Perancangan Model Penyaluran Kredit Usaha Rakyat di BPD Cabang X dengan Menggunakan Agent-based Modeling and Simulation

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perancangan Model Penyaluran Kredit Usaha Rakyat di BPD Cabang X dengan Menggunakan Agent-based Modeling and Simulation"

Transkripsi

1 JURNAL TEKNIK, (2013) Perancangan Model Penyaluran Kredit Usaha Rakyat di BPD Cabang X dengan Menggunakan Agent-based Modeling and Simulation Tatbita Titin Suhariyanto, Moses Laksono Singgih, Bambang Syairudin Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya moseslsinggih@gmail.com,bambangsy@yahoo.com,tatbita@gmail.com Abstrak Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan ekonomi mikro dan kecil. Penelitian ini fokus pada pelaksanaan KUR di BPD Cabang X. Adanya saling ketergantungan antar pihak pelaksana KUR (bank dan debitur) dan ketidakpastian kemampuan debitur dalam mengembalikan kredit mengakibatkan tingginya nilai kredit bermasalah (Non-Performing Loan) yang terjadi di BPD Cabang X (22%). Tujuan penelitian adalah menurunkan nilai NPL melalui perancangan model berbasis agen yang dapat merepresentasikan problem eksisting dengan menggunakan Agent-based Modeling and Simulation (ABMS). Penelitian ini fokus pada kredit yang telah disalurkan kepada debitur dan tidak melibatkan perusahaan penjamin sebagai salah satu agen pemodelan. Asumsi dalam penelitian ini adalah metode perhitungan pokok tiap bulan menggunakan metode flat dan cadangan dana KUR di bank tidak tebatas. Ada dua model yang dirancang dalam penelitian ini. Model pertama adalah mengatur probabilitas debitur membayar atau tidak membayar berdasarkan periode cicilan. Skenario perbaikan yang dirancang untuk memperbaiki model simulasi 1 dilakukan dengan menambah probabilitas debitur pada kolektibiltas 2 untuk membayar kembali. Skenario ini dapat menurunkan nilai NPL antara 0%-2,4%. Model kedua adalah mengatur probabilitas debitur membayar atau tidak membayar berdasarkan kategori 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, and Collateral) yang melekat pada masing-masing debitur. Ada dua skenario perbaikan dalam model ini. Skenario perbaikan pertama hanya melibatkan debitur kategori 1 dalam simulasi dan menghasilkan nilai NPL sebesar 0%. Skenario perbaikan kedua melibatkan debitur kategori 1 dan 2 dalam simulasi dan menghasilkan nilai NPL antara 4,6%-11,4%. Kata Kunci Kredit Usaha Rakyat (KUR), Non-Performing Loan, Model, Agent-based Modeling and Simulation I. PENDAHULUAN KREDIT Usaha Rakyat (KUR) adalah program pemerintah yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. KUR diberikan kepada UMKMK (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Koperasi) yang memiliki usaha produktif yang feasible namun belum bankable sehingga UMKMK tersebut dapat menjalankan usahanya. Realisasi penyaluran KUR dari tahun dapat dilihat pada Tabel 1.1, dimana realisasi KUR pada 2012 lalu mencapai Rp 32,6 triliun. Angka ini lebih tinggi 8,67% dibandingkan target awal yang ditetapkan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang sebesar Rp 30 triliun. Sampai bulan Januari 2013, terlihat bahwa realisasi penyaluran KUR sudah mencapai Rp 5,374 triliun atau 14,9% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 36 triliun.[1] Penyaluran KUR yang sudah melebihi target ini menunjukkan bahwa program sudah cukup efektif dalam memperkuat permodalan UMKMK. Namun, keberhasilan KUR tidak hanya diukur dari aspek kemampuan penyaluran. Menurut Syarif, ada dua permasalahan mendasar, yaitu pengembalian pinjaman dan pemanfaatan pinjaman KUR. [2] Pengembalian pinjaman KUR dinilai macet di beberapa bank. Selain itu, dari aspek pemanfaatan pinjaman, belum dilakukan evaluasi untuk memastikan apakah penyaluran KUR sudah tepat sasaran dan sudah dimanfaatkan dengan baik oleh para peminjam. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penyaluran KUR berdampak pada BPD X. Sebagai BPD penyalur KUR terbesar di Indonesia, BPD X telah mampu menyalurkan KUR sebanyak Rp 3.3 triliun. Namun, dalam pelaksanaannya, bank menghadapi beberapa permasalahan. Pada tahun 2013 ini, BPD X mengurangi penyaluran KUR [3]. Sukrianto menjelaskan bahwa pengurangan penyaluran KUR ini disebabkan karena kredit macet di bank mayoritas disumbang oleh KUR sebesar 10%. Selain itu, tingkat gagal bayar mencapai 3,25% dari debitur. Presentase ini naik dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar 2,96%. Kredit macet ini disebabkan sejumlah usaha bisnis yang dijalankan oleh debitur mengalami gangguan sehingga debitur sulit mengembalikan kredit. Tingginya kredit macet ini akan menyumbang peningkatan nilai Non Performing Loan (NPL) yang mengakibatkan performansi bank menjadi buruk. BPD Cabang X, salah satu cabang terbesar BPD X, telah menyalurkan KUR untuk kredit modal kerja dan investasi kepada 119 debitur. Plafond yang telah disalurkan sebesar Rp 41,593 miliar. Namun, penyaluran KUR yang besar ini tidak diikuti dengan lancarnya pengembalian kredit, sehingga nilai NPL di bank ini sebesar 57,62%. Padahal, sebuah bank dinilai memiliki performansi yang baik apabila

2 JURNAL TEKNIK, (2013) NPL di bawah 5%. Dengan melihat permasalahan tersebut, secara khusus, penelitian ini mengambil studi kasus penyaluran KUR di BPD Cabang X. Tingginya nilai NPL yang terjadi di BPD Cabang X diakibatkan adanya sejumlah UMKMK yang gagal dalam menjalankan usaha bisnisnya. Dengan kegagalan bisnis ini, UMKMK tidak dapat mengembalikan pinjaman kredit yang telah diberikan. Adanya ketidakpastian dari usaha bisnis UMKMK dan saling ketergantungan antara bank dengan UMKMK, permasalahan ini memerlukan solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Pemodelan adalah salah satu cara untuk menyelesaikan problem di dunia nyata dimana prototype atau eksperimen sangat sulit untuk diterapkan dalam sistem nyata [4]. Ketidakpastian dan saling ketergantungan dalam permasalahan KUR mengakibatkan kompleksitas dimana dinamisasi waktu merupakan aspek yang penting, sehingga pemodelan simulasi dapat memberikan solusi yang lebih baik [4]. Agent-based modeling and simulation (ABMS) adalah salah satu jenis simulasi yang sering digunakan untuk menyelesaikan permasalahan organisasi. Dalam beberapa kasus, ABMS merupakan pemodelan yang sesuai untuk menyelesaikan problem dalam skala besar dan memiliki keunggulan dibandingkan pemodelan simulasi konvensional [5]. Jika dibandingkan dengan discrete event simulation, pendekatan ABMS lebih umum dan unggul karena dapat menangkap permasalahan yang lebih kompleks dan dinamis [4]. ABMS ini dibangun dengan menganalisis aktor-aktor yang berpengaruh dalam sistem yang kemudian akan dijadikan agen dalam simulasi. Dari model tersebut, dapat dilakukan perbaikan terhadap perilaku agen yang tidak baik dalam sistem. II. URAIAN PENELITIAN A. Tahap Telaah Pustaka 1) Analisis Kredit Prinsip analisis kredit dalam dunia perbankan dikenal dengan konsep 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, and Collateral). Prinsip ini digunakan untuk mengevaluasi kelayakan calon debitur, apakah calon debitur tersebut pantas mendapatkan kredit atau tidak. Berikut ini adalah penjabaran masing-masing aspek 5C. Character (Watak) Karakter pemohon kredit merupakan aspek yang paling diutamakan dari seluruh aspek 5C. Hal ini terkait dengan bagaimana kemauan pemohon kredit untuk mengembalikan kredit. Informasi tentang karakter pemohon kredit dapat diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi dari referensi debitur dan bank-bank lain tentang perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatannya memenuhi pembayaran transaksi. Capacity (Kemampuan) Kemampuan membayar kredit berkaitan dengan bagaimana cara pemohon kredit dapat mengolah usaha bisnisnya sehingga mampu membayar kredit. Capital (Modal) Modal dari calon debitur harus dianalisis mengenai besar dan struktur modalnya yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon debitur. Condition (Kondisi) Analisis kondisi yang harus dilakukan melingkupi kondisi regional, nasional maupun internasional. Collateral (Jaminan) Penilaian yang perlu dilakukan dalam aspek jaminan meliputi nilai jaminan dimasa depan (future value) dan tingkat kemudahan mengkonversi menjadi uang tunai (marketability). 2) Performing Loan Performing loan merupakan jenis kredit dimana nasabah mengembalikan kredit dengan lancar atau terjadi tunggakan sampai dengan 90 hari [6]. Performing loan dibagi menjadi dua yaitu kredit lancar dan kredit dalam perhatian khusus. Kredit lancar yaitu kredit yang dibayar tanpa menunggak. Sedangkan kredit dalam perhatian khusus adalah kredit yang tertunggak baik angsuran, pinjaman pokok, dan pembayaran bunga, namun tunggakannya tidak melebihi 90 hari. [7] Tabel 1Jenis Performing Loan Kategori Rentang Waktu Jenis Kredit Kolektibilitas Pembayaran Kredit Kolektibilitas 1 Kredit Lancar Setiap tanggal jatuh tempo Kolektibilitas 2 Kredit dalam Perhatian Khusus Kurang dari 90 hari 3) Non Performing Loan (NPL) NPL merupakan rasio atau perbandingan yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank (kreditur) dalam menanggung risiko kegagalan pembayaran kredit oleh debitur. Nilai NPL merupakan cerminan dari risiko kredit. Dengan kata lain, semakin kecil nilai NPL maka semakin kecil pula risiko kredit yang harus ditanggung oleh bank. Oleh karena itu, sebelum pemberian kredit harus dilakukan analisis yang tepat dan selektif dalam memberikan kredit. Berdasarkan ketentuan dari Bank Indonesia, kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Tabel 2Jenis Non Performing Loan Kategori Rentang Waktu Jenis Kredit Kolektibilitas Pembayaran Kredit Kolektibilitas 3 Kredit Kurang Lancar 91 hari hari Kolektibilitas 4 Kredit Diragukan 121 hari hari Kolektibilitas 5 Kredit Macet Lebih dari 180 hari Nilai NPL dapat dihitung dari perbandingan antara kredit bermasalah dengan total kredit yang disalurkan oleh bank Kemudian, dari perhitungan rasio tersebut, terdapat dua kategori nilai NPL. NPL yang sehat memiliki rasio di bawah 5%. Sedangkan NPL yang tidak sehat memiliki rasio di atas 5% [7]. Jumlah Kredit Bermasalah NPL x100% (2.1) Total Kredit 4) Agent-based Modeling and Simulation Agent-based modeling adalah sebuah model dimana agen dapat berinteraksi berulang kali. Sebagai contoh, ketika agen mengoptimalkan perilaku kolektif mereka melalui pertukaran informasi sederhana yang sering dilakukan koloni semut. Cara ini bertujuan untuk memperoleh hasil akhir yang dinginkan yaitu sistem yang optimal. ABMS merupakan sebuah pendekatan baru untuk memodelkan suatu sistem dengan menggambarkan interaksi antar agent secara autonomous (mandiri) [5]. ABMS dapat diterapkan dalam area yang luas dengan memodelkan perilaku agent. Karena keunggulan ABMS dibanding

3 JURNAL TEKNIK, (2013) pemodelan konvensional, ABMS mendapatkan perhatian khusus dari kalangan peneliti selama 10 tahun terakhir ini. ABMS yang fokus pada interaksi agen membuat sistem simulasi ini dipilih untuk menyelesaikan masalah KUR yang melibatkan banyak stakeholder. Pada dasarnya, stakeholder yang terlibat dalam KUR saling berkaitan dan memiliki pola perilaku masing-masing. Dengan memodelkan sistem penyaluran KUR dengan ABMS dapat diketahui perilaku agen yang bermasalah, sehingga dapat dilakukan pengembangan skenario perbaikan. Alasan mengapa metode ABMS dipilih untuk memecahkan permasalahan KUR adalah beragamnya perilaku UMKMK dalam hal pengembalian kredit dan ketidakpastian yang dihadapi UMKMK dalam mengembalikan kredit. B. Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan tiga tahapan, yaitu: 1. Tahapan Pendahuluan Pada tahap ini akan dilakukan studi lapangan dan studi literatur. Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi permasalahan pada pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BPD Cabang X. Informasi dari studi lapangan meliputi aktor-aktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan KUR dan permasalahan mendasar dari pelaksanaan KUR.Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan referensi terkait pendalaman permasalahan penelitian dan penentuan solusi perancangan model. 2. Tahapan Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data yang dipakai sebagai input tahap pengolahan data dan tahap perancangan model. Data-data yang akan dikumpulkan antara lain visi misi dan struktur organisasi perusahaan, data UMKMK yang mengajukan KUR di BPD Cabang X, data kondisi usaha UMKMK yang mendapatkan KUR, dan data pembayaran angsuran kredit. Sebelum merancang model simulasi, perancangan model konseptual dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui gambaran sistem secara keseluruhan. Perancangan model konseptual dilakukan dengan mengidentifikasi agen yang terlibat dan menggambarkan hubungan interaksi antar agen. Pembuatan model konseptual dilakukan dengan Data Flow Diagram (DFD) agar dapat mengetahui aliran data antar agen. Untuk membangun model simulasi, terlebih dahulu perlu dilakukan perancangan diagram causal loop, identifikasi peran tiap agen, dan penilaian terhadap peran tiap agen. Perancangan model simulasi dilakukan dengan menggunakan bantuan software netlogo. Kemudian, melakukan uji validasi dengan menggunakan t-test.untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, langkah awal yang dilakukan dalam merancang skenario perbaikan adalah mengidentifikasi hal-hal yang dapat meningkatkan nilai NPL. Kemudian, dirancang beberapa skenario perbaikan yang dapat menurunkan nilai NPL.Dari beberapa skenario perbaikan tersebut dilakukan uji signifikansi dilakukan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dengan bantuan software SPSS. pengambilan kesimpulan dari penelitian dan pemberian saran berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. C. Perancangan Model Konseptual dan Causal Loop Diagram Dalam data flow diagram, model digambarkan berdasarkan sudut pandang dari bank. Entitas eksternal yang terlibat dalam sistem adalah Unit Mikro Kecil (UMK) dan Jamkrindo. Dimulai dari UMK mengajukan KUR dengan membawa berkas-berkas pengajuan yang dibutuhkan. Pengajuan KUR ini diterima oleh bagian operasional kredit, kemudian bagian tersebut mencatatnya dan terjadi penyimpanan data pengajuan KUR yang masih dalam status pending. Data ini digunakan oleh bagian operasional kredit untuk menganalisis kelayakan usaha calon debitur. Dari hasil analisis tersebut, dapat diperoleh data calon debitur layak dan tidak layak. Data calon debitur yang layak akan digunakan oleh komite untuk memberikan persetujuan berapa jumlah plafond yang harus diberikan. Apabila telah mencapai kesepakatan jumlah plafond, maka bagian operasional kredit akan menyalurkan KUR tersebut dan memberikan surat realisasi KUR yang berisi perjanjian antara bank dan debitur, serta sejumlah uang sesuai besarnya plafond yang telah disepakati. Proses selanjutnya adalah pembuatan laporan penjaminan oleh bagian operasional kredit yang diserahkan kepada Jamkrindo dalam bentuk laporan penjaminan debitur dan Jamkrindo akan memberikan polis penjaminan berupa surat. Kemudian, kewajiban UMK untuk mengembalikan angsuran sesuai tanggal jatuh tempo dan pencatatan pembayaran kredit dilakukan oleh bagian operasional kredit. Jika ada kredit bermasalah, maka bank dapat mengajukan laporan klaim kepada Jamkrindo dan Jamkrindo akan memberikan uang klaim kepada bank. Karena fokus pada debitur yang sudah mendapatkan KUR, maka proses yang akan disimulasikan adalah penyaluran KUR dan pencatatan pembayaran kredit. Dari model di bawah ini, terdapat aliran data pihak Jamkrindo yang digambarkan dengan garis putus-putus. Garis ini menandakan bahwa pihak Jamkrindo belum terlibat secara langsung dalam sistem. Dalam sistem eksisting, pihak Jamkrindo belum terlibat dalam pemberian uang klaim karena beberapa kendala administrasi yang dialami oleh bank. Namun, secara teori, pihak Jamkrindo seharusnya terlibat dalam proses pemberian uang klaim. 3. Tahapan Analisis dan Penarikan Kesimpulan Tahap ini merupakan tahap analisis dan interpretasi dari model yang dirancang berdasarkan kondisi eksisting dan skenario perbaikan yang dirancang. Langkah terakhir adalah

4 JURNAL TEKNIK, (2013) Operasional Kredit Mencatat pembayaran kredit DS4 Data pembayaran kredit 4 Operasional Kredit Menyalurkan KUR sebesar jumlah plafond yang telah disepakati DS1 Data pengajuan KUR (pending) Data nasabah tidak DS2 layak DS3 Data nasabah layak Gambar 1 Model Konseptual Penyaluran KUR dalam Data Flow Diagram Perancangan causal loop diagram dilakukan untuk mengetahui hubungan sebab akibat dalam sebuah sistem. Dalam causal loop diagramini, dimulai dari kemampuan debitur dalam mengembalikan kredit yang dipengaruhi oleh performansi aspek 5C debitur. Semakin baik performansinya, maka akan meningkatkan kemampuan debitur dalam membayar kredit. Performansi yang baik dalam aspek 5C berarti debitur memiliki karakter, kapabilitas, modal, kondisi usaha, dan jaminan yang baik. Performansi 5C ini mempengaruhi besarnya kredit bermasalah dan kredit lancar. Semakin baik performansi 5C debitur dapat meningkatkan jumlah kredit lancar dan mengurangi kredit bermasalah. Kemampuan debitur dalam membayar kredit mengurangi tingkat kemacetan pembayaran kredit. Semakin tinggi tingkat kemacetan, maka akan mempengaruhi banyaknya sistem evaluasi/monitoring yang harus dilakukan. Sistem evaluasi/monitoring yang intensif dapat mengurangi tingkat kemacetan. Tingkat kemacetan yang rendah dapat meningkatkan nilai kredit lancar dan kredit lancar yang tinggi dapat menurunkan nilai NPL. Namun sebaliknya, tingkat kemacetan yang tinggi mengakibatkan jumlah kredit bermasalah yang semakin meningkat. Kredit bermasalah yang tinggi disebabkan oleh keterlambatan pembayaran kredit yang lama. Keterlambatan pembayaran kredit akan mempengaruhi tingkat kemacetan pembayaran kredit. Semakin terlambat kredit tersebut dibayar, maka tingkat kemacetan semakin tinggi. Semakin besar kredit yang lancar, maka akan mengurangi nilai NPL. Sebaliknya, semakin besar kredit bermasalah akan menyebabkan besarnya nilai NPL. Nilai NPL ini akan memperbesar uang klaim yang harus diberikan. Dengan adanya uang klaim dapat mengurangi nilai NPL dan jumlah kredit bermasalah. Seperti penjelasan pada model konseptual DFD, peran Jamkrindo belum dirasakan pada sistem eksisting. Oleh karena itu, pembayaran klaim digambarkan dengan garis putus-putus. Causal loop diagram ini telah diverifikasi oleh expert judgement dari pihak BPD Cabang X. D. Perancangan Alur Algoritma Pemrograman Alur algoritma pemrograman yang digunakan untuk membangun simulasi dimulai dari data aspek 5C dari tiap debitur yang mendapatkan kredit. Selanjutnya, debitur tersebut mendapatkan plafond sesuai dengan kesepakatan ketika akad kredit. Untuk mengetahui pokok tiap bulan, maka dilakukan perhitungan besarnya plafond dibagi dengan lama angsuran. Debitur wajib membayar sebesar pokok tiap bulan yang sudah ditentukan tersebut. Apabila debitur membayar tepat waktu atau tepat ketika jatuh tempo, maka akan dihitung baki debetnya. Baki debet adalah sisa yang harus dibayar oleh debitur. Nilai ini diperoleh dari plafond dikurangi dengan pokok yang telah dibayar. Selanjutnya, baki debet dari debitur ini dikategorikan sebagai baki debet K1. Kemudian, apabila debitur terlambat 1 sampai 90 hari maka harus dihitung terlebih dahulu, jumlah keterlambatan atau tunggakannya (K). Nilai K diperoleh dari jumlah keterlambatan dibagi 30 hari, sehingga akan diperoleh jumlah keterlambatan sebesar k bulan. Pokok yang telah dibayar dihitung dari pokok tiap bulan dikalikan dengan jumlah bulan dimana debitur tersebut membayar tepat waktu (n - Kn bulan). Selanjutnya, baki debet diperoleh dari plafond dikurangi pokok yang telah dibayar. Baki debet debitur yang terlambat 1 sampai 90 hari ini akan dikategorikan sebagai baki debet K2. Begitu seterusnya pada debitur yang terlambat hari, hari, dan lebih dari 180 hari. Baki debet debitur yang terlambat hari akan dikategorikan sebagai baki debet K3. Baki debet debitur yang terlambat hari akan dikategorikan sebagai baki debet K4. Baki debet debitur yang terlambat lebih dari 180 hari akan dikategorikan sebagai baki debet K5. Selanjutnya, nilai NPL diperoleh dari total baki debet K3, baki debet K4, dan baki debet K5 dibagi dengan total baki debet keseluruhan. Nilai NPL ini akan dihitung per 30 hari.

5 JURNAL TEKNIK, (2013) E. Perancangan Model Simulasi dan Skenario Perbaikan dengan Agent-based Modeling and Simulation Ada dua model simulasi yang dirancang dalam penelitian ini. Model simulasi 1 adalah model yang dirancang berdasarkan probabilitas bayar atau tidak membayar para debitur di setiap periode cicilan. Misalkan, pada periode cicilan pertama, debitur memiliki probabilitas membayar sebesar 100%, maka semua debitur akan membayar pokok pada periode cicilan pertama. Berdasarkan data historis, kecenderungan debitur selalu membayar pokok pada cicilan pertama hingga cicilan kesembilan. Oleh karena itu, pihak bank perlu memantau pergerakan debitur yang umur cicilannya berkisar pada periode cicilan kesepuluh. Periode ini merupakan periode kritis dimana peluang debitur untuk tidak membayar akan semakin besar. Kenaikan tren probabilitas debitur yang tidak membayar ini juga diikuti dengan kecenderungan debitur yang sekali tidak membayar, maka periode selanjutnya, debitur tersebut juga tidak membayar. Kecenderungan inilah yang menyebabkan bertambahnya debitur pada kolektibilitas 3, 4, dan 5 dari waktu ke waktu. Bertambahnya debitur pada kategori ini akan meningkatkan nilai non performing loan. Melihat kondisi ini, maka skenario perbaikan yang diusulkan adalah melakukan monitoring pada debitur yang sudah berada pada kolektibilitas 2. Usulan ini merupakan usulan preventif untuk mencegah debitur masuk ke dalam kategori kredit bermasalah. Grafik perbandingan nilai NPL model simulasi dibandingkan dengan NPL skenario perbaikan berbeda signifikan. Dengan monitoring yang dilakukan pihak bank pada debitur kolektibilitas 2, dapat menekan nilai NPL dibawah 0%-2,4%. Nilai NPL di bawah 5% ini akan membuat penilaian performansi bank menjadi baik. Selain itu, dengan adanya monitoring dari pihak bank, dapat membuat nilai NPL stabil dari waktu ke waktu. Gambar 4 menunjukkan grafik perbandingan nilai NPL pada model simulasi eksisting dengan nilai NPL pada skenario perbaikan. Non Performing Loan Grafik Perbandingan NPL Model 1 dengan Skenario Perbaikan analis kredit pihak bank. Tabel 4 menunjukkan lima kombinasi kategori 5C. Tabel 3Kombinasi Kategori 5C Kategori Character Capacity Capital Condition Collateral (C1) (C2) (C3) (C4) (C5) 1 Yes Yes Yes Yes Yes 2 No Yes Yes Yes Yes 3 No No Yes Yes Yes 4 No No No Yes Yes 5 No No No No Yes Dari hasil simulasi, ternyata kategori 5C yang melekat pada setiap debitur sangat mempengaruhi nilai NPL. Ketika debitur dengan kategori 3, 4, dan 5 berjumlah banyak, maka akan meningkatkan nilai NPL. Namun sebaliknya, ketika banyak debitur pada kategori 1 maupun 2, nilai NPL dapat diturunkan. Skenario perbaikan yang direkomendasi untuk model simulasi ini ada dua. Skenario pertama (Skenario Perbaikan 2.1) adalah dengan memperketat penerimaan debitur, sehingga pihak bank hanya menerima debitur yang memiliki kategori 5C Yes-Yes-Yes-Yes-Yes (kategori 1). Skenario ini dapat menurunkan nilai NPL hingga 0% karena semua debitur membayar pokok tiap bulan secara tepat waktu. Skenario perbaikan kedua (Skenario Perbaikan 2.2) adalah pengembangan skenario pertama. Skenario ini lebih melonggarkan penerimaan debitur, sehingga debitur yang diterima adalah debitur pada kategori 1 dan kategori 2. Skenario ini dapat menurunkan nilai NPL hingga 8%. Nilai ini dirasa masih cukup tinggi karena melebihi 5%. Nilai NPL yang tetap tinggi ini disebabkan adanya potensi debitur yang tidak membayar, yaitu debitur pada kategori 2. Gambar 5.3 menunjukkan grafik perbandingan nilai NPL dari model simulasi eksting dengan dua skenario perbaikan. Non Performing Loan Grafik Perbandingan NPL Model Simulasi 2 dengan Skenario Perbaikan 2.1 dan Skenario Perbaikan Model Simulasi 2 Skenario Perbaikan 2.1 Skenario Perbaikan 2.2 Gambar 3 Grafik Perbandingan NPL Model Simulasi 2 dengan Skenario Perbaikan 2.1 dan Skenario Perbaikan 2.2 Model 1 Skenario 1 Gambar 2 Grafik Perbandingan Nilai NPL Model Simulasi 1 dengan NPL Skenario Perbaikan 1 Konsep model simulasi 2 dirancang dengan mengatur pergerakan para debitur berdasarkan kategori 5C. Kategori 5C ini merupakan lima kategori yang dianalisis bank ketika debitur mengajukan kredit, yaitu Character (Watak), Capacity (Kemampuan), Capital (Modal), Condition (Kondisi), dan Collateral (Jaminan). Pada model simulasi eksisting, ada lima kombinasi kategori 5C yang diperoleh dari hasil observasi

6 JURNAL TEKNIK, (2013) III. SIMPULAN/RINGKASAN Simpulan yang didapatkan dari penelitian ini antara lain adalah : 1) Perancangan model berbasis agen dilakukan dengan dua konsep. Konsep model pertama adalah mengatur probabilitas debitur membayar atau tidak membayar berdasarkan periode cicilan. Konsep model kedua adalah mengatur probabilitas debitur membayar atau tidak membayar berdasarkan kategori 5C yang melekat pada masing-masing debitur. Kedua model ini telah dilakukan uji verifikasi, uji validasi internal, dan uji validasi eksternal. Dari hasil uji tersebut, dapat disimpulkan bahwa model telah berdistribusi normal dan menyerupai sistem nyata. 2) Ada tiga skenario perbaikan yang dirancang dalam penelitian ini. Skenario perbaikan 1 dirancang untuk memperbaiki model simulasi 1 dengan melakukan menambah probabilitas debiturkolektibilitas 2 untuk membayar kembali. Skenario ini dapat menurunkan nilai NPL antara 0% sampai 2,4%. Skenario perbaikan 2.1 dan 2.2 dirancangn untuk memperbaiki model simulasi 2. Skenario perbaikan 2.1 hanya melibatkan debitur kategori 1 dalam simulasi dan menghasilkan nilai NPL sebesar 0%. Skenario perbaikan 2.2 melibaykan debitur kategori 1 dan 2 dalam simulasi dan menurunkan nilai NPL antara 4,6% sampai 11,4%. Kemudian, dirancang peta skenario perbaikan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing skenario. [Accessed March 28, 2013] [4] Borshchev, A. & Filippov, A., From System Dynamics and Discrete Event to Practical Agent Based Modeling : Reasons, Techniques, Tools. [5] Macal, C.M. & North, M.J., Agent-Based Modeling and Simulation. In Proceedings of the 2009 Winter Simulation Conference. Argonne, United States of America, pp [6] Ismail Akuntansi Bank. Jakarta : Penerbit Kencana. [7] Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank. Saran atau rekomendasi yang dapat diberikan untuk perbaikan dan penelitian selanjutnya adalah: 1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, dan Collateral) agar dapat membuat model simulasi yang lebih mendalam. 2) Model dapat dikembangkan untuk melakukan perhitungan pokok tiap bulan yang tidak menggunakan metode flat. 3) Model dapat dikembangkan dengan menambah agen baru, seperti perusahaan penjamin dan pemerintah. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis Tatbita Titin Suhariyanto berterima kasih kepada Bapak Moses L. Singgih selaku dosen pembimbing dan Bapak Bambang Syairudin selaku dosen ko-pembimbing yang sudah memberikan arahan dan ilmu bagi penulis. Pak Adjin Supriyantono dan Mbak Desak Made Shanti Sidan selaku bagian operasional kredit bank yang telah memberikan arahan dan dukungan untuk penulis. Serta semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Komite Kredit Usaha Rakyat, Sebaran Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Periode November FEBRUARI Available at: [Accessed March 28, 2013] [2] Syarif, T., Prospek dan Kendala KUR dalam Mendukung Perkuatan Permodalan UKMK, Bidang Pengkajian Sumberdaya dan UKM dan Koperasi, Kementrian Negara Koperasi dan UKM. [3] Sukrianto, H., Banyak Kredit Macet, Bank Jatim Kurangi Penyaluran KUR. economy.okezone.com, p.1. Available at:

PERANCANGAN MODEL PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BPD CABANG X DENGAN MENGGUNAKAN AGENT-BASED MODELING AND SIMULATION

PERANCANGAN MODEL PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BPD CABANG X DENGAN MENGGUNAKAN AGENT-BASED MODELING AND SIMULATION PERANCANGAN MODEL PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BPD CABANG X DENGAN MENGGUNAKAN AGENT-BASED MODELING AND SIMULATION Oleh: TATBITA TITIN SUHARIYANTO 2509.100.132 Dosen Pembimbing: Moses Laksono

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN III.

KERANGKA PEMIKIRAN III. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengendalian Kredit Bank Pada penyaluran kredit bank, perlu diperhatikan beberapa aspek yang terkait dengan nasabah penerima kredit untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang dengan cepat, sumber-sumber dana diperlukan untuk membiayai usaha tersebut. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah banyaknya kasus kredit yang bermasalah. Bank Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah banyaknya kasus kredit yang bermasalah. Bank Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan pada dunia perbankan yang sering terdengar dewasa ini adalah banyaknya kasus kredit yang bermasalah. Bank Indonesia mencatat hingga akhir 2011

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kredit macet merupakan salah satu masalah yang sering dialami oleh perbankan hingga saat ini. Banyaknya calon debitur yang melakukan kredit membuat pihak bank harus

Lebih terperinci

Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR

Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR LAMPIRAN 65 66 Lampiran 1. Kuisioner penelitian Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR Gambaran Ringkas Penelitian Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Misi BRI : 1. Melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan perekonomian global telah memperkuat posisi perbankan sebagai pilar utama dalam menunjang pertumbuhan ekonomi baik secara internasional maupun nasional.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya (Firdaus dan Ariyanti, 2009).

Lebih terperinci

kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

kemudian hari bagi bank dalam arti luas; KAJIAN PUSTAKA Pengertian dasar tentang kredit bermasalah Dalam kasus kredit bermasalah, debitur mengingkari janji membayar bunga dan pokok pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, sehingga dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH A. Strategi Pencegahan Pembiayaan Mura>bah}ah Multiguna Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Resiko

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN KREDIT AGUNAN RUMAH PADA BANK TABUNGAN NEGARA

ANALISIS PEMBERIAN KREDIT AGUNAN RUMAH PADA BANK TABUNGAN NEGARA ANALISIS PEMBERIAN KREDIT AGUNAN RUMAH PADA BANK TABUNGAN NEGARA Nama : GITA FALINI NPM : 24214583 Kelas : 3EB30 Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Silvia Avira, SE., MM PENDAHULUAN Latar Belakang Kredit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin pesatnya pertumbuhan bank dan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin pesatnya pertumbuhan bank dan semakin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sejalan dengan semakin pesatnya pertumbuhan bank dan semakin berkembangnya kegiatan perbankan sekarang ini, maka dampak nyata yang terjadi adalah semakin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian suatu negara bisa dilihat dari minimalnya dua sisi, yaitu ciri perekonomian negara tersebut, seperti pertanian atau industri dengan sektor perbankan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkannya kembali kepada masyarakat, pengusaha (enterpreneur) untuk

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkannya kembali kepada masyarakat, pengusaha (enterpreneur) untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perekonomian, peranan bank sangat penting selaku lembaga keuangan dengan tugas pokok yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting perbankan di Indonesia adalah menjaga kestabilan moneter agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. penting perbankan di Indonesia adalah menjaga kestabilan moneter agar mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan merupakan urat nadi perekonomian nasional. Salah satu peran penting perbankan di Indonesia adalah menjaga kestabilan moneter agar mampu menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu semata-mata ditujukan untuk membawa pada suatu keadaan perekonomian yang diharapkan. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prioritas utama dalam pembangunan negara Indonesia yakni peningkatan kesejahteraan rakyat melalui mengembangkan perekonomian rakyat yang didukung pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditinjau dari sudut jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung perekonomian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pertumbuhan suatu usaha dipengaruhi dari beberapa aspek diantaranya ketersediaan modal. Sumber dana yang berasal dari pelaku usaha agribisnis sendiri

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Suatu penalaran dari penulis yang didasarkan atas pengetahuan,teori dan dalil dalam upaya menjawab penelitian dituangkan dalam kerangka pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari peran semakin meningkatnya sektor usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan unit usaha yang banyak dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank 2.1.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat terutama setelah krisis 1997. Adanya perkembangan tersebut diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai transaksi yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan dunia perbankan sangat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar istilah

Lampiran 1. Daftar istilah LAMPIRAN LAMPIRAN 46 Lampiran 1. Daftar istilah 1. Non performing loan (NPL) : kredit macet yang pembayaran bunga dan pokok pinjaman tertunda 90 hari atau lebih, atau setidaknya 90 hari pembayaran bunga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka kesimpulan dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) BJB yaitu Kredit

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka kesimpulan dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) BJB yaitu Kredit BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) BJB yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun dalam rangka investasi. Bank sebagai salah satu perusahaan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. maupun dalam rangka investasi. Bank sebagai salah satu perusahaan jasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan usaha yang semakin maju, maka orangorang atau badan usaha pun membutuhkan tambahan modal, baik untuk usaha maupun dalam rangka investasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengertian Bank menurut Kasmir (2011 : 3), Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Kredit Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

EVALUASI PENGENDALIAN MANAJEMEN PEMBERIAN KREDIT MODAL KERJA DALAM UPAYA MEMINIMALKAN NON PERFORMING LOAN

EVALUASI PENGENDALIAN MANAJEMEN PEMBERIAN KREDIT MODAL KERJA DALAM UPAYA MEMINIMALKAN NON PERFORMING LOAN EVALUASI PENGENDALIAN MANAJEMEN PEMBERIAN KREDIT MODAL KERJA DALAM UPAYA MEMINIMALKAN NON PERFORMING LOAN (NPL) (Studi Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusamba Wlingi) Rina Malinda Moch. Dzulkirom AR Dwiatmanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring berkembangnya kebutuhan masyarakat dalam mencapai suatu kebutuhan, maka terjadi peningkatan kebutuhan dari segi finansial. Untuk mendapatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS BAB III SOLUSI BISNIS Dengan melihat permasalahan yang terjadi pada Bank X, maka perlu adanya cara untuk menganalisa variabel-variabel apa saja yang akan menentukan kredit macet atau lancar dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian Kredit Pengertian kredit secara umum, kredit adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atas dasar kepercayaan sebagai pengganti

Lebih terperinci

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG Latar belakang diluncurkannya fasilitas kredit BNI Tunas Usaha (BTU) adalah Inpres Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelebihan dana (surplus spending unit-ssu) dan menyalurkan kredit kepada

BAB I PENDAHULUAN. atau kelebihan dana (surplus spending unit-ssu) dan menyalurkan kredit kepada BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bank adalah sebuah lembaga keuangan pengumpul dana dan penyalur kredit, yang berarti bank dalam operasinya mengumpulkan dana dari masyarakat atau kelebihan dana (surplus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat menyimpulkan beberapa hal. Selain itu juga memberikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat menyimpulkan beberapa hal. Selain itu juga memberikan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dijelaskan di dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat menyimpulkan beberapa hal. Selain itu juga memberikan saran untuk Bank BTN Cabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dari penjualan asset perusahaan maupun pinjaman kredit ke bank.rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. diperoleh dari penjualan asset perusahaan maupun pinjaman kredit ke bank.rata-rata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam menjalankan roda perusahaan tidak jarang membutuhkan tambahan dana berupa modal kerja yang dipergunakan untuk memperluas usahanya maupun investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga financial intermediary yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana serta sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran yang strategis tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai penghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada bank umum, pinjaman disebut kredit atau loan, sedangkan pada bank syariah

BAB I PENDAHULUAN. pada bank umum, pinjaman disebut kredit atau loan, sedangkan pada bank syariah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Satu hal yang sangat menarik, yang membedakan antara manajemen bank syariah dengan bank umum (konvensional) adalah terletak pada pinjaman dan pemberian balas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah menerbitkan Paket

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi jika dilihat kondisi UMKM di Indonesia, dapat dikatakan bahwa UMKM kurang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi jika dilihat kondisi UMKM di Indonesia, dapat dikatakan bahwa UMKM kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Akan

Lebih terperinci

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1. Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Tongkol Dalam menyalurkan KUR kepada debitur, ada beberapa tahap atau prosedur yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan suatu pembangunan yang berhasil maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan suatu badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari dan untuk

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pembiayaan oleh PT BPRS Karya Mugi Sentosa kantor cabang Mojokerto,

BAB 5 PENUTUP. ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pembiayaan oleh PT BPRS Karya Mugi Sentosa kantor cabang Mojokerto, BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Hasil dari analisa data dan pembahasan hasil analisa data pada penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Murabahah merupakan salah satu akad yang dipakai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Kasmir (2008:2) Bank merupakan Lembaga Keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian menyalurkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Prosedur adalah rangkaian atau langkah-langkah yang dilakukan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Prosedur adalah rangkaian atau langkah-langkah yang dilakukan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah rangkaian atau langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan kegitan atau aktivitas, sehingga dapat tercapainya tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan simpan pinjam layaknya bank, dimana ijin operasionalnya di bawah

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan simpan pinjam layaknya bank, dimana ijin operasionalnya di bawah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi adalah suatu lembaga keuangan bukan bank yang bergerak dalam kegiatan simpan pinjam layaknya bank, dimana ijin operasionalnya di bawah Kementrian Koperasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keras, perangkat. lunak dan proses keputusan tersebut menghasilkan sistem. pengambilan keputusan dengan lebih cepat dan akurat.

BAB I PENDAHULUAN. keras, perangkat. lunak dan proses keputusan tersebut menghasilkan sistem. pengambilan keputusan dengan lebih cepat dan akurat. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada saat ini perusahaan masih sangat sulit melakukan pengambilan keputusan pemberian pinjaman kredit terhadap debitur UKM. Penggabungan beberapa teknik pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkadang UMKM seolah tidak mendapat dukungan dan perhatian dari. selama memiliki izin usaha dan modal cukup.

BAB I PENDAHULUAN. terkadang UMKM seolah tidak mendapat dukungan dan perhatian dari. selama memiliki izin usaha dan modal cukup. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pilar perekonomian suatu negara tidak lepas dari bagaimana Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjalankan perannya demi meningkatkan taraf hidup orang banyak.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang Dalam proses pengajuan pembiayaan murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang, terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank adalah suatu badan usaha yang memiliki fungsi utama menghimpun dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian Indonesia secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun

BAB I PENDAHULUAN. atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari - hari manusia memiliki kebutuhan pokok atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun kebutuhan tersier. Kebutuhan primer

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN DEBITUR PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ANKASA KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN DEBITUR PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ANKASA KABUPATEN PEKALONGAN BAB IV ANALISIS KELAYAKAN DEBITUR PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ANKASA KABUPATEN PEKALONGAN A. Kondisi Analisis Kelayakan Debitur Pada Pembiayaan Murabahah Di BMT ANKASA Kabupaten Pekalongan Dalam pemberian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. KPR BTN Sejahtera FLPP adalah kredit pemilikan rumah program

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. KPR BTN Sejahtera FLPP adalah kredit pemilikan rumah program 101 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan KPR BTN Sejahtera FLPP adalah kredit pemilikan rumah program kerjasama dengan Kementerian Perumahan Rakyat dengan suku bunga rendah dan cicilan ringan dan tetap sepanjang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian Kredit. Danamon Indonesia Unit Pasar Delitua dengan Toko Emas M.

BAB I. PENDAHULUAN. bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian Kredit. Danamon Indonesia Unit Pasar Delitua dengan Toko Emas M. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian Kredit merupakan suatu perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata sehingga disebut perjanjian tidak bernama. Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi semua perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari peran perbankan dalam menyediakan jasa keuangan. Hampir seluruh kegiatan keuangan membutuhkan jasa bank.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Bank merupakan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah ditegaskan dalam

Lebih terperinci

Analisis Pemberian Kredit Dengan Metode Sliding Rate Dan Flat Rate Pada Bank Rakyat Indonesia

Analisis Pemberian Kredit Dengan Metode Sliding Rate Dan Flat Rate Pada Bank Rakyat Indonesia Analisis Pemberian Kredit Dengan Metode Sliding Rate Dan Flat Rate Pada Bank Rakyat Indonesia Siti Fatimah (27212052) FE. AKUNTANSI LATAR BELAKANG Kata kredit bukan merupakan kata yang asing lagi bagi

Lebih terperinci

Adapun struktur organisasi dan tanggung jawab masing. PT. Bank Jabar Banten Cabang Bandung adalah sebagai berikut : Tugas Pemimpin Cabang adalah :

Adapun struktur organisasi dan tanggung jawab masing. PT. Bank Jabar Banten Cabang Bandung adalah sebagai berikut : Tugas Pemimpin Cabang adalah : 50 4.1.3 Deskripsi Tugas Adapun struktur organisasi dan tanggung jawab masing masing bagian PT. Bank Jabar Banten Cabang Bandung adalah sebagai berikut : 1. Pimpinan Cabang Tugas Pemimpin Cabang adalah

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BPR Irian Sentosa adalah salah satu BPR di Indonesia yang berpusat di Jayapura, dimana sampai dengan akhir tahun 2013, BPR Irian Sentosa memiliki 6 kantor cabang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dinegara. kita diperlukan adanya pembangunan ekonomi yang seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dinegara. kita diperlukan adanya pembangunan ekonomi yang seimbang. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam upaya peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dinegara kita diperlukan adanya pembangunan ekonomi yang seimbang. Untuk mewujudkan kemakmuran dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kredit

TINJAUAN PUSTAKA Kredit TINJAUAN PUSTAKA Kredit Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang disepakati.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN USAHA BAGI MASYARAKAT MELALUI KREDIT NDUMA PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK Gambaran Umum Kredit Konsumtif pada Bank X

BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK Gambaran Umum Kredit Konsumtif pada Bank X 51 BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK + Dalam Bab 4 secara lebih mendalam akan dibahas analisis mengenai pengukuran risiko kredit konsumtif pada bank X dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel 3.1.1 Populasi Populasi adalah jumlah dari keseleruhan objek yang karakteristiknya hendak diduga. Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan bagi pembangunan di Indonesia. Peranan bank sebagai agen

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan bagi pembangunan di Indonesia. Peranan bank sebagai agen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan yang semakin pesat membutuhkan pendanaan yang baik. Peran bank cukup penting untuk dapat menyediakan dana yang mencukupi bagi pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan sangat strategis dalam struktur perekonomian nasional. Karena

I. PENDAHULUAN. peranan sangat strategis dalam struktur perekonomian nasional. Karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro dan kecil merupakan sektor usaha yang mempunyai peranan sangat strategis dalam struktur perekonomian nasional. Karena jumlah industrinya yang besar dan terdapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat suku

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat suku BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat suku bunga kredit dan kredit bermasalah (NPL) dampaknya terhadap jumlah penyaluran kredit pada PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diperhadapkan dengan sumber pendapatan yang tidak mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. dan diperhadapkan dengan sumber pendapatan yang tidak mencukupi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya zaman kebutuhan masyarakat terus meningkat dan diperhadapkan dengan sumber pendapatan yang tidak mencukupi sehingga kredit menjadi salah satu alternatif

Lebih terperinci

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Manajemen Risiko yang diterapkan dalam mengatasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BTM Lampung

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Manajemen Risiko yang diterapkan dalam mengatasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BTM Lampung 96 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Manajemen Risiko yang diterapkan dalam mengatasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BTM Lampung Berdasarkan uraian dan penjelasan tentang manajemen risiko dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya

BAB I PENDAHULUAN. dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar pendapatan bank berasal dari pendapatan bunga yang berasal dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dizalimi. Prinsip dasar ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. dizalimi. Prinsip dasar ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua transaksi yang dilakukan oleh orang muslim haruslah berdasarkan prinsip rela sama rela, dan tidak boleh ada pihak yang menzalimi atau yang dizalimi. Prinsip dasar

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Syariah (LKMS) yang berbentuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Bab I. Pendahuluan. Syariah (LKMS) yang berbentuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Perbankan merupakan industri yang memiliki banyak risiko. Selain melibatkan dana masyarakat, bank harus memutarkan dana tersebut berupa: pemberian kredit, pembelian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kredit, Teori Permintaan dan Penawaran Kredit Berdasarkan asal mulanya, Kasmir (2003) menyatakan kredit berasal dari kata credere yang artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara termasuk Indonesia sangat bergantung

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara termasuk Indonesia sangat bergantung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara termasuk Indonesia sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undangundang Perbankan 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undangundang Perbankan Nomor 10 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendukung dan penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. pendukung dan penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Dalam rangka pembangunan perekonomian nasional, sektor keuangan khususnya industri perbankan merupakan salah satu komponen terpenting sebagai pendukung dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan pengelolaan, pengontrolan, dan pengawasan yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan pengelolaan, pengontrolan, dan pengawasan yang baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kredit dan debitur adalah elemen terpenting dalam bank BTN. Sebagai pelopor Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Bank BTN dituntut untuk menjaga kualitas kredit. Kualitas

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Total Pembiayaan (Financing) terhadap NPF. Berdasarakan analisis data secara statistik dalam penelitian ini,

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Total Pembiayaan (Financing) terhadap NPF. Berdasarakan analisis data secara statistik dalam penelitian ini, BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Total Pembiayaan (Financing) terhadap NPF Berdasarakan analisis data secara statistik dalam penelitian ini, menjelaskan bahwa total pembiayaan keseluruhan perbankan syariah

Lebih terperinci

Sektor perbankan dapat dikatakan menjadi salah satu sektor paling. fleksibel dalam merespons kondisi perekonomian nasional dibanding sektorsektor

Sektor perbankan dapat dikatakan menjadi salah satu sektor paling. fleksibel dalam merespons kondisi perekonomian nasional dibanding sektorsektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sektor perbankan dapat dikatakan menjadi salah satu sektor paling fleksibel dalam merespons kondisi perekonomian nasional dibanding sektorsektor ekonomi

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA, BUPATI PENAJAM PASER UTARA 11 PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PINJAMAN MODAL USAHA DENGAN DANA POLA BERGULIR

Lebih terperinci