BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yang mempunyai corak sederhana dan nampak nyata dalam kehidupan sehari-hari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yang mempunyai corak sederhana dan nampak nyata dalam kehidupan sehari-hari"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Permasalahan Masalah kepemimpinan merupakan salah satu masalah dasar dalam kehidupan manusia. Kepemimpinan mempunyai berbagai macam corak, mulai dari yang paling sederhana sampai ke corak yang paling rumit. Bentuk kepemimpinan yang mempunyai corak sederhana dan nampak nyata dalam kehidupan sehari-hari adalah keluarga yang dipimpin oleh ayah, sebagai kepala keluarga. Keluarga dipandang sebagai suatu bentuk kepemimpinan yang sederhana, namun bila dikaji lebih jauh ternyata juga memiliki masalah yang cukup kompleks, seperti masalah antar anggota keluarga, masalah interaksi dengan lingkungan, dan lain sebagainya. Negara yang mempunyai jumlah anggota sangat banyak dengan berbagai corak pemikiran dan kebiasaan masing-masing anggota yang ada di negara tersebut, jelas lebih sulit untuk memimpin suatu negara dibanding memimpin suatu keluarga. Masalah kepemimpinan adalah masalah yang selalu ada selama manusia ada. Manusia mengalami ketergantungan terhadap lingkungan sekitarnya mulai sejak manusia tersebut lahir hingga akhirnya meninggal dunia. Manusia umumnya mempunyai keinginan untuk senantiasa berinteraksi dengan manusia lain di lingkungannya. Sifat seperti ini tidak hanya timbul sebagai warisan sosial, tetapi juga muncul disebabkan atas warisan biologis dan nalurinya untuk mempertahankan hidup. Manusia sebagai makhluk berakal kemudian 1

2 2 mengembangkan berbagai cara untuk mempertahankan serta meningkatkan eksistensi dirinya melalui penetapan suatu pola perilaku dan pembuatan karyakarya kebendaan. Penetapan pola perilaku itu menjadi suatu hal yang wajib di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk yang hidup bersama manusia lainnya dalam masyarakat. Penetapan pola perilaku itu biasa disebut aturan. Semakin komplek suatu masyarakat maka semakin komplek pula aturan yang ada di masyarakat tersebut. Aturan ada yang tertulis dan tidak tertulis, aturan tertulis dikenal dengan istilah hukum, sedangkan aturan yang tidak tertulis disebut kebiasaan. Ada juga kebiasaan yang sudah dianggap hukum, yaitu adat istiadat. Adat istiadat ini ada yang tertulis dan ada juga yang tidak tertulis. Aturan di Indonesia memiliki kompleksitas, karena disamping ada aturan hukum yang bersumber dari negara, ada juga aturan yang bersumber dari ajaran agama, dan selain itu ada juga adat istiadat. Aturan yang dikenal dengan istilah adat istiadat ini telah ada, hidup, dan berkembang sebelum adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan sebelum masuknya agamaagama ke wilayah Indonesia. Hukum negara, ajaran agama, dan adat istiadat secara umum memiliki bahasan tentang kepemimpinan di dalamnya. Kepemimpinan sebenarnya merupakan masalah yang bersifat universal, karena dialami oleh siapa saja, ada dimana dan kapan saja, bahkan saat manusia itu sendiri, maka dia harus dapat menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Masalah kepemimpinan sesungguhnya bersumber dari kodrat dasar manusia, yaitu: sebagai makhluk individu dan sosial. Manusia sebagai makhluk individu memiliki keunikan, berupa kelebihan dan juga

3 3 kekurangan. Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai kecenderungan untuk hidup berkelompok. Manusia hidup berkelompok dalam rangka mempermudah kehidupannya. Manusia sebagai individu yang unik memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. Manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup berkelompok dan hal ini yang memunculkan perlu ada pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok merupakan manusia yang memiliki satu atau beberapa kelebihan atau keunggulan dibanding manusia lain dalam kelompok tersebut. Keunggulan itu dapat berupa kewibawaan, kekuatan fisik, keturunan, kepandaian, kebijaksanaan, kejujuran, bahkan kekejaman dapat dianggap sebagai keunggulan. Sejarah umat manusia sepanjang zaman mencatat ada begitu banyak teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli dan juga mencatat begitu banyak pemimpin besar dengan berbagai karakter unggul dan beragam teknik kepemimpinan yang diterapkan. Seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan bagi banyak orang, terutama bagi yang dipimpin. Karakter merupakan hal yang sangat penting sebagai pemimpin. Masalah kepemimpinan memang tidak selalu menyangkut tentang karakter dari pemimpin, tetapi karakter merupakan suatu yang mendasar bagi seorang pemimpin. Karakter unggul tentu tidak hanya diperuntukkan bagi pemimpin, semua orang diharapkan berkarakter yang unggul dan bagi pemimpin tentu lebih prioritas lagi dibanding orang kebanyakan. Anak-anak sejak usia dini sudah diajarkan membaca, menulis, dan berhitung, tetapi sering terlupakan dalam segi karakternya. Hal ini dapat dengan mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari,

4 4 contoh: menyerobot antrian, membuang sampah sembarangan, berkata-kata kasar, dan menghina seseorang terkadang dianggap kejadian yang lumrah. Pendidikan yang lebih berfokus pada verbalis pada akhirnya menjadikan manusia-manusia yang hanya pandai mengingat, tanpa memiliki karakter yang unggul, bahkan tanpa mampu berkreativitas dan berpikir secara matang. Hasil dari pendidikan yang tidak tepat menyebabkan Indonesia sekarang menjadi bangsa konsumen bukan produsen. Bangsa Indonesia menjual hasil bumi berupa bahan mentah dengan harga murah ke bangsa lain, lalu membelinya dengan harga tinggi setelah diolah oleh bangsa lain tersebut. Pola pendidikan ini pada tahap selanjutnya membawa Indonesia tidak hanya pada krisis energi, krisis keuangan, dan krisis kreativitas, tetapi juga pada situasi krisis kepemimpinan. Pemimpin yang kredibel menjadi hal yang sangat langka di Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa pemimpin tercipta begitu saja, karena faktorfaktor genetika. Ada yang berpendapat bahwa pemimpin ada karena faktor pendidikan, dalam arti diciptakan dan bukan tercipta begitu saja. Ada juga yang berpendapat bahwa pemimpin lahir karena kebutuhan, kebutuhan yang besar melahirkan pemimpin besar juga. Sejarah Indonesia sebagai suatu bangsa mencatat banyak sekali memiliki pemimpin besar. Sepintas melihat sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia mulai dari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, maka bisa diketahui banyak pemimpin Indonesia yang berasal dari Minangkabau, yaitu: Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Mohammad Natsir, Tan Malaka, Sutan Syahrir, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, dan Haji Agus Salim. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari

5 5 tradisi yang ada pada masyarakat tempat para pemimpin tersebut dilahirkan dan dibesarkan. Masyarakat Minangkabau memiliki adat istiadat, termasuk pepatah-petitih bersumber dari aturan alam, sehingga dikenal ungkapan: Panakiak pisau sirawik Ambiak galah batang lintabuang Silodang ambiak ka niru Nan satitiak jadikan lawik Nan sakapa jadikan gunuang Alam takambang jadikan guru (Penakik pisau seraut Ambil galah batang lintabung Silodang ambil ke niru Yang setitik jadikan laut Yang sekepal jadikan gunung Alam terkembang jadikan guru) (Hakimy, 1997: 20-21). Ajaran kepemimpinan Minangkabau memiliki sumber dari ungkapan tersebut. Pokok utama dalam kepemimpinan adalah masalah keselarasan antara yang memimpin dan yang dipimpin demi mencapai tujuan bersama. Antara ungkapan Alam terkembang menjadi guru dengan pokok utama kepemimpinan ada persamaan yaitu pada keselarasan. Seorang pemimpin dalam adat Minangkabau telah terlebih dahulu dikaji sifat-sifat yang dimiliki dan ini memiliki hubungan yang erat dengan etika keutamaan. 2. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merincikan rumusan masalah dengan dasar pendekatan filsafat sebagai berikut: a. Bagaimana makna kepemimpinan menurut adat Minangkabau? b. Apa makna kepemimpinan menurut adat Minangkabau dalam perspektif etika Alasdair MacIntyre?

6 6 3. Keaslian penelitian Peneliti belum menemukan penelitian yang memfokuskan pembahasan seperti judul dari penelitian ini. Peneliti belum menemukan penelitian yang membahas tentang objek material dan objek formal sekaligus dalam satu penelitian. Peneliti menemukan beberapa penelitian yang membahas tentang objek material dari penelitian ini. Beberapa penelitian yang memiliki keterkaitan dengan objek material yang akan diteliti oleh peneliti, yaitu: a. Tesis yang berjudul Etika Kepemimpinan Penghulu Dalam Filsafat Minangkabau oleh Zulhelmi pada Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada di tahun Tesis ini memakai Etika Deontologi yang berfokus pada pemikiran Immanuel Kant sebagai objek formal, tentu ini sangat berbeda dengan objek formal yang akan peneliti bahas. b. Penelitian yang berjudul Etika Kepemimpinan Dalam Pepatah Adat Minangkabau oleh Misnal Munir & Djoko Pitoyo di tahun Penelitian ini membahas karakter ideal seorang pemimpin yang disarikan dari pepatah-petitih Minangkabau dan tidak mengarah pada pemikiran filsuf tertentu sebagai objek formal. c. Tesis yang berjudul Analisis Metaforis Pepatah-Petitih Berbahasa Minangkabau Tentang Konsep Kepemimpinan (Studi Tentang Kearifan Budaya) oleh Widya pada Program Studi Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia di tahun Tesis ini menganalis pepatah-petitih Minangkabau dan mencari hubungan dengan konsep kepemimpinan untuk kemudian merumuskan konsep kepemimpinan

7 7 ideal Minangkabau. Tesis ini tidak memakai pemikiran filsuf tertentu sebagai objek formal. d. Skripsi yang berjudul Metafora Kepemimpinan Dalam Peribahasa Minangkabau Dan Peribahasa Indonesia: Kajian Etnolinguistik oleh Kurnia Ilham pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada di tahun Skripsi ini mengenai metafora pemimpin dalam peribahasa Minangkabau yang dikaitkan dengan peribahasa Indonesia. Skripsi ini tidak memakai pemikiran filsuf tertentu sebagai objek formal. Beberapa penelitian yang mengarahkan pembahasan mendekati kemiripan dengan objek material penelitian ini yaitu pemimpin dalam adat Minangkabau, namun belum menemukan penelitian yang membahas tentang objek formal penelitian ini yaitu etika keutamaan menurut Alasdair MacIntyre. 4. Manfaat yang dapat diharapkan a. Bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Penelitian ini memicu ada suatu kesadaran terhadap pentingnya penelitian yang lebih luas dan dalam tentang adat istiadat di Indonesia. Penelitian tidak hanya menyangkut fisik atau hal yang kasatmata saja, tetapi juga mencakup hal yang tidak kasatmata, seperti pandangan hidup dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memacu agar ada berbagai penelitian lanjutan tentang adat istiadat di Indonesia, sehingga semakin memperkaya kajian tentang Filsafat Nusantara. b. Bagi bangsa Indonesia. Penelitian ini berusaha mengkaji tentang keutamaan seorang pemimpin menurut adat Minangkabau, di sini diharapkan dapat

8 8 menggali potensi kearifan lokal yang ada dan membawanya ke pemikiran masa kini lewat perspektif dari Alasdair MacIntyre. Penelitian ini akan memberikan suatu cara pandang baru dalam melihat adat istiadat di Indonesia, khususnya di Minangkabau. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan lebih kaya dan mendalam tentang pandangan hidup yang ada di Indonesia, terutama di Minangkabau. Penelitian ini pada tahap selanjutnya dapat mempertahankan kearifan lokal yang ada di Nusantara ini, dimana pada zaman sekarang yang terjadi adalah berkurang ketertarikan generasi muda di Indonesia terhadap ajaran para leluhur. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan pemimpin menurut adat Minangkabau. 2. Menganalisis pemimpin menurut adat Minangkabau dalam perspektif etika Alasdair MacIntyre. C. Tinjauan Pustaka Ada berbagai versi sejarah Minangkabau, Nasroen (1957: 17) mengutip buku Encyclopaedie van Nederlandsch Oost Indie yang menyatakan bahwa, pada sekitar abad ke ada kerajaan bernama Minangkabau yang terletak antara Kerajaan Palembang dan Sungai Siak di sebelah timur, antara Kerajaan Manjuto dan Sungai Singkel di sebelah barat. Joustra dalam buku Minangkabau Overzicht van Land, Geschiedenis en Volk mengatakan bahwa antara berbagai keterangan

9 9 yang ada, pendapat Van der Tuuk kemungkinan mengandung kebenaran, nama Minangkabau berasal dari Pinang Khabu yang berarti tanah asal (Nasroen: 1957: 19). Tambo (cerita rakyat Minangkabau) menyebutkan bahwa pemerintahan di Minangkabau menganut dua sistem, yaitu Koto Piliang yang digagas oleh Datuk Ketumanggungan dan Bodi Caniago yang disusun oleh Datuk Perpatih nan Sabatang (Navis, 2015: 54). Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih nan Sabatang merupakan saudara satu ibu dan berlainan ayah (Navis, 2015: 54). Keduanya digambarkan sebagai orang sakti yang selalu berkelahi, bahkan sampai besarpun kedua tokoh ini masih bertentangan dalam menentukan sistem yang akan dipakai, kemudian sepakat bahwa masing-masing menerapkan sistem yang berbeda bagi daerah kekuasaan sendiri (Navis, 2015: 55). Perbedaan kedua sistem ada pada kedudukan raja dan pemerintahan (Navis, 2015: 55-56), yaitu: 1. Raja pada Koto Piliang adalah kepala pemerintahan seluruh alam Minangkabau, karena itu digelari Raja Alam. Raja di Bodi Caniago kedudukannya berbatas pada wilayah tertentu dan di luhak yang berkuasa adalah penghulu, raja hanya sebagai simbol saja di luhak. 2. Status penghulu di Koto Piliang adalah bertingkat-tingkat dan wewenangnya bersifat vertikal, ini dikatakan berjenjang naik, bertangga turun. Status penghulu di Bodi Caniago sederajat dan kewenangan bersifat horizontal, ini disebut duduk sehamparan, tegak sepematang. Nagari yang didirikan oleh penganut Bodi Caniago, maka sistem aturan Bodi Caniago yang dipakai, begitu juga pada Koto Piliang (Navis, 2015: 56). Setiap

10 10 nagari berhak menentukan pilihan terhadap sistem yang ingin dipakai, bahkan boleh memakai kedua sistem ini (Navis, 2015: 56). Orang Minangkabau tidak menamakan susunan masyarakat sebagai masyarakat yang berketurunan ibu, tetapi menamakan sistem keturunan menurut kaum ibu (Nasroen, 1957: 15). Pusaka dalam masyarakat Minangkabau ada 2 macam, yaitu: pusaka yang berupa harta benda dan pusaka yang berupa gelar (Nasroen, 1957: 15). Pusaka berupa gelar ini hanya kaum laki-laki saja yang boleh memakai, sedangkan dalam pusaka berupa harta memang dikuasai oleh kaum perempuan, tetapi terhadap hubungan dengan dunia luar, kaum laki-laki yang mengaturnya (Nasroen, 1957: 15). Rapat adat yang diadakan dengan segala upacara yang dihadiri oleh kaum laki-laki tidak bisa mengambil suatu keputusan apabila kaum perempuan yang berada di luar rapat tidak menyetujui terhadap sesuatu yang diputuskan (Nasroen, 1957: 15). Budaya Minangkabau tidak mendudukkan lakilaki lebih tinggi dibanding perempuan ataupun sebaliknya, karena memandang lakilaki dan perempuan sama tingkatan dan masing-masing harus saling melengkapi karena saling membutuhkan (Nasroen, 1957: 15). Laki-laki setelah berkeluarga dianggap sebagai pendatang di rumah istri dan banyak menghabiskan waktu di rumah ibu, maka perempuan yang bertanggung jawab terhadap anggota keluarga (Yaswirman, 2011: 126). Bentuk kekerabatan matrilineal tidak berarti laki-laki tidak berperan dalam rumah tangga, laki-laki mempunyai tanggung jawab sebagai pelanjut generasi di rumah gadang (Yaswirman, 2011: 124). Suami berkewajiban menjaga martabat kelompok di rumah anak istri, di samping juga bertanggung jawab kepada saudara-saudara

11 11 perempuan dan anak-anak dari saudara perempuan dalam satu garis keturunan matrilineal (Yaswirman, 2011: 125). Berbeda dari sistem patrilineal, pada sistem matrilineal ini kelahiran anak laki-laki belum berarti apa-apa sebagai pelanjut garis keturunan, karena saat anak laki-laki menikah anak tersebut akan masuk ke garis keturunan dari istri, sehingga kelahiran anak perempuan sangat didambakan (Yaswirman, 2011: 125). Kelompok dalam masyarakat mempunyai pimpinan yang berada di tangan mamak (Navis, 2015: 130). Pengertian mamak secara harafiah adalah saudara lakilaki ibu, secara sosiologis semua laki-laki dari generasi yang lebih tua adalah mamak, kecuali laki-laki kerabat dekat ayah, yang dipanggil dengan bapak (Navis, 2015: 130). Sebutan mamak kepada laki-laki yang lebih tua mengandung pengertian bahwa yang muda memandang yang tua sebagai pemimpin (Navis, 2015: 130). Ada mamangan (ungkapan yang mengandung makna) di Minangkabau yang menyatakan: Kemanakan barajo ke mamak Mamak barajo ke penghulu Penghulu barajo ka nan bana Nan bana badiri sandirinya (Kemenakan belajar ke mamak Mamak belajar ke penghulu Penghulu belajar ke yang benar Yang benar berdiri sendiri) (Navis, 2015: 130). Pemimpin suatu kaum disebut penghulu. Seseorang diangkat menjadi penghulu dengan kata mufakat oleh seluruh kaum dari penghulu tersebut, baik oleh kaum laki-laki dan perempuan (Ibrahim, 2015: 200). Jabatan penghulu adalah jabatan yang diwariskan dari ninik ke mamak, dari mamak ke kemenakan (Navis, 2015: 160). Kemenakan seorang penghulu adalah

12 12 semua orang yang menjadi warga suku itu berhak dicalonkan sebagai penghulu (Navis, 2015: 130). Tidak semua laki-laki warga suku memiliki hak untuk dicalonkan menjadi penghulu, karena yang berhak dicalonkan menjadi penghulu adalah kemenakan yang mempunyai pertalian darah dengan penghulu (Navis, 2015: 160). Calon penghulu ini diseleksi dengan cara ditintiang ditampeh bareh, dipiliah antah ciek ciek artinya dipilih dengan sangat hati-hati, seperti hal nya memilih antara gabah dengan beras (Navis, 2015: 169). Proses penyeleksian dan pemilihan dilakukan lewat jalan musyawarah, seperti dalam pepatah: Walaupun hinggok nan mancakam Kuku nan tajam tak baguno Walaupun mamegang tampuak alam Kato mufakat nan kuaso (Walaupun hinggap yang mencekam Kuku yang tajam tidak berguna Walaupun memegang tampuk alam Kata mufakat yang lebih berkuasa) (Hakimy, 1997: 26). Berdasarkan pepatah ini bisa dilihat bahwa kata mufakat lewat jalan musyawarah jauh lebih kuat dibandingkan perkataan seorang raja. Penghulu adalah raja dari kaumnya, yang berfungsi sebagai kepala pemerintahan dan menjadi pemimpin, menjadi hakim dan pendamai di kaumnya (Navis, 2015: 162). Penghulu mempunyai tanggung jawab dan kewajiban yang harus diingatnya sepanjang waktu (Navis: 2015: 163). Posisi penghulu sebagai pemimpin dari kaum digambarkan seperti: Nan didahulukan salangkah Nan ditinggikan sarantiang Tumbuah dek ditanam Tinggi dek dianjunga Gadang dek diambuak (Yang didahulukan selangkah Yang ditinggikan seranting

13 13 Tumbuh karena ditanam Tinggi karena dianjung Besar karena digemburkan) (Ibrahim, 2015: 184). Penghulu dalam adat Minangkabau hanya sedikit lebih ditinggikan dari kaum yang dipimpin, karena penghulu lahir dari kaum, tinggi karena didukung oleh kaum, dan besar karena dipupuk oleh kaum (Navis, 2015: ). Tugas utama penghulu sebagai pemimpin adalah memimpin diri pribadi dan keluarga ke arah yang lebih baik, bahkan penghulu harus mampu memimpin ke tingkat lebih atas, seperti nagari. Ada mamangan yang mengatakan: Kaluak paku kacang balimbiang Tampuruang lenggang-lenggokkan Baok manurun ka Saruaso Tanamlah sirieh di ureknyo Anak dipangku kamanakan dibimbiang Uarang kampong dipatenggangkan Tenggang nagari jan binaso Tenggang sarato jo adatnyo (Gulai paku kacang belimbing Tempurung lenggang-lenggokkan Bawa menurun ke Saruaso Tanamlah sirih di akarnya Anak dipangku kemenakan dibimbing Orang kampong dipertenggangkan Tenggang nagari jangan binasa Tenggang serta dengan adatnya) (Hakimi, 1997: 28). Kewajiban pada penghulu adalah menyuruh orang berbuat baik, melarang orang berbuat jahat, memakaikan yang disuruh, dan menghentikan yang dilarang sepanjang adat, maupun yang dilarang sepanjang undang-undang dalam nagari, yang berguna untuk keselamatan dan kemakmuran nagari (Ibrahim, 2015: 203).

14 14 Setiap ahli membuat definisi masing-masing tentang kepemimpinan. Berikut beberapa pendefinisian, yaitu: a. Ordway Tead dalam The Art of Leadership berpendapat bahwa kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi orang-orang, agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (1935: 20). b. George Terry dalam Principles of Management berpendapat bahwa kepemimpinan adalah proses memengaruhi tindakan kelompok yang terorganisir dalam penetapan tujuan dan prestasi, juga sebagai pengaruh di mana pengikut menerima rela arah dan kontrol oleh orang lain atau pemimpin (1977: 410). c. Al Gini dan Ronald M Green dalam 10 Virtues of Outstanding Leaders: Leadership and Character berpendapat bahwa kepemimpinan adalah memuat kekuatan-sarat, berbasis nilai, dan etis yang didorong hubungan antara pemimpin dan pengikut yang memiliki visi yang sama dan mencapai perubahan nyata yang mencerminkan maksud dan tujuan (2013: 5). Suatu kepemimpinan itu secara umum dapat dikatakan sebagai suatu tindakan memengaruhi orang lain untuk mencapai suatu perubahan tertentu. Suatu hal yang penting untuk memulai usaha memahami tentang kepemimpinan adalah untuk tidak menyamakan dengan status sosial, kekuasaan, posisi, pangkat, atau gelar (Gini dan Green, 2013: 4). Seorang yang memberikan perintah, pemantauan kepatuhan, administrasi, dan hukuman merupakan pengawas atau manajer, tetapi belum tentu pemimpin (Gini dan Green, 2013: 4). Beberapa

15 15 orang lebih mampu memiliki kapasitas kepemimpinan dibanding yang lain atau memiliki kepribadian lebih khusus untuk memimpin (Stückelberger dkk, 2016: 21). Interaksi pemimpin dan anggota kelompok akan memenuhi syarat tercapai tujuan kelompok, bentuk organisasi, pola kontrol, dan berbagai faktor (Young, 1942: 505). Kepemimpinan membutuhkan pengikut dan pemimpin pemimpin yang efektif harus mempertahankan dan mengembangkan penerimaan terus dan kepercayaan dari anggota kelompok (Terry, 1977: 416). Seorang pemimpin memicu seseorang untuk melakukan sesuatu, menunjukkan jalan, dan membimbing anggota kelompok untuk mencapai prestasi kelompok (Terry, 1977: 410). Kepemimpinan bukan tentang mempertahankan status quo, melainkan tentang memulai perubahan dalam suatu organisasi (Gini dan Green, 2013: 7). Pekerjaan seorang pemimpin membutuhkan lebih dari keterampilan, karakter, pengetahuan, dan tindakan, sebab juga menuntut kapasitas untuk mendorong perubahan positif (Gini dan Green, 2013: 7). Kepemimpinan bertujuan perubahan positif dalam kehidupan suatu organisasi atau komunitas (Gini dan Green, 2013: 8). Ini berarti bahwa kepemimpinan selalu merupakan suatu usaha yang etis (Gini dan Green, 2013: 8). D. Landasan Teori Para filsuf dari zaman Yunani Kuno telah mulai membahas tentang etika keutamaan seperti ditulis oleh James Rachels dalam The Elements of Moral Philosophy, yaitu: In thinking about any subject, it matters greatly what questions we start with. In Aristotle s Nicomachean Ethics (ca. 325 b.c.), the central questions

16 16 are about character. Aristotle begins by asking What is the good of man? and his answer is an activity of the soul in conformity with virtue. He then discusses such virtues as courage, self-control, generosity, and truthfulness. Most of the ancient thinkers came to ethics by asking What traits of character make someone a good person? As a result, the virtues occupied center stage in their discussions (2012: 157). Sokrates, Plato, dan Aristoteles telah mempertanyakan: Sifat karakter macam apakah yang membuat seseorang menjadi pribadi yang baik? Karakter yang dianggap baik ini yang dikenal dengan istilah keutamaan. Aristoteles memberikan banyak ruang dan waktu untuk mendiskusikan keutamaan-keutamaan khusus, seperti: keberanian, kontrol diri, kemurahan, dan kejujuran. Alasdair MacIntyre adalah salah satu filsuf yang yang menyerukan agar kembali ke etika keutamaan. MacIntyre memublikasikan sebuah buku dengan judul After Virtue, dalam buku tersebut MacIntyre menyatakan: I want to argue that any project of this form was bound to fail, because of an ineradicable discrepancy between their shared conception of moral rules and precept on the one hand and what was shared - despite much larger divergences - in their conception of human nature on the other (2007: 52). MacIntyre menyatakan bahwa etika hanya dapat diselamatkan apabila mau kembali ke pengetahuan etika tradisional bahwa yang menjadi titik tolak moralitas adalah keutamaan dan bukan prinsip-prinsip atau norma-norma (Suseno, 2000: 191). MacIntyre dalam bidang etika dapat dianggap sebagai seorang Aristotelian, karena pandangan tentang etika yang dikemukakan berpijak pada pandangan etika Aristoteles. Ada perbedaan yang sangat kontras antara man-as-he-happens-to-be (manusia dalam keadaan apa adanya) dengan man-as-he-could-be-if-he-realizedhis-essential-nature (manusia yang sudah menyadari hakikat dirinya) (MacIntyre, 2007: 52). Etika adalah ilmu yang memungkinkan manusia untuk melakukan

17 17 transisi dari manusia dalam keadaan apa adanya menjadi manusia yang sudah menyadari hakikat dirinya (MacIntyre, 2007: 52). Etika mengandaikan bahwa manusia mempunyai beberapa potensi serta tindakan sebagai rational animal untuk mencapai tujuan atau melakukan transisi tersebut (MacIntyre, 2007: 52). MacIntyre memasukkan tiga paham yang khas bagi manusia dan merupakan kerangka yang harus dipakai untuk mengerti manusia, yaitu: perbuatan bernilai/practice, tatanan naratif kehidupan seseorang/narrative of a single human life, dan tradisi moral/moral tradition memperdalam pengertian keutamaan (Suseno, 2000: ). Perbuatan bernilai adalah suatu kegiatan yang mempunyai maksud sosial yang diatur dengan aturan formal atau tidak formal dan merupakan kesatuan bermakna seperti, misalnya, bercocok tanam, penelitian sejarah, dan membuka usaha dagang (Suseno, 2000: 200). MacIntyre menyatakan: It is insufficiently often remarked that deliberation is by its very nature a social activity, that the central deliberative question are not of the form What should I do here and now? and How should I live? But of the form What should we do here and now? and How should we live? (2006: 72). Sebuah perbuatan bernilai hanya bermakna manusiawi sejauh terintegrasi dalam keseluruhan hidup seseorang secara bermakna (Suseno, 2000: 203). Hal ini secara umum dianggap berlawanan dengan pemikiran zaman sekarang, yang memandang kegiatan manusia terbagi-bagi atas wilayah yang sepertinya tidak mempunyai kaitan satu dengan yang lain (Suseno, 2000: 203). Ada tiga keutamaan yang menurut MacIntyre harus ada agar sebuah perbuatan bernilai dapat mencapai mutu internalnya, yaitu: kejujuran dan kepercayaan (truthfulness dan trust), keadilan (justice), keberanian (courage).

18 18 (Suseno, 2000: ). Kejujuran dan kepercayaan diperlukan, karena jika manusia bersama-sama melakukan sebuah perbuatan bernilai dan salah seorang menipu, maka maknanya hilang (Suseno, 2000: 202). Keadilan diperlukan karena menuntut agar orang lain diperlakukan menurut jasanya sesuai dengan standarstandar perbuatan bernilai yang bersangkutan (Suseno, 2000: 202). Keberanian dibutuhkan karena kalau orang dalam melakukan perbuatan bernilai dan langsung mundur begitu mengalami perlawanan, maka kegiatan itu tidak dapat berhasil (Suseno, 2000: 202). MacIntyre tidak menutup kemungkinan ada keutamaan yang lain sesuai diri pribadi atau masyarakat tertentu, ini dapat dilihat pada pernyataan: I take it than that from the standpoint of those types of relationship without which practices cannot be sustained truthfulness, justice, and courage - and perhaps some others - are genuine excellences, are virtues in the light of which we have to characterise ourselves and others, whatever our private moral standpoint or our society's particular code may be (MacIntyre, 1981: 179). Pernyataan dari MacIntyre ini memberi peluang untuk membahas etika yang dianut oleh berbagai masyarakat dengan menggunakan pemikiran MacIntyre sebagai perspektif. E. Metode Penelitian 1. Bahan penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif kepustakaan. Penelitian ini berdasarkan dua macam bahan, yaitu: pustaka primer dan pustaka sekunder. Pustaka primer adalah tulisan-tulisan dari Alasdair MacIntyre dan buku-buku tentang adat Minangkabau. Pustaka sekunder merupakan materi yang bersumber dari buku, jurnal, artikel, dan tulisan lain yang terkait dengan tema penelitian ini.

19 19 a. Pustaka primer 1) Hakimy, Idrus, Dt. Rajo Penghulu, 1997, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak Di Minangkabau, Bandung: Remaja Rosdakarya 2) Ibrahim Dt. Sanggoeno Dirajo, 2015, Tambo Alam Minangkabau: Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang Orang Minang, Bukittinggi: Kristal Multimedia 3) MacIntyre, Alasdair, 1998, A Short History of Ethics: A History of Moral Philosophy from the Homeric Age to the Twentieth Century (Second Edition), London: Routledge & Kegan Paul Ltd 4) MacIntyre, Alasdair, 2007, After Virtue: A Study in Moral Theory (Third Edition), Notre Dame: University of Notre Dame Press 5) Nasroen, M, 1957, Dasar Falsafah Adat Minangkabau, Jakarta: Penerbit Bulan Bintang 6) Navis, A.A, 2015, Alam Terkembang Jadi Guru: Adat & Kebudayaan Minangkabau, Padang: PT. Grafika Jaya Sumbar b. Pustaka sekunder 1) Adair, John, 2003, Not Bosses But Leaders (Third Edition), London: Kogan Page 2) Gini, Al dan Green, Ronald M, 2013, 10 Virtues of Outstanding Leaders:Leadership and Character, Chichester: John Wiley & Sons, Inc

20 20 3) MacIntyre, Alasdair, 1988, Whose Justice? Which Rationality?, Notre Dame: University of Notre Dame Press 4) MacIntyre, Alasdair, 1990, Three Rival Versions of Moral Enquiry, Notre Dame: University of Notre Dame Press 5) MacIntyre, Alasdair, 1998, Notes from the Moral Wilderness: Part 2 (ed. Kelvin Knight), Notre Dame: University of Notre Dame Press 6) MacIntyre, Alasdair, 1999, Dependent Rational Animals: Why Human Beings Need the Virtues, Chicago: Open Court 7) MacIntyre, Alasdair, 2006, Ethic And Politics (Selected Essays, Volume 2), New York: Cambridge University Press 8) MacIntyre, Alasdair, 2006, The Task of Philosophy (Selected Essay, Volume 1), Cambridge: Cambridge University Press 9) MacIntyre, Alasdair, 2009, God, Philosophy, Universities: A Selective History of the Catholic Philosophical Tradition, Lanham: Rowman & Littlefield Publishers, Inc 10) McMylor, Peter, 1994, Alasdair MacIntyre: Critic of Modernity, London: Routledge 11) Murphy, Mark. C, (editor), 2003, Alasdair MacIntyre: Contemporary Philosophy in Focus, Cambridge: Cambridge University Press 12) Rachels, James, 2012, The Elements of Moral Philosophy (7th ed. by Stuart Rachels), New York: McGraw-Hill

21 21 13) Terry, George. R, 1977, Principles of Management, Illinois: Learning System Company 2. Jalan penelitian Proses penelitian yang akan dilaksanakan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: a. Inventarisasi data. Tahap ini peneliti akan mengumpulkan data yang terkait dalam penelitian. Data yang pertama berisi pustaka mengenai objek material, yaitu tentang kepemimpinan dalam adat Minangkabau. Data yang kedua berisi tentang objek formal, yakni pustaka mengenai karya-karya tentang etika Alasdair MacIntyre. Data tersebut dikumpulkan sebanyak mungkin melalui penelusuran di berbagai perpustakaan. b. Pengklasifikasian data. Tahap ini data-data yang telah diperoleh mulai diklasifikasikan dan dipilah-pilah berdasarkan bab dan sub-sub bab yang telah peneliti susun sesuai dengan rencana dan kebutuhan. c. Analisis data. Data yang telah diklasifikasikan mulai dianalisis sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. d. Penyajian data. Peneliti memaparkan hasil analisis secara sistematis dan teratur berdasarkan sub-sub bab yang telah ditetapkan sebelumnya. Penyajian data diawali dari pokok-pokok pikiran atau unsur-unsur yang paling mendasar dan sederhana, kemudian menuju pada pembahasan yang lebih kompleks.

22 22 3. Analisis hasil Data dalam penelitian akan dianalisis menggunakan metode hermeneutika filsafati dengan unsur-unsur sebagai berikut: a. Deskripsi. Pemaparan secara teratur seluruh konsep kepemimpinan dalam adat Minangkabau dan juga etika keutamaan dalam pemikiran MacIntyre (Bakker dan Achmad, 1990: 65). b. Bahasa inklusif atau analogal. Peneliti mengikuti dan memahami konteks yang lebih luas terhadap pemakaian bahasa pada buku tentang adat Minangkabau dan juga pada etika MacIntyre (Bakker dan Achmad, 1990: 65). c. Induksi dan deduksi. Berbagai karya yang berhubungan dengan Adat Minangkabau dan etika MacIntyre dipelajari sebagai case study dengan membuat analisis mengenai semua konsep pokok satu persatu dan dalam hubungannya (induksi), agar dapat dibangun suatu sintesis. Jalan yang terbalik juga dipakai (deduksi): dari visi dan gaya umum yang berlaku bagi buku teks dan pemikiran tokoh itu, dipahami dengan lebih baik semua detail-detail yang terkait. Peneliti terlibat sendiri dalam pikiran-pikiran itu (identifikasi), namun tanpa kehilangan objektifitas (Bakker dan Achmad, 1990: 64). d. Koherensi intern. Penggunaannya untuk memberikan interpretasi secara tepat mengenai adat Minangkabau dan juga etika MacIntyre, semua konsepkonsep dan aspek-aspek dilihat menurut keselarasan satu sama lain. Penetapan inti pikiran yang mendasar, dan topik-topik sentral; diteliti

23 23 susunan logis-sistematis dalam urut-urutan dan pemikiran, serta disamakan dengan gaya dan metode penguraian (Bakker dan Achmad, 1990: 64). e. Kesinambungan historis. Peneliti melihat benang merah dalam pengembangan adat Minangkabau dan juga dalam pemikiran MacIntyre, baik berhubungan dengan lingkungan historis dan pengaruh-pengaruh yang dialaminya, maupun dalam perjalanannya sendiri. Latar belakang eksternal diselidiki keadaan khusus zaman yang dialaminya, maupun dalam perjalanan pemikiran sebagai latar belakang eksternal diselidiki keadaan khusus zaman yang dialami dengan segi sosial-ekonomi, politik, budaya, sastra, filsafat. Latar belakang internal diperiksa dan pemikiran yang melatarbelakangi adat Minangkabau dan etika MacIntyre. Begitu juga diperhatikan perubahan dalam minat atau arah filsafatnya. Lebih luas dari itu adat Minangkau dan etika MacIntyre diterjemahkan kedalam terminologi dan pemahaman yang sesuai dengan cara berpikir aktual sekarang (Bakker dan Achmad, 1990: 64). f. Heuristika. Penggunaannya untuk menemukan suatu pemahaman baru tentang adat Minangkabau dalam perspektif etika MacIntyre (Bakker dan Achmad, 1990: 65).

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minangkabau merupakan satu-satunya budaya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas masyarakat matrilineal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1

Lebih terperinci

JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU

JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU Judul Skripsi JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU Latar Belakang Masalah Kebudayaan selalu dibedakan dengan budaya seperti yang dibunyikan dalam

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktek Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Tidak Bergerak di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan Indonesia tidak hanya memiliki pengaruh dalam keluarga, tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

Analisis metaforis..., Widya, FIB, UI, 2010.

Analisis metaforis..., Widya, FIB, UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan adat istiadat dan budaya daerah. Kekayaan itu adalah potensi besar yang bila dimanfaatkan dengan baik akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan.

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu bentuk media yang digunakan untuk menerjemahkan ide-ide pengarang. Di dalam karya sastra, pengarang merefleksikan realitas yang ada

Lebih terperinci

BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Modul ke:

BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Modul ke: BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Modul ke: PHILOSOPHICAL ETHICS AND BUSINESS Fakultas Dr. Achmad Jamil PASCASARJANA Program Studi Magister Manajemen www.mercubuana.ac.id Pengertian ETIKA. Norma-norma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip matrilineal. Prinsip matrilineal maksudnya adalah mengikuti garis

BAB I PENDAHULUAN. prinsip matrilineal. Prinsip matrilineal maksudnya adalah mengikuti garis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minangkabau adalah salah satu suku diindonesia yang menganut prinsip matrilineal. Prinsip matrilineal maksudnya adalah mengikuti garis keturunan ibu dalam suatu

Lebih terperinci

KOPI, Alam Takambang Dijadikan Guru (Alam terkembang jadi guru) :

KOPI, Alam Takambang Dijadikan Guru (Alam terkembang jadi guru) : KOPI, Alam Takambang Dijadikan Guru (Alam terkembang jadi guru) : Satinggi tinggi malantiang, Mambubuang ka awang-awang, Suruiknyo katanah juo, Sahabih dahan dengan ranting, Tereh panguba barunyo nyato.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kegiatan interkasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih baik lisan maupun tulisan. Sebelum mengenal tulisan komunikasi yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beragam-ragam suku diantaranya suku Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap suku tersebut memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau) PENGAMBILAM KEPUTUSAN DALAM KELUARGA MENURUT BUDAYA MINANGKABAU Oleh : Dra. Silvia Rosa, M. Hum Ketua Jurusan Sastra Daerah Minangkabau FS--UA FS Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan

Lebih terperinci

THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY.

THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY. 1 THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY. Merial Ulfa*, Dra. Bedriati Ibrahim, M.Si**, Drs Kamaruddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya manusia tidak bisa terlepas dari tanah. Tanah sangat dibutuhkan oleh setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kritik atas..., Silvy Riana Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kritik atas..., Silvy Riana Putri, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra dapat mencerminkan pemikiran, kehidupan, dan tradisi yang ada dalam suatu masyarakat. Menurut Wellek dan Warren (1989: 109), pembaca karya sastra dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat pada saat sekarang ini, masalah dalam kehidupan sosial sudah semakin kompleks dan berkepanjangan, dimana terdapat beberapa aspek yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini, BAB V PENUTUP Pada bab V penulis menyimpulkan keseluruhan pembahasan dalam skripsi. Kesimpulan tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan penulis ajukan dalam pembatasan masalah. Disamping itu penulis

Lebih terperinci

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Oleh : Diskadya Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom. Abstrak Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku dan bangsa, dimana didalamnya terdapat berbagai

Lebih terperinci

WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH

WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1) ENZI PATRIANI NPM 10080297 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan

Lebih terperinci

PROFIL PENERAPAN INKUIRI MORAL ALAM TAKAMBANG JADI GURU OLEH REMAJA AWAL DI KENAGARIAN AMPANG PULAI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN JURNAL

PROFIL PENERAPAN INKUIRI MORAL ALAM TAKAMBANG JADI GURU OLEH REMAJA AWAL DI KENAGARIAN AMPANG PULAI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN JURNAL PROFIL PENERAPAN INKUIRI MORAL ALAM TAKAMBANG JADI GURU OLEH REMAJA AWAL DI KENAGARIAN AMPANG PULAI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN JURNAL Oleh: MELISA 11060280 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umunmya sistem kekerabatan suku bangsa yang ada di Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat Minangkabau

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002 Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI Menimbang : a. bahwa modal dasar pembangunan Nagari yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Kehidupan sosial dapat mendorong lahirnya karya sastra. Pengarang dalam proses kreatif menulis dapat menyampaikan ide yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Kedua elemen tersebut

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. keluarga. Inti utama dari etika adalah menjaga sebuah tradisi, agar tercipta

BAB IV PENUTUP. keluarga. Inti utama dari etika adalah menjaga sebuah tradisi, agar tercipta BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Pendidikan etika harus diajarkan dan diterapkan semenjak kecil di dalam keluarga. Inti utama dari etika adalah menjaga sebuah tradisi, agar tercipta keteraturan dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang memakai sistem pemerintahan lokal selain pemerintahan desa yang banyak dipakai oleh berbagai daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat C. Van Vollenhoven

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut merydah76@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini bertujuan memberikan kontribusi pemikiran terhadap implementasi pembelajaran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 No. Urut : 06 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A.A Navis, Alam Terkembang Jadi guru :Adat dan Kebudayaan Minangkabau, ( Jakarta PT. Pustaka Grafitipers, 1986).

DAFTAR PUSTAKA. A.A Navis, Alam Terkembang Jadi guru :Adat dan Kebudayaan Minangkabau, ( Jakarta PT. Pustaka Grafitipers, 1986). DAFTAR PUSTAKA A.A Navis, Alam Terkembang Jadi guru :Adat dan Kebudayaan Minangkabau, ( Jakarta PT. Pustaka Grafitipers, 1986). Alwir Darwis, Kedudukan dan Peranan Pemimpin Informal dalam Menggalang ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Pemikiran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme menarik untuk dicermati dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan hasil penelitian ini

Lebih terperinci

KRITIK SOSIAL TERHADAP ADAT MINANGKABAU DALAM NOVEL MERANTAU KE DELI KARYA HAMKA

KRITIK SOSIAL TERHADAP ADAT MINANGKABAU DALAM NOVEL MERANTAU KE DELI KARYA HAMKA KRITIK SOSIAL TERHADAP ADAT MINANGKABAU DALAM NOVEL MERANTAU KE DELI KARYA HAMKA Oleh,, 1) Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat 2) 3) Dosen Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB II ISI. A. Pengertian Adat

BAB II ISI. A. Pengertian Adat BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI A. Pengertian Adat Dalam membicarakan pengertian adat ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, diantaranya adalah asal kata adat, pengertian adat secara umum dan pengertian

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. lain. Keluarga adalah lingkungan interaksi manusia yang pertama. Keluarga

Bab 1. Pendahuluan. lain. Keluarga adalah lingkungan interaksi manusia yang pertama. Keluarga Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam menjalani kehidupannya manusia selalu membutuhkan interaksi dengan orang lain. Keluarga

Lebih terperinci

Alasdair MacIntyre, After Virtue: A Study in Moral Theory, 3 rd edition (University of Notre Dame, 2007), 312 halaman

Alasdair MacIntyre, After Virtue: A Study in Moral Theory, 3 rd edition (University of Notre Dame, 2007), 312 halaman 212 Jurnal Amanat Agung Alasdair MacIntyre, After Virtue: A Study in Moral Theory, 3 rd edition (University of Notre Dame, 2007), 312 halaman After Virtue dimulai dengan sebuah pertanyaan utama, yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya BAB II LANDASAN TEORI Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya kepemimpinan situasional. Teori yang akan dijelaskan sejalan dengan fokus penelitian yaitu gaya kepemimpinan penghulu Minangkabau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU

BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU A. Kondisi Geografis Secara geografi kota Padang terletak di pesisir pantai barat pulau Sumatera, dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup)

1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup) 1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup) Pengertian pandangan hidup adalah suatu hal yang dijadikan sebagai pedoman hidup, dimana dengan aturan aturan yang di buat untuk mencapai yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi Lampiran 2 HASIL WAWANCARA Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi 1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti

Lebih terperinci

IMPLIKATUR PASAMBAHAN DALAM BATAGAK GALA DI KANAGARIAN PAUH V SKRIPSI

IMPLIKATUR PASAMBAHAN DALAM BATAGAK GALA DI KANAGARIAN PAUH V SKRIPSI IMPLIKATUR PASAMBAHAN DALAM BATAGAK GALA DI KANAGARIAN PAUH V SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana SI pada Jurusan Satra Daerah Diajukan oleh : IMELDA NIM 06186002 JURUSAN

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS; MENGETAHUI SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA MENJELASKAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pelanggaran kawin sasuku pada masyarakat Minangkabau dianggap sebagai perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi lokasi penelitian ini terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PELESTARIAN ADAT BUDAYA DALAM HIDUP BERNAGARI DI KOTA PADANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) Latar Belakang Tak sekali terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh lautan, menjadikan negara ini memiliki etnis serta

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa nagari sebagai kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang:a. bahwa dalam Undang - undang Nomor

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018 ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL Anggota Kelompok: 1. Dwi Linda Permatasari (10) 2. Dinda Dini Dwi C (20) 3. Rosalina Dwi F (23) 4. Devi Almas Nur A (26) 5. TaraditaN (27) Masyarakat dengan sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

ETIKA DALAM BIROKRASI. Bahan Kuliah 7 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 21 Maret 2007

ETIKA DALAM BIROKRASI. Bahan Kuliah 7 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 21 Maret 2007 ETIKA DALAM BIROKRASI Bahan Kuliah 7 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 21 Maret 2007 Kenapa Etika dalam Birokrasi Birokrasi diandalkan menjadi pelindung dan pengayom masyarakat, bersifat jujur dan adil,

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kehidupan manusia tidak lepas dari keinginan untuk memiliki seorang keturunan. Keinginan untuk memiliki keturunan atau mempunyai anak merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA LAMPIRAN HASIL WAWANCARA 83 LAMPIRAN Wawancara Dengan Bapak Eriyanto, Ketua Adat di Karapatan Adat Nagari Pariaman. 1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Tradisi Bajapuik? - Pada umumnya proses pelaksanaan perkawinan

Lebih terperinci

Makna Pancasila Sebagai Sistem Etika

Makna Pancasila Sebagai Sistem Etika Modul ke: Makna Pancasila Sebagai Sistem Etika Fakultas TEKNIK Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur www.mercubuana.ac.id Makna Pancasila Sebagai Sistem Etika Dan Karakter Bangsa Pancasila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6 SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA Week 6 Agama Islam menganggap etika sebagai cabang dari Iman, dan ini muncul dari pandangan dunia islam sebagai cara hidup manusia. Istilah etika yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad 1.Setiap

BAB I PENDAHULUAN. satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad 1.Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat merupakan cerminan kepribadian suatu bangsa yang menjadi salah satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad 1.Setiap bangsa di dunia ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.

Lebih terperinci

PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK)

PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK) 1 PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK) Mifta Nur Rizki Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum ABSTRAK

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk Tuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk Tuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang diberikan kesempurnaan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk Tuhan yang lainnya. Sejak dilahirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju pribadi yang mandiri untuk membangun dirinya sendiri maupun masyarakatnya.

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan. BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan komunikasi. Dalam buku Komunikasi AntarBudaya, Jalaluddin Rakhmat dan Deddy

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan komunikasi. Dalam buku Komunikasi AntarBudaya, Jalaluddin Rakhmat dan Deddy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seluruh manusia tercipta sebagai makhluk sosial, yang dimana tak pernah terlepas dalam kegiatan komunikasi. Dalam buku Komunikasi AntarBudaya, Jalaluddin

Lebih terperinci