KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS"

Transkripsi

1 PEMERINTAH KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS RANPERDA RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KATINGAN TAHUN September 2014

2

3 Daftar Isi KATA PENGANTAR Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penyusunan Dokumen KLHS Sasaran METODOLOGI Ruang Lingkup Kajian Pendekatan Kajian Mekanisme dan Tahapan KLHS KARAKTERISTIK KABUPATEN KATINGAN Karakteristik dan Profil Kabupaten Katingan Kondisi Geografis Kawasan Hutan Tutupan Lahan Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati Wilayah Rawan Bencana Pertambangan Sosial Ekonomi dan Budaya Kependudukan Mata Pencaharian Kesehatan masyarakat Perekonomian Daerah Masyarakat Adat dan Konflik Lahan KEBIJAKAN DAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH Substansi Ranperda RTRW Kabupaten Katingan Tujuan Penataan Ruang Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang... 33

4 4.2 Rencana Struktur Ruang Rencana Pola Ruang Penetapan Kawasan Strategis Arahan Pemanfaatan Ruang Kabupaten Katingan Arahan Pengendalian Ruang Wilayah Kaitan RTRW Kabupaten Katingan dan KRP Prioritas PENGKAJIAN DAMPAK/PENGARUH KRP RTRW Identifkasi Pemangku Kepentingan Identifkasi Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Dampak/Pengaruh KRP Penataan Ruang Dampak KRP RTRW Terhadap Aspek Lingkungan Hidup Dampak KRP terhadap aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi Perumusan Alternatif dan/atau Mitigasi Penyempurnaan Ranperda RTRW Kabupaten Katingan Mitigasi KRP RTRW Kabupaten Katingan Aspek Lingkungan Hidup Mitigasi KRP RTRW Kabupaten Katingan Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya Rumusan Skenario Optimal Aspek Lingkungan Hidup Rumusan Skenario Optimal Aspek Sosial-Ekonomi-Budaya Rumusan Skenario Optimal Aspek SPRE REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT Rencana struktur ruang Rencana pola ruang Tindak Lanjut/Pemantauan dan Evaluasi Daftar Pustaka Daftar Lampiran 102

5 Daftar Tabel Tabel 3.1 Pembagian Wilayah Administrasi Berdasarkan Luas Kecamatan di Kabupaten Katingan Tabel 3.2 Topografi dan/atau Ketinggian Kabupaten Katingan Tabel 3.3 Data Klimatologi di Kabupaten Katingan Tahun Tabel 3.4 Luas Hutan Berdasarkan Tata Guna Hutan Kabupaten Katingan Tahun Tabel 3.5 Komposisi Luas Tutupan Lahan di Kabupaten Katingan Tabel 3.6 Sebaran Lahan Gambut Menurut Penutupan Hutan di Kabupaten Katingan.. 16 Tabel 3.7 Daerah Rawan Banjir di Kabupaten Katingan Tahun Tabel 3.8 Jenis Sumber Daya Pertambangan di Kabupaten Katingan Tabel 3.9 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Katingan Tabel 3.10 Jumlah Penduduk dan Kepadatan di Kabupaten Katingan Tabel 3.11 Luas Panen Hasil Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Katingan Tabel 3.12 Produksi per Jenis Ikan Hias Hasil Tangkap di Perairan Umum Kabupaten Katingan Tabel 3.13 Perkembangan pembangunan perikanan di Kabupaten Katingan Tabel 3.14 PDRB Per Sektor di Kabupaten Katingan Tahun Tabel 3.15 Pertumbuhan PDRB Per Kapita Kabupaten Katingan Tabel 4.1 Substansi, Muatan dan Orientasi Penataan Ruang Kabupaten Katingan Tabel 4.2 Keterkaitan Substansi Muatan Kebijakan dan Strategi Terhadap Tujuan Penataan Ruang Kabupaten Katingan Tabel 4.3 Luas Rencana Kawasan Lindung Kabupaten Katingan Tahun Tabel 4.4 Luas Rencana Kawasan Budidaya Kabupaten Katingan tahun Tabel 4.5 Kawasan Strategis Nasional di Kabupaten Katingan Tabel 4.6 Kawasan Strategis Provinsi di Kabupaten Katingan Tabel 4.7 Kawasan Strategis Kabupaten di Kabupaten Katingan Tabel 5.1 Identifikasi Pemangku Kepentingan, Kontribusi, dan Peran yang Dilakukan. 49 Tabel 5.2 Indeks Pencemaran di Perairan Sungai Katingan pada Tahun 2006 dan Tahun Tabel 5.3 Jumlah Desa Berdasarkan Potensi Konflik di Kabupaten Katingan Tabel 5.4 Perubahan Tutupan Lahan yang Terjadi dari Tahun 2000 dan Tahun

6 Tabel 5.5 Perbandingan Luas Wilayah dengan Skenario BAU dan Skenario Optimal di Kabupaten Katingan Tabel 5.6 Tipe dan Luas Perubahan Lahan di Kabupaten Katingan (tahun ) 80 Tabel 5.7 Kandungan (Stok) Karbon (Ton C/ha) pada Berbagai Tipe Lahan Berdasarkan Hasil Riset Tabel 5.8 Perhitungan Emisi Karbon Akibat Perubahan Tutupan Lahan (Tahun ) di Kabupaten Katingan Tabel 5.9 Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Katingan (tahun ) Tabel 5.10 Resume Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Katingan sampai Tahun 2034 dan Emisi Karbonnya (Skenario BAU/Skenario Dasar) Tabel 5.11 Usulan Rencana PolaRuang RTRW Kabupaten Katingan (Tahun ) (Skenario Optimal) Tabel 5.12 Resume Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Katingan dibandingkan Rencana Pola Ruang RTRW sampai Tahun 2034 dan Emisi Karbonnya (Skenario Optimal)

7 Daftar Gambar Gambar 2.1 Kerangka Kerja Kajian Lingkungan Hidup Strategis... 7 Gambar 3.1 Peta Batas Adminsitrasi Kabupaten Katingan berdasarkan hasil kesepakatan dan Permendagri (2013) Gambar 3.2 Peta Topografi Kabupaten Katingan Gambar 3.3 Proporsi Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Katingan Menurut Citra Landsat Gambar 3.4 Jumlah Penduduk Kabupaten Katingan Tahun Gambar 4.1 Peta Struktur RTRW Kabupaten Kaatingan Gambar 4.2 Persentase Pola Ruang Kabupaten Katingan Tahun Gambar 4.3 Peta Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Katingan Gambar 4.4 Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Katingan Gambar 5.1 Potensi Konflik Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Katingan Gambar 5.2 Peta perbandingan Kecamatan dengan Jumlah Orang Miskin di Kabupaten Katingan, Gambar 5.3 Sebaran Wilayah dengan Nilai Konservasi Tinggi di Kabupaten Katingan.. 76 Gambar 5.4 Peta Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Katingan Tahun Gambar 5.5 Peta Rencana Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Katingan Tahun (Skenario BAU/Skenario Dasar) Gambar 5.6 Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Katingan Gambar 5.7 Peta Distrubsi Curah Hujan Kabupaten Katingan Gambar 5.8 Usulan Peta Rencana Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Katingan Tahun (Skenario Optimal)... 93

8 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Lingkungan hidup di Indonesia saat ini masih menunjukkan penurunan kondisi, seperti terjadinya pencemaran, kerusakan lingkungan, penurunan ketersediaan dibandingkan kebutuhan sumber daya alam, maupun bencana lingkungan. Hal ini merupakan indikasi bahwa aspek lingkungan hidup belum sepenuhnya diperhatikan dalam perencanaan pembangunan. Selama ini, proses pembangunan yang terformulasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program dipandang kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara optimal. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan pada tataran kegiatan atau proyek melalui berbagai instrumen seperti antara lain Amdal, dipandang belum menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat berbagai persoalan lingkungan hidup berada pada tataran kebijakan, rencana dan/atau program. Memperhatikan hal tersebut, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) bertujuan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan. KLHS digunakan untuk merencanakan dan mengevaluasi kebijakan, rencana dan/atau program yang akan atau sudah ditetapkan. Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program (KRP), KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan, sedangkan dalam evaluasi KRP, KLHS digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan alternatif penyempurnaan KRP yang menimbulkan dampak dan/atau risiko negatif terhadap lingkungan. KRP dalam kajian ini adalah substansi yang terkandung dalam Renstra RTRW Kabupaten Katingan. Makna strategis mengandung arti perbuatan atau aktivitas sejak awal proses pengambilan keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil akhir yang akan diraih. Dalam konteks KLHS perbuatan dimaksud adalah suatu proses kajian yang dapat menjamin dipertimbangkannya hal-hal yang prioritas dari aspek pembangunan berkelanjutan dalam proses pengambilan keputusan (penyusunan/evaluasi) KRP sejak dini. Pendekatan strategis dalam penyusunan/evaluasi KRP bukanlah sekedar untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan, melainkan juga untuk merencanakan dan mengendalikan langkah-langkah yang diperlukan sehingga 1

9 menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. KLHS bermanfaat untuk menjamin bahwa setiap KRP lebih hijau dalam artian dapat menghindarkan atau mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan sosial. Dalam hal ini, KLHS berarti juga menerapkan prinsip precautionary principles, dimana KRP menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup (Permen LH Nomor 9 Tahun 2011). 1.2 Tujuan Penyusunan Dokumen KLHS Dokumen KLHS terhadap Ranperda RTRWK Kabupaten Katingan disusun untuk: 1. Memastikan bahwa prinsip prinsip pembangunan berkelanjutan sudah digunakan sebagai dasar dalam penyusunan dan penetapan Ranperda RTRWK 2. Mengkaji potensi pengaruh kebijakan, rencana dan program yang tertuang di dalam Ranperda RTRW Kabupaten Katingan 3. Merumuskan pilihan mitigasi dampak dan/atau alternatif KRP 4. Memastikan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang lain dalam hal pengambilan keputusan kebijakan penataan ruang. 1.3 Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan dokumen ini adalah untuk memastikan penyusunan Ranperda RTRW Kabupaten Katingan didasarkan dan terintegrasi dengan prinsip-prinsip KLHS dan Strategi Pembangunan Rendah Emisi (SPRE). 2

10 2.1 Ruang Lingkup Kajian 2 METODOLOGI Perencanaan tata ruang yang selama ini dilakukan di Kabupaten Katingan belum sepenuhnya memprakirakan besarnya dampak dan arah mitigasi serta belum memberikan gambaran kuantitatif sejauh mana aspek lingkungan akan dipengaruhi oleh rencana yang telah ditetapkan dan bagaimana menanggulangi dampak yang akan terjadi. Untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam Dokumen RTRW Kabupaten Katingan, maka studi KLHS terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) RTRW menjadi penting untuk terwujudnya penataan ruang yang lebih ramah lingkungan dan sosial sehingga pembangunan berkelanjutan yang diharapkan dapat diwujudkan. Ruang lingkup penyusunan KLHS terhadap RTRW Kabupaten Katingan adalah sebagai berikut: 1. Substansi Ranperda RTRW Kabupaten Katingan termasuk laporan-laporan lain yang terkait dengan Ranperda RTRW. 2. Informasi/data karakteristik biofisik dan sosial-ekonomi-budaya sebagai data dasar di Kabupaten Katingan. 3. Pelibatan pemangku kepentingan yang terdiri atas unsur-unsur pemerintah dan non-pemerintah yang tergabung dalam Pokja Perlindungan Lingkungan serta unsurunsur lain yang relevan. 4. Isu isu strategis dan kebijakan, rencana dan/atau program (KRP) prioritas yang menjadi substansi Ranperda RTRW Kabupaten Katingan 2.2 Pendekatan Kajian Pendekatan KLHS dalam penataan ruang didasarkan pada alur pikir dan metodologi pelaksanaan KLHS sesuai dengan yang disarankan dalam Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Berdasarkan literatur tentang konsep KLHS, ada 4 (empat) model pendekatan KLHS untuk penataan ruang (Asdak, 2012), yaitu: a. KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup/AMDAL (EIA-Mainframe.) KLHS dilaksanakan menyerupai AMDAL, yaitu mendasarkan telaah pada dampak yang ditimbulkan RTRW terhadap lingkungan hidup dan aspek sosial. Perbedaannya adalah pada ruang lingkup dan tekanan analisis pada tiap hirarhi KRP RTRW. b. KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan Hidup (Environmental Appraisal) KLHS ditempatkan sebagai environmental appraisal untuk memastikan KRP RTRW menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, sehingga bisa diterapkan 3

11 sebagai sebuah telaah khusus yang berpijak dari sudut pandang aspek lingkungan hidup. c. KLHS sebagai Kajian Terpadu/Penilaian Keberlanjutan (Integrated Assessment Sustainability Appraisal) KLHS diterapkan sebagai bagian dari uji KRP untuk menjamin keberlanjutan secara holistik, sehingga sudut pandangnya merupakan paduan kepentingan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Dalam prakteknya, KLHS kemudian lebih ditempatkan sebagai bagian dari kajian yang lebih luas yang menilai atau menganalisis dampak sosial, ekonomi dan lingkungan hidup secara terpadu. d. KLHS sebagai pendekatan Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya Alam (Sustainable Natural Resource Management) atau Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya (Sustainable Resource Management) KLHS diaplikasikan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, dan a) dilaksanakan sebagai bagian yang tidak terlepas dari hirarki sistem perencanaan penggunaan lahan dan sumberdaya alam, atau b) sebagai bagian dari strategi spesifik pengelolaan sumberdaya alam. Model a) menekankan pertimbanganpertimbangan kondisi sumberdaya alam sebagai dasar dari substansi RTRW, sementara model b) menekankan penegasan fungsi RTRW sebagai acuan aturan pemanfaatan dan perlindungan cadangan sumberdaya alam. Berdasarkan pada perkembangan pendekatan di atas, maka untuk Kabupaten Katingan, pendekatan yang tepat adalah menggunakan pendekatan KLHS sebagai Kajian Terpadu/Penilaian Keberlanjutan (Integrated Assessment Sustainability Appraisal), yang disesuaikan dengan: a. Kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang menjadi fokus kajian, b. Lingkup dan substansi KRP Ranperda RTRW Kabupaten Katingan yang akan ditelaah, c. Kemauan politik (political will) yang kuat untuk menghasilkan KRP yang lebih berkualitas. 2.3 Mekanisme dan Tahapan KLHS Dengan mengacu pada Pedoman Penyusunan KLHS (Permen LH Nomor 9 Tahun 2011), maka mekanisme dan tahapan penyusunan KLHS terhadap RTRW Kabupaten Katingan adalah sebagai berikut: 1. Penapisan Kegiatan penapisan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan KLHS terhadap sebuah konsep/muatan rencana tata ruang. Langkah ini diperlukan atas alasanalasan: a) memfokuskan telaah pada KRP yang memiliki nilai strategik, b) memfokuskan telaah pada KRP yang diindikasikan akan memberikan konsekuensi 4

12 penting pada kondisi lingkungan hidup, dan c) memberikan gambaran umum metodologi pendekatan yang akan digunakan. 2. Pelingkupan Pelingkupan merupakan proses yang sistematis dan terbuka untuk mengidentifikasi isu-isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan timbul berkenaan dengan rencana KRP RTR Wilayah dan Kawasan. Dengan adanya pelingkupan ini, pokok bahasan dokumen KLHS akan lebih difokuskan pada isu-isu atau konsekuensi terhadap lingkungan hidup dan aspek sosial. 3. Telaah dan Analisis Teknis Telaah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya RTRW, serta pengujian efektivitas RTRW dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Pengkajian dan analisis teknis mencakup: a) pemilihan dan penerapan metode, serta teknik analisis yang sesuai dan terkini, b) penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis agar sesuai dengan kebutuhan rekomendasi, dan c) sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan aspirasi yang dijaring. 4. Pengembangan Alternatif Alternatif dalam hal ini adalah pilihan KRP baru dan/atau upaya mitigasi dampak dalam bentuk perubahan hal-hal yang diprakirakan akan menimbulkan dampak ketika KRP dilaksanakan. Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup: a) substansi pokok/dasar RTRW (misalnya, pilihan struktur dan pola ruang), b) program atau kegiatan penerapan muatan RTRW (misalnya, pilihan intensitas pemanfaatan ruang), dan/atau c) kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup (misalnya, penerapan bentuk bangunan yang hemat energi). 5. Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan dilakukan untuk memilih alternatif terbaik yang bisa dilaksanakan yang dipercaya dapat mewujudkan tujuan penataan ruang dalam kurun waktu yang ditetapkan. Alternatif terpilih tidak hanya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial akan tetapi juga dapat menjamin terpeliharanya fungsi lingkungan secara terus menerus. Berbagai metodologi yang lazim diterapkan dalam pengambilan keputusan, antara lain,: compatibility [internal dan eksternal] appraisal, benefit-cost ratio, analisis skenario dan multikriteria, analisis risiko, survai opini untuk menentukan prioritas, dll. 6. Partisipasi dan Konsultasi Masyarakat Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif. Semua komponen kegiatan diwarnai berbagai bentuk partisipasi dan konsultasi masyarakat. Namun demikian, tingkat keterlibatan atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi tergantung pada aras (level of detail) RTRW, peraturan perundangan yang mengatur keterlibatan masyarakat, serta komitmen dan keterbukaan dari pimpinan organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Secara umum boleh dikatakan bila KLHS diaplikasikan pada tingkat nasional atau provinsi, maka keterlibatan atau 5

13 partisipasi masyarakat harus lebih luas dan intens dibanding KLHS pada tingkat kabupaten atau kota. Bila KLHS diaplikasikan untuk tingkat kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses pelibatan masyarakat atau konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin dan efektif. Hal ini disebabkan cakupan muatan RTRW yang bersifat operasional memiliki ragam penerapan yang variatif dan bersinggungan langsung dengan kegiatan masyarakat. Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menelaah, memberikan masukan, dan mendapatkan tanggapan dalam proses KLHS. Kegiatan ini juga mensyaratkan adanya tata laksana penyaluran aspirasi masyarakat, termasuk pada tahap pengambilan keputusan. 7. Internalisasi KLHS dalam Proses Penyusunan RTRW Komponen-komponen kerja KLHS dilaksanakan dengan memperhatikan proses formal yang berjalan. Kombinasi berbagai alternatif pelaksanaannya sangat ditentukan oleh kekhususan proses pengambilan keputusan yang sedang terjadi pada masing-masing RTRW. Dalam kasus dimana proses perencanaan RTRW belum terbentuk atau dilaksanakan, seluruh komponen kerja KLHS bisa dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari langkah-langkah pekerjaan penyusunan RTRW. Pada situasi dimana KLHS hadir sebagai kebutuhan untuk mendukung proses pengambilan keputusan di tahap akhir proses perencanaan, proses kerjanya bisa terpisah (stand alone). Banyak kondisi dimana kombinasi antara kedua hal di atas akan terjadi, misalnya pengintegrasian beberapa komponen kerja di tahap-tahap tertentu dan memisahkannya pada tahap yang lain. Dapat pula terjadi situasi dimana tidak semua komponen kerja perlu dilaksanakan atas alasan-alasan tertentu tanpa mengurangi nilai penting dari pelaksanaan KLHS itu sendiri. Kerangka kerja KLHS dapat dilihat pada Gambar

14 Penapisan Pelingkupan Gambar 1. Kerangka Kerja KLHS Telaah/Analisis Alternatif PARTISIPASI MASYARAKAT Keputusan Tindak Lanjut/Pemantauan Gambar 2.1 Kerangka Kerja Kajian Lingkungan Hidup Strategis Keterangan: Komponen kegiatan Kesatuan hubungan prosedural antar komponen kegiatan yang bisa bersifat sekuensial, iteratif, atau siklus Arah hubungan yang pasti/umum dilakukan Arah hubungan yang tidak selalu terjadi/tidak wajib dilakukan Kegiatan partisipasi masyarakat mewarnai semua komponen kegiatan, namun metode pelaksanaan dan tingkat partisipatifnya tergantung pada situasi dan kebutuhan. 7

15 3 KARAKTERISTIK KABUPATEN KATINGAN 3.1 Karakteristik dan Profil Kabupaten Katingan Kondisi Geografis Kabupaten Katingan secara geografis terletak diantara 112 O 00 BT 0 O 20 LS dan 113 O 45 BT 3 O 30 LS yang secara administratif berbatasan dengan: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau, Kota Palangka Raya, dan Kabupaten Gunung Mas Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Timur. Sedangkan dilihat secara topografi Kabupaten Katingan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: Bagian Selatan merupakan daerah pantai dan rawa yang dipengaruhi oleh pasang surut, dengan ketinggian 0-50 m dari permukaan laut Bagian Tengah merupakan dataran dengan ketinggian m dari permukaan laut Bagian Utara merupakan perbukitan dengan ketinggian m dari permukaan laut. Secara administrasi pemerintahan, Kabupaten Katingan terdiri atas 13 Kecamatan dan 154 Desa dan 7 Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Katingan berdasarkan UU No. 5 Tahun 2002 sebesar km 2 atau ha, sedangkan berdasarkan perkembangan tata batas wilayah sampai Tahun 2013 luas Kabupaten Katingan menjadi ±20.698,5 km 2 atau ± ,9 ha (Gambar 3.1). 8

16 Gambar 3.1 Peta Batas Administrasi Kabupaten Katingan berdasarkan hasil Kesepakatan dan Permendagri (2013). Berikut pembagian wilayah administrasi Kabupaten Katingan dengan luas wilayah per kecamatan yang dapat dilihat dalam Tabel

17 Tabel 3.1 Pembagian Wilayah Administrasi Berdasarkan Luas Kecamatan di Kabupaten Katingan No. Kecamatan Kelurahan Jumlah Desa Luas wilayah 1 Tewang Sanggalang Garing ,53 km 2 2 Tasik Payawan ,22 km 2 3 Sanaman Mantikei ,62 km 2 4 Pulau Malan ,48 km 2 5 Petak Malai ,95 km 2 6 Mendawai ,12 km 2 7 Marikit ,94 km 2 8 Katingan Tengah ,65 km 2 9 Katingan Kuala ,87 km 2 10 Katingan Hulu ,12 km 2 11 Katingan Hilir ,61 km 2 12 Kamipang ,39 km 2 13 Bukit Raya ,00 km 2 JUMLAH ,51 km 2 Sumber: Bagian Adpum Setda Katingan Tahun 2013 Catatan: Luasan ini hanya daratan dan belum termasuk laut yang ada di wilayah Kab. Katingan Kabupaten Katingan memiliki wilayah yang berbatasan dengan sungai serta wilayah yang dapat dilalui oleh transportasi darat. Beberapa kecamatan bahkan berfungsi sebagai pintu gerbang menuju Provinsi Kalimantan Tengah karena terletak di jalur Trans Kalimantan. Kecamatan yang dapat dilalui oleh transportasi darat terletak di beberapa kecamatan, antara lain, Kecamatan Tewang Sanggalang Garing, Kecamatan Pulau Malan, Kecamatan Katingan Tengah, Kecamatan Katingan Hilir, Kecamatan Senaman Mantikei, Kecamatan Tasik Payawan dan Kecamatan Kamipang. Keenam kecamatan lainnya masih didominasi oleh transportasi air. Topografi dan Kemiringan Lereng Wilayah Kabupaten Katingan di sekitar aliran Sungai Katingan mudah tergenang, berawa-rawa dan merupakan endapan serta bersifat organik dan asam. Wilayah daratan dengan ketinggian 0-7 m dari permukaan laut memiliki luasan ha atau 11,16% dari luas wilayah, yang memiliki sifat datar sampai bergelombang seperti Gambar 3.2. Wilayah dengan ketinggian m dari permukaan laut memiliki luasan ha atau 9,79% dan lokasinya menyebar. Wilayah dengan ketinggian di atas 500 m mempunyai sifat berbukit sampai bergunung dengan kelerengan lebih dari 40% dan sangat potensi erosi. Sebagian besar wilayah Kabupaten Katingan mempunyai kemiringan lereng 0-15%, meliputi ha atau 71,04% dari total wilayah. Wilayah dengan kelerengan di atas 40% mempunyai areal yang paling sedikit, khususnya penyebarannya terkonsentrasi di bagian utara, dimana wilayahnya mempunyai ketinggian di atas 500 m di atas permukaan laut, seperti pada Tabel

18 Gambar 3.2 Peta Topografi Kabupaten Katingan Tabel 3.2 Topografi dan/atau Ketinggian Kabupaten Katingan No Kecamatan Nama Kota Ketinggian (m) 1 Katingan Kuala Pegatan 13 2 Mendawai Mendawai 15 3 Kampingan Baun Bango 17 4 Tasik Payawan Petak Bahandang 19 5 Katingan Hilir Kasongan 22 6 T. Sanggalang Garing Pendahara 32 11

19 No Kecamatan Nama Kota Ketinggian (m) 7 Pulau Malan Buntut Bali 27 8 Katingan Tengah Tumbang Samba 30 9 Sanaman Mantikei Tumbang Kaman Marikit Tumbang Hiran Katingan Hulu Tumbang Senamang Petak Malai Tumbang Baroai Bukit Raya Tumbang Kajamei 50 Sumber: RTRW Kabupaten Katingan Tahun Iklim Kondisi iklim di Kabupaten Katingan sangat dipengaruhi dari letak geografis wilayahnya di sekitar garis khatulistiwa, dengan ciri beriklim panas dan lembab serta bercurah hujan tinggi. Selama sepuluh tahun terakhir, rata-rata curah hujan Katingan sebesar 250 mm per bulan. Berdasarkan klasifikasi iklim dari Schimdt-Ferguson (1951), dengan kriteria bulan kering (BK) jika curah hujan < 60 mm/bulan, bulan lembab jika curah hujan mm/bulan, dan bulan basah (BB) jika curah hujan > 100 mm/bulan, maka wilayah Kabupaten Katingan adalah wilayah klasifikasi iklim basah. Jumlah hari hujan dalam setahun di wilayah Kabupaten Katingan adalah 202 hari. Curah hujan terbanyak jatuh pada bulan Desember-Maret, sedangkan bulan kering/kemarau jatuh pada Juli sampai dengan September. Data klimatologi di Kabupaten Katingan dapat dilihat pada Tabel 3.3. Suhu udara di Kabupaten Katingan sangat bervariasi dengan suhu rata-rata 26,8 o C (dengan variasi antara 26,2 o C 27,7 o C). Suhu udara rata-rata minimun 25,5 o C terjadi pada bulan September dan suhu udara maksimum mencapai 28,5 o C terjadi pada bulan Agustus. Selama sepuluh tahun terakhir ini, rata-rata kecepatan angin sekitar 4-6 knot atau termasuk daerah dengan kecepatan angin rendah. Kabupaten Katingan yang dilalui garis khatulistiwa mendapatkan intensitas penyinaran matahari cukup tinggi, yaitu sebesar 53%. Kondisi tersebut menyebabkan penguapan di wilayah Katingan cukup tinggi ditandai dengan pertumbuhan awan konvektif. Kondisi Kabupaten Katingan sebagai daerah konveksi di dukung oleh cakupan wilayah dengan sumber daya air yang cukup di wilayah Kabupaten Katingan, yaitu 8,76% dari luas Kabupaten Katingan. Tabel 3.3 Data Klimatologi di Kabupaten Katingan Tahun 2012 Bulan Hari Hujan Curah Hujan (mm) Rata-rata Suhu ( C) Rata-rata Kelembaban (%) Januari ,53 29,4 76,88 Februari ,14 29,5 75,4 Maret ,52 29,5 77,4 April ,47 29,2 76,9 Mei ,57 28,8 76,7 Juni 5 118,90 28,8 76,5 12

20 Bulan Hari Hujan Curah Hujan (mm) Rata-rata Suhu ( C) Rata-rata Kelembaban (%) Juli ,60 28,8 77,2 Agustus ,98 29,0 76,1 September 5 150,96 29,5 75,1 Oktober ,32 30,1 75,6 November ,32 29,3 77,5 Desember ,34 29,4 79,1 Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Katingan (2010) Hidrologi Kabupaten Katingan dialiri oleh sungai besar, yaitu Sungai Katingan yang membentang dan mengalir dari utara ke selatan berakhir di Laut Jawa dengan panjang yang dapat dilayari kurang lebih 650 km 2. Adapun anak-anak Sungai Katingan yang dapat dilayari adalah sebagai berikut: Sungai Kalanaman, dengan panjang ±65 km2 Sungai Samba, dengan panjang ±100 km2 Sungai Hiran, dengan panjang ±75 km2 Sungai Bemban, dengan panjang ±75 km2 Sungai Sanamang, dengan panjang ±65 km2 Sungai Mahup, dengan panjang ±50 km2 Sungai di Kabupaten Katingan dimanfaatkan oleh PDAM sebagai air baku/air bersih untuk Kota Kasongan. Sungai Katingan sering mengakibatkan bajir 5-10 tahunan, dimana permukaan air sungai naik sampai 3 meter. Sungai Katingan pada musim pasang dari mulai muara sungai di Katingan sampai dengan Kota Kasongan dapat dilalui kapal klotok dengan daya angkut 100 ton lebih, tetapi pada bagian hilir sungai terjadi pendangkalan Kawasan Hutan Kawasan hutan di Kabupaten Katingan dibagi menjadi dua kawasan hutan, yaitu hutan sebagai kawasan lindung dan hutan sebagai kawasan budidaya. Hutan sebagai kawasan lindung disebut sebagai hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan lindungan kepada kawasan sekitar maupun wilayah dibawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Peruntukan kawasan lindung di Kabupaten Katingan diarahkan pada bagian utara. tepatnya di Kecamatan Katingan Hulu. Kecamatan Katingan Tengah dan Kecamatan Senaman Mantikei. Keberadaan hutan ini selain sebagai pelindung DAS Katingan. juga dapat berfungsi sebagai cagar alam yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata terbatas (adventure tourism). Kawasan hutan untuk kawasan budidaya di Kabupaten Katingan dibagi menjadi tiga kawasan budidaya, yaitu: 1. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), adalah jenis hutan peruntukan bagi keperluan produksi kayu hutan alam dimana kegiatan penebangan diatur dengan 13

21 ketentuan pembatasan yang ketat untuk tujuan meminimalkan kerusakan lingkungan. Kawasan ini diarahkan pada bagian utara Kabupaten Katingan tepatnya di Kecamatan Hulu. Kecamatan Katingan Tengah dan Kecamatan Senaman Mantikei. Selain itu, kawasan ini juga diarahkan ke bagian selatan karena adanya lahan bergambut yang tergenang tetap ditunjukkan sebagai buffer bagi kawasan lindung dan kawasan budidaya lainnya. Lokasinya berada di Kecamatan Mendawai dan Kecamatan Katingan Kuala. 2. Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP), adalah jenis peruntukan bagi keperluan produksi kayu hutan alam yang penebangannya boleh dilakukan secara leluasa. Kawasan ini diarahkan tersebar ke seluruh kecamatan yang terdapat dalam Kabupaten Katingan. 3. Kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), adalah jenis peruntukan bagi keperluan produksi kayu yang mengandalkan sumber kayu dari hutan tanaman. Kawasan ini diarahkan ke Kecamatan Marikit. Pemanfaatan kawasan untuk sektor kehutanan di wilayah Kabupaten Katingan seluas ± ,31 ha atau sekitar 60,47% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Katingan, dengan rincian peruntukkan sebagai berikut: a. Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA atau HPH) seluas ± ,45 ha atau sekitar 35,40% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Katingan. b. Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT atau HTI) seluas ± ,00 ha atau sekitar 0,79% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Katingan. c. Kawasan Taman Nasional seluas ± ha atau sekitar 24,27% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Katingan. Sedangkan pencadangan hutan untuk Areal Restorasi Ekosistem seluas ± ,25 ha atau sekitar 13,29% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Katingan. Tabel 3.4. menunjukkan pembagian luasan hutan berdasarkan guna lahan di Kabupaten Katingan berdasarkan kondisi eksisting tahun Tabel 3.4 Luas Hutan Berdasarkan Tata Guna Hutan Kabupaten Katingan Tahun 2009 No Rincian Luas Wilayah (Ha) 1 Hutan Lindung ,71 2 Hutan Produksi ,07 3 Hutan Produksi Terbatas (HPT) ,23 4 Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) ,25 5 Hutan Suaka Alam/Taman Nasional TN Sebangau TN Bukit Raya Perairan ,17 Sumber: RTRW Kabupaten Katingan Tahun

22 3.1.3 Tutupan Lahan Berdasarkan hasil interpretasi Citra Landsat Liputan Tahun 2006, sebagian besar wilayah Kabupaten Katingan mempunyai penutupan lahan (land cover) berupa hutan, yaitu sekitar 73,22% (Gambar 3.3). Kawasan yang tidak berpenutupan hutan sekitar 26,78%. Sementara berdasarkan data sebaran gambut, sekitar 29,46% dari wilayah Kabupaten Katingan merupakan kawasan bergambut dan kawasan yang bergambut dalam dan tebal sekitar 9,39% dari luas wilayah Kabupaten Katingan. Komposisi luas tutupan lahan di Kabupaten Katingan dapat dilihat pada Tabel 3.5. Sedangkan untuk sebaran lahan gambut dapat dilihat pada Tabel 3.6. Gambar 3.3 Proporsi Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Katingan Menurut Citra Landsat 2006 Tabel 3.5 Komposisi Luas Tutupan Lahan di Kabupaten Katingan No Kelas Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Air ,51 1,00 2 Belukar Rawa ,18 7,28 3 Hutan Mangrove Primer 10,42 0,00 4 Hutan Mangrove Sekunder ,50 0,92 5 Hutan Primer ,32 12,19 6 Hutan Rawa Primer ,22 0,95 7 Hutan Rawa Sekunder ,16 30,95 8 Hutan Sekunder ,23 27,88 9 Hutan Tanaman 5.871,24 0,34 10 Pemukiman 1.934,78 0,11 11 Perkebunan 4.979,82 0,28 12 Pertambangan ,41 0,82 15

23 No Kelas Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 13 Pertanian Lahan Kering 1.979,96 0,11 14 Pertanian Lahan Kering Campuran ,97 1,85 15 Rawa ,99 2,00 16 Sawah ,28 1,02 17 Semak/Belukar ,65 11,47 18 Tanah terbuka/kosong ,64 0,82 19 Transmigrasi 47,70 0,00 Jumlah ,00 100,00 REKAPITULASI PENUTUPAN LAHAN Kawasan Berhutan ,22 Kawasan Tidak Berhutan ,78 Jumlah ,00 Sumber: RTRW Kabupaten Katingan Tahun Tabel 3.6 Sebaran Lahan Gambut Menurut Penutupan Hutan di Kabupaten Katingan No Kelas Kedalaman Gambut Luas (Ha) Persentase (%) 1 Tanah Mineral ,87 8,57 2 Dangkal/Tipis ,05 3,25 3 Sedang ,17 33,25 4 Dalam/Tebal ,51 23,04 5 Sangat Dalam/Sangat Tebal ,12 13,72 6 Sangat Dalam Sekali/Sangat Tebal Sekali ,91 18,16 Jumlah ,64 100,00 Sumber: RTRW Kabupaten Katingan Tahun Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati Secara umum ekosistem di kabupaten Katingan cukup lengkap, mulai dari daerah pantai hingga daerah perbukitan. Wilayah ini juga didominasi oleh daerah bergambut. Dari ekosistem yang dimiliki setidaknya beberapa tipe ekosistem dan keanekaragaman hayati yang berada di dalam ekosistem tersebut berada dalam kondisi yang aman adalah yang berada didalam kawasan lindung terutama yang berada di dalam kawasan TN Sebangau dan TN Bukit Baka Bukit Raya. TN Sebangau mewakili darah hutan dengan type ekosistem gambut sedangkan TN Bukit Baka Bukit Raya mewakili daerah hutan dipterocarpaceaea dataran rendah dan dataran tinggi. Beberapa jenis keanekaragaman hayati yang dapat dijumpai di Kabupaten Katingan terutama di wilayah yang masih berhutan diantaranya adalah: 16

24 Flora Beberapa jenis yang tercatat untuk pertama kalinya ditemukan di Kalimantan bahkan Indonesia adalah Gluta sabahan Ding Hou (suku Anacardiaceae), Microtropis valida Ridl (Suku Celasteraceae), Dillenia beccariana Martelli dan Tetracera glaberrima Martelli (suku Dilleniaceae), Lithocarpus coopertus (Blco) Rehd (suku Fagaceae), Gonocaryum crassifolium Ridley (suku Icacinaceae), Misrostegium spectabile (Trin.) A. Camus (suku Graminiceae) dan Selaginnela magnifica Warb (suku Selaginellaceae). Jenis-jenis anggrek tersebut di antaranya: Anggrek Plinplan (Dendrobium mutaabile), Anggrek topas (Coelogyne rochussenii), Anggrek topi (Polystacya flavescens), Anggrek Bintang berpijar (Bulbophyllum Purpurescens), Anggrek Lidah ular (Cymbidium finlaysonianum), Anggrek jinga (Renathera matutina), Anggrek sisik (Pholidota giobosa), Thelasia carinata, Claderia viridifolia, Eria floribunda, Trichoglottis loncolaria, Flickingeria fimbriata, Grammatophylum speciosum, Agrostophylum longifolium, Callothe vestita, Dendrochylum crassum, Liparis Parviflora, Macodes petola. Adapun Jenis anggrek yang ditemui di antaranya Agrostophyllum haseltii, Bulbophylum obscorum, Coelogyne septemcostata, Dendrochylum davindtianum, Eria cepifolia, Liparis condylobulbon, Pholida carnes, dan Thelasis carinata. Fauna Mamalia di antaranya beruang madu (Helarctos malayanus), kesadu (Mydaus javensis), musang wisel (Mustela nupides), linsang/musang air (Cynogale bennettii), binturong (Arctitis binturong), musang (Paradoxurus hermaphroditus), linsang (Prionodon linsang), musang bergaris (Hemigalus derbyanus), musang belang (Visvessa tangalunga), macan dahan (Neofelis nebulosa), kucing hutan (Felis begalensis), kucing emas (Felis badia), babi hutan putih (Sus barbatus), babi hutan (Sus scrofa), pelanduk (Tragulus napu), kancil (Tragulus sp.), uncal kouran (Macropygia ruficeps), kijang (Muntiacus muntjak), rusa sambar (Cervus unicolor), terenggiling (Manis javanica), binatang malam (Tarsius bancanus), tikus hutan (Apodemus sylvaticus), bajing kerdil pukang (Exilisciurus exilis), bajing kelapa (Collosciurus notatus), bajing terbang (Petaurista elegans), landak (Hytrix brachy) Primata di antaranya orang utan (Pongo pygmaeus), lutung kelabu (Presbytis cristata), lutung hitam (Presbytis malalophos), kelasi/lutung merah (Presbytis rubicunda), lutung dahi putih (Presbytis frontata), ungko (Hylobates agilis), wau-wau (Hylobates lar), kelempiau (Hylobates muelleri), kukang (Nycticebus coucang), tarsius (Tarsius bancanus), kera ekor pendek (Macaca sp.), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), dan beruk (Macaca nemestrina). Jenis burung yang menetap di taman nasional ini, antara lain, enggang gading (Buceros Vigil), enggang badak (Buceros rhinoceros), enggang hitam (Anthracoceros malayanus), elang tiram (Pandion haliaetus), elang bondol (Haliaetus Indus), elang kelabu (Butastur indicus), elang Wallace (Spizaetus nanus), elang tikus (Elanus caeruleus), elang hitam (Inctinaetus malayensis), elang ikan kecil (Ichthyophaga humilis), alap-alap sapi (Falco 17

25 moluccensis), alap-alap capung (Microhierax fringillarius), puyuh (Coturnix chinensis), kareo padi (Amaurornis phoenicurus), delimukan zamrud (Chalcophaps indica), cerek kalung hitam (Charadrius dubius), punai lehar merah (Treron vernans), burung hantu (Otus spilocephalus), pelatuk (Hemicircus conceretus), pergam besar (Ducula pickeringi), serindit melayu (Loriculus galgulus), kua (Argusianus argus), ayam hutan (Lophura bulweri), dan kuau kerdil Kalimantan (Polyplectron schleiermacheri) yang merupakan burung endemik pulau Kalimantan yang paling langka dan terancam punah. Ikan diantaranya dari famili Cypriniciae, dengan jenis-jenis: seluang (Osteochilus spilurus), baung (Mystus micracanthus), adung (Hampala macrolepidota), Puntiopliotes waandersi, Lambocheilos bo, Lambocheilos lehat, Tor tambra, Hampala banaculata, Puntioplites waandersi, dan Chelonodon patoca dan Famili Crustaceae, terdiri Potamidae dan Palacomonidae, dengan jenis-jenis Macrobracium dan Pilimanus. Reptil dan Amphibi di antaranya ular (lamaria schlegeli), kadal (Spenomorphus) dan kura-kura darat (famili Testudinidae), katak daun, katak batu, dan kodok. Serangga di antaranya Kupu-kupu (ordo Lepidoptera), kumbang (ordo coleoptera), Belalang (ordo Orthoptera), Capung (ordo Odonata), dan semut (ordo Hymenoptera). Taman Nasional Sebangau seluas ha terletak di Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya. Kawasan tersebut semula merupakan kawasan hutan produksi dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi serta merupakan perwakilan ekosistem rawa gambut yang relatif masih utuh dengan karakteristik ekosistem yang unik ditinjau dari jenis tanah, topografi, hidrologi dan flora serta fauna. Kawasan TN Sebangau mempunyai keanekaragaman hayati tinggi meliputi 166 jenis flora di antaranya jenis yang dilindungi seperti Ramin, Jelutung dan Balangeran. Juga terdapat 116 jenis burung, 35 jenis mamalia dan 36 jenis ikan. Kawasan ini juga merupakan habitat orang-utan dengan populasi mencapai ekor dan habitat bekantan. Kawasan ini mempunyai bentang alam asli dan keindahan danau alami serta atraksi kehidupan berbagai jenis burung di habitat aslinya di antaranya bangau tong-tong Wilayah Rawan Bencana Berdasarkan studi terdahulu, yaitu program perencanaan pengembangan daerah rawan banjir, maka dapat diketahui bahwa Kabupaten Katingan sering mengalami bencana banjir, dengan rincian sebagai berikut (Tabel 3.7). Tabel 3.7 Daerah Rawan Banjir di Kabupaten Katingan Tahun 2008 No Kecamatan Kondisi Banjir Penyebab Terjadinya Banjir 1 Katingan Hilir Bantaran Sungai Katingan yang mengalami banjir hamper terjadi 2 kali dalam setiap tahun. Lama genangan sampai 1 minggu bahkan bisa lebih dari 1 minggu 2 Tasik Payaman Banjir terjadi 2-3 kali pada bulan September-Oktober. Ketinggian banjir yang paling besar yaitu setinggi 1-1,5 meter, yaitu Ketidakmampuan Sungai Katingan mengalirkan air dari sub das katingan bagian hulu. Curah hujan yang cukup tinggi di Kabupaten Katingan hanya dialirkan di Sungai Katingan sebagai satu-satunya sungai yang mengalirkan limpasan ke laut Jawa 18

26 terletak di pinggiran Sungai Katingan 3 Kamipang Setiap tahun interval banjir terjadi 4-6 kali, hingga menggenangi seluruh desa. Banjir terjadi dipengaruhi oleh kondisi air kiriman, serta air pasang yang tertahan dan musim hujan, yang berdurasi antara 1-2 bulan 4 Mendawai Terjadi banjir di Kecamatan Mendawai setinggi 1-1,5 meter, dimana terjadi hingga 2 kali dalam setahun. Lama genangan sampai 1 minggu. Untuk ibu kota kecamatan, banjir yang terjadi disebabkan luapan air pasang setiap hari selama 1-2 jam 5 Katingan Kuala Terjadinya banjir disebabkan air pasang besar terjadi sekitar bulan Oktober-Desember dengan durasi 1-2 jam. Desa yang paling mengalami banjir pasang adalah Desa Kampong Keramat serta Kampung Tengah Sumber: Bappeda Kabupaten Katingan, tahun 2008 Luas permukaan sungai katingan yang terbatas Beralihnya fungsi lahan di DAS Katingan, yang semula berupa hutan menjadi lahan pertanian atau guna lahan komersial lainnya. Desa-desa yang berada di daerah hilir disebabkan terjadinya pasang air laut yang menyebabkan tertahannya aliran sungai katingan. Banjir/genangan terparah terjadi di Desa Parigi dan Desa Muara Bulan Genangan yang terjadi di Kecamatan Katingan Hilir adalah karena pengaruh dari pasang surutnya air laut. Sedangkan aliran Sungai Katingan yang mengakibatkan terjadinya banjir dibagian hulu tidak mengakibatkan banjir di Kecamatan Katingan Hilir Banjir yang terjadi pada tahun-tahun terakhir menyebabkan peningkatan intensitas kandungan partikel dalam air. Erosi yang kuat pada bagian hulu akan memperbesar proses sedimentasi di bagian tengah/hilir, sehingga sungai mengalami pendangkalan dan perpindahan aliran air. Sedimentasi DAS dapat disebabkan oleh manajemen lahan yang kurang baik, dan kondisi tanah yang tidak stabil serta pola tutupan di kawasan penyangga. Pembukaan hutan akan mengakibatkan proses erosi meningkat dan membawa butiranbutiran tanah yang memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan sedimentasi di sungai. Erosi dan pendangkalan berakibat pada pelimpasan air yang besar dan dapat mengakibatkan banjir badang atau banjir kiriman pada daerah dibawahnya. Perubahan terhadap pola penanganan hutan di daerah hulu merupakan awal kontribusi meningkatnya intensitas banjir. Kawasan hutan rusak karena kebijakan yang ada pada akhirnya menjadi perebutan sumber daya hutan oleh pemerintah daerah dengan masyarakat sekitar Pertambangan Banyaknya cadangan berbagai macam bahan tambang wilayah Kabupaten Katingan, menjadikan Kabupaten Katingan merupakan daerah yang potensial untuk kegiatan pertambangan. Meski demikian, kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian Kabupaten Katingan cenderung mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir ini. Hal ini terlihat pada tahun 2008 kontribusi sektor pertambangan sebesar 19

27 3,36 persen yang menurun pada tahun 2011 menjadi 3,05 persen. Berikut gambaran umum jenis sumber daya alam pertambangan yang ada di Kabupaten Katingan (Tabel 3.8). Tabel 3.8 Jenis Sumber Daya Pertambangan di Kabupaten Katingan No. Jenis Sumber Daya Alam Lokasi Keterdapatan 1. Batubara Kec. Tewang Sanggalang Garing di kelurahan pandahara Kec. Katingant Tengah di desa Hangei Kec. Pulau Malan di desa Tewang Karangan Kec. Kamipang di sei kalaru besar dan kalaru kecil. Kec. Tasik Payawan di Kalaru Kec. Marikit, Kec. Sanaman Mantikei Kec. Petak Malai 2. Batuan Beku Kec. Katingan Hulu Kec. Sanaman Mantikei Kec. Marikit Kec. Bukit Raya Kec. Katingan Hilir di sekitar bukit batu Kasongan Kec. Mendawai di Komplek Gunung Kaki 3. Pasir Kuarsa Kec. Sanaman Mantikei di sekitar aliran sei samba Kec. Katingan Hilir di sekitar bukit batu Kasongan Kec. Mendawai di Komplek Gunung Kak Foto 4. Zirkon Kec. Katingan Hilir Kec. Tewang Sangalang Garing Kec. Pulau Malan Kec. Katingan Tengah Kec. Tasik Payawan Kec. Kamipan 5. Batu Mulia Kec. Sanaman Mantikei di desa Tumbang Atei Kec. Katingan Hulu di desa Rantau Bahai 6. Mineral Logam : Kec. Bukit Raya 1. Emas Kec. Katingan Hulu Kec. Marikit Kec. Sanaman Mantikei Kec. Katingan tengah Kec. Pulau Malan Kec. Tewang Sangalang Garing Kec. Katingan 20

28 No. Jenis Sumber Daya Alam Lokasi Keterdapatan 2. Perak Kec. Katingan Tengah Foto 3. Bauksit Kec. Petak Malai 4. Besi dan Tembaga Kec. Sanaman Mantikei di Tumbang Manggo Kec. Katingan Tengah di Mirah Kalanaman Sumber: Bidang Geologi dan Sumber Daya Mineral Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Katingan Tahun Sosial Ekonomi dan Budaya Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Katingan dalam periode terus mengalami peningkatan. Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Katingan tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Katingan jiwa ( jiwa laki-laki dan jiwa perempuan), dan pada akhir tahun 2013 meningkat menjadi jiwa, dengan rincian jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan (Gambar 3.4). Pertambahan penduduk berdampak pada meningkatnya kepadatan penduduk. Pada tahun 2008 kepadatan penduduk Katingan mencapai 7,87 penduduk perkilometer persegi dan pada tahun 2013 menjadi 8,74 penduduk per kilometer persegi. 200, , , , , ,000 80,000 60,000 40,000 20, , , , , , ,000 91,598 94,443 84,704 84, ,410 80,702 84,392 86,565 74,844 76,463 70, Jumlah Penduduk Laki-laki Jumlah Penduduk Perempuan Jumlah Penduduk Gambar 3.4 Jumlah Penduduk Kabupaten Katingan Tahun

29 Dari struktur menurut umur, penduduk Kabupaten Katingan sudah mengarah ke penduduk tua, artinya proporsi penduduk muda, yaitu yang berusia 0-14 tahun sudah mulai menurun. Bila pada tahun 2003, proporsi penduduk muda masih sebesar 45,2%, maka pada tahun 2008 menurun menjadi 33,26%, dan terus menurun hingga tahun 2012 menjadi 28,07%. Untuk proporsi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) naik dari 2,71% pada tahun 2003, menjadi 3,18% pada tahun Adanya kenaikan penduduk lansia mencerminkan adanya kenaikan rata-rata usia harapan hidup penduduk Katingan dari tahun 2008 sampai tahun Hal ini sejalan dengan data BPS yang menunjukkan adanya kenaikan Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Katingan naik dari 67,5 tahun pada tahun 2008 menjadi 67,60 tahun pada tahun Selengkapnya perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Katingan dari tahun 2005 s.d 2013 adalah tersebut pada Tabel 3.9. Sedangkan kondisi kepadatan penduduk di Kabupaten Katingan dapat dilihat pada Tabel 3.10 yang menunjukkan kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Katingan Hilir, sedangkan terendah di Kecamatan Mendawai. Tabel 3.9 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Katingan Tahun Laki-Laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah (jiwa) Pertumbuhan Penduduk (%) Kepadatan Penduduk ,049 62, ,157 3,09 6, ,480 63, ,049 2,22 6, ,029 64, ,016 2,23 6, ,704 78, ,956 19,81 7, ,22 7, ,75 7, ,49 7, ,72 8, ,85 8,74 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Katingan Tahun 2014 Tabel 3.10 Jumlah Penduduk dan Kepadatan di Kabupaten Katingan Kecamatan Katingan Kuala Luas (Km 2 ) Desa Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) Kepadatan Penduduk (Jiwa/desa) ,85 na Mendawai ,14 na Kamipang ,30 na Tasik Payawan ,82 na Katingan Hilir ,15 na Tewang Sangalang Garing ,84 na 22

30 Kecamatan Luas (Km 2 ) Desa Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) Kepadatan Penduduk (Jiwa/desa) Pulau Malan ,92 na Katingan Tengah Sanaman Mantikei ,00 na ,26 na Petak Malai ,34 na Marikit ,11 na Katingan Hulu ,65 na Bukit Raya ,62 Na Total ,58 Sumber: Kabupaten Katingan Dalam Angka, Mata Pencaharian Industri utama di Kabupaten Katingan adalah pertanian dan perikanan. Pertanian menyumbang hampir setengah dari produk domestik regional bruto. Tanaman utamanya adalah kelapa sawit, rotan, karet, tebu, kopi dan kelapa. Mata pencaharian masyarakat bergantung pada kayu, pertanian wanatani, dan hasil hutan non-kayu. Lebih dari 60% masyarakat mencari nafkah dari karet dan rotan, meskipun produktivitas karet mereka jauh lebih rendah dibandingkan dengan usaha perkebunan berskala besar (IFACS, 2013). Sebagian masyarakat juga beternak dan menanam padi. Misalnya, masyarakat Desa Kampung Melayu, Kecamatan Mendawai Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah bertani padi dengan cara berladang. Masyarakat berladang satu tahun sekali yang sudah dilakukan turun-temurun hingga sekarang (Borneo Climate, 2013). Bagi sebagian besar masyarakat Katingan, hutan adalah tempat mencari nafkah. Madu, gemor, gaharu, berbagai jenis rotan, tumbuhan obat, binatang-binatang sebagai sumber protein seperti babi hutan, rusa, burung dan ikan pada danau-danau kecil di hutan, sangatlah penting bagi ekonomi masyarakat. Pada musimnya, masyarakat tahu dimana mengambil buah-buahan hutan, sayur-sayuran hutan dan juga bahan untuk menganyam. Kabupaten Katingan merupakan sentra produksi rotan di Kalimantan Tengah dengan rata-rata produksi rotan asalan yang dipasarkan mencapai ton setiap bulannya. Jenis Rotan yang banyak diusahakan masyarakat Katingan, meliputi Rotan Taman (Sega dan Irit), Rotan Marau/Manau dan Rotan Sabutan. Lebih dari 51% Rumah Tangga ( KK) atau seluas ± Ha wilayah Kabupaten Katingan terdiri dari Kebun Rotan yang tersebar di 10 Kecamatan dengan jenis yang banyak ditanam adalah jenis rotan taman dan irit (Data Base Line TEROPONG, Tahun 2004). Sesuai data prediksi sementara, kepemilikan kebun rotan pada tahun 2008 meningkat menjadi 66% dari total rumah atau sebanyak KK. Daerah Kecamatan yang 23

31 memiliki potensi rotan dengan rata-rata prosentase rumah tangga yang memiliki mata pencaharian pada komoditi rotan, meliputi: Kecamatan Marikit (64,8%); Kecamatan Katingan Hulu (83,8%); Kecamatan Mantikei (61,6%), dengan luas kebun Ha; Kecamatan Katingan Tengah (38,5%), dengan luas kebun Ha; Kecamatan Pulau Malan 85,6%, dengan luas kebun Ha; Kecamatan Tewang Sangalang Garing (69,3%); Kecamatan Katingan Hilir (95,9%), dengan luas kebun Ha; Kecamatan Tasik Payawan (77,4%), dengan luas kebun Ha; Kecamatan Kamipang (64,1%); Kecamatan Mendawai (20,9%); serta Kecamatan Katingan Kuala (15%), dengan luas kebun 920 Ha (Sumber data Disperindag Kab. Katingan, 2008 dan Booklet Dishut Kab. Katingan 2005). Pengangguran Tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Kalimantan Tengah relatif rendah bila dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka nasional, yakni sebesar 4,14 di tahun Tingkat pengangguran nasional kala itu adalah sebesar 7,14. Di tingkat kabupaten, Katingan menduduki peringkat ke-6 sebagai daerah dengan tingkat pengangguran terbuka terendah di Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu sebesar 3,34 (BPS, 2011). Pada tahun 2010, angka partisipasi angkatan kerja di Kabupaten Katingan adalah 59,42% - angka ini turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 69,78%. Dari total tenaga kerja di Kabupaten Katingan, lebih dari setengahnya terserap di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan dan perikanan (53,06 %). Sektor perdagangan menyerap tenaga kerja (12,88 %) dan sektor pertambangan dan penggalian menyerap tenaga kerja (19,81%). Di tahun 2010 tercatat sebanyak 71,40% pekerja bekerja di sektor formal. Kemiskinan Tingkat kemiskinan di Kabupaten Katingan selama periode terus mengalami penurunan baik dari jumlah penduduk miskin maupun persentase penduduk miskin. Tahun 2008 persentasenya sebesar 7,74%, kemudian tahun 2009 menjadi 7%, dan selanjutnya tahun 2010 menjadi hanya sebesar 6,65%. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Katingan pada tahun 2010 sebanyak jiwa. Angka ini menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai jiwa. Pada tahun 2010, garis kemiskinan di kabupaten ini adalah sebesar Rp ,- atau meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp ,- Tingkat kemiskinan dan potensi konflik suatu daerah tergantung juga pada tingkat pendidikan penduduk. Angka putus sekolah bagi penduduk berusia 7-15 tahun di Kalimantan Tengah relatif rendah, yakni 1,57%. Kabupaten Katingan adalah satu dari 13 kabupaten/kota di Kalimantan Tengah yang memiliki angka putus sekolah di bawah angka putus sekolah provinsi. Di tahun 2009, angka putus sekolah di Kabupaten Katingan adalah 1,55% - berbeda tipis dengan capaian angka putus sekolah di provinsi. 24

32 3.2.3 Kesehatan masyarakat Kesehatan dan Pencemaran Sungai Menurut Dr Marcello Veiga (2003) seorang ahli dalam pertambangan skala kecil bahwa ada sekitar 10,000 sampai 12,000 pencari emas tanpa ijin di wilayah Galangan Kabupaten Katingan. Penelitian di lokasi Galangan ini menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan kontaminasi air raksa bagi anak-anak dan perempuan di sekitar lokasi, perlu menjadi prioritas. Terutama untuk anak-anak SD yang sekolahnya di depan kios pembeli emas di Kereng Pangi, dimana anak-anak perlu dicek air seninya. Penelitian lainnya di lokasi tambang Kabupaten Katingan (Castilhos, et al., 2004) yang dilakukan pada 264 ikan dari 25 jenis, menunjukkan bahwa kadar air raksa di dalam tubuh ikan sudah berada di atas ambang batas. Dan hal ini bisa berdampak tinggi pada kesehatan manusia yang mengkonsumsi ikan dan minum air sungai, yakni kontaminasi air raksa, mengingatkan kita pada kasus Minamata Jepang dan Teluk Jakarta, mengakibatkan bayi lahir cacat, kelumpuhan dan gagal fungsi organ tubuh lainnya. Kesehatan dan Kebakaran hutan dan Lahan Kebakaran hutan tahun 2009 menyebabkan banyak anggota masyarakat menderita sesak nafas dan diare. Bahkan, rumah sakit Kasongan kekurangan tempat untuk penderita penyakit sesak nafas, terutama anak-anak. Jarak pandang hanya sejauh 3-5 meter. Harga-harga melonjak karena ditutupnya pelabuhan udara, hujan buatan yang ratusan juta rupiah tidak bisa meredam asap (Harian Palangka Post, 21 Oktober 2009) Perekonomian Daerah Dalam upaya percepatan pembangunan suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan daerah dalam mengeksplorasi dan mengintervensi potensi yang dimiliki daerah menjadi potensi yang diunggulkan sebagai unggulan daerah. Sebagai sebuah daerah yang otonom, perkembangan perekonomian di wilayah Kabupaten Katingan juga memiliki potensi daerah yang kasat mata (tangible) maupun yang tidak kasat mata (intangible) yang menantikan intervensi untuk dikembangkan menjadi potensi unggulan daerah. Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang paling besar konstribusinya dalam struktur perekonomian Kabupaten Pulang Pisau tahun , meskipun kecenderungannya menurun setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk desa/kelurahan di tiap kecamatan di Kabupaten Katingan adalah sektor pertanian, terutama sub sektor pertanian tanaman pangan. Pada akhir tahun 2007 kontribusi sektor pertanian adalah 41,43% dan sampai tahun 2011 menurun menjadi 39,52%. Komoditas tanaman pangan lebih banyak diusahakan hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri, kecuali padi sawah yang sudah banyak diusahakan oleh petani di daerah pasang surut sebagai komoditi yang diperdagangkan (agribisnis skala rakyat). Tabel 3.11 menunjukkan berbagai jenis komoditas tanaman pangan yang diusahakan dan luas panen tahun

33 Tabel 3.11 Luas Panen Hasil Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Katingan Tahun No Komiditas Luas Panen Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau 14, Ubi Kayu 198, Ubi Jalar 93, Sayuran Buah buahan TOTAL , , , , ,00 Sumber: Dinas Pertanian Tahun (diolah) Jenis usaha pertanian lainnya adalah sub sektor tanaman perkebunan, dengan kontribusi pada tahun 2008 sebesar 18,89 mengalami sedikit penurunan di tahun 2011 menjadi 18,78%. Sub sektor ini diramalkan akan menjadi sub sektor unggulan dalam waktu beberapa tahun mendatang. Hal ini dapat dilihat dari peranannya yang sejak tahun 2007 konstribusinya selalu menduduki peringkat tertinggi dalam struktur perekonomian Katingan. Komoditi utama bidang perkebunan yang telah dikembangkan di Kabupaten Katingan, yaitu kelapa sawit, karet, rotan dan kelapa. Untuk komoditi kelapa sawit telah mengarah kepada kegiatan usaha agribisnis oleh petani perkebunan dan perkebunan besar swasta (PBS), sedangkan komoditi karet dan rotan lebih banyak pada tanaman budaya (turun temurun). Adapun luas komoditi perkebunan di Kabupaten Katingan dalam bentuk perkebunan rakyat pada tahun 2008 seluas 6.637,55 ha, mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi ,69 ha, dan untuk perkebunan swasta baik yang akan masuk maupun yang sudah operasional tercatat seluas ha. Kontribusi sub sektor Peternakan dan hasil-hasilnya menempati urutan keempat dalam pembentukan PDRB Sektor Pertanian tahun 2011 sebesar 4,63%. Sub sektor ini mengalami peningkatan kontribusinya dibandingkan tahun 2008 sebesar 4,42%. Pengusahaan hasil peternakan di Kabupaten Katingan tersebar di 11 Kecamatan dengan produksi: Daging sapi/kerbau, Daging kambing, Daging babi, Daging unggas, Ayam dan Itik. Usaha peternakan lebih banyak berskala kecil/rumah tangga. Jumlah ternak pada tahun 2008 sebanyak ekor mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi ekor. Kabupaten Katingan juga memiliki sumber daya perairan umum berupa sungai besar yakni Sungai Katingan dengan panjang 650 km atau luas perairan ha yang membentang dari utara ke selatan dan bermuara di Laut Jawa. Di daerah aliran sungai tersebut bermuara anak-anak sungai (besar-kecil) sebanyak 55 buah serta terdapat 47 danau (besar kecil) dan rawa 56 buah. Kawasan-kawasan ini mempunyai potensi untuk 26

34 perikanan budidaya, tangkap dan daerah konservasi (closed season) atau daerah reservart serta dapat pula menjadi bisnis agrowisata. Ikan air tawar di Kabupaten Katingan didominasi oleh Cybrlinidae 50 jenis (47,6%), Balitoridae 30 jenis (12,38%) dan Cabitadae 7 jenis (6,7%). Untuk perairan laut, Kabupaten Katingan memiliki panjang pantai 54 km dengan luas km2 dengan perkiraan potensi lestari lautnya adalah sekitar ,6 ton per tahun (Tabel 3.12). Secara umum, terjadi peningkatan pada jenis usaha perikanan tahun Selengkapnya perkembangan sub sektor perikanan ditunjukkan pada Tabel Tabel 3.12 No Produksi per Jenis Ikan Hias Hasil Tangkap di Perairan Umum Kabupaten Katingan Jenis Ikan Produksi (ekor/tahun) Botia Banta Basuring Ikan Cacing/Jajuluk Juah Cupang/ Sambaling Baung Putih Kepala Kuda Jajiut Telan Sawang Saluang Ekor Merah Lais Kaca Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Katingan Tahun 2013 Tabel 3.13 Perkembangan pembangunan perikanan di Kabupaten Katingan Kelompok Jenis Usaha Produksi Tahun (ton) a.perairan Umum (Sungai dan Danau) - Perikanan Tangkap 5.766, , , , , ,00 - Perikanan Budidaya 1.206, , , , , ,49 Jumlah 6.972, , , , , ,49 b. Perairan Laut - Perikanan Tangkap 8.222, , , , , ,00 - Perikanan Budidaya 20,00 21,40 3,29 9,30 4,01 - Jumlah 8.242, , , , , ,00 Rumah Tangga Perikanan (RTP) a.perikanan Umum b.perikanan Laut Jumlah Unit Usaha Masyarakat (unit/ha) a.perikanan Tangkap - Armada tangkap laut Armada tangkap

35 Kelompok Jenis Usaha Perairan Umum b.perikanan Budidaya - Keramba Kolam Kebutuhan Benih (ekor) a.tambak - Benur Nener b.keramba - Patin Mas Nila Jelawat Toman Baung c.kolam - Patin Mas Nila Jelawat Toman Lele Betok Jumlah Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Katingan Tahun 2013 Potensi sektor kehutanan di Kabupaten Katingan masih cukup besar, namun untuk produksinya sampai Tahun 2012 mengalami penurunan karena adanya pengetatan illegal loging yang berdampak pada penurunan hasil hutan terutama kayu-kayu log. Konstribusinya terhadap PDRB sektor pertanian tahun 2011 adalah paling kecil sebesar 2,92% dan selalu mengalami penurunan selama lima tahun terakhir ini (Tabel 3.14). Sekarang ini hasil hutan yang akan digalakkan adalah rotan, dimana dulunya adalah tanaman liar di hutan dan sekarang sudah dibudidayakan. Tabel 3.14 PDRB Per Sektor di Kabupaten Katingan Tahun No Lapangan Usaha Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun Pertanian , , , , ,46 Tanaman bahan makanan Tanaman perkebunan , , , , , , , , , ,03 Peternakan , , , , ,60 28

36 No Lapangan Usaha Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Kehutanan , , , , ,36 Perikanan , , , , ,14 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih , , , , , , , , , , , , , , ,07 5. Bangunan , , , , ,19 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan telekomunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan , , , , , , , , , , , , , , ,63 9. Jasa jasa , , , , ,57 TOTAL , , , , ,62 Pertumbuhan Riil Sektor 5,02 4,70 5,80 6,06 6,24 Ekonomi Sumber: Pendapatan Regional Kabupaten Katingan Tahun 2011, Bapeda Tahun 2013 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Katingan sampai tahun 2012 mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan perekonomian Kalimantan Tengah yang juga mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh kenaikan pertumbuhan pada sektor-sektor antara lain Sektor Pertanian, Pertambangan dan Penggalian; Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa-Jasa. Dari kesembilan sektor tersebut terdapat lima sektor yang mengalami pertumbuhan ekonomi melambat dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang melambat, yaitu Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih dan Sektor Bangunan, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; dan sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Pertumbuhan sektor Industri Pengolahan melambat menjadi 4,79 atau menurun 0,19 dari tahun sebelumnya. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 7,63 atau melambat 0,71 dari tahun sebelumnya. Sedangkan Sektor Bangunan mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 8,44 atau melambat 4,41 dari tahun sebelumnya. Adapun pertumbuhan PDRB dan pendapatan regional per kapita sampai tahun 2012 juga mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Menurut perhitungan atas dasar harga konstan 2000, Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku per Kapita Kabupaten Katingan tahun 2012 adalah Rp ,83 atau naik 12,64% 29

37 dibanding tahun Selengkapnya perkembangan pertumbuhan PDRB dan pendapatan regional per kapita tahun tersaji dalam Tabel Tabel 3.15 Pertumbuhan PDRB Per Kapita Kabupaten Katingan Tahun PDRB Perkapita (Rp) Pertumbuhan (%) Harga Berlaku Harga Konstan Harga Berlaku Harga Konstan , ,37 13,93 3, , ,68 16,07 3, , ,67 11,95 5, , ,73 14,12 5, , ,70 9,72 4, * , ,95 12,12 5, ** , ,74 13,91 6, , ,48 13,72 6,24 Sumber: PDRB Kabupaten Katingan 2012, Bapeda Masyarakat Adat dan Konflik Lahan Secara umum, masyarakat asli Katingan bisa dibagi dalam dua bagian besar, yaitu masyarakat Banjar yang hidup di hilir dan masyarakat Dayak Ngaju yang hidup di hulu. Masyarakat Banjar yang hidup di hilir sejak abad ke 14 merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit dan tercatat dalam Kitab Nagarakertagama yang ditulis tahun Pada abad 17, Katingan dan Mendawai termasuk dalam wilayah kekuasaan Sultan Banjar IV, Raya Maruhum yang wilayah kekuasaannya sampai pada bagian Barat Kalimantan Tengah. Menurut Hikayat Banjar, pelabuhan Mendawai merupakan tempat transit para pedagang Banjarmasin jika hendak pergi berlayar menuju Kesultanan Mataram di Pulau Jawa. Tahun 1826 Sultan Adam dari Banjarmasin menyerahkan lanskap Katingan kepada wilayah Belanda. Wilayah Mendawai/Katingan penting dalam sejarah Belanda di Indonesia, karena merupakan salah satu distrik Hindia Belanda yang dikepalai oleh seorang Demang sejak tahun Masyarakat lainnya yang hidup di daerah hulu dan kemudian berkembang ke daerah hilir disebut sebagai Suku Katingan atau Suku Mendawai. Suku Katingan atau Suku Mendawai adalah sub-etnis rumpun Dayak Ngaju yang mendiami sepanjang tepian daerah aliran sungai Katingan/sungai Mendawai di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Suku Katingan/Mendawai merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 3,34% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Katingan/Mendawai tergabung ke dalam suku Dayak pada sensus Di dalam Hikayat Banjar, disebutkan masing-masing orang Katingan (di hulu) dan orang Mendawai (di hilir) sebagai dua kelompok terpisah. Bahasa Ngaju adalah bahasa Barito (Austronesia) yang dituturkan oleh suku besar Dayak Ngaju dan suku-suku lainnya di Propinsi Kalimantan Tengah. Suku Dayak Ngaju menempati DAS Sungai Kapuas, Kahayan, Katingan, Mentaya, Seruyan dan Barito. 30

38 Jumlah penggunanya lebih dari orang termasuk di dalamnya dialek Bakumpai, Mengkatip dan Mendawai. Kelembagaan masyarakat adat di Kabupaten Katingan khususnya dan Provinsi Kalimantan Tengah secara umum, diatur dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur. Perda No 16 tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat pada dasarnya adalah peraturan daerah yang mengatur struktur kelembagaan adat Dayak dari tingkat Kalimantan (Majelis Adat Dayak nasional), tingkat provinsi (Dewan Adat Dayak Provinsi) dan tingkat kabupaten (Dewan Adat Dayak Kabupaten). Untuk tingkat kecamatan diatur oleh Dewan Adat Dayak Kecamatan dan Lembaga Kedamangan yang di pimpin oleh Damang Kepala Adat yang juga bertindak sebagai Ketua Kerapatan Mantir/Perdamaian Adat tingkat kecamatan. Sedangkan untuk tingkat desa/kelurahan terdapat Dewan Adat Kelurahan/Desa dan Kerapatan Mantir/Perdamaian Adat Desa/Kelurahan. Wilayah kedamangan mencakup paling sedikit lima desa/kelurahan dalam satu kecamatan atau beberapa kecamatan. Konflik Pemanfaatan Lahan Sebagaimana tempat lainnya di Provinsi Kalimantan Tengah, konflik lahan di Kabupaten Katingan banyak terjadi. Mulai sejak proyek mega rice sampai saat ini banyak terjadi konflik lahan karena batas lahan, tidak adanya bukti dan terutama terkait dengan perusahaan besar. Terjadinya konflik atau adanya potensi konflik pemanfaatan lahan dapat dilihat ketika para mantir/damang menyampaikan masalah sengketa lahan baik dengan perusahaan besar swasta atau pun antar warga, termasuk dengan warga transmigran. Mereka juga mengadu tentang persoalan yang terjadi di internal lembaga adat dan ketiadaan syarat finansial dan material yang mereka miliki untuk melakukan kegiatan-kegiatan lembaga adat sebagaimana dijanjikan oleh Perda No. 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat Dayak. Dalam hubungan ini, para damang dan mantir kabupaten Katingan sejak lama mengeluhkan kurangnya perhatian penyelenggara negara terhadap lembaga-lembaga adat. Sementara warga Masyarakat Adat dan penduduk dari etnik-etnik non-dayak tiada henti menyampaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Apabila konflik lahan ini tidak ditangani segera dan bijak, cepat atau lambat, bisa dipastikan konflik yang lebih besar, bukan tidak mungkin terjadi (Radar Sampit, 2013). Kedua kasus di atas adalah contoh dari sekian banyak kasus-kasus lahan yang terjadi di Kabupaten Katingan. 31

39 4 KEBIJAKAN DAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH Kebijakan Ruang yang tertuang di dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten memuat tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten; arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. Dalam kontek Kajian Lingkungan Hidup Strategis dengan objek kajian dokumen RTRW maka kebijakan ruang tadi dipandang sebagai satu kesatuan Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) secara operasional dan rinci berupa dokumen dan disahkan kedalam bentuk Peraturan Daerah (PERDA) yang mempunyai kekuatan hukum. 4.1 Substansi Ranperda RTRW Kabupaten Katingan Substansi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Katingan dapat dilihat dari tujuan penataan ruangnya serta kebijakan dan strategi penataan ruang dalam Ranperda Tujuan Penataan Ruang Tujuan Penataan Ruang di Kabupaten Katingan adalah Mewujudkan kabupaten yang maju mandiri berbasis industri pertanian dan potensi lokal yang berwawasan lingkungan. Dari tujuan penataan ruang Kabupaten Katingan diketahui setidaknya ada 3 kata kunci atau yang akan menjadi konsentrasi atau fokus pembangunan secara keruangan di Kabupaten Katingan dalam rentang waktu 20 tahun kedepan ( ), yaitu: 1. Industri pertanian 2. Potensi lokal 3. Berwawasan lingkungan Adapun muatan dan substansi dari fokus tujuan penataan ruang tersebut berlandaskan pada aspek lingkungan, yaitu berwawasan lingkungan. Kesimpulan Dalam konteks KLHS, maka tujuan dari tujuan penataan ruang Kabupaten Katingan, telah berorientasi pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang terkait pada aspek sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan hidup secara lebih rinci seperti pada Tabel

40 Tabel 4.1 Substansi, Muatan dan Orientasi Penataan Ruang Kabupaten Katingan Tujuan Penataan Ruang Kabupaten Katingan Substansi dan Muatan 1) Industri pertanian Pengembangan perekonomian pada sector industri yang difokuskan pada pengolahan pada hasil bidang atau sektor pertanian 2) Potensi lokal Memperhatikan aspek-aspek lokalitas dalam setiap kebijakan pembangunan untuk mengurangi resiko dampak yang ditimbulkan 3) Berwawasan lingkungan Pembangunan fokus pada industri pertanian didasarkan pada potensi lokal diarahkan untuk menciptakan pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan Sumber : Hasil Identifikasi dan Analisa Spatial Planner (2014) Orientasi Aspek Keruangan, Aspek Ekonomi, Aspek Sosial Aspek Ekonomi, Aspek Sosial, Aspek Budaya Aspek Lingkungan Hidup Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Untuk mencapai tujuan penataan ruang yang telah ditetapkan, maka diperlukan kebijakan dan strategi penataan ruang yang akan dituangkan kedalam pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah. Terdapat 5 kebijakan penataan ruang dalam Ranperda RTRW Kabupaten Katingan yang kemudian dirincikan secara spesifik kedalam bentuk strategi-strategi dari setiap kebijakan tersebut. Berdasarkan pada strategi rencana penataan ruang di Kabupaten Katingan, strategistrategi yang tercantum dalam dokumen RTRW belum sepenuhnya berlandaskan pada aspek lingkungan hidup dan berkelanjutan. Kesimpulan Pada KLHS, maka penataan ruang yang tercakup dalam tujuan, kebijakan dan strategi menjadi rujukan utama pada penerapannya di dalam arahan struktur ruang dan arahan pola ruang Kabupaten Katingan, apabila dilihat dari proporsi orientasi dominasi aspek lingkungan hidup, maka dapat dikatakan bahwa kebijakan penataan ruang di Kabupaten Katingan belum konsisten antara tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruangnya. Aspek lingkungan hidup hanya terkait dengan kebijakan peningkatan kualitas lingkungan, belum terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penataan ruang. Lebih rinci hubungan antara tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang serta orientasinya dapat dilihat pada Tabel

41 Tabel 4.2 Keterkaitan Substansi Muatan Kebijakan dan Strategi Terhadap Tujuan Penataan Ruang Kabupaten Katingan Fokus Tujuan Penataan Ruang Kebijakan Penataan Ruang Strategi Penataan Ruang Potensi lokal Pemerataan pertumbuhan ekonomi Membentuk pola ruang dan struktur ruang yang menunjang penyebaran ekonomi Mengembangkan kualitas sarana dan prasarana perkotaan Mengoptimalkan pemanfaatan ruang kawasan budidaya Mendorong pertumbuhan lapangan pekerjaan Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemerataan penyediaan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi Potensi lokal Pemerataan penyediaan sarana dan prasarana wilayah yang menyeluruh Mengembangkan kualitas sarana dan prasarana wilayah Mengembangkan ruas jalan terusan ruas Pegatan Kasongan dan Kasongan Pendahara, sebagai akses menuju ruas jalan trans Kalimantan poros selatan bagian utara dan selatan Kabupaten Katingan Pembangunan sub terminal di semua kecamatan kecuali di pusat kegiatan lokal kasongan, Buntut Bali dan Tumbang Samba sebagai perpindahan moda dari pelabuhan sungai ke daratan dan sebaliknya Membangun sarana perhubungan skala nasional Mengembangkan prasarana perhubungan sungai sebagai jalur alternatif Industri pertanian Pengembangan sektor unggulan Meningkatkan kegiatan pertanian dengan sub sektornya, melalui pola intensifikasi dan ekstensifikasi dengan tetap mempertahankan ekosistem lingkungan Meningkatkan pengembangan kawasan agropolitan dan minapolitan dengan melengkapi fasilitas perdagangan pusat koleksi distribusi dan jasa pendukung komoditas pertanian kawasan Meningkatkan pengembangan industri berbasis pertanian berupa perlengkapan saprodi dan sarana pendukungnya Mengembangkan kegiatan sektor unggulan pada kawasan potensial antara lain pertanian, perkebunan, pertambangan, industri, perikanan dan peternakan Memilih sektor unggulan yang berdaya saing tinggi 34

42 Fokus Tujuan Penataan Ruang Kebijakan Penataan Ruang Strategi Penataan Ruang Berwawasan lingkungan Peningkatan kualitas lingkungan Mengendalikan kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan Melakukan konservasi dan rehabilitasi pada kawasan lindung Potensi lokal Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan Mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagai zona penyangga Turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan 35

43 4.2 Rencana Struktur Ruang Struktur ruang adalah susunan sistem pusat kota dan sistem jaringan infrastruktur yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat kota yang secara hierarkhis memiliki hubungan fungsional. Di dalam Ranperda RTRW, Rencana struktur ruang wilayah, meliputi: a. Pusat-pusat kegiatan. b. Sistem jaringan prasarana utama. c. Sistem jaringan prasarana lainnya. Orientasi rencana struktur ruang Kabupaten Katingan pada prinsipnya adalah melakukan peningkatan aksesibilitas keruangan baik secara wilayah lokal di dalam Kabupaten maupun wilayah eksternal/regional disekitar baik secara kuantitas maupun kualitas dan ini berimplikasi pada peningkatan infrastruktur sarana dan prasarana penunjangnya termasuk peningkatan status fungsi kawasan secara hirarkis. Kesimpulan Pembentukan sub - sub pusat pelayanan kegiatan yang bertujuan untuk pembagian fungsi wilayah agar tidak semua kegiatan terpusat ke pusat kota sehingga dapat menimbulkan permasalahan di pusat kota (masalah lingkungan, transportasi dan sosial) dan peningkatan aksesibilitas dari pusat kota ke sub-sub pelayanan kota ataupun ke kota-kota di sekitar Kabupaten Katingan. Hal ini dengan tujuan memperlancar aksesibilitas antar wilayah, baik di dalam wilayah Kabupaten Katingan ataupun dengan wilayah di luar kota. Pemanfaatan lahan tersebut terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana untuk menampung kegiatan yang akan dikembangkan pada sub - sub pusat pelayanan tersebut. Selain itu, juga untuk pembukaan akses jalan, pelebaran jalan dan pembangunan infrastruktur pendukung lainnya sehingga diprakirakan akan berdampak pada keseimbangan ekosistem lingkungan. Untuk itu, perlu kiranya ditinjau dampakdampak dari pembangunan sub-sub pusat pelayanan kegiatan ini agar tidak berdampak negatif terhadap kondisi lingkungan dan juga cara-cara menghindarkan dari ancaman terhadap kerusakan lingkungan dari pembentukan sub-sub pusat pelayanan tersebut. Secara rinci, peta rencana struktur ruang dapat dilihat pada Gambar Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang wilayah kabupaten merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam wilayah kabupaten yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Berdasarkan pada Ranperda RTRW Kabupaten Katingan total luas wilayah Kabupaten Katingan adalah sebesar ha dengan proporsi pemanfaatan 36

44 ruang untuk kawasan lindung sebesar ha atau sebesar 40,33% dari luas wilayah kabupaten dan pemanfaatan ruang untuk kawasan budidaya sebesar ha atau sebesar 59,67% dari luas wilayah Kabupaten Katingan. Secara jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3, Tabel 4.4 dan Gambar 4.2 Gambar 4.1 Peta Struktur RTRW Kabupaten Katingan 37

45 .Tabel 4.3 Luas Rencana Kawasan Lindung Kabupaten Katingan Tahun 2031 No Kawasan Lindung Luas (Ha) 1 - Kawasan hutan lindung Kec. Petak Malai, Sanaman Mantikei, Katingan Hulu, Bukit Raya - Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya: a. Kawasan hutan gambut Kec. Tasik Payawan, Kamipang, Mendawai, Katingan Kuala b. Kawasan hutan resapan air Kawasan lindung setempat: a. Sempadan pantai 946 b. Sempadan sungai Kawasan suaka alam: a. Taman Nasional Bukit Baka Raya Katingan Hulu, Marikit, Petak Malai, Bukit Raya b. Taman Nasional Sebangau Kamipang, Mendawai, Katingan Kuala Luas kawasan Lindung Sumber: Ranperda RTRW Kab. Katingan Tabel 4.4 Luas Rencana Kawasan Budidaya Kabupaten Katingan tahun 2031 No Kawasan Budidaya Luas (Ha) 1 - Kawasan hutan produksi a. Hutan produksi Kec. Petak Malai, Sanaman Mantikei, Marikit, Katingan Hulu, Tasik Payawan, Kamipang, Mendawai, Katingan Kuala b. Hutan Produksi terbatas Kec. Petak Malai, sanaman Mantikei, Katingan Hulu, Bukit Raya c. Hutan produksi konversi Kec. Petak Malai, Sanaman Mantikei, Marikit, Katingan Hulu, Bukit Raya, Tasik Payawan, Kamipang, Mendawai, Katingan Kuala 2 - Kawasan pertanian tanaman pangan Kec. Petak Malai, Sanaman Mantikei, Katingan Tengah, Pulau Malam, Tewang Sangalang Garing, Mendawai, Katingan Kuala 3 - Kawasan perkebunan Kec. Sanaman Mantikei, Marikit, Katingan Hulu, Bukit Raya, Katingan Tengah, Pulau Malan, Tewang Sangalang Garing, Katingan Hilir, Tasik Payawan, Kamipang, Mendawai, Katingan Kuala 4 - Kawasan pertambangan 363 Kec. Katingan Tengah 5 - Kawasan peruntukan industri Kec. Katingan Hilir 6 - Kawasan pariwisata

46 No Kawasan Budidaya Luas (Ha) 7 - Kawasan permukiman : a. Permukiman perkotaan b. Permukiman perdesaan Luas Kawasan Budidaya Sumber: Ranperda RTRW Kab. Katingan Kawasan Budidaya 59,67% Kawasan Lindung 40,33% Kesimpulan Gambar 4.2 Persentase Pola Ruang Kabupaten Katingan Tahun 2031 Berdasarkan pada proporsi persentase fungsi kawasan dalam pola ruang tampak persentase fungsi pemanfaatan ruang kawasan lindung sebesar 40,33% dan pemanfaatan ruang untuk kawasan budidaya sebesar 59,67%. Dalam perspektif perencanaan ruang, proporsi luas peruntukkan fungsi Kawasan Lindung dan Budidaya adalah sangat penting. Mempertimbangkan bahwa dalam RTRW Kabupaten Katingan rencana pola ruang untuk kegiatan budidaya lebih besar dari pada untuk rencana kawasan lindung, maka perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatan ruang budidaya nantinya terhadap dampak-dampak penurunan kualitas lingkungan. Secara jelas, gambaran pola ruang Kabupaten Katingan dapat dilihat pada Gambar

47 Gambar 4.3 Peta Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Katingan 40

48 4.4 Penetapan Kawasan Strategis Pengertian kawasan strategis adalah kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap tata ruang di wilayah sekitarnya, kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya, dan atau peningkatan kesejahteraan masyarakat (Penjelasan psl 5 UUPR). Kawasan strategis kabupaten merupakan bagian wilayah kabupaten yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota di bidang ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. Dalam RTRW Kabupaten Katingan terdapat 3 kawasan strategis, yaitu untuk skala nasional dinamakan Kawasan Strategis Nasional (KSN), untuk skala provinsi dinamakan Kawasan Strategis Provinsi (KSP), dan untuk skala kota, yaitu Kawasan Strategis Kabupaten (KSK). Kesimpulan Untuk memperoleh gambaran masing-masing kawasan strategis dan orientasi pengembangan kawasan strategis dapat dilihat pada Tabel 4.5, Tabel 4.6, dan Tabel 4.7. Tabel 4.5 Kawasan Strategis Nasional di Kabupaten Katingan Kawasan Strategis Nasional Orientasi Kawasan Strategis Kaitan dengan tujuan RTRW kawasan perbatasan darat RI dan Jantung Kalimantan (heart of Borneo) Sumber: Ranperda RTRW Kab. Katingan Aspek ekonomi, Aspek Pertahanan dan Keamanan Berwawasan lingkungan Tabel 4.6 Kawasan Strategis Provinsi di Kabupaten Katingan Kawasan Strategis Provinsi Orientasi Kawasan strategis Kaitan dengan tujuan RTRW Kawasan strategis kepentingan Fungsi ekonomi terdiri atas: a. kawasan perkebunan (kelapa sawit, kelapa, karet); b. kawasan strategis ekonomi sektor unggulan agropolitan di Kecamatan Katingan Kuala c. kawasan minapolitan d. kawasan Pengembangan Peternakan berupa kawasan Peternakan ruminansia dan non ruminansia Kawasan strategis kepentingan Fungsi Sosial Budaya terdiri atas: Kawasan Strategis Sekitar Kawasan Pahewan Kalaru Kawasan strategis kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup terdiri atas: a. Kawasan Strategis DAS meliputi DAS Katingan; Aspek ekonomi aspek sosial dan budaya Aspek lingkungan hidup Industri pertanian, potensi lokal Potensi lokal Berwawasan lingkungan 41

49 Kawasan Strategis Provinsi Orientasi Kawasan strategis Kaitan dengan tujuan RTRW b. Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya; dan c. Taman Nasional Sebangau. Sumber: Ranperda RTRW Kab. Katingan Tabel 4.7 Kawasan Strategis Kabupaten di Kabupaten Katingan Kawasan Strategis Kabupaten Kawasan strategis kepentingan pertumbuhan ekonomi: a. kawasan industri riset rotan yang terdapat di Hampangen; b. kawasan perkebunan rotan Kabupaten; dan c. PKL Kasongan sebagai pusat kegiatan lokal Kawasan strategis kepentingan sosial budaya meliputi: a. kawasan Petilasan Pahlawan Tjilik Riwut Kawasan strategis kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup meliputi: a. kawasan hutan pendidikan dan penelitian; dan b. kawasan Kebun Raya kabupaten Orientasi Kawasan strategis Aspek ekonomi Aspek sosial dan budaya Aspek lingkungan hidup Kawasan strategis pendayagunaan Aspek ekonomi sumber daya alam atau teknologi tinggi berupa: kawasan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulut tambang di Desa Tewang Karangan Kecamatan Buntut bali Sumber: Ranperda RTRW Kab. Katingan Kaitan dengan tujuan RTRW industri pertanian dan potensi lokal potensi lokal berwawasan lingkungan potensi lokal Berdasarkan pada tabel-tabel di atas diketahui ada beberapa kawasan strategis yang berorientasi pada pelestarian lingkungan hidup sebagai berikut: Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN) kawasan perbatasan darat RI dan Jantung Kalimantan (heart of Borneo) Penetapan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) terdiri atas: a) Kawasan Strategis DAS meliputi DAS Katingan; b) Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya; dan c) Taman Nasional Sebangau. Ketiga kawasan strategis tersebut di atas merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup 42

50 Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup meliputi: a. kawasan hutan pendidikan dan penelitian; dan b. kawasan Kebun Raya kabupaten Penetapan Kawasan strategis lainnya cenderung berorientasi pada aspek ekonomi dan sosial budaya dan ini dipastikan akan berimplikasi pada peningkatan intensitas pembangunan pada kawasan tersebut karena diprioritaskan (strategis), maka pengaruh yang dihasilkan dari prioritas pembangunan ini akan secara tidak langsung akan berdampak pada lingkungan dalam konteks pemanfaatan lahan ke depan. Secara jelasnya mengenai kawasan-kawasan strategis yang ada di Kabupaten Katingan dapat dilihat pada Gambar Arahan Pemanfaatan Ruang Kabupaten Katingan Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten merupakan upaya perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama penataan/pengembangan kota dalam jangka waktu perencanaan 5 tahunan sampai akhir tahun perencanaan 20 tahun. Arahan pemanfaatan ruang Kabupaten Katingan, sekurang-kurangnya memiliki muatan sebagai berikut: a. Perwujudan rencana struktur wilayah kabupaten: 1) perwujudan pusat pelayanan kegiatan kabupaten; dan 2) perwujudan sistem jaringan prasarana kabupaten, yang mencakup pula sistem prasarana nasional dan wilayah/regional dalam wilayah kabupaten: a) perwujudan sistem jaringan transportasi di wilayah kabupaten, yang meliputi sistem prasarana transportasi darat, udara, dan air; b) perwujudan sistem jaringan sumber daya air; c) perwujudan sistem jaringan energi dan kelistrikan; d) perwujudan sistem jaringan telekomunikasi; e) perwujudan sistem persampahan, sanitasi dan drainase; dan f) perwujudan sistem jaringan lainnya. b. Perwujudan rencana pola ruang wilayah kabupaten: 1) perwujudan kawasan lindung; dan 2) perwujudan kawasan budi daya. c. Perwujudan kawasan-kawasan strategis kabupaten. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Katingan diarahkan untuk mewujudkan tujuan rencana penataan ruang Kabupaten Katingan menjadi kabupaten yang maju mandiri berbasis industri pertanian dan potensi lokal yang 43

51 berwawasan lingkungan. Untuk mewujudkan tujuan di atas maka pemanfaatan ruang perlu didukung dengan program-program utama yang disusun untuk mewujudkan struktur dan pola ruang serta kawasan strategis yang direncanakan sampai akhir tahun perencanaan. Gambar 4.4 Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Katingan Kesimpulan Secara eksplisit pada dokumen RTRW Kabupaten Katingan arahan pemanfaatan ruang disebutkan program-program yang disusun masih berupa indikasi untuk mewujudkan pemanfaatan ruang yang direncanakan. Ke depannya program- 44

52 program tersebut diharapkan menjadi suatu indikator didalam penyusunan program pembangunan sektoral oleh masing-masing instansi untuk jangka menengah (RPJM) lima tahunan serta kebijaksanaan pembangunan yang telah digariskan didalam Renstra, Program Jangka Panjang Daerah, serta programprogram pembangunan jangka menengah yang telah disusun oleh masingmasing instansi (dinas-dinas terkait). 4.6 Arahan Pengendalian Ruang Wilayah Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan yang diperuntukkan sebagai alat penertiban penataan ruang, meliputi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi dalam rangka perwujudan RTRW kabupaten. Fungsi dari ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang, antara lain: 1. Sebagai alat pengendali perkembangan wilayah kabupaten. 2. Menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. 3. Menjamin agar pembangunan baru tidak menganggu pemanfaatan ruang yang telah sesuai dengan rencana tata ruang. 4. Meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 5. Mencegah dampak pembangunan yang merugikan. 6. Melindungi kepentingan umum. Pada RTRW Kabupaten Katingan secara normatif muatan pengendalian ruang pada dasarnya sudah dimasukan secara lengkap dan terakomodir dalam Ranperda RTRW sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam penyusunan RTRW. Kesimpulan Pengendalian penataan ruang di Kabupaten Katingan perlu sangat diperhatikan terutama dalam program-program pembangunan pada struktur dan pola ruang yang bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi. Hal ini terkait dengan adanya pengembangan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik terhadap pengembangan wilayah kabupaten yang berdampak pada alih fungsi lahan dan pembukaan kawasan-kawasan baru terutama pada kawasan-kawasan yang bersinggungan dengan kawasan lindung. Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan penataan ruang Kabupaten Katingan yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka melalui pengendalian pemanfatan ruang ini sudah sangat lengkap berisikan; indikasi arahan peraturan zonasi, perizinan, insentif dan disinsentif serta sanksi. 45

53 4.7 Kaitan RTRW Kabupaten Katingan dan KRP Prioritas Sebagai suatu wilayah, Kabupaten Katingan dalam penataan ruangnya ditinjau dari struktur ruangnya akan menitik beratkan pada pengembangan pusat-pusat pelayanan dan jaringan prasarananya sebagai pendukung terhadap pengembangan pusat-pusat pelayanan tersebut. Berdasarkan pada hasil tinjauan terhadap substansi materi pola ruang dan workshop yang dilakukan dalam menelaah terhadap kebijakan, rencana dan program (KRP) struktur ruang, maka diperoleh beberapa KRP, yang selanjutnya disebut sebagai KRP prioritas. Apabila diimplementasikan, KRP ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan Kabupaten Katingan dilihat dari perspektif lingkungan hidup, aspek sosial, dan keseluruhan pembangunan berkelanjutan. Adapun KRP prioritas pola ruang RTRW Kabupaten Katingan terdiri dari pengembangan kawasan pertambangan, kawasan pertanian, hutan konversi dan kawasan lindung, yang secara terinci adalah sebagai berikut: 1. Kawasan lindung yang merupakan kawasan perlindungan setempat kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, meliputi: sempadan sungai, dengan luas kurang lebih hektar (pasal 24 ayat 1 huruf b) 2. kawasan hutan produksi konversi seluas kurang lebih hektar meliputi: 1. Kecamatan Petak Malai; 2. Kecamatan Senaman Mantikel; 3. Kecamatan Marikit; 4. Kecamatan Katingan Hulu; 5. Kecamatan Bukit Raya; 6. Kecamatan Tasik Payawan; 7. Kecamatan Kamipang; 8. Kecamatan Mendawai; dan 9. Kecamatan Katingan Kuala (pasal 28 huruf c) 3. Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c seluas kurang lebih hektar, meliputi: 1. Kecamatan Senaman Mantikel; 2. Kecamatan Marikit; 3. Kecamatan Katingan Hulu; 4. Kecamatan Bukit Raya; 5. Kecamatan Katingan Tengah; 6. Kecamatan Pulau Malan; 7. Kecamatan Tewang Sangalang Garing; 8. Kecamatan Katingan Hilir; 9. Kecamatan Tasik Payawan; 10. Kecamatan Kamipang; 11. Kecamatan Mendawai; dan 46

54 12. Kecamatan Katingan Kuala. (pasal 30) 4. Kawasan peruntukan pertambangan seluas kurang lebih 431,30 hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d, berupa kawasan pertambangan mineral logam di Kecamatan Katingan Tengah. (Pasal 31 ayat 1) Tujuan rencana penataan ruang Kabupaten Katingan adalah pembangunan kabupaten yang berorientasi pada kegiatan industri sektor pertanian yang berbasis pada potensi lokal secara berwawasan lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut dijabarkan ke dalam strategi dan kebijakan serta program yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut. Akan tetapi, strategi dan kebijakan serta program tersebut belum berlandaskan pada hal-hal yang bersifat berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sehingga dapat dikatakan belum adanya keberkelanjutan ataupun kekonsistenan dalam mewujudkan tujuan penataan ruang dengan strategi, kebijakan dan program ditinjau dari pembangunan yang berwawasan lingkungan 47

55 5 PENGKAJIAN DAMPAK/PENGARUH KRP RTRW 5.1 Identifkasi Pemangku Kepentingan Dalam pelaksanaan KLHS, pelibatan pemangku kepentingan menjadi salah satu kaidah yang ditetapkan pada pasal 18, UU No. 32 tahun 2009 dan pasal 4 dan 5 Permendagri No 67 tahun 2012 yang merupakan sandaran hukum bagi pelaksanaan dan tata cara penyelenggaraan KLHS di Indonesia. Hal ini sesuai dengan nilai-nilai yang ditetapkan pada pelaksanaan KLHS di tataran internasional (Laporan OECD, 2006; Laporan UNEP, 2004). Kedua laporan badan internasional tersebut menetapkan bahwa pelibatan pemangku kepentingan adalah hal yang kritikal dalam pelaksanaan KLHS, mengingat KLHS adalah proses pembuatan keputusan yang hasil ketetapannya akan memiliki implikasi pada kepentingan mereka. Pelaksanaan KLHS pada dokumen RTRW Kabupaten Katingan, telah melibatkan pemangku kepentingan yang dilakukan pada serangkaian kegiatan diskusi terfokus yang dirancang lebih dari 5 kali pertemuan. Pada bulan September 2013, telah dilakukan focused group discussion (FGD) melibatkan pemangku kepentingan dari unsur tokoh masyarakat, unsur pemerintahan, unsur lembaga swadaya masyarakat, unsur masyarakat adat, perusahaan swasta dan wartawan dalam pelaksanaan KLHS. Pelibatan pemangku kepentingan dalam proses pelaksanaan KLHS ini selain telah mengikuti kaidah yang ditetapkan dalam kedua perundangan seperti disebutkan di awal bagian ini, juga telah sesuai dengan arahan pelaksanaan KLHS di level global yang memiliki tujuan (UNEP, 2004): a. Memberikan wadah bagi publik untuk mengekspresikan pandangannya terkait kepentingan dari institusi yang diwakilinya; b. Memperoleh pandangan dari masyarakat local dan tradisional sebelum melakukan proses pembuatan keputusan; c. Memberikan wadah diskusi bagi pertimbangan-pertimbangan sensitif terkait kajian alternatif, mitigasi dan trade-offs yang perlu dibincangkan antar pemangku kepentingan; d. Mendorong terjadinya implikasi positif yang optimal bagi para pemangku kepentingan; e. Mengurangi terjadinya konflik saat pelaksanaan dokumen kebijakan yang dikaji; f. Menciptakan rasa kebersamaan dalam melaksanakan hasil kesepakatan; g. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas proses pembuatan keputusan; h. Meningkatkan kepercayaan publik pada proses pelaksanaan KLHS. Para pemangku kepentingan mengikuti proses pelaksanaan KLHS RTRW Kabupaten Katingan sejak kegiatan pertama dilakukan dalam suatu mekanisme serial FGD. Peran pemangku kepentingan dalam proses pelaksanaan KLHS ini bersifat terus menerus (iterative), sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran ide dan pendapat 48

56 yang memperkaya hasil kesepakatan. Kesepakatan hasil diskusi multi-pihak sangat penting dalam suatu proses KLHS karena hasilnya dapat menjadi komitmen bersama untuk dilaksanakan. Pada pertemuan pemangku kepentingan, dalam hal ini melibatkan Pokja KLHS serta unsur-unsur lain yang relevan telah menghasilkan informasi siapa yang mempengaruhi perumusan kebijakan, rencana, atau program (KRP), dalam hal ini muatan Ranperda RTRW, dan siapa saja yang akan dipengaruhi apabila RTRWK dilaksanakan. Hasil FGD kedua menghasilkan kesepakatan tentang pemangku kepentingan seperti tersebut dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Identifikasi Pemangku Kepentingan, Kontribusi, dan Peran yang Dilakukan Pemangku kepentingan Bupati Anggota legislatif Kepala SKPD Eksekutif/ pemda Pemerintah pusat/kementerian LSM Akademisi Kontribusi Kebijakan/usulan pembangunan, legalisasi peraturan, perijinan Pengesahan perda RTRW, persetujuan anggaran pembangunan Rencana/program RPJM dalam RTRW Usulan perda RTRW termasuk pendanaannya Penyediaan dana, fasilitasi teknis, perijinan Terbangunnya opini publik tentang pembangunan berkelanjutan Naskah akademik, analisis dan penyediaan data Peran yang dilakukan Memberi arahan pembangunan; Memastikan pembangunan berjalan efektif Melakukan sosialisasi dan political approach Memberikan penjelasan/sosialisasi kepada tokoh masyarakat adat dan pemangku kepentingan lain Melobi legislatif; Memberikan argumentasi terhadap substansi RTRW Memastikan bahwa kepentingan pemerintah pusat dapat dicapai Membangun opini publik Memberikan klarifikasi akademis atas isu-isu strategis Wartawan Akses informasi Memberikan akses informasi kepada publik Industri/ Pengusaha/ Investor Masyarakat pada umumnya Tokoh masyarakat/ adat Investasi ekonomi; Peningkatan ekonomi daerah Mencegah perambahan dan kebakaran hutan dan gangguan terhadap ekosistem pada umumnya Memastikan bahwa kepentingan adat/lokal terjaga Mematuhi peraturan-perundangan termasuk dalam penyediaan tenaga kerja dan perlindungan terhadap LH Terlibat dalam proses pembuatan kebijakan; identifikasi potensi konflik-melakukan pencegahan dulu baru pelaksanaan kebijakan Memberikan arahan tentang hal-hal yang dianggap penting oleh komunitas adat Pemangku kepentingan yang telah teridentifikasi dalam tabel di atas mewakili lebih dari 80% kelompok pemangku kepentingan, meskipun peserta yang mewakili kelompok kepentingan tersebut keterlibatannya dalam FGD tidak selalu konsisten karena kesibukan/tugas sebagian peserta. Namun demikian, keterlibatan unsur swasta tergolong minimal, meskipun sebagian besar isu-isu yang relevan dengan sektor swasta 49

57 telah didiskusikan. Pada beberapa pertemuan, telah dihadirkan wartawan untuk meliput dan mewartakan dalam media cetak lokal. Proses pelaksanaan KLHS dilakukan secara iteratif melalui mekanisme diskusi kelompok yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, yang dilanjutkan dengan melakukan kesepakatan melalui proses presentasi, tanya-jawab dan diskusi. Proses pelaksanaan studi KLHS secara partisipatif ini telah berhasil mengidentifikasi isu-isu strategis yang relevan dengan Kabupaten Katingan. Kegiatan identifikasi pemangku kepentingan ini dilakukan melalui workshop di Kasongan dengan hasil tersebut pada Sub-Bab Identifkasi Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Sesuai dengan kaidah-kaidah KLHS, tahapan pengkajian (assessment) merupakan bagian penting implementasi KLHS, utamanya dalam hal keterlibatan pemangku kepentingan. Dalam pelaksanaan KLHS bahwa pengkajian umumnya dilakukan oleh para pakar/fasilitator sesuai dengan bidang keahliannya. Namun demikian, keterlibatan pemangku kepentingan (pemerintah dan non-pemerintah) selain pakar juga penting untuk dapat menangkap hal-hal yang merupakan kepedulian (concern) pemangku kepentingan. Dengan kata lain, KLHS yang baik secara proses seharusnya dapat menjaga keseimbangan antara proses partisipasi (pelibatan pemangku kepentingan) dan analisis teknis (pelibatan pakar). Pemangku kepentingan berproses untuk menghasilkan kesepakatan tentang isu-isu strategis, sementara pakar/ahli melakukan kajian untuk memberikan argumen akademik terkait dengan isu-isu yang telah dirumuskan. Pada tanggal September 2013, telah dilakukan focused group discussion (FGD) melibatkan pemangku kepentingan dari unsur akademisi, unsur pemerintahan, unsur lembaga swadaya masyarakat, unsur masyarakat adat, dan wartawan dalam merumuskan isu-isu strategis. Hasil diskusi kelompok multipemangku kepentingan tersebut menghasilkan daftar panjang isu-isu strategis sebagai berikut: 1. Kebakaran hutan dan lahan 2. Alih fungsi kawasan hutan 3. Alih fungsi lahan gambut 4. Pembukaan perkebunan pada lahan gambut 5. Pembukaan lahan untuk pertambangan batu bara 6. Kerusakan lahan akibat pertambangan tanpa ijin (PETI) 7. Pembukaan lahan untuk jaringan kereta api 8. Konflik lahan 9. Gangguan kesehatan akibat pencemaran sungai 10. Terancamnya keberadaan budaya 11. Berkurangnya sumber mata pencaharian dan ketersediaan air bersih 12. Konflik sosial (akibat pemanfaatan lahan, kompetisi dengan pendatang, dst) 13. Pencemaran sungai akibat PETI 50

58 14. Kerusakan lingkungan akibat pertambangan 15. Berkurangnya populasi orang utan 16. Kerusakan lahan akibat pembukaan jalan baru 17. Erosi dan sedimentasi (kekeruhan air sungai) 18. Berkurangnya flora endemik 19. Sebaran gambut di hutan produksi 20. Banjir Diskusi kelompok yang menghasilkan daftar panjang 20 isu-isu strategis tersebut di atas, kemudian dilanjutkan dengan diskusi pendalaman dengan memanfaatkan kriteria strategis tersebut dalam Penjelasan Pasal 15 butir 2b UU No. 32/2009 dan memanfaatkan data/informasi yang relevan sebagai pendukung. Hasil diskusi adalah daftar pendek 7 isu-isu strategis lingkungan hidup dalam pembangunan berkelanjutan yang disepakati sebagai berikut (daftar isu pendek): 1. Kebakaran hutan dan lahan 2. Alih fungsi kawasan hutan dan lahan gambut (non-kawasan dan kawasan hutan) 3. Pencemaran lingkungan hidup 4. Terancamnya keberadaan situs budaya/adat 5. Konflik sosial 6. Keanekaragaman hayati 7. Banjir Berdasarkan isu-isu strategis tersebut, maka pengkajian (assessment) dampak KRP prioritas terhadap isu-isu strategis serta skenario emisi dapat dilakukan dengan menggunakan data spasial sebagai pendukung. Data spasial tersebut ditampilkan dalam bentuk peta-peta yang diupayakan mewakili 7 isu- isu strategis di Kabupaten Katingan. Dengan dibuatnya peta-peta tematik berdasarkan isu-isu strategis tersebut, menunjukkan bahwa analisis yang digunakan dalam KLHS Kabupaten Katingan adalah gabungan analisis non-spasial dan spasial. Gabungan analisis non-spasial dan spasial ini akan menjadi dasar bagi perumusan alternatif dan mitigasi terhadap KRP RTRW Kabupaten Katingan. Alternatif dan mitigasi tersebut diwujudkan dalam pilihan perencanaan struktur dan pola ruang skenario business as usual (BAU) versus skenario optimal (sebagai alternatif skenario BAU). Skenario alternatif inilah hasil KLHS yang mencerminkan penataan ruang Kabupaten Katingan yang telah mempertimbangkan kepentingan LH dan sosial serta isu-isu strategi pembangunan rendah emisi (SPRE). 5.3 Dampak/Pengaruh KRP Penataan Ruang Hasil kajian terhadap KRP RTRW Kabupaten Katingan diperoleh 3 KRP prioritas yang dipandang perlu untuk dikaji lebih dalam karena diprakirakan akan menimbulkan dampak/implikasi terhadap isu-isu strategis tersebut di atas. Pemilihan KRP prioritas selain didasarkan pada kriteria KRP prioritas sesuai dengan yang diamanatkan oleh peraturan dan perundangan tentang pelaksanaan KLHS, terutama pada penjelasan Pasal 15 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH, juga didasarkan pada relevansinya dengan isu-isu strategis yang telah dirumuskan secara partisipatif 51

59 oleh para pemangku kepentingan di Kabupaten Katingan. KRP yang menjadi fokus studi KLHS tersebut tertuang dalam Ranperda RTRW Kabupaten Katingan Adapun KRP terpilih yang kemudian disebut dengan KRP Prioritas adalah tiga KRP dalam RTRW yang diprakirakan memiliki dampak/implikasi serta pengaruh terhadap aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi (7 isu-isu strategis) dipandang perlu untuk dilakukan kajian lebih mendalam dalam studi KLHS ini. Hasil studi KLHS diharapkan akan memberikan arah perbaikan dan menjadikan KRP RTRW Kabupaten Katingan tidak sekedar berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata (business as usual), tetapi juga berorientasi pada keberlanjutan pembangunan (sustainable development) yang rendah emisi (low emission development strategies). Berikut ini adalah hasil kajian dampak 3 KRP prioritas terhadap 7 isu-isu strategis yang telah disepakati oleh pemangku kepentingan pada lokakarya yang telah dilaksanakan sebelumnya Dampak KRP RTRW Terhadap Aspek Lingkungan Hidup KRP-1: Kawasan peruntukan pertambangan seluas kurang lebih 431,30 hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d, berupa kawasan pertambangan mineral logam di Kecamatan Katingan Tengah (Pasal 31 ayat 1). Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana terdapat dalam Ranperda RTRW Kabupaten Katingan tersebut di atas merupakan wilayah konsesi antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT. Kasongan Bumi Kencana dengan luas areal ha dengan perijinan sebagai berikut: Surat Persetujuan Presiden Republik Indonesia Nomor: B.34/Pres/II/1986 tanggal 6 Nopember Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.593/Menhut-11/2010 seluas 431,30 ha. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 512.K/30/DJB/2011 tanggal 24 Maret 2011 tentang Perpanjang III Tahap Kegiatan Konstruksi Wilayah Kontrak Karya PT. Kasongan Bumi Kencana. Apabila usulan KRP-1 tersebut dalam Ranperda RTRW Kabupaten Katingan dilaksanakan, maka diprakirakan akan muncul berbagai dampak sebagai berikut: 1. Berkurangnya kawasan hutan Kawasan hutan yang diperuntukkan untuk kegiatan PT. Kasongan Bumi Kencana saat ini dilakukan dengan pertambangan terbuka, namun sebelum dilakukan penambangan potensi tegakan kawasan hutan telah lunas PSDH-DR (Profisi Sumberdaya Hutan-Dana Reboisasi) di bidang kehutanan. Akibat adanya kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT. Kasongan Bumi Kencana, maka mitigasi dampak yang diusulkan, yaitu harus memenuhi/melengkapi tahapan perizinan (IPPKH) dan perlu adanya dana jaminan reklamasi dan penutupan tambang serta zonasi untuk konservasi kawasan hutan. 52

60 2. Hilangnya keanekaragaman hayati Dalam melakukan pembangunan selama ini kita ketahui adanya berbagai masalah kerusakan habitat alam baik oleh aktivitas manusia, kesalahan kebijakan dan ketidakjelasan pengaturan dalam mengelola kawasan hutan dan laut maupun karena bencana alam. Beberapa kerusakan tersebut antara lain hilangnya hutan dataran rendah karena penyusutannya lebih dari 2.5 % per tahun, konversi hutan untuk kegiatan pertambangan, baik yang resmi maupun yang ilegal. Sementara itu dalam pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan diperlukan strategi-strategi dalam konservasi keanekaragaman hayati dengan tetap memperhatikan peningkatan potensi produksi mineral logam dengan pengelolaan yang ramah lingkungan hidup serta menjamin terciptanya kesempatan yang merata dan adil bagi semua orang. Keanekaragaman hayati merupakan dasar bagi berbagai layanan ekosistem yang menjaga agar lingkungan alami tetap hidup, mulai dari menjaga daerah aliran sungai yang menyediakan air bersih, dan siklus-siklus nutrisi, serta menjaga kebersihan udara dan gas di atmosfer. Keanekaragaman hayati juga memiliki nilai bagi kepentingankepentingan estetika, spiritual, budaya, rekreasi dan ilmu pengetahuan. Uraian singkat tersebut di atas menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan oleh PT. Kasongan Bumi Kencana (PT. KBK), menyebabkan berkurangnya kawasan hutan, dan dengan demikian, juga menyebabkan berkurangnya keanekaragaman hayati. 3. Menurunnya kualitas air (dampak erosi dan sedimentasi) Aktivitas PT. Kasongan Bumi Kencana berada di dekat aliran Sungai Kalanaman, hal ini secara tidak langsung akan menimbulkan dampak terhadap menurunnya kualitas air sungai dan pendangkalan sungai akibat terjadinya erosi dan sedimentasi. Potensi dampak lingkungan hidup yang akan terjadi merupakan dampak lain selain dari pencemaran tanah dan air dari kegiatan penambangan secara terbuka oleh PT. Kasongan Bumi Kencana, antara lain, yang dihasilkan dari pembukaan tutupan lahan dan limbah pabrik yang berupa limbah padat dan cair, serta limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) yang ditampung di tailing dam. Namun demikian, dampak negatif ini tidak bisa diabaikan begitu saja, sehingga menyebabkan dampak langsung yang terjadi di sungai, yaitu berupa erosi dan sedimentasi. Selain itu, yang perlu diketahui bahwa dalam kegiatan penambangan, selain hasil berupa emas, perak, tembaga dan hasil tambang lainnya. Pembukaan lahan untuk dijadikan daerah pertambangan dan perkebunan skala besar, telah banyak menimbulkan erosi. Hal ini terjadi karena permukaan tanah menjadi terbuka sehingga air hujan langsung bersentuhan dengan tanah, dan aliran air permukaan (run off) membawa serta tanah dalam alirannya sampai masuk ke sungai dan pada akhirnya membentuk sedimentasi di sungai-sungai di Katingan. Sedikitnya ada 6 buah sungai besar, yaitu sungai Kalanaman, Samba, Hiran, Bemban, Sanamang dan Mahup yang bermuara ke sungai Katingan (Tabel 5.2), jika setiap sungai tersebut 53

61 membawa serta hasil erosi di daerah sekitarnya, maka sedimentasi di sungai Katingan akan lebih cepat terjadi. Pendangkalan yang terjadi ini akan mengakibatkan penyempitan aliran sungai yang pada akhirnya akan menyebabkan banjir. Tabel 5.2 Indeks Pencemaran di Perairan Sungai Katingan pada Tahun 2006 dan Tahun 2011 Sungai Indeks Pencemaran Kenaikan (%) Hiran 4,43 6,62 5,75 49,4 Turun Samba 4,88 7,18 5,24 47,13 Turun Kasongan 4,46 6,025-35,1 - Baun Bango 4,68 5,35-14,32 - Sanamang - - 6, Pandahara - - 5, Mendawai - - 5, Sumber: Katingan dalam angka 2011 Pada Bab 3, dinyatakan bahwa pencemaran ini juga sudah dilakukan oleh beberapa pihak yang mengatakan pada beberapa tempat sudah terjadi pencemaran. Penelitian tersebut dilakukan di tahun 2012, belum diketahui apa yang terjadi saat ini. Penting juga untuk diketahui bahwa menurut Balai Lingkungan Hidup Kabupaten Katingan, kondisi sungai-sungai tersebut dimonitor dari waktu ke waktu. Ketika terjadi pencemaran di perairan, berarti masyarakat harus membeli air bersih dan jika terkena dampak kesehatan akibat akumulasi pencemaran, maka masyarakat tidak bisa berproduksi lagi, biaya pengobatan juga harus ditanggung. Dengan demikian, beban ekonomi masyarakat meningkat. 4. Terganggunya ekosistem flora dan fauna Aktivitas pertambangan PT. KBK seperti pembukaan tutupan lahan, pengupasan tutupan lahan, land clearing, pembuatan sarana dan prasarana lainnya serta penggunaan dinamit untuk kegiatan pemecahan batu (blasting) menyebabkan terganggunya ekosistem di sekitar kegiatan pertambangan. Sering dilaporkan adanya binatang-binatang yang berada di sekitar lokasi kegiatan seperti uwa-uwa, beruang, dan binatang lainnya. Binatang atau hewan yang dilindungi tersebut masuk dan berkeliaran di pemukiman karyawan untuk mencari makanan. Kebijakan dari perusahaan terhadap keberadaan binatang tersebut adalah dengan melarang karyawannya untuk membunuh dan hanya mengusir dari lokasi kegiatan tambang. 5. Banjir Luas rencana area konsesi PT. Kasongan Bumi Kencana adalah ha. Hingga saat ini opersional perusahaan sesuai IPPKH yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan RI hanya seluas 431,30 ha. Luasan areal ini hanya di eksploitasi pada spot-spot tertentu yang memiliki potensi tambang mineral, hal ini mengakibatkan potensi banjir yang ditimbulkan masih dalam skala kecil. Namun demikian, bila eksploitasi yang dilakukan 54

62 sudah mencapai total luas ijin konsesi, dikawatirkan akan menimbulkan potensi banjir yang cukup besar. KRP-2: Kawasan hutan produksi konversi seluas kurang lebih hektar meliputi: Kecamatan Petak Malai, Kecamatan Senaman Mantikel, Kecamatan Marikit, Kecamatan Katingan Hulu, Kecamatan Bukit Raya, Kecamatan Tasik Payawan, Kecamatan Kamipang, Kecamatan Mendawai, dan Kecamatan Katingan Kuala (Pasal 28 huruf c). Hutan produksi konversi (HPK) adalah hutan produksi yang bisa dikonversi menjadi kegiatan non-kehutanan. Namun, pada kenyataannya, arahan peruntukannya adalah untuk dikonversi menjadi kawasan non-hutan, yaitu perkebunan dalam skala besar (perkebunan besar swasta/pbs), pertanian dalam arti luas dan kegiatan masyarakat lokal beserta seluruh aktifitasnya (perkembangan permukiman, pembukaan lahan pertanian dan perkebunan rakyat serta industri). Apabila rencana peruntukan HPK ini di implemtasikan, maka diprakirakan akan menimbulkan dampak sebagai berikut. 1. Kebakaran hutan dan lahan Pembukaan lahan untuk perkebunan skala besar maupun oleh masyarakat dengan cara membakar lahan (sengaja/tidak sengaja) menyebabkan meningkatnya potensi kebakaran hutan dan lahan. Kebiasaan masyarakat dalam membuka ladang secara turun temurun adalah dengan membakar lahan karena asumsi masyarakat dengan melakukan pembakaran akan meningkatkan kesuburan tanah dan juga ladang berpindah masih merupakan kebiasaan sebagian masyarakat sekitar hutan. Selain itu pembakaran lahan yang dilakukan secara tidak terkendali dan tidak diawasi menyebabkan bertambahnya luasan area yang terbakar. Contohnya adalah pembakaran lahan selain untuk pembukaan lahan baru pertanian/perkebunan, juga untuk penguatan status kepemilikan lahan menjadi alasan dilakukannya pembakaran hutan/lahan. Pembukaan lahan dengan cara membakar juga dilakukan oleh kebanyakan perusahaan perkebunan/hutan tanaman industri, seringkali dengan alasan untuk penghematan biaya. 2. Alih fungsi kawasan hutan dan lahan gambut Meningkatnya kebutuhan masyarakat dan pemerintah daerah serta perkebunan besar swasta untuk kegiatan pembangunan dan investasi daerah menyebabkan luasan pemanfaatan hutan dan lahan gambut semakin bertambah dari waktu ke waktu. Peningkatan kebutuhan masyarakat ini akibat perkembangan permukiman, perkebunan/pekarangan yang dituntut untuk dekat dengan kawasan permukiman. Kondisi ini menyebabkan areal kawasan hutan dan lahan gambut di Kabupaten Katingan semakin berkurang. 3. Menurunnya kualitas air (air permukaan dan air tanah) Sungai Katingan yang merupakan sungai utama yang berfungsi sebagai tempat pengaliran air dimana kondisinya tidak dapat dipisahkan dari aktivitas manusia. Kualitas air sungai berubah seiring waktu yang disebabkan karena berbagai aktivitas 55

63 manusia maupun industri berserta perkebunan besar swasta (PBS) yang berada di daerah hulu dan di pinggir sungai. Penggunaan herbisida dan pestisida untuk aktivitas pertanian dan perkebunan, kegiatan industri rumah tangga dan limbah rumah tangga berdampak pada komposisi spesies dan menyebabkan pencemaran aliran sungai. Berdasarkan pemantauan terhadap kualitas air Sungai Katingan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Katingan, diperoleh hasil bahwa pada Tahun 2013 status kualitas air Sungai Katingan termasuk dalam kategori cemar ringan di semua titik pengambilan sampel, sedangkan pada Tahun 2012 termasuk dalam kategori cemar berat dan sedang. Kategori cemar berat berada pada bagian Hulu (Muara Sungai Hiran dan Hilir sungai (Kecamatan Mendawai), sedangkan pada bagian tengah (Muara Sungai Hiran, Muara Sungai Samba dan Ujung Murung/Kec. Katingan Hilir) termasuk kategori cemar sedang. Status mutu air Sungai Katingan Tahun 2013 secara keseluruhan adalah Cemar Sedang-Berat, hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi kekeruhan, TSS, BOD, COD, Merkuri, dan Timbal. 4. Berkurangnya keanekaragaman hayati Keanekaragaman hayati adalah berbagai bentuk keragaman makhluk hidup di atas bumi (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme), serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup. Termasuk di dalamnya adalah kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme yang berasal dari semua habitat baik yang ada di darat, laut maupun sistem-sistem perairan lainnya. Aktivitas manusia untuk industri, pertanian dan perkebunan menjadi salah satu ancaman nyata terhadap keanekaragaman hayati terutama terganggunya ekosistem flora dan fauna dan hilangnya species endemik di peruntukan tersebut. 5. Banjir Pembukaan lahan perkebunan skala besar umumnya memberikan kontribusi yang paling besar terhadap potensi terjadinya banjir. Bekurangnya kerapatan vegetasi menyebabkan aliran air permukaan (run-off) menjadi besar dan akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu berdampak banjir pada daerah hilir pada musim hujan dan sebaliknya akan mengakibatkan kekeringan pada wilayah bersangkutan pada musim kemarau. KRP-3: Kawasan Peruntukan Perkebunan sebagaimana dimaksud pada pasal 27 huruf c seluas kurang lebih ha, meliputi Kec. Sanaman Mantikei, Marikit, Katingan Hulu, Bukit Raya, Katingan Tengah, Pulau Malan, Tewang Sanggalang Garing, Katingan Hilir, Tasik Payawan, Kamipang, Mendawai Katingan Kuala (Pola Ruang Pasal 30) 1. Pencemaran udara (asap) Dampak pencemaran udara dirasakan sebagai akibat terbakar hutan dan lahan yang tidak terkendali. Berdasarkan data hot spot NOAA 18 BLH Provinsi Kalimantan Tengah pada Tahun 2013 terpantau 255 hot spot yang tersebar di 11 Kecamatan Kabupaten Katingan, berkurang dibandingkan Tahun 2012 yang terpantau sebanyak 283 hot spot. 56

64 Kasus kebakaran hutan di Kabupaten Katingan menjadi salah satu isu strategis dalam penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). 2. Meningkatnya emisi karbon Kegiatan pemanfaatan lahan, alih guna lahan dan kehutanan merupakan menyumbang terbesar dalam emisi gas rumah kaca (GRK). Emisi GRK dari sektor berbasis lahan tidak hanya berdasar dari perubahan luas atau tutupan hutan (forest cover) yang disebabkan oleh deforestasi atau kemerosotan biomassa di atas permukaan tanah (above ground), tetapi juga bersumber dari emisi oksidasi bahan organik di bawah permukaan (below ground) lahan gambut. Oksidasi tersebut terjadi karena proses pengeringan (drainase) dan kebakaran lahan gambut yang sudah mengering. Potensi karbon di Kabupaten Katingan cukup besar, ini terlihat dari data luas lahan gambut yang berada di wilayah Kabupaten Katingan berdasarkan data sebaran gambut menurut penutupan hutan adalah seluas ,64 ha (RTRW Kabupaten Katingan Tahun ). Guna mempertahankan kelestarian lahan gambut agar peningkatan emisi karbon di Kabupaten Katingan bisa dikurangi, perlu dilakukan pengawasan secara berkala baik dari masyarakat, pemerintahan, swasta dan LSM/NGO dalam pemanfaatan lahan yang tersedia sehingga peningkatan emisi karbon di Kabupaten Katingan bisa dikurangi. 3. Hilangnya keanekaragaman hayati Keanekaragaman alami atau keanekaragaman hayati, atau biodiversitas, adalah semua kehidupan di atas bumi ini: tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme, serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup. Termasuk di dalamnya kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme yang berasal dari semua habitat baik yang ada di darat, laut maupun sistem-sistem perairan lainnya. Aktivitas pembukaan lahan untuk pemukiman, pertanian dan perkebunan menjadi salah satu ancaman nyata terhadap keanekaragaman hayati di Kabupaten Katingan. Dengan menimbulkan gangguan pada lahan, usaha perkebunan dapat memberikan dampak lokal dan langsung yang cukup besar terhadap keanekaragaman hayati. Dampak-dampak berskala luas dan tidak langsung juga dapat timbul akibat perubahan tataguna lahan. 4. Berkurangnya kawasan hutan Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat berlipat ganda, baik manfaat yang secara langsung maupun manfaat secara tidak langsung. Manfaat hutan secara langsung adalah sebagai sumber berbagai jenis barang, seperti kayu, getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh manusia atau menjadi bahan baku berbagai industri yang hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi hampir semua kebutuhan manusia. Manfaat hutan yang tidak langsung meliputi: (a) Gudang keanekaragaman hayati (biodiversity) yang terbesar di dunia meliputi flora dan fauna, (b) Bank lingkungan regional dan global yang tidak ternilai, baik sebagai pengatur iklim, penyerap CO serta penghasil oksigen, (c) 57

65 Fungsi hidrologi yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia di sekitar hutan dan plasma nutfah yang dikandungnya, (d) Sumber bahan obat-obatan, (e) Ekoturisme, (f) Bank genetik yang hampir-hampir tidak terbatas. Sampai saat ini, luas kawan hutan di Kabupaten Katingan adalah ha, terdiri dari hutan mangrove, hutan primer, hutan rawa, hutan sekunder dan hutan tanaman. Keberadaan hutan ini selain sebagai pelindung DAS Katingan, juga dapat berfungsi sebagai cagar alam yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata terbatas (adventure tourism), kawasan cadangan air, dan pusat paru-paru dunia. 5. Menurunnya kualitas air sungai, danau dan air tanah Sungai Katingan yang merupakan sungai utama yang berfungsi sebagai tempat pengaliran air yang kondisinya yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas manusia. Kualitas air sungai berubah seiringnya waktu yang disebabkan karena berbagai aktivitas manusia maupun aktivitas industri yang berada di daerah hulu dan di pinggir sungai. Penggunaan herbisida dan pestisida untuk aktivitas pertanian dan pertambangan dapat pula berdampak pada komposisi spesies dan menjadi pencemar di aliran sungai lokal. Berdasarkan kualitas air Sungai Katingan yang telah dilakukan analisis oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Katingan, diperoleh informasi bahwa pada 2013, status kualitas lingkungan termasuk dalam kategori tercemar ringan di semua titik pengambilan sampel, sedangkan pada tahun 2012 termasuk dalam kategori tercemar berat dan sedang. Kategori tercemar berat berada pada bagian Hulu (Muara Sungai Hiran dan Hilir sungai (Kecamatan Mendawai), sedangkan pada bagian tengah (Muara Sungai Hiran, Muara Sungai Samba dan Ujung Murung/Kec. Katingan Hilir) termasuk kategori tercemar sedang. Status mutu air Sungai Katingan adalah tercemar sedang - berat (dipengaruhi oleh konsentrasi Kekeruhan, TSS, BOD, COD, Merkuri, Timbal, Fenol dan Minyak-Lemak) Dampak KRP terhadap aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi Berdasarkan hasil diskusi antar pihak terkait di Kabupaten Katingan, ditambah dengan data, pada bagian di bawah ini memberikan penjelasan mengenai setiap kebijakan, rencana dan/atau program (KRP) dilihat dari empat bidang, yaitu kemiskinan, kesehatan, konflik sosial dan lahan, serta budaya dan adat. KRP-1: Kawasan peruntukan pertambangan seluas kurang lebih 431,30 hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d, berupa kawasan pertambangan mineral logam di Kecamatan Katingan Tengah (Pasal 31 ayat 1). Implikasi/dampak penting yang diprakirakan akan terjadi dengan dilaksanakannya KRP tersebut di atas adalah sebagai berikut. 1. Terancamnya keberadaan budaya lokal Budaya suku Dayak sangat berhubungan dengan alam sekitarnya. Pembukaan lahan untuk kegiatan pertambangan baik yang dilakukan secara legal maupun ilegal 58

66 berpotensi menyebabkan tergerusnya sumber-sumber kearifan lokal, utamanya pengetahuan penggunaan obat-obatan tradisional dari alam sekitarnya, dan hilangnya sumberdaya obat-obatan alam dari hutan/alam lingkungan sekitarnya. Hutan di sekitar masyarakat adat/lokal masih merupakan sumber kehidupan dan mata pencaharian sehari-hari mereka. Aktivitas pertambangan yang berkecenderungan meningkatkan warga pendatang, seringkali mengakibatkan tergerusnya kearifan lokal dan keberadaan budaya lokal. 2. Konflik sosial Konflik/kesenjangan sosial antara masyarakat lokal/adat dengan perusahaan dan pendatang Konflik yang berkaitan dengan penerimaan karyawan yang kurang mengakomodir penduduk lokal/masyarakat sekitar dengan alasan kurangnya kompetensi dan pendidikan, menimbulkan kecemburuan sosial-ekonomi terhadap pendatang (karyawan) yang berasal dari luar daerah. Sengketa lahan Proses ganti rugi dengan masyarakat sudah dilaksanakan, yang menjadi masalah adalah kesepakatan harga yang oleh sebagian pemilik lahan belum disepakati. Selain masalah ganti rugi dengan masyarakat, aktivitas PT. KBK dihadapkan pada masalah tumpang tindih dengan kegiatan perkebunan yang aktifitasnya juga berada di dalam wilayah izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) PT. KBK. Untuk mengatasinya perlu melaksanakan penyelesaian dan fasilitasi ganti rugi lahan hak masyarakat dan penyepakatan masalah tumpang tindih lahan dengan kegiatan perusahaan lainnya. Selain itu, komitmen perusahaan untuk tidak menggarap situs adat yang ada di lokasi konsesi, seperti sandung, kuburan keramat/pambak leluhur, dan kaleka (hutan yang dikeramatkan) harus dikuatkan. Untuk wilayah Kecamatan Katingan Tengah yang dialokasikan untuk peruntukan pertambangan, setidaknya ada 9 desa yang sudah ada dalam wilayah perkebunan, sehingga jika ditambahkan dengan kawasan pertambangan dengan luasan sekitar 431 ha, berpotensi untuk menimbulkan sengketa lahan pada kecamatan Katingan Tengah (lihat Gambar 5.1). 59

67 Gambar 5.1 Potensi Konflik Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Katingan KRP-2: Kawasan hutan produksi konversi seluas kurang lebih hektar meliputi: Kecamatan Petak Malai, Kecamatan Senaman Mantikel, Kecamatan Marikit, Kecamatan Katingan Hulu, Kecamatan Bukit Raya, Kecamatan Tasik Payawan, Kecamatan Kamipang, Kecamatan Mendawai, dan Kecamatan Katingan Kuala (Pasal 28 huruf c). Implikasi/dampak penting yang diprakirakan akan terjadi dengan dilaksanakannya KRP tersebut di atas adalah sebagai berikut. 1. Terancamnya keberadaan budaya lokal Kehidupan masyarakat lokal pada umumnya, dalam hal ini adalah masyarakat Dayak, masih sangat tergantung pada hutan/alam di sekitar tempat mereka tinggal. Kebiasaan 60

68 masyarakat dari jaman dulu yang mereka masih lakukan adalah melakukan ladang berpindah dan memanfaatkan hutan sebagai sumber mata pencaharian sehari-hari. Dengan berkurangnya/berubahnya kawasan hutan menjadi lahan pertanian, industri, pertambangan, dan perkebunan swasta besar mengakibatkan terancamnya sumbersumber kearifan lokal masyarakat, misalnya: hilangnya kawasan sumber obat-obatan tradisional dan berkurangnya pengetahuan generasi yang akan datang tentang budaya asli yang berkaitan dengan sumberdaya hutan. Perluasan areal pertambangan dapat mempertinggi kemungkinan terjadinya klaim atas wilayah adat. Beberapa masalah yang mungkin timbul meliputi hilangnya hak-hak adat/tenurial, hilangnya akses masyarakat adat. Selain itu, situs budaya rentan mengalami kerusakan akibat pembangunan tanpa perencanaan yang memadai. 2. Konflik sosial Alih fungsi kawasan hutan menjadi pemanfaatan non-hutan seringkali menimbulkan konflik. Konflik sosial yang terjadi dalam banyak kasus adalah berupa sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan (perkebunan, pertambangan, dan usaha komersial lainnya), masyarakat dengan masyarakat menyangkut hak kepemilikan lahan, misalnya lahan milik masyarakat yang masuk dalam perijinan perkebunan perusahaan tersebut, menyangkut legalitas kepemilikan lahan dan proses ganti rugi yang belum memuaskan bagi masyarakat. Di satu sisi, masyarakat merasa mempunyai hak atas lahan secara turun temurun (tanah adat, ulayat, tanah garapan), dilain pihak perusahan yang merasa telah mempunyai ijin konsesi/pengusahaan atas lahan sering menyebabkan timbulnya konflik/sengketa lahan. Keberadaan kawasan pertambangan ini juga akan memperburuk permasalahan konflik lahan yang telah mengemukan di Kabupaten Katingan. Hal yang mungkin terjadi adalah tingginya angka kesenjangan sosial antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang dan perusahaan yang dapat memicu konflik. Selain itu, sengketa pertanahan pun akan mengemukan. Wilayah tambang batubara bisa berdampak buruk terhadap berkurangnya atau bahkan hilangnya hak, akses dan peran masyarakat adat yang berada pada daerah tambang. Karena ada 16 desa yang menjadi wilayah kecamatan Katingan Tengah ini, sehingga lokasi daerah tambang perlu diperjelas melalui pemetaan, walaupun dampak perlu diperhitungkan bukan hanya pada desa dimana ada lokasi tambang tapi terutama desa yang bisa menjadi dampak tambang. Hal lain yang mungkin terjadi adalah tingginya angka kesenjangan sosial antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang dan perusahaan. Selain itu, sengketa pertanahan pun akan mengemukan. Konflik yang rentan terjadi adalah konflik perkebunan rakyat dalam hutan lindung, pembatasan pencarian hasil kayu dan non kayu. Peta-peta tata ruang dan tumpang tindih kawasan tidak pernah dibicarakan, baik di atas kertas, tetapi terlebih pengecekan lapangan hampir tidak pernah dilakukan untuk mengkaji akan dimana lokasi lahan masyarakat dan dimana lokasi lahan untuk perkebunan, pertambangan (CIFOR 2012). 61

69 Konflik lahan perlu diantisipasi karena kawasan ini ada di banyak kecamatan dimana setiap kecamatan mempunyai banyak desa, walaupun tidak semua wilayah desa dan tidak semua desa dalam kecamatan yang menjadi wilayah hutan produksi, tetapi lahan bisa diklaim dari desa-desa yang sekitar, sehingga perlu diantisipasi. Tabel 5.3. berikut ini menunjukkan gambaran tentang potensi konflik yang berkaitan dengan banyaknya jumlah desa di setiap kecamatan dalam kawasan hutan produksi yang direncanakan untuk dialihfungsikan. Tabel 5.3 Jumlah Desa Berdasarkan Potensi Konflik di Kabupaten Katingan Nama kecamatan Jumlah Desa Katingan Hulu 23 Katingan Kuala 6 Mendawai 7 Kamipang 9 Tasik Payawan 8 Bukit Raya 11 Marikit 18 Senaman Mantikei 14 Petak Malai 7 TOTAL 103 Catatan: Perlu juga diperhatikan bahwa jumlah desa di atas bias meningkat seiring dengan berjalannya pemekaran desa. Luasan kawasan hutan produksi konversi jika ditumpang tindihkan dengan desa/pemukiman, sudah tampak potensi sengketa lahan yang akan terjadi. Dari peta konflik lahan (Gambar 5.1), hutan produksi konversi sudah berpotensi akan sengketa lahan, misalnya di Kecamatan Katingan Kuala sudah ada 6 desa yang berpotensi akan bersengketa, Kecamatan Katingan Hulu akan berpotensi sedikitnya dengan 5 desa, Kecamatan Kamipang dengan sedikitnya 9 desa, Kecamatan Katingan Hilir dengan 5 desa. Dengan mempertimbangkan uraian singkat tersebut di atas, perlu dicermati bahwa tumpang tindih desa bukan hanya dalam wilayah pemukiman tetapi juga bisa termasuk lingkungan sekitarnya seperti lahan pertanian dan hutan yang selama ini menopang kehidupan masyarakat. Tumpang tindih lahan ini bisa mengakibatkan masyarakat merasa tertekan sehingga mudah memicu konflik pada tingkat yang bersifat merusak (violence conflict). 3. Kemiskinan Dampak alih fungsi kawasan hutan menjadi areal pertambangan terhadap proses terjadinya kemiskinan di Kabupaten Katingan cukup tinggi. Adalah penting untuk memeriksa track record pengelola pertambangan, tidak hanya mengandalkan laporan AMDAL yang sudah dibuat. Jika track record baik, perlu dilakukan identifikasi benefit sharing dengan masyarakat lokal. Kualitas air bersih dapat terancam akibat erosi dan sedimentasi di areal pertambangan. Kecamatan Katingan Tengah adalah kecamatan ketiga dengan jumlah penduduk miskin terbanyak, kecamatan ini juga termasuk daerah 62

70 bencana dan mempunyai 16 desa. Sehingga posisi masyarakat kecamatan Katingan Tengah perlu mendapat perhatian, karena sudah merupakan daerah miskin dan daerah dengan resiko bencana cukup tinggi. Berkurangnya mata pencaharian hasil hutan kayu (HHK) dan hasil hutan non-kayu/hhnk bisa terjadi akibat konversi kawasan hutan menjadi non-hutan. Selain itu, kawasan hutan produksi pun akan menyebabkan terjadinya tumpang tindih peruntukan lahan, terutama dengan lahan yang digunakan untuk mencari penghasilan oleh masyarakat. Kondisi ini juga dapat menyebabkan berkurangnya kualitas dan kuantitas air. Lokasi kawasan hutan produksi di semua kawasan ini mencakup 107 desa, artinya jumlah yang banyak. Pemerintah Kabupaten Katingan merupakan satu dari beberapa kabupaten di Kalimantan Tengah yang berhasil menurunkan angka kemiskinan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2007, kemiskinan di Kabupaten Katingan mencapai 8,68% dengan jumlah penduduk miskin sebanyak jiwa. Di tahun 2011, persentase penduduk miskin turun secara signifikan ke angka 6,47% dengan total penduduk miskin sebanyak jiwa (Katingan Dalam Angka, 2013). Gambar 5.2 Peta Perbandingan Kecamatan dengan Jumlah Orang Miskin di Kabupaten Katingan, 2011 (Sumber: TNP2K, 2012) Gambar 5.2. menunjukkan bahwa Kecamatan Katingan Kuala dan Kecamatan Marikit adalah kecamatan dengan jumlah penduduk miskin terbanyak, diikuti oleh Kecamatan Katingan Tengah, kecamatan Pulau Malan dan Kecamatan Tewang Sangalang Garing. Kecamatan lainnya tidak terlalu banyak penduduk yang masuk kategori miskin. Walaupun data kemiskinan dari kabupaten Katingan menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kemiskinan, tetapi hal ini perlu dicermati untuk dua hal. Pertama, apakah aset masyarakat kaitannya dengan lahan pertanian dan hutan sebagai sumber protein-obat-obatan, juga kualitas air dan udara, menjadi bagian yang 63

71 diperhitungkan dalam ukuran kemiskinan ini? Studi Casson (CIFOR, 1999) di Kabupaten Katingan pada tahun 1999 menunjukkan begitu banyaknya perambahan hutan dan banyaknya alih fungsi hutan menjadi kebun kelapa sawit. Sebagian besar masyarakat tidak mempunyai sertifikat tanah, sehingga ganti rugi lahan dirasakan tidak adil bagi sebagian masyarakat. Sebagai akibatnya, masyarakat kehilangan mata pencahariannya tanpa imbalan yang setimpal. Di lain sisi, pengusaha diberikan areal yang ada sengketa dan diharapkan bisa menyelesaikan sendiri menghadapi klaim masyarakat. Kedua, jika kita mencermati PDRB Kabupaten Katingan, maka pertanian merupakan penyumbang terbesar dari PDRB dan rotan merupakan salah satu komoditas rakyat yang memberikan penghasilan. Hampir 80% masyarakat Katingan adalah petani rotan, tapi salah satu persoalan adalah legalitas lahan kebun rotan yang belum dimiliki petani rotan. Peruntukan lahan dalam tata ruang mempunyai potensi tumpang tindih dan konflik lahan dengan kebun rotan masyarakat. 4. Kesehatan Kegiatan pembukaan lahan dengan menggunakan peralatan mekanis berpotensi tinggi menyebabkan pencemaran air dan tanah antara lain menurunnya kualitas air, sungai dan tanah; serta berpengaruh pada kualitas kesehatan masyarakat sekitar. Sungai yang tercemar merkuri, bisa menyebar ke sungai lain. Air sungai yang tercemar dan kemudian diminum bisa mengakibatkan kecacatan dan janin menjadi cacat. Kasus penyakit kulit pun dapat bisa meluas di sekitar lokasi pertambangan. Tambang bisa berdampak negatif terhadap kesehatan, mulai dari pekerjanya yang bisa menyebarkan penyakit menular ke masyarakat lokal, dan juga bisa menimbulkan kanker, paru-paru dan penyakit hati kronis bagi masyarakat lokal, demikian dikatakan oleh Pusat Pengetahuan Kesehatan West Virginia University (March 27, 2008). Persoalanpersoalan sosial kaitan dengan tambang seperti penyakit menular termasuk penyakit kelamin dan HIV/AIDS (seperti di Timika dengan kehadiran PT Freeport), dengan datangnya pendatang, perlu diantisipasi. Stress masyarakat karena dampak lingkungan yang buruk seperti berkurangnya kejernihan air bersih, polusi tambang akan bisa berdampak terhadap kesehatan. Selain persoalan tersebut di atas, luasnya konversi kawasan hutan produksi dapat mempertinggi resiko terjadinya kebakaran lahan gambut, kabut asap serta meningkatkan resiko terjadinya penyakit saluran pernafasan (ISPA). KRP-3: Kawasan Peruntukan Perkebunan sebagaimana dimaksud pada pasal 27 huruf c seluas kurang lebih ha, meliputi Kec. Sanaman Mantikei, Marikit, Katingan Hulu, Bukit Raya, Katingan Tengah, Pulau Malan, Tewang Sanggalang Garing, Katingan Hilir, Tasik Payawan, Kamipang, Mendawai Katingan Kuala (Pola Ruang Pasal 30). Implikasi/dampak penting yang diprakirakan akan terjadi dengan dilaksanakannya KRP tersebut di atas adalah sebagai berikut. 64

72 1. Terancamnya keberadaan budaya lokal Hilangnya situs/cagar budaya masyarakat Pada pemberian izin konsesi atau pelepasan kawasan untuk perkebunan, seringkali tidak mempertimbangkan keberadaan situs budaya di dalam kawasan tersebut. Kondisi ini berpotensi terhadap terancamnya keberadaan situs/cagar budaya yang berada di wilayah tersebut. Hilangnya situs/cagar budaya tidak hanya merugikan dari sisi aspek cagar budaya, lebih penting dari hal itu adalah hilangnya identitas budaya masyarakat adat/lokal termasuk kearifan lokal. Hilangnya hak-hak adat/tenurial Masyarakat adat Dayak sangat tergantung dengan hutan sebagai sumber makanan, mata pencaharian, sumber obat-obatan dan ladang berpindah. Bukti kepemilikan bersifat komunal, dan sebagian besar tidak memiliki legal status hukum positif. Pada saat adanya aktivitas atas tanah yang diklaim masyarakat sebagai hak adat, pihak perusahaan terkadang mengabaikannya karena lebih berpegang kepada izin yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Persoalan pengakuan hak adat baik ditingkat pusat dan daerah sampai saat ini belum ada kejelasan dan kepastian hukum untuk legalitas wilayah hak adat. Selain itu, pemerintah daerahpun (Pemda Kabupaten Katingan) belum pernah mengadakan inventarisasi terhadap wilayah-wilayah adat di Kabupaten Katingan. Hilangnya akses masyarakat adat/lokal Budaya suku Dayak sangat berhubungan dengan alam, hutan di sekitar masyarakat adat/lokal masih merupakan sumber kegiatan dan mata pencaharian sehari-hari. Dengan adanya pembukaan lahan untuk perkebunan, maka berpotensi menutup/menghilangkan akses masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi, misalnya budidaya rotan serta kegiatan ritual adat, mengunjungi tempat-tempat yang dikeramatkan (kuburan, bukit). Masyarakat Dayak sejak lama sudah melaksanakan budidaya tanaman rotan di kebun dengan cara tradisional dan bahan rotan yang biasa dipakai oleh masyarakat Dayak juga dahulu masih untuk kebutuhan sendiri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh LIPI di tahun 2011 menunjukkan bahwa ada 5 jenis rotan yang dibutuhkan oleh masyarakat suku Dayak, yaitu Plectocomia sp. (Uei Tatuwu, rotan besar berdiameter 3-5 cm), Calamus caesius (Uei Sigi, rotan kecil yang berdiameter 1,5 cm), Calamus trachycoleus (Uei Irit, rotan lebih kecil dengan diameter 1 cm), Calamus javensis (Uei Lilin, rotan paling kecil dan berdiameter 0,5 cm) dan Calamus brachystachys (Uei Bulu, rotan berduri hitam, rotan paling kecil yang berdiameter antara 0,5-1 cm) (Tellu. 2005). Kegunaannya bervariasi, yaitu untuk yang berdiameter kecil berguna untuk anyaman tampah, tikar, topi, anyaman tas, ayakan, pengikat dinding rumah, alat penangkap ikan ataupun untuk membuat keranjang barang Luas lahan untuk budidaya rotan di Kabupaten Katingan mengalami penurunan dari tahun ke tahun (LIPI, 2011). Pada tahun 2011, total luas lahan untuk budidaya rotan di 65

73 Desa Tewang Kadamba, Desa Tumbang Liting dan Desa Kasongan di Kabupaten Katingan, yaitu 53 ha. Desa Tewang Kadamba termasuk paling luas lahannya untuk budidaya rotan, yaitu 31 ha dan Desa Kasongan hanya 4 ha atau paling kecil luas lahannya. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan total lahan pada beberapa tahun silam. Dibandingkan wilayah lain, penurunan alokasi lahan di Desa Kasongan cukup signifikan. Hal ini disebabkan lahan di Desa Kasongan sudah banyak yang berubah menjadi bangunan dan fasilitas umum serta kebun kelapa sawit. 2. Konflik sosial Konflik/kesenjangan sosial antara masyarakat lokal/adat dengan perusahaan dan pendatang Pada tataran pekerjaan tertentu yang berkaitan dengan pemanfaatan tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit dan pengolahannya, perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang terlatih dan berpengalaman atau mempunyai ketrampilan tertentu. Dalam hal rekrutmen tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan, menjadi kendala bagi masyarakat dan perusahaan. Disatu sisi perusahaan ingin merekrut tenaga kerja dari masyarakat lokal, namun disatu sisi perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang memiliki ketrampilan yang kadang tidak banyak dimiliki oleh tenaga kerja lokal sehingga harus mendatangkan tenaga kerja dari luar dan ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial-ekonomi. Konflik sosial seringkali juga terkait dengan persoalan kompetisi pemanfaatan lahan. Dari beberapa kasus yang terjadi, terdapat berbagai tipe konflik lahan baik internal masyarakat/masyarakat adat, masyarakat dengan perusahaan besar kaitan dengan persoalan: Batas yang tidak disepakati. Ketidakadilan aparat hukum dalam menyikapi persoalan Besarnya peruntukan lahan bagi pengusaha Tidak adanya perlindungan terhadap lahan dan hutan masyarakat Makin sempitnya lahan dan hutan yang ada Minimalnya kontribusi positif perusahaan untuk mata pencaharian masyarakat Tidak adanya peran serta dan pembagian manfaat antara perusahaan dan masyarakat Gubernur Kalimantan Tengah, Teras Narang (2012) menggaris bawahi bahwa perusahaan besar yang izinnya tidak jelas, terutama yang tidak memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) maupun Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH), telah berkontribusi terhadap meningkatnya persoalan sengketa lahan di empat Kabupaten, termasuk Kabupaten Katingan. Menurut pemangku Kabupaten Katingan yang hadir pada lokakarya KLHS, perlunya informasi akan siapa yang berhak akan lahan dan hutan bisa dikaburkan dengan sistem pinjam pakai tanah sampai beberapa keturunan, sehingga generasi yang baru tidak tahu apakah tanah itu benar miliknya atau hanya pinjam dari keluarga lain. Lepas dari berbagai tantangan yang ada, Pemda Kabupaten Katingan perlu mengupayakan terbitnya Perda yang terkait dengan keputusan MK mengenai hak 66

74 adat dalam kawasan hutan. Hutan adat perlu disepakati batasnya. Di beberapa tempat pemetaan partisipatif merupakan salah satu cara yang dapat dilaksanakan untuk mencegah timbulnya konflik dalam pemanfaatan lahan. Menurut keputusan MK, diperlukan Perda untuk perlindungan hak masyarakat adat seperti yang sudah dibuat di Provinsi Maluku dan Kabupaten Lebak. Dalam hal ini, masyarakat adat bersama dengan tim tata batas membuat kesepakatan batas tanah adat. Sengketa lahan Kabupaten Katingan menjadi salah satu kabupaten di Kalimantan Tengah yang memiliki banyak perkebunan (kepala sawit dan karet). Dalam banyak kasus, sengketa antara masyarakat dan perusahaan, kebanyakan menyangkut hak kepemilikan lahan milik masyarakat yang masuk dalam ijin perkebunan perusahaan tersebut, menyangkut legalitas kepemilikan lahan dan proses ganti rugi yang belum memuaskan salah satu pihak. Selain sengketa karena kepemilikan lahan, muncul pula konflik antara masyarakat dengan perusahaan terkait penggunaan tenaga kerja yang lebih banyak dari luar daerah. Kondisi ini seringkali memicu terjadinya konflik yang bersumber pada sengketa lahan. Dari peta konflik lahan perkebunan dan pemukiman, tumpang tindih kawasan perkebunan setidaknya meliputi 34 desa/pemukiman diberbagai kecamatan Kabupaten Katingan. Kondisi ini akan berkontribusi terhadap sengketa. Bagi perusahaan perkebunan sawit yang akan melakukan ekspor agar mendapatkan harga yang lebih tinggi, maka salah satu kriterianya adalah adanya persetujuan masyarakat dalam free, prior and informed consent, dimana masyarakat mempunyai hak untuk setuju atau tidak dan harus dilakukan oleh pihak ketiga. Hal ini akan sulit dicapai jika sengketa lahan pada 34 desa atau pemukiman ini terjadi. 3. Kemiskinan Topik yang menjadi keprihatinan dari para pihak adalah lahan kebun rotan dan pertanian lainnya yang sudah digarap dan merupakan bagian dari penghasilan kabupaten, dapat hilang hanya karena tidak dilengkapi oleh dokumen pertanahan. Hal ini bisa memutus penghasilan penduduk setempat. Selain itu, kondisi ini juga berpengaruh terhadap kualitas air bersih. Kecamatan Katingan Kuala dan Kecamatan Marikit adalah kecamatan dengan penduduk miskin yang jumlahnya terbanyak, dan merupakan kawasan peruntukan perkebunan (Gambar 5.1). Sehingga perlu dipastikan bahwa masyarakat di kedua kecamatan ini tidak menjadi lebih miskin lagi. Demikian halnya dengan kecamatan Pulau Malam dan Tewang Sangalang. Peruntukan kawasan perkebunan ini meliputi banyak desa. Sedangkan Kecamatan Katingan Hilir adalah kecamatan terpadat penduduknya diikuti oleh Katingan Tengah, Tewang Sangalang garing dan Pulau Malan. Sehingga perlu berhati-hati agar tidak berdampak negatif terhadap penghasilan masyarakat. 67

75 4. Kesehatan Pembukaan areal perkebunan berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan yang berimplikasi pada polusi udara, peningkatan kasus penyakit pernapasan (ISPA), serta terganggunya transportasi dan proses belajar mengajar. Kecamatan Katingan Kuala dan juga Kecamatan Sanaman Mantikei adalah kecamatan yang tinggi resiko bencana kebakaran, dengan adanya KRP ini, resiko kebakaran diprakirakan akan menjadi lebih besar. 5.4 Perumusan Alternatif dan/atau Mitigasi Penyempurnaan Ranperda RTRW Kabupaten Katingan Berdasarkan pengkajian prakiraan implikasi/dampak KRP prioritas terhadap isu-isu strategis yang dilaksanakan pada Sub-Bab 5.3, langkah selanjutnya adalah melakukan perumusan alternatif, mitigasi dan/atau adaptasi terhadap KRP yang menjadi kajian atau upaya mengendalikan dampak negatif akibat pelaksanaan KRP tersebut. Perumusan alternatif penyempurnaan tata ruang wilayah didasarkan pada kajian dari tiga perspektif, yaitu lingkungan hidup, sosial-ekonomi-budaya, dan strategi pembangunan rendah emisi (SPRE). Hasil yang diperoleh adalah dua skenario alternatif penyempurnaan pola dan struktur ruang, skenario berdasarkan substansi Ranperda RTRW yang menjadi kajian (skenario business as usual, BAU) dan skenario optimal yang menekankan pentingnya mempertimbangkan tiga perspektif secara selaras, yaitu lingkungan hidup, sosial-budaya-ekonomi, dan SPRE. Hasil studi KLHS, dalam hal ini, merekomendasikan skenario optimal. Berikut adalah uraian rumusan alternatif dan/atau mitigasi untuk pola dan struktur ruang wilayah Kabupaten Katingan Mitigasi KRP RTRW Kabupaten Katingan Aspek Lingkungan Hidup KRP-1: Kawasan peruntukan pertambangan seluas kurang lebih 431,30 hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d, berupa kawasan pertambangan mineral logam di Kecamatan Katingan Tengah (Pasal 31 ayat 1). Mitigasi yang diperlukan adalah: Akibat adanya kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT. Kasongan Bumi Kencana, maka mitigasi dampak yang diusulkan yaitu harus memenuhi/melengkapi tahapan perizinan (IPPKH) dan perlu adanya dana jaminan reklamasi dan penutupan tambang serta zonasi untuk konservasi kawasan hutan. Mitigasi dampak yang timbul akibat hilangnya Keanekaragaman hayati, utamanya adalah: a. Roadmap perencanaan pengelolaan tambang secara sistematis, b. Melakukan upaya pelestarian (RKL-RPL), dan c. Perlunya zonasi untuk konservasi KEHATI. d. Penambangan dilakukan dengan bertahap/perblok serta dilakukan reklamasi dan revegetasi terhadap bekas penambangan. e. Melakukan pengawasan secara berkala oleh instansi terkait, Non- Government Organization (NGO), dan masyarakat. 68

76 f. Perlunya water treatment dan pengelolaan limbah tambang sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan. Terkait pemanfaatan lahan untuk pertambangan yang akan meningkatkan laju erosi dan sedimentasi, maka dapat dikurangi dampaknya, antara lain, dengan pembuatan buffer zone/kawasan penyangga dan bangunan pelengkap. a. Monitoring penggunaan kawasan; b. Pencadangan High Conservation Value (HCV) untuk flora dan fauna serta lingkungannya; dan c. Konservasi ex-situ. KRP-2: Kawasan hutan produksi konversi seluas kurang lebih hektar meliputi: Kecamatan Petak Malai, Kecamatan Senaman Mantikel, Kecamatan Marikit, Kecamatan Katingan Hulu, Kecamatan Bukit Raya, Kecamatan Tasik Payawan, Kecamatan Kamipang, Kecamatan Mendawai, dan Kecamatan Katingan Kuala (Pasal 28 huruf c). Mitigasi yang diperlukan adalah: Pembukaan lahan tanpa bakar dan atau pembakaran terkendali mengacu perda provinsi Kalimantan tengah nomor 52 tahun Mengaktifkan tim koordinasi pencegahan pengendalian dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan kabupaten, Kelompok Masyarakat Pengendalian Kebakaran (KMPK), Tim Serbu Api (TSA). Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Penyiapan sarana dan prasarana pemadam kebakaran. Deteksi dini daerah rawan kebakaran melalui data hotspot dan data BMKG. Penataan dan pengamanan batas kawasan hutan termasuk pemenuhan tahapan perijinan, yaitu Izin Pelepasan Kawasan. Perlunya zonasi untuk konservasi kawasan hutan dan areal dengan NKT, antara lain, melalui pemetaan wilayah yang memiliki NKT tinggi sehingga dapat dihindari terjadinya gangguan terhadap wilayah/habitat tersebut. Mengeluarkan (enclave) moratorium gambut dari rencana peruntukan HPK Pengelolaan sanitasi lingkungan meliputi pengelolaan persampahan, drainase dan air limbah sehingga pencemaran terhadap kualitas air dapat dikurangi. Melakukan pengelolaan pemeliharaan terhadap sumber-sumber air baku. Mempersyaratkan dilakukannya UKL/UPL dan AMDAL sesuai dengan peraturan. KRP-3: Kawasan Peruntukan Perkebunan sebagaimana dimaksud pada pasal 27 huruf c seluas kurang lebih ha, meliputi Kec. Sanaman Mantikei, Marikit, Katingan Hulu, Bukit Raya, Katingan Tengah, Pulau Malan, Tewang Sanggalang Garing, Katingan Hilir, Tasik Payawan, Kamipang, Mendawai Katingan Kuala (Pola Ruang Pasal 30) Mitigasi yang diperlukan adalah: 69

77 Pembakaran hutan dan lahan terkendali, antara lain melalui pengaktifan Manggala Agni/Gerakan Serbu Api. Pembukaan lahan tidak dengan cara membakar lahan, pemetaan/pemantauan terhadap hot spot Penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan. Menerapkan kearifan lokal dalam pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan. Penataan batas kawasan hutan dan tata kelola lahan termasuk pemantapan dan pengukuhan kawasan hutan. Pembangunan hutan tanaman, optimalisasi dan rasionalisasi pengelolaan proyek reboisasi yang bersumber dari dana alokasi khusus reboisasi (DAK-DR). Mempersyaratkan ijin kelayakan lingkungan untuk proyek pembangunan perkebunan. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan industri sektor perkebunan dan kehutanan. Pemetaan wilayah yang akurat termasuk lahan-lahan terlantar, mengikut sertakan masyarakat dalam perencanaan alih fungsi lahan Mitigasi KRP RTRW Kabupaten Katingan Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya KRP-1: Kawasan peruntukan pertambangan seluas kurang lebih 431,30 hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d, berupa kawasan pertambangan mineral logam di Kecamatan Katingan Tengah (Pasal 31 ayat 1). Mitigasi yang diperlukan adalah: Melestarikan kawasan bersejarah dan situs-situs adat dan budaya (NKT6). Perusahaan harus bisa memberdayakan dan memprioritaskan masyarakat lokal untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan masyarakat lokal tersebut. Memberikan lapangan pekerjaan lain berupa peluang berusaha dalam sektor pertanian dalam memenuhi kebutuhan sandang dan pangan karyawan. Melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), perusahaan diwajibkan membangun fasilitas umum untuk akses terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitarnya serta pelatihan untuk peningkatan kapasitas penduduk lokal. Perbaikan jalan melalui Desa Mirah, penyediaan fasilitas air bersih, sarana pendidikan dan kesehatan. Pengakuan kepemilikan hak-hak masyarakat dan pengakuan terhadap situs adat. Fasilitasi dan regulasi penyelesaian ganti rugi antar pihak serta penyelesaian tumpang tindih lahan. KRP-2: Kawasan hutan produksi konversi seluas kurang lebih hektar meliputi: Kecamatan Petak Malai, Kecamatan Senaman Mantikel, Kecamatan Marikit, Kecamatan Katingan Hulu, Kecamatan Bukit Raya, Kecamatan Tasik Payawan, 70

78 Kecamatan Kamipang, Kecamatan Mendawai, dan Kecamatan Katingan Kuala (Pasal 28 huruf c). Mitigasi yang diperlukan adalah: Melestarikan kawasan bersejarah dan situs-situs adat dan budaya (NKT6). Penyelesaian hak masyarakat/ganti rugi lahan secara adil. Legalisasi tanah adat dan ulayat berdasarkan peraturan dan perundangan. Reformasi lahan (land reform). Pemetaan wilayah konflik sosial untuk memudahkan upaya penanggulangannya. Inventarisasi dan menghindari terjadinya tumpang-tindih pemanfaatan lahan, utamanya dengan lahan milik masyarakat adat/lokal. KRP-3: Kawasan Peruntukan Perkebunan sebagaimana dimaksud pada pasal 27 huruf c seluas kurang lebih ha, meliputi Kec. Sanaman Mantikei, Marikit, Katingan Hulu, Bukit Raya, Katingan Tengah, Pulau Malan, Tewang Sanggalang Garing, Katingan Hilir, Tasik Payawan, Kamipang, Mendawai Katingan Kuala (Pola Ruang Pasal 30) Mitigasi yang diperlukan adalah: Penetapan dan perlindungan cagar budaya, tenurial adat, dan sertifikasi tanah masyarakat adat/lokal melalui program Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA). Enclave dari kawasan perkebunan, pertambangan, dan usaha komersial lainnya serta pengalokasian sebagian lahan pemerintah untuk hutan desa/adat. Regulasi terhadap kelestarian adat (pengusulan dan penetapan terhadap situs budaya lokal ke kementrian terkait). Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), misalnya: bantuan pembuatan jalan khusus menuju lokasi pelaksanaan ritual adat serta program-program untuk meningkatkan kapasitas masyarakat lokal. Penegakan supremasi hukum. Pemetaan partisipatif untuk menentukan hutan adat/desa. Pola Kemitraan berdasarkan Perda Kabupaten Katingan Nomor 2 Tahun 2011, utamanya upaya untuk penguatan mekanisme kemitraan/plasma. Legalisasi tanah adat dan ulayat. Fasilitasi dan regulasi penyelesaian ganti rugi antar pihak Rumusan Skenario Optimal Aspek Lingkungan Hidup Skenario BAU Penataan ruang yang dilakukan di Kabupaten Katingan secara menyeluruh tanpa menerapkan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan. Argumentasi yang digunakan untuk menunjukkan bahwa perencanaan tata ruang sebagaimana tercantum dalam Ranperda RTRW adalah masuk kategori business as usual (BAU) adalah kesimpulan tersebut pada Bab IV (substansi Ranperda RTRW Kabupaten Katingan). Selain itu, 71

79 secara lebih praktis, perencanaan tata ruang masuk dalam kategori/skenario BAU, dari perspektif lingkungan hidup (dalam konteks Kabupaten Katingan) ditunjukkan oleh kondisi sebagai berikut: 1. Tabel 5.4 menunjukkan perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 dan Secara keseluruhan, terjadi perubahan tutupan lahan seluas ,96 ha. Secara spesifik, perubahan tutupan lahan terjadi dari hutan lahan kering primer menjadi hutan lahan kering sekunder seluas 23, ha, hutan lahan kering sekunder menjadi semak belukar seluas 31, ha dan hutan rawa sekunder menjadi semak nelukar rawa seluas 73, ha. Perubahan tutupan lahan sebagaimana ditunjukkan Tabel 5.4 tersebut mencerminkan kondisi yang tidak diharapkan karena kecenderunganya mengarah pada meluasnya lahan yang terdegradasi. 2. Kebijakan tata ruang tahun 2014 menunjukkan bahwa luas daerah yang dialokasikan sebagai kawasan lindung adalah seluas 707, ha sebagian besar merupakan kawasan Taman Nasional Sebangau dan TN Bukit Baka Bukit Raya masing-masing seluas 314, ha dan 326, ha. Sedangkan daerah yang dialokasikan sebagai kawasan budidaya adalah seluas 1,303, ha, dengan porsi terbesar untuk kawasan perkebunan seluas 376, ha, hutan produksi seluas 382, ha, hutan produksi konversi seluas 262, ha dan hutan produksi terbatas seluas 170, ha. Hal ini menunjukkan bahwa luas kawasan lindung hanya sekitar 50% dari alokasi kawasan budidaya. 3. Berdasarkan kedua hal tersebut di atas, dapat dilihat bahwa kebijakan pemerintah terhadap tata ruang tidak berpihak kepada konservasi lingkungan hidup. Kawasan yang dialokasikan sebagai kawasan lindung memang sudah dari awalnya merupakan kawasan konservasi sehingga tidak ada alokasi kawasan baru sebagai kawasan untuk konservasi keanekaragaman flora dan fauna. Mempertimbangkan bahwa substansi KRP yang menjadi kajian dan termuat dalam Ranperda RTRW Kabupaten Katingan tidak sepenuhnya mempertimbangkan kepentingan lingkungan hidup, maka diusulkan skenario optimal sebagai berikut. Skenario Optimal 1. Pada skenario ini kebijakan pemerintah terhadap tata ruang tidak hanya berkonsentrasi pada pembangunan ekonomi untuk mencukupi kebutuhan manusia, tetapi juga memperhatikan kondisi lingkungan terutama untuk pelestarian, pengawetan dan pemanfaatan berkelanjutan lingkungan hidup. Tabel 5.4 menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 dan 2011 (skenario BAU) mengakibatkan degradasi lingkungan hidup cukup signifikan. Oleh karena itu, pada skenario optimal ini diharapkan tidak akan terjadi degradasi lanskap/habitat seperti pada skenario BAU. Dengan kata lain, keseimbangan antara kebutuhan ekonomi manusia dan kepentingan lingkungan hidup tetap harus dijaga. 72

80 2. Pada skenario optimal, alokasi wilayah sebagai kawasan lindung tidak hanya pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung seperti taman nasional dan sempadan sungai yang sudah diatur dalam peraturan dan perundangan. Melainkan mempertahankan kawasan lindung yang sudah ada seluas ,74 ha, juga mengalokasikan kawasan lindung tambahan seluas ,16 ha. Hal ini dilakukan dengan mengurangi luas areal yang diperuntukkan bagi hutan produksi terbatas, yang pada skenario BAU dialokasikan seluas ,16 ha dan dikurangi menjadi ha dalam skenario optimal. Dengan adanya penambahan alokasi kawasan lindung tersebut, maka keberlangsungan hidup beragam flora dan fauna akan terjamin dengan lebih baik. Daerah sempadan sungai dengan lebar m dibiarkan sebagai kawasan berhutan sehingga mampu menjamin terjadinya pergerakan perpindahan fauna dari satu lokasi ke lokasi lain. Dengan kata lain, sempadan sungai menjadi koridor utama yang menghubungkan daerah yang terfragmentasi karena banyaknya alih fungsi lahan dari kawasan hutan menjadi kawasan peruntukkan lainnya akibat dari adanya kebijakan pemerintah terhadap tata ruang yang tidak berpihak pada keseimbangan ekosistem. Selain itu, wilayah lindung dengan luasan yang besar ini dapat menyediakan air bagi kebutuhan masyarakat di kabupaten Katingan yang selama ini memang menggantungkan kebutuhan hidupnya terhadap air dari alam. Tabel 5.4 juga menunjukkan bahwa sebagian besar hutan lahan kering sekunder dan hutan rawa sekunder berubah fungsinya menjadi semak belukar, lahan terbuka, perkebunan, pertambangan, rawa dan semak belukar rawa. Dengan terjadinya perubahan tutupan lahan ini akan memberi pengaruh yang sangat besar terhadap keanekaragaman hayati di dalamnya. Sebagai gambaran adalah orang-utan memiliki habitat utama hutan rawa sekunder, dengan hilangnya hutan rawa sekunder ini, maka orang-utan kehilangan habitatnya. Orang-utan sering disebut sebagai species payung (umbrela species), artinya jika satu ekor orang-utan dalam suatu habitat yang sehat, maka di habitat yang sama akan dapat ditemukan setidaknya 50 ekor burung rangkong, beberapa kelompok owa, dan primate lainnya. Sebaliknya dengan hilangnya habitat orang-utan, maka akan hilang pula jenis-jenis tersebut di lokasi yang terdegradasi tersebut. Tabel 5.4 Perubahan Tutupan Lahan yang Terjadi dari Tahun 2000 dan Tahun 2011 Tahun 2000 Tahun 2011 Total Perubahan Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder ,69 Degradasi Hutan Lahan Kering Primer Semak Belukar 1.380,40 Deforestasi Hutan Lahan Kering Sekunder Lahan Terbuka 7.778,60 Deforestasi Hutan Lahan Kering Sekunder Perkebunan 526,40 Deforestasi Hutan Lahan Kering Sekunder Semak Belukar ,27 Deforestasi Hutan Rawa Sekunder Lahan Terbuka 2.935,77 Deforestasi Hutan Rawa Sekunder Perkebunan 2.593,67 Deforestasi 73

81 Tahun 2000 Tahun 2011 Total Perubahan Hutan Rawa Sekunder Pertambangan 292,29 Deforestasi Hutan Rawa Sekunder Rawa 3.011,55 Deforestasi Hutan Rawa Sekunder Semak Belukar 904,71 Deforestasi Hutan Rawa Sekunder Semak Belukar rawa ,31 Deforestasi Luas Total ,96 Sumber: RTRW Kabupaten Katingan Untuk memperoleh gambaran tutupan lahan antara skenario BAU dan skenario optimal, Tabel 5.5 menunjukkan perbandingan antara peruntukan lahan berdasarkan skenario BAU dan berdasarkan skenario optimal. Pada Skenario BAU luas total kawasan lindung adalah sebesar ,74 ha. Sebaliknya jika menggunakan skenario optimal, maka luas total kawasan lindung adalah sebesar ,90 ha. Artinya, ada kawasan seluas ,16 ha yang tetap dipertahankan atau dialokasikan sebagai kawasan lindung. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi lingkungan hidup dalam arti luas. Dengan adanya wilayah yang direkomendasikan sebagai kawasan lindung ini, maka akan dapat menjaga keanekaragaman hayati yang berada di dalamnya termasuk satwa khas yang dimiliki oleh Kalimantan. Pulau Kalimantan memiliki 8 jenis burung rangkong, ada orangutan khas sub-species yang berada di Kalimantan Tengah, ada satwa endemik bekantan (Nasalis larvatus), Presbitys rubicunda, owa (Hylobates agilis), dan burung ruai (Argusianus argus). Selain itu, ada beberapa jenis tumbuhan khas dan endemik Kalimantan, misalnya anggrek hitam, dan sedikitnya 30 jenis kantung semar, beberapa jenis rotan, puluhan jenis kelompok dipterocarpaceae. Demikian pula, banyak jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai tanaman obat. Seluruh flora dan fauna ini sebagai sumber plasma nutfah yang banyak memberi manfaat bagi manusia. Hal lainnya yang juga patut untuk dipertimbangkan dengan mempertahankan suatu wilayah sebagai kawasan lindung adalah akan tetap terjaga ketersediaan air baku, karena hampir seluruh masyarakat di Kalimantan menggunakan sumber air dari sungai untuk kebutuhan sehari-hari. Jika sungai rusak, maka sumber air untuk kebutuhan hidupnya akan berkurang. Sebaliknya jika sumber air terjaga, maka salah satu kebutuhan prinsipil bagi masyarakat akan tetap tersedia di alam dan diperoleh secara cuma-cuma. Tabel 5.5 Perbandingan Luas Wilayah dengan Skenario BAU dan Skenario Optimal di Kabupaten Katingan Resume BAU Resume Optimal Lindung Luas Lindung Luas Hutan lindung 48, Hutan lindung 48, Kebun Raya Kebun Raya Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya 326, Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya 326, Taman Nasional Sebangau 314, Taman Nasional Sebangau 314, Sempadan danau Sempadan danau Sempadan pantai Sempadan pantai

82 Resume BAU Resume Optimal Sempadan sungai 16, Sempadan sungai 16, Kawasan lindung (rekomendasi KLHS) 124, Total Lindung 707, Total Lindung 832, Budidaya Luas Budidaya Luas Hutan produksi terbatas 170, Hutan produksi terbatas 46, Hutan produksi 382, Hutan produksi 382, Hutan produksi konversi 262, Hutan produksi konversi 262, Hutan pendidikan penelitian 3, Hutan pendidikan penelitian 3, Kawasan perkebunan 376, Kawasan perkebunan 376, Pertanian tanaman pangan 52, Pertanian tanaman pangan 52, Transmigrasi 1, Transmigrasi 1, Kawasan permukiman desa 20, Kawasan permukiman desa 20, Kawasan permukiman kota 32, Kawasan permukiman kota 32, Kawasan industri 1, Kawasan industri 1, Kawasan tambang Kawasan tambang Danau/sungai 0.01 Danau/sungai ,303, Total Budidaya 1,179, Sumber: Hasil perhitungan SPRE Kabupaten Katingan (2014) Gambar 5.3. menunjukkan sebaran wilayah dengan nilai konservasi tinggi (NKT) di Kabupaten Katingan. Berdasarkan gambar tersebut, diketahui sebaran daerah yang termasuk NKT 1 sampai dengan NKT 4, termasuk sebaran keanekaragaman hayati yang memiliki nilai konservasi tinggi. Sebaran ekosistem dan habitat yang unik dan penting di Kabupaten Katingan terutama dijumpai di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dan Taman Nasional Sebangau. Selain itu, keberadaan wilayah dengan keanekaragaman hayati yang penting dijumpai juga di kawasan hutan lindung. Oleh karena itu, kedua kawasan hutan tersebut di atas mempunyai makna penting untuk isu-isu keanekaragaman hayati. Pada lokasi dengan informasi nilai konservasi tinggi tersebut pada Gambar 5.3 banyak dijumpai keanekaragaman hayati yang akan menjadi sumber plasma nutfah bagi masyarakat Kabupaten Katingan apabila dapat dimanfaatkan dengan baik. Selain itu, jika semua perkebunan menggunakan prinsip yang telah ditetapkan untuk menjadikan kawasan konservasi yang termasuk NKT1 sampai 4, maka penambahan luas kawasan perlindungan akan menjadi lebih luas. Daerah sempadan sungai atau ekoton juga menjadi lokasi penting dan strategis dari aspek keanekaragaman hayati, selain bisa sebagai habitat flora dan fauna, juga sebagai jalur pergerakan atau perpindahan dari suatu kawasan hutan luas di satu tempat ke tempat lainnya. Dengan demikian, aliran gen atau gen flow suatu jenis satwa akan tetap terjaga dengan baik. 75

83 Gambar 5.3 Sebaran Wilayah dengan Nilai Konservasi Tinggi di Kabupaten Katingan Rumusan Skenario Optimal Aspek Sosial-Ekonomi-Budaya Sama halnya dengan rumusan alternatif aspek lingkungan hidup, untuk aspek sosial, ekonomi dan budaya juga mengusulkan rumusan skenario optimal sebagai alternatif skenario BAU sebagaimana tercermin dalam KRP RTRW yang menjadi kajian. Berikut ini adalah rumusan alternatif dan/atau mitigasi aspek sosial, ekonomi dan budaya yang diusulkan berdasarkan hasil analisis pada Sub-Bab 5.3. Skenario business as usual (BAU) Berikut ini adalah kriteria skenario BAU yang dijadikan sebagai landasan argumentasi dirumuskannya skenario optimal aspek sosial, ekonomi dan budaya dalam kebijakan penataan ruang di Kabupaten Katingan: 76

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS [KLHS] SEBAGAI KERANGKA BERFIKIR DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS [KLHS] SEBAGAI KERANGKA BERFIKIR DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS [KLHS] SEBAGAI KERANGKA BERFIKIR DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH Oleh : Ir. Bambang Setyabudi, MURP Asisten Deputi Urusan Perencanaan Lingkungan, Kementerian Negara

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya

Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya merupakan kawasan konservasi yang terletak di jantung Pulau Kalimantan. Kawasan ini memiliki peranan penting dalam fungsi hidrologis

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan dan lingkungan hidup adalah dua bidang yang saling berkaitan. Di satu sisi pembangunan dirasakan perlu untuk meningkatkan harkat hidup manusia. Tapi di

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

Disampaikan Pada Acara :

Disampaikan Pada Acara : Disampaikan Pada Acara : Balancing Spatial Planning, Sustainable Biomass Production, Climate Change and Conservation (Menyeimbangkan Penataan Ruang, Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan, Perubahan Iklim

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN FERRY INDARTO, ST DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR Malang, 24 Oktober 2017 DEFINISI KLHS : RANGKAIAN ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Kasongan, 17 Agustus 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Katingan. Agie, M.Hum.

Seuntai Kata. Kasongan, 17 Agustus 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Katingan. Agie, M.Hum. Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS). Setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963 pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili Secara administratif pemerintah, areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili dibagi menjadi dua blok, yaitu di kelompok Hutan Sungai Serawai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kepadatan Titik Panas Berdasarkan data titik panas yang terpantau dari satelit NOAA-AVHRR dapat diketahui bahwa selama rentang waktu dari tahun 2000 hingga tahun 2011, pada

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL...

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Isi Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... xiv I. PENDAHULUAN......1 1.1. Latar Belakang......1 1.2. Maksud dan Tujuan Studi......8 1.2.1. Maksud......8

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat Menurut Lampung Barat Dalam Angka (213), diketahui bahwa Kabupaten Lampung Barat

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Status Kawasan Kawasan ini ditunjuk berdasarkan Besluit Van Der Gouverneur General Van Netherlanch Indie No. 15 Stbl 24 tahun 1933 tanggal 10 Januari 1933 dengan

Lebih terperinci

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian Bab 3 Deskripsi Daerah Penelitian 25 III.1. Pengantar Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dengan mengambil studi kasus praktik pendidikan dan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

PAPARAN BUPATI KATINGAN

PAPARAN BUPATI KATINGAN PAPARAN BUPATI KATINGAN U LUAS WILAYAH : + 17.500 KM2 BATAS WILAYAH : 1. BAGIAN SELATAN : LAUT JAWA 2. BAGIAN UTARA : PROP. KALBAR 3. BAGIAN BARAT : KAB. KOTIM DAN KAB. SERUYAN 4. BAGIAN TIMUR : KODYA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 o LU - 11 o LS, dan 97 o BT - 141 o BT. Secara geografis

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP DAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KALIMANTAN

PELAKSANAAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP DAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KALIMANTAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP DAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KALIMANTAN Oleh : Susetio Nugroho (Kabid.Inventarisasi dan PSIL) Latar Belakang UUD 1945, Pasal 28 H (hak atas LH

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci