BAB I PENDAHULUAN. informasi dan komunikasi, transportasi serta tourisme. Sztompka 5 sebagaimana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. informasi dan komunikasi, transportasi serta tourisme. Sztompka 5 sebagaimana"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai suatu negara yang merupakan bagian dari entitas dunia tidak bisa terlepas dari dua proses yaitu globalisasi dan modernisasi. Globalisasi dan modernisasi ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, transportasi serta tourisme. Sztompka 5 sebagaimana yang dikutip oleh Bambang Sukma Wijaya menyatakan bahwa modernisasi menyangkut transformasi cara berfikir, cara hidup sistem-sistem yang berkembang seperti sistem sosial, politik, ekonomi, kultural dan mental. Modernisasi meliputi industrialisasi, urbanisasi, rasionalisasi, demokratisasi, pengaruh kapitalisme, perkembangan individualisme dan motivasi untuk berprestasi, meningkatnya pengaruh akal dan ilmu pengetahuan. Modernisasi membawa misi menciptakan perbaikan kehidupan sosial universal dan meningkatkan taraf hidup. Peniruan terhadap masyarakat barat menurut Bendix 6 seperti yang dirujuk Bambang Sukma Wijaya dianggap sebagai cetak biru modernitas. Modernisasi membawa konsekuensi perubahan nilai-nilai yang berkembang pada masyarakat Indonesia. Perubahan nilai terjadi oleh karena adanya polusi 5 Bambang Sukma Wijaya, Iklan Ambient Media Dan Pengaruh Modernitas Budaya Komunikasi Dunia Barat, Jurnal Marcommers, Universitas Mercu Buana, Jakarta, Vol. 1 No. 1, September 2009, hlm Ibid., hlm. 4.

2 2 budaya yang mengantarkan masyarakat kepada konsumtivisme. 7 Berdasarkan pendapat Featherstone yang dikutip oleh Bibit Santoso dinyatakan bahwa konsumtivisme adalah faham untuk hidup konsumtif sehingga orang tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan suatu barang melainkan prestise yang melekat pada barang tersebut atau konsumsi yang mengada-ada akibat pengaruh media massa. 8 Instilah konsumtivisme mengalami perubahan bentuk menjadi konsumerisme. Konsumerisme merupakan salah satu gaya hidup masyarakat modern yang mengacu kepada apa yang dimakan, apa yang dikenakan, dipertontonkan, apa yang dilakukan untuk menghabiskan waktu. Konsumerisme menurut Storey 9 seperti yang dirujuk Asliah Zainal merupakan budaya massa yaitu budaya menyenangkan, disukai banyak orang sehingga diartikulasikan sebagai budaya sub-standard. Briggs 10 yang dikutip Asliah Zainal beranggapan bahwa Konsumerisme lahir beriringan dengan kapitalisme oleh karena merupakan komoditas yang bernilai bisnis bagi kapitalis. Kapitalisme mendorong pertumbuhan ekonomi, persaingan bebas di pasar yang menuntut kreativitas, strategi pasar dan kompetisi merek. 11 Modernisasi, kapitalisme serta konsumerisme mengakibatkan industri sepeda motor Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Industri perakitan sepeda motor Indonesia tumbuh sekitar tiga puluh delapan persen per 7 Januar Heryanto, Pergeseran Nilai dan Konsumerisme Di Tengah Krisis Ekonomi Di Indonesia, Nirmana, Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra, Vol. 6 No. 1, Januari 2004, hlm Bibit Santoso, Konsumerisme Dalam Kehidupan Masyarakat Urban : Studi Kasus Masyarakat Perkotaan Di Kecamatan Senen Jakarta Pusat, Disertasi, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012, hlm Asliah Zainal, Konsumerisme Sebagai Simbol Modernitas, Wacana Indonesia, Forum Mahasiswa Pasca Sarjana se-indonesia, Yogyakarta, Vol. 1 No. 1, Desember 2009, hlm Ibid. 11 Bambang Sukma Wijaya, loc.cit.

3 3 tahun pada beberapa tahun setelah krisis yaitu pada tahun 2000 sampai dengan tahun Pertumbuhan ini jauh di atas nilai pertumbuhan industri tersebut pada periode sebelum krisis yaitu pada tahun 1994 sampai dengan tahun Produksi yang pesat ini diikuti juga oleh cepatnya pertumbuhan konsumsi sepeda motor. Singkatnya, salah satu faktor yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan produksi adalah besarnya pertumbuhan permintaan domestik. Konsumsi sepeda motor di Indonesia tumbuh sekitar lima belas persen per tahun pada lima tahun setelah krisis, yang mana adalah jauh lebih besar daripada nilai pertumbuhan konsumsi sebelum krisis yaitu sekitar sepuluh persen per tahun. 12 Besarnya konsumsi tidak hanya terjadi pada sepeda motor, namun juga pada kendaraan transportasi darat umumnya seperti mobil dan truk. Apabila ditinjau dari jumlahnya, kendaraan roda dua mendominasi dengan jumlah lebih dari tiga puluh empat juta pada tahun 2007, dan diperkirakan akan meningkat menjadi enam puluh juta pada tahun Sebagai perbandingan, terdapat hampir enam juta mobil dan tiga juta truk pada tahun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2009 memproyeksikan bahwa jumlah kendaraan roda empat dapat meningkat menjadi tiga puluh juta mobil dan sepuluh juta truk pada tahun P. Agung Pambudhi, Antonius Doni Dihen, dan Dionisius A. Narjoko, Pengembangan Sistem Pelatihan Otomotif Sepeda Motor dan Jasa Perdagangan Retail Moderen: Peran APINDO dalam Meningkatkan Kemampuan Kerja Kaum Muda, Organisasi Perburuhan Internasional, Laporan Studi, 2008, hlm Dewan Nasional Perubahan Iklim, Opsi-Opsi Pembangunan Rendah Karbon Untuk Indonesia : Peluang Dan Kebijakan Pengurangan Emisi Sektor Transpoortasi, Dewan Nasional Perubahan Iklim, Laporan Teknis, 2010, hlm. 14.

4 4 Besar Konsumsi kendaraan transportasi darat berbanding lurus dengan angka kecelakaan lalu lintas. Beberapa kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di antaranya melibatkan anak-anak. Kombes Pol Endi Sutendi, 14 Kabid Humas Polda Sulselbar menyatakan bahwa sekitar tiga puluh sampai empat puluh persen melibatkan anak di bawah umur. Kecelakaan yang terjadi sering kali mengakibatkan korban tewas dan kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah. Berdasarkan data dari Satuan Lantas Polres Kediri Kota, angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak di bawah umur pada tahun 2013 hingga data ini diumumkan sebanyak delapan puluh sembilan kasus. Usia anak berkisar antara 10 hingga 15 tahun. 15 Kecelakaan lalu lintas di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, tercatat bahwa sebagian besar dialami pengendara di bawah umur atau belum cukup usia untuk mengoperasikan kendaraan bermotor. Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Tasikmalaya AKP Bonifacius Surano menyatakan bahwa tiga bulan terakhir tercatat angka kecelakaan sebanyak dua puluh kejadian dan lima puluh persennya dialami anak di bawah umur. 16 Polda Metro Jaya mencatat angka kecelakaan 2012 terdapat seratus empat kasus kecelakaan lalu lintas dengan pelaku utama anakanak di bawah 16 tahun. Angka itu melonjak seratus enam puluh persen dibanding tahun 2011, yang hanya tercatat empat puluh kasus. Sementara 14 Redaktur, 30 Persen Lakalantas Libatkan Anak Di Bawah Umur, Rakyat Sulsel.com, 12 September 2013, diakses pada 24 September Anto Kristian, Puluhan Kasus Laka Lantas, melibatkan Anak Di Bawah Umur, Andika FM.com, 11 September 2013, diakses pada 24 September Feri Purnama, Kecelakaan banyak dialami pengendara bawah umur, Antara News.com, 13 September 2013, diakses pada 29 September 2013.

5 5 kelompok usia lainnya, antara 22 sampai 30 tahun mencatat kenaikan delapan koma lima puluh tiga persen. 17 Sepanjang 2013 di daerah Solok menurut Kasat Lantas Polres Arifin Daulay, sekitar tiga puluh persen angka kecelakaan didominasi oleh kalangan usia produktif dan di bawah umur. Arifin Daulay mengemukakan bahwa dari enam puluh kasus kecelakaan yang terjadi di wilayahnya, sekitar sepuluh kasus melibatkan anak-anak usia produktif dan usia di bawah umur. 18 Pada 2012 tercatat tiga ratus tiga puluh tujuh kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia di kota Bogor. Menurut Kasat Lantas Polres Bogor Kota AKP Bramasetyo Priaji, jumlah itu didominasi pengendara sepeda motor di bawah umur. Pada tahun 2013 tercatat seratus tiga puluh satu kecelakaan lalu lintas dengan sepuluh orang korban meninggal dunia. 19 Jumlah kecelakaan lalu lintas anak di Manado hingga Agustus 2013 terus mengalami peningkatan bila dibandingkan di tahun Selama tahun 2012 kecelakaan lalu lintas anak di bawah hanya berjumlah tiga puluh empat orang meningkat menjadi seratus dua belas orang. 20 Tingginya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak, tidak terlepas dari sikap orang tua dan masyarakat yang terkesan mentolelir penggunaan 17 Mohamad Taufik, Kecelakaan Lalu Lintas Melibatkan Anak-Anak Melonjak 160 Persen, Merdeka.com, lintas-melibatkan-anak-anakmelonjak-160-persen.html, 9 September 2013, diakses pada 29 September Adi, Di Kota Solok 30% Angka Kecelakaan Didominasi Anak di Bawah Umur, Padang Media.com, Anak-di-Bawah-Umur.html, 13 September 2013, diakses pada 29 September Admin Radar Bogor, Anak di Bawah Umur Dominasi Lakalantas Setahun, 337 Meninggal di Jalan, Radar Bogor.co.id, 13September 2013, diakses pada 29 September Deffriatno Neke, Lakalantas Anak di Bawah Umur Meningkat Tajam, Tribun Manado.co.id, 12 September 2013, diakses pada 29 September 2013.

6 6 kendaraan oleh anak. Menjadi lazim baik di kota besar maupun kecil, para pelajar di bawah umur pergi ke sekolah menggunakan kendaraan. Orang tua dalam hal ini bahkan memberi izin, dengan tidak memperhitungkan resiko yang ada pada anak mereka. 21 Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto 22 mengatakan bahwa telah menjadi hal lumrah ketika remaja-remaja di kota besar termasuk Jakarta, mengendarai sepeda motor atau bahkan mobil. Pada sudut yang berbeda, Psikolog anak dan perkembangan Anna Surti Ariani 23 menyatakan bahwa usia anak-anak dan remaja sebaiknya tidak dibiarkan mengemudikan kendaraan bermotor. Setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan mereka tidak diperbolehkan memacu kendaraan bermotor di jalan raya menurut Anna Surti Ariani. Faktor fisik, kognitif, emosi, dan sosial anak-anak dan remaja yang masih dalam tahap perkembangan menyebabkan mereka belum memungkinkan untuk mengemudi dengan aman dan nyaman di jalan raya. Hal ini berarti bahwa resiko kecelakaan cukup besar apabila anak berkendara pada lalu lintas jalan raya. Kejadian yang masih hangat adalah kecelakaan lalu lintas melibatkan anak. Pada hari Minggu dini hari, 8 September 2013 terjadi kecelakaan di tol Jagorawi, menjelang pintu keluar Pasar Rebo, Jakarta Timur. Mobil Mitsubishi 21 Indra Subagja, Ayah Ibu, Ayolah Sadar Jangan Biarkan Anak di Bawah Umur Bawa Kendaraan, Detik News, 14 September 2013, diakses pada 24 September Robertus Belarminus, Semua Pihak Berperan Cegah Anak-anak Bawa Kendaraan,Kompas.com, Berperan.Cegah.Anak-anak.Bawa.Kendaraan, 9 September 2013, diakses pada 24 September Rosmha Widiyani, Psikolog: 4 Alasan Kenapa Dul Belum Boleh Bawa Mobil, Kompas.com, Belum.Boleh.Bawa.Mobil., 8 September 2013, diakses pada 24 September 2013.

7 7 Lancer hitam yang dikendarai Abdul Qadir Jaelani (AQJ), anak musisi Ahmad Dhani (AD) dan Maia Estianti (ME), menabrak pembatas jalan, serta menabrak Daihatsu Gran Max silver dan Toyota Avanza hitam. Polisi mengkualifikasikan kejadian ini sebagai tindak pidana sebab telah menetapkan pelaku sebagai tersangka. Menarik perhatian publik oleh karena kasus ini melibatkan anak di bawah umur yaitu usia 13 tahun dan korban yang ditimbulkan begitu besar. Tercatat 4 orang tewas di tempat dan 2 orang meninggal ketika dilarikan ke Rumah Sakit Melia Cibubur. Sembilan lainnya luka berat, termasuk AQJ, yang mengalami patah kaki. 24 Begitu kompleks permasalahan dalam kasus ini sehingga menimbulkan berbagai spekulasi berkaitan dengan pertanggungjawaban orang tua. Pihak kepolisian menyatakan hukuman yang muncul akibat tabrakan maut ini tak bisa dilimpahkan ke orang lain, termasuk AD ataupun ME selaku orang tua AQJ. Hukum positif mengatur anak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana ketika telah berusia 12 tahun dan pelaku telah berusia 13 tahun. Pelaku dikategorikan sebagai anak sebab batas kedewasaan menurut hukum pidana yang berlaku yaitu 18 tahun, sehingga penyelesaian kasus ini menggunakan mekanisme khusus. 25 Pada sisi berbeda Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika berpendapat penyidik polisi dapat membuat terobosan. Menurutnya, penyidik tidak hanya menjerat AQJ, tetapi orang tua yakni AD. Menurut Pasek, dalam kasus ini 24 Subkhan, Kecelakaan Dul, Hukuman Pidana Pilihan Terakhir, Tempo.co, Pilihan-Terakhir, 10 September 2013, diakses pada 29 September Eko Huda Setyawan, Nasib Dul Setelah Tragedi `Lancer Maut`, Liputan 6.com, 10 September 2013, diakses pada 29 September 2013.

8 8 tindak pidana tidak hanya berdiri sendiri sebab melibatkan orang tua yang memberikan sarana dan prasarana, sehingga terjadi kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Lebih lanjut menurut Pasek terdapat kemungkinan pelaku menjadi korban dari rumah tangga yang tidak utuh, sehingga anak harus diselamatkan dalam mekanisme proses hukum yang diatur dalam sistem peradilan anak. Sejalan dengan Pasek, anggota Komisi III Ahmad Yani menambahkan tanggungjawab terhadap anak di bawah umur yang melakukan pidana berada di pundak orang tua. Tanggungjawab hukum menurut Yani, tidak dapat dibebankan kepada pelaku sebab masih memerlukan pembinaan untuk masa depan. Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane punya pandangan senada dengan Pasek dan Yani. Menurut Neta keluarga korban dapat menuntut pidana dan menggugat perdata kepada pelaku dan orang tuanya. Neta berpendapat bahwa polisi mesti meminta pertanggungjawaban AD selaku orang tua kandung AQJ. Dalam kasus ini menurut Neta, polisi dapat melakukan penahanan terhadap AD dengan tuduhan turut serta menjadi penyebab kematian terhadap orang lain. 26 Pandangan serupa juga diutarakan oleh Kriminolog Universitas Indonesia, Andrianus Meliala, yang berpendapat bahwa orang tua dapat dimintai pertanggungjawaban dalam kasus kecelakaan AQJ Redaktur, Dhani Dapat Diminta Tanggung Jawab untuk Dul, Hukum Online.com, 9 September 2013, diakses pada 29 September Mahendra Bungalan, Kasus Dul, Kriminolog: Ortu Dapat Dimintai Pertanggungjawaban,SuaraMerdeka.com, 2013/09/09/171312/Kasus-Dul-Kriminolog-Ortu-Dapat-Dimintai-Pertanggungjawaban, 9 September 2013, diakses pada 29 September 2013.

9 9 Berbeda dengan pandangan sebelumnya, berkaitan dengan pertangungjawaban pidana pada kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak, Sahetapy menawarkan konsep vicarious liability sebagaimana yang di kenal dalam negara Anglo Saxon. Vicarious liability adalah konsep yang mana pengawas (seperti seorang pengusaha) menanggung (akibat) perilaku dari bawahannya atau rekannya (seperti seorang mitra kerjanya) karena adanya hubungan antara kedua belah pihak. 28 Berdasar pada intepretasi futuristik, Sahetapy mengemukakan bahwa orang tua anak dapat menabrak mati orang dapat dipidana dan dituntut ganti rugi sehingga anak-anak korban terjamin kehidupannya di masa depan. 29 Undang-undang tentang pengadilan anak mengatur mengenai anak sebagai subjek dalam hukum pidana. Terminologi yang digunakan bagi anak yang melakukan tindak pidana adalah anak nakal. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur bahwa batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Bagi anak yang melakukan tindak pidana dan belum berumur 8 tahun tidak dapat diajukan ke sidang anak dan tidak dapat dijatuhi sanksi pidana atau tindakan. Ketentuan ini oleh Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disingkat MK) telah dibatalkan, dan dinyatakan bahwa batas bawah usia seorang anak untuk dapat dibawa ke persidangan anak (sekaligus menjadi batasan anak dapat dipidana) adalah pada umur 12 tahun, sehingga anak yang usianya di bawah 12 tahun bila melakukan 28 JE Sahetapy, Pidana Bagi Orang Tua Penabrak, Kompas, Selasa 22 Oktober Ibid.

10 10 tindak pidana tidak boleh dibawa ke persidangan. Alasan pembatalan oleh Mahkamah Konstitusi ini adalah karena baru pada usia 12 tahun anak dinilai sudah cukup mempunyai kematangan emosional dan psikologis untuk mempertimbangkan berbagai konsekuensi perbuatan pidana. Tafsiran MK ini kemudian diadopsi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan menyebutkan bahwa anak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana adalah anak yang minimal telah berusia 12 tahun tapi belum mencapai usia 18 tahun. Sedangkan bagi anak di bawah usia 12 tahun apabila melakukan tindak pidana maka dikembalikan kepada orang tuanya ataupun dibina oleh pemerintah, tidak boleh dilanjutkan proses hukumnya. Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak mengandung suatu permasalahan. Masalah muncul ketika adanya kesenjangan (gap) antara apa yang seharusnya (das sollen) dengan apa yang senyatanya (das sein), antara cita-cita (idea) hukum dengan kenyataan, antara teori dengan pelaksanaannya (legal gap) antara pandangan masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Permasalahan ini dapat dipecahkan dengan mengadakan suatu penelitian sehingga menghasilkan suatu usulan yang bersifat solutif. Hukum dalam kasus tindak pidana lalu lintas oleh anak seharusnya hadir membawa keadilan proporsional baik dari sisi pelaku maupun korban. Berkaitan dengan pelaku, masa depan yang bersangkutan menjadi faktor penting untuk diperhatikan. Pada sudut pandang korban, pemulihan kerugian materil maupun imateril menjadi suatu yang harus diakomodir. Berdasarkan

11 11 hal tersebut, dibutuhkan suatu solusi hukum yang memberikan dampak restitutif sehingga dapat meredam turbolensi yang terjadi di masyarakat. Menjadi suatu pertanyaan bagaimana menciptakan formula berkaitan dengan sistem pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana lalu lintas oleh anak. Perbedaan pandangan yang terjadi pada berbagai kalangan tentunya merupakan suatu polemik. Terlebih, pendangan-pandangan tersebut termuat oleh media sehingga akan sangat mempengaruhi persepsi publik tentang hukum dan keadilan. Sebagai negara hukum, aparat yang merupakan representasi dari negara hendaknya memposisikan hukum sebagai kerangka acuan dalam penyelesaian kasus hukum. Opini di luar konteks hukum akan mengancam eksistensi hukum dan keadilan itu sendiri apabila telah terbentuk menjadi mindset publik. Jangan sampai terjadi persepsi simulakrum 30 hukum pada masyarakat. Penelitian ini menjadi penting dalam rangka memberikan pandangan yang bersumber dari kajian akademis sehingga besifat kredibel dan akuntabel. Adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan jawaban terhadap polemik hukum yang ada dan dapat dijadikan kerangka acuan bagi aparat penegak hukum sebagai decision maker sehingga tidak ada keraguan dalam mengambil tindakan hukum. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 30 Simulakrum adalah kondisi terjadinya suatu kesimpangsiuran. Dalam kaitannya dengan hukum, simulakrum berarti terjadi kesimpangsiuran hukum. Hukum dalam persepsi masyarakat tidak berada pada posisi yang jelas, mana yang benar dan mana yang salah.

12 12 1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability) berdasarkan hukum Nasional Indonesia yang berlaku saat ini (ius constitutum)? 2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pengganti dalam kecelakaan lalu lintas oleh anak yang mengakibatkan kematian dalam hukum pidana Indonesia di masa akan datang (ius constituendum)? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif Penelitian ini secara objektif bertujuan untuk mengetahui, menganalisis, menelaah, dan memahami bagaimana ius constitutum maupun ius constituendum Indonesia berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana pengganti dalam kecelakaan lalu lintas oleh anak yang mengakibatkan kematian. 2. Tujuan Subjektif Penelitian ini secara subjektif dilaksanakan dalam rangka penyusunan tesis sebagai syarat akademis untuk memperoleh gelar Master pada Program Magister Ilmu Hukum, Klaster Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

13 13 Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Lebih lanjut, adanya penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi kajian ilmu hukum khususnya di bidang hukum pidana berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana pengganti dalam kecelakaan lalu lintas oleh anak yang mengakibatkan kematian. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para praktisi, akademisi dan regulator dalam rangka menerapkan, mengembangkan dan membentuk hukum khususnya berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban pidana pengganti dalam kecelakaan lalu lintas oleh anak yang mengakibatkan kematian. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dan pengamatan yang penulis lakukan tercatat beberapa karya tulis baik berupa skripsi maupun tesis berkaitan dengan pertanggung jawaban pidana. Berikut tiga karya tulis ilmiah yang penulis maksud. Pertama, karya tulis ilmiah dengan judul Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Yang Mengakibatkan Kematian Dalam Kecelakaan Lalu lintas Di Kodya Yogyakarta. Karya tulis ini merupakan skripsi yang dibuat pada tahun 1996 oleh saudari Retno Wahyu Ningsih, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun rumusan masalah yang diangkat yaitu bagaimanakah

14 14 pertanggungjawaban pidana bagi pelaku yang menyebabkan matinya orang lain karena kecelakaan lalu lintas jalan raya?. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diambil kesimpulan bahwa sebagian besar kecelakaan terjadi karena faktor pelaku yang kurang hati-hati dan juga faktor cuaca. Alasan pemidanaan pelaku karena kealpaannya mengakibatkan kecelakaan hingga meninggalnya korban adalah sebagai pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang telah dilakukannya akibat dari kekurang hati-hatiannya agar tidak mengulangi perbuatan lagi. Selain itu juga demi terpeliharanya ketertiban masyarakat khususnya dalam berlalu lintas, supaya lebih berhati-hati. Pelaku yang mengakibatkan meninggalnya korban dalam kecelakaan lalu lintas dijatuhi pidana bersyarat. Secara moral, pertanggungjawaban orang yang karena keteledorannya mengakibatkan terjadinya kecelakaan hingga meninggalnya korban biasanya juga diwujudkan dengan memberikan santunan kepada keluarga korban. Namun ini bukan berarti mengesampingkan tuntutan pidananya. Kedua, karya tulis ilmiah dengan judul Pertanggungjawaban Pidana Dalam Kecelakaan Pesawat Udara Di Indonesia. Karya tulis ini merupakan tesis yang dibuat pada tahun 2010 oleh saudara Alex Cornelis Timmerman Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun rumusan masalah yang diangkat yaitu: (1) Siapakah yang harus bertanggungjawab secara pidana jika terjadi kecelakaan pesawat udara?; (2) Apakah maskapai penerbangan sebagai korporasi dapat diminta pertanggungjawaban pidana?. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan yaitu: (1) Pertanggungjawaban pidana dalam

15 15 kecelakaan pesawat udara di Indonesia pada dasarnya dipikul oleh kapten pilot sebagai flight commander karena ia terbukti lalai dalam menerbangkan pesawat udara yang menyebabkan pesawat tidak dapat dipakai atau rusak, mengakibatkan matinya orang dan menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 479 g huruf b dan pasal 479 g huruf a KUHP. Co-pilot, awak kabin, penumpang, jika memang terbukti melakukan kelalaian dapat pula dimintakan pertanggungjawaban secara pidana. (2) Pertanggungjawaban maskapai penerbangan sebagai korporasi tidak diatur di dalam KUHP karena ketentuan tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana dan prasarana penerbangan di dalamnya menunjuk kepada unsur barang siapa atau persoon sebagai subjek pelaku bukan badan hukum atau rechtpersoon. Pertanggungjawaban pidana maskapai penerbangan sebagai korporasi diatur oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yaitu pasal 441, 442, dan 443. Selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan tiga kali dari pidana yang ditentukan dalam Bab XXII Ketentuan Pidana. Secara normatif korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban dalam hal tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang yang bertindak untuk dan/atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubunganhubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama, maka penyidikan, penuntutan dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

16 16 Ketiga, karya tulis ilmiah dengan judul Pertanggunjawaban Pidana Terhadap Pengemudi Kendaraan Yang Karena Kealpaannya Mengakibatkan Luka Atau Matinya Orang Lain. Karya tulis ini merupakan Skripsi yang dibuat pada tahun 1996 oleh saudara Vicky Yoppi Harriadi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun rumusan masalah yang diangkat yaitu : (1) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan tingginya angka kecelakaan lalu lintas di jalan?; (2) Bagaimana pertanggungjawaban pengemudi dalam hal terjadinya kecelakaan dikaitkan dengan penerapan pasal 359 dan pasal 360 KUHP?. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan yaitu: (1) Kecelakaan lalu lintas di jalan raya seringkali diakibatkan oleh kealpaan (culpa) ataupun karena kesengajaan (opzet). Faktor-faktor yang menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas dapat dibagi dalam dua golongan yakni: faktor internal dan faktor eksternal. (2) Seseorang dikatakan melakukan perbuatan pidana pasal 359 dan /atau 360 KUHP, bilamana unsur-unsur perbuatan pidana pasal tersebut terpenuhi. Pasal 359 dan pasal 360 ayat (1) KUHP ketentuan minimum dalam penjatuhan pidana penjara adalah satu hari dan ketentuan maksimumnya lima tahun, untuk pidana kurungan ketentuan minimumnya adalah satu hari dan ketentuan maksimumnya satu tahun. Pasal 360 ayat (2) KUHP ketentuan minimum dalam penjatuhan pidana penjara adalah satu hari dan ketentuan maksimumnya sembilan bulan, untuk pidana kurungan ketentuan minimumnya adalah satu hari dan ketentuan maksimumnya adalah enam bulan. Pelaksanaan pemberian putusan tetap menjadi kebebasan hakim dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan.

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahwa : Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan yang lebih efektif di dalam. secara fisik tetapi juga berpengaruh secara psikologis.

I. PENDAHULUAN. bahwa : Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan yang lebih efektif di dalam. secara fisik tetapi juga berpengaruh secara psikologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan bagian masyarakat yang fundamental bagi kehidupan pembentukan kepribadian anak. Hal ini diungkapkan Syarief Muhidin (1981:52) yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak karena melibatkan anak menteri. kecelakaan maut yang kembali terjadi di Tol Jagorawi KM yang

BAB I PENDAHULUAN. banyak karena melibatkan anak menteri. kecelakaan maut yang kembali terjadi di Tol Jagorawi KM yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Awal tahun 2013 silam, masyarakat dikejutkan oleh kecelakaan maut yang menimpa anak salah satu tokoh publik di Indonesia, yaitu Rasyid Rajasa, anak dari Menteri Perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa pulau. Indonesia sebagai negara kepulauan memerlukan peran transportasi yang baik, berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin banyak pula alat transportasi

Lebih terperinci

MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016

MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016 MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016 Sepeda motor sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Pasal 359 Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak ekonomi (kerugian material) dan sosial yang tidak sedikit,

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak ekonomi (kerugian material) dan sosial yang tidak sedikit, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Jumlah korban yang cukup besar akan memberikan dampak ekonomi (kerugian material)

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menurut Black's Law Dictionary, tanggung jawab (liability) mempunyai tiga arti, antara lain : 102 a. Merupakan satu kewajiban terikat dalam hukum atau keadilanuntuk

Lebih terperinci

suatu kebutuhan di masa akan datang. Konsepsi pertanggungjawaban pidana

suatu kebutuhan di masa akan datang. Konsepsi pertanggungjawaban pidana 161 ketentuan yang terdapat dalam rumusan pasal 38 ayat (2) RUU KUHP tahun 2013. Secara spesifik, pertanggungjawaban pidana pengganti dalam kecelakaan lalu lintas oleh anak yang mengakibatkan kematian

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan lalu lintas akibat kelalaian berkendaraan yang tidak jarang menyebabkan kematian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang semakin banyak, serta kemajuan teknologi yang semakin canggih membawa implikasi semakin ramainya transportasi

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 ABD. WAHID / D 101 10 633 ABSTRAK Perkembangan ilmu dan

Lebih terperinci

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan dalam kehidupan masyarakat diatur oleh hukum. Hukum di Indonesia dimuat dalam bentuk konstitusi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] BAB XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 401 Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan alat komunikasi jaman moderen yang sangat praktis karena dapat dibawa kemanamana. Kecanggihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan hal yang sangat mutlak dibutuhkan terutama oleh negara yang sedang berkembang. Karena transportasi menjadi nadi perkembangan suatu negara,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi/angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Atika Permata Sari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Atika Permata Sari, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan dalam berkendaraan adalah hal yang perlu diperhatikan, namun terkadang seringkali pengemudi melalaikan keselamatan pada dirinya sehingga tak sedikit dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, terutama di kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Selain itu sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan sejarah khususnya pembangunan dibidang penegakan supremasi

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan sejarah khususnya pembangunan dibidang penegakan supremasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Republik Indonesia memiliki peran penting dalam tonggak perjalanan sejarah khususnya pembangunan dibidang penegakan supremasi hukum, mulai dari pengamanan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang sangat pesat pada saat ini dan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang sangat pesat pada saat ini dan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat pada saat ini dan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus bertambah pula populasinya, maka diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang disebut era globalisasi membuat semakin banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan sarana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang lazim ditemui di dunia hukum. Demikian halnya dengan proses penegakan suatu perundang-undangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini terlihat dari banyaknya perubahan yang terjadi, terutama dalam bidang teknologi transportasi.

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN A. Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan No 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dominan. Hal ini ditandai dengan jumlah alat transportasi darat lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. dominan. Hal ini ditandai dengan jumlah alat transportasi darat lebih banyak BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul. Sejalan dengan perkembangan zaman sistem transportasi dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang terus mengalami peningkatan baik dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di beberapa bidang, beberapa diantaranya yaitu bidang teknologi dan transportasi. Dengan adanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pentingnya keamanan mengendarai mobil saat ini sudah tidak di ragukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pentingnya keamanan mengendarai mobil saat ini sudah tidak di ragukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya keamanan mengendarai mobil saat ini sudah tidak di ragukan lagi,mengingat jumlah kendaraan semakin meningkat. Hal ini membuat jalur lalu lintas semakin padat

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA Oleh: Putu Agus Hendra Wirawan Marwanto Progam Kekhususan Hukum Pidana

Lebih terperinci

Pasal 48 yang berbunyi :

Pasal 48 yang berbunyi : 41 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM TERHADAP MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Persyaratan Teknis Modifikasi Kendaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles

BAB I PENDAHULUAN. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo dalam bukunya,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN PIDANA YANG MENGATUR TENTANG KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB II KETENTUAN PIDANA YANG MENGATUR TENTANG KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK 44 BAB II KETENTUAN PIDANA YANG MENGATUR TENTANG KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula didominasi oleh penyakit infeksi atau menular bergeser ke penyakit non

BAB I PENDAHULUAN. yang semula didominasi oleh penyakit infeksi atau menular bergeser ke penyakit non 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki abad 21, dunia mengalami perubahan pola penyakit. Penyakit yang semula didominasi oleh penyakit infeksi atau menular bergeser ke penyakit non infeksi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi darat berperan sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa. Untuk menunjang pembangunan tersebut salah satu sarana yang di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa. Untuk menunjang pembangunan tersebut salah satu sarana yang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa ini membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia, yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang didasarkan atas hukum bukan didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) amandemen ke-3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kecelakaan lalu lintas dewasa ini dilaporkan semakin meningkat padahal telah banyak sarana dan prasarana untuk mengantisipasi kecelakaan lalu lintas, contohnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah 735.400 m² dengan jumlah penduduk 249,9 juta jiwa, dan kendaraan bermotor menjadi alat transportasi favorite

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu negara tanpa memiliki aparat yang melaksanakan fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat, maka negara tersebut tidak akan mampu bertahan lama, karena pelanggaran

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS OLEH ANAK YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS OLEH ANAK YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA JURNAL PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS OLEH ANAK YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA Diajukan Oleh : PRADANA ADISAPUTRA NPM : 100510267 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian manusia semakin banyak. Selain itu tingkat kesadaran yang rendah serta mudahnya untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini terbukti dari adanya indikasi angka-angka kecelakaan lalu lintas yang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas yang sangat tinggi. Sektor transportasi merupakan hal mutlak untuk mempermudah mobilisasi penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berpengaruh terhadap pergeseran kebutuhan manusia 1.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berpengaruh terhadap pergeseran kebutuhan manusia 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kemajuan zaman dalam bidang IPTEK memberikan fasilitas yang dapat memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan. Mulai dari kebutuhan yang bersifat primer sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai angka kurang lebih 300 kendaraan per 1000 orang, suatu angka yang. dengan pangsa hampir sebesar 80 persen.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai angka kurang lebih 300 kendaraan per 1000 orang, suatu angka yang. dengan pangsa hampir sebesar 80 persen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Padatnya pengguna jalan khususnya pada wilayah kota-kota besar di Indonesia berdampak langsung pada sistem lalu lintas yang ada. Terbukti dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. Kecelakaan lalu lintas jalan raya merupakan permasalahan yang semakin lama menjadi semakin majemuk dan semakin

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D 101 07 509 ABSTRAK Lalu-lintas dan angkutan jalan mempunyai peran yang cukup penting dalam rangka pembangunan pada umumnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor di Negara Indonesia sebagai salah

PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor di Negara Indonesia sebagai salah PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor di Negara Indonesia sebagai salah satu alat transportasi semakin tinggi. Hal ini dikarenakan rata-rata masyarakat Indonesia lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang

BAB I PENDAHULUAN. nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media memiliki peran penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Hal ini tergambarkan dalam salah satu fungsi media massa sebagai penyebar informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan lalu lintas akhir-akhir ini sangat sering terjadi dan banyak menimbulkan kerugian. Akibat dari kecelakaan lalu lintas berupa kerusakan terhadap fasilitas-fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dalam pelaksanaannya memerlukan kesiapan mental dan moral dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepatuhan hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum, dalam budaya hukum dapat dilihat dari tradisi perilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK S A L I N A N NOMOR 6/E, 2006 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN MUATAN MOBIL BARANG YANG BEROPERASI DI JALAN KABUPATEN DAN JALAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi yang serba modern saat ini salah satu produk modern yang banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan sepeda

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cidera kecelakaan lalu lintas (Road Traffic Injury) merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Cidera kecelakaan lalu lintas (Road Traffic Injury) merupakan hal yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cidera kecelakaan lalu lintas (Road Traffic Injury) merupakan hal yang sangat mungkin dialami oleh setiap pengguna jalan. Hal ini terjadi karena pengemudi kendaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat mencemaskan. Berdasarkan data BPS 1, dalam satu dekade terakhir jumlah kecelakaan lalu lintas dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan proses modernisasi yang membawa dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang timbul adalah semakin maju dan makmur kondisi ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi rahasia umum apabila perkembangan lalu lintas pada saat ini begitu pesat hal ini beriringan pula dengan perkembangan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang jenis. termasuk di dalamnya jeep, sedan dan lain-lain.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang jenis. termasuk di dalamnya jeep, sedan dan lain-lain. BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Klasifikasi Kendaraan Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga, yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang

Lebih terperinci

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perilaku manusia dan kondisi lingkungan pada masa kini semakin tidak menentu. Perubahan tersebut bisa menuju ke arah yang baik atau lebih baik, juga kearah

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi Perkeretaapian UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia

Lebih terperinci