POTENSI POPULASI GANDUM (Triticum aestivum) PUTATIF MUTAN GENERASI M4 UNTUK TOLERANSI TERHADAP DATARAN MENENGAH IKLIM TROPIS BASAH DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI POPULASI GANDUM (Triticum aestivum) PUTATIF MUTAN GENERASI M4 UNTUK TOLERANSI TERHADAP DATARAN MENENGAH IKLIM TROPIS BASAH DI INDONESIA"

Transkripsi

1 POTENSI POPULASI GANDUM (Triticum aestivum) PUTATIF MUTAN GENERASI M4 UNTUK TOLERANSI TERHADAP DATARAN MENENGAH IKLIM TROPIS BASAH DI INDONESIA MUHAMMAD AKBAR A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Populasi Gandum (Triticum aestivum) Putatif Mutan Generasi M4 untuk Toleransi terhadap Dataran Menengah Iklim Tropis Basah di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Muhammad Akbar NIM A

4 ABSTRAK MUHAMMAD AKBAR. Potensi Populasi Gandum (Triticum aestivum) Putatif Mutan Generasi M4 untuk Toleransi terhadap Dataran Menengah Iklim Tropis Basah di Indonesia. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO. Gandum merupakan bahan pangan dunia yang penting karena berbagai manfaat yang dimilikinya. Sesuai dengan lingkungan asalnya, gandum dapat berkembang baik pada daerah dengan suhu rendah, dan di Indonesia suhu rendah hanya terdapat pada dataran tinggi dengan luas area terbatas. Oleh karena itu dibutuhkan varietas gandum yang toleran pada suhu tinggi di dataran menengah sampai dataran rendah. Iradiasi sinar gamma telah dilakukan terhadap empat varietas gandum introduksi, yaitu Basribey, Kasifbey, Oasis dan Rabe. Populasi putatif mutan generasi ke empat menunjukkan nilai tengah dan ragam yang lebih tinggi dibanding tetua asalnya pada karakter tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai dan jumlah spikelet, tetapi tidak lebih tinggi pada karakter bobot biji. Populasi putatif mutan Basribey generasi M4 merupakan putatif mutan yang memiliki nilai tengah tertinggi untuk hampir semua karakter dibandingkan tiga populasi putatif mutan lainnya. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas arti luas sedang sampai tinggi adalah jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, jumlah spikelet, persentase floret hampa, bobot biji malai utama, bobot biji malai anakan dan bobot biji per tanaman. Kata kunci : iradiasi sinar gamma, nilai tengah, ragam, heritabilitas arti luas ABSTRACT MUHAMMAD AKBAR. The Potency of Wheat (Triticum Aestivum) Putative Mutant M4 Generation Populations for Tolerance to Middle Latitude in Wet Tropical Climate in Indonesia. Supervised by YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO. Wheat is an important food world because of its many benefits. According to their home environment, wheat can be grown well in areas with low temperature and in Indonesia is only found on the plateau with limited area. Therefore wheat varieties that are tolerant to the mid- to low-latitude with higher temperatures needed to be created. Gamma-ray irradiation has been treated on four wheat introduced varieties, namely Basribey, Kasifbey, Oasis and Rabe. The fourth generation of putative mutant populations shows higher mean and variance compare with the wildtype on plant height, tiller number, panicle length and spikelet number, but not on seed weight. The Basribey putative mutant population has the highest mean for almost all of the characters than the other three populations. Characters with moderate to high broad sense heritability were number of tillers, flowering, harvesting, number of spike, percentage of empty florets, main panicle seed weight, tillers panicle seed weight and seed weight per plant. Key words: gamma ray irradiation, mean, variance, broad sense heritability

5 POTENSI POPULASI GANDUM (Triticum Aestivum) PUTATIF MUTAN GENERASI M4 UNTUK TOLERANSI TERHADAP DATARAN MENENGAH IKLIM TROPIS BASAH DI INDONESIA MUHAMMAD AKBAR A Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi : Potensi Populasi Gandum (Triticum aestivum) Putatif Mutan Generasi M4 untuk Toleransi terhadap Dataran Menengah Iklim Tropis Basah di Indonesia Nama : Muhammad Akbar NIM : A Disetujui oleh Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini mengkaji lebih lanjut potensi populasi gandum (Triticum aestivum) hasil mutasi pada keturunan ke-4 (M4) yang adaptif di dataran menengah pada iklim tropis basah di Indonesia. Gandum yang diujikan berasal dari turunan hasil mutasi sebelumnya, tetua asal dan varietas unggul yang merupakan varietas lokal. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Leuwimalang, Cisarua, Kabupaten Bogor. Penulis menyampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungannya dalam menyelesaikan hasil penelitian ini, 1. Dr Ir Yudiwanti Wahyu Endro Kusumo, MS selaku dosen pembimbing dari penulis yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ayahanda Abdussalam dan Ibunda Maimunah yang telah memberikan dorongan moril maupun materil selama penulis berkuliah di IPB. 3. Mildatus Noviarini, sahabat terbaik penulis yang selalu memberikan dukungan semangat, tenaga dan pikirannya dalam pelaksanaan sampai menyelesaikan penelitian ini. 4. Teman-teman terdekat yang telah memberikan dorongan moril dan masukan yang dapat membantu dalam penyusunan hasil penelitian ini. Demikian hasil penelitian ini disampaikan dengan sebaik-baiknya yang dapat dilakukan oleh penulis. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Bogor, Oktober 2013 Muhammad Akbar

9 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Asal Usul dan Biologi Gandum 2 Botani Gandum 2 Budidaya Gandum 3 Pemuliaan Gandum untuk Toleransi pada Iklim Tropis di Indonesia 4 METODE PENELITIAN 5 Tempat dan Waktu 5 Bahan 5 Alat 5 Prosedur Percobaan 5 Prosedur Analisis Data 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Keragaan Karakter Populasi Putatif Mutan, Tetua Asal dan Varietas Nasional 7 Efektivitas Mutasi untuk Meningkatkan Keragaman dan Nilai Tengah Populasi 12 Populasi Putatif Mutan Potensial 15 Parameter Genetik 19 SIMPULAN DAN SARAN 20 Simpulan 20 Saran 21 DAFTAR PUSTAKA 21 LAMPIRAN 23 RIWAYAT HIDUP 29 viii viii ix

10 DAFTAR TABEL 1. Keragaan karakter populasi putatif mutan gandum, tetua asal dan varietas nasional gandum Perbandingan populasi putatif mutan O4 dan tetua Oasis Perbandingan populasi putatif mutan B4 dan Basribey Perbandingan populasi putatif mutan R4 dan Rabe Perbandingan populasi putatif mutan K4 dan Kasifbey Hasil perbandingan karakter antar populasi putatif mutan gandum Heritabilitas dari setiap karakter gandum yang diamati 20 DAFTAR GAMBAR 1. Keragaan tinggi tanaman populasi putatif mutan dan varietas gandum 7 2. Keragaan jumlah anakan populasi putatif mutan dan varietas gandum 8 3. Keragaan umur berbunga populasi putatif mutan dan varietas gandum 8 4. Keragaan umur panen populasi putatif mutan dan varietas gandum 8 5. Keragaan panjang malai populasi putatif mutan dan varietas gandum 9 6. Keragaan jumlah spikelet populasi putatif mutan dan varietas gandum 9 7. Keragaan jumlah floret populasi putatif mutan dan varietas gandum 9 8. Keragaan persentasi floret hampa populasi putatif mutan dan varietas gandum Keragan bobot biji malai utama populasi putatif mutan dan varietas gandum Keragaan bobot biji malai anakan populasi putatif mutan dan varietas gandum Keragaan bobot biji per tanaman populasi putatif mutan dan varietas gandum Keragaan karakter tinggi tanaman populasi putatif mutan gandum M Keragaan malai utama populasi putatif mutan gandum M Keragaan floret populasi putatif mutan gandum M4 17

11 DAFTAR LAMPIRAN 1. Dokumentasi hasil kegiatan penelitian Perbandingan nilai tengah dan uji kehomogenan ragam antar populasi putatif mutan gandum Deskripsi gandum varietas Selayar Deskripsi gandum varietas Dewata 28

12

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Gandum atau yang lebih populer dikenal dengan tepung terigu merupakan salah satu bahan pangan yang dibutuhkan di dunia termasuk di Indonesia (Aqil et al. 2011). Gandum adalah salah satu pangan dunia yang penting karena selain memiliki nilai gizi yang dimilikinya, gandum telah menjadi bahan baku berbagai bahan makanan. Hal tersebut menimbulkan efek pembangunan berantai mulai dari industri besar sampai pemberdayaan ekonomi rakyat (Handoko 2007). Gandum merupakan komoditas pangan yang terbanyak diproduksi di dunia dibandingkan jagung dan padi. Jumlah produksinya semakin lama semakin membesar dengan tingkat pertumbuhan produksinya 2-3% dan permintaan produk ini sangat banyak. Daya guna dan daya bisnis yang tinggi dari gandum telah membuat gandum menjadi produk global yang diabsorbsi oleh semua negara di dunia termasuk di Indonesia (Priyanto 2006). Penyebaran tanaman gandum sebenarnya cukup luas, mulai dari daerah tropika sampai lintang tinggi. Syarat tumbuh tanaman gandum hampir sama dengan tanaman-tanaman lainnya pada umumnya, namun tanaman ini membutuhkan suhu rendah, sehingga di daerah tropis hanya dapat ditanam di daerah dataran tinggi saja (Handoko 2007). Badan Litbang Pertanian Indonesia tahun 2007 telah melakukan penelitian dan pengembangan tanaman gandum yang di introduksi dari daerah subtropis, tetapi varietas-varietas tersebut hanya terbatas pada dataran tinggi saja. Hal ini mendorong pengembangan varietas gandum yang telah dilakukan di daerah tropik kering yang berada di daerah timur Indonesia seperti di Nusa Tenggara Timur (Soe) dan Papua (Merauke) (Marcia et al. 2009). Menurut Subandi et al. (2003), pengetahuan tentang budidaya gandum di Indonesia terputus sejak 4-5 dekade yang lampau. Hal ini menimbulkan pendapat umum bahwa gandum tidak dapat ditanam di Indonesia. Sebenarnya gandum telah ditanam di Indonesia sejak abad ke-18. Pada tahun 1965 luas tanaman gandum di Bandung, Jawa Barat, sekitar 250 ha sedangkan di Wonosobo, Jawa Tengah, pada tahun adalah 350 ha dan pada tahun 1945 menjadi 100 ha di Bandung dengan hasil rata-rata ton/ha. Setyowati (2009) menyatakan bahwa pengembangan tanaman gandum telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dengan areal seluas 1,500 ha yang menyebar di 16 provinsi pada tahun Departemen Pertanian, melalui Direktorat Serealia telah mencanangkan suatu program besar secara nasional, yaitu Pengembangan Gandum 1 Juta Hektar dengan semboyan menarik, yaitu Gandum Berkibar (gandum berkembang membantu rakyat, dan mengurangi impor). Berbagai program pengembangan gandum di Indonesia telah disusun dan dilaksanakan, seperti perluasan areal tanam, pelatihan budidaya tanaman gandum, pelatihan dan demonstrasi pasca panen, pengolahan makanan berbasis tepung gandum dan cara memakannya, penelitian pola tanam pengujian galur untuk memperoleh varietas unggul, penumbuhan kelembagaan dan kemitraan, dan memproduksi benih gandum bersertifikat (Patola 2008).

14 2 Pengembangan tanaman gandum di daerah iklim topik basah pada dataran rendah seperti yang berada pada daerah barat Indonesia dapat telah dilakukan dengan melakukan uji multi lokasi pada berbagai daerah di Indonesia (Rahma 2011). Pengembangan ini masih perlu dilakukan sampai mendapatkan varietasvarietas yang dapat diproduksi dengan baik di berbagai daerah di Inonesia terutama pada daerah menengah sampai dataran rendah yang beriklim tropis basah. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini mempelajari efektivitas mutasi dengan iradiasi sinar gama untuk meningkatkan keragaman dan mengkaji lebih lanjut potensi populasi gandum putatif mutan generasi M4 untuk adaptasi di dataran menengah pada iklim tropis basah di Indonesia. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Populasi putatif mutan memiliki keragaman yang lebih tinggi dari tetua asalnya 2. Terdapat populasi gandum putatif mutan yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan genetik untuk adaptasi di dataran menengah pada iklim tropis basah di Indonesia. TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Biologi Gandum Tanaman gandum telah berkembang sejak 5000 sebelum masehi (SM) di area sekitar Sungai Nil, dan sejak 3000 SM di Cina. Negara-negara produsen utama gandum adalah Rusia, USA, Cina, India, Perancis dan Kanada. Gandum pertama kali dibudidayakan oleh manusia antara tahun SM di daerah Timur Tengah. Gandum ditemukan dalam artefak kuno Yunani, Persia dan Mesir. Pada tahun 1529, Spanyol memperkenalkan gandum ke Amerika yang merupakan benua baru dan pada tahun 1966 Spanyol juga menanamnya di Filipina (Briggle 1980). Gandum memiliki lebih dari 30,000 varietas yang ada dan secara umum dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan kegunaannya, yaitu hard wheat dan soft wheat. Pengelompokkan lain didasarkan atas respon vernalisasinya yang dihubungkan dengan waktu tanamnya, yaitu spring wheat dan winter wheat (Handoko 2007). Botani Gandum Gandum (Triticum sp.) termasuk dalam kelompok spesies serealia Gramineae (rumput-rumputan). Taksonomi dari Triticum telah mengalami banyak reorganisasi yang bervariasi sesuai dengan seberapa banyak pentingnya dalam berbagai tingkat interfertility, ekologi dan morfologinya. Tredapat tiga tingkatan

15 3 ploidi dari gandum yang telah didomestikasi, yaitu diploid, tetraploid dan heksapliod (Hancock 2004). Gandum termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, subkelas Monocotylodenae, ordo Graminales, famili Graminae, dan genus Triticum. Terdapat tiga jenis gandum yang dibudidayakan dan secara luas ditanam oleh petani, yaitu Triticum aestivum (gandum roti), Triticum durum (gandum durum), dan Triticum compactum (gandum club). Triticum aestivum biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti dan pasar gandum ini mencakup sekitar 90% dari kebutuhan gandum dunia. Triticum durum (gandum durum) biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan makaroni dan mie, kebutuhan gandum ini mencakup sekitar 9% dari kebutuhan gandum dunia. Gandum jenis club (Triticum compactum) hanya mencakup sekitar 1% dari kebutuhan gandum dunia (Hanson 1982). Beberapa jenis gandum tetraploid, yang merupakan jenis gandum liar, menunjukkan bahwa tanaman tersebut memiliki respon yang baik terhadap cekaman panas. Korelasi yang signifikan dan positif antara toleransi terhadap cekaman panas lingkungan dengan hasil dari gandum tersebut menjadikannya dapat dimanfaatkan untuk disilangkan dan digunakan untuk pemuliaan tanaman gandum toleran cekaman panas (Ali et al. 2010). Budidaya Gandum Gandum memiliki syarat tumbuh dari segi iklim dan kondisi tanahnya. Iklim yang optimum untuk budidaya gandum saat ini di Indonesia berada pada ketinggian di atas 800 m dpl dengan suhu optimum C. Curah hujan yang baik untuk gandum berkisar antara mm/tahun. Kelembaban udara optimum untuk gandum rata-rata 80-90% dan intensitas penyinarannya 9-12 jam/hari (Deptan 2011). Jenis tanah yang cocok untuk budidaya gandum adalah Andosol, Regosol kelabu, Latosol dan Aluvial. Keadaan tanah yang baik untuk gandum adalah ph tanah pada kisaran 6-7. Syarat tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman gandum, yaitu hara yang diperlukan cukup tersedia, tidak ada zat toksik, kelembaban mendekati kapasitas lapangan, suhu tanah rata-rata berkisar C, aerasi tanah baik, tidak ada lapisan padat yang menghambat penetrasi akar gandum untuk menyusuri tanah (Deptan 2011). Gandum berdasarkan umur panen/masaknya dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu genjah, sedang, dalam dan sangat dalam. Gandum yang memiliki umur masak genjah dipanen pada umur sekitar hari, untuk yang berumur sedang berkisar antara hari, dan yang berumur dalam antara hari, serta yang berumur sangat dalam memiliki umur panen yang lebih lama dari 108 hari. Genotipe yang memiliki umur panen yang berbeda maka hasil produksi yang bisa didapatkan juga akan berbeda (Budiarti 2005). Tanaman gandum dapat ditumpangsarikan dengan jenis legum yang dapat menambat unsur N dalam tanah. Legum yang ditanam berdampingan dengan gandum dapat memberikan tambahan unsur nitrogen yang tersedia di dalam tanah untuk tanaman gandum. Hasil dari tumpang sari dengan legume tidak begitu terlihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman gandum, tetapi setelah berlangsung cukup lama akumulasi dari unsur nitrogen tersebut akan berpengaruh

16 4 secara signifikan terhadap gandum. Hasil ini dapat mendukung kontribusi potensial unsur nitrogen untuk gandum dari tanaman legum (Bidlack et al. 2007). Pemuliaan Gandum untuk Toleransi pada Iklim Tropis di Indonesia Daerah Tengger telah mempunyai gandum jenis lokal yang dulu biasa ditanam oleh masyarakat setempat dan gandum introduksi pernah ditanam di beberapa daerah di Indonesia, seperti Surakarta, sekitar Merbabu, Salatiga, Cibodas, Cisarua dan Pasuruan sejak abad 18. Mulai tahun 2000 beberapa varietas gandum dari India telah ditanam untuk diuji adaptasinya dibeberapa wilayah di Indonesia (Rudiyanto 2006). Hasil analisis deskriptif karakter kuantitatif gandum yang pernah diteliti sebelumnya menunjukkan bahwa bobot biji memiliki variasi yang paling besar dengan ditunjukkan oleh nilai koefisien keragaman yang mencapai 24% di antara karakter kuantitatif yang ada. Hal ini menggambarkan pengelompokan plasma nutfah gandum berdasarkan karakter kuantitatif yang paling besar variasinya berdasarkan bobot biji dari gandum tersebut (Setyowati et al. 2009). Setyowati et al. (2009) telah melakukan pengelompokkan 65 aksesi plasma nutfah gandum yang dikelola BB-Biogen berdasarkan analisis sidik gerombol sehingga diperoleh enam kelompok aksesi. Kelompok aksesi plasma nutfah gandum yang memiliki umur relatif pendek (cepat dipanen). Hasil pengelompokan aksesi plasma nutfah gandum dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan tetua untuk persilangan yang memiliki karakter kuantitatif tertentu. Selain itu dapat pula digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih aksesi yang akan dievaluasi lebih lanjut, seperti mutu gizi atau sifat lain yang memerlukan biaya relatif banyak. Menurut Nur et al. (2012), untuk pengembangan gandum di Indonesia yang merupakan lingkungan tropika, diperlukan adanya uji adaptasi. Penelitian adaptasi dan keragaman genetik 12 galur gandum pada lingkungan tropika basah telah dilakukan di kebun percobaan Seameo-Biotrop (< 400 m dpl) dan kebun percobaan Balithi-Cipanas (>800 m dpl). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa interaksi galur x lingkungan dan galur berpengaruh nyata terhadap karakter hampir semua karakter agronomi, kecuali pada karakter jumlah anakan produktif dan panjang malai, sedang karakter fisiologi hanya kehijauan daun yang dipengaruhi oleh interaksi galur x lingkungan. Lingkungan mempengaruhi hampir semua karakter morfologi, kecuali tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen dan bobot 1000 biji, sedang karakter fisiologi yang dipengaruhi lingkungan adalah luas daun, kerapatan stomata dan klorofil b. Pengembangan genotipe tanaman gandum juga dapat dilakukan dengan bioteknologi tanaman, seperti induksi kalus dan regenerasinya secara in vitro. Metode regenerasi tanaman yang efisien ini merupakan langkah awal yang sangat penting dan krusial dalam penelitian transformasi genetik pada tanaman Hal ini dikarenakan kalus-kalus yang didapatkan dari embrio belum masak sangat potensial digunakan untuk regenerasi tunas (Sisharmini et al. 2010).

17 5 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Percobaan ini dilaksanakan di Desa Leuwimalang, Cisarua, Kabupaten Bogor pada ketinggian 705 meter dpl, Laboratorium Benih Leuwikopo dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei Bahan Bahan tanaman gandum yang ditanam pada percobaan ini adalah 4 populasi putatif mutan generasi F4 (M4) dari hasil mutasi dengan iradiasi sinar gama 300 gray (O4, B4, K4 dan R4) serta 6 varietas pembanding yang terdiri dari 4 tetua gandum mutan (Oasis, Basribey, Kasifbey dan Rabe) dan 2 varietas nasional (Dewata dan Selayar). Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik, urea, KCl dan SP-36. Alat Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat budidaya umum digunakan seperti cangkul, kored dan garpu, tali rafia, gunting timbangan analitik, alat ukur serta bambu. Prosedur Percobaan Tahap awal penelitian dimulai dari persiapan lahan meliputi penetapan lokasi, pengolahan lahan, serta pembuatan dan pembagian petak percobaan. Persiapan lahan dilakukan dengan membuat 3 plot untuk setiap populasi yaitu, 4 populasi putatif mutan dan 6 varietas pembanding dengan 6 baris pada setiap plotnya. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 25 cm antar baris dan benih dilarik dalam baris sepanjang 5 m. Benih yang sudah dilarik kemudian ditutup dengan tanah. Dosis pupuk yang diberikan pada masing-masing pupuk adalah 150 kg Urea/ha, 200 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha. Pemberian pupuk Urea dilakukan bertahap sebanyak 2 kali. Pemupukan dilakukan dengan cara dilarik antar baris tanaman yang berjarak sekitar 5-7 cm dari tanaman. Pemupukan urea pertama diberikan setengah bagian bersama dengan pupuk SP-36 dan KCl dan pemupukan kedua setengah bagian pada saat bertunas sekitar hari setelah tanam. Penyiangan dilakukan 2-3 kali tergantung banyaknya populasi gulma. Penyiangan pertama dilakukan pada tanaman berumur 1 bulan. Penyiangan kedua dilakukan 3 minggu dari penyiangan pertama, kemudian penyiangan ketiga dilakukan pada saat populasi gulma telah kembali tinggi. Panen dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat kematangan tiap populasi dengan cara mencabut tanaman gandum sampai akar. Tanaman yang siap dipanen ditandai dengan penampilan malai dan batang tanaman yang telah mulai menguning. Malai hasil panen tersebut kemudian dirontokan secara manual dan hasilnya ditimbang.

18 6 Pengamatan pada populasi putatif mutan dilakukan dengan menentukan 10 tanaman sampel pada setiap baris dari semua plot putatif mutan dan 10 tanaman sampel untuk setiap plot dari 6 varietas pembanding, sehingga terdapat 900 satuan pengamatan. Karakter-karakter diamati pada 10 tanaman sampel secara acak pada tiap baris kecuali umur berbunga dan umur panen pada varietas pembanding terdiri atas: 1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang hingga ujung malai (spikes) tidak termasuk bulu malai dan dilaksanakan pada saat menjelang panen. 2. Jumlah anakan produktif per tanaman, dihitung berdasarkan anakan yang menghasilkan malai pada saat menjelang panen. 3. Umur berbunga (hari), diamati pada waktu malai telah keluar dan mekar. 4. Umur panen (hari), dilakukan apabila malai dan batang sudah terlihat mengering. Tingkat kemasakan didasarkan pada taksiran bahwa lebih dari 75% malai dalam populasi kedaannya telah masak (siap panen). 5. Panjang malai (cm) per tanaman, diukur dari pangkal malai sampai ujung malai tidak termasuk bulu malai dan dilaksanakan setelah panen. 6. Jumlah spikelet per malai utama, dihitung setelah panen. 7. Jumlah floret (butir) per malai utama, dihitung setelah dirontokkan dari malai utama. 8. Persentasi floret hampa pada malai utama, dihitung setelah panen. 9. Bobot biji malai utama (gram) per tanaman, ditimbang setelah biji dikeringkan. 10. Bobot biji per malai anakan (gram) per tanaman, ditimbang setelah biji dikeringkan. 11. Bobot biji per tanaman (gram), penimbangan bobot seluruh biji yang dihasilkan dalam satu tanaman, dilakukan setalah biji dikeringkan. Prosedur Analisis Data Analisis data untuk menguji perbedaan nilai tengah antar pasangan populasi menggunakan uji T dengan mamperhatikan ragamnya sama atau tidak (Walpole 1995). Ragam lingkungan (σ 2 E) diduga dari rataan ragam tetua asal dan varietas nasional, ragam fenotipik (σ 2 P) diduga dari rataan ragam putatif mutan dan ragam genetik (σ 2 G) diduga dengan mengurangkan ragam fenotipe dengan ragam lingkungannya. Heritabilitas dalam arti luas merupakan rasio ragam genetik terhadap ragam fenotipik. Nilai duganya ditentukan berdasarkan persamaan dengan kriteria h 2 > 50% (heritabilitas tinggi), 50% < h 2 > 20% (heritabilitas sedang) dan h 2 < 20% (heritabilitas rendah) (Syukur et al. 2012).

19 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Karakter Populasi Putatif Mutan, Tetua Asal dan Varietas Nasional Populasi putatif mutan dan tetua asalnya memiliki keragaan yang bervariasi yang dapat dilihat pada nilai tengah dan kisarannya dari karakter tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah spikelet, jumlah floret, persentasi floret hampa, bobot biji malai utama, bobot biji malai anakan dan bobot biji per tanaman. TT (cm) 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 65,9 81,0 73,3 67,7 64,5 64,7 64,8 61,4 68,8 74,1 Gambar 1 Keragaan tinggi tanaman populasi putatif mutan dan varietas gandum Pada karakter tinggi tanaman (Gambar 1), hasil pengamatan menunjukkan bahwa O4, B4, K4 dan R4 berada pada kisaran cm. Tinggi tanaman varietas introduksi yang merupakan tetua asal (Oasis, Kasifbey, Basribey dan Rabe) berkisar cm, sedangkan varietas unggul nasional (Dewata dan Selayar) berada pada kisaran cm(tabel 1). Pada karakter jumlah anakan (Gambar 2), hasil pengamatan menunjukkan bahwa O4, B4, K4 dan R4 berada pada kisaran Jumlah anakan tanaman varietas introduksi yang merupakan tetua asal (Oasis, Kasifbey, Basribey dan Rabe) berkisar 0-13, sedangkan varietas unggul nasional (Dewata dan Selayar) berada pada kisaran 1-18(Tabel 1). Pada karakter umur berbunga (Gambar 3), hasil pengamatan menunjukkan bahwa O4, B4, K4 dan R4 berada pada kisaran hari. Umur berbunga varietas introduksi yang merupakan tetua asal (Oasis, Kasifbey, Basribey dan Rabe) berkisar hari, sedangkan varietas unggul nasional (Dewata dan Selayar) berada pada kisaran hari (Tabel 1). Pada karakter umur panen (Gambar 4), hasil pengamatan menunjukkan bahwa O4, B4, K4 dan R4 berada pada kisaran hari. Umur panen varietas introduksi yang merupakan tetua asal (Oasis, Kasifbey, Basribey dan Rabe) berkisar hari, sedangkan varietas unggul nasional (Dewata dan Selayar) berada pada kisaran hari (Tabel 1).

20 8 JA (anakan) 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 3,4 7,1 6,4 6,0 4,1 2,9 4,4 4,9 4,3 6,2 Gambar 2 Keragaan jumlah anakan populasi putatif mutan dan varietas gandum UB (hari) 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 49,7 50,3 46,0 53,7 58,5 62,0 56,5 56,0 63,0 60,3 Gambar 3 Keragaan umur berbunga populasi putatif mutan dan varietas gandum UP (hari) 106,0 104,0 102,0 100,0 98,0 96,0 94,0 92,0 90,0 100,7 101,3 103,0 103,5 104,0 101,3 100,5 98,0 103,7 95,7 Gambar 4 Keragaan umur panen populasi putatif mutan dan varietas gandum Pada karakter panjang malai (Gambar 5), hasil pengamatan menunjukkan bahwa O4, B4, K4 dan R4 berada pada kisaran cm. Panjang malai varietas introduksi yang merupakan tetua asal (Oasis, Kasifbey, Basribey dan Rabe) berkisar cm, sedangkan varietas unggul nasional (Dewata dan Selayar) berada pada kisaran 5-13 cm (Tabel 1). Pada karakter jumlah spikelet (Gambar 6), hasil pengamatan menunjukkan bahwa O4, B4, K4 dan R4 berada pada kisaran 6-26 (Tabel 1). Jumlah spikelet varietas introduksi yang merupakan tetua asal (Oasis, Kasifbey, Basribey dan Rabe) berkisar 10-26, sedangkan varietas unggul nasional (Dewata dan Selayar) berada pada kisaran 9-22 (Tabel 1). Pada karakter jumlah floret (Gambar 7), hasil pengamatan menunjukkan bahwa O4, B4, K4 dan R4 berada pada kisaran 0-55 butir (Tabel 1). Jumlah floret varietas introduksi yang

21 9 merupakan tetua asal (Oasis, Kasifbey, Basribey dan Rabe) berkisar 0-44 butir, sedangkan varietas unggul nasional (Dewata dan Selayar) berada pada kisaran 0-51 butir (Tabel 1). Pada karakter persentasi floret hampa (Gambar 8), hasil pengamatan menunjukkan bahwa O4, B4, K4 dan R4 berada pada kisaran 4-100%. Persentasi floret hampa varietas introduksi yang merupakan tetua asal (Oasis, Kasifbey, Basribey dan Rabe) berkisar 3-100%, sedangkan varietas unggul nasional (Dewata dan Selayar) berada pada kisaran 0-100% (Tabel 1). PM (cm) 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 8,1 10,0 8,6 8,2 7,9 8,5 8,6 7,3 8,0 8,5 Gambar 5 Keragaan panjang malai populasi putatif mutan dan varietas gandum JS (spikelet) 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 17,9 20,4 18,9 19,0 18,3 19,3 18,5 14,0 16,7 15,1 0,0 Gambar 6 Keragaan jumlah spikelet populasi putatif mutan dan varietas gandum JF (butir) 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 20,7 21,1 25,2 19,4 17,0 18,7 13,0 18,6 13,0 18,0 Gambar 7 Keragaan jumlah floret populasi putatif mutan dan varietas gandum

22 10 JFH (%) 1,0 0,8 0,6 0,4 0,6 0,6 0,6 0,7 0,8 0,8 0,8 0,7 0,7 0,6 0,2 0,0 Gambar 8 Keragaan persentasi floret hampa populasi putatif mutan dan varietas gandum Pada karakter bobot biji malai utama (Gambar 9), hasil pengamatan menunjukkan bahwa O4, B4, K4 dan R4 berada pada kisaran gram. Bobot biji malai utama varietas introduksi yang merupakan tetua asal (Oasis, Kasifbey, Basribey dan Rabe) berkisar gram, sedangkan varietas unggul nasional (Dewata dan Selayar) berada pada kisaran gram (Tabel 1). Pada karakter bobot biji malai anakan (Gambar 10), hasil pengamatan menunjukkan bahwa O4, B4, K4 dan R4 berada pada kisaran gram. Bobot biji malai anakan varietas introduksi yang merupakan tetua asal (Oasis, Kasifbey, Basribey dan Rabe) berkisar gram, sedangkan varietas unggul nasional (Dewata dan Selayar) berada pada kisaran gram (Tabel 1). Pada karakter bobot biji per tanaman (Gambar 11), hasil pengamatan menunjukkan bahwa O4, B4, K4 dan R4 berada pada kisaran gram. Bobot biji per tanaman varietas introduksi yang merupakan tetua asal (Oasis, Kasifbey, Basribey dan Rabe) berkisar gram, sedangkan varietas unggul nasional (Dewata dan Selayar) berada pada kisaran gram (Tabel 1). BU (gram) 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0,6 0,5 0,7 1,9 0,4 0,2 0,3 0,5 1,3 1,4 Gambar 9 Keragan bobot biji malai utama populasi putatif mutan dan varietas gandum

23 11 BPA (gram) 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0,2 0,2 0,2 0,1 0,3 0,2 0,2 0,2 0,4 0,2 Gambar 10 Keragaan bobot biji malai anakan populasi putatif mutan dan varietas gandum BT (gram) 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 1,2 1,6 1,7 1,6 1,6 1,1 1,3 0,8 1,9 2,0 0,0 Gambar 11 Keragaan bobot biji per tanaman populasi putatif mutan dan varietas gandum Keragaan seluruh karakter gandum putatif mutan memiliki kisaran yang berbeda dengan tetua asal dan varietas nasionalnya (Tabel 1), untuk keragaan tinggi tanaman putatif mutan 12 MST dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada karakter jumlah floret (Tabel 1) menunjukkan bahwa terdapat tanaman pada populasi putatif mutan, tetua asal dan varietas gandum nasional yang tidak menghasilkan sama sekali floret/biji, hal ini diduga disebabkan tidak adanya ketahanan terhadap cekaman lingkungan yang ada pada tempat penelitian. Hasil penelitian menunnjukkan bahwa karakter bobot biji malai anakan hasilnya selalu jauh lebih rendah dibandingkan dengan bobot biji malai utamanya. Hasil tersebut menyebabkan bobot hasil per tanaman menjadi rendah meskipun populasi putatif mutan memiliki kisaran anakan terbanyak hingga 28 anakan. Hampir seluruh populasi gandum yang ada pada penelitian ini menurut Budiarti (2005) termasuk kedalam jenis gandum berumur dalam dengan kisaran hari, tetapi ada sebagian populasi pada tetua asal dan varietas nasional yang merupakan jenis gandum berumur sedang dengan umur penen tetua asal 92 hari dan varietas nasional 95 hari.

24 12 Tabel 1 Keragaan karakter populasi putatif mutan gandum, tetua asal dan varietas nasional gandum No. Karakter Populasi M4 Tetua asal Varietas nasional Kisaran Kisaran Kisaran 1 TT (cm) JA UB (hari) UP (hari) PM (cm) JS JF (butir) JFH (%) 62% 4%-100% 70% 3%-100% 66% 0%-100% 9 BU (gram) BPA (gram) BT (gram) a TT: tinggi tanaman (cm); JA: jumlah anakan; UB: umur berbunga 50% (hari); UP: umur panen (hari); PM: panjang malai (cm); JS: jumlah spikelet; JF: jumlah floret (butir); JFH (%): jumlah floret hampa; BU: bobot biji malai utama (gram); BPA: bobot biji per malai anakan; BT: bobot biji per tanaman (gram); Efektivitas Mutasi untuk Meningkatkan Keragaman dan Nilai Tengah Populasi Pengujian kehomogenan dan nilai tengah antara putatif mutan dan tetua asalnya terlihat berbeda nyata pada beberapa karakter pengamatan. Karakterkarakter pengamatan memiliki ragam yang berbeda nyata antara putatif mutan gandum dan tetua asalnya menunjukkan bahwa putatif mutan memiliki keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetua asalnya, sedangkan pada pengujian nilai tengah yang berbeda nyata pada beberapa karakter pengamatan populasi putatif mutan belum tentu memiliki nilai tengah yang lebih tinggi dibandingkan tetua asalnya. Putatif mutan yang hasilnya berbeda nyata dengan tetua asal pada pengujian nilai tengah tidak selalu berbeda nyata pada uji kehomogenannya dan begitu pula sebaliknya. Pada umumnya nilai tengah setiap karakter populasi putatif mutan lebih tinggi dibandingkan tetua asalnya. Hasil pengujian kehomogenan dan nilai tengah antara putatif mutan dan tetua asal dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5. Populasi putatif mutan O4 memiliki ragam yang berbeda nyata hanya pada karakter tinggi tanaman dan bobot biji malai anakan dengan ragam yang lebih tinggi pada populasi putatif mutan dibandingkan tetua asal, tetapi kedua karakter tersebut tidak berbeda nyata pada pengujian nilai tengahnya. Pada karakter umur berbunga, persentase jumlah floret hampa dan bobot biji per tanaman tidak berbeda nyata pada ragamnya, tetapi berbeda nyata pada hasil pengujian nilai tengahnya dengan nilai tengah dari Oasis yang lebih tinggi daripada O4 Hasil

25 13 pengujian kehomogenan dan nilai tengah antara O4 dengan tetuanya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan populasi putatif mutan O4 dan tetua Oasis Karakter a Nilai tengah Ragam Prob > O4 Oasis O4 Oasis Prob > F TT (cm) tn ** JA tn tn UB (hari) ** tn UP (hari) tn tn PM (cm) tn tn JS tn tn JF (butir) tn tn JFH (%) ** tn BU (gram) tn tn BPA (gram) tn ** BT (gram) * tn a TT: tinggi tanaman (cm); JA: jumlah anakan; UB: umur berbunga 50% (hari); UP: umur panen (hari); PM: panjang malai (cm); JS: jumlah spikelet; JF: jumlah floret (butir); JFH (%): jumlah floret hampa; BU: bobot biji malai utama (gram); BPA: bobot biji per malai anakan; BT: bobot biji per tanaman (gram); Tabel 3 Perbandingan populasi putatif mutan B4 dan Basribey Karakter Nilai tengah Ragam Prob > B4 Basribey B4 Basribey Prob > F TT (cm) <.0001 ** tn JA <.0001 ** <.0001 ** UB (hari) * tn UP (hari) tn tn PM (cm) <.0001 ** ** JS <.0001 ** ** JF (butir) <.0001 ** ** JFH (%) <.0001 ** <.0001 ** BU (gram) <.0001 ** * BPA (gram) tn <.0001 ** BT (gram) ** ** a TT: tinggi tanaman (cm); JA: jumlah anakan; UB: umur berbunga 50% (hari); UP: umur panen (hari); PM: panjang malai (cm); JS: jumlah spikelet; JF: jumlah floret (butir); JFH (%): jumlah floret hampa; BU: bobot biji malai utama (gram); BPA: bobot biji per malai anakan; BT: bobot biji per tanaman (gram); Populasi putatif mutan B4 memiliki ragam yang berbeda nyata hampir pada seluruh karakter, hanya pada karakter tinggi tanaman, umur berbunga dan umur

26 14 panen saja yang ragamnya tidak berbeda nyata, tetapi pada karakter tinggi tanaman yang sangat berbeda nyata pada pengujian nilai tengahnya. Seluruh karakter yang berbeda nyata dengan tetua asal memiliki keragaman yang lebih luas pada B4 daripada Basribey. Pada B4, karakter yang memiliki hasil yang berbeda nyata pada ragam dan nilai tengahnya, hanya pada karakter persentase jumlah floret hampa saja yang nilai tengahnya tidak lebih tinggi dibandingkan Basribey. Hal tersebut menunjukkan bahwa B4 memiliki kemampuan mengisi floret/biji yang lebih tinggi dibandingkan Basribey sebagai tetua asal. Hasil pengujian kehomogenan dan nilai tengah antara B4 dengan tetuanya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 4 Perbandingan populasi putatif mutan R4 dan Rabe Karakter Nilai tengah Ragam Prob > R4 Rabe R4 Rabe Prob > F TT (cm) <.0001 ** tn JA * tn UB (hari) ** <.0001 ** UP (hari) tn <.0001 ** PM (cm) <.0001 ** tn JS <.0001 ** * JF (butir) tn tn JFH (%) tn tn BU (gram) tn <.0001 ** BPA (gram) tn * BT (gram) tn <.0001 ** a TT: tinggi tanaman (cm); JA: jumlah anakan; UB: umur berbunga 50% (hari); UP: umur panen (hari); PM: panjang malai (cm); JS: jumlah spikelet; JF: jumlah floret (butir); JFH (%): jumlah floret hampa; BU: bobot biji malai utama (gram); BPA: bobot biji per malai anakan; BT: bobot biji per tanaman (gram); Pada populasi K4, hanya pada karakter jumlah anakan, umur berbunga, bobot biji malai anakan dan bobot biji per tanaman saja yang berbeda nyata dengan keragaman K4 yang lebih luas daripada Kasifbey, tetapi hanya bobot biji malai anakan saja yang tidak berbeda nyata pada pengujian nilai tengahnya. Populasi K4 memiliki nilai tengah yang berbeda nyata pada sebagian besar karakter yang diamati dibandingkan dengan tetua asalnya. Pada K4 hanya pada karakter umur berbunga dan persentase jumlah floret hampa saja yang memiliki nilai tengah yang lebih rendah dibandingkan dengan kasifbey. Hasil pengujian nilai tengah K4 dengan tetua asal dapat dilihat pada Tabel 5. Pada sebagian hasil pengujian karakter bobot biji malai per tanaman pada setiap populasi tanaman gandum putatif mutan nilainya terlihat tidak nyata dibandingkan dengan tetua asal masing-masing putatif mutan. Hal ini diduga disebabkan karena kondisi lingkungan dan hama belalang (Oxya sp.) yang hampir merusak seluruh keadaan daun bendera dari tanaman gandum. Hasil fotosintesis yang paling banyak menyumbangkan fotosintatnya untuk perkembangan biji setelah antesis berasal dari daun bendera. Daun bendera yang telah rusak sebelum malai mengisi sempurna mengakibatkan produksi yang rendah (Mitra et al. 2008).

27 15 Tabel 5 Perbandingan populasi putatif mutan K4 dan Kasifbey Karakter Nilai tengah Ragam Prob > K4 Kasifbey K4 Kasifbey Prob > F TT (cm) ** tn JA <.0001 ** ** UB (hari) * <.0001 ** UP (hari) tn tn PM (cm) tn tn JS tn tn JF (butir) tn tn JFH (%) ** tn BU (gram) ** tn BPA (gram) tn <.0001 ** BT (gram) * ** a TT: tinggi tanaman (cm); JA: jumlah anakan; UB: umur berbunga 50% (hari); UP: umur panen (hari); PM: panjang malai (cm); JS: jumlah spikelet; JF: jumlah floret (butir); JFH (%): jumlah floret hampa; BU: bobot biji malai utama (gram); BPA: bobot biji per malai anakan; BT: bobot biji per tanaman (gram); Menurut Aminasih (2009), curah hujan yang baik untuk penanaman gandum di dataran menengah (500 meter dpl) berkisar mm/tahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum berkisar <20 o C. Di daerah tempat penanaman gandum pada penelitian ini memiliki curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kisaran optimumnya, yaitu berkisar mm/tahunnya dan suhu rata-rata pada saat percobaan berkisar o C. Hal tersebut kemungkinan besar merupakan faktor utama terjadinya penurunan hasil pada tanaman gandum. Nur et al. (2012) menyatakan bahwa tingginya suhu yang diselingi dengan curah hujan yang tinggi menyebabkan masa anthesis polen menjadi pendek dan polen yang viabel menjadi rendah, selain itu kelembaban yang tinggi mengakibatkan tanaman gandum menjadi lebih rentan terkena serangan cendawan. Putatif mutan secara umum memang lebih baik dalam beberapa karakter seperti tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai dan jumlah spikelet bila dibandingkan dengan tetua asal yang menjadi tetua dari masing-masing populasi. Bobot biji dari putatif mutan umumnya hasilnya lebih baik dibandingkan dengan tetua asal, baik pada bobot biji pada malai utama ataupun pada bobot biji per tanaman. Hal ini berbeda dengan hasil pada daerah tropis kering dimana karakterkarakter pengamatan pada tanaman mutan hasilnya lebih baik dibandingkan dengan tetua asalnya, tetapi tidak berbeda atau lebih rendah pada karakter bobot bijinya (Sakin et al. 2004). Faktor genetik dan pengaruh lingkungan diduga menjadi faktor utama yang menyebabkan penurunan pada hasil produksi gandum putatif mutan. Populasi Putatif Mutan Potensial Pengujian karakter pengamatan antar putatif mutan dapat memperlihatkan populasi yang potensial di antara sesama putatif mutan. Putatif mutan yang

28 16 memiliki karakter-karakter yang lebih unggul dibandingkan dengan yang lainnya digunakan sebagai bahan genetik untuk seleksi generasi selanjutnya. Hasil perbandingan karakter tinggi tanaman antar populasi putatif mutan menunjukkan bahwa populasi B4 memiliki nilai tengah yang paling tinggi dibandingkan dengan populasi putatif mutan yang lain, yaitu 81.0 cm. Populasi putatif mutan yang memiliki nilai tengah terendah adalah O4 dangan nilai 65.9 cm. Berdasarkan hasil uji-t (Tabel 6) seluruh populasi putatif mutan memiliki tinggi tanaman yang berbeda nyata. Keragaan tinggi tanaman antar putatif mutan dapat dilihat pada Gambar 12. Pada hasil pengujian nilai tengah karakter jumlah anakan pada setiap populasi putatif mutan, B4 merupakan populasi yang memiliki jumah anakan terbanyak dengan nilai tengahnya 7.1 dan yang paling sedikit adalah populasi O4 dengan nilai Berdasarkan hasil uji-t (Tabel 6) populasi B4 tidak berbeda nyata dengan K4, tetapi berbeda nyata dengan R4. Populasi K4 tidak berbeda nyata dengan R4, sedangkan O4 berbeda nyata dengan B4, K4 dan R4. O4 B4 R4 Gambar 12 Keragaan karakter tinggi tanaman populasi putatif mutan gandum M4 Krakter umur berbunga yang paling panjang dimiliki oleh populasi putatif mutan K4 dengan nilai tengahnya yaitu 54 hari dan umur berbunga yang paing pendek adalah R4, sedangkan pada O4 dan B4 karakter umur berbunganya tidak berbeda. Berdasarkan hasil uji-t (Tabel 6) K4 memiliki umur panen yang berbeda K4

29 17 nyata dibandigkan O4 dan R4, B4 hanya berbeda nyata dengan R4, O4 berbeda nyata dengan K4, tetapi O4 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan R4. Pada karakter umur panen setiap populasi putatif mutan tidak berbeda jauh antara satu dengan yang lainnya. Populasi putatif mutan yang memiliki umur panen paling cepat adalah O4, sedangkan populasi putatif mutan yang umur panennya sama adalah B4 dan K4. Populasi putatif mutan yang paling panjang umur panennya adalah R4, meskipun sebelumnya pada karakter umur berbunga R4 merupakan populasi putatif mutan yang paling cepat daripada yang lainnya. Budiarti (2005) menyatakan bahwa jenis genotipe gandum yang berumur hari adalah jenis gandum berumur dalam, sehingga berdasarkan hasil nilai tengah karakter umur panen dari setiap populasi putatif mutan seluruhnya termasuk pada jenis gandum berumur dalam. Berdasarkan hasil uji-t (Tabel 6) seluruh populasi putatif mutan memiliki umur panen yang tidak berbeda nyata. Pada karakter panjang malai, populasi B4 adalah populasi putatif mutan yang memiliki panjang malai terpanjang (10.03 cm) dibandingkan dengan populasi putatif mutan yang lain. Perbandingan nilai tengah antar populasi putatif mutan dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan hasil uji-t (Tabel 6) seluruh populasi putatif mutan memiliki panjang malai yang tidak berbeda nyata. Keragaan panjang malai antar putatif mutan dapat dilihat pada Gambar 7. O4 B4 R4 K4 Gambar 13 Keragaan malai utama populasi putatif mutan gandum M4 Karakter jumlah spikelet pada populasi B4 merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan populasi putatif mutan yang lain, sedangkan O4 merupakan populasi putatif mutan yang paling sedikit jumlah spikeletnya di antara populasi yang lain. Berdasarkan hasil uji-t (Tabel 6) seluruh populasi putatif mutan memiliki jumlah spikelet yang tidak berbeda nyata. Gambar 14 Keragaan floret populasi putatif mutan gandum M4

30 18 Pada karakter jumlah floret, nilai tengah dari B4 merupakan yang paling tinggi daripada populasi putatif mutan yang lain. Nilai tengah B4 adalah dan hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan R4 dan K4 yang nilainya hanya maupun O4 yang nilai tengahnya butir. Berdasarkan hasil uji-t (Tabel 6) O4, B4, K4 dan R4 memiliki jumlah floret yang tidak berbeda nyata. Keragaan dari floret populasi putatif mutan dapat dilihat pada Gambar 10. Pada karakter jumlah floret hampa, K4 merupakan populasi putatif mutan yang memiliki persentase floret hampa terkecil, kemudian diikuti oleh O4. Populasi yang memiliki persentase floret hampa tertinggi berada pada B4 dan R4. Berdasarkan hasil uji-t (Tabel 6) B4 tidak berbeda nyata dengan O4 dan R4, tetapi O4 berbeda nyata dengan R4, sedangkan K4 berbeda nyata dengan semua populasi putatif mutan lainnya. Pada karakter bobot biji malai utama hasilnya cukup berbeda dibandingkan dengan karakter-karakter sebelumnya. Hasil pengujian nilai tengah pada karakter ini menunjukkan bahwa R4 yang merupakan populasi putatif mutan yang memiliki bobot biji yang terberat dibandingkan dengan populasi putatif mutan yang lain, sedangkan K4 adalah populasi putatif mutan yang paling rendah nilai tengahnya pada karakter bobot biji malai utama. Berdasarkan hasil uji-t (Tabel 6) seluruh populasi putatif mutan memiliki bobot biji malai utama yang tidak berbeda nyata. Tabel 6 Hasil perbandingan karakter antar populasi putatif mutan gandum Karakter a Populasi Mutan b B4 K4 O4 R4 TT (cm) a b d c JA 7.10 a 6.37 ab 3.39 d 6.04 bc UB (hari) ab a bc c UP (hari) PM (cm) JS JF (butir) a a JFH (%) 0.65 a 0.55 c 0.62 ab 0.65 a BU (gram) BPA (gram) 0.18 ab 0.21 a 0.22 a 0.14 b BT (gram) 1.58 a 1.57 a 1.20 b 1.57 a a TT: tinggi tanaman (cm); JA: jumlah anakan; UB: umur berbunga 50% (hari); UP: umur panen (hari); PM: panjang malai (cm); JS: jumlah spikelet; JF: jumlah floret (butir); JFH (%): jumlah floret hampa; BU: bobot biji malai utama (gram); BPA: bobot biji per malai anakan; BT: bobot biji per tanaman (gram); b angkaangka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji-t pada taraf 5% Pada karakter bobot biji per malai anakan, O4 merupakan populasi yang miliki bobot biji yang paling tinggi dibandingkan dengan populasi putatif mutan yang lain dan R4 merupakan populasi yang paling rendah. Berdasarkan hasil uji-t (Tabel 6) O4 dan K4 tidak berbeda nyata dengan B4. Pada R4 hasilnya berbeda nyata dengan O4 dan K4, tetapi tidak berbeda nyata dengan B4.

31 19 Perbandingan karakter bobot biji per tanaman pada populasi putatif mutan menunjukkan bahwa bobot biji per tanaman antara putatif mutan tidak berbeda antara satu dengan yang lainnya, kecuali pada populasi O4 yang merupakan populasi puutatif mutan yang paling rendah, yaitu 1.20 gram. Berdasarkan hasil uji-t (Tabel 6) B4, K4 dan R4 tidak berbeda nyata, O4 berbeda nyata dengan B4 dan K4, tetapi R4 dan O4 hasilnya tidak berbeda nyata. Perbandingan antara O4 dengan B4 berbeda nyata pada empat karakter yaitu, tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai dan bobot biji per tanaman. Pada O4 dengan R4 perbandingan nilai tengahnya berbeda nyata pada karakter tingi tanaman, jumlah anakan, bobot biji malai utama dan bobot biji per tanaman. O4 dengan K4 sanat berbeda nyata pada karakter jumlah anakan, panjang malai, jumlah floret dan bobot biji per tanaman. Pada perbandingan nilai tengah B4 dengan R4 hampir semua karakternya berbeda nyata, kecuali pada tinggi tanaman dan jumlah spikelet. pada perbandingan nilai tengah antara B4 dengan K4 hanya pada tinggi tanaman, panjang malai dan bobot biji per tanaman saja yang nilainya berbeda nyata. Hasil pengujian nilai tengah antara R4 dengan K4 sangat berbeda nyata pada hampir keseluruhan karakter, kecuali pada jumlah spikelet saja yang hasilnya tidak berbeda nyata. Karakter yang berbeda nyata pada setiap pengujian antar putatif mutan berada pada bobot biji per tanaman dari setiap populasi putatif mutan, sedangkan pada karakter umur berbunga hampir seluruhnya berbeda nyata, tetapi pada karakter umur panen seluruhnya tidak berbeda nyata. Hasil perbandingan karakter antar populasi putatif mutan dapat dilihat pada Tabel 6. Putatif mutan yang diujikan pada penelitian ini memiliki daya hasil yang masih lebih rendah dari mutan yang telah dihasilkan di Turki oleh Sakin (2004) dengan rata-rata bobot biji malai utama lebih dari 2 gram. Hal ini disebabkan karena jumlah floret yang dihasilkan pada O4, B4, K4 dan R4 yang masih jauh dibandingkan dengan jumlah floret dari mutan yang berasal dari Turki tersebut. Putatif mutan yang memiliki hasil pengujian nilai tengah yang lebih tinggi hampir pada seluruh karakternya adalah B4. B4 dapat menjadi putatif mutan yang potensial untuk diseleksi lebih lanjut walaupun ada beberapa karakter yang tidak berbeda nyata secara statistik, tetapi nilai tengah B4 tetap lebih tinggi daripada putatif mutan lainya hampir pada seluruh karakter pengamatan. Hasil rekapitualsi pengujian dengan uji T antar populasi putatif mutan gandum dapat dilihat pada Lampiran 2. Parameter Genetik Parameter genetik dapat dilihat dari nilai heritabilitas setiap karakter yang telah diamati. Heritabilitas adalah perbandingan antara besaran ragam populasi dengan besaran total ragam fenotipe dari suatu karakter. Hubungan ini menggambarkan seberapa jauh fenotipe yang tampak merupakan refleksi dari populasi (Syukur et al. 2012). Pada tabel 7 dapat terlihat bahwa heritabilitas tertinggi terdapat pada bobot biji malai utama dengan nilai 98%, kemudian tertinggi kedua berada pada karakter bobot biji per tanaman dengan nilai 84%, selanjutnya diikuti oleh karakter bobot biji per malai anakan. Jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, jumlah spikelet dan jumlah floret hampa memiliki tingkat heritabilitas sedang karena masih berada dalam kisaran di antara 20-50%, sedangkan karakter tinggi tanaman,

32 20 panjang malai dan jumlah floret memiliki heritabilitas yang rendah (<20%). Karakter yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dilanjutkan sifatnya. Tabel 7 Heritabilitas dari setiap karakter gandum yang diamati Karakter a V P V E V G h BS TT (cm) % JA % UB (hari) % UP (hari) % PM (cm) % JS % JF (butir) % JFH (%) % BU (gram) % BPA (gram) % BT (gram) % a TT: tinggi tanaman (cm); JA: jumlah anakan; UB: umur berbunga 50% (hari); UP: umur panen (hari); PM: panjang malai (cm); JS: jumlah spikelet; JF: jumlah floret (butir); JFH (%): jumlah floret hampa; BU: bobot biji malai utama (gram); BPA: bobot biji per malai anakan; BT: bobot biji per tanaman (gram); Karakter yang memiliki nilai heritabilitas yang sedang sampai tinggi dapat dijadikan sebagai karakter seleksi pada generasi selanjutnya. Karakter jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, jumlah spikelet, jumlah floret hampa, bobot biji malai utama, bobot biji malai anakan dan bobot biji per tanaman memiliki nilai heritabilitas yang sedang sampai tinggi, sehingga dapat dijadikan sebagai karakter seleksi pada generasi selanjutnya (Nur et al. 2012). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Populasi putatif mutan gandum generasi M4 memiliki ragam yang lebih luas pada sebagian karakter dibandingkan dengan tetua asalnya. Umumnya nilai tengah M4 lebih tinggi dibandingkan dengan tetua asal masing-masing pada hampir setiap karakter pengamatan. Pada karakter umur berbunga hampir seluruhnya berbeda nyata antara putatif mutan dengan tetua asalnya, tetapi tidak berbeda nyata pada karakter umur panen. Putatif mutan yang memiliki nilai tengah yang paling tinggi di antara populasi putatif mutan lainya adalah B4, meskipun secara statistik ada beberapa karakter yang nilainya tidak berbeda nyata dengan yang lain. Karakter yang dapat digunakan untuk seleksi generasi selanjutnya adalah jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, jumlah spikelet, jumlah floret hampa, bobot biji malai utama, bobot biji malai anakan dan bobot biji per tanaman karena memiliki nilai heritabilitas yang sedang sampai tinggi.

33 21 Saran Pengamatan bobot biji malai utama dan bobot biji malai anakan agar diteliti lebih lanjut, untuk mengetahui apakah dapat dijadikan sebagai kriteria karakter seleksi toleran dataran menengah atau tidak. DAFTAR PUSTAKA Ali MB, Ibrahim AMH, Hays DB, Ristic Z and Jiangming F Wild tetraploid wheat (Triticum turgidum L.) response to heat stress. Journal of Crop Improvement. 24: Aminasih N Penentuan kriteria seleksi 45 populasi terigu (Triticum aestivum l.) introduksi di Dempo Selatan, Pagar Alam, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains. 12 (1):1-6. Aqil M, Marcia BP, dan Muslimah H Inovasi gandum adaptif dataran rendah. Sinar Tani. 25: Budiarti S.G Karakterisasi beberapa sifat kuantitatif plasma nutfah gandum (Triticum aestivum. L). Buletin Plasma Nutfah. 11(2): Bidlack JE, MacKown CT and Rao SC Dry weight and nitrogen content of chickpea and winter wheat grown in pots for three rotations. Journal of Plant Nutrition. 30: Briggle LW Origin and Botany of Wheat. Technical Monogaph. Switzerland: CIBA-Geigy Ltd. Deptan Budidaya Gandum. Gandum.pdf (18 Maret 2012). Handoko Gandum 2000: Penelitian pengembangan gandum di Indonesia. Bogor (ID): Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology. Hancock JF Plant Evolution and the orogin of Crop Species, Second Edition. London (GB): CABI Publishing. Hanson H Wheat in the Third World. Colorado (US): Westview Press/Boulde. Nur A, Trikoesoemaningtyas, Khumaida N dan Yahya S Evaluasi dan keragaman genetik 12 populasi gandum Introduksi di lingkungan tropika basah. J. Agrivigor. 11(2): Pabendon MB, Haeruddin R dan Hamdan M Warta Penelitian dan Pengembangan Pertania. Jakarta (ID): Balai Penelitian Tanaman Serealia. Patola E Arah dan pengembangan gandum di Indonesia. Joglo. 20: Priyanto SH Aspek sosial dan ekonomi industri gandum. Kasjian Politik Lokal dan Sosial-Humaniora. 6(2): Rahma Keragaman Genetik dan Adaptabilitas Gandum (Triticum aestivum l.) Introduksi Di Lingkungan Tropis [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rudiyanto Bisakah tanaman gandum diglobalkan? Pengalaman menanam gandum di Indonesia. Kajian Politik Lokal dan Sosial-Humaniora. 6(2):

34 22 Sakin MA, Yildirim A and Gokmen S The evaluation of agronomic traits of durum wheat (Triticum durum Desf.) mutants. Pakistan Journal of Biological Sciences. 7(4): Setyowati M, Hnarida I dan Sutoro Pengelompokan plasma nutfah gandum (Triticum aestivum) berdasarkan karakter kuantitatif tanaman. Buletin Plasma Nutfah. 15 (1): Sisharmini A, Apriana A dan Sustiprijatno Induksi kalus dan regenerasi beberapa genotipe gandum (Triticum aestivum L.) secara In Vitro. Jurnal AgroBiogen. 6(2): Subandi, Yusuf M dan Rudiyanto Kumpulan Hasil Penelitian Terbaik Bogasari Nugraha Jakarta (ID): PR & Communication Dept. PT ISM Bogasari Flour Mills. Syukur M, Sujiprihati S dan Yunianti R Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Walpole RE Pengantar Statistika. Bambang S, penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics.

35 LAMPIRAN Lampiran 1 Dokumentasi hasil kegiatan penelitian O4 B4 R4 K4 Populasi putatif mutan gandum umur 12 MST

36 24 Lampiran 2 Perbandingan nilai tengah dan uji kehomogenan ragam antar populasi putatif mutan gandum O4 dengan B4 Karakter O4 B4 Prob > a Prob > F a Tinggi tanaman (cm) ** <.0001** Jumlah anakan <.0001** <.0001** Umur berbunga (hari) tn tn Umur panen (hari) tn tn Panjang malai (cm) ** tn Jumlah spikelet tn tn Jumlah floret (butir) tn tn Jumlah floret hampa 62% 65% <.0001** Persentasi floret hampa tn Bobot biji malai utama (gram) tn tn Bobot biji malai anakan (gram) tn <.0001 Bobot biji per tanaman (gram) <.0001* ** O4 dengan R4 Karakter O4 R4 Prob > a Prob > F a Tinggi tanaman (cm) <.0001** * Jumlah anakan ** <.0001* Umur berbunga (hari) * tn Umur panen (hari) tn tn Panjang malai (cm) tn tn Jumlah spikelet tn tn Jumlah floret (butir) tn tn Jumlah floret hampa 62% 65% ** Persentasi floret hampa * Bobot biji malai utama (gram) <.0001** tn Bobot biji malai anakan (gram) * Bobot biji per tanaman (gram) <.0001** tn a **: Berbeda nyata pada taraf 1%; *: Berbeda nyata pada taraf 5%; tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5%;

37 Lampiran 2 Perbandingan nilai tengah dan uji kehomogenan ragam antar populasi putatif mutan gandum (Lanjutan) O4 dengan K4 Variabel O4 K4 Prob > a Prob > F a Tinggi tanaman (cm) tn <.0001** Jumlah anakan <.0001** <.0001** Umur berbunga (hari) * tn Umur panen (hari) tn tn Panjang malai (cm) ** ** Jumlah spikelet tn ** Jumlah floret (butir) ** ** Jumlah floret hampa 62% 55% tn <.0001 Persentasi floret hampa ** Bobot biji malai utama (gram) tn <.0001** Bobot biji malai anakan (gram) tn Bobot biji per tanaman (gram) <.0001** ** B4 dengan R4 Variabel B4 R4 Prob > a Prob > F a Tinggi tanaman (cm) tn <.0001** Jumlah anakan <.0001** ** Umur berbunga (hari) * tn Umur panen (hari) tn tn Panjang malai (cm) * <.0001** Jumlah spikelet tn <.0001** Jumlah floret (butir) ** tn Jumlah floret hampa 65% 65% tn Persentasi floret hampa tn Bobot biji malai utama (gram) <.0001** tn Bobot biji malai anakan (gram) tn Bobot biji per tanaman (gram) <.0001** tn a **: Berbeda nyata pada taraf 1%; *: Berbeda nyata pada taraf 5%; tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5%; 25

38 26 Lampiran 2 Perbandingan nilai tengah dan uji kehomogenan ragam antar populasi putatif mutan gandum (Lanjutan) B4 dengan K4 Variabel B4 K4 Prob > a Prob > F a Tinggi tanaman (cm) <.0001** <.0001** Jumlah anakan tn tn Umur berbunga (hari) tn 1.00tn Umur panen (hari) tn 1.00tn Panjang malai (cm) <.0001** <.0001** Jumlah spikelet tn <.0001** Jumlah floret (butir) tn ** Jumlah floret hampa 65% 55% <.0001** tn Persentasi floret hampa <.0001** ** Bobot biji malai utama (gram) tn ** Bobot biji malai anakan (gram) tn <.0001** Bobot biji per tanaman (gram) * tn R4 dengan K4 Variabel R4 K4 Prob > a Prob > F a Tinggi tanaman (cm) <.0001** <.0001** Jumlah anakan <.0001** tn Umur berbunga (hari) ** tn Umur panen (hari) tn tn Panjang malai (cm) <.0001** <.0001** Jumlah spikelet tn tn Jumlah floret (butir) <.0001** <.0001** Jumlah floret hampa 65% 55% <.0001** ** Persentasi floret hampa <.0001** <.0001** Bobot biji malai utama (gram) <.0001** tn Bobot biji malai anakan (gram) * tn Bobot biji per tanaman (gram) <.0001** tn a **: Berbeda nyata pada taraf 1%; *: Berbeda nyata pada taraf 5%; tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5%;

39 27 Lampiran 3 Deskripsi gandum varietas Selayar Varietas : Selayar Tanggal dilepas : 27 Mei 2003 Asal : HAHN/2*WEAVER CMBW 89 Y OTOPM-16Y- 010M-1Y-010M-5Y Introduksi dari CIMMYT, Mexico. Umur : ± 80 hari Panen : ± 125 hari Tinggi tanaman : ± 85 cm Tipe batang : kompak Warna daun : hijau Warna tangkai daun : hijau tua Jumlah malai : ± 375 (per m 2 ) Panjang malai : ± 10 cm Jumlah biji/malai : ± 42 butir Warna bulu : hijau Ukuran biji : sedang Warna biji : kuning kecoklatan Bobot 1000 biji : ± 46 g Bobot 1 liter biji : ± 848 g Rata-rata hasil : 2.95 t/ha Kandungan protein : 11,7% (wet bases) Kandungan maltose : 1.9% Kadar gluten : 9.3% Kadar abu : 11.9% Daerah sebaran : dianjurkan untuk dataran tinggi (>1000 m dpl) Keterangan : sesuai untuk pembuatan roti Pemulia : Muslimah Hamdani, Sumarny Singgih, M Yusuf, Marsum Dahlan, S Roemarkam Teknisi : Ismail RP, Hasnah, Martina Ranggi, Magdalena Girik Sumber: Balai Penelitian Tanaman Serealia (2012), &view=article&id=118:selayar-gandum&catid=47:database-gandumdan-sorgum

40 28 Lampiran 4 Deskripsi gandum varietas Dewata Varietas : Dewata Tanggal dilepas : 27 Mei 2003 Asal : KAVKAZ/BUHO//KALIANSONA/BLUEBIRD Introduksi dari India. Umur : ± 82 hari (untuk dataran tinggi > 1000 m dpl) Masak : ± 55 hari (dataran rendah m dpl) Tipe batang : kompak Warna daun : hijau Warna tangkai daun : hijau tua Jumlah malai : ± 390 (per m 2 ) Panjang malai : ± 11 cm Jumlah biji/malai : ± 47 butir Warna bulu : hijau Ukuran biji : sedang Warna biji : kuning kecoklatan Bobot 1000 biji : ± 46 g Bobot 1 liter biji : ± 848 g Rata-rata hasil : 2.96 t/ha Kandungan protein : 13.94% (wet bases) Kandungan maltose : 3.19% Kadar gluten : 12.9% Kadar abu : 1.78% Daerah sebaran : dianjurkan untuk dataran tinggi (>1000 m dpl) Keterangan : sesuai untuk pembuatan roti Pemulia : Muslimah Hamdani, Sumarny Singgih, Rudiyanto, Marsum Dahlan, Riyo Samekto, Joko Murdono, Bistok Simanjuntak, Sjamoe'oed Sadjad, Soebandi Teknisi : Ismail RP, Hasnah, Martina Ranggi, Magdalena Girik Sumber : Balai Penelitian Tanaman Serealia (2012), &view=article&id=119:dewata-gandum&catid=47:database-gandumdan-sorgum

41 29 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 19 Juni 1991, anak ke-2 dari 4 bersaudara dengan ayah yang bernama Abdussalam dan ibu yang bernama Maimunah. Penulis bersekolah di SMAN 2 Bogor dan masuk pada jurusan IPA. Selain cukup berprestasi dalam bidang akademik penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan non akademik, yaitu sebagai ketua beladiri KATEDA-PTI ranting SMAN 2 Bogor ( ), sekretaris DKM Ath-Thoyibah (2007/2008) dan ketua bidang 1 OSIS (2007/2008). Penulis masuk ke IPB melalui jalur USMI dan diterima pada pilihan pertamanya di Departemen Agronomi dan Hortukultura. Selama berkuliah di IPB penulis pernah mengikuti kegiatan magang di PKHT yang berada di Tajur dan Pasir Kuda. Pada bidang non akademik penulis pernah menjadi ketua panitia Ujian Kenaikan Sabuk Beladiri KATEDA-PTI se-bogor (2011), panitia MPD sebagai Petai Cina (2011) dan pengurus HIMAGRON sebagai anggota PSDM (2011/2012).

INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA

INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA Amin Nur 1), Karlina Syahruddin 1), dan Muhammad Azrai 1) 1) Peneliti Pemuliaan pada Balai

Lebih terperinci

Karakterisasi Beberapa Sifat Kuantitatif Plasma Nutfah Gandum (Triticum aestivum. L)

Karakterisasi Beberapa Sifat Kuantitatif Plasma Nutfah Gandum (Triticum aestivum. L) Karakterisasi Beberapa Sifat Kuantitatif Plasma Nutfah Gandum (Triticum aestivum. L) Sri Gajatri Budiarti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor ABSTRACT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum meliputi muncul daun ke permukaan (emergence),

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

Selection of Wheat (Triticum aestivum L.) Segregant on High Altitude Conditions

Selection of Wheat (Triticum aestivum L.) Segregant on High Altitude Conditions Seleksi Segregan Gandum (Triticum aestivum L.) pada Dataran Tinggi Selection of Wheat (Triticum aestivum L.) Segregant on High Altitude Conditions Sri Wardani 1, Desta Wirnas 2*, dan Yudiwanti Wahyu 2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi Judul : Seleksi Individu M3 Berdasarkan Karakter Umur Genjah dan Produksi Tinggi Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Nama : Yoke Blandina Larasati Sihombing NIM : 100301045 Program Studi : Agroekoteknologi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang 17 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang diuji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang ditampilkan pada bab ini terdiri dari hasil pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas terdiri dari curah hujan, suhu udara, serangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : HENDRI SIAHAAN / 060307013 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

RESPON DAN KERAGAMAN GENETIK POPULASI M 2 HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI TERHADAP CEKAMAN SUHU TINGGI

RESPON DAN KERAGAMAN GENETIK POPULASI M 2 HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI TERHADAP CEKAMAN SUHU TINGGI 105 RESPON DAN KERAGAMAN GENETIK POPULASI M 2 HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI TERHADAP CEKAMAN SUHU TINGGI ABSTRAK Keragaman genetik merupakan dasar utama untuk merakit varietas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SELEKSI INDIVIDU TERPILIH PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine maxl.merrill) GENERASI M 5 BERDASARKAN KARAKTER PRODUKSI TINGGI DAN TOLERAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG Athelia rolfsii(curzi) SKRIPSI OLEH : MUTIA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 105 13 45,5 105 13 48,0 BT dan 05 21 19,6 05 21 19,7 LS, dengan

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH:

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH: KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH: AMALUDDIN SYAHPUTRA 130301037 AGROEKOTEKNOLOGI / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

Agroekosistem Tropis Genetic Variability of Wheat M 3 Mutant Population in Tropical Agroecosystem

Agroekosistem Tropis Genetic Variability of Wheat M 3 Mutant Population in Tropical Agroecosystem Keragaman Genetik Gandum Populasi Mutan M 3 di (Amin Nur, dkk.) Keragaman Genetik Gandum Populasi Mutan M 3 di Genetic Variability of Wheat M 3 Mutant Population in Tropical Agroecosystem Amin Nur 1),

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Pengamatan

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER TANAMAN KEDELAI HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 2

EVALUASI KARAKTER TANAMAN KEDELAI HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 2 EVALUASI KARAKTER TANAMAN KEDELAI HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 2 HENRY ARDIANSYAH SIPAHUTAR 060307024 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga percobaan sebagai berikut: 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 2. Studi Keragaan Karakter Agronomis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman semusim yang mempunyai dua macam akar yaitu akar kecambah dan akar adventif. Akar adventif ini nantinya akan

Lebih terperinci

2. KERANGKA TEORITIS 2.1. Taksonomi Tanaman Gandum

2. KERANGKA TEORITIS 2.1. Taksonomi Tanaman Gandum 2. KERANGKA TEORITIS 2.1. Taksonomi Tanaman Gandum Menurut Anonim (2005) dan Purseglove (1975), klasifikasi botani tanaman gandum adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Division

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L. PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.) METODE SRI SKRIPSI OLEH : ADIFA OLAN I. SIMATUPANG 040301004 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Tabel 3.1 Nama Tiga Belas Genotipe Gandum

3. METODE PENELITIAN. Tabel 3.1 Nama Tiga Belas Genotipe Gandum 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Oktober 2012. lokasi penelitian berada di kebun Salaran, desa Wates, kecamatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosa. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tanaman Gandum Tanaman gandum (Triticum aestivum L) merupakan jenis dari tanaman serealia yang mempunyai tektur biji yang keras dan bijinya terdiri dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Oleh: Damianus Nahak Klau. Nim: SKRIPSI

Oleh: Damianus Nahak Klau. Nim: SKRIPSI PENAMPILAN 18 GENOTIP GANDUM (Triticum aestivum L.) di DATARAN MENENGAH, DESA KEBUMEN, KECAMATAN TUNTANG, KABUPATEN SEMARANG THE PHENOTYPE OF 18 GENOTYPES OF WHEAT (Triticum aestivum L.) IN THE MIDLE LAND

Lebih terperinci

Adaptabilitas Genotipe Gandum Introduksi di Dataran Rendah. Adaptability of Introduced Wheat Genotypes at Low Altitude

Adaptabilitas Genotipe Gandum Introduksi di Dataran Rendah. Adaptability of Introduced Wheat Genotypes at Low Altitude Adaptabilitas Genotipe Gandum Introduksi di Dataran Rendah Adaptability of Introduced Wheat Genotypes at Low Altitude Yudiwanti Wahyu 1*, Aditya Permana Samosir 1, Sri Gajatri Budiarti 2 1 Departemen Agronomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan

Lebih terperinci

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : FIDELIA MELISSA J. S. 040307013 / BDP PET PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH :

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH : KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH : Irfan Mustaqim 100301149/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh 81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS SKRIPSI OLEH: WIWIK MAYA SARI /Pemuliaan Tanaman

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS SKRIPSI OLEH: WIWIK MAYA SARI /Pemuliaan Tanaman KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.)TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM SKRIPSI OLEH: WIWIK MAYA SARI 080307008/Pemuliaan Tanaman PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA ALLEN WIJAYA 070301024 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT Baiq Tri Ratna Erawati 1), Awaludin Hipi 1) dan Andi Takdir M. 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

PENGUJIAN TOLERANSI BEBERAPA GENOTIPE PADI PADA LAHAN SAWAH YANG MENGALAMI CEKAMAN KEKERINGAN

PENGUJIAN TOLERANSI BEBERAPA GENOTIPE PADI PADA LAHAN SAWAH YANG MENGALAMI CEKAMAN KEKERINGAN PENGUJIAN TOLERANSI BEBERAPA GENOTIPE PADI PADA LAHAN SAWAH YANG MENGALAMI CEKAMAN KEKERINGAN Yummama Karmaita, SP Pembimbing Prof. Dr. Ir. Aswaldi Anwar, MS dan Dr. Ir. EttiSawasti, MS Lahan yang mengalami

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan Oktober 212 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia, karena padi merupakan pangan pokok bagi lebih dari setengah penduduk dunia (Lu 1999). Menurut Pusat Data dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh Anjani (2013) pada musim tanam pertama yang ditanami tanaman tomat,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Latar Belakang Di antara pola tanam ganda (multiple cropping) yang sering digunakan adalah tumpang sari (intercropping) dan tanam sisip (relay

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH : SARWITA LESTARI PANJAITAN 110301064/BUDIDAYA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine soya/ Glycine max L.) berasal dari Asia Tenggara dan telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah ditanam di negara tersebut dan

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA GENOTIPE GANDUM (Triticum aestivum L.) INTRODUKSI DI SUKARAMI KABUPATEN SOLOK

UJI ADAPTASI BEBERAPA GENOTIPE GANDUM (Triticum aestivum L.) INTRODUKSI DI SUKARAMI KABUPATEN SOLOK UJI ADAPTASI BEBERAPA GENOTIPE GANDUM (Triticum aestivum L.) INTRODUKSI DI SUKARAMI KABUPATEN SOLOK Adaptation Experiment on Several Introduced Wheat (Triticum aestivum L.) Genotypes in Sukarami, Solok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 71 PENDAHULUAN Latar Belakang Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench] merupakan salah satu tanaman pangan utama dunia. Hal ini ditunjukkan oleh data mengenai luas areal tanam, produksi dan kegunaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA 060307012 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 EVALUASI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

KERAGAAN GALUR GALUR TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) INTRODUKSI CIMMYT DI AGROEKOSISTEM TROPIKA CAMELIA ROSIANTI PUTRI

KERAGAAN GALUR GALUR TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) INTRODUKSI CIMMYT DI AGROEKOSISTEM TROPIKA CAMELIA ROSIANTI PUTRI KERAGAAN GALUR GALUR TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) INTRODUKSI CIMMYT DI AGROEKOSISTEM TROPIKA CAMELIA ROSIANTI PUTRI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl SKRIPSI OLEH: DEWI MARSELA/ 070301040 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : NELSON SIMANJUNTAK 080301079 / BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT Oleh: Fitri Yanti 11082201730 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

SELEKSI MASSA KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 4

SELEKSI MASSA KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 4 SELEKSI MASSA KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 4 SKRIPSI OLEH : SYAMSIR S. E. D. SAMOSIR 060307011 / PEMULIAAN TANAMAN Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA

PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA HERAWATY SAMOSIR 060307005 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci