BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 30 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kebijakan Umum Pembangunan Modal Manusia Kebijakan umum pembangunan manusia adalah kebijakan umum pemerintah khususnya pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota dalam merumuskan strategi dan menjalankan arah kebijakan membangun dua sektor utama pembangunan manusia, yakni pendidikan dan kesehatan. Pada penelitian ini, kebijakan pembangunan manusia Kabupaten Lebak memiliki dua indikator, yakni, pertama, pendidikan, berupa meningkatnya akses, mutu dan citra pendidikan terutama untuk penuntasan wajib belajar 9 (sembilan) tahun dan pencanangan wajib belajar 12 (dua belas) tahun bagi anak usia sekolah. Arah kebijakannya adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan partisipasi pendidikan masyarakat pada jenjang Wajar Dikdas 9 (sembilan) tahun melalui jalur formal atau non-formal termasuk melalui upaya penarikan kembali siswa putus sekolah semua jenjang 2. Menurunkan secara signifikan jumlah penduduk yang buta aksara melalui peningkatan intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional yang didukung dengan upaya penurunan angka putus sekolah. 3. Menyelenggarakan pendidikan non-formal yang bermutu untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang tidak mungkin terpenuhi kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal. 4. Mengembangkan kurikulum, bahan ajar dan model-model pembelajaran dan keterampilan bermata pencaharian yang diperlukan oleh masyarakat. 5. Meningkatkan ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk dapat melayani kebutuhan pendidikan. 6. Memberikan kesempatan kepada anak-anak dari keluarga yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikan 7. Mengembangkan pelayanan pendidikan melalui penerapan SSN dan RSBI di semua satuan pendidikan.

2 31 8. Menetapkan kebijakan pendidikan menengah gratis bagi masyarakat kurang mampu. 9. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan. 10. Meningkatkan kompetensi tenaga pendidik. 11. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana serta tenaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). 12. Mengembangkan sekolah kejuruan berbasis kompetensi daerah. Indikator kedua adalah kesehatan, yakni meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terutama untuk kesehatan ibu dan anak. Arah kebijakannya adalah: 1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat. 2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit menular, lingkungan sehat, kelangsungan dan tumbuh kembang anak, gizi keluarga dan perilaku sehat. 3. Meningkatkan kemampuan identifikasi masalah kesehatan masyarakat. 4. Meningkatkan investasi kesehatan guna menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi masyarakat. 5. Meningkatkan alokasi anggaran untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat. 6. Meningkatkan ketersediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat, baik perempuan maupun laki-laki. 7. Mengutamakan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat seperti TBC, malaria, rendahnya status gizi, dan akses kesehatan reproduksi. 8. Membina dan mendorong keikutsertaan pelayanan kesehatan non-pemerintah / swasta dalam pelayanan Faktor Penyebab Disparitas Mengembangkan potensi sumberdaya daerah untuk mengurangi disparitas adalah upaya mengembangkan daerah sesuai dinamika ekonomi, sosial, politik dan orbitasi dengan memperhatikan potensi sumberdaya yang ada dalam rangka memperpendek rentang kendali dan mendekatkan pelayanan guna meningkatkan

3 32 kesejahteraan masyarakat, dengan titik berat pelaksanaan pembangunan terkonsentrasi dan bermula dari wilayah pedesaan. Secara lebih terperinci terdapat beberapa faktor utama (Murty, 2000) yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah ini, antara lain adalah : 1. Faktor Geografis Suatu wilayah atau daerah yang sangat luas akan terjadi variasi pada keadaan fisik alam berupa topografi, iklim, curah hujan, sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya. 2. Faktor Historis Perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah tergantung dari kegiatan atau budaya hidup yang dilakukan di masa lalu. Bentuk kelembagaan, budaya atau kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja. 3. Faktor politis Tidak stabilnya suhu politik sangat mempengaruhi perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Instabilitas politik akan menyebabkan orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi suatu wilayah tidak akan berkembang. 4. Faktor Kebijakan Terjadinya kesenjangan antar wilayah bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di semua sektor, dan lebih menekankan pertumbuhan dan pembangunan pusat-pusat pembangunan di wilayah-wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar biasa antar daerah. 5. Faktor Administratif Kesenjangan wilayah dapat terjadi karena kemampuan pengelolaan administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju. Wilayah yang ingin maju harus mempunyai administrator yang jujur, terpelajar, terlatih, dan dengan sistem administrasi yang efisien. 6. Faktor Sosial Masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan yang primitif, kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang kaku dan kurang kondusif cenderung

4 33 menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang relatif maju pada umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk berkembang. 7. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi yang menyebabkan kesenjangan antar wilayah adalah sebagai berikut : a. Perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki seperti lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan. b. Terkait akumulasi dari berbagai faktor. Salah satu lingkaran kemiskinan, kemudian kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup yang rendah, efisiensi rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah dan pengangguran meningkat. Sebaliknya, di wilayah maju, masyarakat maju, standah hidup tinggi, pendapatan semakin meningkat, tabungan semakin banyak yang pada akhirnya masyarakat semakin maju. c. Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja modal, perbankan dan asuransi yang dalam ekonomi makin memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkonsentrasi di wilayah maju. Terkait dengan distorsi pasar, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan keterampilan tenaga kerja dan sebagainya Perilaku Masyarakat Sebagai Konsumen Kebijakan Pembangunan Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (KBBI 1995). Sedangkan perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi atau menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan tersebut (Engel et al. 1994). Namun, apabila dihubungkan antara perilaku konsumen dengan perilaku masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, maka dapat diambil makna bahwa perilaku masyarakat dapat disebut sebagai suatu tanggapan atau reaksi masyarakat berupa tindakan langsung atau tidak langsung dalam mendapatkan, menikmati tiap produk serta sikap kritis masyarakat dalam menanggapi kebijakan pemerintah. Dalam melakukan tindakan-tindakan tersebut, masyarakat atau konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor (Putri et al. 2007), yakni :

5 34 a. Pengaruh lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi b. Perbedaan individu, yang meliputi sumberdaya konsumsi, motivasi, keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi c. Proses psikologis, yang meliputi pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku Persepsi Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasikan stimulus atau perangsang menjadi sebuah gambaran yang utuh dan menyeluruh (Schiffman dan Kanuk 2004, diacu dalam Putri 2007). Hal tersebut dapat tergambarkan sebagai cara pandang masyarakat umum terhadap realitas di luar dirinya atau dunia sekelilingnya. Persepsi juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana seorang memilih, mengorganisasikan informasi menjadi suatu gambaran yang berarti mengenai suatu objek (Putri, 2007). Sumarwan (2003) mendefinisikan persepsi sebagi sebuah proses dimana individu memperoleh informasi, memberi perhatian atas informasi tersebut dan pada akhirnya akan memahami informasi tersebut. Persepsi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah merupakan tanggapan langsung masyarakat terhadap informasi kebijakan pemerintah dan menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam memformulasikan suatu kebijakan Sikap Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah Secara konseptual, pembangunan wilayah ditujukan pada usaha percepatan pembangunan di segala bidang dalam rangkaian meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan hasrat untuk menciptakan masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera (Ambardi 2004). Namun beberapa pengalaman menunjukan bahwa penggunaan pendekatan ekonomi saja sebagai kunci daripada permasalahan pembangunan ternyata masih belum mencukupi. Secara jangka panjang selain diperlukan pendekatan ekonomi, pendekatan politik dan pendidikan serta lainnya juga diperlukan. Selain itu, agar pembahasan menjadi lebih holistik maka diperlukan juga pendekatan di bidang sosial budaya

6 35 dan kemasyarakatan sebagai suatu konsep partisipasi masyarakat dalam pembangunan wilayah. Dalam setiap usaha pembangunan wilayah haruslah didukung sepenuhnya oleh masyarakat dan masyarakat mampu mengambil perannya, bukan hanya sebagai objek pembangunan saja, melainkan sebagai subjek pembangunan itu sendiri. Syarat dari keikutsertaan seluruh anggota masyarakat, selain peluang dan akses yang sama, juga menyangkut sikap masyarakat itu sendiri untuk ikut berperan lebih aktif dalam proses pembangunan (Ambardi 2004). Namun demikian, ternyata masih terdapat adat istiadat atau nilai budaya yang secara tidak disadari mempengaruhi sikap dan perilaku kemudian seringkali menghambat proses pembangunan Analisis Deskriptif Analisis deskriptif menggambarkan dan meringkas berbagai kondisi, situasi atau berbagai variabel. Analisis ini berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan status objek penelitian ini. Hasil penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambaran secara objektif tentang keadaan yang sebenarnya dari objek yang menjadi tujuan penelitian. Akan tetapi, guna memperoleh manfaat yang lebih luas, disamping mengungkapkan fakta, diberikan interpretasi yang kuat (Wirartha, 2005) Analisis Location Quotioent (LQ) Metode analisis Location Quotient atau LQ adalah suatu metode yang digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan (Miller & Wright, 1991). Menurut Hood (1998), Location Quotient adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan kelebihan dan keterbatasannya. Teknik LQ merupakan suatu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemicu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan.

7 36 Inti dari model ekonomi basis menerangkan bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah. Ekspor itu sendiri tidak terbatas pada bentuk barang-barang dan jasa, melainkan juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak (Budiharsono, 2001). Teori ekonomi basis mengklasifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor, yakni sektor basis dan sektor non basis. Deliniasi wilayah dilakukan berdasarkan konsep-konsep perwilayahan yaitu konsep homogenitas, nodalitas dan administrasi. Menurut Rusastra (2002), yang dimaksud kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk ekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah. Sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan masyarakat yang hasilnya baik berupa barang atau jasa diperuntukan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraan dan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini. Teknik LQ banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector suatu kegiatan ekonomi Analisis Matriks Tipologi Daerah (Tipologi Klassen) Struktur ekonomi suatu wilayah dapat dijelaskan dengan menggunakan analisis tipologi daerah. Menurut Hill dalam Kuncoro (2004), analisis tipologi daerah digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai pola dan struktur pertumbuhan ekonomi dan masing-masing daerah. Tipologi daerah ada dasarnya membagi daerah menjadi dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita (PDRB per kapita). Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita (PDRB per kapita) sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu :

8 37 1) High growth and high income (daerah cepat maju dan cepat tumbuh) 2) High growth but low income (daerah berkembang cepat) 3) Low growth and low income (daerah relatif tertinggal) 4) High income but low growth (daerah maju tapi tertekan) Analisis Ketimpangan Pembangunan antar Wilayah Indeks Kemiskinan Manusia Berdasarkan cara pendekatannya, ukuran kemiskinan secara umum dibedakan atas kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut didasarkan pada ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Konsep ini dikembangkan di Indonesia dan dinyatakan sebagai inability of the individual to meet basic needs (Tjondronegoro, Soejono dan Hardjono, 1993). Konsep tersebut sejalan dengan Sen (Meier, 1989) yang menyatakan bahwa kemiskinan adalah the failure to have certain minimum capabilities. Definisi tersebut mengacu pada standar kemampuan minimum tertentu, yang berarti bahwa penduduk yang tidak mampu melebihi kemampuan minimum tersebut dapat dianggap sebagai miskin. Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) merupakan kombinasi dari berbagai dimensi kemiskinan manusia yang dianggap sebagai indikator inti dari ukuran keterbelakangan (deprivasi) manusia. Indeks ini disusun dari tiga indikator, yaitu penduduk yang diperkirakan tidak berumur panjang yang dihitung dengan peluang suatu populasi tidak bertahan hidup sampai berumur 40 tahun (P1), ketertinggalan dalam pendidikan (P2) dan keterbatasan akses terhadap pelayanan dasar (P3) Indeks Williamson Indeks Williamson merupakan salah satu alat ukur yang paling sering digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Pengukuran didasarkan pada variasi hasil-hasil pembangunan ekonomi antar wilayah yang berupa besaran PDRB. Kriteria pengukuran adalah : semakin besar nilai indeks yang menunjukan variasi produksi ekonomi antar wilayah, maka semakin besar pula tingkat perbedaan ekonomi dari masing-masing wilayah dengan rata-rata; sebaliknya, semakin kecil nilai ini, maka menunjukan kemerataan antar wilayah.

9 38 Indeks kesenjangan Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika Indeks Williamson sama dengan nol, berarti sama sekali tidak ada ketimpangan atau disparitas antar wilayah. Sedangkan jika indeks lebih besar daripada nol, maka hal tersebut menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar indeks yang dihasilkan, semakin besar pula tingkat kesenjangan antar wilayah di suatu provinsi atau kabupaten (Rustiadi, 2007) Regresi Linier Berganda Model regresi adalah persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas (terikat). Model regresi linier berganda adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara beberapa peubah bebas (X 1, X 2, X 3, independent variable) dan satu peubah tak bebas (Y, dependent variable), dimana dugaan hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus. Seringkali peubah bebas disebut sebagai peubah penjelas dan peubah tak bebas disebut juga sebagai peubah respon. Jika model regresi tersebut digunakan untuk menggambarkan hubungan sebab-akibat (causal relationship), maka peubah bebas disebut sebagai peubah penyebab dan peubah tak bebas disebut sebagai peubah akibat (Juanda, 2009). Adapun metode pendugaan yang digunakan dalam penelitian adalah Metode OLS (Ordinary Least Square). Metode ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya disparitas pembangunan modal manusia wilayah khususnya di wilayah tertinggal Kabupaten Lebak. Mode regresi secara umum dapat dituliskan sebagai berikut : Yi = β 0 + β 1 X 1 + β 2 X β i X i +e i = 1,2,., n Dimana : Yi β 0 β i X i e n = Variabel tak bebas (dependent variabel) = Intersep = Koefisien kemiringan = Variabel bebas yang menjelaskan variabel tak bebas (independent variabel) = Unsur gangguan (galat) = Banyaknya variabel dependen dalam fungsi

10 39 Dalam penggunaan metode OLS, terdapat asumsi atau persyaratan yang melandasi estimasi regresi, yakni : 1. E(e) = 0 atau E(e X i ) = 0 atau E(Y) = β 0 + β i X Artinya, e menyatakan variabel-variabel lain yang mempengaruhi Yi akan tetapi tidak terwakili dalam model. Sehingga pada saat X i terobservasi, pengaruh e terhadap Y diabaikan atau e tidak mempengaruhi E(Yi) secara sistematis. 2. Tidak ada korelasi antara ei dengan e j {cov(e i,e j ) = 0}; i j, Artinya, deviasi Yi dari rata-rata populasi (mean) tidak menunjukan pola {E(ei,e j ) = 0}. 3. Homoskedastisitas; yaitu besarnya varian ei sama, atau var (e i ) = σ 2 untuk setiap i. 4. Kovarian antara ei dan X i nol {cov(e i,x i ) = 0} Artinya, tidak ada korelasi antara ei dan X i, sehingga jika ada hubungan dimana X i meningkat dan mengakibatkan e i juga meningkat atau ketika X i menurun, maka e i juga mengalami penurunan. Sehingga dapat dikatakan bahwa hal tersebut menunjukan adany korelasi antara e i dan X i. 5. Tidak ada multikolinieritas Artinya, tidak ada hubungan yang nyata antar variabel independen X dalam model regresi Jika asumsi di atas dapat dipenuhi, maka metode OLS dapat memberikan penduga koefisien regresi yang bersifat BLUE (Best Liniar Unbiased Estimator). Deskripsi komponen error di sini, paling sedikit terdiri dari empat komponen ; 1. Kesalahan pengukuran dan proxy dari peubah respon Y maupun peubah penjelas X 1, X 2,, X p. 2. Asumsi bentuk fungsi f yang salah. Mungkin ada bentuk fungsi lainnya yang lebih cocok, linier maupun non-linier. 3. Omitted variables. Peubah (variabel) yang seharusnya dimasukkan ke dalam model, dikeluarkan dengan alasan-alasan tertentu, misalnya penyederhanaan atau data sulit diperoleh. 4. Pengaruh faktor lain yang belum terpikirkan atau tidak dapat diramalkan (unpredictable effects). i

11 Model Important Performance Analysis (IPA) Menurut Simamora (2001) Important Performance Analysis (IPA) adalah teknik yang digunakan untuk mengukur atribut-atribut atau dimensi-dimensi dari tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja yang diharapkan konsumen dan sangat berguna bagi pengembangan program strategi pemasaran yang efektif. Namun, apabila dihubungkan dengan perilaku masyarakat dan kebijakan pemerintah, Important Performance Analysis (IPA) ini dapat digunakan dalam membandingkan tingkat kepentingan atau harapan masyarakat dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik pemerintah. Important Performance Analysis (IPA) ini merupakan salah satu dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan tentang tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja demi meningkatkan kepuasan. Begitupun dengan kinerja pelayanan publik pemerintah terhadap masyarakat. Pemerintah akan menjadikan penilaian sikap mayarakat dalam menentukan kebijakan untuk memberikan pelayanan terbaik demi kepuasan masyarakat Analisis Strengths Weaknesses Opportunities and Threats (SWOT) Analisis SWOT adalah sebuah alat perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (kesempatan) dan Threats (peluang) dalam sebuah proyek atau kegiatan bisnis. Analisis ini memuat tujuan dari proyek atau kegiatan bisnis tersebut dan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal (positif dan negatif) untuk mencapai tujuan. Metode SWOT diperkenalkan oleh Albert Humphey yang memimpin proyek di Standford University pada tahun 1960-an dan 1970-an (menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500). Analisis SWOT memberikan kerangka pemikiran yang baik tentang peninjauan strategi, posisi dan arah perusahaan, produk, proyek maupun individu. Dalam penelitian ini, tujuan dilakukannya analisis SWOT adalah untuk menyusun alternatif kebijakan pembangunan modal manusia wilayah tertinggal sesuai dengan preferensi dan penilaian sikap masyarakat yang disinergiskan dengan platform kebijakan pembangunan wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak.

12 Kerangka Pemikiran Operasional Dari berbagai hasil kajian dan penelitian ilmiah, menerangkan bahwa Kabupaten Lebak memiliki sumberdaya alam yang cukup melimpah dan potensial bagi pembangunan dan pengembangan usaha di bidang-bidang yang prospektif seperti pertanian, kehutanan, pertambangan, perdagangan dan industri. Potensi sumberdaya alam tersebut sampai saat ini masih belum dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut dikarenakan masih terbatasnya kemampuan SDM dan minimnya dukungan sarana-prasarana infrastruktur daerah. Sehingga terjadi ketimpangan pembangunan dan mengakibatkan rendahnya minat investasi. Dalam program percepatan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya daerah, Pemkab Lebak menyadari sepenuhnya bahwa hal tersebut tidak mungkin ditangani oleh Pemkab Lebak saja. Tetapi harus didukung pula oleh peran serta aktif masyarakat dan dunia usaha untuk mengembangkan investasinya di Lebak. Karena keterkaitan antar spasial kewilayahan jelas sangat menentukan berkembang atau tidaknya suatu daerah. Terlebih Kabupaten Lebak termasuk kabupaten yang kini tengah melakukan berbagai macam perbaikan di berbagai bidang khususnya dalam pengelolaan dan pembangunan human resources atau pengembangan modal manusia yang kelak menjadi asset berharga untuk Lebak itu sendiri. Karena modal manusia berupa pendidikan dan kesehatan secara sistemik menjadi faktor yang fundamental dalam pembentukan kemampuan manusia yang lebih luas dan berada pada inti makna pembangunan daerah. Secara umum, kondisi modal manusia Kabupaten Lebak masih berada pada rantai terbawah di Provinsi Banten. Kenyataan tersebut ditunjukkan pada Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk Kabupaten Lebak adalah 63,11 tahun, sedangkan rata-rata Provinsi Banten telah mencapai 64,45 tahun. Hal ini berarti bahwa rata-rata masa hidup penduduk Kabupaten Lebak mulai dari lahir hingga meninggal adalah sekitar 63 tahun 1 bulan. AHH tahun 2008 mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sejak tahun 2002 yang sebesar 61,9 tahun. Peningkatan yang rendah tersebut bisa jadi disebabkan oleh jumlah dan penyebaran tidak merata dari tenaga kesehatan. Pada konteks pendidikan, persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis adalah 94,1 persen, sehingga penduduk yang buta

13 42 huruf sebanyak 5,9 persen. Angka buta huruf paling banyak disumbangkan oleh penduduk usia tua. Alasan utama lebih disebabkan karena pada masa lalu banyak penduduk yang masih kesulitan untuk menikmati jenjang pendidikan meskipun setingkat sekolah dasar. Pada indikator rata-rata lama sekolah, Kabupaten Lebak masih tergolong rendah yakni hanya 6,3 tahun pada tahun 2008, atau setara dengan lulus SD. Sedangkan pada tingkat Provinsi Banten, rata-rata lama sekolah telah mencapai 8,2 tahun atau hampir setara dengan kelas dua SLTP. Kondisi rendahnya angka-angka tersebut pun dilengkapi dengan tidak meratanya penyebaran pembangunan manusia di Kabupaten Lebak. Sebagian besar pembangunan hanya terjadi di wilayah tengah kabupaten. Sedangkan wilayah yang berda di pinggiran khususnya wilayah selatan dan utara masih jauh tertinggal. Sehingga isu ketimpangan yang selama ini menjadi topik utama pembangunan masih saja terjadi dan belum ada sinyal positif menuju perbaikan. Dengan dasar kondisi modal manusia yang masih di bawah rata-rata, maka kebijakan umum pembangunan modal modal manusia memiliki beberapa titik penekanan utama. Dalam hal pendidikan, Pemkab Lebak menekankan kebijakan berupa meningkatnya akses, mutu dan citra pendidikan terutama untuk penuntasan wajib belajar 9 (sembilan) tahun dan pencanangan wajib belajar 12 (dua belas) tahun bagi anak usia sekolah. Sedangkan dalam pembangunan kesehatan, Pemkab Lebak lebih memfokuskan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terutama untuk kesehatan ibu dan anak. Penelitian tesis ini dalam tujuan pertamanya, akan membahas topik terkait dengan peran otonomi daerah yakni kondisi umum dan kinerja pelayanan publik pemerintah daerah. Pelayanan publik ini terbagi menjadi tiga bagian besar, yakni pelayanan dasar pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum. Pelayanan dasar pendidikan berupa kualitas dan kuantitas tenaga kependidikan, fasilitas bangunan sekolah dan fasilitas sarana-prasarana pendukung kegiatan belajar. Pada sisi lainnya, pelayanan dasar kesehatan berupa kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, posyandu) dan jaminan kesehatan masyarakat miskin. Untuk pelayanan fasilitas umum terdiri dari fasilitas jalan umum kabupaten, air dan listrik, jembatan, irigasi serta fasilitas sosial ekonomi dan kemasyarakatan lainnya.

14 43 Setelah diketahui kondisi umum pelayanan publik, maka analisa selanjutnya adalah menganalisis kinerja pelayanan publik Pemkab Lebak khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan. Alasan utama menganalisis kinerja pendidikan dan kesehatan adalah ingin melihat sejauh mana usaha pemerintah daerah dalam memenuhi standar pelayanan minimal pendidikan dan kesehatan. Alat analisis yang digunakan adalah Important Performance Analysis. Melalui alat analisis tersebut maka akan terlihat bagaimana penilaian kinerja yang dinilai langsung oleh masyarakat sebagai stakeholder utama penerima pelayanan publik di daerah. Pada tujuan kedua, peneliti ingin melihat bagaimana keterkaitan keterkaitan pelayanan publik dengan kondisi kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak. Berdasarkan kajian teoritis, seharusnya ada pengaruh yang positif antara pelayanan publik dengan kualitas sumberdaya manusia, yang dalam hal ini dilihat melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dimana IPM ini terdiri dari beberapa bagian yakni Indeks Pengetahuan, Angka Harapan Hidup (AHH) dan Indeks Daya Beli. Apabila pelayanan publik suatu wilayah baik, maka hal tersebut akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, atau dengan kata lain kualitas sumberdaya manusia di wialayah tersebut tinggi. Sebaliknya, apabila kualitas pelayanan publik jauh di bawah standar pelayanan minimum, maka secara sistematis akan berdampak negatif terhadap kualitas sumberdaya manusia, atau dengan kata lain akan menurunkan kualitas sumberdaya manusia. Setelah mengetahui kondisi sumberdaya manusia dan keterkaitannya dengan dengan pelayanan publik, maka selanjutnya melihat struktur ekonomi serta tingkat disparitas di Kabupaten Lebak. Kualitas sumberdaya ini seyogyanya memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan disparitas pembangunan. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia akan menyebabkan kesulitan dalam mengelola atau swakelola sumberdaya dalam pembangunan, ketidakmampuan swakelola ini akan berdampak pada ketidakmerataan pembangunan yang selanjutnya mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh tingkat pendapatan melalui PDRB dan PDRB per Kapita. Pada wilayah yang cenderung telah memiliki sumberdaya yang baik tentu pembangunannya tidak akan menemui kendala yang berarti. Namun untuk

15 44 wilayah yang masih relatif tertinggal dalam hal kualitas sumberdaya, maka pembangunan wilayahnya akan terhambat. Akibatnya, rendahnya kemampuan pengelolaan dan proses manajerial Lebak secara umum ini menyebabkan tingginya angka ketimpangan atau disparitas, sehingga kelemahan ini akan menjadi penyebab tidak langsung terjadinya peningkatan angka disparitas pembangunan wilayah. Angka disparitas itu sendiri menggunakan indikator Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) dan Indeks Williamson (IW). Analisa selanjutnya dalam penelitian tesis ini adalah akan melihat penyebab atau sumber-sumber terjadinnya disparitas pembangunan wilayah. Alat analisis yang digunakan adalah dengan analisis regresi berganda. Dimana secara sistematis akan melihat pelayanan publik dan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri dan pengaruhnya terhadap angka disparitas. Sumber-sumber yang diduga menjadi penyebab utama disparitas berupa angka pertumbuhan PDRB, pertumbuhan IPM, rasio belanja infrastruktur pendidikan, rasio belanja infrastruktur kesehatan dan rasio belanja infrastruktur umum. Secara holistik, peneliti ingin melihat bagaimana keterkaitan kualitas pelayanan publik pada sumberdaya manusia itu sendiri terhadap tingkat kualitas sumberdaya manusia dan kesejahteraan. Melalui analisis regresi berganda, maka akan ditemukan pengaruh kualitas pelayanan publik sumberdaya manusia berupa rasio bangunan setiap satuan pendikan dan kesehatan, jumlah tenaga pengajar dan kesehatan yang dibandingkan dengan jumlah penduduk terhadap kualitas sumberdaya manusia yang ditujukkan oleh IPM dan tingkat kesejahteraan Kabupaten Lebak yang ditunjukkan oleh pendapatan atau PDRB per kapita. Tinggi rendahnya angka disparitas ini secara eksplisit akan menyebabkan rendahnya pelayanan publik. Karena disparitas itu sendiri disebabkan oleh rendahnya kualitas kemampuan swakelola, sehingga tentu saja apabila suatu wilayah tidak memiliki kemampuan swakelola yang baik, maka sudah bisa dipastikan pelayanan publik pun akan jauh dari standar pelayanan minimal. Dalam hal ini akan terjadi proses lingkaran setan ketertinggalan, dimana buruknya pelayanan publik akan berdampak pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia, kemudian rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini akan menyebabkan kesulitan dalam melakukan pengelolaan sumberdaya pembangunan, akibatnya

16 45 angka disparitas pun tinggi. Selanjutnya kembali ke proses siklus awal yakni tingginya angka disparitas ini akan menyebabkan buruknya pelayanan publik. Kualitas dan kuantitas tenaga kependidikan Fasilitas bangunan sekolah Fasilitas saranaprasarana pendukung kegiatan belajar Kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan Fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Posyandu) Jaminan kesehatan masyarakat miskin Fasilitas jalan umum Kabupaten Air dan listrik Jembatan Irigasi Fasilitas Sosial ekonomi dan kemasyarakatan lainnya Pendidikan Kesehatan Umum Disparitas rendah Pelayanan publik baik Disparitas tinggi Pelayanan publik buruk DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH DAERAH Strategi Penyelesaian : SWOT Kualitas SDM tinggi Disparitas rendah KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA Pelayanan Publik baik kualitas SDM tinggi Pelayanan Publik buruk kualitas SDM rendah Tingkat kesejahteraan/pdrb/ PDRB per kapita I ndeks Kemiskinan Manusia Indeks Williamson Kualitas SDM rendah Disparitas tinggi Indeks Pembangunan Manusia Indeks pengetahuan Angka Harapan Hidup (AHH) Indeks Daya Beli Gambar 7 Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional

17 46 Berdasarkan pembahasan permasalahan tersebut, maka perumusan strategi pembangunan dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini mengkombinasikan Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (kesempatan) dan Threats (peluang) dalam sebuah strategi pembangunan modal manusia wilayah Kabupaten Lebak. Analisis ini memuat tujuan dari kebijakan umum pembangunan modal manusia dan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal (positif dan negatif) untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan di awal. Strategi alternatif ini diharapkan kebijakan pembangunan modal manusia mampu memberikan dampak positif terhadap masyarakat baik secara ekonomi maupun finansial. Pada akhirnya mampu memotong siklus lingkaran setan ketertinggalan dan proses pembangunan modal manusia dapat dilaksanakan secara holistik dan berkelanjutan. Bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar Hipotesis Operasional Beberapa jawaban sementara (hipotesis) dari perumusan masalah penelitian ini yaitu : 1. Pelayanan publik pembangunan sumberdaya manusia Kabupaten Lebak masih di bawah standar pelayanan minimal sehingga menyebabkan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak masih relatif teringgal dan di bawah rata-rata IPM Provinsi Banten. 2. Struktur ekonomi kabupaten yang menjadi basis ekonomi masih didominasi sektor-sektor primer seperti pertanian, pertambangan, perdagangan dan jasajasa. Tingkat disparitas pembangunan wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten Lebak masih sangat tinggi. Sumber-sumber disparitas banyak disebabkan oleh hasil dari pelayanan publik yang buruk dan rendahnya IPM. 3. Strategi alternatif kebijakan pembangunan human resources belum sesuai dengan penilaian sikap masyarakat yang disinergiskan dengan platform kebijakan pembangunan wilayah Pemkab Lebak.

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Cakupan wilayah penelitian adalah seluruh Kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan. Meliputi 20 wilayah Kabupaten dan 3 kotamadya. Penelitian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan salah satu kebijakan pengembangan wilayah yang mencoba merubah sistem sentralistik menjadi desentralistik. Melalui kebijakan ini, diharapkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data).

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 31 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 3.2 Metode Analisis Data 3.2.1 Analisis Weighted

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tenaga kerja, PDRB riil, inflasi, dan investasi secara berkala yang ada di kota Cimahi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data cross section dari data sembilan indikator

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi BAB III ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 3.1 Permasalahan Pembangunan 3.1.1 Permasalahan Kebutuhan Dasar Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan masih diharapkan pada permasalahan. Adapun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari 14 (empat belas) kabupaten/kota (Gambar 3.1) dengan menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah 7 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah Wilayah menurut UU No. 26 tahun 2007 adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah TINJAUAN KINERJA EKONOMI REGIONAL: STUDI EMPIRIS : PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2003 2007 OLEH : ERNAWATI PASARIBU, S.Si, ME *) Latar Belakang Kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan selama ini dalam prakteknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia juga telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dharmawan (2016) dalam penelitiannya tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2012 dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan rentang waktu dari tahun 2001 2012. Tipe data yang digunakan adalah data runtut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meratakan pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk. daerah, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi beorientasi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk. daerah, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi beorientasi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 47 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang dipilih secara sengaja sebagai tempat penelitian adalah Kabupaten Lebak yang termasuk salah satu kabupaten di Provinsi Banten. Kegiatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Istilah pembangunan atau development menurut Siagian (1983) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses dimana pemerintah daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan melakukan mitra kerja dengan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah masyarakat dunia ini, dan juga selalu menjadi isu penting untuk ditinjau. Di negara berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan 8 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan Istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya development. Namun berbagai kalangan cenderung untuk menggunakan

Lebih terperinci

Terwujudnya Kota Mojokerto sebagai Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral.

Terwujudnya Kota Mojokerto sebagai Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral. Visi Pemerintah 2014-2019 adalah : Terwujudnya Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral. Perumusan dan penjelasan terhadap visi di maksud, menghasilkan pokok-pokok visi yang diterjemahkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menghadapi berbagai fenomena pembangunan di tingkat daerah, nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan sejalan dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif,

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah ialah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH

EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH Pemerintahan yang sentralistik di masa lalu terbukti menghasilkan kesenjangan pembangunan yang sangat mencolok antara pusat dan daerah. Dengan adanya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah ditemukan dimanamana. Fakta kemiskinan baik menyangkut individu maupun masyarakat akan mudah dilihat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan penyakit ekonomi pada suatu daerah yang harus di tanggulangi. Kemiskinan akan menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengelola

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

METODE ANALISIS HARGA PANGAN 1

METODE ANALISIS HARGA PANGAN 1 METODE ANALISIS HARGA PANGAN 1 Handewi P.S. Rachman Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Abstrak Harga dan kaitannya dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD 22 BAB III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Peningkatan APBD idealnya dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan untuk mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Pembangunan di berbagai negara berkembang dan di Indonesia seringkali diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTARA KECAMATAN DI KOTA AMBON Analysis of the Development Imbalance between Districts in Ambon City

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTARA KECAMATAN DI KOTA AMBON Analysis of the Development Imbalance between Districts in Ambon City Jurnal Barekeng Vol. 8 No. 2 Hal. 41 45 (2014) ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTARA KECAMATAN DI KOTA AMBON Analysis of the Development Imbalance between Districts in Ambon City JEFRI TIPKA Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Hubungan antara variabel terikat Y dengan variabel bebas biasanya dilukiskan dalam sebuah garis, yang disebut dengan garis regresi. Garis regresi ada yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penghitungan Indeks Williamson Untuk melihat ketimpangan PDRB per kapita antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat digunakan alat analisis Indeks Williamson.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang diharapkan oleh setiap daerah tidak terkecuali bagi kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini bangsa Indonesia harus menghadapi perubahan internal dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dengan berbagai masalah yang belum tuntas terpecahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di empat Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Bojonegoro.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dibutuhkan peran pemerintah, tingkat

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dibutuhkan peran pemerintah, tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Termasuk dalam tujuan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan

Lebih terperinci

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data sekunder untuk keperluan penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan juli hingga bulan agustus 2011 selama dua bulan. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Ketimpangan pembangunan merupakan kenyataan yang terjadi di semua negara, maju maupun berkembang sehingga wajar dalam suatu negara terdapat daerah yang

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Strategi, Arah dan Kebijakan Kabupaten Ponorogo TUJUAN SASARAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN

Tabel 6.1 Strategi, Arah dan Kebijakan Kabupaten Ponorogo TUJUAN SASARAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN Tabel 6.1 Strategi, Arah dan Kebijakan Kabupaten Ponorogo VISI : PONOROGO LEBIH MAJU, BERBUDAYA DAN RELIGIUS MISI I : Membentuk budaya keteladanan pemimpin yang efektif, guna mengembangkan manajemen pemerintahan

Lebih terperinci

STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam perumusan strategi didasarkan pada kriteria : 1. Strategi yang realistis untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan 2. Menganalisis dan mengevaluasi faktor faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jatuhnya Rezim Suharto telah membawa dampak yang sangat besar bagi pemerintahan di Indonesia termasuk hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Pemberlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan sub sistem dari pembangunan nasional, sehingga adanya keterikatan antara pembangunan daerah dan pembangunan nasional yang tidak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 47 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Kabupaten Natuna merupakan salah satu daerah tertinggal dari tujuh kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau. Daerah tertinggal adalah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada mulanya pembangunan selalu diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita atau populer disebut sebagai strategi pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh kemiskinan, pengeluran pemerintah bidang pendidikan dan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT IV. PROFIL PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan indikator dan faktor-faktor penyebab kemiskinan Mahasiswa mampu menyusun konsep penanggulangan masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas tentang laju pertumbuhan ekonomi, struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, serta hubungan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) 46 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data sekunder

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN 2011-2016 A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN 2011-2016 Visi Pembangunan Jangka Menengah secara hirarki adalah suatu kondisi yang akan dicapai dalam rangka merealisir keadaan

Lebih terperinci

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ekonomi yang ada di Pulau Jawa. Selain mengetahui struktur juga untuk

BAB III METODE PENELITIAN. ekonomi yang ada di Pulau Jawa. Selain mengetahui struktur juga untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui sektor unggulan dan struktur ekonomi yang ada pada seluruh provinsi di Pulau Jawa, sehingga

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Magelang yang merupakan salah satu kota yang ditetapkan menjadi kawasan andalan wilayah jawa tengah pada Perda Jawa Tengah

Lebih terperinci

3. METODE. Kerangka Pemikiran

3. METODE. Kerangka Pemikiran 25 3. METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu serta mengacu kepada latar belakang penelitian, rumusan masalah, dan tujuan penelitian maka dapat dibuat suatu bentuk kerangka

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Estimasi Variabel Dependen PDRB Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (PEPD) maka ada 3 (tiga) komponen yang memajukan

Lebih terperinci