Pola penyakit penyebab kematian di perkotaan dan pedesaan di Indonesia, Studi Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pola penyakit penyebab kematian di perkotaan dan pedesaan di Indonesia, Studi Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001"

Transkripsi

1 J Kedokter Trisakti Mei-Agustus 2003, Vol.22 No.2 Pola penyakit penyebab kematian di perkotaan dan pedesaan di Indonesia, Studi Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 Sarimawar Djaja, Agus Suwandono, Soeharsono Soemantri Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I. ABSTRACT The pattern of underlying cause of death and cause specific death rate are the indicators to evaluate the programs conducted to achieve Healthy Indonesia The mortality study in Household Health Survey (HHS) 2001 was a national survey that collected the cause of death in the population. The study design was cross-sectional. The sample size was 211,168 household, which selected with probability proportional to size (PPS) method from National Socio-Economic Survey (SUSENAS) Core From each household, data collector of SUSENAS 2001 identified all death cases in year 2000, and then the HHS interviewer (trained doctor) collected the diseases history from the family of the deceased with verbal autopsy technique. The death cause diagnosis is classified according to the 10 th International Classification of Diseases (ICD). During 2000, the survey noted 3,322 death cases. The highest cause of death rate was circulatory disease, i.e. 222 per 100,000 populations, the second was infectious disease 174 per 100,000 populations, and the third was respiratory disease 85 per 100,000 populations. The circulatory death rate was the highest (male 236, female 207 per 100,000 population), infectious death rate was 186 in male and 160 in female per 100,000 populations. Infectious and respiratory diseases death rate were higher in the rural area (204 and 102) than in the urban area (136 and 62). The cause of death in year 2000 in Indonesia had changed from infectious diseases to circulatory disease (heart and cerebrovascular). The pattern of cause of death in Indonesia had shown epidemiological transition in line with demographic transition. The government faces double burden of diseases, i.e. both infectious and non-infectious diseases that cause public health problems. The two-disease group require different prevention and treatment strategies. Key words: Survey, mortality, urban, rural, house-hold, health, Indonesia ABSTRAK Pola penyakit penyebab kematian dan angka kematian penyakit tertentu merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai program-program yang diselenggarakan dalam usaha menuju Indonesia Sehat Studi mortalitas SKRT 2001 adalah survei berskala nasional yang mengumpulkan data penyebab kematian di masyarakat. Rancangan studi adalah potong lintang. Sebanyak rumah tangga diambil secara probability proportional to size (PPS) dari sampel SUSENAS 2001 Kor. Setiap rumah tangga diidentifikasi kejadian kematian yang terjadi pada tahun 2000 oleh petugas SUSENAS 2001, dan selanjutnya dokter pewawancara studi mortalitas mengumpulkan keterangan riwayat sakit dari keluarga almarhum dengan teknik autopsi verbal. Diagnosis kematian diklasifikasikan menurut International Classification of Diseases 10. Penelitian menunjukkan kasus kematian selama tahun 2000 besarnya Penyakit penyebab utama kematian terbesar adalah penyakit sirkulasi (jantung/pembuluh darah otak) yaitu 222 per penduduk, selanjutnya penyakit infeksi 174 dan pernapasan 85 per penduduk. Angka kematian untuk penyakit infeksi dan pernapasan lebih tinggi di pedesaan (204 dan102) dibandingkan di perkotaan (136 dan 62). Pada tahun 2000 terjadi perubahan penyebab kematian di Indonesia yaitu dari penyakit infeksi menjadi penyakit sirkulasi (jantung dan pembuluh darah otak). Situasi penyakit penyebab kematian di Indonesia berada dalam proses transisi epidemiologik seiring dengan proses 37

2 Djaya, Suwandono, Soemantri Penyebab kematian di Indonesia transisi demografi. Pemerintah dihadapkan pada beban ganda dalam menangani penyebab kematian yang merupakan masalah kesehatan masyarakat, dimana pencegahan dan penanganannya berbeda antara penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi. Kata kunci: Survei, mortalitas, kota, desa, rumah tangga, kesehatan, Indonesia PENDAHULUAN Studi mortalitas adalah bagian dari komponen Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang mengumpulkan data kematian di masyarakat Indonesia. Melalui survei kesehatan dapat diketahui pola penyakit penyebab kematian dan besaran permasalahan di masyarakat, dan dapat menunjukkan status kesehatan masyarakat. Sampai saat ini data kematian yang terdapat pada suatu komunitas hanya diperoleh melalui survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah dan sistem pencatatan dan pelaporan penyebab kematian belum teratur. Data kematian yang diperoleh dari rumah sakit, Puskesmas perawatan, serta fasilitas kesehatan lainnya hanya merupakan kasus rujukan yang tidak dapat mewakili kasus kematian di masyarakat. Studi ini bertujuan menggambarkan pola penyakit penyebab kematian di perkotaan dan pedesaan, sehingga dapat digunakan sebagai baseline indikator bagi program kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, outcome indikator dari program kesehatan yang telah dilakukan, serta indikator proses dari program yang sedang berjalan. METODE Rancangan studi Studi mortalitas SKRT 2001 menggunakan metode potong lintang (cross-sectional) untuk kejadian kematian dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2000 di masing-masing rumah tangga yang terkena survei. Sampel Studi mortalitas menggunakan sampel Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2001 yang mencakup rumah tangga dalam blok sensus yang diambil secara probability proportional to size (PPS). 38 Penetapan diagnosis penyebab kematian Metode yang digunakan dalam mengumpulkan diagnosis penyebab kematian berdasarkan teknik autopsi verbal adalah dengan cara wawancara terbuka. Untuk memperoleh diagnosis penyakit penyebab kematian secara lengkap dipilih dokter umum sebagai pewawancara, karena ia menguasai patofisiologi suatu penyakit. Diagnosis banding penyakit yang ditegakkan hanya dari keterangan keluhan, tanda dan gejala penyakit sebatas yang diketahui oleh keluarga terdekat jauh lebih sulit dibanding dengan kasus morbiditas. Oleh sebab itu, diperlukan suatu alat bantu yaitu glossary gejala penyakit (1) yang berisikan tanda dan gejala masingmasing penyakit yang dalam penyusunannya telah disesuaikan dengan keterbatasan kemampuan menetapkan diagnosis di lapangan, serta mempertimbangkan kebutuhan informasi untuk penyusunan kebijakan. Diagnosis penyakit sebab kematian dicatat dalam suatu formulir yang merupakan bagian dari kuesioner SKRT01.MORT yang membedakan kematian menjadi 2 yaitu: a. Kematian untuk 8 hari ke atas, dikelompokkan sebagai berikut: i) penyakit penyebab kematian langsung (direct cause), ii) penyakit perantara (antecedent cause), iii) penyakit penyebab kematian utama (underlying cause). b. Kematian perinatal (kematian janin dari umur kehamilan 22 minggu sampai dengan neonatus berumur 7 hari) dikelompokkan sebagai berikut: i) penyakit utama atau keadaan janin/ bayi yang menyebabkan kematian, ii) penyakit/ keadaan janin/bayi lainnya yang menyebabkan kematian, iii) penyakit utama/keadaan ibu yang mempengaruhi janin/bayi, iv) penyakit/ keadaan ibu lainnya yang mempengaruhi kematian janin/bayi. Diagnosis penyakit penyebab kematian yang ditetapkan oleh pewawancara di lapangan

3 J Kedokter Trisakti diklasifikasikan menurut daftar tabulasi mortalitas dari Internationl Classification of Diseases10 (ICD-10). (2) Pengumpulan data Pencatatan kejadian kematian di masingmasing rumah tangga dilaksanakan pada saat kunjungan wawancara SUSENAS 2001 oleh petugas lapangan Badan Pusat Statistik (BPS). Infomasi tersebut dicatat dan diserahkan kepada tim SKRT, untuk selanjutnya tim studi mortalitas melakukan kunjungan ulang ke masing-masing rumah tangga yang ada kasus kematian dan melakukan wawancara kepada anggota rumah tangga yang paling mengetahui riwayat sakit dari almarhum (ah) sampai meninggal. Pewawancara adalah dokter dari propinsi, kabupaten atau dokter Puskesmas yang secara khusus dilatih untuk melakukan wawancara terstruktur dalam penentuan diagnosis penyebab kematian dengan teknik autopsi verbal. Selain mencari gejala penyakit penyebab kematian, juga ditanyakan variabel-variabel lain yang berkaitan dengan sebab kematian. Semua data hasil survei dikumpulkan di masing-masing kabupaten dan diserahkan kepada koordinator propinsi. Koordinator Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) propinsi mengecek kelengkapan pengisian kuesioner, membuat laporan, dan mengirimkan ke SURKESNAS Pusat. Analisis data Kuesioner SKRT01.MORT diperiksa ulang oleh supervisor pusat mengenai kelengkapan pengisian, konsistensi pengisian kuesioner serta memeriksa hasil autopsi verbal yaitu kebenaran urutan penyebab utama kematian, ketepatan kode diagnosis menurut standar ICD-10, klarifikasi kasus-kasus yang belum di diagnosis. Rekam data dan pengolahannya dilakukan oleh Unit Komputasi SURKESNAS Pusat. Limitasi Pendataan kejadian kematian dari studi mortalitas dengan cara cross-sectional yang diidentifikasi oleh petugas lapangan BPS memberikan gambaran underreporting (3) Umur kematian yang tepat merupakan keterbatasan dalam pelaporan kematian mengingat masyarakat di pedesaan masih sedikit yang mengingat dengan tepat tanggal kelahirannya. Diagnosis penyakit penyebab kematian merupakan suspect diagnosis yang ditegakkan dari diferensial diagnosis dengan teknik autopsi verbal sangat tergantung pada jawaban responden untuk semua tanda dan gejala yang dilihat atau yang dikeluhkan oleh almarhum (ah). HASIL Vol.22 No.2 Hasil kunjungan Dari kasus kematian yang dilaporkan oleh petugas SUSENAS 2001 dan dilakukan kunjungan ulang oleh pewawancara studi mortalitas SKRT, didapatkan 784 kasus kematian (17,6%) terjadi diluar kurun waktu 1 Januari Desember Kejadian kematian di luar kurun waktu tersebut di atas diketahui ketika pewawancara SKRT datang untuk mewawancarai riwayat sakit almarhum (ah). Dari kasus kematian yang memenuhi syarat kurun waktu studi mortalitas, kasus kematian berhasil diwawancarai secara lengkap riwayat kematiannya. Dengan demikian respons rate adalah 93,6%, sedangkan sisanya sebesar 6,4% responden pindah, tidak ada kasus kematian, tidak mampu menjawab, dan rumah tangga tidak ditemukan. Distribusi pola umur kematian Ditemukan sebesar kasus kematian terdiri dari early neonatal death/end (kematian bayi berumur 1-7 hari) dan kematian umur 8 hari ke atas. Proporsi kematian bayi perempuan (14,6%) sedikit lebih tinggi daripada bayi laki-laki (13,6%). Untuk kelompok umur 1-14 tahun, proporsi kematian pada laki-laki dan perempuan hampir tidak berbeda. Proporsi kematian kelompok umur produktif (15-54 tahun) pada laki-laki tidak berbeda dengan perempuan. Pada kelompok umur 55 tahun ke atas pada laki-laki (51,8%) sedikit lebih tinggi daripada perempuan (50,1%). Secara umum dapat disimpulkan bahwa tidak terlihat perbedaan menurut umur dari laki-laki dan perempuan (Gambar 1). 39

4 Djaya, Suwandono, Soemantri Penyebab kematian di Indonesia Gambar 1. Distribusi kasus kematian menurut jenis kelamin dan kelompok umur, SKRT 2001 Membandingkan proporsi kematian menurut tempat tinggal, kematian pada kelompok umur <1 tahun lebih tinggi di pedesaan (14,6%) daripada di perkotaan (13,0%). Demikian pula untuk kelompok umur 1-14 tahun, lebih tinggi di pedesaan (8,6%) daripada di perkotaan (6,5%). Sedangkan untuk kelompok umur produktif (15-54 tahun) kematian di perkotaan (28%) berbeda sedikit dengan di pedesaan (26,4%). Pada kelompok umur 55 tahun ke atas, kematian lebih tinggi di perkotaan (52,5%) daripada di pedesaan (50,3%) (Gambar 2). Pola penyakit penyebab kematian Analisis pola penyakit penyebab kematian dilakukan terhadap kasus kematian, yang terdiri dari kasus kematian perinatal dan kematian 8 hari ke atas. Pola penyakit penyebab kematian dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Kematian umum yaitu kematian yang terjadi pada bayi yang pernah lahir hidup (0-7 hari) dan kematian umur 8 hari ke atas, sebanyak kasus kematian. b. Kematian perinatal yaitu kematian janin dengan umur kehamilan 22 minggu ke atas (termasuk bayi lahir mati) sebanyak 115 kasus dan kematian bayi berumur 0-7 hari sebanyak 144 kasus. Pola kematian umum dan perinatal dianalisis berdasarkan penyakit utama yang menyebabkan kematian (underlying cause of death) menurut kelompok umur, kawasan, tempat tinggal dan jenis kelamin. Underlying cause of death merupakan sebab terpenting dari penyebab kematian lainnya (direct dan antecedent cause), intervensi yang dilakukan akan memperpanjang harapan hidup. Gambar 2. Distribusi kasus kematian menurut tempat tinggal dan kelompok umur, SKRT

5 J Kedokter Trisakti Vol.22 No.2 Gambar 3. Penyakit penyebab utama kematian, SKRT 2001 Penyakit penyebab utama (underlying cause) kematian di Indonesia Sebab utama kematian penduduk Indonesia adalah penyakit sistem sirkulasi yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah (26,3%). Penyakit lainnya dengan proporsi kematian yang tinggi adalah penyakit infeksi (22,9%), pernapasan (12,7%), pencernaan (7,0%), neoplasma (6,0%), kecelakaan luar (5,7%) (Gambar 3). Penyakit penyebab utama (underlying cause) kematian menurut tempat tinggal (kota-desa) Proporsi kematian penyakit infeksi dan parasit, pernapasan, pencernaan, dan kecelakaan lebih tinggi di pedesaan, sedangkan penyakit sirkulasi dan neoplasma lebih tinggi di perkotaan (Gambar 4). Angka kematian Pendataan kematian suatu survei biasanya underreporting, maka pada perhitungan angka kematian dilakukan koreksi untuk penduduk 5 tahun ke atas. Perhitungan perkiraan underreporting menggunakan metoda brass growth balance. Perkiraan cakupan kematian 0,45, sehingga faktor koreksi diperlukan 1/0,45. Angka kematian kasar (crude death rate/cdr) penduduk di Indonesia tahun 2000 adalah sebesar 7,6 per penduduk. Angka kematian kasar di perkotaan sebesar 7 per penduduk, sedangkan di pedesaan sebesar 9,1 per penduduk. Angka kematian (age specific death rate/asdr) pada kelompok umur di bawah 44 tahun lebih tinggi di pedesaan, sedangkan pada kelompok umur tahun lebih tinggi di perkotaan (Tabel 1). Gambar 4. Penyakit penyebab utama kematian di perkotaan dan di pedesaan, SKRT

6 Djaya, Suwandono, Soemantri Tabel 1. ASDR berdasarkan kelompok umur (tahun) per penduduk Umur Kota Desa Kota+Desa < 1 25,7 33, ,4 2, ,4 1,6 1, ,0 3,0 2, ,2 2,7 2, ,8 4,4 4, ,6 8,7 8, ,1 19,0 21, ,0 64,8 64,7 Angka kematian menurut penyebab kematian (cause specific death rate/csdr) dan tempat tinggal menunjukkan bahwa angka kematian tertinggi di Indonesia pada tahun 2000 adalah karena penyakit sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah), kemudian diikuti dengan penyakit infeksi, dan penyakit sistem pernapasan. Penyakit infeksi dan penyakit sirkulasi di pedesaan masih merupakan penyebab kematian yang tinggi, demikian pula dengan penyakit pernapasan dan pencernaan. Di perkotaan, penyebab kematian yang tinggi adalah penyakit sirkulasi (Tabel 2). Tabel 2. Penyakit penyebab kematian (CSDR) per penduduk Varibel Kota Desa Kota+ Desa Infeksi dan parasit Diare TBC Tipus Difteri, pertusis, campak Tetanus Malaria Hepatitis virus Dengue haemorhagic fever Endokrin dan metabolisme Neoplasma Sistem Sirkulasi Sistem Pernapasan Pneumonia & infeksi napas atas Bronkhitis, asma, emfisema Sistem pencernaan Muskuloskeletal Kecelakaan PEMBAHASAN Penyebab kematian di Indonesia Dalam kurun waktu 10 tahun ( ), proporsi kematian menurut kelompok di Indonesia menunjukkan bahwa kematian pada kelompok umur di bawah satu tahun, 1-14 tahun, tahun menurun, sedangkan proporsi kematian kelompok umur tahun belum berubah. Proporsi kematian pada kelompok umur 55 tahun ke atas semakin meningkat. Selama 10 tahun pola kematian menurut umur mengalami pergeseran menuju ke arah kelompok umur yang lebih tua (Gambar 5). Demikian pula dengan proporsi penyebab utama kematian menunjukkan bahwa proporsi kematian karena penyakit infeksi, penyakit pernapasan, gangguan pada masa perinatal selama kurun waktu 10 tahun telah mengalami penurunan. Sebaliknya, proporsi kematian karena penyakit sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) meningkat cukup tajam dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ( ). Demikian pula dengan proporsi kematian penyakit pencernaan, neoplasma, kecelakaan bertambah tinggi selama 10 tahun (Gambar 6). Gambar 5 dan 6 menunjukkan dalam kurun waktu 10 tahun ( ) di Indonesia telah berlangsung transisi epidemiologi, seiring dengan berlangsungnya transisi demografi. Hasil SKRT 2001 menunjukkan bahwa proporsi kematian tertinggi adalah penyakit sirkulasi dimana hasil survei sebelumnya masih didominasi oleh penyakit infeksi. Selain itu, angka kematian karena penyakit sirkulasi pada laki-laki dan perempuan juga tertinggi dibandingkan penyakit infeksi. Dari hasil perhitungan secara tidak langsung (indirect) dengan metoda Brass hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa angka kematian karena penyakit infeksi lebih tinggi daripada penyakit sirkulasi pada laki-laki maupun perempuan. Membandingkan hasil SKRT 1992, (4) SKRT 1995 (5) dengan SKRT 2001 ternyata di perkotaan, penurunan proporsi kematian pada kelompok umur kurang dari 5 tahun sedikit, dan peningkatan proporsi kematian di atas 5 tahun hampir tak berarti (Gambar 7). Di pedesaan proporsi kematian menurut kelompok umur kurang dari 14 tahun menurun, dan pada kelompok umur 15 tahun ke atas meningkat dan semakin nyata pada kelompok 42

7 J Kedokter Trisakti Vol.22 No.2 Gambar 5. Tren pola kematian menurut kelompok umur dalam kurun waktu 10 tahun, SKRT 1992, 1995, 2001 Gambar 6. Tren pola penyakit penyebab utama kematian dalam kurun waktu 10 tahun, SKRT 1992, 1995, Gambar 7. Proporsi kematian menurut kelompok umur di perkotaan dalam kurun waktu 10 tahun SKRT

8 Djaya, Suwandono, Soemantri Penyebab kematian di Indonesia Gambar 8. Angka kematian menurut umur (Age Specific Death Rate /ASDR) di Indonesia, SKRT umur 55 tahun ke atas (Gambar 8). Di perkotaan, proporsi kematian tertinggi adalah penyakit sirkulasi, dimana situasi ini sudah terlihat dari hasil survei Angka kematian karena penyakit sirkulasi jauh lebih tinggi daripada angka kematian karena penyakit infeksi. Selain itu, angka kematian karena penyakit non infeksi lain seperti endokrin dan metabolisme serta neoplasma di perkotaan berbeda secara mencolok dengan di pedesaan (Gambar 9). Di pedesaan, proporsi kematian karena penyakit infeksi menurun dan berbeda sedikit dengan proporsi kematian di perkotaan, namun angka kematian karena tuberkulosis, tifus, immunizable diseases, malaria, dengue haemorrhagic fever secara mencolok lebih tinggi di pedesaan daripada di perkotaan.peningkatan proporsi kematian karena penyakit sirkulasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir meningkat secara mencolok. Penyakit endokrin dan metabolisme juga meningkat cukup tinggi sebagai penyebab kematian di pedesaan. Proporsi penyakit pernapasan belum menunjukkan penurunan berarti dan angka kematiannya jauh lebih tinggi daripada di perkotaan (Gambar 10). Dari gambaran proporsi banyaknya kematian dan penyebab kematian tersebut menunjukkan bahwa di daerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia telah berlangsung transisi demografi dan epidemiologi. Transisi demografi tampak lebih nyata di pedesaan, dan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir transisi epidemiologi yang terjadi di pedesaan lebih nyata daripada di perkotaan dimana perubahannya tampak terjadi lebih awal ketika di Gambar 9. Angka kematian menurut umur ASDR, SKRT 1986 dan

9 J Kedokter Trisakti Vol.22 No.2 Gambar 10. Tren pola penyakit penyebab utama kematian dalam kurun waktu 10 tahun di pedesaan, SKRT 1992, 1995, 2001 pedesaan baru di mulai. Hal ini menunjukkan pula bahwa kecepatan transisi di perkotaan dan pedesaan tidak sama, yang didukung oleh data survei 2001 dimana di pedesaan angka kematian infeksi yang masih tinggi dan besarannya hampir sama dengan angka kematian karena penyakit sirkulasi. Penanganan kesehatan dalam hal ini mencegah terjadinya penyakit dan penyebab kematian di masyarakat sangat beragam, tidak saja pada kelompok penyakit non-infeksi yang sudah menggeser kedudukan sebagai penyebab kematian, tetapi juga pada kelompok penyakit infeksi yang masih mengancam masyarakat di pedesaan. Intervensi kepada ke dua penyakit ini sangat berbeda, dan tampaknya pemerintah masih membutuhkan waktu yang lama untuk menjalani masa transisi serta ia harus menanggung beban ganda dalam hal mengatasi penyakit infeksi dan non infeksi. Faktor tersebut kemungkinan disebabkan belum meratanya kesejahteraan masyarakat di Indonesia serta akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang berbeda antara masyarakat yang tinggal di perkotaan dan dan di pedesaan. Kesejahteraan dapat merubah pola hidup masyarakat (termasuk pola makan, kebutuhan akan perawatan kesehatan). Lama masa transisi ini pula dipengaruhi oleh situasi kestabilan negara (stabil keamanan, ekonomi). Apabila Indonesia cepat pulih dari krisis multidimensional, maka proses transisi juga berjalan lebih cepat untuk mencapai model di negara maju. Apabila situasi krisis menjadi berkepanjangan, maka bukan mustahil Indonesia akan mengalami transisi yang berkepanjangan (delayed epidemiologic transistion) (6) atau bahkan berkembang menjadi protracted polarized model, (7) di mana penyebab kematian terpolarisasi menjadi dua yaitu penyakit infeksi dan malnutrisi yang tetap bertahan tinggi bersama-sama dengan penyakit non infeksi serta kecelakaan untuk waktu yang cukup lama. KESIMPULAN 1. Gambaran pola penyakit penyebab utama kematian di Indonesia dari hasil SKRT 2001 telah menunjukkan perubahan dari penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif. 2. Gambaran transisi epidemiologi beragam menurut daerah tempat tinggal (desa-kota). Transisi demografi tampak lebih nyata dalam kurun waktu 10 tahun di pedesaan daripada di perkotaan. Transisi di perdesaan secara nyata terjadi pada tahun 2000 (hasil SKRT 2001), sedangkan di perkotaan proses transisi sudah dimulai pada tahun-tahun sebelumnya dan perubahan dominasi terjadi pada tahun Permasalahan kesehatan yang dihadapi oleh pemerintah saat ini adalah beban ganda (double burden) yaitu penyakit infeksi dan non-infeksi/degeneratif, dan berat beban di perkotaan dan pedesaan tidak sama. Di perkotaan prioritas penanganan ditujukan 45

10 Djaya, Suwandono, Soemantri Penyebab kematian di Indonesia terhadap penyakit degeneratif tanpa mengabaikan beberapa penyakit infeksi yang masih tinggi seperti tuberkulosis dan hepatitis virus. Di pedesaan, prioritas penanganan ditujukan kepada penyakit infeksi dan sirkulasi. Daftar Pustaka 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Gejala penyakit dan glossary gejala. Buku Pedoman Bagi Pewawancara Studi Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; World Health Organization. International statistical classification of diseases and related health problem tenth revision; 1992 (1). Geneva: WHO; United Nations. Handbook of population and housing censuses part II. United Nation; p Djaja S, S Soemantri, R Budiarso, A Suwandono, A Lubis, J Pradono, et al. Statistik penyakit penyebab kematian Survei Kesehatan Rumah Tangga 1992, Seri Nomor 14 Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; p Djaja S, S Soemantri, R Budiarso, A Suwandono, A Lubis, J Pradono, et al. Statistik penyakit penyebab kematian Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995, Seri Nomor 15 Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; p Bobadilla JL, Frenk J, Lozano R, Frejka T, Stern C. The epidemiologic transition and health priorities, diseases control priorities in developing countries. In: Jamison DT, Mosley WH, Measham AR, Bobadilla JL, editors. Oxford: University Press; p Frenk J. A conceptual model for public health research. PAHO Bulletin 1988; 22:

BAB 1 PENDAHULUAN Tujuan Tujuan Umum: Mengetahui pola penyakit penyebab kematian dan besaran permasalahan kematian di masyarakat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN Tujuan Tujuan Umum: Mengetahui pola penyakit penyebab kematian dan besaran permasalahan kematian di masyarakat Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Studi Mortalitas adalah bagian dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang mengumpulkan data penyakit sebab kematian yang terjadi di masyarakat. Data kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai upaya pembangunan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi dan anak. Bayi menjadi fokus dalam setiap program kesehatan karena

Lebih terperinci

PERJALANAN TRANSISI EPIDEMIOLOGI DI INDONESIA DAN IMPLIKASI PENANGANANNYA, STUDY MORTALITAS- SURVEl KESEHATAN RUMAH TANGGA ( )

PERJALANAN TRANSISI EPIDEMIOLOGI DI INDONESIA DAN IMPLIKASI PENANGANANNYA, STUDY MORTALITAS- SURVEl KESEHATAN RUMAH TANGGA ( ) PERJALANAN TRANSISI EPIDEMIOLOGI DI INDONESIA DAN IMPLIKASI PENANGANANNYA, STUDY MORTALITAS- SURVEl KESEHATAN RUMAH TANGGA (1986-2001) Sarimawar ~jaja', S. Soemantri ', Joko lrianto' THE COURSE AND ITS

Lebih terperinci

MORT ALIT AS DAN MORBIDITAS CEDERA PADA ANAK Dl KABUPATEN PROBOLINGGO DAN TULUNGAGUNG-JAWA TIMUR 2005

MORT ALIT AS DAN MORBIDITAS CEDERA PADA ANAK Dl KABUPATEN PROBOLINGGO DAN TULUNGAGUNG-JAWA TIMUR 2005 MORT ALIT AS DAN MORBIDITAS CEDERA PADA ANAK Dl KABUPATEN PROBOLINGGO DAN TULUNGAGUNG-JAWA TIMUR 2005 Yuslely Usman, Soewarta Kosen, Martuti Budiharto' ABSTRACT Background: In Indonesia, births and deaths

Lebih terperinci

No. ISBN: Survei Kesehatan Nasional. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Volume 3. Daftar Isi i

No. ISBN: Survei Kesehatan Nasional. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Volume 3. Daftar Isi i No. ISBN: 979-8270-44-4 Survei Kesehatan Nasional Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004 Volume 3 Sudut Pandang Masyarakat mengenai Status, Cakupan, Ketanggapan, dan Sistem Pelayanan Kesehatan BADAN

Lebih terperinci

Naskah masuk: 13 Januari 2015, Review 1: 15 Januari 2015, Review 2: 15 Januari 2015, Naskah layak terbit: 6 Februari 2015

Naskah masuk: 13 Januari 2015, Review 1: 15 Januari 2015, Review 2: 15 Januari 2015, Naskah layak terbit: 6 Februari 2015 GAMBARAN PENYEBAB KEMATIAN DI KABUPATEN GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2011 (Description of Causes of Death in Gowa District South Sulawesi Province in 2011) Kristina 1, Lamria Pangaribuan 1, Dina

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN AUTOPSI VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB UTAMA KEMATIAN DI PUSKESMAS WILAYAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN AUTOPSI VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB UTAMA KEMATIAN DI PUSKESMAS WILAYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN AUTOPSI VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB UTAMA KEMATIAN DI PUSKESMAS WILAYAH SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

* Peneliti pada Puslitbang Ekologi & Status Kesehatan 1192

* Peneliti pada Puslitbang Ekologi & Status Kesehatan 1192 POLA PENYEBAB KEMATIAN MELALUI PENINGKATAN SISTEM REGISTRASI KEMATIAN DI KOTA METRO TAHUN 2007 Cause of Death from Strengthening Mortality Registration Sistem in Metro City, 2007 Lamria Pangaribuan*, Dina

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBAB KEMATIAN DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI PENDUDUK LANJUT USIA DI INDONESIA MENURUT RISET KESEHATAN DASAR

ANALISIS PENYEBAB KEMATIAN DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI PENDUDUK LANJUT USIA DI INDONESIA MENURUT RISET KESEHATAN DASAR ANALISIS PENYEBAB KEMATIAN DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI PENDUDUK LANJUT USIA DI INDONESIA MENURUT RISET KESEHATAN DASAR 2007 (Analysis Cause of Death and Threat Faced by Elderly Population in Indonesia

Lebih terperinci

POLA PENYAKIT PENYEBAB KEMATIAN BAYI: SURVAI KESEHATAN RUMAII TANGGA 1986* Ratna L. Budiarso ABSTRACT

POLA PENYAKIT PENYEBAB KEMATIAN BAYI: SURVAI KESEHATAN RUMAII TANGGA 1986* Ratna L. Budiarso ABSTRACT POLA PENYAKIT PENYEBAB KEMATIAN BAYI: SURVAI KESEHATAN RUMAII TANGGA 1986* Ratna L. Budiarso ABSTRACT Infant mortality data had been collected through a National Household l~ealth Survey in 7 provinces,

Lebih terperinci

MORTALITAS. Tara B. Soeprobo Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia TBS-M

MORTALITAS. Tara B. Soeprobo Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia TBS-M MORTALITAS Tara B. Soeprobo Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia TBS-M 1 Mortalitas Salah satu dari tiga komponen demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

PQLA PENYAKIT SEBAB KEMATIAN DI JAWA - BALI BERDASARKAN SURVEI KESEHATAN RUMAH TANGGA 1995*

PQLA PENYAKIT SEBAB KEMATIAN DI JAWA - BALI BERDASARKAN SURVEI KESEHATAN RUMAH TANGGA 1995* PQLA PENYAKIT SEBAB KEMATIAN DI JAWA - BALI BERDASARKAN SURVEI KESEHATAN RUMAH TANGGA 1995* Sarimawar Djaja*", Soeharsono Soemantri*", Kemal N. Siregar*** ABSTRACT THE MORTALITY PA TTERN IN JA VA-BALI

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN AUTOPSI VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB UTAMA KEMATIAN DI PUSKESMAS WILAYAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN AUTOPSI VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB UTAMA KEMATIAN DI PUSKESMAS WILAYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN AUTOPSI VERBAL DENGAN KEAKURATAN PENENTUAN SEBAB UTAMA KEMATIAN DI PUSKESMAS WILAYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS SAMBUNGMACAN II. No.../.../.../SK/... TENTANG STANDARISASI KODE KLASIFIKASI DIAGNOSA DAN TERMINOLOGI

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS SAMBUNGMACAN II. No.../.../.../SK/... TENTANG STANDARISASI KODE KLASIFIKASI DIAGNOSA DAN TERMINOLOGI PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN DINAS KESEHATAN KABUPATEN SRAGEN UPTD PUSKESMAS SAMBUNG MACAN II Jalan Raya Timur km 15 Banaran Sambungmacan Sragen Telp (0351) 671294, Kode pos 57253 KEPUTUSAN KEPALA UPTD

Lebih terperinci

UNIVERSI MEDAN. Universitas Sumatera Utara

UNIVERSI MEDAN. Universitas Sumatera Utara PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MEDAN BERDASARKAN DATA DI DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN TAHUN 2011 Oleh : Anita Fitriani 090100286 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSI ITAS SUMATERA UTARA U MEDAN 20122 PREVALENSI

Lebih terperinci

MORTALITAS (KEMATIAN)

MORTALITAS (KEMATIAN) MORTALITAS (KEMATIAN) Pengantar: Kematian terkait dengan masalah sosial dan ekonomi Komitmen MDGs pada tahun 2015: - Angka Kematian Bayi menjadi 20 per 1000 kelahiran hidup - Angka Kematian Ibu menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gastroenteritis hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko mengalami permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Kematian perinatal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi pula sebagai tempat tinggal serta digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak umur bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Gangguan kesehatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH

KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH Supiati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan Abstract: Age, Parity, Incidence of LBW. One indicator

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PUSKESMAS I UBUD DAN PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN JANUARI OKTOBER 2012

PERBANDINGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PUSKESMAS I UBUD DAN PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN JANUARI OKTOBER 2012 1 PERBANDINGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PUSKESMAS I UBUD DAN PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN JANUARI OKTOBER 2012 Ni Luh Guantari 1, Agung Wiwiek Indrayani 2, I Wayan Sumardika

Lebih terperinci

Studi Kependudukan - 1. Demografi formal. Konsep Dasar. Studi Kependudukan - 2. Pertumbuhan Penduduk. Demographic Balancing Equation

Studi Kependudukan - 1. Demografi formal. Konsep Dasar. Studi Kependudukan - 2. Pertumbuhan Penduduk. Demographic Balancing Equation Demografi formal Pengumpulan dan analisis statistik atas data demografi Dilakukan ahli matematika dan statistika Contoh : jika jumlah perempuan usia subur (15-49) berubah, apa pengaruhnya pada tingkat

Lebih terperinci

TUJUAN 4. Menurunkan Angka Kematian Anak

TUJUAN 4. Menurunkan Angka Kematian Anak TUJUAN 4 Menurunkan Angka Kematian Anak 51 Tujuan 4: Menurunkan Angka Kematian Anak Target 5: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan 2015. Indikator: Angka kematian balita.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO Dian Wahyu Laily*, Dina V. Rombot +, Benedictus S. Lampus + Abstrak Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang terjadi di

Lebih terperinci

DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETAHANAN HIDUP BAYI NEONATAL DI INDONESIA

DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETAHANAN HIDUP BAYI NEONATAL DI INDONESIA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETAHANAN HIDUP BAYI NEONATAL DI INDONESIA lngan Ukur Tarigan1, dan Tati Suryati1 ABSTRACT Background: Health care for children under five year in Indonesia was still

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan suatu bangsa, sebab anak sebagai

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RSUP SANGLAH DENPASAR ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RSUP SANGLAH DENPASAR Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat sangat ditunjang oleh pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai dengan penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilihat dengan upaya meningkatkan usia harapan hidup, menurunkan. untuk berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilihat dengan upaya meningkatkan usia harapan hidup, menurunkan. untuk berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas sumber daya manusia, yang dapat dilihat dengan upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya arus globalisasi di segala bidang berupa perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada pola hidup masyarakat.

Lebih terperinci

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 1 LATAR BELAKANG Setiap tahun, lebih dari 10 juta anak di dunia meninggal sebelum Latar mencapai Belakang usia 5 tahun Lebih dari setengahnya akibat dari 5 Latar Belakang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012 HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012 Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting, dalam upaya meningkatkan hal tersebut khususnya para ibu-ibu hamil dituntut untuk bekerja sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Millennium Development Goals (MDGs) 4 menargetkan penurunan angka kematian balita (AKBa) hingga dua per tiganya di tahun 2015. Berdasarkan laporan terdapat penurunan

Lebih terperinci

KELANGSUNGAN HIDUP BAYI PADA PERIODE NEONATAL BERDASARKAN KUNJUNGAN ANC DAN PERAWATAN POSTNATAL DI INDONESIA

KELANGSUNGAN HIDUP BAYI PADA PERIODE NEONATAL BERDASARKAN KUNJUNGAN ANC DAN PERAWATAN POSTNATAL DI INDONESIA KELANGSUNGAN HIDUP BAYI PADA PERIODE NEONATAL BERDASARKAN KUNJUNGAN ANC DAN PERAWATAN POSTNATAL DI INDONESIA Ika Setya P 1, Krisnawati Bantas 2 1 Stikes Wira Medika PPNI Bali, 2 FKM Universitas Indonesia

Lebih terperinci

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado HUBUNGAN ANTARA STATUS TEMPAT TINGGAL DAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK (BREEDING PLACE) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Gisella M. W. Weey*,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Karakteristik Umum Responden, Perilaku Mencuci Tangan, Diare, Balita

ABSTRAK. Kata Kunci: Karakteristik Umum Responden, Perilaku Mencuci Tangan, Diare, Balita ABSTRAK GAMBARAN PERILAKU MENCUCI TANGAN PADAPENDERITA DIARE DI DESA KINTAMANI KABUPATEN BANGLI BALI TAHUN 2015 Steven Awyono Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Diare masih merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI GIZI. Saptawati Bardosono

EPIDEMIOLOGI GIZI. Saptawati Bardosono EPIDEMIOLOGI GIZI Saptawati Bardosono Pendahuluan Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari frekuensi penyakit pada manusia Epidemiologi mempelajari distribusi penyakit

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK. Oleh : YULI MARLINA

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK. Oleh : YULI MARLINA GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 Oleh : YULI MARLINA 080100034 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 GAMBARAN FAKTOR RISIKO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di tengah munculnya new-emerging disease, penyakit infeksi tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh belahan dunia. Penyakit infeksi masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu faktor pendukung terpenting. Di dalam Permenkes RI Nomor

BAB I PENDAHULUAN. satu faktor pendukung terpenting. Di dalam Permenkes RI Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan pelayanan kesehatan, rekam medis menjadi salah satu faktor pendukung terpenting. Di dalam Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam

Lebih terperinci

PERAN PENELITI DALAM PROSES KEBIJAKAN*

PERAN PENELITI DALAM PROSES KEBIJAKAN* PERAN PENELITI DALAM PROSES KEBIJAKAN* Soewarta Kosen Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan R.I. Disampaikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG RESIKO TINGGI KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG RESIKO TINGGI KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG RESIKO TINGGI KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU MEDAN TAHUN Oleh : ANGGIE IMANIAH SITOMPUL

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU MEDAN TAHUN Oleh : ANGGIE IMANIAH SITOMPUL PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU MEDAN TAHUN 2012 Oleh : ANGGIE IMANIAH SITOMPUL 100100021 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia karena Mycobacterieum tuberculosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAILANG KECAMATAN BUNAKEN KOTA MANADO TAHUN 2014 Merry M. Senduk*, Ricky C. Sondakh*,

Lebih terperinci

Sarimawar Djaja2, Lam ria Pangaribuan2, Tin Afifah2, Soewarta Kosen2, dan C. Rao3

Sarimawar Djaja2, Lam ria Pangaribuan2, Tin Afifah2, Soewarta Kosen2, dan C. Rao3 TRIAL OF MEDICAL CERTIFICATE OF CAUSE OF DEATH (SMPK) TO IMPROVE THE QUALITY OF RECORDING AND REPORTING HOSPITALS MORTALITY DATA IN JAKARTA, YEAR 20071 Sarimawar Djaja2, Lam ria Pangaribuan2, Tin Afifah2,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan fertilitas, gaya hidup, dan sosial ekonomi yang memacu semakin

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK, RIWAYAT KELUARGA DAN UMUR DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI DESA TARABITAN KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA Gloria J. Tular*, Budi T. Ratag*, Grace D. Kandou**

Lebih terperinci

PROPORSI BERAT BADAN LAHIR RENDAH PADA BAYI KEMBAR YANG LAHIR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ANDRIO GULTOM

PROPORSI BERAT BADAN LAHIR RENDAH PADA BAYI KEMBAR YANG LAHIR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ANDRIO GULTOM PROPORSI BERAT BADAN LAHIR RENDAH PADA BAYI KEMBAR YANG LAHIR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2008-2012 Oleh: ANDRIO GULTOM 100100337 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 LEMBAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan masalah kesehatan besar di seluruh dunia sebab tingginya prevalensi dan berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Analisis Deskriptif Angka Kematian Balita di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Tahun 2012

ARTIKEL ILMIAH. Analisis Deskriptif Angka Kematian Balita di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Tahun 2012 ARTIKEL ILMIAH Analisis Deskriptif Angka Kematian Balita di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Tahun 2012 KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Dimploma III

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, didapatkan bahwa penyebab kematian

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN POLA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI TIGA KELURAHAN KECAMATAN MEDAN BARU, KOTA MEDAN, 2005

PREVALENSI DAN POLA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI TIGA KELURAHAN KECAMATAN MEDAN BARU, KOTA MEDAN, 2005 HASSIILL PPEENEELLIITTIIAN PREVALENSI DAN POLA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI TIGA KELURAHAN KECAMATAN MEDAN BARU, KOTA MEDAN, 2005 Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan nasional yang menimbulkan perubahan dari suatu negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa kecenderungan baru dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012 HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

RISIKO TERJADINYA DISABILITAS FISIK AKIBAT PENYAKIT DEGENERATIF Dl PERKOTAAN DAN PEDESAAN Dl INDONESIA

RISIKO TERJADINYA DISABILITAS FISIK AKIBAT PENYAKIT DEGENERATIF Dl PERKOTAAN DAN PEDESAAN Dl INDONESIA RISIKO TERJADINYA DISABILITAS FISIK AKIBAT PENYAKIT DEGENERATIF Dl PERKOTAAN DAN PEDESAAN Dl INDONESIA Wahyu Dwi Astuti1 dan Didik Budij anto 1 A BSTRACT A physical disability is an individual disability

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) 2013, lebih dari

Lebih terperinci

STUD1 PROSPEKTIF KEMATIAN MATERNAL DI SUKABUMI ABSTRACT

STUD1 PROSPEKTIF KEMATIAN MATERNAL DI SUKABUMI ABSTRACT STUD1 PROSPEKTIF KEMATIAN MATERNAL DI SUKABUMI L. Ratna Budiarso * ABSTRACT A sample survey to assess maternal mortality was conducted in two subdistricts of Sukabumi regency, West Jaw comprising 65.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah stunting masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Stunting pada balita bisa berakibat rendahnya produktivitas dan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) bahwa setiap tahunnya wanita yang melahirkan meninggal dunia mencapai lebih dari 500.000 orang. Sebagian besar kematian ibu terjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013 ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013 Melianti Mairi, 2014. Pembimbing 1 : dr. Dani, M.Kes Pembimbing 2 : dr. Budi Widyarto, M.H Pneumonia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kesehatan Indonesia saat ini sedang berada dalam situasi transisi epidemiologi (epidemiological transition)yang harus menanggung beban berlebih (triple burden).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang Lebih dari 12 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahun, sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Serangan

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI Oleh Siska Yuni Fitria NIM 042010101027 FAKULTAS

Lebih terperinci

109 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

109 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes PENDAHULUAN EVALUASI PROGRAM AUDIT MATERNAL PERINATAL (AMP) DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH Mohamad Anis Fahmi (Fakultas Ilmu Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri) ABSTRAK Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG BERKUALITAS Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu proses fisiologi yang terjadi hampir pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu proses fisiologi yang terjadi hampir pada setiap BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses fisiologi yang terjadi hampir pada setiap wanita. Dari setiap kehamilan yang diharapkan adalah lahirnya bayi yang sehat sempurna secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010 ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS 2009-31 JANUARI 2010 Yuvens, 2010. Pembimbing I : Vera, dr.,sp.pd. Pembimbing II : dra. Endang Evacuasiany,

Lebih terperinci

MORTALITAS. 1. Pengantar

MORTALITAS. 1. Pengantar MORTALITAS 1. Pengantar Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat istiadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2011 sebanyak 6,9 juta anak meninggal dunia sebelum mencapai usia 5 tahun. Setengah dari kematian tersebut disebabkan oleh kondisi yang dapat dicegah atau

Lebih terperinci

HYPERTENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKONYA Dl INDONESIA

HYPERTENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKONYA Dl INDONESIA HYPERTENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKONYA Dl INDONESIA Dwi Susilowati,1 Ni Ketut Aryastami,1 Erry 1 ABSTRACT Background: This study describes the hypertension rate in Indonesia in 2007 and its related factors.

Lebih terperinci

ASPEK KEPENDUDUKAN III. Tujuan Pembelajaran

ASPEK KEPENDUDUKAN III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Geografi K e l a s XI ASPEK KEPENDUDUKAN III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami perhitungan angka kelahiran.

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Christine Nathalia, 2015; Pembimbing : Dani, dr., M.Kes. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA Latar Belakang: Virus Hepatitis B atau (HBV) adalah virus DNA ganda hepadnaviridae. Virus Hepatitis B dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi lanjutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi lanjutan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan imunisasi yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak Batita, anak usia sekolah, dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD JURNAL PENELITIAN Oleh : 1. Anik Enikmawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep 2. Fatihah Hidayatul Aslamah, Amd.Kep SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka mortalitas tertinggi di negara-negara yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. angka mortalitas tertinggi di negara-negara yang sedang berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak (WHO, 2002). Di Amerika Serikat, angka mortalitas neonatus dan bayi kulit hitam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit ISPA

Lebih terperinci

ii Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup Penduduk Indonesia Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup Penduduk Indonesia HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 ISBN : No. Publikasi: 04000.1 Katalog BPS: Ukuran Buku: B5

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. masih tingginya angka kematian bayi. Hal ini sesuai dengan target Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. masih tingginya angka kematian bayi. Hal ini sesuai dengan target Millenium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi Indonesia Sehat adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk atau individu agar dapat mewujudkan derajad kesehatan masyarakat yang optimal, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia bertujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PENCARIAN LAYANAN KESEHATAN DENGAN KETERLAMBATAN PASIEN DALAM DIAGNOSIS TB PARU DI BBKPM SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN PERILAKU PENCARIAN LAYANAN KESEHATAN DENGAN KETERLAMBATAN PASIEN DALAM DIAGNOSIS TB PARU DI BBKPM SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU PENCARIAN LAYANAN KESEHATAN DENGAN KETERLAMBATAN PASIEN DALAM DIAGNOSIS TB PARU DI BBKPM SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Sarjana Kedokteran Faris Budiyanto G0012074

Lebih terperinci

HUBUNGAN KELENGKAPAN ANAMNESIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN KASUS KECELAKAAN BERDASARKAN ICD-10 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

HUBUNGAN KELENGKAPAN ANAMNESIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN KASUS KECELAKAAN BERDASARKAN ICD-10 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA HUBUNGAN KELENGKAPAN ANAMNESIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN KASUS KECELAKAAN BERDASARKAN ICD-10 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari 57 negara yang menghadapi krisis tenaga kesehatan. Hal ini ditunjukkan dengan cakupan tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat) yang kurang

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD HUBUNGAN ANTARA STATUS TEMPAT TINGGAL DAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK (BREEDING PLACE) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Gisella M. W. Weey*,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III Reinhard Yosua Lontoh 1), A. J. M. Rattu 1), Wulan P. J. Kaunang 1)

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 Nugraheni M. Letelay, 2013. Pembimbing I : dr. Ellya Rosa Delima, M.Kes Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang bersifat menular. Mycobacterium Tuberculosis telah menginfeksi sepertiga

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG Pelaksanaan pengodean dilakukan oleh seorang profesional perekam medis dengan menggunakan standar klasifikasi

LATAR BELAKANG Pelaksanaan pengodean dilakukan oleh seorang profesional perekam medis dengan menggunakan standar klasifikasi KESESUAIAN HASIL PENENTUAN PENYEBAB KEMATIAN STROKE PADA PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN ATURAN DALAM ICD-10 DI RUMAH SAKIT UMUM DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2010 Faqih Addin Saputra 1, Rano Indradi Sudra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Huffman (1994) Berkas rekam medis sangat menentukan terciptanya laporan kesehatan yang valid, untuk itu proses penulisan, pengolahan, dan pelaporan rekam medis

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER GRADE I DAN II PADA ANAK 0 14 TAHUN DI RSUD PROF. W. Z. JOHANNES KUPANG PERIODE JANUARI DESEMBER 2007 Yasinta Adolfina Making. 2009. Pembimbing I :

Lebih terperinci