PERAN KAPAL TERNAK DALAM MEMPERLANCAR DISTRIBUSI DAN MENEKAN BIAYA LOGISTIK DAGING SAPI DARI SENTRA PRODUSEN KE SENTRA KONSUMEN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN KAPAL TERNAK DALAM MEMPERLANCAR DISTRIBUSI DAN MENEKAN BIAYA LOGISTIK DAGING SAPI DARI SENTRA PRODUSEN KE SENTRA KONSUMEN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 Jurnal Pusdiklat Perdagangan, VOL 2 No.1, JULI 2016 : PERAN KAPAL TERNAK DALAM MEMPERLANCAR DISTRIBUSI DAN MENEKAN BIAYA LOGISTIK DAGING SAPI DARI SENTRA PRODUSEN KE SENTRA KONSUMEN DI INDONESIA The Role of Livestock Vessel in Expediting The Distribution Flow And Reducing The Logistic Cost of Beef from Producer s Center to Consumer s Center Avif Haryana, Yati Nuryati Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5 Jakarta Pusat vifhary@gmail.com, y_nuryati@yahoo.com ABSTRACT: In November 2015 the government has inaugurated a special ship transporting livestock. The ship is expected to reduce the rising prices of beef that exceeds the normal price. The study analyzes the performance of special ships transporting livestock and analyze the potential of cows trade between provinces / islands by mapping producer s centers and consumer s centers of beff in Indonesia. The analysis finds that although the performance of the supply chain livestock ship proved able to decrease the price of meat up to Rp85000,00 per kgs, but to decrease the market price of beef, it needs the continuity of delivery and the increased frequency of shipping cows trough live stock vessels to consumer s center. Keywords:livestock vessel, live cattle, beef, price, supply, demand, logistic cost. PENDAHULUAN Harga daging sapi di tingkat eceran masih stabil dengan tingkat harga yang cukup tinggi. Menurut teori keseimbangan pasar (market equilibrium), harga suatu komoditi dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan pasar dari komoditi yang bersangkutan dengan asumsi kondisi lainnya tetap (ceteris paribus). Harga yang tinggi merupakan salah satu indikasi bahwa adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan permintaan. Pada kasus daging sapi, harga daging yang tetap tinggi menunjukkan bahwa ada indikasi masalah dalam hal pasokan (supply) terutama dari pasokan dalam negeri/ lokal. Hal ini juga ditunjukkan dengan masih tingginya impor sapi siap potong untuk menopang kekurangan pasokan yang bersumber dari lokal. Permintaan daging sapi tidak hanya untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga tetapi juga untuk kebutuhan industri, hotel, restoran dan katering. Secara teori, untuk mengetahui kapan terjadi kelangkaan penawaran dapat dihitung dengan pendekatan selisih antara permintaan dan penawaran. Namun hal itu tidak mudah dilakukan karena perkiraan ketersediaan sapi siap potong di peternak tidak identik dengan ketersediaan daging di pasar. Hal ini dikarenakan oleh karakteristik usaha peternak sapi di Indonesia belum memiliki orientasi komersil (bisnis). Motif peternak memelihara sapi masih banyak untuk tabungan sehingga tidak responsif terhadap permintaan pasar. Demikian juga dari sisi konsumsi, perkiraan tingkat konsumsi secara agregat nasional merupakan angka yang masih sangat kasar. Oleh karena itu, pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengindikasikan kelangkaan pasokan adalah harga (BP2KP, 2014). Perkembangan harga daging sapi di dalam negeri menunjukkan tren yang terus meningkat. Berdasarkan data BPS tahun 2008 sampai dengan 2016, kenaikan harga daging sapi mencapai rata-rata9,38 persen tiap tahunnya. Data tersebut juga menunjukkan bahwa indikasi terganggunya pasokan daging sapi di dalam negeri terjadi sejak pertengahan tahun 2012 yaitu harga daging sapi mulai meningkat dibanding periode sebelumnya. Kenaikan harga ini mengindikasikan terjad 78

2 ketidakseimbangan antara pasokan dengan permintaan (BP2KP, 2013).Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Ditjen PDN, 2016), ratarata harga daging sapi secara nasional pada Bulan Februari 2016 Rp ,00 per kg, sementara harga daging sapi di DKI Jakarta Rp ,00 per kg. Harga yang terus naik tersebut juga mengindikasikan bahwa masih ada kendala dalam pendistribusian barang. Untuk mengalirkan barang dari daerah produsen ke daerah konsumen secara efisien, diperlukan sarana dan sistem logistik yang baik. Sebagaimana diketahui bahwa biaya logistik di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu mencapai 27 persen dari PDB (World Bank, 2013).Biaya logistik Indonesia masih kalah dengan biaya logistik Singapura yang hanya mencapai 8% dari PDB, atau dengan biaya logistik Jepang yang mencapai 10,6% dari PDB, atau bahkan dengan biaya logistik Vietnam yang mencapai 25% dari PDB(World Bank, 2013). Namun demikian pemerintah Indonesia terus berusaha untuk menekan biaya logistik dengan melakukan terobosan-terobosan baru baik dari sisi regulasi, infrastruktur, maupun teknologi informasi dan komunikasi. Saat ini Indonesia sudah mempunyai satu kapal ternak KM Camara Nusantarai I dengan kapasitas angkut 500 ekor sapi yang merupakan bagian dari program tol laut. Kapal ini diresmikan langsung oleh Presiden RI pada 10 November 2015 di Galangan Kapal PT Adiluhung Sarana Segara Indonesia, Bangkalan, Jawa Timur. Tujuan pelayaran kapal ternak adalah untuk menekan biaya transportasi pengadaan sapi dari pusat-pusat peternakan agar dapat dibawa ke kotakota besar seperti Jakarta, Surabaya- Bandung-Medan. Kapal ternak KM Camara Nusantara I ditempatkan di Pelabuhan Tenau, Kupang sebagai pangkalan dengan rute trayek RT-1 untuk melayani pengangkutan sapi dari NTT ke Jakarta dengan rute Kupang(1) Waingapu(2) - Bima(3) -Tanjung Perak(4) - Tanjung Emas(5)-Cirebon(6) - Tanjung Priok(7) sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1. Dari Pelabuhan Tanjung Priok, KM Camara Nusantra I selanjutnya akan kembali menuju Pelabuhan Tenau di Kupang tanpa muatan. Fasilitas angkut ternak itu akan mirip kandang sapi berlayar karena dilengkapi tempat pakan ternak yang luas. Desain kapal ternak dibuat sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat mengurangi kematian dan penyusutan bobot sapi (Media Indonesia, 2016a). Harga sapi yang disepakati oleh pengusaha adalah Rp per kilogram timbang hidup di karantina dan Rp Rp per kilogram timbang hidup sampai di Jakarta. Hal ini mempertimbangkan harga sapi di tingkat peternak sudah mencapai Rp per kilogram timbang hidup. Gambar 1 Rute Kapal Ternak KM Camara Nusantara I Sampai dengan Bulan April 2016, kapal ternak yang dioperasikan oleh PT Pelni (Persero) tersebut sudah mengangkut ekor sapi dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Kupang dan Nusa Tenggara Barat (NTB), Bima sejak pertama kali membawa sapi pada 11 Desember Total pelayaran kapal ternak sebanyak 7 kali(detik Finance, 2016). Pertanyaan yang akan dijawab dalam tulisan ini adalah apakah dengan adanya kebijakan pengangkutan sapi hidup melalui kapal ternak khusus dapat menekan harga daging sapi di pasar domestik? Tulisan bertujuan untuk (i) menganalisis potensi perdagangan sapi antar pulau, (i) menjelaskan kinerja operasional kapal ternak dan (iii) menganalisis biaya transportasi sapi dari NTT ke Jakarta dengan menggunakan 79

3 Jurnal Pusdiklat Perdagangan, VOL 2 No.1, JULI 2016 : kapal ternak yang merupakan salah satu bagian program tol laut pemerintah Republik Indonesia. METODOLOGI Sebagaimana telah diungkapkan dimuka bahwa telah terjadi indikasi ketidakseimbangan penawaran dan permintaan sapi yang ditunjukkan dengan kenaikan harga daging sapi sejak pertengahan 2012 sampai dengan sekarang dimana harga daging sapi secara nasional tahun mengalami kenaikan dari Rp /kg menjadi Rp /kg.Tulisan ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dimulai dengan (i) menganalisis rantai pasok daging sapi, (ii) menganalisis potensi perdagangan sapi, (iii) memetakan daerah surplus dan daerah defisit dalam perdagangan sapi antar provinsi/pulau. Selanjutnya tulisan ini (iv) menganalisis potensi dan kinerja kapal angkutan khusus ternak,biaya transportasi yang digunakan untuk mengangkut sapi dari NTT ke Jakarta, dan membandingkan antara biaya distribusi pengangkutan secara kovensional dan pengangkutan menggunakan kapal ternak.kapal ternak yang dimaksud adalah kapal yang menjadi program pemerintah melalui Tol Laut. Data yang digunakan dalam penulisan ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari literatur-literatur sebelumnya, data dari Kementerian Perdagangan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian dan berbagai media massa baik cetak maupun elektronik. HASIL DAN PEMBAHASAN Rantai Pasok Daging Sapi Berdasarkan penelitian Hadi (2009), rantai pasok daging sapi ditunjukkan pada Gambar 1. Peternak pada umumnya menjual sapinya kepada pengumpul atau biasa disebut blantik.dalam hal ini, pihak pedagang mendatangi rumah petani, dan biasanya seluruh biaya yang terkait dengan jualbeli sapi (angkutan, restribusi) ditanggung oleh pedagang tersebut atau rumah potong hewan (RPH). Pihak yang menanggung biaya angkutan tergantung kesepakatan di antara kedua belah pihak. Apabila ternak sapi dijual keluar provinsi/pulau lain, maka sebelum sapi sampai ke tangan jagal, perlu melewati pedagang sapi antar kabupaten dan/atau pedagang sapi antar provinsi/pulau. Misalnya sapi yang berasal dari NTT, NTB atau Bali harus melewati pedagang antar provinsi/pulau yang membawa sapi ke provinsi/pulau lain, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Barat dan lain lain. Sapi yang sudah berada di tangan suplier/jagal kemudian dipotong di RPH yang ada di daerah dimana suplier/jagal itu berada. Sebagian besar daging dijual ke pasar modern, restoran dan hotel di kota-kota besar seperti Jabodetabek, Surabaya, Denpasar dan Makassar. Pedagang pengecer di pasar tradisional kemudian menjual daging ke konsumen akhir dan industri pengolahan berskala rumah tangga (pembuat bakso, warung makan dan katering) (Hadi, 2009). Potensi Perdagangan Sapi Antar Wilayah Barat dan Timur Indonesia Setelah mengetahui alur rantai pasok daging sapi yang ditujukan ke pasar provinsi/pulau lain dengan melibatkan pedagang antar pulau, selanjutnya kita akan menganalisis potensi perdagangan antar pulau terutama perdagangan antar wilayah sentra produksi di bagian timur Indonesia (NTT, NTB dan Sulawesi Selatan) dengan wilayah sentra konsumsi di bagian barat Indonesia (Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta). Kebutuhan daging sapi di Indonesia sebagian Besar (86%) masih dipenuhi dari produksi dalam negeri, dan sisanya diperoleh dari impor (BP2KP 2014). Pemenuhan dari impor dapat berupa daging, sapi bakalan atau sapi indukan. Sentra produksi sapi di Indonesia cenderung tersebar di beberapa wilayah, sementara sentra konsumsi sebagian besar terdapat di pulau jawa (Ilham dan Yusdja 2004). 80

4 Daerah sentra konsumsi diidentifikasi sebagai daerah defisit dalam kegiatan perdagangan sapi antar provinsi, sedangkan daerah produksi diidentifikasikan sebagai daerah surplus dalam kegiatan perdagangan sapi antar provinsi. Berdasarkan data dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, sentra konsumsi utama daging sapi di Indonesia sebagian besar terletak di wilayah barat Indonesia yaitu di provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Ketiga provinsi ini pada periode mencatat pemasukan sapi sebanyak 3,3 juta ekor atau sebesar 55,6% dari total pemasukan sapi seluruh provinsi di Indonesia. Perhitungan pemasukan sapi di sentra konsumsi ini dihitung berdasarkan data yang ada pada Tabel 1.Selama tahun 2015 jumlah pemasukan sapi lokal ke Jawa Barat sebesar ekor, Banten sebanyak ekor dan DKI Jakarta sebanyak ekor. Sumber: (Hadi, 2009) Gambar 2 Rantai Pasok Daging Sapi Tabel 1 Pemasukan dan Pengeluaran Sapi di Provinsi Sentra Konsumsi (daerah defisit) No. Provinsi Sentra Pengeluaran Sapi Pemasukan Sapi Defisit Konsumsi (ekor) (ekor) (ekor) 1 Jawa Barat 444,232 1,729,242-1,285,010 2 Banten 320,201 1,178, ,824 3 DKI Jakarta 0 396, ,571 4 Kalimantan Timur , ,734 5 Sumatra Utara 37, , ,392 6 Aceh 88, , ,796 7 Riau 5, , ,223 8 Sumatra Selatan 206, , ,613 9 Kalimantan Barat 5 79,513-79, Prov. Lainnya 909,244 1,268, ,097 Jumlah 2,012,121 5,944,889-3,932,768 Sumber:Kementan (2015), diolah 81

5 Jurnal Pusdiklat Perdagangan, VOL 2 No.1, JULI 2016 : Tabel 2 Pengeluaran dan Pemasukan Sapi di Provinsi Sentra Produsen (daerah surplus) No Provinsi Sentra Pengeluaran Sapi Pemasukan Sapi Surplus Produksi (ekor) (ekor) (ekor) 1 Jawa Timur 884,725 2, ,353 2 Bali 319, ,378 3 Nusa Tenggara Timur 288, ,186 4 Nusa Tenggara Barat 150, ,178 5 DI Yogyakarta 231,435 99, ,730 6 Lampung 843, , ,517 7 Sulawesi Selatan 74,562 3,908 70,654 8 Gorontalo 74,307 63,742 10,565 9 Sulawesi Barat 12,397 6,808 5, Maluku Jumlah 2,878, ,483 1,970,820 Sumber: Kementan (2015), diolah Adapun sentra produksi utama daging sapi di Indonesia terletak di provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), D.I Yogyakarta, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Dalam penelitian ini sentra produksi yang akan dianalisis adalah provinsi NTT dan NTB dimana provinsi ini termasuk dalam rute kapal ternak KM Camara Nusantara I. Pada kurun waktu NTT dan NTB menyumbang 8,69 persen dari total pengeluaran sapi ke provinsi lain Perhitungan pengeluaran sapi di NTT dan NTB dihitung berdasarkan data pada Tabel 2. Jumlah total pengeluaran sapi yang berasal dari kedua wilayah tersebut sebanyak ekor sapi hidup atau setara dengan ton daging. Namun pasokan sapi yang berasal dari NTB dan NTT untuk mencukupi kebutuhan daging sapi di DKI jakarta, Banten dan Jawa Barat masih kurang. Kebutuhan nasional selama tahun 2016 diperkirakan sebesar 2,61 kg/tahun atau sebanyak ton, dimana kebutuhan daging sapi di DKI Jakarta, Banten dan JawaBarat sekitar ekor sapi hidup/tahun atau setara dengan ton/tahun 1. 1 Kebutuhan daging sapi nasional tahun 2016 menurut paparan yang disampaikan pada Rapat koordinasi terbatas (Rakortas) 14 Januari 2016 dan Kebutuhan di DKI Jakarta, Banten dan JawaBarat hasil diskusi dengan Asosiasi. Kekurangan ini harus dipenuhi dari impor. Tingginya kebutuhan daging sapi di ketiga Propinsi tersebut dikarenakan untuk mencukupi kebutuhan industri, hotel, restoran dan katering.perhitungan pengeluaran sapi tersebut dihitung berdasarkan data pada Tabel 2. Tabel 3 Jumlah Ternak Sapi 2015 Provinsi Jumlah Ternak Sapi 2015 (ekor) % Thd Populasi Sentra Produksi Jawa Timur 4,326, % Sulawesi Selatan 1,340, % NTB 1,046, % NTT 902, % Lampung 598, % Bali 570, % DI Yogyakarta 322, % Gorontalo 194, % Maluku 102, % Sulawesi Barat 85, % Sentra Konsumsi DKI Jakarta 2, % Banten 57, % Kalimantan Timur 141, % Kalimantan Barat 158, % Riau 242, % Sumatra Selatan 261, % Jawa Barat 447, % Aceh 536, % Sumatra Utara 666, % Prov. Lainnya 3,488, % Total Indonesia 15,494, % Sumber: (BPS, 2016) 82

6 Jumlah populasi ternak sapi di setiap provinsi sentra produksi pada umumnya relatif lebih banyak dari pada jumlah populasi ternak sapi di tiap provinsi sentra konsumsi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Selain dari NTT dan NTB, kedepannya, Pemerintah merencanakan pengiriman sapi dari provinsi lain yaitu Lampung, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Hal ini sesuai dengan potensi produksi dan pengeluaran sapi di provinsi-provinsi tersebut. Pemerintah berharap pengusaha ternak di kelima provinsi tersebut mampu mengirimkan sapi minimal dua kali dalam sebulan ke DKI Jakarta dan sekitarnya. Demi menjaga populasi di sentra produksi, sapi betina produktif dilarang diangkut ke kapal khusus ternak. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah sapi betina dipotong di rumah pemotongan hewan (RPH) (Kompas, 2016). Kinerja Kapal Khusus Pengangkut Ternak Pengiriman ternak dari NTT dan NTB tidak diperkenankan diangkut melalui jalan darat melintasi Bali sehingga harus diangkut terlebih dahulu menggunakan kapal laut yang bukan didesain khusus untuk mengangkut ternak menuju pelabuhan laut Surabaya (Media Indonesia, 2016a). Setelah kapal sampai di Surabaya selanjutnya sapi diturunkan dari kapal dan dinaikkan ke truk untuk dikirim ke DKI Jakarta dan sekitarnya melalui jalan darat. Dalam mendatangkan sapi dari NTT, saat ini ada beberapa perusahaan yang terlibat dengan memanfaatkan angkutan khusus kapal ternak. Perusahaan tersebut diantaranya PT Berdikari (persero), PD Dharmajaya, PT Sarjana Membangun Desa (SMD), PT HD Dinamis Sejahtera dan PT Great Glory Farms. PT Berdikari merupakan BUMN yang lebih fokus dalam pengadaan sapi dari dalam negeri dibanding dari impor. Pada dua bulan pertama tahun 2016 PT Berdikari telah membeli 350 ekor sapi dari peternak di NTT dan NTB dengan harga Rp32000,00 per kg Rp33000,00 per kg dalam kondisi hidup di tempat karantina(kontan, 2016a). Selama 4,5 bulan beroperasi sejak di launching November 2015, Kapal Ternak KM Camara Nusantara I sudah melakukan tujuh kali pemberangkatan dengan rute NTT-Jakarta dengan jumlah total angkutan sapi sebanyak ekor sapi yang dikirim sebagian besar dikirim ke Jakarta dan Cirebon dan sebagian lagi dikirim ke Surabaya. Tabel 4 Kinerja Angkut Kapal KM Camara Nusantara I Tahun 2016 No. Tanggal Rute Jumlah Pasokan Ke Tujuan angkut Jakarta Cirebon Surabaya 1 02/02/2016 NTT-JKT /02/2016 NTT-JKT /03/2016 NTT-JKT /03/2016 NTT-JKT Sumber: Media Indonesia (2016b); (FLPI,2016) Pemerintah mewajibkan bagi perusahaan pengguna kapal ternak untuk menjual paket daging sapi pada kisaran paling mahal Rp ,00 per kg. Harga ini lebih rendah dari harga di pasaran yang mencapai Rp ,00 per kg. Harga sapi hidup di pelabuhan kupang sekitar Rp ,00 per kg, dan estimasi harga sapi di pelabuhan Tanjung Priok Rp ,00 per kg. Selanjutnya dipasarkan ke konsumen dengan harga Rp Rp per kg (Harian Terbit, 2016). PT Berdikari selaku pengguna kapal ternak pada bulan Februari melakukan penjualan daging kepada masyarakat dengan harga Rp per kg yang diselenggarakan di acara car free day (CFD) di Jakarta dan Bogor. Berdasarkan informasi dari kementerian Pertanian, kapal pengangkutan sapi dengan kapal ternak ternak lebih efisien dibandingkan dengan pengangkutan konvensional dari sisi waktu, biaya, susut berat sapi, dan banyaknya rantai yang dilalui sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5. Sebelum ada kapal ternak, dari NTT sapi diangkut menggunakan kapal kargo atau kapal penumpang ke Surabaya, lalu 83

7 dilanjutkan dengan menggunakan truk dari Surabaya ke Jakarta. Pengangkutan sapi konvensional tersebut membutuhkan waktu dua bulan, sedangkan dengan kapal ternak waktu pengiriman dari NTT ke Jakarta bisa dipangkas sangat signifikan menjadi 1 minggu saja. Waktu yang lebih singkat membuat susut bobot sapi berkurang secara signifikan dari 8-11 persen bobot hidup menjadi hanya susut 2-5 persen bobot hidup, dengan kisaran bobot sapi dari NTT adalah 200 kg 500 kg. Selain itu desain kapal angkutan sapi yang memenuhi standar internasional membuat sapi yang diangkut ketika sampai di lokasi pengiriman lebih sehat dan tidak stres sebagaimana jika diangkut dengan truk. Dari segi biaya pengangkutan, kapal ternak bisa menghemat biaya sekitar 25%. Dengan kapal ternak, sapi langsung diangkut ke Jakarta, tidak perlu diturunkan di Surabaya dan diangkut dengan truk ke Jakarta. Dengan jalur konvensional biaya yang dikeluarkan adalah 1,5 juta/ ekor, sedangkan bila menggunakan kapal ternak biayanya 1,1 juta/ ekor. Tarif kapal ternak per ekor sapirp /ekor ditambah dengan biaya angkut dari lokasi peternakan ke pelabuhan menggunakan truk, biaya karantina dan biaya perizinan, maka totalnya menjadi 1,1 juta per ekor sapi. Biaya dan waktu pengiriman juga semakin turun seiring berkurangnya pos periksaan dari 8-13 titik menjadi hanya 4 titik. Tabel 5 Perbandingan Pengangkutan Kapal Ternak vs Konvensional Uraian Cara Pengangkutan Konvensional Kapal Ternak Waktu 1,5-2 bulan 1 minggu Biaya Rp ,- Rp Susut 8-11% (22 kg) 2-5% Pos pemeriksaan 8-13 titik 4 titk Sumber:Kompas (2015b); Detik Finance (2015); Detik Finance (2016b); (Trobos, 2016) Kementerian Perhubungan telah menandatangani kontrak pembuatan lima unit kapal ternak dengan PT Adiluhung SI dan PT Bahtera Bahari Shipyard. Nilai Kontrak untuk kelima unit kapal itu sekitar Rp294,9 miliar untuk periode Pemerintah mengharapkan dengan adanya pengangkutan sapi dengan kapal ternak lambat laun akan membuat harga daging sapi lebih murah (Kompas, 2015a). Pada tahun 2016 pemerintah menambah pesanan dua buah kapal ternak sehingga total kapal yang telah dipesan sebanyak 7 buah kapal ternak dengan harga per unitnya mencapai Rp 60 miliar. Sampai dengan bulan April 2016, fasilitas kapal ternak belum bisa membawa efek apapun terhadap harga daging sapi di Jakarta. Berdasarkan survei harga komoditas yang dirilis Kementerian Perdagangan per 11 April 2016, harga daging sapi di Jakarta Masih stabil tinggi pada tingkat Rp per kg.hal ini terjadi karena kebutuhan sapi di Jabodetabek mencapai rata-rata 500 ekor perhari. Jika kapal ternak hanya bisa mengangkut 1000 ekor dalam sebulan, maka jumlah tersebut hanya setara kebutuhan dua hari saja (Kontan, 2016b) SIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, mekanisme pengangkutan sapi hidup dengan menggunakan kapal ternak cukup efektif bila dibandingkan dengan sistem pengangkutan secara konvensional. Hal ini dapat dilihat dari biaya, waktu pengiriman dan susut bobot sapi di tempat tujuan pengiriman serta jumlah titik biaya dan pemeriksaan. Pasokan sapi hidup yang berasal dari NTT dan NTB dengan menggunakan kapal ternak dapat memperpendek rantai pasok distribusi sapi hidup, namun belum efektif dapat menekan harga di tingkat konsumen akhir (dikonsumsi dalam bentuk daging segar), khususnya di pasar tradisional. Pemanfaatan kapal ternak akan menjadi lebih efektif dalam menekan harga daging sapi di pasaran perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu kontinuitas pengangkutan sapi hidup, frekuensi keberangkatan kapal yang lebih banyak, serta penambahan daerah sumber pasokan sapi yang potensial selain dari NTT dan NTB seperti dari Sulawesi Selatan, Bali, Lampung dan Jawa timur. 84

8 DAFTAR PUSTAKA Bisnis Indonesia Pemerintah Diminta Awasi Kapal Ternak. Agribisnis, 17 Desember. BP2KP Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Eceran Daging Sapi. Kementerian Perdagangan. BP2KP "Outlook Komoditi Daging Sapi." BPS "Badan Pusat Statistik." Populasi Sapi Potong menurut Provinsi, Diakses Juni 17, /1016. Detik Finance. 2016b. Ekonomi Bisnis. Januari 5. Diakses Mei 22, /134002/ /4/. Detik Finance Ekonomi BIsnis. Desember 1. Diakses Juni 20, /185524/ /4/biaya-lebih-murahkapal-khusus-sapi-pangkas-distribusihingga-50. Detik Finance. 2016a. Ekonomi Bisnis. April. Diakses Mei 20, /103502/ /4/45-bulan-berlayarkapal-ternak-telah-angkut-2979-sapi. FLPI Forum Logistik Peternakan Indonesia. 24 Maret. Diakses Mei 22, manfaatan%20kapal%20ternak_sistem %20logistis%20peternakan_IPB.pdf Hadi, Prajogo U Dinamika Pemasaran Sapi Bali di Indonesia Timur: Tinjauan Makro. Seminar Nasional Pengembangan Sapi Bali Berkelanjutan Dalam Sistem Peternakan Rakyat. Harian Terbit Mentan: Harga Daging Rp 85 Ribu per Kg. Bisnis, 22 Februari. Ilham, Nyak, dan Yusmichad Yusdja Sistem Transportasi Perdagangan Ternak Sapi dan Implikasi Kebijakan di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian Kementan Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI. Kompas "Efektivitas Kapal Ternak Beri Harapan Baru." Ekonomi, Februari 10. Kompas. 2015a. Harga Sapi Lebih Rendah. Ekonomi, 12 Desember. Kompas. 2015b. Menata Struktur Pasar. Rubrik Ekonomi, 8 Desember. Kontan. 2016a. "Berdikari Siap Memborong 250 Ekor Sapi asal NTT dan NTB." Industri, Februari 11. Kontan. 2016b. Sapi NTT Tak Mampu Tekan Harga Daging. Rubrik Peternakan, 12 April. Media Indonesia. 2016a. Pengiriman Sapi Belum Berjalan. Pangan, 25 Januari. Media Indonesia. 2016b. Distribusi Pangan akan Diubah. Rubrik Ekonomi, 10 Februari. Trobos Agri Ternak. Januari 1. Diakses Mei 22, World Bank State of Logistics Indonesia

JURNAL PUSDIKLAT PERDAGANGAN

JURNAL PUSDIKLAT PERDAGANGAN JURNAL PUSDIKLAT PERDAGANGAN Volume 2 Nomor 1 tahun 2016 ISSN : 2477-3476 REDAKSI JURNAL PUSDIKLAT PERDAGANGAN Jaringan Informasi Diklat dan Kebijakan Perdagangan Diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI TERNAK MELALUI PEMANFAATAN KAPAL KHUSUS TERNAK KM. CAMARA NUSANTARA 1

DISTRIBUSI TERNAK MELALUI PEMANFAATAN KAPAL KHUSUS TERNAK KM. CAMARA NUSANTARA 1 DISTRIBUSI TERNAK MELALUI PEMANFAATAN KAPAL KHUSUS TERNAK KM. CAMARA NUSANTARA 1 DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Lebih terperinci

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Indonesia memiliki potensi sapi potong yang cukup besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Sensus Pertanian

Lebih terperinci

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa LAPORAN AKHIR TA. 2013 KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK DAN DAGING SAPI DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno Bambang Winarso Amar K. Zakaria Tjetjep Nurasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak sapi sangat penting untuk dikembangkan di dalam negri karena kebutuhan protein berupa daging sangat dibutuhkan oleh masyarakat (Tjeppy D. Soedjana 2005, Ahmad zeki

Lebih terperinci

C I N I A. Analisis Perbandingan antar Moda Distribusi Sapi : Studi Kasus Nusa Tenggara Timur - Jakarta

C I N I A. Analisis Perbandingan antar Moda Distribusi Sapi : Studi Kasus Nusa Tenggara Timur - Jakarta C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Analisis Perbandingan antar Moda Distribusi Sapi : Studi Kasus Nusa Tenggara Timur - Jakarta Tri Achmadi, Silvia Dewi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan Workshop FLPI Kamis, 24 Maret 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 1 Perkiraan Supply-Demand Daging Sapi Tahun 2015-2016 Uraian Tahun

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi untuk kebutuhan protein manusia, daging sapi digolongkan sebagai salah satu produk

Lebih terperinci

STUDI KASUS RANTAI PASOK SAPI POTONG DI INDONESIA

STUDI KASUS RANTAI PASOK SAPI POTONG DI INDONESIA STUDI KASUS RANTAI PASOK SAPI POTONG DI INDONESIA 1 FENOMENA PERMASALAHAN Harga daging sapi mahal Fluktuasi harga daging sapi Peternak kurang bergairah karena harga pakan mahal? Biaya pengiriman sapi potong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI. 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan

KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI. 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan Preview Kajian - 1 1. Durasi : 2011 Pra-Riset Sektor Ketahanan Pangan, Februari September

Lebih terperinci

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT Sasongko W Rusdianto, Farida Sukmawati, Dwi Pratomo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENELITI UTAMA: I PUTU CAKRA PUTRA A. SP., MMA. BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI. Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis

POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI. Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Pangan dan Pertanian 2016 Permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi

Lebih terperinci

REKOMENDASI OMBUDSMAN BRIEF T AT A NIAGA SAPI SALURAN PANJANG, NIAGA INFRAST SAPI RUKTUR DI NT T T IDAK MENUNJANG, PET ERNAK T IDAK SEJAHT ERA

REKOMENDASI OMBUDSMAN BRIEF T AT A NIAGA SAPI SALURAN PANJANG, NIAGA INFRAST SAPI RUKTUR DI NT T T IDAK MENUNJANG, PET ERNAK T IDAK SEJAHT ERA OMBUDSMAN BRIEF T AT A NIAGA SAPI SALURAN PANJANG, NIAGA INFRAST SAPI RUKTUR DI NT T T IDAK MENUNJANG, PET ERNAK T IDAK SEJAHT ERA REKOMENDASI 1. Pemerintah Provinsi NTT agar menyusun dan menetapkan standar

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor peternakan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan agribisnis di Indonesia yang masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Komoditi peternakan mempunyai

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA D i s a m p a i k a n Oleh : D I R E K T U R J E N D E R AL P E R D AG AN G AN L U AR N E G E R I Pada Forum D i s

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) TAHUN 2016

PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) TAHUN 2016 PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) TAHUN 2016 Hotel Aston, Pontianak 2 4 Agustus 2016 Petani sering merugi Bulog belum hadir di petani Rantai pasok panjang Struktur pasar

Lebih terperinci

Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014

Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014 Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014 Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014 Penyusun: Tjeppy D Soedjana Sjamsul Bahri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Inflasi Bulan November 2016 Didorong Harga Pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

Impor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns. meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi

Impor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns. meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi A. Latar Belakang Impor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi dengan pasokan sapi lokal. Menurut data

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 10/11/53/Th. XX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Secara umum kondisi ekonomi dan tingkat optimisme

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Iin Solihin 1, Sugeng Hari Wisudo 1, Joko Susanto 2 1 Departemen

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan potensi ikannya, sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan dan perairan. Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN. Reni Kustiari

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN. Reni Kustiari KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN PENDAHULUAN Reni Kustiari 1. Perbedaan sumber daya alam membentuk keunikan komoditas di masingmasing

Lebih terperinci

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU Ternak mempunyai arti yang cukup penting dalam aspek pangan dan ekonomi masyarakat Indonesia. Dalam aspek pangan, daging sapi dan kerbau ditujukan terutama untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Sep-10 Okt-10 Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Edisi : 9/AYAM/TKSPP/ Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar domestik

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

Model Pengangkutan Crude Palm Oil

Model Pengangkutan Crude Palm Oil TUGAS AKHIR Model Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) Untuk Domestik Oleh : Wahyu Aryawan 4105 100 013 Dosen Pembimbing : Ir. Setijoprajudo, M.SE. Bidang Studi Transportasi Laut dan Logistik Jurusan Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras ARTIKEL Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi oleh Rumah Tangga Tahun 2007 Oleh: Slamet Sutomo RINGKASAN Ditinjau dari sisi produksi dan konsumsi secara total, produksi beras di Indonesia pada tahun 2007

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan Oktober 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang berperan menyediakan pangan hewani berupa daging, susu, dan telur yang mengandung zat gizi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI Oleh: Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Sri Hastuti Suhartini Ikin Sadikin Bambang Winarso Chaerul Muslim PUSAT

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi penelitian Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo

Gambar 2. Lokasi penelitian Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Pulubala merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo yang memiliki 11 desa. Kecamatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN TATA NIAGA TERNAK MELALUI MODA TRANSPORTASI LAUT TAHUN 2017

PEDOMAN PELAKSANAAN TATA NIAGA TERNAK MELALUI MODA TRANSPORTASI LAUT TAHUN 2017 PEDOMAN PELAKSANAAN TATA NIAGA TERNAK MELALUI MODA TRANSPORTASI LAUT TAHUN 2017 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN RI 2017 0 i DAFTAR ISI Kata Pengantar. i Daftar

Lebih terperinci

POLICY BRIEF KAJIAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA. Dr. Muchjidin Rahmat

POLICY BRIEF KAJIAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA. Dr. Muchjidin Rahmat POLICY BRIEF KAJIAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA Dr. Muchjidin Rahmat PENDAHULUAN 1. Dalam dekade terakhir impor produk hortikultura cenderung meningkat, akibat dari keterbukaan pasar,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Sapi di Sulawesi Selatan

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Sapi di Sulawesi Selatan Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Sapi di Sulawesi Selatan 1 Eka Triana Yuniarsih, 2 Abd. Gaffar Tahir dan 3 M. Isya Anshari 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

PENUGASAN IMPORTASI DAN STABILISASI HARGA DAGING

PENUGASAN IMPORTASI DAN STABILISASI HARGA DAGING PENUGASAN IMPORTASI DAN STABILISASI HARGA DAGING Perum BULOG Jakarta, 24 Februari 2017 Dasar Penugasan Peraturan Presiden No. 48 tahun 2016 Pemerintah menugaskan Perum BULOG dalam menjaga ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL OKTOBER 2013

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL OKTOBER 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 87/12/Th. XVI, 2 Desember PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL OKTOBER A. PERKEMBANGAN PARIWISATA JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA OKTOBER MENCAPAI 719,9 RIBU

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERGUDANGAN DI INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN

KEBIJAKAN PERGUDANGAN DI INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN Disampaikan pada Policy Dialogue Series dengan Tema Pengembangan Subsektor Jasa Pergudangan Dalam Meningkatkan Daya Saing Sektor Jasa Logistik di Indonesia Jakarta, 22 September 2015 KEBIJAKAN PERGUDANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK UNTUK ANGKUTAN BARANG DARI DAN KE DAERAH TERTINGGAL, TERPENCIL, TERLUAR, DAN PERBATASAN DENGAN

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr No.165, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PELAYANAN PUBLIK. Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, Perbatasan. Angkutan Barang. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Inflasi Ramadhan 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Triwulan III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 73/11/52/Th.VIII, 6 Nopember 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2017

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) MELALUI TOKO TANI INDONESIA (TTI) Konsep dan Implementasi

PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) MELALUI TOKO TANI INDONESIA (TTI) Konsep dan Implementasi PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) MELALUI TOKO TANI INDONESIA (TTI) Konsep dan Implementasi Pontianak, 3 Agustus 2016 Harga Bergejolak Rantai pasok panjang OP bersifat temporer KONDISI RIIL Keuntungan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PETERNAKAN SAPI

KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PETERNAKAN SAPI KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PETERNAKAN SAPI Disusun Oleh : Muhammad Ikbal Praditiyo (10.12.4370) STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 Jl. Ring Road Utara Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta Usaha peternakan

Lebih terperinci

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Sampai hari ini tingkat kebutuhan daging sapi baik di dalam maupun di luar negeri masih cenderung sangat tinggi. Sebagai salah satu komoditas hasil peternakan,

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012 X.274 KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB I.Putu Cakra Putra Adnyana, SP. MMA. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada tahun 213 mengalami pertumbuhan sebesar 5.78%. Total produk domestik bruto Indonesia atas dasar harga konstan 2 pada tahun 213 mencapai Rp. 277.3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL NOVEMBER 2009

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL NOVEMBER 2009 BADAN PUSAT STATISTIK No. 03/01/Th. XIII, 4 Januari 2010 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL NOVEMBER A. PERKEMBANGAN PARIWISATA Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia

Lebih terperinci

SISTEM TRANSPORTASI PERDAGANGAN TERNAK SAPI DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN DI INDONESIA

SISTEM TRANSPORTASI PERDAGANGAN TERNAK SAPI DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN DI INDONESIA SISTEM TRANSPORTASI PERDAGANGAN TERNAK SAPI DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN DI INDONESIA Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor PENDAHULUAN Selain harga produk dan

Lebih terperinci

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Hasil tangkapan di PPS Belawan idistribusikan dengan dua cara. Cara pertama adalah hasil tangkapan dari jalur laut didaratkan di PPS Belawan didistribusikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas peternakan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Kondisi ini

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI MARET 2016

ANALISIS INFLASI MARET 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) ANALISIS INFLASI MARET 2016 Komoditas Pangan Dorong Inflasi IHK Maret INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

BAHAN MASUKAN PAPARAN DIRJEN PDN PADA LOKAKARYA KAKAO 2013 SESI MATERI: RANTAI TATA NIAGA KAKAO. Jakarta, 18 September 2013

BAHAN MASUKAN PAPARAN DIRJEN PDN PADA LOKAKARYA KAKAO 2013 SESI MATERI: RANTAI TATA NIAGA KAKAO. Jakarta, 18 September 2013 BAHAN MASUKAN PAPARAN DIRJEN PDN PADA LOKAKARYA KAKAO 2013 SESI MATERI: RANTAI TATA NIAGA KAKAO Jakarta, 18 September 2013 Kebijakan Tata Niaga Komoditi MEKANISME PASAR Harga dan ketersediaan barang tergantungpadasupply-demand

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 Sementara itu tumbuhnya kegiatan impor luar negeri sedikit diredam oleh melambatnya kinerja impor antar pulau. Indikator dimaksud ditunjukkan oleh volume bongkar di beberapa pelabuhan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Inflasi Lebaran 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci