ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL"

Transkripsi

1 ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMENN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i

2 RINGKASAN ADE FAHRIZAL. Analisis Nilai Ekonomi Lahan Sebagai Informasi Bagi Upaya Peningkatan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) AKHMAD FAUZI dan MEILANIE BUITENZORGY. Tingginya tingkat degradasi di DAS Cidanau menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan, hal itu ditunjukkan dengan penurunan ketersediaan air baku dari di DAS Cidanau. Berbagai untuk mencegah memburuknya dampak dari degradasi lingkungan tersebut telah dilaksanakan, salah satunya adalah hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Pengelolaan tersebut merupakan strategi pengelolaan secara lestari dan terintegrasi dengan konsep one river, one plan, one management. Implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan telah berlangsung sejak dengan total nilai pembayaran sebesar Rp ,00. Usia implementasi yang masih muda menyebabkan implementasi tersebut tidak luput dari berbagai kelemahan yang dapat menggangu keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang telah berjalan. Kelemahan paling utama adalah masih rendahnya nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima oleh penyedia jasa lingkungan yaitu sebesar Rp ,00/ha/tahun. Tujuan utama dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai nilai ekonomi dari lahan yang dijadikan model pembayaran jasa lingkungan agar menjadi bahan evaluasi bagi lembaga pengelola dan pemanfaat jasa lingkungan untuk melakukan upaya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan dari yang telah disepakati saat ini yang dirasa masih terlalu rendah. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu: (1) menganalisis dan memaparkan model hubungan hulu-hilur dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungn di DAS Cidanau dan (2) menentukan besarnya potensi nilai guna (use value) dari lahan model pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman. Penelitian ini dilakukan di lahan model pembayaran jasa lingkungan Desa Citaman, Kabupaten Serang Provinsi Banten. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), PT. Krakatau Tirta Industri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rekonvasi Bhumi, BAPPEDA Kabupaten Serang serta Kantor Desa Citaman. Analisis menggunakan Metode pendekatan nilai pasar atau produktivitas diolah dengan Microsoft Excel Mekanisme pembayaran jasa lingkungan diimplementasikan oleh tiga pihak utama yaitu lembaga pengelola transaksi pembayaran jasa lingkungan (Forum Komunikasi DAS Cidanau), pemanfaat jasa lingkungan (PT. Krakatau Tirta Industri) dan penyedia jasa lingkungan (Desa Citaman, Cikumbueun dan Kadu Agung). Transaksi pembayaran jasa lingkungan bersifat tidak langsung (indirect payment). Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau memiliki kelemahan dan kekuatan, kelemahan tersebut, antara lain: (1) Penetapan nilai pembayaran jasa lingkungan belum didasarkan pada nilai ekonomi jasa lingkungan, (2) nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima penyedia jasa lingkungan (masih terlalu rendah dan (3) ketidaksesuaian nilai pembayaran yang dibayarkan pemanfaat jasa lingkungan dengan yang diterima penyedia jasa lingkungan. sementara kekuatan atau kelebihannya, antara lain: (1) dikelola oleh suatu lembaga pengelola yang berpengalaman dan cocern terhadap lingkungan, ii

3 (2) pihak yang terlibat dalam implementasi pembayaran jasa lingkungan terdefinisi dengan jelas dan (3) pembayaran jasa lingkungan merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi. Nilai ekonomi pada lahan di Desa Citaman adalah sebesar Rp ,070.00/tahun atau Rp ,80/ha/tahun, terdiri dari nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung. Berdasarkan hasil pengolahan data primer, nilai guna langsung menghasilkan nilai sebesar Rp ,00 atau sebasar 99,91% dari keseluruhan nilai guna (use value), sedangkan nilai guna tidak langsung menghasilkan nilai sebesar Rp ,00 atau sebesar 0,9% dari keseluruhan nilai guna (use value). Nilai ekonomi yang dihasilkan dari penelitian ini tidak secara langsung menjadi nominal yang ditetapkan sebagai nilai pembayaran jasa lingkungan. nilai ekonomi tersebut merupakan suatu informasi terhadap peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan dari yang telah disepakati saat ini agar hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat berkelanjutan. iii

4 ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI DASAR BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 iv

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAWHA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI DASAR BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN ILMIAH PADA SUATU PEERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Agustus 2009 Ade Fahrizal H v

6 Judul penelitian Nama NRP : Analisis Nilai Ekonomi Lahan Sebagai Informasi Bagi Upaya Peningkatan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) : Ade Fahrizal : H Disetujui, Pembimbing Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.Sc Meilanie Buitenzorgy, S.Si. M.Sc NIP: NIP: Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.Sc NIP: vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Nopember Penulis merupakan anak ke-dua dari dua bersaudara pasangan Endang dan Lilis Syamsiah. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Purnama Bogor pada tahun1993, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Sirnagalih 5. Pada Tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Bogor dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 3 bogor dan masuk dalam program IPA pada tahun Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan sebagai Manajer Event Organizer Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture Expression (MAX!!) periode , Anggota MISETA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu sosial Ekonomi Pertanian) periode dan anggota Paduan Suara Agriaswara periode vii

8 KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Terhadap Nilai Ekonomi Sebagai Dasar Bagi Upaya Peningkatan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau). Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih pertama saya sampaikan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat Rekonvasi Bhumi atas ilmu pengetahuan dan pengalaman yang diberikan mengenai mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau sehingga penulis dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Dukungan dari PT. Krakatau tirta industri tidak bisa dilepaskan dari terlaksananya studi ini, juga tentu saja lembaga dan personal-personal di wilayah Serang atas informasi mengenai DAS Cidanau dan perhatian bagi studi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penelitian ini dikarenakan adanya keterbatasan serta kendala yang dihadapi. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT. Amien. Bogor, Agustus 2009 Penulis viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW atas terselesaikannya skripsi ini. 2. Ibunda, ayahanda, kakakku dan keluarga besarku yang telah memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan do a yang tulus. 3. Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Meilanie Buitenzorgy S, Si, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis. 4. Ir. Nindyantoro, MSP sebagai dosen penguji utama 5. Adi Hadianto, SP sebagai dosen penguji wakil departemen. 6. Bapak N. P Rahadian dan Lembaga Swadaya Masyarakat Rekonvasi Bhumi atas seluruh motivasi, bantuan dan ilmu pengetahuanya tentang DAS Cidanau. 7. Ketua Kelompok Tani Karyamuda II, Bapak Bachrani dan seluruh masyarakat Desa Citaman atas bantuan, kerja sama dan informasiny. 8. Bapak Kusmayadi dan PT. Krakatau Tirta Industri atas izin dan bantuanya dalam mendukung terlaksananya penelitian ini. ix

10 9. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB. 10. Trifty Qurrota Aini atas dukungannya yang dan kasih sayangnya tulus. 11. Sahabat-sahabatku, Gian, Hans H, Rendy D.S, Aditya P, Andita H, Sahata, Meita, Ani, Rani, Danti, Asri, Gita, Tri F, Nurmaya Sari, serta temanteman seperjuangan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 42 untuk kebersamaan selama ini. 12. Sahabat-sahabatku di abs3fussion (R. Pratama P. Putra, M. Maulana, Irvan Fajar, Gian Yuniarto, Lingga Prabu, Ratu Lada, Intan Farahdilla) atas segala dukungan yang diberikan. 13. Sahabat-sahabat di UKM Music Agriculture X-Pression!!. 14. Sahabat yang telah rela meluangkan waktu untuk menemani penelitian ini, Bpk. Bachrani, Sukar, Eli, Iwan, Irvan, Darman, Tati, OB RB. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya x

11 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... I RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... V VI X DAFTAR TABEL... XIII DAFTAR GAMBAR... XIV DAFTAR LAMPIRAN... XV I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai Pengertian Jasa Lingkungan Pengertian Pembayaran Jasa Lingkungan penilaian Jasa Lingkungan Instrumen Ekonomi Fungsi Isntrumen Ekonomi Konsep Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam Tipologi Nilai Ekonomi Valuasi Ekonomi Metode Valuasi terhadap Sumber Daya Alam dan Lingkungan Teknik Penilaian dari Segi Manfaat Teknik Penilaian dari Segi Biaya III.KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Valuasi Ekonomi Tahapan Valuasi Ekonomi Kerangka Operasional IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data xi

12 4.3 Metode Penelitian Metode Pengambilan Contoh Metode Analisis Data Analisis SWOT Pendugaan Nilai Ekonomi Nilai Ekonomi Kayu Nilai Ekonomi Kayu Bakar Nilai Ekonomi Produk Nilai Air Rumah Tangga Nilai Ekonomi Huma Batasan Penelitian Definisi Opersional V. GAMBARAN UMUM LOKASI 5.1 Keadaan Umum Wilayah Letak dan Luas Iklim Topografi Keanekaragaman hayati Hidrologi Penggunaan Lahan Keadaan Sosial Ekonomi Kependudukan Mata Pencaharian Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian Usai Pendidikan Tingkat Pendapatan Luas Lahan Jumlah Tanggungan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Peran Penting dan Permasalahan yang Terjadi di Das Cidana Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di Das Cidanau Para Pihak yang Terlibat dalam Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Penentuan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan di Das Cidanau Skema Mekanisme Pambayaran Jasa Lingkungan di Das Cidanau Kelemahan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Kekuatan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau... ` Ancaman dalam Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Peluang yang Muncul dari adanya Mekanisme xii

13 Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Analisis Nilai Ekonomi Kawasan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Nilai Kayu Nilai Kayu Bakar Nilai Produk Nilai Padi Gogo Nilai Air Rumah Tangga Nilai Kompensasi Untuk Jasa Lingkungan di DAS Cidanau.. 84 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran VII DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data Batas-Batas Wilayah DAS Cidanau Kelas Kelerengan di Wllayah DAS Cidanau Debit Air Sungai Cidanau Pembayaran Jasa Lingkungan Air (Water services) di Costa Rica Nilai Ekonomi Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan di Desa Citaman Daftar Harga Kayu di Sekitar Lokasi Model Pembayaran jasa Lingkungan Perhitungan Nilai Kayu pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Perhitungan Nilai Kayu Bakar pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Perhitungan Nilai Produksi pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Perhitungan Nilai Huma pada Lahan Pembayaran Jasa Lingkungan Konsumsi Rata-Rata Air per hari Masyarakat Penerima pembayaran Jasa Lingkungan Harga Air per 10 m xiv

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Instrumen Kebijakan Terhadap Lingkungan Kategori Valuasi Ekonomi dari Barang dan Jasa Lingkungan Diagram Teknik Valuasi Ekonomi Berdasarkan Pengelompokan Nilai di Lahan Model pembayaran jasa lingkungan Desa Citaman Diagram Alir Kerangka Berpikir Operasional Landsat DAS Cidanau Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Struktur Organisasi Forum Komunikasi DAS Cidanau Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Tidak Langsung xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Tanaman Jenis Kayu-Kayuan Data Jenis Tanaman Buah-Buhan Data dan Hasil Perhungan Nilai Kayu Data dan Hasil Perhungan Nilai Produk (Buah-buahan dan Dedaunan) Data dan Hasil Perhitungan Nilai Air Data dan Hasil Perhitungan Nilai Huma Data dan Hasil Perhitungan Nilai Kayu Bakar Sketsa Lokasi Penelitian (Desa Citaman) Peta Kontur DAS Cidanau Naskah Kesepahaman (MoU) Pembayaran Jasa Lingkungan xvi

17 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia telah mengalami penyusutan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Penyusutan kekayaan sumber daya alam saat ini disebabkan oleh adanya faktor laju pertambahan populasi penduduk yang tidak terkontrol dan semakin besarnya aktifitas eksploitasi sumber daya alam yang sarat kepentingan ekonomi, yang ditandai dengan semakin tingginya konsumsi terhadap bahan baku yang berasal alam. Salah satunya adalah konsumsi dalam bentuk sumberdaya hutan dengan segala isi dan fungsinya. Pemanfaatan Sumber Daya Hutan (SDH) hingga saat ini lebih didominasi oleh produk kayu dan turunannya yang telah memiliki nilai pasar, sementara produk hasil hutan ikutan lainnya seperti jasa lingkungan hutan belum dimanfaatkan secara optimal karena nilai pasarnya belum diketahui secara umum. Laju kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 1,6 juta hektar per tahun pada tahun dan diperkirakan sebesar 3,8 juta hektar setiap tahunnya pada kurun waktu (Suryawan, 2005). Hal ini tidak dipungkiri akan mengakibatkan kelangkaan sumber daya hutan. Kelangkaan tersebut tentu saja disebabkan oleh kerusakannya yang sudah dalam taraf mengkhawatirkan. Sumber daya hutan yang menyimpan banyak sumber kehidupan, dewasa ini mengalami penurunan kualitas dan kuantitas secara drastis, Akibatnya siklus air yang dikontrol oleh vegetasi hutan juga ikut terkena dampak dari adanya penyusutan hutan karena degradasi hutan tersebut, yaitu terjadi penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya air. 1

18 Salah satu wilayah yang mengalami penurunan kuantitas sumberdaya air karena adanya perambahan hutan adalah wilayah Provinsi Banten, yaitu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau. DAS Cidanau merupakan salah satu DAS penting bagi penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah Serang Barat (Cilegon dan sekitarnya). Secara geografis DAS Cidanau terletak di antara 06º º LS dan 105º º BT. DAS Cidanau mencakup kawasan seluas ha, yang mencakup wilayah Kabupaten Pandeglang seluas 999,29 ha dan Kabupaten Serang seluas ,71 ha (Bapedalda Banten, 2001). Sungai Cidanau yang berhulu di kawasan Cagar Alam Rawa Danau merupakan sungai utama di DAS Cidanau dan menjadi sumber air baku serta reservoir bagi sungai sungai di tujuh belas sub DAS Cidanau. Sungai Cidanau memiliki limpasan atau debit rata-rata tahunan sebesar 13 m 3 /detik, dengan fluktuasi debit kurang dari 5 m 3 /detik pada musim kering, hingga lebih dari 20 m 3 /detik pada musim hujan. Adanya berbagai kegiatan yang berorientasi negatif, seperti penebangan kayu secara liar dan konversi lahan, mengakibatkan debit air di DAS Cidanau menunjukkan kecenderungan yang terus menurun hingga dibawah kebutuhan air baku PT. KTI (perusahaan pemanfaat air baku dari Sungai Cidanau) yaitu sebesar liter/detik (FKDC, 2007). Hasil penelitian tentang perubahan penggunaan lahan yang dilakukan Baba et al. (2001) diketahui bahwa selama periode tidak ada kegiatan perubahan lahan yang nyata akibat dari penebangan kayu (logging) atau pembangunan areal pertanian. Seiring dengan meningkatnya populasi jumlah penduduk di Cidanau, terdapat kecenderungan terjadinya degradasi lingkungan 2

19 yang berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas air, kecenderungan degradasi lingkungan yang terjadi seperti dilaporkan KTI (2004) antara lain disebabkan oleh perambahan di kawasan Cagar Alam Rawa Danau yang memiliki luasan sebesar ± 849 ha oleh ±1.140 kepala keluarga, dengan mengkonversi kawasan cagar alam menjadi kawasan budidaya. Tingginya tingkat degradasi lingkungan di wilayah Rawa Danau dan hulu DAS Cidanau yang berdampak pada kelangkaan sumber daya air telah menyita perhatian masyarakat maupun industri yang memanfaatkan air dari DAS Cidanau. Degradasi lingkungan ini berdampak pada penurunan ketersediaan air baku dari Sungai Cidanau, juga mengancam eksistensi Cagar Alam Rawa Danau yang merupakan suatu kawasan endemis terutama untuk ekosistem rawa. Rawa Danau merupakan satu-satunya kawasan pegunungan rawa yang masih tersisa di Pulau Jawa. Kondisi tersebut mendorong para pihak-pihak yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan DAS Cidanau untuk membangun kesamaan visi dan misi dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan di DAS Cidanau secara terintegrasi dalam kerangka pembangunan bekelanjutan yang didasarkan pada konsep one river, one plan and one management. Upaya pelestarian lingkungan dengan konsep ini dapat menjadi terobosan baru dalam teknik konservasi lingkungan yang berkelanjutan berdasarkan prinsip hubungan hulu-hilir yang saling menguntungkan antara penyedia di hulu dan pengguna jasa lingkungan di hilir. Sebagai solusi untuk melestarikan lingkungan di DAS Cidanau, khususnya sumber daya air, maka digagaslah model hubungan hulu-hilir dengan transaksi 3

20 Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) atau Payment for Environmental Service (PES) (KTI, 2004). Pendekatan konsep ini merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa pembayaran insentif yang bertujuan untuk mengendalikan dampak negatif lingkungan melalui mekanisme pasar. Mekanisme pasar pasar tercermin pada proses transaksi (tukar menukar jasa) antara penyedia jasa dan pengguna jasa lingkungan dengan posisi setara dan sukarela. Konsep pembayaran jasa lingkungan ini diharapkan dapat menjadi program alternatif dan strategis dalam rangka mengurangi tingkat kerusakan lingkungan dan tingkat kemiskinan masyarakat. Dengan adanya konsep dan mekanisme yang disepakati serta didukung berbagai pihak, maka PT. Krakatau Tirta Industri (PT. KTI) sebagai pemanfaat utama sumberdaya alam dalam bentuk air baku dari Sungai Cidanau, bersedia membayar sejumlah uang sebagai bentuk implementasi dari konsep pembayaran jasa lingkungan dalam bentuk kompensasi atau insentif dan kepada mesyarakat hulu di wilayah DAS Cidanau. PT. KTI bersedia untuk melakukan pembayaran selama 5 (lima) tahun dengan nilai Rp ,00/tahun untuk dua tahun pertama dan Rp ,00/tahun untuk tahun-tahun berikutnya dengan luas lahan seluas 50 ha. Nilai tersebut setara dengan Rp ,00/ha/tahun hingga Rp ,00/ha/tahun. Penerima transaksi pembayaran jasa lingkungan adalah masyarakat hulu yang dipilih berdasarkan kondisi lahan yang kritis dan berpengaruh terhadap fungsi hutan dan tata air di DAS Cidanau serta kondisi sosio-kapital masyarakat yang tepat. Berdasarkan kriteria teresebut, dipilihlah Desa Citaman dan Cibojong kemudian menyusul Desa Kadu Agung dan Cikumbueun. Desa-desa tersebut akan 4

21 menerima pembayaran jasa lingkungan sebesar Rp ,00 /ha/tahun. Ketentuannya, lahan masyarakat yang berhak menerima pembayaran jasa lingkungan harus memiliki jumlah tanaman tidak kuang dari 500 batang pohon tiap hektar lahannya pada tahun pertama dan tidak kurang dari 200 pohon pada akhir tahun ke-lima. Akan tetapi besarnya nilai insentif ini sesungguhnya masih harus dicermati dari jumlah atau nilai transaksi yang diterima oleh masyarakat penerima jasa lingkungan, apakah nilai tersebut sudah sesuai dengan nilai yang seharusnya diterima oleh masyarakat atas kesediaanya mengkonservasi lahannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sand (2004) mengenai kesediaan membayar atas jasa lingkungan (dalam hai ini air) oleh industri sangatlah rendah. Kesediaan membayar itu berkisar antara Rp. 10,00/m 3 Rp ,00/m 3 dari 56 industri atau 40% industri yang bersedia membayar atas jasa lingkungan ini, sementara 60% lainnya menyatakan tidak dapat menjawab. Permasalahan yang kemudian dicoba untuk dikaji adalah nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima masyarakat atau dibayarkan oleh industri masih terlalu rendah sehingga masyarakat masih berpotensi melakukan penebangan maupun konversi lahannya. Seharusnya dengan semakin meningkatnya kualitas jasa lingkungan khususnya air baku, insentif yang diterima masyarakat juga meningkat, sehingga masyarakat bersedia mengubah pola penggunaan lahan yang dilakukannya ke dalam pola penggunaan yang mendukung pada pelestarian kawasan hutan DAS Cidanau. Berdasarkan permasalahan tersebut, dibutuhkan informasi yang dapat menjadi referensi bagi upaya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan yang seharusnya diterima masyarakat penyedia jasa lingkungan di 5

22 wilayah model pembayaran jasa lingkungan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai kompensasi tersebut adalah dengan cara menghitung nilai ekonomi dari lahan yang dijadikan model pembayaran jasa lingkungan tersebut. Informasi mengenai besarnya nilai ekonomi tersebut diharapkan akan bemanfaat sebagai acuan untuk meningkatkan besarnya nilai pembayaran jasa lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan mencegah laju degradasi lingkungan di wilayah DAS Cidanau. 1.2 Perumusan Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau seperti diuraikan di atas telah mengalami degradasi akibat perambahan hutan dan konversi lahan di kawasan DAS Cidanau oleh masayarakat untuk kepentingan budidaya, sehingga apabila tidak ditangani secara intensif, dikhawatirkan akan mengkibatkan gangguan pada pasokan air untuk kebutuhan masyarakat hulu serta masyarakat hilir di wilayah DAS Cidanau dan sekitarnya. Para pihak yang terkait dengan DAS Cidanau berinisiatif untuk melakukan pelestarian lingkungan sebagai upaya pencegahan terhadap dampak yang telah terjadi, salah satu upaya yang telah dilakukan adalah melalui implementasi model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan bagi perbaikan kawasan yang dianggap kritis di hulu DAS Cidanau. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan berupa pembayaran sejumlah uang oleh PT. KTI sebagai pemanfaat jasa lingkungan kepada masyarakat hulu sebagai penyedia jasa lingkungan yang telah ditetapkan sebagai lokasi model pembayaran jasa lingkungan. PT. KTI sebagai buyer membayar sebesar Rp ,00/tahun pada dan Rp ,00/tahun pada atau etara dengan Rp. 6

23 ,00/ha/tahun pada dua tahun pertama dan Rp ,00/ha/tahun pada tiga tahun berikutnya, sementara penyedia jasa lingkungan sebagai seller hanya menerima Rp ,00 /ha/tahun. Permasalahan yang kemudian muncul adalah nilai dari pembayaran jasa lingkungn yang dilakukan dirasa masih terlalu rendah dan tidak sesuai dengan konsekuensi yang harus diterima masyarakat model PJL atas kesediaannya untuk mengkonservasi lahan milik mereka selama 5 tahun waktu kontrak periode pertama. Rendahnya nilai pembayaran jasa lingkungan tersebut disebabkan oleh belum tersedianya informasi mengenai nilai ekonomi dari lahan yang dijadikan model pembayaran jasa lingkungan itu sendiri. Berdaasrkan permasalahan di atas, penelitian ini akan mencoba mengetahui, mempelajari dan memahami permasalahan berikut ini: 1. Bagaimana skema model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang telah diimplementasikan di DAS Cidanau? 2. Berapakah nilai ekonomi dari lahan model pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah memberikan informasi yang bermanfaat bagi peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, dimana secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Menganalisis dan memaparkan mekanisme model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungn di DAS Cidanau. 2. Menghitung nilai ekonomi dari lahan model pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman. 7

24 1.4 Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi bagi PT. KTI serta para stakeholder lain dalam menentukan evaluasi kebijakan mengenai besarnya nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. 2. Memperkaya literatur aplikasi model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungn. 3. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh dari Departemen Ekonomi Sumber daya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. 1.5 Ruang Lingkup Studi Penelitian yang dilakukan merupakan suatu bentuk penilaian terhadap nilai ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan konservasi pada lahan milik masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan. Kajian aspek ekonomi ditekankan pada masyarakat DAS Cidanau hulu penerima pembayaran jasa lingkungan yang hanya dibatasi pada wilayah Desa Citaman dengan luasan lahan yang dikompensasi seluas 25 ha. Batasan penelitian dilakukan dengan asumsi kondisi lahan di wilayah-wilayah model transaksi pembayaran jasa lingkunngan lainnya secara umum serupa atau homogen dengan kondisi lahan di Desa Citaman. Kajian penelitian ditekankan pada seberapa besar nilai ekonomi pada lahan yang dikonservasi oleh masyarakat di lokasi model pembayaran jasa lingkungan. Lahan yang dikonservasi berupa kebun campuran yang di dalamnya terdiri dari berbagai jenis tanaman kayu dan non kayu denganjumlah rata-rata per hektar 500 tanaman, baik besar maupun kecil. Nilai ekonomi yang dihitung dibatasi pada 8

25 nilai guna (use value) berupa manfaat langsung dan manfaat tidak langsung dari lahan model pembayaran jasa lingkungan, sementara nilai bukan guna (non use value), yaitu nilai keberadaan dan nilai warisan tidak dihitung karena bersifat tangible. Informasi mengenai nilai ekonomi yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi upaya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan yang seharusnya diterima oleh masyarakat penyedia jasa lingkungan. Masyarakat di wilayah hulu merupakan pihak yang menjual jasa lingkungan (seller) atau sebagai penyedia jasa lingkungan, sedangkan PT. KTI sebagai pihak yang membeli jasa lingkungan (buyer) atau penerima jasa lingkungan berupa air baku dari Sungai Cidanau. 9

26 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah aliran sungai merupakan satuan wilayah tangkapan air (catchman area) yang di batasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau dan laut serta mengisi air bawah tanah. Pengertian DAS seperti dikemukakan oleh Asdak (1995, 2002) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggungpunggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Karena DAS sebagai sebuah ekosistem, maka terjadilah interaksi antara berbagai faktor penyusunnya seperti faktor abiotik, biotik dan manusia. Sebagai ekosistem, pasti dijumpai adanya input dan segala proses yang berkaitan dengan masukan tersebut yang dapat dievaluasi berdasarkan output yang dihasilkan. Bila curah hujan dipandang sebagai unsur input dalam ekosistem DAS, maka output yang dihasilkan adalah debit air sungai, penambahan air tanah dan limpasan sedimentasi sedangkan komponen lain seperti tanah, vegetasi, sungai dalam hal ini bertindak sebagai prosessor. Pengelolaan DAS haruslah diorientasikan pada segi-segi konservasi tanah dan air dengan menitikberatkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dapat dirasakan oleh segenap kalangan masyarakat, baik kalangan masyarakat hulu maupun masyarakat hilir. Hasil akhir yang menjadi titik sentral perhatian dalam pengelolan DAS adalah kondisi tata air yang stabil dari wilayah DAS tersebut. 10

27 2.2 Pengertian Jasa Lingkungan Jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi jasa wisata alam atau rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah provinsi Banten, 2006). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan disebutkan bahwa pemanfaatan jasa lingkungan adalah bentuk usaha untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan. Lebih lanjut disebutkan pula dalam peraturan pemerintah tersebut bahwa jasa lingkungan adalah jasa ekosistem alamiah dan sistem budidaya yang manfaatnya dapat dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka membantu memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan manusia. Jasa lingkungan hutan merupakan fungsi jasa ekosistem hutan baik yang masih bersifat alami maupun buatan, yang memberikan manfaat langsung dan tidak langsung dalam peningkatan kualitas lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan menyediakan berbagai bentuk jasa lingkungan (Schmidt et al) dalam (Suryawan, 2005), yang dikategorikan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu: 1. Proteksi daerah aliran sungai, hutan memiliki peran penting dalam meregulasi fungsi hidrologi dan mengurangi sedimentasi. 11

28 2. Konservasi keanekaragaman hayati, hutan mengandung proporsi keanekaragaman hayati dunia yang signifikan. Kehilangan habitat, seperti hutan menjadi penyebab utama hilangnya spesies di dalamnya. 3. Sekuestrasi (penyimpanan) karbon. 2.3 Definisi Pembayaran Jasa Lingkungan Rosa et al., (2005) seorang pakar pembayaran jasa lingkungan dari Amerika Tengah mendefinisikannya sebagai kompensasi jasa ekosistem. Menurutnya, ada 4 (empat) klasifikasi jasa ekosistem, yaitu: (1) Jasa Penyediaan (provisioning services): sumber bahan makanan, obat-obatan alamiah, sumberdaya genetik (genetic resources), kayu bakar, serat, air, mineral dan lainlain; (2) Jasa Pengaturan (regulating services): fungsi menjaga kualitas udara, pengaturan iklim, pengaturan air, kontrol erosi, penjernihan air, pengelolaan sampah, kontrol penyakit manusia, kontrol biologi, pengurangan resiko dan lainlain; (3) Jasa Kultural (cultural services): identitas dan keragaman budaya, nilainilai religius dan spiritual, pengetahuan (tradisional dan formal), inspirasi, nilai estetika, hubungan sosial, nilai peninggalam pusaka, rekreasi, dan lain-lain; (4) Jasa Pendukung (Supporting Services): produksi utama, formasi tanah, produksi oksigen, ketahanan tanah, penyerbukan, ketersediaan habitat, siklus gizi dan lainlain. Dengan demikian masyarakat hendaknya dapat memaknai suatu kondisi atau keadaan yang disediakan oleh ekosistem tergantung pada kemampuan ekosistem tersebut dalam menyediakan jasa yang diinginkan atau diharapkan oleh masyarakat. Hingga saat ini pembayaran jasa lingkungan sudah dapat diimplementasikan namum perspektifnya masih beragam. Keberagaman terkait 12

29 dengan elemen yang terlibat dalam skema pembayaran jasa lingkungan, yaitu jasa air daerah aliran sungai, keanekaragaman hayati, landscape beauty atau keindahan lanskap dan karbon sequestration. Keberagaman tersebut juga berlaku dalam hal level/tingkatan implementasi dan bahkan pengertian mengenai konsepnya itu sendiri. Negosiasi adalah entry point yang penting dalam pelaksanaan pembayaran jasa lingkungan. Acuan dari sisi teknis diperlukan untuk membentuk opini dan sebagai bahan masukan untuk negosiasi, artinya penelitian dengan analisis mendalam sesuai dengan kebutuhan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum diimplementasikan. 2.4 Penilaian Jasa Lingkungan Barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya secara garis besar dapat digolongkan ke dalam barang dan jasa yang ada pasarnya (market goods and services - MGS) dan umumnya memiliki nilai/harga pasar (priced goods and services - PGS) dan yang tidak tersedia pasarnya (non-market goods and services - NMGS) dan umumnya tidak memiliki harga pasar (un-priced goods and services - UPGS). MGS dicirikan oleh karakteristik barang dan jasa yang memiliki informasi lengkap (perfect information), sehingga harga dapat digunakan sebagai pengarah/pemimpin untuk pengambilan keputusan konsumsinya. Sementara NMGS, karakteristiknya bisa jelas tetapi tidak memiliki harga, sehingga keputusan pengkonsumsiannya tidak didasarkan pada harga, tetapi oleh preferensi (willingnes to pay - WTP) seseorang. Umumnya barang dan jasa lingkungan merupakan NMGS (RMI, 2007). Contoh yang baik untuk menggambarkan penjelasan tersebut di atas adalah sumberdaya hutan (SDH), selain memang sebagaimana dinyatakan oleh Wunder 13

30 (2005) bahwa dewasa ini perhatian yang meningkat terhadap PES umumnya difokuskan pada SDH. Dengan dasar pemikiran seperti diuraikan di atas, maka manfaat barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh SDH dapat dijabarkan sebagai berikuti (RMI, 2007): Kelompok manfaat dari MGS : (1) hasil hutan berupa kayu dan (2) hasil hutan non-kayu, (3) penyedia pakan ternak, (4) penyedia pangan bagi masyarakat sekitar hutan, dan (5) rekreasi/pariwisata. Kelompok manfaat dari NMGS : (1) kemampuan pohon untuk absorbsi CO2 dan menghasilkan O 2, (2) tempat berlindung dan berkembang biak (habitat) satwa liar, (3) perlindungan tanah dan air, (4) pemandangan, (5) perlindungan keaneka ragaman hayati, (6) sumber plasma nutfah, (7) sekat bakar, (8) wind brake, (9) budaya/sejarah, (10) pendidikan/penelitian, (11) nilai keberadaan hutan, dan (12) areal ritual keagamaan atau spiritual. Pengelompokan jasa lingkungan SDH seperti diuraikan di atas selanjutnya mempengaruhi bagaimana menghitung nilai ekonomi SDH. Menurut Nugroho (2004) dalam RMI (2007) Nilai ekonomi SDH dapat diartikan sebagai karakteristik (kualitas) dari SDH yang membuat sumberdaya tersebut dapat dipertukarkan dengan sumberdaya lain, dengan tujuan utama menentukan nilai secara komprehensif dari SDH tersebut. Informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk penghitungan (1) kerugian dari dampak suatu kegiatan, (2) biaya pencegahan dampak, (3) tarif retribusi, (4) tarif/tiket masuk taman nasional, (5) tarif pajak sumberdaya, (6) kompensasi yang harus dibayar oleh pembuat kerusakan lingkungan (dalam kasus eksternalitas negatif) dan penyedia jasa 14

31 lingkungan (dalam kasus eksternalitas positif), (7) alokasi investasi (asset) untuk tujuan pengelolaan dan (8) analisis biaya manfaat suatu proyek (RMI, 2007). 2.5 Definisi Instrumen Ekonomi Ancaman terhadap kelangsungan sumber daya alam dan penurunan kualitas lingkungan sudah menjadi fenomena global saat ini. Ancaman ini bukan saja menyangkut kesehatan terhadap umat manusia namun juga melibatkan pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumber daya alam (overuse) serta peningkatan pencemaran. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pengelolaan lingkungan sangat diperlukan agar hasil-hasil yang dicapai dari pembangunan ekonomi tersebut tidak menguap (dissipated) oleh karena rusaknya sumber daya alam dan lingkungan. Instrumen pengendalian lingkungan bisa terdiri dari instrumen command and control, moral suasion dan insentif berbasis finansial maupun pasar atau sering disebut sebagai instrumen ekonomi. Instrumen ekonomi bergerak dalam ranah (domain) yang lebih luas dari mulai pajak, property right sampai deposit refund system (Fauzi, 2007). Instrumen ekonomi adalah sebagian dari kebijakan lingkungan dalam mengendalikan dampak negatif yang terjadi pada lingkungan melalui mekanisme pasar. Berbeda dengan instrumen command and control, instrumen ekonomi didasarkan pada pembarian insentif dan mekanisme pasar untuk mengurangi dampak lingkungan (Fauzi, 2007). Secara diagramatis kebijakan lingkungan antara command and control dan instrumen ekonomi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. 15

32 ENVIRONMENT POLICY NON-MARKET BASED INSTRUMENT ECONOMIC INSTRUMENT Output/ Performance based standard Input / Process based standard Education / Moral suasion Sumber: Fauzi, 2007 Price based instrument Environment al charge Incentive payment Auctio nn Quantity based instrument Tradeable permit Environment al off sets Market barrier Gambar 1. Instrumen Kebijakan Terhadap Lingkungan 2.6 Fungsi Instrumen Ekonomi Panayotou (1994) menyebutkan paling tidak ada empat hal utama menyangkut fungsi instrumen ekonomi dalam pengelolaan lingkungan yakni 1. Menginternalisasikan eksternalitas dengan cara mengoreksi kegagalan pasar melalui mekanisme full cost pricing dimana biaya subsidi, biaya lingkungan dan biaya eksternalitas diperhitungkan dalam pengambilan keputusan. 2. Mampu mengurangi konflik pembangunan versus lingkungan, bahkan jika dilakukan secara tepat dapat menjadikan pembangunan ekonomi sebagai wahana (vehicle) untuk perlindungan lingkungan dan sebaliknya. 3. Instrumen ekonomi berfungsi untuk meng-encourage efisiensi dalam penggunaan barang dan jasa dari sumber daya alam sehingga tidak menimbulkan overconsumption karena pasar, melalui isntrumen ekonomi akan memberikan sinyal yang tepat terhadap penggunaan yang tidak efisien. 16

33 4. Instrumen ekonomi dapat digunakan sebagai sumber penerimaan (revenue generating). 2.7 Konsep Nilai untuk Sumber Daya Pengertian nilai atau value, khususnya yang menyangkut barang dan jasa uang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, memeng bisa berbeda jika dipandang dari berbagai disiplin ilmu. Dari sisi ekologi, misalnya, nilai dari hutan mangrove bisa berarti pentingnya hutan mangrove sebagai tempat reproduksi spesies ikan tertentu atau fungsi ekologis lainnya. Dari sisi teknik, nilai hutan mangrove bisa sebagai pencegah abrasi atau banjir dan sebagainya. Perbedaan mengenai konsepsi nilai tersebut tentu saja akan menyulitkan pemahaman mengenai pentingnya suatu ekosistem. Karena itu, diperlukan suatu persepsi yang sama untuk penilaian ekosistem tersebut. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan sebagai persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersebut adalah pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Dengan demikian, kita menggunakan apa yang disebut nilai ekonomi sumber daya alam (Fauzi, 2006). 2.8 Tipologi Nilai Ekonomi Secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperileh barang dan jasa lin. Secara formal konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan (Fauzi, 2006). Banyak literatur dalam bidang valuasi ekonomi seperti Barton (1994), Barbier (1993), Freeman III (2002) menggunakan tipologi nilai ekonomi dalam terminologi Total Economic Value 17

34 (TEV). TEV merupakan penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis pemanfaatan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfaatan atau penggunaan (non use value). Use Value (UV) terdiri dari nilai-nilai penggunaan langsung (Direct use Value ; DUV), nilai-nilai penggunaan tidak langsung (Indirect Use Value ; IUV), dan nilai pilihan (Option Value ; OV). Sementara itu nilai ekonomi berbasis bukan pemnfaatan (NUV) terdiri dari 2 komponen nilai yaitu nilai warisan (Bequest Value ; BV) dan nilai keberadaan (Existence Value ; EV). Gambar 2 berikut ini akan menjelaskan komponen-komponen dari nilai total ekonomi, diantaranya adalah : 1. Nilai Kegunaan Konsumtif (use value) Merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumber daya alam. Use value, seperti terlihat dalam gambar 1. terdiri dari : a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan. b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai yang didapat atau dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. 2. Nilai Kegunaan Non Konsumtif ( non-use value) Merupakan nilai sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Nilai ini lebih sulit untuk diukur karena didasarkan pada preferensi individual terhadap sumberdaya alam dan lingkungan daripada pemanfaatan langsung. Non-use value, seperti terlihat dalam gambar terdiri dari: 18

35 a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang didasarkan pada terpeliharanya SDA tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan SDAL tersebut. b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh generasi saat ini terhadap SDAL agar dapat diwariskan pada generasi mendatang. Selain kedua manfaat tersebut ada juga nilai lain yaitu nilai pilihan (option value), yaitu nilai pemeliharaan SDAL untuk kemungkinan dimanfaatkan pada masa yang akan datang. Pearce dan Moran (1994) menyatakan bahwa nilai total tersebut tidak benar-benar total karena tidak mencakup keseluruhan nilai kecuali nilai ekonomi, dan banyak ahli ekologi menyatakan nilai ekonomi total belum mencakup semua nilai ekonomi karena ada beberapa fungsi ekologis dasar yang bersifat sinergis sehingga nilainya lebih besar dari nilai fungsi secara tunggal. Sedangkan menurut Manan (1985) dari sudut pandang rimbawan bahwa hutan mempunyai fungsi serbaguna, paling tidak sebagai penghasil kayu, pengaturan tata air, tempat berlindung dan tumbuh kehidupan liar, dan tempat rekreasi. Namun masih sangat sulit menetapkan batas-batas fungsi tersebut secara tegas krena adanya interaksi antara fingsi-fungsi tersebut. 19

36 Total Economic Value Use Vaule Non Use Value Nilai Guna Langsung (Direct Use Value) Nilai Guna Tak Langsung (Indirect Use Value) Nilai Guna Pilihan (Option Value) Nilai Warisan (Bequest Value) Nilai Keberadaan (Existence Value) Makanan Biomasa Rekreasi Fungsi ekologis Pengendalian banjir Keanekaragam an hayati Konservasi habitat Habitat Perubahan tak terbalikkan Habitat Spesies yang hampir punah. Gambar 2. Kategori Valuasi Ekonomi Barang dan Jasa Lingkungan 2.9 Valuasi Ekonomi Valuasi Ekonomi adalah sebuah upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan terlepas dari atersedia atau tidaknya nilai pasar bagi barang dan jasa tersebut (Hidayat, 2008) Metode Valuasi Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan Munurut Hufshcmidt et al (1987) penilaian ekonomi tehadap sumberdaya dan lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan diantaranya: Teknik Penilaian dari Segi Manfaat Teknik ini menilai manfaat dari penggunaan barang lingkungan yang menjadi biaya bila penggunaan tersebut tidak dilakukan. Sifat utama teknik ini 20

37 adalah penggunaan harga pasar senyatanya, bilamana mungkin. Teknik ini dibagi ke dalam empat kelompok besar yaitu: 1. Teknik yang Langsung Berdasar pada Nilai Pasar atau Produktifitas a. Pendekatan Nilai Pasar atau Produkitvitas b. Pendekatan Modal Manusia atau Penghasilan yang Hilang c. Pendekatan Biaya Kesempatan 2. Teknik Pemanfaatan Nilai Pasar Barang Pengganti (Surrogate) a. Pendekatan Biaya Perjalanan b. Pendekatan Selisih Upah c. Pendekatan Barang dan Jasa yang Dipasarkan Sebagai Pengganti Lingkungan. d. Pendekatan Nilai Milik 3. Pendekatan Pemanfaatan Teknik Survey a. Pendekatan Tawar-Menawar b. Teknik Delphi 4. Pendekatan Peradilan Dan Kompensasi Teknik Penilaian dari Segi Biaya Dari segi biaya, pendekatan penilaian lingkungan dibagi ke dalam: 1. Teknik analisi biaya, terdiri dari: a. Teknik Pengeluaran Preventif b. Pendekatan Biaya Ganti c. Pendekatan Proyek Bayangan 2. Teknik Analisis Keefektifan Biay 21

38 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Valuasi Ekonomi Untuk melakukan valuasi ekonomi pada lahan model pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman, terlebih dahulu harus melakukan pengelompokan sumberdaya yang dimiliki di lahan tersebut berdasarkan nilai ekonomi total yang dibedakan atas nilai guna dan nilai bukan guna. Diagram teknik valuasi ekonomi berdasarkan pengelompokan nilainya dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai Ekonomi Total Nilai Guna Nilai bukan guna Nilai Guna Langsung 1. Nilai kayu 2. Nilai kayu bakar 3. Nilai produksi buah 4. Nilai huma Nilai Guna Tak Langsung 1. Nilai sumber air untuk rumah tangga Nilai Guna Pilihan Tidak valuasi di Nilai Warisan Tidak valuasi. di Nilai Keberadaan Tidak valuasi di Gambar 3. Diagram Teknik Valuasi Ekonomi Berdasarkan Pengelompokan Nilai di Lahan Model PJL di Desa Citaman Tahapan Valuasi Ekonomi Penentuan nilai ekonomi total melalui teknik valuasi ekonomi dilakukan melalui beberapa tahapan (Hidayat, 2008), yang terdiri dari: 22

39 1. Penentuan Daerah atau Wilayah yang akan divaluasi. Tujuannya adalah untuk mengetahui cakupan wilayah yang dapat dinilai, potensi sumberdaya alam dan lingkungan, pola pemanafaatan lahan, kondisi sosial ekonomi terkait dengan pemanfaatan, identifikasi narasumber yang akan menjadi instrumen penilaian. 2. Penentuan Tujuan Penilaian Untuk mengetahui tujuan atau sasaran penilaian, apakah untuk menghitung nilai ekonomi total, menghitung biaya ganti rugi, AMDAL atau lainnya. Jika tujuan valuasi tersebut untuk menghitung nilai ekonomi total, maka dilanjutkan dengan tahapan berikutnya. 3. Identifikaasi Permasalahan Tidak semua komponen sumeberdaya alam dan lingkungan atau kerusakan lingkungan dapat divaluasi karena berbagai keterbatasan, untuk itu perlu dibuat skala prioritas berdasarkan hasil identifikasi. 4. Identifikasi Jenis dan Sebaran Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL). Sumber daya alam dan lingkungan bisa berada dalam berbagai bentuk ekosistem. Setiap ekosistem memiliki fungsi yang berbeda sehingga akan memiliki nilai yang berbeda pula. Untuk itu, diperlukan identifikasi jenis dan sebaran SDAL dalam berbagai ekosistem tersebut. 5. Identifikasi Fungsi dan Manfaat Sumber Daya Alam dan Lingkungan Setelah jenis dan sebaran SDAL diketahui, tahapan berikutnya adalah mengidentifikasi fungsi dan manfaat dari masing-masing SDAL. 6. Penentuan Metode Valuasi 23

40 Setalah fungsi dan manfaat teridentifikasi, kemudian ditentukan teknik yang paling sesuai untuk digunakan dalam menilai fungsi dan manfaat tersebut. 7. Kuantifikasi Data Kuantifikasi data dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, salah satu cara paling mudah adalah dengan pendekatan nilai pasar. Jenis data kuntitatif yang dibutuhkan meliputi luasan, panambahan atau pengurangan produktivitas dan lain-lain. 8. Valuasi Fungsi dan Manfaat Sumberdaya Alam dan Lingkungan Valuasi ekonomi ditentukan dengan cara mengalikan data kuantitatif dengan nilai moneter. 3.2 Kerangka Operasional DAS Cidanau dengan fungsi utamanya sebagai penyedia jasa air, saat ini kondisinya telah mengalami degradasi yang cukup nyata karena tingginya tingkat deforestasi, konversi lahan serta penggunaan bahan kimia dalam pertanian. tingginya tingkat degradasi disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat, terutama masyarakat di wilayah hulu DAS Cidanau, tentang arti penting dan manfaat DAS Cidanau untuk keberlanjutan semua pihak. Tingginya tingkat degradasi juga tidak terlepas dari taraf hidup masyarakatnya yang masih belum sejahtera sehingga alasan ekonomi menjadi faktor utama penyebab degradasi lingkugan di wilayah hulu DAS Cidanau. Berbagai laporan menyebutkan tingginya tingkat degradasi yang meliputi perambahan hutan dan perubahan penggunaan lahan yang disertai dengan jumlah penduduk yang terus bertambah telah menyebabkan terganggunya ketersediaan air di DAS Cidanau yang ditandai dengan penurunan kualitas dan kuantitas air di 24

41 DAS Cidanau (FKDC, 2007). Berdasarkan permasalahan tersebut, para pihak yang terkait dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau berupaya untuk melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya degradasi yang lebih besar. Upaya pelestarian tersebut berupa mekanisme hubungan hulu-hilir antara masyarakat hulu (Desa Citaman) sebagai penyedia jasa lingkungan dengan pemanfaat jasa lingkungan (PT. KTI) di hilir. Mekanisme tersebut berupa pemberian insentif dari PT. KTI kepada masyarakat Desa Citaman, tujuannya agar masyarakat penyedia jasa lingkungan bersedia mengkonservasi lahannya dengan cara melakukan penanaman kembali kawasan yang telah mengalami kerusakan (kritis) dan menjaga keberadaan hutan serta tutupan lahan milik mereka agar ketersediaan air tetap terjaga, baik untuk masyarakat di hilir maupun masyarakat di hulu. Kendala yang kemudian muncul adalah nilai dari pembayaran jasa lingkungan saat ini dirasa masih terlalu rendah, sehingga permasalahan tersebut menjadi dasar perlunya dilakukan penelitian ini. Masih rendahnya nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima masyarakat saat ini dapat berakibat pada terganggunya mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang saat ini telah berlangsung. Untuk itu, dibutuhkan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi upaya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan agar mekanisme hubungan hulu hilir yang telah berlangsung dapat tetap terjaga keberlanjutannya. Informasi terhadap nilai tersebut dapat ditentukan dengan cara melakukan valuasi ekonomi terhadap nilai ekonomi pada lahan model pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman seluas 25 ha dengan metode pendekatan nilai pasar atau produktivitas. Perlu ditekankan bahwa nilai ekonomi yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak secara langsung menjadi nilai yang 25

42 seharusnya dibayar atau diterima oleh pihak-pihak yang terkait dalam implementasi transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Tersedianya informasi mengenai nilai ekonomi pada lahan model pembayaran jasa lingkungan diharapkan dapat menjadi landasan bagi para stakeholder di DAS Cidanau untuk menentukan kebijakan ke arah peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan, sehingga mekanisme pembayaran jasa lingkungan tetap terjaga keberlanjutannya. Konsep hubungan hulu hilir tersebut akan memberikan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat sehingga DAS Cidanau akan tetap terjaga kelestariannya seiring dengan adanya transaksi yang saling menguntungkan semua pihak. Secara lebih jelas, uraian tersebut dapat dilihat dalam gambar 4. 26

43 DAS Cidanau Degradasi lingkungan di DAS Cidanau (Deforestasi, konversi lahan dan penggunaan bahan kimia pada kegiatn pertanian) Penurunan kualitas dan kuantitas air baku di DAS Cidanau Nilai pembayaran jasa lingkungan saat ini terlalu rendah Upaya pencegahan degradasi di DAS Cidanau (PT KTI) (pemanfaat jasa lingkungan) Mekanisme pembayaran jasa lingkungan (PJL) di DAS Cidanau (masyarakat hulu) (penyedia jasa lingkungan) 1. Membentuk Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) 2. Membangun dan mengembangkan hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan Mekanisme PJL terganggu FKDC (intermediary) Nilai ekonomi lahan model pembayaran jasa lingkungan Ketersediaan air di hulu maupun hilir DAS Cidanau tetap terjaga Keterangan : Gambar 4. Diagram Alir Kerangka Berpikir Operasional Lingkup penelitian 27

44 IV METODOLOGI 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau, tepatnya di Desa Citaman, Kabupaten Serang. Sedangkan waktu pengambilan data dilaksanakan pada Maret hingga April Jenis dan Sumber Data Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari responden dengan wawancara menggunakan kuesioner yang telah disiapkan dan observasi yang dilakukan di lingkungan sekitarnya. Data sekunder diperoleh dari catatan berupa laporan atau arsip dari lembaga-lembaga atau instansi yang terkait yang meliputi keadaan umum penelitian, dan data lain yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain diperoleh dari: Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), PT. Krakatau Tirta Industri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rekonvasi Bhumi, BAPPEDA Kabupaten Serang, Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten, serta Kantor Desa Citaman. 4.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Menurut Singarimbun (1989) dalam Putra (2009), survey adalah metode pengambilan sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Seorang peneliti dapat mengumpulkan data tertentu dengan memilih sampel dari suatu populsi dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan dengan mealkukan teknik survey. 28

45 4.4 Metode Pengambilan Contoh Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan metode random sampling. Responden dipilih secara acak dari suatu daftar individual di dalam suatu populasi. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Citaman yang menjadi anggota kelompok Tani Karyamuda II, yaitu sebagai masyarakat kelompok tani yang lahannya dijadikan sebagai model pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dengan jumlah populasi sebanyak 43 orang (Lampiran 1). Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 responden. 4.5 Metode Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses ini seringkali digunakan statistik, baik dalam bentuk model maupun tidak. Salah satu fungsi pokok statistik adalah menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami (Singarimbun dan Effendi 1989) dalam putra (2009). Data yang telah terkumpul kemudian diolah dengan program Microsoft excel Mekanisme pembayaran jasa lingkungan dianalisis secara kualitatif dengan alat analisis SWOT, sementara pendugaan nilai ekonomi dianalisis dengan pendekatan nilai pasar atau produktivitas. Hasil pengolahan data dianalisis secara deskriptif dengan metode pendekatan nilai pasar dan disajikan dalam bentuk gambar, tabel dan perhitungan matematik. 29

46 4.6 Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi bebbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan Eksternal Opportunities dan Threaths Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threaths) dengan faktor internal Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses) (Rangkuti, 1997). 4.7 Pendugaan Nilai Ekonomi Perhitungan nilai guna (use value) di lokasi model pembayaran jasa lingkungan (PJL) dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : NE = NGL + NGTL = (NK+NKB+NP+NH) + (NA) NE NGL = Nilai Ekonomi = Nilai Guna Langsung NGTL = Nilai Guna Tidak Langsung NK NKB NP NH NA = Nilai Kayu = Nilai Kayu Bakar = Nilai Produk = Nilai Huma = Nilai Air Nilai Kayu Nilai kayu ditentukan dari potensi kayu yang ada di lokasi model PJL seluas 25 hektar dikalikan dengan harga kayu yang ada di pasaran di dekat lokasi penelitian, dimana formula yang digunakan adalah sebagai berikut : 30

47 NK = (VKi x HKi) Dimana : NK = nilai kayu (Rp) VKi = rata-rata volume kayu untuk jenis ke-i (m 3 ) HKi = Harga kayu di pasaran untuk jenis ke-i (Rp/m 3 ) Nilai Kayu Bakar Nilai kayu bakar ditentukan dengan metode pendekatan nilai pasar karena di lokasi penelitian telah terdapat pasar untuk kayu bakar dengan formula sebagai berikut : NKB = (VKB i X HKB) x P Dimana : NKB = nilai kayu bakar (Rp/tahun) VKB i = rata-rata konsumsi kayu bakar yang dikonsumsi per rumah tangga anggota penerima pembayaran jasa lingkungan (m 3 /tahun) HKB = harga kayu bakar (Rp/m 3 ) P = jumlah kepala keluarga yang menerima pembayaran jasa lingkungan (jiwa) Penentuan nilai kayu bakar ditentukan berdasarkan pada jumlah rata-rata kayu bakar yang dikonsumsi masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan per tahun di lokasi model pembayaran jasa lingkungan. Diasumsikan masyarakat hanya mengambil kayu bakar dari lokasi model pembayaaran jasa lingkungan Nilai Produk Nilai produk adalah nilai yang diperoleh dari produk hasil buah-buahan dan dedaunan dari berbagai jenis tanaman yang terdapat di lokasi penelitian. Perhitungan nilai produk ditentukan dengan metode pendekatan nilai pasar 31

48 dimana harga yang digunakan adalah harga yang berlaku di pasar sekitar lokasi penelitian. Nilai produk ditentukan dengan formula perhitungan sebagai berikut. NP = (VP i x JP i x J i x HP i ) Dimana : NP = nilai ekonomi produk total (Rp/tahun) VP i = produktivitas rata-rata produk ke-i dari jenis tanaman ke-i (satuan berat) JP i = hasil panen rata-rata per tanaman dari tanama ke-i (satuan berat) J i = jumlah tanaman ke-i (buah) HP i = harga jual produk ke-i (Rp/satuan berat) Nilai Air Rumah Tangga Konsumsi air untuk rumah tangga meliputi air untuk kebutuhan mandi, minum dan memasak, mencuci, wudhu serta untuk kakus. Nilai air dihitung dengan metode pendekatan nilai pasar dengan formula sebagai berikut : NA = VKA x JP x HA x 12 bulan Dimana : HA = nilai air (Rp/tahun) VKA JP = konsumsi air rata-rata (m 3 /bulan) = jumlah masyarakat penerima PJL (orang) HA = harga air (Rp/m 3 ) Nilai Huma Penentuan nilai ekonomi dari huma diperoleh dengan melakukan perhitungan biaya manfaat dari kegiatan pertanian huma itu sendiri dengan pendekatan nilai pasar. Komponen yang termasuk dalam biaya pada pertanian 32

49 huma adalah biaya pengadan pupuk, biaya pengadaan benih dan biaya pemanenan (upah). Sedangkan komponen yang termasuk ke dalam manfaat adalah hasil panen yang dikalikan denga harga jualnya. Nilai huma dihtung dengan formula sebagai berikut. NH = (Bi Ci) Dimana : NH = nilai huma Bi Ci = komponen biaya pemanenan huma = komponen biaya pemanenan huma 4.8 Batasan Penelitian Lingkup ekonomi yang dihitung merupakan nilai guna (use value) dari lahan model pembayaran jasa lingkungan seluas 25 ha yang terletak di Desa Citaman. Nilai guna (use value) yang dihitung terdiri dari nilai guna langsung (direct use) berupa nilai kayu, kayu bakar, produk, serta pagi gogo, dan nilai guna tidak langsung (indirect use) berupa nilai ketersediaan air bersih. Perhitungan terhadap nilai guna lainnya seperti nilai bukan guna tidak dilakukan karena karena bersifat tangible. Penelitian kali ini juga akan memaparkan peran dan fungsi serta permasalahan DAS Cidanau dan analisis mengenai bagaimana mekanisme transaksi pembayaran jasa lingkungan yang telah disepakati dan diimplementasikan di DAS Cidanau. 4.9 Definisi Operasional 1. Nilai Ekonomi Total Nilai ekonomi total didefinisikan sebagai nilai eoknomi sumber daya alam dan lingkungan (SDAL) dalam suatu ekositem tertentu yang merupakan penjumlahan dari nilai guna (use value) dan nilai bukan guna (non use value). 33

50 berikut ini akan dijelaskan komponen-komponen dari nilai total ekonomi, diantaranya adalah : 1. Nilai Guna (Use Value) merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumber daya alam. Nilai guna (use value), terdiri dari: a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan. b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai ekologis yang didapat atau dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. c. Nilai pilihan (option value), yaitu nilai pemeliharaan SDAL untuk kemungkinan dimanfaatkan pada masa yang akan datang. 2. Nilai Kegunaan Non Konsumtif (Non-Use Value), merupakan nilai sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena keberadaannya, meskipun tidak dikonsumsi secara langsung, terdiri dari: a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang didasarkan pada terpeliharanya SDA tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan SDAL tersebut. b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh generasi saat ini terhadap SDAL agar dapat diwariskan pada generasi mendatang. 34

51 2. Variabel Karakteristik responden a. Tingkat Pendidikan : Jenjang pendidikan formal atau sederajat yang pernah ditempuh oleh responden hingga penelitian ini dilaksanakan. b. Tingkat Pendapatan : Jumlah rupiah yang diperoleh responden per rumah tangga per bulan. Rumah tangga diartikan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang mendiami suatu rumah dan mengurusi kebutuhan rumah tangganya bersama. c. Jumlah Tanggungan Keluarga : Jumlah anggota keluarga reponden yang menjadi tanggungan reponden. 3. Komponen- komponen analisis SWOT (Rangkuti, 1997) : a. Kekuatan (strengths) merupakan suatu kelebihan khusus yang memberikan kaunggulan komparatif dalam suatu industri yang berasal dari organisasi. b. Kelemahan (weaknesses) kataerbatasan dan kekurangan dalam hal sumber daya yang secara nyata menghambat aktivitas keragaan organisasi. c. Peluang (opportunities) sesuatu yang diinginkan atau disukai dalam lingkungan organisasi. d. Ancaman (threaths) merupakan situasi yang tidak disukai dalam lingkungan organisasi dan merupakan penghalang bagi posisi yang diharapkan dalam organisasi. 35

52 Tabel 1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data Uraian Mekanisme transaksi pembayaran langkungan jasa Nilai guna (Use Value) Nilai kayu Nilai kayu bakar Nilai produk Nilai ekonomi huma Nilai bukan guna (non use value) Nilai sumber air untuk rumah tangga Jenis Sumber Analisis Primer Informasi tentang transaksi pembayaran jasa lingkungan Sekunder Peta DAS cidanau Skema transaksi pembayaran jasa lingkungan Primer: Ukuran kayu Data Primer Wawancara Menentukan Nilai Ekonomi Sekunder: Luas lahan masyarakat model PJL Data jumlah tanaman di lahan model PJL Harga kayu Primer: Volume kayu bakr Durasi penggunan kayu bakar Harga Primer: Waktu panen Hasil panen Harga Sekunder: Luas lahan masyarakat model PJL Data jumlah tanaman di lahan model PJL Harga pasar Primer: biaya pengadan pupuk biaya pengadaan benih biaya pemanenan Harga padi gogo Primer; Jumlah konsumsi air per RT per hari Sekunder: Harga air Sekunder LSM Rekonvasi Bhumi FKDC Primer: Wawancara dengan menggunakan kuiseoner Sekunder: Kelompok Tani Karyamuda II Perusahaan kayu di Kab. Serang Primer: Wawancara dengan menggunakan kuiseoner Primer: Wawancara dengan menggunakan kuiseoner Sekunder: Kelompok Tani Karyamuda II Dinas Kehutanan dan Perkabunan Kabupaten Serang Primer: Wawancara dengan menggunakan kuiseoner Primer: Wawancara dengan menggunakan kuiseoner Sekunder: PDAM Kab Serang SWOT kualitatif Pendekatan nilai pasar atau produktivitas kuantitatif Pendekatan nilai pasar atau produktivitas kuantitatif Pendekatan nilai pasar atau produktivitas kuantitatif Pendekatan nilai pasar atau produktivitas Analisis Biaya manfaat kuantitatif Pendekatan nilai pasar atau produktivitas kuantitatif 36

53 V GAMBARAN UMUM LOKASI 5.1 Keadan umum wilayah Letak dan Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau merupakan salah satu DAS penting di wilayah Propinsi Banten, secara geografis DAS Cidanau terletak di antara 06º º LS dan 105º º BT. DAS Cidanau mencakup kawasan seluas ha (Bapedalda Provinsi Banten, 2001), yang mencakup wilayah Kabupaten Pandeglang seluas 999,29 ha dan Kabupaten Serang seluas ,71 ha. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau memiliki luas ha dan merupakan salah satu sumberdaya yang mendukung pembangunan di wilayah barat Provinsi Banten yang merupakan salah satu lokasi industri yang sangat penting dan strategis bagi Indonesia. Didalam kawasan DAS Cidanau, dijumpai pula Cagar Alam Rawa Danau dengan luas ha yang merupakan salah satu kawasan endemis berupa rawa pegunungan dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Cagar Alam Rawa Danau ditetapkan berdasarkan Government Besluit (GB) 1960 Staatblad Nomor 683 tanggal 16 November 1921, dan berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 Cagar Alam Rawa Danau termasuk kawasan suaka alam, sehingga daerah hulu dimana Cagar Alam Rawa Danau berada dikelola oleh seksi konservasi wilayah III yang berkedudukan di Serang, Balai KSDA Jawa Barat I (FKDC, 2007). Cagar Alam Rawa Danau berbatasan langsung dengan cagar alam Tukung Gede di sebelah utara dan timur sedangkan sebelah selatan berbatasan langsung dengan Desa Kalumpang, di sebelah barat berbatasan dengan Desa Cirahab. 37

54 Gambar 5. Landsat DAS Cidanau Wilayah DAS Cidanau secara administratif terdiri dari 33 Desa pada 5 wilayah kecamatan di Kabupaten Serang dan 4 desa di kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang. Wilayah DAS Cidanau seluas ha berada di Kabupaten Serang dan Pandeglang dan dibatasi oleh batas-batas berikut (tabel 2). Tabel 2. Batas-Batas Wilayah DAS Cidanau Sebalah Utara Gunung Tukung Gede dan Gunung Saragean Sebelah Selatan Gunung Pule dan Gunung Karang Sebelah Timur Gunung Sangkur, Gunung Aseupan dan Gunung Condong Sebelah Barat Selat Sunda Sumber : FKDC Proivnsi Banter, 2007 Sedangkan wilayah Desa Citaman, yang merupakan salah satu desa percontohan atau model pembayaran jasa lingkungan (PJL) dan merupakan desa yang menjadi lokasi penelitian penulis, terletak di wilayah Kecamatan Ciomas dengan luas wilayah administrasi sebesar 543 ha, dengan luasan lahan yang menjadi model pembayaran jasa lingkungan seluas 25 ha. Desa Citaman berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang di sebelah selatan, dengan Desa Sukabares dan Sungai Cidanghian di sebelah barat, dengan Desa Cisitu, Lebak 38

55 dan Sungai Cikempong di sebelah timur serta dengan Desa Pondok Kahuru dan Sungai Cibarugbug di sebelah selatan (Lampiran 8) Iklim Indonesia pada umumnya beriklim tropis, termasuk di kawasan DAS Cidanau, yang hanya memiiki 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Akibat dari keadaan tersebut terjadi variasi keadaan suhu, kelembapan nisbi, keadaan air permukaan dan besarnya curah hujan. Variasi keragaman suhu, keadaan air permukaan dan besaran curah hujan di DAS Cidanau termasuk tipe iklim B1 (FKDC, 2007). Curah hujan rata-rata berkisar antara C. Wilayah ini mendapat curah hujan dua musim yaitu musim Timur antara bulan Nopember Maret dan bulan Mei-Oktober, sedangkan bulan-bulan kering terjadi antara bulan Agustus-September. Kelembaban nisbi DAS Cidanau antara 77,60 % - 85,00 % dimana kelembaban terendah terjadi pada bulan Oktober, sedangkan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Maret Topografi Derajat kemiringan dan panjang lereng 2 sifat utama dari topografi yang dapat mempengaruhi erosi. Semakin curm dan semakin panjang lereng tersebut, mka semakin besar keceparan run-off dan bahaya erosi. Secara umum keadaan topografi DAS Cidanau berbentuk seperti cawan terbuka, dimana bagian tengahnya terhampar dataran yang dikelilingi oleh bukit-bukit curam di bagian timur dan utara, sedangkan untuk bagian barat dan selatan relatif datar. DAS Cidanau terbentang pada ketinggian antara mdpl dengan ketinggian lereng antara %. Data dari kelerengan di wilayah DAS Cidanau terbagi menjadi 5 kelas kelerengan yang dapat dilihat pada Tabel 3. 39

56 5.1.4 Keanekaragaman Hayati Wilayah DAS Cidanau memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi dan perlu untuk dileastarikan, terutama dengan adanya kawasan-kawasan yang dilindungi seperti Cagar alam Rawa Danau. Keberadaan flora dan fauna alami berfungsi sebagai salah satu penyeimbang dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan DAS tersebut, karena saling tergantung dan saling mempengaruhi. Tingginya erosi, sedimentasi dan turunnya permukan air adalah indikator menurunnya flora alami, tumbuh suburnya gulma seperti eceng gondok, rumput lameta, kayambang dan lainnya merupakan akibat percepatan proses penyuburan (eutrofikasi). Sedangkan penggunaan pupuk organik merupakan penyebab dari matinya fauna mikroskopis penetralisir air sungai, sehingga menyebabkan munculnya habitat baru yang dibarengi dengan biota baru (FKDC, 2007). Adapun keanekaragaman floraa di DAS Cidanau, antara lain : Gempol (Antocephalus cadamba), Gagabusan (Alstonia apiculata), Jajawai (Ficus rutsa), Kadeper (Mangifera odorata), rengas (Gluta rengas), babakoan (Calotropis gigantean), eceng gondok (Eichrnia crassipes), puspa (Schima walichii), salam (Eugenia fastigiata) dan melinjo (Gnetum gnemon). Pada daerah hulu DAS Cidanau terdapat beberapa satwa liar yang beranekaragam, dari kelompok mamalia, reptilia, aves dan pisces meliputi : Mamalia : Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Babi Hutan (Sus Vitatus), Lutung (Presbytes pirrus) dan kucing hutan (Felis bengalensis), dll. 40

57 Reptilia : Biawak (Varanus salvator), kura-kura (Tronik cortilangineus), buaya (Crocodylus porosus), ular sanca (Pyton reticularis), kodok (Bufo melanosticus), dll Tabel 3. Kelas Kelerengan di Wllayah DAS Cidanau Kelas Kelerengan Kemiringan Lereng Luas Kemiringan lereng (%) 1 Datar 0 8 % Landai 8 15 % Agak Curam % Curam % Sangat Curam > 40 % Sumber: RTL DAS Cidanau Bappeda Kabupaten Serang dan BRLKT DAS Citarum-Ciliwung Hidrologi Siklus hidrologi secara umum diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu air hujan, air permikaan dan air tanah. 1. Sumber Daya Air Hujan Kuantitas air hujan ini dapat dilihat dari jumlah curah hujan yang jatuh yang kemudian dikaitkan dengan luas daerah tangkapannya. Dari hasi data sekunder yang ada dapat dilihat bahwa hujan rata-rata tahunan berjumlah mm. Luas daerah tangkapan adalah ha, dengan demikian kuantitas sumber daya hujan tahunan di DAS Cidanau sebesar m 2 (KTI, 2004). 2. Sumber daya air tanah Air Tanah adalah semua sumber daya air yang dijumpai di bawah permukaan tanah (FKDC, 2007): 3. Sumber daya air permukaan Di DAS Cidanau, sumber daya air permukaan berupa air sungai dan air danau. Di dalam kawasan DAS Cidanau terdapat 17 sub DAS yang bermuara di sungai Cidanau yang umumnya membentuk pola aliran mendaun (sub dendritik), hampir 41

58 sebagian besar dari 17 sub DAS tersebut menglir dan bermuara ke Rawa Danau (hulu Sungai Cidanau) yang terus-menerus mengalir sepanjang tahun dengan debit yang bervariasi. Satu-satunya sungai yang mengalir dari Rawa Danau ke laut adalah Sungai Cidanau. Sungai tersebut yang menjadi sumber air utama untuk memenuhi kabutuhan air bersih industri dan masyarakat di wilayah Kota Cilegon. Debit air rata-rata Sungai Cidanau dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Debit Air Rata-Rata Sungai Cidanau Tahun Debit air (liter/detik) Rata-rata Minimal Maksimal , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,41 Sumber: PT. Krakatau Tirta Industri Penggunaan Lahan Sebaran penggunaan lahan yang berada di kawasan DAS Cidanau yang diolah dari hasil interpretasi dan informasi sumber data peta penggunaan lahan BPT, peta topografi dan data foto udara serta hasil uji pemeriksaan di lapangan terhadap hasil interpretasi dengan pengelolaan transformasi database, luas penggunaan lahan adalah ,43 ha dengan sebaran hutan belukar seluas 2.814,41 ha atau (11.7% dari luas lahan), hutan rawa seluas 1.433,47 ha (5.9% dari luas lahan), danau rawa seluas 306,80 ha (1.3% dari luas lahan), kebun campuran seluas 8.174,88 ha (33.9% dari luas lahan), sawah seluas 6.708,95 ha (27.8% dari luas lahan), pemukiman seluas 386,95 ha (1.6% dari luas lahan). Sedangkan lahan kritis yang ada di DAS Cidanau adalah seluas 4.315,97 ha (17.9% dari luas lahan). 42

59 5.2 Keadaan Sosial Ekonomi Kependudukan Perkembangan fisik, perekonomian serta sosial budaya daerah sangat ditentukan oleh perubahan keadaan dan kondisi penduduk setempat. Informasi mengenai perkembangan wilayah lokasi penelitian yaitu DAS Cidanau secara umum dan desa model pembayaran jasa lingkungan (Desa Citaman) secara khusus dipaparkan pada bagian berikut. 1. Jumlah Penduduk Masalah kependudukan sangat berpengaruh terhadap segala kegiatan yang dilakukan di DAS Cidanau, terutama kegiatan yang berkaitan dengan perekonomian, karena semakin besar jumlah penduduk semakin besar pula kebutuhan terhadap sumber daya alamnya, baik terhadap mata pencaharian, pangan dan gizi maupun kesehatan dan lingkungan. Jumlah penduduk di wilayah DAS Cidanau berdasarkan jenis kelamin adalah sebanyak jiwa dengan proporsi jiwa laki-laki dan jiwa perempuan dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 3%. Untuk Desa Citaman, yang merupakan desa model pembayaran jasa lingkungan, jumlah penduduk total sebanyak jiwa dengan proporsi jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. 2. Umur Penduduk Berdasarkan strukturnya, jumlah penduduk dibagi menjadi 3 golongan, yaitu usia anak-anak (0 15 tahun) berjumlah jiwa, sedangkan yang berusia produktif (16 60 tahun) berjumlah jiwa sisanya yang berusia lanjut sebanyak 29 jiwa. Untuk wilayah DAS Cidanau secara umum prosentase struktur 43

60 umur penduduk adalah anak-anak 39,61 %, umur produktif 55,74% dan usia lanjut 4,6% Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk adalah kegiatan usaha utama yang sangat berkaitan erat dengan tingkat pendapatan dan pengelolaan terhadap sumber daya alam yang ada. Pola kegiatan penduduk wilayah DAS Cidanau didominasi oleh sektor pertanian, selain itu bermata pencaharian sebagai pedagang, pegawai negeri, pertukangan dan lain-lain. Jumlah penduduk yang memilliki mata pencaharian sebanyak 68% dari usia produktif dan lansia, dengan 33% dari jumlah keseluruhan penduduk bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan sisanya tersebar dalam berbagai bentuk usaha seperti peternakan yang menjadi usaha sampingan terbesar kedua setelah pertanian. Untuk penduduk Desa Citaman, bentuk mata pencaharian utama mereka adalah petani, pedagang dan pegawai negeri dengan prosentase terbesar adalah petani yaitu 29,45% dari usia produktif dan lansia Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian Karakteristik umum responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman diperoleh berdasarkan survey yang yang dilakukan terhadap 30 responden penerima pembayaran jasa lingkungan. Karakteristik umum responden ini dinilai dari beberapa jenis variable yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan formal yang pernah ditempuh, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan per bulan, dan jumlah tanggungan. 44

61 Usia Pada umumnya seluruh penerima pembayaran jasa lingkungan adalah laki- perempuan, laki, jika ada penerima pembayaran jasa lingkungan berjenis kelamin hal itu untuk menggantikan posisi suaminya yang telah meninggal. Tingkat usai responden tergolong cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 30 tahun sampai 70 tahun. Jumlah responden terbanyak terdapat pada sebaran usia tahun, berjumlah 14 orang (47% dari keseluruhan responden). Responden yang berusia tahun dan berusia 59 tahun masing- masing berjumlah 5 orang (17% dari keseluruhan responden), dan responden berusia tahun berjumlah 6 orang (20% dari keseluruhan responden). Prosentase distribusi usia responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar % 16.5% % 47% >59 Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia Pendidikan Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden tidak begitu bervariasi, yaitu hanya pada jenjang Sekolah dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), bahkan ada sebagian responden yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Berdasarkan hasil analisis data primer, sebanyak 27 orang (90% dari keseluruhan responden) hanya mencapai jenjang SD, 1 orang (7% dari keseluruhan responden) mencapai jenjang SMP, dan 2 orang (3% dari keseluruhan responden) tidak pernah bersekolah. Berdasarkan hasil wawancara 45

62 dengan para responden, rendahnya jenjang pendidikan yang dicapai disebabkan oleh jauhnya jarak tempuh ke sekolah dan terbatasnya jumlah sekolah pada saat itu, yaitu hanya terdapat 1 SD di luar Desa Citaman. Prosentase tingkat pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 7. 3,3% 90% 6,7% tidak sekolah SD SMP Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman berada pada kisaran Rp ,00 Rp ,00/bulan. Rendahnya tingkat pendapatan responden ini terkait dengan mata pencaharian responden yang seluruhnya adalah petani kebun, dengan demikian tingkat pendapatan sangat dipengaruhi oleh hasil panen dari komoditi yang terdapat pada kebun yang mereka miliki. Sebanyak 50% dari keseluruhan responden atau 15 orang memiliki pendapatan antara Rp ,00 Rp ,00/bulan, pendapatan pada kisaran Rp ,00 Rp ,00/bulan sebanyak 37% dari keseluruhan responden atau 11 orang, sedangkan yang memiliki pendapatan di atas Rp ,00/bulan hanya 13% atau 4 orang dari keseluruhan responden. Prosentase tingkat pendidikan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 8. 46

63 13% % % > Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Luas lahan Luas lahan yang dimiliki oleh penerima jasa lingkungan sangat bervariasi mulai 0.1 ha hingga lebih dari 1 ha. Luasan lahan tersebut sangat berpengaruh terhadap penerimaann dari pembayaran jasa lingkungan, yaitu sebesar Rp ,00/ha/tahun. Jadi, semakin luas lahan yang dimiliki oleh responden semakin besar pula uang yang diterima dari pembayaran jasa lingkungan, dengan demikian luasan lahan berpengaruh terhadap pendapatan responden. Luasan lahan yang dimiliki responden mayoritas berada pada kisaran 3001 m m 2 yaitu sebanyak 14 orang (47% dari keseluruhan responden), sementaraa yang memiliki luasan antara 6001 m m 2 sebanyak 11 orang (33% dari keseluruhan responden), sedangkan responden yang memiliki luas lahan antara 1000 m m 2 dan 9001 m 2 masing-masing berjumlah 3 orang (10% dari keseluruhan responden). Dengan demikian rata-rata pemilikan lahan dari responden tersebut adalah 5977,33 m 2 artinya rata-rata penerimaan dari pembayaran jasa lingkunagn sebeasr Rp ,,60. Prosentase luas lahan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 9. 47

64 10% 33% 10% 47% m m m2 > 9001 m2 Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Jumlah tanggungan Jumlah tanggungan responden mayoritas berada pada selang 6 9 orang per keluarga, yaitu berjumlah 15 responden (50% dari keseluruhan responden), sedangkan 14 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 1 5 orang (47% dari keseluruhan responden), dan sisanya yaitu 1 orang memiliki jumlah tanggungan lebih dari 9 orang, tepatnya 10 orang (3% dari keseluruhan responden). Prosentase jumlah tanggungan responden penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 10. 3,3% 50% 46,7% 1-5 orang 6-9 orang > 9 orang Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan 48

65 VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Peran Penting dan Permasalahan yang Terjadi di DAS Cidanau Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau merupakan salah satu DAS penting di wilayah barat Provinsi Banten, khususnya Kota Cilegon. Terdapat dua hal utama yang menjadikan DAS Cidanau memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Pertama, karena peran dan fungsinya dalam mendukung proses pembangunan ekonomi dalam bentuk penyediaan air baku bagi masyarakat maupun industri dan merupakan satu-satunya reservoir air dengan debit yang cukup di wilayah tersebut. Kedua, di dalam DAS Cidanau terdapat Cagar Alam Rawa Danau yang merupakan kawasan endemik dan merupakan situs konservasi rawa pegunungan satu-satunya yang masih tersisa di wilayah Pulau Jawa. Berkaitan dengan peran penting DAS Cidanau dalam mendukung pembangunan ekonomi, maka Sungai Cidanau yang berhulu di kawasan Cagar Alam Rawa Danau, merupakan sungai utama DAS Cidanau serta menjadi aliran air serta reservoir dari tujuh belas sungai yang merupakan sub DAS Cidanau. Sungai Cidanau memiliki debit rata-rata untuk tahun antara liter/detik (Tabel 4). Dewasa ini, peran penting DAS Cidanau semakin berkurang karena kualitas lingkungan sekitar DAS Cidanau yang terus menurun, hal tersebut ditandai dengan menurunnya kualitas dan kuantitas air DAS Cidanau. Penurunan kualitas lingkungan tersebut selain disebabkan oleh faktor-faktor alam di wilayah catchment area juga disebabkan oleh faktor pemicu lain yang dilakukan oleh masyarakat. Faktor pemicu tersebut diantaranya alih fungsi lahan hutan menjadi 49

66 lahan pertanian, penggunaan pupk kimia pada kagiatan pertanian dan perambahan hutan. Berdasarkan hasil penelitian oleh Darmawan (2002) dalam Suryawan (2005) perluasan areal pertanian dalam kurun waktu meningkat dari 189,9 hektar menjadi 746,4 hektar, khususnya di wilayah Cagar Alam Rawa Danau. Hal tersebut merupakan bukti adanya konversi lahan yang berdampak pada semakin berkurangnya areal hutan atau kebun campuran yang ada. Peningkatan produksi pertanian dengan penggunaan berbagai pupuk kimia mengakibatkan tingginya tingkat pencemaran air di Sungai Cidanau, sehingga bartakibat pada penurunan kualitas air. Selain kedua hal di atas, tingginya tingkat perambahan hutan yang dilakukan masyarakat hulu DAS Cidanau menjadi isu paling utama penyebab terjadinya degradasi lingkungan di DAS Cidanau larena perambahan hutan mengakibatkan meluasnya lahan kritis menjadi lebih dari 4000 hektar. Adanya faktor-faktor pemicu terbebut berakibat pada timbulnya permasalahan yang terjadi di DAS Cidanau. Permasalahan utama di DAS Cidanau antara lain: 1) Tingkat erosi yang mencapai ,40 ton/tahun dan sedimentasi yang mencapai 75,68 cm/tahun; 2) Penebangan pohon di kawasan Perhutani (illegal loging) dan di kawasan hutan rakyat di hulu DAS Cidanau mempengaruhi eksistensi Cagar Alam Rawa Danau yang juga berfungsi sebagai reservoir Sungai Cidanau; 3) Ketersediaan air menunjukkan kecenderungan terus menurun, 50

67 4) Tumbuh suburnya gulma akibat penggunaan pupuk kimia oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Rawa Danau; 5) Perambahan kawasan Cagar alam Rawa Danau, seluas ± 849 Ha oleh kepala keluarga untuk lahan budidaya. Kompleksnya permasalahan yang terjadi di DAS Cidanau menimbulkan kekhawatiran yang tinggi bagi para pihak yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan DAS Cidanau itu sendiri. Kekhawatiran tersebut sangat beralasan, sebab jika permasalahan-permasalahan tersebut terus berlanjut, fungsi dan peran DAS Cidanau akan semakin menurun dan pada akhirnya akan hilang, akibatnya tidak hanya bagi masyarakat hilir (industri dan masyarakat kota Cilegon), tetapi masyarakat hulu juga akan menerima dampak dari hilangnya fungsi dan peran DAS Cidanau tersebut. Untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan tersebut, dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait dengan DAS Cidanau untuk melakukan pengelolaan yang konkrit dan terintegrasi dari mulai pihak hulu hingga pihak hilir serta sistem pemanfaatan yang berkelanjutan agar fungsi dan peran dari DAS Cidanau tetap terjaga. Setelah melalui berbagai tahapan yang panjang diantara pihak-pihak yang terkait, baik pihak hulu maupun hilir, akhirnya konsep pengelolaan dan pemanfaatan yang terintegrasi dan berkelanjutan terealisasi dalam suatu model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pambayaran jasa lingkungan. 6.2 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau merupakan konsep pembayaran jasa lingkungan yang diadopsi dari Costa Rica, yang disebut Pago por Servicios Ambientales (PSA). 51

68 Program PSA atau pembayaran jasa lingkungan dimulai pada tahun Sistem pembayaran jasa lingkungan di Costa Rica bergantung pada tiga basis fungsi institusional (Pagiola, dan Platais, forthcoming). Pertama, Institusi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan hasil pembayaran dari pemanfaat jasa lingkungan, diwakili oleh FONAFIFO yang dibantu oleh lembaga-lembaga lainnya seperti Costa Rican of joint Implementation (OGIC). Kedua, Institusi yang bertangung jawab dalam bidang, pembayaran, pengawasan dan kontrak dengan penyedia jasa lingkungan, diwakili oleh System Of Conservation Areas (SINAC). Ketiga, lembaga pemerintah. Mekaisme pembayaran jasa lingkungan air (water service payment) di Costa Rica pertama kali disepakati pada akhir tahun 1997 dengan perusahaan Energia Global, ketentuannya masyarakat hulu daerah aliran sungai (DAS) bersedia melakukan reforestasi dan pengelolaan hutan agar debit air tetap terjaga. Kesepakatan yang serupa dengan perusahaan Platnar S A dan CNFL satu tahun kemudian (Pagiola, 2002). Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Air swasta (Hydro Electric Power), mereka sebagai pemanfaat jasa lingkungan yang memberi insenti (buyer), sedangkan masyarakat pengguna lahan di hulu DAS sebagai penyedia jasa lingkungan (seller) atau penerima insentif dari buyer. Keterangan mengenai nilai dan kesepakatan pembayaran jasa lingkungan air di Costa Rica ditunjukkan pada Tabel 5. 52

69 Tabel 5. Pembayaran Jasa Lingkungan Air (Water services) di Costa Rica Perusahaan (buyer) DAS Luas DAS (ha) Area kontrak (ha) Nilai pembayaran ($/ha/tahun) Enargia Global Rio Volcan Rio San Fernando Platanar S A Rio Platanar /30 CNFL Rio Aranjuez Rio Balsa Lago cote Sumber: S. Pagiola, Para Pihak yang terlibat dalam Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau diimplementasikan oleh tiga pihak utama. Pihakpihak tersebut adalah lembaga pengelola transaksi pembayaran jasa lingkungan, pemanfaat jasa lingkungan dan penyedia jasa lingkungan. 1. Lembaga Pengelola Transakai Pembayaran Jasa Lingkungan Pengelolaan DAS Cidanau sebelum adanya model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan ditangani oleh berbagai lembaga pemerintah, swasta maupun masyarakat secara masing-masing dengan berbagai bentuk kepentingan terhadap DAS Cidanau. Tidak adanya koordinasi dan kerjasama yang saling mendukung antara lembaga-lembaga tersebut pada akhirnya tidak berhasi menuntaskan kompleksitas permasalahan yang terjadi di DAS Cidanau. Berdasarkan kondisi tersebut, dibutuhkan terobosan baru yang memungkinkan pelestarian DAS Cidanau dapat terwujud. Atas alasan tersebut dibentuklah Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) sebagai lembaga pengelola mekanisme pembayaran jasa lingkunga DAS Cidanau. 53

70 Organisasi ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 124.3/Kep.64-Huk/2002. Struktur kepengurusan terdiri dari berbagai instansi, baik instansi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun masyarakat. Struktur organisasi forum komunikasi DAS Cidanau titunjukkan pada Gambar 11. Gambar 11. Struktur Organisasi Forum Komunikasi DAS Cidanau FKDC memiliki visi dan misi sebagai berikut (FKDC, 2007): 1. Visi FKDC yaitu membangun keseimbangan ekologi, sosial dan ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya alam DAS Cidanau guna mendukung keberlanjutan pembangunan dengan didasarkan pada konsep satu sungai, satu perencanaan dan satu pengelolaan (one river, one plan and one management). 2. Misi FKDC: 1) Melestarikan sumber daya alam DAS Cidanau 2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan DAS Cidanau 54

71 3) Menjaga keberlanjutan tata air untuk mendukung keberlanjutan pembangunan 4) Menumbuhkan iklim investasi yang maju dan memiliki kemampuan bersaing. Terbentuknya FKDC menjadi sebuah terobosan baru dalam upaya mewujudkan pelestarian DAS Cidanau. Peran FKDC dalam implementasi mekenisme pembayaran jasa lingkungan sangat penting, antara lain: 1) Mengelola dana hasil pembayaran jasa lingkungan dari pemanfaat (buyer) jasa lingkungan DAS Cidanau untuk rehabilitasi dan konservasi lahan di DAS Cidanau melalui lembaga pengelola jasa lingkungan DAS Cidanau. 2) Mendorong pembangunan hutan di lahan milik oleh masyarakat dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan. 3) Menggalang dana dari potensial pemanfaat jasa lingkungan DAS Cidanau. 4) Mendorong pemerintah untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. 5) Membangun kesepakatan kewenangan pengelolaan DAS Cidanau diantara stakeholder DAS Cidanau. 6) Melakukan negosiasi dengan PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) untuk pembayaran jasa lingkungan, hasil negosiasi dituangkan dalam naskah kesepahaman antara FKDC dan KTI. 7) Membentuk Focus Group Discussion (tim ad hoc) yang menangani pengelolaan pembayaran jasa sampai dengan lembaga Pengelola Jasa Lingkungan Cidanau terbentuk. 55

72 8) Mendiskusikan mekanisme pembayaran jasa lingkungan antara Focus Group Discussion dengan masyarakat pemilik hutan di hulu DAS Cidanau. 2. Pemanfaat Jasa Lingkungan Pemanfaat jasa lingkungan dalam mekanisme pembayara jasa lingkungan di DAS Cidanau (buyer) adalah pihak hilir DAS Cidanau yang telah diidentifikasi oleh FKDC. Identifikasi pemanfaat jasa lingkungan didasarkan atas pertimbangan sebagai pemanfaat air dari DAS Cidanau. Berdasarkan pertimbangan tersebut, ditetapkanlah PT Krakatau Tirta Industri (PT. KTI) sebagai buyer dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan, sebab PT. KTI adalah satu-satunya pemanfaat jasa lingkungan DAS Cidanau untuk kebutuhan komersial. PT. Krakatau Tirta Industri merupakan anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel (KS) yang bergerak di bidang pengolahan dan penyediaan air bersih untuk kebutuhan industri dan masyarakat Kota Cilegon dan sekitarnya. Debit Sungai Cidanau yang sudah dimanfaatkan oleh PT. KTI adalah sebesar liter/detik (KTI, 2004). Pemanfaatan air baku untuk penyediaan air bersih tersebut dipompa dan dialirkan oleh PT. KTI melalui pipa bediameter 1,4 m sepanjang 28 km, mulai dari rumah pompa di wilayah hilir Sungai Cidanau hingga Water Treatment Plan (WTP) di lokasi PT. Krakatau Tirta Industri di wilayah Krenceng Kota Cilegon. 3. Penyedia Jasa Lingkungan Penyedia jasa lingkungan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau (seller) adalah pihak hulu DAS Cidanau yang telah 56

73 diidentifikasi oleh FKDC. Identifikasi penyedia jasa lingkungan dilakukan agar implementasi pembayaran jasa lingkungan berada pada lokasi yang tepat. Penentuan lokasi model didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: a) Pemilihan lokasi model didasarkan pada pengaruh lokasi dengan semua aktivitas yang berada di atasnya pada kondisi lingkungan DAS Cidanau, terutama dengan fungsi hutan dan tata air. b) Pemilihan lokasi model didasarkan pada kondisi sosio-kapital masyarakat yang tepat, disamping dapat menjadi bahan dalam proses belajar, juga menjadi faktor penentu agar kegiatan dapat berjalan dengan baik. Dari proses identifikasi dan pemilihan lokasi model, ditetapkan dua desa yang menjadi model pembayaran jasa lingkungan yaitu Desa Citaman kecamata Ciomas dan Desa Cibojong Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang dengan lahan yang diproyeksikan mendapat transaksi pembayaran jasa lingkungan masing-masing seluas 25 ha dengan periode kontrak selama 5 tahun terhitung sejak tahun Penetapan Desa Cibojong sebagai lokasi model pembayaran jasa lingkungan hanya berlangsung selama 1 tahun. Hal tersebut disebabkan oleh adanya tindakan dari masyarakat Desa Cibojong yang melanggar kesepakatan yaitu melakukan penebangan secara illegal. Pemutusan kontrak terhadap Desa Cibojong menyebabkan diperlukannya lokasi model penyedia jasa lingkungan yang baru. Berdasarkan kondisi tersebut, FKDC menunjuk dua desa lain yaitu Desa Cikumbueun, Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang dan Desa Kadu Agung, Kecamatan 57

74 Gunung Sari, Kabupaten Serang sebagai pengganti Desa Cibojong. Penentuan dua desa baru tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang sama seperti dua desa terdahulu Penentuan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Proses penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dilaksanakan setelah Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) menetapkan potensial buyer dan seller atau pamanfaat (PT. Krakatau Tirta Industri) dan penyedia jasa lingkungan (Desa model pembayaran jasa lingkungan) sebagai partisipan atau pihak utama dalam implementasi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Penetuan nilai pembayaran jasa lingkungan dilakukan melalui proses negosiasi antara pihak FKDC dengan pihak pemanfaat maupun penyedia jasa lingkungan. pelaksana negosiasi di tingkat FKDC diwakili oleh suatu tim teknis yang dibentuk oleh FKDC yaitu Focus Group Discussion (FGD), FGD bertugas untuk malakukan proses negosiasi dengan pihak pemanfaat maupun penyedia jasa lingkungan. 1. Negosiasi antara FKDC dengan Pemanfaat Jasa Lingkungan Proses negosisasi antara pihak FGD FKDC dengan PT. KTI diawali dengan pembahasan mengenai hal yang dapat dijadikan dasar atau referensi untuk menentukan nilai pembayaran jasa lingkungan oleh pihak PT. KTI sebagai pemberi insentif (buyer). Pada proses negosiasi tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan Sekertari Jenderal FKDC yaitu N.P Rahadian, dikemukakan beberapa contoh program-program pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, antara lain kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Hutan Rakyat (P2HR) dan Gerakan 58

75 Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). Negosiasi antara pihak FGD FKDC dengan pihak PT. KTI menghasilkan beberapa kesepakatan (FKDC, 2007), antara lain : 1) PT. KTI tidak bersedia untuk membayar jasa lingkungan secara langsung kepada penyedia jasa lingkungan dan meminta FKDC bertindak sebagai perantara yang menghubungkan kepentingan PT. KTI dengan pihak penyedia jasa lingkungan di hulu. 2) PT. KTI setuju untuk membayar jasa lingkungan selama lima tahun (satu periode kontrak), dengan ketentuan : a. Dana yang dibayarkan sebesar Rp ,00/tahun untuk dua tahun berturut-turut b. Nilai transaksi tahun ke-3 sampai tahun ke-5 akan dinegosiasikan ulang c. Realisasi transaksi dilakukan dalam 3 tahapan transaksi d. Nilai transaksi jasa lingkungan yang diterima dan dikelola oleh FKDC dibebankan pajak 6%. Seluruh hasil kesepakataan antara FKDC dengan PT. KTI dituangkan dalam naskah kesepahaman yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT. KTI dengan Gubernur Banten, sedangkan perjanjian transaksi pemayaran jasa lingkungan ditandatangani oleh Direktur Utama PT. KTI dengan ketua pelaksana harian FKDC. 2. Negosiasi antara FKDC dengan Penyedia Jasa Lingkungan Penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan di tingkat penerima pembayaran jasa lingkungan dilakukan dengan proses negosiasi melalui musyawarah. 59

76 Proses musyawarah dilakukan antara masyarakat sendiri, dengan melaksanakan pertemuan rutin kelompok maupun antara pihak FGD FKDC dengan masyarakat. Kegiatan pertemuan rutin kelompok diantara masyarakat bertujuan untuk membuka pemahaman baru mengenai manfaat ekologis yang dirasakan dengan menjaga keberadaan hutan, pemahaman menganai mekanisme pembayaran jasa lingkungan dan pembentukan kelompok penerima pembayaran jasa lingkungan. Adanya pertemuan rutin kelompok tersebut sangat membantu keberhasilan proses negosiasi dengan pihak FGD FKDC. Proses negosiasi antara pihak FGD FKDC dengan masyarakat bertujuan untuk membahas jumlah nilai transaksi yang akan diterima, jadwal penerimaan transaksi dan persayaratan lain yang harus dipenuhi berkaitan dengan tansaksi pembayaran jasa lingkungan (Lampiran 10). Hasil negosiasi antara FKDC dengan pihak penyedia jasa lingkungan adalah sebagai berikut (FKDC, 2007): 1. Penyedia jasa lingkungan menerima pembayaran Rp ,00/ha/tahun. 2. Jangka waktu perjanian transaksi jasa lingkungan antara FKDC dengan penyedia jasa lingkungan selama 5 tahun. 3. Realisasi transaksi jasa lingkungan akan diterima oleh penyedia dalam 3 tahapan pembayaran dengan prosentase pembayaran, sebagai berikut: a. 30% (tiga puluh persen)akan diterima pihak penyedia pada saat penandatangan perjanjian pembayaran jasa lingkungan. 60

77 b. 30% (tiga puluh persen)akan diterima pihak penyedia setelah 6 (enam) bulan terhitung tanggal penandatangan perjanjian pembayaran jasa lingkungan. c. 40% (empat puluh persen)akan diterima pihak penyedia setelah 12 (dua belas) bulan erhitung tanggal penandatangan perjanjian pembayaran jasa lingkungan. Disamping terlibat dalam proses negosiasi dengan pihak pemanfaat maupun penyedia jasalingkungan, FGD FKDC bertugas membahas dan merumuskan konsep dan mekanisme pengelolaan pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Hal tersebut merupakan upaya untuk dapat mewujudkan prinsipprinsip akuntabilitas, transparansi dan good gevernance dalam pengelolaan (FKDC, 2007). Pembentukan FGD oleh Ketua Pelaksana Harian FKDC memberikan konsekuensi bahwa dalam pelaksanaanya FGD mendapat alokasi dana sebesar 15% dari nilai pembayaran jasa lingkungan yang disepakati antara FKDC dengan PT. KTI setiap tahun. Pengalokasian dana FGD adalah sebagai berikut: 1. Biaya perjalanan dinas 2. Biaya insebtif Tim Ad Hoc (FGD) sebesar 30 % 3. Biaya evaluasi, dokumentasi dan report sebesar 10 % 4. Biaya rapat-rapat sebesar 5 % 5. Biaya alat tulis kantor sebesar 5 % Seluruh hasil rumusan dan kesepakatan FGD untuk meknisme pengelolaan jasa lingkungan di DAS Cidanau dituangkan menjadi Surat Keputusan Ketua 61

78 Pelaksana Harian tentang mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Hal yang harus dicermati dari hasil negosiasi baik antara FKDC dengan pemanfaat (PT. KTI) maupun dengan penyedia jasa lingkungan (Desa model pembayaran jasa lingkungan) adalah perbedaan nilai pembayaran yang dibayarkan pemanfaat jasa lingkungan kepada FKDC dengan nilai yang diterima penyedia jasa lingkungan. Kesepakan nilai pembayaran antara FKDC dengan PT. KTI yaitu sebesar Rp ,00/tahun dengan luasan lahan 50 ha untuk tahun , atau sebesar Rp ,00/ha/tahun yang seharusnya diterima msyarakat penyedia jasa lingkungan setelah adanya potongan pajak sebasar 6% dan biaya administrasi FKDC sebesar 15% dari nilai pembayaran total setiap tahun. Sementara kesepakatan FKDC dengan pihak penyedia jasa lingkungan sebesar Rp ,00/ha/tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak FKDC, nilai Rp ,00/ha/tahun disepakati dengan alasan adanya ketidakpercayaan PT. KTI terhadap keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Berdasarkan ketidakpercayaan tersebut, PT. KTI hanya berani membayar kepada FKDC sebesar Rp ,00 untuk masa kontrak selama dua tahun, sementara kesepakatan kontrak pembayaran jasa lingkungan yang telah dicapai antara FKDC dengan penyedia jasa lingkungan adalah lima tahun. Adanya ketidakpercayaan tersebut memaksa FKDC berfikir untuk merancang besarnya nilai pembayaran yang harus diterima pihak penyedia jasa lingkungan berdasarkan periode kontrak yang telah disepakati dengan asumsi PT. KTI tidak akan melanjutkan pembayaran pada tiga tahun berikutnya. 62

79 Rancangan perhitungan nilai pembayaran jasa lingkungan berdasarkan asumsi tersebut adalah dengan membagi rata uang yang diterima pada tahun pertama untuk 50 ha lahan selama lima tahun. Uang yang diterima di tahun pertama sebesar Rp ,00. Setelah adanya penyusutan untuk pajak dan administrasi FGD sekitar Rp ,00, nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima pihak penyedia jasa lingkungan hanya sebesar Rp ,00/ha/tahun. setelah mekanisme pembayaran jasa lingkungan berlasngsung selama du tahun, kekhawatiran FKDC terhadap PT. KTI tidak terbukti, PT. KTI kembali melakukan pembayaran dengan nilai yang lebih tinggi dari sebelumnya yaitu sebesar Rp /tahun. Kelebihan uang tersebut menjadi dasar perluasan lokasi pembayaran jasa lingkungan menjadi 75 ha dari sebalumnya yang hanya 50 ha selain adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Desa Cibojong. Selisih nilai pembayaran dari PT. KTI ke FKDC dan pembayaran dari FKDC kepada desa model disimpan oleh Bendahara Koordinator Jasa Lingkungan. Uang tersebut akan dipakai untuk pembayaran kepada Desa Citaman hingga tahun 2009, Desa Cikumbueun dan Kadu Agung hingga tahun 2012 dengan nilai pembayaran tetap. Alasan tetapnya nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima penyedia jasa ligkungan (seller) meskipun telah mendapatkan tambahan pembayaran dari pemanfaat jasa lingkungan (buyer) adalah belum tersedia informasi yang relevan mengenai nilai yang seharusnya dibayarkan oleh pemanfaat jasa lingkungan maupun yang seharusnya diterima oleh penyedia jasa lingkungan. Alasan tersebut melatarbelakangi penulis untuk malakukan penelitian ini guna menambah informasi bagi pihak yang terlibat dalam implementasi pembayaran jasa 63

80 lingkungan dalam penentuan peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan melalui pendekatan nilai ekonomi dengan metode nilai pasar atau produktivitas. Dengan menghitung nilai ekonomi pada lahan yang dijadikan model pembayaran jasa lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi tambahan informasi serta menjadai dasar pendekatan bagi penetuan peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan selanjutnya. Pembahasan mengenai nilai ekonomi akan disajikan pada subbab Hasil dan Pembahasan selanjutnya Skema Mekanisme Pambayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Proses pembangunan dan pengembangan model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, dimulai sejak sosialisasi tentang Pembayaran Jasa Lingkungan (environment services payment) oleh GTZ smcp pada pertengahan tahun Sosialisasi implementasi konsep dalam model di DAS Cidanau juga dilakukan oleh lembaga lembaga lain seperti; World Agroforesty Centre dengan program RUPES, BTL BPPT dan terakhir LP3ES IIED yang kemudian mendukung implementasi konsep tersebut di lokasi model pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau (FKDC, 2007). Dibutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk memulai implementasi pembayaran jasa lingkungan yang telah dirumuskan sejak tahun Implementasi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dimulai terhitung sejak tahun Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa pembayaran insentif yang bertujuan untuk mengendalikan dampak negatif lingkungan melalui mekanisme pasar. Mekanisme pasar pasar tercermin pada proses transaksi (tukar menukar jasa) antara penyedia jasa dan pengguna jasa lingkungan dengan posisi 64

81 setara dan sukarela. Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di yang dikembangkan dan diimplementasikan di DAS Cidanau merupakan hasil kesepakatan antara FKDC dengan pihak penyedia maupun pemanfaat jasa lingkungan. Menurut N.P Rahadian yang merupakan Sekjen FKDC, FKDC menawarkan dua opsi tipologi mekanisme pembayaran jasa lingkungan kepada pihak penyedia maupun pemanfaat jasa lingkungan. Pertama, mekanisme pembayaran secara langsung (indirect payment) yaitu pembayaran dilakukan secara langsung oleh pemanfaat jasa lingkungan (buyer) kepada penyedia jasa lingkungan (seller), kedua, mekanisme pembayaran secara tidak langsung (indirect payment) yaitu transaksi pembayaran yang diserahkan dan dikelola oleh pihak perantara (Lembaga pemerintah, swasta atau masyarakat) yang telah disepakati oleh pihak pemanfaat (buyer) maupun penyedia jasa lingkungan (seller). Kesepakatan mengenai skema mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau adalah mekanisme pembayaran jasa lingkungan secara tidak langsung (indirect payment) dengan FKDC sebagai pihak perantara (intermediary). Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau ditunjukkan pada Gambar

82 Pemanfaat Jasa Lingkungan (buyer) PT. Krakatau Tirta Industri Penyedia Jasa Lingkungan (seller) Kelompok Tani Karyamuda II Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) Jasa Lingkungan Transaksi Pembelian Transaksi Pembayaran Gambar 10. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Tidak Langsung di DAS Cidanau Berdasarkan mekanisme pembayaran tidak langsung yang disepakati, skema transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau berawal dari transaksi pembelian berupa pembayaran sejumlah uang oleh PT KTI (buyer) sebesar Rp ,00 pada dua tahun pertama dan Rp ,00 pada tiga tahun berikutnya kepada pihak perantara yaitu FKDC. Pembayaran tersebut dikelola sepenuhnya oleh FKDC sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam Naskah Kesepahaman. Hasil pembayaran dari PT. KTI yang dikelola oleh FKDC selanjutnya dibayarkan kepada desa model pambayaran jasa lingkungan (seller), salah satunya adalah Kelompok Tani Karyamuda II di Desa Citaman Kelemahan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Hubungan hulu hilir dengan Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau yang telah berjalan sejak tahun 2005 sesungguhnya belum dapat dikatakan sempurna karena masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam 66

83 mekanisme tersebut. Beberapa kelemahan yang terdapat dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan antara lain: 1. Penetapan nilai pembayaran jasa lingkungan meskipun ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama, tetapi belum didasarkan pada nilai ekonomi jasa lingkungan yang dihasilkan oleh lahan yang menjadi model pembayaran jasa lingkungan. 2. Nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima penyedia jasa lingkungan (desa model) masih terlalu rendah yaitu hanya Rp ,00/ha/tahun. Nilai tersebut masih lebih kecil dari nilai pembayaran yang seharusnya diterima penyedia jasa lingkungan dari yang dibayarkan oleh pemanfaat jasa lingkungan (PT. Krakatau Tirta Industri) yaitu Rp ,00 hingga Rp ,00/ha/tahun. 3. Ketidaksesuaian nilai pembayaran yang dibayarkan pemanfaat jasa lingkungan dengan yang diterima penyedia jasa lingkungan dapat menyebabkan ketidakpercayaan terhadap pihak lembaga pengelola (FKDC) Kekuatan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau yang telah berlangsung sejak tahun 2005 hingga saat ini masih tetap berjalan. Keberlanjutan tersebut menunjukkan adanya suatu kekuatan atau kelebihan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Beberapa kekuatan atau kelebihan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan antara lain: 1. Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pambayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dikelola oleh suatu lembaga pengelola yang memiliki kapabilitas, 67

84 pengalaman yang cukup serta tim kerja yang bertanggung jawab dan perhatian yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan. Lembaga pengelola yang diwakili oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) merupakan lembaga yang independen dan diwakili oleh berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolan dan pemanfaatan DAS Cidanau, baik dari pihak pemerintah, swasta maupun masyarakat. 2. Para pihak yang terlibat dalam implementasi pembayaran jasa lingkungan terdefinisi dengan jelas, yaitu sebagai pemanfaat jasa lingkungan diwakili oleh PT. Krakatau Tirta Industri, penyedia jasa lingkungan oleh desa model pembayaran jasa lingkungan, salah satunya Desa Citaman (Kelompok tani Kartamuda II), dan lembaga pengelola jasa lingkungan diwakili FKDC. Adanya pihak yang terdefinisi dengan jelas menyebabkan proses transaksi pembayaran jasa lingkungan dapat terlaksana dengan baik. 3. Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa pembayaran insentif (incentive payment). Pembeian insentif dalam bentuk pembayaran uang sangat mudah diterima oleh masyarakat karena dapat menjadi alternatif pandapatan. Instrumen ekonomi berupa pembayaran insentif bertujuan untuk mengendalikan dampak negatif lingkungan melalui mekanisme pasar Ancaman dalam Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dapat terganggu bahkan terhenti keberlangsungan dan kebarlanjutannya apabila para pihak terkait tidak waspada terhadap ancamanancaman yang muncul dari berbagai pihak. Beberapa ancaman yang dapat 68

85 menggangu keberlanjutan dan keberlangsungan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau antara lain: 1. Adanya kecenderungan atau tren penjualan kayu yang berasal dari lahan masyarakat, Hal tersebut dipicu oleh tingginya permintaan terhadap kayu untuk bahan dasar berbagai kebutuhan industri, tingginya harga jual kayu, dan desakan kebutuhan ekonomi masyarakat. 2. Masih adanya ketidakpastian hubungan sebab-akibat yang signifikan antara penggunaan lahan terhadap jasa-jasa lingkungan yang dihasilkan sehingga pembayaran jasa lingkungan dari PT. Krakatau Tirta Industri sempat tertunda bahkan dapat berdampak pada terganggunya keberlangsungan dan keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan. 3. Munculnya persaingan antara masyarakat penerima dengan masyarakat bukan bukan penerima pambayaran jasa lingkungan dimana masyarakat yang tidak menerima pembayaran dapat menebang dan menjual kayunya sehingga dapat memperoleh penghasilan yang lebih besar dan pada saat yang dibutuhkan Peluang yang Muncul dari adanya Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau merupakan suatu perspektif baru dalam sistem pengelolaan lingkungan yang lestari. Konsep tersebut diharapkan dapat memberikan peluang-peluang yang menguntungkan bagi para stakeholder di DAS Cidanau baik secara ekonomi, sosial maupun ekologi pada masa yang akan datang. Peluang-peluang yang muncul dari adanya mekanisme pembayaran jasa lingkungan tersebut diharapkan dapat menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan implementasi pembayaran jasa lingkungan juga menjadi pelopor terbentuknya 69

86 konsep yang sama di wilayah lain. Beberapa peluang yang muncul dari adanya mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau antara lain: 1. Perubahan paradigma dalam upaya pemanfaatan dan pengelolan hutan secara lestari. Kelestarian hutan, khususnya di wilayah hulu DAS Cidanau akan sangat berpengaruh terhadap terjaminnya ketersediaan air di DAS Cidanau bagi pemenuhan kabuuhan akan air bagi masyarakat sekitarnya. 2. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan dengan pemberian insentif berupa uang dapat menjadi alternatif pendapatan bagi masyarakat dengan catatan nilai dalam transaksi pembayaran jasa lingkungan telah sesuai dengan yang seharisnya diterima. 3. Terbentuknya pasar jasa lingkungan yang semakin luas, baik dari pihak pemanfaat maupun penyeia jasa lingkungan. Hal tersebut dapat mendorong terbentuknya kesediaan membayar dari pemanfaat jasa lingkungan lain disamping PT. Krakatau tirta Industri yang hingga saat ini masih menjadi partisipan utama dalam implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. 6.3 Analisis Nilai Ekonomi pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Nilai ekonomi yang dihitung merupakan nilai guna (use value). Nilai guna (use value) dari lahan model pembayaran jasa lingkungan adalah penjumlahan nilai guna langsung (direct use value) dan nilai guna tidak langsung (indirect use value). Nilai guna langsung (direct use value) terdiri dari nilai kayu, nilai produk, nilai kayu bakar dan nilai padi gogo, sedangkan nilai guna tidak langsung (indirect use value) yang terdiri dari nilai air bagi rumah tangga penerima pembayaran jasa lingkungan. Nilai guna tersebut merupakan nilai yang dihasilkan 70

87 dari kegiatan konservasi yang dilakukan oleh Kelompok Tani Karyamuda II pada lahan seluas 25 ha. Nilai guna langsung (direct use value) merupakan manfaat langsung yang dapat diambil dari sumberdaya lahan yang terdapat pada kawasan lahan model pembayaran jasa lingkungan yaitu sebagai input bagi proses produksi dan barang konsumsi meliputi nilai kayu untuk pertukangan, nilai kayu bakar, nilai produk hasil tanaman (buah-buahan dan dedaunan) serta nilai persawahan huma (padi gogo). Sedangkan nilai guna tidak langsung (indirect use value) merupakan manfaat ekologis yang dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya yang terdapat di kawasan model pembayaran jasa lingkungan yaitu berupa manfaat ketersedian air bersih untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung tersebut marupakan nilai real yang sudah dinikmati masyarakat. Berdasarkan hasil pengolahan data primer, nilai guna langsung menghasilkan nilai sebesar Rp ,00 atau sebasar 99,91% dari keseluruhan nilai guna (use value), sedangkan nilai guna tidak langsung menghasilkan nilai sebesar Rp ,00 atau sebesar 0,9% dari keseluruhan nilai guna (use value). Dengan demikian, total nilai guna (use value) pada lahan model pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman adalah sebesar Rp ,070.00/tahun atau Rp ,80/ha/tahun. Secara ringkas, perhitungan nilai ekonomi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. 71

88 Table 6. Nilai ekonomi Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Desa Citaman No Jenis Manfaat Nilai Ekonomi (Rp/Tahun) Prosentase Terhadap Nilai Ekonomi Total I Nilai guna langsung 1 Nilai kayu ,60 98,89% 2 Nilai kayu bakar ,00 0,32% 3 Nilai produksi ,33 0,68% 4 Nilai huma ,00 0,02% Jumlah I ,00 99,91% II Nilai guna tidak langsung 1 Nilai air rumah tangga ,00 0,90% Julmah II ,00 0,09% Jumlah I + II % Sumber: Analisis data primer, 2009 Dengan kondisi perbedaan proporsi yang cukup jauh antara nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung yang dihasilkan, menunjukkan bahwa manfaat ekonomi nyata dari sumberdaya lahan yang dirasakan masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman masih didominasi oleh nilai guna langsung. Nilai guna guna langsung tersebut berupa produk dari sumberdaya lahan sebagai barang konsumsi dan input bagi proses produksi, sedangkan nilai manfaat ekologis yang secara tidak langsung dapat dirasakan masih relatif lebih rendah. Disamping itu, kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih mengandalkan pada hasil pertanian sepenuhnya, keterbatasan keahlian kerja dan tingkat pendidikan yang masih rendah, yaitu hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SD, maka prioritas utama masyarakat dalam pengelolaan serta penggunaan lahannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga menyebabkan tingginya tingkat kegiatan pertanian. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa manfaat tangible yang dieksploitasi oleh masyarakat jauh lebih besar. Untuk itu, program pembayaran jasa lingkungan pada masa yang akan datang memiliki tantangan untuk dapat lebih menyeimbangkan fungsi ekologis dari kawasan lahan model pembayaran 72

89 jasa lingkungan, disamping memenuhi kebutuhan ekonomis masyarakat. Meskipun demikian, nilai ekonomi dari fungsi ekologis kawasan lahan model pembayaran jasa lingkungan ini yaitu berupa nilai air untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan, tetap memberikan gambaran bahwa masyarakat memperoleh kepuasan dari manfaat yang diperoleh dari jasa lingkungan sebesar Rp ,00/tahun. Nilai ekonomi yang dihasilkan belum sepenuhnya menggambarkan nilai ekonomi dari kawasan lokasi model pembayaran jasa lingkungan. Hal tersebut disebabkan oleh masih adanya nilai-nilai guna lain yang belum diperhitungkan dalam penelitian ini. Nilai guna lain seperti nilai pakan ternak, nilai serapan karbon, nilai kontribusi spesies sebagai komponen ekosistem dan sebagai penyangga kehidupan secara agregat belum dapat dihitung dalam penelitian ini. Nilai bukan guna (non use value) pada penelitian kali ini tidak diperhitungkan. Meski demikian, nilai ekonomi yang dihitung dalam penelitian ini telah mencakup manfaat-manfaat yang telah dirasakan masyarakat baik berupa barang maupun jasa lingkungan dari kawasan lahan model pembayaran jasa lingkungan. Uraian selengkapnya mengenai berbagai nilai guna (use value) yang dihitung dijelaskan pada bagian berikut Nilai Kayu Untuk menghitung nilai kayu dari tegakan di kawasan model pembayaran jasa lingkungnan digunakan metode pendekatan nilai pasar. Harga yang digunakan adalah harga yang berlaku di sekiitar wilayah lokasi penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Desa Citaman, baik yang menjadi responden maupun tidak, diketahui bahwa saat ini hampir semua jenis 73

90 kayu yang terdapat di lokasi model pembayaran jasa lingkungan dapar diperjualbelikan, dengan demikian nilai kayu di wilayah ini ber nilai cukup besar. Berikut daftar harga kayu yang disajikan pada Tabel 7. Nilai kayu diperoleh dengan menghitung rata-rata volume kayu (mengunakan rumus volume tabung yaitu luas alas (lingkaran) dikalikan tinggi), hasilnya kemudian dikalikan dengan harga jual di pasaran (Tabel 7). Dalam perhitungan ini, jenis kayu yang dinilai dan harga yang digunakan adalah harga yang berlaku di pasaran umum di wilayah Kabupaten Serang (Tabel 7). Table 7. Daftar Harga Kayu di Sekitar Kawasan Model Pembayaran Jasa Lingkungan No Jenis Kayu Harga kayu / m 3 (Rp) I Buah buahan 1 Durian ,00 2 Melinjo ,00 3 Pete ,00 4 Jengkol ,00 5 Cengkeh ,00 6 Mangga ,00 7 Nangka ,00 8 Kecapi ,00 9 Kapuk ,00 II Kayu kayuan 1 Mahoni ,00 2 Tesuk ,00 3 Sobsi ,00 4 Bayur ,00 5 Waru ,00 6 Kihiang ,00 7 Mindi ,00 8 Suren ,00 9 Dadap ,00 10 Kanyere ,00 11 Cempaka ,00 12 Albazia ,00 Sumber : Perusahaan penerima kayu PT. Sumber Graha Sejahtera (2009) Berdasarakan keterangan yang diperoleh dari masyarakat, bahwa tanamantanaman yang terdapat di lokasi pembayaran jasa lingkungan ditanam pada waktu yang relatif bersamaan yaitu pada saat sosialisasi program bantuan bibit berbagai 74

91 tanaman dari pemerintah sekitar tahun 1980, namun, terdapat sebagian tanaman yang baru di tanam pada sekitar tahun Berdasarkan kondisi tersebut, diasumsikan bahwa rata-rata volume tanaman-tanaman yang terdapat di lokasi medel pembayaran jasa lingkungan seragam, dengan rata-rata volume kayu disajikan pada Tabel 8. Jumlah pohon di lokasi peneliian lebih dari batang pohon. Sehingga berdasarkan hasil pengolahan data primer nilai kayu yang dihasilkan adalah sebesar Rp ,60 atau sebesar Rp ,80/ha/tahun (Lampiran 3). Tabel 8. Perhitungan Nilai Kayu pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Volume Kayu No Jenis Kayu Nilai / m 3 Jumlah Nilai Total Rata-Rata Pohon (m 3 ) (Rp) (Rp) I Buah buahan 1 Durian ,846, ,285,744,160 2 Melinjo , ,315,100 3 Pete , ,531,468 4 Jengkol , ,423,828 5 Cengkeh , ,503,712 6 Mangga , ,035,375 7 Nangka ,978, ,070,400 8 Kecapi , ,736,294 9 Kapuk , ,578,120 Nilai Total Kayu 4,903,938,458 Jenis Buah-Buahan II Kayu-kayuan Mahoni ,591, ,941,979,040 2 Tesuk , ,904,330 3 Sobsi , ,210,230 4 Bayur , ,469,334 5 Waru , ,448,000 6 Kihiang , ,260,000 7 Mindi ,241, ,252,332 8 Suren , ,962,080 9 Dadap , ,693, Kanyere , ,828, Cempaka , ,684, Albazia , ,557,136 Nilai Total Kayu Jenis Kayu-Kayuan 3,700,249,162 Total Nilai Kayu 8,604,187,

92 Sumber : analisis data primer, 2009 Nilai kayu yang dihasilkan di lokasi model pembayaran jasa lingkungan ini lebih besar dibandingkan hasil penelitian sebelumnya di Taman Pendidikan Gunung Walat yaitu sebesar Rp ,00/ha/tahun (Roslinda, 2002). Perbedaan nilai tersebut karena harga kayu saat ini lebih tinggi, selain itu jenis kayu yang dimasukkan dalam perhitungan nilai kayu di lokasi model pembayaran jasa lingkungan lebih banyak dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu hanya 3 jenis kayu Nilai Kayu Bakar Kayu bakar merupakan sumber energi utama untuk kebutuhan memasak di lokasi penelitian. Kebiasaan menggunakan kayu bakar telah berlangsung sejak lama, meskipun saat ini sudah ada sumber energi lain seperti minyak tanah dan gas, namun masyarakat di lokasi penelitian tetap menggunakan kayu bakar untuk kebutuhan memasak sehari-hari. Menurut mereka, selain murah dan mudah untuk didapatkan, penggunaan kayu bakar juga tidak memiliki risiko kecelakaan sebesar risiko yang ditimbulkan oleh energi lainnya seperti minyak tanah atau gas, selain itu penggunaan kayu bakar yang mudah juga menjadi alasan mengapa mereka tetap memilih kayu bakar meskipun program kompor gas dari pemerintah juga sudah masuk ke wilayah tersebut. Kayu bakar di lokasi penelitian dikumpulkan dalam bentuk ikatan, dengan konversi 1 m 3 kayu bakar setara dengan 10 ikat kayu bakar dengan harga per ikat kayu bakar Rp ,00/ikat atau Rp ,00/m 3. Pengumpulan kayu bakar dilakukan dengan cara mengumpulkan ranting-ranting yang telah berjatuhan dan dengan cara menebang ranting-ranting pohon yang kecil atau memanfaatkan pohon-pohon yang sudah tumbang. Pengambilan kayu bakar dilakukan sambil 76

93 pulang dari kegiatan berkebun dan biasanya diambil antara 3 hingga 5 hari sekali, kemudian dikumpulkan di tempat pengumpulan kayu bakar di masing-masing rumah penduduk. Nilai kayu bakar ditentukan dengan metode pendekatan nilai pasar karena di sekitar wilayah penelitian sudah ada pasar untuk kayu bakar. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa lebih dari 90% masyarakat penerima jasa lingkungan mengunakan kayu bakar sebagai sumber energi utama untuk memasak. Frekuensi memasak untuk semua responden sebanyak dua kali dalam sehari dengan volume rata-rata penggunaan kayu bakar 25,93 m 3 /tahun (Lampiran 7). Masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan memiliki lahan milik maupun garapan masing-masing, maka diasumsikan kayu bakar yang dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari lahan mereka, karena biasanya pengambilan kayu bakar dilakukan pada saat bertani. Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai kayu bakar yang ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Perhitungan Nilai Kayu Bakar pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Rata-rata konsumsi kayu bakar per RT (m 3 /tahun) Jumlah pengguna (jiwa) Total konsumsi (m 3 /tahun) Harga kayu bakar (Rp/m 3 ) Nilai total (Rp/tahun) 25, , , ,00 Sumber : Analisis data primer, 2009 Dengan jumlah konsumsi kayu bakar rata-rata sebesar 25,93 m 3 / tahun untuk masing-masing rumah tangga, dimana rata-rata jumlah anggota keluarga/rumah tangga adalah 5,7 jiwa, maka nilai kayu bakar yang dihasilkan oleh masyarakat di lokasi model pembayaran jasa lingkungan sebesar Rp ,00/ha/tahun, selengkapnya disajikan pada (lampiran 7). Hasil ini lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil penelitian Roslinda (2002) yang menghitung 77

94 nilai kayu bakar di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan pendekatan biaya pengadaan yaitu Rp ,90/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kayu bakar di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki tingkat konsumsi kayu bakar dan yang lebih tinggi dibandingkan di lahan model PJL di Desa Citaman Nilai Produk Nilai produk adalah manfaat yang didapatkan dari hasil tanaman yang terdapat di lokasi model PJL meliputi nilai buah dan nilai daun dari sumberdaya tersebut. Lahan model pembayaran jasa lingkungan berupa kebun campuran yang terdiri dari berbagai tanaman buah dan pepohonan kayu dengan luas lahan sebesar 25 ha, dengan demikiaan produktivitas dari tanaman-tanaman yang dihasilkan sangat beragam. Lahan model PJL ini pada awalnya merupakan semak belukar pada sekitar tahun 1970, sehingga jenis-jenis tanaman yang terdapat di lokasi tersebut ditanam pada waktu yang relatif bersaman setelah adanya berbagai program pemerintah seperti gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (GERHAN) serta program-program lainnya. Berdasarkan informasi tersebut, volume produktivitas untuk tanaman-tanaman yang serupa diasumsikan memiliki besaran yang sama. Nilai produk ditentukan berdasarkan pendekatan nilai pasar, yaitu dengan menghitung produktivitas rata-rata per tanaman dari produk (buah-buahan dan dedaunan) yang dihasilkan oleh masing-masing tanaman tersebut. Besaran produktivitas rata-rata per tanaman kemudian dikalikan dengan harga pasar yang berlaku di wilayah sekitar lokasi penelitian. Akhirnya, didapatkan nilai produksi per pohon untuk masing-masing produk yang kemudian kalikan dengan jumlah pohon yang terdapat di lokasi tersebut. 78

95 Berdasarkan hasil pengolahan data (Lampiran 4) yaitu perkalian antara produktivitas rata-rata per tanaman, jumlah panen per tahun, jumlah pohon dan harga masing-masing produk, diperoleh nilai ekonomi produk adalah sebesar Rp ,33/tahun atau Rp ,65/ha/tahun dengan rician yang disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Perhitungan Nilai Produk pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Jenis Produktivitas Panen Jumlah Harga Nilai ekonomi Satuan Produk rata2/pohon /tahun pohon (Rp) produksi Melinjo kg , ,60 Daun kg , ,32 Melinjo Kopi kg , ,77 Durian butir , ,67 Pete empong , ,11 Jengkol kg , ,51 Cengkeh kg , ,15 Mangga butir , ,64 Nangka butir , ,39 Kapuk kg , ,18 Pisang tandan , ,01 Total Rp ,30 Sumber : analisis data primer, 2009 Tabel di atas menjelaskan beragam produktivitas, jumlah panen per tahun serta harga produk masing-masing. Perbedaan satuan yang terdapat pada produk jenis durian, pete, mangga, nangka dan pisang karena pada saat pengambilan data masyarakat sulit mengukur produk-produk tersebut dalam satuan kilogram juga karena kebiasaan mereka dalam menjual produk tersebut dengan satuan yang tertulis seperti dalam tabel. Dengan demikian jenis satuan tersebut tidak diubah agar perhitungan yang dihasilkan sesuai dengan apa yang terjadi di lokasi penelitian. Adanya program pembayaran jasa lingkungan mengandung konsekuensi bahwa masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan berkewajiban untuk 79

96 tidak menebang pohon atau menjaga sejumlah pohon pada setiap lahan mereka sebanyak minimal 500 pohon/ha/tahun selama periode kontrak yaitu 5 tahun. Menurut FKDC (2009) Jenis tanaman yang masuk dalam skema pembayaran jasa lingkungan adalah tanaman yang memiliki daya serap air yang tinggi. Data jenis pohon yang termasuk dalam skema model pembayaran jasa lingkungan disajikan pada (Lampiran 1 dan 2). Berdasarkan kesepakatan kontrak tersebut, masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan memiliki keterbatasan akses terhadap pemanfaatan hasil kayu di lokasi model pembayaran jasa lingkungan selama periode kontrak tersebut. Dengan adanya keterbatasan akses pemanfaatan terhadap hasil kayu, maka hasil produksi dari tanaman-tanaman seperti buahbuahan dan dedaunan menjadi tumpuan untuk menghasilkn alternatif penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari karena mereka tidak memiliki mata pencaharian tetap lain selain bertani Nilai Padi Gogo Manfaat langsung pada lahan model pembayaran jasa lingkungan, disamping berasal dari hasil kayu dan produk komoditinya, juga berasal dari padi, namun padi yang dihasilkan di lokasi model pembayaran jasa lingkungan ini berbeda dengan padi yang dihasilkan oleh persawahan pada umumnya yang menggunakan sistem pengairan irigasi. Persawahan di lokasi ini disebut huma, sedangkan hasil padinya disebut padi gogo. Padi gogo merupakan tanaman padi yang dapat ditanam dengan baik pada lahan kering yang datar maupun lahan kering berlereng tanpa galengan. Dengan demikian jenis padi ini cocok untuk lahan di lokasi model pembayaran jasa lingkungan yang memiliki karakteristik seperti yang telah dijelaskan. 80

97 Menurut Laporan BPS (2005) rata-rata produktivitas padi gogo adalah 2,56 ton/ha, hasil ini jauh di bawah rata-rata produktivitas padi sawah di Indonesia yang mencapai 4,78 ton/ha. Meskipun demikian hasil padi gogo di lokasi model pembayaran jasa lingkungan tidak sebaik dhasil padi gogo di tempat-tempat lain yaitu hanya sekitar 0,98 ton/ha, hal ini disebabkan oleh rimbunnya tegakan di sekitar huma tersebut, penyebab lainnya adalah banyaknya tanaman lain di sekitar huma sehingga terjadi kompetisi dalam mendapatkan air diantara tanamantanaman tersebut untuk mununjang pertumbuhan mereka masing-masing sehingga pertumbuhan maupun hasil dari huma tidak memuaskan. Penentuan nilai huma diperoleh dengan melakukan perhitungan biaya manfaat dari kegiatan pertanian huma itu sendiri. Komponen yang termasuk dalam biaya pada pertanian huma adalah biaya pengadan pupuk, biaya pengadaan benih dan biaya pemanenan (upah). Jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk tiap petak huma adalah 2 kg pupuk urea dengan luasan per petak huma adalah 400 m 2 atau 50 kg pupuk/ha huma, sedangkan untuk benih padi gogo dibutuhkan sekitar 40 kg/ha dan untuk upah pekerja (biaya panen) dibutuhkan biaya sebesar Rp ,00/ha/orang dengan jumlah pekerja sebanyak 5 orang/ha. Sedangkan komponen yang termasuk dalam manfaat adalah hasil panen dikalikan denga harga jualnya. Hasil panen/ha rata-rata adalah sebesar 1,125 ton/ha dengan harga jual gabah di sekitar lokasi penelitian sebesar Rp ,00/kg. Dengan demikian nilai huma adalah selisih dari manfaat dan biaya total (surplus total) dari kegiatan bertani huma. Dari hasil pengolahan data primer, diperoleh nilai surplus total sebesar Rp ,00/tahun dari luasan lahan seluas 1,65 ha (Tabel 11). Perhitungan secara rinci disajikan pada Lampiran 6. 81

98 Tabel 11. Perhitungan Nilai Huma pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan Luas Hasil Harga jual lahan panen Pendapatan Biaya total gabah Surplus total total total total (Rp) (Rp) (Rp/kg) (Ha) (kg/ha) 1, , , , , ,00 Sumber : analisis data primer, 2009 Saat ini para petani yang masih mengusahakan huma jumlahnya tingal sedikit yaitu hanya sebesar 6,6% dari total luas lahan model pembayaran jasa lingkungan. Hal ini, menurut masyarakat disebabkan oleh hasil dari komoditi lain (komoditi produk) yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,65/ha/tahun dibandingkan dengan hasil dari huma yaitu sebesar Rp ,30/ha/tahun. Selain itu konsekuensi dari adanya program pembayaran jasa lingkungan yang mewajibkan masing-masing pemilik lahan untuk mananami 500 batang pohon/ha pada lahan mereka berakibat pada pengurangan pemanfaatan lahan untuk huma Nilai Air Rumah Tangga Penggunan air untuk konsumsi rumah tangga terdiri dari kebutuhan untuk memasak dan minum, mandi dan mencuci, kakus serta untuk berwudhu karena hampir seluruh masyarakat di lokasi penelitian memeluk agama Islam. Sumber air yang digunakaan adalah bak air untuk pemandian umum yang terpisah antra bak mandi laki-laki dengan perempuan dengan volume masing-masing sebesar 6,76 m 3. air yang ditampung di bak pemandian umum tersebut diasumsikan berasal dari lahan Lokasi model pembayaran jasa lingkungan. Nilai air rumah tangga ditentukan dengan pendekatan harga pasar yaitu harga air yang dikeluarkan oleh PDAM Kabupaten Serang. Secara rinci disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Harga Air Per 10 m 3 Volume Air Biaya Air /Bulan 0-10 m 3 Rp13.000,00 82

99 11-20 m 3 Rp15.000, m 3 Rp17.000,00 Sumber : PDAM Kabupaten Serang, 2009 Penentuan nilai air dilakukan dengan cara menghitung rata-rata konsumsi air rumah tangga per bulan kemudian dikalikan dengan biaya panggunaan air per bulan yang diadopsi dari harga air yang berlaku di PDAM Kabupaten Serang. Rata-rata konsumsi air untuk kebutuhan rumah tangga di lokasi penelitian sebesar m 3 /bulan (Lampiran 5), artinya rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan air adalah Rp ,00/bulan yang kemudian digandakan terhadap jumlah rumah tangga penerima pembayaran jasa lingkungan sebanyak 43 keluarga dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 172 orang. Sedangkan jumlah konsumsi air rata-rata per hari disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Konsumsi Air Rata-Rata per hari Masyarakat Penerima Pembayaran Jasa Lingkungan Konsumsi air ratarata/orang/hari Jenis Kebutuhan (liter) mandi 50 cuci 20 minum dan memasak 2 kakus 10 wudhu 2.5 Sumber : Analisis data primer, 2009 Berdasarkan analisis data primer, nilai air yang dikonsumsi adalah sebesar Rp ,00/tahun atau sebesar Rp ,00/ha/tahun. Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya dari Parera (2005) sebesar Rp ,00/ha/tahun. Rendahnya nilai air ini karena biaya rata-rata yang dikeluarkan lebih rendah dari hasil penelitian Parera (2005). Namun nilai air di lokasi model pembayaran jasa lingkungan masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian di Taman Nasional Menu Betiri sebesar Rp. 83

100 ,00/ha/tahun (Handayani, 2002) dan di Hutan Pendidikan Gunung Walat sebesar Rp ,00/ha/tahun (Roslinda, 2002). Tingginya nilai air di lokasi model pembayaran jasa lingkungan karena jumlah air yang dikonsumsi lebih banyak dan biaya air yang lebih tinggi. 6.4 Nilai Kompensasi untuk Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Penilaian dan pengukuran jasa lingkungan yang merupakan produk sumberdaya alam hayati dan ekosistem berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible) bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan, karena tidak semua jasa lingkungan yang dihasilkan memiliki nilai pasar dan dapat dikonsumsi secara langsung. Penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau didasarkan pada contoh contoh program pemerintah yang berkaitan dengan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan seperti kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Hutan Rakyat (P2HR) dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (FKDC, 2007). Referensi tersebut disepakati oleh pihak penerima jasa lingkungan (PT. KTI) bersama dengan FKDC, penggunaan referensi untuk penentuan nilai tersebut menurut berdasarkan hasil wawancara Rahadian dan Hardono selaku Sekertaris Jendral FKDC disebabkan oleh belum tersedianya informasi informasi yang berkaitan dengan nilai yang seharusnya dibayarkan dalam transaksi pembayaran jasa lingkungan karena belum banyak hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan transaksi pembayaran jasa lingkungan baik di Indonesia maupun di DAS Cidanau. Nilai kompensasi pada transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau saat ini sebesar Rp ,00/tahun pada dua tauhn pertama, sedangkan pada tiga tahun berikutnya nilai insentif tersebut meningkat menjadi 84

101 Rp ,00/tahun dengan luas lahan yang disepakati seluas 50 ha. Nilai ini setara dengan Rp ,00 Rp ,00/ha/tahun. Sementara nilai yang diterima masyarakat berdasarkan hasil negosiasi antara pihak FKDC dengan pihak masyarakat penyedia jasa lingkungan hanya sebesar Rp ,00/ha/tahun sehingga masih terdapat selisih sebesar Rp ,00/ha/tahun hingga Rp ,00/ha/tahun yang seharusnya diterima panyedia jasa lingkungan sesuai dengan kesepakatan antara FKDC dengan PT. Krakatau Tirta Industri. Nilai kompensasi yang saat ini disepakati, seperti yang tercantum di atas sesungguhnya masih belum sesuai dengan nilai yang seharusnya diterima yaitu sebesar Rp ,00 Rp ,00/ha/tahun. Terlebih lagi bila nilai yang saat ini disepakati dibandingkan dengan nilai ekonomi pada lahan model pembayaran jasa lingkungan yang dihasilkan dalam penelitian ini, yaitu sebesar Rp ,00/tahun atau setara dengan Rp ,00/ha/tahun, nilai pembayaran jasa lingkungan saat ini masih jauh lebih kecil. Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa nilai ekonomi yang dihasilkan di lahan model pembayaran jasa lingkungan tersebut tidak secara langsung dijadikan sebagai nilai yang seharusnya diterima oleh penerima pembayaran jasa lingkungan. nilai ekonomi yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan dapat suatu sumber informasi bagi pihak-pihak terkait, khususnya FKDC, agar berupaya untuk mengevaluasi serta meningkatkan nilai pembayaran jasa lingkungan dari nilai yang saat ini telah disepakati. Masih rendahnya nilai kompensasi yang diterima oleh pihak penyedia jasa lingkungan saat ini dikhawatirkan akan berdampak pada terganggunya 85

102 keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang saat ini sudah berjalan. Sebagai contoh kasus, salah satu penyebab gagalnya keberlanjutan transaksi pembayaran jasa lingkungan di Desa Cibojong karena masih terjadinya penebangan yang dilakukan oleh pihak penerima jasa lingkungan yang pada saat itu membutuhkan sejumlah uang untuk kebutuhan tertentu, karena hanya memiliki kayu untuk dijual dan tidak memiliki pekerjaan lain, maka penebangan pun akhirnya dilakukan. Contoh tersebut dapat menjadi suatu sinyal agar ada upayaupaya progresif diantara kedua pihak khususnya dari pemanfaat jasa lingkungan dan FKDC untuk meningkatkan jumlah pembayaran pada masyarakat yang telah mengkonservasi lahan milik mereka untuk kepentingan bersama. Tersedianya informasi mengenai nilai ekonomi pada lahan model pembayaran jasa lingkungan (Desa Citaman) dan hasil-hasil penelitian lainnya mengenai nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, sebaiknya penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan saat ini dapat dievaluasi dan ditingkatkan pada periode 5 tahun berikutnya. Peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan ini penting untuk dilakukan agar konsep hubungan hulu-hilir yang digagas oleh FKDC dan pihak-pihak terkait lainnya dapat terjaga keberlanjutannya, baik untuk pihak penyedia jasa lingkungan, agar mereka dapat tetap sejahtera meskipun terdapat batasan akses pada lahan mereka maupun bagi pihak penerima jasa lingkungan. Adanya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan, diharapkan tingkat degradasi yang terjadi di hulu DAS Cidanau sedikit demi sedikit akan menurun, meskipun masih jauh dari target, namun hal ini dapat menjadi suatu pelopor bagi perluasan hubungn hulu-hilir lainnya atau upaya penyelamatan lingkungan di DAS Cidanau. 86

103 87

104 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya mengenai kajian terhadap nilai ekonomi total sebagai dasar penentuan nilai transaksi pembayaran jasa lingkungan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kawasan DAS Cidanau memiliki dua peranan penting dalam mendukung pembangunan di wilayah barat Propinsi Banten. Pertama, peran dan fungsinya dalam mendukung proses pembangunan ekonomi dalam bentuk penyediaan air baku bagi masyarakat maupun industri dan merupakan satu-satunya reservoir air dengan debit yang cukup di wilayah tersebut. Kedua, Cagar Alam Rawa Danau merupakan kawasan endemik dan merupakan situs konservasi rawa pegunungan satu-satunya yang masih tersisa di Pulau Jawa. 2. Mekanisme hubungan hulu-hilir dengan pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau merupakan suatu bentuk instrument ekonomi berupa pemberian insentif oleh pemanfaat jasa lingkungan (buyer) yaitu PT. Krakatau Tirta Industri sebagai pemanfaat utama air baku dari Sungai Cidanau kepada pihak penyedia jasa lingkugan (seller) yaitu desa model atas kesediaanya melakukan upaya konservasi terhadap lahan miliknya agar keseimbangan lingkungan di kawasan DAS Cidanau tetap terjaga. 3. Berdasarkan kesepaktan antara pemanfaat jasa lingkungan (buyer) dengan penyedia jasa lingkugan (seller), mekanisme transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dilakukan secara tidak langsung (indirect payment), yaitu pembayaran yang diatur melalui skema tertentu dengan 88

105 melibatkan lembaga pengelola jasa lingkungan, lembaga pengelola jasa lingkungan ini diwakili oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) sebagai pihak perantara yang memfasitasi berbagai kepentingan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. 4. Nilai pembayaran jasa lingkungan dari PT. KTI kepada FKDC sebesar Rp ,00 untuk tahun dan Rp ,00 untuk tahun Nilai tersebut setara dengan Rp ,00 Rp ,00/ha/tahun, sementara nilai yang diterima pihak penyedia jasa lingkungan berdasarkan negosiasi dengan FKDC sebesar Rp ,00/ha/tahun sehingga masih terdapat uang yang belum terbayarkan sebesar Rp ,00 Rp ,00/ha/tahun 5. Berdasarkan hasil kesepakatan dengan PT. KTI, total luas lahan yang termasuk dalam skema transaksi pembayaran jasa lingkungan hanya seluas 50 ha, akan tetapi dengan adanya dana yang masih tersisa, FKDC berencana melakukan perluasan lahan menjadi 100 ham dengan nilai pembayaran yang sama. 6. Nilai kompensasi yang saat ini disepakati belum didasarkan pada nilai ekonomi jasa lingkungan yang dihasilkan, sehingga belum mencerminkan nilai yang sebenarnya. Salah satu cara penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan dapat dilakukan dengan cara menghitung nilai ekonomi dengan metode nilai pasar atau produktivitas pada lahan yang dijadikan model pembayaran jasa lingkungan. 7. Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai ekonomi yang dihasilkan pada lahan model Pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman sebesar Rp. 89

106 ,00 yang terdiri dari nilai guna langsung Rp ,00 dan nilai guna tidak langsung sebesar Rp , Nilai guna langsung terdiri dari nilai ekonomi kayu Rp ,60, nilai ekonomi kayu bakar Rp ,00 nilai ekonomi produk Rp ,33 dan nilai ekonomi padi gogo Rp ,00 Sedangkan nilai ekonomi tidak langsung terdiri dari nilai air bersih untuk rumah tangga sebesar Rp , Nilai ekonomi yang dihasilkan dari penelitian ini tidak secara langsung menjadi nominal yang ditetapkan sebagai nilai pembayaran jasa lingkungan. nilai ekonomi tersebut merupakan suatu informasi terhadap peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan dari yang telah disepakati saat ini agar hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat berkelanjutan. 90

107 7.2 Saran 1. Perluasan konservasi lahan kritis sangat penting untuk dilaksanakan, mengingat masih banyaknya lahan kritis di kawasan DAS Cidanau yang berpotensi menggangu keseimbangan lingkungan DAS Cidanau itu sendiri. Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan pada lahan-lahan kritis lainya dapat dilakukan sebagai solusi untuk menyelamatkan DAS Cidanau dengan segala fungsinya dari ancaman degradasi. 2. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan dengan strategi negoisiasi oleh FGD sudah cukup efektif, namun disarankian nilai alokasi biaya sebesar 15% per tahun untuk FGD dapat lebih ditekan (menjadi 10%) sehingga alokasikan pembayaran bagi penyedia jasa lingkungan dapat bertambah. 3. Pajak terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan sebesar 6% per tahun hendaknya diusahakan untuk dihilangkan, karena dapat menguragi nilai yang seharusny diterima penyedia jasa lingkungan. alasan lain karena pembayaran jasa lingkungan tidak diperuntukkan bagi kepentingan komersial 4. Pembayaran kompensasi jasa lingkungan bagi masyarakat hulu DAS Cidanau hendaknya tidak hanya dibebankan pada satu perusahaan saja, karena masih banyak pemanfaat jasa lingkungan lain yang juga mendapat manfaat dan memanfaatkan jasa lingkungan dari DAS Cidanau. Penentuan siapa yang harus membayar dapat dilaukan dengan cara mengidentifikasi pemanfaat jasa lingkungan lain dengan proporsi pemanfaatan jasa lingkungan yang paling besar. 91

108 5. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai insentif yang dibayarkan saat ini masih terlalu rendah, dengan demikian, hendaknya ada peningkatan nilai insentif dari yang telah disepakati saat ini. Informasi mengenai nilai ekonomi lahan model pembayaran jasa lingkungan diharapkan dapat menjadi referensi bagi terwujudnya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Dengan demikian, implementasi hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat sustainable sehingga kelestarian DAS Cidanau dapat terwujud dan produk jasa lingkungan khususnya air baku dapat tetap terjaga. 92

109 DAFTAR PUSTAKA Asdak, C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Baba, A., S. Tsuyuki, L. B. Prasetyo Land Use/Cover Change Detection Caused By Development Using Satellite RS Data (The Case Study of Cidanau River Watershed, West Java, Indonesia). Prociding of The 1 st Toward Harmonization between Development and Environmental Conservavtion In Biological Production. Japan february Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Serang dan Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) DAS Citarum- Ciliwung, Rencana teknik Lpangan (RTL) rerhabilitasi Lahan dan Konservasi tanah DAS Cudanau, Maret 2000 Bapedalda Provinsi Banten Pembahasan Agenda Kerja Pengelolaan DAS Cidanau. Basyir, A. P. Slamet, Suyanto dan Suprihatin Padi Gogo. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. 48 hal. BPS Produksi Tanaman Pangan di Indonesia. Darmawan, A Perubahan Penutupan Lahan di Cagar Alam Rawa Danau. Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Darusman, D Pembenahan Kehutanan Indonesia. Dokumentasi Kronologis Tulisan Lab Politik Ekonomi dan Sosial Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Davies Forest Management. Mc-Grawhill. New York. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah Provinsi banten Kajian Pembayaran Jasa Lingkungan di Provinsi Banten. Fauzi, A Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan teori dan Aplikasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi, A Istrumen Ekonomi untuk Pengelolaan Lingkungan. Laporan disampaikan kepada DANIDA Denmark dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) RI. Forum Komunikasi DAS Cidanau Provinsi Banten Menuju Pengelolaan Terpadu DAS Cidanau. Hidayat, et al Modul Kuliah Ekonomi Lingkungan. DepartemenEkonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hufscmidt, M. M et al Lingkungan, Sistem Alami, dan Pembangunan Pedoman Penilaian Ekonomis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. KTI (Krakatau Tirta Industri) Realibility Analisys of water Quantity and Quality of Cidanau River and Their relation with Purified Water Supply 93

110 for Cilegon Industrial Estate Proceding of International Workshop on Sustainanle Recource Management of Cidanau Watershed. Bogor. KTI (Krakatau Tirta Industri) PT. Krakatau Tirta Industry as spporting Environmental Services Peyment Development Model on Cidanau Watershed. Lee, R Hidrologi Hutan. Gadjah Mada. Yogyakarta. LP3ES Study on Sosioeconomics and Environmental transpormation of Upstream Community After Testing of Transction Mechanism of the Cidanau. Manan, S Perkembangan Hidrologi Hutan dan Pembangunan Hutan Berwawasan Lingkungan di Indonesia. Makalah Simposium 25 Tahun Perkembangan Hidrologi di Indonesia. LIPI-Puslitbang Pengairan Dep. PU. Jakarta. Nurfatriani, F Nilai Ekonomi Hutan Yang Direhabilitasi (Hutan Dan Lahan) : Studi Kasus Proyek RHL Kecamata Nglipar, Kabpaten Gunung Kidul, Provinsi D. I Yogyakarta. Program Pasca Sarjana. I nstitu Pertanian Bogor. Pagiola, S, Paying for Water Services in Central America: Learning from Costa Rica. In S.Pagiola, J. Bishop, and N. Landell-Mills, eds, Selling Forest Environmental Services. London: Earthscan. Pagiola, S., and G. Platai. Forthcoming. Payment for environmental services. Washington: World bank. Pearce, D., and D. Moran The Economics value of Biodiversity. IUCN. The World Conservation Union Earthscan Publication Ltd. London. Perera, E Nilai Ekonomi Total Hutan Kayu Putih: Kasus Desa Piru, Kabupaten Seram Barat, Provinsi Maluku. Program Pasca Sarjana. Institu Pertanian Bogor. Putra, R. P. P Tingkat Partisipasi Masyarakat Bantaran Sungai Ciliwung terhadap Kegiatan Pengadaan Sarana dan Prasarana Pencegahan Pencemaran Lingkungan di Kelurahan Babakan Pasar. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan. Rosa, Herman, K Susan, and D Leopoldo Compensation for Ecosystem Services and Rural Communities: Lessons from the Americas. El Savador: PRISMA. Roslinda, E Nilai Ekonomi Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Kontribusinya Terhadap Masyarakat Sekitar (Tesis). Program Pasca Sarjana. Institu Pertanian Bogor. RMI, Laporan Studi PES untuk Mengembangkan Skema PES di DAS Deli, Sumatra Utara dan DAS Progo, Jawa Tengah. Sand, I. V. D Assesing the Use of Environmental Services Payment and a Potential Strategy for Adaptation to Climate change in Cidanau 94

111 Watershed, Banten Indonesia. M. Sc. Dissertation, Department of Environmental Science nd Technology, Imperial College London, U. K. Setiawan, A Nilai Ekonomi Tanaman Hutan Raya Wan Abdul Rahman Provinsi Lampung (Tesis). Program Pasca Sarjana. Institu Pertanian Bogor. Sulandari, U Penilaian Jasa Lingkungan Air Minum dan Penentuan Prioritas Batuan Perbaikan Lingkungan (studi kasus DAS Citarum). Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan. Suryawan, A Penentuan Dasar Biaya Kompensasi untuk Pembayaran Jasa Lingkungan dengan Memanfaatkan Teknologi Inderaja (Studi Kasus DAS Cidnau). Tesis Sekolah Pasca Sarjan Institut pertanioan Bogor.Tidak dipublikasikan. 95

112 LAMPIRAN 97

113 DATA JENIS TANAMAN KAYU-KAYUAN jenis tanaman no Nama Luas lahan mah tesu sobs Bay War Kihia Min Sure Dada Kany Cemp Konda Angsa Kigen Gomp Bung Albaz Jumlah (m 2 ) oni k i lame ur u ng di n p ere aka ng na tel ong ur i 1 Markawi Sapturi Alimi Adul Samsuri Asria Jamin Madtamin Arnasa Sadani Sayuni Sarkim Sapiah Mamik Saiah Suarmat Arjawi Bachrani Pardi Rain Samkari Asra Mukriji Makmun Hendra Muhayat Rohani Entis Ias Jumrani Sukaemi Sarbawi Uncung Miskal Suheri Dulsalim Subari Jamsari Karnata Rasman Sakmad Sarman Jahra Lampiran 1. Data Tanaman Jenis Kayu-Kayuan 97

114 no Nama Luas lahan (m 2 ) DATA JENIS TANAMAN BUAH-BUHAN jenis tanaman Melinjo Durian Nangka Jengkol Cengkeh Pete Rambutan Kacapi kapuk Kemiri Huni Menteng Sukun Mangga jumlah 1 Markawi Sapturi Alimi Adul Samsuri Asria Jamin Madtamin Arnasa Sadani Sayuni Sarkim Sapiah Mamik Saiah Suarmat Arjawi Bachrani Pardi Rain Samkari Asra Mukriji Makmun Hendra Muhayat Rohani Entis Ias Jumrani Sukaemi Sarbawi Uncung Miskal Suheri Dulsalim Subari Jamsri Karnata Rasman Sakmad Sarman Jahra Lampiran 2. Data Jenis Tanaman Buah-Buahan 98

115 DATA PERHUNGAN NILAI KAYU No Jenis Kayu Harga / m3 Ukuran Volume kayu Nilai / m3 jumlah nilai total (Rp) m3 (Rp) pohon (Rp) I Buah buahan (cm) Diameter (m) Diameter (m) Panjang 1 Durian 2,000, ,846, ,285,744,160 2 Melinjo 200, , ,315,100 3 Pete 500, , ,531,468 4 Jengkol 500, , ,423,828 5 Cengkeh 500, , ,503,712 6 Mangga 200, , ,035,375 7 Nangka 2,000, ,978, ,070,400 8 Kecapi 300, , ,736,294 9 Kapuk 150, , ,578,120 Nilai total Kayu jenis buahbuahan - 4,903,938,458 II Kayu kayuan Mahoni 2,000, ,591, ,941,979,040 2 Tesuk 300, , ,904,330 3 Sobsi 300, , ,210,230 4 Bayur 600, , ,469,334 5 Waru 1,500, , ,448,000 6 Kihiang 1,500, , ,260,000 7 Mindi 1,800, ,241, ,252,332 8 Suren 1,800, , ,962,080 9 Dadap 150, , ,693, Kanyere 600, , ,828, Cempaka 2,000, , ,684, Albazia 400, , ,557,136 Nilai total Kayu jenis kayukayuan 3,700,249,162 Lampiran 3. Data dan Hasil Perhungan Nilai Kayu Nilai Kayu Total 8,604,187,

116 nama nama buah satuan hasil panen ratarata/tanaman DATA PERHUNGAN NILAI PRODUK jumlah produktivitas jumlah pohon rata-rata/tanaman panen/tahun sampel jumlah tanaman harga (Rp) nilai produk melinjo Kg ,032, daun melinjo Kg ,109, kopi Kg ,168, durian butir , pete empong , jengkol Kg , cengkeh Kg ,047, mangga butir , nangka butir , kapuk Kg , pisang tandan ,426, TOTAL Lampiran 3. Data dan Hasil Perhungan Nilai Produk Rp58,882,

117 no nama jml keluarga DATA PERHITUNGAN NILAI AIR kebutuhan air per hari (liter) total kebutuhan (bulan/liter) biaya air (Rp/bulan) NILAI AIR RATA- RATA PER TAHUN mandi cuci minum kakus wudhu total 1 Jamsari , Dulsalim , Samkari , Markawi , Asra , Sapiah , Bachrani , sapturi , Arjawi , Adul , Alimi , Rohani , Jamin , Saadah , Sarbawi , Sukaemi , Sasmsuri , Iyas , Miskal , Suheri , Rain , Arnasa , Pardi , Mamik , Sarkim , Karnata , Madtamin , Jahra , Subari , Suarmat , rata-rata ,534.0 Rp7,740,000 Lampiran 5. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Air 101

118 no nama luas huma (m 2 ) jml petak huma DATA PERHITUNGAN NILAI HUMA hasil panen (kg) harga jual gabah (Rp) pendapatan (Rp) pupuk (kg) biaya pupuk komponen biaya per Ha benih(kg) 1 Rain , Asra , Mukriji , Sadani , Saiah , Sayuni , Mamik , Miskal , Sapturi , Ma'mun , Asria , Total ,245, , ,540 1,025,000 benih (Rp) upah panen (Rp) Surplus Total Rp1,932,460 Keterangan jenis satuan jumlah Keterangan panen/ha kg 1125 pupuk/ha kg 50 benih/ha kg 35 harga benih/kg kg 2100 harga gabah/kg kg Rp1,800 harga pupuk urea/kg kg Rp2,000 upah panen/ha orang Rp25, orang/ha Lampiran 6. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Huma 102

119 DATA PERHITUNGAN KAYU BAKAR KONSUMSI KAYU BAKAR /HARI diameter 25 cm untuk jml keluarga 1-5 orang panjang 100 cm berat 12 kg volume m 3 KONSUMSI KAYU BAKAR/HARI diameter 35 cm untuk jml keluarga 6-10 orang panjang 100 cm berat 15 kg volume m 3 no nama anggota keluarga konsumsi (m3/hari) konsumsi (m3/tahun) luas lahan (m 3 ) 1 Jamsari Dulsalim Samkari Markawi Asra Sapiah Bachrani sapturi Arjawi Adul Alimi Rohani Jamin Saadah Sarbawi Sukaemi Sasmsuri Iyas Miskal Suheri Rain Arnasa Pardi Mamik Sarkim Karnata Madtamin Jahra Subari Suarmat rata-rata total sampel lahan rata-rata , Jumlah hari/tahun 365 Rata-rata konsumsi kayu bakar per keluarga/hari (m 3 ) Total keluarga pengguna (keluarga) 43 Nilai total seluruh konsumsi /tahun(m 3) 1, Harga kayu bakar per m Nilai total kayu bakar per tahun(rp) Lampiran 7. Data dan Hasil Perhitungan Nilai Kayu Bakar 103

120 SKETSA LOKASI PENELITIAN (DESA CITAMAN) RT.08/04 U SD RT.07/04 RT.09/04 SD RT. 06/03 DESA LEBAK SD RT. 04/02 RT. 03/02 KEHUTANAN Lampiran 8. Sketsa Lokasi Penelitian (Desa Citaman) 104

121 Lokasi penelitian Lampiran 9. Peta Kontur DAS Cidanau 105

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung PENDAHULUAN Ekosistem penghasil beragam produk dan jasa lingkungan keberlanjutan kehidupan. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung Nilai guna langsung pangan, serat dan bahan bakar,

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN

ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan asset multi guna yang tidak saja menghasilkan produk seperti kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa lingkungan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung Pertemuan 13 PENDAHULUAN Ekosistem penghasil beragam produk dan jasa lingkungan keberlanjutan kehidupan. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung Nilai guna langsung pangan, serat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain-lain merupakan sumber daya yang penting dalam menopang hidup manusia.

I. PENDAHULUAN. lain-lain merupakan sumber daya yang penting dalam menopang hidup manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumber daya alam baik sumber daya alam terbaharukan maupun tidak. Udara, lahan, air, minyak bumi, hutan dan lain-lain merupakan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 22 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kerusakan sumberdaya hutan (deforestasi dan degradasi) terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara lain, yang menurut Sharma et al. (1995) selama periode 1950-1980

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumberdaya air adalah bagian dari sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumberdaya air adalah bagian dari sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sumberdaya Air Sumberdaya air adalah bagian dari sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang antara lain terdiri dari sub sistem sumberdaya lahan, sumberdaya hutan, sumberdaya sosekbud,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 67/Kpts-II/1991 tanggal 31 Januari 1991 tentang Rencana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994). TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan Berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam daerah pantai payau yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan mangrove di

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR OLEH : TOMMY FAIZAL W. L2D 005 406 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 perubahan atas Peraturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 perubahan atas Peraturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jasa Lingkungan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah *

Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah * Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah * Pada akhir masa sidang III lalu, Rapat Paripurna DPR mengesahkan salah satu RUU usul inisatif DPR mengenai

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie 35 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian prediksi dampak kenaikan muka lauit ini dilakukan di Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) dan kawasan penyangga di sekitarnya dengan batasan wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

VIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH

VIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH VIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH Deng Xio Ping suatu ketika pernah mengatakan bahwa the China s problem is land problem, and the land problem is rural problem. Persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Konservasi menurut Parera (2010) memiliki nilai hidro-orologi dan ekonomi yang berpengaruh signifikan terhadap ekonomi lokal, bangsa, regional dan global.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fauzi (2006), sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fauzi (2006), sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang TINJAUAN PUSTAKA Menurut Fauzi (2006), sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Sumber daya itu sendiri memiliki dua aspek yakni aspek teknis yang memungkinkan bagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Banjir Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan tanah, dengan ketinggian melebihi batas normal. Banjir umumnya terjadi pada saat aliran air melebihi volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Nilai merupakan persepsi terhadap suatu objek pada tempat dan waktu tertentu. Sedangkan persepsi merupakan pandangan individu atau

Lebih terperinci

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN FONDASI VALUASI EKONOMI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Ketiadaan hak kepemilikan (property right) pada sumberdaya alam mendorong terjadinya

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang- Undang tersebut, hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan terkait antara hubungan faktor abiotik, biotik dan sosial budaya pada lokasi tertentu, hal ini berkaitan dengan kawasan bentanglahan yang mencakup

Lebih terperinci

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Prof. Dr. Singgih Riphat Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan PENYUMBANG EMISI CO 2 TERBESAR DI DUNIA Indonesia menempati urutan ke 16 dari 25 negara penyumbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Muhammad Arhan Rajab 1, Sumantri 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1,2 arhanrajab@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Jayapura Tahun 2013-2017 merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang harus ada dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang

Lebih terperinci

SKRIPSI MEMPELAJARI PERENCANAAN BENDUNGAN KECIL DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. Oleh : LUCKY INDRA GUNAWAN F

SKRIPSI MEMPELAJARI PERENCANAAN BENDUNGAN KECIL DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. Oleh : LUCKY INDRA GUNAWAN F 1` ` Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, menyimpan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci