, Sehingga
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Penyakit Dalam, sub ilmu Pulmonologi dan Geriatri. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat peneltian ini adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut. Rinosinusitis kronis
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG
1 B R O N K I T I S K R O N I S B A B I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Pengertian Asma Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
20 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional di mana variabel bebas dan variabel tergantung diobservasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang sering terjadi pada anak anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan penyakit kedua tersering pada
Lebih terperinci