BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KELAPA SAWIT Kelapa sawit adalah salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomis dan prospek yang cerah untuk dikembangkan secara luas yang mana data total areal perkebunan kelapa sawit dan produksinya dari tahun dapat dilihat pada tabel 2.1. Pada tahun 2010, menurut BPS (2011) total areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah seluas ha dengan total produksi minyak mentah sawit atau crude palm oil (CPO) sebesar ton. Sebanyak ton dari produksi CPO ini diekspor ke beberapa negara Asia seperti Jepang, India, Vietnam, Malaysia, Pakistan, Arab Saudi dan beberapa negara lainnya [12]. Tabel 2.1 Data luas areal perkebunan kelapa sawit, produksi CPO, dan kernel di Indonesia dari tahun [12] Tahun Luas Areal (ha) Produksi CPO (ton) Produksi Kernel (ton) Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa industri kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Oleh karena itu, dengan meningkatnya pertumbuhan produksi kelapa sawit maka jumlah limbah yang dihasilkan baik limbah padat dan cair juga semakin besar. Upaya untuk mengatasi limbah padat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) melakukan teknologi pengomposan dengan memanfaatkan hasil limbah pabrik menjadi kompos yang memiliki nilai ekologi dan ekonomi yang tinggi. 2.2 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) TKKS terdiri dari 45 50% selulosa dan memiliki kandungan senyawa organik yang tinggi. TKKS umumnya berbentuk serat, dan serat tersebut 6

2 berbentuk seperti tongkat yang secara keseluruhan membentuk ikatan pembuluh [13]. TKKS merupakan sampah residu yang dihasilkan dari industri kelapa sawit. Tandan tersebut disterilkan dalam sterilisasi uap horizontal untuk menonaktifkan enzim yang ada. Tandan disterilkan dengan cara dimasukkan ke drum perontok rotary untuk melepaskan buah dari tandan. TKKS berwarna cokelat kering dengan bentuk yang tidak seragam dan bobot rendah. Panjang dan lebar tergantung pada ukuran tandan buah segar dan dapat bervariasi dari panjang cm dan lebar cm. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan bahan organik yang mengandung: 42,8% C; 2,90% K 2 O; 0,80% N; 0,22% P 2 O 5 ; 0,30% MgO dan unsur unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu, dan 51 ppm Zn. Dalam setiap 1 ton tandan kosong kelapa sawit mengandung unsur hara yang setara dengan 3 kg urea, 0,6 kg RP, 12 kg MOP [14]. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Produktivitas TBS bila menggunakan bibit unggul akan menghasilkan TBS mencapai ton TBS/ha/tahun [1] dan menurut Baharuddin et al.setiap satu ton total limbah TBS terdiri dari 23% TKKS, mesocarp fibre12%, cangkang 5% dan POME 60% [6].Sehingga dari data luas areal perkebunan kelapa sawit BPS 2011 dapat dikalkulasikan jumlah TBS dan TKKS pertahun [12]. Tabel 2.2 Data Jumlah Kalkulasi TBS dan TKKS di Indonesia dari Tahun Luas Areal (ha) Produksi TBS (ton) Produksi TKKS (ton) Keunggulan kompos TKKS meliputi: kandungan kalium yang tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi. Menurut Sakiah (2012), kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain: 1. Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan 2. Membantu kelarutan unsur unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman 3. Bersifat homogen dan mengurangi risiko sebagai pembawa hama tanaman 7

3 4. Merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah 5. Dapat diaplikasikan pada sembarang musim [15] Gambar 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) [14] 2.3 KOMPOS Kompos adalah hasil penguraian bahan organik melalui proses biologis dengan bantuan organisme pengurai. Proses penguraian dapat berlangsung secara aerob (dengan udara) maupun anaerob (tanpa bantuan udara) [16]. Kompos dari limbah padat organik semakin penting di seluruh dunia, dalam kerangka terpadu manajemen limbah padat dan khususnya pengalihan biodegradables dari penimbunan [17]. Kompos merupakan produk dari proses dekomposisi limbah padat secara biologis di bawah keadaan aerobik untuk dijadikan pupuk pertanian (UNEP). Kompos juga didefinisikan sebagai kondisioner tanah organik yang telah distabilisasi sehingga menyerupai humus, bebas dari patogen bagi manusia dan tanaman, tidak mengandung biji tanaman, tidak menarik serangga atau vektor penyakit untuk hidup pada tanah tersebut, dan berguna bagi perkembangan tanaman. Menurut Haug (1993), fungsi dari kompos pada tanah adalah: 1. Kompos dapat digunakan sebagai sumber materi organik dalam humus pada tanah yang dibutuhkan dalam pembentukan struktur tanah dan kemampuan ikat air yang baik. 8

4 2. Kompos dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman komersial dan rumahan. Kompos yang stabil dapat mengurangi patogen tanaman dan meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit tanaman. 3. Kompos mengandung nutrien antara lain nitrogen, pospor, dan berbagai trace elements lain yang dapat berguna sebagai pupuk dan soil conditioner [18]. Menurut Budi et al (2009), fungsi utama kompos adalah membantu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Secara fisik, kompos dapat menggemburkan tanah, aplikasi kompos pada tanah akan meningkatkan jumlah rongga sehingga tanah menjadi gembur. Sementara sifat kimia yang mampu dibenahi dengan aplikasi kompos adalah meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tanah dan dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air (water holding capacity). Sedangkan untuk perbaikan sifat biologi, kompos dapat meningkatkan populasi mikroorganisme dalam tanah. Keunggulan kompos adalah kandungan unsur hara makro maupun mikronya yang lengkap. Unsur hara makro yang terkandung dalam kompos antara lain N, P, K, Ca, Mg, dan S, sedangkan Fe, Mn, Zn, Cl, Cu, Mo, Na, dan B [19]. 2.4 COMPOSTING Menurut Haug (1993), composting adalah proses penguraian secara biologis dan stabilisasi materi organik dalam keadaan yang memungkinkan untuk perkembangan temperatur thermophilic sebagai hasil dari panas secara biologis untuk menghasilkan produk yang stabil, bebas patogen dan biji tanaman, dan dapat digunakan di tanah. Selain itu, composting juga dapat diartikan sebagai proses stabilisasi dari limbah yang membutuhkan kadar air dan aerasi dalam menghasilkan temperatur thermophilic. Temperatur thermophilic digunakan untuk membunuh patogen dan destruksi dari biji-biji tanaman yang ada dalam bahan kompos [18]. Pengomposan adalah sarana mengubah berbagai limbah organik menjadi produk yang dapat digunakan secara aman dan menguntungkan sebagai pupuk hayati dan sumber nutrisi untuk memperbaiki struktur tanah [13]. Organisme yang bertanggung jawab untuk kompos memerlukan kondisi gizi dan lingkungan tertentu untuk bertahan hidup dan fungsi. Mereka membutuhkan jumlah yang 9

5 cukup makro dan mikronutrisi, oksigen, dan air. Organisme ini mengalami tingkat pertumbuhan yang optimal hanya dalam suhu tertentu dan rentang ph [20]. Pengomposan dapat terjadi secara alamiah maupun dengan bantuan manusia. Pengomposan secara alamiah yaitu dengan cara penumpukan sampah di alam, sedangkan pengomposan dengan bantuan manusia yaitu dengan cara menggunakan teknologi modern maupun dengan menggunakan bahan bioaktivator dan menciptakan kondisi ideal sehingga proses pengomposan dapat terjadi secara optimal dan menghasilkan kompos berkualitas tinggi. Untuk dapat membuat kompos dengan kualitas baik, diperlukan pemahaman proses pengomposan yang baik pula. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap awal proses, oksigen dan senyawa senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik yang kemudian akan digantikan oleh bakteri termofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat, kemudian akan diikuti dengan peningkatan ph kompos. Suhu akan meningkat hingga mencapai 70 C. Suhu akan tetap tinggi selama fase pematangan. Gambar 2.2 Perubahan Suhu dan Pertumbuhan Mikroba Selama Proses Pengomposan [19] Mikroba mesofilik kemudian tergantikan oleh mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat terjadi penguraian bahan organik yang sangat aktif, mikroba - mikroba yang ada di dalam kompos akan 10

6 menguraikan bahan organik menjadi NH +, CO, uap air dan panas melalui sistem metabolisme dengan bantuan oksigen. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga kembali mencapai suhu normal seperti tanah. Pada fase ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 50% dari bobot awal tergantung kadar air awal [19]. 2.5 WINDROW Windrow merupakan metode tertua yang digunakan dalam pengomposan. Windrow dapat dibuat dengan membuat gundukan setinggi 8 10 ft dengan lebar ft ft. Dimensi dari tumpukan ini dapat dipengaruhi oleh alat pengaduk komposnya. Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan suplai udara yang berfungsi dalam pengaturan temperatur dan kelembaban. Pengadukan dapat juga menimbulkan timbulnya bau karena kemungkinan terjadinya proses anaerobik pada tumpukan kompos. Pengadukan tidak dilakukan terus menerus. Setelah 3 4 minggu, kompos tidak perlu diaduk untuk mencapai periode curing. Pada periode ini residu materi organik akan didekomposisi oleh fungi dan actinomycetes. Periode ini berlangsung selama 3 4 minggu (Tchobanoglous, 1993). Adapun gundukan minimum yang disarankan Raabe (2007) pada pengomposan windrow berukuran 36" x 36" x 36" (0,9144 m x 0,9144 m x 0,9144 m) untuk mencegah kehilangan panas dalam pengomposan [9]. 2.6 FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENGOMPOSAN Nutongkaew et al (2011) menjelaskan bahwa proses pengomposan dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor yang paling penting termasuk suhu, kadar air, karbon-nitrogen rasio, tingkat laju aerasi, ph, dan fisik struktur bahan baku [21]. Menurut Tchobanoglous (1993),untuk menghasilkan produk kompos yang bermutu tinggi, maka dalam proses composting harus juga memperhatikan faktor nutrisi dan faktor lingkungan. Faktor nutrisi mencakup makronutrien, 11

7 mikronutrien, sedangkan faktor lingkungan dibagi menjadi temperatur dan kadar air, sedangkan faktor lain seperti ukuran partikel, C/N, pencampuran dengan bahan lain, penambahan air, penambahan mikroorganisme, kadar air, pengadukan, temperatur, kontrol patogen, udara, ph, derajat dekomposisi, dan lahan pengomposan harus dikontrol [22]. Berikut ini penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengomposan: Nutrisi Carbon (C), nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) adalah nutrisi utama yang dibutuhkan oleh mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan, serta nutrisi utama untuk tanaman dan akan mempengaruhi kualitas kompos. Hampir semua bahan organik yang digunakan untuk kompos mengandung semua nutrisi ini di berbagai tingkatan yang menggunakan mikroorganisme untuk energi dan pertumbuhan. Sebuah pasokan nutrisi tidak mencukupi atau berlebihan dapat menyebabkan kompos berkualitas rendah. Tirado (2008) menjelaskan efek menguntungkan dari kompos terhadap pertumbuhan tanaman dikaitkan dengan peningkatan pasokan nutrisi bagi tanaman [23] Rasio C/N C/N adalah salah satu makronutrien dengan kebutuhan relatif dalam proses selulernya sebesar 25 : 1 [24]. Karbon dan nitrogen digunakan dalam metabolisme mikroorganisme dan sintesis membran sel. Pemakaian karbon di dalam pengomposan digunakan sebagai sumber energi. Karbon digunakan pada pembentukan membran, protoplasma dan dinding sel produk sintesis serta mengoksidanya menjadi karbon dioksida. Sedangkan nitrogen digunakan dalam sintesa protein. Nitrogen juga digunakan sebagai nutrien atau senyawa esensial pada protoplasma. Selain itu, bakteri mengandung 7-11% nitrogen dalam berat kering, sedangkan fungi mengandung 4-6% nitrogen dalam berat kering. Oleh karenanya, perbandingan pemakaian karbon akan lebih tinggi dibanding nitrogen sehingga kebutuhannya pun akan lebih banyak [25]. Saat proses pengomposan, perbandingan C/N dari waktu ke waktu pengomposan akan terus mengalami penurunan seiring dengan aktivitas mikroba dalam menguraikan bahan organik yang ada dalam gundukan kompos. Pada awal 12

8 pengomposan banyak nitrogen yang digunakan untuk sintesa protein sebagai bentuk aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan material organik [25] Luas Permukaan dan Ukuran Partikel Ukuran partikel bahan kompos berkaitan dengan nutrien misalnya distribusi nutrien yang tergantung pada ukuran partikel sampah. Secara teoritis, laju dekomposisi akan meningkat dengan partikel organik yang semakin kecil [25]. Reduksi ukuran partikel dapat dilakukan dengan pencacahan. Ukuran partikel mempengaruhi drag force antara partikel sampah, internal friction, dan bulk density. Sebagian besar dari dekomposisi aerobik pengomposan terjadi pada permukaan partikel, karena oksigen bergerak mudah sebagai gas melalui ruang pori tapi jauh lebih lambat melalui bagian cair dan padat dari partikel. Partikel yang lebih kecil mengurangi porositas efektif. Kualitas kompos yang baik biasanya diperoleh ketika ukuran partikel berkisar dari rata-rata diameter 1/8-2 inci [23]. Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area partikel dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan organik dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut [26]. Semakin kecil ukuran material, proses pengomposan akan lebih cepat dan lebih baik karena mikroorganisme lebih mudah beraktivitas mengolah dan membentuk koloni pada bahan yang sudah lembut (substrat) daripada bahan dengan ukuran besar. Ukuran bahan yang dianjurkan untuk pengomposan aerobik berkisar 1-7,5 cm. Oleh karena itu, sebaiknya bahan dicacah dengan mesin sehingga mikroorganisme lebih mudah mencernanya. Pencacahan sebaiknya tidak terlalu lembut seperti bubur karena bahan justru akan mengeluarkan kandungan airnya [27] Temperatur Suhu adalah indikator proses yang baik. Pengomposan pada dasarnya berlangsung dalam dua rentang, dikenal sebagai mesofilik (10 40 C) dan 13

9 termofilik (di atas 40 C). Kebanyakan pengomposan berlangsung pada suhu antara 45 C dan 65 C. Suhu termofilik merupakan kondisi suhu yang menghasilkan dekomposisi yang lebih cepat [23]. Peningkatan temperatur disebabkan oleh reaksi eksoterm dan aktifitas metabolisme mikroorganisme. Pada metode windrow, temperatur akan naik karena pengadukan dan hanya dapat dikontrol secara tidak langsung dengan pengukuran setelah pengadukan. Setelah pengadukan, biasanya temperatur akan turun 5 10 C, namun akan kembali naik setelah beberapa jam. Temperatur pada windrow turun hari setelah oksidasi organik, suhu akan dapat berhenti naik pada hari ke 9 atau ke 10 sehingga aktifitas mikroorganisme pun menurun [22] ph Pengontrolan ph sangat penting seperti temperatur dalam mengevaluasi aktifitas mikroorganisme dan kestabilan sampah. ph pengomposan awal sampah organik berkisar antara 5-7. Pada awal pengomposan, ph akan turun sampai 5 atau kurang dari itu karena organik akan berada pada temperatur ambien dan aktifitas mikroorganisme mesofil akan meningkat dalam menduplikasi diri sehingga produksi asam organik akan meningkat dan ph akan turun. Pada saat termofilik, temperatur akan naik dan terjadi aerobik proses sehingga ph akan naik sampai 8 8,5. Setelah kompos matang, ph akan turun menjadi 7 8 [22]. Pada pengomposan bahan dengan kandungan lignin yang tinggi dengan lumpur biologis, ph cenderung rendah yakni sekitar 5,1-5,5 [16] Kadar Air Moisture diperlukan untuk mendukung proses metabolisme mikroba dan merupakan suatu paremeter penting untuk dikendalikan dalam pengomposan [23]. Kelembaban yang optimum berkisar antara 50 60%. Kadar air dapat juga ditambahkan dengan penambahan air. Apabila kelembaban kompos kurang dari 40% maka reaksi akan melambat [22]. Pada saat matang, kadar air yang disyaratkan oleh SNI adalah kurang dari 50% [28]. Kadar air dalam kompos matang tidak baik apabila terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan karena kadar air secar langsung berhubungan dengan nilai water holding capacity 14

10 2.6.7 Penambahan Air, Mikroorganisme, dan Pencampuran Bahan Lain Dua faktor desain yang menentukan penambahan air, mikroorganisme, dan pencampuran dengan bahan lain yang mengandung C/N yang tinggi adalah kelembaban dan nilai C/N. Untuk dapat mencapai C/N yang optimum, kompos dapat juga dicampurkan dengan bahan-bahan yang mengandung sumber karbon yang tinggi seperti kertas, daun, kotoran hewan, dan lumpur dari instalasi pengolahan air limbah. Untuk mendapatkan kadar karbon dan nitrogen yang sesuai dengan standar kompos, maka diperlukan informasi mengenai kandungan karbon dan nitrogen awal. Kadar karbon dan nitrogen dapat diatur dengan melakukan pencampuran bahan-bahan kompos. Sebelumnya, bahan-bahan kompos ini telah diketahui kadar karbon dan nitrogen. Kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut : Dimana x adalah perbandingan atau rasio jumlah banyaknya bahan 2 dan bahan 1. Kandungan karbon dan nitrogen ini dihitung berdasarkan kadar kedua unsur tersebut dalam jumlah kering [22]. Pencampuran dengan bahan lain menyebabkan pengontrolan terhadap kelembaban. Penambahan mikroorganisme juga dapat dilakukan untuk menghasilkan dekomposisi yang cepat Pengadukan Pengadukan dilakukan untuk menambah atau mengurangi kelembaban pada kompos agar sampai pada kelembaban yang optimum. Pengadukan juga dapat dilakukan untuk meratakan distribusi nutrien untuk mikroorganisme. Pengadukan merupakan faktor yang penting dalam mengontrol kelembaban, kebutuhan udara atau oksigen untuk keadaan aerob. Untuk kompos dengan menggunakan sampah organik membutuhkan 15 hari periode pengomposan dengan kelembaban 50-60% dan pengadukan lebih baik dilakukan setelah hari ketiga dan dilakukan setelah hari itu sampai mendapatkan pengadukan 4 5 kali [22]. Menurut Schlosset al (1999), pengadukan sangat berpengaruh pada pencapaian suhu yang maksimum dan memperpanjang periode pengambilan oksigen. Pengadukan yang dilakukan dalam penelitiannya adalah setiap hari, 4 hari sekali, dan 8 hari sekali dimana pengadukan yang dilakukan setiap hari akan lebih mengurangi panas dalam gundukan karena proses penguapan. Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa 15

11 pengadukan 4 hari sekali relatif efektif dalam pencapaian suhu maksimum dan pengurangan kadar air [29]. Menurut Tirado sistem pengomposan yang efisien sangat berkorelasi dari pengaruh pengadukan. Oksigen sangat dibutuhkan dalam proses pengomposan aerob. Oksigen dapat diberikan dari proses pengadukan atau suplai oksigen secara langsung melalui diffuser. Pemberian oksigen dilakukan untuk mencapai tiga tujuan yakni : 1. Penguraian bahan organik (stoichiometric demands) Oksigen dibutuhkan oleh bahan organik dalam proses dekomposisi (stoichiometric demands). Penguraian bahan organik tersebut tergantung jenis bahan organik dalam bahan kompos. Kebutuhan oksigen tersebut dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan stoikiometri. 2. Pengurangan kadar air dalam kompos (drying demands) Pengurangan kadar air dalam kompos sangat penting terutama pada jenis pengomposan dengan bahan kompos basah seperti lumpur. Udara dapat dipanaskan oleh bahan kompos dan mengambil kandungan kadar air sehingga terjadi proses pengeringan. 3. Pengurangan panas yang dihasilkan oleh proses degradasi bahan organik (heat demands) [23]. Pengurangan panas pada proses pengomposan akibat proses degradasi sangat penting dalam mengatur temperatur kompos. Pada temperatur yang tinggi, mikroorganisme mesofilik akan mati sehingga dapat mempengaruhi proses pengomposan. Oleh karenanya, suplai oksigen sangat penting dalam pengomposan [30]. 2.7 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) SEBAGAI KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN PUPUK ORGANIK AKTIF (POA) Peningkatan proses pengomposan dapat dicapai dengan menambahkan bahan amandemen organik seperti kotoran hewan dan limbah pabrik kelapa sawit yang lain [11]. Menerapkan POME sebagai bahan amandemen dapat dianggap menguntungkan karena dapat mengurangi total aliran POME ke pengolahan air limbah. 16

12 Banyak penelitian terdahulu dilakukan untuk pengolahan kompos dari TKKS. Zahrim dan Asis (2010) melakukan penelitian mengenai produksi semi-kompos tandan kosong kelapa sawit tanpa diparut dengan mencampurkan POME. Penelitian ini dilakukan tanpa memotong TKKS karena dengan memotong dan merobek TKKS dapat menyulitkan, dan limbah cair yang disemprotkan mudah tercuci dari tumpukan. Prosesnya dilakukan dengan metode open turned windrow dengan dimensi area panjang 4 m, tinggi 1,5 mdan lebar 40 m. Setiap windrow berisi sekitar 120 metrik ton TKKS dan 324 metrik ton POME. Setelah inokulasi dengan bakteri, TKKS disemprot dengan POME, proses pembalikan dilakukan dengan menggunakan traktor dilengkapi alat macerator untuk menghomogenkan kompos dan meningkatkan kemampuan aerasi. Proses pembalikan dilakukan pada hari ke-10, 20, 30 dan 40 dan pengambilan sampel untuk analisa dilakukan di sembilan titik pada unit widrow. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa total waktu pengomposan termasuk persiapan adalah sekitar hari, temperatur selama pengomposan mengalami fluktuasi dimana suhu awal pengomposan adalah 53 C. Setelah dua hari, suhu turun di bawah 50 C, setelah dilakukan pembalikan pertama, terjadi peningkatkan suhu lebih dari 50 C. Pada hari 10 sampai hari 25, suhu dipertahankan pada sekitar 45 sampai 55 C dengan bantuan putar yang kecil, namun pembalikan pada hari ke 40 tidak terjadi peningkatan suhu dan untuk kandungan oksigen dipertahankan di atas 10%. Kompos yang dihasilkan memiliki kualitas ph 7,9 ; N 1,9%; P 2 O 5 0,6 %; K 2 O 2,0%; MgO 0,8 % dan rasio C/N 20 [11]. Penelitian yang dilakukan oleh Raabe (2007) mengenai metode cepat pengomposan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi metode pengomposan yang baik dan efektif. Dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa tinggi minimum untuk pengomposan adalah 36 x 36 x 36 (0,9144 m x 0,9144 m x 0,9144 m) [9]. Penelitian yang dilakukan oleh Baharuddin et al., mengenai pengaruh dari POME anaerobic sludge yang berasal dari 500 m 3 closed anaerobic methane digested tank dengan TKKS yang telah ditekan dan dirobek pada proses pengomposan. POME anaerobic sludge yang digunakan berasal dari pengolahan biogas, limbah ini memiliki nutrisi dan sumber mikroba yang tinggi dan cocok 17

13 digunakan untuk bahan tambahan proses pengomposan. Proses dilakukan pada unit composter berbentuk blok yang disusun dari batu bata dengan dimensi panjang 2,1 m, lebar dan tinggi 1,5 m. Pada penelitian ini TKKS ditekan dan dirobek dengan ukuran panjang 15 sampai 20 cm, lalu dicampur di blok composter dengan POME anaerobic sludge, rasio penambahan TKKS:POME sebanyak 1:1. Untuk mempertahankan kadar air tumpukan kompos, POME ditambahkan setiap tiga hari dengan menggunakan pompa dan penambahan POME dihentikan seminggu sebelum dilakukan panen, sedangkan pengadukan dilakukan tiga kali seminggu. Hasil yang diperoleh waktu pengomposan singkat, yaitu 40 hari dengan rasio C/N akhir 12,4. Suhu pengomposan selama pengolahan terjadi pada fase termofilik yaitu C, sedangkan ph tumpukan kompos hampir konstan selama proses berkisar 8,1-8,6. Kadar air kompos mengalami penurunan dari awal sampai akhir composting yaitu dari 64,5 % menjadi 52 % dan banyaknya jumlah nutrisi serta rendahnya tingkat logam berat yang terdapat pada kompos [7]. Penelitian yang dilakukan oleh Kananam et al. (2011) adalah untuk mengetahui perubahan biokimia pengomposan TKKS dengan lumpur decanter dan kotoran ayam sebagai sumber nitrogen. Pada penelitian ini juga dilakukan penambahan tanah merah yang mengandung Fe, berfungsi untuk acceptor elektron mikroorganisme dalam kondisi anaerobik, dan lumpur decanter yang digunakan berasal dari limbah pabrik kelapa sawit. Prosesnya divariasikan dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Untuk kondisi aerobik pada penelitian ini ditambahkan benih mikroorganisme yang terdiri dari jamur (Corynascus sp., Scytalidium sp.,chaetomium sp., dan Scopulariopsissp.), belatung dan bakteri (Bacillus sp.), sedangkan untuk kondisi anaerobik benih mikroorganisme yang ditambahkan mengndung ragi (Saccharomyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), dan bakteri katabolisme protein (Bacillus sp). TKKS dipotong dengan ukuran 2-5 cm dengan mesin penggiling lalu dimasukkan ke dalam bak silinder, dimana untuk kondisi aerobik diberi lubang pada dinding untuk mengalirkan oksigen, selanjutnya setiap bak silender yang mengandung TKKS divariasikan komposisi penambahan lumpur decanter, kotoran ayam dan tanah merah. Benih mikroorganisme yang telah ditentukan, selanjutnya ditambahkan ke 18

14 masing masing komposter baik kondisi aerobik maupun anaerobik. Untuk kondisi aerobik tumpukan dibasahi dengan air dan kelembaban dipertahankan 50-70%, sedangkan tumpukan anaerobik juga dibasahi dengan air dengan kelembaban dijaga lebih dari 80%. Hasil yang diperoleh penggunaan lumpur decanter dan kotoran ayam dalam kondisi aerob dapat diselesaikan dalam waktu 30 hari sedangkan pada kondisi anaerob waktu pengomposan gagal diselesaikan dalam waktu 90 hari. Suhu awal pengomposan semua tumpukan 28 C dan mengalami peningkatan setelah 2 hari, pada kondisi aerobik berkisar C dan kondisi anaerobik berkisar C, ph yang diperoleh untuk kedua kondisi selama pengomposan adalah 7,50 8,60. Jumlah pertumbuhan mikroba untuk kondisi aerobik meningkat setelah 15 hari pengomposan dan kemudian secara bertahap menurun dan konstan sampai akhir pengomposan, sedangkan untuk kondisi anaerobik pertumbuhan mikroba tidak mengalami perubahan pada saat pengomposan sedangkan bahan organik, karbon organik yang terkandung serta rasio C/N untuk semua tumpukan dan kondisi secara bertahap menurun selama waktu pengomposan [8]. Penelitian yang dilakukan oleh Samsu et al. (2010) mengenai pengaruh dari POME anaerobic sludge yang berasal dari 500 m 3 closed anaerobic methane digested tank dengan TKKS yang telah ditekan dan dirobek pada proses pengomposan. POME anaerobic sludge yang digunakan berasal dari pengolahan biogas, limbah ini memiliki nutrisi dan sumber mikroba yang tinggi dan cocok digunakan untuk bahan tambahan proses pengomposan. Proses dilakukan pada unit composter berbentuk blok yang disusun dari batu bata dengan dimensi panjang 2,1 m, lebar dan tinggi 1,5 m. Pada penelitian ini TKKS ditekan dan dirobek dengan ukuran panjang 15 sampai 20 cm, lalu dicampur di blok composter dengan POME anaerobic sludge, rasio penambahan TKKS : POME sebanyak 1:1. Untuk mempertahankan kadar air tumpukan kompos, POME ditambahkan setiap tiga hari dengan menggunakan pompa dan penambahan POME dihentikan seminggu sebelum dilakukan panen, sedangkan pengadukan dilakukan tiga kali seminggu. Hasil yang diperoleh waktu pengomposan singkat, yaitu 40 hari dengan rasio C/N akhir 12,4. Suhu pengomposan selama pengolahan terjadi pada fase termofilik yaitu C, sedangkan ph tumpukan kompos 19

15 hampir konstan selama proses berkisar 8,1-8,6. Kadar air kompos mengalami penurunan dari awal sampai akhir composting yaitu dari 64,5 % menjadi 52 % dan banyaknya jumlah nutrisi serta rendahnya tingkat logam berat yang terdapat pada kompos [10]. 2.8 PUPUK ORGANIK AKTIF DARI EFFLUENT PENGOLAHAN LANJUT LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT Effluent biogas adalah keluaran dari instalasi biogas yang merupakan by product dari sistem pengomposan anaerob yang bebas bakteri patogen dan dapat digunakan sebagai pupuk untuk menjaga kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman. Effluent mengandung unsur makro yang penting untuk pertumbuhan tanaman seperti unsur N, P, K, dan unsur mikro yaitu Cu, Fe, Mg, S, dan Zn [31]. Effluent dari biogas jika dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman dapat meningkatkan hasil pertanian dan dapat memperbaiki kesuburan tanah. Menurut Junus (1998), effluent biogas yang keluar dari tangki pencerna (digester) terdiri dari dua komponen yaitu bagian padat dan cair. Limbah cair lebih banyak mengandung unsur N dan K sedangkan padatannya lebih banyak mengandung unsur P, seperti terlihat pada Tabel 2.3 [32]. Tabel 2.3 Kandungan Unsur Hara Limbah Biogas [32] Bahan N (%) P 2 O 5 (%) K 2 O (%) Padat 0,64 0,22 0,24 Cair 1,00 0,02 1,08 Pupuk organik yang baik memiliki beberapa ciri yaitu N harus berada dalam bentuk persenyawaan organik, tidak meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah, dan mempunyai persenyawaan C yang tinggi. Persyaratan teknis minimal pupuk organik cair yang terdapat pada Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 diperlihatkan pada Tabel 2.4 [33]. Tabel 2.4 Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Aktif [33] No Parameter Satuan Kandungan 1. C Organik ppm C/N Ratio Ph - 4,8 4. Kadar Total N ppm <

16 P2O5 K2O Kadar Unsur Mikro Fe total Mn 5. ppm ppm < < ppm ppm min 0, maks 800 min 0, maks Berikut ini data POA effluent dari pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU yang akan digunakan sebagai bahan tambahan proses pengomposan TKKS : Tabel 2.5 Data POA Effluent Biogas dari Pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU No Parameter Nitrogen P2O5total K2O MgO CaO C- Organik ph Ratio C/N Satuan % % % % mg/l % - Kandungan 0,10 0,016 0,167 0,1 0,001 0,58 8,09 5,8 2.9 STANDAR KUALITAS KOMPOS DI INDONESIA Standar kualitas kompos di Indonesia merujuk pada SNI tentang parameter kualitas kompos seperti yang ditampilkan pada tabel 2.4 [28]. Regulasi tersebut diperlukan sebagai pembatasan produk limbah (kompos) yang didesain sebagai perubah tanah organik atau pupuk dimana fokus utamanya adalah terletak pada pembatasan penggunaan dalam pertimbangan aspek konservasi lingkungan tanah. Tabel 2.6. Standar Kualitas Kompos [28] No 1 2 Parameter Kadar Air Temperatur Warna Bau Ukuran partikel Kemampuan ikat air ph Bahan asing UnsurMakro 9 Bahan organik Satuan % ⁰C Minimum - Maksimum 50 Temperatur air tanah Kehitaman Berbau tanah 25 Mm % 0,55 58 % 6,8 * 7,49 1,5 %

17 10 Nitrogen % 0,40-11 Karbon % 9, Pospor % 0,10-13 C/N rasio Kalium % 0,20 * UnsurMikro 15 Arsen mm/kg * Kadmium mm/kg * 3 17 Kobal mm/kg * Kromium mm/kg * Tembaga mm/kg * Merkuri mm/kg * 0,8 21 Nikel mm/kg * Timbal mm/kg * Selenium mm/kg * 2 24 Seng mm/kg * 500 Unsur lain 25 Kalsium % * 25,50 26 Magnesium % * 0,60 27 Besi % * 2,00 28 Alumunium % * 2,20 29 Mangan % * 0,10 Bakteri 30 Fecal Coli MPN/gr Salmonella sp MPN/4 gr KEMATANGAN KOMPOS Agar dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman, kompos yang digunakan harus benar-benar stabil (matang). Menurut Sekarsari (2012) terdapat beberapa parameter yang digunakan sebagai indikator kematangan kompos yang terdapat pada tabel 2.7 [34]. Tabel 2.7. Parameter Kematangan Kompos [34] Parameter Indikator Suhu Stabil ph Alkalis Perbandingan C/N <20 Laju Respirasi <10 mg g -1 kompos Warna Coklat Tua Bau Earthy (bau tanah) Kemampuan Tukar Kation >60 me 100g -1 abu 2.11 PEMANFAATAN KOMPOS Pemanfaatan kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek yaitu: 22

18 Aspek Bagi Tanah Dan Tanaman a. Memperbaiki produktivitas dan kesuburan tanah Pemakaian kompos dapat meningkatkan produktivitas tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi tanah. Secara fisik, kompos dapat menggemburkan tanah, meningkatkan pengikatan antar partikel dan kapasitas mengikat air sehingga dapat mencegah erosi dan longsor serta dapat mengurangi tercucinya nitrogen terlarut dan memperbaiki daya olah tanah. Sedangkan secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), ketersediaan unsur hara dan ketersediaan asam humat. Asam humat akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral. Secara biologi, kompos merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme tanah, sehingga mikroorganisme akan berkembang lebih cepat dan dapat menambah kesuburan tanah [34]. b. Menyediakan hormon,vitamin dan nutrisi bagi tanaman Setiap tanaman membutuhkan nutrisi (makanan) untuk kelangsungan hidupnya. Tanah yang baik mempunyai unsur hara yang dapat mencukupi kebutuhan tanaman. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman, unsur hara yang diperlukan tanaman dibagi menjadi 2 golongan yaitu: Unsur hara primer, yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlahbanyak seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S),Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) Unsur hara mikro, yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlahsedikit, seperti Tembaga (Cu), Seng (Zn), Klor (Cl), Boron (B),Mangan (Mn) dan Molibdenum (Mo) [34] c. Memperbaiki struktur tanah Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur terjadi karena butir-butir debu, pasir dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik dan oksida besi. Tanah tergolong jelek apabila butir-butir tanah tidak melekat satu sama lain atau saling merekat erat. Tanah yang baik adalah tanah yang remah dan granuler yang mempunyai tata udara yang baik sehingga aliran udara dan air dapat masuk dengan baik. Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan mampu 23

19 menjadi penyeimbang tingkat kerekatan tanah. Selain itu, kehadiran kompos pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah. Dengan demikian, tanah yang semula keras dan sulit ditembus air maupun udara, kini dapat menjadi gembur akibat aktivitas mikroorganisme. Struktur tanah yang gembur amat baik bagi tanaman [34]. d. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos mempunyai pori-pori dengan daya rekat yang lebih baik sehingga mampu mengikat serta menahan ketersediaan air di dalam tanah. Kompos dapat menahan erosi secara langsung. Hujan yang turun deras mengenai permukaan tanah akan mengikis tanah sehingga unsur hara terangkut habis oleh air hujan. Dengan adanya kompos, tanah terlapisi secara fisik sehingga tidak mudah terkikis dan akar tanaman terlindungi. Kemampuan tanah untuk menahan air ini (water holding capacity) berhubungan erat dengan besarnya kadar air dalam gundukan kompos [34] Aspek Ekonomi a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah b. Mengurangi volume/ukuran limbah c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya d. Proses pengomposan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah [34] Aspek Lingkungan a. Membantu meringankan beban pengelolaan sampah b. Tidak menimbulkan masalah lingkungan. Penggunaan pupuk kimia ternyata berpengaruh buruk, tidak hanya meracuni tanah dan air saja, tetapi juga meracuni produk yang dihasilkan. Sebagai contoh, pupuk urea terbuat dari senyawa hidrokarbon yang juga digunakan untuk kendaraan bermotor. Senyawa ini akan berubah jadi Nitrit. Senyawa inilah yang kemudian menimbulkan efek jangka panjang berupa kanker atau keracunan langsung [34]. 24

20 2.12 POTENSI EKONOMI Penelitian kompos ini dapat diterapkan dalam skala home industry ataupun dalam skala pabrik. Namun pada potensi ekonomi ini akan dihitung pada skala home industry dengan pengolahan TKKS sebanyak kg/hari. Dimana bahan baku TKKS yang digunakan berasal dari PKS Sei Mangke PTPN III dan POA yang berasal dari plant biogas LP2M Biogas USU, serta lokasi pembuatan kompos dilakukan pada LP2M USU. Rincian biaya ditunjukan dalam tabel 2.4 berikut Tabel 2.8 Rincian Biaya Pembuatan Kompos o nis Biaya mlah Satuan Harga (Rp) Biaya (Rp) rtasi Harian Dari rincian biaya pembuatan kompos diatas, maka total biaya pembuatan kompos kg/hari adalah : Rp / kg = Rp 600 /kg Dari pengolahan 1 kg TKKS menghasilkan ± 0,8 kg kompos, sehingga dari pengolahan kg TKKS akan menghasilkan kompos sebanyak kg x 0,8 = kg/hari Harga 1 kg kompos TKKS yang dijual dipasaran adalah Rp 1.000/kg, maka dapat dihitung besar harga penjualan adalah sebagai berikut: kg x Rp = Rp Sehingga keuntungan yang didapat perharinya adalah : Harga total penjualan Rp Biaya operasi Rp Rp Maka total keuntungan penjualan kompos perhari adalah Rp

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kontribusi perkebunan adalah meningkatnya produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja dan meningkatnya kesejahteraan. Nilai PDB perkebunan secara kumulatif

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPO-Crude palm oil) dan inti kelapa sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen

Lebih terperinci

Lampiran 1. Standar Kualitas Kompos Menurut Standar Nasional Indonesia

Lampiran 1. Standar Kualitas Kompos Menurut Standar Nasional Indonesia Lampiran 1. Standar Kualitas Kompos Menurut Standar Nasional Indonesia No Parameter Satuan Minimum Maksimum 1 Kadar air % - 50 2 Temperatur O C - Suhu air tanah 3 Warna - - Kehitaman 4 Bau - - Berbau tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan TINJAUAN PUSTAKA Bahan Tanaman (Bibit ) Faktor bibit memegang peranan penting dalam upaya peningkatan produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan menghasilkan pada 3 4 tahun

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing : SKRIPSI Pengaruh Mikroorganisme Azotobacter chrococcum dan Bacillus megaterium Terhadap Pembuatan Kompos Limbah Padat Digester Biogas dari Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Disusun Oleh: Angga Wisnu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II.

TINJAUAN PUSTAKA II. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Lumpur Water Treatment Plant Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang dari aktifitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Pengaruh Penambahan Aktivator Effektive Mikroorganism EM-4 pada pembuatan pupuk organik dari komposting Tandan Kosong Kelapa Sawit Sisa Media Jamur Merang (Volvariella Volvacea) Disusun Oleh : Rendra Graha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ketanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Maret 2011 sampai dengan April 2011 di Laboratorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR SUPERDEC DAN ORGADEC

PETUNJUK TEKNIS PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR SUPERDEC DAN ORGADEC PETUNJUK TEKNIS PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR SUPERDEC DAN ORGADEC Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos LIMBAH PADAT ORGANIK PERKEBUNAN TEBU DAN KELOMPOK GRAMINEAE LAINNYA dengan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi dan masa selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA. berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi dan masa selanjutnya. 5 TINJAUAN PUSTAKA Pembibitan Kelapa Sawit Bibit merupakan produk dari suatu proses pengadaan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi dan masa selanjutnya. Pembibitan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan menunjukkan dampak positif terhadap kenaikan produksi padi nasional. Produksi padi nasional yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk Organik Cair

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk Organik Cair TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk organik adalah bahan organik yang umumnya berasal dari tumbuhan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung

Lebih terperinci

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O PERAN MIKROORGANISME AZOTOBACTER CHROOCOCCUM, PSEUDOMONAS FLUORESCENS, DAN ASPERGILLUS NIGER PADA PEMBUATAN KOMPOS LIMBAH SLUDGE INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU Hita Hamastuti 2308 100 023 Elysa Dwi Oktaviana

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN P2.U3 P4.U2 P5.U2 P2.U2 P1.U1 P4.U3 P5.U1 P1.U2 P3.U3 P1.U3 P4.U1 P3.U1 P3.U2 P2.U1 P5.3

LAMPIRAN LAMPIRAN P2.U3 P4.U2 P5.U2 P2.U2 P1.U1 P4.U3 P5.U1 P1.U2 P3.U3 P1.U3 P4.U1 P3.U1 P3.U2 P2.U1 P5.3 Lampiran 1. Lay out Penelitian LAMPIRAN LAMPIRAN P2.U3 P4.U2 P5.U2 P2.U2 P1.U1 P4.U3 P5.U1 P1.U2 P3.U3 P1.U3 P4.U1 P3.U1 P3.U2 P2.U1 P5.3 Keterangan : P1 : 100% N-Urea P2 : 75% N-Urea + 25% N-Pupuk Granul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mempunyai prospek pasar yang unik dan menarik. Selama ini budidaya cabai dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Bagan Penelitian. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Lampiran 1. Bagan Penelitian. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian K5 K7 K0 B T K2 K5 K1 K7 K4 K6 K6 K2 K4 K4 K0 K7 K1 K6 K2 K0 K1 K5 Lampiran 2. Formula Media NA Cair (Rao, 1982). Nama Bahan Jumlah Pepton 5 g Beef Ekstrak 3 g NaCl

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO NERACA HARA KEBUN KAKAO PRODUKSI = f (Tanaman, Tanah, Air, Cahaya) Tanaman = bahan tanam (klon, varietas, hibrida) Tanah = kesuburan tanah Air = ketersediaan air Cahaya = intensitas cahaya KOMPOSISI TANAH

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkebunan. Karena Mucuna bracteata memiliki kelebihan dibandingkan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. perkebunan. Karena Mucuna bracteata memiliki kelebihan dibandingkan dengan TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata Legum yang berasal dari india ini termasuk tanaman jenis baru yang masuk ke Indonesia untuk digunakan sebagai tanaman penutup tanah di areal perkebunan. Karena Mucuna

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai komersial tinggi di Indonesia. Hal ini karena buah melon memiliki kandungan vitamin A dan C

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 1 (1): 1-7, 15 PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Budi Nining Widarti, Rifky Fitriadi Kasran, dan Edhi Sarwono Program Studi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura berjenis umbi lapis yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang kesuburannya, hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan dan pemakaian pupuk kimia yang terus menerus tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar mata

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar mata BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar mata pencaharian warga berada di bidang pertanian. Melihat kenyataan tersebut, kebutuhan akan pupuk untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan sumber protein dan mineral yang baik, dengan kandungan kalium,

I. PENDAHULUAN. merupakan sumber protein dan mineral yang baik, dengan kandungan kalium, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu spesies jamur yang dapat dikonsumsi. Selain rasanya yang lezat, ternyata jamur merang juga merupakan sumber protein dan mineral yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Perubahan Fisik 1. Suhu Kompos Temperatur merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Pengamatan dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis. Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan),

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis. Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan), Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji), Subdivisi Angiospermae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kompos adalah zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah/serasah tanaman dan adakalanya pula termasuk bangkai binatang. Sesuai dengan humifikasi fermentasi suatu pemupukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS 31 JTM Vol. 05, No. 1, Juni 2016 PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS Dicky Cahyadhi Progam Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 19 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Potensi lahan kering di Bali masih cukup luas. Usahatani lahan kering sering kali mendapat berbagai kendala terutama

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN KarakteristikBahan Kompos Karakteristik kompos yang dihasilkan tergantung kepada jenis dan komposisi bahan organik yang dikomposkan, proses pengomposan dan tingkat kematangan kompos.bahan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengomposan Pengomposan adalah dekomposisi biologis yang dikontrol agar bahan organik menjadi stabil. Proses pengomposan sama seperti dekomposisi alami kecuali ditingkatkan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan sumber protein nabati yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Permintaan kedelai dari tahun ke

Lebih terperinci

Ilmu Tanah dan Tanaman

Ilmu Tanah dan Tanaman Ilmu Tanah dan Tanaman Pupuk dan Kesuburan Pendahuluan Pupuk adalah semua bahan yang ditambahkan kepada tanah dengan tujuan memperbaiki sifat fisis, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Sifat fisis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian di Indonesia berpeluang besar dalam peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan perekonomian nasional.adanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Sampah Sampah merupakan barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Pada kenyataannya, sampah menjadi masalah yang selalu timbul baik di kota besar maupun di

Lebih terperinci

II. TI JAUA PUSTAKA NH 2. Gambar 1. Reaksi kimia selama pengomposan

II. TI JAUA PUSTAKA NH 2. Gambar 1. Reaksi kimia selama pengomposan II. TI JAUA PUSTAKA A. Pengomposan Pengomposan merupakan penguraian bahan organik secara biologis dengan hasil akhir berupa produk yang cukup stabil dalam bentuk padatan komplek (Haug 1980). Proses pengomposan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Sirih Merah. (Duryatmo 2005). Oleh karena itu, menurut Candra (2010) dalam Sudewo (2005),

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Sirih Merah. (Duryatmo 2005). Oleh karena itu, menurut Candra (2010) dalam Sudewo (2005), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Sirih Merah Tanaman sirih merah ini merupakan tanaman merambat, yang tumbuh hingga mencapai ketinggian 10 kaki atau lebih, mudah tumbuh di daerah tropis (khususnya daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar Kompos merupakan bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daundaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, serta kotoran hewan. Di lingkungan alam,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Botani dan Klasifikasi Tanaman Gandum Tanaman gandum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas : Monokotil Ordo : Graminales Famili : Graminae atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 2.1.1 Karakteristik Bagas Ampas tebu atau disebut dengan bagas (Gambar 1) merupakan hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) tebu di stasiun pengilingan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat yaitu selain dapat dimanfaatkan sebagai sayur, lalapan, salad

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik

Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik Standar Nasional Indonesia Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik ICS 13.030.40 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci