BAB II LANDASAN TEORI. : Spermatophyta. : Dicotyledoneae. : Syzygium polyanthum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. : Spermatophyta. : Dicotyledoneae. : Syzygium polyanthum"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Daun Salam (Syzygium polyanthum) a. Taksonomi Kingdom Divisi Sub Divisi Kelas Subkelas Bangsa Suku Marga Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Dialypetalae : Myrtales : Myrtaceae : Syzygium : Syzygium polyanthum (Tjitrosoepomo, 2005) b. Habitat Pohon salam tersebar di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Indocina, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Pohon salam tumbuh liar di hutan, pegunungan, dan pekarangan sekitar rumah. Pohon ini dapat ditemukan di daerah dataran rendah 4

2 5 sampai ketinggian m di atas permukaan air laut (Dalimartha, 2000). c. Deskripsi Tanaman Tinggi pohon mencapai 25 m, batang bulat dan permukaannya licin, bertajuk rimbun, dan berakar tunggang. Daun tunggal, letak berhadapan, panjang tangkai daun 0,5-1 cm. Helaian daun berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, ujung meruncing, pangkal runcing, tepi rata pertulangan menyirip. Permukaan atas licin berwarna hijau tua, permukaan bawah berwarna hijau muda, panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, jika diremas berbau harum. Bunga majemuk tersusun dalam malai yang keluar dari ujung ranting, berwarna putih, baunya harum. Biji bulat dengan diameter sekitar 1 cm dan berwarna cokelat. Buahnya berbentuk bulat dengan diameter 8-9 mm. Buah yang telah masak berwarna merah gelap (Dalimartha, 2000). d. Kandungan Kimia Daun salam (Syzygium polyanthum) mengandung saponin, triterpenoid, alkaloid, dan 0.05% minyak esensial yang terdiri dari sitral, tanin, flavonoid, lakton, dan fenol (Soedarsono, 2002). Selain itu, daun salam juga mengandung eugenol dan methyl chavicol (Hanindra, 2012). Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder dan merupakan kelompok glikosida triterpenoid atau steroid aglikon, terdiri dari satu

3 6 atau lebih gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin, dapat membentuk kristal berwarna kuning dan amorf, serta berbau menyengat. Saponin merupakan senyawa ampifilik. Gugus gula (heksosa) pada saponin dapat larut dalam air tetapi tidak larut dalam alkohol absolut, kloroform, eter, dan pelarut organik non polar lainnya (Prasetyo et al., 2011). Menurut Gunawan dan Sri (2004) saponin ditemukan di tanaman yang biasanya dikonsumsi oleh serangga. Saponin mempunyai mekanisme sebagai racun pencernaan karena dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan serangga. Saponin juga dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus digestivus menjadi korosif (Aminah et al., 2001). Menurut Wierenga yang dikutip Lumowa dan Trani (2015), saponin mempunyai kemampuan untuk menghambat aktivitas enzim protease. Selain itu, saponin juga mempunyai sifat sitotoksik dan hemolitik (Takechi, 2003) Tanin merupakan polifenol tanaman yang larut dalam air dan dapat menggumpalkan protein (Westendarp, 2006). Tanin secara umum bekerja sebagai racun pencernaan pada serangga. Tanin menghambat aktivitas enzim pencernaan serangga dengan cara membentuk ikatan protein-enzim yang menyebabkan substrat/makanan tidak dapat dicerna oleh serangga (Farida, 2000).

4 7 Flavonoid berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu jenis zat terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Flavonoid bekerja menghambat aktivitas pernafasan larva. Flavonoid memasuki tubuh larva melalui saluran pernafasan. Kemudian flavonoid ini menyerang saraf dan sistem pernafasan yang menyebabkan larva tidak dapat bernafas dan akhirnya mati (Cania, 2013). Alkaloid merupakan metabolit basa yang mengandung nitrogen yang diisolasi dari tanaman. Alkaloid dibentuk sebagian besar dari banyak asam amino seperti lisin, ornitin, phenilalanin, tryrosin, triptofan, serta kerangka asam-asam amino. Mevalonat dan asetat merupakan prekursor dalam proses biosintesis senyawa-senyawa alkaloid-steroida (Harahap, 2011). Alkaloid dalam bentuk garam dapat mendegradasi membran sel dan merusaknya. Alkaloid juga menyerang sistem saraf dengan cara menghambat aktivitas enzim acetylcholinesterase (Cania, 2013). 2. Aedes aegypti L. a. Taksonomi Kingdom Filum Kelas Ordo Familia : Animalia : Arthropoda : Insecta : Diptera : Culicidae

5 8 Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti L. (Soegijanto, 2006) b. Morfologi dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti L. dewasa memiliki ukuran sedang (panjang 3-4 mm) dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Sisik pada nyamuk yang sudah tua mudah rontok, sehingga menyulitkan indentifikasi nyamuk. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri spesies ini. Aedes aegypti L. secara makroskopis memang terlihat hampir sama seperti Aedes albopticus, tetapi terdapat perbedaan pada letak morfologis pada punggung (mesonotum). Aedes aegypti L. mempunyai gambaran punggung berbentuk garis seperti lyre dengan dua garis lengkung dan dua garis lurus putih. Sedangkan Aedes albopictus hanya mempunyai satu strip putih pada mesonotum (Rahayu, 2013). Kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama fase perkembangan mempengaruhi ukuran dan warna dari nyamuk jenis ini. Nyamuk jantan lebih kecil daripada nyamuk betina. (Mariaty, 2010). Nyamuk Aedes aegypti L. dan ordo diptera lainnya, dalam siklus hidupnya mengalami metamorfosis sempurna yaitu melalui tahapan telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa. Lama daur hidup nyamuk Aedes

6 9 aegypti L. dari telur hingga dewasa rata-rata 8-14 hari tergantung pada suhu air ( C) (Resitarani, 2014). 1) Telur Telur nyamuk Aedes aegypti L. mempunyai panjang 1 mm dengan bentuk bulat oval atau memanjang. Telur berwarna hitam, memiliki dinding bergari-garis dan membentuk bangunan seperti kasa. Pada awalnya telur berwarna putih dan lembut ketika pertama kali dikeluarkan induknya. Namun, kemudian telur berubah menjadi hitam dan sedikit keras. Dalam keadaan kering telur dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu C. Namun pada umumnya telur dapat menetas setelah 2 hari (Mariaty, 2010; Rosmayanti, 2014). 2) Larva Telur menetas menjadi larva instar I dalam waktu 2 hari, kemudian larva akan mengalami 3 kali pergantian kulit (ecdysis) berturut-turut menjadi larva instar II, III, dan larva instar IV (Abdullah, 2003). Waktu yang dibutuhkan proses dari larva instar I hingga larva instar IV sekitar 10 hari. Terjadinya ecdysis atau munculnya pita-pita hitam di dada larva yang terbungkus sirkular, menandakan akhir dari setiap fase instar. Setiap instar mempunyai ciri masing-masing yaitu:

7 10 a) Pada instar I ukuran larva berkisar 1 mm, duri-duri (spine) pada dadanya belum jelas dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Dibutuhkan waktu 1-2 hari untuk perubahan telur menjadi larva instar I b) Larva instar II : kepala dan bagian terminal larva lebih besar dari pada larva instar I. Tubuh dan kepala semakin gelap dan lebih panjang serta silindris, spine belum jelas dan siphon sudah berwarna hitam. Dibutuhkan waktu 2-3 hari untuk mencapai instar II. c) Larva instar III : Larva tampak lebih besar dan panjang dari sebelumnya. Dibutuhkan waktu 2-3 hari untuk mencapai instar III. d) Larva instar IV: Larva tampak lebih besar dan gemuk karena pada fase ini terjadi pengembangan tunas imaginal dada dan akumulasi lemak di tubuh larva. Ciri khas lainnya dari larva ini adalah adanya rudiment of the pupal respiratory trumpets. Dibutuhkan waktu 2-3 hari untuk mencapai instar ini (Rosmayanti, 2014). Menurut Khotimah (2014) larva instar I dan II belum mempunyai pertumbuhan dan perkembangan organ sebaik pertumbuhan dan perkembangan larva instar III dan IV

8 11 sehingga dapat dikatakan bahwa instar yang lebih muda lebih sensitif dari instar yang tua terhadap larvasida. 3) Pupa Pupa Aedes aegypti L. menyerupai tanda koma karena berbentuk bengkok dengan kepala besar. Pupa sering berada di permukaan air dan mempunyai gerakan yang lambat. Pupa juga tidak makan tetapi memerlukan O2 untuk bernafas. Pernafasan pupa melalui suatu struktur seperti terompet kecil pada thorak yang disebut siphon. Pupa pada tahap akhir akan membungkus tubuh larva dan mengalami metamorfosis menjadi nyamuk Aedes aegypti L. (Mariaty, 2010). 4) Dewasa Untuk tumbuh menjadi nyamuk dewasa, sebuah pupa membutuhkan waktu 1-3 hari sampai beberapa minggu. Nyamuk jantan menetas terlebih dahulu daripada nyamuk betina karena nyamuk betina setelah dewasa membutuhkan darah untuk dapat mengalami kopulasi. Nyamuk dewasa betina hanya kawin satu kali seumur hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi hari dari saat nyamuk dewasa. Tidak seperti nyamuk betina, nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi memakan bakal madu dan cairancairan tumbuhan lain. (Djakaria et al., 2011; Hiswani, 2004; Mariaty, 2010).

9 12 c. Habitat Nyamuk Aedes aegypti L. ditemukan di negara-negara yang terletak antara 35 0 LU dan 35 0 LS pada temperatur udara paling rendah sekitar 10 0 C. Spesies ini jarang ditemukan di ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Malar, 2006). Di Indonesia, Aedes aegypti L. tersebar luas di seluruh wilayah di hampir semua provinsi, umumnya ditemukan di pemukiman yang padat penduduk. Nyamuk Aedes aegypti L. sering berkeliaran ke rumah-rumah, biasanya hinggap di benda-benda yang menggantung seperti pakaian dan kelambu serta hinggap di tempat-tempat gelap (Rosmayanti, 2014). Tempat perindukan utama Aedes aegypti L. adalah air bersih yang tenang dan di tempat gelap pada daerah padat penduduk yang rumahnya saling berdekatan satu sama lain. Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti L. dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perindukan buatan dan perindukan alami. Tempat perindukan buatan meliputi tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, botol, drum, ban mobil yang terisi air hujan. Tempat perindukan alami berupa tempurung kelapa, tonggak bambu dan lubang pohon yang berisi air hujan (Djakaria, 2011). d. Perilaku Pola perilaku nyamuk Aedes aegypti L. meliputi perilaku menghisap darah, perilaku istirahat dan perilaku berkembang biak.

10 13 1) Perilaku Menghisap Darah Nyamuk Aedes aegypti L. memiliki sifat highly anthropophilic yang artinya lebih menyukai menghisap darah manusia dari pada binatang. Nyamuk dewasa betina menghisap darah vertebra baik yang berdarah dingin maupun panas. Darah yang dihisap ini diperlukan sebagai makanan dan sebagai sumber protein untuk mematangkan telurnya. Aedes aegypti L. juga bersifat day bitter atau aktif menghisap darah pada siang hari. Untuk mendapatkan inangnya, nyamuk aktif terbang pada pagi hari yaitu pukul dan sore hari sekitar pukul (Rosmayanti, 2014). 2) Perilaku Istirahat Perilaku istirahat untuk memiliki dua arti yaitu istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang mencari darah. Pada umumnya untuk istirahat, nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab, dan aman untuk istirahat (Mariaty, 2010). Beberapa nyamuk memilih tempat di dalam rumah (endofilik) yaitu di dinding rumah, ada pula yang memilih di luar rumah (eksofilik) yaitu tanaman, kandang binatang, dan tempat-tempat yang dekat dengan tanah (Djakaria et al., 2011).

11 14 3) Perilaku Berkembang biak Nyamuk Aedes aegypti L. bertelur dan berkembang biak di tempat-tempat yang ada air (genangan) jernih seperti di bak mandi, genangan air dalam pot, air dalam botol, drum, baskom, ember, vas bunga, batang atau daun tanaman, dan bekas piring. Nyamuk betina Aedes aegypti L. meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2 cm di atas permukaan air. Telur menetas dalam 1-2 hari menjadi larva. Sekali bertelur nyamuk dapat mengeluarkan telur sebanyak butir telur (Resitarani, 2014). e. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan biotik. Menurut Barrera et al. dalam Supartha (2008), faktor abiotik seperti curah hujan, temperatur, dan evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan perkembangan telur, larva, dan pupa menjadi nyamuk dewasa. Demikian juga faktor biotik seperti predator, parasit, kompetitor dan makanan yang berinteraksi dalam kontainer sebagai habitat akuatiknya juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya menjadi nyamuk dewasa. Faktor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap fluktuasi populasi Aedes aegypti L. Ketika cuaca berubah dari musim kemarau ke musim hujan sebagian besar barang-barang bekas (seperti kaleng bekas,

12 15 ban bekas, dan plastik) yang dibuang sembarangan bisa menjadi sarang penampung air hujan. Bila pada tempat-tempat atau barang-barang bekas itu berisi telur hibernasi maka dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes aegypti L. yang dalam waktu (8-10 hari) menjadi dewasa. Kondisi itu dimungkinkan karena larva nyamuk tersebut dapat berkembang biak dengan volume air minimum kira-kira 0.5 sentimeter atau setara dengan satu sendok teh (Supartha, 2008) Pertumbuhan larva Aedes aegypti L. dapat dipengaruhi oleh jenis air tempat larva tumbuh. Menurut Sayono et al. (2011) larva Aedes aegypti L. mampu bertahan hidup pada jenir air PAM dan air sumur gali (SGL) tetapi tidak mampu bertahan hidup pada jenis air comberan dan air limbah sabun mandi. Selain jenis air, pertumbuhan larva Aedes aegypti L. juga dipengaruhi oleh umurnya. Menurut Khotimah (2014) larva instar I dan II belum mempunyai pertumbuhan dan perkembangan organ sebaik pertumbuhan dan perkembangan larva instar III dan IV. Sehingga dapat dikatakan bahwa larva Aedes aegypti L. yang masih muda yaitu instar I dan II lebih rentan mati karena pengaruh luar, baik pengaruh biotik maupun pengaruh abiotik. Menurut WHO (2005) jumlah larva tiap kontainer yang direkomendasikan pada semua penelitian mengenai larva nyamuk adalah sebesar 25 ekor. Kemudian waktu yang paling tepat untuk

13 16 mengamati hasil perlakuan/pemaparan adalah setelah 24 jam dari awal perlakuan. 3. Granul Granul merupakan gumpalan dari partikel-partikel kecil yang umumnya berbentuk tidak rata menjadi partikel tunggal yang lebih besar. Granul mempunyai stabilitas yang lebih tinggi secara fisik dan kimia daripada serbuk. Granul tidak segera mengering atau mengeras seperti balok bila dibandingkan dengan serbuk. Hal ini disebabkan oleh karena bentuk luas granul lebih kecil daripada luasan serbuk. Granul lebih mudah dibasahi oleh pelarut daripada serbuk yang cenderung akan mengambang di atas permukaan pelarut, sehingga granul lebih disukai untuk dijadikan larutan (Ansel, 2005). Granul juga lebih stabil, lebih praktis, dan lebih mudah penyimpanannya dibandingkan dengan larutan (Syamsuni, 2006). Proses pembentukan granul melalui mekanisme tertentu disebut granulasi. Terdapat tiga macam metode granulasi yaitu granulasi kering, granulasi basah, dan cetak langsung. a. Granulasi Kering Granulasi kering merupakan sebuah metode proses pembuatan granul tanpa menggunakan cairan sama sekali. Metode ini khususnya digunakan untuk bahan aditif yang tidak tahan terhadap cairan, tetapi tahan terhadap pemanasan, serta untuk bahan aktif yang mempunyai sifat aliran dan komprebilitas yang tidak baik. Dalam proses granulasi

14 17 kering kompresi bubuk dilakukan tanpa menggunakan pemanasan dan pelarut. Metode ini paling disukai di antara seluruh metode granulasi. Ada dua langkah utama dalam pembentukan suatu bubuk menjadi bahan yang lebih padat yaitu kompresi dan penggilingan untuk mendapatkan bentuk granul (Reddy, 2014). Di dalam metode granulai kering dikenal juga proses slugging. Pada proses ini komponen-komponen granul dikompakkan dengan mesin cetak khusus. Bila campuran serbuk pertama ditekan ke dalam die yang besar dan dikompakkan dengan punch berpermukaan datar, massa yang diperoleh disebut slug. Slug kemudian diayak dan diaduk dengan bahan pelincir untuk mendapatkan bentuk granul yang daya alir dan komprebilitasnya lebih seragam dari campuran awal kemudian dicetak menjadi granul yang diinginkan (Reddy, 2014). b. Granulasi Basah Metode ini sangat cocok digunakan untuk zat aktif dan bahan tambahan yang tahan (tidak rusak) terhadap pemanasan dan kelembaban. Pada metode ini digunakan bahan pembasah atau pelarut pengikat sebagai pengganti pengompakkan. Setelah itu, dilakukan proses pengayakan basah yang mengubah massa lembab menjadi kasar. Massa yang telah diayak dikeringkan dengan menggunakan oven dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut yang dipakai dan mengurangi kelembaban. Setelah dikeringkan granul diayak kembali,

15 18 kemudian ditambahkan bahan pelicir yang befungsi sebagai fase luar. Setelah semua bahan tercampur maka granul siap untuk digunakan (Reddy, 2014) c. Cetak Langsung Cetak langsung adalah pembuatan granul dengan mencetak langsung bahan aktif bersama bahan tambahan yang telah dicampur homogen. Keuntungan menggunakan metode ini dibandingkan metode lain adalah membutuhkan waktu yang lebih cepat dan peralatan yang digunakan lebih sedikit. Prosedur yang digunakan pada cetak langsung pada dasarnya adalah pengayakan, pencampuran dan pengempaan. Kerugian metode ini adalah zat aktif dan bahan tambahan yang akan dibuat dengan cara ini harus memiliki syarat seperti sifat aliran serbuk yang baik dan mudah dicetak (kompresibel) (Reddy, 2014). Menurut Voight yang dikutip Khotimah (2014), pembuatan granul memerlukan bahan-bahan tambahan lainnya yang berfungsi sebagai bahan pengisi atau pengikat. Pemilihan bahan tambahan yang akan digunakan harus memperhatikan sifat-sifat bahan tambahan tersebut yaitu harus inert, tidak berbau, tidak berasa, dan jika mungkin tidak berwarna. Beberapa tambahan yang umum digunakan sebagai pengisi untuk sediaan solid antara lain:

16 19 a. Laktosa Laktosa merupakan bahan pengisi yang paling luas digunakan dalam formulasi sediaan tablet. Bentuk hidrat biasanya digunakan dalam sistem granulasi basah dan granulasi kering. Formula laktosa biasanya menunjukkan kecepatan pelepasan zat aktif dengan baik, mudah dikeringkan dan tidak peka terhadap variasi moderat dalam kekerasan tablet pada pengempaan. Laktosa dapat memadatkan massa granul dalam granulasi basah atau metode kempa langsung (granulasi kering). Laktosa merupakan eksipien yang baik sekali digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif berkonsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang homogen. Harga laktosa lebih murah daripada pengisi lainnya. b. Pati Tablet yang menggunakan pati dalam konsentrasi tinggi sering lunak dan sulit dikeringkan. Secara komersial pati dapat mengandung kelembaban yang beragam antara %. Pati pada umumnya digunakan sebagai pengisi dan pengikat dalam tablet yang dibuat dengan metode granulasi basah dan kering. c. Manitol Pengisi yang baik untuk tablet kunyah karena rasanya enak, sedikit manis, halus, dan dingin. Dewasa ini tersedia manitol granular kempa langsung. Manitol menghasilkan granul yang lebih halus

17 20 dibandingkan sukrosa, atau dekstrosa. Manitol mempunyia sifat alir yang buruk sehingga memerlukan konsentrasi lubrikan lebih besar (3-6 kali) dan konsentrasi glidan yang lebih tinggi untuk pengempaan yang memuaskan. d. Dekstrin Dekstrin merupakan hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna. Proses ini juga melibatkan alkali dan oksidator. Pengurangan panjang rantai tersebut akan menyebabkan perubahan sifat dimana pati yang tidak mudah larut dalam air diubah menjadi dekstrin yang mudah larut. Dekstrin bersifat sangat larut dalam air panas atau dingin, dengan viskositas yang relatif rendah (Syofyan, 2009) 4. Granul Ekstrak Daun Salam Granul ekstrak daun salam terbentuk melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan simplisia, tahap maserasi dan tahap granulasi basah. a. Tahap pembuatan simplisia Menurut Prasetyo dan Entang (2013) pembuatan simplisia daun salam meliputi beberapa tahapan yaitu pengumpulan bahan, sortasi basah, pencucian, perajangan, dan pengeringan. 1) Pengumpulan Bahan Pengumpulan bahan suatu simplisia harus dilakukan dengan baik dan benar supaya mendapatkan senyawa aktif dalam jumlah yang maksimal. Pengumpulan/pengambilan daun salam perlu

18 21 memperhatikan beberapa hal yaitu teknik pengambilan dan waktu pengambilan. Pengambilan daun salam dapat dilakukan secara langsung (pemetikan) atau menggunakan alat. Waktu yang paling tepat untuk mengambil/memanen daun salam yaitu ketika tanaman sedang berbunga dan sebelum buah menjadi masak. 2) Sortasi Basah Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari daun salam. Sortasi basah juga berguna untuk menghilangkan daun salam yang telah rusak. 3) Pencucian Bahan Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang melekat pada daun salam. Pencucian dilakukan dengan air bersih misalnya dari mata air, air sumur atau air PAM. Pencucian daun salam satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42%. 4) Perajangan Perajangan daun salam dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis dengan ukuran yang dikehendaki. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi

19 22 pewarnaan akibat reaksi antara daun salam dan logam pisau. Penjemuran ini biasanya dilakukan dengan sinar matahari selama satu hari. 5) Pengeringan Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia daun salam yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan ini akan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik yang akan mencegah penurunan mutu atau perusakan simplisia daun salam. Pengeringan daun salam dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan daun salam tidak dianjurkan menggunakan alat dari plastik. b. Tahap Maserasi Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi, maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.

20 23 Kelebihan cara maserasi adalah alat dan cara yang digunakan sederhana serta dapat digunakan untuk zat yang tahan atau tidak tahan pemanasan. Kelemahan cara maserasi adalah banyak pelarut yang terpakai dan waktu yang dibutuhkan cukup lama (Depkes RI, 2000). c. Tahap Granulasi Basah Pembuatan granul ekstrak daun salam menggunakan metode granulasi basah. Granulasi basah adalah metode pembentukan granul dengan jalan mengikat serbuk dengan perekat sebagai pengganti pengompakan. Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan dalam campuran serbuk. Selain bahan pengikat, granulasi basah juga membutuhkan bahan pengisi. Pemilihan bahan pengisi yang akan digunakan harus memperhatikan sifat-sifat bahan pengisi tersebut yaitu harus inert, tidak berbau, tidak berasa, dan jika mungkin tidak berwarna. Salah satu bahan pengisi yang sering digunakan adalah laktosa. Laktosa dapat memadatkan massa granul dalam granulasi basah atau metode kempa langsung (granulasi kering). Selain itu, laktosa juga merupakan eksipien yang baik sekali digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif berkonsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang homogen (Khotimah, 2014).

21 24 B. Kerangka Pemikiran Granul Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum) C. Saponin Tanin Flavonoid Alkaloid 1. Menurunkan tegangan D. permukaan selaput E. mukosa traktus F. digestivus larva 2. Menghambat G. aktivitas H. enzim protease I. 3. Bersifat sitotoksik dan J. hemolitik 1. Mengganggu pencernaan larva 2. Mengikat protein dalam sistem pencernaan larva 1. Merusak sistem saraf larva 2. Merusak sistem pernafasan larva 1. Mendegradasi dan merusak membran sel larva. 2. Merusak sistem saraf larva dengan cara menghambat aktivitas enzim acetylcholinesterase K. L. Variabel terkendali: a. Umur larva b. Kepadatan larva c. M. Habitat d. N. Volume air e. Kualitas air f. O. Waktu pemaparan g. P. Suhu dan kelembaban Larva Aedes aegypti L. instar III Larva mati Variabel tak terkendali: a. Kesehatan larva

22 25 C. Hipotesis Granul ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) berpengaruh terhadap mortalitas larva Aedes aegypti L.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Spesies : Allium fistulosum L. (Plantamor, 2011; USDA, 2006) banyak dibudidayakan di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang,

BAB II LANDASAN TEORI. Spesies : Allium fistulosum L. (Plantamor, 2011; USDA, 2006) banyak dibudidayakan di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bawang Daun (Allium fistulosum L.) a. Taksonomi Kingdom Subkingdom Super divisi Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Tracheobionta : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. konsentrasi granul ekstrak daun salam yang akan dipakai pada uji penelitian. Pada uji

BAB V PEMBAHASAN. konsentrasi granul ekstrak daun salam yang akan dipakai pada uji penelitian. Pada uji BAB V PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan uji pendahuluan sebagai dasar penetapan konsentrasi granul ekstrak daun salam yang akan dipakai pada uji penelitian. Pada uji pendahuluan didapatkan LC50

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sirih (Piper bettle L.) 1. Klasifikasi Sirih (Piper bettle L.) Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Upagenus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi 1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) 2.1.1 Deskripsi Morfologi Tanaman Bunga Pagoda Clerodendrum squamatum Vahl temasuk dalam ordo Lamiales dan famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dan Amerika Selatan, kemudian menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Super Class Class Sub Class Ordo Sub Ordo Family Sub

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian the post test only control group design. Yogyakarta pada tanggal 21 Desember Januari 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian the post test only control group design. Yogyakarta pada tanggal 21 Desember Januari 2016. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian the post test only control group design. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Cengkeh Menurut Bulan (2004) klasifikasi dari tanaman cengkeh adalah sebagai berikut : Divisio Sub-Divisio Kelas Sub-Kelas

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen) Kedudukan taksonomi cabai rawit dalam tatanama atau sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut (Rukmana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Larva Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti adalah sebagai berikut (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:217): Divisi : Arthropoda Classis : Insecta

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan yang banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukan Asia menempati urutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu contoh jenis tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu daun pepaya (Carica papaya). Menurut penelitian Maniyar dan Bhixavatimath (2012), menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk seperti malaria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat BAB II TINJAUAN PUSAKA A. Mahoni (Swietenia mahagoni jacg) Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai, atau di tanam di tepi jalan sebagai pohon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Mangrove Excoecaria agallocha 2.1.1 Klasifikasi Excoecaria agallocha Klasifikasi tumbuhan mangrove Excoecaria agallocha menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue, gejalanya adalah demam tinggi, disertai sakit kepala, mual, muntah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah dan. merupakan salah satu tanaman obat di Indonesia (Joshi dkk., 2012).

TINJAUAN PUSTAKA. Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah dan. merupakan salah satu tanaman obat di Indonesia (Joshi dkk., 2012). 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan Salam (Syzygium polyanthum) Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah dan merupakan salah satu tanaman obat di Indonesia (Joshi dkk., 2012). Tumbuhan

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Broiler Ayam pedaging (Broiler) adalah ayam ras yang mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan produksi daging dalam waktu relatif singkat (4-5 minggu) (Murtidjo, 1987).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan adalah demam berdarah dengue (DBD). World

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina Aedes aegypti. DBD ditunjukkan empat manifestasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut: : Spermatophyta. : Dicotyledonae. : Myrtaceae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut: : Spermatophyta. : Dicotyledonae. : Myrtaceae 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jambu Biji 2.1.1 Taksonomi Tanaman Tanaman Jambu Biji dalam penggolongan dan tata nama tumbuhan, termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia,

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut Depkes RI Jumlah kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan vektor penting dan utama untuk penyakit parah dan sangat menular ke manusia (Lokesh et al., 2010). Vektor utama penyakit malaria di daerah Jawa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya, kasus demam berdarah dengue/sindrom renjatan dengue ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Secara umum RW 3 dan RW 4 Kelurahan Pasir Kuda memiliki pemukiman yang padat dan jumlah penduduk yang cukup tinggi. Jumlah sampel rumah yang diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan tertinggi di dunia. Jenis tumbuh-tumbuhan di Indonesia secara keseluruhan ditaksir sebanyak 25 ribu

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Kecubung Kecubung termasuk tumbuhan perdu yang tersebar luas di daerah yang beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang tidak begitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101

FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101 FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101 Supomo *, Dayang Bella R.W, Hayatus Sa`adah # Akademi Farmasi Samarinda e-mail: *fahmipomo@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp. adalah serangga pembawa vektor penyakit Deman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp. adalah serangga pembawa vektor penyakit Deman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Aedes sp. Nyamuk Aedes sp. adalah serangga pembawa vektor penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia khususnya spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 2.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah tropis merupakan tempat mudah dalam pencemaran berbagai penyakit, karena iklim tropis ini sangat membantu dalam perkembangan berbagai macam sumber penyakit.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di negara - negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Hal ini diperkuat dengan data dari World Health

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Larvisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti Larvisida merupakan insektisida atau bahan yang mengandung zat kimia untuk membunuh serangga pada stadium larva/nimfa. Larvisida ini

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies. DBD adalah

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau Uji KLT dilakukan sebagai parameter spesifik yaitu untuk melihat apakah ekstrak kering daun sirih yang diperoleh dari PT. Industry

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Kadar Air 74-77% Bahan

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh merupakan salah satu minuman yang sangat popular di dunia. Teh dibuat dari pucuk daun muda tanaman teh. Berdasarkan pengolahannya, secara tradisional produk teh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Klasifikasi Pandan Wangi (P. amaryllifolius) menurut Van Steenis (1997)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012 HERBARIUM Purwanti widhy H 2012 Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi alternative cara untuk melindungi keberadaan tumbuhan Salah satu pengawetan tumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Sebagai Vektor Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang. Antar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci